penaksiran resonansi tanah dan bangunan menggunakan ... · resonansi bangunan dan tanah terhadap...
TRANSCRIPT
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
1
Abstrak— Analisis mikrotremor yang dilakukan di wilayah Surabaya bertujuan untuk menentukan nilai frekuensi natural dari suatu bangunan dan tanah di bawahnya, menentukan resonansi bangunan dan tanah terhadap gelombang gempa serta menentukan tingkat kerentanan suatu bangunan terhadap gelombang gempa. Akusisi lapangan dilakukan pada sepuluh bangunan milik pemerintah kota dan tempat umum yang memiliki nilai sejarah Kota Surabaya serta tujuh titik tanah yang mewakili kondisi bawah permukaan setiap bangunan. Akusisi ini digunakan alat Portable Digital Seismograph 3 komponen (2 komponen horizontal: EW-NS dan 1 komponen vertikal) periode pendek merk Taurus (Canada) dengan jenis sensor Feedback Short Period Seismometer tipe DS-4A. Analisis FSR digunakan pada pengolahan data mikrotremor bangunan, sedangkan pada pengolahan mikrotremor tanah digunakan analisis HVSR. Penelitian ini dihasilkan frekuensi natural bangunan komponen NS berkisar 1.14 – 2.8 Hz dan komponen EW berkisar 1.14 – 2.74 Hz dan frekuensi natural tanah berkisar antara 1.08 – 2.7 Hz. Selain itu didapatkan taksiran resonansi tanah dan bangunan komponen NS antara 10.37 – 158.6% dan komponen EW antara 11.74 – 152.3% dengan tingkat resonansi rendah pada sembilan bangunan dan tingkat resonansi sedang pada satu bangunan. Digunakan pula analisis spektrum dan RDM sebagai perbandingan dalam penentuan frekuensi natural bangunan dan didapatkan kesimpulan bahwa analisis FSR dalam penentuan frekuensi natural bangunan lebih baik daripada analisis spektrum dan RDM.
Kata Kunci—Mikrotremor, Surabaya, FSR, Analisis Spektrum, Resonansi tanah dan Banngunan.
I. PENDAHULUAN alah satu faktor penting yang bisa digunakan untuk memprediksi bahaya gempa bumi pada suatu bangunan
adalah dilakukan pengukuran resonansi antara frekuensi natural bangunan dan tanah di bawahnya [1]. Jika nilai frekuensi bangunan mendekati nilai frekuensi natural material di bawahnya, maka getaran seismik akan membuat resonansi dengan bangunan yang akan meningkatkan stress pada bangunan tersebut [2]. Surabaya merupakan daerah dengan kondisi geologi berupa cekungan endapan aluvial dan batu pasir dengan sedimen berupa batu gamping dan lempung [3]. Nakamura et al. [4] menyatakan bahwa suatu wilayah dengan kondisi geologi berupa endapan aluvial, tuff dan batu pasir mempunyai potensi bahaya lebih besar terhadap efek intensitas getaran tanah akibat amplifikasi dan interaksi
getaran tanah terhadap bangunan karena gempa bumi. Selain itu, Surabaya berada dekat dengan lajur sesar aktif Lasem, Lajur sesar aktif Watu Kosek, lajur sesar aktif Grindulu dan Lajur sesar aktif Pasuruan. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk mengurangi resiko bencana terhadap bahaya gempa bumi di Surabaya mengingat kondisi daerah tersebut rawan terhadap kerusakan akibat gempa.
Menurut Tokimatsu [5], mikrotremor atau yang biasa disebut dengan ambient noise adalah getaran tanah dengan amplitudo mikrometer yang dapat ditimbulkan oleh peristiwa alam ataupun buatan, seperti angin, gelombang laut atau getaran kendaraan yang bisa menggambarkan kondisi geologi suatu wilayah dekat permukaan. Mikrotremor didasarkan pada perekaman ambient noise untuk menentukan parameter karakteristik dinamika (damping ratio dan frekuensi natural)
Penaksiran Resonansi Tanah dan Bangunan Menggunakan Analisis Mikrotremor Wilayah
Surabaya Jawa Timur Dian Nur Aini, Widya Utama, A. Syaeful Bahri
Fisika, FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: [email protected]
S Gambar 1 Peta Geologi Surabaya (Sukardi, 1992) dengan kondisi fisiografi
bagian dari Pebukitan Kendeng, bagian tengah Pebukitan Rembang-Madura, pedataran aluvium Jawa sebelah utara, pedataran tengah Jawa Timur dan bagian timur lekuk Randublatung. Tatanan stratigrafi yang tersingkap terdiri dari endapan aluvium (Qa), Formasi Kabuh (Qpk), Formasi Pucangan (Qtp) dan Formasi Lidah (Tpl).
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
2
dan fungsi perpindahan (frekuensi dan amplifikasi) bangunan [6][7][4][8].
Teknik HVSR (Horizontal to Vertical Fourier Amplitude
Spectral Ratio) pada analisis data mikrotremor telah digunakan secara luas untuk studi efek lokal dan mikrozonasi [9]. Selain sederhana dan bisa dilakukan kapan dan dimana saja, teknik ini juga mampu mengestimasi frekuensi resonansi secara langsung tanpa harus mengetahui struktur kecepatan gelombang geser dan kondisi geologi bawah permukaan lebih dulu. Nakamura et al.[4] menyebutkan bahwa metode HVSR untuk analisis mikrotremor bisa digunakan untuk memperoleh frekuensi natural sedimen.
II. URAIAN PENELITIAN Penelitian ini digunakan seperangkat alat mikrotremor
portable yang terdiri dari alat Portable Digital Seismograph 3 komponen (2 komponen horizontal: EW-NS dan 1 komponen vertikal) periode pendek merk Taurus (Canada) dengan jenis sensor Feedback Short Period Seismometer tipe DS-4A serta dilengkapi digitizer (Data logger). Titik akusisi dilakukan pada sepuluh bangunan di Surabaya, diantaranya; Masjid Agung Al-Akbar, Perpustakaan ITS, Museum Tugu Pahlawan, Hotel Mojopahit, Gedung Fakultas Syariah IAIN, DPRD kota Surabaya, BAPEKO, Masjid Muhammad Cheng Hoo, Balai Pemuda dan Apartemen Somerset. Dilakukan pula akusisi tanah sebanyak tujuh titik yang memilki kondisi geologi sama dengan kondisi bawah permukaan setiap bangunan. Penelitian ini secara lebih lengkap bisa dilihat pada gambar 1.
Penelitian diawali dengan mendesain konsep akusisi lapangan, sehingga didapatkan gambaran rinci terkait dengan akusisi yang akan dilakukan. tahap selanjutnya adalah akusisi mikrotremor pada titik akusisi yang telah didesain sebelumnya. Data akusisi dilakukan pengolahan data untuk mendapatkan frekuensi natural yang akan digunakan untuk menentukan resonansi tanah dan bangunan. Pengolahan data tersebut digunakan analisis data HVSR (Horizontal to Vertical
Spectral Ratio) untuk data tanah dan analisis data FSR (Flooor
Spectral Ratio) untuk data bangunn. Sehingga bisa ditentukan nilai resonansi tanah dan bangunan tersebut dari perumusan sebagai berikut:
𝑅 = 𝑓𝑏−𝑓𝑡
𝑓𝑡 𝑥 100% (1)
dengan R, fb dan ft berturut-turut adalah resonansi, frekuensi natural bangunan, dan frekuensi natural tanah. Sesuai yang direkomendasikan oleh Gosar [1], tingkat kerentanan resonansi bangunan terhadap gempa bisa diklasifikasikan menjadi tiga kriteria, yakni; rendah (>±25%), sedang (15 - 25%) dan tinggi (<±15%).
1. Pengolahan Data Mikrotremor Tanah Seluruh data akusisi diolah menggunakan software Geopsy.
Data akusisi tanah dianalisis dengan teknik HVSR, yakni rasio amplitude spektrum horizontal dan vertikal dengan persamaan 2 berikut [4]:
𝑅 𝑡 = 𝐹𝑁𝑆(𝑇)2+ 𝐹𝐸𝑊2
𝐹𝑍 (𝑇) (2)
dengan R(T), FNS, FEW dan Fz berturut-turut adalah spektrum rasio vertikal terhadap horizontal, spektrum Fourier di NS, spektrum Fourier di EW dan spektrum Fourier di Z (arah vertikal).
Pengolahan data
Akusisi Mikrotremor
Desain Pengukuran
Analisis Data Sedimen (HVSR) Analisis Data Bangunan (FSR)
Rekomendasi
Resonansi Struktur Tanah dan Bangunan
Gambar 2. Diagram alir penelitian yang dimulai dengan desain pengukuran, akusisi mikrotremor untuk mendapatkan data awal berupa time domain, pengolahan data yang sebelumnya dilakukan perubahan bentuk data dari time domain ke time
frequency, data bangunan dianalisis dengan metode HVSR dan data bangunan dengan metode FSR. Sehingga didapatkan nilai resonansi bangunan yang dilanjutkan dengan rekomendasi.
Phytaghoras
Smoothing EW (f)
Komponen Vertikal (V) FFT (V)
Pemilihan Window
(EW, NS, V)
Data 3 Komponen
(EW, NS, V)
FFT (H)
FFT (H)
Komponen Horizontal (H)
Komponen Horizontal (H)
Smoothing NS (f)
Smoothing V (f) HVSR (f)=H(f)/V(f)
1-n Window (EW, NS,
V)
Rata-rata HVSR (fo)
Persiapan
Data
Analisis
Tiap Data
Gambar 3. Diagaram alir analisis kurva HVSR pada pengolahan data mikrotremor tanah. Diawali dengan pemilihan window stasioner pada masing-masing komponen spektrum dan dilakukan analisis spektrum Fourier. Untuk menghaluskan hasil FFT, digunakan filter smoothing Konno Ohmachi koefisien bandwith 40. Terakhir, penggabungan komponen spektrum menggunakan analisis HVSR
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
3
Data mikrotremor tanah (gambar 4a) pada software Geopsy dilakukan pemilihan window stasioner antara 20-50 detik non
overlapping. Tampak pada gambar 4b, data mikrotremor tanah hasil pemilihan window. Analisis spektrum Fourier dilakukan untuk mengubah data awal akusisi yang berupa domain waktu menjadi domain frekuensi. Hasil FFT dilakukan smoothing
Konno Ohmachi dengan koefisien bandwith 40 [10][11]. Pengolahan dilanjutkan dengan analisis HVSR untuk memperoleh nilai HVSR yang ditunjukkan dengan puncak tertinggi kurva HVSR (gambar 3c) dianggap sebagai frekuensi natural tanah.
2. Pengolahan Data Mikrotremor Bangunan
Gambar 5 menunjukkan alur pengolahan data mikrotremor bangunan menggunakan analisis FSR. Data akusisi diolah menggunakan analisis spektrum pada setiap komponennya.
Hanya hasil analisis spektrum komponen horizontal yang digunakan untuk pengolahan data FSR selanjutnya. Sehingga didapatkan frekuensi natural bangunan yang diestimasi dari puncak FSR tertinggi dan dikorelasikan dengan frekuensi natural bangunan hasil analisis spektrum. Karena hasil analisis FSR biasanya memiliki puncak FSR lebih dari satu.
Sebagai perbandingan, frekuensi natural bangunan juga dihasilkan dari analisis spektrum dan RDM. RDM dilakukan dengan treatment Band Pass Filter pada data awal, sehingga dihasilkan frekuensi natural bangunan yang sesungguhnya.
3. Penentuan Resonansi Tanah dan Bangunan Frekuensi natural bangunan yang memiliki nilai
mendekati frekuensi natural sedimen diseleksi untuk menghitung rasio keduanya dengan menggunakan persamaan 1 di atas. Sehingga dihasilkan nilai resonansi tanah dan bangunan yang memungkinkan untuk dilakukan klasifikasi tingkat kerentanan bangunan tersebut akan terjadi resoanansi ketika dikenai gempa.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 tabel frekuensi natural tanah, frekuensi natural
bangunan dan resonansi tanah dan bangunan menggunakan analisis spektrum.
No Titik Frekuensi
Tanah (Hz)
Spektrum Bangunan (Hz) % Resonansi Tingkat
resonansi EW NS EW NS
1 B1 1.08775 2.8474 2.9548 161.7% 171.6%
Rendah
2 B2 1.34157 2.7780 2.6442 107.1% 97.10%
Rendah
3 B3 1.29283 2.1706 2.3663 67.90% 83.04%
Rendah
4 B4 1.42694 1.8038 1.5365 26.42% 7.68%
Rendah
5 B5 1.15696 1.9186 2.4861 65.8% 114.9%
Rendah
6 B6 1.42694 3.0286 2.6118 112.3% 83.04%
Rendah
7 B7 1.42694 1.1012 1.0482 22.82% 26.54%
Rendah
8 B8 1.29283 3.2213 3.0662 149.2% 137.2%
Rendah
9 B9 1.11492 2.7780 2.7439 149.2% 146.1%
Rendah
10 B10 2.77805 1.5177 1.5556 45.37% 44.00%
Rendah
Tabel 2 tabel frekuensi natural tanah, frekuensi natural bangunan dan resonansi tanah dan bangunan menggunakan analisis RDM.
No Titik Frekuensi Tanah (Hz)
RDM Bangunan (Hz) % Resonansi Tingkat
resonansi EW NS EW NS
1 B1 1.08775 2.95 2.79 171.2% 156.5%
Rendah
2 B2 1.34157 2.74 2.79 104.2% 107.9%
Rendah
3 B3 1.29283 2.62 2.68 102.7% 107.3%
Rendah
4 B4 1.42694 1.64 1.61 14.93% 12.83%
Sedang
5 B5 1.15696 2.52 2.49 117.8% 115.2%
Rendah
6 B6 1.42694 2.72 2.89 90.62% 102.5%
Rendah
Gambar 4 proses analisis data mikrotremor menggunakan metode HVSR pada tanah, a. data awal mikrotremor yang berupa gelombang vertikal dan gelombang horizontal, b. data mikrotremor hasil pemilihan windows dan c. kurva HVSR yang menunjukkan nilai amplifikasi dan frekuensi natural pada puncak kurva.
Smoothing NS
Pemilihan Window
(EW, NS)
Data 3 Komponen
(EW, NS, V)
FFT
FFT
Komponen Horisontal (EW)
Komponen Horisontal (NS)
Smoothing EW
1-n Window
(EW, NS)
Dan
Persiapan
Data
Analisis Spektrum Masing-masing Data
Tanah dan Bangunan
fo NS Bangunan fo EW Bangunan
Gambar 5. Diagaram alir analisis FSR pada pengolahan data mikrotremor
bangunan. Diawali dengan analisis spektrum window stasioner pada masing-masing komponen spektrum Fourier. Untuk menghaluskan hasil FFT, digunakan filter smoothing Konno Ohmachi koefisien bandwith 40. Hasil analisis spektrum komponen horizontal digunakan untuk pengolahan data FSR selanjutnya. Sehingga didapatkan frekuensi natural bangunan yang diestimasi dari puncak FSR tertinggi dan dikorelasikan dengan frekuensi natural bangunan hasil analisis spektrum.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
4
7 B7 1.42694 1.04 1.02 27.12% 28.52%
Rendah
8 B8 1.29283 3.03 3.03 134.4% 134.4%
Rendah
9 B9 1.11492 2.72 2.76 143.9% 147.6%
Rendah
10 B10 2.77805 1.54 1.51 44.57% 45.65%
Rendah
Tabel 3 tabel frekuensi natural tanah, frekuensi natural bangunan dan resonansi tanah dan bangunan menggunakan analisis FSR dan amplitudo spektra.
No Titik Frekuensi
Tanah (Hz)
FSR Bangunan (Hz) % Resonansi Tingkat
resonansi EW NS EW NS
1 B1 1.08775 2.7439 2.8125 152.3% 158.6%
Rendah
2 B2 1.34157 2.6443 2.6119 97.10% 94.69%
Rendah
3 B3 1.29283 2.1177 2.1439 63.80% 65.84%
Rendah
4 B4 1.42694 1.5945 1.5749 11.74% 10.37%
Sedang
5 B5 1.15696 2.1706 2.1706 87.61% 87.61%
Rendah
6 B6 1.42694 2.8474 2.8474 99.55% 99.55%
Rendah
7 B7 1.42694 1.1428 1.1428 19.91% 19.91%
Rendah
8 B8 1.29283 3.1819 3.1428 146.1% 143.1%
Rendah
9 B9 1.11492 2.7439 2.7439 146.1% 146.1%
Rendah
10 B10 2.77805 1.4447 1.4626 48.00% 47.35%
Rendah
Dari analisis HVSR didapatkan frekuensi natural tanah pada tujuh titik pengukuran di wilayah Surabaya yang digunakan untuk menghitung nilai resonansi struktur tanah dan bangunan. Nilai frekuensi natural tanah berkisar 1.08 – 2.7 Hz. sehingga bisa diindikasikan bahwa Surabaya merupakan wilayah dengan kondisi geologi berupa endapan sedimen karena memilki frekuensi natural kecil. Hal ini diperkuat oleh Sukardi [1] yang menyatakan bahwa Surabaya secara umum dominan daerah dataran rendah, 80% wilayahnya merupakan endapan aluvial dan sisanya merupakan perbukitan rendah yang dibentuk oleh tanah hasil pelapukan batuan tersier/tua.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Utama, dkk. [9] menjelaskan frekuensi natural wilayah Surabaya, ditunjukkan pada gambar 6, bahwa frekuensi natural tanah di Surabaya cenderung rendah dengan ditandai rona warna pada gambar, dari warna ungu sampai merah dengan nilai frekuensi rata-rata 0.5 – 2.7 Hz
Hasil pengolahan dan analisis data mikrotremor didapatkan frekuensi natural tanah, frekuensi natural bangunan, resonansi tanah dan bangunan dan tingkat resonansi terhadap gempa. Tabel 1 ditunjukkan resonansi tanah dan bangunan hasil analisis spektrum komponen horizontal (EW dan NS). Terdapat nilai frekuensi natural bangunan yang kurang stabil pada titik B5 dan B6 komponen EW dan NS. Titik B5 komponen EW dan NS memiliki nilai frekuensi natural berturut-turut 1.9186 Hz dan 2.4861 Hz serta titik B6 komponen EW dan NS berturut-turut 3.0286 Hz dan 2.6118 Hz. Persentase resonansi yang didapatkan juga kurang stabil. Seharusnya komponen EW dan NS memiliki kemiripan resonansi pada sebuah bangunan.
Tabel 2 menunjukkan resonansi tanah dan bangunan hasil analisis RDM. Hasil analisis ini lebih stabil daripada hasil analisis spektrum. Ini terlihat pada titik B5 dan B6 yang memiliki kemiripan nilai pada komponen EW dan NS. Namun resonansi yang didapatkan pada setiap komponennya belum memiliki kemiripan nilai. Namun interval nilai yang dimilki lebih kecil daripada hasil analisis spketrum.
Tabel 3 menunjukkan resonansi tanah dan bangunan hasil analisis FSR. Dapat dijelaskan bahwa seluruh hasil analisis FSR tersebut mempunyai kestabilan nilai yang paling tinggi diantara analisis lain yang telah dilakukan. Warnana, dkk. [9] dalam jurnalnya juga menyebutkan bahwa teknik analisis FSR pada bangunan lebih stabil daripada analisis spektrum. Ini dibuktikan dengan pengkuran frekuensi natural bangunan pada setiap lantai bangunan bertingkat. Didapatkan kesimpulan bahwa ada kesesuaian frekuensi natural yang terukur pada masing-masing lantai dan nilai amplifikasi berbanding lurus terhadap ketinggian lantai. Menurut Gosar [12], meskipun frekuensi bangunan yang didapatkan dari analisis HVSR bisa diestimasi dengan baik, namun masih belum ada dasar teori yang mendukung terkait dengan hal tersebut. Sehingga kita tidak bisa mengestimasi frekuensi natural dengan menggunakan teknik HVSR. Sehingga teknik FSR merupakan teknik yang paling ideal dalam penentuan karakterisasi dinamika bangunan.
Dari hasil analisis FSR, didapatkan tingkat resonansi rendah pada sembilan bangunan dan tingkat resonansi sedang pada satu bangunan. Hal ini mengindikasikan bahwa bangunan yang diteliti memiliki kekuatan bangunan yang cukup besar. Sehingga ketika wilayah penelitian terjadi goncangan gempa, bangunan tersebut sulit beresonansi dengan gempa yang menjalar dari bawah permukaan gedung, yang mengakibatkan kerusakan gedung bisa diminimalisir.
Resonansi tanah dan bangunan ini merupakan salah satu parameter yang bisa digunakan untuk melakukan karakterisasi dinamika bangunan yang berada di wilayah penelitian. Namun perlu didukung oleh parameter lain yang bisa memperkuat hasil penelitian tersebut, diantaranya damping ratio dan amplifikasi yang terjadi pada bangunan ketika dikenai gelombang gempa.
Gambar 6. Peta sebaran frekuensi natural tanah wilayah Surabaya (Utama, dkk., 2011)
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
5
III. KESIMPULAN/RINGKASAN Dari analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan
bahwa frekuensi natural bangunan komponen NS berkisar 1.14 – 2.8 Hz dan komponen EW berkisar 1.14 – 2.74 Hz serta frekuensi natural tanah berkisar antara 1.08 – 2.7 Hz. Selain itu didapatkan taksiran resonansi tanah dan bangunan komponen NS antara 10.37 – 158.6% dan komponen EW antara 11.74 – 152.3% dengan tingkat resonansi rendah pada sembilan bangunan dan tingkat resonansi sedang pada satu bangunan. Sehingga bangunan yang diteliti sulit terjadi kerusakan ketika terkena gempa dengan mempertimbangkan parameter dinamika bangunan yang lain. Sebagai data perbandingan, digunakan pula analisis spektrum dan RDM dalam penentuan frekuensi natural bangunan dan didapatkan kesimpulan bahwa analisis FSR dalam penaksiran resonansi tanah dan bangunan lebih baik daripada analisis spektrum dan RDM.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada ketua jurusan
Fisika Dr. Yono Hadi Pramono M.eng, kepala Laboratorium Geofisika Prof. Bagus Jaya Santosa, seluruh dosen jurusan Fisika, Sungkono, M.Si., Juan Pandu GNR, S.Si., dan keluarga besar laboratorium Geofisika yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis.
DAFTAR PUSTAKA [1] Gosar, A. 2010. Site effects and Soil-Structure Resonance
Study in The Kobarid Basin (NW Slovenia) Using
Microtremor. Geofizika, vol.28 2011
[2] P. Kvasnicka, L. Matesic, K. Ivandic. 2011.Geothechnical Site Classification and Croatian National Annex for Euro Code 8. Geofizika, 2011 in press
[3] Sukardi. 1992. Geologi Lembar Surabaya & Sapulu, Jawa.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
[4] Nakamura, Y. Gurler, Dilek, E. Saita, Jun. Rovelli, Antonio. Donati, Stefano. 2000. Vunerability
Investigation of Roman Colosseum Using
Microtremor. 12WCEE. [5] Arai, H., Tokimatsu, K.,2004. S-wave velocity profiling by
joint inversion of microtremor H/V spectrum, Bulletin of the Seismological Society of Amerca, 94(1), 54-63.
[6] Herak, Marijan., et al. 2009. HVSR of Ambient Noise in
Ston (Croatia): Comparison with Theoretical Spectra
and with The Damage Distribution after The 1996
Ston-Slano Earthquake. Springer Science+Business Media B.V.
[7] Herak, M. 2011. Overview of Recent Ambient Noise
Measurements in Croatia in Free-Field and in
Building. Geofizika 2011 in press [8] Nakamura, Yukata. 2008. On The H/V Spectrum. The 14th
World Conference on Earthquake Engineering October 12-17, 2008, Beijing, China
[9] Warnana, D., Desa. Triwulan. Sungkono. W, Utama. 2011. Assessment to the Soil Structure Resonance Using
Microtremor Analysis on Pare-East Java, Indonesia. ATE ISSN: 2221-4267 Vol.01 Issue 04.
[10] SESAME,. 2004. Guidelines fr the Implementation of the
H/V Spectral Ratio Technique on Ambient
Vibrations: Measurements, Processing and
Interpretation. http://sesame.fp5.obs. ujf%1 Egrenoble.fr/Delivrables/Del %1ED23%1EHV_user_guidelines.pdf, , 62 pp.
[11] Konno, Katsuaki. Ohmachi, Tatsuo. 1998. Ground-
Motion Characteristics Estimated from Spectral
Ratio between Horizontal and Vertical Components
of Microtremor. Bulletin or the Seismological Society of America, Vol. 88, No.1, pp. 228-241, February 1998
[12] Gosar, A. 2007. Microtremor HVSR Study for Assessing
Site Effects in the Bovec Basin (NW Slovenia)
Related to 1998 Mw 5.6 and 2004 Mw 5.2 Earthquake. ELSEIVER Engineering Gelogy 91 (2007) 178-193