pemodelan dan simulasi berbasis gedung bertingkat

107

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

43 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat
Page 2: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

ii

Pemodelan dan Simulasi Berbasis

Agen untuk Evakuasi Kebakaran pada

Gedung Bertingkat

Dewi Putrie Lestari

Ilmiyati Sari

Rifki Kosasih

Penerbit Sanga Sanga Grup

Page 3: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

iii

Pemodelan dan Simulasi Berbasis Agen

untuk Evakuasi Kebakaran pada Gedung

Bertingkat

Penulis:

Dewi Putrie Lestari, Ilmiyati Sari, Rifki

Kosasih

ISBN No.: 978-602-50589-6-7

Editor:

Muhamad Wirawan Putra

Penyunting:

Ratna Juwita

Desain Sampul dan Tata Letak:

Dwi Yacita Listosari

Penerbit:

Sanga Sanga Grup

Redaksi:

Perumahan Bukit Rivaria Blok C4 No.11

Sawangan-Depok 16519

Email: [email protected]

Cetakan pertama, Desember 2020

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam

bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin

tertulis dari penerbit

Page 4: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

iv

Kata Pengantar

Bismillahirrahmanirrahiim

Assalammu’alaykum warrahmatullahi wabarakatuuh

Alhamdulillahirabbil’aalamiin

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah Yang Maha Kuasa karena hanya atas berkat dan

rahmat-Nya sajalah sehingga penyusunan buku ini

dapat terselesaikan.

Pertumbuhan penduduk yang pesat mengakibatkan

kebutuhan akan lahan semakin bertambah. Pembangunan

gedung bertingkat merupakan salah satu solusi untuk

kebutuhan lahan yang selalu tetap. Tempat tinggal

berupa apartemen dan rumah susun, gedung

perkantoran, pusat perbelanjaan sampai gedung

sekolah sekarang dibuat lebih dari satu lantai.

Solusi tersebut bukannya tidak menambah

masalah baru. Bencana seperti kebakaran di gedung

bertingkat menjadi masalah yang perlu dipikirkan

solusinya agar korban dapat diminimalkan. Namun,

simulasi penyelamatan diri ketika terjadi kebakaran

pada gedung bertingkat tidak efisien jika

dilakukan. Oleh karena itu, buku ini memaparkan

pemodelan dan simulasi berbasis agen untuk

mengetahui dampak dan rute terbaik untuk

menyelamatkan diri ketika kebakaran pada gedung

bertingkat terjadi. Simulasi ant colony, particle

swarm, dan cellular automata juga dihadirkan pada

buku ini.

Penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua anggota tim serta

pihak-pihak yang berperan dalam membantu

penyelesaian buku ini.

Penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai

bekal penyempurnaan penulisan-penulisan

selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga

tulisan ini dapat bermanfaat dalam pengembangan

keilmuan Teknologi Informasi serta disiplin ilmu

lainnya.

Page 5: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

v

Wassalammu’alaykum warrahmatullahi wabarakatuuh

Depok, November 2020

Penulis

Page 6: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

vi

Daftar Isi

Halaman

Halaman Judul .................................. ii

Kata Pengantar .................................. iv

Daftar Isi ...................................... vi

Bab 1 Pendahuluan ............................... 1

1.1 Definisi dan Terminologi ............... 2

1.2 Pentingnya Menentukan Rute Evakuasi

Kebakaran pada Gedung Bertingkat ....... 4

1.3 Metode-Metode Penentuan Rute

Evakuasi Kebakaran ...................... 5

Bab 2 Pemodelan dan Simulasi Berbasis Agen

untuk Evakuasi Kebakaran .................. 10

2.1 Pemodelan dan Simulasi ................. 10 2.2 Pemodelan dan Simulasi Berbasis Agen ... 11 2.3 Perangkat Lunak untuk Simulasi

Berbasis Agen ......................... 16

2.4 Pemodelan dan Simulasi Berbasis Agen untuk Evakuasi Kebakaran dalam Gedung .. 19

Bab 3 Simulasi Berbasis Ant Colony ............. 25

3.1 Simulasi Jejak Feromon Gerombolan

Semut .................................. 27

3.2 Optimasi Ant Colony .................... 28 3.3 Algoritma Klaster-Semut ................ 32 3.4 Simulasi Klaster-Semut dengan Swarm ... 34 3.5 Pendekatan Berbasis Ant Colony

pada Masalah Rute Jaringan ............ 36

3.6 Pemisahan Pekerjaan pada Ant Colony ... 39

3.7 Kerja sama pada Semut Tentara ......... 42

3.7.1 Altruisme Semut Tentara ......... 42

3.7.2 Definisi Masalah ................ 43

3.7.3 Kriteria Penilaian untuk Memasuki

Kawasan Altruisme ............... 46

3.7.4 Kriteria Penilaian Pemicu

Pembentukan Rantai .............. 51

Page 7: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

vii

3.7.5 Perubahan Strategi Berdasarkan

Jumlah Agen ..................... 55

3.7.6 Eksperimen Kooperatif ........... 55

3.7.7 Simulasi dengan Peran Tetap

Sesuai Ketentuan di Awal ........ 60

Bab 4 Simulasi Partikel Swarm .................. 61

4.1 Simulasi Boid-Boid dengan Swarm ........ 68 4.2 Swarm Chemistry ........................ 70 4.3 Optimasi Partikel Swarm ................ 74

4.3.1 Algortima Optimasi Partikel Swarm 75

Bab 5 Simulasi Cellular Automata ............... 80

5.1 Kelas Conway dengan Swarm ............. 90

Daftar Pustaka ................................. 96

Page 8: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

1

Bab 1 Pendahuluan

Dengan berkembangnya kota-kota modern, semakin

banyak bangunan tinggi yang menjulang dibangun di

berbagai belahan dunia. Berikut ini adalah sepuluh

bangunan bertingkat tinggi di dunia, yaitu:

1. Menara Khalifa, Dubai, tinggi 828 m, Uni Emirat Arab;

2. Menara Shanghai Center, dengan tinggi 632 m,

Cina;

3. Abraj Al Bait, tinggi 601 m, Arab Saudi; 4. 101 pencakar langit, tinggi 509 m, Tionghoa

Taipei;

5. Pusat Keuangan Dunia Shanghai, tinggi 492 m,

Cina;

6. Pusat Perdagangan Internasional Hong Kong,

tinggi 490 m, Cina;

7. Kuala Lumpur, Menara Kembar Petronas, tinggi

452 m, Malaysia;

8. Menara Puncak Ungu Nanjing, tinggi 450 m, Cina; 9. Gedung Chicago Jiageweilai Group (menara

Sears), tinggi 443 m, Amerika Serikat;

10. Shenzhen KK100 (dahulu: KingKey Financial

Center, tinggi 441,8 m, China.

Menurut laporan tahunan CTBUH (Council on Tall

Buildings and Urban Habitat) menunjukkan bahwa pada

tahun 2015, 106 gedung bertingkat tinggi dengan

total ketinggian lebih dari 200 m di dunia selesai

dibangun.

Meskipun ketinggian dan jumlah gedung bertingkat

bartambah setiap tahun, metode evakuasi darurat

kebakaran tetap tidak berubah. Saat ini, evakuasi

gedung bertingkat terutama mengandalkan tangga

biasa. Ada juga cara evakuasi dengan lift dan

tangga.

Evakuasi dengan cepat sejumlah besar orang dalam

waktu singkat di gedung-gedung bertingkat telah

menjadi sebuah masalah di seluruh dunia yang sedang

dieksplorasi. Evakuasi dengan cepat orang-orang di

gedung bertingkat tinggi telah lama menjadi masalah

penting tetapi sulit dilakukan dengan

Page 9: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

2

mempertimbangkan banyak faktor, mulai dari banyak

lantai, ketinggian dan orang-orang yang

terkonsentrasi pada tempat tertentu.

1.1 Definisi dan Terminologi

Menurut definisi National Fire Protection

Association (NFPA, 2012), bangunan bertingkat

tinggi didefinisikan sebagai bangunan yang

tingginya lebih dari 75 kaki (sekitar 23 m) dengan

ketinggian bangunan diukur dari tingkat terendah

akses kendaraan pemadam kebakaran ke lantai lantai

tertinggi yang bisa ditempati. Menurut Hall (2011),

penggunaan bangunan utama yang dapat diidentifikasi

untuk mengkategorikan jenis bangunan ini adalah

gedung perkantoran, gedung tempat tinggal (misalnya

hotel, gedung apartemen) dan fasilitas perawatan

kesehatan. Masing-masing kategori ini menampilkan

karakteristik yang berbeda dari sudut pandang

infrastruktur dan penduduk. Oleh karena itu,

analisis penggunaan gedung sangat penting untuk

memprediksi kemungkinan perilaku penghuni dan

memberikan desain keselamatan kebakaran yang

memadai. Faktanya, dinamika evakuasi mungkin secara

substansial dipengaruhi oleh infrastruktur dan

populasi yang mengungsi yang sedang

dipertimbangkan, misalnya kemampuan fisik penghuni,

keakraban penghuni dengan lingkungan, dll.

Meskipun peraturan bangunan menetapkan persyaratan

minimum untuk desain bangunan bertingkat tinggi,

fitur keselamatan hidup tambahan sering kali

diperlukan untuk mengurangi masalah yang berasal

dari kompleksitasnya dan kesulitan tambahan dalam

operasi pemadaman kebakaran dan penyelamatan.

Perspektif pedoman teknis internasional, misalnya,

NFPA101 di Amerika Serikat (NFPA, 2012), atau

Dokumen yang Disetujui The Building Regulation 2006

di Inggris adalah untuk memberikan informasi

tentang desain komponen jalan keluar (misalnya,

karakteristik geometris tangga) yang bisa

diaplikasikan untuk bangunan tinggi. Di sisi lain,

Page 10: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

3

informasi lebih lanjut tentang masalah perilaku

yang terkait dengan kinerja jalan keluar selama

evakuasi gedung tinggi masih diperlukan.

Di Indonesia, Persyaratan teknis mengenai sistem

proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan

lingkungan telah diatur pada Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum nomor: 26/PRT/M/2008 tanggal 30

Desember 2008. Pada Bab I, bagian 1, pasal 1

diberikan pengerian mengenai sistem proteksi

kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan

antara lain:

1. Sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan adalah sistem yang terdiri atas

peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang

terpasang maupun terbangun pada bangunan yang

digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi

aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara

pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan

dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran

2. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil

pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat

kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada

di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air,

yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan

kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat

tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha,

kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan

khusus.

3. Perencanaan tapak adalah perencanaan yang

mengatur tapak (site) bangunan, meliputi tata

letak dan orientasi bangunan, jarak antar

bangunan, penempatan hidran halaman, penyediaan

ruang-ruang terbuka dan sebagainya dalam rangka

mencegah dan meminimasi bahaya kebakaran.

4. Sarana penyelamatan adalah sarana yang

dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni

maupun petugas pemadam kebakaran dalam upaya

penyelamatan jiwa manusia maupun harta benda

bila terjadi kebakaran pada suatu bangunan

gedung dan lingkungan.

5. Sistem proteksi kebakaran pasif adalah sistem

proteksi kebakaran yang terbentuk atau

Page 11: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

4

terbangun melalui pengaturan penggunaan bahan

dan komponen struktur bangunan,

kompartemenisasi atau pemisahan bangunan

berdasarkan tingkat ketahanan terhadap api,

serta perlindungan terhadap bukaan.

6. Sistem proteksi kebakaran aktif adalah sistem

proteksi kebakaran yang secara lengkap terdiri

atas sistem pendeteksian kebakaran baik manual

ataupun otomatis, sistem pemadam kebakaran

berbasis air seperti springkler, pipa tegak dan

slang kebakaran, serta sistem pemadam kebakaran

berbasis bahan kimia, seperti APAR dan pemadam

khusus.

Buku ini difokuskan pada sistem proteksi kebakaran

aktif yaitu dengan membangun suatu sistem

pendeteksi kebakaran secara semi-otomatis maupun

otomatis. Buku ini dilengkapi juga dengan pencarian

rute evakuasi yang optimal sehingga meminimumkan

jumlah korban kebakaran.

1.2 Pentingnya Menentukan Rute Evakuasi Kebakaran Pada Gedung Bertingkat

Dengan pesatnya perkembangan ekonomi masyarakat,

proses urbanisasi semakin cepat. Area kota semakin

menurun, bangunan tinggi yang menutupi area dengan

tingkat volume yang lebih rendah dari fitur-fitur

besar bermunculan di kota. Statistik yang tidak

lengkap menunjukkan bahwa di Cina, pada tahun 2010,

bangunan dengan tinggi lebih dari 24 meter, ada

9.816 di Shanghai, 7.552 di Guangzhou, 5.725 di

Shenzhen, dan 5.591 di Beijing, masing-masing

menduduki peringkat ke-3, ke-5, ke-7, 10, dan 11

bangunan tinggi di dunia. Bangunan bertingkat dan

bangunan bertingkat super tinggi telah menyediakan

ruang kerja dan tempat tinggal yang luas, nyaman,

tetapi juga memiliki ancaman keselamatan kebakaran.

Kecepatan penyebaran api , tangga di gedung tinggi,

pipa, saluran dan sumur listrik dari poros

vertikal, jika pemrosesan partisi tahan api tidak

baik, saat kebakaran terjadi seperti cerobong asap

Page 12: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

5

yang menjulang tinggi menjadi cara-cara penyebaran

api yang cepat.

Evakuasi gedung bertingkat tinggi sulit dilakukan

dengan lift karena lift tidak digunakan selama

kebakaran. Tangga adalah satu-satunya saluran untuk

evakuasi vertikal dalam upaya penyelamatan orang,

karena jarak evakuasi vertikal bangunan tinggi

memerlukan waktu evakuasi lebih lama. Saat terjadi

kebakaran dan gedung dalam keadaan padat penghuni,

maka kecepatan menuruni tangga lebih lambat karena

banyaknya penghuni gedung yang ingin menyelamatkan

diri.

Pemadaman kebakaran gedung tinggi itu sulit

dilakukan karena ketinggian gedung bisa puluhan

meter, bahkan ratusan meter. Begitu api menyala

dari luar, pemadaman api sangat sulit, terutama

karena petugas pemadam kebakaran sedang sulit untuk

menutup titik api. Kendaraan pemadam kebakaran

biasa terbatas dalam hal jumlah dan ketinggian.

Saat ini kendaraan pemadam kebakaran Cina memiliki

ketinggian maksimum 101 meter.

Semakin banyak perhatian diberikan pada keselamatan

perlindungan kebakaran gedung tinggi dan evakuasi

keselamatan kebakaran. Studi tentang evakuasi

gedung bertingkat tinggi, untuk meningkatkan

evakuasi yang aman dari kinerja gedung tinggi dan

mengurangi korban jiwa yang disebabkan oleh gedung

tinggi memiliki signifikansi realistis yang kuat.

1.3 Metode-Metode Penentukan Rute Evakuasi

Kebakaran

Sub bab ini mengulas serangkaian penelitian yang

telah dilakukan untuk menganalisis skenario

evakuasi gedung tinggi melalui pemodelan komputer.

Studi evakuasi paling terkenal yang tersedia dalam

literatur yang melibatkan evakuasi gedung tinggi

adalah evakuasi pada gedung World Trade Center

tahun 2001. Model evakuasi telah digunakan untuk

Page 13: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

6

merekonstruksi proses evakuasi dan menilai

variabel kunci yang mempengaruhi kinerja jalan

keluar gedung.

Galea dkk. (2008) menggunakan gedung EXODUS untuk

simulasi evakuasi orang dari Menara Utara WTC.

Studi ini menggunakan data respon yang diperoleh

dari survivor accounts (Blake dkk, 2004) dan

populasi gedung tersebut berasal dari investigasi

formal yang dilakukan oleh National Institute of

Standards and Technology (Averill dkk, 2005).

Hasil dari model menunjukkan bahwa dampak petugas

pemadam kebakaran yang memasuki gedung terhadap

efisiensi evakuasi secara keseluruhan minimal.

Skenario hipotetis yang berbeda juga

disimulasikan, sehingga memungkinkan untuk menarik

kesimpulan, antara lain (1) pentingnya memiliki

tangga yang tersebar di dalam gedung, (2)

pentingnya memiliki distribusi yang seimbang dari

penghuni di tangga dalam kasus evakuasi gedung

bertingkat tinggi, (3) perubahan efisiensi

evakuasi di gedung-gedung bertingkat (efisiensi

evakuasi lantai rata-rata menurun terhadap

ketinggian). Pekerjaan simulasi juga menyoroti

tiga komponen fundamental evakuasi gedung tinggi

yang saat ini belum terwakili sepenuhnya dalam

model evakuasi, yaitu (1) dampak kelelahan, (2)

dampak dinamika kelompok, dan (3) dampak dinamika

evakuasi orang dengan kebutuhan khusus. Pentingnya

perilaku penghuni jenis ini di WTC dan efek

selanjutnya pada proses evakuasi telah dibahas

sepenuhnya oleh Shields dkk. (2009). Model

evakuasi perlu memperhitungkan kemungkinan

simulasi tidak hanya populasi campuran tetapi juga

dampak global yang mungkin ditimbulkannya terhadap

proses evakuasi, misalnya, kebutuhan penghuni

gedung akan bantuan, pembentukan kelompok yang

muncul dengan asistennya atau orang lain, dll.

Johnson (2005) melakukan studi ketika meninjau

model komputer yang ada dengan sudut pandang

kritis yang berasal dari evakuasi pada gedung WTC.

Johnson mencontohkan beberapa aspek yang perlu

diperhatikan dalam model evakuasi, seperti (1)

dampak masuk / keluarnya personel darurat, (2)

Page 14: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

7

representasi dinamika kelompok yang lebih

kompleks, dan (3) dampak informasi bangunan dan

sistem manajemen tentang kemampuan pengungsi untuk

mengungsi.

Kuligowski dkk. (2011) menggunakan 4 model

evakuasi yaitu EXIT89 (Fahy, 1996), Simulex (IES

2001), ELVAC (Klote dan Alvord 1992) dan

buildingEXODUS (Galea et al. 2004) untuk

mensimulasikan berbagai skenario evakuasi

hipotetis terkait evakuasi di WTC. Ruang lingkup

studi ini adalah untuk memberikan konteks tambahan

yang dapat digunakan untuk memahami proses

evakuasi di WTC dan membandingkan kapabilitas

dengan menggunakan model yang berbeda. Para

peneliti berhasil menggunakan EXIT89 dan building

EXODUS untuk membuat model skenario di seluruh

menara WTC karena keduanya dapat mensimulasikan

evakuasi termasuk lebih dari 25.000 orang dan 110

lantai. Simulex memiliki jumlah lantai dan pintu

keluar maksimum yang terbatas, jadi Simulex

digunakan hanya untuk mensimulasikan skenario

evakuasi bertahap. Model ELVAC juga berhasil

digunakan untuk menghitung berapa banyak penghuni

yang bisa mencapai lantai dasar WTC dalam 16 menit

menggunakan elevator.

Beberapa studi tambahan menggunakan model evakuasi

untuk memperkirakan proses keluar di gedung

bertingkat tinggi telah diperkenalkan pada

berbagai artikel ilmiah. Pelechano dan Malkawi

(2008) mengkaji kesesuaian model fine network

dalam merepresentasikan evakuasi gedung tinggi.

Model yang dipilih sebagai studi kasus adalah

STEPS dan buildingEXODUS. Temuan utama difokuskan

pada kurangnya kemampuan prediksi dalam hal

perilaku manusia, dengan penekanan khusus pada

kebutuhan untuk mensimulasikan komunikasi antar

agen.

Wong dkk. (2005) melakukan studi menggunakan STEPS

(Simulation of Transient and Pedestrian movementS)

untuk mendemonstrasikan peningkatan efisiensi

evakuasi dari gedung bertingkat 100 lantai ketika

Page 15: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

8

menerapkan strategi gabungan tangga dan lift.

Secara khusus, strategi yang digunakan termasuk

penggunaan sky-lobby dan elevator shuttle. Jumlah

total penghuni di gedung tersebut sekitar 21.000.

Geometri bangunannya sangat kompleks yang

dilengkapi dengan tiga anak tangga, empat lantai

perlindungan dan 14 elevator shuttle yang

menghubungkan lantai perlindungan dan lantai

bawah. Proporsi pengungsi yang menunggu lift

evakuasi di lantai pengungsian dikalibrasi melalui

penggunaan koefisien kesabaran dan perkiraan waktu

antrian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total

waktu evakuasi dapat dikurangi secara signifikan

tanpa prosedur yang rumit, namun menggunakan

strategi relokasi yang efisien dan sederhana. Wong

dkk. (2005) menunjukkan bahwa masih ada kebutuhan

untuk menyelidiki bangunan dengan ketinggian yang

berbeda, kapasitas elevator dan masuk lebih dalam

ke faktor perilaku yang mungkin. Oleh karena itu,

model evakuasi digunakan dalam kasus ini untuk

mengoptimalkan strategi keluar gedung bertingkat

tinggi, yang menunjukkan dampak dari rencana yang

memadai terhadap total waktu evakuasi.

Shen-Wen dan Wei-Jou (2011) menggunakan

buildingEXODUS untuk menyelidiki penggunaan lift

evakuasi di Taipei 101, gedung tertinggi kedua di

dunia. Dalam penelitian ini, buildingExodus

diadopsi untuk perhitungan evakuasi menggunakan

tangga dan perhitungan manual untuk menghitung

waktu evakuasi menggunakan elevator. Hasil

simulasi menunjukkan bahwa penggunaan elevator

sebagai metode evakuasi dapat membantu mengurangi

waktu evakuasi pada kondisi darurat bencana selain

kebakaran. Namun demikian, dalam kasus kejadian

kebakaran, evakuasi elevator kurang efektif karena

tata letak tertentu dari bangunan tersebut. Dalam

hal ini, penggunaan model evakuasi berguna untuk

menentukan komponen jalan keluar yang sesuai untuk

digunakan dalam kaitannya dengan karakteristik

spesifik bangunan yang sedang dipertimbangkan.

Bagian ini menyajikan seperangkat penggunaan model

evakuasi untuk memprediksi, membantu dan

Page 16: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

9

menafsirkan desain keselamatan gedung bertingkat

tinggi. Ini menunjukkan bahwa model yang berbeda

dapat berhasil digunakan dalam kaitannya dengan

jenis bangunan dan variabel yang dipertimbangkan.

Namun demikian, model definitif tunggal untuk

simulasi masalah perilaku yang terkait dengan

gedung tinggi belum diidentifikasi. Model umumnya

menyajikan karakteristik yang berbeda dan mungkin

cocok untuk melakukan jenis studi yang berbeda.

Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan

kompleksitas skenario yang sedang dipertimbangkan,

model yang berbeda dapat digunakan (secara

independen atau bersama-sama) untuk menggunakan

kemampuan prediktif masing-masing model sebaik

mungkin. Strategi ini sebelumnya telah berhasil

digunakan dalam konteks lain (misalnya terowongan

jalan raya (Ronchi 2012; Ronchi 2013).

Page 17: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

10

Bab 2 Simulasi Dan Pemodelan Berbasis Agen Untuk

Evakuasi Kebakaran

Dalam paradigma ini, simulasi manusia atau hewan

dimodelkan sebagai agen, berinteraksi dengan

beberapa rekannya serta dengan lingkungannya.

Lingkungan, seperti dalam banyak sistem multi-agen,

memainkan peran kunci, oleh karena itu harus

diperhitungkan dengan cermat. Misalnya, penumpang

yang ingin meninggalkan bandara yang baru saja

terjadi gempa bumi, mencoba mencari jalan terpendek

ke pintu keluar, yang mungkin sebagian terhalang

oleh puing-puing. Ini hanya sebuah contoh skenario

- juga dicirikan sebagai sistem adaptif yang

kompleks - yang dapat diselidiki menggunakan

simulasi dan pemodelan berbasis agen. Ide inti di

sini adalah menggunakan simulasi pada agen untuk

menghasilkan fenomena yang harus dianalisis,

direproduksi, atau diprediksi. Sifat generatif,

pemodelan dari mulai masalah sederhana sampai

masalah kompleks dan simulasi memberikan potensi

besar untuk menangani masalah di mana pemodelan

konvensional dan paradigma simulasi mengalami

kesulitan menangkap fitur inti dari sistem asli.

2.1 Simulasi dan Pemodelan

Selama beberapa dekade, pengembangan, analisis, dan

eksperimen dengan model telah menjadi bagian dari

instrumen dasar pada semua domain sains dan teknik.

Pemodelan adalah pengembangan model sebagai

representasi dari suatu sistem. Simulasi dapat

diartikan sebagai percobaan atau pelaksanaan model.

Karena ide di balik pemodelan dan simulasi adalah

menggunakan model daripada sistem nyata atau

sebenarnya, sehingga korespondensi terbaik antara

yang pertama dan yang terakhir sangat penting. Oleh

karena itu, validitas adalah masalah utama. Tingkat

validitas yang dapat diterima tentu saja tergantung

pada tujuan model dan simulasi. Tujuan yang mungkin

adalah meningkatkan pemahaman tentang sistem asli,

Page 18: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

11

mengoptimalkannya, atau memprediksi reaksi sistem

terhadap tindakan tertentu.

Ada beberapa pendekatan berbeda untuk pemodelan

yang menggunakan representasi formal dan metode

simulasi yang berbeda. Pilihan terbaik dari

paradigma pemodelan bergantung pada properti sistem

yang sedang diselidiki dan pada tujuan studi

simulasi. Paradigma yang berbeda dapat dicirikan

oleh representasi waktu yang mendasarinya (kontinu,

diskrit) atau granularitas elemen model

(makroskopis, mikroskopis).

2.2 Simulasi dan Pemodelan Berdasarkan Agen

Pemodelan dan simulasi berbasis agen (PSBA)

terkadang juga disebut simulasi multi-agen atau

simulasi berbasis multi agen. PSBA menerapkan

konsep sistem multi-agen ke struktur dasar model

simulasi.

Dalam PSBA, komponen aktif atau pengambil keputusan

dikonseptualisasikan sebagai agen, dimodelkan dan

diimplementasikan menggunakan konsep dan teknologi

terkait agen. Dengan demikian, seseorang dapat

mendefinisikan pemodelan berbasis agen (PBA)

sebagai representasi dari sistem orisinal atau

referensi yang dikonseptualisasikan sebagai sistem

multi-agen. Dalam teks ini digunakan istilah PSBA

untuk merujuk pada pemodelan umum dan paradigma

simulasi, yang menggunakan PBA untuk tugas khusus

pemodelan dan simulasi berbasis agen (SBA) untuk

pelaksanaan model.

Ide inti dari PSBA adalah, dari pada hanya

menggambarkan fenomena global secara keseluruhan,

fenomena ini dapat dihasilkan dari tindakan dan

interaksi sistem multi-agen. Sifat bottom-up ini

adalah fitur terpenting dari PSBA (Epstein 2007).

Dengan demikian, PSBA sangat cocok untuk analisis

sistem adaptif yang kompleks dan fenomena yang

muncul dalam ilmu sosial, lalu lintas, biologi, dan

lain-lain. Fenomena yang muncul tersebut adalah

Page 19: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

12

pola yang “tidak terduga” atau perilaku global yang

tidak diturunkan dari sifat-sifat konstituennya.

Dengan demikian, struktur atau perilaku yang muncul

dihasilkan oleh entitas yang berinteraksi secara

lokal, meskipun faktanya hal itu hanya dapat

diamati pada skala makroskopis global, sehingga

tidak dapat disimpulkan secara langsung dari

perilaku lokal. Pada pemodelan berbasis agen (PBA),

entitas yang berinteraksi ini secara alami dapat

dikaitkan dengan agen yang menghasilkan fenomena

dari tindakan dan interaksi tingkat rendah.

Fenomena ini sangat berharga karena membantu

memahami penyebab dan keadaan kemunculannya.

Untuk membuat model berbasis agen, tiga elemen

berikut harus ditangani secara eksplisit, yaitu

1. Himpunan agen adalah himpunan yang memiliki

elemen yang paling khas. Agen ini bersifat

otonom sehubungan dengan entitas lain dalam

lingkungan simulasi.

2. Spesifikasi interaksi agen yaitu interaksi

antara agen dengan agen dan interaksi antara

agen dengan lingkungan. Karena interaksi ini

bertanggung jawab untuk menghasilkan hasil

keseluruhan, desain dari semua aspek yang

terlibat menjadi sentral. Interaksi tidak perlu

secara eksplisit direpresentasikan, misalnya,

struktur organisasi. Sebaliknya, interaksi

mungkin terjadi secara implisit, seperti halnya

dengan interaksi stigmergik. Namun, dalam

simulasi berbasis agen yang diimplementasikan,

meskipun struktur organisasi mungkin tidak

begitu jelas, penting untuk dipertimbangkan

secara eksplisit.

3. Lingkungan simulasi, berisi semua elemen

lainnya, ysitu sumber daya, objek lain tanpa

perilaku aktif, serta properti global.

Berikut ini adalah ilustrasi tentang bagaimana

ketiga elemen tersebut saling terkait. Pehatikan

simulasi berbasis agen sederhana dengan predator

(serigala), mangsa (domba), dan beberapa sumber

daya yang berfungsi sebagai makanan untuk mangsa

Page 20: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

13

(misalnya, rumput). Kumpulan agen di simulasi

berbasis agen ini adalah serigala dan domba.

Perilaku agen terdiri dari melakukan jalan acak,

sedangkan interaksi terjadi ketika dua agen cukup

dekat satu sama lain. Interaksi tersebut

diimplementasikan sebagai bagian dari perilaku

agen. Misalnya, jika serigala bertemu dengan domba,

serigala akan memakan domba tersebut dan

meningkatkan tingkat energinya. Interaksi yang

mungkin antara jenis agen diberikan dalam Tabel

2.1.

Tabel 2.1. Interaksi Pada Model Predator-Mangsa

Srigala Domba Rumput

Srigala Reproduksi Memakan -

Domba Dimakan Reproduksi Memakan

Rumput - - -

Lingkungan simulasi terdiri dari representasi

spasial dimana objek rumput tersebar. Perhatikan

bahwa rumput tidak terpengaruh oleh interaksi

dengan serigala. Lingkungan simulasi juga akan

berisi beberapa variabel global yang terkait dengan

suhu dan kelembaban, yang berubah menurut beberapa

fungsi dan mempengaruhi ketersediaan rumput. Oleh

karena itu, kemunculan dan lenyap rumput adalah

proses lingkungan. Infrastruktur simulasi dapat

berupa salah satu dari yang muncul nanti dalam

pembahasan selanjutnya (lihat bagian tentang alat

simulasi). Infrastruktur bertanggung jawab atas

kemajuan waktu, untuk visualisasi, serta untuk

menghasilkan dan mengekspor data seperti jumlah

serigala dari waktu ke waktu.

PSBA membuka banyak peluang dan memiliki keunggulan

jika dibandingkan dengan pemodelan konvensional dan

paradigma simulasi. Karena kekuatan penjelas yang

muncul dari sifat generatifnya, pada PSBA

memungkinkan terjadinya observasi dan analisis

dinamika model pada minimal dua tingkatan, yaitu

Page 21: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

14

agen lokal dan tingkat makroskopik. Untuk tujuan

ini, pemodel dapat menggunakan desain agen yang

kompleks, yang berarti bahwa tidak ada batasan pada

kompleksitas penalaran agen, pada kecanggihan

struktur internalnya, atau pada kemampuan

interaksinya. Kebebasan desain ini juga mencakup

heterogenitas populasi agen atau lingkungan. Selain

itu, pada metode pembelajaran multi-agen

memungkinkan dilakukannya pengoptimalan eksplisit,

reorganisasi, dan proses evolusioner yang dapat

diintegrasikan.

Oleh karena itu, PSBA juga menawarkan peluang baru

dalam kasus-kasus yang sejauh ini berhasil

ditangani dengan metode konvensional. Contohnya

adalah bagaimana memodelkan operator manusia dan

pengaruhnya dalam simulasi proses manufaktur. Dalam

model konvensional, distribusi probabilitas untuk

keterlambatan dan kesalahan adalah cara yang mapan

untuk memodelkan pengaruh tersebut. Dengan

menggunakan PSBA, seseorang dapat menyertakan

manusia yang disimulasikan sebagai agen ke dalam

model. Agen ini tidak hanya menyebabkan penundaan

acak tetapi juga dapat menggunakan strategi

"cerdas" untuk mengatasi situasi yang tidak

terduga. Contoh terakhir ini juga menggambarkan

bahwa PSBA dapat dilihat sebagai paradigma intuitif

karena aktor dalam sistem asli dapat dimodelkan

secara langsung sebagai agen simulasi. Kesenjangan

representasi antara sistem asli dan model lebih

kecil daripada dalam pemodelan konvensional, karena

seseorang tidak perlu mengubah entitas dalam

distribusi probabilitas atau menggabungkannya dalam

variabel. Hal ini juga memengaruhi visualisasi

model: entitas yang dikenal oleh pengamat manusia

di dunia nyata secara eksplisit ditangkap dan

divisualisasikan dalam model.

Saat ini, di sebagian besar domain aplikasi yang

menggunakan PSBA, pemodelan dan simulasi secara

umum telah dikenal sebelumnya sebagai alat yang

berguna. Dalam domain ini, simulasi makro dan

mikroskopis yang berhasil dikembangkan menggunakan

persamaan diferensial parsial, automata seluler,

Page 22: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

15

jaringan antrian, jaring Petri, simulasi

berorientasi objek, model ekonometrik, dan lain-

lain.

Asumsi ini dapat diterima jika sistem terdiri dari

sejumlah besar individu sehingga perbedaan dirata-

ratakan atau perlakuan eksplisit heterogenitas

tidak mengarah pada keuntungan lebih lanjut. Asumsi

ini dapat menyebabkan penyederhanaan yang

berlebihan sehingga menghasilkan keluaran simulasi

yang tidak relevan.

Selain membandingkan pemodelan dan simulasi

berbasis agen dengan pendekatan makroskopik,

pertanyaan lain yang muncul adalah apa yang

membedakan PSBA dengan pendekatan mikroskopis

konvensional lainnya untuk simulasi, mengingat

keduanya sangat terkait. PSBA memiliki keunggulan

dibandingkan beberapa pendekatan simulasi

konvensional yang ada untuk model mikroskopis.

Klügl dan Bazzan (2004) melakukan penelitian yang

berfokus pada perbandingan antara jaringan antrian,

jaring Petri, dan simulasi berbasis agen.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa keunggulan inti

PSBA dibandingkan dengan kerangka kerja yang

terkenal dan terdefinisi secara tepat ini terletak

pada kemampuan merumuskan perilaku agen yang benar-

benar fleksibel. Perbedaan utama antara pendekatan

berbasis agen dan automata seluler didasarkan pada

gagasan bahwa dalam automata seluler, dinamika

terikat secara spasial, seragam, dan berdasarkan

lingkungan tetap dari setiap sel. Di sisi lain,

dalam PSBA, meskipun agen juga merupakan entitas

yang terletak di beberapa lingkungan spasial,

koneksi ke tetangga tidak selalu terprogram. Selain

itu, meskipun sel telah diperbaiki, agen dapat

bergerak.

Akhirnya, karena model yang diimplementasikan dapat

dilihat sebagai perangkat lunak dengan seperangkat

persyaratan tertentu, perbedaan antara PSBA dan

pemrograman berorientasi agen standar perlu

diklarifikasi. Dalam simulasi, tidak ada sistem

yang benar-benar baru dirancang, tetapi menggunakan

Page 23: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

16

sistem referensi tertentu yang perilaku dan

strukturnya harus dianalisis atau diprediksi.

Meskipun mengembangkan simulasi mungkin melibatkan

bentuk kegiatan yang serupa jika dibandingkan

dengan pengembangan dan penerapan perangkat lunak,

tujuan dasar konstruksi dan reproduksi berbeda.

Analisis simulasi berkaitan dengan simulasi

berbasis agentraksi dari semua elemen yang relevan

dari keseluruhan sistem. Sedangkan dalam

pemrograman berorientasi agen standar, lingkungan

menetapkan batasan untuk agen, dalam simulasi

lingkungan adalah bagian utama dari model, yang

berisi representasi ruang secara eksplisit. Selain

itu, penanganan waktu virtual atau simulasi

sebagian besar tidak terkait dengan waktu nyata.

2.3 Perangkat Lunak untuk Simulasi Berbasis Agen

Pada bagian ini diperkenalkan beberapa alat bantu

untuk simulasi berbasis agen. Perhatikan meskipun

semua perangkat yang diperkenalkan disini dapat

melakukan dengan baik dalam hal simulasi berbasis

agen, dukungan masing-masing perangkat selama fase

pemodelan sangat bervariasi. Meskipun terdapat

beberapa perangkat, yang akan dibahas disini adalah

perangkat yang tersedia secara gratis. Penjelasan

yang lebih ekstensif dari beberapa perangkat yang

disebutkan di bawah ini dapat ditemukan di

Railsback, Lytinen, dan Jackson (2006). Juga di

JASSS yang dapat dilihat pada situs

jasss.soc.surrey.ac.uk yang menampilkan survei

perangkat simulasi berbasis agen dari masa ke

masa yang telah diterbitkan hingga saat ini.

1. Swarm

Swarm adalah salah satu perangkat pertama yang

diperkenalkan untuk implementasi simulasi berbasis

agen dengan sistem yang kompleks. Swarm terdiri

dari library yang menyediakan inti simulasi dimana pengembang dapat membangun simulasi berbasis agen,

serta melakukan pengumpulan dan analisis data,

tampilan, serta parameter kontrol model. Pada awal

Page 24: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

17

kemunculannya, swarm menggunakan Library berbasis

Objective-C tetapi saat ini Java juga dapat

digunakan. Meskipun library disediakan, pengguna

tanpa keterampilan pemrograman mungkin harus

meluangkan waktu untuk memahami coding. Tidak ada

representasi default lingkungan yang eksplisit. Di

Swarm, ada kemungkinan seorang agen menjadi swarm

itu sendiri, hal ini terjadi saat perilaku agen

muncul dari perilaku agen di dalamnya. Dengan cara

ini, model hierarki dapat dibangun dengan

mengelompokkan swarm.

2. Perangkat Simulasi Recursive Porous Agent

Perangkat Simulasi Recursive Porous Agent (Repast)

juga merupakan platform berbasis Java. Dengan

semangat yang sama seperti Swarm, Repast

menyediakan kelas library untuk tugas paling umum yang terkait dengan implementasi simulasi berbasis

agen. Selain itu, karena fokus awal penggunaan

Repast adalah pada ilmu sosial, maka di dalamnya

terdapat beberapa alat yang berguna dalam topik ini

seperti analisis jaringan. Baru-baru ini, Repast

Symphony diperkenalkan, yang merupakan alat

pemodelan visual berdasarkan state charts.

3. Shell for Simulated Agent Systems

Shell for Simulated Agent Systems (SeSAm)

menyediakan antarmuka visual sepenuhnya untuk

pengembangan pemodelan dan simulasi berbasis agen

(PSBA). Berlawanan dengan persyaratan yang

diberikan Swarm kepada penggunanya, pengguna SeSAm

tidak perlu mengetahui bahasa pemrograman apa pun.

Kode (mengenai penyajian data, definisi plot, dan

jenis analisis lainnya) dirangkai bersama melalui

antarmuka grafis. Inti dari simulasi SeSAm adalah

model sistem itu sendiri, yang dibangun menggunakan

diagram aktivitas. Definisi diawal yang telah

ditentukan sebelumnya untuk tindakan agen,

persepsi, dan pemrosesannya dapat ditingkatkan

dengan fungsi yang ditentukan pengguna. Jenis agen

khusus adalah "world" yang menentukan bagaimana

Page 25: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

18

lingkungan berperilaku dan dapat mengelola berbagai

jenis representasi spasial.

4. MASON

MASON adalah library berbasis Java, yang bertujuan memfasilitasi pemrograman simulasi berskala besar.

Alasan yang mendasari dibuatnya MASON adalah agar

dapat meningkatkan performa. Oleh karena itu, MASON

sangat diperlukan untuk aplikasi yang menuntut

kinerja, tetapi membutuhkan keterampilan

pemrograman. MASON mendukung serialisasi dan tidak

hanya dua tetapi juga visualisasi tiga dimensi yang

terpisah dari kernel simulasi.

5. NetLOgo

NetLogo dirancang dengan mempertimbangkan pengguna

akhir. Netologo pada dasarnya memiliki tiga

antarmuka. Pertama adalah sejenis editor untuk

pemograman model itu sendiri, dimana bahasanya

menyerupai Starlogo. Antarmuka kedua NetLogo

memungkinkan visualisasi lingkungan dan

parameternya dan juga memungkinkan pengguna untuk

bermain dengan parameter model melalui slider.

Antarmuka ketiga berisi dokumentasi terstruktur.

NetLogo menjadi semakin populer karena

dokumentasinya yang ekstensif, adanya tutorial yang

bagus, dan library yang besar dti model yang sudah ada sebelumnya.

Sebenarnya masih banyak perangkat lain yang umumnya

terdaftar di repositori yang terkait dengan

pemodelan dan simulasi berbasis agen. Contohnya

situs www.agent-based-models.com/blog/resources/

simulators dan www2.econ.iastate. edu/tesfatsi/

acecode.htm. memberikan banyak perangkat yang dapat

digumakan untuk pemodelan dan simulasi berbasis

agen. Namun banyak di antaranya yang dirancang

khusus untuk tujuan tertentu. Sebagai ilustrasi,

dipilih dua perangkat berikut ini. MadKit misalnya

dibangun untuk model agen organisasi masyarakat.

Oleh karena itu, Madkit berguna dalam domain yang

bertujuan untuk mensimulasikan proses intra dan

antar organisasi. Namun, jika masalah yang dihadapi

Page 26: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

19

tidak selalu terfokus pada model organisasi seperti

itu, Madkit mungkin bukan perangkat yang baik untuk

masalah tersebut. Demikian pula, CORMAS adalah

lingkungan pemrograman yang menargetkan pengelolaan

sumber daya alam. Selama beberapa tahun terakhir,

semakin banyak platform agen yang digunakan untuk

mengimplementasikan aplikasi simulasi. Meskipun

perangkat-perangkat ini mendukung konsep berbasis

agen, namun beberapa perangkat mungkin kehilangan

infrastruktur yang dikhususkan untuk simulasi,

seperti integrasi data input, penanganan waktu

virtual, instrumentasi model, pengumpulan data, dan

lain-lain.

2.4 Pemodelan dan Simulasi Berbasis Agen Untuk

Evakuasi Orang dalam Gedung Ketika Terjadi

Kebakaran

Mekanisme operasional utama dalam model simulasi

konvensional menggambarkan perilaku evakuasi orang

melalui serangkaian persamaan diferensial, dengan

asumsi bahwa agen benar-benar homogen untuk

mengurangi kesulitan perhitungan. Salah satu

kelemahan yang jelas dari pendekatan ini adalah

pengaturan lingkungan yang ideal tidak dapat

sepenuhnya mencerminkan karakteristik dinamis dari

perilaku evakuasi masyarakat di dunia nyata, yang

dapat menyebabkan beberapa penyimpangan dalam hasil

analisis. Untungnya, dengan peningkatan teori

sistem kompleks dan teknologi komputer, dapat

ditunjukkan karakteristik heterogen dan dinamis ini

melalui teknik pemodelan berbasis agen (Agent Based

Model) (Steven dan Volker, 2011). Prinsip dasar

dari metode penelitian ini adalah untuk menetapkan

serangkaian aturan perilaku untuk agen berdasarkan

pengalaman dunia nyata dan membiarkan mereka

berinteraksi secara bebas satu sama lain dan

lingkungan virtual. Akibatnya, tidak seperti model

tradisional, perilaku evakuasi dalam model ini

terutama didorong oleh interaksi dinamis antara

agen dan lingkungannya, bukan hanya beberapa aturan

yang telah diatur sebelumnya.

Page 27: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

20

Definisi konsep utama pada pemodelan berbasis agen

adalah

1. Agen Cerdas Beberapa definisi yang berkaitan dengan agen

telah diperkenalkan oleh beberapa peneliti.

Menurut Axelrod R. (1997), agen didefinisikan

sebagai sistem komputer yang terletak di

lingkungan dan mampu melakukan tindakan otonom

untuk mencapai tujuannya di lingkungan tersebut.

Menurut Bonabeau E. (2002), agen merasakan

lingkungannya, bertindak secara mandiri,

berinteraksi untuk berbagi tujuan, batasan, dll.,

mengantisipasi dan bereaksi dengan fleksibilitas

dengan lingkungannya dan belajar dari

pengalamannya dan beradaptasi dengan

lingkungannya. Agen adalah entitas fisik atau

virtual yang dapat bertindak di lingkungan. Agen

ini dapat berkomunikasi langsung dengan agen lain

yang didorong oleh serangkaian kecenderungan;

memiliki sumber dayanya sendiri; mampu memahami

(tetapi pada tingkat tertentu) lingkungannya;

hanya memiliki representasi parsial dari

lingkungan itu dan akhirnya tidak ada yang

memiliki kompetensi dan menawarkan layanan.

2. Model Model adalah persamaan matematika, grafik,

representasi komputer dari objek dan relasi

antara agen dengan agen dan agen dengan

lingkungan dalam sebuah ruang tertutup pada dunia

nyata. Sebuah model juga dapat dianggap sebagai

representasi sedarhana dari keadaan sebenarnya

yang kompleks. Agar berguna, model harus

disesuaikan dengan objeknya dan dipelajari serta

divalidasi.

3. Pemodelan dan Simulasi Sistem yang disusun oleh sejumlah besar individu

pada beberapa variasi lingkungan, dimana terjadi

interaksi antar individu, interaksi antar

individu dengan lingkungan serta interkasi antar

lingkungan seperti pada saat evakuasi jika

terjadi kebakaran, di mana orang yang dievakuasi

Page 28: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

21

harus mengambil keputusan dengan cepat,

menghindari rintangan, memilih jalan keluar

dengan pintu terdekat, panik, dll. Ini adalah

sistem yang kompleks dan dinamis. Secara

keseluruhan, pemodelan dan simulasi pertama-tama

terdiri dari perancangan model. Ini adalah cara

untuk membuat sistem yang kompleks secara

eksplisit untuk lebih memahami fungsinya dan

untuk membuat keputusan yang baik. Ini

memungkinkan bereksperimen dengan sistem yang

kompleks tanpa mengubahnya terlalu banyak dan

seringkali sulit dalam situasi kehidupan nyata.

Ini juga memungkinkan sistem dapat diakses pada

tingkat strukturnya (deskripsi) dan fungsinya;

menguji hipotesis yang diajukan (validasi), untuk

memiliki hipotesis baru (penemuan), dan

memprediksi fungsinya jika strukturnya berubah

(prediksi).

Dua model yang telah diperkenalkan untuk evakuasi

orang pada gedung yang mengalami kebakaran adalah

Evac dan BuildingEXODUS. Evac adalah sistem

evakuasi gratis di bawah lisensi GPL yang

memungkinkan simulasi evakuasi dan penyebaran api

sekaligus. Pada Evac, keputusan individu

direkapitulasi dengan langkah-langkah algoritma

berikut ini:

(1) Pilih kriteria preferensi kategori untuk

keluar;

(2) Optimalisasi waktu yang diharapkan hingga pintu

keluar, untuk pintu keluar dari kategori yang

dipilih;

(3) Simulasi propagasi fluida mampat untuk

menentukan jalur yang harus dilalui;

(4) Diikuti oleh bidang vektor sehingga dihasilkan

dengan perilaku navigasi, sosial dan naluriah

(takut api dan asap).

Model keputusan dicirikan oleh pemilihan kategori

keluar preferensi menurut urutan preferensi yang

Page 29: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

22

khas untuk masing-masing individu (keakraban,

visibilitas atau toksisitas saat keluar) dan

optimalisasi waktu di pintu keluar.

Beebeda dengan Evac, BuildingExodus adalah sistem

komersial, sehingga tidak banyak informasi

tentangnya. Sistem ini didasarkan pada model

statistik yang berasal dari banyak eksperimen dan

dengan demikian mewakili pendekatan yang sangat

pragmatis dari perilaku manusia. Model lingkungan

eksodus disajikan oleh partisi hierarkis dalam dua

tingkat abstraksi. Setiap tingkat diwakili oleh:

partisi kasar dengan sel-sel cembung yang mewakili

ruangan dan grid biasa dan tipis yang memungkinkan

keputusan yang lebih tepat di dalam ruangan. Model

keputusan individu ditandai dengan realisasi tiga

fase yang memungkinkan penentuan jalur terbaik

antara ruangan dan pintu keluar bangunan dalam

grafik sel. Model keputusan cukup orisinal, tetapi

tidak ada faktor utama evakuasi dalam simulasi:

adanya api dan asap dalam pengambilan keputusan.

Dalam sistem ini juga tabrakan fisik antara

individu tidak dimodelkan sejauh individu tidak

menginginkan sel yang sudah diambil di lingkungan.

Untuk realisasi pemodelan dan simulasi berbasis

agen ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu

definisikan agen cerdas yang akan digunakan, alat

simulasi dan bahasa pemprograman serta metode yang

akan digunakan (pemodelan). Berikut ini adalah

contoh beberapa agen cerdas yang dapat

dipertimbangkan dalam membuat pemodelan dan

simulasi berbasis agen untuk evakuasi orang dalam

gedung yang mengalami kebakaran, yaitu:

(1) Pengungsi. Agen pengungsi merepresentasikan

orang di dalam gedung yang mengalami

kebakaran. Dalam simulasi tentukan jumlah

pengungsi, kecepatan rata-rata dan kecepatan

maksimum pengungsi dalam menyelamatkan diri.

Umumnya dalam simulasi jumlah pengungsi

diambil antara 10 dan 300, kecepatan rata-rata

diambil antara 0 dan 3.6 km/jam dan kecepatan

Page 30: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

23

maksimum diambil antara 10 km/jam dan 25

km/jam.

(2) Api. Pada simulasi, lokasi awal kemunculan api adalah acak.

(3) Asap. Agen asap merepresentasikan asap yang

dihasilkan oleh api. Kemunculan asap diiringi

setalah ada api dan kemudian asap menyebar

dengan kecepatan tertentu. Umumnya kecepatan

penyebaran asap adalah antara 0.1 km/jam dan 1

km/jam.

(4) Alarm. Agen alarm merepresentasikan alarm yang berbunyi ketika kebakaran terjadi. Posisi

alaram ini tetap dan ditentukan sebelum

simulasi dilakukan. Jarak antar alarm yang

disarankan adalah 5 meter.

Pemodelan berbasis agen dapat dinyatakan dalam

bentuk diagram alir (flowchart), class diagram dan

dapat dinyatakan juga dalam bentuk persamaan

matematis. Gambar 2.1 adalah contoh model navigasi

evakuasi orang dalam gedung dalam bentuk diagram

alir.

Gambar 2.1 Model Navigasi Evakuasi

Pengungsi Keluar Gedung

Proses pengungsi untuk mencapai tujuannya yaitu

keluar melalui pintu darurat terdekat dari posisi

terkini dengan menghindari rintangan (orang dan

Pengungsi lari secara normal

dengan kecepatan awal

Pengungsi

Pengungsi

mendeteksi

pintu keluar

terdekat

Gunakan

Dijkstra untuk

mendapatkan

jarak minimum

ke pintu keluar

gedung

Pengungsi

menggunakan

kecepatan

maksimal dan

mengubah arah

Perbaharui lokasi dan

posisi terkini pengungsi Keluar dari

bahaya Selesai

tidak

ya

Page 31: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

24

benda mati lainya) serta api dapat terlihat pada

Gambar 2.1. Algoritma pencarian jalur terdekat,

Dijkstra, digunakan mendapatkan jarak minimum dari

posisi pengungsi saat itu ke pintu keluar darurat.

Page 32: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

25

Bab 3 Simulasi Berbasis Ant Colony

Semut berbaris dalam antrean panjang. Ada makanan

di satu ujung, sarang di ujung lainnya. Ini adalah

pemandangan yang umum di taman dan di jalan, tetapi

kontrol terdistribusi yang canggih oleh serangga

kecil ini baru dikenali oleh manusia beberapa

dekade yang lalu.

Semut membangun kehidupan mereka dalam kelompok,

atau koloni, lebih dari seratus juta tahun sebelum

manusia muncul di Bumi. Semut membentuk masyarakat

yang menangani tugas-tugas kompleks seperti

pengumpulan makanan, membangun sarang, dan

pembagian kerja melalui metode komunikasi primitif.

Hasilnya, semut memiliki tingkat kebugaran yang

tinggi di antara spesies, dan dapat beradaptasi

dengan lingkungan yang keras. Ide-ide baru termasuk

rute, agen, dan kontrol terdistribusi dalam

robotika telah dikembangkan berdasarkan model

sederhana perilaku semut. Penerapan model perilaku

semut telah digunakan di banyak makalah, dan

menjadi bidang penelitian yang sedang tren.

Berbaris adalah perilaku kooperatif semut yang

dapat dijelaskan dengan model jejak feromon (Gambar

3.1). Perilaku kooperatif sering terlihat pada

koloni semut, dan telah menarik minat ahli

entomologi dan ilmuwan perilaku. Feromon adalah

bahan kimia yang mudah menguap yang disintesis di

dalam serangga, dan digunakan untuk berkomunikasi

dengan serangga lain dari spesies yang sama.

Contohnya adalah feromon seks yang menarik lawan

jenis, feromon alarm yang mengingatkan anggota

kelompok, dan feromon jejak yang digunakan dalam

pawai semut. Feromon dibahas dalam salah satu bab

dari Souvenirs Entomologiques yang terkenal oleh

Jean-Henri Fabre (2005). Namun, penelitian terbaru

menunjukkan bahwa feromon efektif dalam jarak hanya

sekitar 1 m dari betina. Oleh karena itu, masih

belum diketahui apakah jantan tertarik hanya karena

feromon.

Page 33: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

26

Gambar 3.1. Jejak Semut

Banyak spesies semut meninggalkan jejak feromon

saat membawa makanan ke sarang. Semut mengikuti

jejak yang ditinggalkan semut lain saat mencari

makanan. Feromon adalah zat yang mudah menguap yang

disekresikan saat kembali dari sumber makanan ke

sarang. Percobaan yang ditunjukkan oleh Deneubourg

dan Goss (1991) menggunakan semut Argentina

menghubungkan perilaku ini dengan pencarian jalur

terpendek. Semut menghubungkan jalur berbentuk

jembatan (dua jalur yang saling berhubungan) antara

sarang dan sumber makanan, dan menghitung jumlah

semut yang menggunakan setiap jalur. Tampaknya ini

masalah yang sederhana, tetapi karena semut hampir

buta, sehingga semut kesulitan mengenali

persimpangan, dan tidak dapat menggunakan metode

yang rumit untuk mengomunikasikan posisi makanan.

Selanjutnya, semua semut harus menempuh jalur yang

lebih pendek untuk meningkatkan efisiensi kelompok.

Semut menangani tugas ini dengan menggunakan

feromon untuk memandu semut lainnya.

Hampir setiap semut menggunakan jalur yang lebih

pendek seiring berjalannya waktu. Banyak semut

kembali ke jalur yang lebih pendek, mengeluarkan

feromon tambahan; Oleh karena itu, semut yang

mengikuti juga mengambil jalan yang lebih pendek.

Model ini dapat diterapkan untuk pencarian jalur

terpendek, dan digunakan untuk menyelesaikan

masalah travelling salesman problem (TSP) dan rute

jaringan. Ada banyak faktor yang tidak diketahui

Page 34: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

27

tentang gembala semut yang sebenarnya; namun,

volatilitas feromon dapat digunakan untuk membangun

model yang mempertahankan jalur terpendek sambil

beradaptasi dengan lalu lintas yang berubah dengan

cepat. Jalur dengan akumulasi feromon yang lebih

besar dipilih di persimpangan, tetapi faktor acak

dimasukkan untuk menghindari solusi yang tidak

fleksibel dalam lingkungan yang dinamis.

3.1 Simulasi Gerombolan Jejak Feromon Semut

Model yang dapat dengan mudah menggambarkan

tindakan semut adalah sebagai berikut:

Ketika tidak ada sesuatu apapun, pencarian

acak dilakukan.

Jika makanan ditemukan, semut membawanya

kembali ke sarang. Semut pelacak mengetahui

posisi sarang, dan kembali hampir lurus ke

belakang.

Semut yang membawa makanan kembali ke

sarangnya menjatuhkan feromonnya. Feromon

mudah menguap.

Semut yang tidak mendapat makanan memiliki

kebiasaan tertarik pada feromon.

Gambar 3.2 adalah status eksekusi gerombolan jejak

feromon semut. Di sini sarang lebah diletakkan di

tengah, dan ada tiga sumber makanan (kanan bawah,

kiri atas, kiri bawah). Gambar 3.2 (a) adalah tahap

pencarian acak pertama. Gambar 3.2 (b), makanan

dekat kanan bawah dan kiri bawah ditemukan, dan

jejak feromon terbentuk. Kiri atas berada di tengah

formasi. Jalur feromon dibentuk untuk ketiga

sumber, yang membuat pengangkutan lebih efisien

ditunjukkan pada Gambar 3.2 (c). Sumber kanan bawah

dipilih hampir secara menyeluruh. Gambar 3.2 (d),

sumber makanan kanan bawah selesai, dan jejak

feromon sudah menghilang. Akibatnya, pengangkutan

yang gencar untuk dua sumber di sebelah kiri

dilakukan. Setelah ini, semua sumber habis, dan

semut kembali melakukan pencarian acak lagi.

Page 35: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

28

Parameter dalam simulasi ditunjukkan pada Tabel

3.1.

Gambar 3.2. Gerombolan Jejak Feromon Semut

Tabel 3.1. Parameter Jejak Feromn Semut

Parameter Maksudnya Range Sejumlah semut

melepaskan feromon

Jumlah feromon menurun 0 -

Level Penguapan Rasio jumlah feromon yang

menguap dengan yang dijatuhkan ke

tanah.

0 – 1

Level difusi Proporsi yang menguap dengan

feromon yang menyebar

0 – 0,2

Level ketika koloni

menjauhi sarang

Proporsi prioritas yang diberikan

kepada feromon yang jauh dari

sarang. Mengabaikan arah sarang

bernilai 1.

1 -

Tingkat penurunan Proporsi tidak langsung saat

mencari makanan. Saat bernilai 1

artinya jejak semut acak.

0 - 1

3.2 Optimisasi Koloni Semut (Ant Colony

Optimization)

Algortima optimisasi berdasarkan perilaku

sekumpulan atau gerombolan semut disebut optimisasi

koloni semut. Optimisasi koloni semut menggunakan

model jejak feromon untuk Travelling Salesman

Page 36: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

29

Problem (TSP) menggunakan algoritma berikut untuk

mengoptimalkan jalur perjalanan.

1. Semut ditempatkan secara acak di setiap kota. 2. Semut pindah ke kota berikutnya. Tujuan

ditentukan secara probabilistik berdasarkan

informasi dari feromon dan kondisi tertentu.

3. Ulangi sampai semua kota terkunjungi. 4. Semut yang membuat satu siklus penuh

mengeluarkan feromon pada rute sesuai dengan

panjang rute.

5. Kembalikan ke 1 jika solusi yang memenuhi

belum diperoleh.

Algoritma optimasi koloni semut dapat diuraikan

sebagai berikut. Ambillah 𝜼𝒊𝒋 sebagai jarak antara

kota 𝒊 dan 𝒋. Probabilitas 𝒑𝒊𝒋𝒌 (𝒕) menyatakan bahwa

semut 𝒌 di kota 𝒊 akan pindah ke kota 𝒋 ditentukan

oleh kebalikan dari jarak 𝟏

𝜼𝒊𝒋 dan jumlah feromon

𝝉𝒊𝒋 (𝒕) yang diberikan pada persamaan (3.1)):

𝒑𝒊𝒋𝒌 (𝒕) =

𝝉𝒊𝒋(𝒕)×𝜼𝒊𝒋𝜶

∑ 𝝉𝒊𝒉(𝒕)×𝜼𝒊𝒉𝜶

𝒉∈𝑱𝒕𝒌

, (3.1)

dengan 𝑱𝒕𝒌 adalah himpunan semua kota yang semut 𝒌

di kota 𝒊 dapat pindah (belum dikunjungi). Kondisi di mana semut lebih cenderung memilih rute dengan

lebih banyak feromon mencerminkan umpan balik

positif dari penelusuran sebelumnya secara

heuristik untuk mencari jalur yang lebih pendek.

Oleh karena itu, optimasi koloni semut dapat

memasukkan sejumlah pengetahuan khusus yang sesuai

untuk masalah tersebut.

Tabel feromon diperbaharui dengan cara berikut:

𝑸(𝒌) = kebalikan dari jalan yang

ditemukan semut 𝒌 (3.2)

∆𝝉𝒊𝒋(𝒕) = ∑ 𝑸(𝒌)𝒌∈𝑨𝒊𝒋 (3.3)

𝝉𝒊𝒋(𝒕 + 𝟏) = (𝟏 − 𝝆) ∙ 𝝉𝒊𝒋(𝒕) + ∆𝝉𝒊𝒋(𝒕) (3.4)

Page 37: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

30

Jumlah feromon yang ditambahkan ke setiap jalur

setelah satu iterasi berbanding terbalik dengan

panjang jalur yang ditemukan semut dinyatakan pada

persamaan 3.2. Persamaan 3.3 menyatakan hasil untuk

semua semut yang bergerak melalui suatu jalur

direfleksikan dalam jalur tersebut. Dalam persamaan

tersebut 𝑨𝒊𝒋 adalah kumpulan semua semut yang

berpindah dari kota 𝒊 ke kota 𝒋. Umpan balik

negatif untuk menghindari solusi lokal diberikan

sebagai koefisien evaporasi yang dituliskan dalam

persamaan 3.4, dengan jumlah feromon di jalur, atau

informasi dari masa lalu, dikurangi dengan faktor

tetap (𝝆).

Optimasi koloni semut merupakan metode yang efektif

untuk menyelesaikan masalah travelling salesman

problem (TSP) dibandingkan dengan strategi

pencarian lainnya. Tabel 3.2 menunjukkan nilai yang

dioptimalkan untuk empat masalah benchmark dan

berbagai minimum yang ditemukan menggunakan metode

lain dimana nilai yang kecil merupkan nilai yang

lebih baik karena masalahnya adalah minimisasi

(Dorigo dan Gambardella, 1997). Angka dalam tanda

kurung menunjukkan jumlah kandidat yang diselidiki.

Optimasi koloni semut (ACO) lebih cocok untuk

masalah ini dibandingkan dengan metode seperti

algoritma genetika (GA), simulasi anil (SA), dan

pemrograman evolusioner (EP). Karakteristik metode

khusus yang bekerja lebih baik dalam masalah statis

juga dimiliki oleh banyak metaheuristik (strategi

tingkat tinggi yang memandukan metode heuristik

yang mendasari untuk meningkatkan kinerjanya).

Masalah rumit, seperti TSP yang jarak antar kota

tidak simetris atau kota berubah secara dinamis,

belum menemukan metode yang cocok dan optimasi

koloni semut dianggap sebagai salah satu metode

yang paling menjanjikan.

Panjang dan akumulasi jalur feromon antar kota

disimpan dalam seuah tabel (Gambar 3.3). Semut

dapat mengenali informasi di sekitarnya, dan secara

probabilistik memutuskan kota berikutnya yang akan

dikunjungi. Jumlah feromon yang ditambahkan ke

Page 38: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

31

setiap jalur setelah setiap siklus berbanding

terbalik dengan panjang jalur siklus.

Tabel 3.2. Perbandingan antara Optimasi Koloni

Semut dan metaheuristik

TSP

Optimasi

Koloni

Semut

Algortima

Genetika

Simulasi

Anil

pemrograman

evolusioner Optimal

Oliver

30

420

[830]

421

[3200]

420

[40000]

424

[24617]

420

Eil 50 425

[1830]

428

[25000]

426

[100000]

443

[65512]

425

Eil 75 535

[3480]

545

[80000]

542

[325000]

580

[173250]

535

KroA

100

21282

[4820]

21761

[10300]

Tidak

dapat

diterapkan

tidak dapat

diterapkan

21282

Gambar 3.3. Aturan Pemilihan Jalur Semut

Gambar 3.4 adalah sebuah applet untuk memecahkan

Travelling Salesman Problem (TSP) menggunakan

optimasi koloni semut. Java appalet adalah sebuah

program kecil yang ditulis dengan menggunakan

bahasa pemprograman Java, yang diakses melalui

halaman Web dan dapat diunduh ke dalam mesin klien

yang kemudian menjalankannya di dalam jendela

penjelajah web. Jalur antar kota diberi kode warna

berdasarkan jumlah feromon (warna yang lebih gelap

Jumlah feromon

Jarak 𝜼𝒊𝒋

Page 39: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

32

berarti lebih banyak feromon). Posisi kota dapat

diubah menggunakan GUI; oleh karena itu, efek

feromon dan konvergensi mudah dipahami. Kota dapat

diubah secara dinamis, namun semut dapat mencari

dengan akurat.

Gambar 3.4. Simulasi TSP dengan Optimasi

Koloni Semut

3.3 Algortima Kluster-Semut

Optimasi koloni semut digunakan dalam

pengelompokkan (clustering) dan pengurutan

(sorting). Pada sub bab ini diberikan deskripsi

kluster-semut.

Semut beternak kutu daun dan larva di dalam sarang.

Ternak kutu daun dan larva dikategorikan secara

spasial dan ditempatkan berdasarkan ukurannya di

“peternakan” dan “pembibitan” di sarang semut.

Ekologi ini dikembangkan dengan anggapan agar

pemberian makan lebih efisien. Perilaku di atas

dapat dijelaskan oleh model kontrol terdistribusi

untuk probabilitas bahwa agen mengambil (𝑷𝒑𝒊𝒄𝒌) atau

menjatuhkan (𝑷𝒅𝒓𝒐𝒑) suatu objek.

Page 40: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

33

𝑷𝒑𝒊𝒄𝒌 = (𝟏 − 𝝌) ∙ (𝒌𝒑𝒊𝒄𝒌

𝒌𝒑𝒊𝒄𝒌+𝒇(𝒊))𝟐

. (3.5)

𝑷𝒅𝒓𝒐𝒑 = 𝝌 ∙ (𝒇(𝒊)

𝒌𝒅𝒓𝒐𝒑+𝒇(𝒊))𝟐

. (3.6)

Di sini, 𝒇 (𝒊) adalah massa jenis benda di dekatnya yang mirip dengan 𝒊. Lebih tepatnya, ini

didefinisikan sebagai fungsi yang berkurang dengan

bertambahnya jumlah benda serupa di dekatnya.

𝒇(𝒊) = {∑ 𝒅(𝒊,𝒋)𝒋∈𝑵(𝒕)

|𝑵(𝒊)|

𝟏

𝒅 (𝒊, 𝒋) adalah kemiripan (jarak dalam ruang fitur)

antara objek 𝒊 dan 𝒋, dan 𝑵 (𝒊) adalah himpunan

tetangga objek 𝒊. 𝒅 (𝒊, 𝒋) dinormalisasi sehingga 𝟎 ≤𝒅 (𝒊, 𝒋) ≤ 𝟏. 𝒅 (𝒊, 𝒋) = 𝟎 berarti dua benda identik.

Nilai 𝒌𝒑𝒊𝒄𝒌 dan 𝒌𝒅𝒓𝒐𝒑 adalah parameter yang masing-

masing menunjukkan nilai ambang batas dalam

perilaku pengambilan dan penurunan. 𝝌 adalah

koefisien reaksi yang ditentukan oleh jumlah 𝒏 objek di lingkungan Moore (tetangga dalam delapan

arah, yaitu atas dan bawah, kanan dan kiri, ke-

empat diagonal).

𝝌 =𝒏𝟐

𝒏𝟐+𝒌𝒄𝒓𝒐𝒘𝒅𝟐 , (3.8)

dengan 𝒌𝒄𝒓𝒐𝒘𝒅 adalah nilai ambang batas dan 𝝌 =𝟏

𝟐

ketika 𝒏 = 𝒌𝒄𝒓𝒐𝒘𝒅. 𝝌 mendekati 1 ketika ada lebih

banyak objek dalam lingkungan tersebut, ada dan

perilakunya cenderung jatuh. Sebaliknya, lebih

sedikit objek dalam lingkungan tersebut berarti

kemungkinan untuk perilakunya adalah pengambilan

lebih tinggi.

Persamaan (3.5) dan (3.6) merepresentasikan model

di mana agen (semut) yang bekerja secara acak pada

bidang memindahkan objek berdasarkan parameter

lingkungan. Dengan kata lain, probabilitas agen

mengambil atau menjatuhkan suatu benda ditentukan

oleh kepadatan benda serupa di lingkungan tersebut.

Jika 𝑵(𝒊) ≠ ∅

Jika 𝑵(𝒊) = ∅ (3.7)

Page 41: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

34

Agen mengambil objek di lingkungan dengan kepadatan

rendah dan menjatuhkan objek di lingkungan dengan

kepadatan tinggi sambil bergerak secara acak, dan

sebagai hasilnya, kelompok fitur serupa dipisahkan.

Hasil pengelompokan semut, di mana semut mengambil

atau menjatuhkan benda berdasarkan aturan di atas

dan bergerak satu langkah ke arah yang dipilih

secara acak, ditunjukkan pada Gambar 3.5. Di sini,

yang berbeda. Ruang dua dimensi ini memiliki

topologi torus (tepi kanan dihubungkan dengan tepi

kiri, dan tepi atas terhubung ke tepi bawah). Semut

bergerak secara acak pada awalnya, dan kemudian

mulai membentuk kelompok kecil sebelumnya. Pra-

kluster ini secara bertahap menarik objek serupa

untuk membentuk kluster yang lebih besar.

Transportasi oleh semut dan akumulasi objek

membentuk putaran umpan balik positif yang

meningkatkan ukuran cluster, sehingga menghasilkan

proses klasterisasi.

Gambar 3.5. Proses Klastersasi Semut

3.4 Simulasi klaster-Semut Berbasis Swarm

Kondisi eksekusi klaster-semut berbasis swarm

dengan optimasi koloni semut ditunjukkan pada

Gambar 3.6. Dalam simulasi ini, variabel 𝒌𝒑𝒊𝒄𝒌,

𝒌𝒅𝒓𝒐𝒑, 𝒌𝒄𝒓𝒐𝒘𝒅, dll., pada persamaan (3.5), (3.6),

(3.8), jumlah semut, dan jumlah objek (jumlah objek

merah dan biru) dapat diatur selama eksekusi.

Karena seed dari nomor acak dapat diatur, eksekusi

Page 42: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

35

ulang dengan nomor acak yang berbeda juga

dimungkinkan.

Gambar 3.6. Klaster Semut dengan Swarm

Nilai fitur sedbuah objek didefinisikan dengan

metode buildObject pada ModelSwarm.java sebagai

berikut:

// Vektor fitur objek merah

v = new double[] { 0.1 + rGen.nextDouble()*0.15, 0.1 + rGen.nextDouble()*0.15, 0.1 + rGen.nextDouble()*0.15};

// Vektor fitur objek biru

v = new double[] { 0.7 + rGen.nextDouble()*0.15, 0.7 + rGen.nextDouble()*0.15, 0.7 + rGen.nextDouble()*0.15};

Fitur dalam hal ini adalah vektor tiga dimensi.

Untuk menghasilkan objek tersebut, vektor bilangan

acak seragam (setiap elemen dalam kisaran 0.0–

0.15) ditambahkan ke (0.1, 0.1, 0.1) atau (0.7,

Page 43: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

36

0.7, 0.7). Kemiripan antara dua objek dihitung

dengan menggunakan panjang (norm) selisih fitur

vektor tersebut (metode calcDistance di dalam

DataUnit.java).

Klasterisasi-semut dapat diterapkan pada masalah

yang lebih praktis yang dibahas pada su b bab

selanjutnya.

3.5 Pendekatan berbasis Koloni Semut Pada Masalah Rute Jaringan

Internet adalah salah satu objek yang direkayasa

secara ekstensif saat ini. Packet switching adalah

sebuah metode untuk mentransfer data yang

dikembangkan pada tahun 1960-an, memecah data

menjadi paket-paket kecil, mengirimkan paket-paket

ini ke tujuan melalui jalur yang sama sekali

berbeda, dan memulihkan data di tempat tujuan.

Kekuatan packet switching mengubah Internet dari

alat akademis dan militer menjadi media massa.

Namun, lalu lintas di Internet tidak dapat

diprediksi, dan efisiensi pemanfaatannya belum

tentu tinggi. Perutean di Internet berskala besar

dan dinamis, sehingga tidak mudah untuk memahami

keseluruhan strukturnya. Lebih lanjut, melalui

kualitas layanan (QoS) harus ditingkatkan meskipun

pengendalian terpusat sulit dilakukan. Tujuan dalam

masalah perutean adalah untuk mengoptimalkan tabel

perutean (tabel yang menentukan simpul ke mana

paket untuk tujuan yang telah ditentukan harus

diteruskan) untuk setiap simpul sedemikian rupa

sehingga QoS dari seluruh sistem meningkat (lihat

Gambar 3.7).

Setiap simpul hanya dapat mengenali lalu lintas

terdekat; Oleh karena itu, ada tabel untuk setiap

simpul. Perutean SPF (Shortest Path First) yang

saat ini digunakan di Internet menyusun tabel

perutean dari informasi yang dapat dikenali oleh

masing-masing simpul. Sebaliknya, Dorigo dan kawan

kawan mengusulkan perutean AntNet bebasis optimasi

koloni semut. Metode ini menyebarkan agen perangkat

Page 44: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

37

lunak pada jaringan yang mengumpulkan data perutean

dengan bergerak bolak-balik antara sumber (simpul

yang derajat masuknya nol) dan tujuan (simpul yang

derajat keluarnya nol) dan memperbarui tabel

perutean di simpul perantara (lihat Gambar 3.8).

Gambar 3.7. Tabel Rute

Perutean berbasis agen menghasilkan ongkos

eksploitasi yang tidak diperlukan dalam perutean

statis; oleh karena itu, lalu lintas total dan

biaya kinerja merupakan faktor penting. Tahapan

AntNet adalah sebagai berikut:

1. Semut secara teratur dilepaskan dari setiap

simpul ke tujuan secara acak.

2. Semut memilih jalur menggunakan feromon dan

secara heuristik dalam mencapai tujuannya

masing-masing. Semut mengingat waktu yang

ditempuh dan simpul yang dikunjungi.

3. Semut yang mencapai tujuannya masing-masing

kembali ke asalnya dengan bergerak di

sepanjang jalur dalam urutan terbalik sambil

memperbarui tabel di masing-masing simpul.

4. Kembali ke langkah 1.

Tabel rute untuk simpul K

Page 45: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

38

Gambar 3.8. Rute Berbasis Agen

Similar dengan contoh TSP (lihat persamaan (5.5)),

probabilitas bahwa suatu simpul dipilih sebagai

simpul berikutnya ditentukan menggunakan bobot 𝝎 dengan persamaan berikut:

𝒑𝒊𝒋𝒌 (𝒕) =

𝝎∙𝝉𝒊𝒋(𝒕)+(𝟏−𝝎)∙𝜼𝒊𝒋(𝒕)

∑ 𝝎∙𝒉∈𝑱𝒊

𝒌 𝝉𝒊𝒋(𝒕)+(𝟏−𝝎)∙𝜼𝒊𝒋(𝒕), (3.9)

dengan 𝑱𝒊𝒌 adalah himpunan semua kota dimana semut 𝒌

pada kota 𝒊 dapat berpindah dan harus belum pernah dikunjungi sebelumnya. Tabel feromon di setiap

simpul diperbarui melalui persamaan berikut:

𝝉𝒊𝒋(𝒕 + 𝟏) ⇐ (𝟏 − 𝝆) ∙ 𝝉𝒊𝒋(𝒕) + ∆𝝉𝒊𝒋(𝒕)(memperbaharui)(5.10)

∆𝝉𝒊𝒋(𝒕) = ∑ 𝑸(𝒌)𝒏𝒌=𝟏 (penambahan) (5.11)

𝝉𝒊𝒋(𝒕 + 𝟏) ⇐ 𝝉𝒊𝒋(𝒕)

𝟏+∆𝝉𝒊𝒋(𝒕) (penguapan) (5.12)

Pada AntNet, status jaringan tidak konstan tidak

seperti di optimasi koloni semut. Oleh karena itu,

Sumber

Tujuan

Diluar jalur

Tabel referensi

Didalam jalur

Tabel diperbaharui

T

Page 46: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

39

semut bergerak di sepanjang jalur yang dilalui

paket untuk mengevaluasi status jaringan, dan

kembali di jalur yang sama untuk mencerminkan

evaluasi. Sebagai akibatnya, pembaruan tabel

feromon tidak sinkron.

Caro dan Dorigo menguji sistem AntNet pada

simulator sistem file jaringan NSF, jaringan inti

di AS, dan membandingkannya dengan metode perutean

seperti Bellman-Ford, SPF (Shortest Path First),

dan OSPF (Open Shortest Path First) (Caro dan

Dorigo, 1997). Gambar 3.9 menunjukkan hasil

pengujian bila terdapat titik panas. Kecepatan bit

konstan (Cosntant Bit Rate) dengan pola lalu lintas

konstan dan kecepatan bit variabel (Variable Bit

Rate) diuji. Kinerja di bawah beban jaringan rendah

bernilai tinggi dengan semua skema algoritma,

tetapi saat beban tinggi menjadi serupa. Dalam

kedua kondisi tersebut, AntNet mencapai penundaan

yang lebih singkat dengan QoS yang tinggi. Secara

khusus, AntNet menunjukkan kinerja yang superior

ketika beban tiba-tiba berubah (titik panas telah

terbentuk). Biaya eksploitasi agen semut dapat

diabaikan dalam pengujian. Ada banyak contoh

penelitian tentang perutean menggunakan optimasi

koloni semut (Ant Colony Optimization); misalnya,

Telecom Bretagne sedang mengerjakan penghalusan

QoS. Aplikasi untuk jaringan ATM dan lingkungan

nirkabel juga sedang diselidiki.

3.6 Pemisahan Pekerjaan Berbasis Semut

Ekologi semut lain yang terkenal adalah pembagian

kerja sosial. Koloni semut terdiri dari semut

dengan berbagai peran seperti semut ratu, semut

prajurit, dan semut pekerja. Peran ini disebut

"kasta", dan beberapa di antaranya, misalnya ratu

semut memiliki fungsi khusus secara fisik. Namun,

pekerjaan umum termasuk mengumpulkan dan merawat

larva dilakukan oleh semut pekerja secara

bergantian, dan tidak ada individu yang ditunjuk

untuk melakukan tugas tertentu. Diketahui juga

Page 47: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

40

bahwa untuk spesies di mana semut tentara membagi

pekerjaan dengan semut pekerja lainnya, semut

prajurit melakukan pekerjaan semut pekerja jika

semut pekerja dikeluarkan dari sarang.

Pendistribusian jumlah semut yang sesuai untuk

setiap tugas diperlukan untuk meningkatkan

kebugaran koloni secara keseluruhan. Semut dapat

membagi kerja tanpa kendali terpusat; distribusi

tugas otonom seperti itu akan berguna di bidang

robotika atau penjadwalan di pabrik. Persamaan

berikutnya diusulkan sebagai model untuk menugaskan

pekerja ke beberapa tugas melalui kontrol

terdistribusi.

Gambar 3.9 Perbndingan dengan metode AntNet dan

Beberapa Metode Rute Lain (Caro dan Dorigo, 1997)

𝑻𝜽(𝒔) =𝒔𝒏

𝒔𝒏+𝜽𝒏, (3.13)

dengan 𝑻 didefinisikan sebagai tugas seperti

memberi makan larva. Probabilitas semut tertentu

melakukan tugas 𝑻 ini ditentukan oleh jumlah

feromon yang dikeluarkan larva dan nilai ambang

batas untuk setiap individu 𝜽.

Page 48: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

41

Pada kenyataannya, larva mengeluarkan lebih banyak

feromon saat mereka lapar, dan mengurangi jumlah

sekresi feromon saat pengasuh melakukan tugasnya.

Semut individu keluar untuk mengambil makanan

ketika jumlah feromon yang terdeteksi lebih rendah

dari nilai ambang batas, dan sebaliknya, jika

jumlah feromon dari larva melebihi nilai ambang

batas, semut yang kembali dari pengambilan makanan

menjadi pemelihara. Ada pembagian nilai ambang

batas pada setiap individu; Oleh karena itu,

sejumlah individu yang sesuai dapat didistribusikan

ke berbagai tugas.

Model perilaku seperti itu dapat diterapkan pada

masalah distribusi tugas di robot yang mampu

melakukan banyak tugas atau sistem yang toleran

terhadap kesalahan. Misalnya, solusi yang

menggunakan agen, yang disebut routing wasps telah

diusulkan untuk menjadwalkan tugas di pabrik

(Cicirello dan Smith, 2001). Dalam sistem ini,

pseudo-feromon dikeluarkan dari tugas dalam antrian

berdasarkan prioritas dan waktu tunggu. Agen

ditetapkan ke setiap mesin perakitan, dan nilai

ambang batas untuk melakukan tugas tertentu

ditentukan berdasarkan status setiap mesin. Agen

menetapkan tugas ke setiap mesin dengan

probabilitas yang ditentukan oleh nilai ambang

batas dan jumlah feromon. Sistem seperti itu

terbukti meningkatkan hasil produksi sebuah pabrik.

Metode semut diterapkan dalam berbagai cara di

industri. Misalnya, Bios Group 1 yang berbasis di

New Mexico adalah sebuah perusahaan konsultan yang

membangun sistem berdasarkan kecerdasan Swarm, dan

telah menyediakan metode untuk membuat penjadwalan

yang efisien untuk Southwest Airlines dan P&G. P&G

menggunakan penjadwalan terdistribusi di mana

keputusan kolaboratif seperti pengangkutan bahan

mentah dan manajemen pabrik dibuat oleh agen di

jaringan. Pendekatan swarm digunakan untuk

membangun sistem di mana jalur transportasi

ditentukan dengan mempertimbangkan pemanfaatan

gudang yang terlalu padat di jalur kandidat.

Page 49: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

42

3.7 Kerja Sama Pada Semut Tentara

Sub bab ini menyajikan simulasi multi-agen yang

terinspirasi oleh perilaku semut tentara. Kerjasama

semacam itu dalam sistem multi-agen bisa sangat

berharga untuk aplikasi teknik. Tujuan dari bagian

ini adalah untuk memodelkan dan memahami perilaku

biologis ini dengan simulasi komputer. Uraian

berikut ini terutama berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Ishiwata, Norman, Iba, tahun

2010.

3.7.1 Altruisme Semut Tentara

Altruisme mengacu pada perilaku yang

memprioritaskan manfaat bagi orang lain daripada

diri sendiri dan terkadang melibatkan tindakan

pengorbanan diri untuk membantu orang lain. Gambar

5.10 memperlihatkan Beberapa semut tentara

membangun jembatan dengan tubuhnya sendiri ketika

menemukan lubang atau selokan sebagai penghalang

untuk rute perjalanannya (Anderson, Theraulaz,

Deneubourg, 2002). Tindakan filantropi tersebut

berbeda dengan perilaku semut yang biasa, misalnya

mencari makan dan mengangkut makanan. Akan tetapi,

jika lebih banyak semut yang berpartisipasi dalam

pembangunan jembatan daripada yang dibutuhkan atau

jika membangun jembatan di tempat-tempat yang tidak

diperlukan, sebenarnyahal ini dapat menghambat

kinerja pengumpulan makanan seluruh koloni. Tapi,

di alam, semut sangat ingin menyeimbangkan tindakan

ini sesuai kebutuhan, dan telah dikonfirmasi bahwa

karena kinerja aktivitas altruistik seperti itu,

kinerja kelompok secara keseluruhan meningkat.

Dalam percobaan oleh Powell dan Franks, ditemukan

bahwa kemampuan mencari makan dari pasukan koloni

semut meningkat hingga 26% karena perilaku

altruistik ini (Powell dan Franks, 2007). Pada

bagian ini, altruisme semut ini dimodelkan dan

diperiksa dalam lingkungan simulasi multi-agen

seperti diperlihatkan pada Gambar 3.11.

Page 50: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

43

Gambar 3.10 Pemandangan pembangunan jembatan hidup

oleh semut tentara [sumber: Angtuaco, S. P.]

Gambar 3.11 Lingkungan Simulasi

3.7.2 Definisi Masalah

Sub dari sub ini menjelaskan masalah yang ditangani

dalam simulasi multi-agen. Simulasi ini berfungsi

sebagai model perilaku mencari makanan dan

altruisme semut. Simulasi dilakukan dengan

menggunakan library Swarm. Gambar 3.12 menunjukkan tangkapan layar dari layar simulasi agen dimana

seorang agen direpresentasikan oleh sebuah

pergerakan semut.

Simulasi perilaku semut yang sebenarnya

Sarang yaitu titik awal agen

dan tujuan transportasi makanan

Selokan yaitu penghalang yang

agen tidak dapat lalui

Makanan yaitu sesuatu yang dapat

diangkut atau dibawa oleh agen

Page 51: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

44

Gambar 3.12. Simulasi Berbasis Swarm dari Semut

Tentara

Tindakan dalam simulasi yaitu mencari makan dan

mengangkut makanan serta komunikasi dengan semut

tetangga menggunakan feromon. Sarang adalah titik

awal agen dan juga titik dimana agen kembali dengan

membawa makanan. Feromon dilepaskan oleh agen saat

menemukan makanan. Sama seperti di alam, setelah

dikeluarkan, feromon melemah dan menyebar, sehingga

menyebarkan informasi di antara semut tentang

lokasi makanan. Sebuah selokan menghalangi

Feromon

Jembatan

Page 52: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

45

pergerakan agen dan secara fundamental mencegah

agen untuk melewatinya. Namun, jika agen

menunjukkan altruisme dan membentuk jembatan di

atas selokan, agen lain dapat melewati celah

tersebut. Agen bergerak sesuai dengan diagram

transisi keadaan yang ditunjukkan pada Gambar 3.13.

Perilaku agen dalam keadaan yang berbeda

ditunjukkan pada Tabel 3.3.

Gambar 3.13 Tahapan Tansisi Agen

Tabel 3.3 Keadaan dan Perilaku Agen

Keadaan Perilaku

Pencarian Ini adalah kondisi awal agen yang

terus bekerja secara acak hingga

makanan ditemukan. Saat makanan

ditemukan, ada transisi ke keadaan

Kembali. Transisi ke keadaan Altruisme

juga dimungkinkan dalam kondisi

"tertentu". Saat feromon terdeteksi,

semut tertarik ke konsentrasi yang

lebih tinggi.

Kembali Makanan dikembalikan ke sarang. Dalam

keadaan ini agen bergerak menuju

sarang yang mengeluarkan feromon.

Setelah mencapai sarang, agen transit

ke keadaan Pencarian. Agen dalam

status Kembali mengetahui posisi

sarang.

Alturisme Sebuah jembatan dibangun melintasi

Alturisme

Kembali Pencarian Menemukan

Penyimpanan

????

Page 53: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

46

lubang, sedangkan dalam keadaan ini,

pergerakan tidak mungkin dilakukan

oleh agen. Ketika kondisi tertentu

terpenuhi, jembatan ditinggalkan dan

agen transit ke keadaan Pencarian.

Masalahnya adalah menentukan kondisi yang mendorong

transisi ke keadaan altruisme. Tetapi tidak

diketahui secara konkret bagaimana semut menentukan

lokasi dan waktu pembangunan jembatan dan kapan

pembentukan jembatan dihentikan. Oleh karena itu,

pada bagian ini, beberapa hipotesis diajukan

sebagai kondisi awal altruisme, dan percobaan

dilakukan untuk verifikasi.

3.7.3 Kriteria penilaian untuk memasuki negara

altruisme

1. Hipotesis

Dua hipotesis telah diusulkan sebagai kriteria

penilaian untuk aktivitas alturisme oleh semut

tentara.

Model 1: Berdasarkan keberadaan semut tetangga

Semut akan memulai pembentukan jembatan di atas

selokan atau lubang hanya jika ada semut di

sekitarnya. Secara hipotesis, pendekatan ini akan

lebih efisien dibandingkan dengan membangun

jembatan secara membabi buta karena bila ada semut

tetangga kemungkinan besar jalan pintas tersebut

akan dimanfaatkan.

Model 2: Berdasarkan keberadaan feromon

Seperti dijelaskan sebelumnya, agen mengeluarkan

feromon ketika mereka menemukan makanan, dan

feromon ini digunakan untuk menyebarkan informasi

di antara semut tentang lokasi sumber makanan.

Tempat di mana konsentrasi feromon lebih tinggi

dari tingkat tetap adalah lokasi yang telah

Page 54: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

47

dilewati atau akan dilalui banyak semut di masa

mendatang. Oleh karena itu, jembatan dapat dibentuk

dengan menilai konsentrasi feromon.

Pada kedua model, agen meninggalkan jembatan

setelah beberapa waktu berlalu. Tabel 5.4 adalah

properti tetap optimasi yang digunakan model 1 dan

model 2 dengan algoritma genetik (Ishiwata, Noman,

Iba; 2010). Untuk menilai validitasnya, hipotesis

ini dimasukkan ke dalam simulasi dan kegunaannya

diverifikasi secara empiris.

Tabel 5.4 Properti Yang Digunakan

Model 1 dan Model 2

Model 1 Model 2

Jumlah Langkah 700 700

Waktu 10 150

Radius 2 --

Nilai ambang

batas feromon

-- 30

2. Lakukan Eksperimen untuk Memeriksa Hipotesis

Dua skenario yang ditunjukkan pada Gambar 3.14

digunakan dalam percobaan. Dalam percobaan ini,

kinerja diukur menggunakan jumlah item makanan yang

dikumpulkan dalam periode waktu tertentu. Setiap

percobaan diulang 10 kali dengan 20 sampai 180

agen, ditingkatkan 20 pada satu waktu, dan nilai

rata-rata dibandingkan.

Hasil percobaan dari peta sederhana ditunjukkan

pada Gambar 3.15. Jumlah agen ditampilkan di

sepanjang sumbu horizontal dan jumlah item makanan

yang dikumpulkan dalam waktu tertentu ditampilkan

di sepanjang sumbu vertikal. Dalam peta sederhana,

Model 1 menunjukkan kinerja yang sedikit lebih

tinggi, tetapi perbedaannya kecil dan hampir tidak

ada perbedaan dalam efisiensi keseluruhan yang

diamati.

Page 55: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

48

Sederhana Rumit

Gambar 3.14 Peta Percobaan

Hasil percobaan menggunakan peta rumit ditunjukkan

pada Gambar 3.16 dan Gambar 3.17. Secara

keseluruhan, Model 2 berkinerja lebih baik di peta

yang rumut. Gambar 3.17 menunjukkan observasi

eksperimental untuk peta rumit pada skala yang

berbeda. Sama seperti sebelumnya, sumbu horizontal

mewakili jumlah agen; Namun, sumbu vertikal

mewakili rasio jumlah total agen melintasi jembatan

dengan total berapa kali agen membantu membentuk

jembatan. Rasio ini menunjukkan seberapa berguna

jembatan yang terbentuk. Dari data tersebut

diketahui bahwa Model 2 menghasilkan nilai yang

lebih tinggi daripada Model 1. Untuk Model 1, rasio

biasanya sekitar satu. Artinya, meskipun jembatan

sudah terbentuk, agen tetangga tidak akan bisa

menggunakannya secara efisien. Hal ini karena pada

peta yang rumit, tidak seperti pada peta sederhana,

parit terdapat di berbagai lokasi, menyebabkan

jembatan yang akan dibentuk di lokasi yang tidak

perlu dengan Model 1. Dengan Model 2 rasio yang

ditemukan lebih tinggi dibandingkan dengan yang

ditemukan dengan Model 1. Meskipun demikian, tidak

terlihat dari grafik, pada Model 2 jembatan

dibentuk hanya di lokasi yang diperlukan untuk

membawa makanan ke sarang. Ini karena feromon

Page 56: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

49

disekresikan sepanjang jalan dari sumber makanan ke

sarang. Konsentrasi feromon menunjukkan lokasi yang

optimal untuk konstruksi jembatan. Oleh karena itu,

baik waktu maupun lokasi konstruksi jembatan lebih

unggul dalam Model 2. Namun, Model 2 memiliki

kelemahan yaitu jembatan tidak dapat dibentuk

sampai lokasi pencarian makan telah ditemukan. Di

alam, kasus juga diamati di mana jembatan dibentuk

di tempat yang diperlukan sebelum tempat mencari

makan ditemukan. Oleh karena itu, untuk kegiatan

altruistik seperti pembentukan jembatan, semut

dapat menggunakan metode feromon bersama dengan

beberapa kriteria penilaian lainnya seperti yang

disebutkan pada Model 1.

Populasi

Gambar 3.15 Hasil Eksperimen Peta Sederhana

K

i

n

e

r

j

a

Feromon tetangga Tidak ada Feromon

Page 57: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

50

Populasi

Gambar 3.16 Hasil Eksperimen 1 Peta Rumit

Populasi

Gambar 3.17 Hasil Eksperimen 2 Peta Rumit

Feromon tetangga Tidak ada Feromon

K

i

n

e

r

j

a

Feromon tetangga

L

E

v

e

l

A

l

t

u

r

i

s

m

e

Page 58: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

51

3.7.4 Kriteria Penilaian Yang Mengacu Pada

Pembentukan Rantai

1. Apa Itu Pembentukan Rantai?

Pembentukan rantai adalah perilaku kooperatif

filantropi lain yang mirip dengan pembentukan

jembatan. Rantai dalam hal ini mengacu pada

struktur yang dibentuk tubuh semut saat semut

menghadapi perbedaan ketinggian yang ekstrem selama

perjalanannya. Dengan cara ini, semut lain bisa

berpindah dengan aman dari satu tempat ke tempat

lain. Dalam penelitiannya, Lioni, Theraulaz dan

Deneubourg, mengamati perilaku pembentukan rantai

semut di sarang yang dipasang di laboratorium.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa probabilitas

partisipasi dalam pembentukan rantai 𝑷𝜺 dan

probabilitas meninggalkan pembentukan rantai 𝑷𝒔

dapat didekati dengan persamaan 3.14 dan persamaan

3.15.

𝑷𝜺 = 𝑪𝜺𝟎 +𝑪𝜺𝟏𝑿

𝑪𝜺𝟐+𝑿, (3.14)

𝑷𝒔 = 𝑪𝒔𝟎 +𝑪𝒔𝟏𝑿

𝑪𝒔𝟐+𝑿𝒗, (3.15)

dengan 𝑿 adalah jumlah semut yang berpartisipasi

dalam pembentukan rantai dan simbol lainnya adalah

konstanta. Menurut persamaan (3.14) dan persamaan

(3.15), jika banyak semut yang terkandung dalam

rantai yang terbentuk maka lebih mudah baginya

untuk berpartisipasi dalam pembentukan rantai

tetapi lebih sulit untuk dihentikan.

Penggunaan rumus pada persamaan (3.14) dan

persamaan (3.15) sebagai kriteria penilaian untuk

pembentukan rantai, percobaan dilakukan untuk

memverifikasi hipotesis yang diusulkan, seperti

yang dibahas di bagian selanjutnya.

Page 59: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

52

2. Percobaan Untuk Memverifikasi Sistem

Pembentukan Rantai

Untuk membenarkan model yang diusulkan dari

konsentrasi feromon sebagai kriteria untuk transisi

ke keadaan altruisme, sebuah studi komparatif

dilakukan dengan model formasi rantai Lioni.

Pada Gambar 3.18, jumlah agen ditunjukkan pada

sumbu horizontal dan waktu hingga selesai mencari

makanan pada sumbu vertikal. Diketahui bahwa untuk

beberapa ukuran populasi, ketika konsentrasi

feromon digunakan sebagai kriteria penilaian,

pencarian makanan membutuhkan waktu yang lebih

singkat daripada yang dibutuhkan untuk formula

rantai.

Gambar 3.18 Perbandingan Kinerja Untuk Waktu

Mencari Makanan

Feromon tetangga

K

i

n

e

r

j

a

Populasi

Page 60: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

53

Gambar 3.19 Perbandingan Kinerja Untuk Aktivitas

Alturistik

Pada Gambar 3.19, jumlah agen ditunjukkan pada

sumbu horizontal dan waktu kumulatif selama agen

terlibat dalam perilaku altruistik pada sumbu

vertikal. Juga diamati bahwa ketika konsentrasi

feromon digunakan sebagai kriteria penilaian, total

waktu selama agen terlibat dalam aktivitas

altruistik lebih pendek dan kurang dipengaruhi oleh

ukuran populasi. Di sisi lain, ketika rumus Lioni,

Theraulaz dan Deneubourg diterapkan, waktu terlibat

dalam perilaku altruistik meningkat terhadap jumlah

agen. Gambar 3.20 membandingkan aspek lain dari

model. Ketika konsentrasi feromon digunakan sebagai

kriteria penilaian, jembatan dibangun di lokasi

yang diperlukan, tetapi ketika rumus dari Lioni,

Theraulaz dan Deneubourg diterapkan, jembatan

dibangun di banyak lokasi selain lokasi yang

dipersyaratkan. Dari Gambar 3.20 juga terlihat

jelas bahwa dengan model Lioni, lebih sedikit agen

Feromon tetangga T

o

t

a

l

W

a

k

t

u

A

l

t

u

r

i

s

m

e Populasi

Page 61: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

54

berada pada keadaan Pencarian karena banyak dari

mereka di keadaan Altruisme.

Gambar 3.20 Perbandingan Lokasi Pembentukan

Jembatan

Prosedur menggunakan rumus dari Lioni dan kawan-

kawan menampilkan kemungkinan perilaku altruistik

yang lebih tinggi di lokasi tempat agen cenderung

berkumpul. Oleh karena itu, perilaku yang lebih

altruistik diharapkan terjadi di dekat lokasi

pencarian makanan dan sarang atau di antara lokasi

tersebut. Dalam model Lioni, perilaku altruistik

dimungkinkan tanpa menemukan lokasi pencarian

makanan dan ini merupakan keuntungan dibandingkan

model yang diusulkan berdasarkan konsentrasi

feromon. Kendati demikian, simulasi hasil

penelitian menunjukkan bahwa dalam hal kinerja,

Feromon

Jembatan tdk

berguna Jembatan

diperlukan

Jembtan

diperlukan

Rumus Rantai

Page 62: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

55

diukur sebagai kecepatan mencari makanan, model

yang diusul

kan lebih unggul dari model Lioni. Alasan yang

mungkin di balik ini bisa jadi karena Lioni dkk.

perhitungan percobaan dilakukan dengan membatasi

situs pembentukan rantai menjadi satu; oleh karena

itu, model mereka tidak dapat langsung diterapkan

pada lingkungan dengan serangkaian situs formasi

jembatan seperti yang digunakan di sini. Oleh

karena itu, dalam pertimbangan biologi semut

tentara, dll., perlu digabungkan model berbasis

konsentrasi feromon dengan kriteria penilaian

lainnya.

3.7.5 Perubahan Strategi Berdasarkan Jumlah Agen

Telah dikonfirmasi bahwa perilaku kelompok semut

tentara dipengaruhi secara serius oleh jumlah semut

yang aktif (Lioni dan Deneubourg, 2004). Misalnya,

jika hanya sedikit semut yang tersedia untuk

pembentukan rantai, rantai tidak terbentuk, tetapi

jika tersedia dalam jumlah besar, rantai terbentuk

di beberapa tempat. Namun, bila jumlah semut aktif

sedang, awalnya beberapa rantai terbentuk. Tetapi

setelah waktu tertentu, perpanjangan sebagian besar

rantai berhenti dan ukuran rantai secara bertahap

berkurang; akhirnya perpanjangan hanya satu rantai

berlanjut. Namun, masih belum jelas bagaimana semut

menghitung jumlah semut di sekitarnya dan bagaimana

jumlah ini memengaruhi perilakunya.

3.7.6 Eksperimen Kooperatif

Untuk memantau pengaruh ukuran kelompok pada

aktivitas agen, maka dilakukan percobaan

Page 63: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

56

menggunakan rumus Lioni dkk, dengan menambahkan

batas minimal ukuran kelompok sebagai syarat

tambahan pembentukan rantai. Skema ini dibandingkan

dengan tidak memperhitungkan ukuran kelompok.

Percobaan dilakukan dengan menggunakan dua peta

yang ditunjukkan pada Gambar 3.21. Hasil percobaan

ditunjukkan pada Gambar 3.22 dan Gambar 3.23. Sumbu

horizontal menunjukkan jumlah agen, dan sumbu

vertikal menunjukkan kinerja dalam hal jumlah item

makanan yang dikumpulkan dalam waktu tertentu.

Dalam Gambar 3.22 dan 3.23, maksud keterangan “Dgn

Memperhatikan Lingkungan” adalah prosedur yang

mempertimbangkan jumlah semut tetangga dan “Tanpa

Memperhatikan Lingkungan” menunjukkan prosedur yang

tidak mempertimbangkan jumlah semut tetangga.

Peta 1 Peta 2

Gambar 3.21 Peta Yang Digunakan Untuk Mempelajari

Keefektifan Jumlah Agen

Pada Peta 1, Gambar 3.21, metode yang tidak

memperhitungkan informasi tentang semut tetangga

menunjukkan kinerja tinggi. Hal ini dikarenakan

kondisi pembentukan jembatan yang santai sehingga

jembatan dapat terbentuk pada tahap awal dan

makanan dapat ditemukan dengan mudah.

Page 64: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

57

Gambar 3.22 Efek Pengetahuan Mengenai Lingkungan

(Peta 1)

Gambar 3.23 Efek Pengetahuan Mengenai Lingkungan

(Peta 2)

Dgn Memperhatikan

Lingkungan Tanpa Memperhatikan

Lingkungan

K

i

n

e

r

j

a

Populasi

Dgn Memperhatikan

Lingkungan

Tanpa Memperhatikan

Lingkungan

K

i

n

e

r

j

a

Populasi

Page 65: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

58

Peta 2, Gambar 3.21, digunakan untuk menyelidiki

apakah perilaku cerdas dapat dicapai dengan

menghindari pembentukan jembatan yang tidak perlu

di mana jalan pintas tidak terlalu diperlukan untuk

pengumpulan makanan. Dalam hal ini, hasil yang

lebih baik diperoleh dengan metode pemeriksaan

jumlah semut tetangga.

Gambar 3.24 menunjukkan bagaimana jembatan

memanjang terhadap waktu untuk Peta 1. Pada Gambar

3.24, keterangan "1" mengacu pada jembatan terbesar

pada saat itu dan keterangan "2" mengacu pada

jembatan terbesar berikutnya. Sumbu horizontal

menunjukkan waktu dan sumbu vertikal menunjukkan

dua jembatan terbesar. Terlihat dari grafik bahwa

pada awalnya beberapa jembatan hidup berdampingan

dan memanjang dengan panjang yang kurang lebih

sama, tetapi akhirnya perbedaannya menjadi lebih

besar. Gambar 3.25 menunjukkan data yang diperoleh

dalam percobaan biologi dalam penelitian Lioni dan

Deneobourg pada tahun 2004. Ketika rantai dibentuk

di dua lokasi, catatan disimpan tentang bagaimana

setiap rantai diperpanjang. Pada Gambar 3.25,

keterangan "1" dan keterangan "2" menunjukkan

ukuran rantai di setiap lokasi.

Seperti yang dapat dilihat dari Gambar 3.24 dan

Gambar 3.25, kurva-kurva ini, yaitu data simulasi

dan data dari eksperimen biologis, terlihat sangat

mirip.

Page 66: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

59

Gambar 3.24 Perubahan Ukuran Jembatan

Gambar 3.25 Perubahan Ukuran Rantai

Waktu

J

u

m

l

a

h

J

e

m

b

a

t

a

n

J

u

m

l

a

h

R

a

n

t

a

i

Waktu

Page 67: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

60

3.7.7 Simulasi Dengan Peran Tetap Yang Ditentukan

Di Awal

Dari percobaan sebelumnya, model memiliki banyak

sifat yang mirip dengan perilaku semut tentara

sebenarnya. Untuk menekankan kesamaan antara agen

pada simulator dan semut tentara yang sebenarnya,

penting untuk membandingkan data eksperimen. Hal

ini bisa dilakukan dengan menyesuaikan perilaku

agen dengan perilaku semut tentara.

Langkah pertama, eksperimen dilakukan menggunakan

simulator yang setiap agen memiliki tugas tetap

yang yang telah diatur di awal. Pemberian tugas

merupakan salah satu perilaku yang diamati pada

semut tentara. Semut tentara memiliki tugas yang

bergantung pada pangkat. Pada simulator yang

digunakan disini, dua peran berbeda untuk agen

dipertimbangkan.

Aturan A: Pencarian dan pengangkutan

(transportasi) makanan

Aturan B: Membangun jembatan untuk memdukung

aturan A

Percobaan dilakukan dengan menugaskan agen untuk

dua peran ini dengan rasio yang berbeda. Gambar

3.26 menunjukkan hasil eksperimen di mana kinerja

dibandingkan dalam hal jumlah item makanan yang

dikumpulkan dalam waktu tertentu. Tingkat 0,1

berarti bahwa 10% dari agen ditugaskan untuk peran

B dalam simulasi. Keterangan “Penugasan Dinamis”

merupakan hasil eksperimen yang diperoleh dari

simulator yang digunakan dalam Bagian 3.7.5 di mana

agen tidak memiliki peran tetap.

Page 68: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

61

Gambar 3.26 Hasil Percobaan Dengan Penetapan Tugas

K

i

n

e

r

j

a

L

e

v

e

l

0.1

L

e

v

e

l

0.2

L

e

v

e

l

0.3

L

e

v

e

l

0.4

L

e

v

e

l

0.5

L

e

v

e

l

0.6

L

e

v

e

l

0.7

L

e

v

e

l

0.8

L

e

v

e

l

0.9

P

e

n

u

g

a

s

a

n

D

I

n

a

m

i

s

Page 69: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

62

Bab 4 Simulasi Pertikel Swarm

Banyak ilmuwan telah mencoba untuk mengungkapkan

perilaku kelompok dari pupolasi burung dan ikan

dengan menggunakan berbagai metode. Dua dari

ilmuwan paling terkenal yaitu Reynolds dan Heppner,

yang mensimulasikan gerakan burung. Reynolds

terpesona oleh keindahan populasi burung (Reynolds,

1987), dan Heppner, seorang ahli zoologi, memiliki

ketertarikan untuk menemukan aturan tersembunyi

dalam persingggahan dan penyebaran populasi burung

(Heppner dan Granader. 1990). Keduanya berbagi

pemahaman yang tajam tentang pergerakan burung yang

tidak dapat diprediksi. Pada level mikroskopis

gerakannya sangat sederhana, seperti terlihat pada

automata seluler, sedangkan pada level makroskopis

gerakannya sangat rumit dan terlihat kacau. Inilah

yang disebut “sifat yang muncul” di bidang

Artificial Life (Alife). Model ini memberi bobot

yang sangat tinggi pada pengaruh individu satu sama

lain. Demikian pula, dalam populasi ikan yang

setiap individu selalu menjaga jarak optimal antara

satu sama lain (lihat Gambar 4.1).

Gambar 4.1 Populasi ikan

Pendekatan yang digunakan disini sesuai dengan

dasar perilaku sosial kelompok burung, ikan, hewan,

dan, dalam hal ini, manusia. Hipotesis yang menjadi

Page 70: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

63

dasar metode optimasi pertikel swarm yaitu

informasi yang paling berguna bagi seorang individu

adalah apa yang dibagikan dari anggota lain dalam

kelompok yang sama. Hal ini akan dijelaskan lebih

rinci pada sub bab 4.3.

Video grafik komputer oleh Reynolds menyatakan

sebuah individu dalam populasi agen disebut "boid".

Setiap boid bergerak sesuai dengan jumlah dari tiga

vektor berikut, yaitu (1) gaya untuk menjauh dari

individu atau halangan terdekat, (2) gaya untuk

bergerak menuju pusat populasi, dan (3) gaya untuk

bergerak menuju tujuannya. Koefisien penyesuaian

dalam penjumlahan ini menghasilkan banyak pola

perilaku. Teknik ini sering digunakan pada efek

khusus video dalam film. Contoh simulasi boid

diberikan pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3. Gambar

4.2 adalah ilustrasi perilaku sederhana dari boid

dan Gambar 4.3 menampilkan situasi jika diberikan

rintangan atau halangan.

Berikut ini adalah detail dari algoritma yang

diikuti boid. Banyak individu (boid) bergerak di

dalam ruang, dan setiap individu memiliki vektor

kecepatan. Tiga faktor di bawah menghasilkan

sekumpulan boid.

1. Hindari tabrakan: upaya untuk menghindari

tabrakan dengan individu-individu terdekat

2. Kecepatan pertandingan: mencoba untuk

mencocokkan kecepatan individu terdekat.

3. Pindah ke tengah: usahakan dikelilingi oleh

individu-individu terdekat.

Setiap boid memiliki “jarak optimal” untuk

menghindari tabrakan, dan berperilaku untuk menjaga

jarak ini dengan tetangga terdekatnya (Rucker,

1993). Tabrakan menjadi perhatian jika jarak antara

boid terdekat menjadi lebih pendek dari "jarak

Page 71: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

64

optimal". Oleh karena itu, untuk menghindari

tumbukan, setiap boid melambat jika boid terdekat

ada di depan dan bertambah cepat jika boid terdekat

ada di belakang yang. Hal ini diilustrasikan pada

Gambar 4.4.

Gambar 4.2 Perilaku sederhana dari beberapa boid

((a)⇒(b) ⇒(c) ⇒(d))

Gambar 4.3 Boid dalam situasi ada rintangan

Page 72: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

65

Gambar 4.4 Tehnik menghindari tabrakan (1)

Gambar 4.5 Tehnik menghindari tabrakan (2)

Jarak optimal juga digunakan untuk mencegah risiko

tersesat dari kawanan. Jika jarak ke boid terdekat

lebih besar dari jarak optimal, setiap boid

bertambah cepat jika boid terdekat ada di depan dan

melambat jika boid berada di belakang. Tehnik

menghindari tabrakan seperti ini diilustrasikan

pada Gambar 4.5.

Pengertian “depan” dan “belakang” pada Gambar 4.4

dan 4.5 adalah di depan atau di belakang garis yang

Page 73: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

66

melintasi mata boid dan tegak lurus dengan arah

pergerakan boid (lihat Gambar. 4.6). Boid mencoba

untuk bergerak sejajar dengan vektor yang sama

dengan tetangga terdekatnya. Di sini, tidak ada

perubahan kecepatan. Selanjutnya boids mengubah

kecepatan agar selalu bergerak menuju pusat kawanan

atau populasi (pusat gravitasi semua boid).

Gambar 4.6 Ilustrasi “depan” atau “belakang” yang

melawati mata boid

Vektor kecepatan �̅�𝒊(𝒕) dari boid ke-𝒊 nilainya

diperbarui pada waktu 𝒕 diberikan pada persamaan

(4.1). Ilustrasi parameter-parameter yang terlibat

dalam perhitungan vektor kecepatan pada persamaan

(4.1) dapat dilihat pada Gambar 4.7.

�̅�𝒊(𝒕) = �̅�𝒊(𝒕 − 𝟏) + 𝑵𝒆𝒙𝒕̅̅ ̅̅ ̅̅ ̅𝒊(𝒕 − 𝟏) + �̅�𝒊(𝒕 − 𝟏), (4.1)

dengan 𝑵𝒆𝒙𝒕̅̅ ̅̅ ̅̅ ̅𝒊(𝒕 − 𝟏) adalah vektor kecepatan dari boid

yang terdekat ke individu 𝒊, �̅�𝒊(𝒕 − 𝟏) adalah vektor

dari individu 𝒊 ke pusat gravitasi dan kecepatan

pada satu waktu sebelumnya, yaitu �̅�𝒊(𝒕 − 𝟏),

depan

belakang

Page 74: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

67

ditambahkan untuk memasukkan momen inersia ke dalam

perhitungan.

Gambar 4.7 Perbaharuan Vektor Kecepatan

Gambar 4.8 menunjukkan bahwa setiap boid memiliki

bidang pandangnya sendiri dan mempertimbangkan boid

dalam pandangannya saat mencari tetangga terdekat.

Namun, koordinat semua boid, termasuk yang tidak

terlihat, digunakan untuk menghitung pusat

gravitasi. Kennedy dan Eberhart (1995) merancang

algoritma optimasi yang efektif menggunakan

mekanisme boid-boid dibelakang. Algoritma ini

disebut particle swarm optimization (PSO).

Penjelasan lebih Detail diberikan pada sub bab 4.3.

Boid terdekat

𝑵𝒆𝒙𝒕̅̅ ̅̅ ̅̅ ̅𝒍(𝒕 − 𝟏)

�̅�𝒍(𝒕 − 𝟏)

�̅�𝒍(𝒕 − 𝟏)

Pusat gravitasi

Pusat gravitasi

Page 75: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

68

Gambar 4.8 Setiap boid memiliki bidang pandang

masing-masing

4.1 Simulasi Boid-Boid dengan Swarm

Pada persamaan 4.1 telah diberikan rumus untuk

memperbaharui kecepatan boid. Program yang paling

mudah untuk menghitung nilai persamaan 4.1 adalah

dengan metode “step” dari Bug.java sebagai beikut:

// jumlah boid pada bidang pandang disubitusi

// kedalam “Num” pada garis di bawah ini

𝒈𝑿 /= Num;

𝒈𝒀 /= Num;

// koordinat pusat gravitasi adalah (𝒈𝑿, 𝒈𝒀).

// pada baris di atas,

// koordinat boid terdekat adalah (𝒎𝒊𝒏𝑫𝒙, 𝒎𝒊𝒏𝑫𝒚).

Bug nearestBug = (Bug)world.getObjectAtX$Y

((minDX)+worldXSize)%worldXSize,

(minDY)+worldYSize)%worldYSize); // boid terdekat disimpan dalam nearestBug

Page 76: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

69

// arah pusat gravitasi disimpam dalam variabel ini

Float gVX = 0.0f, gVY = 0.0f;

Float tmp = (float)Math.sqrt((float)((gX - xPos)*(gX -

xPos)+(gY - yPos)*(gY - yPos)));

gVX = (float)(gX - xPos) / tmp;

gVY = (float)(gY - yPos) / tmp;

// (xPos, yPos) adalah posisi boid saat ini.

float sVX = 0.0f, sVY = 0.0f

//memperoleh vektor kecepatannya sendiri

sVX = (float)Math.cos( direction );

sVY = (float)Math.sin( direction );

float nVX = 0.0f, nVY = 0.0f //memperoleh vektor kecepatan boid terdekat

nVX = (float)Math.cos( nearestBug.direction );

nVY = (float)Math.sin( nearestBug.direction );

float fVX, fVY //memperoleh vektor arah yang baru

fVY = gravityWeight * gVY + sVY + nearWeight * nVY;

newDirection = Vector2Direction( fVX, fVY );

float dX = (float)(minDX - xPos);

float dY = (float)(minDY - yPos); // dari posisi saat ini

// memperoleh vektor arah terhadap boid terdekat

Float inner = dX * fVX + dY * fVY; // digunakan untuk menetukan kedekatan

Float nearestDist = (float)Math.sqrt( dX * dX + dY *

dY);

// mengganti kelajuan baru “new speed”

// dengan kelajuan saat ini “”speed”

if( inner > 0 ){ // jika boid terdekat didepan

dirinya

if( nearestDist > optDistance ){

newSpeed = speed * accel; // laju bertambah

else

Page 77: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

70

newSpeed = speed / accel; // laju berkurang

}

}else{ // jika boid terdekat dibelakang dirinya

If( nearestDist > optDistance ){

newSpeed = speed / accel;

// laju berkurang

}else{

newSpeed = spedd * accel;

// laju bertambah

}

}

}

Selanjutnya diperoleh koordinat boid yang baru

(newX, newY).

newX = xPos + (int)( newSpeed * Math.cos

(newDirection));

newY = yPos + (int)( newSpeed * Math.sin

(newDirection));

Perhatikan bahwa perilaku grup boid sedikit berbeda

dengan mengubah gravityWeight dan nearWeight ke

berbagai nilai. Selain itu, versi tambahan boid

juga menyediakan hal berikut:

• Memperkenalkan dua jenis suku / ras boid.

• Menempatkan hambatan dalam peta.

4.2 Swarm Chemistry

Swarm Chemistry adalah sistem yang dirancang oleh

Sayama (2009) untuk memodelkan dan mensimulasikan

perilaku kelompok, misalnya populasi ikan dan

semut.

Agen dalam Swarm Chemistry bergerak dalam ruang dua

dimensi sesuai dengan aturan sederhana berdasarkan

Page 78: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

71

sejumlah parameter. Vektor posisi 𝑿𝒊′ dan vektor

kecepatan 𝑽𝒊′ pada langkah selanjutnya, agen dalam

populasi ditentukan dari vektor posisi saat ini 𝑿𝒊

dan vektor kecepatan 𝑽𝒊 sesuai dengan proses

berikut.

1. Cari agen terdekat terhadap agen 𝑿𝒊 dengan

jarak Euclidean kurang dari 𝒓.

2. Jika tidak ada agen di dekatnya, nilai acak

[−0.5, 0.5] ditambahkan ke komponen 𝒙 dan 𝒚

pada percepatan dari 𝑿𝒊 yaitu 𝑨𝒊.

3. Jika paling sedikit ada satu agen di

dekatnya, percepatan dari 𝑿𝒊 yaitu 𝑨𝒊

diperbarui menggunakan persamaan (4.2),

dengan �̅�𝒊 adalah posisi rata-rata dari agen-

agen terdekat dan �̅�𝒊 adalah kecepatan rata-

rata dari agen-agen terdekat.

𝑨𝒊 = 𝒄𝟏(𝑿𝒊 − �̅�𝒊) + 𝒄𝟐(𝑽𝒊 − �̅�𝒊) + 𝒄𝟑 ∑(𝑿𝒊 − 𝑿𝒋)

|𝑿𝒊 − 𝑿𝒋|𝟐⁄𝑵

𝒋=𝟏 (4.2)

Sebagai tambahan, nilai acak [−0.5, 0.5]

ditambahkan ke komponen 𝒙 dan 𝒚 pada

percepatan dari 𝑿𝒊 yaitu 𝑨𝒊 dengan

probabilitas sebesar 𝒄𝟒.

4. Tambahkan 𝑨𝒊 ke 𝑽𝒊′.

5. Jika |𝑽𝒊′| > 𝒗𝒎, kalikan 𝑽𝒊

′ dengan sebuah nilai

konstan nilai sehingga nilai absolut menjadi

𝒗𝒎.

6. Memperbaharui 𝑽𝒊′ menggunakan persamaan (4.3).

𝑽𝒊′ ← 𝒄𝟓 (

𝒗𝒏

|𝑽𝒊′| ∙ 𝑽𝒊

′⁄ ) + (𝟏 − 𝒄𝟓)𝑽𝒊′ (4.3)

7. Lakukan prosedur di atas untuk semua agen.

Page 79: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

72

8. Ganti kecepatan, 𝑽𝒊, setiap agen dengan 𝑽𝒊′

untuk memperbarui kecepatan.

9. Tambahkan 𝑽𝒊 ke posisi setiap agen 𝑿𝒊 untuk

mendapatkan posisi di langkah 𝑿𝒊′ berikutnya.

Ada delapan parameter kontrol dalam proses

pembaruan, yaitu 𝒓, 𝒗𝒏, 𝒗𝒎, 𝒄𝟏, 𝒄𝟐, 𝒄𝟑, 𝒄𝟒, 𝒄𝟓. Penggunaan

beberapa populasi dengan parameter berbeda

menghasilkan interaksi antar populasi, dan perilaku

kompleks dapat diamati.

Populasi yang ditunjukkan pada Gambar 4.9 adalah

contoh perilaku yang muncul dari sistem ini, di

mana sekelompok swarm berputar mengelilingi

kelompok swarm lainnya. Parameter kontrolnya adalah

60∗{73.03, 0.61, 5, 0.75, 0.17, 28.81, 0.32, 0.37}

140∗{93.28, 5.15, 10.71, 0.64, 0.58, 96.71, 0.07,

0.41}

dengan 60 dan 140 adalah jumlah boid dari setiap

populasi.

Gambar 4.9 Perilaku dalam Swarm Chemistry (1)

Page 80: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

73

Gambar 4.10 menunjukkan perilaku dimana grup swarm

besar dipantulkan ke dinding dan kadang-kadang

tertarik pada gerombolan kecil. Parameter-parameter

kontrolnya adalah

164∗{52.86, 9.69, 13.19, 0.93, 0.5, 23.84, 0.3,

0.85}

36∗{73.31, 0.76, 3.47, 0.35, 0.32, 7.47, 0.09,

0.22}

Gambar 4.10 Perilaku dalam Swarm Chemistry (2)

Gambar 4.11 adalah sebuah tangkapan layar dari

sebuah sistem dimana parameter-paramter kontrol

melalui Interactive Evolutionary Computation (IEC)

untuk mendapatkan sistem yang berperilaku sesuai

preferensi pengguna. Sistem ini adalah applet Java

yang tersedia secara online pada situs http:

//www.iba.t.utokyo.ac.jp/~akio/swarm_chemistry.html

. Seorang pengguna mengamati perilaku dua sistem ke

kanan dan ke kiri, dan memilih sistem yang disukai.

Pengulangan dengan membandingkan secara pasangan

seperti itu akan mengoptimalkan parameter mendekati

nilai yang disukai pengguna. Ketika sebuah sistem

yang sangat dekat dengan apa yang diinginkan

pengguna muncul, pengguna dapat menyesuaikannya

Page 81: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

74

dengan menekan tombol "Mode Pencarian Lokal" di

bagian atas.

Gambar 4.11 Sebuah Tangkapan Layar dari

Swarm Chemistry

4.3 Optimasi Partikel Swarm (OPS)

Sub bab ini membahas metode optimasi partikel Swarm

(OPS). OPS adalah algoritma dari bidang Swarm

Intelligence. OPS pertama kali dijelaskan oleh

Kennedy dan Eberhart (1995) sebagai alternatif

untuk algoritma genetik. Algoritma untuk OPS

disusun berdasarkan pengamatan perilaku sosial

tertentu pada hewan atau serangga kelas bawah.

Berbeda dengan konsep modifikasi kode genetik

menggunakan operasi genetik seperti yang digunakan

di algortima genetik, dalam OPS individu-individu

yang bergerak disebut partikel di mana gerakan

selanjutnya dari individu ditentukan oleh gerakan

individu itu sendiri dan gerakan dari individu-

individu disekitarnya. OPS memiliki kemampuan yang

sama dengan algoritma genetik untuk masalah

pengoptimalan fungsi.

Sisi Kiri Sisi Kanan Mode Pencarian Lokal

Page 82: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

75

Di bawah ini dijelaskan asal mula OPS, prosedur

OPS, perbandingan efisiensi pencarian dengan

algoritma genetik, dan memberikan beberapa contoh

penerapan OPS.

4.3.1 Algoritma Optimasi Partikel Swarm (OPS)

OPS klasik pertama kali diusulkan untuk diterapkan

pada masalah pengoptimalan. OPS mensimulasikan

gerakan sejumlah besar individu atau partikel yang

bergerak dalam ruang multi-dimensi (Kennedy dan

Eberhart, 1995). Setiap individu menyimpan vektor

lokasinya sendiri (�⃗⃗� 𝒊), vektor kecepatan (�⃗⃗� 𝒊), dan

posisi di mana individu tersebut memperoleh nilai

kebugaran tertinggi (�⃗⃗� 𝒊). Semua individu juga

berbagi informasi mengenai posisi dengan nilai

kebugaran tertinggi untuk grup (�⃗⃗� 𝒒).

Pada tahapan selanjutnya, kecepatan setiap individu

diperbarui menggunakan lokasi terbaik secara

keseluruhan yang diperoleh hingga waktu saat ini

untuk seluruh grup dan lokasi terbaik yang

diperoleh hingga waktu saat ini untuk individu

tersebut. Pembaharuan kecepatan dilakukan

menggunakan rumus pada persamaan (4.4).

�⃗⃗� 𝒊 = 𝝌(𝝎�⃗⃗� 𝒊 + 𝝓𝟏 ∙ (�⃗⃗� 𝒊 − �⃗⃗� 𝒊) + 𝝓𝟐 ∙ (�⃗⃗� 𝒒 − �⃗⃗� 𝒊)). (4.4)

Koefisien yang digunakan pada persamaan (4.4)

adalah koefisien konvergensi 𝝌, yaitu sebuah nilai

acak antara 0.9 dan 1.0, serta koefisien atenuasi

𝝎, sedangkan 𝝓𝟏 dan 𝝓𝟐 adalah nilai acak yang unik

untuk masing-masing individu dan dimensi, dengan

nilai maksimum 2. Jika pada saat perhitungan

kecepatan melebihi batas tertentu, maka nilai

kecepatan diganti dengan kecepatan maksimum, 𝑽𝒎𝒂𝒙.

Prosedur ini dilakukan untuk menjamin bahwa

Page 83: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

76

individu berada di dalam wilayah pencarian selama

proses pencarian.

Lokasi masing-masing individu diperbarui di setiap

tahapan dengan rumus pada persamaan 4.5.

�⃗⃗� 𝒊 = �⃗⃗� 𝒊 + �⃗⃗� 𝒊 (4.5)

Gambar 4.12 Bagan Alir Algoritma

Optimasi Partikel Swarm

Bagan Alir (flow chart) keseluruhan optimasi

partikel swarm ditunjukkan pada Gambar 4.12. Gambar

4.13 menunjukkan gerakan spesifik masing-masing

individu. Populasi burung yang terdiri dari

sejumlah burung diasumsikan sedang terbang, langkah

1 memfokuskan pada gerakan salah satu individu.

Pada Gambar 4.13 langkah 1, simbol О dan segmen

garis penghubung menunjukkan posisi dan jalur

Page 84: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

77

seekor burung. Pada langkah 2 di Gambar 4.13,

simbol ⊚ terdekat pada jalur burung itu sendiri

menunjukkan posisi dengan nilai fitness tertinggi

dalam jalurnya. Simbol ⊚ di jalur burung lain

menandai posisi dengan nilai fitness tertinggi

untuk populasi. Keadaan selanjutnya akan tercapai

dalam arah yang ditunjukkan oleh panah pada Langkah

3. Vektor 1 menunjukkan arah yang diikuti pada

langkah sebelumnya; vektor 2 diarahkan ke posisi

dengan nilai fitness tertinggi untuk populasi; dan

vektor 3 menunjukkan lokasi di mana individu

memperoleh nilai fitness tertinggi pada jalur yang

telah ditempuh. Jadi, semua vektor ini, 1, 2, dan

3, pada Langkah 3 dijumlahkan untuk mendapatkan

arah pergerakan sebenarnya pada langkah berikutnya

seperti ditunjukkan pada langkah 4 di Gambar 4.13.

Simulator tersedia untuk menyelidiki proses

pencarian OPS. Gambar 4.14 adalah tangkapan layar

dari simulator tersebut. Jenis pencarian PSO

seperti ini tentunya memiliki efisiensi yang tinggi

karena pencarian terfokus pada dekat solusi optimal

terdekat yang tersedia dalam ruang pencarian yang

relatif sederhana. Namun, algoritma PSO kanonik

sering terjebak pada optimal lokal dalam masalah

multimodal. Oleh karena itu, diperlukan adaptasi

untuk menerapkan OPS pada permasalahan yang

memiliki beberapa nilai optimal lokal.

Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, OPS dapat

diintegrasikan dengan algoritma genetik (Higashi

dan Iba, 2003). OPS hibrida tidak mengikuti proses

di mana setiap individu dari OPS sederhana

berpindah ke posisi lain di dalam area pencarian

dengan probabilitas yang telah ditentukan tanpa

dipengaruhi oleh individu lain, tetapi meninggalkan

ambiguitas tertentu dalam transisi ke tahapan

Page 85: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

78

berikutnya karena mutasi Gaussian. Teknik ini

menggunakan persamaan berikut:

Gambar 4.13 Cara Burung Terbang

Langkah 1

Langkah 2

Langkah 3

Langkah 4

Page 86: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

79

𝒎𝒖𝒕(𝒙) = 𝒙 × (𝟏 + 𝑮𝒂𝒖𝒔𝒔𝒊𝒂𝒏(𝝈)), (4.6)

dengan 𝝈 diatur menjadi 0,1 kali panjang ruang

pencarian dalam satu dimensi. Individu dipilih pada

probabilitas yang telah ditentukan dan posisinya

ditentukan pada probabilitas di bawah distribusi

Gaussian. Pencarian luas dimungkinkan pada tahap

pencarian awal dan efisiensi pencarian ditingkatkan

pada tahap tengah dan akhir secara bertahap dengan

mengurangi rasio penampilan mutasi Gaussian pada

tahap awal. Gambar 4.14 menunjukkan proses

pencarian PSO dengan mutasi Gaussian. Pada Gambar

4.14, 𝑽𝒍𝒃𝒆𝒔𝒕 merepresentasikan kecepatan berdasarkan

lokal terbaik, yaitu 𝒑𝒊⃗⃗ ⃗ − 𝒙𝒊⃗⃗ ⃗ dalam persamaan (4.4),

sedangkan 𝑽𝒈𝒃𝒆𝒔𝒕 mewakili kecepatan berdasarkan

global terbaik, yaitu 𝒑𝒈⃗⃗⃗⃗ ⃗ − 𝒙𝒊⃗⃗ ⃗.

Gambar 4.14 Konsep Proses Pencarian PSO

dengan mutasi Gaussian

Modifikasi pencarian titik

Modifikasi pencarian titik

Tahapan

Page 87: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

80

Bab 5 Simulasi Cellular Automata

Matematikawan terkemuka John von Neumann

mempelajari automata yang mereproduksi diri pada

tahun 1946, tak lama sebelum kematiannya. Ia

menemukan bahwa reproduksi diri dimungkinkan dengan

29 sel, dan membuktikan bahwa mesin tidak hanya

dapat mereproduksi dirinya sendiri, tetapi juga

dapat membuat mesin yang lebih kompleks dari

dirinya sendiri. Penelitian berhenti karena

kematiannya; namun, pada tahun 1966, Arthur Burks

mengedit dan menerbitkan manuskrip von Neumann.

John Conway, seorang matematikawan Inggris,

mengembangkan karya von Neumann dan pada tahun

1970, memperkenalkan Game of Life, yang menarik

minat yang sangat besar. Beberapa orang menjadi

"peretas Game of Life," programmer dan desainer

lebih tertarik untuk mengoperasikan komputer

daripada makan. Peretas di MIT (Massachusetts

Institute of Technology) meneliti Game of Life

dengan teliti, dan hasilnya berkontribusi pada

kemajuan dalam ilmu komputer dan kecerdasan buatan.

Konsep Game of Life berkembang menjadi “cellular

automaton” (CA), yang masih banyak dipelajari di

bidang artificial life. Sebagian besar penelitian

tentang artificial life memiliki banyak kesamaan

dengan dunia tempat peretas bermain di masa-masa

awal komputer.

Game of Life dimainkan pada petak kotak berukuran

sama (sel). Setiap sel bisa "aktif" atau

"nonaktif". Ada delapan sel yang berdekatan untuk

setiap sel dalam kisi dua dimensi (atas dan bawah,

kiri dan kanan, empat diagonal). Ini disebut

lingkungan Moore. Keadaan di langkah berikutnya

ditentukan oleh aturan yang diuraikan dalam Tabel

t.1. Status "aktif" bersesuaian dengan "•" dalam

sel, sedangkan status "tidak aktif" berarti kosong.

Page 88: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

81

Pola-pola menarik berikut dapat diamati dengan

aturan-aturan ini.

Tabel 5.1 Status Sel Pada Langkah Berikutnya

Status sel saat

ini

Status sel

tetangga

Status pada

langkah

berikutnya

Aktif Dua atau tiga

adalah aktif

Aktif

Kasus lain Tidak aktif

Tidak aktif Tiga adalah

aktif

Aktif

Kasus lain

Tidak aktif

(1) Pola menghilang (tiga serangkai membentuk

diagonal )

menghilang

(2) Pola stabil (blok ukuran 2 x 2)

Tetap stabil

(3) Sakelar dua-keadaan (Flicker, di mana tiga

serangkai vertikal dan tiga serangkai

horizontal muncul secara bergantian)

Berulang

Page 89: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

82

(4) Glider (pola bergerak ke satu arah)

Bergerak ke

kanan bawah

"Pemakan" yang menghentikan glider dan "senjata

glider" yang menembak glider dapat ditentukan, dan

senjata glider dihasilkan oleh tabrakan glider.

Kemampuan mengatur diri seperti itu berarti bahwa

Game of Life dapat digunakan untuk mengonfigurasi

mesin Turing universal. Gerbang logika fundamental

(AND, OR, NOT) terdiri dari baris glider dan pola

menghilang, sedangkan pola blok stabil digunakan

sebagai memori. Namun, jumlah sel yang dibutuhkan

dalam sistem yang mengatur dirinya sendiri

diperkirakan sekitar 10 triliun (3 juta × 3 juta).

Ukurannya akan menjadi persegi yang panjang

sisinya 3 km, jika setiap sel berukuran 1 mm2.

Perhatikan Game of Life satu dimensi, salah satu

automata seluler paling sederhana. Urutan sel satu

dimensi pada waktu 𝒕 dinyatakan pada (5.1).

𝒂𝟏𝒕 , 𝒂𝟐

𝒕 , 𝒂𝟑𝒕 , ⋯. (5.1)

Di sini, setiap variabel hanya dapat bernilai 0

(tidak aktif) atau 1 (aktif). Aturan umum yang

digunakan untuk menentukan keadaan 𝒂𝒊𝒕+𝟏 pada sel

ke-𝒊 dan waktu 𝒕 + 𝟏 dapat dituliskan sebagai fungsi

𝑭 keadaan pada waktu 𝒕 seperti persamaan (5.2).

𝒂𝒕+𝟏𝒊 = 𝑭(𝒂𝒕

𝒊−𝒓, 𝒂𝒕𝒊−𝒓+𝟏,⋯ , 𝒂𝒕

𝒊 , ⋯ , 𝒂𝒕𝒊+𝒓−𝟏, 𝒂𝒕

𝒊+𝒓), (5.2)

Page 90: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

83

dengan 𝒓 adalah radius atau rentang sel yang

memengaruhi sel tersebut. Misalnya, jika r = 1 maka

persamaan (5.2) menjadi persamaan (5.3).

𝒂𝒕+𝟏𝒊 = 𝒂𝒕

𝒊−𝟏 + 𝒂𝒕𝒊 + 𝒂𝒕

𝒊+𝟏(𝐦𝐨𝐝 𝟐). (5.3)

Persamaan (5.3) menghasilkan penetapan keadaan

selanjutnya sebagai berikut:

waktu 𝒕 : 0010011010101100

waktu 𝒕 + 𝟏 : *11111001010001*

Masalah yang menarik adalah tugas menemukan aturan

mayoritas. Tugasnya adalah menemukan aturan yang

pada akhirnya akan berakhir dengan urutan semua 1

(0) jika mayoritas sel adalah 1 (0) dengan jari-

jari minimum (𝒓). Hal tersebut dimungkinkan untuk

urutan biner satu dimensi dengan panjang tertentu.

Solusi umum untuk masalah ini tidak diketahui.

Contoh yang terkenal adalah masalah aturan

mayoritas dengan panjang 149 dan radius 3.

Masalahnya dikurangi menjadi mencari fungsi yang

memberikan 1 atau 0 ke input dengan 7 bit (= 3 + 1

+ 3, radius 3 ditambah dirinya sendiri); oleh

karena itu, ruang fungsinya adalah 𝟐𝟐𝟕.

Bagaimana Cellular Automata (CA) mendapatkan solusi

untuk masalah mayoritas?

Salah satu metodenya adalah dengan mengubah warna

(hitam atau putih) sel ke sebagian besar sel

tetangganya. Akan tetapi, metode ini tidak bekerja

dengan baik, seperti yang ditunjukkan pada Gambar

5.1 karena menghasilkan pola tetap yang terbagi

menjadi hitam dan putih.

Pada tahun 1978, Gacs, Kurdyumov, dan Levin (GKL)

menemukan aturan tentang masalah ini. Lawrence

Page 91: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

84

Davis memperoleh versi perbaikan dari aturan ini

pada tahun 1995, dan Rajarshi Das mengusulkan

modifikasi lain. Ada juga penelitian untuk

menemukan aturan yang efektif melalui algoritma

genetik atau pemprograman genetik. Konsep fungsi

Boolean diterapkan saat pemprograman genetik

digunakan. Nilai fitness ditentukan oleh persentase

urutan yang diproses dengan benar dari 1000 urutan

yang dibuat secara acak dengan panjang 149.

GAMBAR 5.1 (Lihat Sisipan Warna): CA melakukan

pemungutan suara mayoritas

Tabel 5.2 adalah rangkuman aturan dari berbagai

metode. Tabel 5.2 menampilkan aturan transisi dari

0000000 ke 1111111 dalam bentuk 128 bit. Dengan

kata lain, jika bit pertama adalah 0,

𝑭(𝟎𝟎𝟎 𝟎 𝟎𝟎𝟎) = 𝟎.

Tabel 5.3 adalah perbandingan dari aturan-aturan

yang berbeda. Aturan yang diperoleh dengan

menggunakan pemprograman genetik sangat efektif,

untuk referensi lebih detail menganai penelitian

ini dapat dilihat pada Andre, Bennett dan Koza

(1996).

Page 92: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

85

Tabel 5.2 Aturan Mayoritas

Nama (Tahun) Aturan Transisi

GKL (1978) 00000000 01011111 00000000 01011111

00000000 01011111 00000000 01011111

00000000 01011111 11111111 01011111

00000000 01011111 11111111 01011111

Davis

(1995)

00000000 00101111 00000011 01011111

00000000 00011111 11001111 00011111

00000000 00101111 11111100 01011111

00000000 00011111 11111111 00011111

Das

(1995)

00000111 00000000 00000111 11111111

00001111 00000000 00001111 11111111

00001111 00000000 00000111 11111111

00001111 00110001 00001111 11111111

Pemprograman

Genetik

(1995)

00000101 00000000 01010101 00000101

00000101 00000000 01010101 00000101

01010101 11111111 01010101 11111111

01010101 11111111 01010101 11111111

Tabel 5.3 Performa Masalah Mayoritas

Aturan Performa Jumlah Pengujian

GKL 81.6% 𝟏𝟎𝟔

Davis 81.8% 𝟏𝟎𝟔

Das 82.178% 𝟏𝟎𝟕 Algoritma

Genetik

76.9% 𝟏𝟎𝟕

Pemprograman

Genetik

82.326% 𝟏𝟎𝟕

Gambar 5.2 menunjukkan bagaimana cellular automata

yang diperoleh dari algoritma genetik dapat

menyelesaikan masalah ini dengan baik (Mitchell,

2001). Daerah yang awalnya didominasi oleh sel

hitam atau putih menjadi daerah yang sepenuhnya

ditempati oleh sel hitam atau putih. Garis vertikal

selalu ada di lokasi di mana wilayah hitam di kanan

bertemu dengan wilayah putih di kanan. Sebaliknya,

bidang segitiga dengan pola papan catur terbentuk

Page 93: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

86

di mana bidang putih di kanan bertemu dengan bidang

hitam di kanan.

GAMBAR 5.2: Perilaku CA dari Hasil

Algoritma Genetik

Dua tepi dari wilayah segitiga yang tumbuh di

tengah dengan pola papan catur tumbuh dengan

kecepatan yang sama, dengan jarak yang sama per

satuan waktu. Tepi kiri meluas hingga bertabrakan

dengan batas vertikal. Tepi kanan nyaris

menghindari batas vertikal di sebelah kiri

(perhatikan bahwa tepi kanan dan kiri terhubung).

Oleh karena itu, tepi kiri dapat memanjang lebih

pendek, yang berarti panjang bidang putih yang

dibatasi tepi kiri lebih pendek daripada panjang

bidang hitam yang dibatasi tepi kanan. Tepi kiri

menghilang di titik tabrakan, memungkinkan daerah

hitam tumbuh. Selanjutnya, kedua sisi menghilang

pada puncak bawah dan seluruh baris kisi menjadi

Tabrakan

Page 94: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

87

hitam, menunjukkan bahwa jawaban yang benar

diperoleh.

Melanie Mitchell (2001) menganalisis struktur

pemrosesan informasi pada cellular automata yang

berkembang melalui algoritma genetik dengan

menggunakan perilaku sistem dinamis. Batas antara

wilayah sederhana (tepi dan batas vertikal)

dianggap sebagai pembawa informasi, dan informasi

diproses ketika batas ini bertabrakan. Gambar 5.3

hanya menunjukkan batas-batas pada Gambar 5.2.

Garis batas ini disebut "partikel" (mirip dengan

partikel dasar di ruang awan yang digunakan dalam

fisika). Partikel diwakili oleh huruf Yunani

mengikuti tradisi dalam fisika. Enam partikel

dihasilkan pada cellular automata ini. Setiap

partikel mewakili tipe batas yang berbeda.

Misalnya, 𝜼 adalah batas antara bidang hitam dan

bidang berpola papan catur. Sejumlah tumbukan

partikel dapat diamati. Sebagai contoh, 𝜷 + 𝜸

menghasilkan pembentukan partikel baru 𝜼, dan kedua

partikel hilang dalam 𝝁 + 𝜼.

Sangat mudah untuk memahami bagaimana informasi

dikodekan dan dihitung ketika perilaku cellular

automata diekspresikan dalam bahasa partikel.

Misalnya, partikel 𝜶 dan 𝜷 dikodekan dengan

informasi berbeda pada konfigurasi awal. Partikel 𝜸

mengandung informasi bahwa, ini adalah batas dengan

daerah putih, dan partikel 𝝁 adalah perbatasan

dengan daerah putih. Ketika sebuah partikel 𝜸

bertabrakan dengan partikel 𝜷 sebelum bertabrakan

dengan partikel 𝝁, ini berarti bahwa informasi yang

dibawa oleh partikel 𝜷 dan 𝜸 menjadi terintegrasi,

menunjukkan bahwa wilayah putih besar awal lebih

kecil daripada wilayah hitam besar awal yang

berbagi batas. Ini dikodekan menjadi partikel 𝜼

yang baru dibuat.

Page 95: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

88

Stephen Wolfram (2002) secara sistematis

mempelajari pola yang terbentuk ketika aturan yang

berbeda dengan persamaan (5.2) digunakan. Stephen

mengelompokkan pola yang dihasilkan oleh satu

dimensi cellular automata menjadi empat kelas.

Gambar 5.3: Perilaku Cellular Automata dari

tumbukan partikel

Kelas I Semua sel kembali ke tahap yang sama

dan pola awal menghilang. Misalnya,

semua sel menjadi hitam atau semua sel

menjadi putih.

Kelas II Pola tersebut menyatu menjadi pola

bergaris yang tidak berubah atau pola

yang berulang secara berkala.

Kelas III Muncul pola yang periodik atau tak

periodik.

Kelas IV Perilaku kompleks diamati, seperti pola

menghilang atau pola periodik atau tak

periodik.

Page 96: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

89

Contoh pola ini ditunjukkan pada Gambar 5.4.

Berikut adalah aturan di balik pola-pola ini dengan

radius 1:

Kelas I : Aturan 0

Kelas II : Aturan 245

Kelas III : Aturan 90

Kelas IV : Aturan 110

Gambar 5.4 Contoh Pola

Contoh pola yang diperlihatkan pada Gambar 5.4

menggunakan aturan transisi yang dinyatakan dalam

bit 𝟐𝟐𝟑 mulai dari 000 sampai 111 dan jumlah

aturannya adalah desimal yang ekuivalen dengan bit

(b) Kelas II (a) Kelas I

(b) Kelas III (b) Kelas IV

Page 97: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

90

tersebut. Misalnya, aturan transisi untuk aturan

110 di Kelas IV adalah sebagai berikut:

𝟎𝟏𝟏𝟎𝟏𝟏𝟏𝟎𝒃𝒊𝒏𝒂𝒓𝒚 = 𝟐 + 𝟐𝟐 + 𝟐𝟑 + 𝟐𝟓 + 𝟐𝟔 = 𝟏𝟏𝟎𝒅𝒆𝒔𝒊𝒎𝒂𝒍.

Kauffman (1993) mengajukan konsep "edge of chaos"

untuk perilaku cellular automata. Konsep ini

merepresentasikan pola Kelas IV di mana pola

periodik dan tak periodik, serta pola tak beraturan

diulang. Hipotesis yang berhasil dalam kehidupan

artifisial adalah " life on the edge of chaos ".

5.1 Kelas Conway dengan Swarm

Kelas standar untuk mendeskripsikan cellular

automata adalah kelas ConwayLife2dImpl. Keuntungan

menggunakan kelas Conway adalah

(1) mudah mendeskripsikan sebuah sel automata.

(2) Memungkinkan untuk eksekusi pembaharuan

aturan dengan lebih cepat.

Sebagai contoh, perhatikan game of life pada Gambar

5.5. Anda mungkin menebak bahwa dalam permainan ini

sel tersebar di seluruh sisi persegi dengan aturan

1 adalah hidup (1, aktif) atau 0 adalah mati (0,

tidak aktif). Status sel diperbarui dengan aturan

berikut:

(1) Jika sel dalam keadaan mati, maka sel akan

hidup kembali jika dari delapan tempat di

sekitarnya ada tiga yang hidup.

(2) Jika sel dalam keadaan hiuup, maka sel akan

tetap hidup di waktu berikutnya jika dari

delapan tempat sekitarnya dua atau tiga

masih hidup. Jika tidak, keadaan sel

menjadi mati.

Page 98: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

91

Gambar 5.5 Game of Life

Seperti sebelumnya, implementasi dengan

mengalokasikan satu Bug (objek) ke dalam satu sel

juga dapat dilakukan. Dalam kasus ini, aturan

pembaruan dijelaskan dalam metode "step" dari

Bug.java sebagai berikut. Ini dapat dianggap

sebagai aplikasi dari simpleObserverBug2.

Public void step(){

Int i.j;

Int sx.sy;

Int num = 0;

Bug b;

Page 99: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

92

// Jumlah sel hidup di sekitarnya diperoleh dengan

'' sum ''

for(i = xPos – 1; i < xPos + 2, i++){

for(j = yPos – 1; j < yPos + 2, j++){

if(!(i == xPos && j == yPos)){

sx = (i+worldXSize)%worldXSize;

sy = (j+worldYSize)%worldYSize;

b=(Bug) world.getObjectAtX$Y(sx, sy);

if (b.isAlive()) num++;

}

}

}

// Eksekusi aturan pembaruan hidup dan mati

if(is_alive){

if(num == 2 || num == 3){

next_is_alive = true;

}else{

next_is_alive = false;

}

}else{

if(num == 3){

next_is_alive = true;

}else{

next_is_alive = false;

}

}

}

Di sisi lain, menulis bidang kisi dan aturan dalam

satu kelas menggunakan ConwayLife2dImpl juga

dimungkinkan. Berikut ini adalah metode stepRule di

dalam ConwayWorld.java. Di sini, semua koordinat

dinyatakan dengan (x, y),

Sum += this.getValueAtX$Y(xm1, ym1); // kiri bawah

Sum += this.getValueAtX$Y(x, ym1); // bawah

Page 100: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

93

Sum += this.getValueAtX$Y(xp1, ym1); // kanan bawah

Sum += this.getValueAtX$Y(xm1, y); // kiri

Sum += this.getValueAtX$Y(xp1, y); // kanan

Sum += this.getValueAtX$Y(xm1, yp1); // kiri atas

Sum += this.getValueAtX$Y(x, yp1); // atas

Sum += this.getValueAtX$Y(xp1, yp1); // kanan atas

Berikut ini adalah kode untuk menghitung jumlah

nyawa (1) dalam sel di delapan tetangga.

xm1 = (x + xsize - 1) % xsize; // kiri

xp1 = (x + 1) % xsize; // kanan

ym1 = (y + ysize - 1) % ysize; // bawah

yp1 = (y + 1) % ysize; // atas

Pembagian dengan xsize dan ysize adalah untuk

mendapatkan sisa karena dianggap menghubungkan

vertikal dan horizontal (struktur torus) bidang

kisi. Selain itu, bagian di bawah ini adalah untuk

menghitung keadaan selanjutnya:

if(this.getValueAtX$Y(x,y)==1) // apakah sel hidup

(1)?

newState = (sum == 2 || sum == 3) ? 1 : 0;

else // jika sel mati (0)

newState = (sum == 3) ? 1 : 0;

Gambar 5.6 adalah hasil implementasi cellular

automata dengan menerapkan Bug. Program ini adalah

Contoh automata satu dimensi yang menetukan status

sel bersadarkan 2 atau 3 keadaan tetangganya, serta

aturan pembaruan sesuai dengan paritas ganjil.

Dengan kata lain, status mayoritas di tiga sel

sebagai status selanjutnya. Faktanya, proses

seperti yang diberikan di bawah ini dilakukan

dengan meletakkan Bug (objek) di baris terakhir

dari kisi FoodSpace dua dimensi:

Page 101: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

94

Step1 Bug melihat keadaan umpan yang ditempatkan di

lingkungannya.

Step2 Keadaan ini memutuskan apakah umpan harus

ditempatkan di waktu setelahnya atau tidak.

Step3 FoodSpace digeser satu tempat ke atas.

Step4 Bug menempatkan makanan.

Step5 Kembali ke Step1.

Gambar 5.6 Cellular Automata Satu Dimensi

Perhatikan bahwa untuk mengubah aturan transisi

status, konten metode steps dari Bug.java, yang

menentukan status selanjutnya harus diubah.

Misalnya, dalam program sampel sebagai berikut:

Page 102: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

95

public void step(){

int x;

int sx;

int [] v = new int [3];

// radius 𝒓 adalah 1, oleh karena itu,𝒓 + 𝟏 + 𝒓

disiapkan

// xPos adalah koordinatnya sendiri

// tiga nilai xPos-1, xPos, dan xPos+1

disubsitusi ke dalam v[0], v[1], dan v[2]

for(x = xPos-1; x < xPos+2; x++){

sx = (x + worldXSize) % worldXSize;

v[x – (xPos-1)] = foodSpace.getValueAtX$Y(sx,

yPos);

}

// nilai selanjutnya adalah status selanjutnya

dari xPos

//status selanjutnya diperoleh setalah memeriksa

keadaan pariti dari v[0], v[1], dan v[2]

if( (v[0]+v[1]+v[2]) %2 == 1 )

nextvalue = 1; else

next value = 0;

}

Selanjutnya untuk meningkatkan status, ikuti

langkah-langkah di bawah ini:

(1) Tambahkan jumlah warna yang sama dengan jumlah

status yang ingin Anda gunakan di colorMap di

dalam ObserverSwarm.java.

(2) Tingkatkan jenis umpan yang sama dengan jumlah

status yang ingin Anda gunakan di dalam

Bug.java.

(3) Ubah aturan transisi status yang sesuai.

Page 103: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

96

Daftar Pustaka

Anderson, C., Theraulaz, G. and Deneubourg, J.L.:

“Self-assemblages in insect Societies,” Insectes

sociaux, vol. 49, no.2, hal. 99–110, 2002.

Angtuaco, S.P.: “Amazing Ants: How to Form a

Bridge,”http://jill-of alltrades.hubpages.com/hub

/Amazing-Ant.

Averill JD, Mileti DS, Peacock RD, Kuligowski ED,

Groner N, Proulx G, Reneke AP, Nelson HE (2005)

Final Report on the Collapse of the World Trade

Center Towers. Federal Building and Fire Safety

Investigation of the World Trade Center Disaster,

Occupant Behaviour. Egress and Emergency

Communications. September. NIST NCSTAR 1–7.

National Institute of Standards and Technology,

Gaithersburg, USA.

Blake SJ, Galea ER, Westeng H, Dixon AJP (2004) An

Analysis of Human Behaviour during the WTC

Disaster of 11 September 2001 based on Published

Survivor Accounts. In: Proceedings of the 3rd

International Symposium on Human Behaviour in

Fire, 1–3 September 2004. Interscience

Communication Ltd, Belfast, UK, hal. 181–192.

Caro, G. and Dorigo, M.: “AntNet: A mobile agents

ahalroach to adaptive routing,” Tech. Rep.

IRIDIA/97-12, Universite Libre de Bruxelles,

Belgium, 1997.

Cicirello, V. and Smith, S.: “Improved routing

wasps for distributed factory control,”

Proceedings of IJCAI-01Workshop on Artificial

Intelligence and Manufacturing: New AI Paradigms

for Manufacturing,hal. 26–32, 2001.

Page 104: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

97

Deneubourg, J.L., Gross, S., and Franks, N.R.:

Sendova-Franks, A., Detrain, C., and Chretien,

L.: “The dynamics of collective sorting: Robot-

like ants and ant-like robots,” Proceedings of

Simulation of Adaptive Behavior: From Animals to

Animats (SAB91), hal. 356–363, 1991.

Dorigo, M. and Gambardella, L.M.: “Ant colonies for

the traveling salesman problem”, Tech. Rep.

IRIDIA/97-12, Universite Libre de Bruxelles,

Belgium, 1997.

Drogoul, A.; Vanbergue, D.; and Meurisse, T. 2002.

Multi-Agent Based Simulation: Where Are the

Agents? In Proceedings of the Third International

Multi-Agent-Based Simulation Workshop (MABS),

Lecture Notes in Computer Science 2581, 1–15.

Berlin: Springer.

Epstein, J.M. and Axtell, R.: Growing Artificial

Societies, MIT Press, 1996.

Fabre, J.-H.: Insect Adventures Jean-Henri Fabre,

Alexander Teixeira De Mattos (Translator),

Kessinger Publishing, Whitefish, Montana, 2005.

Fahy RF (1996) Enhancement of EXIT89 and analysis

of World Trade Center data, NIST-GCR-95-684. Fire

Analysis and Research Division. National

Institute of Standards and Technology,

Gaithersburg, USA.

Gacs, P., Kurdyumov,G. L., and Levin, L. A.,

“Onedimensional Uniform arrays that wash out

finite islands,” Problemy Peredachl Informatsii,

vol. 12, hal. 92–98, 1978.

Galea ER, Gwynne SMV, Lawrence PJ, Filihalidis L,

Blackshields D, Cooney D (2004) buildingEXODUS

Page 105: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

98

User Guide and Technical Manual. University of

Greenwich, London, UK.

Galea ER, Sharp G, Lawrence PJ, Holden R (2008)

Ahalroximating the evacuation of the World Trade

Center North Tower using computer simulation. J

Fire Prot Eng 18(2):85–115.

Gomez-Sanz, J. J.; Fernandez, C. R.; and Arroyo, J.

2010. Model Driven Development and Simulations

with the Ingenias Agent Framework. Simulation

Modelling Practice and Theory 18(10): 1468–1482.

Hehalner, F. and Grenader, U.: A Stochastic

Nonlinear Model for Coordinated Bird Flocks, AAAS

Washington,DC, 1990.

Higashi, N. and Iba, H.: “Particle swarm

optimization with Gaussian mutation,” Proceedings

of IEEE Swarm Intelligence Symposium (SIS03),

hal. 72–79, 2003.

IES (2001) Simulex user manual; evacuation modeling

software. Integrated Environmental Solutions Inc,

Glasgow, UK.

Ishiwata, H., Noman, N., and Iba, H.: “Emergence of

cooperation in a bio-inspired multi-agent

system,” Proceedings of Australasian Conference

on Artificial Intelligence 2010(AI2010), LNAI,

vol. 6464, hal. 364–374, Springer, 2010.

Johnson CW (2005) Lessons from the evacuation of

the world trade centre, 9/11/2001 for the

development of computer-based simulations.

Cognition Technol Work 7(4):214–240.

Kauffman, S.A.: The Origins of Order: Self-

Organization and Selection in Evolution, Oxford

University Press, Oxford, UK, 1993.

Page 106: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

99

Kennedy, J. and Eberhart, R.C.: “Particle swarm

optimization,” Proceedings of the IEEE

International Conference on Neural Networks, hal.

1942– 1948, 1995.

Klügl, F., and Bazzan, A. L. C. 2004. Route

Decision Behaviour in a Commuting Scenario.

Journal of Artificial Societies and Social

Simulation 7(1).

Klügl, F., and Bernon, C. 2011. Self-Adaptive

Agents for Debugging Multi-Agent Simulations.

Paper presented at the 3rd International

Conference on Adaptive and Self-Adaptive Systems

and Ahallications, (ADAPTIVE 2011), Rome, Italy,

September.

Kuligowski ED (2011) Terror defeated: Occupant

sensemaking, decision-making and protective

action in the 2001 World Trade Center Disaster.

University of Colorado, Disertasi.

Lioni, A., Theraulaz, G. and Deneubourg, J.L.: “The

dynamics of chain formation in Oecophylla

longinoda,” Journal of Insect Behavior, vol. 14,

no.5, hal. 679–696, 2001.

Lioni, A. and Deneubourg, J.: “Collective decision

through self-assembling,” Naturwissenschaften,

vol. 91, no.5, hal. 237–241, 2004.

Mitchell, M.: “Life and evolution in computers,”

History and Philosophy of the Life Sciences, vol.

23, hal. 361–383, 2001.

Powell, S. and Franks, N.R.: “How a few help all:

living pothole plugs speed prey delivery in the

army ant Eciton burchellii,” Animal Behaviour,

vol. 73, no.6, hal. 1067–1076, 2007.

Page 107: Pemodelan dan Simulasi Berbasis Gedung Bertingkat

100

Reynolds, C.W.: “Flocks, herds and schools: a

distributed behavioral model,” Computer Graphics,

vol. 21, no.4, hal. 25–34, 1987.

Ronchi E (2012) Evacuation modelling in road tunnel

fires (Disertasi). Politecnico di Bari, Itali.

Ronchi E (2013) Testing the predictive capabilities

of evacuation models for tunnel fire safety

analysis. Saf Sci 59:141–153.

Rucker, R.: Artificial Life Lab, Waite Group Press,

Bolinas, CA, 1993.

Sayama, H.: “Swarm chemistry,” Artificial Life,

vol. 15, no.1, hal. 105–114, 2009.

Shen-Wen C, Wei-Jou W (2011) A research of the

elevator evacuation performance and strategies

for Taipei 101 Financial Cente. J of Disast Res

6:6.

Shields TJ, Boyce KE, McConnell N (2009) The

behaviour and evacuation experiences of WTC 9/11

evacuees with self-designated mobility

impairments. Fire Saf J 44(6):881–893.

Wolfram, S.: A New Kind of Science, Wolfram Media,

Champaign, IL, 2002.

Wong HLK, Hui M, Guo D, Luo M (2005) A Refined

Concept on Emergency Evacuation by Lifts.

Proceedings of the Eighth International Symposium

on Fire Safety Science. Beijing, China, hal 599–

610.