pemilu & partisipasi perempuan dalam...
TRANSCRIPT
PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK
MY ESTI WIJAYATI
A-187
DPR RI KOMISI X
Fraksi PDI Perjuangan
Tujuan Indonesia Merdeka
1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadailan sosial
NAWACITA PRESIDEN RI JOKOWI-JUSUF KALLA
Point (2) Nawacita:
“Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan
terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi
demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan”
RPJMN 2015-2019 “Meningkatkan Peranan & Keterwakilan Perempuan Dalam Politik & Pembangunan”
Sasaran:
Sasaran yang akan dicapai adalah meningkatnya kualitas hidup dan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan dan meningkatnya
keterwakilan perempuan dalam politik termasuk dalam proses pengambil keputusan di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
RPJMN 2015-2019 “Meningkatkan Peranan & Keterwakilan Perempuan Dalam Politik & Pembangunan”
Arah Kebijakan & Strategi:
• Meningkatkan kualitas hidup dan peran perempuan di berbagai bidang pembangunan
• Meningkatkan peran perempuan di bidang politik
• Meningkatkan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender (PUG)
HAK PEREMPUAN UNTUK BERPOLITIK DALAM UU • UUD 1945 terutama pasal 27 ayat (1) yang menyatakan bahwa ”segala warga Negara bersama kedudukannya
didalam hukum dan Pemerintahan dan wajib Menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualian”
• UU No 39 tahun 1999 Tentang Hak asasi Manusia pasal 39, menyatakan :
• Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak
melalui pemungutan suara yang langsung,umum,bebas,rahasia,jujur dan adil sesuai dengan ketentuan
perundang –undangan.
• Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil
yang dipilihnya dengan bebas.
• Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan Pemerintahan
HAK PEREMPUAN UNTUK BERPOLITIK DALAM UU
• Konvensi PBB tentang Hak-hak Politik Perempuan tahun 1952 yang diratifikasi
dengan Undang-undang No 68 tahun 1958 Tentang Pengesahan Konvensi Tentang
Hak-hak Politik Perempuan.
HAMBATAN PEREMPUAN DALAM POLITIK
• Karena perempuan yang berpolitik cenderung dianggap hanya mengerjakan
pekerjaan sampingan, setelah urusan di rumahnya selesai atau tercukupi
(Thomson, 2003).
• Karena politik itu sendiri kerap dipersepsikan sebagai sesuatu yang kotor, kasar, dan
manipulatif (Aripurnami, 2000).
• Karena unsur pandangan agama (Platzdasch, 2000). Beberapa orang masih melihat
perempuan tidak sepatutnya berpolitik, dan biar laki-laki saja yang berkecimpung
aktif di parlemen.
HAMBATAN PEREMPUAN DALAM POLITIK
• masih lemahnya kualitas sumber daya manusia sebagian besar kaum perempuan,
terbatasnya jumlah kaum perempuan yang memiliki kualitas dan kualifikasi mumpuni
di bidang politik,dan rasa kurang percaya diri untuk bersaing dengan kaum laki-laki.
• Sementara itu, kendala-kendala eksternal antara lain adalah kultur masyarakat
Indonesia yang cenderung patriarki, ketiadaan kemauan politik elite-elite partai
untuk membuka ruang luas bagi keterlibatan kaum perempuan, dan sikap sebagian
kaum laki-laki yang meremehkan kemampuan kaum perempuan di bidang politik.
PEREMPUAN DALAM PEMILU
Sistem Pemilu dari tahun
1999- 2014
UU Pemilu Syarat Keterwakilan Perempuan
dalam UU Partai Politik
Keterangan
Tahun 1999 : pemilihan.sistim
proporsional tertutup, : Penetapan calon
terpilih didasarkan pada rangking
perolehan suara suatu partai di daerah
Pada tahun 1999 menggunakan UU
pemilu no 3 tahun 1999.
UU No. 2/1999. Tahun 1999 Perjuangan affirmatif
action
Tahun 2004 : sistem Proporsional terbuka
dengan Daftar Calon Terbuka.
Proporsional Daftar adalah sistem
pemilihan mengikuti jatah kursi di tiap
daerah pemilihan. Jadi, suara yang
diperoleh partai-partai politik di tiap
daerah selaras dengan kursi yang mereka
peroleh di parlemen atau
UU No 12 tahun 2013 uu no 12 tahun 2003.
Pasal 13 ayat (3) tentang Partai
Politik yang mengintroduksi
perlunya keadilan gender dalam
kepengurusan partai.
Pasal 65 ayat (1) UU Nomor 12
Tahun 2003 tentang Pemilu DPR,
DPD, dan DPRD menyatakan:
„‟Setiap Partai Politik Peserta
Pemilu dapat mengajukan calon
Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota untuk
setiap Daerah Pemilihan dengan
memperhatikan keterwakilan
perempuan sekurang-kurangnya
30%.
Sistem Pemilu dari tahun
1999- 2014
UU Pemilu Syarat Keterwakilan Perempuan
dalam UU Partai Politik
Keterangan
Tahun 2009 : sistem proporsional
terbuka yang mirip dengan Pemilu 2004.
Namun, electoral threshold dinaikkan
menjadi 2,5%. Artinya, partai-partai
politik tatkala masuk ke perhitungan
kursi caleg hanya dibatasi bagi yang
berhasil mengumpulkan komposisi suara
di atas 2,5%
UU No. 10 Tahun 2008 Undang-undang Nomor 2
Tahun 2008 tentang Partai
Politik .
Pasal 20 : „‟Kepengurusan
Partai Politik tingkat provinsi
dan kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3)
disusun dengan memperhatikan
keterwakilan perempuan paling
rendah 30% (tiga puluh
perseratus) yang diatur dalam
AD dan ART Partai Politik
masing-masing‟‟.
Pada Pasal 8 ayat (1) huruf d
menyatakan bahwa: „‟Partai
Politik dapat menjadi peserta
Pemilu setelah memenuhi
persyaratan menyertakan
sekurang-kurangnya 30% (tiga
puluh perseratus) keterwakilan
perempuan pada kepengurusan
partai politik tingkat pusat”.
Tahun 2014 : sistem pemilu propesional konversi suara menjadi kursi.
UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Pasal 8 ayat 2 e. Menyertakan sekurang-kurangnya 30 % keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat.
uu No 2 tahun 2011
UU No 8 tahun 2012 pasal 55 dan 56 UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif mengamanatkan sedikitnya 30 persen perempuan di daftar calon legislatif dan minimal terdapat satu perempuan diantara tiga calon legislatif.
Tahun 2019 : sistem proporsional Terbuka
UU No 7 tahun 2017 Gabungan 3 UU yaitu : 1. UU No 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden 2. UU No 15 Tahun 2008 Tentang Penyelenggara
PEMILU 3. UU No 8 Tahun 2012 Tentang PEMILU DPRD, DPD
dan DPRD
UU No 7 tahun 2017 Pasal 173 ayat 2: point e. menyertakan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat;
POTRET KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM PEMILU DI INDONESIA
PEREMPUAN DALAM DPR RI TAHUN 1955 –2004
PRIODE PEREMPUAN LAKI-LAKI
1955 –1956 17 (6,3%)
272 (93,7%)
Konstituante 1956-1959
25 (5,1%)
488 (94,9%)
1971 – 1977
36 (7,8%) 460 (92,2%)
1977-1982 29 (6,3%) 460 (93,7%)
1982-1987 39 (8,5%) 460 (91,5%)
1987-1992 65 (13%) 500 (87%)
1992-1997 62 (12,5%) 500 (87,5%)
1997-1999 54 (10,8%) 500 (89,2%)
1999-2004 46 (9%)
500 (91%)
2004-2009 61 (11,09%) 489 (88,9%)
2009-2014 103 (18%) 457 (82%)
Data dari: WRI, Puskapol UI dan berbagai sumber lainnya
SUARA UNTUK CALEG PEREMPUAN 2014
No Partai Jumlah Pemilih % Suara Partai % Suara
Perempuan
Ranking Perolehan Suara
Perempuan Terhadap
Perolehan Suara Partai
1 PDIP 23.681.471 18.95 25.8 2
2 GOLKAR 18.432.312 14.75 22.16 7
3 Gerindra 14.760.371 11.81 23.06 5
4 Demokrat 12.728.913 10.19 24.23 3
5 PKB 11.298.957 9.04 23.62 4
6 PAN 9.481.621 7.59 20.68 9
7 PKS 8.480.204 6.79 18.23 10
8 NASDEM 8.402.812 6.72 22.15 8
9 PPP 8.157.488 6.53 26.85 1
10 Hanura 6.579.498 5.26 22.55 6
PEROLEHAN KURSI PARTAI DAN KURSI PEREMPUAN PADA PEMILU 2009 DAN PEMILU 2014
No PARTAI POLITIK
PEMILU 2009 PEMILU 2014 Catatan Perubahan Kursi Perempuan
Total Kursi Kursi Perempuan Total Kursi Kursi
Perempuan
1 PDIP (3) 94 17 (19,1%) 109 21(19,27%) Naik 4 kursi
2 Golkar (2) 106 18 (17.9%) 91 16(17,58%) Turun 2 kursi
3 Gerindra (8) 26 4 (19.2) 73 11 (15,07%) Naik 7 kursi
4 Demokrat (1) 149 35 (23.5%) 61 13 (21,31%) Turun 22 kursi
5 PAN (5) 46 7 (15.2%) 49 9 (18,37%) Naik 2 kursi
6 PKB (7) 28 7 (25%) 47 10 (21,28%) Naik 3 kursi
7 PKS (4) 57 3 (5,3%) 40 1 (2,50%) Turun 2 kursi
8 PPP (6) 38 5 (13,2%) 39 10 (25,64%) Naik 5 kursi
9 Nasdem – – 35 4 (11,43%) –
10 Hanura (9) 17 4 (23.5%) 16 2(12,50%) Turun 2 kursi.
Total 560 101 560 97 Turun 4 kursi
PEROLEHAN KURSI LEGISLATIF PEMILU 2009 DAN 2014
Legislatif Jumlah Kursi Laki-
laki
% Jumlah Kursi
Perempuan
% Total Kursi
DPR RI 463 82,68 97 17,32 560
DPD RI 98 74 34 26 132
DPRD Provinsi
1780 83,6 350 16,4 2130
DPRD kab/kota
14587 86,4 2296 13,6 16883
total 16.928 86 2777 14 19.705
Pemilu 2014
Pemutakhiran Data Asdep Politik dan PK, 34 Provinsi dan 498 Kab/Kota
Peningkatan keterwakilan perempuan. affirmative action kuota 30% keterwakilan perempuan
dan zipper system
Peningkatan keterwakilan perempuan akan lebih siqnifikan saat zipper system diberlakukan pada saat penentuan bakal calon DPR dan DPRD
oleh Partai Politik. Disamping penentuan kuota calon perempuan 30% bakal calon perempuan itu harus diletakan pada 1 (satu) diantara 3
(tiga) bakal calon.
Peningkatan keterwakilan perempuan. affirmative action kuota 30% keterwakilan
perempuan dan zipper system
Jenis Kelamintion 1999-2004 2004-2009 2009-2014
Perempuan 9% 11,8% 18%
Laki-laki 91% 88,2% 82%
Tanpa affirmative action
Dengan affirmative action kuota 30% perempuan
Dengan affirmative action kuota 30% dan zipper system 1 diantara 3 bakal calon
Sikap Partai Politik Terhadap Usul Kuota Perempuan
REKOMENDASI UNTUK PARTAI POLITIK
1. Partai Perlu Melakukan perabaikan dan penguatan terhadap sistem
proporsional terbuka dengan suara terbanyak
2. Partai Perlu mendorong kaderisasi, keanggotaan, dan kelembagaan internal
partai yang lebih baik dengan penerapan kuota partai untuk perempuan.
3. Perlu perubahan paradigma pendidikan pemilih, ke arah memiliki kebutuhan
kolektif dan kepentingan bersama.
4. Pembatasan parpol peserta pemilu perlu dilakukan agar perolehan suara dan kursi
lebih terkonsentrasi ke beberapa parpol. Jika perolehan kursi terkonsentrasi ke
sedikit parpol, calon perempuan di parpol tersebut berpeluang besar menjadi calon
terpilih.
5. Pembatasan parpol masuk parlemen melalui ketentuan parliamentary threshold 2,5
persen tidak hanya diberlakukan terhadap pemilu anggota DPR, tetapi juga pemilu
anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Dengan mekanisme ini maka
perolehan kursi akan terkonsentrasi ke beberapa parpol. Jika hal itu terjadi,
dampaknya adalah membesarnya peluang calon perempuan terpilih.
6. Jika parpol meraih kursi lebih dari satu, peluang calon perempuan terpilih jadi besar
7. Dalam sistem proporsional daftar terbuka pun, nomor urut masih berperan penting bagi
keterpilihan calon perempuan. Oleh karena itu, yang harus dilakukan adalah: (1)
ketentuan kuota 30 persen keterwakilan dalam daftar calon perlu dipertegas sehingga
parpol yang tidak memenuhi kuota di satu dapil tidak bisa ikut pemilu di dapil tersebut;
(2) ketentuan daftar calon yang memuat “sedikitnya satu calon perempuan dalam setiap
tiga nama calon” atau “1 in 3” diubah menjadi “daftar calon disusun secara selang-seling
berdasar jenis kelamin” atau daftar zigzag atau zipper Untuk memudahkan akses
perempuan masuk ke dalam daftar calon,
8. Dalam undang-undang parpol yang mengatur rekrutmen politik perlu diatur bahwa
“dalam mengajukan calon-calon pejabat publik, parpol menyertakan sedikitnya 30 persen
perempuan”. Ketentuan menyertakan 30 persen keterwakilan perempuan tidak hanya
terdapat pada “pengurus DPP parpol”, tetapi lebih khusus pada “pengurus harian DPP
parpol” karena pengambilan keputusan penting sesungguhnya terdapat dalam pengurus
harian, bukan pada pengurus DPP.
9. Data hasil Pemilu 2009 pemilu DPD di mana pemilih “memilih calon saja” hasilnya calon
perempuan terpilihnya mencapai 32 persen (sementara DPR hanya 18 persen), besar
kemungkinan apabila metode pemberian suara dalam pemilu DPR, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota “memilih calon saja” akan menguntungkan calon perempuan.
Strategi Peningkatan Angka Keterpilihan Perempuan • Sistem proporsional terbuka perlu dipertahankan. Selain bertujuan
melawan oligarki di partai politik, hal tersebut juga mendorong penguatan fungsi dan kelembagaan partai politik untuk lebih terbuka dan demokratis, serta menantang partai politik untuk memperhatikan aspek pendidikan politik dan mekanisme rekrutmen yang baik.
• Menghadirkan makna sesungguhnya affirmatif action pencalonan perempuan dengan mendorong pengaturan pencalonan perempuan melalui kaderisasi dan kelembagaan internal partai yang lebih baik dengan penerapan kuota partai untuk perempuan. Pertama, dengan penerapan minimal 30% pada kepengurusan partai di tingkat pusat dan daerah.
Rekomendasi untuk Pemerintah
1. Pemerintah harus memperjuangkan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan (affirmatif action).
2. peningkatan jumlah kuota perempuan adalah dalam rangka memastikan implementasi pelaksanaan UU yang pro perempuan
3. Perlu adanya perubahan dari UU KDRT, PERKAWINAN dan perda yang merugikan perempuan atau RUU Keadilan Gender dan Kesetaraan Gender untuk setara dengan Laki-laki apalagi terjun dunia politik.
4. KPU perlu mengatur regulasi dalam tahapan kampanye pemilu agar proses kamoanye membuka proses deliberasi untuk membenturkan antara paltform, visi, misi, dan program antar partai politik dengan agregasi dan perumusan kepentingan yang telah dihasilkan antara wargadengan gerakan representasi politik non-elektoral.
5. Pemerintah perlu memberikan alokasi anggaran untuk melangsungkan pendidikan politik buat kaum perempuan, dan khususnya mendorong kaum perempuan untuk bersedia aktif berjuang melalui lembaga-lembaga politik yang ada.
Rekomendasi untuk Pemerintah
6. Melaksanakan kebijakan diantaranya :
a. Inpres No.9 tahun 2000 ttg Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional dan Daerah.
b. Peraturan Presiden terkait RPJMN 2004 – 2009 dan RPJMN 2009 - 2014 dan RPJMN 2015 – 2019.
c. Permendagri No. 15/2008 yo No 67/2011 tentang Pelaksanaan PUG di daerah.
d. SE empat Menteri: Mendagri, Menkeu, Men-PPN/Bappenas dan MenPP-PA tentang PPRG
Strategi Peningkatan Angka Keterpilihan Perempuan • Jika memang pendanaan oleh negara dilakukan, maka harus dialokasikan untuk pendidikan politik dan rekrutmen politik yang dilakukan oleh partai politik seperti pada poin kedua di atas, dan mendorong partai politik harus terbuka dan tidak berlaku diskriminatif sebagai konsekuensi penggunaan anggaran negara.
• Data identifikasi wilayah (kabupaten/kota; dapil) yang tinggi suara untuk caleg perempuan berdasar hasil pemilu 2009 dan 2014, akan berguna bagi strategi penempatan caleg perempuan pada wilayah potensial tersebut.
• Beberapa partai politik berargumen satu-satunya jalan menguatkan kelembagaan partai politik adalah beralih pada sistem pemilu porporsional tertutup, ini merupakan suatu bentuk kegagalan berpikir (logical fallacy).
Bung Karno untuk Wanita Indonesia:
Wanita Indonesia, kewajibanmu telah terang! Sekarang
ikutlah-serta-mutlak dalam usaha menyelamatkan Republik,
dan nanti jika Republik telah selamat, ikutlah-serta-mutlak
dalam usaha menyusun Negara Nasional. Di dalam
masyarakat keadilan sosial dan kesejahteraan sosial itulah
engkau nanti menjadi wanita yang bahagia, wanita yang
Merdeka! (hlm.329)