pemikiran ibnu khaldun dan ibnu thaimiyah dalam etika bisnis islam
TRANSCRIPT
Makalah Revisi Kelompok VII
STUDI TELAAH PEMIKIRAN PARA EKONOM
TENTANG ETIKA BISNIS
(Ibnu Khaldun – Ibnu Thaimiyah)
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata kuliah : Etika Bisnis Islam
Dosen : Itsla Yunisva Aviva, M.ESy
Disusun oleh
NANA TAURAN SIDIK NIM. 1202120184
SRI DEWI NUR AZIZAH NIM. 1202120192
RUDIANSYAH NIM. 1312120280
HAIDIR ADHA NIM. 1202120182
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA
JURUSAN SYARI’AH PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH KELAS A
TAHUN 1436 H / 2014 M
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang selain bersifat syumuliyah (sempurna) juga harakiyah
(dinamis). Disebut sempurna karena Islam merupakan agama penyempurna dari
agama-agama sebelumnya dan syari’atnya mengatur seluruh aspek kehidupan, baik
yang bersifat aqidah maupun muamalah. Dalam kaidah tentang muamalah, Islam
mengatur segala bentuk perilaku manusia dalam berhubungan dengan sesamanya
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia. Termasuk di dalamnya adalah
kaidah Islam yang mengatur tentang pasar dan mekanismenya. Melihat pentingnya
pasar dalam Islam bahkan menjadi kegiatan yang terakreditasi serta berbagai
problem yang terjadi seputar berjalannya mekanisme pasar dan pengendalian harga,
maka pembahasan tentang tema ini menjadi sangat menarik dan urgen. Jauh
sebelum pemikiran ekonomi para ahli tentang konsep harga seperti: Aquinas, Adam
Smith, atau Maknus, dunia Islam telah lebih awal mempunyai tokoh yang concern
di bidang ini.1
Islam memiliki dua orang tokoh dari sekian banyak tokoh dengan pemikiran
yang sangat cerdas, terkhususnya tentang Ekonomi Islam dalam bahasan tentang
etika bisnis islam. Dalam tulisan ini, penulis akan mengupas tentang riwayat hidup
dan pemikiran ekonominya dua tokoh yang bernama Ibnu Thaimiyah dan Ibnu
Khaldun.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemikiran Ibnu Thaimiyah tentang etika bisnis?
2. Bagaimana pemikiran Ibnu Khaldun tentang etika bisnis?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar mampu memahami pemikiran Ibnu Thaimiyah tentang etika bisnis.
2. Agar mampu memahami pemikiran Ibnu Khaldun tentang etika bisnis.
1 Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: Tim IIIT Indonesia, 2002, h. 3.
1
2
D. Kegunaan Penulisan
1. Kegunaan teoritis yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya tentang
Studi Telaah Pemikiran para Ekonom Muslim Tentang Etika Bisnis.
2. Kegunaan praktis yaitu menjadi khazanah keilmuan bagi mahasiswa yang
mempelajari Etika Bisnis Islam.
E. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah
metode telaah kepustakaan, yang mana penulis menggunakan buku-buku dari
perpustakan sebagai bahan referensi dimana penulis mencari literatur yang sesuai
dengan materi yang di kupas dalam makalah ini dan penulis menyimpulkannya
dalam bentuk makalah.
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Ibnu Thaimiyah (661-728 H/1263-1328 M)
1. Riwayat Hidup
Ibnu Thaimiyah yang bernama lengkap Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim
lahir di Kota Harran pada tanggal 22 Januari 1263 M (10 Rabiul Awwal 661 H).
Ia berasal dari keluarga yang berpendidikan tinggi. Ayah, paman, dan kakeknya
yang merupakan ulama besar Mazhab Hanbali dan penulis sejumlah buku.
Berkat kecerdasan dan kejeniusannya, Ibnu Thaimiyah yang masih berusia
sangat muda telah mampu menamatkan sejumlah mata pelajaran, seperti tafsir,
hadis, fikih, matematika dan filsafat, serta berhasil menjadi yang terbaik di
antara teman-teman seperguruannya. Guru Ibnu Thaimiyah berjumlah 200 orang
yang diantaranya adalah Syamsuddin Al-Maqdisi, Ahmad bin Abu Al-Khair, Ibn
Abi Al-Yusr, dan Al-Kamal bin Abdul Majd bin Asakir. Ketika berusia 17 tahun,
Ibnu Thaimiyah telah diberikan kepercayaan oleh gurunya, Syamsuddin Al-
Maqsidi untuk mengeluarkan fatwa. Pada saat bersamaan, ia juga memulai
kiprahnya sebagai seorang guru. Berkat kedalaman ilmunya, Ibnu Thaimiyah
memperoleh penghargaan dari pemerintah dan mendapatkan tawaran jabatan
kepala kantor pengadilan. Akan tetapi, karena hati nuraninya tidak mampu
memenuhi berbagai batasan yang ditentukan oleh penguasa, ia menolak tawaran
tersebut.2
Tidak hanya itu, kehidupan Ibnu Thaimiyah pun terus berkembang dan
membuat banyak pihak merasa iri dan berusaha menjatuhkannya, untuk itulah ia
telah sebanyak empat kali menjalani masa tahanan akibat fitnah dari para
penentangnya. Selama dalam tahanan, Ibnu Thaimiyah tidak pernah berhenti
untuk menulis dan mengajar. Bahkan ketika penguasa mencabut haknya untuk
menulis dengan cara mengambil pena dan kertasnya, ia tetap menulis dengan
menggunakan batu arang. Ibnu Thaimiyah kemudian meninggal dunia di dalam
2 Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2010, h. 250.
3
4
tahanan pada tanggal 26 Sepetember 1328 M (20 Dzulqaidah 728 H) setelah
mengalami perlakuan yang sangat kasar selama lima bulan.3
2. Pemikiran Ekonomi
Ibnu Thaimiyah merupakan seorang fuqaha yang mempunyai karya
pemikiran dalam berbagai bidang ilmu yang luas, termasuk dalam bidang
ekonomi. Dalam bukunya Al-Hisbah Fil Islam dan Majmu Fatawa Syaikh al-
Islam ia banyak membahas problem ekonomi yang dihadapi saat itu, baik dalam
tinjauan social maupun hukum Islam. Meskipun demikian, karyanya banyak
mengandung ide yang berpandangan ke depan, sebagaimana kemudian banyak
dikaji oleh ekonom barat. Karyanya juga mencakup aspek makro maupun mikro
ekonomi.
Ibnu Thaimiyah membahas pentingnya suatu persaingan dalam pasar yang
bebas (free market), peranan “market supervisor” dan lingkup dari peranan
Negara. Negara harus mengimplementasikan aturan main yang islami sehingga
produsen, pedagang, dan para agen ekonomi lainnya dapat melakukan transaksi
secara jujur dan fair. Menurutnya, Negara juga harus menjamin pasar berjalan
secara bebas dan terhindar dari praktik-praktik pemaksaan, manipulasi, dan
eksploitasi yang memanfaatkan kelemahan pasar sehingga persaingan dapat
berjalan dengan sehat. Dalam hal kepemilikan atas sumber daya ekonomi, Ibnu
Thaimiyah berada pada pandangan pertengahan jika dilihat dari pemikiran
ekstrim kapitalisme dan sosialisme saat ini. Meskipun ia sangat menekankan
pentingnya pasar bebas, mnurutnya Negara juga harus membatasi dan
menghambat kepemilikan individual yang berlebihan. Kepentingan bersama
harus menjadi tujuan utama dari pembangunan ekonomi.4
Pemikiran Ibnu Thaimiyah lebih menekankan pada pembahasan tentang
mekanisme pasar. Dalam pemikirannya, Ibnu Thaimiyah menegaskan bahwa
mekanisme harga ditandai dengan adanya konsep harga yang adil dan regulasi
harga yang dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran yang berjalan secara
3 Ibid., h. 251. 4 Ibid., h. 252.
5
impersonal. Ia menekankan perlunya intervensi pemerintah pada saat terjadinya
ketidakwajaran atas harga yang berlaku di pasaran. Selain itu, ia juga
berpendapat bahwa dalam mekanisme pasar, pasar itu bersifat interaktif,
bukan fisik. Artinya, yang dinamakan dengan pasar itu adalah didasarkan pada
interaksi yang terjadi di dalamnya, bukan fisik dari tempat pasar itu sendiri.
Dalam pembahasan tentang etika bisnis, beliau menekankan pada etika bisnis
berdasarkan teori distribusi yang menekankan pada adanya konsep upah
yang adil dan konsep laba yang adil.
Adapun pemikiran Ibnu Thaimiyah tersebut akan dipaparkan lebih mendalam
di sertai dengan konsep lainnya tentang ekonomi Islam sebagai berikut.
a. Harga yang Adil
Sebelum Ibnu Thaimiyah membahas perihal harga yang adil ini, jauh
sebelum itu telah banyak para fuqaha yang berbicara tentang hal ini. Namun
tampaknya Ibnu Thaimiyah merupakan orang pertama yang menaruh
perhatian khusus terhadap permasalahan harga yang adil dan membahasnya
secara lebih fokus. Dalam persoalan yang berkaitan dengan harga, ia sering
menggunakan dua istilah, yakni kompensasi yang setara (‘iwadh al-mitsl) dan
harga yang setara (tsaman al-mitsl). Ia menyatakan bahwa, “kompensasi
yang setara akan diukur dan ditaksir oleh hal-hal yang setara, dan inilah
esensi keadilan (nafs al-‘adl).”
Ditempat lain, ia membedakan antara dua jenis harga, yakni harga yang
tidak adil dan dilarang serta harga yang adil dan disukai. Ibnu Thaimiyah
menganggap bahwa harga yang setara adalah harga yang adil. Oleh karena
itu, ia menggunakan kedua istilah ini secara bergantian.
Konsep Ibnu Thaimiyah mengenai kompensasi yang setara (‘iwadh al-
mitsl) tidak sama dengan harga yang adil (tsaman al-mitsl). Persoalan tentang
kompensasi yang adil atau setara muncul ketika membahas perihal kewajiban
moral dan hukum. Seperti ketika seseorang bertanggung jawab karena
merusak harta dan membahayakan orang lain, membayar ganti rugi, bahkan
ketika seseorang diminta untuk menentukan akad yang rusak. Dalam
mendefinisikan kompensasi yang setara, Ibnu Thaimiyah menyatakan bahwa
6
kesetaraan adalah jumlah yang sama dari objek khusus dalam pemakaian
yang umum. Hal ini juga terkait dengan tingkat harga dan kebiasaan. Lebih
jauh, ia mengemukakan bahwa evaluasi yang benar terhadap kompensasi
yang adil didasarkan pada analogi dan taksiran dari barang tersebut dengan
barang lain yang setara.5
Tentang perbedaan antara kompensasi yang setara dengan harga yang adil
dalam penentuan perdagangan, Ia menyatakan:
“Jumlah yang tertera dalam suatu aka dada dua macam. Pertama,
jumlah yang telah dikenal baik dikalangan masyarakat. Jenis ini telah dapat
diterima secara umum. Kedua, jenis yang tidak lazim sebagai akibat dari
adanya peningkatan atau penurunan kemauan (rugbah) atau factor lainnya.
Hal ini dinyatakan sebagai harga yang setara.”
Tampak jelas bagi Ibnu Thaimiyah bahwa kompensasi yang setara itu
relative merupakan sebuah fenomena yang dapat bertahan lama akibat
terbentuknya kebiasaan, sedangkan harga yang setara itu bervariasi,
ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran serta dipengaruhi oleh
kebutuhan dan keinginan masyarakat. Berbeda halnya dengan konsep
kompensasi yang setara, persoalan harga yang adil muncul ketika
menghadapi harga yang sederhana, pembelian, dan pertukaran barang. Ia
menjelaskan bahwa harga yang setara adalah harga yang dibentuk oleh
kekuatan pasar yang berjalan secara bebas, yakni pertemuan antara kekuatan
permintaan dan penawaran. Dalam pernyataannya, beliau mengemukakan
bahwa harga yang setara itu harus merupakan harga yang kompetitif yang
tidak disertai dengan penipuan, karena harga yang wajar terjadi pada pasar
kompetitif dan hanya praktik yang penuh dengan penipuan yang dapat
menyebabkan kenaikan harga-harga.6
5 Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2012, h. 253 – 256. 6 Ibid., h. 357 – 358.
7
b. Konsep Upah yang Adil
Pada abad pertengahan, konsep upah yang adil dimaksudkan sebagai
tingkat upah yang wajib diberikan kepada para pekerja sehingga mereka dapat
hidup secara layak di tengah-tengah masyarakat. Berkenaan dengan hal ini,
Ibnu Thaimiyah mengacu pada tingkat harga yang berlaku di pasar tenaga
kerja dan menggunakan istilah upah yang setara (ujrah al-mitsl). Seperti
halnya harga, prinsip dasar yang menjadi objek observasi dalam menentukan
suatu tingkat upah adalah definisi menyeluruh tentang kualitas dan kuantitas.
Harga dan upah, ketika keduanya tidak pasti dan tidak ditentukan atau tidak
dispesifikasikan dan tidak diketahui jenisnya, merupakan hal yang samar dan
penuh spekulasi.
Upah yang setara diatur dengan menggunakan aturan yang sama dengan
harga yang setara. Tingkat upah ditentukan oleh tawar-menawar antara
pekerja dengan pemberi kerja. Dengan ksta lain, pekerja diperlakukan sebagai
barang dagangan yang harus tunduk pada hukum ekonomi tentang
permintaan dan penawaran. Dalam kasus pasar yang tidak sempurna, upah
yang setara ditentukan dengan menggunakan cara yang sama sebagai harga
yang setara. Sebagai contoh, apabila masyarakat sedang membutuhkan jasa
para pekerja, tetapi para pekerja tersebut tidak ingin memberikan jasa mereka,
penguasa dapat menetapkan harga yang setara, sehingga pihak pemberi kerja
tidak dapat mengurangi upah para pekerja dan begitu pula para pekerja tidak
dapat meminta upah yang lebih tinggi daripada harga yang ditetapkan.
Tentang cara penentuan upah, Ibnu Thaimiyah menjelaskan:
“Upah yang setara akan ditentukan oleh upah yang telah diketahui
(musamma) jika ada, yang dapat menjadi acuan bagi kedua belah pihak.
Seperti halnya dalam kasus jual atau sewa, harga yang telah diketahui akan
diperlakukan sebagai harga yang setara.”7
7 Ibid., 358 – 359.
8
c. Konsep Laba yang Adil
Menurut Ibnu Thaimiyah, para pedagang berhak mendapatkan keuntungan
melalui cara-cara yang diterima secara umum tanpa merusak kepentingan
dirinya sendiri dan kepentingan para pelanggannya. Ia mendefinisikan laba
yang adil sebagai laba normal yang secara umum diperoleh dari jenis
perdagangan tertentu, tanpa merugikan orang lain. Ia menentang tingkat
keuntungan yang tidak lazim, bersifat eksploitatif dengan memanfaatkan
ketidakpedulian masyarakat terhadap kondisi pasar yang ada. Ia menjelaskan:
“Seseorang yang memperoleh barang untuk mendapatkan pemasukan dan
memperdagangkannya pada kemudian hari diizinkan melakukan hal
tersebut. Akan tetapi, ia tidak boleh mengenakan keuntungan terhadap
orang-orang miskin yang lebih tinggi daripada yang sedang berlaku dan
seharusnya tidak menaikkan harga terhadap mereka yang sedang sangat
membutuhkan (dharurah).”
Lebih jauh beliau menyatakan bahwa pedagang harus menjual dengan
harga yang dapat diterima secara umum apabila pembelinya merupakan orang
yang benar-benar membutuhkan barang-barang kebutuhan dasar tersebut,
seperti sandang dan pangan. Namun pernyataan ini bukan bertujuan untuk
memberikan kebebasan dalam hak penetapan harga di pasaran. Dalam hal ini,
yang dimaksudkan adalah setiap orang dapat meminta regulasi harga dari
pemerintah dan pemerintah harus menggunakan kekuasaannya. Ibnu
Thaimiyah memandang laba sebagai penciptaan tenaga kerja dan modal
secara bersamaan. Oleh sebab itu, keduanya harus mendapat keuntungan
yang adil. Jika ada perselisihan, maka keuntungan dibagi menurut cara yang
dapat diterima secara umum oleh kedua belah pihak sesuai dengan kadar
kerjanya seperti pada saat salah satu pihak menginvestasikan tenaganya dan
pihak yang lain sebagai investornya.8
8 Ibid., h. 360 – 362.
9
d. Mekanisme Pasar
Ibnu Thaimiyah memiliki sebuah pemahaman yang jeli dalam suatu pasar
bebas tentang penentuan harga oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Ia
mengemukakan bahwa:
“Naik turunnya harga tidak selalu diakibatkan oleh kezaliman orang-
orang tertentu. Terkadang hal tersebut diakibatkan oleh kekurangan
produksi atau penurunan impor barang-barang yang diminta. Oleh karena
itu, apabila permintaan naik dan penawaran turun, harga akan naik. Di sisi
lain, apabila persediaan barang meningkat dan permintaan terhadapnya
menurun, harga pun akan turun. Kelangkaan atau kelimpahan ini bukan
disebabkan oleh tindakan orang-orang tertentu. Ia bisa jadi disebabkan oleh
sesuatu yang tidak mengandung kezaliman, atau terkadang, ia juga bisa
disebabkan oleh kezaliman. Hal ini ke-Maha Kuasaan Allah yang telah
menciptakan keinginan di hati manusia.”
Ibnu Thaimiyah menyebutkan dua sumber persediaan, yakni produksi
lokal dan impor barang-barang yang diminta. Untuk menggambarkan
permintaan terhadap suatu barang tertentu, ia menggunakan istilah raghbah
fi asy-syai yang berarti hasrat terhadap sesuatu, yakni barang. Hasrat
merupakan salah satu faktor terpenting dalam permintaan, sedangkan faktor
lainnya yaitu pendapatan yang tidak disebutkan Ibnu Thaimiyah.
Menurutnya, jika digambarkan maka perubahan kenaikan atau penurunan
persediaan barang-barang disebabkan oleh dua faktor, yakni produksi lokal
dan impor yang kemudian kita kenal dengan perubahan fungsi penawaran dan
permintaan.
Namun demikian, kedua perubahan tersebut tidak selalu beriringan. Ketika
permintaan meningkat sementara persediaan tetap, maka harga-harga akan
mengalami kenaikan. Dalam pernyataannya, Ibnu Thaimiyah menyebut
kenaikan harga terjadi karena penurunan jumlah barang atau peningkatan
jumlah penduduk. Penurunan jumlah barang dapat disebut juga sebagai
penurunan persediaan (supply), sedangkan peningkatan jumlah penduduk
dapat disebut sebagai kenaikan permintaan (demand). Suatu kenaikan harga
10
yang disebabkan oleh penurunan supply atau kenaikan demand
dikarakteristikkan sebagai perbuatan Allah SWT untuk menunjukkan
mekanisme pasar yang bersifat impersonal.9
e. Regulasi Harga
Selanjutnya, Ibnu Thaimiyah membahas perihal konsep kebijakan
pengendalian harga oleh pemerintah. Adapun tujuan dari regulasi harga ini
adalah untuk menegakkan keadilan serta memenuhi kebutuhan dasar
masyarakat. Ia membedakan dua jenis penetapan harga, yakni penetapan
harga yang tidak adil dan cacat hukum serta penetapan harga yang adil dan
sah menurut hukum. Adapun penetapan harga yang tidak adil dan cacat
hukum adalah penetapan harga yang dilakukan pada saat kenaikan harga-
harga terjadi akibat persaingan pasar bebas, yakni kelangkaan supply atau
kenaikan demand.
“Memaksa masyarakat untuk menjual barang-barang dagangan tanpa
ada dasar yang mewajibkannya atau melarang mereka menjual barang-
barang yang diperbolehkan merupakan sebuah kezaliman yang
diharamkan.”
Menurutnya, masyarakat memiliki kebebasan untuk keluar masuk pasar.
Ia mendukung meniadaan berbagai unsur monopolistik pasar. Ia menekankan
perlu adanya pengetahuan tentang pasar dan barang-barang dagangan, sebab
transaksi jual beli yang menghasilkan kesepakatan memerlukan ini. Ia juga
mengutuk adanya pemalsuan produk, kecurangan serta penipuan dalam
beriklan, pada saat yang bersamaan ia mendukung adanya homogenitas dan
standarisasi produk.
9 Ibid., h. 364 – 366.
11
B. Ibnu Khaldun (732 – 808 H/1332 – 1406 M)
1. Riwayat Hidup
Abdurrahman bin Muhammad yang lebih dikenal dengan nama Ibnu
Khaldun, penulis buku yang sangat terkenal yang berjudul Muqaddimah Ibnu
Khaldun, dilahirkan pada hari pertama Ramadhan pada tahun 732 H atau
bertepatan dengan tanggal 27 September 1332 M. Peristiwa kelahiran itu
berlangsung di Tunisia, yang menjadi tempat tinggal orang tua Ibnu Khaldun
selama bertahun-tahun. Keluarganya memiliki darah keturunan Hadramaut yang
menyambung nasabnya pada Wail bin Hujr. Salah satu cucu Wail, Khalid bin
Utsman, pernah ikut ke Andalusia (Spanyol) bersama tentara Yaman yang
bergabung dalam pasukan ekspedisi. Namun sesampainya di Spanyol nama
Khalid berubah menjadi Khaldun. Karena itulah, keturunan setelahnya dipanggil
dengan sebutan Khaldun.10
Dalam kondisi bergelimang harta dan kekuasaan, Ibnu Khaldun tumbuh dan
berkembang. Ayahandanya sendiri adalah seorang ahli ilmu dan sastra. Ia sangat
perhatian terhadap perkembangan putranya, dan ia sendiri yang bertanggung
jawab langsung dalam tugas pengajaran beberapa bidang ilmu. Disamping itu,
Ayahanda beliau pun turut memberikan kesempatan kepada Ibnu Khaldun untuk
menimba bidang ilmu lainnya pada ulama besar dan para sastrawan yang ada di
Tunisia pada saat itu. Karena itulah, Ibnu Khaldun tumbuh menjadi anak yang
cerdas dan selalu bersemangat dalam menggali ilmu pengetahuan.
Setalah kedua orang tuanya beserta beberapa guru besarnya meninggal dunia
akibat penyakit kusta, Ibnu Khaldun mengalami kesulitan yang besar dalam
menimba ilmu pengetahuan. Keadaan diperburuk lagi dengan keputusan para
ulama besar dan sastrawan yang tersisa untuk mengungsi dari daerah Tunisia
tersebut. Dengan kondisi yang demikian, kemudian Ibnu Khaldun mulai
mencoba perutungan dengan bekerja untuk pemerintahan Tunisia saat itu. Ibnu
Khaldun berhasil mendapatkan pekerjaan sebagai sekretaris menteri Ibnu
10 Khalid Haddad, 12 Tokoh Pengubah Dunia, Jakarta: Gema Insani, 2009, h. 77.
12
Tafirakin yang sangat otoriter ketika berkuasa di Tunisia, setelah menggulingkan
Sultan Hafsha.
Dalam perjalanannya, Ibnu Khaldun melahirkan beberapa karya. Adapun
salah satu karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah Ibnu Khaldun merupakan
karya yang menjadi bagian dari bab pembuka buku induknya yang berjudul al-
‘Ibar wa Diiwanul Mubtada’ wal Khabar fii Ayyaamil ‘Arab wal ‘Ajam wal
Barbar wa Man ‘Aasharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar. Ibnu Khaldun
kemudian meninggal di Kairo pada tanggal 26 bulan Ramadhan tahun 808 H
atau bertepatan dengan tanggal 16 Maret 1406 M dalam usia 76 tahun. Ia
dikuburkan di pemakaman As-Shufiyyah, namun letak kuburannya hingga
sekarang tidak dapat dipastikan dengan jelas.11
2. Pemikiran Tentang Ekonomi
Seperti pernyataan Boulakia, bahwa Ibnu Khaldun telah menyumbangkan
“teori produksi, teori nilai, teori pemasaran, dan teori siklus yang dipadu menjadi
teori ekonomi umum yang koheren disusun dalam kerangka sejarahnya”. Dalam
pemikiran lain, Ibnu Khaldun juga lebih menekankan pada konsep keadilan
social kehidupan bermasyarakat yang menurutnya ditandai dengan adanya
konsep etika berbasis nilai, etika penguasa kepada rakyatnya, dan teori
distribusi.
Adapun menurutnya, etika bisnis berbasis nilai mengandung beberapa
hukum berikut:
a. Harga yang bernilai adalah ketika berbanding lurus dengan jumlah tenaga
kerja yang dikeluarkan. Artinya, semakin rumit jenis pekerjaan dan produk
yang dibuat oleh tenaga kerja, maka produk hasilnya pun akan bernilai setara
tingginya dengan proses pembuatannya itu.
b. Pelarangan sistem usaha praktis untuk mendapatkan keuntungan. Pernyataan
itu mengandung makna bahwa beliau melarang adanya niat untuk
mendapatkan keuntungan dengan memanfaatkan kondisi dan situasi
kebutuhan masyarakat yang mendesak dan menaruh keuntungan yang
11 Ibid., h. 78-91.
13
berlipat ganda dari harga penjualan yang ditawarkan untuk suatu benda atau
jasa.
c. Pelarangan spekulasi untuk mendapatkan keuntungan berganda. Ini juga
hamper serupa dengan sistem instan, hanya saja ini lebih mengarah pada
tindakan menimbun sesuatu untuk menunggu saat dimana benda itu benar-
benar dibutuhkan dan ia kemudian menjualnya dengan harga yang berlipat
ganda.
Selain itu, beliau juga menekankan bahwasanya adanya sistem
pengendalian ekonomi secara sederhana dan bijaksana merupakan bagian dari
etika penguasa kepada rakyatnya. Selanjutnya, dalam teori distribusi,
beliau menekankan etika bisnis yang tergambar dalam tiga hal berikut.
a. Gaji, yakni apabila gaji terlalu tinggi, akan terjadi inflasi yang tinggi pula
dan produsen akan kehilangan minat bekerja. Jika gaji terlalu rendah,
maka produksi akan melesu.
b. Laba, yakni apabila laba terlalu tinggi, maka pedagang atau pengusaha
akan melikuidasi saham-sahamnya dan tidak dapat memperbaruinya. Jika
laba terlalu rendah, maka pedagang atau penguasa akan melikuidasi
saham-sahamnya dan tidak dapat memperbaruinya karena tidak adanya
modal.
c. Pajak, yakni apabila pajak terlalu tinggi, maka tekanan fiskal terlalu kuat
sehingga laba produsen akan turun dan hilanglah insentif bekerja mereka.
Jika pajak terlalu rendah, maka pemerintah tidak dapat menjalankan
fungsinya.
Berikut akan dipaparkan beberapa pemikiran ekonomi Ibnu Khaldun yang
terbagi dalam beberapa bagian, diantaranya adalah:
a. Mekanisme Harga
Konsep mekanisme harga ini telah beliau paparkan dalam bukunya
Muqaddimah Ibnu Khaldun. Dengan tajam, ia membahas tentang
terbentuknya harga di kota. Dalam analisisnya, ia membagi fenomena harga
berdasarkan jenis barang menjadi dua, yakni: (1) barang kebutuhan pokok
dan (2) barang pelengkap. Menurutnya, bila suatu kota berkembang dan
14
selanjutnya populasinya bertambah banyak (menjadi kota besar), maka
pengadaan barang-barang kebutuhan pokok akan mendapatkan prioritas.12
Menurutnya, bila suatu kota berkembang dan populasinya bertambah
banyak, maka pengadaan barang-barang kebutuhan pokok menjadi
prioritas.13 Karena permintaan akan lahan itu sangat besar, tak seorang pun
melalaikan bahan makanannya sendiri atau bahan makanan keluarga, bulanan
ataupun tahunan. Sehingga usaha untuk mendapatkannya dilakukan oleh
seluruh penduduk kota, atau sebagian besar dari pada mereka, baik di dalam
kota itu sendiri maupun di daerah sekitarnya. Ini tidak dapat dipungkiri.
Masing-masing orang berusaha untuk mendapatkan makanan untuk dirinya
sendiri agar memiliki surplus besar melebihi kebutuhan diri dan keluarganya.
Surplus ini dapat mencukupi kebutuhan sebagian besar penduduk kota itu.
Tidak diragukan lagi, penduduk kota itu memiliki makanan lebih dari
kebutuhan mereka. Akibatnya, harga makanan seringkali menjadi murah.14
Selain itu, di kota-kota kecil sedikit penduduknya dan bahan makanannya
juga sedikit, sebab mereka memiliki supply kerja yang kecil. Karena melihat
kecilnya kota, orang-orang khawatir kehabisan makanan, karenanya mereka
mempertahankan dan menyimpan makanan yang telah mereka miliki.
Persediaan itu sangat berharga bagi mereka dan orang-orang yang mau
membelinya haruslah membayar dengan harga yang tinggi.
Pada bagian lain, Ibnu Khaldun juga menjelaskan faktor yang berpengaruh
terhadap naik turunnya penawaran terhadap harga. Ia mengatakan:
“Ketika barang-barang yang tersedia sedikit, harga-harga akan naik.
Namun bila jarak antar kota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan,
akan banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang akan
berlimpah dan harga akan turun.”
12 Aswad, Kontribusi Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Khaldun Terhadap Pemikiran Ekonomi
Modern, Tulung Agung: Al-Fikr, 2012, h. 5. 13 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami, Edisi Kedua, Jakarta: IIIT, 2003, h. 231. 14 Aswad, Kontribusi Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Khaldun Terhadap Pemikiran Ekonomi
Modern…h. 5.
15
Melalui analisa tersebut, Ibnu Khaldun telah mengidetifikasi kekuatan
permintaan dan penawaran sebagai penentu keseimbangan harga. Dengan
demikian, Ibnu Khaldun telah mendefinisikan bahwa harga adalah hasil dari
hukum permintaan dan penawaran. Jika suatu barang langka dan banyak
diminta, maka harganya tinggi. Jika suatu barang berlimpah, harganya
rendah. Permintaan suatu barang adalah berdasarkan kegunaan dari barang
tersebut, dan tidak selalu karena kebutuhan. Pandangan ini sangat mirip
dengan hukum permintaan dan penawaran dalam ekonomi modern.15
b. Teori Pembagian Tenaga Kerja
Pandangan Ibnu Khaldun bahwa apabila pekerjaan dibagi-bagi diantara
masyarakat berdasarkan spesialisasi, akan menghasilkan output yang lebih
besar. Ibnu Khaldun menekankan perlunya pembagian kerja dan spesialisasi
dengan menyatakan bahwa “menjadi jelas dan pasti bahwa seorang individu
tidak akan dapat memenuhi seluruh kebutuhan ekonominya sendirian.
Mereka semua harus bekerja sama untuk tujuan ini. Apa yang dapat dipenuhi
melalui kerja sama yang saling menguntungkan jauh lebih besar
dibandingkan apa yang dapat dicapai oleh individu-individu itu sendirian.”
Pembagian kerja berdasarkan spesialisasi ini berimbas pada meningkatnya
hasil produksi dan mendorong produktivitas tenaga kerja.16
c. Perpajakan
Menurut Ibnu Khaldun insentif dipengaruhi oleh pajak. Pajak yang tinggi
akan menurunkan produksi dan populasi. Pajak yang tinggi menyebabkan dis-
insentif bagi masyarakat untuk berproduksi dikarenakan bertambahnya
struktur biaya yang akan dibebankan kepada konsumen. Selain itu, pajak yang
tinggi akan menyebabkan populasi penduduk karena mendorong terjadinya
emigrasi ke wilayah atau negara lain. Sehingga pada akhirnya akan
menurunkan pendapatan pajak akibat menurunnya basis pajak.
Ia juga menyimpulkan bahwa “faktor terpenting untuk prospek usaha
adalah meringankan seringan mungkin beban pajak bagi pengusaha
15 Ibid., h. 6 – 8. 16 Ibid., h. 6.
16
untuk menggairahkan kegiatan bisnis dengan menjamin keuntungan
yang lebih besar (setelah pajak).” Disini ia menekankan bahwa ketika pajak
dan bea cukai ringan, rakyat akan memiliki dorongan yang lebih aktif
berusaha. Bisnis bagaimanapun juga akan mengalami kemajuan, membawa
kepuasan yang lebih besar bagi rakyat karena pajak yang rendah dan
penerimaan pajak juga meningkat, secara total dari jumlah keseluruhan
penghitungan pajak.”
d. Teori Uang
Bagi Ibnu Khaldun, dua logam yaitu emas dan perak, adalah ukuran nilai.
Logam-logam ini diterima secara alamiah sebagai uang di mana nilainya tidak
dipengaruhi oleh fluktuasi subjektif:
”Allah menciptakan dua batuan logam tersebut, emas dan perak sebagi
ukuran nilai semua akumulasi modal. Emas dan peraklah yang dipilih untuk
dianggap sebagai harta dan kekayaan penduduk dunia.”
Oleh karena itu, Ibnu Khaldun mendukung penggunaan emas dan perak
sebagai standar moneter. Baginya, pembuatan uang logam hanyalah
merupakan sebuah jaminan yang diberikan oleh penguasa bahwa sekeping
uang logam mengandung sejumlah kandungan emas dan perak tertentu.17
e. Teori Distribusi
Harga suatu produk terdiri atas tiga unsur, yaitu gaji, laba dan pajak. Setiap
produk ini merupakan imbal jasa bagi setiap kelompok dalam masyarakat;
Gaji adalah imbal jasa bagi produser, laba adalah imbal jasa bagi pedagang,
dan pajak adalah imbal jasa bagi pegawai negeri dan penguasa.Oleh karena
itu, Ibnu Khaldun membagi perekonomian dalam tiga sektor, yaitu produksi,
pertukaran, dan layanan masyarakat.
a) Gaji
Karena nilai suatu produk sama dengan jumlah tenaga kerja yang
dikandungnya, gaji merupakan unsur utama dari harga barang-barang.
Harga tenaga kerja adalah basis harga suatu barang. Pengolahan tanah
17 Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam...h. 291.
17
memerlukan tenaga kerja dan bahan-bahan yang mahal. Jadi, aktivitas
agrikulturnya memerlukan pengeluaran yang cukup besar. Mereka
menghitung pengeluaran-pengeluaran ini ketika menentukan harga-
harganya.
Akan tetapi, harga tenaga kerja ditentukan oleh hukum permintaan dan
penawaran; Keahlian dan tenaga kerja pun mahal dikota-kota dengan
peradaban yang melimpah. Ada tiga alasan untuk ini;
a. a Besarnya kebutuhan yang ditimbulkan oleh meratanya hidup mewah
dalam tempat demikian dan padatnya penduduk.
a. b Mudahnya orang mencari penghidupan, dan banyaknya bahan
makanan dikota-kota menyebabkan tukang-tukang buruh tidak mau
menerima bayaran rendah bagi pekerja dan pelayanannya.
a. c Banyaknya orang kaya yang memiliki banyak uang untuk
dihamburkan, dan orang seperti ini banyak kebutuhannya sehingga
mereka memerlukan pelayanan orang lain, yang berakibat timbulnya
persaingan dalam mendapatkanjasa pelayanan, sehingga mereka
bersedia membayar lebih dari nilai pekerjaannya.
b) Laba
Laba adalah selisih antara harga jual dan harga beli yang diperoleh oleh
pedagang. Selisih ini bergantung pada hukum permintaan dan penawaran,
yang menentukan harga beli melalui gaji dan menentukan harga jual
melalui pasar:
“Perdagangan hakikatnya adalah usaha untuk mencetak laba dengan
menaikan modal, dengan cara membelibarang pada harga rendah dan
menjualnya pada harga tinggi.”
Ibnu Khaldun mendefinisikan dua fungsi utama dari perdagangan, yang
merupkan terjemah waktu dan tempat dari suatu produk:
“Usaha untuk mencetak laba dapat dilakukan dengan menyimpan
barang dan menahannya hingga pasar sudah berfluktuasi dari harga
yang rendah menuju harga yang tinggi. Atau sang pedagang dapat
18
memindahkan barangnya ke negeri yang lain yang permintaan di tempat
itu lebih banyak daripada di kota asalnya.”
Bagi Ibnu Khaldun, hakikat perdagangan:
“Memberi dengan harga murah dan menjual dengan harga mahal.”
c) Pajak
Pajak bervariasi menurut kekayaan penguasa dan penduduknya.
Oleh karena itu, jumlah pajak ditentukan oleh permintaan dan
penawaran terhadap produk, yang pada gilirannya menentukan
pendapatan penduduk dan kesiapannya untuk membayar.18
18 Ibid., 293 – 294.
19
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Dari serangkaian penjelasan tersebut, maka kita dapat menarik beberapa
kesimpulan, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Ibnu Thaimiyah merupakan ekonom yang lahir di kota Harran tanggal 22 Januari
1263 M atau bertepatan pada tanggal 10 Rabiul Awal 661 H. Dalam pemikiran
ekonominya, beliau menjabarkan perihal harga yang adil dalam kaitannya
dengan konsep harga yang setara. Harga yang adil baginya adalah harga umum
yang secara wajar berlaku dipasaran tanpa ada unsur penipuan atau pun
tindakan-tindakan yang dapat menyebabkan kenaikan harga yang tidak wajar.
Selanjutnya, pemikiran ekonominya bersinggungan dengan konsep upah yang
adil dan konsep laba yang adil. Dalam konsep tersebut beliau mengatakan bahwa
setiap yang bekerja berhak mendapat upah senilai dengan kerja kerasnya dan
setiap yang berdagang berhak untuk memperoleh keuntungan dengan cara yang
tidak zalim dan tidak menyebabkan ketidakseimbangan pasar. Selain itu,
pemikirannya juga berkaitan dengan mekanisme penetapan harga dan regulasi
harga.
2. Ibnu Khaldun atau yang bernama lengkap Abdurrahman bin Muhammad ini
terkenal dengan karyanya yang berjudul Muqaddimah yang merupakan buku
dari bagian buku induknya yang berjudul Al-‘Ibar. Beliau menyumbangkan
pemikiran ekonominya dalam hal mekanisme harga yang menurutnya
dipengaruhi oleh persediaan kebutuhan dasar dan kebutuhan pelengkap dalam
hukum permintaan dan penawaran. Kemudian ia juga mengungkapkan tentang
teori pembagian tenaga kerja yang menurutnya setiap orang berhak untuk
ditempatkan sesuai dengan keahliannya dan dengan demikian diyakini akan
meningkatkan produksi dan produktifitas tenaga kerja. Ia juga berpendapat
bahwa setiap kompensasi yang diterima dari hasil kerja adalah dipengaruhi oleh
pajak dan pajak juga ia nilai sebagai instrument yang berpengaruh dalam prospek
pembangunan ekonomi. Sselanjutnya ia juga mengemukakan tentang teori uang
dan teori distribusi yang didalamnya dijelaskan tentang gaji, pajak dan laba.
19
20
DAFTAR PUSTAKA
Telaah Kepustakaan
Abdullah, Boedi, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam, Bandung: Pustaka Setia,
2010.
Aswad, Kontribusi Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Khaldun Terhadap Pemikiran
Ekonomi Modern, Tulung Agung: Al-Fikr, 2012.
Haddad, Khalid, 12 Tokoh Pengubah Dunia, Jakarta: Gema Insani, 2009.
Karim, Adiwarman A., Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: Tim IIIT
Indonesia, 2002.
Karim, Adiwarman A., Ekonomi Mikro Islami, Edisi Kedua, Jakarta: IIIT, 2003.
Karim, Adiwarman Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2012.
21
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya lah sehingga makalah dengan judul “Studi Telaah Pemikiran Para
Ekonom Tentang Etika Bisnis (Ibnu Khaldun – Ibnu Thaimiyah)” ini dapat di
selesaikan tepat pada waktunya, sebagai pemenuhan tugas Etika Bisnis Islam.
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan baik dari segi penulisan, susunan kata, maupun isi materi. Dengan ini
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini, serta sebagai jembatan ilmu yang berujung pada
intelektualitas. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Palangka Raya, Desember 2014
Tim Penulis
i
22
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................. 1
D. Kegunaan Penulisan ........................................................................ 2
E. Metode Penulisan ............................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Ibnu Thaimiyah
1. Riwayat Hidup ........................................................................... 3
2. Pemikiran Ekonomi ................................................................... 4
B. Ibnu Khaldun
1. Riwayat Hidup ........................................................................... 11
2. Pemikiran Ekonomi ................................................................... 12
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ...................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA
ii