pemerintah kabupaten pekalonganditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2008/pekalongan2...khusus ibukota...
TRANSCRIPT
1
PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN
NOMOR 2 TAHUN 2008
T E N T A N G
PENYELENGGARAAN ANGKUTAN JALAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI PEKALONGAN,
Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan angkutan jalan merupakan salah satu urat
nadi kehidupan kota yang memiliki peranan penting dalam menunjang
dan mendorong pertumbuhan di segala bidang;
b. bahwa pengaturan operasional masalah angkutan jalan yang ada
selama ini kurang menunjukkan efektifitas dan efisiensi kinerja bidang
lalu lintas dan angkutan jalan;
c. bahwa dengan perkembangan kegiatan angkutan jalan yang semakin
meningkat serta memberikan pelayanan kepada masyarakat
berdasarkan kewenangan yang ada di bidang lalu lintas dan angkutan
jalan sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka dipandang perlu
menetapkan pengaturan penyelenggaraan angkutan jalan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf
a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan Angkutan Jalan.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-
daerah Kabupaten Pekalongan dalam Lingkungan Propinsi Jawa
Tengah;
2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah
Tingkat II Batang dengan mengubah Undang-undang Nomor 13 Tahun
1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam
Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Lembaran Negara Republik
2
Indonesia Tahun 1965 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2757);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lambaran Negara Nomor 3209);
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480);
5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1992 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang
Penangguhan Mulai Berlakunya Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3494);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4389);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4548);
8. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1988 tentang Perubahan Batas
Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan, Kabupaten Daerah
Tingkat II Pekalongan dan Kabupaten Daerah Tingkat II Batang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 92,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3581);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3527);
3
11. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan
Kendaraan Bermotor di Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3528);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan
Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993
Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3529);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan
Pengemudi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor
93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3530);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
16. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan,
Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan PerUndang-Undangan;
17. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 9 Tahun 2006
tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kabupaten
Pekalongan Tahun 2006 Nomor 9);
18. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 10 Tahun 2006
tentang Penataan Transportasi Darat (Lembaran Daerah Kabupaten
Pekalongan Tahun 2006 Nomor 10).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN PEKALONGAN
dan
BUPATI PEKALONGAN
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN
JALAN.
4
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Pekalongan;
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Bupati adalah Bupati Pekalongan.
4. Dinas adalah Dinas yang membidangi Perhubungan Kabupaten
Pekalongan.
5. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lain, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik
Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan,
perkumpulan, firm, kongsi, koperasi, yayasan, dana pensiun, organisasi
masa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga,
bentuk usaha tetap serta bentuk usaha lain.
6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas yang membidangi Perhubungan
Kabupaten Pekalongan.
7. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi sagala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di
atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di
atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
8. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.
9. Kendaraan adalah suatu alat yang dapat bergerak di jalan, terdiri dari
kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor.
10. Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan
teknis yang berada dalam kendaraan tersebut.
11. Kendaraan tidak bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh
tenaga manusia atau hewan.
12. Angkutan adalah pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat
ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.
5
13. Mobil bus adalah setiap kendaraan bermotor yang diperlengkapi
dengan lebih dari 8 tempat duduk tidak termasuk tempat duduk
pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan bagasi.
14. Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang
diperlengkapi dengan sebanyak-banyaknya 8 tempat duduk tidak
termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa
perlengkapan bagasi.
15. Mobil barang adalah kendaraan selain mobil bus, mobil penumpang dan
kendaraan bermotor roda dua.
16. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan yang disediakan untuk
dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran.
17. Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa
angkutan orang dengan mobil bus, yang mempunyai asal dan tujuan
tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak terjadwal.
18. Jaringan trayek adalah kumpulan dari trayek-trayek yang menjadi satu
kesatuan jaringan pelayanan Angkutan orang.
19. Angkutan Antar Kota Antar Propinsi adalah Angkutan dari satu kota ke
kota lain yang melalui antar daerah Kabupaten / Kota yang melalui lebih
dari satu daerah Propinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang
terikat dalam trayek.
20. Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi adalah Angkutan dari satu kota ke
kota lain yang melalui antar daerah Kabupaten / Kota dalam satu
daerah Propinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat
dalam trayek.
21. Angkutan Kota adalah Angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam
satu daerah Kota atau wilayah ibukota Kabupaten atau dalam Daerah
Khusus Ibukota Jakarta dengan menggunakan mobil bus umum atau
mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek.
22. Angkutan Khusus adalah Angkutan yang mempunyai asal dan / atau
tujuan tetap, yang melayani antar jemput penumpang umum, antar
jemput karyawan, permukiman dan simpul yang berbeda.
23. Angkutan Taksi adalah Angkutan dengan menggunakan mobil
penumpang umum yang diberi tanda khusus dan dilengkapi argometer
yang melayani Angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi
terbatas.
6
24. Angkutan Sewa adalah Angkutan dengan menggunakan mobil
penumpang umum yang melayani Angkutan dari pintu ke pintu, dengan
atau tanpa pengemudi, dalam wilayah operasi yang tidak terbatas.
25. Angkutan Pariwisata adalah Angkutan dengan menggunakan mobil bus
umum yang dilengkapi dengan tanda-tanda khusus untuk keperluan
pariwisata atau keperluan lain di luar pelayanan Angkutan dalam trayek,
seperti untuk keperluan keluarga dan sosial lainnya.
26. Angkutan lingkungan adalah Angkutan dengan menggunakan mobil
penumpang umum yang dioperasikan dalam wilayah operasi terbatas
pada kawasan tertentu.
27. Izin dispensasi penggunaan jalan adalah izin yang diberikan kepada
mobil barang untuk menggunakan jalan yang tidak sesuai dengan
kelas, daya dukung muatan sumbu terberat dan dimensi kendaraan
yang diizinkan.
28. Izin bongkar muat barang adalah izin untuk melakukan kegiatan
bongkar muat barang bagi mobil barang.
29. Izin trayek adalah izin untuk mengangkut orang dengan mobil bus
dan/atau mobil penumpang umum pada jaringan trayek.
30. Izin operasi adalah izin untuk mengangkut orang dengan kendaraan
umum tidak dalam trayek;
31. Izin insidentil adalah izin yang diberikan kepada perusahaanyang telah
memiliki izin trayek untukmenggunakan kendaraan bermotor
menyimpang dari izin trayek yang dimiliki.
32. Izin pendirian pool dan/atau agen adalah izin yang diberikan untuk
mendirikan pool dan/atau agen penjualan/pemesanan karcis.
33. Izin usaha angkutan jalan adalah izin yang diberikan untuk melakukan
usaha angkutan dengan kendaraan umum.
34. Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik
untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tindak pidana di bidang retribusi daerah yang terjadi
serta menemukan tersangkanya.
35. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi tugas wewenang khusus oleh
Undang-undang untuk melakukan penyidikan.
36. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang
7
khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan atas
pelanggaran Peraturan Daerah.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Maksud dan tujuan ditetapkannya Peraturan Daerah ini adalah :
a. memberikan arahan yang jelas tentang pelaksanaan angkutan jalan
yang ingin dicapai terpadu dengan moda transportasi lainnya;
b. Menciptakan penyelenggaraan lalulintas yang lancar, tertib, aman,
efisien dan efektif.
BAB III
PENYELENGGARAAN ANGKUTAN JALAN
Bagian Pertama
Angkutan Orang dengan Kendaraan Umum
Pasal 3
(1) Angkutan penumpang umum, diatur sebagai berikut :
a. Angkutan penumpang umum dengan kendaraan bermotor baik
angkutan kota maupun angkutan perbatasan dilayani dengan mobil
penumpang dan mobil bus.
b. Angkutan kota maupun angkutan perbatasan secara bertahap
diarahkan pada angkutan massal sesuai kondisi jalan yang dilalui
dan diatur oleh Bupati.
c. Guna efektifitas, aksesibilitas pelayanan angkutan umum diberi
prioritas untuk melalui jalan larangan dan diatur dengan rambu lalu
lintas.
d. Usia kendaraan angkutan umum baik untuk angkutan kota maupun
angkutan perbatasan yang beroperasi dibatasi maksimum 10
(sepuluh) tahun atau sesuai penilaian teknis dari kepala dinas.
8
e. Tumpang tindih pelayanan angkutan dengan trayek yang berbeda
dalam wilayah Daerah diberi toleransi maksimum 30 % (tiga puluh
perseratus) dari panjang rute yang dilayani.
(2) Pengangkutan orang dengan kendaraan umum, dilayani dengan :
a. trayek tetap dan teratur, dan
b. tidak dalam trayek.
Pasal 4
(1) Untuk pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dalam
trayek tetap dan teratur, dilakukan dalam jaringan trayek.
(2) Jaringan trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
a. Trayek angkutan kota;
b. Trayek angkutan perdesaan;
c. Trayek angkutan Antar Kota Dalam Propinsi;
d. Trayek angkutan Antar Kota Antar Propinsi;
e. Trayek angkutan khusus terdiri dari :
1. Angkutan antar jemput
2. Angkutan karyawan
3. Angkutan permukiman
4. Angkutan pemadu moda
(3) Pengangkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek
terdiri dari :
a. pengangkutan dengan menggunakan taksi;
b. pengangkutan dengan cara sewa;
c. pengangkutan untuk keperluan wisata;
d. pengangkutan sekolah;
e. pengangkutan lingkungan.
(4) Pengangkutan orang dengan menggunakan taksi, merupakan
pelayanan dari pintu ke pintu dengan menggunakan mobil penumpang
umum dalam wilayah operasi terbatas.
(5) Pengangkutan orang dengan cara sewa sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf b, merupakan pelayanan dari pintu ke pintu dengan atau
9
tanpa pengemudi, dilakukan dengan menggunakan mobil penumpang
umum dalam wilayah operasi yang tidak terbatas.
(6) Pengangkutan orang untuk keperluan pariwisata sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf c, merupakan pelayanan angkutan ke dan
dari daerah-daerah tujuan wisata, dilakukan dengan menggunakan
mobil bus umum dengan tanda khusus.
(7) Pengangkutan untuk sekolah maupun pengangkutan untuk lingkungan
dapat dilakukan dengan mobil bus atau mobil penumpang umum.
Bagian Kedua
Angkutan Barang dengan Kendaraan Bermotor
Pasal 5
(1) Pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor pada dasarnya
dilakukan dengan menggunakan mobil barang.
(2) Pengangkutan barang terdiri dari :
a. barang umum;
b. barang berbahaya, barang khusus, barang curah, peti kemas, dan
alat berat.
Bagian Ketiga
Angkutan dengan Kendaraan Tidak Bermotor
Pasal 6
(1) Yang termasuk kendaraan tidak bermotor adalah:
a. dokar;
b. becak.
(2) Pengemudi kendaraan tidak bermotor yang mengoperasikan
kendaraannya sebagai angkutan umum, wajib memiliki Kartu Tanda
Kecakapan Mengemudi Kendaraan Tidak Bermotor (KTKM-KTB);
(3) Kendaraan tidak bermotor yang dioperasikan sebagai angkutan umum
wajib dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Tidak
Bermotor (STNK-TB) dan Tanda Nomor Kendaraan Tidak Bermotor
(TNK-TB);
(4) Kendaraan tidak bermotor yang digunakan sebagai angkutan umum
wajib melaksanakan pengujian laik jalan secara berkala.
10
BAB IV
PERIZINAN ANGKUTAN
Bagian Pertama
Izin Usaha Angkutan
Pasal 7
(1) Kegiatan usaha angkutan orang dan atau angkutan barang dengan
kendaraan bermotor, dilakukan oleh :
a. BUMN / BUMD
b. Badan Usaha Milik Swasta Nasional.
c. Koperasi.
d. Perorangan Warga Negara Indonesia.
(2) Untuk dapat melakukan kegiatan usaha angkutan, wajib memiliki izin
usaha angkutan yang diberikan oleh Bupati.
(3) Izin usaha angkutan meliputi perijinan sebagai berikut :
a. Angkutan orang dengan trayek tetap dan teratur;
b. Angkutan orang tidak dalam trayek;
c. Angkutan barang untuk mengangkut barang umum.
(4) Izin usaha angkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan
untuk jangka waktu selama perusahaan yang bersangkutan masih
menjalankan usahanya.
(5) Untuk mendapatkan izin usaha angkutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), yang bersangkutan harus mengajukan permohonan secara
tertulis kepada Bupati.
(6) Tata cara dan persyaratan permohonan izin usaha angkutan, diatur
lebih lanjut oleh Bupati.
Pasal 8
(1) Izin usaha angkutan, dilengkapi dengan Kartu Izin Usaha Angkutan
untuk masing-masing kendaraan, berlaku untuk jangka waktu 1 (satu)
tahun dan wajib dilakukan daftar ulang.
(2) Kartu Izin Usaha Angkutan, dikeluarkan oleh Kepala Dinas.
11
Pasal 9
Pengusaha angkutan yang telah mendapatkan izin usaha angkutan
diwajibkan :
a. memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam izin usaha.
b. melakukan kegiatan usahanya selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
setelah izin usaha angkutan diterbitkan.
c. melaporkan bila terjadi perubahan kepemilikan perusahaan,
peremajaan, dan penambahan kendaraan kepada Bupati.
d. melaporkan kegiatan usahanya setiap bulan kepada Kepala Dinas.
Bagian Kedua
Persetujuan Izin Trayek dan Izin Operasi
Pasal 10
(1) Setiap penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan umum,
baik usaha baru, perubahan komposisi kendaraan, maupun
penambahan kendaraan harus mendapatkan surat persetujuan Izin
Trayek atau Surat Persetujuan Izin Operasi dari Kepala Dinas.
(2) Surat Persetujuan Izin Trayek atau Surat Persetujuan Izin Operasi
berlaku untuk jangka waktu 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang 1
(satu) kali periode selama jangka waktu 6 (enam) bulan.
(3) Persyaratan dan tata cara permohonan Surat Persetujuan Izin Trayek
dan Surat Persetujuan Izin Operasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), diatur lebih lanjut oleh Bupati.
Bagian Ketiga
Izin Trayek dan Izin Operasi
Pasal 11
(1) Izin trayek atau izin operasi diberikan oleh Bupati dalam bentuk
Keputusan yang berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang.
(2) Pemberian izin trayek atau izin operasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilengkapi dengan Kartu Pengawasan dan Kartu Jam
Perjalanan berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan wajib
dilakukan daftar ulang.
12
(3) Untuk memperoleh izin trayek atau izin operasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), wajib memenuhi persyaratan :
a. memiliki izin usaha angkutan.
b. memiliki atau menguasai kendaraan bermotor sesuai yang diajukan
perizinannya dan dalam kondisi laik jalan.
c. memiliki atau menguasai fasilitas penyimpanan dan perawatan
kendaraan.
Pasal 12
Izin trayek atau izin operasi tidak berlaku lagi bila :
a. telah berakhir usaha angkutan yang bersangkutan.
b. dikembalikan oleh pemegang izin.
c. pencabutan izin.
d. habis masa berlaku izin dan tidak diperpanjang.
Bagian Keempat
Peremajaan Kendaraan
Pasal 13
(1) Dalam rangka menjamin pelayanan dan kelangsungan usaha angkutan,
setiap kendaraan angkutan umum yang sudah tidak laik jalan harus
diremajakan.
(2) Pelaksanaan peremajaan kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dilakukan terhadap kendaraan yang berusia paling lama 10
(sepuluh) tahun berdasarkan hasil penilaian teknis.
Bagian Kelima
Izin Insidentil
Pasal 14
(1) Perusahaan angkutan yang telah memiliki izin trayek dapat diberikan
izin insidentil untuk menggunakan kendaraan bermotor cadangan
menyimpang dari trayek yang dimiliki.
(2) Izin insidentil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan oleh
Kepala Dinas untuk trayek AKDP.
13
(3) Dalam keadaan tertentu, izin insidentil dapat diterbitkan bagi kendaraan
tertentu yang telah memiliki izin trayek tetap dan teratur atau izin
operasi.
(4) Izin insidentil diberikan hanya untuk satu kali perjalanan pergi pulang,
dan berlaku paling lama 14 (empat belas) hari serta tidak dapat
diperpanjang.
(5) Tata cara dan persyaratan untuk memperoleh izin insidentil diatur lebih
lanjut oleh Bupati.
Bagian Keenam
Pengoperasian Angkutan Barang
Pasal 15
(1) Di dalam operasinya, angkutan barang yang dipergunakan untuk
angkutan barang umum dan angkutan barang perusahaan wajib
dilengkapi dengan izin usaha angkutan barang.
(2) Izin usaha angkutan barang untuk angkutan perusahaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terpisah dari perizinan pokok perusahaan yang
bersangkutan.
Bagian Ketujuh
Pengoperasian Angkutan Tidak Bermotor
Pasal 16
(1) KTKM-KTB, STNK-KTB dan TNK-KTB sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 berlaku 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang.
(2) KTKM-KTB, STNK-KTB dan TNK-KTB sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 dikeluarkan oleh Dinas.
(3) Pengujian berkala bagi kendaraan tidak bermotor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 dilaksanakan setiap 1 (satu) tahun sekali.
(4) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh
Dinas.
(5) Tata cara untuk mendapatkan KTKM-KTB, STNK-KTB, TNK-KTB dan
penyelenggaraan pengujian kendaraan tidak bermotor diatur lebih lanjut
oleh Bupati.
14
Pasal 17
(1) Pada prinsipnya angkutan dengan kendaraan tidak bermotor hanya
diizinkan beroperasi sebagai angkutan lokal dan atau angkutan
pemukiman, jumlahnya ditetapkan dan diawasi oleh Bupati.
(2) Untuk becak dan/atau dokar dari luar daerah dapat beroperasi di
wilayah Kabupaten Pekalongan dengan terlebih dahulu mendapatkan
izin operasi dari Kepala Dinas.
(3) Becak dan/atau dokar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang
diizinkan beroperasi di wilayah Kabupaten adalah becak dan/atau dokar
yang berdomisili di wilayah perbatasan daerah.
(4) Untuk mengantisipasi pertumbuhan jumlah angkutan dengan kendaraan
tidak bermotor, maka ditetapkan kapasitas maksimal jumlah angkutan
kendaraan tidak bermotor untuk tiap-tiap rayon di wilayah Kabupaten
Pekalongan.
(5) Tata cara untuk mendapatkan izin operasi dan penetapan rayon serta
kapasitas becak dan/atau dokar tiap rayon diatur lebih lanjut oleh
Bupati.
Bagian Kedelapan
Agen Jasa Angkutan dan Pool Kendaraan
Pasal 18
(1) Agen jasa angkutan terdiri dari agen penjualan karcis, dan biro
perjalanan angkutan orang serta agen jasa angkutan barang.
(2) Agen jasa Angkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
bagian dan menjadi tanggung jawab perusahaan.
(3) Agen penjualan karcis dan biro perjalanan hanya berfungsi sebagai
tempat penjualan karcis.
(4) Lokasi agen dapat di terminal, pool kendaraan atau di tempat lain yang
memungkinkan.
(5) Pool kendaraan dapat difungsikan sebagai tempat menaikkan dan
menurunkan penumpang setelah memenuhi persyaratan teknis dan
setelah mendapatkan izin dari Bupati.
(6) Setiap pendirian agen jasa angkutan harus mengajukan izin agen jasa
angkutan kepada Kepala Dinas.
15
(7) Penyelenggaraan izin pendirian agen dapat dikenakan retribusi yang
besarnya ditetapkan dengan Peraturan Daerah tersendiri.
Pasal 19
(1) Pengusaha Angkutan wajib menguasai fasilitas penyimpanan / pool
kendaraan bermotor.
(2) Pool kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain berfungsi
sebagai tempat istirahat kendaraan dan tempat pemeliharaan serta
perbaikan kendaraan juga dapat difungsikan sebagai tempat untuk
menaikkan dan menurunkan penumpang.
(3) Dalam pengoperasiaan pool kendaraan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), harus mendapatkan izin dari Bupati.
Bagian Kedelapan
Bongkar Muat Barang
Pasal 20
(1) Kegiatan bongkar dan muat barang harus dilakukan pada tempat-
tempat yang telah ditetapkan peruntukannya.
(2) Kegiatan bongkar muat barang di dalam kota yang tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan
setelah mendapatkan izin dari Bupati.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang pengaturan bongkar muat barang dan
prosedur perizinannya diatur lebih lanjut oleh Bupati.
BAB V
PENYIDIKAN
Pasal 21
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah
diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang lalu lintas angkutan jalan, serta tindak pidana di
bidang retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana yang berlaku.
16
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), agar keterangan atau laporan tersebut menjadi
lengkap dan jelas.
b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangnan mengenai orang
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana tersebut.
c. Meminta keterangan dan tanda bukti dari pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana tersebut.
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen
yang lain yang berkenaan dengan tindak pidana tersebut.
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta
melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut.
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana tersebut.
g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung
dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e.
h. Memotret seseorang berkaitan dengan tindak pidana tersebut.
i. Memanggil seseorang untuk didengar keterangan dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi.
j. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana tersebut menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
BAB VI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 22
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Daerah ini diancam
pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
17
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah
pelanggaran.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Bupati.
Pasal 24
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Pekalongan.
Ditetapkan di Kajen
Pada tanggal
BUPATI PEKALONGAN,
SITI QOMARIYAH
18
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN
NOMOR 2 TAHUN 2008
T E N T A N G
PENYELENGGARAAN ANGKUTAN JALAN
I. PENJELASAN UMUM
Peraturan Daerah mengenai Penyelenggaraan Angkutan Jalan dimaksudkan untuk
meningkatkan pembinaan, pengawasan serta penyelenggaraan angkutan jalan sesuai
dengan perkembangan kehidupan masyarakat.
Sebagai salah satu komponen Sistem Perhubungan, pada hakikatnya
penyelenggaraan angkutan jalan menyangkut hajat hidup orang banyak karena
digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Dalam kedudukan dan peranan yang demikian sudah selayaknya apabila
Pemerintah Daerah memberikan bimbingan pembinaan sehingga penyelenggaraan
angkutan jalan dapat diselenggarakan secara tertib dan teratur, berhasil guna dan
berdaya guna.
Sistem perizinan lebih menitikberatkan kepada jaminan kualitas pelayanan
angkutan penumpang umum maupun barang dengan kendaraan bermotor.
Izin usaha angkutan diberlakukan untuk seluruh usaha angkutan dengan
kendaraan umum dan ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan angkutan.
Izin trayek dan operasi diberlakukan untuk pelayanan angkutan penumpang
dengan trayek tetap dan teratur serta tidak dalam trayek dengan tujuan usaha
angkutan dapat diselenggarakan secara tertib dan teratur dengan tetap menjaga
kesempatan berusaha bagi golongan ekonomi kecil, menengah dan besar.
Untuk menjamin kualitas pelayanan yang tertib dan teratur, maka pengawasan
faktor-faktor yang berkaitan langsung dengan keselamatan seperti perawatan
kendaraan dan mutu pengemudi akan ditingkatkan. Demikian pula pengawasan
terhadap kelebihan muatan akan pula ditingkatkan sehingga kerusakan-kerusakan
jalan akibat kelebihan muatan dapat dikurangi ataupun dihapuskan.
Dalam Peraturan Daerah ini diatur pula mengenai angkutan dengan kendaraan
tidak bermotor, peremajaan angkutan, agen jasa angkutan dan pool kendaraan dan
bongkar muat barang.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
19
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Cukup jelas.
Angka 12
Cukup jelas.
Angka 13
Cukup jelas.
Angka 14
Termasuk pengertian mobil penumpang antara lain bemo dan helicak.
Angka 15
Cukup jelas.
Angka 16
Cukup jelas.
Angka 17
Cukup jelas.
Angka 18
Cukup jelas.
Angka 19
Cukup jelas.
Angka 20
Cukup jelas.
Angka 21
Cukup jelas.
Angka 22
Cukup jelas.
Angka 23
Cukup jelas.
Angka 24
Cukup jelas.
Angka 25
Cukup jelas.
20
Angka 26
Cukup jelas.
Angka 27
Cukup jelas.
Angka 28
Cukup jelas.
Angka 29
Cukup jelas.
Angka 30
Cukup jelas.
Angka 31
Cukup jelas.
Angka 32
Cukup jelas.
Angka 33
Cukup jelas.
Angka 34
Cukup jelas.
Angka 35
Cukup jelas.
Angka 36
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat 1
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Usia kendaraan angkutan umum yang beroperasi dibatasi maksimum 10
(sepuluh) tahun dengan mempertimbangkan berbagai faktor antara lain
faktor keselamatan, kenyamanan, perbandingan antara pendapatan
dengan biaya operasi kendaraan. Penilaian teknis dilakukan oleh kepala
dinas dengan berdasar pada ketentuan teknis yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah.
Huruf e
Toleransi 30% (tiga puluh perseratus) dimaksudkan sebagai batas
maksimum dari tumpang tindih pelayanan angkutan guna terjaminnya
kualitas pelayanan angkutan.
Ayat 2
Cukup jelas
21
Pasal 4
Ayat 1
Cukup jelas
Ayat 2
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Angka 1
Pengertian angkutan antar jemput adalah angkutan dalam trayek
dengan asal dan tujuan perjalanan tetap atau sebaliknya.
Angka 2
Pengertian angkutan karyawan adalah angkutan dalam trayek yang
melayani dari dan ke satu tujuan tempat kerja dengan beberapa titik
asal penumpang.
Angka 3
Pengertian angkutan permukiman adalah angkutan dalam trayek yang
melayani dari dan ke satu kawasan permukiman dengan beberapa
titik tujuan penumpang.
Angka 4
Pengertian angkutan permukiman adalah angkutan yang melayani
penumpang dari dan / atau ke terminal, stasiun kereta api, pelabuhan
dan bandar udara kecuali dari terminal ke terminal.
Ayat 3
Wilayah operasi terbatas yang dimaksud adalah batasan wilayah yang
tercantum pada izin operasi.
Ayat 4
Cukup jelas
Ayat 5
Cukup jelas
Ayat 6
Tanda khusus dimaksud adalah tanda yang diberikan oleh instansi yang
membidangi perhubungan setelah mendapatkan izin insidentil.
Ayat 7
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
22
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR