pemerataan pendidikan
DESCRIPTION
Landasan yuridis pendidikanTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) alenia
keempat berbunyi “… dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa…”. Penggalan dari kalimat tersebut menyatakan bahwa salah
satu tujuan Negara Indonesia adalah mencerdaskan rakyat Indonesia. Sumber
Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tentu saja melalui proses pendidikan.
Pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam
agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan ini sangat penting
karena perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang.
Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga
Negara dalam memperoleh pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa
Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, yang mewajibkan
Pemerintah bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan
menciptakan kesejahteraan umum. Pemerataan pendidikan merupakan hal yang
penting dalam pembangunan pendidikan.
Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu Equality dan
Equity. Equality atau persamaan mengandung arti persamaan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan, sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh
kesempatan pendidikan yang sama diantara berbagai kelompok dalam masyarakat.
Equality dan Equity dalam aspek pemerataan pendidikan ini juga sesuai dengan
Pancasila sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Semua
penduduk usia sekolah telah memperoleh pendidikan dapat diartikan bahwa akses
terhadap pendidikan merata, sementara itu akses terhadap pendidikan telah adil
jika antar kelompok bisa menikmati pendidikan secara sama.
Coleman dalam bukunya Equality of educational opportunity
mengemukakan secara konsepsional konsep pemerataan yakni : pemerataan aktif
dan pemerataan pasif. Pemerataan pasif adalah pemerataan yang lebih
menekankan pada kesamaan memperoleh kesempatan untuk mendaftarkan di
sekolah, sedangkan pemerataan aktif bermakna kesamaan dalam memberikan
kesempatan kepada murid-murid terdaftar agar memperoleh hasil belajar setinggi-
tingginya (Ace Suryadi, dalam Amalia 2007). Menurut Amalia, pemerataan
pendidikan tidak hanya persamaan dalam memperoleh kesempatan pendidikan,
tapi juga setelah menjadi siswa harus diperlakukan sama guna memperoleh
pendidikan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk dapat berwujud
secara optimal. Lalu bagaimana keadaan pemerataan pendidikan di Indonesia
ditinjau dari Pancasila dan UUD 1945? Dan bagaimana upaya pemerintah untuk
meningkatkan pemerataan pendidikan di Indonesia? Berikut ini dipaparkan
mengenai keadaan pemerataan pendidikan di Indonesia ditinjau dari Pancasila dan
UUD 1945 dan upaya untuk meningkatkan pemerataan pendidikan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pemerataan Pendidikan di Indonesia ditinjau dari Pancasila
Keadilan merupakan hak seluruh umat manusia. Keadilan ini ada di
dalam Pancasila pada sila kelima yang berbunyi “Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”. Keadilan merupakan suatu simbol kerukunan dan
kemakmuran dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara. Makna keadilan
dalam masyarakat luas adalah agar setiap masyarakat memperoleh hak dan
kewajibannya sebagai warga negara. Namun, pada kenyataannya banyak hal
yang bertentangan dengan sila keadilan ini. Masyarakat mulai resah dengan
berbagai permasalahan yang menyangkut keadilan, contohnya yang berkaitan
dengan permasalahan pendidikan sekarang ini di Indonesia.
Pemerataan pendidikan di Indonesia memang belum sepenuhnya
tercapai. Masalah pemerataan pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
salah satunya adalah faktor ekonomi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS),
jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan September 2014 mencapai
10,96% dari total penduduk atau sekitar 27,727 juta jiwa. Tidak sedikit anak-
anak putus sekolah karena orang tua belum sepenuhnya mampu menunjang
biaya sekolah. Mereka lebih memilih untuk mencari penghasilan agar dapat
bertahan hidup dibandingkan mengenyam pendidikan, walaupun ada
keinginan untuk belajar di bangku sekolah. Semakin tinggi tingkat
pendidikan, semakin mahal biaya yang dikeluarkan oleh individu. Indonesia
merupakan negara berkembang yang sebagian besar masyarakatnya hidup
pada taraf yang tidak berkecukupan.
Di daerah terpencil, para orang tua cenderung apatis dengan
keberlangsungan pendidikan anaknya. Ibaratnya untuk membeli pakaian
pantas pakai saja tidak mampu apalagi menyekolahkan anaknya. Sehingga
pemikiran yang mengesampingkan pentingnya pendidikan pun merayapi
pikiran para orang tua di daerah terpencil ini. Bagi mereka berburu di hutan,
bercocok tanam, dan lain-lain lebih menguntungkan daripada belajar di
bangku sekolah.
Sarana dan prasarana dalam menunjang pendidikan juga belum
menunjukkan pemerataan dalam pendidikan. Sarana dan prasarana ini
meliputi buku-buku pelajaran, gedung sekolah beserta isinya, serta peralatan
sekolah yang menunjang proses belajar mengajar. Distribusi buku-buku
pelajaran tidak merata di seluruh sekolah di Indonesia. Tidak sedikit peserta
didik di sekolah-sekolah pedalaman tidak memiliki buku panduan mata
pelajaran. Akibatnya, ketika ujian tiba, mereka mendapatkan kesulitan untuk
menjawab soal ujian. Sering kita lihat pembangunan gedung-gedung sekolah
megah diperkotaan dengan fasilitas yang memadai untuk kegiatan belajar
mengajar. Namun, hal itu akan berbanding terbalik ketika kita melihat
keadaan yang sebenarnya di daerah terpencil. Tidak ada fasilitas yang cukup
memadai untuk menunjang kemajuan proses belajar mengajar yang mereka
lakukan.
Selain itu di daerah terpencil juga masih terdapat akses jalan yang sulit
dilalui dari rumah ke sekolah. Untuk menuntut ilmu saja mereka harus rela
berjalan sampai berkilometer-kilometer jauhnya. Ironisnya, mereka harus
melewati sungai-sungai yang arusnya deras, ataupun naik turun pegunungan
untuk dapat ke sekolah. Dari hal itu menunjukkan letak sekolah belum
strategis dan banyak yang malas ke sekolah hingga berhenti sekolah karena
faktor jarak tempuh ini. Oleh karena akses jalan yang sulit, pembangunan
sekolah di daerah terpencil juga cukup sulit karena akses transportasi yang
kurang baik sehingga banyak prasarana sekolah yg saat ini mulai rusak/tidak
layak pakai.
Keadilan dalam pendidikan juga belum dirasakan oleh masyarakat di
daerah terpencil dalam hal pemerataan guru (pendidik). Pemerataan pendidik
belum terdistribusikan secara merata karena setiap pendidik punya keinginan
dan kepentingan masing-masing. Sebagian dari pendidik yang mengajar
hanya bekerja sebagai honorer saja. Bahkan mereka pun hanya dibayar
dengan gaji yang tidak sebanding dengan guru yang bekerja di perkotaan.
Selain itu kurangnya informasi juga mempengaruhi dalam kegiatan belajar-
mengajar di daerah terpencil. Mereka terkesan tertinggal dalam informasi-
informasi tentang pendidikan yang mungkin sebagian besar sudah
diberlakukan di perkotaan. Sungguh disayangkan memang, mengingat
pendidikan itu sangat penting sekali untuk masa depan seluruh umat manusia
ke depannya untuk dapat memajukan SDM yang baik disertai dengan
pikiran-pikiran yang inovatif.
Berbagai kendala dalam pemerataan pendidikan di atas, tentu
berdampak pula pada pemerataan pendidikan dari segi evaluasi pendidikan.
Selama ini evaluasi pendidikan adalah Ujian Nasional (UN). UN dengan
standar kelulusan yang ditetapkan secara nasional. Ujian nasional pada
hakekatnya satu dari beberapa komponen keberhasilan sebuah studi, karena
dengan UN semua peserta didik di seluruh penjuru Indonesia mendapatkan
pendidikan yang sama tanpa perbedaan. Antara sekolah kota dan di desa
sarana dan prasarannya pun sepatutnya tidak ada perbedaan agar kualitas
SDM di Indonesia tidak berbeda antara di wilayah perkotaan dan perdesaan.
Dampak positifnya setiap warga negara di manapun mereka berada mereka
akan mendapatkan pendidikan yang sama, kurikulum yang sama, kualitas
yang sama dan kebijakan pendidikan yang sama pula tanpa membeda-
bedakan antara satu wilayah dengan wilayah yang lain.
Pada kenyataannya, dengan berbagai kendala dalam pemerataan
pendidikan tersebut, justru membuat UN sebagai syarat kelulusan secara
nasional menjadi kurang efektif. Ketika UN dilaksanakan, peserta didik tentu
dituntut untuk datang tepat waktu agar dapat mengikuti UN, peserta didik
dituntut pula siap secara mental dan pengetahuan untuk menghadapi soal UN
yang nantinya akan dijadikan tolok ukur kelulusan peserta didik. Dengan
akses jalan yang sulit dilalui dari rumah ke sekolah, dan kurangnya sumber
belajar peserta didik tentu akan membawa pengaruh terhadap mental dan
pengetahuan peserta didik dalam menghadapi soal UN dan tentu saja hasil
yang diperoleh tidak optimal pula. Selain itu, sering pula soal-soal UN
terhambat dalam hal pengiriman karena faktor jalan yang kurang mendukung
untuk menuju ke sekolah.
2.2 Pemerataan Pendidikan di Indonesia ditinjau UUD 1945
jika Ujian Nasional tidak diadakan, maka dampaknya para peserta didik
semakin merasakan kebebasan yang berlebihan, euphoria karena tidak ada
ujian. Dampaknya lagi para peserta didik ini tidak akan tertuntut untuk belajar
lebih giat, karena mereka merasa tak akan diuji dan pasti lulus meski mereka
tidak mengerjakan soal ujian dari pemerintah. Mereka akan bersekolah
dengan semaunya, dan menjadikan sekolah sebagai tempat kongkow-
kongkow yang minim prestasi.
Sulitnya pemerintah menata arah kebijakan terkait pendidikan, karena
sekolah sendiri mengelola sistem pendidikan semau-maunya, tanpa ada
kontrol pemerintah. Tentu saja bagi sekolah yang sudah kadung disiplin dan
berprestasi ada atau tidak adanya ujian nasional tidak akan menjadi
persoalan, toh sekolah mereka sudah modern dan berkualitas. Tapi
bagaimana dengan sekolah yang tidak disiplin dan guru-gurunya tidak
profesional? Justru tidak adanya ujian nasional semakin menjerumuskan
peserta didik-peserta didik di sekolah model ini ke pada situasi tak tentu arah.
Mereka mendidik peserta didiknya semau gue, karena tak tertuntut adanya
evaluasi yang disamakan. Padahal status pendidikan hakekatnya sama, baik
dari sarana prasaraan, guru, kurikulum pun sepatutnya tidak dibeda-bedakan.
Jadi prestasi semua sekolah pun akan merata tidak dibeda-bedakan.
tentu tidak begitu efektif.
UUD 1945 BAB XIII Pasal 31 ( Pendidikan dan Kebudayaan )1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya.3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahklak mulia dalam rangka mencerdaskan kehdupan bangsa yang diatur dengan UU
4. Negaran memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan
belanja negara serta dari anggaran dan pendapatan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelanggaraan pendidikan nasional
5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuaan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia
UUD 1945 BAB XIII Pasal 31 ( Pendidikan dan Kebudayaan ) diatas mengatur mengenai hak dan kewajiban sebagai warga negara Republik Indonesia khusunya dalam hal dunia pendidikan dan kebudayaan. Untuk kali ini saya akan membahas masalah pendidikan saja. Ternyata pasal diatas menegaskan bahwa negara dalam hal ini pemerintah berkewajiban membiayai pendidikan anank-anak bangsa ini. Sayangnya belum banyak warga negara ini yang menyadari ini, lebih memprihatinkan lagi, jika ada sekolah gratis orang tua sangat senang sekali padahal itu merupakan sudah kewajiban negara. Sebaliknya jika biaya pendidikan yang mahal di negeri ini orang tua hanya bisa pasrah jarang melayangkan protes.Berdasarkan isi UUD 1945 khususnya pasal 31 diatas menegaskan bahwa Negara dalam hal ini pemerintah harus memberikan perhatian khusus pada dunia pendidikan Indonesia . Bahkan dalam salah satu ayat pada pasal ini mengatakan pemerintah harus memberikan anggaran setidaknya 20 persen dari APBN Negara. Memang pemerintah membuktikannya dengan menyisihkan anggaran sebesar Rp 207,4 triliun pada tahun 2009 dan sebesar Rp 195,636 pada tahun 2010. Namun entah mengapa potret pendidikan kita masih jauh dari kata memuaskan. Lebih memprihatinkan lagi potret pendidikan kita sampai menelan korban jiwa melalui siswa yang takut atau gagal saat mengikuti ujian nasional. Sebuah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah entah sampai kapan waktunya. Kita tentunya sudah tidak asing lagi jika menonton berita di televisi atau membaca berita di Koran yang isinya mengenai gedung sekolah yang sudah tak layak untuk dijadikan tempat belajar. Khususnya untuk daerah Indonesia bagian timur. Belum lagi kalau kita berjalan mengelilingi kota Jakarta, sebuah kota yang merupakan ibukota Negara ini., dimana pusat segala pemerintahan Negara berada didalamnya yang juga merupakan barometer dari kota kota lainnya maka kita akan terbiasa dengan pemandangan dimana anak-anak yang seharusnya duduk dibangku sekolahan justru mencari uang di pinggir jalan.Saya tidak tahu apa yang ada didalam benak pemerintah sewaktu televisi menayangkan pemandangan tersebut dan mereka menyaksikannya sendiri dengan mata kepala sendiri mengenai apa yang dirasakan anak-anak Indonesia. Bandingkan
keadaan buruk diatas dengan keinginan pemerintah yang selalu terpenuhi seperti kenaikan gaji para menteri. Bahkan pemerintah mengalokasikan anggaran untuk kenaikan gaji menteri Kabinet Indonesia Bersatu II dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2010. Anggaran tersebut masuk dalam pos reformasi birokrasi yang dialokasikan sebesar Rp 700 miliar. Mobil mewah yang harga mobil tersebut berkisar Rp 750 juta, atau lebih murah dari kendaraan menteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid II senilai Rp 1,3 miliar. Dan yang paling baru mengenai “curhat” presiden mengenai gajinya yang tidak naik setelah tujuh tahun memimpin negeri ini. Seperti biasa rakyat hanya bisa menerima kebijakan demi kebijakan yang dibuat pemerintah tadi dengan lapang dada, karena demo pun tak ada gunanya. Mengapa? Karena meskipun demo telah mendapat izin dari polisi tetap saja pemerintah tidak memperhatikan teriakan para pendemo. Anggota DPR yang menjadi harapan terakhir para rakyat justru tidak berbuat banyak sejauh ini. Orang-orang yang menamakan diri mereka wakil rakyat ini justru sibuk dengan berbagai kepentingan parpolnya masing-masing. Bahkan beberapa dari mereka justru terlibat kasus korupsi. Terakhir yang paling segar beritannya adalah DPR merencanakan membangun gedung baru pada 2011 yang bernilai kurang lebih 1,7 triliyun rupiah.Kembali ke masalah pendidikan. Ambil saja salah beberapa contoh kasus yang terjadi di Negara Indonesia bagian barat tepatnya di Desa Gadingrejo, Kecamatan Juwana, Pati, Jawa Tengah, Senin (7/2), yang tetap masuk sekolah kendati ruang kelas SD Gadingrejo terendam banjir mereka tetap belajar. Para murid yang melakukan kegiatan belajar-mengajar mengaku menjadi tidak konsentrasi belajar kendati sudah datang ke sekolah. Mereka mengaku hanya bisa bermain air di lapangan. Menurut salah seorang guru di SD Gadingrejo, Kardi, untuk murid kelas empat hingga enam tetap masuk sekolah. Sedangkan untuk murid kelas satu hingga kelas tiga sekolah dasar, terpaksa dipulangkan karena kondisi ruang kelas tidak memungkinkan. Ia berharap instansi terkait dan pemerintah memprioritaskan sekolah tersebut yang setiap tahunnya menjadi langganan banjir. Selain merendam gedung SD, banjir juga merendam sekolah TK dan Kantor Desa Gadingrejo yang berada tepat di samping sekolah tersebut. Jika ketinggian air terus bertambah tiga hari ke depan, rencananya pihak sekolah akan meliburkan para siswa. Hal ini dilakukan demi menghindari sesuatu yang tidak diinginkan (Liputan6.com). Atau yang terjadi di Kondisi Gedung Sekolah Dasar Negeri 1 Sugihwaras, Ngancar, Kediri, Jawa Timur, hingga Rabu (2/2), sangat memprihatinkan. Sejak didirikan pada 1990, gedung sekolah ini memang belum pernah direnovasi. Atap gedung berlubang dan rawan ambruk akibat banyaknya
kayu yang sudah lapuk.Kondisi ini berlangsung sejak tahun ajaran baru 2010 dan sudah dilaporkan ke Dinas Pendidikan Kabupaten Kediri pada 2009 silam. Namun, hingga kini belum ada tanggapan dari pemerintah maupun dinas terkait.Alhasil, para siswa terpaksa belajar di tempat parkir. Tak hanya itu, sejumlah siswa juga harus rela belajar di perpustakaan dan di rumah penjaga sekolah.Kondisi ini tentunya membuat siswa tidak berkonsentrasi menerima pelajaran. Tempat duduk yang berdesak-desakan, bising dan berdebu menambah penderitaan mereka. Sekalipun ada ruang kelas yang dapat ditempati, kondisinya sudah mengkhawatirkan karena banyak kayu yang sudah lapuk sehingga rawan ambruk.Pemerintah Kabupaten Kediri telah menganggarkan Rp 52 miliar untuk pembangunan gedung sekolah yang rusak. Pihaknya juga mengakui banyak gedung sekolah rusak di wilayahnya. Sebaliknya, pihak sekolah hanya bisa berharap pemerintah dan dinas terkait segera merenovasi sekolah yang memiliki murid sekitar 191 siswa into (Liputan6.com). Itu baru 2 contoh saja yang kita ambil dari sekian banyak permasalah mengenai pendidikan di negeri kita Indonesia. Menurut saya sudah seharusnya pemerintah pusat turun tangan langsung mengatasi permasahan tadi, bila perlu presiden turun ke lapangan langsung untuk melihat hasil kerja anak buahnya (menteri dan dinas terkait lainnya). Mungkin selama ini presiden hanya menerima laporan saja tanpa melihat langsung hasil kinerja anak buahnya. Jadi permasalahan tadi hanya menjadi angin lalu bagi pemerintah. Jika presiden turun langsung ke lapangan mungkin dia akan tahu dan merasakan apa yang dirasakan oleh para anak bangsa kita terkait pendidikan. Sebagain seorang bergelar Doctor presiden tentunya ingin anak-anak negeri ini dapa mengeyam pendidikan setinggi-tingginya seperti dirinya. Untuk para anggota DPR khususnya komisi X yang bergerak di bidang pendidikan sudah sepantasnya pula mereka turun ke lapangan langsung untuk melihat anak-anak bangsa perihal pendidikan yang nereka terima. Jangan hanya sibuk dengan urusan parpolnya masing-masing.Itulah harpan saya untuk pendidikan di negeri kita, jika memang pemerintah berniat memperbaiki pendidikan negeri ini mulailah dari hal-hal yang sederhana tadi seperti turun langsung ke lapangan menyaksikan langsung apa yang dirasakan anak-anak bangsa kita lalu member solusi dan mengawasi langsung solusi yang telah dibuat tadi. Jangan sampai dana yang digunakan dalam APBN untuk pendidikan hanya menjadi sebuah angka yang membuat kita kagum namun kenyataan di lapangan nol besar karena mungkin dana tadi di korupsi oleh pihak-pihak yang kurang bertanggung jawab.
Mengacu pada UUD 1945 pasal 31 ayat 4, negara memiliki kewajiban untuk mengatasi rendahnya kemampuan sebagian masyarakat dalam membiayai pendidikan. Namun UUD ’45 ternyata bukanlah suatu landasan yang dapat memaksa pemerintah untuk melaksanakan amanatnya. Pada kenyataannya, alokasi APBN pada bidang pendidikan masih saja pada bilangan yang sangat jauh dari ketentuan. Ironisnya biaya pendidikan semakin melambung tinggi tanpa mampu dikendalikan bahkan oleh pemerintah sekalipun. Tentu saja hal ini semakin memupuskan harapan rakyat miskin untuk mampu menjamah pendidikan yang layak dan berkualitas. Padahal pendidikan adalah hak mendasar dari setiap warganegara dalam rangka memperbaiki masa depan hidup generasi bangsa.
2.3 Upaya Pemerintah dalam Meningkatkan Pemerataan Pendidikan di
Indonesia
Pemerataan pendidikan di Indonesia dapat dikatakan sebagai masalah yang rumit. Ketidakmerataan pendidikan di Indonesia
Dengan seiring berjalannya waktu, mengingat bahwa pendidikan itu sangat pentingkarena merupakan faktor yang menunjang kemajuan suatu negara, maka dewasa inipemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan tingkat pendidikanmasyarakatnya, hal itu dapat dilihat sejak tahun 1984, Indonesia telah berupaya untukmemeratakan pendidikan formal Sekolah Dasar, kemudian dilanjutkan dengan Wajib BelajarSembilan Tahun pada tahun 1994. Selain itu, pemerintah semakin intensif untuk memberikanbantuan berupa beasiswa, seperti Gerakan Orang Tua Asuh, Bantuan Operasional Sekolah(BOS).Pengalihan alokasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) oleh pemerintah yangsebagian diperuntukkan bagi sektor pendidikan dan kesehatan mungkin bisa menjadipenghibur meski pada dasarnya, pendanaan sektor pendidikan seharusnya tidakmempersyaratkan naiknya harga BBM. Dari dana kompensasi bidang pendidikandirencanakan terdistribusi dalam bentuk beasiswa. Sekitar 9,6 juta anak kurang mampu usiasekolah menjadi sasaran dari program alokasi ini. Pada tahun 2003, setidaknya 1 dari 4penduduk Indonesia termasuk miskin. Jika total penduduk Indonesia adalah sekitar 220 jutajiwa, maka berarti ada sekitar 60 juta jiwa saudara kita yang dalam kategori miskin. Artinya,apa yang sekarang sedang direncanakan pemerintah sangat mungkin belum dapatmenjangkau semua rakyat miskin. Memang dibutuhkan cukup waktu untuk sampai ke situ.
Yang jelas awal menuju ke arah itu telah dimulai. Dalam konteks ini sebaiknya dibuat suatukriteria siapa-siapa saja yang urgen untuk mendapatkan bantuan, dan siapa saja yang bisamenunggu giliran berikutnya. Kriteria itu penting agar keputusan seleksi tidak sampaimenimbulkan gejolak di masyarakat paling bawah. Oleh karena itu, proses seleksi seharusnyabenar-benar dilakukan terbuka yang didasarkan oleh data lapangan yang seakurat mungkin.Terlebih, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap praktik distribusi anggaran yang
dilakukan pemerintah sering berada di titik rendah.2.4
Masalah pemerataan pendidikan juga dipengaruhi oleh sarana dan
prasarana. Di beberapa daerah di Indonesia terdapat banyak sekolah yang kurang
terawat. Pada tahun 2006 sekitar 57,2 persen gedung SD/MI dan sekitar 27,3
persen gedung SMP/MTs mengalami rusak ringan dan rusak berat. Gedung
SD/MI yang dibangun secara besar-besaran pada saat dimulainya Program Inpres
SD tahun 1970-an dan Program Wajib Belajar Enam Tahun pada tahun 1980-an
sudah banyak yang rusak berat yang diperburuk dengan terbatasnya biaya
perawatan dan perbaikan. Di bebrapa daerah terpencil sebagian gedung sekolah
hanya terbuat dari kayu dan berlantaikan tanah. Hal ini diakibatkan oleh buruknya
akses jalan menuju daerah tersebut dan kurangnya perhatian dari pemerintah.
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah
Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal
Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni
(APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa).
Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni
Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54,8% (9,4 juta siswa). Sementara itu
layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam
usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia
secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan
pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
Berbagai permasalahan dan tantangan yang masih dihadapi dalam
penyelenggaraan pemerataaan peendidikan.
a. Pendidikan prasekolah,
Beberapa permasalahan yang masih dihadapi dewasa ini adalah sebagai
berikut:
a) Sebagian besar pendirian lembaga-lembaga pendidikan prasekolah yang
diprakarsai oleh masyarakat masih berorientsi di wilayah perkotaan, sedangkan
untuk wilayah-wilayah di pedesaan atau daerah terpencil dirasakan masih sangat
kurang. Hal ini berakibat pada kurang adanya pemerataan kesempatan untuk
pendidikan prasekolah.
b) Masih terdapat pendirian/penyelenggaraan pendidikan prasekolah tidak
memenuhi standar minimal baik dari segi sarana dan prasarana maupun mutu dan
profesionalisme guru.
c) Kondisi sosial ekonomi masyarakat di pedesaan dan daerah terpencil yang
sebagian besar miskin telah menyebabkan kualitas gizi anak kurang dapat
mendukung aktivitas anak didik dalam bermain sambil belajar.
d) Banyak penyelenggaraan pendidikan prasekolah terutama dikota-kota besar,
kurang memperhatikan kurikulum dengan mempraktekkan pola pendekatan
terhadap anak didik terlalu berorientasi akademik dan memperlakukannya sebagai
"orang dewasa kecil" yang dapat menyebabkan terjadinya proses pematangan
emosi anak menjadi kurang seimbang.
b. Pendidikan dasar
Dalam kaitannya dengan perluasan dan pemerataan program wajib belajar
pendidikan dasar 9 tahun, wajib belajar belum memiliki makna "compulsory"
karena ketidakmampuan subsidi pemerintah untuk menjangkau masyarakat
menengah ke bawah yang jumlahnya cukup besar dan secara ekonomi tidak
mampu.
B. Upaya Pemerintah dalam Melakukan Pemerataan Pendidikan Di Indonesia.
Untuk meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan berbagai
langkah akan diambil seperti peningkatan jumlah anak yang ikut merasakan
pendidikan, akses terhadap pendidikan ini dihitung berdasarkan angka partisipasi
mulai tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum. Dewasa ini,
pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan tingkat pendidikan
masyarakatnya, hal itu dapat dilihat sejak tahun 1984, Indonesia telah berupaya
untuk memeratakan pendidikan formal Sekolah Dasar, kemudian dilanjutkan
dengan Wajib Belajar Sembilan Tahun pada tahun1994. Selain itu, pemerintah
semakin intensif untuk memberikan bantuan berupa beasiswa, seperti Gerakan
Orang Tua Asuh, Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Di dalam Propenas 1999 dalamnya memuat program-program baik untuk
Pendidikan Dasar dan Prasekolah, Pendidikan Menengah, Pendidikan Tinggi,
maupun pendidikan luas sekolah. Di antara program-program tersebut terdapat
Dasar dan Prasekolah, maupun Pendidikan Menengah penuntasan wajib belajar 9
tahun sebagai Program pembinaan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) bertujuan
untuk menyediakan pelayanan kepada masyrakat yang tidak atau belum sempat
memperoleh pendidikan formal untuk mengembangkan diri, sikap, pengetahuan
dan keterampilan, potensi mengembangkan usaha produktif guna meningkatkan
kesejahteraan hidupnya. Untuk melaksanakan ini maka dilakukan usaha berupa:
meningkatkan sosialisasi dan jangkauan pelayanan pendidikan dan kualitas
serta kuantitas warga belajar Kejar Paket B setara SLTP untuk mendukung wajib
belajar 9 tahun, dan mengembangkan berbagai jenis pendidikan luar sekolah yang
berorientasi pada kondisi dan potensi lingkungan dengan mendayagunakan
prasarana dan kelembagaan.
Di samping itu terdapat pula upaya pemerataan pendidikan adalah
menerapkan pada masyarakat yang kurang beruntung (masyarakat miskin,
berpindah terasing, minoritas dan di daerah bermasalah, termasuk anak jalanan),
seperti menempatkan satu guru, guru kunjung dan sistem tutorial, SD Pamong dan
SD/Mts, SLTP/MTs terbuka. Untuk meningkatkan kulaitas pendidikan dasar dan
prasekolah dilakukan dengan cara meningkatkan penyediaan, penggunaan,
perawatan sarana dan prasarana pendidikan berupa buku pelajaran pokok, buku
bacaan, alat peraga Spesial (IPS), IPA dan matematika, perpustakaan,
laboratorium, serta ruang lain yang diperlukan.
Pada jenjang perguruan tinggi ada kegiatan pokok untuk memperluas
memperoleh pendidikan tinggi bagi masyarakat. Kapasitas pendidikan tinggi
secara geografis untuk memberikan kesempatan bagi kelompok masyarakat yang
berpenghasilan rendah termasuk kelompok masyarakat dari daerah bermasalah,
dengan menyelengarakan beasiswa perguruan tinggi sebagai pusat pertumbuhan
di kawasan serta menyelenggarakan pembinaan program unggul di wilayah
kedudukan perguruan tinggi. Salah satu upaya alternatif layanan pendidikan,
khususnya bagi yang berpindah-pindah, terisolasi, SD dan MI kecil MI terpadu
kelas jauh. Dari uraian di atas tampak jelas keinginan pemerintah untuk
memajukan pendidikan baik pendidikan dasar dan prasekolah, pendidikan
menengah, pendidikan luar sekolah dan pendidikan tinggi. Kegiatan yang sangat
menonjol adalah upaya pemerataan pendidikan, wajib belajar 9 tahun serta
pembinaan perguruan tinggi.
Pemerataan pendidikan dilakukan dengan mengupayakan agar semua
lapisan masyarakat dapat menikmati pendidikan tanpa mengenal usia dan waktu.
Untuk itu dilakukan pembinaan ke semua jenjang pendidikan baik pendidikan
reguler ataupun terbuka seperti SD kecil, guru kunjung, SD Pamong, SLTP
terbuka, pendidikan penyetaraan SD, SLTP dan SMU (paket A, B, C), dan
pendidikan tinggi terbuka yang lebih dikenal pendidikan jarak jauh. Suatu bukti
bahwa pemerintah serius mengelola pemerataan pendidikan dan penuntasan Wajib
Belajar 9 tahun adalah kualitas dan jumlah SMP Terbuka. Program SMP Terbuka
seudah berjalan 25 tahun sejaktahun 1979 yang telah menamatkan 245 ribu siswa
dengan jumlah sekolah 2.870 unit sekolah, 12.871 Tempat Kegiatan Belajar (TKB
) dikan dianggarkannya Rp 90 miliar untuk meningkatkan(TKB), dan itu baru
menjangkau 18% kebutuhan.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi
ketidakmerataan pendidikan ini dengan cara Wajib Belajar Sembilan Tahun,
pemberian beasiswa-beasiswa bagi masyarakat yang kurang mampu atau miskin,
kemudian memberikan Bantuan Dana Operasional (BOS). Walaupun sudah
diadakan sekolah gratis, Bantuan Dana Operasional (BOS), ataupun alokasi dana
BBM, namun bantuan yang diberikan belum merata. Masih banyak masyarakat
miskin yang tidak mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapatkan, padahal
seluruh rakyat berhak mendapatkan pendidikan yang layak.
1. Wajib Belajar
Dalam sektor pendidikan, kewajiban belajar tingkat dasar perlu diperluas
dari 6 ke 9 tahun, yaitu dengan tambahan 3 tahun pendidikan setingkat SLTP
seperti dimandatkan oleh Peraturan Pemerintah 2 Mei 1994. Hal ini segaris
dengan semangat “Pendidikan untuk Semua” yang dideklarasikan di konferensi
Jomtien di Muangthai tahun 1990 dan Deklarasi Hak-Hak Azasi Manusia Sedunia
Artikel 29 yang berbunyi: “Tujuan pendidikan yang benar bukanlah
mempertahankan ‘sistem’ tetapi memperkaya kehidupan manusia dengan
memberikan pendidikan lebih berkualitas, lebih efektif, lebih cepat dan dengan
dukungan biaya negara yang menanggungnya”.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk
meningkatkan taraf pendidikan penduduk Indonesia termasuk pelaksanaan Wajib
Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang diharapkan tuntas pada tahun
2008 yang dapat diukur antara lain dengan peningkatan angka partisipasi kasar
jenjang pendidikan sekolah menengah pertama dan yang sederajat menjadi 95
persen. Namun demikian sampai dengan tahun 2006 belum seluruh rakyat dapat
menyelesaikan jenjang pendidikan dasar.
2. Alokasi subsidi BBM
Pengalihan alokasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) oleh pemerintah
yang sebagian diperuntukkan bagi sektor pendidikan dan kesehatan mungkin bisa
menjadi penghibur. Dari dana kompensasi bidang pendidikan direncanakan
terdistribusi dalam bentuk beasiswa. Sekitar 9,6 juta anak kurang mampu usia
sekolah menjadi sasaran dari program alokasi ini.
Pada tahun 2003, setidaknya 1 dari 4 penduduk Indonesia termasuk
miskin. Jika total penduduk Indonesia adalah sekitar 220 juta jiwa, maka berarti
ada sekitar 60 juta jiwa saudara kita yang dalam kategori miskin. Artinya, apa
yang sekarang sedang direncanakan pemerintah sangat mungkin belum dapat
menjangkau semua rakyat miskin. Memang dibutuhkan cukup waktu untuk
sampai ke situ. Yang jelas awal menuju ke arah itutelah dimulai. Dalam konteks
ini sebaiknya dibuat suatu kriteria siapa yang bisa mendapatkan bantuan, dan
siapa saja yang bisa menunggu giliran berikutnya. Kriteria itu penting agar
bantuan yang diberikan kepada rakyat miskin tepat sasaran. Oleh karena itu,
proses seleksi seharusnya benar didasarkan oleh data lapangan yang seakurat
mungkin.
3. Bidang Teknologi
Kemajuan teknologi menawarakan solusi untuk menyediakan akses
pendidikan dan pemerataan pendidikan kepada masyarakat belajar yang tinggal di
daerah terpencil. Pendidikan harus dapat memenuhi kebutuhan belajar orang-
orang yang kurang beruntung ini secara ekonomi ketimbang menyediakan akses
yang tak terjangkau oleh daya beli mereka.
Televisi saat ini digunakan sebagai sarana pemerataan pendidikan di
Indonesia karena fungsinya yang dapat menginformasikan suatu pesan dari satu
daerah ke daerah lain dalam waktu yang bersamaan. Eksistensi televisi sebagai
media komunikasi pada prinsipnya, bertujuan untuk dapat menginformasikan
segala bentuk acaranya kepada masyarakat luas. Hendaknya, televisi mempunyai
kewajiban moral untuk ikut serta berpartisipasi dalam menginformasikan,
mendidik, dan menghibur masyarakat yang pada gilirannya berdampak pada
perkembangan pendidikan masyarakat melalui tayangan-tayangan yang
disiarkannya.
Sebagai media yang memanfaatkan luasnya daerah liputan satelit, televisi
menjadi sarana pemersatu wilayah yang efektif bagi pemerintah. Pemerintah
melalui TVRI menyampaikan program-program pembangunan dan kebijaksanaan
ke seluruh pelosok tanpa hambatan geografis yang berarti. Saat ini juga telah
dirintis Televisi Edukasi (TV-E), media elektronik untuk pendidikan itu dirintis
oleh Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (Pustekkom),
lembaga yang berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Ini
untuk memberikan layanan siaran pendidikan berkualitas yang dapat menunjang
tujuan pendidikan nasional. Tugasnya mengkaji, merancang, mengembangkan,
menyebarluaskan, mengevaluasi, dan membina kegiatan pendayagunaan teknologi
informasi dan komunikasi untuk pendidikan jarak jauh/terbuka. Ini dalam rangka
peningkatan kualitas dan pemerataan pendidikan di semua jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan sesuai dengan prinsip teknologi pendidikan berdasarkan kebijakan
yang ditetapkan Menteri Pendidikan Nasional.
Siaran Radio Pendidikan untuk Murid Sekolah Dasar (SRPM-SD) adalah
suatu sistem atau model pemanfaatan program media audio interaktif untuk siswa
SD yang dikembangkan oleh Pustekkom sejak tahun 1991/1992. SRPM-SD lahir
dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar. Produk media audio
lain yang dihasilkan oleh Pustekkom antara lain Radio Pelangi, audio integrated,
dan audio SLTP Terbuka. Tentu saja, itu tadi, termasuk TV-E yang akan
berfungsi sebagai media pembelajaran bagi peserta didik, termasuk mereka yang
tinggal di daerah terpencil dalam rangka pemerataan kesempatan dan peningkatan
mutu pendidikan (Eka, R. 2007).
4. Pemanfaatan APBN untuk pendidikan
Dalam UU Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan
bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu. Untuk memenuhi hak warga negara, pemerintah pusat
dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta
menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara
tanpa diskriminasi. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang
berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
Untuk mengejar ketertinggalan dunia pendidikan baik dari segi mutu dan
alokasi anggaran pendidikan dibandingkan dengan negara lain, UUD 1945
mengamanatkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
Dengan kenaikan jumlah alokasi anggaran pendidikan diharapkan terjadi
pembaharuan sistem pendidikan nasional yaitu dengan memperbaharui visi, misi,
dan strategi pembangunan pendidikan nasional. Pendidikan nasional mempunyai
visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan
berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang
menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab
tantangan zaman yang selalu berubah.
Persentase anggaran pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran
pendidikan terhadap total anggaran belanja negara. Sehingga anggaran pendidikan
dalam UU Nomor 41/2008 tentang APBN 2009 adalah sebesar Rp
207.413.531.763.000,00 yang merupakan perbandingan alokasi anggaran
pendidikan terhadap total anggaran belanja negara sebesar Rp
1.037.067.338.120.000,00. Pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20 persen
tersebut disamping untuk memenuhi amanat Pasal 31 Ayat (a) UUD 1945, juga
dalam rangka memenuhi Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 13 Agustus 2008
Nomor 13/PUU-VI I 2008.
Menurut putusan Mahkamah Konstitusi, selambat-lambatnya dalam UU
APBN Tahun Anggaran 2009, Pemerintah dan DPR harus telah memenuhi
kewajiban konstitusionalnya untuk menyediakan anggaran sekurang-kurangnya
20 persen untuk pendidikan. Selain itu, Pemerintah dan DPR memprioritaskan
pengalokasian anggaran pendidikan 20 persen dari APBN Tahun Anggaran 2009
agar UU APBN Tahun Anggaran 2009 yang memuat anggaran pendidikan
tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan sejalan dengan amanat
UUD 1945
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi, September 2014
PropinsiJumlah Penduduk Miskin (000) Persentase Penduduk Miskin (%) Garis Kemiskinan (Rp/kapita/Bulan) P1 (%) P2 (%)
Kota Desa Kota+Desa Kota DesaKota+Des
aKota Desa Kota+Desa Kota Desa
Kota + Desa
Kota DesaKota + Desa
Aceh 158.04 679.38 837.42 11.36 19.19 16.98 396939 369232 377049 1.71 3.70 3.14 0.38 1.05 0.86
Sumatera Utara 667.47 693.13 1360.60 9.81 9.89 9.85 349372 312493 330663 1.56 1.86 1.71 0.39 0.51 0.45
Sumatera Barat 108.53 246.21 354.74 5.41 7.84 6.89 390862 349824 365827 0.54 0.89 0.75 0.10 0.18 0.15
Riau 159.53 338.75 498.28 6.53 8.93 7.99 386606 374466 379223 0.73 1.50 1.20 0.11 0.40 0.29
Jambi 109.07 172.68 281.75 10.67 7.39 8.39 390931 302162 329181 1.19 1.10 1.12 0.27 0.22 0.23
Sumatera Selatan 370.86 714.94 1085.80 12.96 13.99 13.62 346238 285791 307488 2.34 2.44 2.41 0.62 0.62 0.62
Bengkulu 99.59 216.91 316.50 17.19 17.04 17.09 378881 346395 356554 2.69 2.92 2.85 0.75 0.75 0.75
Lampung 224.21 919.73 1143.93 10.68 15.46 14.21 350024 307818 318822 1.90 2.43 2.30 0.51 0.58 0.56Kepulauan Bangka Belitung 20.27 46.96 67.23 3.04 6.84 4.97 458055 481226 469814 0.48 0.72 0.60 0.10 0.13 0.12
Kepulauan Riau 91.27 32.90 124.17 5.61 10.54 6.40 431127 399063 425967 0.67 1.09 0.74 0.17 0.24 0.18
DKI Jakarta 412.79 0.00 412.79 4.09 0.00 4.09 459560 0 459560 0.60 0.00 0.60 0.13 0.00 0.13
Jawa Barat 2554.06 1684.90 4238.96 8.32 10.88 9.18 294700 285076 291474 1.31 1.55 1.39 0.32 0.35 0.33
Jawa Tengah 1771.53 2790.29 4561.83 11.50 15.35 13.58 286014 277802 281570 1.69 2.42 2.09 0.42 0.58 0.51
DI Yogyakarta 324.43 208.15 532.59 13.36 16.88 14.55 333561 296429 321056 2.03 2.98 2.35 0.52 0.79 0.61
Jawa Timur 1531.89 3216.53 4748.42 8.30 15.92 12.28 293391 286798 289945 1.24 2.42 1.86 0.31 0.59 0.45
Banten 381.18 268.01 649.19 4.74 7.18 5.51 324902 296241 315819 0.65 1.08 0.79 0.13 0.27 0.18
Bali 109.20 86.76 195.95 4.35 5.39 4.76 316235 279140 301747 0.68 1.15 0.86 0.18 0.37 0.26Nusa Tenggara Barat 385.31 431.31 816.62 19.17 15.52 17.05 315470 285205 297907 3.90 2.22 2.92 1.10 0.45 0.72Nusa Tenggara Timur 105.70 886.18 991.88 10.68 21.78 19.60 340459 251040 268536 1.66 3.64 3.25 0.34 0.90 0.79
Kalimantan Barat 78.53 303.38 381.92 5.47 9.20 8.07 307789 294044 298212 0.85 1.44 1.26 0.19 0.42 0.35
Kalimantan Tengah 39.45 109.37 148.83 4.75 6.74 6.07 316683 338130 330869 0.44 1.24 0.97 0.07 0.34 0.25
Kalimantan Selatan 61.21 128.28 189.50 3.68 5.64 4.81 336782 313954 323594 0.41 0.83 0.65 0.08 0.20 0.15
Kalimantan Timur 98.48 154.20 252.68 3.98 10.06 6.31 459004 420427 444248 0.55 1.19 0.79 0.13 0.25 0.18
Sulawesi Utara 60.08 137.48 197.56 5.57 10.47 8.26 269212 264321 266528 0.98 1.53 1.28 0.24 0.34 0.30
Sulawesi Tengah 71.65 315.41 387.06 10.35 14.66 13.61 349978 321009 328063 2.18 2.09 2.11 0.65 0.52 0.55
Sulawesi Selatan 154.40 651.95 806.35 4.93 12.25 9.54 246416 219109 229222 0.75 1.80 1.41 0.19 0.40 0.32
Sulawesi Tenggara 45.79 268.30 314.09 6.62 15.17 12.77 254015 238745 243036 0.96 2.53 2.09 0.21 0.64 0.52
Gorontalo 23.88 171.22 195.10 6.24 23.21 17.41 250157 246290 247611 1.09 4.19 3.13 0.23 1.14 0.83
Sulawesi Barat 29.87 124.82 154.69 9.99 12.67 12.05 245959 246695 246524 2.21 1.86 1.94 0.76 0.44 0.51
Maluku 47.58 259.44 307.02 7.35 25.49 18.44 369738 355478 361022 1.14 5.99 4.11 0.26 2.08 1.37
Maluku Utara 11.17 73.62 84.79 3.58 8.85 7.41 339561 307374 316160 0.40 1.44 1.16 0.07 0.31 0.24
Papua Barat 14.06 211.40 225.46 5.52 35.01 26.26 440241 423701 428608 1.00 8.00 5.92 0.29 2.54 1.88
Papua 35.61 828.50 864.11 4.46 35.87 27.80 408419 340846 358204 0.48 8.48 6.42 0.10 2.91 2.18
Indonesia 10356.69 17371.09 27727.78 8.16 13.76 10.96 326853 296681 312328 1.25 2.25 1.75 0.31 0.57 0.44