pemenuhan hak atas keselamatan dan kesehatan …
TRANSCRIPT
PENELITIAN
PEMENUHAN HAK ATAS KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA TERHADAP PARA TENAGA KERJA DI KOTA DENPASAR
I Gde Putra Ariana, SH, M.Kn
Fakultas Hukum
Universitas Udayana
2019
ii
Kata Pengantar
Om Swastiastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa / Tuhan Yang
Maha Esa, karena berkat rahmat dan bimbingan-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan
peneilitian mandiri yang berjudul “ Pemenuhan Hak Atas Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Terhadap Para Tenaga Kerja Di Kota Denpasar”.
Penyusunan penelitian mandiri ini merupakan salah satu persyaratan dalam Tri
Dharma Perguruan Tinggi Universitas Udayana khususnya di bidang penelitian. Penulis
berharap para pembaca mendapatkan informasi yang berguna dari apa yang penulis uraikan.
Penulis menyadari atas ketidaksempurnaan skripsi ini, oleh karena itu penulis
harapakan masukan saran kritikan kritikan ataupun pendapat lainnya sebagai bahan
pertimbangan dan koreksi kedepannya akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Om Shanti, Shanti, Shanti, Om
Denpasar, Juli 2019
Penulis
iii
Ringkasan
Perlindungan dan penegakan hak-hak dibidang ekonomi, sosial dan budaya merupakan
pencapaian peradaban manusia yang luar biasa disamping hak-hak sipil dan politik. Hal ini
dikarenakan, perlindungan hak-hak asasi manusia meniscayakan seseorang untuk hidup
sesuai dengan martabat kemanusiaannya; yang dicirikan oleh kehidupan yang terhormat,
bebas dan tidak diliputi oleh ketakutan.
Penelitian ini memfokuskan pada Hak Ekonomi khususnya dalam bidang pemenuhan
hak atas keselamatan dan kesehatan kerja terhadap para pekerja atau karyawan dengan lokasi
pelaksanaan penelitian di Kota Denpasar. Seperti tersebut dalam Pasal Pasal 7 huruf b
Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, bahwa: Negara Pihak pada
Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan
menguntungkan, dan khususnya menjamin: (b) Kondisi kerja yang aman dan sehat.
Dalam penelitian ini menggunakan model penelitian normatif (telaaah pustaka, buku-
buku hukum, peraturan perudangan-undangan) dan penelitian empiris (menacri data
kelapangan, perusahaan), kedua model penelitian ini tidak dapat dipisahkan karena satu sama
lain saling mendukung.
Perusahaan yang diteliti dan dikaji adalah perusahaan yang dengan tenaga kerja yang
besar, sedang, dan kecil, yang bertujuan untuk menemukan apakah perusahaan dengan tenaga
kerjanya telah memenuhi dan terpenuhi hak-hak nya sebagai pekerja, sesuai dengan konvensi
maupun perundang-undangan yang berlaku khususnya di bidang ketenagakerjaan.
iv
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan .......................................................................................................... ..... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 9
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................................. 9
D. Manfaat Penelitian ........................................................................................................... 9
E. Tinjauan Pustaka ............................................................................................................. 10
Bab II Metodelogi Penelitian ....................................................................................... ....... 22
1. Jenis Penelitian................................................................................................................ 22
2. Sumber Bahan Hukum dan Data..................................................................................... 22
3. Teknik Analisis Data...................................................................................................... . 23
4. Pencarian Data............................................................................................................ ..... 23
Bab III Hasil Penelitian .................................................................................................... .. 24
Bab IV Penutup ................................................................................................................... 33
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak-hak asasi manusia (HAM) atau sebenarnya tepatnya harus disebut dengan istilah
'hak-hak manusia' (human rights) adalah hak-hak yang (seharusnya) diakui secara universal
sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat dan kodrat kelahiran manusia itu
sebagai manusia. Dikatakan ‘universal’ karena hak-hak ini dinyatakan sebagai bagian dari
kemanusiaan setiap sosok manusia, tak peduli apapun warna kulitnya, jenis kelaminnya,
usianya, latar belakang kultural dan pula agama atau kepercayaan spiritualitasnya. Sementara
itu dikatakan ‘melekat’ atau ‘inheren’ karena hak-hak itu dimiliki oleh siapapun sebagai
manusia berkat kodrat kelahirannya sebagai manusia dan bukan karena pemberian oleh suatu
organisasi kekuasaan manapun. Karena dikatakan ‘melekat’ itu pulalah maka pada dasarnya
hak-hak ini tidak sesaatpun boleh dirampas atau dicabut. Pengakuan atas adanya hak-hak
manusia yang asasi memberikan jaminan secara moral maupun demi hukum kepada setiap
manusia untuk menikmati kebebasan dari segala bentuk perhambaan, penindasan,
perampasan, penganiayaan atau perlakuan apapun lainnya yang menyebabkan manusia itu
tak dapat hidup secara layak sebagai manusia yang dimuliakan Allah.1
Ratifikasi kovenan tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ekosob) oleh
pemerintah pada tahun 2005, telah menandai babak baru wacana Hak Asasi Manusia (HAM)
di Indonesia. Meski boleh dibilang terlambat, namun ini merupakan suatu kemajuan yang
patut untuk di apresiasi. Dengan diratifikasinya kovenan tersebut, negara ini memiliki
kewajiban untuk menegakan hak-hak ekosob dalam kehidupan warganya.
Perlindungan dan penegakan hak-hak dibidang ekonomi, sosial dan budaya
merupakan pencapaian peradaban manusia yang luar biasa disamping hak-hak sipil dan
politik. Hal ini dikarenakan, perlindungan hak-hak asasi manusia meniscayakan seseorang
untuk hidup sesuai dengan martabat kemanusiaannya; yang dicirikan oleh kehidupan yang
1Soetandyo Wignjosoebroto, 2005, Hak Asasi Manusia Konsep Dasar Dan Perkembangan Pengertiannya
Dari Masa Ke Masa, Seri Bahan Bacaan Kursus HAM Untuk Pengacara X Tahun 2005, Lembaga Studi dan
Advokasi Masyarakat (ELSAM), Website : www.elsam.or.id / Email : [email protected].
2
terhormat, bebas dan tidak diliputi oleh ketakutan. Perlindungan HAM merupakan “barang”
baru (penemuan manusia moderen) yang belum pernah terpikirkan oleh generasi manusia
sebelumnya.
Ditengah gejolak kehidupan global yang tidak menentu seperti sekarang, penegakan
hak-hak ekonomi, sosial dan budaya memang bukan perkara mudah. Ada berbagai tekanan
kepentingan serta banyak rintangan yang harus dihadapi. Tidak menutup kemungkinan hal
tersebut menjadi penyebab utama terabaikannya perlindungan dan penegakan hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya. Bagi Indonesia sendiri, masalah ekonomi adalah rintangan yang
cukup berat dalam menjalankan perlindungan terhadap hak-hak ekonomi, sosial, dan
budaya.2
Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Economic,
Social And Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan
Budaya). Dengan telah diratifikasinya Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi,
Sosial Dan Budaya, maka negara (pemerintah) terikat untuk melaksanakan substansi dari
Kovenan tersebut. Diratifikasinya Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial
Dan Budaya oleh Negara Republik Indonesia artinya bahwa negara telah tunduk dan terikat
untuk melaksanakan atau mengimplementasikan rejim Hukum Internasional khususnya
tentang penghormatan, perlindungan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia dalam
bidang ekonomi, sosial dan budaya ke dalam hukum nasional. Kovenan Internasional
merupakan salah satu bentuk dari Perjanjian Internasional yang merupakan salah satu sumber
dari Hukum Internasional, Mark W. Janis mengatakan: ”Most rules of international law find
their source in the explicit, usually written, agreements of states. Such international
agreements are commonly called treaties...”3
Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Resolusi Majelis
Umum 2200 A (XXI)) mulai berlaku tanggal 16 Desember 1966 / 3 Januari 1976 dengan
jumlah negara pihak 153 negara termasuk indonesia. Adapun dasar pertimbangan
2 URL: www.lawyrs.net/files/publications/196-Naskah%20essay.doc, diakses Kamis, 23 Februari 2012.
3 Mark W. Janis, 2003, An Introduction to International Law, Aspen Publishers, New York, NY 10036,
page 9.
3
diratifikasinya Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya sesuai dengan
bagian Menimbang dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 adalah:
a. bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri
manusia, bersifat universal dan langgeng, dan oleh karena itu, harus dilindungi,
dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh
siapapun;
b. bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional, menghormati,
menghargai, dan menjunjung tinggi prinsip dan tujuan Piagam Perserikatan Bangsa-
Bangsa serta Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia;
c. bahwa Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam sidangnya tanggal 16
Desember 1966 telah mengesahkan International Covenant on Economic, Social and
Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya);
d. bahwa instrumen internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c pada dasarnya tidak
bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, sesuai dengan sifat negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dan yang menjamin persamaan
kedudukan semua warga negara di dalam hukum, dan keinginan bangsa Indonesia untuk
secara terus menerus memajukan dan melindungi hak asasi manusia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara;
Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005
Tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights
(Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya), Pemerintah
Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang
Hak Asasi Manusia. Dikeluarkannya UU No. 39 Th. 1999 Tentang Hak Asasi Manusia oleh
Pemerintah RI sebagai bentuk perhatian dari pemerintah (negara) terhadap penghormatan dan
penegakan nilai-nilai universal hak asasi manusia di Indonesia, seperti tersebut dalam bagian
Menimbang dari UU No. 39 Th. 1999, yaitu:
a. bahwa manusia, sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban
tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan dan penuh
4
tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia, oleh penciptaNya dianugerahi
hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya serta
keharmonisan lingkungannya;
b. bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri
manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati,
dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun;
c. bahwa selain hak asasi, manusia juga mempunyai kewajiban dasar antara manusia
yang satu terhadap yang lain dan terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
d. bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mengemban
tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan
Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa, serta berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi
manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d
dalam rangka melaksanakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, perlu membentuk
Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia;
Penelitian ini memfokuskan pada Hak Ekonomi khususnya dalam bidang pemenuhan
hak atas keselamatan dan kesehatan kerja terhadap para pekerja atau karyawan dengan lokasi
pelaksanaan penelitian di Kota Denpasar. Seperti tersebut dalam Pasal Pasal 7 huruf b
Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, bahwa: Negara Pihak pada
Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan
menguntungkan, dan khususnya menjamin: (b) Kondisi kerja yang aman dan sehat.
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Denpasar, karena melihat fenomena bahwa Kota
Denpasar berkembang sangat pesat sebagai kota bisnis dengan tingkat rutinitas pekerja yang
tinggi sehingga banyak terdapat perusahaan baik milik pemerintah maupun swasta yang
banyak mempekerjakan pekerja atau karyawan. Dengan tingkat pekerja yang cukup tinggi di
kota Denpasar sangat sering terjadi fenomena kecelakaan kerja baik yang terjadi didalam
5
lingkungan tempat kerja maupun diluar tempat kerja, maupun bentuk kerugian lain yang bisa
dialami oleh para pekerja.
Seperti disebutkan dalam bagian Menimbang dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1970 Tentang Keselamatan Kerja, yaitu:
a. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitas Nasional;
b. bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula
keselamatannya;
c. bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan
effisien;
d. bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya-upaya untuk membina
norma-norma perlindungan kerja;
e. bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang
memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan
perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi;
Para pekerja atau karyawan selain mendapatkan kondisi yang aman artinya terjamin
keselamatannya dalam melaksanakan pekerjaan di lokasi bekerja, para pekerja atau karyawan
juga harus mendapatkan kondisi kesehatan psikis dan pisik yang sehat selama melaksanakan
pekerjaan di lokasi bekerja agar dapat melaksanakan dan meningkatkan produktivitas, hal ini
tentu harus menjadi perhatian serius dari perusahan tempat pekerja tersebut bekerja.
Proteksi atau perlindungan pekerja merupakan suatu keaharusan bagi perusahaan yang
diwajibkan oleh pemerintah melalui peraturan perudang-udangan. Dalam melaksanakan
program prteksi, banyak perusahaan bekerja sama dengan perusahan asuransi yang
memberikan pertanggungan terhadap kemungkinan timbulnya masalah kesehatan, finansial
atau masalah lainnya yang dihadapi atau dialami oleh pekerja dan kelurganya di kemudian
6
hari. Praktisnya, pemberian proteksi ini kualitasnya tidak sama diantara masing-masing
pekerja, tergantung dari kedudukan dan tanggung jawab mereka masing-masing.4
Mengenai keselamatan dan kesehatan kerja telah diatur dalam Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yaitu pada Pasal 86 dan Pasal 87, Pasal 86
menyatakan:
(1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama.
(2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja
yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 87 menyatakan:
1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Demikian pula mengenai keselamatan dan kesehatan kerja secara lebih khusus telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Pada Pasal 1 Angka 6 UU No. 3 Th. 1992 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
kecelakaan kerja adalah: kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja,
termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang
terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah
melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Pada Pasal 1 Angka 9 UU No. 3 Th. 1992
4 URL: http://emperordeva.wordpress.com/about/makalah-keselamatan-kerja/, diakses Jumat 24 Februari
2012.
7
menyatakan bahwa yang dimaksud pemeliharaan kesehatan adalah: upaya penanggulangan
dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan/atau
perawatan termasuk kehamilan dan persalinan.
Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa untuk pemenuhan hak ekonomi khususnya
pemenuhan atas hak keselamatan dan kesehatan kerja seperti yang diamanatkan dalam Pasal
Pasal 7 huruf b Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, bahwa:
Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati kondisi kerja
yang adil dan menguntungkan, dan khususnya menjamin: (b) Kondisi kerja yang aman dan
sehat;, maka Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
Asas-asas penghormatan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat rakyat
Indonesia dalam kehidupan sosialnya diwujudkan oleh negara (pemerintah) dalam
penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional, disebutkan dalam Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pada Pasal 2 menyatakan: Sistem
Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan
asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pasal 3 UU No. 40 Th. 2004 menyatakan:
Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
Secara lebih khusus perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia khususnya
para tenaga kerja diatur dalam Pasal 1 Angka 1 UU No. 3 Th. 1992 Tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja menyatakan bahwa Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah: suatu perlindungan
bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan
penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan
yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan
meninggal dunia.
8
Pada Pasal 3 Ayat 1 dan 2 dari UU No. 3 Th. 1992, menyatakan bahwa, Ayat 1:
Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan program jaminan
sosial tenaga kerja yang pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi;
Ayat 2: Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja.
Demikian pula Pasal 4 Ayat 1 UU No. 3 Th. 1992 menyatakan bahwa: Program
jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib dilakukan oleh setiap
perusahaan bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja sesuai
dengan ketentuan Undang-undang ini.
Mengenai ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja diatur dalam Pasal 6
Ayat 1 UU No. 3 Th. 1992 yang menyatakan bahwa: Ruang lingkup program jaminan sosial
tenaga kerja dalam Undang-undang ini meliputi :
a. Jaminan Kecelakaan Kerja;
b. Jaminan Kematian;
c. Jaminan Hari Tua;
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
Pasal 6 Ayat 2 UU No. 3 Th. 1992 yang menyatakan bahwa: Pengembangan program
jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) pelaksanaanya dituangkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 (yang telah mengalami beberapa kali
perubahan), Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor PER 05/MEN/1993 jo Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER12/MEN/2007.
Pemerintah RI menunjuk PT Jamsostek (Persero) sebagai Badan Penyelenggara Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995. Program
Jamsostek wajib diikuti oleh setiap perusahaan (BUMN, Joint Venture, PMA) Yayasan,
Koperasi, perusahaan perorangan yang mempekerjakan tenaga kerja paling sedikit 10
9
(sepuluh) orang atau membayar seluruh upah perbulan paling sedikit Rp, 1.000.000, atau
lebih.5
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pendahuluan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Apakah para tenaga kerja yang bekerja di perusahaan-perusahaan di Kota Denpasar
mengerti dan memahami instrumen hukum internasional dan instrumen hukum
nasional yang mengatur tentang hak ekonomi dalam bidang hak atas keselamatan dan
kesehatan kerja ?
2. Apakah pemenuhan hak atas keselamatan dan kesehatan kerja terhadap para tenaga
kerja pada perusahaan-perusahaan di Kota Denpasar telah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari kajian ini adalah:
1. Melaksanakan salah satu bagian Tri Dharma Perguruan Tinggi;
2. Memperdalam wawasan keilmuan khususnya dalam bidang Hukum dan Hak Asasi
Manusia (HAM);
3. Merumuskan pemikiran dan analisis kajian dalam bentuk karya tulis ilmiah;
4. Menerapkan ilmu pengetahuan tentang ketenagakerjaan agar dapat digunakan di
dalam mengambil kebijakan khususnya kepada perusahaan dan tenaga kerja.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari pelaksanaan hasil kajian ini adalah :
5 URL: http://www.nikeuba.or.id/index.php/baca/artikel/58, diakses Jumat 24 Februari 2018.
10
1. Untuk mengetahui pemahaman para pekerja (karyawan) di Kota Denpasar tentang
instrumen hukum internasional dan instrumen hukum nasional yang mengatur tentang
hak ekonomi khususnya dalam bidang hak atas keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Untuk mengetahui apakah pengusaha atau perusahaan telah memenuhi hak atas
keselamatan dan kesehatan kerja terhadap para pekerja (karyawan) di Kota Denpasar
telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Untuk mengetahui peran pemerintah daerah dalam fungsinya sebagai regulator dalam
pemenuhan hak ekonomi para pekerja (karyawan) dalam bidang hak atas keselamatan
dan kesehatan kerja di Kota Denpasar.
4. Laporan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan atau rekomendasi
terhadap kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh pemerintah daerah dalam
pemenuhan hak atas keselamatan dan kesehatan kerja terhadap para pekerja
(karyawan) di Kota Denpasar.
E. Tinjauan Pustaka
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena
ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat
atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai
manusia. Dalam arti ini, maka meskipun setiap orang terlahir dengan ras, suku, jenis kelamin,
bahasa, budaya, agama dan kewarganegaraan yang berbeda-beda, ia tetap mempunyai hak-
hak yang harus dijunjung tinggi oleh siapapun juga, dan di negara manapun ia berada. Inilah
sifat universal dari HAM tersebut.6
Perbincangan tentang hak kodrati atau hak asasi manusia memang sudah sering
dikalangan filsuf dan ahli hukum, namun baru pada beberapa dekade belakangan gagasan
mengenai hak asasi manusia menjadi bagian dari kosakata masyarakat luas di sebagian besar
6 Adithiya Diar, 2012, Tanggung Jawab Negara Dalam Penegakan Hak Asasi Manusia, available
from URL: http://boyyendratamin.blogspot.com/2012/01/tanggung-jawab-negara-dalam-penegakan.html,
diakses Kamis 23 Februari 2018.
11
kawasan dunia.7 Seperti dikatakan oleh Christian Tomuschat: ”International protection of
human rights is a chapter of legal history…”8
Sama seperti halnya keadilan, hak asasi manusia merupakan bahasa universal bagi
bangsa manusia dan menjadi kebutuhan pokok rokhaniah bagi bangsa baradab di muka bumi.
Keadilan dan hak asasi manusia tidak mengenal batas territorial, bangsa, ras, suku, agama,
dan ideologi politik. Keadilan dan hak asasi merupakan faktor determinan dalam proses
eksistensi dan pembangunan peradaban umat manusia. Bukti jejak sejarah kehidupan
manusia menunjukkan adanya beberapa guru bangsa manusia, begitu pun adanya dokumen-
dokumen hak asasi manusia yang berkorelasi dengan adanya pelanggaran terhadap hak asasi
manusia. Piagam-piagam tertulis tentang hak asasi manusia mengabadikan hati nurani dan
akal manusia untuk tetap menghargai hak asasi dan martabat kemanusiaan. Pelanggaran
terhadap hak asasi manusia akan selalu mendapat respon moral dan konsekuensi sosial
politik sesuai dengan radius dan kompetensi otoritas yang berlaku.
Eksistensi hak asasi manusia (HAM) dan keadilan merupakan ramuan dasar dalam
membangun komunitas bangsa manusia yang memiliki kohesi sosial yang kuat. Betapapun
banyak ragam ras, etnis, agama, dan keyakinan politik, akan dapat hidup harmonis dalam
suatu komunitas anak manusia, jika ada sikap penghargaan terhadap nilai-nilai HAM dan
keadilan.
Penegakan HAM dan keadilan merupakan tiang utama dari tegaknya bangunan
peradaban bangsa, sehingga bagi negara yang tidak menegakkan HAM dan keadilan akan
menanggung konsekuensi logis yaitu teralienasi dari komunitas bangsa beradab dunia
Internasional. Lebih dari itu, biasanya harus menanggung sanksi politis atau ekonomis sesuai
dengan respon negara yang menilainya. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kemanusiaan
bersifat universal, apalagi era globalisasi dewasa ini. Secara yuridis, Hukum HAM
Internasional menentukan adanya Jus Cogen yang dikualifikasikan sebagai a peremtory
norm of general international law. A norm accepted and recognized by the international
community of states as a whole as a norm from which no derogation is permitted and which
7 James W. Nickel, 1996, Hak Asasi Manusia: Refleksi Filosofis Atas Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia, diterjemahkan oleh: Titis Eddy Arini, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. xi.
8 Christian Tomuschat, 2008, Human Rights Between Idealism And Realism, Second Edition, Oxford
University Press Inc., New York, page 8.
12
can be modified only by subsequent norm of general international law having the same
character.9
Sering dikemukakan bahwa pengertian konseptual hak asasi manusia dalam sejarah
instrumen Hukum Internasional setidak-tidaknya telah melampauai tiga generasi
perkembangan. Ketiga generasi perkembangan konsepsi hak asasi manusia itu adalah:
Generasi Pertama, pemikiran mengenai konsepsi hak asasi manusia yang sejak lama
berkembang dalam wacana para ilmuwan sejak era ‘enlightenment’ di Eropah, meningkat
menjadi dokumen-dokumen Hukum Internasional yang resmi. Puncak perkembangan
generasi pertama hak asasi manusia ini adalah pada persitiwa penandatangan naskah
Universal Declaration of Human Rights Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948
setelah sebelumnya ide-ide perlindungan hak asasi manusia itu tercantum dalam naskah-
naskah bersejarah di beberapa negara, seperti di Inggeris dengan Magna Charta dan Bill of
Rights, di Amerika Serikat dengan Decalaration of Independence, dan di Perancis dengan
Declaration of Rights of Man and of the Citizens. Dalam konsepsi generasi pertama ini
elemen dasar konsepsi hak asasi manusia itu mencakup soal prinsip integritas manusia,
kebutuhan dasar manusia, dan prinsip kebebasan sipil dan politik.
Pada perkembangan selanjutnya yang dapat disebut sebagai hak asasi manusia
Generasi Kedua, konsepsi hak asasi manusia mencakup pula upaya menjamin pemenuhan
kebutuhan untuk mengejar kemajuan ekonomi, sosial dan kebudayaan, termasuk hak atas
pendidikan, hak untuk menentukan status politik, hak untuk menikmati ragam penemuan-
penemuan ilmiah, dan lain-lain sebagainya. Puncak perkembangan kedua ini tercapai dengan
ditandatanganinya ‘International Couvenant on Economic, Social and Cultural Rights’ pada
tahun 1966.
Kemudian pada tahun 1986, muncul pula konsepsi baru hak asasi manusia yaitu
mencakup pengertian mengenai hak untuk pembangunan atau ‘rights to development’. Hak
atas atau untuk pembangunan ini mencakup persamaan hak atau kesempatan untuk maju
yang berlaku bagi segala bangsa, dan termasuk hak setiap orang yang hidup sebagai bagian
dari kehidupan bangsa tersebut. Hak untuk atau atas pembangunan ini antara lain meliputi
9 Thomas Bueergental & Harold G. Maieer, 1990, h. 108, dalam Artidjo Alkostar
2007, URL: http://pushamuii.org, diakses 18 Agustus 2008.
13
hak untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan, dan hak untuk menikmati hasil-hasil
pembangunan tersebut, menikmati hasil-hasil dari perkembangan ekonomi, sosial dan
kebudayaan, pendidikan, kesehatan, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, dan lain-lain
sebagainya. Konsepsi baru inilah yang oleh para ahli disebut sebagai konsepsi hak asasi
manusia Generasi Ketiga.10
HAM memperoleh legitimasinya melalui pengesahan PBB terhadap Universal
Declaration of Human Rights (UDHR) pada tanggal 10 Desember 1948. UDHR adalah
sebuah pernyataan yang bersifat anjuran yang diadopsi oleh Majelis Umum Persatuan
Bangsa-Bangsa. Sebagai sebuah pernyataan yang bersifat universal, piagam ini baru
mengikat secara moral namun belum secara yuridis. Tetapi dokumen ini mempunyai
pengaruh moril, politik, dan edukatif yang sangat besar. Dia melambangkan “commitment”
moril dari dunia Internasional pada norma-norma dan hak-hak asasi. Kesadaran masyarakat
internasional akan pentingnya perlindungan HAM sangat meningkat dalam beberapa dekade
terakhir. Sejak tahun 1989, negara-negara maju dan negara-negara berkembang telah banyak
memproklamirkan dukungan terhadap HAM internasional dengan tulus. Hal ini dikarenakan
bahwa Paham yang terkandung dalam HAM memiliki sifat universalitas yang luar biasa
dalam menghargai prinsip manusia sebagai makhluk sosial.11
HAM yang dewasa ini telah diatur dalam Hukum HAM Internasional, pada awalnya
dikembangkan melalui prinsip tanggung jawab negara atas perlakuan terhadap orang asing
(state responsibility for the treatment of aliens). Dalam konteks penegakkan HAM, negara
juga merupakan pengemban subjek hukum utama. Negara diberikan kewajiban melalui
deklarasi dan kovenan-kovenan Internasional tentang HAM sebagai entitas utama yang
bertanggung jawab secara penuh untuk melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM.
Tanggung jawab negara tersebut dapat terlihat dalam UDHR 1948, International Covenant on
Civil and Political Rights (ICCPR) 1966, dan International Covenant on Economic, Social
and Cultural Rights (ICESCR) 1966. Dalam mukaddimah UDHR 1948 menegaskan bahwa:
As a common standard of achievement for all peoples and all nations, to the end that every
10 Jimly Asshiddiqie, Dimensi Konseptual Dan Prosedural Pemajuan Hak Asasi Manusia Dewasa Ini,
URL: http://www.theceli.com, diakses tahun 2006.
11 Adithiya Diar, loc. cit.
14
individual and every organ of society, keeping this Declaration constantly in mind, shall
strive by teaching and education to promote respect for these rights and freedoms and by
progressive measures, national and international, to secure their universal and effective
recognition and observance, both among the peoples of Member States themselves and
among the peoples of territories under their jurisdiction.12 (Sebagai satu standar umum
keberhasilan untuk semua bangsa dan semua negara, dengan tujuan agar setiap orang dan
setiap badan dalam masyarakat dengan senantiasa mengingat Pernyataan ini, akan berusaha
dengan jalan mengajar dan mendidik untuk menggalakkan penghargaan terhadap hak-hak
dan kebebasan-kebebasan tersebut, dan dengan jalan tindakan-tindakan progresif yang
bersifat nasional maupun internasional, menjamin pengakuan dan penghormatannya secara
universal dan efektif, baik oleh bangsa-bangsa dari Negara-Negara Anggota sendiri maupun
oleh bangsa-bangsa dari daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan hukum mereka).
Sesuai dengan Mukaddimah UDHR 1948 diatas, maka terlihat jelas bahwa penegakan HAM
adalah tugas dari semua bangsa dan negara, yang sama sekali bukan dimaksudkan untuk
menciptakan kondisi yang sangat ideal bagi seluruh bangsa, melainkan menjadi standar
umum yang mungkin dicapai oleh seluruh manusia dan seluruh negara di dunia.13
International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966
atau Internasional Kovenan Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun 1966
memberikan tanggung jawab negara tentang penegakan Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya, dalam Mukadimah ICESCR 1966 menegaskan bahwa: the obligation of States under
the Charter of the United Nations to promote universal respect for, and observance of,
human rights and freedoms14 (Kewajiban negara-negara dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa
untuk memajukan penghormatan dan pentaatan secara universal pada hak-hak asasi manusia
dan kebebasan). Tanggung jawab negara dalam ICESCR 1966 ini berbeda dengan dari
tanggung jawab negara pada International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR)
1966 atau Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik tahun 1966. Pada
ICESCR 1966 justru menuntut peran maksimal negara dalam penegakan HAM. Negara
12 Sandhy Gandhi, 2010, International Human Rights Documents, 7th edition, Oxford University Press
Inc., New York, page 10.
13 Adithiya Diar, loc. cit.
14 Sandhy Gandhi, op. cit., h. 56.
15
justru melanggar hak-hak yang dijamin di dalamnya apabila negara tidak berperan secara
aktif atau menunjukkan peran yang minus. ICESCR karena itu sering juga disebut sebagai
hak-hak positif (positive rights). Tanggung jawab negara dalam konteks memenuhi
kewajiban yang terbit dari ICESCR, yaitu tidak harus segera dijalankan pemenuhannya,
tetapi bisa dilakukan secara bertahap (progressive realization). Berdasarkan pada
Mukaddimah UDHR 1948, dan ICESCR 1966 diatas, maka dapatlah diketahui bahwa HAM
adalah bagian dari tanggung jawab negara pihak yang harus ditegakkan secara universal.15
Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya adalah jenis hak asasi manusia yang terkait
dengan kesejahteraan material, sosial dan budaya. Pengaturan jenis-jenis Hak Ekosob
(ekonomi, sosial dan budaya) sesuai tercantum dalam International Covenant on Economic,
Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966, meliputi:
1. Hak atas pekerjaan
2. Hak mendapatkan program pelatihan
3. Hak mendapatkan kenyamanan dan kondisi kerja yang baik
4. Hak membentuk serikat buruh
5. Hak menikmati jaminan sosial, termask asuransi sosial
6. Hak menikmati perlindungan pada saat dan setelah melahirkan
7. Hak atas standar hidup yang layak termasuk pangan, sandang, dan perumahan
8. Hak terbebas dari kelaparan
9. Hak menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tinggi
10. Hak atas pendidikan, termasuk pendidikan dasar secara cuma-Cuma
11. Hak untuk berperan serta dalam kehidupan budaya menikmati manfaat dari
kemajuan ilmu pengetahuan dan aplikasinya
Hak Ekosob mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam Hukum Hak Asasi
Manusia Internasional; ia menjadi acuan pencapaian bersama dalam pemajuan ekonomi,
15 Adithiya Diar, loc. cit.
16
sosial dan budaya.16 Paling tidak, ada tiga alasan mengapa hak ekonomi, sosial, dan budaya
mempunyai arti yang sangat penting:
1. Hak ekosob mencakup berbagai masalah paling utama yang dialami manusia sehari-
hari: makanan yang cukup, pelayanan kesehatan, dan perumahan yang layak adalah
diantara kebutuhan pokok (basic necessities) bagi seluruh umat manusia.
2. Hak ekosob tidak bisa dipisahkan dengan hak asasi manusia yang lainnya:
interdependensi hak asasi manusia adalah realitas yang tidak bisa dihindari saat ini.
Misalnya saja, hak untuk memilih dan kebebasan mengeluarkan pendapat akan tidak
banyak artinya bagi mereka yang berpendidikan rendah karena pendapatan mereka
tidak cukup untuk membiayai sekolah.
3. Hak ekosob mengubah kebutuhan menjadi hak: seperti yang sudah diulas diatas, atas
dasar keadilan dan martabat manusia, hak ekonomi sosial budaya memungkinkan
masyarakat menjadikan kebutuhan pokok mereka sebagai sebuah hak yang harus
diklaim (rights to claim) dan bukannya sumbangan yang didapat (charity to
receive).17
Dalam Pasal 2 ayat 1 Kovenan Hak Ekosob dinyatakan :
”Setiap negara peserta Kovenan berjanji untuk mengambil langkah-langkah, baik secara
sendiri maupun melalui bantuan dan kerjasama internasional, khususnya bantuan teknis dan
ekonomi, sampai maksimum sumberdaya yang ada, dengan maksud untuk mencapai secara
bertahap perwujudan penuh hak yang diakui dalam Kovenan dengan menggunakan semua
sarana yang memadai, termasuk pengambilan langkah-langkah legislatif. ”
16 Ifdal Kasim dalam Majna El Muhtaj, 2008, Dimensi-Dimensi HAM, Mengurai Hak Ekonomi, Sosial Dan
Budaya, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, hal., xxv dalam URL:
http://sasmini.staff.hukum.uns.ac.id/2011/03/02/tanggungjawab-negara-dalam-pemenuhan-hak-ekosob/,
17 Agung Yudawiranata, Wacana Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Pasca Rezim Otoriatarian, http//:
wacana%20%Hak%20Ekosob%20Pasca%20Rezim%20Otoritarian, dalam URL: http://
sasmini.staff.hukum.uns.ac.id/2011/03/02/tanggungjawab-negara-dalam-pemenuhan-hak-ekosob/,
17
Kovenan seringkali disalahartikan bahwa pemenuhan Hak Ekosob akan terwujud
setelah atau apabila suatu negara telah mencapai tingkat perkembangan ekonomi tertentu.
Padahal yang dimaksudkan dengan rumusan tersebut adalah mewajibkan semua Negara
peserta untuk mewujudkan hak-hak ekonomi, sosial, budaya, terlepas dari tingkat
perkembangan ekonominya atau tingkat kekayaan nasionalnya. Berdasarkan pasal tersebut
(Pasal 2 ayat 1 Kovenan Hak Ekosob) Negara pihak harus secara aktif mengambil tindakan
(state obligation to do something), tetapi juga menuntut negara tidak mengambil tindakan
tertentu untuk melindungi hak (state obligation not to do something).
Kovenan membebankan sejumlah kewajiban bagi Negara peratifikasi setidaknya:
1. Obligation of conduct yaitu kewajiban melaksanakan kemauan dalam konvensi
2. Obligation of result yaitu kewajiban pencapaian hasil
3. Obligation transparent assessment of progress yaitu kewajiban pelaksanaan
kewajiban tersebut secara transparan di dalam pengambilan keputusan
Dalam tiga kewajiban tersebut mesti terpenuhi tiga kewajiban penting yaitu kewajiban
menghormati (duty to respect), kewajiban melindungi (duty to protect) dan kewajiban
memenuhi (duty to fulfill).18
Prinsip-prinsip Maastricht (Maastricht Principles) yang dirumuskan oleh ahli-ahli
Hukum Internasional tentang tanggung jawab negara berdasarkan International Covenant on
Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) juga menolak permisahan tanggung jawab
negara dalam apa yang disebut obligation of conduct disatu sisi dan obligation of result disisi
lain. Prinsip-prinsip Limburg (Limburg Principles) memberikan pedoman umum tentang
bagaimana persisnya kewajiban tersebut dilanggar oleh suatu negara (violation of covenan
obligations), yaitu19:
18 URL: http:// sasmini.staff.hukum.uns.ac.id/2011/03/02/tanggungjawab-negara-dalam-pemenuhan-hak-ekosob/
19 Suatu kumpulan prinsip-prinsip yang dirumuskan oleh ahli-ahli Hukum Internasional untuk penerapan
ICESCR, dalam URL: http:// sasmini.staff.hukum.uns.ac.id/2011/03/02/tanggungjawab-negara-dalam-
pemenuhan-hak-ekosob/,
18
1. Negara gagal mengambil langkah-langkah yang wajib dilakukannya
2. Negara gagal menghilangkan rintangan secara cepat dimana Negara tersebut
berkewajiban untuk menghilangkannya
3. Negara gagal melaksanakan tanpa menunda lagi suatu hak yang diwajibkan
pemenuhannya dengan segera
4. Negara dengan sengaja gagal memenuhi suatu standar pencapaian yang umum
diterima secara internasional
5. Negara menerapkan pembatasan terhadap suatu hak yang diakui dalam kovenan
6. Negara dengan sengaja menunda atau menghentikan pemenuhan secara bertahap dari
suatu hak, dan
7. Negara gagal mengajukan laporan yang diwajibkan oleh kovenan.
Dalam konteks Hukum Internasional, Limburg Principle tersebut merupakan bentuk
Hukum Internasional yang berbentuk soft law, yang non legally binding bagi negara-negara
untuk melaksanakannya. Namun demikian, instrumen hukum tersebut tetap memberikan
pedoman yang dapat dipakai oleh negara-negara dalam melaksanakan kewajibannya terhadap
Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Dalam hukum nasional Indonesia, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia
(HAM) sudah sangat jelas diatur dalam konstitusi Negara, yaitu Undang-Undang Dasar
1945. Didalam UUD 1945 yang telah diamandemen terdapat ketentuan yang tegas dan jelas
mengenai hak asasi manusia dibidang sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya, maupun
pembangunan. Hak-hak tersebut dijelaskan dalam pembukaan dan tersebar didalam beberapa
pasal didalam UUD 1945 terutama didalam Pasal 28 dalam Bab mengenai Hak Asasi
Manusia.
Didalam batang tubuh UUD 1945 hak-hak yang berkaitan dengan hak ekonomi,
sosial dan budaya yang diatur didalam :
Pasal 28C :
(1). Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni, dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia.
19
Pasal 28H :
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya
secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh
diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Pasal 31:
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Keberadaan pasal-pasal dalam UUD 1945 yang telah diamandemen yang mengatur
tentang hak ekonomi, sosial dan budaya, tentu sudah sesuai atau sejalan dengan International
Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966 atau Kovenan
Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun 1966. Terkait dengan pokok
permasalahan dari penelitian ini, yaitu mengenai penghormatan dan perlindungan terhadap
harkat dan martabat kemanusiaan para pekerja khususnya mengenai hak atas keselamatan
dan kesehatan kerja para tenaga kerja sesuai dengan Pasal 7 huruf b Kovenan Internasional
Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, yang menyatakan bahwa: Negara Pihak pada
Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan
menguntungkan, dan khususnya menjamin: (b) Kondisi kerja yang aman dan sehat; serta
sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 maka Pemerintah Republik Indonesia
telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja,
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
20
Pasal 7 Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun 1966,
menetapkan kewajiban negara pihak untuk mengakui hak setiap orang untuk menikmati
kondisi kerja yang adil dan baik serta menentukan secara garis besar pokok-pokok yang
dapat menjamin kondisi kerja demikian.20
Penghormatan dan perlindungan negara terhadap harkat dan martabat kemanusiaan
para tenaga kerja agar mendapatkan kondisi kerja yang adil dan baik sesuai dengan amanat
dari Pasal 7 Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun 1966
terlihat dalam bagian Menimbang dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang menyatakan:
a. bahwa pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dilaksanakan dalam
rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
Indonesia seluruhnya, untuk mewujudkan suatu masyarakat yang sejahtera, adil,
makmur dan merata baik materiil maupun spritual;
b. bahwa dengan semakin meningkatnya peranan tenaga kerja dalam perkembangan
pembangunan nasional di seluruh tanah air dan semakin meningkatnya penggunaan
teknologi di berbagai sektor, kegiatan usaha dapat mengakibatkan semakin tinggi
resiko yang mengancam keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja
sehingga perlu upaya peningkatan perlindungan tenaga kerja;
c. bahwa perlindungan tenaga kerja yang melakukan pekerjaan baik dalam hubungan
kerja maupun diluar hubungan kerja melalui program jaminan sosial tenaga kerja
selain memberikan ketenangan kerja juga mempunyai dampak positif terhadap usaha-
usaha peningkatan disiplin dan produktivitas tenaga kerja;
d. bahwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya
Undang-undang Kecelakaan Tahun 1947 Nomor 33 dari Republik Indonesia untuk
seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 3) dan Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Lembaran
Negara Tahun 1977 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3112) belum
20 Syahrial M.W, 2005, Konvensi Ekonomi Sosial Dan Budaya, Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk
Pengacara X Tahun 2005, URL: www.elsam.or.idpdfkursushamKovenanEkosob.pdf,
21
mengatur secara lengkap jaminan sosial tenaga kerja serta tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan;
e. bahwa untuk mencapai maksud tersebut perlu ditetapkan undang-undang yang
mengatur penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja.
Demikian pula pada bagian Menimbang dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan:
a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk
mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil
maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan
dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan;
c. bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan
ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peransertanya dalam
pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan;
d. bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak
dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa
diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha;
e. bahwa beberapa undang undang di bidang ketenagakerjaan dipandang sudah tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan ketenagakerjaan, oleh
karena itu perlu dicabut dan/atau ditarik kembali;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b, c, d, dan e
perlu membentuk Undang undang tentang Ketenagakerjaan;
22
BAB II
METODELOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Dalam suatu penelitian maupun pengkajian suatu permasalahan maka sering
disebutkan dengan jenis penelitian hukum yang oleh Soerjono Soekanto21 membagi dalam 2
(dua) bagian yakni :
a. penelitian hukum normatif (normative legal research) yaitu penelitian atas pasal-
pasal aturan hukum untuk menentukan asas-asas hukum, mengetahui sinkornisasi
vertikal/ horizontal, mengetahui aspek sejarah hukum dan mengetahui perbandingan
antara sistem-sistem hukum.
b. Penelitian hukum empirs (empirical legal research) penelitian hukum di lapangan
yang ingin mengetahui efektivitas aturan hukum, ketaatan masyarakat akan hukum,
persepsi masyarakat akan hukum dan ingin mengetahui faktor-faktor non hukum yang
mempenagruhi pembuatan dan penerapan hukum
Dalam penelitian di atas tentang ketenagakerjaan maka kedua model penelitian ini yang
sekaligus sebagai pengakajian tidak dapat dipisahkan karena satu sama lain saling
mendukung.
2. Sumber Bahan Hukum dan Sumber Data
Oleh karena kajian ini termasuk penelitian kualitatif maka sifat data adalah kualitatif
yang diperoleh dari data primer berupa hasil wawancara mendalam dengan tokoh kunci (key
figure) yaitu dari para pekerja atau karyawan perusahaan, pejabat pemerintah dalam bidang
ketenagakerjaan. Serta didukung oleh data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan baik pada tingkat
internasional maupun nasional, serta buku-buku hukum, jurnal hukum, tulisan-tulisan hukum
dan kamus hukum yang terkait dengan pokok permasalahan dalam penelitian dan pengakjian
ini.
21 Soerjono Soekanto, 1985. Penelitian Hukum Normatif, Rajawali, Jakarta, hal. 10
23
3. Teknik Analisis Data
Analisis data menggunakan teknik hermeunetik dengan cara memberi tafsir terhadap data
yang terkumpul atas dasar berfikir logis dan argumentatif. Logika berfikir dalam
mendeskripsi dan menganalisis data dan fakta mulai dari logika berfikir induktif (das sein)
kemudian dikembalikan kepada pola berpikir deduktif (das sollen).
4. Lokasi Pencarian Data
Pencarian data ini dilaksanakan di Kota Denpasar. Dipilihnya Kota Denpasar
mengingat jumlah tenaga kerja dan usaha-usaha yang berkaitan dengan ketenagkerjaan cukup
banyak di bandingkan dengan wilayah lainnya. Di samping Denpasar sebagai kota Metro-nya
Bali sehingga pengembangan dan perluasan terhadap ketenagakerjaan cukup banyak.
24
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PENGKAJIAN
Sebelum melakukan pengkajian terhadap tenaga kerja, maka diperlukan terlebih
dahulu penelitian terhadap beberapa perusahaan besar dan menengah yang ada di kota
Denpasar yang di bagi ke dalam Kecamatan Denpasar Timur, Selatan, dan Barat. Dengan
fokus studi terletak pada masing-masing kecamatan dipilih 2 (dua) perushaan yang memiliki
manajemen dan rapih dan tenaga kerja yang cukup banyak.
Hal ini dimasudkan agar memudahkan dalam pengakjian terhadap hak-hak
ketenagakerjaan seperti hak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek), kesehatan,
cuti, kesejahteraan, dan lain-lain.
Di bawah ini dipresentasikan mengenai perusahaan yang diteliti terutama dalam
Tabel 1 tentang Manajemen Perusahaan, sedang pada Tabel 2 dipresentasikan mengenai hak-
hak tenaga kerja sesuai dengan undang-undang yang ada di Indonesia.
Tabel
HASIL PENELITIAN DAN PENGKAJIAN
Tabel 1. Pemahaman Manajemen Perusahaan tentang Ketenagakerjaan di Denpasar
& Hak Tenaga Kerja Yang Di Akomodir oleh Perusahaan
N
o
Nama
Perusa
haan
Mengeta
hui
perunda
ng-
undanga
n
Memili
ki
struktu
r
perusa
haan
Jumlah
tenaga
kerja
Tergabu
ng
Dalam
SPSI
Meneg
akkan
UMR
Mensejahte
rakan
Tenaga
Kerja
Ada
kegiata
n
menab
ung,
asuran
si, dll
1 Hotel
Sanur
Beach
Ya Ada 424
orang
(tenaga
kerja
tetap +
kontrak
)
Sudah
Hak dan kewajiban karyawan
Ya
(termas
uk
upah/ga
ji,
THR,
tunj.
Ya
(Jamsostek:
jaminan
kecelakaan
kerja,
jaminan
hari tua,
Ya
25
tertuang dalam Pedoman dan Kesepakatan Bersama (PKB).
Kompet
etif,
uang
transpo
rt, tunj.
Pendidi
kan,
bonus
akhir
tahun)
jaminan
pemeliharaa
n kesehatan
dan
keselamatan
kerja,
jaminan
kematian
2 PT.
Uber
Sari
Bali
Ya Ya 10
orang
(tenaga
kerja
tetap
dan
tidak
tetap)
Belum
semua
Ya Ya
(termasuk
upah/gaji,
THR, uang
makan,uang
operasional)
Diserah
ak an
kepada
tenaga
kerja
sesuai
kebutuh
an
masing
2
3 PT.
Niki
Baru
Motor
25
orang
Belum,
karena
perushaa
n masih
mengem
bangkan
usahanya
UMR
diberik
an,
tetapi
beberap
a
tenaga
kerja
belum
sesuai.
Ya, upah /
gaji, juga
THR,uang
makan,
transport,
bonus.
Diserah
kan
kepada
masing-
masing
tenaga
kerja.
4 Perceta
kan
AKSA
RA
Ya Tidak 15
orang
Belum Ya Ya Perusah
aan
tidak
menang
gung
tetapi
diserah
kan
kepada
tenaga
kerja
Perusahaan yang diteliti di wilayah Denpasar meliputi Denpasar Selatan, dan
Denpasar Timur, dilihat dari Struktur manajemen yang diterapkan sudah memberikan
26
kejelasan akan Struktur perusahaan yang ada seperti Grand Manager : Executive Assistan
Manager ; Accounting Manager, Finance Manager, Chief Engineering, Executif Chef
(keempatnya posisi sejajar); House Keeping Manager, Sales Manager, Human Resource
Development Manager (HRD), Front Office Manager (posisi sejajar); setiap lembaga
mempunyai unit-unit dan staff masing-masing. Struktur ini merupakan salah satu dari
manajemen perusahaan yang diteliti, yang secara umum juga perusahaan lainnya yang
dijadikan objek penelitian memiliki struktur yang jelas, namun masalah nama organisasi dan
keperluan manajemen tergantung dari perusahaan itu sendiri.
Dari tabel data di atas menunjukkan sebagian besar memiliki Struktur Manajemen,
namun karena perusahaannya ada yang kecil tidak memiliki struktur manajemen., karena
lebih banyak diurus karena kekeluargaan.
Perusahaan yang memiliki manajemen rapih dan terorganisasi tentu telah memahami
(walau tidak menguasai secara keseluruhan) tentang Peraturan maupun Undang-undang yang
Manajemen ketahui, seperti :
- Konvensi Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International
Covenant on Economic, Social and Cultural Rights / ICESCR) tahun 1966;
- Undang-undang No. 1/1970 tentang Keselamatan Kerja;
- Undang-undang No. 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
- Undang-undang No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia;
- Undang-undang No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan;
- Undang-undang No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
- Undang-undang No. 11/2005 tentang Pengesahan International Covenant On
Economic, Social and Cultural Rights (Konvensi Internasional tentang Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya);
Perusahaan yang bergerak di bidang usaha pariwisata, kontraktor, percetakan rata-rata
manajemen mengetahui ada peraturan tentang ketenagakerjaan baik secara nasional maupun
konvensi-konvensi yang ada, walau disadari tidak secara keseluruhan namun dapat dipahami
oleh manajemen baik tentang perusahaannya maupun terhadap ketenagakerjaannya.
27
Terkait dengan jumlah tenaga kerja yang terserap manajemen perusahaan
menerapkan tenaga kerja yang bekerja di perusahaan tersebut ada tenaga kerja tetap dan ada
tenaga kerja kontrak. Hal ini diberlakukan khusus bagi tenaga kerja kontrak, apabila dalam
waktu yang telah ditentukan dan memiliki prestasi dan prestise kerja dapat dijadikan tenaga
tetap. Dari data penelitian yang ada minimal perusahaan/ unit usaha yang diteliti adalah
sejumlah minimal 8 sampai dengan 400 orang tenaga kerja yang terserap di dalam
perusahaan/ usaha tersebut. Tenaga pekerja ini terdiri dari pekerja tetap dan kontrakan.
Umumnya yang terakhir ini yakni tenaga kontrakan, merupakan tenaga kerja yang baru
bekerja dengan masa kerja kontrak 6 (enam) bulanan atau tahunan tetapi dapat diperpanjang
bila prestasi kerja dinilai baik.
Demikian pula suatu perusahaan dalam Tabel 1 di atas belum semua tergabung ke
dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), yang dikarenakan perusahaan tersebut
masih tergolong perusahaan kecil atau menengah dengan jumlah tenaga kerja yang terbatas
dan ruang lingkup usaha juga sederhana yang dinyatakan sebagai usaha kekeluargaan.
Namun demikian, perusahaan yang diteliti menurut manajemen dinyatakan bahwa
Upah Minimum Regional (UMR) sudah diterapkan – walaupun bagi perusahaan kecil,
menengah dan pengelolaan secara kekeluargaan – belum menerapkan UMR – yang secara
rata-rata UMR tersebut juga digabungkan ke dalam Upah/Gaji bulanan, Tunjangan
kompetetif, Tunjangan Hari Raya (THR), Uang Transport, uang Makan, Uang Operasional,
bonus akhir tahun. Para tenaga kerja rata-rata berpenghasilan antara Rp. 1.000.000,- s/d Rp.
2.500.000,- berupa gaji/ upah.
Yang terpenting manajemen juga telah menerapkan adanya Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (Jamsostek). Manajemen mengetahui kewajiban perusahaan untuk mensejahterakan
para pekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, demikian pula tenaga
kerja memahami adanya jamsostek, namun wujud nyata dalam bentuk Jamsostek tidak
diberikan hanya berupa rincian seperti kewajiban perusahaan untuk memberikan Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) yang terdiri dari jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua,
jaminan pemeliharaan kesehatan dan keselamatan kerja, jaminan kematian, jaminan
pensiunan.
28
Manajemen dari perusahaan yang diteliti tidak mewajibkan tenaga kerja untuk
melakukan investasi, deposito, menabung dan asuransi. Namun ada beberapa perusahaan
yang memberikan asuransi maupun tabungan dengan cara “memotong” penghasilannya yang
nanti akan diberikan pada saat masa berakhirnya tugas kerja atau pension, ini pun masih
tentantif sifatnya tergantung kesepakatan manajemen dengan tenaga kerja. Tabungan bagi
tenaga kerja dapat dilakukan melalui bank yang ditunjuk atau koperasi, asuransi jiwa dan
pendidikan, barang berupa motor bahkan rumah. Kesemua bentuk investasi ini bisa melalui
perusahaan ataupun masing-masing tenaga kerja, namun tenaga kerja ada yang hanya
memenuhi kebutuhan hidup keluarganya saja.
Beberapa hak yang menjadi fokus dalam pembahasan Hak Asasi Manusia bagi tenaga
kerja adalah hak atas kebebasan pribadi, hak untuk bebas dari diskriminasi, hak atas keadilan,
dan hak mendapatkan kesejahteraan, hak pekerja perempuan dan anak . Dalam pengkajian ini
hanya dibahas mengenai hak mendapatkan kesejahteraan bagi pekerja yang sangat berkaitan
dengan upaya pemenuhan atas: hak atas upah yang layak, hak atas jaminan sosial, hak untuk
mendapatkan jasa pelayanan kesehatan (terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja) dan
hak untuk mendapatkan jaminan hari tua.Hak-hak tersebut merupakan sebagian dari hak-hak
yang diatur dalam Tap MPR XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang
mengesahkan Piagam Hak Asasi Manusia PBB.
Dalam Tabel 2 sudah diklasifikasikan mengenai hak-hak tersebut yang akan diuraikan
di bawah ini.
Menjadi manusia yang hidup sejahtera, adalah dambaan setiap orang. Meskipun
demikian setiap orang menginginkan dapat hidup secara layak dari hasil bekerja. Dapat hidup
layak – paling tidak – telah memenuhi kebutuhan primer seperti sandang, pangan dan papan.
Serta jauh dari kekurangan kebutuhan hidup minimal yang harus ada bagi kehidupan
manusia. Tentunya manusia akan menjadi lebih baik lagi bila kebutuhan sekunder dan
tertiernya pun terpenuhi.
Secara umum hak atas kesejahteraan dapat dilihat dari bagaimana seseorang dapat
mencukupi standar hidup minimal yaitu sandang, pangan dan papan, memperoleh pekerjaan
29
untuk mendapat upah yang layak guna memenuhi kebutuhan tersebut bagi diri dan
keluarganya22.
Definisi ini tidak jauh berbeda dengan pengertian kesejahteraan sosial yang ada
dalam Undang Undang Pokok Kesejahteraan Sosial, yang menyebutkan kesejahteraan
sebaagi “suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang
meliputi rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir bathin, yang memungkinkan
bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
jasmaniah, rohaniah, dan sosial sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak asasi serta kewajiban manusia secara Pancasila23
Hak mendapatkan kesejahteraan bagi pekerja yang sangat berkaitan dengan upaya
pemenuhan atas: hak atas upah yang layak, hak atas jaminan sosial, hak untuk mendapatkan
jasa pelayanan kesehatan (terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja) dan hak untuk
mendapatkan jaminan hari tua.Hak-hak tersebut merupakan sebagian dari hak-hak yang
diatur dalam Tap MPR XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia yang mengesahkan
Piagam Hak Asasi Manusia PBB.
1). Hak atas upah yang layak
Ketentuan pengupahan sebagaimana tercantum dalam Pasal 88 UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, menyebutkan hal-hal berkaitan dengan hak atas upah yang layak,
yaitu
a) setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang dapat memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
b) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghiduoan yang layak bagi
kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pemerintah menetapkan
kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh
c) Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh dimaksud meliputi:
Upah minimum
Upah kerja lembur
Upah tidak masuk kerja karena berhalangan
22. Rudy Satryo dan Fitriani Ahlan, 2003. Hak Mendapat Kesejahteraan (Modul HAM), Depok: Sentra
HAM FH UI) hal. 1.
23 UU No. 6 Tahun 1974.
30
Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya
Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya
Bentuk dan cara pembayaran upah
Denda dan potongan upah
Hal hal yang dapat diperhitungkan dengan upah
Struktur dan skala pengupahan yang proporsional
Upah untuk pembayaran pesangon, dan
Upah untu penghitungan pajak penghasilan
Selanjutnya disebutkan bahwa upah minimum yang berdasarkan wilayah provinsi
atau kabupaten, maupun berdasarkan sektor pekerjaan, diarahkan kepada pencapaian
kebutuhan hidup yang layak24. Pengusaha dilarang membayar upah yang besarnya lebih
rendah daripada upah minimum (vide Pasal 90 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan).
Berkaitan dengan waktu kerja, seorang pekerja yang bekerja melebihi waktu kerja
yang telah ditentukan, maka pekerja yang bersangkutan berhak untuk memperoleh upah
lembur.
Ketentuan sehubungan dengan pembayaran upah, “no work no pay” tidak berlaku
dalam hal-hal tertentu, yaitu apabila pekerja tidak bekerja karena alas an yang dapat
dibenarkan dan untuk itu pekerja berhak memperoleh upah ketika yang bersangkutan
berhalangan melakukan pekerjaan. Begitu pula dalam hal pekerja menjalani istirahat atau hak
cuti, maka pekerja yang bersangkutan berhak untuk memperoleh upahnya.
Pada umumnya, ketentuan mengenai pengupahan ini, diatur dalam Peraturan
Perusahaan atau dalam Perjanjian Kerja Bersama apabila di perusahaan sudah ada Serikat
pekerja. Hal ini dimaksudkan agar pekerja dapat mengetahui hak-haknya, meskipun pada
perjanjian kerja, tidak dibicarakan secara rinci antara pekerja dan pengusaha.
***
Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh
rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak (vide Pasal 1 UU No.
40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional). Dalam sistem jaminan sosial nasional
24. Pasal 89 UU No. 2003 tentang ketenagakerjaan. Lihat pula ketentuan Permennakertrans No. –Per-
17/Men/VIII/2005 yang menyebutkankebutuhan yang layak (KHL) sebagai standar kebutuhan yang harus
dipenuhi oleh seseorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup secara fisik, non-fisik dan sosial, untuk
kebutuhan 1 (satu) bulan. Adapun komponen KHL meliputi makanan, dan minuman, sandang, perumahan,
pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi, dan tabungan.
31
penyelenggaraan jaminan sosial merupakan program negara dan pemerintah untuk
memberikan perlindungan sosial, agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar
hidup sosial bagi seluruh penduduk Indonesia
Dalam UU Ketenagakerjaan mengenai Jaminan Sosial bagi pekerja tidak
didefinisikan cakupannya. Ketentuan dalam UU ini hanya menentukan bahwa setiap
pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja (vide
Pasal 99), dan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya,
penguasa wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan [vide Pasal 100 ayat (1)], sesuai dengan
kemampuannya [vide Pasal 100 ayat (2)].
Ketentuan mengenai jaminan sosial bagi tenaga kerja (jamsostek) sebagaimana
diisyaratkan Pasal 99 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, yaitu bahwa akan dilaksanakan sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku25. Secara lebih khusus perlindungan terhadap
harkat dan martabat manusia khususnya para tenaga kerja diatur dalam Pasal 1 Angka 1 UU
No. 3 Th. 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dinyatakan bahwa Jaminan Sosial
Tenaga Kerja adalah: suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa
uang sebagai pengganti sebagian dan penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan
sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan
kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.
Pada Pasal 3 Ayat 1 dan 2 dari UU No. 3 Th. 1992, menyatakan bahwa, Ayat 1:
Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan program jaminan
sosial tenaga kerja yang pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi;
Ayat 2: Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja.
Demikian pula Pasal 4 Ayat 1 UU No. 3 Th. 1992 menyatakan bahwa: Program
jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib dilakukan oleh setiap
perusahaan bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja sesuai
dengan ketentuan Undang-undang ini.
25. Oleh karena belum dibentuk ketentuan peratran perundang-undangan berdasarkan pasal tersebut,
maka untuk Jamsostek pada masa kini masih berpedoman pada UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja
32
Mengenai ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja diatur dalam Pasal 6
Ayat 1 UU No. 3 Th. 1992 yang menyatakan bahwa: Ruang lingkup program jaminan sosial
tenaga kerja dalam Undang-undang ini meliputi :
a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK);
b. Jaminan Kematian (JK);
c. Jaminan Hari Tua (JHT);
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
Pasal 6 Ayat 2 UU No. 3 Th. 1992 yang menyatakan bahwa: Pengembangan
program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) pelaksanaanya dituangkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 (yang telah mengalami beberapa kali
perubahan), Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor PER 05/MEN/1993 jo Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER12/MEN/2007.
Pemerintah RI menunjuk PT Jamsostek (Persero) sebagai Badan Penyelenggara Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995. Program
Jamsostek wajib diikuti oleh setiap perusahaan (BUMN, Joint Venture, PMA) Yayasan,
Koperasi, perusahaan perorangan yang mempekerjakan tenaga kerja paling sedikit 10
(sepuluh) orang atau membayar seluruh upah perbulan paling sedikit Rp, 1.000.000, atau
lebih.
33
BAB IV
PENUTUP
Dari apa yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara
lain:
1. Perusahaan yang diteliti dan dikaji adalah perusahaan yang dengan tenaga kerja yang
besar, sedang, dan kecil, yang bertujuan untuk menemukan apakah perusahaan
dengan tenaga kerjanya telah memenuhi dan terpenuhi hak-hak nya sebagai pekerja,
sesuai dengan konvensi maupun perundang-undangan yang berlaku khususnya di
bidang ketenagkerjaan.
2. Sebagian besar perusahaan telah mengetahui (-walau tidak seluruhnya memahami)
tentang peraturan per-UU-an, bahkan sebagian besar pula memiliki struktur
perusahaan untuk memudahkan siapa sebagai owner (pemilik), manajer, dan struktur
lainnya, supaya ada kordinasi tupoksi masing-masing manajer dan tenaga kerja.
Walau ada perusahaan yang khusus dikelola dengan manajemen kekeluargaa.
3. Sebagian besar sudah tergabung ke dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), -
walau ada juga yang belum -, di samping mengenai hak dan kewajiban karyawan
telah dituangkan ke dalam Pedoman dan Kesepakatan Bersama antara manajer dan
tenaga kerja.
4. Dalam konteks penegakan terhadap Upah Minimum Regional dalam kajian ini
menunjukkan bahwa UMR sudah digabungkan ke dalam tunjangan-tunjangan berupa
gaji/ upah, tunjangan kompetetif, transport, pendidikan, bonus akhir tahun, dan
sebagainya. Dalam penelitian dan pengkajian ini ditemukan rata-rata gaji tenaga kerja
antara Rp. 1.000.000,- s/d Rp. 2.500.000,-
5. Demikian pula mengenai Jamsostek, perusahaan dengan manajemen yang baik telah
pula memberikan Jamsostek – kecuali perusahaan kecil dan kekeluargaan – berupa
jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan kesehatan dan
keselmatan kerja, jaminan kematian. Bagi perusahaan yang secara jelas tidak
mencantumkan pemberian jamsostek tetapi, bila ada tenaga kerja yang mengalami
kecelakaan kerja, melahirkan, kesehatan, perusahaan memberikan santunan yang
besarnya ditentukan sesuai dengan keadaan perusahaan.
34
6. Perihal tabungan (saving), investasi, asuransi, dan sebagainya, memang ada
perusahaan yang memberikannya tetapi sebagian besar menyerahkannya kepada
tenaga kerja, dan tenaga kerja berusaha untuk melakukan saving di bank, investasi
berupa emas dan perhiasan, motor, maupun rumah.
Rekomendasi:
1. Perlu ditingkatkan lagi tentang sosialisasi peraturan perundang-undangan tentang
Ketenagakerjaan, baik bagi manajemen maupun tenaga kerja
2. Harus ada ketegasan dari pihak pemerintah untuk menetapkan UMR yang layak serta
pengaturan Jamsostek agar para tenaga kerja terlindungi hak-hak nya.
35
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Christian Tomuschat, 2008, Human Rights Between Idealism and Realism, Second Edition, Oxford
University Press Inc., New York.
James W. Nickel, 1996, Hak Asasi Manusia: Refleksi Filosofis Atas Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia, diterjemahkan oleh: Titis Eddy Arini, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Mark W. Janis, 2003, An Introduction to International Law, Fourth Edition, Aspen
Publishers, New York, NY 10036.
Sandhy Gandhi, 2010, International Human Rights Documents, 7th edition, Oxford
University Press Inc., New York.
B. Perjanjian Internasional Dan Peraturan Perundang-Undangan
International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Economic,
Social And Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan
Budaya).
C. Artikel
Adithiya Diar, 2012, Tanggung Jawab Negara Dalam Penegakan Hak Asasi Manusia,
available from URL:http://boyyendratamin.blogspot.com/2012/01/tanggung-jawab-
negara-dalam-penegakan.html, diakses Kamis 23 Februari 2012.
Agung Yudawiranata, Wacana Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Pasca Rezim Otoriatarian, http//:
wacana%20%Hak%20Ekosob%20Pasca%20Rezim%20Otoritarian, dalam URL: http://
36
sasmini.staff.hukum.uns.ac.id/2011/03/02/tanggungjawab-negara-dalam-pemenuhan-hak-
ekosob/, diakses Kamis 23 Februari 2012.
Ifdal Kasim dalam Majna El Muhtaj, 2008, Dimensi-Dimensi HAM, Mengurai Hak Ekonomi, Sosial Dan
Budaya, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, hal., xxv dalam URL:
http://sasmini.staff.hukum.uns.ac.id/2011/03/02/tanggungjawab-negara-dalam-pemenuhan-
hak-ekosob/, diakses Kamis 23 Februari 2012.
Jimly Asshiddiqie, Dimensi Konseptual Dan Prosedural Pemajuan Hak Asasi Manusia Dewasa Ini,
URL: http://www.theceli.com, diakses tahun 2006.
Soetandyo Wignjosoebroto, 2005, Hak Asasi Manusia Konsep Dasar Dan Perkembangan
Pengertiannya Dari Masa Ke Masa, Seri Bahan Bacaan Kursus HAM Untuk Pengacara
X Tahun 2005, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Website :
www.elsam.or.id / Email : [email protected], diakses tahun 2010.
Suatu kumpulan prinsip-prinsip yang dirumuskan oleh ahli-ahli Hukum Internasional untuk
penerapan ICESCR, dalam URL: http://
sasmini.staff.hukum.uns.ac.id/2011/03/02/tanggungjawab-negara-dalam-pemenuhan-
hak-ekosob/, diakses Kamis 23 Februari 2012.
Syahrial M.W, 2005, Konvensi Ekonomi Sosial Dan Budaya, Seri Bahan Bacaan Kursus
HAM untuk Pengacara X Tahun 2005, URL:
www.elsam.or.idpdfkursushamKovenanEkosob.pdf, diakses Kamis, 23 Februari
2012.
Thomas Bueergental & Harold G. Maieer, 1990, h. 108, dalam Artidjo Alkostar
2007, URL: http://pushamuii.org, diakses 18 Agustus 2008.
URL: www.lawyrs.net/files/publications/196-Naskah%20essay.doc, diakses Kamis, 23
Februari 2012.
URL:http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaindex&kid=10&id=613
99, diakses Jumat, 24 Februari 2012.
URL: http://emperordeva.wordpress.com/about/makalah-keselamatan-kerja/, diakses Jumat
24 Februari 2012.
URL: http://www.nikeuba.or.id/index.php/baca/artikel/58, diakses Jumat 24 Februari 2012.
URL: http:// sasmini.staff.hukum.uns.ac.id/2011/03/02/tanggungjawab-negara-dalam-
pemenuhan-hak-ekosob/, diakses Kamis 23 Februari 2012.