pembuatan nano magnesium karbonat hasil ekstraksi...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
PEMBUATAN NANO MAGNESIUM KARBONAT HASIL EKSTRAKSI MINERAL DOLOMIT DENGAN
GELOMBANG ULTRASONIK
TESIS
EKO SULISTIYONO 1006786594
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI ILMU MATERIAL
PROGRAM PASCA SARJANA JAKARTA JUNI 2012
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
ii Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
PEMBUATAN NANO MAGNESIUM KARBONAT HASIL EKSTRAKSI MINERAL DOLOMIT DENGAN
GELOMBANG ULTRASONIK
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Material, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia
EKO SULISTIYONO 1006786594
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI ILMU MATERIAL
PROGRAM PASCA SARJANA JAKARTA JUNI 2012
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
iii Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
iv Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh :
Nama : Eko Sulistiyono NPM : 1006786594 Program Studi : Ilmu Bahan-Bahan/Material Judul Tesis : Pembuatan nano magnesium karbonat hasil
ekstraksi mineral dolomit dengan gelombang ultrasonik
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Bahan-Bahan/Material, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 30 Juni 2012
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
v Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt. karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis diberikan segala jalan kemudahan dan kelancaran sehingga
dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, mulai dari awal perkuliahan hingga sampai pada
penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr. Azwar Manaf, M.Met selaku dosen pembimbing I dan Dr. Ir. F. Firdiyono
selaku dosen pembimbing II yang telah menyediakan waktu, pikiran, dan
tenaga untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan tesis ini ;
2. Pusat Penelitian Metalurgi-LIPI, yang telah banyak membantu dalam
membiayai penelitian melalui Program Riset Kompetitif, peralatan
laboratorium dan pengujian hasil percobaan ;
3. Pusat Penelitian Fisika – LIPI yang telah membantu dalam hal penyediaan
peralatan ultrsonik beserta para pendukungnya.
4. Laboratorium Material UI, Laboratorium Pengujian XRD di UIN Jakarata,
Quality Assurance and Research Division - P.T Indocement Tunggal
Prakarsa, Laboratorium Pengujian F-MIPA UNS, Laboaratorium Pengujian
Tekmira dan Laboratorium Pengujian Nanotechnology yang telah membantu
dalam pengujian XRD, XRF, PSA-Nano, DTA dan TGA ;
5. Istri dan ke empat anak kami yang telah banyak memberikan bantuan
dukungan, dan moral ; serta
6. Rekan seperjuangan selama kuliah yang telah bersama-sama melakukan
penelitian, pengujian laboratorium dan memberikan saran-saran positif
selama melakukan penelitian.
Akhir kata, semoga Allah swt. berkenan membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah banyak membantu. Semoga tesis yang sederhana ini dapat bermanfaat
bagi yang membacanya.
Jakarta, 30 Juni 2012,
Eko Sulistiyono
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
vi Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan di
bawah ini:
Nama : Eko Sulistiyono NPM : 1006786594 Program Studi : Ilmu Bahan-Bahan Departemen : Fisika Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jenis Karya : Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Pembuatan nano magnesium karbonat hasil ekstraksi mineral dolomit dengan
gelombang ultrasonik
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
vii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Eko Sulistiyono Program Studi : Ilmu Bahan-Bahan Judul : Pembuatan nano magnesium karbonat hasil ekstraksi
mineral dolomit dengan gelombang ultrasonik
Telah dilakukan kegiatan penelitian pembuatan magnesium karbonat dengan ukuran butiran nanometer dari dolomit dengan proses ekstraksi hidrasi-karbonisasi dibantu dengan radiasi gelombang ultrasonik. Pada dasarnya kegiatan penelitian ini terdiri dari dua metode yaitu proses kalsinasi pembentukan MgO dan proses pemberian radiasi gelombang ultrasonik pada serbuk magnesium karbonat yang dilarutkan dalam media. Magnesium karbonat pada penelitian ini diperoleh dari serangkaian proses kalsinasi sebagian, slaking, pemberian gas karbon dioksida dan pengendapan hydromagnesite. Dari tahapan proses pembuatan MgCO3 diperoleh tingkat kemurnian 41,80 % dan yield 63,06 %. Hasil dari analisis dari peralatan pengukuran partikel diperoleh ukuran partikel MgCO3 yang berhasil dicapai 23 – 95 nm dan pengukuran kristal dengan menghitung puncak difraksi Sinar – X ( XRD ) diperoleh ukuran kristal 11 nm. Hal ini menujukkan bahwa partikel tersebut terdiri dari 20 nanokristal. Dengan menggunakan media pelarut aquabidest, ethanol absolute dan ethylene glycol dan diradiasi dengan gelombang ultrasonik menunjukkan terjadi pengurangan ukuran partikel rata-rata. Namun demikian, dengan menggunakan tiga macam pelarut tersebut tujuan percobaan yaitu menghasilkan nano partikel ( yaitu satu butiran untuk satu nano kristal ) belum tercapai. Dari percobaan dapat disimpulkan bahwa untuk menghasilkan MgCO3 dari mineral dolomit yang terbaik sebagai berikut : kalsinasi parsial 725OC selama 4 jam, proses slaking, karbonatasi, pengendapan pembentukan hydromagnesit. Proses radiasi ultrasonik yang mampu menghasilkan ukuran partikel terbaik adalah 16 menit dalam media ethylene glycol. Kata kunci : Material Nano, Radiasi Ultrasonik, Magnesium Karbonat, Dolomit , Kalsinasi
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
viii Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Eko Sulistiyono
Study Program : Materials Science
Title : A Production of nano-magnesium carbonate from dolomite mineral extraction with ultrasonic waves.
Study on the production of magnesium carbonate with nanometer grain size from dolomite was conducted by means of hydration-carbonization extraction process assisted with ultrasonic irradiation. Basically, the method comprises of calcination of dolomite leads to a phase decomposition in which the MgO is one of the decomposed phase, and then continued with ultrasonic irradiation in the magnesium carbonate disperse media. The magnesium carbonate was obtained after series of processing steps consisted of partial calcination, slaking, carbonatation and hydromagnesite precipitation. This processing step has resulted in MgCO3 with a purity level of 41,80 % and a yield of 63.06 %. Refering to evaluation by particle size analyzer and subsequenly by a x-ray diffracted lines broadenning analysis, the particle sizes of MgCO3 were found in the range 23 to 95 nm and the mean crystallite size was 11 nm. It means that a particle is consisted of 20 nanocrystals. When the particles were dispersed in aquabidest, absolute ethanol and ethylene glycol media and irradiated by ultrasonic waves under a high power sonicator, further reduction of mean particle size was achived. However, the mean particle size was still larger than the mean crystallite size. Thus, the objective to produce nanoparticles is not yet achieved. It is concluded that the best condition to produced particles of nanocrystals was the following: the effective partial calcination of dolomite to produce the MgCO3 is at temperature 725 °C for 4 hours, and followed by the production of hydromagnesite through slaking, carbonatation and precipitation. The ethylene glycol solvent and ultrasonic time of 16 minutes produces the best particle size.
Key words: Nanoparticles,, Magnesium Carbonate, Dolomite, ultrasonic irradiation, calcination
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
ix Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ iii HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv KATA PENGANTAR .................................................................................... v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR ...................... vi ABSTRAK ...................................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 3 1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4 1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................... 4 1.5. Batasan Masalah ........................................................................ 5 1.6. Sistematika Penulisan ................................................................. 5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 6 2.1. Mineral Dolomit ......................................................................... 6 2.1.1. Geologi Mineral Dolomit ................................................. 5 2.1.2. Potensi Mineral Dolomit .................................................. 7 2.1.3. Manfaat Mineral Dolomit ................................................. 8 2.1.4. Prosedur Pengambilan Mineral Dolomit ......................... 10 2.2. Magnesium Karbonat ................................................................. 11 2.2.1. Karakteristik Magnesium Karbonat ................................. 11 2.2.2. Manfaat Magnesium Karbonat ........................................ 13 2.2.3. Pembuatan Magnesium Karbonat ..................................... .14 2.3. Gelombang Ultrasonik Pada Proses Pembentukan Material ...... 15 2.3.1. Proses Kavitasi ................................................................. 15 2.3.2. Ultrasonik Kimia (Sonochemstry) .................................... 16 2.4. Material Nanometer .................................................................... 18 2.4.1. Difinisi Nano Material ..................................................... 19 2.4.2. Pembuatan Nano Material ............................................... 20 2.4.3. Pengukuran Nano Material ............................................... 23 2.4.4. Media Pembuatan Nano Material ..................................... 28 BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 30 3.1. Diagram Alir Metode Penelitian ................................................ 30 3.2. Pembuatan Bahan Baku ............................................................. 31 3.2.1. Karakterisasi Mineral Dolomit ........................................ 31 3.2.2. Pembuatan Magnesium Karbonat .................................... 31 3.3. Percobaan ................................................................................... 35 3.3.1. Percobaan Ultrasonik ....................................................... 35 3.3.2. Karakterisasi Material Nano ............................................ 36
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
x Universitas Indonesia
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 37 4.1. Karakteristik Dolomit ................................................................ 37 4.1.1. Kandungan Elemen an Organik ....................................... 37 4.1.2. Komponen Penyusun Dolomit ......................................... 38 4.1.3. Pengujian Thermal ........................................................... 39 4.2. Percobaan Pendahuluan ............................................................. 40 4.2.1. Proses Kalsinasi ............................................................... 40 4.2.2. Proses Slaking .................................................................. 44 4.2.3. Proses Karbonatasi ........................................................... 46 4.3. Karakterisasi Magnesium Karbonat ........................................... 49 4.3.1. Penampakan Butiran ........................................................ 49 4.3.2. Komposisi Kimia .............................................................. 50 4.3.3. Struktur Senyawa ............................................................. 51 4.4. Percobaan Ultrasonik ................................................................. 52 4.4.1. Uji Temperatur Larutan ................................................... 52 4.4.2. Analisis SEM Hasil Ultrasonik ......................................... 54 4.4.3. Analisis Hasil Pengendapan ........................................... 56 4.4.4. Analisa Ukuran Partikel (PSA) ......................................... 58 4.4.5. Analisis Diameter Kristal Dengan XRD ........................... 61 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 63 5.1. Kesimpulan ................................................................................ 63 5.2. Saran .......................................................................................... 64 DAFTAR REFERENSI ................................................................................ xv LAMPIRAN ................................................................................................... 65
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
xi Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Tatanama batu gamping .............................................................. 7 Tabel 2.2. Potensi dolomit Jawa Timur ....................................................... 8 Tabel 2.3. Sifat fisik berbagai senyawa magnesium karbonat ..................... 12 Tabel 4.1. Hasil analisa XRF mineral dolomit Lamongan .......................... 37 Tabel 4.2. Hasil percobaan kalsinasi mineral dolomit skala 100 g .............. 40 Tabel 4.3. Hasil perbandingan analisis XRD ............................................... 41 Tabel 4.4. Hasil penajaman proses kalsinasi temperatur 725OC skala 100 g.. 43 Tabel 4.5. Hasil kalsinasi skala 1 kg , temperatur 725OC selama 4 jam ....... 44 Tabel 4.6. Hasil kalsinasi skala 1 kg , temperatut 725OC selama 4,5 jam .... 44 Tabel 4.7. Hasil proses slaking ....................................................................... 45 Tabel 4.8. Konsentrasi ion Ca2+ dan Mg2+ pada filtrat hasil slaking .............. 45 Tabel 4.9. Proses Karbonatasi skala 500 ml ................................................... 46 Tabel 4.10. Optimasi proses karbonatasi skala 1.000 ml .................................. 47 Tabel 4.11. Rasio perbandingan MgO / CaO pada residu ............................... 47 Tabel 4.12 Optimasi proses karbonatasi skala 2.000 ml................................... 47 Tabel 4.13. Hasil analisa filtrat dengan AAS ................................................... 48 Tabel 4.14. Hasil analisa XRF produk magnesium karbonat .......................... 51 Tabel 4.15. Proses pengendapan dengan media aquabidest ............................ 56 Tabel 4.16. Proses pengendapan dengan media ethanol absolute..................... 57 Tabel 4.17. Perhitungan isi partikel 62
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
xii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Peta sebaran mineral dolomit di pantai utara Jawa Timur ............. 7 Gambar 2.2. Pemanfaatan mineral dolomit di Jawa Timur ................................ 9 Gambar 2.3. Lokasi pengambilan sampel dolomit ............................................. 10 Gambar 2.4. Contoh mineral dolomit dari Lamongan dan Bangkalan ............... 10 Gambar 2.5. Gelembung microbuble ukuran 150 mikron ................................. 16 Gambar 2.6. Skala Nano Material ...................................................................... 19 Gambar 2.7. Peralatan Planetary Ball Mill ......................................................... 21 Gambar 2.8. Ilustrasi pembuatan partikel nano dengan busur logam ................. 22 Gambar 2.9. Mekanisme proses koagulasi pembentukan material nano γ -
Al 2O3 dari mineral kaolin ...............................................................
22 Gambar 2.10. Pengukuran partikel Hydroxyapatit dengan menggunakan TEM ,
HR-TEM dan XRD .......................................................................
25 Gambar 2.11 Kurva hasil analisis XRD pada material keramik ZTA-MgO
dengan berbagai ukuran kristal ......................................................
26 Gambar 3.1. Diagram alir penelitian .................................................................. 30 Gambar 4.1. Hasil analisa Matching dengan dolomit standart ( katalog 99 –
100 -5522 ) melalui Sofrware Crystal Impact ...............................
38 Gambar 4.2. Analisa DTA-TGA mineral dolomit dari Lamongan .................... 39 Gambar 4.3. Perbandingan peak hasil proses kalsinasi dolomit ......................... 42 Gambar 4.4. Neraca MgO dalam satuan gram pada percobaan pendahuluan .... 48 Gambar 4.5 Hasil penampakan SEM pada produk magnesium karbonat
sebelum dilakukan proses ultrasonik .............................................
49 Gambar 4.6. Hasil penampakan SEM residu berupa butiran kalsium karbonat
presipitat .........................................................................................
50 Gambar 4.7 Hasil analisa XRD sampel PR-70 (produk hydromagnesit)
Dibandingkan denan standart Mincryst .........................................
51 Gambar 4.8. Pengaruh pemberian gelombang ultrasonik terhadap kenaikan
Temperatur larutan pada berbagai media .......................................
53 Gambar 4.9. Hasil analisa SEM Magnesium Karbonat pada media aquabidest
Dengan pemberian gelombang ultrasonik 40 menit ......................
54 Gambar 4.10 Hasil analisa SEM Magnesium Karbonat pada media ethanol
absolut dengan pemberian gelombang ultrasonik 40 menit ..........
55 Gambar 4.11 Hasil analisa SEM Magnesium Karbonat pada media ethylene
glycol dengan pemberian gelombang ultrasonik 40 menit ............
55 Gambar 4.12. Distribusi partikel bahan magnesium karbonat sebelum diberikan
gelombang ultrasonik ....................................................................
58 Gambar 4.13. Perbandingan distribusi partikel bahan magnesium karbonat
Sebelum dan sesudah gelombang ultrasonik 16 menit dalam media Aquabidest ..........................................................................
59 Gambar 4.14. Perbandingan distribusi partikel bahan magnesium karbonat
Sebelum dan sesudah gelombang ultrasonik 16 menit dalam media ethanol absolut ....................................................................
60
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
xiii Universitas Indonesia
Gambar 4.15. Perbandingan peak XRD magnesium karbonat antara sebelum diberikan gelombang ultrasonik dan sesudah diberikan gelombang ultrasonik pada berbagai media ...................................
60 Gambar 4.16. Perbandingan peak antara sebelum dan sesudah proses ultrasonik
pada berbagai media ......................................................................
62
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
xiv Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Perhitungan kalsinasi Dolomit ...................................................... 65 Lampiran 2. Perhitungan Yield proses skala 2 liter .......................................... 67 Lampiran 3. Perhitungan pengendapan partikel ................................................ 71 Lampiran 4. Pengukuran diameter kristal dengan XRD ................................... 81
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi mineral dolomit yang tersebar di seluruh pelosok
daerah mulai dari Aceh sampai Papua. Keberadaan mineral dolomit yang cukup
besar berada di sepanjang pantai utara P. Jawa di sebelah timur mencakup
Kabupaten Rembang, Tuban, Lamongan dan Gresik. Salah satu lokasi deposit
dolomit yang cukup besar berada di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan
sebanyak 764 juta ton dengan luas wilayah 1.725 Ha (Dinas Pertambangan
Daerah Provinsi Jawa Timur, 1996) . Hingga saat ini, mineral dolomit di daerah
tersebut hanya dimanfaatkan untuk bahan baku pupuk dan bata dolomit untuk
bangunan. Sehingga nilai tambah dari mineral dolomit sangat rendah, sementara
itu jika diolah lebih lanjut menjadi mineral industri seperti magnesium karbonat
menghasilkan nilai tambah yang jauh lebih tinggi.
Mineral dolomit jika diolah menjadi magnesium karbonat memiliki manfaat
yang cukup banyak antara lain untuk bahan baku farmasi, pemutih kertas, industri
otomotif yaitu pengisi karet ban dan lain-lain ( Andliswarman, 2003 dan Erlina
Yustanti, 2004). Proses pembuatan magnesium karbonat dari mineral dolomit
dilakukan antara lain melalui proses kalsinasi, hidrasi, karbonatasi dan proses
pengendapan larutan magnesium bikarbonat ( Andliswarman, 2003 dan Erlina
Yustanti, 2004). Setelah diperoleh magnesium karbonat dalam bentuk senyawa
hydromagnesit selanjutnya diproses lebih lanjut menjadi material nano dengan
cara dilarutkan dalam media sehingga membentuk suspensi. Penelitian ini dititik
beratkan pada proses pembentukan material nano dari suspensi larutan
hydromagnesit. Diharapkan dari hasil penelitian tersebut diperoleh material
magnesium karbonat dengan ukuran nano untuk bahan baku material maju.
Salah satu cara untuk menghasilkan material ukuran nano dari suspensi
suatu larutan adalah dengan memecah partikel dalam suspensi dengan bantuan
gelombang ultrasonik ( Aharon Gedanken, 2004). Pada umumnya gelombang
ultrsonik yang digunakan lebih besar dari 20.000 Hz dan sampai satuan MHz,
tergantung dari bahan yang digunakan ( Malcom J. Crocker , 1997 ). Gelombang
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
2
ultrasonik akan mengakibatkan phenomena kavitasi yaitu energi ultrasonik
berintensitas tinggi yang dipancarkan ke larutan kimia, menyebabkan
compression ( tekanan tinggi ) dan rarefraction ( tekanan rendah ) secara
berulang. Efek ini menghasilkan microbuble dalam rentang waktu super singkat
akan meledak, diiringi dengan timbulnya tekanan dan panas yang sangat tinggi di
daerah sekitar buble dan menyebar ke segala arah. Bila energi tersebut mengenai
partikel maka partikel tersebut akan pecah menjadi partikel yang lebih kecil serta
menghalangi tumbuhnya partikel yang berukuran besar jika proses ini terus
berlangsung ( Malcom J. Crocker , 1997 ) . Proses ultrasonik saat ini telah
diterapkan untuk pembuatan nano partikel pada berbagai material seperti TiO2 ,
ZnO, MnOx , ZrO3 dan lain dengan rekayasa bentuk partikel yang berbeda-beda
seperti bentuk bola dan bentuk tube ( Aharon Gedanken, 2004).
Proses pembuatan magnesium karbonat dari proses pengendapan larutan
magnesium bikarbonat dengan bantuan pemanasan telah dilakukan di
Laboratorium Material – Universitas Indonesia ( Andliswarman, 2003 dan Erlina
Yustanti, 2004) dan di Pusat Penelitian Metalurgi LIPI ( Pusat Penelitian
Metalurgi – LIPI , 2009) . Hasil penelitian dari Laboratorium Material –
Universitas Indonesia baru diperoleh padatan magnesium karbonat dalam bentuk
padatan hydromagnesit dengan tingkat kemurnian yang cukup tinggi yaitu 95,44
% dan efisensi proses 42,52 % (Erlina Yustanti, 2004) . Kemudian hasil
penelitian di Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI diperoleh hydromagnesit dengan
spesifikasi yang sesuai untuk industri antara lain : derajat keputihan, bulk density
dan tingkat kemurnian ( Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI , 2009) . Namun
demikian dari kedua hasil penelitian tersebut produk magnesium karbonat yang
berupa hydromagnesit belum dalam ukuran nano meter. Dari hasil percobaan
yang dilaporkan di Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI diperoleh hydromagnesit
diperoleh ukuran partikel masih dalam skala 10 mikron ( Pusat Penelitian
Metalurgi – LIPI , 2009) .
Oleh karena itu melalui kegiatan penelitian ini akan dilakukan pembuatan
magnesium karbonat dalam skala ukuran nano meter dengan menggunakan proses
ultrasonik. Berdasarkan hasil penelitian lain yang telah dilakukan terbukti bahwa
MgO dalam ukuran nano dapat dibuat dengan proses thermal dekomposisi
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
3
magnesium oxalate (Fatemeh Mohandes et all , 2010) , MgO dalam bentuk nano
–rods dari hydromagnesite (Narotham Sutradar et all, 2011) dan magnesium
hidroksida nano partikel (Hong Yan,et all, 2009) . Kemudian melalui proses
ultrsonik dapat dibuat material ukuran nano seperti pembuatan nano TiO2 ,
Fe(CO)5 , MnO, ZrO2, SiO2, dan lain lain ( Aharon Gedanken, 2004).
1.2 Rumusan Masalah
Pembuatan magnesium karbonat dari proses pengendapan larutan
magnesium bikarbonat telah mampu menghasilkan material yang berkualitas
seperti ukuran butiran, tingkat kemurnian dan derajat keputihan. Namun untuk
melangkah ke ukuran material skala nano partikel magnesium karbonat belum
mampu dilakukan. Salah satu kendala antara lain selama proses pengendapan
sering terjadi proses koagulasi atau pengumpalan sehingga akan sulit membuat
partikel ukuran halus ( Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI , 2009) . Daya adhesive
antar partikel magnesium karbonat cukup kuat sehingga menyulitkan pembuatan
ukuran partikel yang kecil. Oleh karena itu untuk mengatasi persoalan ukuran
butiran pada proses pengendapan diperlukan perlakuan khusus. Perlakuan khusus
antara lain pemberian gelombang ultrasonik, dimana dengan adanya gelombang
ultrasonik ini akan menghasilkan energi kavitasi yang akan memecah partikel atau
menghambat ukuran partikel menjadi lebih besar ( Malcom J. Crocker , 1997 ) .
Pada penelitian ini akan dipelajari pembentukan partikel magnesium
karbonat yang dipecah dalam larutan ethylene glycol, aquabidest dan ethanol
absolute dengan gelombang ultrasonik. Bahan baku yang digunakan dalam
penelitian ini adalah magnesium karbonat / hidromagnesit hasil dari proses
dolomit dari Lamongan. Proses ekstraksi mineral dolomit telah dilakukan melalui
serangkaian proses kalsinasi parsial mineral dolomit, slaking hasil kalsinasi dan
proses karbonatasi, hasil dari pengembangan yang telah dikerjakan di Pusat
Penelitian Metalurgi – LIPI ( Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI , 2009) dan
penelitian yang dilakukan sebelumnya mahasiswa Universitas Indonesia (
Andliswarman, 2003 dan Erlina Yustanti, 2004) . Hal yang menjadi fokus dalam
penelitian ini adalah proses pemecahan magnesium karbonat atau hydromagnesit
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
4
dalam larutan ethylene glycol, ethanol absolute dan aquabidest dengan gelombang
ultrasonik. Hasil proses ultrasonik berupa padatan suspensi magnesium karbonat
selanjutnya diuji dengan percobaan laju pengendapan dan pengukuran dengan
analisa PSA nano. Kemudian suspensi dikeringkan sehingga diperoleh butiran
ukuran nano yang selanjutnya dikarakterisasi menggunakan analisa XRD dan
SEM. Hasil dari analisa sebelum proses ultrasonik dan sesudah melalui proses
ultrasonik dibandingkan untuk melihat kinerja proses ultrasonik.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mempelajari proses pembuatan magnesium karbonat dari mineral
dolomite dengan serangkaian proses kegiatan seperti kalsinasi parsial,
proses slaking dan proses karbonatasi.
2. Mempelajari pengaruh penggunaan jenis bahan pelarut dan waktu proses
ultrasonic terhadap ukuran partikel yang terbentuk.
3. Menghasilkan magnesium karbonat dalam ukuran nano dengan kualitas
yang baik.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan untuk mengembangkan penelitian pemanfaatan mineral
dolomit untuk bahan material maju untuk keperluan industri.
2. Untuk meningkatan nilai tambah mineral sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi sumberdaya
mineral tersebut.
3. Pada gilirannya dapat berpartisipasi dalam menghemat devisa akibat
berkurangnya import magnesium karbonat presipitat untuk keperluan
industri.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
5
1.5 Batasan Masalah
1. Proses yang diamati pada kegiatan ini dititik beratkan pada proses
penghancuran magnesium karbonat dalam larutan ethylene glycol, ethanol
absolute dan aquabidest dengan gelombang ultrasonik.
2. Kondisi operasi yang diteliti pada rentang proses pengendapan larutan
magnesium bikarbonat pada temperatur dibawah 100OC dengan tekanan 1
atm ( tanpa tekanan tambahan ).
3. Bahan yang digunakan adalah mineral dolomit yang diambil dari satu
daerah yaitu di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan.
4. Gelombang ultrsonik yang pada rentang operasional peralatan tranduscer
ultrasonik dan intensitas gelombang berdasarkan kekuatan maksimal
peralatan pembangkit gelombang ( sekitar 750 watt ).
5. Volume proses ultrasonik yang akan dilakukan berkisar antara 200 ml –
400 ml dengan persen solid 1 – 2 % berat.
1.6. Sistematika Penulisan
BAB 1 PENDAHULUAN
Berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Berisi dasar teori yang digunakan untuk menjelaskan proses yang
terjadi pada masalah yang dibahas.
BAB 3 METODE PENELITIAN
Berisi metode dan prosedur yang akan digunakan dalam pengambilan
dan pengolahan data..
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi hasil yang diperoleh dalam penelitian dan pembahasannnya.
BAB 5 KESIMPULAN
Berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mineral Dolomit
Mineral dolomit adalah salah satu batuan alam yang berbasis pada mineral
karbonat seperti halnya batu kapur, calcite ( CaCO3) dan magnesite ( MgCO3).
Nama mineral dolomit berasal dari nama ahli mineral dari Perancis yang bernama
Deodat De Dolomieu ( Andliswarman, 2003 ) . Di beberapa daerah Indonesia
mineral dolomit sering disebut dengan batu kumbung karena berujut seperti kapur
namun sangat lunak.
Dolomit mempunyai rumus kimia Ca.Mg(CO3), pada umumnya
menunjukkan kenampakan warna putih namun demikian ada juga yang berwarna
keabu-abuan, kebiruan dan warna kuning muda. Memiliki berat jenis antara 2,8 –
2,9 g/ ml dan bersifat lunak ( derajat kekerasan hanya 3,5 – 4 skala mohr ) dan
mudah menyerap air (Dinas Pertambangan Daerah Provinsi Jawa Timur, 1996) .
2.1.1. Geologi Mineral Dolomit
Mineral dolomit merupakan batuan endapan sekunder yang terbentuk dari
perubahan batu gamping karena adanya pengaruh pelarutan atau peresapan unsur-
unsur magnesium dari air laut ke dalam batu gamping. Proses pembentukan
mineral dolomit ini faktor utama penyebabnya adalah adanya tekanan air laut
yang mengandung magnesium terhadap batu gamping, sehingga semakin dalam
dan lamanya interupsi air laut maka semakin tinggi kadar magnesium dalam
dolomit. Kemudian karena adanya peristiwa geologi yaitu pergerakan lempeng
bumi yang mengangkat batuan dolomit maka dolomit yang berada di bawah
permukaan laut akan terangkat ke permukaan laut menjadi daratan. Oleh karena
itu mineral dolomit pada umumnya berada di daerah dekat pantai . (Dinas
Pertambangan Daerah Provinsi Jawa Timur, 1996) .
Karena pembentukan mineral dolomit terbentuk dari batu gamping maka
keberadaan mineral dolomit sering bersamaan dengan mineral batu gamping.
Endapan dolomit dalam batu gamping sering berbentuk urat dolomit dan dapat
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
7
juga berbentuk butiran dolomit. Oleh karena itu untuk membedakan antara batu
gamping dengan mineral dolomit disusun sistem penamaan yang tertera pada tabel
dibawah :
Tabel 2.1. Tata nama Batu Gamping
No Tata Nama Batuan Dolomit (% wt) MgO (% wt )
1 Batu Gamping 0 - 5 0,0 - 1,1
2 Batu Gamping Magnesium 5 - 10 1,1 - 2,2
3 Batu Gamping Dolomitan 10 - 50 2,3 - 10,9
4 Dolomit Kalsium 50 - 90 10,9 – 19,7
5 Dolomit 90 - 100 19,7 – 21,8
Dikutip dari : Dinas Pertambangan Daerah Provinsi Jawa Timur, 1996
2.1.2. Potensi Mineral Dolomit
Mineral dolomit banyak tersebar di seluruh Indonesia, konsentrasi mineral
dolomit terdapat disepanjang pantai utara Provinsi Jawa Timur dan sebagian Jawa
Tengah. Kabupaten di Jawa Timur yang memiliki potensi mineral dolomit adalah
Kabupaten Tuban, Lamongan, Gresik dan Bangkalan (Dinas Pertambangan
Daerah Provinsi Jawa Timur, 1996) .
Gambar 2.1. Peta sebaran mineral dolomit di Pantai Utara Jawa Timur
Dikutip dari : Dinas Pertambangan Daerah Provinsi Jawa Timur, 1996 .
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
8
Dalam jumlah kecil terdapat potensi dolomit bersama batu kapur terdapat di
Kabupaten Trenggalek, Tulungagung dan Blitar (Dinas Pertambangan Daerah
Provinsi Jawa Timur, 1996). Berdasarkan data dari Dinas Pertambangan Provinsi
Jawa Timur deposit dolomit yang terdapat di Provinsi Jawa Timur cukup
melimpah. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 2.2. Potensi Dolomit Jawa Timur
No Lokasi Kadar MgO (%wt)
Cadangan
1 Kabupaten Tuban Kecamatan Palang
Gn Ngetan dan Gn Limbang
Kecamatan Sedayu
9,45 – 23,2 %
9,46 – 22,52 %
9,95 – 21,20 %
30 Ha / 12 juta m3
-
-
2 Kabupaten Lamongan Kecamatan Brondong
Kecamatan Paciran
2,26 %
20,38 %
72,5 Ha / 21 juta m3
1.725 Ha / 280 jua m3
3 Kabupaten Gresik Kecamatan Panceng
Kecamatan Ujung Pangkah
Kecamatan Gresik
2,2 – 10,9 %
9,5 – 21,0 %
16 juta m3
47 juta m3
4 Kabupaten Bangkalan Kecamatan Socah
Kecamatan Labang
Kecamatan Gelis
Kecamatan Burneh
-
-
-
-
2,6 Ha
1,2 Ha
1,6 Ha
-
Dikutip dari : Dinas Pertambangan Daerah Provinsi Jawa Timur, 1996
2.1.3. Manfaat Mineral Dolomit
Dolomit merupakan mineral yang bersifat basa dengan kandungan utama
magnesium dan kalsium dalam bentuk ikatan MgCa.CO3. Pemanfaatan mineral
dolomit yang terdapat di daerah Jawa Timur hanya sebatas untuk keperluan
pembuatan pupuk dolomit dan bata dolomit untuk keperluan bahan bangunan.
Sebagai pupuk pertanian dolomit dapat meningkatkan pH tanah dan tidak terlalu
basa seperti halnya batu kapur. Unsur Magnesium yang terkandung dalam dolomit
membantu proses penyuburan tanaman terutama tebu (Dinas Pertambangan
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
9
Daerah Provinsi Jawa Timur, 1996). Sebagai bahan bangunan dolomit dibuat
dengan mengergaji bongkahan dolomit dari penambangan rakyat, sehingga
diperoleh bata dolomit yang berukuran standar batako. Bata dolomit memiliki
keunggulan yaitu tahan terhadap air laut sehingga cocok digunakan untuk bahan
bangunan yang berada di sepanjang daerah pesisir.
Gambar 2.2. Pemanfaatan mineral dolomit di Jawa Timur
Dikutip dari : Dokumentasi Pusat Penelitian Metalurgi-LIPI
Manfaat dolomit yang lain adalah digunakan sebagai bahan penggosok
jika dikalsinasi menjadi MgO.CaO yang dikenal dengan Vienna Lime (Dinas
Pertambangan Daerah Provinsi Jawa Timur, 1996) . Bahan penggosok tersebut
digunakan untuk menggosok logam yang akan dilapisi dengan nikel dan
digunakan juga untuk penggosok mutiara. Selain itu dolomit dimanfaatkan dalam
bidang industri antara lain sebagai bahan fluks peleburan besi, bata tahan api pada
industri keramik, campuran penambah Mg pada industri kaca dan lain-lain.
Pemanfaatan dolomit yang lebih baik adalah sebagai bahan katalis untuk
pembuatan biodiesel dari minyak sawit maupun turunannya. Dolomit yang
digunakan sebagai bahan katalis diproses terlebih dahulu menjadi MgO.CaO
kemudian dijadikan kembali sebagai MgCa.CO3 dalam bentuk porous
(Boonyawan Yosuk, et all 2011) . Pengembangan dolomit sebagai katalis
biodiesel dikembangkan diberbagai negara seperti Thailand dan negara lain yang
mempunyai potensi biodiesel.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
10
2.1.4. Prosedur Pengambilan Mineral Dolomit
Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan adalah hydromagnesit
yang berasal dari hasil pengolahan mineral dolomit. Mineral dolomit pada
penelitian ini diambil dari Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Hal ini
berdasarkan pertimbangan kualitas dolomit yang baik dan deposit dolomit yang
cukup besar ( lihat tabel 2.2 ) .
Pengambilan sampel dilakukan di Desa Banyutengah, Kecamatan Paciran
Kabupaten Lamongan. Dolomit diambil di dekat dengan penambangan rakyat
dengan memilih dolomit yang berkualitas baik dengan warna putih bersih. Hal ini
dapat dilihat pada gambar di bawah :
Gambar 2.3. Lokasi Pengambilan sampel dolomit
Gambar 2.4. Contoh Mineral dolomit dari Lamongan dan Bangkalan
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
11
2.2. Magnesium Karbonat
Magnesium karbonat merupakan salah satu senyawa an organik berbasis
logam magnesium dalam kombinasi karbonat, hidrat dan hidroksida. Magnesium
karbonat pada umumnya berbentuk serbuk warna putih mengkilap ( bercahaya ),
amorf, tidak berbau, tidak berasa, mampu menyerap bau dan menyimpan bau
dengan mudah . Disamping itu sifat umum yang lain adalah tidak larut dalam air
dan alkohol (Erlina Yustanti, 2004) . Magnesium karbonat dapat terdekomposisi
menjadi MgO pada rentang temperatur 230 – 680OC (Erlina Yustanti, 2004).
Magnesium karbonat dapat diperoleh dari alam langsung yaitu mineral
magnesit yang berupa magnesium karbonat anhidrida. Mineral magnesit juga
terdapat di Indonesia yaitu di P.Padamarang , Sulawesi Selatan . Mineral magnesit
ini berupa batuan yang keras, berongga dan berwarna putih dan ada yang
berwarna putih sedikit kekuningan ( Eko Sulistiyono dan Bintang Adjiantoro,
2010).
2.2.1. Karakteristik Magnesium Karbonat
Magnesium karbonat memiliki karakteristik yang berbeda-beda, hal ini
karena adanya kandungan air, sehingga membentuk struktur kristal yang berbeda
beda. Adanya perbedaan struktur kristal ini menghasilkan perbedaan sifat dari
magnesium karbonat. Pada umumnya magnesium karbonat dari alam berbentuk
magnesium karbonat anhidrat dan hidrat dengan rumus umum MgCO3.x H2O .
Mineral tersebut antara lain adalah Magnesit dengan rumus kimia MgCO3 adalah
magnesium karbonat anhidrida, Baringtonite dalam bentuk magnesium karbonat
dihidrat dengan rumus kimia MgCO3.2 H2O , Nasquehonite dalam bentuk
magnesium karbonat trihidrat dengan rumus kimia MgCO3.3 H2O dan Lansfordite
dengan nama magnesium karbonat pentahidrat dengan rumus kimia yaitu
MgCO3.5 H2O ( Andliswarman, 2003 dan Erlina Yustanti, 2004) .
Sementara itu yang berasal dari proses sintesis melalui jalur
hidrometalurgi baik dengan bahan baku dolomite, magnesium sulfat maupun
magnesium chloride berbentuk senyawa kompleks x.MgCO3 .y Mg(OH)2 .z H2O
yang dikenal dengan kelompok senyawa basic hidromagnesit ( Andliswarman,
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
12
2003 dan Erlina Yustanti, 2004). Magnesium karbonat baik yang berasal dari
alam mapun sintesis tidak larut dalam air yang bersifat netral namun dengan
adanya sedikit asam atau gas CO2 dapat larut dalam air ( Andliswarman, 2003 dan
Erlina Yustanti, 2004) . Secara garis besar sifat fisik ( Andliswarman, 2003) dari
magnesium karbonat disajikan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel. 2.3. Sifat Fisik berbagai senyawa Magnesium Karbonat
No Nama Mineral
Struktur Kristal
Indeks Reflaksi
Berat Jenis (g/ml)
Kelarutan Air
(g/100 ml ) 1 Magnesite Trigonal 1,717 2,958 5,900 2 Barringtonite Triklin 1,458 2,825 0,375 3 Nesquehonite Monoklin 1,412 1,837 0,375 4 Lansfordite Monoklin 1,456 1,730 0,375 5 Artinit Monoklin 1,448 2,020 - 6 Hydromagnesite Monoklin 1,523 2,160 - 7 Dypingite Monoklin 1,508 - - 8 Oktahidrat Monoklin 1,515 - -
Dikutip dari : Andliswarman, 2003
Magnesium karbonat dalam dunia industri farmasi di Amerika Serikat
dikenal dengan istilah Light dan Heavy magnesium karbonat . Light magnesium
karbonat adalah magnesium karbonat yang mengembang sehingga memiliki bulk
density yang rendah sampai 0,1 g / ml, terbuat dari proses pengendapan larutan
magnesium sulfat / chloride dengan natrium karbonat pada temperature kamar.
Light magnesium karbonat memiliki rumus kimia 3 MgCO3.Mg(OH)2.3 H2O
yang dikenal dengan Magnesia Alba Levis (Erlina Yustanti, 2004) . Heavy
magnesium karbonat adalah magnesium karbonat yang memadat dalam
pengendapan antara larutan magnesium sulfat / chloride dengan natrium karbonat
pada temperature didih . Heavy magnesium karbonat memiliki rumus kimia
adalah 3 MgCO3.Mg(OH)2.4 H2O dikenal dengan Magnesia Alba Penderosa .
(Erlina Yustanti, 2004). Karena prosesnya yang memadat maka heavy magnesium
karbonat memiliki bulk density yang hampir sama dengan aslinya sekitar 2,16 g /
ml (Erlina Yustanti, 2004). Karakteristik magnesium karbonat yang lainya
adalah derajat keputihan atau derajat kecemerlangan yang diukur dengan
parameter warna putih yang standart.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
13
2.2.2. Manfaat Magnesium Karbonat
Pada umumnya magnesium karbonat digunakan sebagai bahan pengisi
pada material hasil industri seperti polimer. Fungsi sebagai bahan pengisi dalam
dunia industri bersaing dengan bahan lain seperti kalsium karbonat, silika,
fledspar, kaolin dan oksida mineral yang lain. Adapun manfaat magnesium
karbonat antara lain ( Andliswarman, 2003) :
• Industri farmasi dan Kosmetik
Penggunaan bahan magnesium karbonat dalam dunia farmasi dikutip dari
USP ( United States for Pharmaceutical and Cosmetics) penggunaan
magnesium karbonat antara lain : sebagai bahan pengisi lebih dari 45 %
pada tablet obat-obatan, perasa dalam tablet untuk dengan konsentrasi 0,5
– 1 % light magnesium karbonat presipitat, bahan tambahan pada bedak
dan parfum dan obat antacid yaitu mengatasi gangguan asam lambung (
obat mag ). Penggunaan magnesium karbonat sebagai bahan antacid lebih
menguntungkan dibanding dengan aluminium hidroksida dan kalsium
karbonat.
• Industri otomotif
Dalam industri otomotif penggunaan magnesium karbonat antara lain
untuk pembuatan ban kendaraan. Magnesium karbonat berperan dalam
mengurangi laju jumlah asap sebagai penganti dari aluminium trihidrat
yang harganya jauh lebih mahal. Sebagai bahan penguat karet pada ban
kendaraan ditambahkan 30 % dari berat karet yang digunakan.
• Industri Cat dan Tinta
Penggunaan magnesium karbonat dalam industri cat dan tinta adalah
memberikan efek terang pada warna tinta sehingga tinta hasil cetakan
lebih menarik. Disamping itu dengan pemberian 45 % komsumsi TiO2
yang diganti dengan magnesium karbonat akan memperpanjang waktu
pemakaian cat.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
14
2.2.3. Pembuatan Magnesium Karbonat
Magnesium karbonat merupakan bahan baku industri yang berbasis unsur
magnesium, oleh karena itu bahan baku yang digunakan dalam pembuatan
magnesium karbonat adalah mineral yang mengandung unsur magnesium. Ada
dua pendekatan proses pembuatan magnesium karbonat yaitu proses
pirometalurgi dan proses hydrometalurgi ( Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI ,
2009) . Pembuatan magnesium karbonat dengan proses pirometalurgi dari bahan
baku dolomit dimulai dari proses kalsinasi dolomit, slaking hasil kalsinasi dan
proses karbonatasi untuk menghasilkan magnesium bikarbonat. Selanjutnya
magnesium bikarbonat dipanaskan membentuk endapan magnesium karbonat,
reaksi yang terjadi ( Andliswarman, 2003 dan Erlina Yustanti, 2004),
MgCa(CO3)2 ===== MgO.CaCO3 (s) + CO2 (g) ..........................(2-1)
MgOCaCO3 (s) + H2O ( l ) === Mg(OH)2 (aq) + CaCO3 (s)................(2-2)
Mg(OH)2 ( aq ) + 2 CO2 (g) ======= Mg(HCO3)2 (aq) ........................(2-3)
5 Mg(HCO3)2 (aq) ==== 4 MgCO3.Mg(OH)2 .4 H2O (s ) + 6 CO2........(2-4)
Pembuatan magnesium karbonat dari mineral dolomit dapat juga dilakukan
dengan menggunakan proses hydrometalurgi menggunakan asam khlorida, namun
reaksi berjalan cukup lambat.
Pembuatan magnesium karbonat dengan proses hidrometalurgi banyak
dilakukan di negara yang kaya deposit mineral berbasis magnesium sulfat dan
magnesium khlorida seperti di Eropa dan Amerika Serikat. Proses hidrometalurgi
dimulai dari penambahan natrium karbonat dalam larutan magnesium sulfat /
khlorida terbentuk endapan basic hydromagnesit (Erlina Yustanti, 2004) . Jika
dilakukan pada temperatur kamar diperoleh light magnesium karbonat dikenal
dengan sebutan Magnesia Alba Levis (Erlina Yustanti, 2004) . Dan jika pada
temperatur didih diperoleh heavy magnesium karbonat yang dikenal dengan
sebutan Magnesia Alba Penderosa(Erlina Yustanti, 2004) .
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
15
2.3. Gelombang Ultrasonik Pada Proses Pembentukan Material
2.3.1. Proses Kavitasi
Proses kavitasi adalah proses pecahnya gelembung dalam cairan yang
melepaskan energi secara spontan dalam lingkungan cairan tersebut. Gejala
kavitasi pada awalnya diamati dalam proses hydrodinamika seperti adanya baling-
baling dalam kapal dengan kecapatan yang tinggi menghasilkan gelembung yang
pecah (Malcom J.Crocker, 1997) . Kemudian dengan perkembangan teknologi
proses kavitasi dikembangkan lebih lanjut dengan menggunakan gelombang
getaran. Dari hasil percobaan pemberian getaran gelombang sampai 1 Ghz
menunjukkan bahwa pembentukan kavitasi yang efektif pada kisaran gelombang
ultrasonik.
Phenomena kavitasi yang dihasilkan dari gelombang ultrasonik
memberikan intensitas energi yang tinggi ke dalam larutan kimia, menyebabkan
compression ( tekanan tinggi ) dan rarefraction ( tekanan rendah ) secara
berulang, menghasilkan microbuble dalam rentang waktu super singkat akan
meledak. Ledakan microbuble tersebut diikuti dengan timbulnya tekanan dan
panas yang sangat tinggi di daerah sekitar buble dan menyebar ke segala arah.
Energi panas dapat menghasilkan temperatur 5.500OC dengan kecepatan sampai
400 kilometer per jam dalam skala mikro. (Malcom J.Crocker, 1997) .
Hasil pengamatan dengan menggunakan FT-ICR (Malcom J.Crocker,
1997) menunjukkan bahwa proses kavitasi dijembatani oleh adanya udara yang
larut dalam cairan seperti alkohol dan air. Udara tersebut, dengan bantuan
gelombang ultrasonik membentuk cluster sehingga tercipta yang stabil. Kemudian
dalam tahap berikutnya akan pecah jika sampai pada batas tegangan permukaan
yang berlebih (Malcom J.Crocker, 1997) . Adapun bentuk gelembung dapat
dilihat pada gambar dibawah :
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
16
Gambar 2.5 Gelembung microbuble ukuran 150 mikron
Dikutip dari : Malcom j. Crocker, 1997
Adanya energi yang dihasilkan dari proses kavitasi dengan plasma sampai
5.500OC dengan kecepatan sampai 400 kilometer per jam akan mempengaruhi
kondisi disekitarnya. Pengaruh rambatan energi ini ternyata mampu membentuk
reaksi kimia dan penghancuran partikel menjadi partikel yang berukuran lebih
kecil. Reaksi kimia yang ditimbulkan akibat efek ultrasonik sering disebut dengan
Sonochemistry dan penghancuran partikel sering disebut juga dengan ultrasonic
milling.
2.3.2. Ultrasonik Kimia ( Sonochemistry)
Setiap benda yang bereaksi akan selalu berhubungan dengan energi
aktivasi antara benda yang bereaksi tersebut. Energi aktivasi ini berperan dalam
proses pertukaran unsur dalam moekul yang bereaksi sehingga tercipta molekul
baru. Sonochemistry merupakan suatu akibat dari proses kavitasi yang
menghasilkan energi plasma yang mampu memanaskan plasma temperatur sampai
5.500OC dengan tekanan sampai 2.000 atm (Malcom J.Crocker, 1997). Kondisi
tersebut diatas meskipun terjadi dalam ukuran hotspot yang sangat kecil mampu
meningkatkan energi aktivasi sehingga reaksi kimia menjadi lebih cepat (Malcom
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
17
J.Crocker, 1997). Gelombang ultrasonik dengan intensitas 50 – 500 watt / cm2
cukup efektif untuk memicu reaksi kimia sekala laboratorium maupun komersial
Hal ini berkat adanya perbedaan tempartur yang tinggi dalam skala plasma dalam
bidang yang diberikan gelombang utrasonik. Proses ini berlangsung sangat
pendek namun efektif dalam peningkatan energi aktivasi dalam reaksi kimia,
sehingga dengan bantuan gelombang ultrasonik dapat menghemat pemakaian
energi jika dibandingkan dengan pemberian energi secara konvensional. (Malcom
J.Crocker, 1997).
Proses ultrasonik untuk reaksi kimia pertama kali diperkenalkan oleh
Rayleight dengan menggunakan model matematika dalam reaksi homogen
(Malcom J.Crocker, 1997) . Sepuluh tahun kemudian proses reaksi biokimia
dengan ultrasonik diperkenalkan oleh Ricard dan Loomis (Malcom J.Crocker,
1997) . Adapun hasil pengamatan dari Sulick, Hammerton dan Cline telah
mengamati runtuhnya rongga dari gugus molekul ligan karbonil dari senyawa
atsiri (Malcom J.Crocker, 1997) . Penggunaan proses kimia dengan gelombang
uktrasonik mulai banyak diaplikasikan untuk reaksi kimia pada reaksi biologis
seperti interaksi biologis untuk proses pengobatan penyakit. Disamping itu
melalui proses ultrasonik daat dimungkinkan terciptanya reaksi kimia baru yang
menghasilkan sintesa senyawa baru seperti yang dilakukan oleh Sulick,
Hammerton dan Cline dengan membongkar gugus karbonil minyak atsiri yang
menghasilkan senyawa baru minyak atsiri dengan ion logam membentuk gugus
ligan baru . (Malcom J.Crocker, 1997).
Dengan menggunakan gelombang ultrasonik maka telah membuka
cakrawala baru dalam hal pengembangan proses kimia, terutama berkaitan dengan
ditemukanya sintesa material baru dengan proses yang lebih sederhana. Aplikasi
penggunaan gelombang ultrasonik juga diterapkan dalam proses penyimpanan
hasil pertanian seperti buah dan sayuran dimana dengan pemberian gelombang
ultrasonik dapat menghambat pematangan buah dan meminimalisasi terhadap
kontaminan poestisida. Penggunaan gelombang ultrasonik juga mampu memacu
pertumbuhan tanaman mikro seperti ganggang yang bermanfaat untuk produk
kesehatan. (Malcom J.Crocker, 1997).
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
18
2.4. Material Nanometer
Konsep Nanoteknologi secara tidak langsung diperkenalkan oleh Richard
P. Feynman dalam ceramahnya di The American Society pada Desember 1959
dengan judul “There’s Plenty of Room at the Bottom: An Invitation to Enter a
New Field of Physics,” Artinya adalah ada banyak kesempatan dan ruang jika
dapat memproduksi suatu struktur yang sangat kecil. Feynman menghitung bahwa
isi keseluruhan dari Encyclopedia Britannica dapat dikurangi menjadi hanya
dengan ukuran normal 35 halaman saja. Ia juga menekankan pentingnya
mengkombinasikan pengetahuan, peralatan, dan metodologi yang digunakan oleh
ahli ilmu fisika, ahli kimia, dan ahli ilmu biologi. Ia menunjuk dunia sebagai suatu
contoh dari berapa banyak informasi dan dapat dimasukkan dalam suatu volume
yang kecil sebagai fungsi, jika telah diciptakan suatu bentuk dimensi dengan
ukuran yang lebih kecil. Sehingga kelak akan banyak ditemukan peralatan
robotika yang mampu menembus dimensi yang sangat kecil sehingga dapat
diaplikasikan dalam dimensi yang lebih kecil. (Richard P. Feynman, 1960).
Dari konsep yang dikemukakan oleh Richard P. Feynman belum
menyentuh kata Nanoteknologi, namun hakekatnya mengarah pada
nanoteknologi. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya konsep tersebut
dikembangkan menjadi konsep nanoteknologi. Konsep nanoteknologi pertama
kali diperkenankan oleh Norio Taniguchi, dalam papernya berjudul “On the Basic
Concept of Nanoteknologi.” Pada tahun 1974. Adapun isi dari konsep tersebut
adalah “ Nano-technology is the production technology to get the extra high
accuracy and ultra fine dimensions, i.e. the preciseness and fineness on the order
of 1 nm (nanometer), 10(superscript)-9 meter in length. The name of 'Nano-
technology' originates from this nanometer. In the processing of materials, the
smallest bit size of stock removal, accretion or flow of materials is probably of
one atom or one molecule namely 0.1~0.2 nm in length. Therefore, the expected
limit size of fineness would be of the order of 1 nm. Accordingly, 'Nano-
technology' mainly consists of the processing of separation, consolidation and
deformation of materials by one atom or one molecule. Needless to say, the
measurement and control techniques to measure the preciseness and fineness of 1
nm play a very important role in this technology. ( Taniguchi, Norio , 1974).
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
19
2.4.1. Definisi Nano Material
Karena memiliki ukuran partikel yang sangat kecil dalam skala
nanometer maka para ahli bersepakat bahwa yang disebut material nano adalah
material dengan ukuran dimensi 1 nm sampai dengan ukuran 100 nm. Material
tersebut memiliki keunggulan dibandingkan dengan material yang berukuran lebih
besar. Material ukuran nano penting untuk dipelajari karena material ukuran nano
memiliki sifat yang khas yang ditimbulkan oleh luasnya fraksi interfasa atau
permukaan yang besar ( Jeremi. J.Ramsden, 2009).
Berdasarkan standart pengukuran internasional, maka 1 nm sama dengan
( 1/1.000.000.000 ) meter atau (0,000000001 m), hal ini hampir sama dengan
sekitar 1/ 50.000 garis tengah rambut manusia. Material dengan skala 1 nm
sampai dengan 100 nm memiliki ukuran yang lebih kecil dari material biologi
seperti sel manusia berukuran 5.000 nm sampai 200.000 nm. Material biologi
yang masuk dalam ukuran nano seperti virus berukuran 10 sampai 200 nm (
Jeremi. J.Ramsden, 2009). Dalam bidang fisika atom skala nano dapat mencakup
atom seperti atom germanium berukuran 1 nm, sedangkan atom yang lebih kecil
seperti atam hydrogen berukuran 0,1 nm.
Gambar 2.6. Skala Nano Material
Dikutip dari : < http: // www. materialcerdas.wordpress.com >
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
20
2.4.2. Pembuatan Nano Material
Sebagaimana disebutkan di atas material nano berukuran sangat kecil yaitu
antara 1 nm sampai dengan 100 nm sehingga diperlukan proses khusus dalam
pembuatan nano material. Pembuatan material ukuran nano secara garis besar
terdiri dari dua cara yaitu dengan memperkecil ukuran partikel dari partikel
ukuran besar dengan skala mikron ke atas dan memperbesar partikel atau
menumbuhkan partikel baru sampai ukuran nano, proses pertumbuhan dihentikan
Adapun proses pembuatan nano material selain dengan proses ultrasonik antara
lain :
1. Proses nano Milling
Proses nano milling adalah proses pembuatan partikel ukuran nano dari
bahan berbentuk serbuk ukuran mikron. Proses penghalusan ukuran
partikel secara teori dapat dibuat dengan proses fisik hal ini sesuai dengan
prinsip bahwa material apabila bertumbukan dengan material lain yang
lebih keras akan pecah. Pada proses nano milling semakin kecil ukuran
partikel akan semakin susah untuk digiling terutama untuk ukuran nano
hal ini karena adanya gaya Van Der Walls antar partikel yang berakibat
munculnya aglomerasi ( Etty Marti Wigayati, 2009) . Sebagai contoh hasil
percobaan pembuatan nano partikel zeolit mampu menghasilkan partikel
ukuran 300 nm selama proses penggilingan dalam planetary ball mill
selama 60 jam, kemudian dengan penambahan Grinding Agent ammonium
cerium Nitrat dan dalam pelarut ethanol mampu menghasilkan partikel
ukuran 42 nm ( Etty Marti Wigayati, 2009) . Namun demikian partikel
ukuran 42 nm tersebut perlu diuraikan dengan menggunakan gelombang
ultrasonik dengan intensitas 750 watt selama 30 menit ( Etty Marti
Wigayati, 2009) . Demikian pula dengan percobaan pembuatan parikel
nano LiMnO4 dengan proses penghalusan dengan planetary ball mill
selama 80 jam hanya diperoleh partikel nano LiMnO4 dalam ukuran 178
nm ( Agus Wahyudi, et all, 2010). Pada proses pembuatan nano material
dengan bantuan peralatan gerus ( milling ) kendala yang dihadapi adalah
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
21
skala proses, dimana jika diaplikasikan untuk skala besar memerlukan
energi yang jauh lebih besar.
Gambar 2.7. Peralatan Planetary Ball mill
Dikutip dari www.retsch.com
2. Proses Busur Logam
Proses pembuatan nano material yang paling awal dilakukan orang adalah
proses dispersi partikel dalam media cair dengan cara mengalirkan arus
listrik dalam logam mulia. Pada proses ini partikel dibuat dari dua batang
logam yang dicelupkan dalam media cair kemudian dialiri listrik searah
sehingga terjadi percikan arus listrik yang mampu melepaskan partikel
dari permukaan logam ke dalam media cair. Pada umumnya logam yang
digunakan adalah logam mulia seperti emas ( Au ) , perak ( Ag ) dan
Platina ( Pt ) yang tidak mudah terkorosi. Proses ini dikenal dengan
sebutan “ Bredig Arc Method “, yang menghasilkan butiran logam mulia
dengan ukuran nanometer. Butiran tersebut karena ukuran sangat kecil
mampu membiaskan cahaya sehingga larutan menjadi berwarna tertentu
jika terkena sinar ( Robert C. Crosson and Harold J. Abrahams, 1947 ).
Metode ini sebenarnya menghasilkan partikel ukuran nano, namun karena
masa itu belum ada peralatan yang dapat meneteksi ukuran partikel nano
maka belum muncul istilah teknologi nano.
Adapun ilustrasi pembuatan partikel nano dengan busur logam dapat
dilihat pada gambar dibawah :
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
22
Gambar 2.8. Ilustrasi pembuatan partikel nano dengan busur logam.
Dikutip dari Budisma.web.id
3. Proses koagulasi
Proses koagulasi adalah cara yang paling banyak dilakukan dalam
pembuatan partikel ukuran nano, hal ini karena proses koagulasi adalah
proses yang paling sederhana karena mengikuti mekanisme pertumbuhan
kristal secara alami. Kemudian pertumbuhan kristal secara alami tersebut
dihentikan secara mendadak atau dimodifikasi dengan larutan tertentu.
Gambar 2.9 . Mekanisme proses koagulasi pembentukan material nano γ-
Al 2O3 dari mineral kaolin.
Dikutip dari : Huaming Yang , Mingzhu Liu, Jing Ouyang, 2010
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
23
Salah satu contoh proses pembuatan senyawa ukuran nano dengan proses
pengendapan adalah pembuatan nano material γ- Al2O3 dari mineral
kaolin dengan proses pengaturan pH larutan dan penambahan surfaktan
tertentu. ( Huaming Yang , Mingzhu Liu, Jing Ouyang, 2010 ). Dari hasil
penelitian tersebut pada proses pengendapan dengan pengaturan pH
diperoleh butiran γ- Al2O3 dengan ukuran partikel 5–10 nm lebarnya dan
tingginya 15–20 nm.
2.4.3. Pengukuran Nano Material
Pada penelitian ini untuk menentukan ukuran partikel nano disamping
secara otomatis dapat terbaca pada analisa PSA dan dapat dilihat secara visual
hasil SEM, digunakan proses kalkulasi. Pada penelitian ini dilakukan dua
kalkulasi pengukuran partikel yaitu melalui :
1. Penghitungan Waktu Pengendapan
Semua partikel yang terdapat dipermukaan bumi akan selalu turun ke
bawah yaitu ke pusat bumi karena adanya gravitasi bumi. Hal ini berlaku
juga untuk partikel yang terdapat dalam fluida yang membentuk suspensi.
Suspensi adalah campuran bahan cairan dan padat dalam bentuk halus dan
tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus
halus dan tidak boleh cepat mengendap. Jika dikocok perlahan-lahan
endapan harus segera terdispersi kembali. Suspensi dapat mengandung zat
tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi. Kekentalan suspensi tidak
boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang. Partikel-
partikelnya mempunyai diameter yang sebagian besar lebih dari 0,1
mikron atau 100 nm.( Ruud Van Ommen, 2010) . Zat yang tidak larut
dalam air dilarutkan dulu dalam pelarut organik yang dapat dicampur
dengan air, lalu ditambahkan air suling dengan kondisi tertentu. Pelarut
organik yang biasa digunakan adalah etanol, metanol, propilen glikol, dan
gliserin , dimana pelarut organik ini bersifat inert terhadap padatan ( Ika
Ristia Rahman, 2010) . Proses pengujian pengendapan suspensi ini telah
digunakan secara luas untuk pengujian secara insitu terhadap material
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
24
berukuran kecil dalam larutan. Proses pengujian ini secara luas telah
digunakan pada penelitian material farmasi ( Ika Ristia Rahman, 2010).
Suspensi dengan ukuran berapapun dalam tempo tertentu akan selalu
mengendap, hal ini akibat adanya gaya yang bekerja di dalam partikel
antara lain : gaya gravitasi, gaya apung dan gaya adhesi dan kohesi
partikel( Ruud Van Ommen, 2010) . Gaya yang bekerja tersebut
selanjutnya dirumuskan menjadi persamaan Stokes sebagai berikut .( Ruud
Van Ommen, 2010) :
D2 = 18 . ȃȃȃȃ . H ………………………….. ( 2.1 ) ( ρs – ρl ).g.t
Dimana :
D = Ukuran diameter partikel ( cm )
ȃȃȃȃ = Viskositas medium cairan ( poise )
H = Tinggi cairan ( cm )
ρs = Berat jenis padatan ( g / cm3 )
ρL = Berat jenis larutan ( g/ cm3 )
g = Konstanta gaya gravitasi ( 980 cm / det2 )
t = Waktu pengendapan ( detik )
Dari rumus diatas maka ukuran partikel dapat juga ditentukan berdasarkan
lama waktu partikel untuk turun. Metode ini hanya dapat digunakan untuk
penghitungan ukuran partikel secara kasar dan semakin kecil partikel akan
sulit perhitungan seperti ini. Jika asumsi viskositas, berat jenis, konstasnta
gravitasi sama maka rumus diatas dapat menjadi :
C = 18 η . H / (( ρs – ρl ).g ........................................ ( 2.2 )
D2 = C / t ............................................................( 2.3. )
Maka dapat diketahui bahwa D2 ekivalen dengan 1 / t dimana semakin
besar diameter partikel semakin cepat / singkat waktu yang diperlukan
untuk turun.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
25
2. Metode Evaluasi Ukuran Kristal
Metode pengukuran Kristal dengan menggunakan peralatan XRD telah
dilakukan oleh para peneliti untuk pengukuran butiran kristal. Metode
pengukuran dengan menggunakan XRD terbukti memberikan hasil yang
tidak jauh berbeda dengan menggunakan peralatan yang lebih canggih
seperti TEM. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil penelitian pembuatan
nanocrystal Hydroxyapatite dengan ukuran sekitar 40 – 20 nm ( Kim
Gyong Man, 2010) . Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ukuran
kristal Hydroxyapatite berukuran tebal 17,7 nm dan lebarnya 80 nm,
kemudian dengan HR-TEM diperoleh ukuran 18 nm dan lebar 50 nm.
Sementara itu dengan menggunakan metode XRD melalui persamaan
Scherrer’s diperoleh harga L sama dengan 18,1 nm.
TEM HR-TEM
XRD
Gambar 2.10. Pengukuran partikel Hydroxyapatite dengan menggunakan
TEM , HR-TEM dan XRD
Dikutip dari Kim Gyong Man, 2010:
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
26
Hasil penelitian yang dilakukan di Malaysia untuk pengukuran kristal MgO
dalam komposisi ZTA-MgO pada material keramik juga menggunakan
peralatan XRD ( Ahmad Zahirani, et all, 2011) . Hasil dari penelitian tersebut
dapat mengukur kristal MgO dalam keramik dengan rentang ukuran kristal
yang lebih lebar yaitu 80 nm, 800 nm dan 7.000 nm, dapat dilihat pada
gambar dibawah :
Gambar 2.11. Kurva hasil analisis XRD pada material keramik ZTA-MgO
dengan berbagai ukuran kristal
Dikutip dari : Ahmad Zahirani, et all , 2011
Pengukuran ukuran Kristal pada penelitian ini menggunakan hasil analisa
X-Ray Diffraction dengan melihat ukuran peak yang terbentuk.
Berdasarkan pendekatan dari Scherer terhadap sudut yang ditimbulkan
dalam pancaran sinar X dirumuskan sebagai berikut ( Suryanarayana and
Grant Norton , 1998) :
……………….(2.4 )
Dimana :
ƙ = Konstanta ( 0.89 – 1.39 , biasanya ditetapkan 1,0 )
λ = Panjang gelombang sinar X adalah 0,154056 nm
L = Ukuran rata-rata Kristal
ϴ = Sudut difraksi ( Bragg Angle )
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
27
Dalam proses pengukuran kristal terjadi regangan ( strain ) sehingga
terjadi penyimpangan pada puncak difraksi, oleh karena itu terjadi
pelebaran puncak difraksi dirumuskan sebagai berikut ( Suryanarayana
and Grant Norton , 1998) :
ΒStrain = ȃ . tan ϴ ………………………..(2.5)
Dimana ȃ adalah regangan dalam material
Dari persamaan (2.5 ) terlihat bahwa puncak difraksi akan semakin meluas
karena adanya peningkatan ukuran Kristal dan peningkatan regangan kisi
dengan cepat dapat meningkatkan nilai sudut ϴ, tetapi pemisahan antara
kedua kenyataan tersebut lebih jelas pada nilai sudut ϴ yang lebih kecil. (
Suryanarayana and Grant Norton , 1998). Sehingga lebar puncak difraksi
setelah dikurangi efek penyimpangan dapat dianggap sebagai jumlah dari
lebar puncak karena ukuran kristal dan efek regangan dapat dirumuskan :
Βr = βcristalite + βStrain ……………………..(2.6)
Dengan menggabungkan persamaan ( 2.4 ) , (2.5) dan (2.6 ) diperoleh
persamaan :
………………….( 2.7 )
Dengan dikalikan cos ϴ , persamaan (2.7) menjadi :
……..…………(2.8)
Dari persamaan (2.8 ) diperoleh persamaan garis lurus yang dapat diplot dalam grafik linear antara βr cos ϴ dengan sin ϴ.
2.4.4. Media Pembuatan Nano Material
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
28
Dalam proses pembuatan material berukuran nano maka perlu
diperhatikan juga media yang akan digunakan. Pemilihan media menentukan
apakah partikel tersebut dapat diubah dalam bentuk nano. Pada umumnya media
yang digunakan untuk pembuatan partikel ukuran nano adalah dengan
menggunakan media cair yang dapat membentuk suspensi dan tidak terjadi
penggumpalan ( Aharon Gedanken, 2004). Adapun jenis media yang digunakan
antara lain :
1. Air
Media air merupakan salah satu media yang sering digunakan untuk
pembuatan material ukuran nano. Penggunaan air merupakan salah satu
pilihan yang mempertimbangkan harga dibandingkan dengan media
lainnya. Penggunaan air sebagai media telah lama digunakan seperti
pembuatan nano partikel logam dengan busur bredig ( Robert
C. Crosson and Harold J. Abrahams, 1947 ). Namun demikian
penggunaan air banyak menimbulkan kelemahan hal ini karena adanya
peristiwa koagulasi jika material ukuran nano tersebut dipisahkan dengan
air. Penggunaan media air masih layak digunakan dengan menambahkan
bahan anti koagulasi seperti surfaktan. Penggunaan surfactan antara lain
dalam pembuatan nano partikel TiO2 porous dengan bahan CMC Triton-
100 (Godinez IG, Darnault CJ, 2011).
2. Alkohol
Penggunaan alkohol untuk pembuatan nano material memiliki keunggulan
dibanding dengan media air antara lain alkohol cenderung tidak
menggumpal, mudah menguap sehingga mudah dipisahkan. Penggunaan
media alkohol beragam pilihan mulai dari methanol, ethanol, butanol,
propanol dan lain-lain. Penggunaan media alkohol untuk membuat
partikel ukuran nano antara lain pembuatan LiMnO4 mampu menghasilkan
partikel ukuran 42 nm dengan gelombang ultrasonik intensitas 750 watt
selama 30 menit ( Etty Marti Wigayati, 2009) dan pembuatan MnO2
ukuran 20 – 60 nm ( Dong Kim Loan ,et all , 2008).
3. Poly Alkohol
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
29
Semakin beragamnya tuntutan akan partikel ukuran nano maka mulai
dikembangkan penggunaan media dengan menggunakan bahan yang
memiliki gugus alcohol lebih dari satu seperti Ethylene Glycol dengan
gugus alcohol 2 buah, glycerol dengan tiga gugus dan lain-lain.
Penggunaan bahan ini memiliki kelemahan yaitu diperlukan temperatur
tinggi dalam proses pemisahan ( Terry A. Egerton , Li Wei Wang, 2008).
Sehingga penggunaan media ini cocok untuk sintesa material nano yang
tahan suhu tinggi ( tidak mengalami perubahan fase ) seperti MgO, CaO ,
ZnO dan lain-lain. Contoh penggunaan pelarut ethylene glycol antara lain
pembuatan partikel ZnO sampai 100 nm ( Madhusree Kole, T.K. Dey ,
2012) dan TiO2 ( Terry A. Egerton , Li Wei Wang, 2008).
Pemilihan penggunaan media pelarut seperti air, ethanol absolute dan
ethylene glycol dan media pelarut yang lain dilakukan pada umumbnya
berdasarkan pertimbangan bahan mudah diperoleh, proses pemisahan lebih mudah
dan tidak menimbulkan koagulasi jika hendak dipisahkan. Dalam pemilihan bahan
media untuk proses ultrsonik belum ada teori yang dapat dijadikan rujukan untuk
pemilihan media ultrsonik, sehingga pada umumnya pemilihan bahan
dipertimbangan berdasarkan proses diatas.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
30
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Diagram Alir Metode Penelitian
Gambar 3.1. Diagram Alir metode Penelitian
Dolomit Lamongan
Proses Kalsinasi Parsial
Proses Karbonatasi Gas CO2
Analisa PSA
Analisa XRD
Magnesium Karbonat Ukuran Nano
Analisa SEM
Pengeringan, Penghalusan
dan saring 100 mesh
Analisa XRD
Analisa AAS
Analisa XRD
Proses Pelarutan Solven dan Ultrasonik
Residu Padatan CaCO3
Padatan Hidromagnesit Ringan
Analisa SEM
Analisa PSA
Pemisahan larutan dan pengeringan II
Suspensi Partikel Nano
Analisa XRF
Uji Pengendapan
Analisa DTA - TGA
Proses Slaking
Analisa XRD
Analisa XRF
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
31
3.2. Pembuatan Bahan Baku
3.2.1. Karakterisasi Mineral Dolomit
Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan adalah mineral dolomit
yang berasal dari daerah Lamongan – Jawa Timur, diambil langsung dari lokasi
penambangan dolomit yang berada di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan.
Teknologi proses pembuatan bahan baku larutan magnesium bikarbonat mengacu
pada kegiatan penelitian di Pusat Penelitian Metalurgi LIPI ( Pusat Penelitian
Metalurgi – LIPI , 2009) dan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa program
S 2 Material di Universitas Indonesia sebelumnya ( Andliswarman, 2003 dan
Erlina Yustanti, 2004) .
Bahan baku yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan karakterisasi
dengan menggunakan analisis XRD, XRF dan DTA-TGA. Analisis XRD untuk
menentukan komponen senyawa dari mineral dolomit apakah terdiri dari fraksi
CaCO3.MgCO3 atau bercampur dengan fraksi yang lain. Hasil dari analisis XRD
selanjutnya dibandingkan dengan hasil analisis dari literatur / standart yang ada
dalam literature yang tersedia. Analisa XRF diperlukan untuk mengetahui
komposisi antara Mg dan Ca beserta unsur yang lain yang mungkin berada dalam
mineral dolomit tersebut. Sedangkan analisa DTA/ TGA diperlukan untuk
mengetahui sifat dari mineral dolomite jika terkena panas, sehingga memudahkan
untuk menentukan temperatur proses kalsinasi tersebut.
3.2.2. Pembuatan Magnesium Karbonat
Pada penelitian ini proses pembuatan magnesium karbonat mengikuti
jalur pada kegiatan penelitian di Pusat Penelitian Metalurgi LIPI ( Pusat Penelitian
Metalurgi – LIPI , 2009) dan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa program
S 2 Material di Universitas Indonesia sebelumnya ( Andliswarman, 2003 dan
Erlina Yustanti, 2004). Akan tetapi pada penelitian ini menggunakan proses
kalsinasi parsial, yaitu dengan proses seleksi kalsinasi dimana hanya MgO yang
terkalsinasi dan CaO belum mengalami proses kalsinasi. Adapun alur penelitian
adalah sebagai berikut :
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
32
1. Proses Kalsinasi
Pada kegiatan ini proses kalsinasi dilakukan secara parsial yaitu kalsinasi
dolomit sebagian dimana unsur magnesium terkalsinasi sedangkan unsur
kalsium belum terkalsinasi. Hal ini mengacu pada penelitian yang telah
dilakukan dimana salah satu keuntungan kalsinasi parsial dapat
memisahkan MgO dengan CaO lebih awal ( H. Gelai et.all, 2007 ) .
Reaksi kalsinasi parsial diharapkan terbentuk MgO sedangkan CaO
diharapkan tidak terbentuk. Reaksi parsial sebagai berikut :
CaCO3.MgCO3 ======== MgO + CO2 + CaCO3 …….(3.1)
Bahan baku yang digunakan adalah dolomit yang berupa batuan
berukuran besar kemudian digiling menjadi batuan dolomit yang
berukuran lebih kecil. Proses penggilingan batuan dolomit dilakukan
untuk mendapatkan ukuran batuan yang optimal yaitu 12,7 mm sd 50,8
mm ( Eni Febriana, 2011) . Ukuran optimal ini mengacu pada percobaan
kalsinasi mineral dolomit lamongan yang telah dilakukan oleh mahasiswa
sebelumnya yang tertuang dalam skripsi . Dari hasil percobaan yang telah
dilakukan terlihat bahwa pembentukan MgO mulai terjadi pada
temperatur 700OC, sedangkan pada temperatur 900OC proses kalsinasi
telah berlangsung sempurna ( Eni Febriana, 2011) . Oleh karena itu pada
penelitian ini dilakukan proses kalsinasi pada temperatur sekitar 700OC
sampai dengan 750OC . Rentang waktu yang digunakan pada percobaan
kalsinasi parsial adalah 2 jam, 4 jam , 6 jam , 8 jam dan 10 jam. Hasil dari
proses kalsinasi selanjutnya ditimbang untuk mengetahui penyusutan
berat bahan baku dolomit kemudian dikarakterisasi dengan analisa XRD.
Hasil dari analisa XRD dapat diketahui terjadinya pembetukan fase MgO
dan CaO.
2. Proses Slaking
Proses slaking adalah proses pembentukan magnesium hidroksida dari
reaksi antara magnesium oksida dengan air. Proses slaking merupakan
tahapan proses yang sering dilewatkan pada proses pembuatan
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
33
magnesium dan kalsium karbonat dari dolomit, hal ini karena proses
tersebut hanya menambahkan air pada hasil kalsinasi . Reaksi dalam
proses slaking adalah sebagai berikut :
MgO + H2O ============= Mg(OH)2 ……………….(3.2)
Mg(OH)2 ======= Mg2+ + 2 OH- …………….……(3.3)
Pada kegiatan ini, proses slaking terhadap hasil proses kalsinasi dilakukan
dengan melarutkan hasil kalsinasi sebagai berikut :
• Proses slaking dilakukan dengan variabel penambahan air mulai dari
200 g umpan per 1 liter air dengan satuan volume air 500 ml.
• Dilakukan pengamatan perubahan temperatur, apakah terjadi
kenaikan temperatur yang berarti. Jika terjadi kenaikan temperatur
maka dapat diduga terjadi proses kalsinasi unsur kalsium dari
dolomit. Hal ini karena reaksi slaking unsur kalsium menghasilkan
panas yang cukup tinggi.
• Dilakukan proses pengujian pH pada larutan yang diambil dari proses
slaking, jika pH nya tinggi maka terbukti terbentuk larutan Mg(OH)2
dimana ion Mg2+ meningkatkan pH dari netral menjadi sekitar 13.
• Pengujian analisis larutan dengan AAS terhadap larutan hasil proses
slaking untuk mengetahui kadar Ca dan Mg nya.
3. Proses Karbonatasi
Proses karbonatasi adalah proses pembentukan larutan magnesium
bikarbonat dari magnesium hidroksida hasil slaking dengan menggunakan
bantuan gas CO2 ( Andliswarman, 2003 dan Erlina Yustanti, 2004) . Pada
proses karbonatasi terjadi reaksi pembentukan magnesium bikarbonat
sebagai berikut :
Mg(OH)2 + 2 CO2 ======= Mg(HCO3)2 + H2O …..(3.4)
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
34
Pada proses ini magnesium bikarbonat yang berupa larutan dapat
dipisahkan dengan padatan kalsium karbonat yang tidak mengalami
reaksi. Karena kelarutan magnesium hidroksida dan magnesium
bikarbonat dalam air rendah maka pada proses ini larutan magnesium
hidroksida yang digunakan cukup encer. Pada penelitian ini variable yang
digunakan adalah konsentrasi larutan magnesium hidroksida yang rendah
yaitu berkisar antara 25 g / 1.000 ml sampai dengan 100 g / 1.000 ml.
Penambahan magnesium hidroksida dari hasil skaling dilakukan dalam
bentuk bubur lumpur bukan dalam bentuk padatan yang kering.
4. Proses Pengendapan
Setelah terbentuk larutan magnesium bikarbonat maka langkah
berikutnya adalah proses pengendapan dengan cara pemanasan sehingga
terbentuk endapan basic hydromagnesit. Adapun reaksi pengendapan
adalah sebagai berkut :
5 Mg(HCO3)2 ==== 4 MgCO3.Mg(OH)2 .4 H2O + 6 CO2 .....(3.6)
Endapan yang berupa basic hydromagnesit selanjutnya dikeringkan untuk
melepaskan air yang ada dalam material tersebut.
5. Karakterisasi Produk Magnesium Karbonat
Setelah diperoleh magnesium karbonat maka dilakukan proses
karakterisasi magnesium karbonat dan residunya. Residu meliputi padatan
hasil proses karbonatasi dan filtrat hasil dari proses pengendapan
magnesium karbonat. Karakterisasi meliputi karakterisasi kualitatif
dengan analisa XRF untuk padatan produk dan residu dan AAS untuk
cairan yang dibuang dan cairan magnesium bikarbonat yang akan diambil
untuk membuat magnesium karbonat. Analisa kuantitatif untuk
mengetahui persen konversi atau efisiensi proses pembuatan magnesium
karbonat. Analisa kualitatif meliputi analisis XRD, SEM, DTA-TGA dan
PSA untuk mengetahui karakteristik, penampakan dan ukuran butiran.
Untuk SEM dilakukan juga pada residu.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
35
3.3. Percobaan
3.3.1. Percobaan Ultrasonik
Setelah diperoleh magnesium karbonat maka langkah berikutnya adalah
percobaan ultrasonik yaitu melakukan ultrasonik milling terhadap magnesium
karbonat sehingga diperoleh magnesium karbonat ukuran nano. Adapun langkah
percobaan sebagai berikut :
1. Magnesium karbonat yang diperoleh disaring dalam ayakan – 100 + 400
mesh untuk mendapatkan ukuran yang relatif seragam.
2. Magnesium karbonat yang telah lolos saringan – 100 + 400 mesh
selanjutnya dikeringkan pada temperatur sekitar 100 – 150OC selama
beberapa jam sampai diperoleh berat konstan.
3. Melakukan percobaan pendahuluan untuk menguji kondisi proses
ultrasonik yaitu percobaan ultrsonik dilakukan dengan volume 400 ml ,
persen solid 2 % , berbagai media ( aquabidest, ethanol absolute dan
Ethylene glycol ) dan rentang waktu 40 menit. Percobaan pendahuluan
tidak menggunakan pendingin es karena untuk mengetahui kenaikan
temperatur cairan selama proses.
4. Melakukan percobaan ultrasonik dengan variable waktu proses yaitu 4
menit, 8 menit, 16 menit dan 32 menit dan jenis pelarut sebagai media
yaitu aquabidest, ethanol absolute dan ethylene glycol. Pada percobaan ini
yang menjadi variable tetap adalah volume larutan yaitu 200 ml,
konsentrasi partikel / padatan yaitu 1 % berat solid dan temperature proses
sekitar temperature kamar dengan penambahan pendingin es.
5. Hasil dari percobaan selanjutnya sebagian dalam bentuk cairan
dikarakterisasi melalui uji pengendapan dan analisis PSA Nano. Kemudian
sebagian dikeringkan untuk dilakukan pengujian butiran dengan SEM dan
XRD.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
36
3.3.2. Karakterisasi Material Nano
Setelah diperoleh produk hasil percobaan yaitu material ukuran nano maka
langkah selanjutnya adalah proses pengujian. Proses pengujian yang akan
dilakukan meliputi :
1. Uji Pengendapan
Yaitu melakukan pengujian pengendapan dengan memasukkan sampel
hasil proses ultrasonik dalam tabung reaksi untuk diamati waktu
pengendapan.
2. Ukuran Partikel
Pada penelitian ini untuk menguji apakah telah terbentuk material nano
dilakukan pengujian ukuran partikel. Pada penelitian ini pengujian ukuran
partikel dilakukan dengan bantuan peralatan Delsa Nano. Metode ini
memiliki keunggulan yang dibandingkan dengan metode adsorbsi BET
menggunakan nitrogen cair .
3. Ukuran Kristal
Disamping dengan pengujian ukuran partikel juga dilakukan pengukuran
kristal dalam partikel dengan bantuan analisa XRD berdasarkan lebar peak
yang menonjol. Dengan proses pengukuran Kristal diharapkan dapat
diketahui jumlah Kristal di dalam satu partikel. Idealnya ( hasil optimal)
partikel nano yang sempurna adalah satu partikel satu kristal,.
4. Penampakan Partikel
Uji penampakan partikel dengan menggunakan peralatan SEM untuk
mengetahui bentuk partikel yang diperoleh apakah berbentuk bola,
serpihan atau bentuk yang lain.
5. Evaluasi Hasil Pengujian
Setelah dilakukan serangkaian kegiatan pengujian maka langkah
berikutnya adalah melakukan kegiatan evaluasi terhadap hasil pengujian.
Evaluasi pengujian meliputi proses perhitungan parameter partikel
dibandingkan dengan hasil uji. Dari hasil evaluasi dan perhitungan
diperoleh kecenderungan hasil percobaan.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
37
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakterisasi Dolomit
Telah dilakukan kegiatan karakterisasi mineral dolomit yang diambil dari
daerah di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Tujuan dari karakterisasi
adalah untuk mengetahui sejauhmana sifat fisik dan kandungan yang ada dalam
mineral dolomit. Pada penelitian ini karakterisasi mineral dolomit meliputi :
4.1.1. Kandungan Elemen anorganik Dolomit.
Telah dilakukan kegiatan analisis XRF terhadap mineral dolomit dari
Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Dolomit tersebut memiliki kualitas
yang memenuhi syarat sebagai mineral dolomite, hal ini dapat dilihat dari kadar
MgO 20 % dan kadar CaO 31,98 % . Sehingga berdasarkan perhitungan kadar
mineral dolomit diatas 90 %. Adapun hasil analisis XRF yang dilakukan di P.T.
Indocement Tunggal Prakarsa dengan basis perhitungan oksida sebagai berikut :
Tabel 4.1. Hasil Analisa XRF Mineral Dolomit Lamongan
No Senyawa Kadar ( % Wt) No Senyawa Kadar ( % Wt)
1 CaO 31,98 4 SiO2 0,45
2 MgO 20,05 5 Al2O3 0,28
3 LOI 46,82 6 Fe2O3 0,38
Dari hasil perhitungan stoikiometri terhadap hasil analisa XRF yang
menunjukkan dolomite terdiri dari CaO 31,98 % berat dan MgO 20,05 % terlihat
bahwa perbandingan mol CaO : MgO adalah 1 : 0,87 . Dari hasil analisa XRF
terlihat bahwa mineral dolomit memiliki kadar CaO lebih tinggi dari pada kadar
MgO. Sehingga ada terdapat CaO yang bebas dari MgO sehingga disamping ada
gugus mineral dolomit ( CaCO3.MgCO3 ) juga ada gugus CaCO3 bebas.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
38
4.1.2. Komponen Penyusun Dolomit
Dengan melihat hasil analisa XRD terlihat bahwa dolomit tersebut di atas
memiliki struktur kimia dolomit ( CaCO3.MgCO3). Hal ini dapat dilihat dari hasil
analisa yang dibandingkan dengan dolomite standart (Katalog 99-100-5522) [25]
dengan menggunakan analisa “ Program Matching”. Adapun hasil analisa dengan
membandingan dolomit standart dapat dilihat pada gambar dibawah :
Gambar 4.1. Hasil Analisa Matching dengan dolomite standart
( Katalog 99-100-5522 ) melalui Software Crystal Impact
Dari hasil analisa matching terlihat bahwa dolomit dari Lamongan memiliki peak
yang berimpit dengan dolomite standart ( Katalog 99-100-5522 ) yang memiliki
rumus kimia Ca1.08Mg0.97C2O6 ( Drits V.A. et all , 2005) . Dengan menggunakan
program lain yaitu dengan matching menggunakan ICDD nomor kartu 36-0426
diperoleh hasil kadar mineral dolomit mencapai 92,22 %. Sementara itu
berdasarkan perhitungan analisa XRF diperoleh kadar dolomit 98,11 % , hal ini
mengindikasikan bahwa rumus kimia dolomit satndart yaitu Ca1.08Mg0.97C2O6
adaah rumus kimia mineral dolomit dari Lamongan.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
39
4.1.3. Pengujian Thermal
Telah dilakukan pengujian thermal dengan menggunakan pengujian DTA-
TGA terhadap mineral dolomit dari daerah Lamongan. Dari hasil uji thermal
DTA-TGA terlihat bahwa dolomit mengalami proses peruraian secara dua tahap.
Pada tahap pertama terjadi proses peruraian MgO yang terjadi pada temperatur
sekitar 700OC dan peruraian CaO pada temperatur sekitar 800OC sampai 900OC,
dapat dilihat pada gambar 4.3. dibawah.
Dengan melihat kurva biru terlihat bahwa dolomite mengalami pelepasan
air sampai temperatur 200OC yang ditunjukkan adanya kenaikan grafik, kemudian
pada temperatur 700OC – 850OC ada penurrunan grafiks hal ini menunjukkan
adanya reaksi pembentukan MgO. Kemudian pada temperatur 850OC sampai
900OC terjadi penurunan kurva menunjukkan terjadi pembentukan CaO. Dengan
melihat kurva merah terlihat bahwa mulai temperatur 600OC mulai terjadi
pengurangan berat sampai temperatur 870OC. Hal ini menunjukkan adanya proses
pelepasan gas CO2 dimana pada temperatur diatas 870OC dolomite beratnya stabil.
Gambar 4.2. Analisa DTA – TGA Mineral Dolomit dari Lamongan
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
40
4.2. Percobaan Pendahuluan
Percobaan pendahuluan pada kegiatan ini adalah untuk mendapatkan
magnesium karbonat ( dalam bentuk hydromagnesit ) yang digunakan untuk
percobaan ultrasonic. Target dari percobaan pendahuluan adalah diperoleh
padatan magnesium karbonat kualitas terbaik dengan ukuran butiran belum
mencapai ukuran nano. Selanjutnya butiran tersebut diproses lebih lanjut dengan
gelombang ultrasonik.
4.2.1. Proses Kalsinasi
Dengan melihat hasil analisa thermal maka pada penelitian ini dilakukan
percobaan kalsinasi magnesium karbonat dengan kalsinasi parsial atau kalsinasi
sebagian. Pada penelitian ini proses kalsinasi diarahkan hanya untuk merubah
senyawa magnesium dalam dolomit dari karbonat menjadi oksida, sementara itu
untuk kalsium tidak mengalami perubahan. Pada penelitian ini percobaan
kalsinasi dimulai dari temperatur 600OC , 700OC, 725OC dan 750OC dengan
waktu ditahan 2 sampai 10 jam. Dari hasil percobaan diperoleh hasil sebagai
berikut :
Tabel 4.2. Hasil percobaan kalsinasi mineral dolomit skala 100 g
No Waktu Kalsinasi ( Jam )
Persen sisa ( % berat )
600OC 700OC 725OC 750OC
1 2 97,98 91,78 87,16 79,21
2 4 96,62 87,10 84,49 71,52
3 6 95,90 83,72 77,57 67,78
4 8 95,43 81,86 71,93 64,22
5 10 94,67 81,66 68,90 64,18
Dari hasil percobaan di atas menunjukkan bahwa temperatur lebih berperan
dibandingkan dengan waktu proses. Pada penambahan waktu proses pengurangan
berat berjalan cukup lambat hal ini dapat dilihat pada proses kalsinasi temperatur
600OC dan 700OC . Dengan penambahan temperatur proses, pengurangan berat
semakin terlihat nyata dimana pada temperatur 600OC persen sisa masih cukup
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
41
tinggi yaitu diatas 90 %. Pada temperatur 700OC persen sisa berkurang menjadi
sekitar 80 % dan pada temperatur 750OC persen sisa berkurang cukup tinggi
sampai 64,18 % pada waktu kalsinasi 10 jam.
Oleh karena itu untuk melihat reaksi CaO dan MgO diperlukan analisis
pengamatan yang lain yaitu dengan analisis XRD. Pada penelitian ini dilakukan
analisa XRD sebanyak 5 sampel yaitu dolomit mula-mula, dipanaskan pada
temperatur 700OC selama 10 jam, dipanaskan pada temperatur 725OC selama 4
jam, dipanaskan pada temperatur 725OC selama 6 jam dan dipanaskan pada
temperatur 750OC selama 10 jam. Secara garis besar hasil percobaan dapat
diuraikan pada tabel 4.3. sebagai berikut :
Tabel 4.3. Hasil Perbandingan Analisis XRD
No Kalsinasi Jumlah Peak Hasil Analisis XRD
Temperatur Waktu MgO CaO CaCO3 Ca(OH)2 Mg.Ca.CO3
1 Awal tanpa kalsinasi 0 0 0 0 11
2 700OC 10 jam 4 0 6 0 8
3 725OC 4 jam 4 0 7 0 4
4 725OC 6 jam 4 3 7 0 1
5 750OC 10 jam 4 3 7 2 1
Dari hasil analisis XRD yang disimpulkan dalam tabel 4.3. menunjukkan
bahwa proses kalsinasi parsial yang optimal berlangsung pada temperatur 725OC
selama 4 jam. Hal ini karena pada kondisi tersebut belum terdeteksi adanya peak
CaO. Sementara itu peak dolomit ( MgCO3. CaCO3 ) mengalami penurunan
menjadi 8 peak dan peak MgO muncul dengan 4 peak. Pada sampel awal dolomit
merupakan sampel dolomit dengan kemurnian tinggi, dimana tanpa adanya peak
CaCO3 dan peak yang berjumlah 11 adalah peak dolomit ( MgCO3. CaCO3 ).
Pada temperatur 725OC selama 6 jam, mulai muncul peak CaO dengan
jumlah 3 peak, sehingga pada titik ini proses kalsinasi dimulai kalsinasi total.
Pada kondisi tersebut terjadi pengurangan peak dolomit ( MgCO3. CaCO3 ) dari 4
menjadi 1 dan peak CaCO3 berumlah tetap yaitu 7 peak. Dengan pemanasan yang
lebih tinggi dan lebih lama yaitu 750OC selama 10 jam mulai muncul peak baru
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
42
yaitu Ca(OH)2 berupa 2 peak. Peak tersebut pada hakekatnya adalah peak CaO
yang lebih reaktif sehingga menyerap air. Adapun hasil analisis XRD dalam
bentuk gambar dapat dilihat pada gambar dibawah :
Gambar 4.3. Perbandingan peak hasil proses kalsinasi dolomit.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
43
Dengan melihat data hasil analisis XRF pada tabel 4.1. terlihat bahwa
dolomit dari Lamongan mempunyai kandungan CaO 31,98 % berat dan MgO
20,05 % berat. Secara stoikiometri proses kalsinasi parsial terjadi sempurna jika
terjadi pengurangan berat 21,8908 % dan kalsinasi total terjadi jika pengurangan
berat menjadi 46,82 % ( sama dengan LOI ). Dari data hasil analisa XRF tersebut
kemudian dilakukan proses penajaman kalsinasi pada temperatur 725OC dengan
skala proses 100 g. Dari hasil percobaan kalsinasi dalam cawan terbuka pada
temperatur 725OC dengan skala proses 100 g menujukkan bahwa titik akhir
kalsinasi parsial pada rentang waktu 4,5 jam sampai 5 jam. Hasil percobaan
penajaman adalah sebagai berikut :
Tabel 4.4. Hasil penajaman proses kalsinasi temperatur 725OC skala 100 g
No Waktu Kalsinasi ( Jam )
Pengurangan berat ( % wt )
Terhadap Persen Kalsinasi Parsial
Terhadap Persen Kalsinasi Total
1 4 15,5011 70,811 33,107
2 4,5 20,7283 94,689 44,272
3 5 22,4221 100 47,890
4 5,5 24,1002 100 51,474
5 6 24,9951 100 53,385
Percobaan dilanjutkan dengan skala yang lebih besar yaitu dari 100 g
dalam terbuka menjadi 1 kg dalam cawan tertutup ( pendil ). Temperatur
percobaan tetap yaitu 725OC dan waktu proses 4 jam dan 4,5 jam. Hasil
percobaan disajikan pada tabel 4.5 untuk waktu 4 jam dan waktu 4,5 jam dapat
dilihat pada tabel 4.6. Dari hasil percobaan terlihat bahwa penggunaan pendil
tertutup memberikan peningkatan proses kalsinasi parsial yang lebih baik yaitu
antara 97,485 % sampai dengan 99,681 % untuk waktu kalsinasi 4 jam. Sementara
itu dalam waktu dan temperatur yang sama dengan menggunakan cawan terbuka
diperoleh hasil kalsinasi parsial hanya 70,811 %.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
44
Tabel 4.5. Hasil kalsinasi skala 1 kg, temperatur 725OC dan selama 4 jam
No Pengurangan Berat ( % Wt )
Terhadap persen kalsinasi parsial
Terhadap persen kalsinasi total
1 21,778 99,485 46,514
2 21,359 97,571 45,619
3 21,821 99,681 46,606
4 21,710 99,174 46,369
Tabel 4.6. Hasil kalsinasi skala 1 kg , temperatur 725OC selama 4,5 jam
No Pengurangan Berat ( % Wt )
Terhadap persen kalsinasi parsial
Terhadap persen kalsinasi total
1 22,338 < 100 % 47,710
2 22,412 < 100 % 47,868
3 22,344 < 100 % 47,723
4 22,407 < 100 % 47,858
Pada percobaan dengan waktu 4,5 jam, pada tabel 4.5 terlihat bahwa proses
kalsinasi parsial telah terlewati, hal ini karena pengurangan berat lebih dari
21,8908 % sehingga perbandingan terhadap persen kalsinasi diatas 100 %.
Dengan melihat hasil percobaan kalsinasi 4 jam dan temperatur 725OC diperoleh
hasil kalsinasi parsial yang optimal, sehingga titik ini dijadikan sebagai pedoman
kalsinasi untuk proses berikutnya.
4.2.2. Proses Slaking
Proses slaking ini dilakukan dengan penambahan air terhadap hasil
proses kalsinasi parsial sehingga diperoleh bubur magnesium hidroksida. Proses
slaking diperlukan untuk mencegah terbentuknya karbonat yang terlalu dini
karena adanya air dan CO2 di udara. Pada penelitian ini hasil kalsinasi ditambah
air dengan perbandingan 150 g per 500 ml air sampai 800 g per 500 ml air. Dari
hasil percobaan slaking terlihat bahwa dengan penambahan air yang encer
menghasilkan sisa air yang cukup banyak sehingga penambahan air terlalu encer
tidak efektif. Setelah dilakukan penambahan padatan sampai 800 g / 500 ml
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
45
diperoleh hasil air bebas hanya 62 ml. Selama proses slaking ternyata kenaikan
temperatur tidak ada, hal ini menjadi indikasi bahwa pembentukan CaO selama
proses kalsinasi sangat sedikit. Hal ini karena jika CaO bereaksi dengan air
menghasilkan panas yang tinggi dibandingkan dengan MgO. Adapun hasil dari
proses slaking dapat dilihat pada tabel 4.7 dibawah :
Tabel 4.7. Hasil Proses Slaking
No Input ( g )
Hasil Larutan Hasil Padatan Volume ( ml )
pH Berat basah ( g)
Berat Kering (g)
% Tambah
1 100 402 10 153,31 103,61 3,690 2 150 398 10 230,84 156,55 4,367 3 200 318 11 303,38 211,43 5,715 4 250 300 11 374,64 265,37 6,148 5 300 244 11 474,52 320,22 6,740 6 350 210 12 551,91 370,11 5,746 7 800 62 12 1140,46 863,07 7,884
Berdasarkan analisa pada filtrat yang diperoleh terlihat bahwa dalam filtrat
terdapat ion Ca dan Mg dengan jumlah ion Ca yang lebih banyak. Hasil optimal
800 g / 500 ml memberikan rasio Mg/Ca yang lebih besar dari penambahan input
100 g / 500 ml. Dari hasil analisa filtrat hasil penyaringan proses slaking pada
tabel 4.8 terlihat bahwa konsentrasi ion Ca2+ ada dan cukup besar memberikan
indikasi bahwa proses pembentukan CaO pada waktu kalsinasi telah terjadi.
Konsentrasi ion Mg2+ sangat kecil menunjukkan bahwa magnesium hidroksida
dalam proses slaking memiliki kelarutan yang cukup rendah. Dengan melihat
tabel 4.8 rasio perbandingan Mg2+ / Ca2+ untuk lebih baik pada penambahan hasil
kalsinasi yang lebih banyak, dengan demikian penambahan air yang sedikit lebih
baik untuk proses slaking.
Tabel 4.8. Konsentrasi ion Ca2+ dan Mg2+ pada filtrat hasil slaking
No Input ( g )
Konsentrasi Ion ( g / lt ) Rasio Mg / Ca
Ca2+ Mg2+
1 100 10,52 0,19 0,016
2 800 50,16 1,20 0,024
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
46
4.2.3. Proses Karbonatasi
Hasil dari proses slaking selanjutnya dilakukan proses karbonatasi dengan
dihembuskan gas CO2 dalam larutan Mg(OH)2 . Telah dilakukan proses
karbonatasi dengan konsentrasi penambahan lumpur hasil slaking dari 12,5 g /
500 ml sampai 50,0 g / 500 ml. Hasil dari proses karbonatasi dapat dilihat pada
tabel sebagai berikut :
Tabel 4.9. Proses Karbonatasi skala 500 ml
No Input ( g ) , Basis : pH Produk ( g )
Residu ( g )
% larut Basah Kering Awal Akhir
1 12,50 8,95 10 7 2,76 5,097 43,05
2 25,00 17,90 10 7 5,82 6,026 66,33
3 37,50 26,85 11 7 5,35 11,557 56,96
4 50,00 35,80 11 8 4,28 19,145 46,52
Dari hasil proses karbonatasi terlihat bahwa hasil terbaik adalah pada penambahan
bubur 25 g basis basah / 500 ml air. Dengan penambahan input bubur slaking
lebih dari 25 g / 500 ml air menghasilkan bubur slaking yang larut menjadi turun.
Pada penelitian ini dilakukan peningkatan kapasitas proses 1.000 ml dan
laju alir gas CO2 yang sama dan waktu karbonatasi yang sama yaitu 2 jam.
Adapun hasil percobaan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.10 dibawah :
Tabel 4.10. Optimasi Proses Karbonatasi skala 1.000 ml
No Input ( g ) , Basis : pH Produk ( g )
Residu ( g )
% larut Basah Kering Awal Akhir
1 40,00 28,64 10 7 12,63 18,53 35,30
2 45,00 32,22 10 7 14,67 20,87 35,22
3 50,00 35,80 10 7 16,19 23,81 33,49
4 55,00 39,38 11 7 16,63 25,96 34,08
5 60,00 42,96 11 7 19,04 29,92 30,35
6 65,00 46,54 11 7 20,38 31,65 31,99
7 70,00 50,12 11 7 22,35 34,14 31,88
8 75,00 53,70 11 7 18,43 43,35 19,27
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
47
Dari hasil proses optimasi terlihat adanya peningkatan yield
hydromagnesit yaitu sampai 22,35 g per 1.000 ml proses, lebih baik dari pada
skala 500 ml hanya diperoleh 5,35 g per 500 ml proses. Dari hasil percoban skala
1.000 ml hasil optimal pada input basis basah (dari lumpur hasil slaking ) sebesar
70 g per 1.000 ml proses.
Dengan melihat hasil analisa XRF pada residu dari proses karbonatasi
yaitu CaCO3 terlihat bahwa semakin banyak penambahan hasil slaking per liter
maka rasio MgO/CaO makin besar menujukkan bahwa semakin banyak MgO
yang terbung bersama residu. Hasil optimal pada titik penambahan hasil slaking
70 g / liter . Hal ini sesuai dengan hasil analisa pada produk ( tabel 4.11 ).
Tabel 4.11. Rasio MgO / CaO pada residu
No Input Hasil Slaking ( g / liter )
Kadar ( % ) wt Rasio MgO/CaO CaO MgO
1 25 82,89 7,05 0,0851
2 70 83,31 8,54 0,1025
3 100 64,81 18,37 0,2834
Melihat titik optimal yaitu 70 g / liter maka dilakukan percobaan dengan
perbesaran skala percobaan menjadi 2 liter. Hasil percobaan dengan skala 2 liter
belum mencapai hasil yang optimal seperti halnya pada skala proses karbonatasi
1.000 ml, dimana hasil yang diperoleh hanya 37,54 g per 2.000 ml.
Tabel 4.12. Optimasi Karbonatasi Skala 2.000 ml
No Sampel Produk ( g ) Residu ( g ) Yield % Padatan MgO Padatan MgO
1 PR- 70 A 37,03 15,4785 73,92 4,4200 62,21
2 PR –70 B 36,92 15,4326 69,34 4,1465 62,02
3 PR- 70 C 37,54 15,6917 68,96 4,1238 63,06
4 PR –70 D 24,83 10,3789 70,56 4,2194 41,71
Keterangan :
1. Bahan PR-70A adalah hasil dari pemanasan selama 30 menit larutan proses
karbonatasi, kemudian disaring dan dipanaskan 30 menit dan disaring lagi.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
48
2. Bahan PR-70 B sama dengan PR -70 A dengan laju alir gas CO2 3 kali lipat.
3. Bahan PR-70 C, sama dengan PR-70 A tetapi waktu pemanasan sesingkat
mungkin sampai didih.
4. Bahan PR70 D, diperoleh tanpa pemanasan, hanya mengendapkan filtrat hasil
proses karbonatasi
Pada perhitungan neraca MgO pada tabel 4.12 terlihat yield MgO yang
masih rendah yaitu sekitar 63 % menunjukkan bahwa proses karbonatasi yang
dilakukan belum sempurna. Berdasarkan neraca MgO, maka MgO yang terbuang
terikut padatan ( analisa XRF ) dan flitrat ( analisa AAS ) cukup besar.
Berdasarkan data pada tabel 4.13 terlihat bahwa residu yang berupa filtrat masih
mengandung ion Mg2+ sebesar 1.110 mg / liter untuk pengendapan tahap kedua,
sementara itu produk karbonatasi sebesar 5.070 mg / liter. Hal ini menujukkan
terlihat bahwa ion magnesium yang terbuang cukup tinggi yaitu sekitar 20 % ,
Tabel 4.13. Hasil analisa filtrat dengan AAS
No Sampel Ion Ca2+ ( mg/ lt)
Ion Mg2+ ( mg/ lt ) Keterangan
1 CB-1 7.4 1730 Karbonatasi 12.5 g / 500 ml
2 CB-2 3.6 5070 Karbonatasi 70 g / liter
3 CB-3 3.2 2830 Karbonatasi 50 g / 500 ml
4 PS-1 2.5 1520 Residu filtrat I ( PR-70 C)
5 PS-2 2.1 1110 Residu filtrat II ( PR-70 C )
24,8823 20,4623 15,4785
4,4200 4,9838
Gambar 4.4. Neraca MgO dalam satuan gram pada percobaan Pendahuluan
Proses Karbonatasi
Input dari
Slaking
Proses Pengendapan
Produk
Residu Padat Residu Cair
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
49
4.3. Karakterisasi Magnesium Karbonat
Setelah dilakukan proses karbonatasi maka diperoleh produk magnesium
karbonat dalam bentuk serbuk berwarna putih, berdasarkan studi literatur berupa
senyawa hydromagnesite. Produk dari proses karbonatasi ini selanjutnya dijadikan
bahan baku material nano magnesium karbonat dengan proses ultrasonik. Oleh
karena itu diperlukan proses karakteristik sebelum dilakukan proses ultrasonic
terhadap produk magnesium bikarbonat. Pada penelitian ini karakteristik produk
magnesium bikarbonat hasil dari percobaan pendahuluan meliputi :
4.3.1. Penampakan Butiran
Telah dilakukan proses karakterisasi penampakan butiran terhadap produk
hasil dari proses karbonatasi dan residu dari proses karbonatasi. Dari penampakan
butiran terlihat bahwa produk hasil karbonatasi termasuk dalam kelompok
magnesium karbonat dengan bentuk kristal seperti serpihan yang mengelompok
membentuk seperti terumbu karang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari
Colin N Gregson dkk tentang analisis terhadap “ Magnox Sludge” ( Colin R.
Gregson , et all , 2011).
Gambar 4.5. Hasil penampakan SEM produk magnesium karbonat sebelum
dilakukan proses ultrasonik.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
50
Dari hasil gambar 4.5 terlihat bahwa bahan baku magnesium karbonat sebelum
dilakukan proses ultrasonik terlihat mengelompok membentuk butiran dengan
ukuran diatas 1 mikron. Sedangkan pada residu penampakan SEM terlihat
didominasi krsital kalsium karbonat, hal ini sesuai dsengan gambar SEM kalsium
karbonat dari hasil penelitian sebelumnya ( Sabrina Sae Sant Anna ett all , 2008 )
Gambar 4.6. Hasil penampakan SEM residu berupa butiran kalsium
karbonat presipitat.
4.3.2. Komposisi Kimia
Komposisi kimia produk magnesium karbonat dari produk hasil proses
berdasarkan analisa XRF yang dilakukan di P.T. Indocement Tunggal Prakarsa
menunjukkan bahwa produk memiliki tingkat kemurnian yang tinggi dimana
kadar MgO 41,80 % dengan rasio CaO / MgO hanya 0,0052, sementara dolomit
bahan baku berdasarkan tabel 4.1 rasio CaO / MgO mencapai 1,595. Tingginya
nilai LOI sebesar 57,16 % membuktikan bahwa produk magnesium karbonat
masih dalam bentuk senyawa basic hydromagnesite oleh karena itu untuk
meningkatkan kadar MgO sekitar 47 % diperlukan proses pemanasan. Setelah
dipanaskan diperoleh kadar sekitar 47 % MgO produk telah memenuhi
spesifikasi industri. ( Kirk Othmer, 1983). Adapun hasil analisa XRF dapat dilihat
pada tabel sebagai berikut :
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
51
Tabel 4.14. Hasil Analisis XRF produk magnesium karbonat
No Senyawa Kadar ( % Wt) No Senyawa Kadar ( % Wt)
1 MgO 41,80 4 SiO2 0,25
2 CaO 0,22 5 Al2O3 0,17
3 LOI 57,16 6 Fe2O3 0,20
4.3.3. Struktur Senyawa
Berdasarkan studi literatur di BAB 2 menunjukkan bahwa produk dari
proses karbonatasi adalah magnesium karbonat dalam bentuk hydromagnesite.
Senyawa hydromagnesite ( 4.MgCO3.Mg(OH)2.4 H2O ) merupakan senyawa
antara sebelum diperoleh magnesium karbonat, dimana pada temperatur tertentu
jika dipanaskan akan berubah menjadi magnesium karbonat selanjutnya menjadi
magnesium oksida pada pemanasan 700OC. Hasil dari analisis XRD dengan
menggunakan standart dari Myn-cryst (Institute of Experimental Mineralogy
Russian Academy Science,1993) terlihat bahwa produk memiliki identik dengan
hydromagnesite standart, dapat dilihat pada gambar dibawah :
0
1500
3000
10 20 30 40 50 60 70 802 Theta
Inte
nsit
as
Min-crystPR-70
Gambar 4.7. Hasil analisa XRD sampel PR-70 ( produk Hydromagnesit )
dibandingkan dengan standart Mincryst
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
52
4.4. Percobaan Ultrasonik
Telah dilakukan percobaan pemberian gelombang ultrasonik untuk
menghancurkan partikel magnesium karbonat dalam bentuk hydromagnesite hasil
dari percobaan pendahuluan. Pada percobaan ini menggunakan gelombang
ultrasonik yang dihasilkan dari transducer ultrasonik dengan panjang gelombang
20.000 khz dan daya ultrasonik 50 % dari 750 watt. Media ultrasonik yang
digunakan pada penelitian ini adalah aquabidest, ethanol absolute P.A dan
Ethylene Glycol P.A dari Merck.
4.4.1. Uji Temperatur Larutan
Pada percobaan uji temperatur ini dilakukan proses penghancuran partikel
magnesium karbonat ( hydromagnesite ) selama 40 menit dalam tiga media yaitu
aquabidest, ethanol absolute dan ethylene glycol. Proses ultrasonic dilakukan
dalam beaker glass yang berisi 400 ml larutan dengan konsentrasi 2 % berat, tanpa
dilakukan pendinginan. Dari hasil percobaan yang ditampilkan pada gambar 4.8
terlihat bahwa semakin lama proses ultrasonic terjadi kenaikan temperatur, hal ini
menjukkan bahwa telah terjadi proses kavitasi dan tumbukan antara partikel
dengan micro-buble mapun antar partikel sendiri akibat getaran yang
mengakibatkan munculnya panas. Dari hasil penelitian yang dilakukan selama 40
menit proses ultrasonic terlihat bahwa untuk media aquabidest dan ethanol
absolute membentuk pola kenaikan temparatur yang mirip. Sedangkan untuk
ethylene glycol memiliki kecenderungan yang berbeda. Adapun perbedaan
kecenderungan sebagai berikut :
• Pada media ethanol absolute dan aquabidest terlihat bahwa pada awal
proses sampai 16 menit terjadi kenaikan temperatur yang cukup tinggi,
kemudian setelah melalui 16 menit terjadi kecenderungan kenaikan
temperatur yang sedikit dan cenderung konstan. Hal ini menunjukkan
bahwa waktu diatas 16 menit ada kecenderungan proses benturan antara
partikel dengan micro-buble berkurang. Temperatur didih ethanol absolute
dan air masing-masing 78,4OC dan 100OC sementara perlambatan
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
53
kenaikan temperatur pada proses ultrasonik menit ke 16 sampai 32 antara
56OC – 60OC untuk ethanol absolute dan aquabidest 60OC – 64OC
memberikan indikasi bahwa perlambatan kenaikan temperatur bukan
karena adanya energi penguapan .
• Pada media Ethylene glycol terlihat bahwa dengan semakin bertambahnya
proses ultrasonic maka terjadi kenaikan temperature proses yang linear
terus bertambah. Pertambahan temperature ini berjalan tetap sampai waktu
proses 40 menit dihasilkan temperature 105OC. Hal ini menujukkan bahwa
proses penghancuran partikel akibat tumbukan antara microbuble dengan
partikel tidak mengalami penurunan.
Gambar 4.8. Pengaruh pemberian gelombang ultrasonik terhadap kenaikan
temperature larutan pada berbagai media. ,
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
54
4.4.2. Analisa SEM
Hasil dari percobaan dengan waktu ultrasonik maksimal yaitu 40 menit
tanpa menggunakan pendingin diperoleh hasil suspensi magnesium karbonat.
Suspensi tersebut selanjutnya dikeringkan kemudian dilakukan analisis dengan
menggunakan SEM. Adapun hasil dari analisis dengan menggunakan SEM dapat
dilihat pada gambar dibawah :
Perbesaran 5.000 kali Perbesaran 15.000 kali
Gambar 4.9, Hasil analisa SEM Magnesium Karbonat pada media aquabidest
dengan pemberian gelombang ultrasonik 40 menit.
Dari gambar 4.9 diatas terlihat bahwa material magnesium karbonat yang
berupa serpihan mengalami perpecahan karena terkena gelombang ultrsonik, hal
ini dapat dilihat dari bentuk Kristal yang tidak beraturan. Dibandingkan dengan
sebelum terpapar gelombang ultrasonik pada gambar 4.5 yang terlihat bentuk
serpihan yang teratur. Dari hasil pengukuran pada gambar 4.9 terlihat ukuran
serpihan 54 nm, 67 nm dan 72 nm menunjukkan Kristal dalam skala ukuran nano.
Pada penggunaan media air terlihat bahwa telah terjadi proses pengumpalan
kembali yang cukup luas hal ini dapat dilihat pada tidak adanya batas butir antar
butiran Kristal sehingga ukuran butiran sangat besar sekali dengan ukuran yang
mungkin lebih dari 20 mikron sehingga tidak jelas terlihat pada pembasaran 5.000
kali.
Pada proses ultrsonik yang sama yaitu 16 menit dengan menggunakan
media ethanol absolute terlihat beda bentuk dengan menggunakan media air. Pada
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
55
media ethanol absolute terlihat bahwa partikel tidak mengalami pengumpalan hal
ini terlihat dari penampakan partikel yang terpisah. Bentuk partikel hasil proses
ultrasonik 16 menit dalam media ethanol absolute dapat dilihat pada gambar
sebagai berikut :
Perbesaran 1.000 kali Perbesaran 15.000 kali
Gambar 4.10, Hasil analisa SEM Magnesium Karbonat pada media ethanol
absolute dengan pemberian gelombang ultrasonik 40 menit.
Percobaan dengan media ethylene glycol lembaran kristal tersobek-sobek
seperti halnya kertas tissue yang tercabik. Adanya sobekan tersebut memberikan
bentuk kristal yang semakin tidak beraturan hal ini ditunjukkan pada gambar kiri
dengan pembesaran 10.000 kali. Dengan pembesaran sebesar 50.000 kali terlihat
bahwa ukuran sobekan kristal menjadi lebih kecil yaitu sekitar 25 nm – 35 nm.
Ukuran tersebut lebih tipis dari ukuran lembaran Kristal sebelumnya yang
berkisar 60 – 100 nm. Bentuk partikel hasil proses ultrasonik 16 menit dalam
media ethylene glycol dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
Gambar 4.11, Hasil analisa SEM Magnesium Karbonat pada media ethylene
glycol dengan pemberian gelombang ultrasonik 40 menit.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
56
4.4.3. Analisis Hasil Pengendapan
Telah dilakukan percobaan pengendapan terhadap hasil proses ultrasonik
dimulai dari 4 menit ultrasonifikasi sampai 32 menit, dalam tiga media yaitu
aquabidest, ethanol absolute dan ethylene glycol. Dari ketiga media tersebut
terjadi indikasi yang berbeda dimana dengan media air waktu pengendapan realtif
singkat dalam hitungan menit, kemudian dengan ethanol absolute dalam hitungan
jam. Sedangkan untuk ethylene glycol juga telah dilakukan nanun ternyata proses
ini memerlukan waktu yang sangat panjang. Adapun hasil perhitungan dari proses
dengan metode pengendapan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.15. Proses Pengendapan Dengan Media Aquabidest
No Waktu Ultrasonik
( menit )
Tinggi kolom
( cm )
Waktu Endap
( menit )
Diameter
Partikel (nm)
1 0 15,7 50,968 2.781
2 4 14,4 263,591 1.222
3 8 14,0 314,442 1.120
4 16 13,5 319,641 1.110
5 32 13,8 323,565 1.104
Dari hasil percobaan dengan media aquabidest terlihat bahwa pemberian
gelombang ultrasonik memberikan hasil proses pengendapan yang lebih lama
dibandingkan dengan tanpa pemberian gelombang ultrsonik. Butiran magnesium
karbonat jika dilarutkan dengan aquabidest lebih cepat megendap yaitu hanya 47
menit. Sementara itu dengan pemberian gelombang ultrasonik memberikan waktu
yang cukup lama yaitu dalam hitungan ratusan menit. Hal ini secara kualitatif
dapat dijadikan indikasi awal bahwa ukuran partikel magnesium karbonat
semakin kecil dengan adanya gelombang ultrasonik karena waktu endap lebih
lama. Dengan pemberian ultrsonik lebih dari 4 menit yaitu 8 menit, 16 menit dan
32 menit ternyata waktu endap tidak mengalami perubahan yang berarti. Hal ini
dimungkinkan adanya proses koagulasi antar partikel magnesium karbonat secara
cepat sehingga penambahan waktu ultrasonik menjadi sia-sia.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
57
Pada media ethanol absolute terlihat bahwa dengan pemberian gelombang
ultrasonik mengakibatkan waktu endap yang jauh lebih lama. Tanpa ultrasonik
waktu pengendapan 118 jam, dengan pemberian gelombang ultrasonik waktu
endap naik hamper 4 kali lipat. Dengan penambahan waktu ultrasonik menjadi 8
menit terlihat terjadi lonjakan kenaikan waktu endap sebanyak hampir 3 kali lipat,
kemudian dengan ditambah waktu ultrasonik menjadi 16 menit dan 32 menit tidak
terjadi peningkatan waktu endap yang signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa
proses perpecahan partikel dengan waktu lebih dari 8 menit berlangsung relatif
lebih lambat. Hal ini sejalan dengan percobaan penghitungan waktu ultrasonik
terhadap kenaikan temperatur yang dapat dilihat pada gambar 4.7 yang
menunjukkan kenaikan temperatur yang turun dalam selang proses sekitar 20
menit. Dari proses ultrasonik dengan media ethanol absolute mengindikasikan
tidak terbentuknya koagulasi karena pemberian gelombang ultrasonik yang lama
meningkatkan proses waktu endap.
Tabel 4.16. Proses Pengendandapan Dengan Media Ethanol Absolute
No Waktu Ultrasonik
( menit )
Tinggi Kolom
( cm )
Waktu Endap
( jam )
Diameter
Partikel (nm)
1 0 16,2 118,97 1.296
2 4 15,8 380,85 724
3 8 16,8 925,56 464
4 16 16,2 1027,31 440
5 32 16,2 1044,31 437
Dari penggunaan dua media yaitu aquabidest dan ethanol absolute ukuran
partikel belum berskala nano terlihat masih besar ukuran partikelnya masih diatas
ukuran 100 nm meskipun dalam SEM ada beberapa titik / spot bidikan SEM
ukuran partikel ada yang dibawah 100 nm. Pengujian partikel nano melalui
metode pengendapan ( Metode Stokes ) dapat dijadikan sebagai indikasi awal
adanya partikel nano, namun demikian metode ini masih banyak kelemahan
terutama untuk media yang kental sementara bahan padatan memiliki densitas
yang rendah.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
58
4.4.4. Analisis Ukuran Partikel ( PSA )
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran partikel nano terhadap sampel
sebelum dilakukan proses ultrasonik dan setelah proses ultrasonik dengan
berbagai media. Pada pengukuran partikel sebelum proses ultrasonic dilakukan
dengan menggunakan dua media yaitu aquabidest dan ethanol absolute. Dengan
dua media tersebut diperoleh hasil pengukuran seperti yang tertera pada gambar
dibawah :
Gambar 4.12. Distribusi partikel bahan magnesium karbonat sebelum diberikan
gelombang ultrasonik
Dari hasil analisa tersebut terlihat pengukuran dengan dua media
memberikan hasil yang berbeda, dimana hasil pengukuran dengan pelarut
aquabidest menunjukkan ukuran (2.049 - 6.549 ) nm dan media pelarut ethanol
absolute (1.124- 1.615 ) nm. Beda pengukuran ini dijadikan sebagai pijakan
dalam pembandingan dengan setelah digunakan proses ultrasonik.
Partikel magnesium karbonat tersebut masing-masing dilarutkan dalam
larutan aquabidest, ethanol absolute dan ethylene glycol dengan persen solid 1 %
volume larutan 200 ml. Kemudian diperoleh suspensi magnesium karbonat dalam
tiga media, selanjutnya masing-masing dikenakan proses ultrasonik selama 16
menit. Kemudian hasil dari proses ultrasonic selanjutnya dianalisa dengan PSA
diperoleh hasil sebagai berikut :
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
59
Gambar 4.13. Perbandingan distribusi partikel sebelum diberikan gelombang
ultrasonik dan setelah diberikan gelombang ultrasonik 16 menit dalam media
aquabidest.
Dari hasil percobaan pemberian gelombang ultrsonik dalam waktu 16 menit
terlihat bahwa dengan media aquabidest mampu memperkecil ukuran partikel.
Pada pemberian gelombang ultrasonik 16 menit ukuran partikel berubah dari
ukuran (2.049 - 6.549 ) nm menjadi ukuran (1.508 – 5.984 ) nm. Ukuran partikel
tersebut masih cukup besar yaitu dalam rentang 1.000 nm atau 1 mikron. Oleh
karena itu proses ultrsonik dengan menggunakan media aquabidest belum mampu
menciptakan partikel ukuran nano.
Hasil percobaan dengan menggunakan media ethanol absolute
menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan media
aquabidest. Pada percobaan dengan menggunakan ethanol absolute ukuran
butiran berkurang menjadi ( 390 – 1.190 ) nm dibandingkan sebelum dilakukan
proses ultrasonik yang memiliki ukuran (1.124- 1.615 ) nm. Percobaan dengan
menggunakan metode pengendapan mendapatkan hasil yang hampir sama yaitu
ukuran 440 nm. Dengan melihat hasil tersebut proses pembuatan material ukuran
nano pada bahan magnesium karbonat ( hydromagnesit ) memberikan hasil yang
lebih baik dari pada dengan pelarut aquabidest namun belum mencapai ukuran
nano.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
60
Gambar 4.14. Perbandingan distribusi partikel bahan magnesium karbonat setelah
diberikan gelombang ultrasonik 16 menit pada media ethanol absolute.
Percobaan dengan media pelarut ethylene glycol terlihat berhasil karena
ukuran partikel menjadi (23,4–94,7) nm. Pada percobaan dengan pelarut ethylene
glycol menghasilkan ukuran partikel sudah dibawah 100 nm. Kemudian
dilakukan percobaan waktu uktrasonik 8 menit dan 32 menit, dapat dilihat pada
gambar dibawah.
Gambar 4.15. Distribusi partikel bahan magnesium karbonat setelah diberikan
gelombamng ultrasonik 8 , 16 dan 32 menit pada media ethylene glycol.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
61
Dari hasil percobaan terlihat bahwa dengan penambahan waktu menjadi
32 menit ukuran partikel justru bertambah besar menjadi (52-96) nm dari ukuran
(23,4–94,7) nm. Dengan bertambahnya ukuran partikel menunjukkan bahwa telah
terjadi proses pembentukan kembali atau penyatuan kembali partikel yang telah
pecah. Hal ini mununjukkan bahwa dalam proses tersebut gelombang ultrsonik
sudah tidak mampu berfungsi sebagai ultrasonic milling tetapi berubah menjadi
sifat sonochemistry. Sifat sonochemistry dalam gelombang ultrsonik pada
umumnya berlangsung cukup lama dimana sifat dari sonochemistry cenderung
untuk menyatukan molekul ukuran kecil menjadi molekul ukuran lebih besar
seperti reaksi polimerisasi (Hong Yan et.all, 2009) . Untuk waktu ultrasonik 8
menit ukuran partikel masih (93,3-143) nm,dibanding dengan waktu ultrasonik 16
menit yang mencapai ukuran (23,4–94,7) nm. Hal ini mernunjukkan bahwa
waktu ultrasonik 8 menit, proses ultrasonik milling masih berlangsung.
4.4.5. Analisis Diameter Kristal Dengan XRD
Telah dilakukan kegiatan analisis XRD terhadap hasil proses ultrasonik
selama 16 menit pada media aquabidest, ethanol absolut dan ethylene glycol. Dari
hasil grafiks XRD terlihat bahwa peak magnesium karbonat yang belum diproses
ultrasonik dan hasil dari proses ultrasonik dengan media aquabidest dan ethanol
absolute tidak menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Terlihat pola peak
masih berupa pola hydromagnesite. Hal ini berkat proses pengeringan masih
dibawah 200OC tidak merusak struktur senyawa magnesium karbonat. Pada
proses ultrasonik dengan media ethylene glycol , pada waktu dikeringkan terjadi
perubahan struktur menjadi magnesium oksida. Hal ini karena proses pengeringan
diatas 200OC sehingga mengalami proses dekomposisi, lihat gambar 4.15.
Berdasarkan hasil perhitungan XRD terlihat bahwa proses ultrasonik
menghasilkan perubahan ukuran kristal. Sebelum proses ultrasonik ukuran kristal
38 nm kemudian menjadi 17 nm untuk media aquabidest, 28 nm untuk media
ethanol absolute dan 11 nm untuk ethylene glycol. Hal ini mununjukkan pecahnya
butiran akibat gelombang ultrasonik berakibat pada pecahnya kristal juga. Dengan
memperhitungkan bahwa butiran dan kristal diasumsikan bulat maka hasil
percobaan diperoleh kesimpulan isi kristal per partikel pada tabel 4.17.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
62
0
1600
3200
4800
6400
10 20 30 40 50 60 70 802 Theta
Inte
nsi
tas
PR-70 A-16
B-16 C-16
Gambar 4.16. Perbandingan peak XRD magnesium karbonat antara sebelum dan
sesudah proses ultrasonik pada berbagai media
Tabel 4.17. Perhitungan isi partikel
No Perlakuan Ukuran ( nm ) Kristal per Partikel Ultrasonik Media Partikel Kristal
1 Tanpa Sampel Awal 1.294 38 39.000 2 16 menit Aquabidest 1.924 17 1.450.000 3 16 menit Ethanol Absolute 539 28 7.100 4 8 Menit Ethylene Glycol 111 11 1.030 5 16 Menit Ethylene Glycol 30 11 20 6 32 Menit Ethylene Glycol 65 11 210
Dari hasil perhitungan pada tabel diatas terlihat bahwa pencapaian maksimal
jumlah kristal dalam satu partikel adalah 20 kristal. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan menggunakan media ethylene glycol berdasarkan pengukuran yang ada
telah tercapai ukuran nanometer, namun dalam satu butir masih terdapat banyak
kristal didalamnya..
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
63
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Proses pembuatan magnesium karbonat dari mineral dolomit dengan
serangkaian Proses kalsinasi parsial, proses slaking dan proses karbonatasi
memberikan hasil akhir kemurnian 41,80 % dan yield MgO 63,06 %. Hasil
perolehan ini menunjukkan peningkatan yang lebih baik dibanding melalui
proses kalsinasi total yang dilakukan oleh Mahasiswa Program S-2 Material-
UI sebelumnya yaitu dengan yield sekitar 44 % ( (Erlina Yustanti, 2004).
2. Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa penggunaan pelarut dan waktu
pada proses ultrsonik berpengaruh terhadap hasil percobaan yang diperoleh.
Penggunaan pelarut yang terbaik adalah ethylene glycol dengan ukuran
partikel yang diperoleh (23–95) nm. Waktu terbaik untuk proses ultrasonik
adalah 16 menit, dimana dengan penambahan waktu menjadi 32 menit
ukuran partikel menjadi lebih besar yaitu (52-96) nm.
3. Magnesium karbonat yang dihasilkan berupa hydromagnesit dengan ukuran
partikel terkecil yang dicapai dengan proses ultrsonik dengan pelarut
ethylene glycol diperoleh (23–95) nm, sehingga dapat dikatakan partikel
tersebut berukuran nano meskipun masih dalam bentuk suspensi.
Berdasarkan hasil analisa XRF kadar MgO dan CaO serta pengotor yang
lain diperoleh produk hydromagnesit yang memiliki kemurnian yang cukup
tinggi.
4. Berdasarkan analisis perhitungan tinggi peak hasil XRD pada produk
ultrasonik terlihat bahwa efek kavitasi yang menghasilkan temperatur dan
tekanan plasma yang cukup tinggi mampu mempengaruhi ukuran kristal
disamping ukurahn butiran. Dari hasil perhitungan pada tabel diatas terlihat
bahwa pencapaian maksimal jumlah kristal dalam satu partikel adalah 20
kristal. Pencapaian ini belum sempurna sehingga perlu dikembangkan
proses ultrasonik yang mampu menghasilkan nano material dengan bentuk
satu butiran berisi satu kristal.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
64
5.2. Saran
1. Hasil yang diperoleh pada proses ektraksi mineral dolomit masih rendah
dengan yield MgO sekitar 63 %. Oleh karena itu perlu dilakukan
terobosan proses yang mungkin seperti penurunan temperatur karbonatasi
atau penggunaan tekanan gas CO2 yang lebih tinggi dengan peralatan
bejana bertekanan (autoclave).
2. Penggunaan air yang sangat besar pada proses karbonatasi yaitu 2 liter
untuk proses 140 g hasil slaking, perlu dikembangkan percobaan dengan
menggunakan air yang berasal dari daur ulang.
Perlu dikembangkan lagi proses ultrasonik dengan media aquabidest namun
menggunakan bantuan surfactan yang mampu mengambangkan butiran
magnesium karbonat dalam media aquabidest, sehingga proses ultrsonic milling
lebih efektif.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
xv
DAFTAR REFERENSI
Agus Wahyudi, Dessy Amalia, Sariman dan Siti Rochani (2010), “ Sintesis
Nanopartikel Zeolite Secara Top Down Menggunakan Planetary Ball Mill dan
Ultrasonikator “ , Jurnal Mineral dan Energi, Vol 8, No.1, Hal 32-36.
Aharon Gedanken (2004) ,” Using Sonochemistry For The Fabrication Of
Nanomaterials ,” Journal Ultrasonic Sonochemistry 11 (2004) 47-55.
Ahmad Zahirani Ahmad Azar, Hasmaliza Muhamad, Mani Maram Ratnam,
Zainal Arifin Ahmad ( 2011) ,” Effect of MgO Particle Size on the
Microstructure , Mechanical Properties and Wear Performance of ZTA-MgO
Ceramic Cutting Inserts” , International Journal of Refractory Metals and Hard
Materials, Volume 29, Pages : 456-461.
Andliswarman ( 2003) , “ Proses Ekstraksi MgO Dari Mineral Dolomit dan
Analisis Techno Enonomic Proses Produksi “ Tesis Magister Bidang Ilmu
Material, Universitas Indonesia
Boonyawan Yoosuk, Pancheewa Udomsad, Buppa Puttasawat (2011) ,”
Hydration-Dehydration Technique for Property and Activity Improvement of
Calcined Natural Dolomite In Heterogeneus Biodesel Production”, Journal
Aplied Catalysis, General 395 , 87-94 .
Colin R. Grgson, David T Goddart, Mark J. Sarsfield , Robin J. Taylor (2011) ,”
Combined ElectronMicroscopy and Vibrational Spectroscopy Study of Corroded
Magnox Sludge from a Legacy Spent Nuclear Fuel Storage Pond, Journal of
Nuclear Materials 412 : 145-156.
Dinas Pertambangan Daerah Provinsi Jawa Timur (1996). ” Memperkenalkan
Bahan Galian Golongan C di Jawa Timur “ Dolomit “ .
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
xvi
Drits V.A (2005) ,” New Insight Into Structural and Compositiovariability
Insome ancient Excess Ca Dolomite Locality, New Mexico – USA Sample”, The
Canadian Mineralogist 113 : 1255-1290.
Dong Kim Loan , Tran Hong Con1, Le Thu Thuy (2008) , “ Preparation of nano-
structural MnO2 in ethanol-water media coated on calcinated laterite and study
of its arsenic adsorption capacity ,” VNU Journal of Science, Natural Sciences
and Technology 24 : 227-232
Eko Sulistiyono, Bintang Adjiantoro (2010),” Proses Pemanasan Temperatur
700OC Mineral Magnesit Dari Padamarang ” , Majalah Metalurgi, Volume 25 ,
No.1 , ISSN 0126-3188, Hal 13-18.
Eni Febriana (2011) , ” Kalsinasi Dolomit Lamongan Untuk Pembuatan Bahan
Baku Kalsium dan Magnesium Karbonat Presipitat “ , Skripsi Program Ekstensi
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
Erlina Yustanti (2004), “ Ekstraksi Calcite dan Hydromagnesite Dalam Dolomit
Secara Hidrasi dan Karbonisasi” , Tesis Magister Bidang Ilmu Material,
Universitas Indonesia.
Etty Marti Wigayati (2009),” Pembuatan Nanopartikel LixMn2O4” Jurnal
Teknologi Indonesia 32-2 : 107 – 113.
Fatemeh Mohandes, FatemehDavar , Masoud Salavati Niasari (2010) ”
Magnesium Oxide Nanocrystal via Thermal Decomposition of Magnesium
Oxalate”, Journal of Physics and Chemistry of Solid, 71 , 1623-1628.
Godinez IG, Darnault CJ.( 2011),” Aggregation and transport of nano-TiO2 in
saturated porous media: effects of pH, surfactants and flow velocity ”,. Journal
Water Research, Volume 45 (2):839-51.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
xvii
H. Gelai, M. Pijolat , K. Nahdi , M. Trabelsi-Ayadi (2007) ,” Mechanism of
Growth of MgO and CaCO3 During a Dolomite Partial Decomposition”, Journal
Solid State Ionics, 178 : 1039-1047
Hong Yan, Xue-hu Zhang , Li-qiao Wei, Xu-guang Liu , Bing-she Xu ( 2009) ,”
Hydrophobic Magnesium Hydroxide Nanoparticle Via Oleic Acid and Poly (
Methyl Metacrylate) Grafting Surface Modification”, Journal Powder
Technologi193 , 125-129.
Hua Ming Yang, Mingzhu Liu and Jing Quyang ( 2010) ,” Novel Synthesis and
Characterization of Nanosized γ – Al2O3 from Kaolin”, Applied Clay Science 47,
438-443.
Ika Ristia Rahman(2010) ,” Formulasi Suspensi Eritromisin Menggunakan
Suspending Agent, Pulvis Gummi Arabici ( PGA ), Uji Stabilitas Fisik dan Daya
Antibakteri ”, Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Institute of Experimental Mineralogy Russian Academy Science (1993) , 142432
Chernogovka, Moscow district A.V Chicagov , <http : // www.iem.ac.ru>.
Jeremy J. Ramsden ( 2009 ) , “ Essentials of Nanotechnology” , ISBN : 978-87-
7681-418-2, < http://www.bookboon.com >.
Kim Gyeong Man (2010),” Fabrication of Bio Nanocomposite Nanofibers
Mimicking the Mineralized Hard Tissues via Electrospinning Process” , Edited by
Ashok Kumar, ISBN 978-953-7619-86-2, Hard cover, 438 pages, Publisher:
InTech, Published: under CC BY-NC-SA 3.0 license, in subject Nanotechnology
and Nanomaterials.
Kirk-Othmer (1983) , ” Enclyclopedia Of Chemical Technology”, Third Edition,
Volume 23, John Wiley and Sons, Inc , ISBN : 0 – 471-02076-1.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
xviii
Madhusree Kole, T.K. Dey (2012), “Effect of prolonged ultrasonication on the
thermal conductivity of ZnO – ethylene glycol nanofluids”, Journal
Thermochimica Acta, Volume 535 : 58– 65
Malcom J. Crocker (1997),” Enclycopedia of Accoustic, Chapter 25 : Cavitation,
Chapter 26 : Sonochemistry and Sonoluminescence ” , John Wiley and Sons, Inc,
ISBN : 0-471-17767-9, Volume 1.
Taniguchi, Norio (1974). "On the Basic Concept of 'Nano-Technology
'". Proceedings of the International Conference on Production Engineering,
Tokyo, 1974, Part II (Japan Society of Precision Engineering).
Richard P. Feynman, (1960) , “There’s Plenty of Room at the Bottom: An
Invitation to Enter a New Field of Physics “, Engineering and Science , Published
at California Institute of Technology, Volume XXIII, No.5 ,
Robert C. Crosson and Harold J. Abrahams, (1947) , “ Colloidal metals in
nonaqueous solvents—By the Bredig method “ , J. Chem. Educ., 1946, 23 (6), p
289, DOI: 10.1021/ed023p289 , Publication Date: June 1946
Ruud Van Ommen (2010), “ Sedimentation” , Based on M Rodes Introduction to
Particle Technology 2 nd ed, Departement of Chemical Engineering, Defl
University of Technology.
Narotham Sutradar, Apurba Sinhamahapatra, Biplab Roy, Hari C. Bajaj, Indrajit
Mukhopadhyay, Asit Baran Panda (2011) ” Preparation of MgO Nano-Rods With
Strong Catalytic Activity via Hidrtated Basic Magnessium Carbonates, ”
Materials Research Bulletin, 46 2163-2167.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
xix
Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI (2009) ,” Pembuatan Kalsium-Magnesium
Karbonat Presipitat (Light Calcium-Magnesium Carbonate Precipitate) Dengan
Proses Karbonatasi Ganda “, Laporan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Metalurgi-
LIPI Bekerjasama Dengan Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi ( DIKTI ) .
Sabrina Sae Sant Anna, Denilson Arlindo de Souzaa, Danielle Marques de
Araujoa, Cornélio de Freitas Carvalhob, Maria Irene Yoshidaa (2008) , “ Physico-
chemical analysis of flexible polyurethane foams containing commercial calcium
Carbonate”, Materials Research, ISSN 1516-1439 , Vol 11 No.4.
Suryanarayana and Grant Norton (1998), “ X-Ray Diffraction A Practical
Approach”, ISBN : 0-306-45744-X , Plenum Press, New York.
Terry A. Egerton , Liwei Wang, (2008) “ The effect of drying on dispersions of
nano-particulate titanium dioxide in ethylene glycol ”, Powder Technology 182:
51–55
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
65
LAMPIRAN 1
PERHITUNGAN KALSINASI DOLOMIT
1. Komposisi Dolomit Bahan Baku
Telah dilakukan kegiatan analisa TGA ( Thermal Gravimetry Analysis )
dan analisa XRF ( X-Ray Fluorescent ) terhadap dolomite yang berasal dari
Lamongan Jawa Timur.. Dari hasil analisa XRF di P.T. Indocement Tunggal
Prakarsa diperoleh data rangkungan hasil analisis dengan basis oksida: MgO =
20,05 % , CaO = 31,98 % dan nilai LOI sebesar 46,82 %. Dari hasil analisa
tersebut maka perbandingan mol dalam senyawa dolomite adalah sebagai berikut :
CaO = 31,98 / Mr.CaO = 31,98 / 56 = 0,571
MgO = 20,05 / Mr MgO = 20,05 / 40,3 = 0,498
Sehingga perbandingan CaO : MgO dalam mol adalah 1 : 0,8721 , berdasarkan
hasil analisa XRD dengan membandingkan senyawa standart yang memiliki
rumus kimia ; CaO1.08.MgO0.92.(CO2)2 maka secara teoritis komposisi dolomit
standart adalah :
CaO = 1,08 mol = 1,08 x Mr CaO
= 1,08 x 56 = 60,48 g
MgO = 0,92 mol = 0,92 x Mr MgO
= 0,92 x 40,3 = 37,076 g
CO2 = 2 mol = 2 x Mr CO2
= 2 x 44 = 88 g
Sehingga presentase berat menjadi :
CaO = ( 60,48 / ( 60,48 + 37,076 + 88 ) ) x 100 %
= ( 60,48 / 185,556 ) x 100 % = 32,594 %
MgO = ( 37,076 / ( 60,48 + 37,076 + 88 ) ) x 100 %
= 19,981 %
CO2 = ( 88 / ( 60,48 + 37,076 + 88 ) ) x 100 %
= 47,425 %
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
66
Dengan asumsi rumus kimia ; CaO1.08.MgO0.92.(CO2)2 maka kadar dolomit dari
mineral dolomit Lamongan adalah :
% Dolomit = ( CaO sampel / CaO standart ) x 100 %
= ( 31,98 / 32,594 ) x 100 %
= 98, 11 %
CaCO3 bebas = ( CaO standart – CaO sampel ) x ( Mr CaCO3 / MrCaO )
= ( 32,594 – 31,98 ) x ( 100 / 56 ) = 1,096 %
2. Kalsinasi parsial
Kalsinasi parsial adalah peristiwa terjadsinya peruraian MgCO3 dalam dolomit
menjadi MgO, sementara itu CaCO3 baik yang bebas mapun yang terikat dengan
dolomit adalah tetap.
MgCO3 ======= MgO + CO2
Dari reaksi tersebut maka gas CO2 yang keluar dari dolomit identik dengan kadar
MgO sehingga dengan basis 100 g dolomit :
CO2 yang keluar = Persen berat MgO x ( Mr CO2 / Mf MgO )
= 20,05 x ( 44 / 40,3 ) = 21,8908 g
Maka pada kalsinasi parsial dolomit berkurang : 21,8908 % dan kalsinasi total
terjadi semurna jika pengurangan berat sama dengan LOI yaitu 46,82 %
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
67
LAMPIRAN 2
PERHITUNGAN YIELD PROSES SKALA 2 LITER
1. Perhitungan Proses Kalsinasi
Dari hasil percobaan kalsinasi parsial selama 4 jam temperature 725OC dengan
skala proses 1 kg dalam pendil gerabah diperoleh hasil seperti Tabel 4.5 rata-
rata berat yang hilang adalah 21,667 %. Berdasarkan data maka gas CO2 yang
hilang adalah 21,667 g dari 100 g dolomit bahan baku. Sehingga komposisi
hasil kalsinasi dengan asumsi terjadi reaksi :
MgCO3 ========= MgO + CO2
Dolomit Lamongan rumus kimia : Mg1.08Ca0.92C2O6 memiliki massa rumus
sebagai berikut : (24,3 x 1,08) + (40 x 0,92 ) + (12 x 2) + (16 X 6) = 183,044
Komposisi hasil kalsinasi menjadi :
MgO = 21,667 x ( Mr MgO / Mr CO2 )
= 21,667 x ( 40,3 / 44 ) = 19,845 g
CaCO3 = 98,11 x ( Mr CaCO3 / Mr dolomit )
= 98,11 x ( 100 / 183,44 ) = 53,4835 g
Oksida lain : 1,17 g
Maka berat dolomit menjadi : 100 – 21,677 = 78,323
MgO = ( 19,845 / 78,323 ) x 100 % = 25,337 % berat.
CaCO3 = ( 53,4835 / 78,323 ) x 100 % = 68,286 % berat
2. Perhitungan Proses Slaking dan Umpan Karbonatasi
Dari hasil percobaan slaking terbukti bahwa proses slaking yang paling efektif adalah menambahkan 800 g padatan hasil kalsinasi dengan 304,46 g air : Slaking = Hasil Kalsinasi + Air
1.140,46 g = 800 g + 340,46 g
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
68
Maka komposisi produk slaking dengan asumsi tidak ada air terbuang ( basis basah ) maka : MgO = 25,337 x ( 800 / 1140,46 ) = 17,7731 % CaCO3 = 68,286 x ( 800 / 1140,46 ) = 47,9005 % Air = 340,46 x ( 800 / 1140,46 ) = 29,8529 % Jika umpan slaking adalah 140 g basis basah per 2.000 ml air untuk
karbonatasi, maka jumlah bahan baku karbonatasi :
MgO = ( 17,7731 / 100 ) x 140 g = 24,8823 g
CaCO3 = (47,9005 / 100 ) x 140 g = 67,0607 g
3. Perhitungan Dari Produk
Dari hasil percobaan diperoleh produk misalnya PR-70 A sebanyak 37,030 g
hydromagnesit dengan kadar basis oksida logam dari analisa P.T. Indocement
Tunggal Prakarsa :
MgO = 41,80 %
CaO = 0,22 %
LOI = 57,16 %
Lainnya = 0,82 %
Maka MgO = ( 41,80 / 100 ) x 37,030 = 15,4785 g
4. Perhitungan Dari Residu
Dari hasil percobaan diperoleh data XRF dari P.T. Indocement Tunggal
Prakarsa, diperoleh data residu ( R-70 ) sebanyak 73,92 g ( untuk PR-70A )
basis oksida adalah sebagai berikut :
MgO = 5,98 %
CaO = 48,11 %
LOI = 44,52 %
Lainnya = 8,15 %
Maka MgO = ( 5,98 / 100 ) x 73,92 = 4,42 g
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
69
5. Neraca MgO Dari diagram alir percobaan pada gambar 3.1. diperoleh rumus perhitungan
neraca MgO :
MgO input = MgO Residu padat + MgO Residu Cair + MgO Produk
Maka untuk percobaan PR-70A :
24,8823 g = 4,42 g + MgO residu filtrat + 15,4785 g
Sehingga :
MgO dalam residu filtrat = 24,8823 g – ( 4,42 g + 15,4785 g )
= 4,9838 g
Neraca MgO dalam satuan gram :
24,8823 20,4623 15,4785
4,4200 4,9838
6. Yield MgO Sehingga % Yield MgO untuk produk PR-70 A adalah : Yield = ( MgO Produk / MgO input ) x 100 % = ( 15,4785 / 24,8823 ) x 100 % = 62,21 % Sehingga untuk produk yang lain dengan cara perhitungan yang sama adalah:
Proses Karbonatas
i
Input dari
Slaking
Proses Pengendapan
Produk
Residu Padat Residu Cair
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
70
Tabel 1. Hasil Perhitungan Yield untuk karbonatasi skala 2 kg , input 140 g hasil slaking
No Sampel Produk ( g ) Residu ( g ) Yield % Padatan MgO Padatan MgO
1 PR- 70 A 37,03 15,4785 73,92 4,4200 62,21
2 PR –70 B 36,92 15,4326 69,34 4,1465 62,02
3 PR- 70 C 37,54 15,6917 68,96 4,1238 63,06
4 PR –70 D 24,83 10,3789 70,56 4,2194 41,71
7. Koreksi Hasil Analisa AAS
• Magnesium Bikarbonat Mol Mg2+ setara dengan mol MgO, sehingga MgO dalam filtrat
magnesium bikarbonat hasil karbonatasi dengan volume 2.000 ml , hasil
analisa AAS di Tekmira. kadar ion Mg2+ adalah 5,070 g / liter , maka :
MgO = 5,070 g / lt x 2 x ( Mr MgO / Ar Mg )
= 5,070 x ( 40,3 / 24,3 ) x 2
= 16,816 g / liter
Berdasarkan hasil analisa XRF di PT. Indocement Tunggal Prakarsa,
MgO diperoleh sebenarnya adalah 20,4623 g , sehingga ada perbedaan
82,00 % antara analisa AAS di Tekmira dengan XRF di P.T. Indocement
Tunggal Prakarsa
� Filtrat Buangan Pemanasan
Filtrat buangan akhir diperoleh kadar Mg2+ adalah 1,110 g / liter maka
diperoleh MgO terbuang di flitrat buangan adalah :
MgO = 1,110 g / liter x 2 x ( Mr MgO / Ar Mg ) = 1,110 x 2 x ( 40,3 / 24,3 )
= 3,6817 g Berdasarkan hasil analisa XRF di P.T. Indocement Tunggal Prakarsa pada
neraca MgO, maka jumlah MgO yang terbuang dalam filtrat 4, 9838 g
sehingga ada perbedaan 73,83 % antara analisa AAS di Tekmira dengan
XRF di P.T. Indocement Tunggal Prakarsa.
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
71
LAMPIRAN 3
PERHITUNGAN PENGENDAPAN PARTIKEL
1. Media Aquabidest Telah dilakukan percobaan pengendapan terhadap hasil dari proses ultrasonik
dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Waktu endap pada berbagai percobaan ultrasonik dengan media
aquabidest
Waktu proses Ultrasonik
No 0 4 8 16 32
Menit Tinggi Menit Tinggi Menit Tinggi Menit Tinggi Menit Tinggi 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 2 1.2 4 1.4 6 2.3 6 0.6 4 3
3 3 3.5 6 3.0 8 4.4 10 1.2 8 5.8
4 4 6 8 4.3 10 5.2 16 3.6 12 6.8
5 6 9 10 5.8 12 5.8 20 4.6 16 7.8
6 8 10.5 12 6.8 16 7.0 30 6.5 20 8.2
7 12 12 14 7.4 26 8.8 40 8.2 30 9.4
8 20 13.2 20 8.5 40 9.5 50 8.8 40 9.8
9 30 14.2 30 9.8 50 10.4 60 9.2 60 10.6
10 40 15 40 10.4 60 10.6 80 10.0 80 11.4
11 50 15.2 50 10.8 80 11.0 100 10.4 120 11.8
12 60 15.4 70 11.6 100 11.4 120 10.8 160 12.2
13 80 15.6 90 12.2 140 12.0 160 11.4 240 12.8
14 110 12.5 180 12.5 200 11.8 420 13.3
15 150 12.8 220 13.0 280 12.4
16 190 13.2 300 13.4 460 13.0
17 230 13.6 480 13.7
18 290 14.0
19 470 14.2
15.7 14.4 14 13.5 13.8
Dari hasil pengamatan tersebut dapat dihitung waktu pengendapan optimal
dengan menggunakan bantuan grafik. Dari hasil tabel tersebut diatas diperoleh
grafik hubungan antara waktu endap dalam satuan menit dengan tinggi kolom
yang jernih, kemudian dihubungkan dengan persamaan garis logaritmik sebagai
berikut :
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
72
Aquabidest tanpa Ultrsonik
y = 3.7978Ln(x) + 0.77
R2 = 0.9217
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu Endap ( menit )
Tin
gg
i Ko
lom
( cm
)
Gambar 1. Waktu endap dengan media aquabidest tanpa proses ultrasonik
Aquabidest, Ultrasonik 4 menit
y = 2.6582Ln(x) - 0.4179
R2 = 0.9409
-
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
18.0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500Waktu Endap ( menit )
Tin
gg
i Ko
lom
( c
m )
Gambar 2. Waktu endap dengan media aquabidest dengan proses ultrasonik 4
menit
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
73
Aquabidest, Ultrasonik 8 menit
y = 2.497Ln(x) - 0.3598
R2 = 0.9511
-
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
0 100 200 300 400 500 600Waktu Endap ( menit )
Tin
gg
i ko
lom
( cm
)
Gambar 3. Waktu endap dengan media aquabidest dengan proses ultrasonik 8
menit
Aquabidest, Ultrasonik 16 menit
y = 3.1208Ln(x) - 4.4984
R2 = 0.9522
-
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
0 100 200 300 400 500Waktu Endap ( menit )
Tin
gg
i Ko
lom
( cm
)
Gambar 4. Waktu endap dengan media aquabidest dengan proses ultrasonik 16
menit
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
74
Aquabidest , Ultrasonik 32 menit
y = 2.1351Ln(x) + 1.4605
R2 = 0.9569
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 100 200 300 400 500Waktu Endap ( menit )
Tin
gg
i Ko
lom
( cm
)
Gambar 5. Waktu endap dengan media aquabidest dengan proses ultrasonic 32
menit
Dari hasil plot grafiks diperoleh persamaan logaritmik , kemudian dihitung waktu
endap optimal dengan memasukkan tinggi kolom jenih yang optimal diperoleh
setelah diendapkan cukup lama. Setelah diperoleh waktu optimal pada masih-
masing percobaan, dimulai dari tanpa ultrasonik diperoleh harga C dari persamaan
Stokes dari data diameter pada percobaan pengukuran distribusi partikel.
a. Menghitung waktu endap optimal :
Dari gambar grafiks 1, yaitu pada media aquabidest tanpa proses
ultrasonik dari interpolasi grafiks diperoleh persamaan logaritma :
Y = 3,7978 ln ( x ) + 0,77
Diketahui Y maksimal = 15,7 cm maka x adalah :
15,7 = 3,7978 ln ( x ) + 0,77
Ln (x) = 3,9312
x = 50,9681
Rata-rata waktu pengendapan 50,9681 menit
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
75
b. Menghitung harga C
Setelah diketahui waktu pengendapan rata-rata pada partikel dalam media
aquabidest tanpa proses ultrasonik, maka dicari harga C dari penurunan
persamaan stokes seperti pada persamaan ( 2.3 ) :
D2 = C / t
C = D2 . t
Diketahui diameter partikel dari analisa PSA untuk aquabidest = 2.780,6
nm dan t = 50,968 menit sehingga :
C = ( 2.780,6 )2 . 50,968
= 394.071.138
Dengan asumsi bahwa media pelarut dan bahan adalah sama maka dari
harga C yang tetap diperoleh data perkiraan ukuran diameter partikel
setelah proses ultrasonik sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil perhitungan ukuran partikel berdasarkan waktu endap
No Waktu Ultrasonik ( menit )
Tinggi Optimum
( cm )
Waktu Endap ( menit )
Diameter Partikel ( nm )
1 0 15,7 50,968 2.781
2 4 14,4 263,591 1.223
3 8 14,0 314,442 1.120
4 16 13,5 319,641 1.110
5 32 13,8 323,565 1.104
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
76
2. Media Ethanol Absolute
Telah dilakukan percobaan pengendapan terhadap hasil dari proses
ultrasonik dengan variable 0 menit, 4 menit, 8 menit , 16 menit dan 32 menit.
Dari hasil perhitungan waktu endap diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Waktu endap pada percobaan ultrasonik dengan media ethanol absolute
Waktu
Endap
Waktu Proses Ultrasonik (jam )
0 4 8 16 32
Kolom 17.5 17.5 17.5 17.5 17.5
0 0 0 0 0 0
4 1.5 0 0 0 0
8 3 1.2 1.2 0 0
12 4.6 1.8 1.6 0 0
16 6 2.4 2 0.6 0
20 7.2 3 2.4 1.2 0
24 8.2 3.6 2.8 1.6 0.6
28 9.0 4.0 3.0 2.0 0.8
52 12.2 6.2 4.3 3.0 1.4
76 14.8 8.2 5.4 4.2 2.2
100 16.0 9.8 6.4 5.2 3.6
124 11.0 7.4 5.8 5.4
148 11.9 8.8 7.2 6.6
172 12.8 10.2 8.6 7.6
196 13.4 11.2 10.0 8.6
220 14.0 12.0 10.8 9.4
244 14.4 12.6 11.6 10.2
268 14.7 13.2 12.0 10.8
292 13.6 12.4 11.2
316 11.4
16.2 15.8 16.0 16.2 6.2
Dari hasil percobaan diatas kemudian dibuat tabel hubungan antara waktu endap
dengan tinggi kolom bening menjadi grafik. Dari grafik dapat dihitung waktu
endap optimum yaitu pada persamaan logaritma dengan tinggi kolom optimum
atau maksimal setelah lebih dari beberapa minggu pada tabel kuning. Adapun
grafiknya dapat dilihat dibawah :
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
77
Ethanol Absolute tanpa ultrasonik
y = 4.7881Ln(x) - 6.6487
R2 = 0.9786
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0 20 40 60 80 100Waktu Endap ( jam )
Tin
gg
i Ko
lom
( c
m )
Gambar 6. Waktu endap dengan media ethanol absolut tanpa proses ultrasonik
Ethanol Absolut, Ultrasonik 4 menit
y = 4.2065Ln(x) - 9.1966
R2 = 0.9805
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 40 80 120 160 200 240 280Waktu Endap ( Jam )
Tin
gg
i Ko
lom
( C
m )
Gambar 7. Waktu endap dengan media ethanol absolut dengan proses ultrasonik
4 menit
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
78
Ethanol Absolute, Ultrasonik 8 menit
y = 3.5762Ln(x) - 8.2268
R2 = 0.9218
0
2
4
6
8
10
12
14
0 50 100 150 200 250 300
Waktu Endap ( jam )
Tin
gg
i Ko
lom
( c
m )
Gambar 8. Waktu endap dengan media ethanol absolut dengan proses ultrasonik
8 menit
Ethanol Absolute, Ultrasonik 16 menit
y = 4.027Ln(x) - 11.726
R2 = 0.9239
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
0 50 100 150 200 250 300
Waktu Endap ( Jam )
Tin
gg
i Ko
lom
( c
m )
Gambar 9. Waktu endap dengan media ethanol absolut dengan proses ultrasonik
16 menit
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
79
Ethanol Absolute, Ultrasonik 32 Menit
y = 4.6038Ln(x) - 15.801
R2 = 0.9216
-
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
0 40 80 120 160 200 240 280 320
Waktu Endap ( jam )
Tin
gg
i Ko
lom
( c
m )
Gambar 10. Waktu endap dengan media ethanol absolut dengan proses ultrasonik
32 menit
Dari hasil plot grafik diperoleh persamaan logaritmik , kemudian dihitung waktu
endap optimal dengan memasukkan tinggi kolom jenih yang optimal diperoleh
setelah diendapkan cukup lama. Setelah diperoleh waktu optimal pada masing-
masing percobaan, dimulai dari tanpa ultrasonik diperoleh harga C dari persamaan
Stokes dari data diameter pada percobaan pengukuran distribusi partikel.
a. Menghitung waktu endap optimal :
Dari gambar grafiks 6, yaitu pada media ethanol absolut tanpa proses
ultrasonik dari interpolasi grafik diperoleh persamaan logaritma :
Y = 4,7811 ln ( x ) – 6,6487
Diketahui Y maksimal = 16,2 cm maka x adalah :
16,2 = 4,7811 ln ( x ) – 6,6487
Ln (x) = 4,7789
x = 118,97 jam
Rata-rata waktu pengendapan 118,97 jam
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
80
b. Menghitung harga C
Setelah diketahui waktu pengendapan rata-rata pada partikel dalam media
ethanol absolute tanpa proses ultrasonik, maka dicari harga C dari
penurunan persamaan stokes seperti pada persamaan ( 2.3 ) :
D2 = C / t
C = D2 . t
Diketahui diameter partikel dari analisa PSA = 1.295,4 nm dan t = 118,97
jam sehingga :
C = ( 1.295,4 )2 . 118,97
= 199.638.936
Dengan asumsi bahwa media pelarut dan bahan adalah sama maka dari
harga C yang tetap diperoleh data perkiraan ukuran diameter partikel
setelah proses ultrasonik sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil perhitungan ukuran partikel berdasarkan waktu endap
No Waktu Ultrasonik ( menit )
Tinggi Optimum
( cm )
Waktu Endap ( jam )
Diameter Partikel ( nm )
1 0 16,2 118,97 1.296
2 4 15,8 380,85 724
3 8 16,8 925,56 464
4 16 16,2 1027,31 440
5 32 16,2 1044,31 437
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
81
LAMPIRAN 4
PENGUKURAN DIAMETER KRISTAL DENGAN XRD
1. Sampel belum Ultrasonik
Telah dilakukan pengujian produk magnesium karbonat dari proses
karbonatasi untuk bahan baku proses ultrsonik dengan menggunakan XRD.
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengukur diameter kristal dari partikel
magnesium karbonat. Adapun proses pengukuran adalah sebagai berikut :
1. Hasil analisis XRD
Hasil analisa XRD pada bahan baku magnesium karbonat sebelum
dilakukan proses ultrasonik adalah sebagai berikut :
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
10 20 30 40 50 60 70 80
Gambar 1. Peak hasil analisa XRD
Dari hasil analisis XRD diperoleh tiga peak yang menonjol :
Tabel 1. Tiga Peak yang menonjol
No. Peak Intensitas Sudut 2 θ ( deg ) FWHM ( deg )
4 603 15,2408 0,41010
19 508 30,7892 0,50020
8 260 21,1707 0,33850
Dari tiga peak yang menonjol tersebut diperoleh data sudut 2 θ yaitu
15,2408 , 21,1707 dan 30,7892. Dari ketiga sudut tersebut kemudian
diukur lebar paling bawah ( kaki dari peak ) diperoleh data BO . Adapun
untuk mengukur lebar dasar peak dilakukan dengan membuat grafik
sebagai berikut :
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
82
Gambar 2. Puncak pertama sebelum proses ultrasonic
Puncak Pertama : BO = 15,48 - 14,98 = 0,5
2 θθθθ
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
83
Gambar 3. Puncak kedua sebelum ultrasonik
Puncak Kedua : BO = 31,14 - 30.52 = 0,63
2 θθθθ
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
84
Gambar 4. Puncak ketiga sebelum ultrasonik
Puncak Ketiga : BO = 21,42 – 20,91 = 0,51
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
85
2. Menentukan harga Slope dan Intercept
Setelah diperoleh harga dari FWHM dan BO dari hasil perhitungan grafik
dan dari data XRD maka dilakukan penentuan besaran slope dan intercept
melalui persamaan garis lurus. Adapun persamaan garis lurus berdasarkan
studi literatur adalah :
Dari rumus tersebut diperlukan data Bt dimana data Bt diperoleh dari :
Bt2 = BO2 - Bi2 , dimana Bi = FWHM
Untuk harga Bt , Bo dan Bi diubah dari degree ( O ) ke radian dengan
rumus :
Radian = ( Degree ( O ) / 180 ) x П
Dimana : П = 3,14159
Dari persamaan tersebut maka :
Tabel; 2.Data Hasil Perhitungan
No 2 θ Sin θ FWHM= B i ( rad )x10-3
Bo
(rad)x10-3
Bt2 = Bo2 – Bi
2 ( rad )x 10-3
Bt.Cos θ x 10-3
1 15,241 0,133 7,157 8,727 24,924 4,948
2 30,789 0,266 8,729 10,996 43,801 6,381
3 21,171 0,184 5,899 8,901 44,319 6,5441
Dari harga Sin θ dan Bt.Cos θ hasil perhitungan kemudian diplot dalam
grafik sehingga diperoleh persamaan :
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
86
Plot Grafiks PR-70
y = 9.5897x + 4.0979
R2 = 0.8271
0
2
4
6
8
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3
Sin Theta
Bt.
Co
s T
het
a x
10-3
Gambar 5. grafik Plot Bt.Cos θ dengan Sin θ
Dari grafik diperoleh harga Slope = 9,5897 dan intercept = 4,0979 x 10-3
3. Memasukkan harga L ( ukuran Kristal )
Dari grafiks diatas dapat diketahui bahwa :
Intercept = ( κ . λ ) / L
Dimana :
κ = 1,0 ( konstanta ) , λ = Panjang Gelombang sinar X =
0,154036
Sehingga dapat diketahui diameter kristal ( L ) :
L = ( 1,0 x 0,154036 ) / 4,0979 x 10-3
L = 38 nm
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
87
2. Sampel diproses ultrasonik 16 menit dengan media Aquabidest Telah dilakukan pengujian produk hasil ultrasonik 16 menit dengan media
aquabidest terhadap magnesium karbonat dengan menggunakan XRD. Tujuan
dari percobaan ini adalah untuk mengukur diameter kristal dari partikel
magnesium karbonat. Adapun proses pengukuran adalah sebagai berikut :
4. Hasil analisis XRD
Hasil analisa XRD pada bahan baku magnesium karbonat sebelum
dilakukan proses ultrasonik adalah sebagai berikut :
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
10 20 30 40 50 60 70 802 Theta
Inte
nsi
tas
Gambar 6. Peak hasil analisa XRD
Dari hasil analisis XRD diperoleh tiga peak yang menonjol :
Tabel 3. Tiga Peak yang menonjol
No. Peak Intensitas Sudut 2 θ ( deg ) FWHM ( deg )
17 733 30,830 0,5064
4 607 15,298 0,4217
26 384 39,053 0,4529
Dari tiga peak yang menonjol tersebut diperoleh data sudut 2 θ yaitu
15,298, 30,830 dan 39,053. Dari ketiga sudut tersebut kemudian diukur
lebar paling bawah ( kaki dari peak ) diperoleh data BO . Adapun untuk
mengukur lebar dasar peak dilakukan dengan membuat grafik disekitar
puncak dengan merubah data grafik dalam bentuk Microsoft exel sebagai
berikut :
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
88
Gambar 7. Puncak pertama sampel ultrasonik 16 menit dengan media
aquabidest
Puncak Pertama : BO = 31,34 - 30,34 = 1,0
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
89
Gambar 8. Puncak kedua sampel ultrasonik 16 menit dengan media
aquabidest
Puncak Kedua : BO = 15,62 - 14,94 = 0,70
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
90
Gambar 9. Puncak ketiga sampel ultrasonik 16 menit dengan media
aquabidest
Puncak Ketiga : BO = 39,46 - 38,66 = 0,80
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
91
5. Menentukan harga Slope dan Intercept
Setelah diperoleh harga dari FWHM dan BO dari hasil perhitungan grafik
dan dari data XRD maka dilakukan penentuan besaran slope dan intercept
melalui persamaan garis lurus. Adapun persamaan garis lurus berdasarkan
studi literatur adalah :
Dari rumus tersebut diperlukan data Bt dimana data Bt diperoleh dari :
Bt2 = BO2 - Bi2 , dimana Bi = FWHM
Untuk harga Bt , Bo dan Bi diubah dari degree ( O ) ke radian dengan
rumus :
Radian = ( Degree ( O ) / 180 ) x П
Dimana : П = 3,14159
Dari persamaan tersebut maka :
Tabel 4. Hasil perhitungan
No 2 θ Sin θ FWHM= B i (rad) x 10-3
Bo
(rad)x10-3
Bt2 = Bo2 – Bi
2 (rad)x 10-3
Bt.Cos θ x 10-3
1 30,830 0,266 8,838 17,453 226,497 14.508
2 15,298 0,133 7,360 12,217 95,086 9,665
3 39,053 0,334 7,854 13,960 133,19 10,877
Dari harga Sin θ dan Bt.Cos θ hasil perhitungan kemudian diplot dalam
grafik sehingga diperoleh persamaan :
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
92
Ultrasonik 16 mnt, Aquabidest
y = 10.175x + 9.1968R2 = 0.3922
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4
Sin Theta
Bt.
cos
thet
a x
10-3
Gambar 10. grafik Plot Bt.Cos θ dengan Sin θ
Dari grafik diperoleh harga Slope = 10,175 dan intercept = 9,197 x 10-3
6. Memasukkan harga L ( ukuran Kristal )
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa :
Intercept = ( κ . λ ) / L
Dimana :
κ = 1,0 ( konstanta ) , λ = Panjang Gelombang sinar X = 0,154036
Sehingga dapat diketahui diameter kristal ( L ) :
L = ( 1,0 x 0,154036 ) / 9,1968 x 10-3
L = 17 nm
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
93
2. Sampel diproses ultrasonik 16 menit dengan media ethanol absolute
Telah dilakukan pengujian produk hasil ultrasonik 16 menit dengan media
ethanol absolute terhadap magnesium karbonat dengan menggunakan XRD.
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengukur diameter kristal dari partikel
magnesium karbonat. Adapun proses pengukuran adalah sebagai berikut :
1. Hasil analisis XRD
Hasil analisa XRD pada bahan baku magnesium karbonat sebelum
dilakukan proses ultrasonik adalah sebagai berikut :
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
10 20 30 40 50 60 70 802 Theta
Inte
nsi
tas
Gambar 11. Peak hasil analisa XRD
Dari hasil analisis XRD diperoleh tiga peak yang menonjol :
Tabel 5. Tiga Peak yang menonjol
No. Peak Intensitas Sudut 2 θ ( deg ) FWHM ( deg )
18 645 30.815 0.520
4 575 15.275 0.427
27 405 39.026 0.449
Dari tiga peak yang menonjol tersebut diperoleh data sudut 2 θ yaitu
15,275, 30,815 dan 39,026. Dari ketiga sudut tersebut kemudian diukur
lebar paling bawah ( kaki dari peak ) diperoleh data BO . Adapun untuk
mengukur lebar dasar peak dilakukan dengan membuat grafik disekitar
puncak dengan merubah data grafik Microsoft exel sebagai berikut :
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
94
Gambar 12. Puncak pertama sampel ultrasonik 16 menit dengan media
ethanol absolut
Puncak Pertama : BO = 31,24 - 30,40 = 0,84
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
95
Gambar 13. Puncak kedua sampel ultrasonik 16 menit dengan media
ethanol absolut
Puncak Kedua : BO = 15,58 - 14,96 = 0,62
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
96
Gambar 14. Puncak ketiga sampel ultrasonik 16 menit dengan media
ethanol absolut
Puncak Ketiga : BO = 39,42 - 38,60 = 0,82
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
97
2. Menentukan harga Slope dan Intercept
Setelah diperoleh harga dari FWHM dan BO dari hasil perhitungan grafik
dan dari data XRD maka dilakukan penentuan besaran slope dan intercept
melalui persamaan garis lurus. Adapun persamaan garis lurus berdasarkan
studi literatur adalah :
Dari rumus tersebut diperlukan data Bt dimana data Bt diperoleh dari :
Bt2 = BO2 - Bi2 , dimana Bi = FWHM
Untuk harga Bt , Bo dan Bi diubah dari degree ( O ) ke radian dengan
rumus :
Radian = ( Degree ( O ) / 180 ) x П
Dimana : П = 3,14159
Dari persamaan tersebut maka :
Tabel 6. Hasil Perhitungan
No 2 θ Sin θ FWHM= B i ( rad ) x 10-3
Bo
(rad)x10-3
Bt2 = Bo2 – Bi
2 ( rad )x 10-3
Bt.Cos θ x 10-3
1 30,815 0,266 9,677 14,661 121,282 10,6170
2 15,275 0,133 7,444 10,821 61,681 7,7840
3 39,027 0,334 7,846 14,312 143,277 11,2824
Dari harga Sin θ dan Bt.Cos θ hasil perhitungan kemudian diplot dalam
grafik sehingga diperoleh persamaan :
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
98
Ultrasonik 16 mnt, Ethanol Absolut
y = 17.934x + 5.515R2 = 0.9917
0
2
4
6
8
10
12
14
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4
Sin Theta
Bt.
Co
s T
het
a x
10-3
Gambar 15. grafik Plot Bt.Cos θ dengan Sin θ
Dari grafik diperoleh harga Slope = 17,934 dan intercept = 5.515 x 10-3
3. Memasukkan harga L ( ukuran Kristal )
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa :
Intercept = ( κ . λ ) / L
Dimana :
κ = 1,0 ( konstanta ) , λ = Panjang Gelombang sinar X = 0,154036 nm
Sehingga dapat diketahui diameter kristal ( L ) :
L = ( 1,0 x 0,154036 ) / 5,515 x 10-3
L = 28 nm
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
99
2. Sampel diproses ultrasonik 16 menit dengan media Ethylene Glycol Telah dilakukan pengujian produk hasil ultrasonik 16 menit dengan media
ethylene glycol terhadap magnesium karbonat dengan menggunakan XRD.
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengukur diameter kristal dari partikel
magnesium karbonat. Adapun proses pengukuran adalah sebagai berikut :
4. Hasil analisis XRD
Hasil analisa XRD pada bahan baku magnesium karbonat sebelum
dilakukan proses ultrasonik adalah sebagai berikut :
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
20 30 40 50 60 70 802 Theta
Inte
nsi
tas
Gambar 16. Peak hasil analisa XRD
Dari hasil analisis XRD diperoleh tiga peak yang menonjol :
Tabel 7. Tiga Peak yang menonjol
No. Peak Intensitas Sudut 2 θ ( deg ) FWHM ( deg )
3 834 42.733 1.114
5 404 62.042 1.197
7 79 78.263 1.113
Dari tiga peak yang menonjol tersebut diperoleh data sudut 2 θ yaitu
42,733, 62,043 dan 78,263. Dari ketiga sudut tersebut kemudian diukur
lebar paling bawah ( kaki dari peak ) diperoleh data BO . Adapun untuk
mengukur lebar dasar peak dilakukan dengan membuat grafik disekitar
puncak dengan merubah data grafik Microsoft exel sebagai berikut :
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
100
Gambar 17. Puncak pertama sampel ultrasonik 16 menit dengan media
ethylene glycol
Puncak Pertama : BO = 43,62 - 41,84 = 1,78
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
101
Gambar 18. Puncak kedua sampel ultrasonik 16 menit dengan media
ethylene glycol
Puncak Kedua : BO = 63.12 - 60.94 = 2,18
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
102
Gambar 19. Puncak ketiga sampel ultrasonik 16 menit dengan media
ethylene glycol
Puncak Ketiga : BO = 79,52 - 77,10 = 2,42
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
103
5. Menentukan harga Slope dan Intercept
Setelah diperoleh harga dari FWHM dan BO dari hasil perhitungan grafik
dan dari data XRD maka dilakukan penentuan besaran slope dan intercept
melalui persamaan garis lurus. Adapun persamaan garis lurus berdasarkan
studi literatur adalah :
Dari rumus tersebut diperlukan data Bt dimana data Bt diperoleh dari :
Bt2 = BO2 - Bi2 , dimana Bi = FWHM
Untuk harga Bt , Bo dan Bi diubah dari degree ( O ) ke radian dengan
rumus :
Radian = ( Degree ( O ) / 180 ) x П
Dimana : П = 3,14159
Dari persamaan tersebut maka :
Tabel 8 Hasil Perhitungan
No 2 θ Sin θ FWHM= B i ( rad ) x 10-3
Bo
(rad)x10-3
Bt2 = Bo2 – Bi
2 ( rad )x 10-3
Bt.Cos θ x 10-3
1 42,733 0,364 19,4358 31,061 587,035 22,564
2 62,042 0,515 20.8824 38,048 1.011.583 27,257
3 78,263 0,631 19,427 42,237 1.406,555 29,092
Dari harga Sin θ dan Bt.Cos θ hasil perhitungan kemudian diplot dalam
grafik sehingga diperoleh persamaan :
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012
Universitas Indonesia
104
Ultrasonik 16 mnt, Ethylene Glycol
y = 24.795x + 13.819
R2 = 0.9707
0
5
10
15
20
25
30
35
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
2 Theta
Inte
nsi
tas
Gambar 20. grafik Plot Bt.Cos θ dengan Sin θ
Dari grafik diperoleh harga Slope = 24.795 dan intercept = 13.819 x 10-3
6. Memasukkan harga L ( ukuran Kristal )
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa :
Intercept = ( κ . λ ) / L
Dimana :
κ = 1,0 ( konstanta ) , λ = Panjang Gelombang sinar X = 0,154036
Sehingga dapat diketahui diameter kristal ( L ) :
L = ( 1,0 x 0,154036 ) / 13.819 x 10-3
L = 11 nm
Pembuatan nano..., Eko Sulistiyono, Program Studi Ilmu Material, 2012