pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas

17
Memfasilitasi Kemitraan yang Layak dalam Pengelolaan Hutan Komunitas di Kamerun 29 BAB 2 MEMFASILITASI KEMITRAAN YANG LAYAK DALAM PENGELOLAAN HUTAN KOMUNITAS DI KAMERUN: Kasus Kawasan Hutan Pegunungan Kilum-Ijim Christian A. Asanga

Upload: others

Post on 21-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas

Memfasilitasi Kemitraan yang Layak dalamPengelolaan Hutan Komunitas di Kamerun 29

BBAABB 22

MMEEMMFFAASSIILLIITTAASSII KKEEMMIITTRRAAAANN YYAANNGGLLAAYYAAKK DDAALLAAMM PPEENNGGEELLOOLLAAAANNHHUUTTAANN KKOOMMUUNNIITTAASS DDII KKAAMMEERRUUNN::Kasus Kawasan Hutan Pegunungan Kilum-Ijim

Christian A. Asanga

Page 2: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas

Memfasilitasi Kemitraan yang Layak dalam Pengelolaan Hutan Komunitas di Kamerun 31

MMEEMMFFAASSIILLIITTAASSII KKEEMMIITTRRAAAANN YYAANNGG LLAAYYAAKKDDAALLAAMM PPEENNGGEELLOOLLAAAANN HHUUTTAANN KKOOMMUUNNIITTAASS

DDII KKAAMMEERRUUNNKasus Kawasan Hutan Pegunungan Kilum-Ijim

Christian A. Asanga

AbstrakUkuran-ukuran konservasi hutan konvensional di Kamerun

kurang berhasil dalam melindungi hutan, sebagian besar karenakurangnya keterlibatan masyarakat. BirdLife Internasional, sebuahkemitraan dari organisasi-organisasi konservasi, mulai ber -konsultasi dengan anggota masyarakat lokal dalam membuat batashutan pada tahun 1987. Bab ini menggambarkan riset aksi partisipatifyang sedang berlangsung yang dilakukan oleh BirdlLifeInternasional sebagai fasilitator dari proyek pengelolaan hutankolaboratif yang melibatkan masyarakat lokal, otoritas tradisionaldan pemerintah. Bab ini menyajikan pelajaran yang diambil darimetode-metode dan tantangan dalam melibatkan semua stakehold-er, membangun kepercayaan dan berkomunikasi dengan semuapihak yang terlibat, memfasilitasi aksi bersama, mengelola danmenyelesaikan konflik, dan menemukan titik-temu antara tujuankonservasi dan tujuan pemanfaatan sumberdaya lokal. Disimpulkan

Christian A. Asanga30

Page 3: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas

Memfasilitasi Kemitraan yang Layak dalam Pengelolaan Hutan Komunitas di Kamerun 33

di sekitar hutan untuk mengembangkan pengelolaan hutan rakyat.Proyek itu mengembangkan kerangka kerja konseptual yangdidasarkan pada intervensi community forestry di Nepal, yang di -lihat sangat berhasil dan relevan dengan keadaan Kamerun. Stafproyek mempertajam pendekatan yang digunakan oleh proyek-proyek donor bilateral, seperti Proyek Community Forestry Nepal-Australia melalui penggunaan perencanaan dan refleksi internalmereka sendiri. Elemen-elemen kunci dari kerangka kerja iniadalah: (i) kemitraan tiga jalan kelembagaan di antara otoritas adat,masyarakat lokal dan pemerintah, dengan proyek bertindak seba-gai fasilitator atau katalis untuk kolaborasi dan (ii) adanya kebijak -an yang mendukung melalui peraturan kehutanan yang barumengijinkan devolusi otoritas pengelolaan dari pemerintah pusat kemasyarakat lokal.

Dalam bab ini, saya menyajikan beberapa pelajaran yangdipelajari dari pengalaman praktis dengan pengelolaan hutansecara kolaboratif melalui proyek Hutan Kilum-Ijim. Saya mengka-ji metode-metode, situasi dan kejadian-kejadian dalam proyek yangmemampukan kita untuk menarik kesimpulan tentang proses pem-belajaran dalam pengelolaan sumberdaya. Kesimpulan ini me -nunjukkan arah untuk tata pengurusan dan prosedur pengelolaanyang baru yang mungkin bermanfaat di daerah lain di Kamerundan seluruh dunia. Tulisan ini menunjukkan bahwa pencapaiantujuan internasional untuk konservasi keanekaragaman hayati dantujuan lokal untuk pemanfaatan sumberdaya hutan secara ber -kelanjutan dimungkinkan jika ada langkah-langkah yang benar.Saya menyimpulkan bahwa ada penerimaan yang berkembangakan perlunya partispasi masyarakat dalam pengelolaan hutan danbahwa pendekatan kolaboratif yang berakar pada proses pem -be lajar an sosial yang adaptif menawarkan cara-cara untuk menca-pai ini, untuk manfaat konservasi keanekaragaman hayati diKamerun.

Informasi dalam bab ini diperoleh dari pengalaman saya sendiriyang bekerja dalam Proyek Hutan Kilum-Ijim, yang memiliki peransangat penting dalam tim yang melaksanakan proses-proses yangdigambarkan tersebut sejak tahun 1993.

Christian A. Asanga32

bahwa ada penerimaan yang terus berkembang akan kebutuhanadanya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan danbahwa pendekatan kolaboratif berbasis proses pembelajaran sosialadaptif menawarkan cara-cara untuk mencapai hal ini.

PENDAHULUANKebutuhan akan keterlibatan yang lebih besar dari masyarakat

lokal dalam pengelolaan hutan semakin diakui di Kamerun. Selamadekade ini, telah tumbuh minat dan kepentingan dari negara ini padapartisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam untukkonservasi keanekaragaman hayati. Umumnya diakui bahwa ukuran-ukuran perlindungan konvensional seperti membuat cagar alam atauhutan lindung dan pengontrolan kurang berhasil dan bahwa satufaktor utama dari kegagalan ini adalah kurangnya keterlibatanmasyarakat.

Pengakuan adanya kebutuhan untuk melibatkan masyarakatlokal telah tumbuh dari kesadaran bahwa konservasi sumberdayaalam tidak dapat berlangsung dalam isolasi pembangunanekonominya, khususnya jika masyarakat tergantung pada hutantersebut untuk mata pencaharian mereka. Fisher (1995:2) me -nyatakan bahwa ‘pendekatan kolaboratif pada pengelolaan hutanmemiliki keuntungan yang jelas dalam potensinya untuk mem-berikan manfaat bagi masyarakat lokal yang diganti dengan biayakonservasi. Mereka memenuhi ini dengan memberikan akses padaproduk hutan, atau perolehan pendapatan. Pada saat yang sama,mereka memiliki untuk berkontribusi pada konservasi’. Kawasanhutan pegunungan Kilum-Ijim di Kamerun merupakan contohlokasi di mana masyarakat lokal sangat tergantung pada hutanuntuk kesejahteraan mereka dan mewakili salah satu lokasi pertamadi Kamerun di mana telah dilakukan upaya-upaya untuk mencapaitujuan konservasi dan pemanfaatan oleh masyarakat melalui pe -ngelolaan hutan secara kolaboratif.

Sejak dibentuk pada tahun 1987, proyek tersebut memfasilitasipartisipasi masyarakat dalam konservasi hutan dengan serangkai -an pertemuan konsultatif dan dialog-dialog informal. Menjelangawal 1994 proyek itu telah mewakili kerja sama dengan masyarakat

Page 4: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas

Memfasilitasi Kemitraan yang Layak dalam Pengelolaan Hutan Komunitas di Kamerun 35

LATAR BELAKANGProyek Hutan Kilum-Ijim merupakan inisiatif dari BirdLife

Internasional dan Pemerintah Kamerun melalui KementrianLingkungan Hidup dan Kehutanan (MINEF). BirdLife Internasionalmerupakan kemitraan internasional dari organisasi-organisasikonservasi yang berbasis di Inggris, yang berfokus pada burungsebagai indikator dari kesehatan ekosistem. Kementrian LingkunganHidup dan Kehutanan Kamerun bertugas untuk merumuskankebijak an yang mengatur pengelolaan sumberdaya hutan, kehidup -an liar dan perikanan negara itu, dan juga aspek-aspek lain dari pe -ngelolaan lingkungan hidup.

Kawasan Gunung Kilum dan Ijim Ridge merupakan bagian dariWestern Highlands Kamerun yang biasanya disebut sebagai DataranTinggi Bamenda. Kawasan Kilum (juga dikenal dengan Gunung Oku)terletak di bagian Administratif Bui di Propinsi North West. KawasanIjim membentang ke Northwest dari Gunung Oku, mulai dari sisibarat danau Oku hingga Kom di bagian Boyo. Hutan pegununganKilum-Ijim yang berdekatan (yang sekarang dikenal sebagai HutanKilum-Ijim) terletak di antara garis lintang antara 6°07’ dan 6°17’arah utara dan garis bujur antara 10°20’ dan 10°357’ arah timur(lihat Gambar 2.1).

Kawasan hutan ini membentuk ekosistem hampir punah yangmasih tersisa, yang penting secara global dalam konservasi. Luastotal kawasan yang tersisa kira-kira 20,000 hektar. Flora faunanyasangat unik. Kaya dengan Podocarpus dan bambu (Arundinariaalpina), hutan tersebut mirip dengan dataran tinggi di Afrika Timur.Limabelas spesies burung gunung yang endemik di Kamerun di -temukan di hutan Kilum-Ijim ini, dan untuk dua spesies diantaranya – Turaca Bannerman (Tauraco bannermanni) dan BandedWattle-eye (Platysteria laticincta), kawasan hutan ini dengan pastimemberikan peluang terakhirnya untuk keberlanjutannya (Collardan Stewart, 1985). Juga ada spesies atau subspesies endemik dariamfibi, reptil dan mamalia serta sejumlah besar tanaman endemikdan hampir endemik.

Kawasan hutan tersebut sangat penting bagi populasi lokal.Data penilaian secara cepat oleh proyek menunjukkan bahwa lebih

Christian A. Asanga34

Gambar 2.1Kawasan hutan Kilum-Ijim, Propinsi North West, Kamerun

Page 5: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas

Memfasilitasi Kemitraan yang Layak dalam Pengelolaan Hutan Komunitas di Kamerun 37

dan dipegang hingga sekarang. Kedua proyek tersebut menjadi satuproyek dengan dua lokasi di Kilum dan Ijim.

Meskipun masyarakat lokal memiliki alasan kuat untuk me -melihara hutan tersebut, kekurangan bahan pertanian dan faktor-faktor ekonomi dan sosial lain menyebabkan adanya tekanan untukmengkonversi hutan tersebut sebagai tanah-tanah pertanian atauuntuk mengeksploitasi berlebihan dengan cara lain. Dalam konteksini, satu-satunya strategi yang praktis dan layak yang bisa me -lindungi hutan tersebut adalah dengan bekerja sama bersamamasyarakat lokal yang menganggap kawasan hutan tersebut sebagaimilik mereka. Agar berhasil, setiap strategi untuk konservasi hutanharus melihat masyarakat lokal sebagai pengelola garis depan danmengijinkan mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka dari hutantersebut.

Pada tahun 1994 peraturan kehutanan yang baru memberikanpeluang pada masyarakat lokal untuk melakukan hal ini melaluipengembangan hutan rakyat. Proyek tersebut dengan segera bekerjabersama masyarakat di sekitar hutan untuk membangun hutan rakyat.Kawasan Kilum-Ijim menyajikan suatu kasus uji yang menjanjikandengan masyarakat yang telah menggunakan praktek-praktek adatuntuk mengelola hutan tersebut (Nurse et al.1994). Diperkirakanbahwa, pada akhirnya, hutan Kilum-Ijim akan menjadi serangkaianhutan rakyat yang dikelola oleh masyarakat sekitarnya.

Menurut perundangan yang baru tersebut, hutan rakyat‘merupa kan kawasan hutan yang dicakup oleh kesepakatanpengelola an antara masyarakat desa dan Administrasi Kehutanan.Pengelolaan hutan ini merupakan tanggungjawab dari masyarakatdesa yang bersangkutan, dengan batuan teknis dari AdministrasiKehutanan (Pasal 3 [16] Surat Keputusan tentang Aplikasi, 1995).‘Hasil hutan yang dihasilkan oleh pengelolaan hutan rakyat tersebutmenjadi milik masyarakat desa yang bersangkutan (Bagian 37 [5]dari perundangan tersebut, 1994).

Kebijakan tersebut mensyaratkan negosiasi tentang rencanapengelolaan hutan tertulis dengan lembaga masyarakat yang ber -tanggung jawab. Di Propinsi North West Kamerun, Fon (penguasalokal dari kelompok adat atau fondom) dan Kwifon (Dewan Tetua

Christian A. Asanga36

dari 200,000 orang tergantung pada hutan tersebut, pertama sebagaisumber air, kayu bakar, bahan bangunan dan kerajinan, madu,tanaman obat, kayu ukiran, pakan, dan produk-produk lain dankedua karena peran dan nilainya dalam tradisi dan budaya lokal.Beberapa kelompok etnis menggunakan hutan tersebut: masyarakatOku dan Nso di bagian Kilum dan masyarakat Kom di bagian Ijim.

Ada banyak ancaman terhadap konservasi kawasan tersebut.Antara tahun 1963-1987 lebih dari 50% hutan ini rusak, sebagianbesar karena kebakaran hutan dan tebang habis untuk pertanian.Diperkirakan bahwa lebih dari 80% tegakan Prunus africana darikawasan hutan itu hilang karena penebangan yang destruktif,sebagian besar oleh penebang liar. Spesies pohon ini dieksploitasisecara komersial karena khasiat obatnya. Kulit pohon tersebutmemiliki kompleks senyawa yang digunakan dalam pengobatanpenyakit kelenjar prostat.

Pemerintah Kamerun telah lama mengakui kebutuhan untukmelestarikan hutan ini. Kementerian Lingkungan Hidup danKehutanan telah berupaya – pertama pada tahun 1963 dan terakhirpada pertengahan 1970-an – untuk membatasi perambahan dengancara menandai batas dengan maksud untuk mengukuhkannya sebagaikawasan hutan negara, namun ancaman terhadap hutan tersebutterus berlanjut. Oleh karena itu, pada tahun 1987 BirdLifeInternasional memulai proyek Hutan gunung Kilum itu, dengan kantorpusat di Elak-Oku. Prioritas pertamanya adalah untuk mengaturbatas efektif melalui kesepakatan dengan masyarakat lokal dan pejabatyang berwenang. Proses tersebut tidak sepenuhnya partisipatif,namun kerusakan hutan semakin buruk sehingga anggota proyekmerasa harus ada tindakan segera. Ada konsultasi dan tingkatpartisipasi melalui komisi yang terdiri dari perwakilan pejabat desadan pemerintah, dan juga anggota masyarakat dan staf proyek.Perbatasan tersebut disepakati pada tahun 1991 dan sejak itu di -hormati oleh sebagian besar masyarakat. Tanpa tindakan ini,mungkin tidak akan ada hutan tersebut sekarang ini. Pada tahun1992, proyek yang sama dimulai di Ijim dengan tujuan yang samauntuk menyepakati batas untuk mengukuhkan semua kawasanhutan di situ sebagai hutan negara. Batas inipun telah disepakati

Page 6: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas

Memfasilitasi Kemitraan yang Layak dalam Pengelolaan Hutan Komunitas di Kamerun 39

empat fase diidentifikasi sebagai syarat penting dalam prosespengembangan pengelolaan hutan rakyat: investigasi, negosiasi,pelaksanaan dan monitoring/review. Proyek ini ingin mendukung,menginisiasi dan menfasilitasi proses perubahan yang kontinumelalui pembelajaran dan aksi melalui fase-fase ini. Apa yang dipela-jari pada setiap tahap menjadi input bagi siklus proyek tersebut.Ketelitian dalam dokumentasi akan semakin mempermudah pem-belajaran. Pengaturan Pengelolaan Sementara

Pada prakteknya tahap-tahap yang digambarkan di atas seringtumpang-tindih satu sama lain dan demikian juga kegiatan sudahdimulai sebelum perundangan tentang community forestry ditetap-kan. Sebagai contoh, pelarangan pembakaran, pertanian danpenggembalaan dalam hutan telah disepakati sebelum tahun 1994.Aksi-aksi ini memberikan kontrol sementara sebelum masyarakatdapat menformalkan secara hukum kawasan hutan tersebut sebagaihutan rakyat. Kelemahan dari aksi-aksi tadi adalah bahwa keputus -an tersebut tidak selalu partisipatif, dan hal ini mungkin akan mem-pengaruhi hasil berikutnya. Dalam fase sementara ini, sebelumpeng akuan resmi atas hutan rakyat diterima, masyarakat sangatbertanggungjawab terhadap pengelolaan hutan dengan dukungandari pejabat MINEF lokal. Hal ini meliputi pencegahan kebakarandan pemadaman kebakaran (Gambar 2.2), kewaspadaan terhadapeksploitasi sumberdaya hutan secara liar seperti kulit pohon Prunusafricana dan penanaman pohon penanda pada batas hutan.Pengurus adat menangani kasus-kasus kecil seperti perambahanhutan. Dengan demikian ada sistem pengelolaan sementara yang di -sepakati pada saat ini.

Fase investigasiSebagian besar pengalaman proyek berhubungan dengan fase

investigasi, yang menggunakan berbagai alat penilaian cepatpartisipatif (Gambar 2.3). Kegiatan investigasi telah berlangsungsejak awal proses community forestry pada tahun 1994 dan selesaidilakukan di semua kecuali satu masyarakat di sekitar kawasanproyek. Pada satu masyarakat di sini (Djichami di bagian Ijim), ada

Christian A. Asanga38

Fon) memiliki pengawasan tradisional atas hutan dan kepemilikan1

secara de facto. Pada prakteknya, oleh karena itu, pengelolaan hutanrakyat pada kawasan Kilum-Ijim dimungkinkan melalui dukungankemitraan tiga jalan institusi di antara pejabat adat (diwakili olehFon, Kwifon dan kepala desa), masyarakat lokal (diwakili oleh kelompokpengguna di Kilum dan komite pengelolaan di ijim) dan pemerintah(melalui MINEF).

Pejabat adat memiliki peran untuk mengkoordinasikankegiatan kelompok pengguna dan untuk menyelesaikan konflikantara kelompok pengguna atau anggota dari kelompok penggunayang sama. Peran koordinasi dan resolusi konflik tersebut jugadimainkan oleh pemerintah. Peran kunci lainnya dari pemerintahadalah menciptakan lingkungan kebijakan yang mendukung untuk

community forestry melalui perun-dangan dan bantuan teknis. Peranproyek adalah sebagai fasilitatoratau katalis.

Proyek TersebutProyek tersebut menggu-

nakan riset aksi partisipatif (PAR)pada semua tahap intervensi. Risetaksi merupakan proses perpaduanpenelitian dengan aksi melaluiproses siklis secara sadar dansengaja untuk mengamati, mere-fleksikan, merencanakan danbertindak (Jakson 1993). ‘Risetaksi memberikan jalan bekerjayang menghubungkan teori danpraktek menjadi satu kesatuan: idedalam aksi’ (Kemmis danMcTaggart 1998:1). Di Kilum-Ijim,

1) Setiap kelompok etnik tersusun atas desa-desa yang dikelola oleh kepala desa dan dewan desa.Kedua pejabat ini melaporkan pada Fon dan Kwifon. Sebagian besar kepala desa merupakananggota Kwifon.

Gambar 2.2. Anggota masyarakat darisalah satu desa yang dekat denganhutan (Simonkoh) sedang melaksana -kan penelusuran api di sepanjang batashutan mereka. Mereka melakukan inidengan menebang habis luasan 4meter antara batas hutan dan pertanianuntuk mencegah masuknya api kedalam kawasan hutan.

Page 7: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas

Memfasilitasi Kemitraan yang Layak dalam Pengelolaan Hutan Komunitas di Kamerun 41

Fase negosiasiFase negosiasi belakangan ini telah dimulai di semua masyarakat

kecuali satu masyarakat tersebut di atas. Fase ini telah dilaksanakanmenurut kerangka uji coba fase negosiasi yang dikembangkan olehproyek pada awal 1998 sejalan dengan peraturan kehutanan baru(1994) bersama dengan penerapan surat keputusannya (1995) danmanual prosedur pengelolaan hutan rakyat (1998). Manual tersebuttelah diuji di masyarakat dan dimodifikasi seperlunya. Kerangka kerjatersebut melibatkan pengembangan entitas hukum untuk pengelolaanhutan dan pembuatan batas pada perbatasan kawasan hutan.Inventarisasi dan rencana pengelolaan sedang dinegosiasikan sebagaibagian dari proses penerapan pada masyarakat. Rencana tersebutakan mempertimbangkan sistem pengelolaan adat dan bertujuanuntuk memenuhi tujuan konservasi dan pemanfaatan.

Pada bulan Mei 1998 proyek tersebut memfinalisasi dokumentujuan konservasinya untuk Hutan Kilum-Ijim. Dokumen tersebutberfungsi sebagai satu set pedoman, yang menyoroti kondisi yangdiharapkan dari habitat dan spesies dalam kawasan hutan yangdiukur dengan tingkat, kualitas dan jumlah (Maisels et al 1998).Tujuan konservasi secara luas adalah sebagai berikut: (i) tingkat dankualitas habitat pegunungan, di mana hutan Kilum-Ijim merupakankawasan dengan kepentingan konservasi yang luar biasa, di -tingkatkan atau dipertahankan; (ii) spesies kunci yang penting untukproses-proses ekologi dalam tiap habitat seperti regenerasi hutan danjaringan pangan, dipertahankan; (iii) populasi spesies yang jarangpada hutan Kilum-Ijim dipertahankan, dan jika layak, ditingkatkandaya dukungnya jika diketahui. Proyek tersebut memfasilitasinegosiasi rencana pengelolaan untuk menjaga tujuan konservasisekaligus memenuhi keinginan masyarakat lokal. Bukti menunjuk -kan bahwa ada cukup banyak tumpang tindih antara tujuan konser-vasi dan penggunaan oleh mayarakat yang sebenarnya dapatdipenuhi jika diselenggarakan secara teliti (lihat Kotak 2.1). Negosiasiitu sangat penting terhadap proses tersebut.

Pelaksanaan kerangka kerja negosiasi telah mencapai tahapyang berbeda dalam masyarakat yang berbeda. Setelah tahun lalu,kegiatan difokuskan pada penyusunan entitas hukum dan penanda -

Christian A. Asanga40

perselisihan mengenai kepemimpinan internal yang membuat segalapekerjaan yang berkenaan dengan masyarakat menjadi sulit. Jadi,total ada 40 desa yang dekat dengan hutan terlibat dalam proyektersebut. Laporan dibuat bersama dengan penduduk desa dan infor-masi dikumpulkan mengenai pola-pola pemanfaatan dan aturanakses serta hak guna, demikian juga mengenai kebutuhan dan per-masalahan dari kelompok kepentingan yang memanfaatkan hutantersebut. Pada tahap ini, di Kilum kelompok pengguna hutan di -identifikasi sebagai lembaga yang layak secara lokal sementaralembaga yang diakui di Ijim adalah komite2 pengelolaan hutan.

Gambar 2.3 Latihan timeline sedang diselenggarakan dengan para laki-laki dimasyarakat Mboh

2) Di Kilum masyarakat tradisional memiliki hubungan lebih dekat daripada masyarakat di Ijim,dengan menggunakan hutan untuk tujuan-tujuan seperti pemeliharaan lebah madu, penje-bakan tikus, penebangan kayu untuk ukiran dan pengumpulan tanaman obat, sehingga kelom-pok pengguna dengan mudah teridentifikasi. Penggunaan secara adat seperti ini tidak biasa diIjim, sehingga ketika mereka merangkul pengelolaan hutan rakyat, mereka harus membentukkomite pengelolaan hutan yang terdiri dari anggota dari semua sektor di masyarakat.

Page 8: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas

Christian A. Asanga42 Memfasilitasi Kemitraan yang Layak dalam Pengelolaan Hutan Komunitas di Kamerun 43

an perbatasan hutan rakyat. Juga ada beberapa kemajuan dalammembahas aturan-aturan untuk pengelolaan hutan.

Pembentukan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Mengikuti nasihat dari unit community forestry pada MINEF,

proyek telah menyarankan pada masyarakat untuk membentukKelompok Inisiatif Bersama (CIGs). Kelompok ini dapat dibentuk olehsatu atau lebih kelompok pengguna atau komite pengelolaan.Kelompok pengguna hutan yang paling maju di kawasan proyektersebut adalah kelompok Bihkov, yang membawa pengguna hutandari enam desa yang terletak pada bagian tenggara Gunung Kilumuntuk mengelola satu kawasan hutan. Masyarakat lain dan kelompokpenggunanya telah mengikuti contoh dari Bihkov dan berupayauntuk membentuk kelembagaan pengelolaan hutan di banyak desa.Bergabung bersama untuk membuat satu kawasan hutan rakyatdaripada mengelola kawasan kecil-kecil secara individu membuatpengelolaan hutan menjadi lebih mudah dan mengurangi biayaoperasional untuk hukum dan birokrat yang terjadi dalampengembang an hutan rakyat. Tujuh lembaga telah dibentuk dibagian Kilum, yang mewakili total 22 desa yang meliputi seluruhhutan Kilum. Lembaga pengelolaan hutan juga telah dibentuk disemua desa kecuali dua masyarakat yang tinggal di dekat kawasanhutan Ijim. Beberapa lembaga tersebut memiliki badan hukum danterdaftar pada pemerintah sementara yang lain masih dalam tahapawal pengorganisasian seperti kampanye untuk keanggotaan ataumerancang aturan-aturan untuk perkumpulan itu.

Menandai Perbatasan Hutan RakyatNegosiasi dan penandaan batas untuk hutan rakyat secara

individual merupakan bagian yang penting dalam fase negosiasi.Batas pengelolaan hutan rakyat antara sejumlah masyarakat telahdiselesaikan setelah beberapa kali ada kunjungan silang. AdaDelegasi Divisi dari kantor MINEF yang hadir selama pembuatanbatas. Di setiap batas, dia mengecat batas pada titik yang disepakatioleh dua masyarakat.

Kotak 2.1

Bukti praktis dari tumpang tindih antara tujuan penggunaan oleh masyarakat dan tujuan konservasi

pada kawasan Kilum-Ijim

Tujuan Proyek: Proses-proses keanekaragaman hayati, besarnya danekologi dari hutan Kilum-Ijim dipertahankan dan hutan tersebut digunakan secaralestari oleh masyarakat lokal.

Contoh 1. Pemeliharaan lebah madu. Terdapat banyak pemeliharalebah di kawasan yang secara tradisional telah menggunakan hutan Kilum untukmenempatkan ribuan sarang lebah madu. Mereka tergantung pada hutan yangsehat dan kaya akan nektar yang diproduksi oleh berbagai pohon dan tanamanlain. Hal ini secara jelas memenuhi tujuan proyek tersebut untuk konservasi. Jikasemua luas habitat gunung itu dipertahankan atau ditingkatkan dan daftar tana-man meliputi semua tanaman yang menjadi ciri/karakter habitat itu, kondisinyamenjadi ideal untuk memelihara lebah madu. Lebah sebagai penyerbuk jugaberkontribusi secara positif pada proses-proses ekologi dari hutan Kilum-Ijim.Para pemelihara lebah madu itu biasanya orang-orang pemadam kebakaran yangkuat karena mereka tidak saja peduli dengan kesehatan hutan namun juga pedulidengan keamanan sarang lebah madu mereka.

Contoh 2. Penjebakan tikus: Perdagangan ini terlihat tergantung padakeberadaan tutupan hutan, tanpa ada kegiatan penggembalaan atau pertanianyang jelas tidak sesuai dengan perkembangbiakan tikus. Tutupan hutan mungkintidak perlu sebagus dalam Contoh 1 karena dengan hutan rusak dan tutupanbawah yang tebal pun masih bisa mendukung kegiatan ini. Namun titik awalnyadi sini adalah bahwa tutupan hutan telah dihabiskan untuk pertanian ataupenggembalaan. Pemeliharaan habitat hutan gunung ini sebagaimana diwajibkanoleh tujuan konservasi secara jelas tumpang tindih dengan kegiatan ini.

Contoh 3. Kulit Prunus africana: Banyak anggota masyarakat merasaprihatin dengan hilangnya pohon Prunus africana dari hutan mereka. Yang terja-di dengan hilangnya pohon itu di luar kontrol mereka, karena pembeli danpenebang yang berijin berasal dari luar dan merusak sumberdaya tersebut, den-gan meninggalkan sedikit manfaat bagi masyarakat itu. Anggota masyarakatsekarang menyadari keuntungan finansial dalam melindungi pohon tersebut danmemanen kulitnya secara lestari. Mereka bahkan disiapkan untuk memasukkantanaman pengayaan dalam rencana pengelolaan mereka. Hal ini sesuai dengantujuan konservasi yang menyangkut pemeliharaan karakter khusus dari habitathutan gunung.

Contoh 4. Pengobatan tradisional: dukun tradisional di sekitar hutanmengumpulkan sedikit bahan-bahan dari tanaman dalam hutan. Pemanenannyatidak merusak karena mereka tergantung pada kelangsungan hidup tanaman-tanaman ini untuk perdagangannya. Pemeliharaan habitat hutan gunung alamiyang sehat konsisten dengan tujuan konservasi dan mendukung kelimpahantanaman obat.

Page 9: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas

Memfasilitasi Kemitraan yang Layak dalam Pengelolaan Hutan Komunitas di Kamerun 45

untuk membantu dunia luar tetap memperhatikan kondisi hutan itu.Kedua, masyarakat juga harus mampu memonitor kondisi hutanmereka, dan juga kondisi lembaga pengelolaan hutan mereka. Padasebuah lokakarya yang diselenggarakan pada bulan Pebruari 1999dengan staf proyek dan staf MINEF dari kawasan proyek, dihasilkanindikator-indikator untuk monitoring keadaan hutan dan keadaanlembaga pengelolaan hutan. Pada lokakarya berikutnya yang jugadihadiri oleh perwakilan pejabat adat, penerapan secara praktisindikator-indikator ini dibahas. Indikator-indikator ini akan diujidengan pelaksanaan rencana pengelolaan itu.

PELAJARAN YANG DIPELAJARI SELAMA INI MENGENAIPENGELOLA AN MULTI STAKEHOLDER dan PEMBELAJARANPROYEK

Pelaksanaan berbagai fase pada proses pengelolaan hutansecara kolaboratif di kawasan Kilum-Ijim telah menjadi proses pem-belajaran yang terus berlangsung. Aktor-aktor kunci dalampengelola an proyek seperti staff senior pengelolaan hutan rakyat danpengelola proyek bertemu secara berkala dan mensintesis pelajaranyang dipelajari itu. Lokakarya proyek juga diselenggarakan secaraberkala untuk mereview kemajuan dan membuat refleksi padametodologi. Pelajaran ini secara kontinyu menjadi input bagi siklusperencanaan proyek itu dan kegiatan lapangan disesuaikan.

Keterlibatan Semua StakeholderDalam lingkungan majemuk di mana proyek itu dilakukan,

proses pengelolaan kolaboratif adalah proses pengelolaan multistake-holder. Banyak penulis menegaskan pentingnya pendekatan multi-stakeholder dalam pengelolaan sumberdaya alam (misal Grimble etal. 1995, Ramirez 1999, DFID 1998). Grimble et al (1995) menggam-barkan langkah-langkah dan alat-alat dalam analisis stakeholder.Proyek Hutan Kilum-Ijim tidak melakukan analisis stakeholdersecara formal sebagaimana yang digambarkan oleh penulis-penulisini, namun datang dengan identifikasi stakeholder melalui pengalam -an di lapangan dan telah bekerja dengan mereka di sepanjang pros-es. Penggunaan riset aksi sebagai modus operandi proyek merangkul

Christian A. Asanga44

Aturan Umum Untuk Pengelolaan HutanPerkembangan yang signifikan dari fase negosiasi adalah adopsi

aturan-aturan umum dalam pemanfaatan hutan oleh perwakilan tigafondom (Oku, Kom dan Nso) di kawasan proyek. Proses itu dimulaidengan persiapan proposal proyek untuk aturan pemanfaatan hutanumum yang dinilai staf proyek sebagai hal penting untuk menjaminbahwa tujuan konservasi hutan tersebut dapat dipenuhi. Kemudianstaf proyek melanjutkan proses dengan menyelenggarakan dan mem-fasilitasi pertemuan tingkat fondom secara terpisah yang kemudianberakhir dengan satu pertemuan besar yang membawa ketiga fondomtersebut. Pada tiap fondom, pertemuan tersebut dihadiri oleh per-wakilan dari semua lembaga pengelola hutan, perwakilan pejabatadat dan staf MINEF untuk mengembangkan aturan pemanfaatanhutan bagi fondom tersebut. Proposal proyek tidak dipresentasikandalam pertemuan ini, namun digunakan oleh staf hanya sebagairujukan untuk menjamin bahwa tidak ada aspek penting yang tidakdidiskusikan. Khususnya, aturan yang dikembangkan dalam per -temuan-pertemuan ini biasanya mirip atau lebih kuat dari aturan-aturan yang dikembangkan oleh staf proyek. Pada pertemuanfondom, perwakilan dipilih untuk menghadiri pertemuan besar tigafondom yang akan menyepakati sejumlah aturan yang akan diterap-kan di seluruh kawasan hutan itu. Pertemuan dua hari ini luar biasaberhasil. Untuk pertama kalinya, perwakilan dari tiga fondomtersebut bertemu guna membahas bagaimana memelihara hutanitu. Konsensus dicapai untuk sejumlah aturan yang sekarang di kirimke pejabat adat dan MINEF untuk didukung. Aturan-aturan ini di -gunakan sebagai dasar bagi setiap rencana pengelolaan hutanrakyat, di mana aturan-aturan dan hal-hal tertentu yang bersifatlokal dapat dibuat.

Pengembangan Metodologi Fase ReviewBegitu masyarakat mulai melaksanakan rencana pengelolaan

hutan rakyat mereka, mereka perlu mengkaji ulang kemajuan secaraberkala. Pada proyek Hutan Kilum-Ijim, diperkenalkan dua metodekaji ulang. Pertama, program monitoring ekologi proyek diharapkantetap berlanjut melalui pengembangan dana awal, sebagai satu cara

Page 10: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas

Memfasilitasi Kemitraan yang Layak dalam Pengelolaan Hutan Komunitas di Kamerun 47

kepercayaan di antara para pihak. Proyek tersebut harus memfasili-tasi pengembangan kepercayaan di antara para para mitra. Ketikaproses pengelolaan hutan rakyat pertama dimulai di lokasi Ijim,misal nya, pejabat adat sangat enggan berhubungan dengan MINEF.Ketidakpercayaan antara pejabat adat dan pemerintah bukan dalammasalah bagaimana hutan akan dikelola, tetapi lebih banyak me -ngenai sejarah panjang interaksi antara keduanya dan lingkunganpolitik sekarang ini. Proyek konservasi memiliki sedikit pengaruhpada permasalahan tersebut. Namun, karena perundangankehutanan mensyaratkan keterlibatan MINEF dalam pengembanganhutan rakyat, ketidakpercayaan ini harus diatasi. Pertama, kwifon,mengusulkan ide upacara di mana pejabat adat, MINEF dan proyekakan menandatangani sebuah dokumen yang menyatakan tujuanmereka untuk bekerja menuju sistem pengelolaan hutan rakyat.Upacara ini diselenggarakan di istana Fon dan dalam hal inideklarasi tujuan pada publik dirasa cukup untuk mendorong pejabatadat mulai bekerja dengan MINEF.

Karena masalah utamanya lebih besar dari sekedar pengelolaansuatu kawasan hutan, tidak mengherankan untuk menemukanbahwa dampaknya pun di luar kegiatan pengembangan hutan rakyat dikawasan hutan Ijim. Sebagai contoh, Fon dari Kom telah mem-berikan gelar kehormatan pada delegasi MINEF dengan sebutan ‘Bo-Akuh’ (penjaga hutan) dan membuatnya sebagai anggota dari Kwifondan keduanya sekarang bekerja sama dalam berbagai hal, beberapaberhubungan dengan hutan dan beberapa hal lainnya tidak. Prosespengelolaan hutan rakyat dengan demikian merupakan salah satupengembangan masyarakat dalam arti luas dan bukan sekedar tentangpelestarian suatu kawasan hutan.

Memfasilitasi aksi bersama di antara para aktorProyek telah memfasilitasi aksi bersama di antara para aktor

dalam proses pengelolaan hutan kolaboratif. Sebagai contoh, sayafokus pada kegiatan kebakaran hutan. Selama musim kemarau,hutan Kilum-Ijim sangat rentan terhadap ancaman kebakaran.Saran-saran teknis yang diperoleh melalui pertemuan denganMINEF, pejabat adat dan masyarakat, dan kadang-kadang dalam

Christian A. Asanga46

pendekatan multistakeholder ini. ‘Riset aksi mengambil manfaat darisinergi antara stakeholder berikut: peneliti, pengguna dan pejabatlokal. Proses penelitian tersebut harus melibatkan semua kelompokstakeholder untuk menjamin bahwa semua pandangan didengar dankompromi, jika perlu, disepakati sebelum pelaksanaan (DFID1998:9).

Dalam proyek Hutan Kilum-Ijim, stakeholder yang terlibatadalah masyarakat lokal, pemerintah, pejabat adat dan masyarakatinternasional. Dalam memfasilitasi pengelolaan hutan yangkolaboratif, proyek tersebut harus mendukung hubungan dandiskusi antara para stakeholder tersebut. Hal ini tidak dilakukandengan mengundang para stakeholder itu bersama-sama dalam satuforum untuk mengambil keputusan mengenai pengelolaan. Di awal-awal proyek, sebuah forum untuk semua stakeholder pernah di -pertimbangkan, namun karena konteks sosial politik yang kompleksdan besarnya jumlah orang dengan kepentingan tertentu terhadaphutan, forum ini dinilai terlalu beresiko. Membawa begitu banyakstakeholder bersama-sama akan menyebabkan persaingankekuasaan dan konfrontasi fisik, dengan kecil kemungkinan untukmenyelesaikan permasalahan itu. Polarisasi seperti ini akanmerusak, bukannya membantu proses tersebut. Resiko lainnyaadalah kurangnya perwakilan yang efektif dari semua sektor. Namunproyek tersebut telah mengambil langkah dengan memfasilitasidiskusi dan aksi bersama di antara berbagai stakeholder dengan carayang terdesentralisasi. Proyek tersebut bertindak sebagai focal point.Staf proyek menemui beragam aktor secara terpisah dan aksi-aksimulai dilakukan. Berbagai masyarakat juga telah dikunjungi secaraterpisah dan dari waktu ke waktu kombinasi yang berbeda dari paraaktor tersebut dikumpulkan bersama-sama sebagaimana mestinya.Penjelasan berikut ini menggambarkan penggunaan praktis dari pen-dekatan yang terdesentralisasi dalam proyek untuk pengelolaan multistakeholder.

Membangun KepercayaanProyek ini mengakui bahwa salah satu faktor kunci dalam pe -

ngelolaan multistakeholder terletak pada pengembangan atmosfer

Page 11: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas

Memfasilitasi Kemitraan yang Layak dalam Pengelolaan Hutan Komunitas di Kamerun 49

dengan jelas dan dalam beberapa forum yang berbeda untuk me -ngurangi kemungkinan misinterpretasi. Agar berhasil dalam beberapapekerjaan penyuluhan, seseorang perlu jujur dan langsung danberhubungan dengan masyarakat dengan cara yang transparan. Jikaproses tersebut sangat politis, sebagaimana pengelolaan hutankomunitas cenderung mengarah ke sana, kebutuhan untuk jujur inibahkan lebih nyata dan resiko untuk tidak transparan bahkansemakin besar.

Satu contoh menggambarkan jenis masalah yang mungkintimbul. Ketika proses pengelolaan hutan rakyat di Kilum mulaitahun 1994, staf proyek memutuskan bahwa kepentingan peng -gembala yang memelihara ternak dalam hutan secara ilegal harusdipertimbangkan ketika menegosiasikan rencana pengelolaan hutan.Namun dirasakan bahwa para penggembala itu sendiri tidak harusdimasukkan dalam pengambil keputusan. Dapat diterima bahwadikeluarkannya satu kelompok kepentingan dari daftar stakeholder –meskipun itu stakeholder yang bertindak secara ilegal – tidak layak.Staf proyek lebih lanjut setuju untuk menginvestigasi kemungkinanmengijinkan akses legal terbatas untuk hewan ternak pada kawasanpadang rumput dalam hutan, yang termasuk dalam rencana pe -ngelolaan hutan. Sayangnya, kedua pertimbangan ini tampak mem-bingungkan masyarakat dan menyebabkan penggembala membawasemakin banyak ternak masuk ke hutan. Dengan kata lain, merekaberpikir, atau ingin berpikir bahwa mereka diundang untukmenggembala ke dalam hutan, sedangkan mereka sebenarnya diun-dang untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Satupelajar an di sini adalah, sangat penting untuk mengantisipasi bahwamasyarakat dapat menyalahartikan pesan, dan mungkin akanmemilih untuk menyalahartikan pesan ini, apalagi jika sangat sesuaidengan kepentingan mereka.

Ketika proses mulai di Kilum, informasi disampaikan kemasyarakat dalam bentuk pekerjaan investigasi, sementara di Ijimada fase informasi terpisah, plus informasi lanjutan sebelumpertemu an investigasi. Selama lokakarya itu, staf yang disebutkan diatas menyadari bahwa aspek ini mungkin telah terjadi begitu saja diKilum, dan paket informasi yang sangat spesial disiapkan dan

Christian A. Asanga48

pertemuan gabungan dengan berbagai kelompok masyarakat, sangatmempengaruhi kesepakatan semua untuk melakukan aksi bersamadalam melindungi hutan dari kebakaran. Di Ijim, MINEF dan pejabatadat bekerja sama mendorong masyarakat untuk melakukankegiatan. Di Kilum, pejabat adat dengan senang hati menggunakanjabatannya untuk melakukan kampanye kebakaran hutan di lapang -an dan di tingkat masyarakat. Frekuensi tingkat kebakaran dalamhutan secara drastis berkurang dan ketika terjadi pun, langsung bisadipadamkan.

Contoh lain sehubungan dengan eksploitasi ilegal dari kulitPrunus africana yang telah menimbulkan ancaman serius pada ke -sehatan hutan Kilum-Ijim. Di bagian Kilum, masyarakat merasatidak berdaya untuk melawan praktek-praktek korupsi dari beberapapejabat administrasi dan keyakinan mereka pada proses pengelolaankolaboratif hampir hilang sama sekali. Untuk mendorong adanyakeyakinan pada proses tersebut, Delegasi MINEF untuk Bui meng-gabungkan kekuatan bersama masyarakat untuk melawan praktek-praktek korupsi oleh pejabat administrasi ini. Dia memberikewenang an kepada masyarakat untuk melakukan penyitaan kulitPrunus dan menjaganya dalam pengawasan mereka. Dia juga bekerjasangat dekat dengan pejabat adat. Konsekuensinya masyarakatmendapatkan kembali kepercayaan pada MINEF. MINEF, pejabatadat dan masyarakat sekarang bekerja sama lebih dekat. Ketigapihak tersebut perlu membuat kolaborasi itu berhasil.

Komunikasi yang jelasDalam sebuah lokakarya proyek yang diselenggarakan pada

bulan Pebruari 1997, para peserta mengidentifikasi kebutuhan akaninformasi mengenai semua aspek pengelolaan hutan untuk meraihsemua aktor dalam masyarakat tersebut. Namun dalam situasi yangkompleks ini, tidak semua orang mendukung pengelolaan hutanrakyat. Terdapat bukti bahwa beberapa orang mencoba menyebab -kan kebingungan dalam masyarakat, baik dengan menciptakanrumor atau dengan menyalahartikan pesan. Setelah beberapa kasusdi mana banyak pernyataan diubah ketika disampaikan, sekarang inistaf sangat menghargai kebutuhan untuk menyatakan segala sesuatu

Page 12: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas

Memfasilitasi Kemitraan yang Layak dalam Pengelolaan Hutan Komunitas di Kamerun 51

luar kawasan hutan, namun menyortir kembali hingga memotongpohon lain, khususnya Schefflera abyssinica, yang paling disukaioleh pemelihara lebah madu. Nektar pohon tersebut memberikanmadu putih khusus yang sangat terkenal di negara itu dan sesung-guhnya para pemelihara lebah madu bangga karenanya. Oleh karenaitu, para pemelihara lebah tidak senang, dan mengeluh kepadaMINEF dan proyek mengenai kegiatan para pengukir kayu. StafMINEF memandang para pengukir ini sebagai beban dengan ancamanbesar pada hutan dan menghukum mereka dengan cara menyitaseluruh hasil ukirannya. Hal ini menimbulkan kecurigaan para peng -ukir kayu dan ketakutan terhadap MINEF dan bahkan proyek ini.

Akhirnya sangat sulit untuk mengadakan pertemuan denganpara pengukir kayu itu. Mereka tidak pernah hadir dalam pertemuankelompok pengguna hutan dan masyarakat. Upaya-upaya olehproyek untuk mengadakan pertemuan dengan mereka selalu gagal.Para pengukir kayu ketakutan bahwa jika mereka muncul dalampertemuan mereka akan ditangkap. Proyek tersebut kemudian tetapbekerja sama dengan MINEF untuk mengurangi rasa takut mereka.Undangan kemudian dikirim ke semua pengukir kayu di seluruhOku dan Delegasi MINEF mengirimkan pesan ke desa yang men-jamin bahwa mereka mengundang para pengukir kayu itu hanyauntuk pertemuan guna membahas masalah mereka dan mencarisolusinya. Pertemuan yang sukses diselenggarakan dengan parapengukir kayu dan diskusi yang sangat produktif bisa terjadi.Banyak pertemuan telah diselenggarakan dan metode-metode pe -ngelolaan sumberdaya yang bertanggungjawab juga dibahas. Merekasepakat untuk melakukan moratorium penebangan pohon Polysciasdari hutan dan bahkan memutuskan untuk membeli kayu dari pe -milik pribadi di luar kawasan hutan. Mereka sekarang bergabungdengan kelompok kepentingan dan kepentingan mereka dibahasbersama-sama dengan permasalahan lain. Banyak dari mereka telahmembangun persemaian pohon dan meminta bantuan dari proyektersebut. Sementara masalah penebangan pohon dalam hutan untukukiran belum seluruhnya berhenti, namun secara drastis sudahberkurang. Contoh ini memberikan gambaran yang jelas tentangaspek terpadu dari penyelesaian konflik, membangun kepercayaan

Christian A. Asanga50

dikirim kan ke kelompok-kelompok yang mewakili semua sektor darimasyarakat, pejabat adat dan pemerintah sekitar kawasan proyek.Maka dari itu, memang sangat penting untuk menjamin bahwasemua lokasi menerima informasi yang sama.

Pengelolaan dan Resolusi KonflikDi Kilum-Ijim, pasti ada konflik dan resolusinya juga dicari

selama ini. Dengan pengalaman menjadi sangat jelas bahwaidentifikasi dan resolusi konflik bukan merupakan kegiatansamping an yang harus dilakukan agar kembali pada proses utama.Bahkan kegiatan tersebut sangat penting terhadap proses itu sendiri.Pengalaman kami selama ini adalah bahwa proses maju terus secarasignifikan pada kondisi di mana kepentingan yang berbeda bertemudan perbedaan bisa diselesaikan. Satu konflik yang belum ter -pecahkan akan menyebabkan jalan buntuk di antara para kelompokdengan kepentingan yang berbeda, meskipun perbedaan tersebutsangat kecil dibandingkan dengan kesamaan yang mereka miliki.Menyelesaikan konflik berarti memindahkan kendala dan membukajalan untuk aksi yang dipandu oleh menyatunya berbagai kepenting -an. Lebih jauh, resolusi konflik sering memiliki implikasi di luardampak yang terlihat segera pada pengelolaan hutan komunitas,sehingga proses resolusi konflik menjadi proses pengembanganmasyarakat.

Konflik antara kelompok kepentinganHubungan antara pengukir kayu, pemelihara lebah madu dan

MINEF memberikan contoh bagus tentang konflik di antara kelompokkepentingan dan pengelolaannya. Pengukir kayu merupakan kelompokkepentingan yang paling signifikan di antara semua kelompok peng-guna di Oku. Mereka memproduksi ukiran berbagai obyek yangmeliputi topeng, patung dan mebel, yang mereka jual di dalam dandi luar Oku. Spesies pohon yang paling disukai untuk kegiatan ukirini adalah Polyscias fulva. Pohon ini dieksploitasi besar-besaranhingga pada satu kondisi di mana sangat sulit mencari pohon tersebutdengan diameter menengah dan besar di hutan Kilum. Beberapapengukir sekarang tergantung pada pembelian pohon Polyscias dari

Page 13: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas

Memfasilitasi Kemitraan yang Layak dalam Pengelolaan Hutan Komunitas di Kamerun 53

mampu menyepakati batas hutan yang mereka pikir tidak akan adahubungannya dengan batas adat. Dalam kasus ini, pengelolaankonflik bisa terjadi meskipun resolusi konflik belum diwujudkan.Sementara sangat penting untuk mengidentifikasi dan menyelesai -kan konflik dalam proses pengelolaan hutan rakyat, harus diakuibahwa tidak semua konflik dapat diselesaikan sebelum proses itubergerak maju. Suatu proyek harus mampu memfasilitasi kerja samaantara mitra yang berkonflik tanpa harus menyelesaikan konflik ke -duanya.

Konflik di luar NegosiasiContoh klasik dari sebuah konflik yang melewati batas dikelola

atau dinegosiasikan adalah penggembalaan liar di hutan Kilum.Sebagaimana telah didiskusikan, para penggembala memilih untuktidak bekerja sama dengan proyek ini. Mereka menunjukkan bahwameskipun diijinkan untuk memiliki akses terbatas pada kawasanhutan mereka tidak akan membatasi dirinya untuk kawasan itu.Bukannya menghadiri pertemuan kelompok pengguna hutan danmembahas pilihan-pilihan pengelolaan hutan dengan mereka, merekamemilih untuk tetap di luar dan tetap membawa banyak ternak kedalam hutan. Mereka bertanggungjawab terhadap kebakaran yangsering terjadi dan terhadap tebang habis jalur hutan menjadirumput. Meskipun kerja sama mereka kurang, selama bertahun-tahun proyek tersebut telah memfasilitasi pertemuan antara merekadan pemerintah dan juga dengan pejabat adat. Dalam semua per -temuan, aktivitas mereka yang ilegal sering dibahas dan merekadiberi kesempatan untuk memindahkan ternak mereka dari hutandan menjaganya di padang rumput alternatif di luar kawasan hutan.Program ternak dari proyek dan pejabat lokal dinas peternakan ber-janji membantu mereka untuk menyusun dan mengelola aktivitasmereka di luar kawasan hutan. Karena mereka pikir hutan merupakantempat termudah untuk ternak mereka menjelajah secara bebas,mereka menolak untuk bekerja sama dengan semua upaya untukmenegosiasikan kawasan penggembalaan alternatif dan sistem pe -ngelolaan ternak yang lebih baik dengan mereka. Satu-satunya pilih -an yang tertinggal adalah litigasi dan saat ini mereka sedang men-

Christian A. Asanga52

dan melibatkan stakeholder dalam proses pengelolaan hutan secarakolaboratif. Tidak akan pernah cukup untuk mengesampingkan satukelompok stakeholder setelah ada upaya untuk melibatkan mereka.Memberikan lebih banyak waktu dan usaha untuk membangunkepercayaan (khususnya jika ada ketidakpercayaan dalam waktuyang lama) akan menghasilkan keberhasilan dalam membawa stake-holder bersama-sama.

Munculnya konflik dan mengemukanya kembali konflik lama sela-ma fase negosiasi

Saat masyarakat menegosiasikan batas-batas pemanfaatanhutan dengan pemerintah dan batas pengelolaan hutan dengan yanglainnya, biasanya akan muncul konflik kepentingan. Selama nego -siasi tentang batas di Kilum, ketidaksepakatan antara duamasyarakat muncul yang menyebabkan penundaan latihan dua kalisebelum akhirnya benar-benar bisa selesai. Awalnya, DelegasiMINEF dan proyek tidak mengetahui asal- muasal ketidaksepakatanitu karena tidak satu pun masyarakat mengungkapkan masalahsebenarnya. Pada investigasi berikutnya, ditemukan bahwa keduamasyarakat tersebut telah lama memperhatikan jalur hutan yangkaya di atas gunung itu. Kemudian delegasi tersebut mampu meng -usulkan batas melalui pertengahan jalur di gunung yang diper -sengketakan itu, di mana kedua masyarakat tersebut akhirnyamenyetujuinya juga. Kasus ini menggambarkan peran yang sangatbermanfaat dari pemerintah dalam mengidentifikasi konflik danmemainkan peran sebagai diplomat untuk menyelesaikannya. Kasuslama pada konflik batas adat juga muncul kembali ke permukaan. DiPropinsi North West Kamerun, sengketa batas adat telah menjadimasalah yang tak berujung dan di luar kontrol dari proyek konservasiatau dari departemen pemerintah. Proyek telah mencoba bekerja disekitar jenis konflik ini, namun tidak mencoba menyelesaikannya.Proyek itu menegaskan adanya manfaat dengan mengesampingkanperbedaan dan bekerja bersama untuk kesehatan hutan. MINEFmembuat posisinya jelas pada masyarakat bahwa mereka hanya be -kerja dengan masyarakat untuk mengatur batas pengelolaan hutan,bukan batas adat. Melalui fasilitasi proyek, fondom yang berbeda

Page 14: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas

Memfasilitasi Kemitraan yang Layak dalam Pengelolaan Hutan Komunitas di Kamerun 55

Staf mengadakan pertemuan formal dan informal dan memfasilitasikerja sama antara berbagai kelompok.

Staf proyek bekerja dengan subkelompok untuk mengawalidiskusi dan aksi dan kemudian menyelenggarakan pertemuan dalamkelompok lebih besar dengan kombinasi yang berbeda. Denganmelakukan ini, peran fasilitasi masuk di mana-mana dan munculnilai-nilai bersama di antara para stakeholder. Proyek tersebut mem-bawa mitra bersama-sama untuk berbagi ide dan untuk melaksana -kan rencana dan aksi gabungan. Perhatian diberikan untuk menda-patkan opini setiap orang. Peran fasilitasi telah membawa padatemuan para mitra, dalam banyak hal, adanya jalan tengah di antaraperbedaan tujuan konservasi internasional dan tujuan penggunaansecara lestari oleh kepentingan lokal.

Ketika proses pengelolaan hutan rakyat mulai pada tahun1994, staf proyek mengakui bahwa subsidi yang disetir oleh proyekdan berbagai bentuk sponsorship langsung tidak berfungsi sebagai -mana yang diharapkan. Dengan kegiatan ini, pemilik masalah adalahproyek dan bukan stakeholder lain. Kemudian staf mengubah men-jadi peran penasihat, yang memberikan dukungan dalam bentuklogistik dan bahan-bahan, seperti memberikan transportasi kepertemu an, per diem lapangan, alat-alat tulis untuk lembaga pe -ngelola hutan dan peralatan penandaan atau pemetaan batas. Jikamemungkinkan, proyek telah mendorong para aktor untuk meng -inisiasi dan menjalankan kegiatan, sementara proyek tersebut tidakikut campur. Staf proyek telah merevisi peran ini melalui peng -alaman lapangan dan pelatihan.

KEBERLANJUTAN Proyek Hutan Kilum-Ijim dimulai pada tahun 1987 dengan

banyak ekspatriat yang hadir, yang akhirnya berkurang secara ber -tahap. Pada saat ini, hanya ada satu posisi tunggal ekspatriat seba-gai pengelola proyek, dengan banyak pekerjaan yang dikelola dandijalankan sendiri oleh orang Kamerun. Namun, sumberdaya untukpekerjaan itu masih diberikan oleh lembaga donor eksternal. Untukmenjamin adanya keberlanjutan ketika pendanaan eksternal habis,BirdLife Internasional mendukung pembentukan unit pengelolaan

Christian A. Asanga54

jawab tuntutan dari pengadilan. Pada titik ini, sangat perlu untuk mengkaji legitimasi para

penggembala ini sebagai stakeholder dalam hutan. Jelasnya, meng -akomodasi kepentingan yang bertentangan dalam kawasan hutanmerupakan hal penting dalam pendekatan pengelolaan hutan secarakolaboratif, khususnya dalam lingkungan yang sangat majemuk,seperti di hutan Kilum-Ijim. Sebagaimana dinyatakan oleh Andersonet al. (1998:3), ‘kemajemukan menggambarkan situasi di manakelompok yang berbeda memiliki otonomi dan saling bebas, namunsering saling bergantung, dengan klaim yang legitimat dan posisiyang berbeda mengenai permasalahan substantif’. Namun siapayang akan menentukan legitimasi? Cukupkah bagi orang untukmasuk ke dalam dan mengklaim sumberdaya untuk menjadi stake-holder yang legitimate? Maka kemudian penting juga untuk bertanyaapakah kelompok petani tidak termasuk dalam stakeholder? Jikabatas saat ini ditandai, ribuan petani dan pemilik hewan ternak akanmenyerahkan kegiatannya dalam hutan dan meninggalkannya.Kelompok inti penggembala ini, yang sebenarnya minoritas, telahmemperjuangkan hak-hak penggembalaan dalam hutan sampai titiklitigasi, hanya karena mereka mampu membayar alat untuk mem-bantu perjuangan mereka.

Jika kepentingan mereka diberlakukan, akan terjadi transfersumberdaya dari yang lemah kepada yang kuat. Proyek memutuskanuntuk tidak mendukung kepentingan sendiri jangka pendek daripenggembala yang kuat dengan mempertaruhkan tujuan konservasijangka panjang yang secara jelas tumpang-tindih dengan kepenting -an penggunaan oleh masyarakat.

Peran Strategis Proyek sebagai FasilitatorMungkin pelajaran penting yang dipetik dalam proses

pengelola an hutan kolaboratif ini adalah peran strategis yangdimainkan oleh proyek ini dalam memfasilitasi kemitraan tiga jalan.Staf proyek telah mengambil peran penyelenggara pertemuan dandalam banyak hal telah menjumpai diri mereka memainkan perandiplomat. Mereka menarik semua mitra ke dalam proses ini dengancara mendengarkan semua orang dan memberikan umpan-balik.

Page 15: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas

Memfasilitasi Kemitraan yang Layak dalam Pengelolaan Hutan Komunitas di Kamerun 57

proyek sebagai fasilitator dari hubungan tiga mitra. Proses tersebutmerupakan proses yang kompleks. Seseorang perlu secara konstanmengatur apa yang terjadi dalam masyarakat dan mengapa hal ituterjadi supaya mampu memberikan respon secara fleksibel denganberubahnya kondisi atau ada informasi baru. Riset Aksi partisipatif,yang menekankan pembelajaran dengan percobaan, telah mem-berikan metodologi yang secara konseptual dan operasional konsistendengan tujuan kolaborasi kami. Melalui PAR, banyak pelajaran telahdipetik mengenai pengelolaan multistakeholder. Melalui penerapanpengelolaan adaptif kolaboratif, terdapat pembelajaran bersama diantara para stakeholder itu.

Sementara masyarakat lokal menunjukkan semangat merekauntuk pengelolaan hutan rakyat dan ada konsensus nyata untukmelestarikan hutan, pertanyaannya adalah apakah momentum iniakan dapat dipertahankan ketika intervensi eksternal dikeluarkan.Kamu berharap untuk menghadapi pertanyaan ini denganmelaksanakan fase-fase yang masih tersisa dalam proses itu, denganmengkonsolidasikan apa yang sudah kita capai, dan menerapkanpelajaran yang diambil dari proses untuk mewujudkan hutan rakyatuntuk banyak masyarakat sebelum proyek berakhir. Kami yakinproses ini akan berlanjut untuk mendorong saling ketergantunganantara konservasi dan pemanfaatan, sehingga menjelangberakhirnya proyek, harus ada penyatuan yang memadai antarakedua tujuan tersebut untuk masyarakat yang ingin melanjutkanmengelola dan melestarikan hutan mereka. Kapasitas juga harusdibangun di antara berbagai aktor agar dapat terus memainkanperan efektif mereka dalam pengelolaan hutan secara kolaboratif.

UCAPAN TERIMAKASIH Saya ingin mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan

CIFOR dan East West Center, khususnya kepada June Kuramoto,Mary Abo dan Glen Dolcemascolo, Jefferson Fox, David Edmunds,serta Sonja Brodt. Terima kasih khususnya untuk Louise Buck atassegala input editorialnya pada tulisan ini melalui lokakarya itu.Diskusi saya dengannya sangat memperkaya dan saran-saran sertakontribusinya sangat luar biasa dalam penyelesaian tulisan ini.

Christian A. Asanga56

hutan permanen dalam bentuk Unit Operasi Teknis (TOU) sepertiyang diperintahkan oleh program MINEF. Mandat yang diusulkanuntuk dijalankan oleh TOU Kilum-Ijim adalah (i) untuk melanjutkandan menyelesaikan proses pendampingan masyarakat di sekitarhutan yang mengembangkan hutan rakyat; (ii) untuk memonitorpelaksanaan rencana pengelolaan hutan oleh masyarakat, dan (iii)untuk mereview secara berkala setiap kesepakatan pengelolaan,sebagaimana yang diatur dalam perundangan. Seperti disebutkan diatas, tim proyek merencanakan unit monitoring ekologi yang permanendan terpisah untuk didanai oleh trust fund. Unit ini akan melan-jutkan pengumpulan data secara sistematis dan menghasilkan lapor -an reguler tentang kondisi hutan yang akan diberikan kepada semuastakeholder. Struktur detail tentang TOU belum ditentukan, namundiperkirakan bahwa unit tersebut akan didukung oleh pendanaaneksternal selama beberapa tahun pertama.

KESIMPULAN Pengalaman kami dengan pengelolaan hutan rakyat pada

Proyek Hutan Kilum-Ijim masih belum lengkap karena belum adahutan rakyat yang resmi. Kami masih dalam proses pelaksanaan.Kami berada ditengah-tengah fase negosiasi di mana masyarakatsedang bekerja dengan satu dan lainnya dan dengan pemerintahserta pejabat adat untuk menyepakati sistem pengelolaan hutannyasecara berkelanjutan. Bukti selama ini menunjukkan bahwa prosestersebut memang bekerja dan bahwa masyarakat sangat antusiastentang peluang yang mereka miliki melalui perundangan baruuntuk berpartisipasi dalam pengelolaan sumberdaya alam.

Kerangka kerja konseptual dari proyek tersebut bekerja denganbaik selama ini. Pengaturan atau penyesuaian seperlunya telah di -buat dengan model Nepal untuk menyesuaikan kawasan Kilum-IjimKamerun. Meskipun permasalahan ini tentu sangat sering didengaroleh banyak orang, kami pikir kami telah mendapatkan pandanganyang mungkin berguna bagi praktisi yang berpengalaman, dan jugamereka yang baru saja memulai proses itu. Hal ini meliputi kendala-kendala dalam bekerja dengan semua stakeholder, pentingnyakomunikasi yang jelas, pentingnya pengelolaan konflik dan peran

Page 16: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas

Memfasilitasi Kemitraan yang Layak dalam Pengelolaan Hutan Komunitas di Kamerun 59

BAHAN RUJUKANAnderson, J., Clement, J. and Crowder, L. 1998. “Accommodating conflicting inter-

ests in forestry—concepts emerging from pluralism.” Unasylva 194 (49): 3-10Collar, N. J. and Stewart, S. M. 1985. “Threatened Birds of Africa and Related

Islands” (Part 1). ICBP/IUCN Red Data Book. Third Edition. BirdLife International.Department for International Development (DFID) 1998. “Action Research for

Community Forestry.Sharing Experience From Nepal.”Fisher, R. J. 1995. “Collaborative Management of Forest for Conservation and

Development.” IUCN/WWF.Grimble, R., Chan, Man-Kwun., Aglionby, J. and Quan, J. 1995. “Trees and trade-

offs: a stakeholder approach to natural resource management.” Gatekeeper Series No.52. IIED, U.K.Jackson, W. J. 1993. “Action research for community forestry: The case of the Nepal

Australia Community Forestry Project.” Discussion Paper 3/93. NACFP, Nepal.Kemmis, S. and McTaggart, R. (eds.) 1998. “The nature of action research. The

action research planner.”Maisels, F., Allport, G., Anders, S., Asanga, C., Bibby, C., DeMarco,J., Forboseh, P.,

Gardner, A., Gartlan, S., McKay, C., Nkengla, J. and Thomas, D. 1998. In: Maisels, F.(ed.) Kilum-Ijim Forest Project Conservation Objectives.Ministry of the Environment and Forestry (MINEF) 1998. “Manual of the Procedures

for the Attribution, and Norms for the Management, of Community Forests.”Nurse, M. C., McKay, C. R., Young, J. B. and Asanga, C. A. 1994. “Biodiversity con-

servation through community forestry, in the Montane forests of Cameroon.” Paperpresented in BirdLife International XXI World Conference: Global Partnership for BirdConservation, Rosenheim, Germany, 12-18 August 1994. ODI Rural DevelopmentForestry Network Paper No. 18d.Ramirez, R. 1999. “Stakeholder analysis and conflict management.” In: Buckles, D.

(ed.) Cultivating Peace: Conflict and Collaboration innatural resource management,101-126. IDRC/World Bank, Ottawa, Canada, Washington, USA.Republic of Cameroon 1994. “Law No. 94-01 of 20 January 1994 to lay down

forestry, wildlife and fisheries regulations.”Republic of Cameroon 1995. “Decree No. 95-531- PM of 23 August 1995 to deter-

mine the conditions for implementation of forestry regulations.”

Christian A. Asanga58

Anne Gardner, Pengelola Proyek Hutan Kilum-Ijim, juga berhakatas ucapan terima kasih saya, tidak hanya untuk kerja bagusnyayang dia lakukan dalam memimpin proyek itu, namun juga untukkontribusinya dalam mengembangkan bab ini sebelum saya datangmenghadiri lokakarya ini. Semua staf Proyek Kilum-ijim, khususnyatim CFM, ucapan terima kasih untuk partisipasi mereka dalam kerja-kerja kolaboratif dengan semua mitra di lapangan. Sebagian besaryang dilaporkan dalam bab ini merupakan pengalaman mereka.Pengelola dan staf proyek di masa lalu dan sekarang juga men -dapatkan ucapan ini. Banyak laporan proyek di masa lalu dansekarang membantu dalam persiapan tulisan ini.

Akhirnya, saya berterimakasih untuk semua peserta lokakarya.Sepanjang lokakarya berlangsung, kami berbagi pengalaman danbertukar ide yang dapat berkontribusi secara positif pada penulisanbab ini.

Page 17: Pembelajaran sosial dalam pengelolaan hutan komunitas

Christian A. Asanga60