pembelajaran bahasa inggris untuk tujuan...
TRANSCRIPT
1
PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS UNTUK TUJUAN
PROFESI DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 6 JAKARTA
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora Program Studi Linguistik Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia
OLEH
Endang Sundari NPM 6705030134
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2008
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
i
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis ini telah diujikan pada hari Kamis, tanggal 24 Juli 2008, pukul 09.00 WIB,
dengan susunan tim penguji sebagai berikut.
1. Umar Muslim, Ph. D (Ketua Penguji) …………….....................................................
2. Prof. Dr. Rahayu S. Hidayat (Pembimbing 1 /Anggota Penguji) …………………..
3. Diding Fachrudin, MA (Pembimbing 2/Anggota Penguji) ………………………….
4. Dr. Sisilia S. Halimi (Anggota penguji) ……………………………………………….
Depok, Juli 2008
Disahkan oleh:
Ketua Program Studi Linguistik Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Program Pascasarjana FIB UI Universitas Indonesia
M. Umar Muslim, Ph. D Dr. Bambang Wibawarta
NIP. 131965937 NIP. 131882265
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya naikkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pemurah dan Pengasih.
Akhirnya saya dapat menyelesaikan penulisan tesis sebagai syarat untuk menyelesaikan
program S2 Program Studi Linguistik pada Program Pascasarjana Universitas
Indonesia.
Tesis ini merupakan usaha untuk menghasilkan suatu silabus yang dapat
mempersiapkan siswa SMK menggunakan bahasa Inggris untuk tujuan profesi. Saya
tertarik untuk memilih topik ini karena melihat peluang kerja yang tidak dapat diisi oleh
lulusan SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen karena bahasa Inggris mereka
dinilai kurang.
Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sangat tulus
dan penghargaan setinggi-tingginya kepada ibu Prof. Dr. Rahayu Hidayat, selaku
pembimbing pertama dan bapak Diding Fachrudin, MA, selaku pembimbing kedua
saya. Meskipun beliau dalam keadaan yang sangat sibuk, namun masih memberikan
waktunya untuk bimbingan tesis. Terutama, di saat keputusasaan melanda, beliau
memompa semangat agar saya tetap bertahan sehingga mampu menyelesaikan tesis ini.
Ucapan terima kasih juga ingin saya sampaikan kepada:
(1) Bapak Umar Muslim, Ph. D dan Dr. Sisilia S. Halimi yang telah memberikan
masukan serta saran untuk perbaikan tesis ini.
(2) Bapak Drs. H. Margani M. Mustar, M.Sc, kepala dinas Pendidikan Menengah
dan Tinggi (Dikmenti) DKI Jakarta yang telah memberikan beasiswa selama
empat semester untuk pendidikan di tingkat magister ini.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
iii
(3) Bapak Drs. Ratiyono, M.Si, kepala Subdistendik dinas Dikmenti DKI Jakarta
dan stafnya yang telah mengurus keperluan saya dalam mengikuti studi di
tingkat magister ini.
(4) Bapak Drs. Waluyo Hadi, kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK N)
6 Jakarta yang telah memberikan ijin belajar selama dua tahun dan berbagai
kemudahan lainnya.
(5) Semua rekan guru bahasa Inggris SMK N 6 Jakarta yang dengan ikhlas telah
menanggung beban yang seharusnya saya pikul selama saya studi. Tak lupa
pula rekan-rekan guru komputer dan staf Tata Usaha (TU) yang telah banyak
saya ganggu untuk mengatasi permasalahan yang muncul dalam pengetikan
tesis ini serta rekan guru lainnya yang dengan penuh perhatian membesarkan
hati saya disaat keputusasaan datang.
Akhirnya, pernyataan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan penuh kasih
sayang saya tujukan kepada keluarga tercinta, papi Harun, suami saya, yang selama
saya studi menjadi terabaikan, terutama ketiga buah hati saya: Gesit, Bintang, dan si
bungsu Vesia yang lahir di awal studi saya, yang merasa kehilangan. Terima kasih
untuk doa, pengertian, dan semangat yang diberikan. Kepada orang tua dan sanak
saudara saya juga saya sampaikan penghargaan setinggi-tingginya atas doa yang
senantiasa mengalir untuk kelancaran studi saya.
Harapan saya kiranya semua pihak yang telah mendorong saya menyelesaikan tesis
ini mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Murah.
Cibinong, 24 Juli 2008
Endang Sundari
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iv
ABSTRAK ...............................................................................................................viii
ABSTRACT .............................................................................................................. ix
DAFTAR DIAGRAM ................................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................xi
DAFTAR TABEL ....................................................................................................xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ................................................................... 8
1.3 Cakupan Penelitian ................................................................................... 8
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................... 10
1.5 Kemaknawian Penelitian ........................................................................ 11
BAB 2 KERANGKA TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN
2.1 English for Specific Purposes (ESP) ....................................................... 12
2.1.1 Konsep Dasar English for Specific Purposes (ESP) ...................... 13
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
v
2.1.2 Klasifikasi English for Specific Purposes (ESP) ............................ 20
2.2 Prinsip dalam Perancangan Silabus English for Occupational Purposes
(EOP)
2.2.1 Pengertian Silabus .......................................................................... 25
2.2.2 Silabus Bahasa Inggris Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ........ 31
2.2.3 Materi Pembelajaran English for Occupational Purposes
(EOP) .............................................................................................. 34
2.2.4 Analisis Kebutuhan ........................................................................ 37
2.3 Metodologi Penelitian ............................................................................... 48
2.3.1 Metode Penelitian Survei ................................................................. 48
2.3.1.1 Teknik Pengumpulan Data .................................................... 48
2.3.1.2 Teknik Analisis Data............................................................. 52
2.3.2 Metode Penelitian Kasus ................................................................... 52
2.3.2.1 Teknik Pengumpulan Data .................................................... 52
2.3.2.2 Teknik Analisis Data ............................................................ 58
2.4 Rangkuman................................................................................................. 59
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
vi
BAB 3 SITUASI PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SEKOLAH
MENENGAH KEJURUAN NEGERI (SMKN) 6 JAKARTA
3.1 Visi Sekolah ............................................................................................ 60
3.2 Misi Sekolah ............................................................................................ 62
3.3 Kurikulum di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK N) 6
Jakarta ...................................................................................................... 63
3.4 Silabus Bahasa Inggris Sekolah Menengah Kejuruan Negeri
(SMK N) 6 Jakarta ................................................................................... 70
3.5 Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK N) 6 Jakarta ............. 81
3.6 Guru Bahasa Inggris Sekolah Menengah Kejuruan Negeri
(SMK N) 6 Jakarta ................................................................................... 83
3.7 Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Menengah Kejuruan
Negeri (SMK N) 6 Jakarta ....................................................................... 86
BAB 4 ANALISIS KEBUTUHAN DAN SILABUS ENGLISH FOR
OCCUPATIONAL (EOP)
4.1 Analisis Kebutuhan ................................................................................. 90
4.1.1 Kebutuhan Pemerintah Akan Bahasa Inggris ....................................... 90
4.1.2 Kebutuhan Institusi/Sekolah Akan Bahasa Inggris............................... 91
4.1.3 Kebutuhan Siswa Akan Bahasa Inggris ............................................... 91
4.1.3.1 Keadaan Pemelajar .................................................................. 92
4.1.3.2 Tingkat Kemampuan Bahasa Inggris Pemelajar ..................... 94
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
vii
4.1.3.3 Minat Pemelajar Terhadap Bahasa Inggris ............................. 95
4.1.3.4 Gaya Belajar Pemelajar ......................................................... 100
4.1.3.5 Sikap Pemelajar Terhadap Bahasa Inggris ............................ 106
4.1.3.6 Tujuan dan Harapan Pemelajar Terhadap Bahasa
Inggris .................................................................................... 109
4.1.4 Kebutuhan Dunia Kerja Akan Bahasa Inggris ................................... 111
4.2 Silabus EOP untuk siswa kelas X SMK N 6 Jakarta .................................... 114
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan................................................................................................. 123
5.2 Saran....................................................................................................... 125
DAFTAR ACUAN ..................................................................................................126
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
x
DAFTAR DIAGRAM
Halaman
Diagram 2.1 Klasifikasi ESP (Dudley-Evans dan St. John, 1998) ………………21
Diagram 2.2 Klasifikasi ESP (Hutchinson dan Waters, 1987) …………………..23
Diagram 2.3 Klasifikasi ESP (Robinson, 1991) …………………………………24
Diagram 2.4 Kerangka Konseptual ………………………………………………47
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
xi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Data Alumni SMK N 6 Jakarta Tahun 2000-2006.
2. Daftar Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK N) 6 Jakarta
Tahun Pelajaran 2007/2008.
3. Kuesioner untuk Responden Kelas X Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK N) 6 Jakarta.
4. Panduan Wawancara untuk Guru Bahasa Inggris Sekolah Menengah Kejuruan
Negeri (SMK N) 6 Jakarta.
5. Panduan Wawancara untuk Praktisi Dunia Kerja.
6. Soal TOEIC Regional 2007.
7. Daftar Konversi (Conversion Table).
8. Skor TOEIC dan interpretasinya.
9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah.
11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
12. Ujian Nasional Bahasa Inggris Tahun Pelajaran 2006/2007.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Materi Pembelajaran EOP …………………………………………. 36
Tabel 2.2 Responden Kelas X ………………………………………………… 51
Tabel 2.3 Panduan Analisis Dokumen ………………………………………... 53
Tabel 2.4 Pelaksanaan Wawancara dengan Informan Guru ………………….. 54
Tabel 2.5 Pelaksanaan Wawancara dengan Informan Praktisi Dunia Kerja ….. 57
Tabel 3.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bahasa Inggris SMK … 66
Tabel 3.2 Siswa SMK N 6 Jakarta …………………………………………….. 82
Tabel 4.1 Usia Pemelajar Kelas X …………………………………………….. 92
Tabel 4.2 Lamanya Pemelajar Kelas X Belajar Bahasa Inggris ……………..... 93
Tabel 4.3 Bahasa Sehari-hari yang Digunakan Pemelajar Kelas X di Rumah … 94
Tabel 4.4 Perolehan Skor TOEIC Pemelajar Kelas X ………………………..... 95
Tabel 4.5 Mengerjakan Tugas atau Pekerjaan Rumah Bahasa Inggris Tepat
Waktu ……………………………………………………………....... 96
Tabel 4.6 Mengikuti Kursus, Kegiatan, dan Lomba Bahasa Inggris …………... 97
Tabel 4.7 Mendengarkan Lagu, Cerita, dan Film Berbahasa Inggris ………….. 98
Tabel 4.8 Membaca Buku, Koran, Majalah, dan Artikel Berbahasa Inggris …... 99
Tabel 4.9 Berbahasa Inggris dengan Teman, Guru, dan Orang Lain yang
Senang Berbahasa Inggris ………………………………………….. 100
Tabel 4.10 Materi Pembelajaran Bahasa Inggris Teoretis …………………….. 101
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
xiii
Tabel 4.11 Materi Pembelajaran Bahasa Inggris Praktis ………………………… 102
Tabel 4.12 Guru Lebih Banyak Ceramah ………………………………………... 103
Tabel 4.13 Pemelajar Lebih Banyak Beraktivitas ……………………………….. 104
Tabel 4.14 Tugas Dikerjakan Secara Perorangan ………………………………... 105
Tabel 4.15 Tugas dikerjakan Secara Kelompok ………………………………..... 106
Tabel 4.16 Bahasa Inggris Sangat Penting untuk Dipelajari …………………….. 106
Tabel 4.17 Kemampuan Berbahasa Inggris Merupakan Syarat Utama Bekerja
di Perusahaan ……………………………………………………….... 107
Tabel 4.18 Bahasa Inggris Perlu Diajarkan Sejak Taman Kanak-kanak ………..... 108
Tabel 4.19 Alasan Pemelajar Memilih Belajar di SMK ………………………...... 109
Tabel 4.20 Yang Ingin Dipelajari di SMK ……………………………………...... 110
Tabel 4.21 Yang Dilakukan Setelah Lulus ……………………………………...... 110
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
viii
ABSTRAK
Pembelajaran bahasa Inggris di SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang siap mengisi kesempatan bekerja. Oleh karena itu pembelajaran bahasa Inggris berorientasi ke dunia kerja. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK N) 6 Jakarta, Jl. Prof Joko Sutono, SH nomor 2 A, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dan lima perusahaan di sekitar lokasi sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk menciptakanl silabus bahasa Inggris untuk sekolah menengah kejuruan (SMK) bidang keahlian bisnis dan manajemen yang dapat mempersiapkan lulusannya siap bekerja, yang dinamakan silabus English for Occupational Purposes (EOP). Untuk menciptakan silabus EOP ini dilakukan penelitian survei dengan menyebarkan kuesioner dan pengetesan, serta penelitian kasus dengan mengadakan analisis dokumen yang terkait dan wawancara. Kuesioner dan pengetesan dilakukan terhadap responden siswa SMK N 6 Jakarta kelas X. Analisis dokumen dilakukan terhadap Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan silabus bahasa Inggris SMK N 6 Jakarta. Wawancara dilakukan dengan guru, wakil kepala sekolah, kepala sekolah, dan praktisi dunia kerja. Data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner dan pengetesan dianalisis secara kuantitatif, sedangkan data yang diperoleh dari analisis dokumen dan wawancara dianalisis secara kualitatif. Ada dua hasil utama dari tesis ini: (1) daftar kompetensi bahasa Inggris yang berguna di dunia kerja dan (2) silabus EOP. Daftar kompetensi ini dimaksudkan untuk kelas X. Namun, daftar itu juga dapat diberlakukan untuk kelas XI dan XII dengan kedalaman yang berbeda. Di samping dua hasil utama yang diperoleh, penelitian ini menghasilkan dua temuan, yakni (1) kelemahan dalam pembelajaran bahasa Inggris dan (2) kesamaan kebutuhan dari pihak yang terkait dengan pembelajaran bahasa Inggris. Kelemahan pembelajaran itu terdapat dalam KTSP, silabus, guru, dan siswa. Untuk kebutuhan yang dipandang sama yaitu dalam hal orientasi pembelajaran bahasa Inggris yang mengarah pada tujuan kerja.Temuan ini mengindikasikan bahwa silabus EOP sesuai untuk SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen. Pembelajaran bahasa Inggris dengan silabus EOP dengan enam kompetensi dasar yang telah dirumuskan diharapkan dapat mempersiapkan siswa memasuki dunia kerja.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
ix
ABSTRACT The aim of English learning at Senior Vocational High School/SMK business and management program is to produce the SMK graduates to be ready to fill the job vacancies. So, orientation of the English learning program is occupational purposes. The research was conducted at Government Senior Vocational High School/SMK N 6 Jakarta, Jl. Prof. Joko Sutono, SH, No.2A, Kebayoran Baru, South Jakarta and five companies around SMK N 6 Jakarta. The aims of the research are to identify useful competencies in working places and to create English for occupational Purposes (EOP) syllabus for SMK of business and management program, especially SMK N 6 Jakarta. The EOP syllabus was designed for preparing the SMK N 6 Jakarta graduates to fill job vacancies. The writer held survey and case research by using research instruments such as questionnaires, English proficiency test, documents analysis, and interview. The questionnaires and English proficiency test were given to SMK N 6 Jakarta students of grade X. Documents analysis were for analyzing Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) number 20, 2003, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMK N 6 Jakarta, and English syllabus of SMK N 6 Jakarta. The interview was conducted for teachers, vice headmaster, headmaster, and practitioners of working places. Data gained from questionnaires and English proficiency test were analyzed quantitatively, while data of documents analysis and interview were analyzed qualitatively. There were two main results of the research, they are (1) list of useful competencies in working places and (2) EOP syllabus. Besides the main results, the research had findings (1) weaknesses in learning English and (2) the same needs in learning English among stakeholders. Their same needs is English learning to prepare students in filling job vacancies. It means that EOP syllabus is suitable for SMK business and management program.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan suatu lembaga pendidikan formal
kejuruan yang mempersiapkan lulusannya untuk bekerja (Undang-undang
Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 3 penjelasan pasal 15). Oleh
karena itu, setelah menyelesaikan pendidikan mereka segera bekerja walaupun
ada sebagian yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, yakni ke
akademi ataupun perguruan tinggi. Kenyataan yang ditemui peneliti ini di
lapangan menunjukkan bahwa pada umumnya lulusan SMK bekerja di berbagai
perusahaan lokal dan asing.
Di Jakarta, terdapat delapan jenis SMK: (1) sekolah menengah kejuruan
bidang keahlian bisnis dan manajemen, (2) sekolah menengah kejuruan bidang
keahlian teknologi dan informasi, (3) sekolah menengah kejuruan bidang keahlian
pariwisata, (4) sekolah menengah kejuruan bidang keahlian kerajinan dan seni, (5)
sekolah menengah kejuruan bidang keahlian pekerjaan sosial, (6) sekolah
menengah kejuruan bidang keahlian farmasi, (7) sekolah menengah kejuruan
bidang keahlian kelautan, dan (8) sekolah menengah kejuruan bidang keahlian
grafika. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian ini adalah SMK
bidang keahlian bisnis dan manajemen.
Untuk mempersiapkan lulusannya bekerja SMK bidang keahlian bisnis dan
manajemen memberikan pembekalan berupa berbagai mata pelajaran dan praktik
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
2
kerja lapangan (PKL) di industri selama kurang lebih tiga bulan. Mata pelajaran
yang diajarkan di SMK kelompok bisnis dan manajemen dikelompokkan ke
dalam tiga jenis, yakni kelompok normatif, adaptif, dan produktif. Mata pelajaran
kelompok normatif mengajarkan mata pelajaran yang mengandung norma dalam
kehidupan bermasyarakat yang meliputi mata pelajaran Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani, Olah Raga
dan Kesehatan, dan Seni Budaya. Mata pelajaran kelompok adaptif mengajarkan
mata pelajaran yang dapat membantu siswa menyesuaikan diri terlibat dalam
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang meliputi Bahasa Inggris,
Matematika, Keterampilan Komputer dan Pengolahan Informasi, Kewirausahaan,
Ilmu Pengetahuan Alam, dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Mata pelajaran kelompok
produktif atau kejuruan mengajarkan berbagai keterampilan yang disesuaikan
dengan masing-masing program keahlian (administrasi perkantoran, akuntansi,
dan penjualan), misalnya surat-menyurat, perpajakan, dan pemasaran. Mata
pelajaran kelompok produktif merupakan yang paling erat kaitannya dengan dunia
kerja karena mata pelajaran ini mengajarkan berbagai macam keterampilan yang
terdapat di dunia kerja. Seperti pada kelompok mata pelajaran produktif, peneliti
ini berpendapat bahwa mata pelajaran bahasa Inggris untuk SMK walaupun
termasuk kelompok adaptif, kompetensi yang terkandung di dalamnya harus
bersifat produktif karena bahasa Inggris ini menjadi sarana penting dalam
melakukan berbagai aktivitas produktif di dunia kerja, seperti menangani tamu,
dan memberikan informasi.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
3
Seperti diuraikan di atas, sebagian besar lulusan SMK bekerja setelah
menyelesaikan pendidikannya. Peneliti ini tertarik meneliti pemakaian bahasa
Inggris yang ada di lingkungan kerja karyawan lulusan SMK bidang keahlian
bisnis dan manajemen. Berdasarkan pengamatan peneliti ini menarik kesimpulan
bahwa bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawab karyawan lulusan SMK
bidang keahlian bisnis dan manajemen tidak banyak melibatkan pemakaian
bahasa Inggris baik secara lisan maupun tertulis. Dari penelusuran alumni SMK N
6 Jakarta yang berhasil didokumentasikan tahun 2001 hingga 2008 terungkap
sebagian besar alumni bekerja pada bagian yang tidak melibatkan pemakaian
bahasa Inggris, seperti pekerjaan di bagian administrasi, keuangan, dan
pemasaran. Selain itu, survei di beberapa perusahaan tempat alumni bekerja dan
tempat siswa melaksanakan PKL juga menunjukkan keadaan yang sama.
Kemungkinan, yang menjadi penyebabnya adalah (1) ruang lingkup pekerjaan
tidak membutuhkan pemakaian bahasa Inggris dan (2) kemampuan berbahasa
Inggris karyawan lulusan SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen tidak
memadai untuk menangani pekerjaan tersebut.
Berikut ini diuraikan penyebab pertama, yakni jenis pekerjaan yang tidak
membutuhkan pemakaian bahasa Inggris. Kondisi ini terjadi di perusahaan lokal
dan perusahaan asing. Di perusahaan lokal yang tidak memiliki hubungan dengan
luar negeri ataupun orang asing dapat dikatakan sangat sedikit bahkan tidak ada
pemakaian bahasa Inggris dalam pekerjaan sehari-hari. Untuk perusahaan asing
yang memiliki hubungan dengan luar negeri ataupun orang asing, bahasa Inggris
dipakai dengan efektif untuk menangani berbagai macam pekerjaan. Namun, jenis
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
4
pekerjaan ini biasanya diisi oleh karyawan minimal lulusan D3, bukan lulusan
SMK. Di perusahaan asing, karyawan lulusan SMK itu belum mendapatkan
jabatan tinggi, sehingga pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya tersebut tidak
melibatkan pemakaian bahasa Inggris.
Penyebab kedua, kemampuan berbahasa Inggris karyawan lulusan SMK
kelompok bisnis dan manajemen tidak memadai untuk menangani pekerjaan yang
ada. Di perusahaan yang memiliki hubungan dengan luar negeri atau orang asing,
bahasa Inggris menjadi sarana mutlak dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari.
Karena ketidakmampuan berbahasa Inggris, karyawan lulusan SMK kelompok
bisnis dan manajemen tidak dapat menduduki jabatan yang ditawarkan. Hal ini
menunjukkan bahwa untuk dapat merebut kesempatan bekerja, siswa SMK
kelompok bisnis dan manajemen harus mampu berbahasa Inggris. Keterbatasan
kemampuan tersebut akan menjadi hambatan dalam bersaing.
Selanjutnya, peneliti ini menduga ada kelemahan dalam pembelajaran bahasa
Inggris di SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen tersebut. Oleh karena itu,
perlu diadakan penelitian mengenai pembelajaran bahasa Inggris yang dapat
membekali siswa SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen agar dapat mengisi
kesempatan bekerja.
Dalam penulisan tesis, peneliti ini menggunakan istilah pembelajaran dan
pengajaran sesuai dengan maknanya. Makna keduanya diambil dari Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), 2005. Dalam kamus tersebut, pembelajaran diartikan
“proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar”. Ini
mengandung pengertian bahwa ada dua pihak yang terlibat secara aktif, yakni
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
5
guru dan siswa. Aktivitas guru meliputi persiapan membuat program pengajaran
hingga upaya memperbaiki kelemahan siswa dalam belajar. Jadi aktivitas
berlangsung dua arah, yakni dari guru ke siswa dan sebaliknya dari siswa ke guru.
Untuk pengajaran diartikan “proses, cara, perbuatan mengajarkan”. Definisi ini
mengandung pengertian bahwa kegiatan berlangsung satu arah. Pihak yang aktif
adalah guru terkait dengan pemberian pengetahuan dan keterampilan kepada
siswa. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembelajaran merupakan
padanan arti dari bahasa Inggris learning, sedangkan pengajaran padanan dari
teaching.
Penelitian ini dilakukan terhadap SMK Negeri (SMK N) 6 Jakarta yang
merupakan satu dari SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen. Di SMKN 6
Jakarta ada tiga kelas/tingkat, yakni kelas X (sepuluh), XI (sebelas), dan XII (dua
belas). Secara khusus, penelitian ini dilakukan terhadap kelas X (sepuluh). Peneliti
ini berpendapat bahwa mata pelajaran bahasa Inggris sejak kelas X harus sudah
berorientasi ke dunia kerja karena dua alasan: (1) waktu belajar di SMK
berlangsung hanya tiga tahun dan (2) siswa yang masuk ke SMK sudah memiliki
kemampuan bahasa Inggris dasar, sehingga pembelajaran bahasa Inggris di SMK
tidak lagi dimulai dari pengetahuan dasar, tetapi dilanjutkan ke keterampilan yang
lebih maju.
Peneliti ini menilai silabus bahasa Inggris SMK bidang keahlian bisnis dan
manajemen yang dikembangkan dari kurikulum SMK yang dikenal dengan
sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) belum berorientasi ke
dunia kerja. Oleh karena itu, peneliti ini ingin menghasilkan silabus yang
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
6
memiliki kaitan erat dengan persiapan memasuki dunia kerja yang didasarkan
pada hasil penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Sesuai dengan uraian
di atas, model silabus yang akan dihasilkan ini ditujukan untuk kelas X.
Istilah KTSP dalam penelitian ini diacu dari Bahan Bimbingan Teknis
Penyusunan KTSP dan Silabus Sekolah Menengah Kejuruan, 2006. Dalam
Bimbingan Teknis tersebut dinyatakan KTSP adalah “kurikulum operasional yang
disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan”. Dengan
demikian, setiap sekolah membuat kurikulumnya sendiri sesuai dengan petunjuk
yang diberikan.
Silabus yang dihasilkan dalam penelitian ini berorientasi ke dunia kerja. Oleh
karena itu, peneliti ini menyebutnya silabus bahasa Inggris untuk tujuan kerja
atau profesi. Untuk memahami istilah silabus peneliti ini mengacu pada definisi
yang dinyatakan dalam Bimbingan Teknis di atas yang berbunyi: “silabus adalah
rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu
yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi
untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar”. Untuk
memudahkan pemahaman, peneliti ini menyebut pembelajaran dan silabus yang
terkait dengan tujuan kerja dengan istilah pembelajaran EOP dan silabus EOP.
Istilah EOP (English for Occupational Purposes) ini diacu dari gagasan
Dudley-Evans dan St. John (1998). Menurut Dudley-Evans dan St John (1998),
EOP adalah bahasa Inggris yang diajarkan untuk tujuan pekerjaan. EOP
merupakan salah satu cabang dari ESP (English for Specific Purposes). Cabang
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
7
lainnya dari ESP adalah EAP (English for Academic Purposes), yakni bahasa
Inggris yang diajarkan untuk tujuan akademis.
Penelitian terdahulu mengenai silabus EOP telah dilakukan oleh Djuwari
(1997), dan Sudarto (1999). Untuk menyusun silabus EOP bagi mahasiswa
jurusan ekonomi, Djuwari (1997) mengadakan penelitian dengan melakukan
analisis kebutuhan. Data diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner,
mengadakan wawancara, dan survei. Sumber data dalam penelitiannya itu ialah
mahasiswa, dosen, pembantu rektor, dan rektor di STIE Perbanas Surabaya. Hasil
penelitiannya adalah silabus EOP untuk semester dua dengan penekanan pada
fungsi bahasa (language function) yang terbagi atas keterampilan lisan dan
tertulis.
Berbeda dengan Djuwari (1997), Sudarto (1999) melakukan penelitian dalam
merancang silabus EOP untuk akademi sekretaris di Jakarta yang sudah memiliki
silabus tertentu. Menurut Sudarto (1999), walaupun sudah ada silabus bahasa
Inggris baku tetap perlu diadakan perbaikan karena bahasa Inggris mengalami
perkembangan. Hasil penelitian Sudarto (1999) adalah rancangan silabus EOP
untuk akademi sekretaris semester satu hingga semester enam.
Selain Djuwari (1997) dan Sudarto (1999), peneliti lain yang
mengembangkan analisis kebutuhan yaitu Kusni (2004). Ia melakukan analisis
kebutuhan untuk mengadakan reformulasi perancangan program ESP di
perguruan tinggi. Penelitian Kusni (2004) menghasilkan sebuah model
perancangan yang disebut sebagai Model Kolaborasi Kolektif (MKK), yakni
suatu proses perancangan program ESP yang dilakukan secara bersama oleh
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
8
semua pihak yang berkepentingan dalam suatu forum diskusi, seminar, lokakarya,
dan sebagainya di bawah koordinasi pimpinan Program Studi (PS) dan fakultas.
Pada intinya ketiga peneliti di atas melakukan analisis kebutuhan sebagai
dasar dalam merancang suatu program bahasa Inggris untuk tujuan khusus (ESP)
baik EAP maupun EOP. Peneliti ini akan melakukan hal yang sama dengan ketiga
peneliti di atas, tetapi untuk tingkat SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen.
Melalui model silabus EOP siswa diharapkan mendapatkan pembelajaran bahasa
Inggris yang benar-benar mempersiapkan mereka memasuki dunia kerja.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian, masalah utama penelitian ini adalah bahasa
Inggris seperti apa yang dibutuhkan di dunia kerja.
Masalah utama di atas dapat dijabarkan menjadi dua pertanyaan penelitian
berikut ini.
(1) Kompetensi bahasa Inggris seperti apa yang dibutuhkan siswa kelas X
SMK N 6 Jakarta?
(2) Silabus EOP seperti apa yang sesuai untuk siswa kelas X SMK N 6
Jakarta?
1.3 Cakupan Penelitian
Penelitian ini berbentuk studi kasus yang akan dilaksanakan di SMK N 6 Jakarta,
Sekolah ini dipilih karena merupakan salah satu sekolah yang sedang merintis
sebagai sekolah bertaraf international (SBI). Sebagai SBI, seharusnya SMK N 6
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
9
Jakarta memiliki silabus bahasa Inggris yang mempersiapkan siswanya memasuki
dunia kerja, sehingga akan meningkatkan persentase keterserapan lulusan oleh
dunia kerja. Peningkatan persentasi ini berpengaruh terhadap meningkatnya
kepercayaan masyarakat terhadap SMK N 6 Jakarta.
Secara khusus, penelitian ini dilakukan terhadap kelas X. Peneliti ini
berpendapat bahwa silabus EOP diterapkan mulai kelas X. Pertimbangannya
adalah secara teori siswa SMK belajar selama tiga tahun. Pratiknya, mereka
belajar di SMK selama dua setengah tahun. Berkurangnya waktu belajar ini
disebabkan siswa harus melaksanakan PKL paling sedikit tiga bulan ketika
mereka kelas XI dan proses pembelajaran efektif berakhir pada bulan Februari,
untuk memberi kesempatan kepada siswa menyelesaikan karya tulisnya di saat
kelas XII dan aktifitas lainnya untuk menyongsong ujian nasional (UN).
Secara teoretis, seperti yang diungkapkan oleh Dudley-Evans dan St John
(1998), English for Specific Purposes (ESP) dibagi menjadi dua, yaitu English for
Academic Purposes (EAP) dan English for Occupational Purposes (EOP). EAP
adalah bahasa Inggris yang diajarkan untuk tujuan akademis, sedangkan EOP
adalah bahasa Inggris yang diajarkan untuk tujuan bekerja. Dalam penelitian ini,
materi penelitian dibatasi pada EOP yang disesuaikan dengan konteks SMK N 6
Jakarta. Pemilihan ini didasari oleh kenyataan bahwa lulusan SMK akan segera
bekerja setelah mereka menyelesaikan pendidikannya.
Menurut Dudley-Evans dan St John (1998), ada lima tahap yang perlu
dilakukan dalam menyusun suatu program ESP (EAP dan EOP) , yaitu (1) analisis
kebutuhan, (2) tujuan yang ingin dicapai, (3) pemilihan dan penyusunan materi
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
10
pembelajaran, (4) pelaksanaan pembelajaran, dan (5) evaluasi. Kelima tahapan itu
tidak berdiri sendiri tetapi merupakan suatu jalinan yang saling terkait. Mengingat
keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti ini, maka peneliti ini hanya mengambil
tahapan yang pertama, yakni analisis kebutuhan. Hal ini berarti membuka
kesempatan peneliti lain yang memiliki minat yang sama untuk mengembangkan
penelitian selanjutnya.
Tahapan di atas oleh Graves (2000) dirangkum dalam satu kegiatan yang
disebut analisis kebutuhan. Graves (2000), membagi kebutuhan menjadi dua,
yakni informasi masa kini dan informasi masa depan. Informasi masa kini terdiri
dari (1) informasi tentang diri pemelajar, (2) tingkat kemampuan bahasa Inggris
pemelajar, (3) minat pemelajar, (4) gaya belajar pemelajar, dan (5) sikap
pemelajar tehadap bahasa Inggris. Informasi masa depan terdiri dari (1) tujuan dan
harapan pemelajar dalam mempelajari bahasa Inggris dan (2) keterampilan
komunikatif yang dibutuhkan. Graves (2000) menyatakan bahwa dalam
melaksanakan analisis kebutuhan bisa saja tidak semua aspek tersebut dianalisis
tetapi beberapa aspek yang memiliki keterkaitan erat dengan konteks yang
dimaksud.
1.4 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan orientasi pendidikan kejuruan yakni menghasilkan lulusan yang
siap mengadapi dunia kerja diperlukan suatu silabus yang mendukung tujuan itu.
Untuk itu, peneliti ini mengadakan penelitian tentang silabus, khususnya silabus
bahasa Inggris yang dapat mempersiapkan lulusan SMK siap bekerja. Tujuan
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
11
penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi kompetensi bahasa Inggris yang sesuai
dengan kebutuhan siswa SMK N 6 Jakarta dan (2) merancang silabus EOP untuk
siswa kelas X SMK N 6 Jakarta.
1.5 Kemaknawian Penelitian
Secara teoretis, hasil penelitian ini memberikan sumbangan kepada
pengembangan linguistik terapan pada pengajaran bahasa khususnya perancangan
silabus. Secara praktis, hasil penelitian ini memberikan berbagai masukan bagi
guru bahasa Inggris SMK N 6 Jakarta dan lainnya dalam upaya mempersiapkan
program pengajaran bahasa Inggris yang berbasis dunia kerja. Selain itu, hasil
penelitian ini juga memberikan masukan kepada para stakeholders atau pemangku
kepentingan di SMK N 6 Jakarta dan para pengembang silabus.
Masalah silabus EOP penting diteliti karena silabus EOP merupakan silabus
yang efektif dalam mempersiapkan siswa memasuki dunia kerja. Di dunia kerja
karyawan yang tidak mampu memahami dan menanggapi informasi dalam bahasa
Inggris akan kalah bersaing dengan yang mampu. Dengan demikian, melalui
pembelajaran bahasa Inggris yang menggunakan silabus EOP siswa akan
memiliki kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja sehingga meraih kesempatan
bekerja yang lebih luas dan memperoleh penghidupan yang lebih baik.
Silabus EOP ini dihasilkan melalui sejumlah teori. Penjelasan secara
terperinci mengenai teori itu dapat dilihat pada bab selanjutnya.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
12
BAB 2
KERANGKA TEORETIS DAN METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan tiga bahasan (1) bahasa Inggris untuk tujuan khusus
(English for Specific Purposes/ESP): konsep dasar dan klasifikasi (2) penyusunan
silabus EOP: analisis kebutuhan, materi pembelajaran EOP, dan silabus EOP, dan
(3) metodologi penelitian. Pada bagian metodologi penelitian diuraikan metode
yang digunakan dalam melaksanakan penelitian yang terdiri atas (1) metode
penelitian survei dan pengetesan dan (2) metode penelitian kasus.
2.1 English for Specific Purposes (ESP)
Menurut Dubin dan Olshtain (1986), status pengajaran bahasa Inggris
dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yaitu bahasa Inggris yang diajarkan sebagai
bahasa pertama, bahasa kedua, dan bahasa asing. Bahasa Inggris sebagai bahasa
pertama diajarkan di negara yang penduduknya berbahasa Inggris, seperti Inggris,
Amerika, dan Australia. Bahasa Inggris ini digunakan sebagai bahasa sehari-hari
masyarakat itu.
Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, yakni bahasa Inggris bukan sebagai
bahasa nasional dan bahasa resmi; bahasa Inggris dipakai karena adanya faktor
sejarah: bekas negara jajahan, alasan sosial dan ekonomi, misalnya di Israel,
Kenya, Ethiopia, Malaysia, dan lain-lain. Di negara-negara tersebut bahasa Inggris
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
13
dipakai sebagai media pembelajaran di sekolah dan untuak berinteraksi dengan
lingkungan.
Bahasa Inggris sebagai bahasa asing, yakni pemakaian bahasa Inggris dalam
lingkup tertentu, misalnya untuk diajarkan di sekolah. Indonesia merupakan satu
dari negara yang menempatkan bahasa Inggris sebagai bahasa asing.
Sebagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, arah pembelajaran bahasa
Inggris untuk SMK berbeda dengan bahasa Inggris di sekolah menengah umum
(SMU). Arah pembelajaran bahasa Inggris di SMK disesuaikan dengan penjelasan
atas UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal
15 yang berbunyi, “pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang
mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu”.
Dengan demikian, bahasa Inggris untuk SMK mengandung tujuan khusus.
Selanjutnya, peneliti ini membahas bahasa Inggris untuk tujuan khusus itu yang
disebut English for Specific Purposes (ESP).
2.1.1 Konsep Dasar ESP
Hutchinson dan Waters (1987) sependapat dengan Dudley-Evans dan St. John
(1998) berpendapat bahwa terdapat dua periode yang melahirkan ESP. Pertama,
berakhirnya perang dunia kedua yang berdampak pada kemajuan pesat bidang
ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam skala internasional yang
didominasi oleh Amerika sehingga menjadikan bahasa Inggris menjadi bahasa
internasional. Kedua, krisis minyak pada tahun 1970-an yang berdampak pada
pemakaian bahasa Inggris yang semakin meluas ke negara-negara yang kaya
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
14
minyak. Sehubungan dengan hal ini muncul pemikiran untuk mengajarkan bahasa
Inggris sesuai dengan kebutuhan pemelajar.
Disamping itu, secara umum terjadi pergeseran fokus pengajaran bahasa
asing, dari fokus pendekatan dan metode ke fokus penggunaan bahasa untuk
komunikasi nyata, yang dipelopori oleh pencetus pendekatan komunikatif antara
lain Wilkins (1972, 1976) dan Munby (1978). Para ahli ini menyadari bahwa
pemelajar memiliki suatu kebutuhan khusus dalam mempelajari bahasa asing.
Maka dapat dikatakan bahwa ESP merupakan pengembangan dari pendekatan
komunikatif.
Hutchinson dan Waters (1987:21) menyatakan “ESP is an approach to
language teaching which is aimed to meet the needs of particular learners”.
Pernyataan ini mengandung makna bahwa isi materi pengajaran adalah yang
betul-betul dibutuhkan pemelajar. Jadi, fokus utama pengajaran ESP adalah
keterampilan bahasa yang berkaitan dengan kebutuhan atau disiplin ilmu tertentu.
Hutchinson dan Waters (1987) berpendapat munculnya ESP berawal dari
jawaban atas pertanyaan why does the learner need to learn a foreign language?
Jawaban atas pertanyaan itu akan berkisar pada siapa yang belajar, dan
keterampilan berbahasa apa yang diperlukan. Jawaban itulah yang berpengaruh
dalam merancang materi pembelajaran bahasa Inggris. Selanjutnya, gagasan
Hutchinson dan Waters (1987) ini dikembangkan oleh para ahli ESP lainnya. Oleh
karena itu gagasan Hutchinson dan Waters ini dapat dipandang sebagai tonggak
berdirinya ESP. Gagasan Hutchinson dan Waters (1987) ini dapat diterapkan
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
15
untuk konteks SMK khususnya pernyataannya tentang materi atau pun
keterampilan bahasa yang diajarkan yang sesuai dengan kebutuhan.
Ahli ESP lain yang sejalan dengan Hutchinson dan Waters (1987) adalah
Strevens (1988). Strevens (1988) mendefinisikan ESP melalui dua
karakteristiknya, yakni karakteristik absolut dan karakteristik variabel. Berikut ini
penjelasannya.
Absolute characteristics:
(1) design to meet specified needs of the learners;
(2) related in content (that is in its themes and topics) to particular disciplines,
occupations and activities;
(3) centred on language appropriate to those activities in syntax, lexis, discourse,
semantics and so on, and analysis of the discourse;
(4) in contrast with ‘General English’
Variable characteristics:
(1) may be restricted as to the learning skills to be learned (for example reading
only);
(2) may not be taught according to any pre-ordained methodology.
Kedua karakteristik di atas dipahami sebagai berikut. Program ESP adalah
pengajaran yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan tertentu pemelajar yang
berkaitan dengan disiplin ilmu dan pekerjaan tertentu sehingga program
pembelajarannya berbeda dari bahasa Inggris umum. Perbedaan dengan bahasa
Inggris umum ini nampak dalam disiplin ilmu dan pekerjaan tertentu pemelajar
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
16
yang berdampak pada penggunaan metodologi pengajaran. Selanjutnya, Strevens
(1988) menjelaskan bahwa program ESP dapat dipakai untuk mengembangkan
satu keterampilan bahasa tertentu saja, misalnya keterampilan membaca.
Pemahaman ESP menurut Strevens (1988) ini banyak dijumpai pada lembaga
kursus bahasa Inggris yang menawarkan kemahiran tertentu, misalnya bahasa
Inggris untuk bercakap-cakap.
Untuk SMK kedua karakteristik ini tidak dapat dilaksanakan dengan
sepenuhnya. Pembelajaran bahasa Inggris tidak dilaksanakan untuk disiplin ilmu
atau profesi tertentu. Yang ada pada SMK adalah kebutuhan tertentu. Namun,
kebutuhan tertentu siswa SMK berbeda dengan kebutuhan tertentu yang
dimaksud Strevens (1988). Kebutuhan tertentu siswa SMK adalah kebutuhan akan
kesiapan kerja. Oleh karena itu, teori ESP Strevens untuk konteks SMK adalah
program bahasa Inggris SMK untuk mempersiapkan siswa bekerja.
Berikutnya adalah gagasan Robinson (1991). Gagasannya masih sejalan
dengan Hutchinson dan Waters (1987) dan Strevens (1988). Ia juga menyatakan
bahwa ESP merupakan program yang dikembangkan dari analisis kebutuhan.
Pemahaman tentang ESP didasarkan pada dua kriteria dan tiga buah karakteristik.
Kedua buah kriteria itu ialah bahwa ESP merupakan normally goal directed, dan
bahwa pembelajaran ESP dikembangkan dari analisis kebutuhan.
Robinson (1991) juga melengkapi pemahaman ESP yang diketengahkan
Hutchinson dan Waters (1987) dan Strevens (1988) dengan menyebutkan ciri-ciri
ESP. Ciri-ciri tersebut ialah (1) limited time period, (2) adult, (3) homogeneous
classes. Maksud jangka waktu penyelenggaraan terbatas ialah waktu belajar yang
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
17
singkat tidak seperti pada konteks sekolah formal, misalnya waktu belajar untuk
SMK tiga tahun. Pengertian pemelajar dewasa mengacu kepada usia. Normalnya,
pemelajar ESP adalah pemelajar yang sudah bekerja. Bahasa Inggris yang
dipelajari diharapkan menunjang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
Robinson (1991) beranggapan bahwa pembelajaran ESP akan lebih efektif
diajarkan dalam kelas yang pemelajarnya memiliki kebutuhan atau tujuan yang
sama. Dalam konteks SMK kebutuhan atau tujuan yang sama ini ialah
pembelajaran bahasa Inggris yang digunakan sebagai sarana melakukan aktifitas
di lingkungan kerja. Dengan kesamaan seperti ini proses pembelajaran bahasa
Inggris dapat berlangsung efektif.
Berikutnya diuraikan gagasan Dudley-Evans dan St John (1998). Mereka
mengembangkan gagasan Strevens (1988) mengenai karakteristik absolut dan
karakteristik variabel. Berbeda dari Srevens (1988), Dudley-Evans dan St John
(1998) mengurangi satu item pada karakteristik absolut, sehingga menjadi tiga
item dan menambahkan dua item untuk karakteristik variabel. Karakteristik
absolut Dudley-Evans dan St John (1998) adalah sebagai berikut.
Absolute characteristics:
(1) ESP is designed to meet specific needs of the learner;
(2) ESP makes use of the underlying methodology and activities of the disciplines
it serves;
(3) ESP is centred on the language (grammar, lexis, register), skills, discourse
and genres appropriate to these activities.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
18
Pengertian ESP yang dikemukakan Dudley-Evans dan St John (1998) di atas
mengandung makna bahwa ESP dirancang untuk memenuhi kebutuhan khusus
pemelajar yang berkaitan dengan disiplin ilmu dan pekerjaan tertentu. Materi yang
dipelajari dalam ESP dipusatkan pada unsur bahasa (tata bahasa, leksis, dan
wacana), keterampilan bahasa sesuai dengan disiplin ilmu atau profesi tertentu.
Jadi, karakteristik absolut yang diketengahkan Strevens (1988) oleh Dudley-Evans
dan St John (1998) dikurangi bagian yang menyatakan bahwa ESP berbeda dari
bahasa Inggris umum. Dudley-Evans dan St John (1998) berpendapat bahwa
terdapat materi ESP yang tidak berbeda dengan materi dalam bahasa Inggris untuk
umum, misalnya tata bahasa. Untuk penambahan dua item dalam karakteristik
variabel dapat dijelaskan sebagai berikut.
Variable characteristics:
(1) ESP may be to or designed for specific disciplines;
(2) ESP may use, in specific teaching situation, a different methodology from
that of general Englsih;
(3) ESP is likely to be designed for adult learners, either at tertiary level
institution or in a professional work situation. It could, however, be used
for learners at secondary level;
(4) ESP is generally designed for intermediate or advance students. Most ESP
courses assume basic knowledge of the language system, but it can be
used with beginners.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
19
Pemahaman karakteristik variabel yang diuraikan Dudley-Evans dan St. John
(1998) di atas yaitu ESP dirancang untuk pemelajar yang sudah maju.
Pembelajaran ESP dilaksanakan untuk pemelajar yang sudah menguasai tata
bahasa, tetapi dapat juga untuk pemelajar pemula.
Dalam karakteristik Variabel, Dudley-Evans dan St John (1998)
mempersoalkan keadaan pemelajar. Mereka membedakan antara pemelajar yang
belum dewasa dengan pemelajar dewasa dan pemelajar yang sudah maju dengan
pemelajar pemula. Hutchinson dan Waters (1987), Strevens (1988), dan Robinson
(1991) membatasi definisi ESP, yakni ditujukan kepada pemelajar dewasa, tetapi
Dudley-Evans dan St John (1998) menambahkan bahwa ESP dapat juga untuk
pemelajar yang belum dewasa. Selain masalah dewasa dalam pengertian usia,
Dudley-Evans dan St John menambahkan bahwa program ESP bukan untuk
pemelajar yang sudah maju atau sudah memiliki pengetahuan bahasa yang tinggi
saja tetapi juga untuk pemelajar pemula, yakni pemelajar yang belum memiliki
pengetahuan bahasa yang tinggi.
Peneliti ini memiliki pandangan bahwa ESP tidak saja dikhususkan untuk
pemelajar dewasa dan sudah memiliki pengetahuan kebahasaan yang maju tetapi
dapat diterapkan bagi pemelajar yang belum dewasa, misalnya siswa SMK. Sesuai
dengan orientasi pendidikan kejuruan, dapat dikatakan bahwa siswa SMK ini
memiliki kebutuhan khusus dalam mempelajari bahasa Inggris. Kebutuhan
khususnya ini adalah menggunakan bahasa Inggris di lingkungan kerja sebagai
tenaga kerja tingkat menengah. Maka bahasa Inggris yang diajarkan harus bersifat
khusus pula, yakni yang berhubungan dengan dunia kerja. Mengingat kebutuhan
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
20
khusus ini maka pengajaran ESP dapat diberlakukan untuk pemelajar yang belum
dewasa seperti siswa SMK.
Menyimak uraian para ahli ESP di atas, peneliti ini menjadikan karakteristik
absolut butir kesatu dan karakteristik variabel butir ketiga dan keempat yang
dipaparkan Dudley-Evans dan St John (1998) sebagai landasan berpikir karena
dapat diterapkan dalam konteks SMK.
2.1.2 Klasifikasi ESP
Seperti dijelaskan di atas pemahaman ESP untuk landasan berpikir selanjutnya
diambil dari gagasan Dudley-Evans dan St John (1998). Mereka sependapat
dengan Hutchinson dan Waters (1987) menyatakan bahwa ESP diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu English for Academic Purposes (EAP) dan English for Specific
Purposes (EOP). EAP adalah bahasa Inggris yang diajarkan kepada mahasiswa
untuk tujuan akademik atau memahami bidang studi tertentu, seperti ilmu
pengetahuan dan teknologi, kedokteran, dan Ekonomi, sedangkan EOP adalah
bahasa Inggris yang diajarkan kepada mahasiswa untuk tujuan
pekerjaan/mendukung profesi dan kejuruan. Contoh yang lebih kongkrit adalah
bahasa Inggris yang diajarkan untuk memahami teks atau literatur tentang
kedokteran, digolongkan ke dalam EAP, sedangkan bahasa Inggris yang diajarkan
untuk dokter digolongkan EOP. Di dalam EOP itu sendiri dibagi menjadi dua,
yakni English for Professional Purposes (EPP ) dan English for Vocational
Purposes (EVP) yang masing-masing memiliki subbagian lagi. Bahasa Inggris
yang diajarkan untuk menjalankan profesi dokter, misalnya untuk berkomunikasi
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
21
dengan pasien digolongkan ke dalam EPP, sedangkan istilah-istilah kedokteran
digolongkan ke dalam EVP.
Dalam klasifikasi Dudley-Evans dan St. John (1998), bahasa Inggris yang
diajarkan di SMK tergolong ke dalam EPP khususnya EBP, sedangkan istilah-
istilah bahasa Inggris yang terkait dengan mata pelajaran produktif, misalnya mata
pelajaran akuntansi, kesekretarisan, dan lain-lain tergolong ke dalam EVP.
Dari klasifikasi ESP ini EOP dipakai oleh peneliti ini sebagai kerangka
berpikir karena sesuai dengan ciri pendidikan kejuruan yang mempersiapkan
lulusannya bekerja. Berikut ini diagram klasifikasi ESP yang dikemukakan
Dudley-Evans dan St. John (1998).
Diagram 2.1:
Klasifikasi ESP (Dudley-Evans dan St. John, 1998:6)
ESP
EAP
EOP
English for (Academic) Science and Technology
English for (Academic) Medical Purposes
English for (Academic) Legal Purposes English for Management, Finance, and Economics
English for Professional Purposes
English for Vocational Purposes
English for Medical Purposes English for Business Purposes Pre-Vocational English
Vocational English
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
22
Konsep EOP Dudley-Evans dan St John (1998) ini disesuaikan dengan
konteks SMK. Siswa SMK belum memiliki pekerjaan tertentu. Dengan demikian,
bahasa Inggris yang diajarkan bukan bahasa Inggris untuk profesi tertentu,
melainkan bahasa Inggris yang dipakai di lingkungan tempat kerja yang
bermacam-macam. Tempat kerja yang dimaksud di sini adalah tempat kerja yang
menerima lulusan SMK sebagai karyawannya, misalnya perusahaan yang
bergerak di bidang jasa: biro perjalanan, restoran, dan bidang perpajakan.
Hutchinson dan Waters (1987) membagi ESP menjadi tiga macam, yaitu (1)
English for Science and Technology (EST), yakni bahasa Inggris untuk ilmu
pengetahuan dan teknologi, (2) English for Business and Economics (EBE),
yakni bahasa Inggris untuk binis dan ilmu ekonomi, dan (3) English for Social
Sciences (ESS), yakni bahasa Inggris untuk ilmu pengetahuan dan sosial. Ketiga
bagian ESP tersebut masing-masing memiliki EAP dan EOP. Bahasa Inggris
untuk ilmu pengetahuan dan teknologi misalnya, terdapat EAP dan EOP. Untuk
EAP, maksudnya ialah bahasa Inggris untuk memahami tentang disiplin ilmu
teknologinya, sedangkan EOP ialah bahasa Inggris untuk seorang teknisi. Untuk
konteks SMK, bahasa Inggris yang diajarkan tergolong ke dalam EBE bagian
EOP. Namun, tidak sepenuhnya dapat digolongkan ke dalam bagian EOP itu
sendiri, yakni bahasa Inggris untuk sekretaris. Di bawah ini klasifikasi ESP yang
diuraikan Hutchinson dan Waters (1987).
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
23
Diagram 2.2:
Klasifikasi ESP (Hutchinson dan Waters, 1987)
Selanjutnya, Robinson (1991) membagi ESP menjadi dua macam, yaitu (1)
English for Occupational Purposes (EOP), yang terdiri dari pre-experience,
simultaneous/in service, dan post experience dan (2) English for Educational
Purposes (EEP)/English for Academic Purposes (EAP), yang terdiri dari English
for study in a specific discipline, dan English as a school subject. Pembagian ESP
Robinson (1991) ini lebih dapat menampung pembelajaran bahasa Inggris di SMK
ESP
English for Academic Purposes (EAP)
English for Science and Technology (EST)
English for BusinessAnd Economics (EBE)
English for Social Sciences (ESS)
English for Occupational Purposes (EOP)
English for Academic Purposes (EAP)
English for Medical Studies
English for Technician
English for Economics
English for Occupational Purposes (EOP)
English for Academic Purposes (EAP)
English for Occupational Purposes (EOP)
English for Secretaries
English for Psychology
English for Teaching
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
24
daripada pembagian ESP Hutchinson dan Waters (1987). Bahasa Inggris untuk
SMK kelompok bisnis dan manajemen dapat digolongkan ke dalam kedua
klasifikasi yang dikemukakan Robinson ini. Bahasa Inggris untuk siswa SMK
yang belum bekerja (pre-experience) diajarkan untuk menghadapi dunia kerja
(EOP) sekaligus diajarkan sebagai mata pelajaran di sekolah (EAP).
Diagram 2.3:
Klasifikasi ESP (Robinson, 1991)
Dilihat dari klasifikasi Robinson (1991) ini bahasa Inggris di SMK N 6
digolongkan sebagai EOP khususnya pre-experience, yakni bahasa Inggris untuk
pemelajar yang belum memiliki pengalaman bekerja dan sekaligus EAP
khususnya English as a school subject, yakni bahasa Inggris sebagai salah satu
mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
ESP
EOP
EEP/EAP
Pre-experience
Simultaneous/In-service
Post-experience
For study in a specific discipline
As a school subject
Pre-study
In-study
Post-study
Integrated
Independent
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
25
2.2 Prinsip dalam Perancangan Silabus EOP
Sebelum mendapatkan pemahaman mengenai prinsip dalam perancangan silabus
EOP, lebih dulu peneliti ini membahas pengertian silabus yang diketengahkan
oleh pakar silabus. Berikut ini pembahasannya.
2.2.1 Pengertian Silabus
Hutchinson dan Waters (1997) menyatakan bahwa silabus berkenaan dengan
sederetan daftar materi ajar yang akan diajarkan. Pendapat ini senada dengan
Dubin dan Olshtain (1986:35) menyatakan silabus adalah ”a more detailed and
operational statement of teaching and learning elements which translates the
philosophy of the curriculum into a series of planned steps leading towards more
narrowly defined objectives at each level”. Silabus merupakan bagian dari
kurikulum yang memuat pemilihan dan pengurutan materi ajar berdasarkan pada
tingkat kesulitan dan kebutuhan. Dengan kata lain, silabus lebih sempit daripada
kurikulum. Sebaliknya, kurikulum lebih luas pengertiannya, yakni merupakan
suatu dokumen yang digunakan sebagai pedoman untuk program pendidikan
nasional. Pendapat Dubin Olshtain (1986) ini didukung oleh Nunan (1988) serta
Celce Murcia dan Ohlstain (2000).
Selanjutnya, Hutchinson dan Waters (1987) menambahkan bahwa
penyusunan silabus yang baik diawali dengan analisis kebutuhan untuk
menentukan tujuan dan materi ajar. Dalam hal ini, Nunan (1988) sependapat
dengan Hutchinson dan Waters (1987).
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
26
Nunan (1988) menyatakan bahwa kurikulum berkenaan dengan perencanaan,
implementasi, dan evaluasi, sedangkan silabus berkaitan dengan pemilihan dan
pengurutan isi. Selanjutnya, ia menyebutkan bahwa pada tahap perencanaan perlu
diadakan analisis kebutuhan pemelajar. Jadi, pelajar dilibatkan dalam proses
pembuatan keputusan mengenai isi kurikulum. Peneliti ini menilai bahwa
pendapat Nunan (1988) ini merupakan langkah maju dalam pembelajaran bahasa
Inggris. Dengan dilibatkannya pihak pemelajar ini salah satu manfaat yang akan
timbul adalah tumbuhnya motivasi.
Gagasan Nunan (1988) ini belum dapat dilaksanakan dalam penyusunan
kurikulum di SMK. Namun, adanya KTSP, yakni kurikulum yang dibuat oleh
pihak sekolah, menunjukkan telah adanya perkembangan kurikulum di Indonesia,
dari yang ditentukan pemerintah menjadi ditentukan oleh pihak sekolah sesuai
dengan kebutuhan sekolah itu.
Selanjutnya, Nunan (1988) menambahkan bahwa metodologi pengajaran
bukan merupakan bagian silabus. Metodologi berisi pemilihan tugas dan aktivitas
pembelajaran dapat dijabarkan secara panjang lebar pada bagian tersendiri
terpisah dari silabus yang berisi isi pembelajaran. Dalam praktiknya, yang disebut
Nunan (1988) dengan metodologi ini di SMK di istilahkan dengan RPP (Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran). Oleh karena itu, dalam silabus EOP, peneliti ini tidak
mencantumkan kegiatan pembelajaran, karena kegiatan itu dibahas dalam RPP.
Celce-Murcia dan Ohlstain (2000) yang sependapat dengan Nunan (1988)
menyatakan bahwa kurikulum mengandung unsur budaya, sosial, dan politis dari
suatu masyarakat, dibuat oleh suatu lembaga pendidikan pusat dan berisi panduan
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
27
umum pengajaran, sedangkan silabus dibuat oleh guru dan berisi urutan materi
pengajaran dan aktivitas pengajaran. Kondisi yang diuraikan Celce-Murcia ini
tidak sesuai lagi dengan kondisi kurikulum pendidikan Indonesia semenjak tahun
2007. Dengan diberlakukannya KTSP yang disusun oleh sekolah menandakan
bahwa kurikulum tidak dibuat lagi oleh lembaga pendidikan pusat.
Kegiatan analisis kebutuhan yang dinyatakan oleh Hutchinson dan Waters
(1987) dan Nunan (1988) di atas didukung oleh Robinson (1991) dengan
menambahkan keterangan bahwa untuk memperoleh silabus yang sesuai dengan
kebutuhan, perancang silabus dapat memadukan dua atau lebih jenis silabus.
Gagasan Robinson (1991) ini sejalan dengan Harmer (2001). Di bawah ini
pendapat Harmer (2001).
Harmer (2001) menyatakan bahwa kurikulum berhubungan dengan daftar apa
yang akan diajarkan, perencanaan, implementasi, evaluasi, pengelolaan, dan
administrasi program pengajaran, sedangkan silabus berkaitan dengan pemilihan
dan penyusunan materi yang akan dipelajari menurut tujuan yang ingin dicapai.
Ia menyebutkan tujuh jenis silabus. Berikut ini penjelasannya.
(1) Grammatical syllabus atau silabus gramatikal, yaitu silabus yang disusun
berdasarkan butir-butir gramatikal. Silabus ini digunakan sebagai dasar
merencanakan program umum untuk tingkat dasar. Inti dari silabus gramatikal
adalah (1) menyesuaikan antara pola yang tepat dengan waktu belajar yang
tersedia, (2) butir-butir gramatikal diajarkan untuk memudahkan pemelajar
belajar, dan (3) butir-butir gramatikal yang dipilih adalah butir-butir gramatikal
yang produktif dengan tujuan mengembangkan keterampilan komunikatif dasar.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
28
Peneliti ini beranggapan bahwa silabus seperti ini tidak tepat diterapkan untuk
konteks SMK yang berorientasi ke dunia kerja. Silabus gramatikal lebih sesuai
untuk siswa SMP yang masih memerlukan pengetahuan dasar kebahasaan seperti
yang ditawarkan dalam silabus gramatikal.
(2) Lexical syllabus atau silabus leksikal, yaitu silabus yang disusun
berdasarkan kosakata yang penting. Kosakata dipandang sebagai unsur yang
penting dalam pembelajaran bahasa. Kosakata yang dipelajari antara lain
- kosakata yang berhubungan dengan topik tertentu (misalnya seni, pakaian)
- pembentukan kata (misalnya sufiks dan perubahan morfologis)
- kata majemuk (misalnya walking-stick, multi-storey car park)
- kata penghubung (misalnya when, if, he/she)
- ungkapan tertentu yang sudah pasti (misalnya Would you like to ...?, If I
were you I’d ... )
- kata yang bermakna konotasi dan metafor.
Kelemahan silabus leksikal adalah bahwa kosakata yang diajarkan terlalu luas dan
kompleks. Selain itu, jenis silabus ini membuka peluang terjadinya tumpang
tindih antara penjelasan leksikal dalam pengertian multikata dan tata bahasa.
(3) Functional syllabus atau silabus fungsional, yaitu silabus yang disusun
berdasarkan fungsi-fungsinya dalam komunikasi (misalnya requesting, offering,
inviting, dan agreeing and disagreeing dan sebagainya). Silabus ini menekankan
fungsi bahasa sehingga dapat menghasilkan kemampuan berkomunikasi. Inti dari
silabus ini memberi penekanan pada penggunaan bahasa terutama pada listening
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
29
dan speaking. Contoh ungkapan untuk fungsi offering antara lain Would you like
me to ... I’ll dan I help you if you want.
Kelemahan dalam silabus fungsional yaitu perancang silabus menemui
kesulitan mengenai pentahapan materi untuk leksikal dan tata bahasa. Tingkat
kesulitan materi pembelajaran dalam silabus jenis ini sulit diidentifikasi.
(4) Situational syllabus atau silabus situasional, yaitu silabus yang disusun
berdasarkan bahasa yang dibutuhkan dalam situasi tertentu misalnya at the bank,
at the supermarket, at a factory dan sebagainya. Jadi perlu diidentifikasi
penggunaan bahasa untuk berkomunikasi pada situasi tersebut. Silabus jenis ini
memiliki kelemahan yang tidak jauh berbeda dengan silabus fungsional.
(5) Topic-based syllabus atau silabus berbasis topik, yaitu silabus yang
disusun berdasarkan topik atau tema yang berbeda, misalnya the weather, sport,
music, dan sebagainya. Silabus jenis ini sering digunakan di tingkat perguruan
tinggi. Pelajaran bahasa Inggris diintegrasikan dengan ilmu lain, misalnya
matematika dan ilmu pengetahuan sosial. Pembelajaran dengan silabus seperti ini
telah dicobakan di SMK N 6 Jakarta untuk kelas tertentu, yakni kelas SBI.
Namun, untuk kelas X belum dapat diterapkan sepenuhnya.
(6) Task-based syllabus atau silabus berbasis tugas, yaitu silabus yang
disusun berdasarkan daftar serangkaian tugas-tugas yang dilaksanakan oleh siswa
dalam bahasa yang dipelajari. Task ini merupakan tujuan yang hendak dicapai
melalui penggunaan bahasa yang sedang dipelajari. Misalnya, reading a map and
giving directions.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
30
Kelemahan silabus berbasis tugas adalah terjadinya kesulitan dalam
menentukan tahapan atau tingkat kesulitan tugas. Dengan kata lain, perancang
silabus menemui kesulitan dalam menentukan tugas seperti apa yang akan
diajarkan lebih dulu.
Untuk mengatasi berbagai kelemahan dalam tiap-tiap silabus di atas, Harmer
(2001) menghadirkan gagasannya mengenai multi-syllabus syllabus atau silabus
multisilabus. Silabus jenis ini tidak menonjolkan pada suatu karakteristik tertentu,
misalnya tata bahasa, leksis, fungsi, situasi. Silabus ini merupakan gabungan dari
keenam jenis silabus di atas yang melibatkan unsur-unsur seperti tata bahasa,
leksis, fungsi bahasa, situasi, topik, dan tugas-tugas. Jadi, silabus jenis ini tidak
didominasi oleh karakteristik silabus tertentu, misalnya didominasi oleh unsur tata
bahasa saja atau pun fungsi bahasa, tetapi merupakan gabungan berbagai jenis
silabus. Walaupun demikian, dalam praktiknya pada tahap awal silabus
multisilabus menggunakan karakteristik silabus gramatikal. Selanjutnya, silabus
multisilabus memadukan kosakata dan keterampilan (skill) serta tugas dan fungsi.
Pada akhirnya, tata bahasa dapat digunakan untuk melaksanakan fungsi dan tugas.
Dalam hal ini tidak ada unsur yang kelihatan menonjol, karena semua
karakteristik dalam tiap jenis silabus saling melengkapi. Peneliti ini menganggap
silabus multi silabus merupakan jenis silabus yang dapat mengakomodasi
pembelajaran EOP di SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen.
Harmer (2001) menambahkan bahwa untuk memperoleh silabus yang baik,
perancang silabus sebaiknya mempertimbangkan empat kriteria, yaitu
kemampuan belajar (learnability), frekuensi (frequency), cakupan (coverage), dan
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
31
kebermanfaatan (usefulness). Learnability mengacu kepada pertimbangan dalam
mendahulukan butir-butir struktur atau leksikal yang lebih mudah untuk dikuasai.
Misalnya, lebih mudah mengajarkan penggunaan some dan any lebih dulu
daripada mengajarkan seluruh penanda jumlah, seperti much, many, few, dan
sebagainya pada waktu yang bersamaan. Frequency berkaitan dengan kata atau
makna yang lebih sering dipakai, misalnya lebih dulu diajarkan see yang
bermakna understand daripada see yang bermakna melihat. Coverage berkenaan
dengan kata dan struktur yang mempunyai ruang lingkup yang lebih luas daripada
yang lain. Misalnya, lebih dulu diperkenalkan going to menunjukkan future
daripada going to yang menunjukkan present continuous. Usefulness berkaitan
dengan pemakaian kata yang lebih bermanfaat daripada kata yang lain. Misalnya,
dalam ruang kelas kata seperti book dan pen merupakan kata yang bermanfaat
pada situasi pembelajaran di kelas. Keempat kriteria ini menjadi rambu-rambu
dalam menentukan materi pembelajaran.
2.2.2 Silabus Bahasa Inggris Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Selain jenis silabus yang telah diuraikan di atas, ada model silabus yang
dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), yakni suatu
lembaga yang mendapat kewenangan dari pemerintah dalam hal ini Departemen
Pendidikan untuk membuat model silabus bagi sekolah kejuruan. Model silabus
ini memuat tujuh unsur, yaitu kompetensi dasar, indikator, materi pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Model
silabus ini dapat dikembangkan oleh tiap sekolah sesuai dengan kebutuhannya.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
32
Peneliti ini menggunakan format silabus dari BSNP ini, namun tidak
menghilangkan bagian kegiatan pembelajaran, karena kegiatan pembelajaran ini
akan diuraikan secara terperinci dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Dalam satu dasawarsa lebih, pendidikan di Indonesia memberlakukan empat
macam kurikulum, yakni kurikulum 1994, kurikulum edisi 1999, kurikulum 2004,
dan kurikulum 2006, yang terkenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Dalam pelaksanaannya, setiap kurikulum di atas dijabarkan
ke dalam silabus. Kurikulum 1994 mendapat tanggapan, kritik, dan saran dari para
praktisi, pakar, ahli, serta masyarakat. Tanggapan dan kritik pada umumnya
berkenaan dengan padatnya isi kurikulum seperti banyaknya mata pelajaran dan
substansi dari setiap mata pelajaran, materi yang kurang sesuai, baik dengan tahap
perkembangan anak maupun dengan kebutuhan pembangunan nasional dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemerintah memandang perlu
melakukan penyempurnaan sesuai dengan berbagai perkembangan dan perubahan
yang terjadi. Penyempurnaan tersebut ditandai dengan munculnya kurikulum edisi
1999.
Seperti kurikulum 1994, kurikulum edisi 1999 berorientasi ke sederetan
bahan atau pokok bahasan yang akan diajarkan kepada siswa. Silabus yang
merupakan pengembangan dari kurikulum edisi 1999 secara otomatis berorientasi
kepada deretan materi ajar. Banyak para ahli pendidikan menemukan kenyataan
bahwa guru cenderung mengejar selesainya materi pembelajaran yang diwajibkan
bukan pada pencapaian suatu kemampuan tertentu. Dapat saja materi
pembelajaran telah selesai diajarkan, tetapi siswa tidak bisa berbahasa Inggris.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
33
Untuk mengatasi masalah ini, sesuai dengan kebijakan pemerintah tentang
otonomi daerah, maka untuk mengganti kurikulum edisi 1999 diberlakukan
kurikulum 2004 yang dikenal dengan nama kurikulum berbasis kompetensi
(KBK). KBK dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan
pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi). Silabus yang
dikembangkan dari KBK disebut dengan Satuan Acara Pemelajaran (SAP).
Penekanan dalam silabus ini adalah kompetensi yang harus dikuasai siswa. Jadi,
silabus dalam KBK berorientasi pada kompetensi siswa daripada isi pelajaran.
Prinsip pembelajaran dalam KBK yaitu berpusat pada siswa. Perubahan yang
terjadi ini membawa implikasi terhadap perubahan kegiatan pembelajaran di
kelas, yakni sekolah tidak lagi hanya menjadi wahana mengajar (teaching) tetapi
lebih diarahkan sebagai wahana belajar (learning) (Depdiknas, 2003).
Pemahaman ini digunakan peneliti ini di dalam mengembangkan silabus EOP.
Dalam perkembangannya, kurikulum 2004 ini mendapat masukan-masukan
sehingga lahirlah yang dikenal sekarang dengan nama kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 24 Tahun 2006. Kurikulum ini mengacu kepada UU No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan,
Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, dan Permendiknas nomor
23 tahun 2006 tentang Standar Kelulusan dan Standar Kompetensi Nasional.
Perbedaan KTSP dengan kurikulum sebelumnya ialah bahwa kurikulum tidak
lagi dibuat oleh pemerintah, tetapi oleh masing-masing tingkat pendidikan atau
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
34
sekolah dengan melibatkan dunia industri. Keterlibatan dunia kerja terutama
untuk memberikan pandangan mengenai kompetensi kejuruan yang dibutuhkan
dunia kerja. Bambang Suhendro, dalam Kumpulan Kabar Diknas Tahun 2006
(2006) menjelaskan ”sistem pendidikan harus merespon terhadap perubahan dan
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan serta perkembangan yang terjadi, baik di
tingkat lokal, nasional maupun global”. Pembelajaran bahasa Inggris dalam KTSP
tidak berbeda jauh dengan pembelajaran dalam kurikulum 2004, karena pada
dasarnya KTSP mengacu pada kurikulum 2004. Jadi, silabus yang digunakan
sebagai penjabaran KTSP mengacu pada penguasaan kompetensi siswa.
2.2.3 Materi Pembelajaran English for Occupational Purposes (EOP)
Selain konsep dasar dan klasifikasi ESP, gagasan Dudley-Evans dan St. John yang
digunakan sebagai kerangka berpikir adalah materi pembelajaran. Dudley-Evans
dan St. John (1998) menyatakan materi yang digunakan dalam pembelajaran EAP
dan EOP pada dasarnya tidak berbeda. Yang membedakan di antara keduanya
ialah dalam hal sumber atau bahan ajar dan penggunaan kosakata.
(1) Sumber atau bahan belajar adalah materi otentik yang diambil dari
berbagai sumber, baik dalam bentuk buku teks, artikel majalah dan koran,
brosur, materi audio, audio-visual, transparansi, komputer, dan lain-lain.
(2) Unsur yang dikembangkan: keterampilan bahasa (menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis) dan pengetahuan bahasa (tata bahasa, kosakata,
dan pelafalan).
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
35
Dudley-Evans dan St John (1998) menjelaskan bahwa dalam proses
pembelajaran EOP, keterampilan bahasa dan pengetahuan kebahasaan yang
disebutkan di atas tidak diajarkan secara terpisah. Dua atau tiga keterampilan
bahasa, misalnya membaca, dan berbicara dapat diajarkan secara serentak.
Maksudnya, ketika guru mengajarkan keterampilan membaca pada saat yang
sama muncul kebutuhan akan mengajarkan keterampilan berbicara yang
menunjang keterampilan membaca tersebut.
Dalam pembelajaran EOP, keterampilan berbicara dalam suatu interaksi
mendapatkan perhatian utama. Kemahiran berbicara sekaligus menunjukkan
kemahiran menyimak. Untuk keterampilan membaca, fokusnya bukan pada teks
sebagai objek kebahasaan, melainkan teks sebagai alat informasi.
Mengenai tata bahasa, Dudley-Evans dan St John (1998) menjelaskan bahwa
tata bahasa tetap diperlukan untuk membantu pemahaman dalam keterampilan
makro. Seberapa dalam materi tata bahasa yang diberikan, disesuaikan dengan
tingkat penguasaan bahasa Inggris pemelajar dan prioritas pembelajaran.
Pembelajaran yang memprioritaskan ketepatan tata bahasa, akan memberikan
materi tata bahasa yang lebih lengkap dan dalam daripada pembelajaran yang
memprioritaskan kelancaran pemakaian bahasa. Terkait masalah tata bahasa
Parera menyatakan ”Tata bahasa diajarkan demi kepentingan pemahaman akan
teks bacaan. Gradasi tata bahasa hanya terjadi pada tahap awal untuk kaidah-
kaidah kata bahasa yang mendasar. Tata bahasa yang khusus dan spesifik
diajarkan secara serentak ketika dijumpai dalam teks bacaan karena diperlukan.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
36
Kaidah-kaidah tata bahasa yang spesifik tidak dilatihkan secara khusus jika
frekuensi penggunaannya dalam teks tidak tinggi”.
Kosakata yang lebih sesuai dengan EOP ialah (1) semi-technical vocabulary,
(2) kosakata umum yang memiliki frekuensi tinggi pada bidang khusus dan (3)
kosakata tertentu yang terkait dengan topik (library terkait dengan book, shelf,
borrow), semantik (sinonim dan antonim), metafor (wild horse bermakna
inflation). Berikut ini tabel yang berisi garis besar materi pembelajaran EOP.
Tabel 2.1
Materi Pembelajaran EOP
(Dudley-Evans dan St. John 1998)
Keterampilan
Makro
Subketerampilan/Keterampilan Mikro Bahan/Sumber
Menyimak 1. Mengidentifikasi maksud dan ruang
lingkup suatu pembicaraan/monolog.
2. Menentukan topik
pembicaraan/monolog.
3. Mengidentifikasi kosakata terkait
dengan suatu pembicaraan/monolog.
4. Menerka makna kata dari konteks.
- buku teks
- artikel dari koran dan
majalah
- brosur
- audio
- audio-visual
- transparansi
- komputer
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
37
Keterampilan Makro Subketerampilan/keterampilan
Mikro
Bahan/Sumber
Berbicara Menyampaikan suatu
pembicaraan/monolog
Membaca 1. Menentukan pikiran
utama dan pikiran
penjelas.
2. Menentukan informasi
yang relevan.
3. Membaca cepat.
- Teks otentik
yang sesuai
dengan
kebutuhan
pemelajar
Menulis Menerapkan kosakata dan tata
bahasa dalam kalimat.
2.2.4 Analisis Kebutuhan
Para pakar ESP sepakat bahwa sebelum melaksanakan aktivitas pengajaran ESP,
terlebih dahulu dilakukan analisis kebutuhan, yakni suatu kegiatan menjaring
informasi terkait dengan pemelajar dan kebutuhannya dalam belajar bahasa
Inggris. Pada dasarnya, analisis kebutuhan berguna untuk menentukan arah
program secara lebih tepat sehingga efektivitas suatu program ESP meningkat.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
38
Para pakar ESP seperti Munby (1978), Hutchinson dan Waters (1987), dan
Dudley-Evans dan St. John (1998) menganggap bahwa analisis kebutuhan
merupakan langkah penting dalam penyusunan program ESP karena analisis
kebutuhan merupakan dasar dalam menentukan program ESP selanjutnya. Dengan
demikian, analisis kebutuhan merupakan langkah pertama yang perlu ditempuh
dalam menyusun program ESP. Hasil analisis kebutuhan itu dijadikan dasar dalam
perancangan silabus, pemilihan dan penyusunan materi, proses belajar-mengajar,
dan evaluasi.
Sebelum membicarakan pelaksanaan analisis kebutuhan, terlebih dulu peneliti
ini memaparkan pendapat berbagai pakar ESP mengenai pengertian kebutuhan.
Beberapa pendapat itu antara lain dari Munby (1978), Hutchinson dan Waters
(1987), Robinson (1991), Dudley-Evans dan St John (1998), dan Graves (2000).
Satu dari uraian tersebut dipilih untuk dijadikan kerangka berpikir.
Menurut Munby (1978) kebutuhan itu mengacu kepada kebutuhan belajar
bahasa. Munby (1978) dianggap sebagai ahli ESP yang pertama kali
memperkenalkan analisis kebutuhan secara ilmiah. Sarana untuk menggali
informasi mengenai kebutuhan belajar bahasa ialah Communication Needs
Processor (CNP). Instrumen ini berguna dalam menjaring data dari pemelajar
mengenai alasan belajar, waktu dan tempat penggunaan bahasa, mitra tutur dari
bahasa yang dipelajari, dan keterampilan yang dibutuhkan.
Melalui CNP diperoleh profil pemelajar, keterampilan dan fungsi bahasa yang
diperlukan pemelajar. Kelemahan CNP adalah tidak dilibatkannya pemelajar
dalam menentukan kebutuhan mereka sendiri. CNP tidak menjaring data
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
39
mengenai tingkat penguasaan bahasa Inggris pemelajar dan keinginan atau
harapannya dengan bahasa Inggris itu. Jadi, CNP hanya menjaring data kebutuhan
objektif, dan tidak menjaring data subjektif. Oleh karena itu, peneliti ini tidak
mengambil model analisis kebutuhan yang diketengahkan Munby (1978) ini.
Melengkapi kekurangan dari model analisis kebutuhan yang dipaparkan
Munby (1978), Hutchinson dan Waters (1987) menyatakan bahwa kebutuhan
ialah semua yang berhubungan dengan
(1) keperluan (necessities), yakni apa yang harus diketahui pemelajar agar dapat
berperan aktif dalam bahasa yang dipelajari itu;
(2) keinginan (wants), yakni hal yang mendorong pemelajar sehingga ingin
mempelajari bahasa;
(3) Kekurangan atau kelemahan (lacks), yakni hal yang perlu dikuasai pemelajar.
Peneliti ini berpendapat bahwa analisis kebutuhan yang diuraikan Hutchinson
dan Waters (1998) ini pun mengandung kelemahan, yakni tidak dilibatkannya
informasi tentang data personal atau latar belakang pemelajar. Mestinya,
informasi mengenai pribadi pemelajar mengawali informasi lainnya, yakni
informasi tentang keperluan, keinginan, dan kekurangan pemelajar.
Berikutnya adalah pendapat tentang analisis kebutuhan yang dipaparkan
Dudley-Evans dan St John (1998). Mereka mengetengahkan delapan informasi
sebagai unsur dalam analisis kebutuhan. Kedelapan informasi itu ialah
(1) informasi profesional pemelajar (tugas dan kegiatan pemelajar dalam belajar
bahasa Inggris);
(2) informasi personal pemelajar (faktor-faktor yang mempengaruhi cara belajar,
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
40
informasi budaya, alasan belajar dan harapan, sikap terhadap bahasa Inggris);
(3) informasi penguasaan bahasa Inggris pemelajar (keterampilan berbahasa saat
ini);
(4) kelemahan pemelajar;
(5) informasi tentang belajar bahasa (cara belajar bahasa yang efektif);
(6) informasi tentang komunikasi profesional (bagaimana bahasa dan
keterampilan digunakan dalam situasi tertentu);
(7) apa yang diinginkan dari pembelajaran bahasa Inggris, dan;
(8) informasi tentang lingkungan tempat pelajaran bahasa Inggris akan
diselenggarakan.
Peneliti ini menyimpulkan bahwa analisis kebutuhan yang dipaparkan
Dudley-Evans dan St John (1998) ini sebagai penyempurnaan analisis kebutuhan
paparan Munby (1978) dan Hutchinson dan Waters (1987). Analisis kebutuhan
paparan Dudley-Evans dan St John (1987) terdiri atas tiga hal utama, yakni
informasi tentang pemelajar, informasi tentang bahasa yang dipelajari dan cara
mempelajarinya, dan informasi tentang sarana pendukung belajar. Peneliti ini
berpendapat bahwa analisis kebutuhan belajar bahasa seperti ini belum lengkap
bila diterapkan dalam konteks SMK. Analisis ini lebih menekankan kepada cara
belajar bahasa dan keterampilan bahasa, sedangkan siswa SMK lebih
membutuhkan identifikasi yang jelas tentang keterampilan yang harus dikuasai
pemelajar.
Selain menyempurnakan pemahaman tentang analisis kebutuhan yang
diuraikan di atas, Dudley-Evans dan St. John (1998) juga melengkapi pemahaman
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
41
lainnya. Menurutnya, pengajar bukanlah satu-satunya orang yang menetapkan
kebutuhan pemelajar. Selain pengajar, pihak lain yang berperan dalam
menentukan kebijakan pembelajaran adalah pemelajar, institusi yang menaungi
terjadinya proses pembelajaran, orangtua pemelajar, dunia kerja, alumni, dan
dokumen. Analisis kebutuhan dapat dilakukan oleh pengamat luar karena lebih
objektif. Kelemahannya, mereka tidak mengerti situasi dalam yang sesungguhnya.
Dengan demikian dapat menyebabkan salah pengertian. Di sisi lain pengamat
dalam, memahami benar situasi yang terjadi, namun kurang ahli. Oleh karena itu,
perlu adanya kerja sama antara pengamat luar dan pengamat dalam (Alderson and
Scott, 1992 dalam Dudley-Evans dan St John, 1998). Menurutnya, kegiatan
analisis kebutuhan dapat dilakukan melalui penyebaran kuesioner, analisis teks
otentik lisan dan tulisan, diskusi, wawancara terstruktur, observasi, studi kasus,
dan pengetesan.
Sehubungan dengan analisis kebutuhan, Graves (2000) sependapat dengan
Dudley-Evans dan St John (1998) dalam tiga hal. Pertama, mengenai pentingnya
analisis kebutuhan dalam merancang program ESP. Kedua, pihak yang berperan
dalam menentukan kebutuhan pemelajar. Ketiga, pelaksanaan analisis kebutuhan.
Graves (2000) menambahkan pernyataan bahwa analisis kebutuhan merupakan
proses sistematis dalam pengumpulan informasi yang dilakukan terus menerus
untuk mengetahui kebutuhan pemelajar dan menginterpretasi informasi tersebut
untuk membantu menentukan materi yang harus diajarkan, bagaimana materi
tersebut diajarkan, dan bagaimana materi tersebut dievaluasi. Analisis kebutuhan
memberi andil dalam melaksanakan pembelajaran yang mendekati kebutuhan
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
42
pemelajar dalam mempelajari bahasa Inggris. Di bawah ini disajikan bagan
analisis kebutuhan Graves (2000).
Tujuan pembelajaran
Keadaan pemelajar Keadaan pemelajar
pada masa kini/sebelum mengikuti pada masa depan/perubahan yang
proses pembelajaran diinginkan
1. Pemelajar. 1. Tujuan dan harapan pemelajar
2. Tingkat kemampuan bahasa belajar bahasa Inggris
Inggris pemelajar. 2. Konteks bahasa, situasi,
3. Tingkat kompetensi antarbudaya peran, topik, dan isi.
pemelajar. 3. Jenis keterampilan
4. Minat pemelajar. komunikatif yang mereka
5. Pilihan gaya belajar pemelajar. butuhkan dan tugas yang
6. Sikap pemelajar. akan mereka jalankan.
4. Modalitas bahasa yang
yang akan mereka gunakan.
Dari bagan analisis kebutuhan Graves (2000), tujuan pembelajaran
diperoleh sebagai hasil dari melaksanakan analisis kebutuhan. Untuk konteks
SMK, tujuan pembelajaran untuk tiap-tiap mata pelajaran telah ditetapkan dalam
KTSP dan berlaku untuk semua SMK. Oleh karena itu, guru tidak perlu menggali
kebutuhan siswa untuk mendapatkan tujuan pembelajaran.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
43
Untuk bahasa Inggris tujuan pembelajaran dikelompokkan ke dalam tiga
jenis, yakni (1) berkomunikasi dalam bahasa Inggris setara level novice, (2)
berkomunikasi dalam bahasa Inggris setara level elementary, dan (3)
berkomunikasi dalam bahasa Inggris setara level intermediate. Berkomunikasi
dalam bahasa Inggris setara level novice dimaksudkan kelas X, setara level
elementary untuk kelas XI, dan setara level intermediate untuk kelas XII. Menurut
peneliti ini pelevelan tidak dapat diidentikkan dengan kelas tertentu, tetapi
pelevelan identik dengan kemampuan. Pelevelan seharusnya ditentukan melalui
sebuah tes, yakni placement test.Dapat terjadi, kelas X yang digolongkan pada
level novice memperoleh nilai atau skor melebihi kelas XI bahkan XII sehingga
digolongkan level elementary atau intermediate. Jadi, pelevelan yang ditetapkan
dalam KTSP bukan melalui placement test, melainkan didasarkan pada
pengelompokan kelas.
Walaupun tujuan pembelajaran bahasa Inggris sudah ditetapkan secara formal
seperti diuraikan di atas, peneliti ini tetap menggali tujuan pembelajaran bahasa
Inggris menurut pendapat siswa. Selain untuk memenuhi prosedur yang
disyaratkan dalam merancang program ESP, langkah ini berguna sebagai sarana
untuk mengetahui apakah ada perbedaan tujuan pembelajaran yang dinyatakan
siswa dengan yang tercantum dalam KTSP. Uraian secara lengkap dapat disimak
dalam bab 4.
Kebutuhan pemelajar dalam mempelajari bahasa Inggris mengacu pada
keadaan masa depan/perubahan yang diinginkan. Dengan orientasi pendidikan
SMK, yakni bekerja, maka yang dimaksud dengan perubahan yang diinginkan
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
44
adalah perubahan dari bahasa Inggris sebagai pengetahuan (diperoleh sebelum
masuk SMK) menjadi bahasa Inggris sebagai sarana untuk bekerja. Dalam hal ini
pembelajaran bahasa Inggris di SMK berfungsi sebagai jembatan penghubung
antara kemampuan awal siswa sebelum masuk SMK dengan kompetensi yang
harus dikuasai sebelum masuk dunia kerja. Graves (2000) tidak mengharuskan
semua unsur keadaan pemelajar pada masa kini dan masa depan digali dalam satu
waktu, tetapi dapat menentukan unsur yang dipandang erat terkait dengan tujuan
penelitian.
Peneliti ini berpendapat analisis kebutuhan yang diketengahkan Graves
(2000) memiliki beberapa kelebihan dibanding analisis kebutuhan yang telah
diuraikan di atas. Kelebihan itu ialah (1) analisis Graves (2000) melengkapi
kekurangan dalam analisis Munby (1978) dan Hutchinson dan Waters (1987)
yang tidak memasukkan unsur personal pemelajar dalam kegiatan analisis dan (2)
melengkapi kekurangan dalam analisis kebutuhan Dudley-Evans dan St John
(1998) yang tidak memasukkan gaya belajar pemelajar dalam mempelajari bahasa
Inggris. Oleh karena itu, peneliti ini menetapkan analisis kebutuhan Graves (2000)
sebagai landasan teoretis untuk menganalisis kebutuhan belajar bahasa Inggris
untuk siswa SMK N 6 Jakarta kelas X.
Dalam pelaksanaan penelitian, unsur keadaan pemelajar masa kini yang digali
secara intensif oleh peneliti ini adalah (1) pemelajar, (2) tingkat kemampuan
bahasa Inggris pemelajar, (3) minat pemelajar terhadap bahasa Inggris, (4) pilihan
gaya belajar bahasa Inggris pemelajar, dan (5) sikap pemelajar terhadap bahasa
Inggris. Untuk unsur keadaan pemelajar pada masa depan yang digali adalah (1)
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
45
tujuan dan harapan pemelajar dalam mempelajari bahasa Inggris dan (2) jenis
keterampilan komunikatif yang dibutuhkan pemelajar.
Orientasi pendidikan SMK, yakni bekerja, maka yang dimaksud dengan
perubahan yang diinginkan adalah perubahan dari bahasa Inggris sebagai
pengetahuan (diperoleh sebelum masuk SMK) menjadi bahasa Inggris sebagai
sarana untuk bekerja. Dalam hal ini pembelajaran bahasa Inggris di SMK
berfungsi sebagai jembatan penghubung antara kemampuan awal pemelajar
sebelum masuk SMK dengan kompetensi yang harus dikuasai sebelum masuk
dunia kerja. Graves (2000) tidak mengharuskan semua unsur keadaan pemelajar
pada masa kini dan masa depan digali dalam satu waktu, tetapi dapat menentukan
unsur yang dipandang erat terkait dengan tujuan analisis. Peneliti ini berpendapat
analisis kebutuhan yang diketengahkan Graves (2000) memiliki beberapa
kelebihan dibanding analisis kebutuhan yang telah diuraikan di atas. Kelebihan itu
ialah (1) analisis Graves (2000) melengkapi kekurangan dalam analisis Munby
(1978) dan Hutchinson dan Waters (1987) yang tidak memasukkan unsur personal
pemelajar dalam kegiatan analisis dan (2) melengkapi kekurangan dalam analisis
kebutuhan Dudley-Evans dan St John (1998) yang tidak memasukkan sikap
pemelajar terhadap bahasa yang dipelajari itu. Dengan demikian, peneliti ini
menetapkan analisis kebutuhan Graves (2000) sebagai landasan teoretis untuk
menganalisis kebutuhan belajar bahasa Inggris untuk siswa SMK N 6 Jakarta
kelas X.
Dalam pelaksanaan penelitian, unsur keadaan pemelajar masa kini yang digali
secara intensif oleh peneliti ini adalah (1) pemelajar, (2) tingkat kemampuan
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
46
bahasa Inggris pemelajar, (3) minat pemelajar terhadap bahasa Inggris, (4) pilihan
gaya belajar bahasa Inggris pemelajar, dan (5) sikap pemelajar terhadap bahasa
Inggris. Untuk unsur keadaan pemelajar pada masa depan yang digali adalah (1)
tujuan dan harapan pemelajar dalam mempelajari bahasa Inggris dan (2) jenis
keterampilan komunikatif yang dibutuhkan pemelajar.
Kesimpulan dari uraian di atas ialah bahwa dalam merancang silabus EOP
digunakan prinsip sebagai berikut.
(1) Jenis silabus yang digunakan dikategorikan ke dalam silabus multisilabus.
(2) Materi ajar terdiri atas pengetahuan bahasa (tata bahasa, kosakata, pelafalan)
dan keterampilan bahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis).
(3) Pemilihan materi ajar untuk pengetahuan kebahasaan dan keterampilan bahasa
disesuaikan dengan kebutuhan siswa, yang diperoleh melalui analisis
kebutuhan. Dengan mengacu pada KTSP yang mengutamakan pencapaian
kompetensi maka materi ajar yang sudah ditentukan dicari bentuk kompetensi
yang terkandung di dalamnya sebagai fokus dalam proses pembelajaran.
(4) Sumber bahan ajar yang digunakan adalah sumber bahan ajar otentik.
Uraian di atas dapat digambarkan dalam sebuah diagram 2.4 di bawah ini.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
47
Diagram 2.4
Prinsip dalam Perancangan Silabus EOP
Keterangan:
Silabus EOP dirancang untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan, antara lain
kebutuhan siswa, institusi, dan kebutuhan pemakai lulusan atau dunia kerja.
Untuk dapat mengetahui berbagai kebutuhan itu perlu dilakukan analisis
kebutuhan. Dalam penelitian ini analisis kebutuhan diterapkan untuk pemelajar
dengan menggunakan analisis kebutuhan Graves (2000). Pemilihan ini didasarkan
pada pertimbangan bahwa Graves (2000) menjadikan ESP sebagai dasar
pengembangan teori analisis kebutuhan itu, dan dapat diterapkan dalam
penggalian data di SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen. Analisis
kebutuhan tidak dilakukan untuk menggali kebutuhan pemerintah dan institusi
karena sudah tercantum dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pasal 15 dan
KTSP SMK N 6 Jakarta, berupa standar kompetensi.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
48
2.3 Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan dua macam metode: (1) metode
penelitian survei dan (2) metode penelitian kasus. Berikut ini pembahasannya.
2.3.1 Metode Penelitian Survei
Metode penelitian survei banyak digunakan para peneliti bahasa kedua,
pendidikan dwibahasa, dan bahasa asing untuk meneliti berbagai permasalahan
dalam pembelajaran bahasa. Johnson (1992) menyatakan, “the purpose of a
survey is to learn about characteristics of an entire group (a sample)”.
Selanjutnya, Johnson (1992) menambahkan bahwa tidak mungkin sebuah
penelitian untuk meneliti semua populasi. Oleh karena itu, dilakukan pemilihan
sampel yang dimaksudkan sebagai perwakilan dari populasi secara keseluruhan.
Selanjutnya, hasil dari penelitian terhadap sampel digeneralisasi terhadap
keseluruhan populasi.
2.3.1.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner dan
pengetesan kemampuan bahasa Inggris. Penyusunan kuesioner ini mengacu
kepada rambu-rambu yang dikemukakan oleh Oppenheim (1992). Kuesioner
dipilih sebagai teknik pengumpulan data karena informasi yang dibutuhkan dapat
dikontrol melalui pertanyaan. Materi dalam kuesioner ini dikembangkan dari
pendapat Graves (2000) mengenai analisis kebutuhan.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
49
Sebelum menyebarkan kuesioner yang sesungguhnya, peneliti ini terlebih
dahulu melakukan uji coba terhadap sepuluh pemelajar SMK N 6 Jakarta dengan
tujuan mendapatkan saran perbaikan terhadap bentuk dan isi kuesioner. Setelah
perbaikan dilakukan, selanjutnya diteruskan dengan menyebarkan kuesioner itu
kepada responden yang dimaksud.
Setelah mengisi kuesioner, responden mengerjakan tes kemampuan bahasa
Inggris. Bahan yang digunakan untuk mengetes adalah Test of English for
International Communication (TOEIC) Regional 2007. Tes ini dibuat oleh
lembaga pembinaan guru kejuruan di Sawangan. Tes kemampuan ini digunakan
untuk mengetahui tingkat penguasaan bahasa Inggris responden.
Secara garis besar tes ini terdiri dari dua bagian, yakni menyimak dan
membaca. Menyimak terdiri atas 100 butir soal yang dibagi ke dalam empat
bagian, yaitu bagian I (gambar, 20 butir soal) mengukur kemahiran membedakan
pelafalan. Pada setiap pertanyaan dalam buku soal terdapat sebuah gambar. Pada
kaset diperdengarkan empat pilihan jawaban yang disesuaikan dengan gambar
yang tersedia. Bagian II (pertanyaan-respon, 30 butir soal) mengukur kemahiran
menyimak dengan cara memilih satu pilihan jawaban yang ditawarkan atas sebuah
pertanyaan. Pertanyaan dan pilihan jawaban tidak tercetak dalam buku soal, tetapi
hanya diperdengarkan melalui sebuah kaset. Tingkat kesulitan pada bagian II ini
lebih tinggi daripada bagian I. Bagian III (percakapan pendek, 30 butir soal)
mengukur kemahiran menyimak dengan cara memilih satu jawaban benar
berdasarkan percakapan pendek yang diperdengarkan melalui sebuah kaset.
Tingkat kesulitan pada bagian III ini lebih tinggi daripada bagian II. Bagian IV
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
50
(pembicaraan pendek, 20 butir soal). Bagian IV sama dengan bagian III bedanya
terletak dari jumlah soal. Pada bagian IV sebuah percakapan pendek dimaksudkan
untuk menjawab dua atau lebih pertanyaan. Bagian IV ini adalah tingkat yang
paling sulit dibanding bagian lainnya. Total waktu untuk tes menyimak adalah 45
menit.
Selanjutnya, membaca terdiri atas 100 butir soal yang dibagi ke dalam tiga
bagian, yaitu bagian V, VI, dan VII. Bagian V secara garis besar mengukur
kemahiran membaca yang dikaitkan dengan pengetahuan kebahasaan (tata bahasa
dan kosakata) dengan jumlah soal 40 butir. Bagian VI (mengenali kata atau frasa
yang harus diperbaiki, 20 butir soal), dan bagian VII mengukur kemahiran
membaca khususnya pemahaman terhadap isi suatu bacaan (40 butir soal). Waktu
untuk mengerjakan soal membaca adalah 75 menit. Dengan demikian, dari
keempat kemahiran bahasa yang diukur melalui TOEIC Regional February 2007
ini adalah kemahiran kemahiran menyimak dan membaca dengan total waktu 120
menit. Peneliti ini menganggap tes ini cukup dapat mengungkapkan kemampuan
bahasa Inggris dasar siswa kelas X.
Penghitungan nilai (skor) ditentukan dari jumlah jawaban yang benar yang
disesuaikan dengan conversion table (lihat Lampiran). Perolehan skor
menunjukkan tingkat kemampuan bahasa Inggris siswa.
Penyebaran kuesioner dan pengetesan yang diuraikan di atas dilakukan
terhadap responden yang diambil dari suatu populasi. Daftar pertanyaan kuesioner
dapat dilihat dalam Lampiran 1. Populasi yang dimaksud di sini adalah siswa
kelas X SMK N 6 Jakarta tahun pelajaran 2007/2008 yang berjumlah 300 orang,
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
51
yang dikelompokkan ke dalam empat program. Pemilihan siswa kelas X ini
didasarkan pada tujuan penelitian, yaitu bahwa model silabus EOP dimulai sejak
kelas X.
Untuk memperoleh sampel dari populasi yang memiliki ciri-ciri yang
berbeda, Soeratno dan Arsyad (1993) mengusulkan metode sampling acak secara
proporsional menurut stratifikasi. Menurut metode ini, populasi dibagi atas
beberapa bagian (subpopulasi) dari populasi tersebut untuk keperluan penelitian.
Berdasarkan kriteria ini, peneliti ini menetapkan sampel untuk tiap-tiap program
keahlian seperti terlihat dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2:
Responden Kelas X SMK N 6 Jakarta
Nomor Kelas Jumlah
Siswa
sampel
1. X Administrasi Perkantoran 1 40 4
2. X Administrasi Perkantoran 2 38 4
3. X Akuntansi 1 39 4
4. X Akuntansi 2 36 4
5. X Penjualan 1 39 4
6. X Penjualan 2 35 3
7. X Multimedia 1 37 4
8. X Multimedia 2 36 4
Total 300 31
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
52
2.3.1.2 Teknik Analisis Data
Johnson (1992) menggolongkan analisis data dalam penelitian survei ke dalam
tiga jenis, yaitu analisis deskriptif, analisis korelasional, dan analisis ketelitian
perkiraan. Peneliti ini menggunakan satu dari teknik analisis yang disebutkan di
atas, yakni analisis deskriptif. Analisis deskriptif ialah analisis yang berkaitan
dengan jumlah dan persentase. Jadi data yang ditampilkan merupakan statistik
deskriptif. Dengan demikian data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner dan
pengetesan dihitung jumlah dan persentasenya sehingga dapat dibuat menjadi
tabulasi.
2.3.2 Metode Penelitian Kasus
Johnson (1992) menjelaskan metode penelitian kasus sebagai “a case study is a
study of one case. A case-study researcher focuses attention on a single entity,
usually as it exists in its naturally occurring environment”. Maksud penelitian
kasus adalah menguraikan masalah dalam konteksnya.
Penelitian kasus ini difokuskan pada SMK N 6 Jakarta khususnya yang
menyangkut masalah pembelajaran bahasa Inggris. Dengan demikian, unsur yang
diteliti adalah dokumen dan pihak yang terkait dengan pembelajaran bahasa
Inggris.
2.3.2.1 Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian kasus diperoleh melalui pengamatan, analisis dokumen dan
laporan tertulis yang terkait, serta wawancara. Untuk memudahkan
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
53
penganalisisan dokumen, peneliti ini menggunakan panduan analisis dokumen.
Berikut ini tabel 2.3 tentang panduan analisis dokumen.
Tabel 2.3:
Panduan Analisis Dokumen
Nomor Data yang dibutuhkan Dokumen yang dikaji
1 Visi dan misi SMK N 6 Jakarta Pedoman Mutu, 2005
2 Tujuan pendidikan bahasa Inggris di SMK
kelompok bisnis dan manajemen
KTSP
3 Kompetensi bahasa Inggris KTSP
4. Tujuan pendidikan kejuruan UU Sisdiknas nomor 20
Tahun 2003
5. Jenis dan tempat bekerja alumni Data alumni
6. Perbedaan kurikulum 2004 dan KTSP Kurikulum 2004 dan
KTSP
7. Materi pembelajaran bahasa Inggris
di SMK N 6 Jakarta
Silabus SMK N 6
Jakarta
Selain menggunakan panduan analisis dokumen, penelitian ini juga
menggunakan panduan wawancara. Johnson (1992) menyebutkan tiga macam
wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semi terstruktur, dan tidak terstruktur.
Wawancara terstruktur ialah wawancara dengan pertanyaan yang telah ditentukan.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
54
Wawancara semi terstruktur ialah wawancara yang pertanyaannya berupa garis
besar atau pokok pertanyaan, dan wawancara tidak terstruktur adalah pertanyaan
dalam wawancara hanya berupa topik-topik. Peneliti ini menggunakan wawancara
semi terstruktur karena melalui dapat dihasilkan data tentang persepsi dan
penilaian yang bersifat subjektif dan kualitatif.
Wawancara dilakukan dengan empat orang informan guru dan lima informan
praktisi dunia kerja. Informan dari guru yaitu semua guru bahasa Inggris SMK N
6 Jakarta, yang berjumlah lima orang, di luar peneliti ini. Namun, ada satu orang
guru yang karena kesibukannya sangat padat tidak dapat dijadikan informan.
Sampai penulisan tesis ini beliau tetap belum mempunyai waktu luang, sehingga
peneliti ini memutuskan untuk meninggalkan informan yang satu ini. Dengan
demikian sumber data berjumlah empat orang. Data selengkapnya dapat dilihat
dalam tabel 2.4. Informan ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pelaksanaan pembelajaran bahasa Inggris di SMK N 6 Jakarta.
Tabel 2.4
Pelaksanaan Wawancara dengan Informan Guru
Nomor Nama Waktu Wawancara Tempat 1 Rosminje Adelina
Hutahaean 4 Oktober 2007 Ruang guru SMK
N 6 Jakarta 2 Nurvi Asiati 24 Oktober 2007 Ruang toko SMK
N 6 Jakarta 3 Sri Suharti 6 November 2007 Perpustakaan
SMK N 6 Jakarta 4 Charita Cherry 6 November 2007 Perpustakaan
SMK N 6 Jakarta
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
55
Sebelum merumuskan butir-butir pertanyaan yang akan dicantumkan dalam
panduan wawancara dengan informan guru, peneliti ini melakukan uji coba
wawancara dengan informan Rosminje AH, dengan tujuan memperoleh validitas
panduan wawancara. Informan Rosmintje dipilih untuk uji coba wawancara
karena ia pernah bekerja di dunia industri sebelum menjadi guru. Uji coba
wawancara dilakukan di ruang guru dan direkam. Setelah melaksanakan uji coba
wawancara dengan informan Rosminje, peneliti ini mengadakan perbaikan
panduan wawancara dengan cara membuang pertanyaan yang tidak terlalu
berhubungan dengan tujuan penelitian dan sebaliknya menambahkan pertanyaan
yang berhubungan erat dengan tujuan penelitian.
Setelah selesai mewawancarai informan guru, peneliti ini meneruskan
penggalian data dengan mewawancarai informan praktisi dunia kerja. Peneliti ini
tidak melakukan uji coba terhadap informan praktisi dunia kerja, mengingat
kesibukan para informan praktisi dunia kerja yang sangat padat. Untuk mengganti
uji coba dengan mereka peneliti ini mengadakan serangkaian tanya jawab dengan
wakil kepala sekolah bidang hubungan masyarakat (humas) yang salah satu
tugasnya adalah mengurusi masalah PKL. Dari perbincangan tersebut peneliti ini
mendapat gambaran pertanyaan yang akan diajukan kepada informan praktisi
dunia kerja. Akhirnya, panduan wawancara untuk informan guru dan informan
praktisi dunia kerja tersusun seperti pada Lampiran 2 dan 3.
Praktisi dunia kerja yang dipilih untuk dijadikan informan adalah yang
bekerja di perusahaan di sekitar lokasi SMK N 6 Jakarta, khususnya yang
bergerak di bidang jasa. Pertimbangannya adalah lokasi perusahaan tersebut
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
56
sering dilewati oleh siswa SMK N 6 Jakarta, sehingga besar kemungkinan lulusan
SMK N 6 Jakarta tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang perusahaan itu.
Selain itu, perusahaan jasa lebih terbuka menerima lulusan SMK bidang keahlian
bisnis dan manajemen.
Informan praktisi dunia kerja yang dipilih berjumlah lima orang, dengan
asumsi bahwa jumlah itu cukup dapat memberi informasi atau data yang
dibutuhkan. Informan ini diharapkan dapat memberikan berbagai informasi
tentang pemakaian bahasa Inggris di lingkungan pekerjaan. Daftar informan
praktisi dunia kerja dan pelaksanaan wawancara terlihat dalam tabel 2.5 di bawah
ini.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
57
Tabel 2.5:
Pelaksanaan Wawancara dengan Informan Praktisi Dunia Kerja
Nomor Nama Waktu wawancara Tempat wawancara
1 Rahmaeni 12 November 2007 PT Nuansa Indotama,
Warung Buncit, Jakarta Selatan
2 Didik Sasmita 12 November 2007 PT Putratama Bakti Satria,
Warung Buncit, Jakarta Selatan
3 Mulyadi 16 November 2007 PT Smart Energy Indonesia,
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
4 Dewi 16 November 2007 PT Tripakarta, Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan
5 Wuri Novanti 16 November 2007 Kentucky Fried Chicken,
Kemang, Jakarta Selatan
Seperti yang dilakukan terhadap informan guru peneliti ini juga memberikan
panduan wawancara kepada informan praktisi dunia kerja untuk dipelajari
beberapa saat sebelum wawancara dilaksanakan. Secara umum, para informan
praktisi dunia kerja ini dengan senang hati memberikan informasi yang
dibutuhkan. Namun, peneliti ini mengalami beberapa hambatan selama proses
wawancara. Hambatan ini terutama disebabkan kesibukan para informan praktisi
dunia kerja yang sangat padat, sehingga peneliti ini harus menyesuaikan diri
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
58
dengan waktu yang mereka miliki. Berikut ini adalah tabel pelaksanaan
wawancara dengan informan praktisi dunia kerja.
2.3.2.2 Teknik Analisis Data
Data hasil analisis dokumen dan wawancara berupa data kualitatif. Selanjutnya,
data ini dianalisis secara kualitatif untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
Data dari dokumen dikelompokkan menurut variabel yang telah ditentukan
sebelumnya. Data yang dianggap penting diverifikasi ulang untuk ditafsirkan
sesuai dengan maksud pembahasan.
Data dari hasil wawancara diolah melalui empat tahap, yaitu
(1) tahap pembuatan transkrip verbatim
Tahap pembuatan transkrip verbatim adalah langkah pertama yang ditempuh
setelah wawancara selesai dilakukan. Tahap awal pembuatan transkrip verbatim
ini dilakukan sendiri oleh peneliti ini. Setelah selesai pembuatan transkrip
verbatim kemudian peneliti ini meminta seorang teman guru untuk mendengarkan
dan mengecek transkrip tersebut.
(2) Tahap pembuatan kategori dimksudkan untuk mengklasifikasikan data
berdasarkan panduan wawancara. Seperti pada data yang diperoleh melalui
analisis dokumen, data dari hasil wawancara ini dikelompokkan menurut variabel
yang telah ditentukan sebelumnya. Data yang dianggap penting diverifikasi ulang
untuk ditafsirkan sesuai dengan maksud pembahasan.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
59
2.4 Rangkuman
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan dua macam metode: (1) metode
penelitian survei dan pengetesan dan (2) metode penelitian kasus. Penelitian
survei dan pengetesan dimaksudkan untuk mendapatkan data terkait dengan
siswa. Data ini bersifat kuantitatif. Data ini masih bersifat sepihak sehingga belum
dapat dipakai untuk menarik kesimpulan. Oleh karena itu diperlukan metode
penelitian kasus yang melalui analisis dokumen dan wawancara. Metode
penelitian kasus ini menghasilkan data yang bersifat kualitatif yang dapat
melengkapi penafsiran data kuantitatif. Dengan demikian gabungan kedua metode
ini menghasilkan analisis kualitatif yang didukung data kuantitatif.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
60
BAB 3
SITUASI PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 6 JAKARTA
SMK N 6 Jakarta berada pada jalur pendidikan formal jenis sekolah kejuruan.
Pengelolaan SMK itu ditangani oleh pemerintah sehingga dinamakan sekolah
negeri. Pada masa awalnya, yakni dari tahun 1959 hingga 2000 lembaga itu
bernama sekolah menengah ekonomi atas 3 (SMEA 3) Jakarta. Sejak tahun 2000,
semua sekolah kejuruan di Indonesia dinamakan sekolah menengah kejuruan
(SMK). Pengkhususan suatu sekolah kejuruan dapat dilihat dari kelompok bidang
keahliannya. Untuk SMEA diistilahkan dengan SMK kelompok bisnis dan
manajemen. Maka mulai tahun 2000 SMEA 3 Jakarta dinamakan Sekolah
Menengah Kejuruan Negeri 6 Kelompok Bisnis dan Manajemen yang disingkat
menjadi SMK N 6 Jakarta.
Kelangsungan SMK N 6 Jakarta didukung oleh unsur pemerintah, tenaga
kependidikan, tenaga pendidik, siswa, dan dunia kerja. Selanjutnya, diuraikan
mengenai situasi pembelajaran di SMK N 6 saat penelitian ini sedang
berlangsung, khususnya yang terkait dengan mata pelajaran bahasa Inggris.
Pembahasan ini melibatkan terutama unsur sekolah, guru dan siswa.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
61
3.1 Visi Sekolah
SMK N 6 Jakarta mempunyai visi tertentu tentang tamatannya, yakni “Menjadi
SMK bertaraf internasional untuk menghasilkan tamatan yang profesional,
mandiri, dan kompetitif” (Pedoman Mutu, 2005). Ditinjau dari analisis kebutuhan
Graves (2000) visi itu merupakan informasi mengenai pemelajar pada masa
depan, yakni perubahan pemelajar yang ingin dicapai setelah mengikuti proses
pembelajaran. Visi sekolah di atas mengandung pengertian bahwa lulusan SMK N
6 Jakarta diproyeksikan untuk memiliki daya saing tinggi dalam pengisian
lowongan di pasar kerja. Dengan demikian, visi sekolah ini dapat dipandang
sebagai kebutuhan sekolah. Dikaitkan dengan penelitian ini, kebutuhan sekolah ini
berarti menghasilkan tamatan yang mampu menggunakan bahasa Inggris sehingga
menjadi tamatan yang mampu bersaing di dunia kerja.
Menurut peneliti ini, untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan jalinan kerja
sama yang baik antara kepala sekolah, tenaga pendidik, tenaga kependidikan serta
sarana dan prasarana pendidikan. Tenaga pendidik di sini merujuk pada pelaksana
dari kegiatan pembelajaran atau guru, sedangkan tenaga kependidikan adalah
karyawan tata usaha (TU) yang membantu kelancaran pelaksanaan pembelajaran.
Bantuan yang diberikan itu berupa penyediaan berbagai fasilitas yang dibutuhkan
guru dalam kaitan dengan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar. Keempat
unsur tersebut saling mendukung dalam memproses siswa baru menjadi tamatan
yang sesuai dengan visi sekolah. Dengan sarana dan prasarana yang memadai
serta jalinan kerja sama yang baik antara kepala sekolah dan stafnya, tenaga
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
62
pendidik, dan tenaga kependidikan di SMK N 6 Jakarta, terciptalah suatu suasana
pembelajaran yang berlangsung nyaman.
3.2 Misi Sekolah
Selain visi, SMK N 6 Jakarta juga menyatakan misi atau tugasnya. Di bawah ini
adalah misi SMK N 6 Jakarta yang tertuang dalam Pedoman Mutu (2005).
(1) Meningkatkan kompetensi siswa yang siap memasuki dunia kerja di pasar
internasional.
(2) Menghasilkan tamatan yang memiliki kecakapan hidup untuk membuka
usaha mandiri.
(3) Meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan yang bersertifikasi.
(4) Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan untuk mendukung proses
pembelajaran yang optimal.
(5) Meningkatkan pelayanan untuk memenuhi kepuasan pelanggan.
Misi butir kesatu dan kedua sejalan dengan analisis kebutuhan Graves (2000),
khususnya bagian informasi mengenai pemelajar pada masa depan, yakni
menggambarkan perubahan pemelajar yang diinginkan setelah mengikuti proses
pembelajaran. Dikaitkan dengan topik penelitian ini, misi sekolah butir kesatu dan
kedua menunjukkan kebutuhan sekolah, yakni mengusahakan perubahan siswa
agar memiliki keterampilan bahasa Inggris yang dapat digunakan untuk bekerja
ataupun untuk berwiraswasta. Dengan demikian, proses pembelajaran bahasa
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
63
Inggris dengan model silabus EOP tepat digunakan untuk siswa SMK dengan visi
seperti tersebut di atas.
3.3 Kurikulum di SMK N 6 Jakarta
Selain yang disebutkan di atas, untuk mewujudkan visi SMK N 6 Jakarta ini
dibutuhkan suatu perangkat pembelajaran berupa kurikulum dan silabus yang
tepat guna. Maksudnya adalah kurikulum dan silabus yang mampu menjawab
kebutuhan siswa yang dipersiapkan untuk berdaya saing tinggi itu. Mulai tahun
2006, melalui Permendiknas nomor 24 tahun 2006 diberlakukan KTSP. Namun,
sekolah diizinkan untuk menerapkan KTSP secara bertahap. Maksudnya adalah
tidak semua kelas/tingkat harus sudah menggunakan KTSP. Hal ini dapat
dimaklumi karena tidak semua sekolah siap melaksanakan KTSP untuk semua
tingkat.
SMK N 6 Jakarta menerapkan KTSP untuk kelas X , sedangkan kelas XI dan
XII masih menggunakan Kurikulum 2004. Selanjutnya, peneliti ini ingin
mengetahui alasan kebijakan itu. Melalui hasil wawancara dengan wakil kepala
sekolah bidang kurikulum diperoleh penjelasan bahwa pemerintah/Departemen
Pendidikan memberi kelonggaran kepada sekolah boleh tetap melaksanakan
kurikulum 2004 sampai tahun ajaran 2008/2009. Selain itu, dalam KTSP terdapat
mata pelajaran baru yang tidak ada dalam kurikulum 2004, misalnya Ilmu
Pengetahuan Alam, Seni dan Budaya, dan pelajaran untuk muatan lokal yang
disesuaikan dengan kebutuhan sekolah. Dengan adanya mata pelajaran ini
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
64
diperlukan berbagai persiapan, terutama guru yang akan mengajarkan mata
pelajaran itu.
Terkait dengan bahasa Inggris, perbedaan yang mendasar antara kurikulum
2004 dengan KTSP ialah bahwa dalam kurikulum 2004 keempat keterampilan
bahasa diajarkan melalui tema yang telah ditentukan, sedangkan KTSP
mengajarkan keempat keterampilan bahasa melalui kompetensi dasar. Selain itu,
materi pembelajaran dalam kurikulum 2004 dipandang terlalu padat dibanding
dengan kompetensi bahasa yang telah ditetapkan dalam KTSP.
Dalam KTSP dinyatakan ruang lingkup pembelajaran bahasa Inggris
meliputi aspek komunikasi sehari-hari dalam lingkungan pekerjaan. Sebenarnya,
guru telah mengajarkan kemahiran itu kepada siswa, sehingga tamatan seharusnya
mampu berkomunikasi sehari-hari dalam lingkungan pekerjaan. Namun,
kenyataannya kemampuan siswa untuk berkomunikasi secara lisan masih kurang.
Secara garis besar, dalam KTSP yang diberlakukan untuk kelas X dan
Kurikulum 2004 untuk kelas XI dan XII disebutkan bahwa siswa SMK disiapkan
menjadi tenaga kerja tingkat menengah yang mampu berkomunikasi secara lisan.
Dengan demikian, seharusnya baik materi pembelajaran maupun alat ukurnya
ditekankan pada keterampilan berbicara. Dalam observasi, peneliti ini
menemukan bahwa keterampilan berbicara belum mendapatkan penekanan yang
memadai. Hal ini bukan disebabkan oleh kesalahan guru semata, melainkan belum
ada pengarahan lebih lanjut dari pemerintah mengenai pengukuran kemampuan
berkomunikasi secara lisan yang tepat. Selama ini guru bahasa Inggris dalam
mengukur ketercapaian kompetensi siswa masih berada pada taraf mencoba.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
65
Sering terjadi guru tidak mengukur kemampuan komunikasi secara lisan tetapi
justru pengetahuan kebahasaan dan dilakukan secara tertulis. Peneliti ini
menghadirkan silabus EOP dilengkapi dengan penilaian yang mengukur
ketercapaian kompetensi dasar EOP itu.
Dalam pembelajaran di SMK pada umumnya, standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang ditetapkan dalam KTSP menjadi acuan guru dalam
mengembangkan silabus. Dengan demikian standar kompetensi dan kompetensi
dasar merupakan faktor penentu dalam kegiatan pembelajaran selanjutnya. Untuk
mata pelajaran bahasa Inggris ditetapkan tiga macam standar kompetensi yang
masing-masing dijabarkan ke dalam beberapa kompetensi dasar. Ketiga macam
standar kompetensi itu menunjukkan tingkat/kelas dalam SMK. Standar
kompetensi: berkomunikasi dalam bahasa Inggris setara level novice dimaksudkan
untuk kelas X, berkomunikasi dalam bahasa Inggris setara level elementary untuk
kelas XI, dan berkomunikasi dalam bahasa Inggris setara level intermediate untuk
kelas XII (KTSP SMK N 6 Jakarta, 2006). Penjelasan selengkapnya dapat dilihat
dalam tabel 3.1 di bawah ini.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
66
Tabel 3.1:
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bahasa Inggris
Untuk SMK
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1.1 Memahami ungkapan-ungkapan dasar pada interaksi sosial
untuk kepentingan kehidupan.
1.2 Menyebutkan benda-benda, orang, ciri- ciri, waktu, hari,
bulan, dan tahun.
1.3 Mendeskripsikan benda-benda, orang,
ciri-ciri, waktu, hari, bulan, dan tahun.
1.4 Menghasilkan tuturan sederhana yang Cukup untuk fungsi-
fungsi dasar.
1.5 Menjelaskan secara sederhana kegiatan yang sedang terjadi.
1.6 Memahami memo dan menu sederhana, jadwal perjalanan
kendaraan umum, dan rambu-rambu lalu lintas.
1.7 Memahami kata-kata dan istilah asing serta kalimat sederhana
berdasarkan rumus.
1. Berkomunikasi
dalam bahasa
Inggris setara
Level Novice.
1.8 Menuliskan undangan sederhana.
2. Berkomunikasi
dengan bahasa
Inggris setara
Level Elementary.
2.1 Memahami percakapan sederhana
sehari-hari baik dalam konteks
profesional maupun pribadi dengan
orang bukan penutur asli.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
67
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2.2 Mencatat pesan-pesan sederhana baik
dalam interaksi langsung maupun
melalui alat.
2.3 Merinci tugas pekerjaan dan latar
belakang pendidikan yang dimilikinya
secara lisan dan tulisan.
2.4 Menceritakan pekerjaan di masa lalu
dan rencana kerja yang akan datang.
2.5 Mengungkapkan berbagai macam
maksud hati.
2.6 Memahami instruksi-instruksi
sederhana.
2.7 Membuat pesan-pesan pendek,
petunjuk, dan daftar dengan pilihan
kata, ejaan, dan tata tulis yang
berterima.
3.1 Memahami monolog yang muncul pada
Situasi kerja tertentu.
3.2 Memahami percakapan terbatas dengan
penutur asli.
3.3 Menyajikan laporan.
3. Berkomunikasi dengan
bahasa Inggris setara Level
Intermediate
3.4 Memahami manual penggunaan peralatan
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
68
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
3.5 Memahami surat-surat bisnis sederahana.
3.6 Memahami dokumen-dokumen teknis.
3.7 Menulis surat bisnis dan laporan
sederhana.
Peneliti ini menilai bahwa penetapan standar kompetensi di atas sudah
tepat. Namun, tidak untuk kompetensi dasar. beberapa kelemaham dalam rumusan
kompetensi dasar ini, yaitu (1) kompetensi dasar tidak dinyatakan dengan kata
kerja operasional, sehingga pencapaian kompetensi sulit diukur, (2) antara
kompetensi level novice sampai dengan level intermediate tidak menunjukkan
suatu kompetensi yang berkelanjutan, dan (3) pengulangan kompetensi. Berikut
ini penjelasannya.
Kompetensi dasar butir 1.1 diawali dengan kata memahami. Bagaimana guru
mengukur atau menilai siswa yang melakukan kegiatan memahami? Berbeda
dengan kompetensi dasar 1.2 yang diawali dengan kata menyebutkan. Dengan
mudah orang akan menilai apakah seseorang sudah mampu atau belum mampu
melakukan kegiatan menyebutkan benda-benda, orang, dan sebagainya ini. Tanda
bahwa orang sudah mampu menyebutkan benda-benda, orang, dan sebagainya ini
secara tertulis yakni berupa hasil tulisan tentang benda-benda, orang, dan
sebagainya, sedangkan secara lisan berupa pengucapan tentang benda-benda,
orang, dan sebagainya. Kegiatan tersebut dengan mudah diamati sehingga dapat
ditentukan apakah orang itu sudah dapat dikatakan mampu/kompeten atau belum.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
69
Silabus EOP menggunakan kompetensi dasar yang menggunakan kata kerja
operasional, sehingga setiap rumusannya dapat diamati dan diukur dengan jelas.
Mengenai kompetensi yang tidak berkelanjutan dapat dijelaskan sebagai
berikut. Misalnya, kompetensi dasar pada akhir level novice, yakni 1.8
Menuliskan undangan sederhana mestinya dikategorikan sebagai kompetensi
dasar yang lebih sulit daripada kompetensi dasar pada akhir level elementary,
yakni 2.7 Membuat pesan-pesan pendek, petunjuk, dan daftar dengan pilihan
kata, ejaan, dan tata tulis yang berterima. Sebelum siswa mampu menuliskan
undangan sederhana lebih dulu orang harus sudah mampu membuat pesan-pesan
pendek, petunjuk, dan daftar dengan pilihan kata, ejaan, dan tata tulis yang
berterima. Jadi kompetensi pada butir 2.7 lebih tepat diletakkan sebelum
kompetensi dasar 1.8, yakni sebagai kompetensi dasar butir 1.7. Contoh lain,
kompetensi dasar 3.3 Menyajikan laporan diletakkan sebelum kompetensi dasar
3.8 Menulis surat bisnis dan laporan sederhana. Peneliti ini berpendapat bahwa
urutan kompetensi dasar ini terbalik. Bagaimana siswa mampu menyajikan
laporan kalau kompetensi untuk menulis laporan belum diajarkan? Mestinya,
kompetensi dasar 3.8 Menulis surat bisnis dan laporan sederhana diletakkan
sebelum kompetensi dasar 3.3 Menyajikan laporan. Kesimpulannya, terjadi
rumusan kompetensi yang melompat. Silabus EOP menyajikan rumusan
kompetensi yang berkelanjutan. Kompetensi yang diperoleh saat ini merupakan
titik tolak untuk memperoleh kompetensi selanjutnya.
Ketiga, yaitu pengulangan kompetensi. Menurut peneliti ini, kompetensi
dasar butir 1.2 Menyebutkan benda-benda, orang, ciri-ciri, waktu, hari, bulan,
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
70
dan tahun merupakan kompetensi dasar yang sudah dimiliki siswa ketika SMP. Di
SMK kompetensi dasar itu dapat saja diajarkan lagi kepada siswa karena suatu
alasan tertentu, namun bukan merupakan kompetensi sasaran. Sebagai gantinya
dihadirkan kompetensi dasar untuk kelas XI, misalnya 2.2 Mencatat pesan-pesan
sederhana baik dalam interaksi langsung maupun melalui alat dan 2.7 Membuat
pesan-pesan pendek, petunjuk, dan daftar dengan pilihan kata, ejaan, dan tata
tulis yang berterima. Jadi, kompetensi dasar dalam silabus EOP tidak membuang
sama sekali kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam KTSP, tetapi
menyusun ulang kompetensi dasar pada level elementary untuk ditempatkan pada
level novice, di samping menambah kompetensi dasar hasil dari analisis
kebutuhan.
3.4 Silabus
Silabus mata pelajaran bahasa Inggris SMK N 6 Jakarta, dikembangkan dari
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam KTSP. Berikut ini
contoh silabus mata pelajaran bahasa Inggris SMK N 6 Jakarta.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
71
SILAB
US B
AH
ASA
ING
GR
IS
NA
MA
SEKO
LAH
: SMK
N 6 Jakarta
MA
TA PELA
JAR
AN
: Bahasa Inggris
KELA
S/SEMESTER
: X/1-2
STAN
DA
R K
OM
PETENSI: B
erkomunikasi dengan bahasa Inggris setara level novice
KO
DE K
OM
PETENSI :
ALO
KA
SI WA
KTU
: 148 x 45 menit
Alokasi w
aktu K
ompetensi
Indikator M
ateri
Pembelajaran
Kegiatan
Pembelajaran
Penilaian
TM
PS PI
Sumber belajar
1.1 M
emaham
i
ungkapan-
ungkapan dasar
pada interaksi
sosial untuk
· U
capan salam
(greeting) pada
saat bertemu dan
berpisah
digunakan secara
٠Greeting and leave
taking
- Good m
orning.
- How
are you?
- I’m fine, thanks.
٠Listening
- About greetings,
introducing,
thanking, leave
takings, and
٠Tes lisan:
- Mem
peragakan
dialog secara
berpasangan.
٠ Tes tertulis:
9
٠
Global A
ccess
to the World
of Work.
٠ English for
Hotel Services.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
72
kepentingan
kehidupan
tepat.
· M
emperkenal-
kan
diri sendiri
dan orang
lain
diperagakan
dengan tepat.
· B
erbagai
ungkapan terima
kasih dan
responnya
digunakan secara
tepat.
- See you later.
٠Introducing
- May I introduce
myself.
I am
Budi.
- Ani, this is Ida.
- Nice
to m
eet
you.
٠Thanking
- Thank you very
much.
- You’re w
elcome.
٠Apologizing
- I am sorry for …
- Please forgive
me ..
apologizing
- Listening
for
information
- D
ictation
٠Speaking
- saying
greetings,
introducing,
thanking, leave
takings, and
apologizing
- role
playing,
dialogue,
introducing,
thanking, leave
takings, and
apologizing.
- telling oneself
- Melengkapi dialog.
٠Gram
mar in U
se.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
73
٠Gram
mar review
- Personal
pronoun
(subject &
possessive):I-
my, you-your
- Simple
Present
Tense: to be &
verb 1
٠ Reading for
information
- short passage
- dialogues
٠Writing
- completing
dialogues
- arranging jum
bled
dialogues
- composing
dialogues
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
74
Alokasi w
aktu K
ompetensi
Indikator M
ateri
Pembelajaran
Kegiatan
Pembelajaran
Penilaian
TM
PS PI
Sumber belajar
1.2 Menyebut-
kan benda-
benda,
orang, ciri-
ciri, waktu,
hari, bulan,
dan tahun.
· N
ama-nam
a
benda dan kata
yang
mendeskripsikan
benda yang
terkait dengan
warna, bentuk,
asal (origin),
ukuran, bahan,
jumlah, dan
kualitas
disebutkan
dengan tepat.
· K
ata-kata yang
mendeskripsikan
orang yang
٠ Adjectives
showing colours,
quality, size, shape,
age, origin,
material.
- green, good, big,
old, Indonesian,
wooden, dsb.
٠ Profession,
nationality.
٠ Adjectives
showing physical
(appearance), non-
physical
(characteristic).
- beautiful,
٠Listening
- Matching pictures
with w
ords
- Dictations
- Listening for
information
٠Speaking:
- Nam
ing objects,
quality of objects
and persons,
professions,
nationalities, and
time of the day.
٠Reading:
- Reading for
information
٠Tes lisan
- Mendeskripsikan
gambar secara lisan
٠Tes tertulis
- Melengkapi kalim
at
- Pilihan ganda
- Mem
beri label pada
gambar
- Menjaw
ab
pertanyaan cerita.
12
٠ B
reakthrough
٠ Global A
ccess to
the World of
Work
٠ Person to Person
٠ Gram
mar in U
se
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
75
terkait dengan
profesi,
kebangsaan, ciri-
ciri fisik,
kualitas, dan
aktifitasnya
disebutkan
dengan tepat.
· W
aktu (tim
e of
the day),
nama-
nama
hari/tanggal,
bulan, tahun
disebutkan
dengan tepat.
humorous dsb.
٠ Noun show
ing
time, day, date,
month, year.
- six o’clock,
Sunday, 1st of
May, July, 2006.
٠Gram
mar review
:
- Singular-plural
nouns. (book-
books, box-
boxes, child-
children, fish-
fish)
- Writing:
- Com
pleting
passages with
suitable words.
Keterangan:
TM : tatap m
uka
PS : praktik di sekolah
PI : praktik di industri (4 jam praktik di dunia industri setara dengan 1 jam
tatap muka)
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
76
Ada tujuh unsur dalam silabus bahasa Inggris SMK, yaitu kompetensi dasar,
indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan
sumber belajar. Uraian secara terperinci dapat disimak di bawah ini.
Unsur pertama adalah kompetensi dasar. Kompetensi dasar merupakan sejumlah
kemampuan yang harus dimiliki peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai
rujukan untuk menyusun indikator kompetensi (Bahan Bimbingan Teknis Penyusunan
KTSP dan Silabus Sekolah Menengah kejuruan, 2006). Kompetensi dasar ini
merupakan titik tolak guru bahasa Inggris dalam mengembangkan kegiatan selanjutnya,
yakni mengembangkan indikator. Peneliti ini menghadirkan rumusan kompetensi dasar
yang disimpulkan dari hasil penyebaran kuesioner kepada siswa, wawancara dengan
praktisi dunia kerja, dan kerangka teori EOP yang dapat disimak pada bab 4.
Unsur kedua adalah indikator. Indikator merupakan penanda pencapaian
kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Bahan Bimbingan Teknis
Penyusunan KTSP dan Silabus Sekolah Menengah Kejuruan, 2006). Selanjutnya,
pernyataan dalam indikator ini merupakan titik tolak dalam mengembangkan materi
pembelajaran. Dalam silabus EOP, peneliti ini menyebut indikator dengan istilah
subkompetensi dasar, karena peryataan dalam indikator itu masih merupakan bagian
dari kompetensi dasar.
Unsur ketiga adalah materi pembelajaran. Secara garis besar, materi pembelajaran
meliputi pengetahuan kebahasaan (tata bahasa, kosakata, dan pelafalan), dan
keterampilan bahasa seperti menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Peneliti ini
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
77
mengamati ada kaitan erat antara unsur ketiga, yakni materi pembelajaran dengan unsur
keempat, yakni kegiatan pembelajaran. Menurut peneliti ini pernyataan yang tertuang
dalam unsur keempat (kegiatan pembelajaran) dapat disatukan dalam unsur ketiga
(materi pembelajaran).
Seperti diuraikan di atas bahwa secara garis besar, dalam KTSP yang diberlakukan
untuk kelas X dan Kurikulum 2004 untuk kelas XI dan XII disebutkan bahwa siswa
SMK disiapkan menjadi tenaga kerja tingkat menengah yang mampu berkomunikasi
secara lisan. Dengan demikian, seharusnya materi pembelajaran maupun alat ukurnya
ditekankan pada keterampilan berbicara. Dalam praktiknya kegiatan seperti itu tidak
terlihat dominan. Pembelajaran bahasa Inggris dilaksanakan seperti ciri-ciri dalam
pendekatan audiolingual, yakni stimulus-respon, dan gramatikal. Pendekatan
komunikatif tidak secara efektif dilaksanakan. Hal ini terjadi karena dua sebab (1)
siswa enggan melakukan praktik dan (2) guru cenderung mengajarkan materi UN.
Prioritas guru ini dapat dimengerti karena guru takut siswa tidak lulus ujian.
Ketidaklulusan tersebut akan berdampak luas pada siswa itu sendiri, guru, dan institusi
sekolah. Oleh karena itu, pembekalan materi untuk UN lebih diutamakan. Keterangan
ini tercermin dalam wawancara dengan informan guru, yakni Sri dan Rosmintje seperti
di bawah ini.
Sri : “E gimana ya kalau memprioritas intinya anak itu kan lulus dulu kan baru bekerja,
kan? Ya jelas prioritaskan ke UN dulu baru ke kalau bisa dua-duanya, sih”
(wawancara tanggal 6 November 2007)
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
78
Pernyataan Rosmintje senada dengan Sri. Kutipan percakapan dengan Romintje
seperti di bawah ini.
Rosmintje : “Untuk diajarkan ke anak itu persentasenya mengarah ke UN lebih banyak
memang” (wawancara tanggal 4 Oktober 2007).
Peneliti ini menganggap bahwa pembelajaran bahasa Inggris yang berorientasi ke
UN kurang memberikan kontribusi kepada siswa dalam menghadapi dunia kerja. Hal
ini disebabkan bahwa materi UN baru mengukur keterampilan menyimak dan membaca
belum mengukur keterampilan berbicara dan menulis. Menurut peneliti ini,
pembelajaran bahasa Inggris untuk SMK seharusnya banyak bersifat praktik, agar siswa
siap ketika memasuki dunia kerja. Pengetahuan kebahasaan sudah diperoleh pemelajar
SMK ketika mereka belajar di SMP. Jadi, pengetahuan kebahasaan tidak perlu lagi
mendapat penekanan yang besar, tetapi diefektifkan dalam bentuk praktik. Supaya
pembelajaran efektif kehadiran silabus EOP dirasakan perlu segera diadakan.
Unsur kelima adalah penilaian. Penilaian dilakukan untuk mengetahui capaian
siswa dalam kegiatan pembelajaran, yang terdiri atas dua macam, yaitu penilaian secara
lisan dan tertulis. Seperti dalam memilih materi untuk pembelajaran, penilaian pun
sering hanya terfokus pada penggunaan ragam tulis. Hal ini dapat dimengerti karena
dua alasan (1) jumlah siswa dalam satu kelas terlalu besar, yakni empat puluh orang
dan (2) guru merasa perlu melatihkan soal yang mengarah pada UN, yang dikerjakan
secara tertulis.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
79
Jumlah siswa yang besar dalam satu kelas mengandung dua kelemahan, yakni
dapat menyebabkan kegiatan praktik bahasa lisan menjadi terabaikan dan menuntut
waktu yang banyak dalam pengoreksian praktik bahasa tertulis. Jumlah siswa yang
terlalu besar dalam satu kelas ini tidak saja menyulitkan dalam penilaian tetapi juga
menimbulkan persoalan lain yang serius.
Peneliti ini berpendapat bahwa dengan adanya KTSP soal UN tidak lagi tepat
untuk mengukur capaian kompetensi dasar siswa. Soal UN yang terdiri dari dua bagian
utama, yakni menyimak dan membaca itu belum mengukur capaian kompetensi siswa
sepenuhnya. Alat ukur yang dapat menggambarkan capaian kompetensi siswa selain
menyimak dan membaca, adalah yang berbentuk praktik, baik lisan ataupun tulis.
Praktik bahasa lisan misalnya tes wawancara dan pidato, sedangkan praktik bahasa tulis
misalnya menyusun cerita dan membuat surat. Selain itu, fakta di lapangan
menunjukkan bahwa materi UN bukan merupakan kompetensi yang digunakan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan di dunia kerja.
Unsur kelima adalah alokasi waktu. Dalam KTSP hanya ditetapkan total jumlah
jam pembelajaran selama satu tahun. Pembagian waktu untuk setiap butir kompetensi
dasar diserahkan kepada tiap sekolah sesuai dengan kebutuhannya. Peneliti ini
menemukan ketidaksesuaian antara jumlah jam yang ditetapkan dengan praktik
pembelajaran yang sesungguhnya. Misalnya, dalam silabus disebutkan total waktu
pembelajaran bahasa Inggris untuk kelas X adalah 148 jam (1 jam = 45 menit atau
sering disebut dengan 1 jam pelajaran). Jadi 148 jam diartikan sebagai 148 tatap muka.
Namun, penggunaan jam belajar bahasa Inggris yang terjadi di lapangan tidak sebesar
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
80
itu. Perbedaan ini disebabkan adanya berbagai kegiatan sekolah sehingga pembelajaran
tidak dapat dilangsungkan. Uraian lengkap dapat disimak di bawah ini.
Mata pelajaran bahasa Inggris kelas X per minggu ditetapkan 4 kali tatap muka.
Jumlah keseluruhan minggu pada semester ganjil adalah 24 minggu. Kegiatan sekolah
selama semester ganjil sebagai berikut.
(1) Masa Orientasi Siswa (MOS) : 1 minggu
(2) Libur awal puasa : 1 minggu
(3) Libur Idul Fitri : 2 minggu
(4) Ujian akhir semester : 1 minggu
(5) Remedial dan persiapan rapor : 1 minggu
(6) Cadangan : 1 minggu
(7) Libur semester satu : 2 minggu
9 minggu
Jumlah minggu efektif selama semester ganjil adalah 24 - 9 = 15 minggu. Jadi jumlah
tatap muka belajar bahasa Inggris kelas X SMK pada semester ganjil adalah 4 x 15 = 60
kali tatap muka.
Untuk semester genap, jumlah minggu keseluruhan adalah 25 minggu. Kegiatan
sekolah selama semester genap adalah sebagai berikut.
(1) Try Out (TO) dan Tes Kendali
Mutu (TKM) untuk kelas XII : 1 minggu
(2) Ujian praktik sekolah : 1 minggu
(3) Ujian Nasional (UN) dan Ujian Sekolah (US) : 1 minggu
(4) Ulangan akhir semester : 1 minggu
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
81
(5) Remedial dan persiapan rapor : 1 minggu
(5) Cadangan : 1 minggu
(6) Libur semester 2 : 2 minggu
8 minggu
Jumlah minggu efektif pada semester genap adalah 25 – 8 = 17 minggu. Jadi, jumlah
tatap muka untuk belajar bahasa Inggris kelas X semester genap 4 x 17 minggu = 68
kali tatap muka. Keseluruhan jam belajar bahasa Inggris kelas X dalam satu tahun
adalah 60 + 68 = 128 tatap muka. Dengan demikian terjadi perbedaan yang cukup
tajam, yakni 20 jam atau tatap muka. Peneliti ini berpendapat, jumlah jam pembelajaran
bahasa Inggris yang ditetapkan dalam silabus sebaiknya mendekati jumlah jam
pembelajaran yang riil, sehingga tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan
pembelajaran. Silabus EOP menyajikan waktu belajar yang riil, sehingga
memungkinkan ketepatan waktu dalam mencapai kompetensi yang ditargetkan.
Unsur keenam atau terakhir adalah sumber belajar. Untuk menunjang lancarnya
pembelajaran digunakan macam-macam buku bahasa Inggris dan sumber lain yang
sesuai. Dalam silabus EOP sumber pembelajaran berupa buku ajar bahasa Inggris tetap
digunakan, namun lebih ditekankan pada penggunaan sumber otentik baik lisan,
misalnya pembicaraan penutur asli dalam kaset maupun tulis yang didapatkan dari
dunia kerja, misalnya memo, brosur, dan sebagainya.
3.5 Siswa
Pada umumnya siswa SMK N 6 Jakarta berasal dari lulusan SMP yang terletak di
sekitar lokasi sekolah itu. Jumlah keseluruhan siswa adalah 884 orang, di kelas X 300
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
82
orang, di kelas XI 254 orang, dan di kelas XII 250 orang. Daftar lengkap siswa SMK N
6 Jakarta dapat dilihat pada Lampiran. Secara garis besar tabel 3.2 di bawah ini
menggambarkan jumlah siswa dan program keahlian yang dipilih.
Tabel 3.2:
Siswa SMK N 6 Jakarta
Kls Program
Administrasi
Perkantoran
Akuntansi Penjualan Multimedia
Total
AP 1 AP
2
AK 1 AK
2
AK
3
PJ
1
PJ 2 MM 1 MM 2
X 40 38 39 36 - 39 35 37 36 300
XI 35 35 38 40 40 35 35 36 - 294
XII 36 35 37 40 40 34 32 36 - 250
Siswa yang memilih belajar di SMK mayoritas orientasinya adalah segera bekerja
setelah menyelesaikan pendidikan di SMK. Hal ini terungkap dari hasil survei yang
dapat dilihat pada bab 4. Namun, ada beberapa diantaranya yang ingin melanjutkan
pendidikan ke akademi ataupun universitas. Sejalan dengan orientasi mayoritas
pemelajar ini, dirasakan sangat mendesak kehadiran silabus EOP yang membantu
mempersiapkan mereka memasuki dunia kerja.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
83
3.6 Guru Bahasa Inggris SMK N 6 Jakarta
Secara umum, guru sebagai pelaksana dari kegiatan pembelajaran sehingga mendukung
tercapainya kompetensi dasar tiap-tiap mata pelajaran. Guru di SMK N 6 Jakarta dibagi
ke dalam tiga kelompok, sesuai dengan pengelompokan mata pelajaran: kelompok
normatif, adaptif, dan produktif. Bahasa Inggris termasuk ke dalam kelompok
matapelajaran adaptif (lihat Lampiran). Dilihat dari mata pelajaran yang diajarkan, guru
mata pelajaran kelompok normatif dan adaptif dapat mengajar di SMU dan SMK,
karena mata pelajaran yang diajarkan bersifat umum dalam arti tidak terkait langsung
dengan dunia kerja. Sebaliknya, guru mata pelajaran kelompok produktif tidak dapat
mengajar di SMU, karena mata pelajaran yang diajarkan tersebut khusus bagi SMK.
Kelompok mata pelajaran produktif dipandang sebagai mata pelajaran yang
memiliki kaitan langsung dengan dunia kerja. Oleh karena itu, di SMK N 6 Jakarta
memprogramkan adanya guru tamu dari dunia kerja untuk mengajarkan mata pelajaran
atau keterampilan tertentu. Hal ini sebagai upaya mendekatkan kompetensi yang
dibutuhkan dunia kerja dengan mata pelajaran kejuruan yang diajarkan di sekolah.
Berikut ini kutipan wawancara dengan wakil kepala sekolah bidang hubungan
masyarakat (Humas) tanggal 16 Mei 2008.
Elina : “Iya..e… di SMK Negeri 6, ada guru tamu, tetapi hanya tertentu. Untuk
produktifnya saja, jadi masih ee.. belum banyak ya, dalam arti belum banyak…
hanya ada satu itu, semacam praktisi ya, di dunia industri untuk e….mata
kompetensi mengenai pabean”
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
84
Kondisi seperti itu tidak terjadi untuk mata pelajaran bahasa Inggris. Berikut ini
petikan wawancara antara peneliti ini dengan wakil kepala sekolah bidang humas
tanggal 16 Mei 2008.
Elina : “Kalau bahasa Inggris disini memang kita belum ada dari industri, cuman
kita memang e…ada guru semacam guru kursus, tapi bukan dari dunia
industri Kenapa? kita merasa memang masih sifatnya umum, ya, artinya tuh
masih seragam semua, ya sama-samalah begitu. Sehingga kita tidak merasa
…. di sini ada praktisi dari khusus untuk bahasa Inggris. Juga mengapa kita
tidak mengadakan guru bantu di sini emm...satu memang kelemahan kita, tuh
e mungkin modal juga, ya bu,ya. Kemudian yang kedua itu, kalau di dunia
industri itu jarang sekali kalau orang masuk kerja di sana itu fokus bertanya
mengenai e spesial khusus untuk e industrinya, gitu. Maka kita menganggap
ya udah, kita samakan saja, umum saja, umum aja, sifatnya umum. Mungkin
ke depan kita berpikir ke situ, Bu. Kita kaitkan, kira-kira yang berlaku bahasa
Inggris di industri itu seperti apa.”
Selain sekolah tidak menyediakan guru tamu dari dunia kerja untuk mengajarkan
bahasa Inggris yang dipakai di lingkungan kerja, guru bahasa Inggris pun tidak
melakukan survei ke perusahaan atau tempat kerja lainnya. Dari hasil wawancara
dengan guru bahasa Inggris diperoleh informasi sebagai berikut.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
85
Nurvi : “Kalau ini belum pernah saya lakukan, Bu” (wawancara tanggal 24 Oktober
2007).
Sri: “Kalau yang dimaksud ini belum pernah, ya. Mungkin kalau secara e secara ini
saya mungkin pernah, Cuma nggak nggak … ya informal. Jadi nggak dibukukan
atau untuk apa dicatat ini nggak” (wawancara tanggal 6 November 2007).
Cherry: “Saya belum pernah melakukan. Cuma saya pikir sendiri gimana sih caranya
supaya anak itu mengerti? Jadi Cuma analisa saya sendiri kali, ya? Tapi saya
sendiri belum pernah melakukan kuesioner ke perusahaan atau kuesioner ke anak
apa yang mereka butuhkan” (wawancara tanggal 6 November 2007).
Sebagai gantinya, sebelum tahun ajaran baru dimulai, guru bahasa Inggris ini
menganalisis rumusan kompetensi dasar untuk memperbarui silabus yang sudah ada.
Dari silabus itu dikembangkan lagi menjadi program kerja tahunan dan rencana
pelaksanaan pembelajaran. Dengan demikian, yang dilakukan guru adalah analisis
kurikulum dan silabus, bukan analisis kebutuhan seperti yang digambarkan Graves
(2000).
Dengan tidak adanya kegiatan analisis kebutuhan ini, guru tidak mengetahui tujuan
dan harapan siswa dalam mempelajari bahasa Inggris. Berdasarkan pengamatan peneliti
ini, yang terjadi pada guru bahasa Inggris di SMK N 6 Jakarta ini juga terjadi pada guru
bahasa Inggris di SMK lain. Guru tidak dituntut untuk merumuskan tujuan siswa dalam
mempelajari bahasa Inggris, karena tujuan itu telah ditetapkan pemerintah berupa
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
86
tujuan pembelajaran bahasa Inggris dan berlaku dalam skala nasional dalam arti berlaku
untuk SMK semua bidang keahlian. Tugas guru adalah menjalankan tujuan itu.
Tujuan pembelajaran yang ditetapkan pemerintah ini dikenal dengan istilah standar
kompetensi. Pertanyaan yang muncul adalah apakah SMK semua bidang keahlian
memiliki kebutuhan yang sama? Apakah SMK kelompok bidang keahlian teknologi
memiliki kebutuhan yang sama dengan SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen?
Peneliti ini menangkap adanya kelemahan penetapan tujuan pembelajaran bahasa
Inggris berskala nasional untuk semua jenis SMK ini. Peneliti ini berpendapat bahwa
dapat saja siswa SMK bidang keahlian teknologi memiliki kebutuhan utama untuk
membaca, bukan pada berbicara, karena orientasi pekerjaan mereka adalah di bidang
teknik yang membutuhkan kemahiran memahami teks. Oleh karena itu, KTSP yang
mengizinkan pembuatan kurikulum menurut kebutuhan sekolah, mestinya membuka
kesempatan kepada sekolah untuk menggali kebutuhannya. Dengan kata lain, sekolah
memiliki kewenangan menetapkan tujuan pembelajaran bahasa Inggris yang diperoleh
secara langsung dari siswa dan dipadukan dengan orientasi bidang keahlian SMK.
3.7 Pembelajaran Bahasa Inggris di SMK N 6 Jakarta
Proses pembelajaran adalah salah satu usaha untuk mewujudkan visi SMK N 6 Jakarta
yang telah disebutkan di atas. Proses pembelajaran bahasa Inggris dilaksanakan
semaksimal mungkin untuk mewujudkan visi SMK N 6 Jakarta. Masalah pokok yang
terkait dengan proses pembelajaran bahasa Inggris adalah kompetensi dasar dan materi
ajar. Dalam pelaksanaannya, sering terjadi ketidaksesuaian antara kompetensi dasar
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
87
yang akan dicapai dan materi pembelajaran yang diajarkan untuk mencapai kompetensi
dasar itu. Berikut ini penjelasannya.
Dalam silabus bahasa Inggris SMK N 6 Jakarta untuk kelas X disebutkan
kompetensi dasar 1.4 Menghasilkan tuturan sederhana yang cukup untuk fungsi-fungsi
dasar. Waktu yang disediakan untuk mencapai kompetensi dasar itu adalah 22 jam
pelajaran (22 x 45 menit) dengan materi pembelajaran
- words and expressions used to show regrets and apologies: I’m sorry that…
- words and expressions used to express sympathy: I’m sorry to hear that …
- adjectives for expressing feelings: happy, terrible, sad, etcetera.
- adjectives ‘-ing’ vs ‘-ed’: boring x bored
- adjectives set expressions: get bored; turn bad; etcetera
- subject-verb agreement: John is very happy to see you
- words and expressions used in asking for and giving permissions: May I use the
phone; You can leave now
- grammar: modal + auxiliary
- expressions and verb form used in commands and requests: Can you lend me a
pen, please?; Come here; Stand up!
- responses to commands: Yes, I will; Certainly
- expressions used for offering things and services: Would you like to have some
tea; Would you like to taste this food?
Melalui pengamatan peneliti ini, materi pembelajaran bahasa Inggris seperti di atas
menggiring guru untuk menjelaskan secara lengkap tentang kaidah kebahasaan dan
mengecek apakah penjelasannya tersebut dimengerti siswa melalui sejumlah latihan.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
88
Akibatnya, penjelasan dan latihan ini menyita waktu cukup lama. Hasil kuesioner (bab
4) kegiatan seperti ini kurang disukai siswa. Dampak lainnya adalah siswa kurang
tertarik menyelesaikan PR tepat waktu (bab 4). Dengan tersitanya waktu untuk
menjelaskan kaidah kebahasaan ini, akhirnya, guru merasa perlu segera beralih ke
kompetensi dasar selanjutnya dengan meninggalkan latihan keterampilan berbicara
secara intensif, yang sebenarnya merupakan satu dari indikator orang yang profesional,
mandiri, dan kompetitif. Guru menganggap bahwa pemahaman terhadap kaidah
kebahasaan ini merupakan dasar untuk pemahaman kaidah kebahasaan selanjutnya
sebagai persiapan awal menyongsong materi UN yang kaidah kebahasaannya lebih
sulit. Dalam kondisi seperti ini, pembelajaran bahasa Inggris di SMK N 6 Jakarta lebih
berciri EAP daripada EOP.
Silabus EOP tidak menghilangkan materi pembelajaran mengenai kaidah
kebahasaan, namun diantara kaidah kebahasaan itu diseleksi yang benar-benar berguna
menunjang tercapainya kompetensi dasar. Dari contoh materi pembelajaran di atas yang
tidak perlu ditonjolkan sehubungan dengan kompetensi dasar 1.4 menghasilkan tuturan
sederhana yang cukup untuk fungsi-fungsi dasar adalah
- adjectives set expressions: get bored; turn bad; etcetera.
- Modals + auxilliary
- expressions and verb form used in commands and requests: Can you lend me a
pen, please?; Come here; Stand up!
- responses to commands: Yes, I will; Certainly
Materi pembelajaran tersebut di atas tidak perlu menjadi pembahasan tersendiri dalam
materi pembelajaran, namun ditampilkan dalam latihan-latihan, karena pada dasarnya
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
89
lulusan SMK tidak ditargetkan untuk jadi ahli bahasa. Selain itu, waktu tatap muka
lebih berguna untuk mengintensifkan keterampilan berbicara sehingga menunjang
pencapaian kompetensi dasar yang telah ditetapkan itu.
Analisis situasi pembelajaran di SMK ini akan dilengkapi dengan data hasil
analisis dokumen, hasil kuesioner dan hasil wawancara dengan praktisi dunia kerja
yang dapat disimak pada bab selanjutnya.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
90
BAB 4
ANALISIS KEBUTUHAN DAN SILABUS EOP
Bab ini menyajikan dua bahasan pokok, yaitu hasil analisis kebutuhan dan silabus EOP.
Analisis kebutuhan dalam bab ini mengungkapkan kebutuhan institusi, siswa, dan dunia
kerja. Kebutuhan institusi terungkap melalui analisis berbagai dokumen terkait,
kebutuhan siswa terungkap melalui hasil kuesioner, dan kebutuhan dunia kerja
terungkap melalui hasil wawancara dengan praktisi dunia kerja.
Kesimpulan dari semua kebutuhan itu sebagai landasan dalam mengajukan silabus
EOP. Berikut ini pembahasannya.
4.1 Analisis kebutuhan
Kebutuhan di sini adalah kebutuhan terhadap pembelajaran bahasa Inggris dilihat dari
empat sudut pandang: pemerintah, institusi/sekolah, siswa, dan dunia kerja. Informasi
mengenai kebutuhan ini diperoleh melalui kegiatan analisis dokumen, kuesioner, dan
wawancara. Pembahasannya sebagai berikut.
4.1.1 Kebutuhan Pemerintah Akan Bahasa Inggris
Dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003, pasal 3 penjelasan pasal 15 berbunyi
“pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta
didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu”. Pasal ini dengan jelas
menginformasikan kepada institusi pendidikan dalam hal ini SMK bahwa pemerintah
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
91
membutuhkan lulusan SMK yang siap bekerja. Pernyataan ini mengandung pengertian
bahwa bahasa Inggris yang diajarkan di sekolah harus menunjang kebutuhan
pemerintah di atas, yakni bahasa Inggris untuk tujuan pekerjaan.
4.1.2 Kebutuhan Institusi/Sekolah Akan Bahasa Inggris
Kebutuhan institusi/sekolah akan bahasa Inggris dapat disimpulkan dari pernyataan visi
sekolah dan dalam KTSP. Dalam visi sekolah yang terkait dengan siswa, dinyatakan
bahwa menghasilkan tamatan yang profesional, mandiri, dan kompetitif. Untuk dapat
menjadi seperti ini, dibutuhkan bahasa Inggris yang berciri EOP, bukan lagi EAP.
Selain dalam visi sekolah kebutuhan akan bahasa Inggris institusi ini tercermin dalam
KTSP, yaitu (1) ruang lingkup pembelajaran bahasa Inggris meliputi aspek-aspek
komunikasi sehari-hari dan komunikasi dasar di lingkungan kerja, (2) standar
kompetensi terakhir bahasa Inggris adalah berkomunikasi dalam bahasa Inggris setara
level intermediate. Pernyataan ini menyiratkan bahwa institusi/sekolah membutuhkan
pembelajaran bahasa Inggris yang hasil akhirnya adalah menciptakan siswa mahir
berkomunikasi (lisan dan tertulis). Oleh karena itu dibutuhkan pembelajaran atau
silabus EOP.
4.1.3 Kebutuhan Siswa Akan Bahasa Inggris
Untuk dapat menganalisis kebutuhan siswa dalam mempelajari bahasa Inggris akan
lebih sempurna apabila diketahui profil siswa. Peneliti ini mengambil informasi masa
kini pada analisis Graves (2000) sebagai sarana menetapkan profil siswa. Dengan
demikian profil siswa ini menyangkut (1) keadaan siswa: usia, lamanya belajar bahasa
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
92
Inggris, (2) tingkat kemampuan bahasa Inggris pemelajar, (3) minat pemelajar terhadap
bahasa Inggris, (4) gaya belajar pemelajar, dan (5) sikap pemelajar terhadap bahasa
Inggris.
4.1.3.1 Keadaan Pemelajar
Untuk mengetahui keadaan pemelajar ditanyakan dalam kuesioner pertanyaan nomor 1-
3. Responden diminta memilih satu jawaban yang sesuai dengan keadaannya.
Berdasarkan kuesioner yang telah diisi responden dan dikembalikan kepada peneliti ini
diperoleh informasi sebagai berikut. Dari hasil kuesioner pertanyaan nomor 1 mengenai
usia pemelajar kelas X, diketahui bahwa paling banyak responden , yakni 24 orang
(77,4%) berusia 15 tahun. Tidak ada responden yang memilih jawaban 17 tahun (0%).
Lihat tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1:
Usia Pemelajar Kelas X
Dalam tahun Total
14 15 16 17
% % % % %
Pemelajar
5 16,1 24 77,4 2 6.5 0 0 31 100
Usia ini tergolong yang paling muda di antara kelas atau tingkatan yang ada di
SMK. Untuk dapat memperoleh kompetensi yang berguna di dunia kerja harus diawali
dengan pencapaian kompetensi setahap demi setahap sesuai dengan perkembangan usia
pemelajar. Oleh karena itu, rumusan kompetensi untuk pemelajar usia seperti ini
dipilihkan rumusan kompetensi yang paling ringan di antara daftar kompetensi yang
ada. Dengan kata lain rumusan kompetensi harus berjenjang, dari kompetensi yang
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
93
mudah dilanjutkan dengan kompetensi yang lebih sulit. Ada kesinambungan antara
kompetensi yang pertama dengan kompetensi selanjutnya. Dengan demikian, rumusan
kompetensi dalam silabus EOP yang diajukan untuk kelas X ini adalah rumusan
kompetensi yang paling mudah dicapai diantara rumusan kompetensi yang lain.
Selain masalah usia, data lain yang menggambarkan profil responden pemelajar
adalah lamanya pemelajar belajar bahasa Inggris. Data mengenai hal ini digali melalui
kuesioner pertanyaan nomor 2. Pemelajar SMK N 6 Jakarta rata-rata telah belajar
bahasa Inggris selama 7 tahun. Hal ini diketahui dari 21 orang (67,7%) yang memilih
jawaban 7 tahun. Dengan demikian, mereka mulai mempelajari bahasa Inggris sejak
pendidikan sekolah dasar (SD) kelas 4. Dengan lama belajar bahasa Inggris selama 7
tahun diasumsikan pemelajar sudah menguasai pengetahuan bahasa Inggris dasar.
Dengan demikian, silabus yang berguna di dunia kerja dapat dimulai ketika pemelajar
memasuki pendidikan di SMK. Data selengkapnya dapat dilihat dalam tabel 4.2 di
bawah ini.
Tabel 4.2:
Lamanya Pemelajar Kelas X Belajar Bahasa Inggris
Dalam tahun Total
4 5 6 7
% % % % %
Pemelajar
1 3,2 3 9,7 6 19,4 21 67,7 31 100
.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
94
Dengan tujuh tahun belajar bahasa Inggris maka lulusan SMK diasumsikan telah
menguasai bahasa Inggris umum, sehingga segera dapat dikembangkan ke bahasa
Inggris khusus, yakni untuk tujuan pekerjaan atau EOP.
Untuk mengetahui latar belakang pemelajar selain mengetahui usia dan lamanya
belajar bahasa Inggris, perlu juga diketahui bahasa yang mereka gunakan sehari-hari.
Dari jawaban tersebut diketahui 26 orang (83,9%) menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa dalam komunikasi sehari-hari di rumah. Di samping itu, 5 orang
(16,1%) menggunakan bahasa campuran (daerah, Indonesia, asing). Informasi
mengenai hal ini berguna bagi guru dalam menjalin komunikasi dengan siswa dalam
belajar-mengajar sehingga tidak ada hambatan ketika pembelajaran bahasa Inggris
diintensifkan pada dunia kerja. Tabel 4.3 memuat data secara lengkap.
Tabel 4.3:
Bahasa Sehari-hari yang Digunakan Pemelajar Kelas X di Rumah
Bahasa sehari-hari Total
Bahasa Daerah
Bahasa Indonesia
Bahasa Asing
Bahasa Campuran (Daerah, Indonesia, dan Asing)
% % % % %
Pemelajar
0 0 26 83,9 0 0 5 16,1 31 100
4.1.3.2 Tingkat Kemampuan Bahasa Inggris Pemelajar
Data dari tes kemampuan bahasa Inggris yang menyatakan sebanyak 16 orang (51,6%)
berada pada tingkat novice 51,6% dan 15 orang (48,4%) pada tingkat elementary.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
95
Namun tidak ada satu responden pun yang dapat mencapai tingkat intermediate. Data
ini memperkuat alasan yang telah diuraikan di atas bahwa begitu pemelajar memasuki
SMK mereka siap diberikan pembelajaran EOP. Lihat tabel 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.4:
Perolehan Skor TOEIC Pemelajar Kelas X
Tingkat Total
Novice (5-250)
Elementary (255-400)
Intermediate (405-600)
% % % %
Pemelajar
16 51,6 15 48,4 0 0 31 100
4.1.3.3 Minat Pemelajar terhadap Bahasa Inggris
Aspek ketiga dalam informasi masa kini adalah minat pemelajar terhadap bahasa
Inggris. Data ini diperoleh melalui jawaban responden pemelajar dalam kuesioner
pertanyaan nomor 4-8. Kategori pilihan jawaban adalah selalu, kadang-kadang, jarang,
dan tidak pernah. Untuk membedakan pemahaman kadang-kadang dengan jarang
digunakan kriteria sebagai berikut. Apabila aktifitas itu dilakukan kurang dari tiga kali
dikategorikan jarang, tetapi lebih dari tiga kali dikategorikan kadang-kadang.
Secara umum, minat yang tinggi terhadap bahasa Inggris berguna untuk
mempercepat pencapaian kompetensi. Pertanyaan nomor 4 mengenai ketepatan
pemelajar dalam mengumpulkan tugas yang berhubungan dengan bahasa Inggris. Hasil
jawaban mengungkapkan bahwa jumlah responden yang memilih jawaban selalu, yang
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
96
diasumsikan sebagai minat tinggi yaitu 9 orang (29,0%). Selanjutnya, tidak ada
responden yang memilih jawaban tidak pernah yang diasumsikan sebagai minat rendah.
Perolehan persentase 0% pada jawaban tidak pernah terjadi juga pada pilihan jawaban
jarang. Perolehan persentase terbanyak (71,0%) terdapat pada pilihan jawaban kadang-
kadang. Dengan demikian, minat responden dapat dikategorikan sedang. Data
selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini.
Tabel 4.5:
Mengerjakan Tugas atau Pekerjaan Rumah Bahasa Inggris Tepat Waktu
Pilihan Jawaban\ Total
Selalu Kadang-kadang
Jarang Tidak Pernah
% % % % %
Pemelajar
9 29,0 22 71,0 0 0 0 0 31 100
Selain menggali data mengenai minat pemelajar dalam bahasa Inggris dengan cara
memberikan pertanyaan mengenai cara mereka menyelesaikan PR, selanjutnya, peneliti
ini memberikan pertanyaan mengenai keaktifan mereka dalam upaya mengembangkan
kemampuan bahasa Inggris mereka, yakni dalam hal mengikuti kursus, kegiatan dan
lomba bahasa Inggris. Dalam kuesioner masalah ini ditanyakan dalam pertanyaan
nomor 5. Dari jawaban kuesioner responden yang menyatakan selalu terdapat 1 orang
(3,2%). Perolehan tertinggi berada pada jawaban jarang, yakni 16 orang (51,6%).
Dengan demikian minat pemelajar terhadap kegiatan bahasa Inggris dapat dikatakan
sedang. Data secara lengkap dapat dilihat dalam tabel 4.6 di bawah ini.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
97
Tabel 4.6:
Mengikuti Kursus, Kegiatan, dan Lomba Bahasa Inggris
Pilihan Jawaban Total
Selalu Kadang-kadang
Jarang Tidak Pernah
% % % % %
Pemelajar
1 3,2 6 19,4 16 51,6 8 25,8 31 100
Untuk memperoleh informasi tambahan mengenai minat pemelajar dalam bahasa
Inggris ini, peneliti ini mengajukan pertanyaan yang lain yakni pertanyaan nomor 6
mengenai kegiatan yang berhubungan dengan listening, yakni mendengarkan lagu,
cerita, dan film berbahasa Inggris. Seperti pada pertanyaan nomor 5, peneliti ini
menyatukan 3 item kegiatan: mendengarkan lagu, cerita, dan film berbahasa Inggris
dengan maksud bahwa melakukan satu dari tiga kegiatan tersebut dianggap aktif.
Jawaban responden menunjukkan bahwa 6 orang (19,4%) yang memilih selalu.
Perolehan persentase tertinggi berada pada jawaban kadang-kadang, yaitu 20 orang
(64,5%). Dapat disimpulkan bahwa minat pemelajar terhadap listening dalam keadaan
sedang. Data selengkapnya dapat dilihat dalam tabel 4.7 di bawah ini.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
98
Tabel 4.7:
Mendengarkan Lagu, Cerita, dan Film Berbahasa Inggris
Pilihan Jawaban total
Selalu Kadang-kadang
Jarang Tidak Pernah
% % % % %
Pemelajar
6 19,4 20 64,5 5 16,1 0 0 31 100
Setelah data yang terkait dengan minat pemelajar dalam listening, peneliti ini
menghadirkan pertanyaan kuesioner nomor 7 yang terkait dengan minat pemelajar
dalam reading, yakni membaca buku, koran, majalah, dan artikel berbahasa Inggris.
Seperti dalam kuesioner pertanyaan nomor 5 dan 6, peneliti ini menyatukan beberapa
item: buku, koran, majalah, dan artikel berbahasa Inggris. Perolehan data terlihat
sebagai berikut.
Dari data dalam tabel 4.8 terlihat kondisi minat pemelajar terhadap bahasa Inggris
yang tidak begitu menggembirakan. Hal ini nampak dari adanya 4 orang (12,9%) yang
memilih jawaban tidak pernah. Peneliti ini berpendapat bahwa selama masih berstatus
pemelajar, kegiatan utama yang dilakukan adalah membaca buku baik yang terkait
langsung dengan mata pelajaran maupun yang menunjang mata pelajaran itu. Data lain
yang memperkuat anggapan minat pemelajar yang belum menggembirakan ini terlihat
dari ketiadaan responden yang memilih selalu. Perolehan persentase tertinggi berada
pada jarang, yakni 58,1% disusul kadang-kadang, yakni 29,0%. Kesimpulan, minat
pemelajar terhadap reading dalam keadaan rendah.Tabel 4.8 berikut ini merangkum
keterangan di atas.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
99
Tabel 4.8:
Membaca Buku, Koran, Majalah, dan Artikel Berbahasa Inggris
Pilihan Jawaban total
Selalu Kadang-kadang
Jarang Tidak Pernah
% % % % %
Pemelajar
0 0 9 29,0 18 58,1 4 12,9 31 100
Data terakhir yang digali peneliti ini yang terkait dengan minat pemelajar dalam
mempelajari bahasa Inggris, yaitu data tentang speaking. Dalam kuesioner pertanyaan
nomor 8 meminta responden memilih jawaban mengenai aktivitas speaking. Sama
dengan nomor-nomor di atas, peneliti ini menyatukan 3 item dalam mitra tutur
speaking, yaitu teman, guru, dan orang lain yang senang berbahasa Inggris.
Diasumsikan bahwa apabila pemelajar melakukan satu dari tiga item tersebut sudah
dapat diartikan memiliki keaktifan dalam speaking.
Hasil kuesioner pertanyaan nomor 8 menunjukkan bahwa tidak ada responden yang
memiliki aktifitas tinggi dalam speaking. Hal ini diketahui dari tidak adanya responden
yang memilih jawaban selalu. Bahkan, terdapat 5 orang (16,1%) pemelajar yang tidak
pernah melakukan aktivitas speaking. Data ini dapat diartikan kegiatan speaking siswa
rendah. Perhatikan tabel 4.9 di bawah ini.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
100
Tabel 4.9:
Berbahasa Inggris dengan Teman, Guru, dan Orang Lain yang
Senang Berbahasa Inggris
Total
Selalu Kadang-kadang
Jarang Tidak Pernah
% % % % %
Pemelajar
0 0 11 35,5 15 48,4 5 16,1 31 100
Setelah menyimak data di atas dapat disimpulkan bahwa minat siswa terhadap bahasa
Inggris dalam keadaan sedang cenderung rendah. Kenyataan ini dapat dipandang
sebagai kebutuhan guru, yakni kebutuhan untuk meningkatkan minat siswa. Sebagai
pendidik dan pengajar, guru mempunyai tugas mengusahakan tercapainya kompetensi
dasar yang telah ditetapkan. Dengan meningkatkan minat siswa kompetensi dasar akan
lebih cepat tercapai.
4.1.3.4 Gaya Belajar Pemelajar
Aspek keempat dalam informasi masa kini ialah pilihan gaya belajar pemelajar.
Pertanyaan kuesioner nomor 9 sampai dengan nomor 14 menggali informasi tentang
pilihan gaya belajar pemelajar. Dalam penelitian ini, peneliti ini menghadirkan tiga
unsur yang berkaitan dengan gaya belajar pemelajar untuk konteks SMK kelompok
bisnis dan manajemen, yaitu materi pembelajaran, proses pembelajaran, dan tugas yang
harus dikerjakan.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
101
Materi pembelajaran ditanyakan dalam kuesioner pertanyaan nomor 9 dan 10 dan
hasilnya dapat dilihat dalam tabel 4.10 dan 4.11. Hasil kuesioner mengungkapkan
bahwa siswa menyukai materi pembelajaran bahasa Inggris yang bersifat teoretis.
Maksud peneliti ini dengan materi pembelajaran bahasa Inggris yang bersifat teoretis
adalah materi yang terkait dengan grammar/structure. Mayoritas responden: 61,3 %
menyatakan setuju dan 9,7 % sangat setuju. Data lengkap terlihat dalam tabel 4.10 di
bawah ini.
Tabel 4.10:
Materi Pembelajaran Bahasa Inggris Teoretis
Total
Sangat setuju
Setuju Kurang Setuju
Tidak Setuju
% % % % %
Pemelajar
3 9,7 19 61,3 9 29,0 0 0 31 100
Dalam teori ESP disebutkan bahwa materi kosakata dan tata bahasa terintegrasi dengan
keempat keterampilan bahasa: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Pembahasan tata bahasa yang seringkali dipahami sebagai materi teoretis dapat
diajarkan terpisah dengan keempat keterampilan bahasa untuk kondisi tertentu, yakni
untuk menunjang kompetensi mengarang. Namun demikian, ada keengganan pemelajar
untuk menghafalkan pola kalimat. Keengganan ini disebabkan oleh banyaknya aturan
atau rumus kalimat. Gejala ini yang kemudian diartikan guru sebagai minat yang
rendah terhadap bahasa Inggris.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
102
Dengan data di atas peneliti ini tidak serta-merta beranggapan bahwa
pemelajar tidak menyukai materi pembelajaran bahasa Inggris yang bersifat praktis.
Oleh karena itu, peneliti ini menghadirkan pertanyaan kuesioner yang berikutnya, yaitu
nomor 10, mengenai materi pembelajaran bahasa Inggris yang bersifat praktis. Data
yang diperoleh mengungkapkan bahwa responden yang menyatakan setuju dan sangat
setuju total berjumlah 93,6%. Lihat tabel 4.11.
Tabel 4.11:
Materi Pembelajaran Bahasa Inggris Praktis
Total
Sangat setuju
Setuju Kurang Setuju
Tidak Setuju
% % % % %
Pemelajar
5 16,1 24 77,4 2 6,5 0 0 31 100
Selanjutnya, peneliti ini tertarik untuk mengadakan wawancara dengan pemelajar
untuk memperoleh kejelasan sehubungan dengan kedua pilihannya tersebut (tabel 4.10
dan 4.11). Peneliti ini memperoleh keterangan bahwa materi pembelajaran teoretis
diinginkan siswa untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian nasional (UN),
sedangkan materi pembelajaran praktis diinginkan siswa untuk mempersiapkan diri
memasuki dunia kerja.
Setelah unsur pertama yaitu materi pembelajaran, unsur kedua yang terkait dengan
pilihan gaya belajar pemelajar adalah proses pembelajaran. Sehubungan dengan hal ini,
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
103
peneliti ini menghadirkan dua pertanyaan sebagai pertanyaan nomor 11 dan 12 terkait
dengan aktivitas guru dan siswa. Data tersebut terungkap dalam tabel 4.12 dan 4.13.
Data dalam tabel 4.12 memberikan informasi bahwa mayoritas siswa tidak
menginginkan guru lebih banyak ceramah dalam proses pembelajaran bahasa Inggris.
Hal ini diketahui dari perolehan responden yang setuju guru lebih banyak ceramah
sebanyak 2 orang (6,5 %). Data lengkap lihat tabel 4.12 di bawah ini.
Tabel 4.12:
Guru Lebih Banyak Ceramah
Total
Sangat setuju
Setuju Kurang Setuju
Tidak Setuju
% % % % %
Pemelajar
0 0 2 6.5 15 48,4 14 45,2 31 100
Dalam kesempatan berbincang-bincang dengan responden, peneliti ini menyatakan
bahwa untuk menjelaskan materi pembelajaran teoretis guru perlu lebih banyak
ceramah. Kemudian responden memberikan tanggapan, bahwa guru dapat saja ceramah
tetapi tidak perlu lama. Responden menginginkan materi pembelajaran teoretis yang
tidak disampaikan dengan banyak ceramah tetapi dengan latihan-latihan atau praktik.
Selanjutnya, peneliti ini mengajukan pertanyaan berikutnya, yakni nomor 12. Hasil
jawaban responden sebagai berikut. Responden yang memilih setuju dan sangat setuju
pemelajar lebih banyak beraktivitas total 77,4%. Keterangan selengkapnya lihat tabel
4.13 di bawah ini.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
104
Tabel 4.13:
Pemelajar Lebih Banyak Beraktivitas
Total
Sangat setuju
Setuju Kurang Setuju
Tidak Setuju
% % % % %
Pemelajar
8 25,8 16 51,6 6 19,4 1 3,2 31 100
Walaupun pilihan responden responden menyatakan bahwa mereka menyukai banyak
aktifitas, namun kenyataan di lapangan mengungkapkan bahwa banyak siswa sulit
untuk disuruh melakukan praktik di depan kelas dengan alasan malu, takut, dan tidak
bisa. Kondisi ini merupakan tantangan bagi guru untuk menciptakan suasana belajar
bahasa Inggris yang dapat mendorong keberanian siswa untuk praktik.
Unsur ketiga yang termasuk dalam gaya belajar pemelajar adalah tugas yang harus
dikerjakan pemelajar. Tugas yang dimaksud di sini adalah tugas yang harus dikerjakan
responden untuk menunjang pemahaman terhadap bahasa Inggris. Tugas ini dapat
dikerjakan di sekolah atau pun di rumah sesuai petunjuk guru. Sehubungan dengan hal
itu, peneliti ini mengajukan dua macam pertanyaan seperti yang terdapat pada
kuesioner nomor 13 dan 14, dan hasilnya tertera dalam tabel 4.14 dan 4.15.
Hasil dari jawaban responden terkait nomor 13 sebagai berikut. Pada umumnya
pemelajar senang mengerjakan tugas bahasa Inggris secara perorangan, yang terungkap
dari perolehan persentase setuju dan sangat setuju total mencapai 58,1 %. Tetapi ada
juga siswa yang tidak menyukai hal ini terlihat dari pilihan responden yang tidak setuju
dan kurang setuju total 38,7%. Lihat tabel 4.14 di bawah ini.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
105
Tabel 4.14:
Tugas Dikerjakan Secara Perorangan
Total
Sangat Setuju
Setuju Kurang Setuju
Tidak Setuju
% % % % %
Pemelajar
2 6,5 16 51,6 11 35,5 1 3,2 31 100
Peneliti ini ingin mengetahui apakah benar-benar pemelajar menginginkan cara
mengerjakan tugas yang menjadi kewajibannya itu secara perorangan. Sehubungan
dengan hal itu peneliti ini mengajukan pertanyaan kuesioner nomor 14. Setelah
dihitung perolehan jawaban responden terhadap pertanyaan kuesioner nomor 14
hasilnya terlihat sebagai berikut.
Responden yang memilih setuju dan sangat setuju untuk tugas yang dikerjakan
secara kelompok memperoleh total 87,1%. Untuk memperoleh kejelasan terhadap
pilihan pemelajar mengenai cara mengerjakan tugas ini, selanjutnya peneliti ini
mengadakan wawancara dengan beberapa responden dan guru bahasa Inggris. Dari situ
diketahui bahwa ada dua macam tugas yang diberikan guru, yaitu tugas yang sesuai
untuk dikerjakan secara perorangan dan tugas yang sesuai dikerjakan secara kelompok.
Lihat tabel 4.15.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
106
Tabel 4.15:
Tugas Dikerjakan Secara Kelompok
Pilihan Jawaban Total
Sangat Setuju
Setuju Kurang Setuju
Tidak Setuju
% % % % %
Pemelajar
8 25,8 19 61,3 4 12,9 0 0 31 100
4.1.3.5 Sikap Pemelajar terhadap Bahasa Inggris
Aspek kelima dalam informasi masa kini ialah sikap pemelajar terhadap bahasa
Inggris. Untuk menjaring data mengenai sikap pemelajar terhadap bahasa Inggris,
peneliti ini menghadirkan 3 pertanyaan dalam kuesioner, yakni pertanyaan nomor 15,
16, dan 17, yang masing-masing tentang penting atau tidaknya mempelajari bahasa
Inggris, bahasa Inggris merupakan syarat utama bekerja, dan perlu atau tidaknya bahasa
Inggris dipelajari sejak dini. Data dari hasil jawaban kuesioner pertanyaan nomor 15
menunjukkan bahwa bahasa Inggris sangat penting untuk dipelajari. Hal ini diketahui
dari semua responden (100 %) menyatakan ya. Lihat tabel 4.16 di bawah ini.
Tabel 4.16:
Bahasa Inggris Sangat Penting untuk Dipelajari
Pilihan Jawaban Total
Ya Tidak
% % %
Pemelajar
31 100 0 0 31 100
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
107
Peneliti ini menemukan sesuatu yang berlawanan yakni di satu sisi responden pemelajar
mengakui bahwa bahasa Inggris sangat penting untuk dipelajari. Namun, disisi lain
minat mereka terhadap bahasa Inggris seperti diuraikan di atas hanya sedang. Bahkan,
guru menilai minat pemelajar ini yang mereka istilahkan dengan motivasi adalah
rendah. Selanjutnya, peneliti ini mewawancarai beberapa responden mengenai minat
mereka terhadap bahasa Inggris. Hasil wawancara mengungkapkan bahwa faktor yang
membuat mereka tidak berminat adalah materi pembelajaran bahasa Inggris yang
banyak menghafal rumus. Di sisi lain, guru merasa perlu memberikan materi itu. Oleh
karena itu, ketika mereka tidak mendapatkan yang diinginkannya mereka cenderung
tidak mengikuti pembelajaran secara maksimal.
Selain siswa menyadari bahwa bahasa Inggris sangat penting untuk dipelajari,
mereka juga menyatakan bahwa kemampuan bahasa Inggris merupakan syarat utama
untuk bekerja di perusahaan. Hal ini dapat diketahui dari perolehan jawaban responden
untuk kuesioner nomor 16, yakni persentase untuk ya sebesar 96,8% seperti tertera
dalam tabel 4.17 di bawah ini.
Tabel 4.17:
Kemampuan Berbahasa Inggris Merupakan Syarat Utama untuk
Bekerja di Perusahaan
Total
Ya Tidak Total
% % %
Pemelajar
30 96,8 1 3,2 31 100
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
108
Selanjutnya, siswa menyadari bahwa diperlukan waktu yang panjang untuk dapat
terampil berbahasa Inggris. Waktu tersebut dapat diawali sejak dini, yakni sejak Taman
Kanak-kanak (TK). Pernyataan ini terungkap dari perolehan jawaban ya sebanyak
90,3% untuk kuesioner pertanyaan nomor 17. Lihat table 4.18.
Tabel 4.18:
Bahasa Inggris Perlu Diajarkan Sejak Taman Kanak-kanak (TK)
Total Total
Ya Tidak
% % %
Pemelajar
28 90,3 3 9,7 31 100
Dari hasil kuesioner pertanyaan nomor 1-17 menghasilkan profil siswa SMK N 6
Jakarta sebagai berikut. Mayoritas siswa SMK N 6 Jakarta kelas X berusia 15 tahun.
Mereka telah belajar bahasa Inggris selama hampir 7 tahun. Penguasaan bahasa Inggris
mereka berada pada level novice, namun sebagian dari mereka mampu menempati level
elementary.
Minat siswa SMK N 6 Jakarta terhadap bahasa Inggris berada pada posisi sedang.
Mereka senang dengan materi pembelajaran teoretis dan praktis yang tidak
disampaikan dengan banyak ceramah. Pada dasarnya mereka memiliki sikap positif
terhadap bahasa Inggris, namun kurang berani mengekspresikan dalam bentuk latihan
praktik.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
109
4.1.3.6 Tujuan dan Harapan Pemelajar dalam Mempelajari Bahasa Inggris
Data mengenai tujuan dan harapan pemelajar dalam mempelajari bahasa Inggris
dijaring melalui kuesioner yang terdiri atas 3 item, yaitu alasan pemelajar memilih
belajar di SMK (kuesioner pertanyaan nomor 18), yang ingin dipelajari di SMK
(kuesioner pertanyaan nomor 19), dan aktivitas yang akan dilakukan setelah
menyelesaikan pendidikan (kuesioner pertanyaan nomor 20).
Berdasarkan hasil kuesioner kebanyakan responden memilih belajar di SMK
karena ingin mempersiapkan diri untuk bekerja. Data yang menunjang pernyataan ini
adalah pilihan responden terhadap pilihan jawaban siap bekerja yang memperoleh
persentase 83,9%, walaupun ada juga beberapa responden yang memilih alasan lain,
yakni biaya lebih murah dari SMU sebanyak 3,2% dan lebih banyak praktik daripada
teori sebanyak 12,9%. Lihat tabel 4.19 di bawah ini.
Tabel 4.19:
Alasan Pemelajar Memilih Belajar di SMK
Total
Banyak Hafalan
Biaya Lebih Murah Dari SMU
Siap Bekerja
Lebih Banyak Praktik Daripada Teori
% % % % %
Pemelajar
0 0 1 3.2 26 83.9 4 12.9 31 100
Dalam kuesioner pertanyaan nomor 19 menunjukkan bahwa di SMK responden ingin
mendapat pembekalan tentang cara bekerja, dengan perolehan persentase sebesar
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
110
83,9% di samping 16,1% untuk yang menginginkan mendapat pelajaran praktis. Lihat
tabel 4.20 di bawah ini.
Tabel 4.20:
Yang Ingin Dipelajari di SMK
Total
Pelajaran Teoretis
Pelajaran Praktis
Cara Bekerja
Informasi tentang Akademi/Universitas
% % % % %
Pemelajar
0 0 5 16.1 26 83.9 0 0 31 100
Data mengenai mayoritas keinginan responden di atas, diperkuat dengan hasil
jawaban dari kuesioner pertanyaan nomor 20, yakni tentang rencana siswa setelah lulus.
Sebanyak 24 orang (77,4%) ingin bekerja setelah menyelesaikan pendidikannya.
Sebagian lagi, yakni 7 orang (22,6%) berencana melanjutkan pendidikan ke akademi
atau universitas. Data selengkapnya dapat dilihat dalam tabel 4.21 di bawah ini.
Tabel 4.21:
Yang Dilakukan Setelah Lulus
Total
Kursus Akademi/Universitas
Bekerja Membuka Usaha Kecil
% % % % %
pemelajar
0 0 7 22.6 24 77.4 0 0 31 100
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
111
Dengan data yang terungkap dalam tabel 4.19, 4.20, dan 4.21 maka kompetensi
bahasa Inggris yang perlu dimasukkan dalam silabus EOP adalah kompetensi bahasa
Inggris yang spesifik, yakni bahasa Inggris yang terdapat dalam lingkungan pekerjaan.
4.1.4 Kebutuhan Dunia Kerja Akan Bahasa Inggris
Dunia kerja membutuhkan bahasa Inggris sebagai sarana melakukan berbagai aktifitas
sesuai kebutuhan. Dunia kerja lebih mengutamakan karyawannya yang mampu
menggunakan bahasa Inggris untuk menyelesaikan pekerjaan yang ada. Kebutuhan
dunia kerja akan bahasa Inggris ini dalam analisis Graves (2000) dapat digolongkan ke
dalam informasi masa depan, yakni keterampilan komunikatif yang dibutuhkan. Untuk
mengetahui bahasa Inggris sebagai sarana melakukan berbagai aktifitas di lingkungan
kerja peneliti ini mengadakan sejumlah wawancara dengan praktisi dunia kerja.
Rahmaeni, misalnya, seorang informan praktisi dunia kerja dari perusahaan yang
bergerak di bidang travel menyatakan bahwa speaking merupakan unsur yang paling
penting di antara keterampilan berbahasa (listening, reading dan writing) dan
pengetahuan kebahasaan (grammar). Berikut ini kutipan percakapan antara peneliti ini
dengan Rahmaeni.
Rahmaeni : “Penting sih, penting cuman dibandingkan aktif, e, conversation lebih
penting, gitu, kan? Sekretaris pun sama, kan? Dia walaupun surat-
menyurat dia tetep terima telfon, harus berani bicara, kan? Nah itu …”
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
112
Selanjutnya, Rahmaeni menjelaskan bahwa conversation yang dimaksud adalah
pembicaraan sehari-hari terkait dengan pariwisata dan perjalanan. Pokok pembicaraan
itu antara lain
(1) daerah wisata di Indonesia;
(2) lama perjalanan ke suatu daerah wisata;
(3) pemesanan tiket, restoran, dan hotel;
(4) fasilitas yang ditawarkan.
Senada dengan pernyataan Rahmaeni, Wuri dari perusahaan yang bergerak di
bidang fast food pun mengungkapkan bahwa speaking lebih dibutuhkan daripada
reading, writing, dan grammar. Perhatikan kutipan percakapan berikut ini.
Wuri: “Biasanya dengan sendirinya gitu, ya karena memang customernya juga banyak
yang dari luar. Ya mau nggak mau kita harus bisa gitu, kan?”
Secara umum, pembicaraan yang terkait dengan pelayanan di restoran fast food
adalah
(1) menu;
(2) pemesanan;
(3) harga.
Berbeda dengan Rahmaeni dan Wuri, Didik dari perusahaan yang bergerak di bidang
sekuriti mengungkapkan bahwa speaking dan writing merupakan hal yang sama
penting sesuai dengan bagiannya. Bagian administrasi lebih banyak membutuhkan
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
113
keterampilan writing, sedangkan bagian lapangan/sekuriti yang melibatkan interaksi
dengan orang asing lebih banyak dituntut keterampilan speaking.
Secara umum, kegiatan pokok yang terjadi di bagian administrasi adalah
(1) mengetik;
(2) mengidentifikasi dokumen.
Pembicaraan mengenai sekuriti adalah
(1) menanyakan informasi;
(2) memberikan informasi;
(3) menyuruh melakukan sesuatu,;
(4) melarang melakukan sesuatu.
Berbeda dengan informan lainnya, Mulyadi dari perusahaan yang bergerak di
bidang ekspor impor menyatakan bahwa writing dan reading lebih penting daripada
speaking. Namun, ia menambahkan bahwa keterampilan writing dan reading di tempat
kerjanya merupakan keterampilan yang menuntut ketelitian tinggi dan belum dapat
dipercayakan kepada karyawan lulusan SMK. Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa
masalah pokok yang terkait dengan bidang ekspor impor terutama yang melibatkan
pemakaian bahasa Inggris dipercayakan kepada karyawan minimal lulusan D3.
Pendapat tersebut senada dengan yang diungkapkan informan Dewi, dari perusahaan
asuransi.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
114
4.2 Silabus EOP untuk Siswa Kelas X SMK N 6 Jakarta
Silabus EOP untuk siswa kelas X SMK N 6 Jakarta disusun berdasarkan kesimpulan
berbagai data yang ada meliputi (1) data hasil penelitian survei, yang diperoleh dari
hasil kuesioner dan pengetesan dan (2) data hasil penelitian kasus yang diperoleh dari
analisis dokumen dan wawancara. Berikut ini penjelasan mengenai silabus EOP kelas
X.
Format silabus EOP mengikuti format yang dicontohkan oleh BSNP, namun ada
perubahan, yakni silabus EOP menggunakan istilah subkompetensi dasar sebagai
sebagai ganti dari indikator dan tidak mencantumkan kegiatan pembelajaran karena
kegiatan ini akan diuraikan lebih rinci dalam RPP. Secara lengkap format silabus EOP
terdiri atas kompetensi dasar, subkompetensi dasar, materi pembelajaran, total waktu
pembelajaran, perincian waktu pembelajaran, penilaian, dan sumber/bahan belajar.
Kompetensi dasar diperoleh melalui survei aktivitas dan wawancara dengan dunia
kerja. Kompetensi dasar untuk siswa kelas X selama satu tahun direncanakan enam
kompetensi. Kompetensi pertama sampai ketiga dimaksudkan untuk semester 1,
sedangkan kompetensi keempat sampai keenam untuk semester 2. Untuk mencapai
kompetensi dasar tersebut diperlukan tahapan atau pembagian kompetensi dasar, yang
disebut subkompetensi dasar.
Materi pembelajaran yang dicantumkan dalam silabus EOP adalah materi
pembelajaran yang bersifat pokok. Selanjutnya, pengembangan materi pembelajaran
tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa. Pada dasarnya materi ini terdiri
atas pengetahuan bahasa (tata bahasa, kosakata, dan pelafalan) dan keterampilan bahasa
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
115
(menyimak, berbicara, membaca, dan menulis). Pengetahuan bahasa dan keterampilan
bahasa tidak diajarkan secara terpisah, tetapi secara terintegrasi.
Total waktu pembelajaran yang dimaksud dalam silabus EOP ini yaitu jumlah
waktu yang digunakan untuk menguasai satu kompetensi. Seperti yang diuraikan di atas
untuk dapat mencapai satu kompetensi diperlukan tahapan pencapaian berupa
subkompetensi. Penguasaan subkompetensi ini memerlukan waktu yang dalam silabus
EOP dinamakan perincian waktu pembelajaran.
Untuk mengukur capaian kompetensi diperlukan suatu penilaian, yang berupa tes
tertulis dan tes lisan. Waktu untuk melaksanakan tes ini diambil dari rincian waktu
dalam subkompetensi dasar.
Sumber/bahan ajar yang digunakan sebagai sarana pembelajaran berbentuk
sumber/bahan ajar otentik. Sumber/bahan ini misalnya, buku pelajaran, kaset, tape
recorder, VCD, artikel berbahasa Inggris.
Secara lengkap silabus EOP tersebut dapat dilihat pada halaman berikutnya.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
116
Silabus English for Occupational Purposes (E
OP)
Sekolah : SMK
N 6 Jakarta
Kelas : X
(sepuluh) Sem
ester : 1 (satu) dan 2 (dua) W
aktu : 128 jam pelajaran (1 jam
pelajaran = 45 menit)
Standar Kom
petensi: Berkom
unikasi dalam B
ahasa Inggris Setara Level Novice
Kom
petensi Dasar
Subkompetensi D
asar M
ateri Pem
belajaran Total W
aktu Pem
belajaran
Perincian W
aktu Pem
belajaran
Penilaian Sum
ber/Bahan
Belajar
1. Menangani
tamu.
1.1 Mem
berikan salam.
1.2 Mem
perkenalkan diri sendiri dan
Expression/phrases/key w
ords used to greet som
eone and leave taking. Expression/phrases/key w
ords used to introduce self and others.
8
2 2
Tes lisan : m
emperkenalkan
diri sendiri dan orang lain.
• English in Vocational C
ontext Level N
ovice (Kelas
X). Pengarang: Eri K
urniawan, dkk
Linguaphone Pengarang: M
andy Loader
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
117
Kom
petensi D
asar Subkom
petensi D
asar M
ateri Pembelajaran
Total Waktu
Pembelajaran
Perincian W
aktu Pem
belajaran
Penilaian Sum
ber/Bahan
Belajar
1.3 M
engucapkan terim
a kasih dan m
erespon ucapan terim
a kasih.
Expression/phrases/key w
ords used to thank and the responses.
2
1.4 M
enggunakan ungkapan untuk m
enyuruh.
Expression/phrases/key w
ords used to com
mand and request.
2
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
118
Kom
petensi Dasar
Subkompetensi D
asar M
ateri
Pembelajaran
Total W
aktu Pem
belajaran Perincian
Penilaian Sum
ber/Bahan
Belajar
2. Mencatat pesan
dalam bahasa
Inggris melalui
telepon.
2.1 M
enuliskan pesanan tiket pesaw
at terbang, hotel, dan restoran yang didiktekan seorang pelanggan m
elalui telepon. 2.2 M
enginformasikan
suatu kepastian pesanan tiket pesaw
at terbang, hotel, dan restoran kepada pelanggan m
elalui telepon.
Dictation
. Giving
information
about ticket, hotel, and restaurants reservations..
10
6 4
Tes tertulis: m
eringkas suatu percakapan tentang pem
esanan tiket pesaw
at terbang, hotel, dan restoran dari kaset bahasa Inggris.
• English in Vocational C
ontext Level N
ovice (Kelas
X). Pengarang: Eri K
urniawan, dkk
• Linguaphone: Pengarang: M
andy Loader
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
119
Kom
petensi Dasar
Subkompetensi D
asar M
ateri
Pembelajaran
Total W
aktu Pem
belajaran
Perincian W
aktu pem
belajaran
Penilaian Sum
ber/Bahan
Belajar
3. Menyam
paikan
gagasan.
3.1Menceriterakan
sesuatu pengalaman
3.2 Menceriterakan
Kegiatan sehari-
hari. 3.3 M
enyatakan suatu rencana atau cita-cita
Gram
mar: past
forms.
Gram
mar: sim
ple present tense, present continuous tense.
42
18
14
10
Tes tertulis: M
embuat
karangan yang m
enceriterakan suatu pengalam
an, kegiatan sehari-hari, dan rencana. Tes lisan: m
enceriterakan pengalam
an, kegiatan sehari-hari, dan rencana
• English in Vocational C
ontext Level N
ovice (Kelas
X). Pengarang: Eri K
urniawan, dkk
• Linguaphone: M
andy Loader
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
120
Kom
petensi D
asar Subkom
petensi D
asar M
ateri Pem
belajaran Total W
aktu Pem
belajaran Perincian W
aktu Pem
belajaran Penilaian
Sumber/B
ahan B
elajar 4. M
engidentifikasi suatu bacaan.
4.1 Menentukan
isi/topik suatu bacaan. 4.2 M
engartikan kalim
at.
Reading: Identifying topics of passages. Vocabulary: translation. G
ramm
ar: kinds
of tenses.
30 10
20
Tes tertulis: m
engartikan suatu bacaan.
• English in Vocational C
ontext Level N
ovice (K
elas X). Pengarang: Eri K
urniawan
, dkk Linguaphone
Pengarang: M
andy Loader
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
121
Kom
petensi Dasar
Subkompetensi D
asar M
ateri Pem
belajaran Total W
aktu Pem
belajaran
Perincian W
aktu pem
belajaran
Penilaian Sum
ber/Bahan
Belajar
5. Mem
buat suatu laporan secara tertulis.
5.1 Mem
buat laporan tentang suatu kegiatan atau kejadian diw
aktu lam
pau. 5.2 M
embuat suatu
rencana kegiatan.
Arranging reports: tenses of past form
s Arranging plans: tenses of future form
s
8 4 4
Tes tertulis: m
embuat
karangan tentang suatu kegiatan yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan.
• English in Vocational C
ontext Level N
ovice (Kelas
X). Pengarang: Eri K
urniawan, dkk
Linguaphone
Pengarang: Mandy Loader
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
122
Kom
petensi Dasar
Subkompetensi D
asar M
ateri Pem
belajaran Total W
aktu Pem
belajaran
Perincian W
aktu Pem
belajaran
Penilaian Sum
ber/Bahan
Belajar
6.Menyam
paikan suatu laporan secara lisan.
6.1 Melaporkan
suatu kejadian yang terjadi pada w
aktu lam
pau. 6.2 M
elaporkan suatu kejadian yang sedang terjadi. 6.3 M
enyampaikan
suatu rencana yang akan dikerjakan
Reporting som
ething happened in the past. G
ramm
ar: past form
s. Speaking: Reporting som
ething happens. G
ramm
ar: tenses of continuous form
s. G
ramm
ar: tenses of future form
s
30
10
10
10
Tes lisan : m
enceriterakan suatu kejadian yang terjadi di w
aktu lampau,
sedang terjadi, dan rencana yang akan datang.
• English in Vocational C
ontext Level N
ovice (Kelas
X). Pengarang: Eri K
urniawan, dkk
Linguaphone
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
123
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini bertujuan menghasilkan suatu silabus yang dapat menghasilkan siswa
SMK bidang keahlian bisnis dan manajemen siap mengisi kesempatan bekerja. Secara
lebih khusus silabus tersebut ditujukan untuk kelas X semester 1 dan 2. Penelitian ini
telah mencapai tujuan itu. Dari hasil penelitian dapat ditarik simpulan penelitian dan
saran seperti di uraikan di bawah ini.
5.1 Simpulan
Situasi pembelajaran bahasa Inggris di SMK N 6 Jakarta mengandung beberapa
kelemahan, yakni pada kurikulum, silabus, guru, dan siswa. Kelemahan kurikulum
terletak pada penetapan standar kompetensi, yakni (1) kompetensi dasar tidak
dinyatakan dengan kata kerja operasional, sehingga pencapaian kompetensi sulit
diukur, (2) antara kompetensi level novice sampai dengan level intermediate tidak
menunjukkan suatu kompetensi yang berkelanjutan, dan (3) pengulangan kompetensi.
Kelemahan berikutnya ialah di bagian silabus. Kelemahan ini terdapat pada bagian
materi pelajaran yang mengulang materi yang telah dipelajari siswa di SMP seakan-
akan siswa belum diajarkan materi itu sebelumnya. Pengulangan ini mengakibatkan
berkurangnya waktu untuk mengajarkan materi lainnya yang lebih penting. Selain
dalam silabus, kelemahan berikutnya terjadi juga dalam diri guru. Kelemahan guru
yaitu cenderung mengajarkan materi UN. Prioritas guru ini dapat dimengerti karena
guru takut siswa tidak lulus ujian. Ketidaklulusan tersebut akan berdampak luas pada
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
124
siswa itu sendiri, guru, dan institusi sekolah. Terakhir, adalah kelemahan yang terdapat
dalam diri siswa, yakni minat terhadap bahasa Inggris yang tidak tinggi.
Peneliti ini menemukan adanya kesamaan kebutuhan diantara keempat pihak yang
berkepentingan terhadap bahasa Inggris, yakni pemerintah, institusi/sekolah, siswa, dan
dunia kerja. Kebutuhan pemerintah terhadap bahasa Inggris terkait dengan UU
Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pasal 3 penjelasan pasal 15 yang menyatakan bahwa
pendidikan kejuruan mempersiapkan lulusannya bekerja. Oleh karena itu, pembelajaran
bahasa Inggris dituntut memberikan pembelajaran yang menunjang tujuan itu.
Kebutuhan institusi/sekolah terdapat pada KTSP, yakni menghasilkan siswa yang
mencapai tahap berkomunikasi dalam bahasa Inggris setara level intermediate. Untuk
itu, pembelajaran bahasa Inggris difokuskan pada keterampilan bahasa daripada
pengetahuan bahasa. Terakhir, yakni kebutuhan siswa. Kebutuhan siswa terhadap
bahasa Inggris ialah menggunakan bahasa Inggris untuk persiapan menghadapi dunia
kerja. Untuk itu, keterampilan bahasa perlu mendapat perhatian utama daripada
pengetahuan kebahasaan. Dari pihak dunia kerja, menginginkan karyawannya mampu
menggunakan bahasa Inggris untuk mengerjakan pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya. Dengan kata lain, dunia kerja menginginkan tenaga kerja yang siap pakai.
Mengingat kelemahan dalam pembelajaran bahasa Inggris dan kebutuhan berbagai
pihak di atas, maka kehadiran silabus EOP dapat dijadikan jalan keluar terhadap
masalah ini. Keunggulan silabus EOP:
(1) Membebaskan guru dari kebiasaan mengajarkan tata bahasa secara terpisah
dengan konteks. Dalam silabus EOP tata bahasa menyatu dengan keterampilan
berbicara dan menulis, sehingga ketika guru melangsungkan kegiatan yang
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
125
mengarah pada keterampilan berbicara sekaligus masuk unsur tata bahasa,
begitupun ketika mengadakan kegiatan menulis. Kalaupun tata bahasa diajarkan
secara terpisah itu dimaksudkan untuk menunjang keterampilan bahasa.
(2) Kompetensi dasar yang dirumuskan merupakan kompetensi yang berguna di
dunia kerja dan dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional
sehingga guru dapat memantau perkembangan kompetensi siswa dengan tepat.
(3) Penilaian yang ditetapkan dapat mengukur capaian kompetensi dasar sesuai
dengan sasaran.
5.2 Saran
Temuan penelitian tentang beberapa kelemahan dalam pembelajaran bahasa Inggris
yang disebutkan di atas akhirnya berimplikasi pada penyadaran semua pihak yang
terkait dengan pembelajaran bahasa Inggris untuk kembali kepada tujuan yang telah
ditetapkan, yakni bahasa Inggris yang diajarkan di SMK adalah untuk membekali
siswa menghadapi dunia kerja. Konsekuensinya, penilaian akhir capaian kompetensi
bahasa Inggris SMK (kelas XII) yang selama ini menggunakan UN sebaiknya ditinjau
kembali untuk dicarikan bentuk ujian yang dapat mengukur keempat keterampilan
berbahasa, yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
126
DAFTAR ACUAN
Brown, James Dean. 1995. The Elements of Language Curriculum. Boston: Heinle &
Heinle.
Celce-Murcia, M. dan E. Olshtain. 2000. Discourse and Context in Language
Teaching: A Guide for Language Teachers. Cambridge: Cambridge University
Press.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2003. Kurikulum 2004: Naskah Akademik.
Jakarta: Depdiknas.
____. 2004. Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK): Garis-garis Besar
Program Pengajaran (GBPP) Buku II A, Kelompok Bisnis dan Manajemen.
Jakarta: Depdikbud.
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah, Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. 2006. Bahan Bimbingan Teknis
Penyusunan KTSP Dan Silabus Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Djuwarie.1997. A Proposed Model Syllabus of English for Students of
Economics.Tesis. Unika Atma Jaya Jakarta.
Dubin, Fraida dan Elite Olshtain. 1986. Course Design: Developing Programs and
Materials for Language Learning. Cambridge: Cambridge University Press.
Dudley-Evans, Tony and Maggie Jo StJohn. 1998. Development in English for Specific
Purposes: A Multy-disciplinary Approach. Cambridge : Cambridge University
Press.
Graves. K. 2000. Designing Language Courses: A Guide for Teachers. Boston: Heinle
& Heinle.
Harmer, J. 1993. The Practice of English Language Teaching. London: Longman
Group Limited.
______. 2001. The Practice of English Language Teaching. London:: Pearson
Education Limited.
Hutchinson, Tom dan Alan Waters. 1987. English for Specific Purposes: A Learner-
Centered Approach. Cambridge : Cambridge University Press.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
127
Johnson, Donna M. 1992. Approaches to Research in Second Language Learning. New
York : Longman
Johnson, Robert Keith. 1990. The Second Language Curriculum.
Cambridge: Cambridge University Press
Kusni. 2004. Model Perancangan Program English For Specific
Purposes (ESP) Di Perguruan Tinggi. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Lougheed, Lin. 2000. How to Prepare for the TOEIC TEST (second
Edition). Jakarta: Binarupa Aksara.
Munby, John. 1978. Communicative Syllabus Design.
Cambridge: Cambridge University Press.
Nunan, David. 1988.Syllabus Design. New York: Oxford University Press.
_____1988. The Learner-Centered Curriculum. Cambridge: Cambridge
University Press.
Oppenheim, A.N. 1992. Questionnaire Design, Interviewing and Attitude
Measurement. (2nd edn.) London: Heinemann
Parera, Jos Daniel. 1987. Linguistik Edukasional. Jakarta: Erlangga.
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006. Jakarta.
_____2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2006. Jakarta.
_____2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 24 Tahun 2006. Jakarta.
Richards, Jack C dan Willy A. Renandya. 2002. Methodology in Language
Teaching. Cambridge: Cambridge University Press.
Robinson, Pauline C. 1991. ESP Today : A Practitioner’s Guide. New
York: Prentice Hall.
_____1980. ESP: English for Specific Purposes. Oxford: Pergamon.
Strevens, P. 1988. ESP after twenty years: re-appraisal. Dalam M.L.
Tickoo. ESP: State of the Art. Anthology Series 21. Singapore:
RELC.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
128
Sudarto, AM.1999. The English Syllabus Design for a Secretarial
Academy. Tesis. Jakarta: Atmajaya.
Suratno dan Lincoln Arsyad. 1993. Metodologi Penelitian: untuk ekonomi dan
bisnis. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Widdowson, H.G. 1978. Teaching Language As Communication. Oxford:
Oxford University Press.
Wilkins, D.A. 1976. Notional Syllabus. London: Oxford University Press.
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
129
LAMPIRAN 1
KUESIONER UNTUK PEMELAJAR KELAS SEPULUH SMK N 6 JAKARTA TAHUN PELAJARAN 2007/2008
Kuesioner ini dimaksudkan untuk menjaring data mengenai latar belakang pemelajar dan harapannya dalam mempelajari bahasa Inggris. Identitas Pemelajar Nama : Kelas/semester : Program keahlian : KELOMPOK A I. Informasi Mengenai Diri Pemelajar Petunjuk Pengisian: berilah tanda silang (x) pada jawaban a, b, c, atau d sesuai dengan keadaan Anda 1. Berapa lama Anda telah belajar bahasa Inggris? a. Hampir 4 tahun. b. Hampir 5 tahun. c. Hampir 6 tahun. d. Hampir 7 tahun. 2. Apa bahasa sehari-hari yang Anda gunakan di rumah? a. Bahasa daerah. b. Bahasa Indonesia. c. Bahasa asing. d. Bahasa campuran (daerah, Indonesia, dan asing). 3. Berapa usia Anda? a. 14 tahun. b. 15 tahun. c. 16 tahun. d. 17 tahun. II. Informasi Mengenai Minat Pemelajar Petunjuk Pengisian: untuk nomor 4-8, berilah tanda silang (x)pada kolom sesuai dengan keadaan Anda No Pernyataan Selalu
Kadang-kadang
Jarang Tidak Pernah
4. Mengerjakan tugas atau PR (Pekerjaan Rumah) bahasa Inggris tepat waktu 5. Mengikuti kursus bahasa Inggris Mengikuti kegiatan atau lomba bahasa
Inggris
6. Mendengarkan lagu-lagu, cerita, dan film berbahasa Inggris
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
130
No Pernyataan Selalu
Kadang-kadang
Jarang Tidak Pernah
7. Membaca buku, koran, majalah, dan artikel-artikel berbahasa Inggris
8. Berbahasa Inggris dengan teman, guru, dan orang lain yang senang dengan bahasa Inggris
III. Informasi Mengenai Pilihan Gaya Belajar Pemelajar Petunjuk Pengisian: untuk nomor 9 - 14, berilah tanda silang (x)pada kolom sesuai dengan keadaan Anda No Pernyataan Sangat
setuju
Setuju Kurang setuju
Tidak Setuju
9. Materi pembelajaran bahasa Inggris yang bersifat teoretis, misalnya
grammar/structure
10.
Materi pembelajaran bahasa Inggris yang bersifat praktis, misalnya kegiatan yang berhubungan dengan listening, reading, speaking, dan writing
11. Guru lebih banyak ceramah 12. Pemelajar lebih banyak beraktifitas 13. Tugas-tugas dikerjakan secara
perorangan
14. Tugas-tugas dikerjakan secara kelompok V. Informasi Mengenai Sikap Pemelajar Petunjuk Pengisian: untuk nomor 15-17, berilah tanda silang (x)pada kolom yang sesuai dengan keadaan Anda No Pernyataan Ya
Tidak
15. Bahasa Inggris sangat penting untuk dipelajari
16. Kemampuan berbahasa Inggris merupakan syarat utama untuk bekerja di perusahaan
17. Bahasa Inggris perlu diajarkan kepada pemelajar sejak pendidikan TK (Taman Kanak-kanak)
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
131
KELOMPOK B Petunjuk Pengisian: untuk nomor 18 - 20, berilah tanda silang (x) pada jawaban a, b, c, atau d sesuai dengan keadaan Anda 18. Apa alasan Anda memilih belajar di SMK? a. Mata pelajaran di SMK tidak menuntut banyak hafalan. b. Biaya pendidikan di SMK lebih murah daripada SMU/SMA. c. Pendidikan di SMK mempersiapkan lulusannya siap bekerja. d. Pendidikan di SMK lebih banyak praktik daripada teori. 19. Apa yang ingin Anda pelajari di SMK? a. Mata pelajaran yang bersifat teoretis. b. Mata pelajaran yang bersifat praktis. c. Informasi mengenai cara bekerja di dunia kerja/industri. d. Informasi untuk melanjutkan pendidikan ke akademi/universitas. 20. Apakah yang akan Anda lakukan setelah lulus? a. Mengikuti suatu kursus. b. Melanjutkan pendidikan ke akademi/universitas. c. Bekerja. d. Membuka usaha kecil.
TERIMA KASIH ATAS KERJA SAMA ANDA
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
132
Lampiran 2
PANDUAN WAWANCARA DENGAN GURU BAHASA INGGRIS SMK N 6 JAKARTA
No. Data Pertanyaan I. Identitas guru Nama, tahun mulai mengajar, kelas yang diajar sekarang. . II. Persiapan 1. Apakah Anda pernah membuat analisis kebutuhan? mengajar III. Materi pembelajaran 2. Menurut Anda, apakah silabus yang ada menjamin siswa untuk bekerja?
3. Apa kebutuhan pemelajar supaya mereka bisa bekerja? 4. Mana yang lebih penting, materi untuk persiapan ujian nasional atau materi untuk persiapan bekerja?
IV. Proses pembelajaran 5. Selama ini, bagaimana cara Anda mengajar bahasa Inggris? V. Saran 6. Apa saran Anda untuk meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Inggris di sekolah Anda?
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008
133
Lampiran 3
PANDUAN WAWANCARA DENGAN PRAKTISI DUNIA KERJA
No. Data Pertanyaan I. Identitas praktisi Nama, tahun mulai bekerja, dan jabatan sekarang. II. Karyawan 1. Apakah perusahaan yang Anda pimpin menerima karyawan/karyawati lulusan SMK kelompok bisnis dan manajemen? 2. Di bagian apa lulusan SMK kelompok bisnis dan manajemen itu ditempatkan? 3. Apa tuntutan perusahaan terhadap karyawan? III. Kebutuhan bahasa Inggris 4. Bahasa Inggris seperti apa yang dipakai untuk di dunia kerja a. berbicara: - dengan siapa karyawan itu berbicara bahasa Inggris? - apa topik pembicaraannya? b. membaca: - seperti apa teks yang ada? - untuk apa teks itu? c. menulis: - teks seperti apa yang mereka buat? IV. Saran 5. Apa harapan Anda terhadap bahasa Inggris karyawan Anda?
Pembelajaran bahasa..., Endang Sundari, FIB UI, 2008