pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan ... · 1.1 pengertian paikem ... (mastery...
TRANSCRIPT
0
Bahan Pelatihan
PEMBELAJARAN AKTIF, INOVATIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAIKEM)
Oleh :
Dr. Muhibbin Syah, M.Ed. Dr. Hj. Rahayu Kariadinata, M.Pd.
PENDIDIKAN DAN LATIHAN PROFESI GURU(PLPG)
RAYON FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2009
1
1. KONSEP DASAR PAIKEM
1.1 Pengertian PAIKEM
PAIKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran
Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.
Selanjutnya, PAIKEM dapat didefinisikan sebagai:
pendekatan mengajar (approach to teaching) yang
digunakan bersama metode tertentu dan pelbagai media
pengajaran yang disertai penataan lingkungan sedemikian
rupa agar proses pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan. Dengan demikian, para siswa
merasa tertarik dan mudah menyerap pengetahuan dan
keterampilan yang diajarkan. Selain itu, PAIKEM juga
memungkinkan siwa melakukan kegiatan yang beragam
untuk mengembangkan sikap, pemahaman, dan
keterampilannya sendiri dalam arti tidak semata-mata
“disuapi” guru. Di antara metode-metode mengajar yang
amat mungkin digunakan untuk mengimple- mentasikan
PAIKEM, ialah: 1) metode ceramah plus, 2) metode diskusi;
3) metode demonstrasi; 4) metode role-play; dan 5) metode
simulasi.
1.2 Peralihan yang mendasari PAIKEM
PAIKEM dikembangkan berdasarkan beberapa
perubahan/peralihan:
a. Peralihan dari belajar perorangan (individual learning)
ke belajar bersama (cooperative learning);
2
(individual learning) (cooperative learning)
b. Peralihan dari belajar dengan cara menghafal (rote
learning) ke belajar untuk memahami (learning for
understanding);
c. Peralihan dari teori pemindahan pengetahuan
(knowledge-transmitted) ke bentuk interaktif,
keterampilan proses dan pemecahan masalah;
d. Peralihan paradigma dari guru mengajar ke siswa
belajar;
e. Beralihnya bentuk evaluasi tradisional ke bentuk
authentic assessment seperti portofolio, proyek,
laporan siswa, atau penampilan siswa (Shadiq dalam
Setiawan, 2004)
Dasar peralihan tersebut di atas sesuai dengan PP No.
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal
19, ayat (1) yang berbunyi:
3
“ Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpar- tisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”.
1.3 Karakteristik PAIKEM
a. Berpusat pada siswa (student-centered );
Suasana Pembelajaran yang berpusat pada siswa (Depdiknas, 2005)
Berpusat pada siswa : o Guru sebagai fasilitator, bukan penceramah; o Fokus pembelajaran pada siswa bukan pada
guru; o Siswa belajar secara aktif; o Siswa mengontrol proses belajar dan
menghasilkan karyanya sendiri, tidak hanya mengutip dari guru.
4
b. Belajar yang menyenangkan (joyfull
learning);
c. Belajar yang berorientasi pada tercapainya
kemampuan tertentu (competency-based
learning);
d. Belajar secara tuntas (mastery learning);
e. Belajar secara berkesinambungan
(continuous learning);
f. Belajar sesuai dengan ke-kini-an dan ke-
disini-an (contextual learning).
Sementara itu, pembelajaran saat ini masih lebih
cenderung berpusat pada guru.
Suasana pembelajaran yang berpusat pada guru
(Depdiknas, 2005)
5
1.4. Arti Penting PAIKEM
Mengapa pendekatan PAIKEM perlu diterapkan?
Sekurang-kurangnya ada dua alasan perlunya pendekatan
PAIKEM diterapkan di sekolah/madrasah kita, yakni:
a) PAIKEM lebih memungkinkan perserta didik dan guru
sama-sama aktif terlibat dalam pembelajaran. Selama
ini kita lebih banyak mengenal pendekatan
pembelajaran konvensional. Hanya guru yang aktif
(monologis), sementara para siswanya pasif,
sehingga pembelajaran menjemukan, tidak menarik,
tidak menyenangkan, bahkan kadang-kadang
menakutkan siswa.
b) PAIKEM lebih memungkinkan guru dan siswa berbuat
kreatif bersama. Guru mengupayakan segala cara
secara kreatif untuk melibatkan semua siswa dalam
proses pembelajaran. Sementara itu, peserta didik
juga didorong agar kreatif dalam berinteraksi dengan
sesama teman, guru, materi pelajaran dan segala alat
Berpusat pada guru : o Pengajaran bersifat tradisional dan siswa
pasif; o Penyampaian melalui ceramah tanpa
modifikasi; o Guru menentukan secara mutlak materi
yang ia ajarkan dan cara siswa mendapatkan informasi mengenai materi yang mereka pelajari.
6
bantu belajar, sehingga hasil pembelajaran dapat
meningkat.
PAIKEM dilandasi oleh falsafah konstruktivisme yang
menekankan agar peserta didik mampu mengintegrasikan
gagasan baru dengan gagasan atau pengetahuan awal yang
telah dimilikinya, sehingga mereka mampu membangun
makna bagi fenomena yang berbeda. Falsafah pragmatisme
yang berorientasi pada tercapainya tujuan secara mudah
dan langsung juga menjadi landasan PAIKEM, sehingga
dalam pembelajaran peserta didik selalu menjadi subjek aktif
sedangkan guru menjadi fasilitator dan pembimbing belajar
mereka.
2. HAL-HAL PENTING YANG HARUS DIPERHATIKAN
DALAM IMPLEMENTASI PENDEKATAN PAIKEM
Dalam melaksanakan PAIKEM, guru perlu memper-
hatikan beberapa hal sebagai berikut:
2.1. Memahami sifat yang dimiliki siswa
Pada dasarnya anak memiliki imajinasi dan sifat ingin
tahu. Semua anak terlahir dengan membawa dua potensi ini.
Keduanya merupakan modal dasar bagi berkembangnya
sikap/pikiran kritis dan kreatif. Oleh karenanya, kegiatan
pembelajaran perlu dijadikan lahan yang kita olah agar
menjadi tempat yang subur bagi perkembangan kedua
potensi anugerah Tuhan itu. Suasana pembelajaran yang
7
diiringi dengan pujian guru terhadap hasil karya siswa, yang
disertai pertanyaan guru yang menantang dan dorongan
agar siswa melakukan percobaan, misalnya, merupakan
pembelajaran yang baik untuk mengembangkan potensi
siswa.
2.2 Memahami perkembangan kecerdasan siswa
Menurut Jean Piaget dalam Syah (2008: 29-33),
perkembangan kecerdasan akal/perkembangan kognitif
manusia berlangsung dalam empat tahap, yakni: Sensory-
motor (Sensori-motor/0-2 tahun) Pre-operational (Pra-
operasional / 2-7 tahun) Concrete-operational (Konkret-
operasional / 7-11tahun) Formal-operational (Formal-
operasional / 11 tahun ke atas). Selama kurun waktu
pendidikan dasar dan menengah, siswa mengalami tahap
Concrete-operational dan Formal-operational.
Dalam periode konkret-operasional yang berlangsung
hingga usia menjelang remaja, anak memeroleh tambahan
kemampuan yang disebut system of operations (satuan
langkah berpikir). Kemampuan satuan langkah berpikir ini
berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran
dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem
pemikirannya sendiri.
Selanjutnya, dalam perkembangan kognitif tahap
Formal-operational seorang remaja telah memiliki
8
kemampuan mengkoordinasikan baik secara serentak
maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni: 1)
kapasitas menggunakan hipotesis; 2) kapasitas
menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Dengan kapasitas
menggunakan hipotesis (anggapan dasar), seorang remaja
akan mampu berpikir hipotetis, yakni berpikir mengenai
sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan
menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan
lingkungan yang ia respons. Selanjutnya, dengan kapasitas
menggunakan prinsip-prinsip abstrak, remaja tersebut akan
mampu mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak,
misalnya ilmu tauhid, ilmu matematika dan ilmu-ilmu abstrak
lainnya dengan luas dan mendalam.
Sebagai bukti bahwa seorang remaja pelajar telah
memiliki kedewasaan berpikir, dapat dicontohkan ketika ia
menggunakan pikiran hipotesisnya sewaktu mendengar
pernyataan seorang kawannya, seperti: "Kemarin seorang
penggali peninggalan purbakala menemukan kerangka
manusia berkepala domba dan berkaki empat yang telah
berusia sejuta tahun". Apa yang salah dalam pernyataan ini?
Remaja pelajar tadi, setelah berpikir sejenak dengan serta-
merta berkomentar: "Omong kosong!" Ungkapan "omong
kosong" ini merupakan hasil berpikir hipotetis remaja pelajar
tersebut, karena mustahil ada manusia berkepala domba dan
9
berkaki empat betapapun tuanya umur kerangka yang
ditemukan penggali benda purbakala itu (Syah, 2008: 33).
2.3 Mengenal siswa secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang
bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam
PAIKEM perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus
tecermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua siswa dalam
kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama,
melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya.
Siswa yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan
untuk membantu temannya yang lemah dengan cara ”tutor
sebaya”. Dengan mengenal kemampuan siswa, apabila ia
mendapat kesulitan kita dapat membantunya sehingga
belajar siswa tersebut menjadi optimal.
2.4 Memanfaatkan perilaku siswa dalam
pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami
bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain.
Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian
belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu,
siswa dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok.
Berdasarkan pengalaman, siswa akan menyelesaikan tugas
dengan baik apabila mereka duduk berkelompok. Duduk
seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan
bertukar pikiran. Namun demikian, siswa perlu juga
10
menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat
individunya berkembang.
2.5 Mengembangkan kemampuan berpikir kritis,
kreatif, dan kemampuan memecahkan
masalah
Pada dasarnya belajar yang baik adalah memecahkan
masalah karena dalam belajar sesungguhnya kita
menghadapkan siswa pada masalah. Hal ini memerlukan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk
menganalisis masalah dan kreatif untuk melahirkan alternatif
pemecahan masalah. Berpikir kritis dan kreatif berasal dari
rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri
anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah
mengembangkannya, antara lain dengan sering memberikan
tugas atau mengajukan pertanyaan terbuka dan
memungkinkan siswa berpikir mencari alasan dan membuat
analisis yang kritis. Pertanyaan dengan kata-kata
”Mengapa?”, ”Bagaimana kalau...” dan “Apa yang terjadi
jika…” lebih baik daripada pertanyaan dengan kata-kata
yang hanya berbunyi “Apa?”, ”Di mana?”.
2.6 Mengembangkan ruang kelas sebagai
lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat
disarankan dalam PAIKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya
dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas. Selain itu, hasil
pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa
11
untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi
siswa lain. Materi yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja
perorangan, pasangan, atau kelompok. Pajangan dapat
berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi,
karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan
pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik,
dapat membantu guru dalam kegiatan pembelajaran karena
dapat dijadikan rujukan ketika membahas sebuah masalah.
2. 7 Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber
belajar
Lingkungan (fisik, sosial, dan budaya) merupakan
sumber yang sarat dengan bahan belajar siswa. Lingkungan
dapat berperan sebagai media belajar dan objek kajian
(sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber
belajar sering membuat siswa merasa senang dalam belajar.
Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus
di luar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang
kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan
lingkungan dapat mengembangkan sejumlah keterampilan
seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat,
merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasi,
membuat tulisan, dan membuat gambar / diagram.
12
2.8 Memberikan umpan balik yang baik untuk
meningkatkan kegiatan belajar
Mutu hasil belajar akan meningkat apabila terjadi
interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik (feedback)
dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk
interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya
lebih banyak mengungkapkan kekuatan daripada kelemahan
siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus
secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya
diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru
harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan
memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan
dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi
pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.
2.9. Membedakan antara aktif fisik dengan aktif
mental
Banyak guru yang cepat merasa puas saat
menyaksikan para siswa sibuk bekerja dan bergerak, apalagi
jika bangku diatur berkelompok dan para siswa duduk
berhadapan. Situasi yang mencerminkan aktifitas fisik seperti
ini bukan ciri berlangsungnya PAIKEM yang sebenarnya,
karena aktif secara mental (mentally active) lebih berarti
daripada aktif secara fisik (phisically active). Sering bertanya,
mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan
gagasan merupakan tanda-tanda aktif secara mental. Syarat
berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan
13
tidak takut, seperti: takut ditertawakan, takut disepelekan,
dan takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru
hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut,
baik yang muncul dari temannya maupun dari guru itu
sendiri. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan
dengan prinsip PAIKEM.
3. PENJABARAN PAIKEM
3.1. Pembelajaran Aktif
Secara harfiah active artinya: ”in the habit of doing
things, energetic” (Hornby, 1994:12), artinya terbiasa berbuat
segala hal dengan menggunakan segala daya.
Pembelajaran yang aktif berarti pembelajaran yang
memerlukan keaktifan semua siswa dan guru secara fisik,
mental, emosional, bahkan moral dan spiritual. Guru harus
menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif
bertanya, membangun gagasan, dan melakukan kegiatan
yang dapat memberikan pengalaman langsung, sehingga
belajar merupakan proses aktif siswa dalam membangun
pengetahuannya sendiri. Dengan demikian, siswa didorong
untuk bertanggung jawab terhaap proses belajarnya sendiri.
Dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
tentang sunnatullah atas alam semesta misalnya, siswa
dapat melakukan pengamatan tentang fenomena alam.
Siswa mengamati matahari bersinar di siang hari dan
14
berjalan pada porosnya, terbit di ufuk timur dan terbenam di
ufuk barat, bulan bersinar di malam hari dan beredar pada
porosnya. Siswa mengamati bintang-bintang berkelip di
malam hari dengan jarak yang sangat jauh dari bumi. Siswa
mengamati adanya laki-laki dan perempuan, adanya siang
dan malam, dan adanya panas dan dingin. Semua ini
merupakan sunnatullah. Dengan adanya sunnatullah,
manusia akan dapat mendorong dirinya untuk melakukan
penelitian terhadap benda-benda ciptaan Allah. Sehingga
secara fisik semua indera aktif terlibat, berpikir,
menganalisis, dan menyimpulkan bahwa semua benda dan
fenomena itu terjadi karena kehendak Allah SWT.
Menurut Taslimuharrom (2008) sebuah proses
belajar dikatakan aktif (active learning) apabila mengandung:
1) Keterlekatan pada tugas (Commitment)
Dalam hal ini, materi, metode, dan strategi pembelajaran
hendaknya bermanfaat bagi siswa (meaningful), sesuai
dengan kebutuhan siswa (relevant), dan bersifat/memiliki
keterkaitan dengan kepentingan pribadi (personal);
2) Tanggung jawab (Responsibility)
Dalam hal ini, sebuah proses belajar perlu memberikan
wewenang kepada siswa untuk berpikir kritis secara
bertanggung jawab, sedangkan guru lebih banyak
mendengar dan menghormati ide-ide siswa, serta
memberikan pilihan dan peluang kepada siswa untuk
mengambil keputusan sendiri.
15
3) Motivasi (Motivation)
Proses belajar hendaknya lebih mengembangkan
motivasi intrinsic siswa. Motivasi intrinsik adalah hal dan
keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang
dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Dalam
perspektif psikologi kognitif, motivasi yang lebih signifikan
bagi siswa adalah motivasi intrinsik (bukan ekstrinsik)
karena lebih murni dan langgeng serta tidak bergantung
pada dorongan atau pengaruh orang lain. Dorongan
mencapai prestasi dan memiliki pengetahuan dan
keterampilan untuk masa depan, umpamanya, memberi
pengaruh lebih kuat dan relatif lebih langgeng diban-
dingkan dengan dorongan hadiah atau dorongan
keharusan dari orangtua dan guru. Motivasi belajar siswa
akan meningkat apabila ditunjang oleh pendekatan yang
lebih berpusat pada siswa (student centered learning).
Guru mendorong siswa untuk aktif mencari, menemukan
dan memecahkan masalahnya sendiri. Ia tidak hanya
menyuapi murid, juga tidak seperti orang yang
menuangkan air ke dalam ember.
Alhasil, di satu sisi guru aktif:
memberikan umpan balik;
mengajukan pertanyaan yang menantang; dan
mendiskusikan gagasan siswa.
16
Di sisi lain, siswa aktif antara lain dalam hal:
bertanya / meminta penjelasan;
mengemukakan gagasan; dan
mendiskusikan gagasan orang lain dan gagasannya
sendiri.
3.2 Pembelajaran Inovatif
McLeod (1989:520) mengartikan inovasi sebagai:
“something newly introduced such as method or device”.
Berdasarkan takrif ini, segala aspek (metode, bahan,
perangkat dan sebagainya) dipandang baru atau bersifat
inovatif apabila metode dan sebagainya itu berbeda atau
belum dilaksanakan oleh seorang guru meskipun semua itu
bukan barang baru bagi guru lain.
Pembelajaran inovatif dapat menyeimbangkan fungsi
otak kiri dan kanan apabila dilakukan dengan cara meng-
integrasikan media/alat bantu terutama yang berbasis
teknologi baru/maju ke dalam proses pembelajaran tersebut.
Sehingga, terjadi proses renovasi mental, di antaranya
membangun rasa pecaya diri siswa. Penggunaan bahan
pelajaran, software multimedia, dan microsoft power point
merupakan salah satu alternatif.
Pelajaran bahasa Inggris di sekolah dan madrasah
misalnya, tidak perlu memakai materi asli yang cenderung
sekuler. Bahasa Inggris untuk MTs bisa dikembangkan
17
sendiri, misalnya dengan menggunakan wacana-wacana ke-
Islam-an tentang salat, puasa, zakat/sedekah, dan pergi haji.
Penggunaan wacana-wacana khas ini tidak berarti harus
mengabaikan wacana-wacana umum yang lazim misalnya
tentang interpersonal interaction, tentang daily life dan
tentang hospitality.
Namun, wacana-wacana umum itu disajikan secara
inovatif dalam arti menggunakan metode dan bahan serta
kosa kata yang berbeda dan dapat dipandang Islami. Ketika
menjelaskan struktur kalimat the simple present tense yang
menceritakan kegiatan sehari-hari/kebiasaan misalnya,
seorang guru bahasa Inggris bisa menggunakan contoh
kalimat: “I do the Jumah prayer in the grand mosque every
Friday” (Setiap hari Jumat saya salat Jumat di masjid agung)
atau “Laila always helps her mother in the kitchen after
praying the maghrib” (Setelah salat magrib, Laila selalu
membantu ibunya di dapur), dan sebagainya. Kalimat seperti
ini tidak hanya Islami, tetapi juga bersifat inovatif dan lebih
bermanfaat daripada kalimat yang bunyinya sekedar “Birds
fly in the sky” (Burung-burung terbang di angkasa) apalagi
kalimat yang berbunyi “John goes to the beach with Jane
every Sunday” (Setiap hari Ahad John pergi ke pantai
bersama Jane). Cobalah Anda pikirkan, apa signifikansi
kedua kalimat tadi? Tidak ada, karena semua orang sudah
18
tahu setiap burung kalau terbang pasti di angkasa, dan
kebiasaan John ke pantai berduaan dengan Jane itu tidak
Islami bahkan tidak Indonesiani.
Membangun sebuah pembelajaran inovatif bisa
dilakukan dengan cara-cara yang di antaranya menampung
setiap karakteristik siswa dan mengukur kemampuan/daya
serap setiap siswa. Sebagian siswa ada yang
berkemampuan dalam menyerap ilmu dan keterampilan
dengan menggunakan daya visual (penglihatan) dan auditory
(pendengaran), sedang sebagian lainnya menyerap ilmu dan
keterampilan secara kinestetik (rangsangan/gerakan otot dan
raga). Dalam hal ini, penggunaan alat/perlengkapan (tools)
dan metode yang relevan dan alat bantu langsung dalam
proses pembelajaran merupakan kebutuhan dalam memba-
ngun proses pembelajaran inovatif.
Alhasil, di satu sisi guru bertindak inovatif dalam hal:
menggunakan bahan/materi baru yang bermanfaat
dan bermartabat;
menerapkan pelbagai pendekatan pembelajaran
dengan gaya baru;
memodifikasi pendekatan pembelajaran konvensional
menjadi pendekatan inovatif yang sesuai dengan
keadaan siswa, sekolah dan lingkungan;
melibatkan perangkat teknologi pembelajaran.
19
Di sisi lain, siswa pun bertindak inovatif dalam arti:
merngikuti pembelajaran inoavtif dengan aturan yang
berlaku;
berupaya mencari bahan/materi sendiri dari sumber-
sumber yang relevan;
menggunakan perangkat tekonologi maju dalam
proses belajar.
Selain itu, dalam menerapkan pembelajaran yang
inovatif diperlukan adanya beraneka ragam strategi
pembelajaran yang dapat diterapkan dalam berbagai bidang
studi. Adapun ragam strategi pembelajaran yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran inovatif (Sukestyarno : 2007)
meliputi:
1) Examples non-examples, dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai
dengan tujuan pembelajaran;
b. Guru menempelkan gambar di papan atau
ditayangkan melalui power point;
c. Guru memberikan petunjuk dan peluang kepada
siswa untuk memperhatikan / menganalisis
gambar ;
d. Kelompok yang terdiri atas 2-3 siswa melakukan
diskusi dan analisis mengenai bagian yang
20
merupakan contoh dan bukan contoh, lalu
mencatat hasilnya;
e. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan
hasil diskusinya;
f. Guru mengomentari dan memberi penjelasan
mengenai materi sesuai dengan sesuai tujuan
yang ingin dicapai;
g. Simpulan.
2) NNuummbbeerreedd hheeaaddss ttooggeetthheerr,, dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok, setiap
siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor;
b. Guru memberi tugas dan masing-masing
kelompok mengerjakannya;
c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar
dan memastikan tiap anggota kelompok dapat
mengerjakannya/mengetahui jawabannya;
d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan
nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama
mereka;
e. Tanggapan dari teman yang lain ditampung,
kemudian guru menunjuk nomor yang lain;
f. Simpulan.
21
3) Cooperative script, dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Guru membagi siswa ke dalam sejumlah pasangan;
b. Guru membagikan wacana/materi dan siswa
membaca dan membuat ringkasannya;
c. Guru dan siswa menetapkan siswa yang pertama
berperan sebagai pembicara dan siswa-siswa lain
yang berperan sebagai pendengar;
d. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap
mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam
ringkasannya.
Sementara itu, para siswa pendengar: 1)
menyimak/mengoreksi/ menunjukkan ide-ide pokok
yang kurang lengkap; 2) membantu mengingat /
menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan
materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
Bertukar peran, semula sebagai pembicara
ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya;
Simpulan dibuat oleh siswa bersama guru;
Penutup
4) Kepala bernomor struktur, dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Siswa dibagi ke dalam sejumlah kelompok, dan
setiap siswa anggota kelompok mendapat
nomor;
22
b. Penugasan diberikan kepada setiap siswa
berdasarkan nomor terhadap tugas yang
berangkai misalnya: siswa No.1 bertugas
mencatat soal, siswa No. 2 mengerjakan soal,
dan siswa No. 3 melaporkan hasil pekerjaan
dan seterusnya;
c. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama
antar-kelompok. Siswa disuruh keluar dari
kelompoknya dan bergabung bersama
beberapa siswa yang bernomor sama dari
kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa
dengan tugas yang sama bisa saling
membantu atau mencocokkan hasil kerja sama
mereka;
d. Melaporkan hasil dan tanggapan dari
kelompok yang lain;
e. Simpulan.
5) Student teams-achievement divisions (STAD), dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Membentuk kelompok yang anggotanya terdiri
atas 4-5 orang secara heterogen (campuran
menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll);
b. Guru menyajikan pelajaran;
c. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk
dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok.
23
Anggota yang sudah paham dapat menjelaskan
kepada anggota lainnya sampai semua anggota
dalam kelompok itu paham;
d. Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada
seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis para
siswa tidak diperbolehkan saling membantu;
e. Memberi evaluasi;
f. Simpulan.
6) Jigsaw (Model Tim Ahli), dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim yang
terdiri atas 4 siswa;
b. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang
berbeda;
c. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang
ditugaskan;
d. Anggota dari tim yang berbeda yang telah
mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu
dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk
mendiskusikan subbab mereka;
e. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap
anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian
mengajar teman satu tim mereka tentang subbab
yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya
mendengarkan dengan sungguh-sungguh;
24
f. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi;
g. Guru memberi evaluasi;
h. Penutup.
77)) PPrroobblleemm--bbaasseedd iinnssttrruuccttiioonnss ((PPBBII)),, dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai
dan menyebutkan sarana atau alat pendukung
yang dibutuhkan. Memotivasi siswa untuk terlibat
dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih;
b. Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhu-
bungan dengan masalah tersebut (menetapkan
topik, tugas, jadual, dll.) ;
c. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masa-
lah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan
masalah ;
d. Guru membantu siswa dalam merencanakan
karya yang sesuai seperti laporan dan membantu
mereka berbagi tugas dengan temannya ;
e. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi
atau evaluasi terhadap eksperimen mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan.
25
Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam proses pembelajaran
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
(TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan
khususnya dalam proses pembelajaran. Komunikasi sebagai
media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-
media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail,
dsb. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan
melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan
menggunakan media-media tersebut.
Guru dapat memberikan layanan tanpa harus
berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa
dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari
berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya
dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang
paling mutakhir adalah berkembangnya “cyber teaching”
atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang
dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang
makin poluper saat ini ialah e-learning yaitu satu model
pembelajaran dengan menggunakan media teknologi
komunikasi dan informasi khususnya internet.
Penggunaan komputer dalam pendidikan dapat
menggabungkan unsur inovasi, kreativitas dan hiburan,
menjadikan peserta didik memiliki rasa senang, tidak jenuh
menerima pelajaran dan memudahkan tenaga pendidik
dalam mempersiapkan materi pembelajaran. Apabila media
26
teknologi ini tersedia, maka dengan mudah siswa dapat
memfokuskan pengambilan keputusan, refleksi, penalaran,
dan problem solving. Hal ini akan mendorong daya pikir kritis
siswa dan berkeasi dengan bebas. Dengan memanfaatkan
kemajuan teknologi, proses belajar untuk menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi semakin cepat dan hemat waktu
dan prosesnya pun akan semakin individual sesuai dengan
kebutuhan setiap siswa tetapi sekaligus massal. (Centron,
dalam Supriadi, 2002:4)
Beberapa ahli berpendapat bahwa dalam dunia
pendidikan teknologi komputer dianggap sebagai revolusi
ketiga. Revolusi pertama ditandai dengan ditemukannya
teknologi pencetakan buku. Revolusi kedua ditandai dengan
munculnya konsep perpustakaan dan teknologi komputer
yang dikembangkan pada awal tahun 1950-an yang telah
memberikan manfaat luar biasa bagi kehidupan manusia
(Heinich, 1996)
Kemajuan teknologi komputer membawa perubahan
besar dalam dunia pendidikan, tatkala inovasi dalam
perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software)
mulai tumbuh, dilakukan usaha-usaha untuk menerapkan
hasil-hasil inovasi teknologi tersebut dalam pendidikan
umumnya dan kegiatan pembelajaran khususnya yang
dikenal dengan pembelajaran dengan bantuan komputer
(Computer-Assited Learning / Instruction, disingkat CAL/CAI)
dimana belajar siswa tidak lagi hanya mengandalkan tatap
27
muka dengan guru, meskipun siapapun mengakui bahwa
bahwa peran guru dalam pendidikan tak tergantikan oleh
komputer (Supriadi, 2002 : 1 )
Alternatif CAI diimplementasikan dengan penggunaan
komputer secara langsung dengan siswa untuk
menyampaikan isi pelajaran, memberikan latihan dan
mengukur kemajuan belajar siswa. CAI dapat sebagai tutor
yang menggantikan guru di dalam kelas. Bentuk CAI
bermacam-macam bergantung pada kecakapan pendesain
dan pengembang pembelajaran. Di antaranya ada yang
berbentuk permainan (games) untuk mengajarkan konsep-
konsep abstrak yang dikonkretkan dalam bentuk visual dan
audio yang dianimasikan.
Ditinjau dari tujuan kognitif, komputer dapat mengajar-
kan konsep-konsep aturan, prinsip, langkah-langkah, proses,
dan kalkulasi yang kompleks. Komputer juga dapat
menjelaskan konsep tersebut dengan dengan sederhana
dengan penggabungan visual dan audio yang dianimasikan.
Sehingga cocok untuk kegiatan pembelajaran mandiri.
Ditinjau dari tujuan psikomotor, melalui pembelajaran yang
dikemas dalam bentuk games dan simulasi sangat bagus
digunakan untuk menciptakan kondisi dunia kerja. Beberapa
contoh program antara lain; simulasi pendaratan pesawat,
simulasi perang dalam medan yang paling berat dan
sebagainya, dan tujuan afektif. Bila program didesain secara
tepat dengan memberikan potongan clip suara atau video
28
yang isinya menggugah perasaan, pembelajaran
sikap/afektif pun dapat dilakukan mengunakan media
komputer. Selain itu banyak keuntungan yang diperoleh,
karena komputer memiliki banyak keistimewaan diantaranya
(Dubin dan Clements dalam Munir, 2001:10) :
a. Adanya hubungan interaktif yang menyebabkan
terwujudnya hubungan antara rangsangan dengan
respons, juga dapat menumbuhkan inspirasi dan
meningkatkan minat;
b. Terjadinya pengulangan. Komputer memberi fasilitas
bagi pengguna untuk mengulang bila diperlukan, juga
untuk memperkuat proses belajar dan memperbaiki
ingatan. Hal ini memerlukan kebebasan kreativitas
dari para siswa;
c. Umpan balik. Komputer membantu siswa memeroleh
umpan balik (feed back) terhadap pelajaran secara
leluasa dan dapat memacu motivasi siswa.
Proses pembelajaran yang berbasis teknologi
komputer multimedia atau perangkat elektronik (e-learning),
dapat dilaksanakan dengan menggunakan beberapa model
sesuai dengan kemampuan sekolah dalam penyediaan
sarana perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak
(software)
Menurut Nuruddin (Suhada,2003), terdapat beberapa
model pembelajaran yang dapat digunakan dengan
menggunakan e-learning, (dalam hal ini multimedia), yakni:
29
model selektif, model sequential, dan model laboratorium.
Berikut uraian rinci mengenal model-model tersebut.
1) Model Selektif
Apabila perangkat komputer yang tersedia di sekolah
sangat minim, model selektif menjadi alternatif bagi guru
untuk melaksanakan pembelajaran. Dengan menggunakan
komputer dan LCD, guru secara demonstratif menyampaikan
materi ajar yang telah dibuat dalam bentuk CD interaktif.
Jika ada lebih dari satu komputer, siswa diberi
peluang untuk mendapatkan pengalaman “hand on”,
mengoperasikan sendiri, bahan ajar langsung diakses dan
ditampilkan dari CD interaktif, selain itu dapat melalui situs-
situs (web page) mata pelajaran, referensi lain seperti buku
atau bahan lain yang mendukung proses pembelajaran.
Gambaran model selektif tersaji pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Model Selektif
30
b) Model Sequential
Apabila perangkat komputer yang tersedia di sekolah
cukup banyak, namun belum memungkinkan seluruh siswa
menggunakan komputer yang ada, maka hal tersebut dapat
diatur untuk setiap dua atau tiga siswa dapat mengakses
komputernya masing-masing bahan ajar matematika yang
telah diinstal pada server.
Dalam model ini para siswa secara bergantian
mendapat kesempatan menggunakan komputer untuk
mengeksplorasi informasi yang dilakukan secara berurutan.
Pembelajaran dilakukan secara berurutan (sequensial), yaitu
e-learning (multimedia), buku, tatap muka di kelas, diskusi
kelompok, diskusi kelas. Gambaran model sequential tersaji
pada Gambar 2 ini.
Gambar 2. Model Sequential
1. TAHAP PENYAJIAN MATERI
3. TAHAP PELAKSANAAN TES INDIVIDU
4. TAHAP PENGHARGAAN KELOMPOK
S T A D (Student Teams – Achievement Divisions)
1. TAHAP PENYAJIAN MATERI 2. TAHAP KEGIATAN KELOMPOK
31
c) Model Laboratorium
Model pembelajaran laboratorium adalah model
pembelajaran e-learning yang paling ideal dimana setiap
siswa dapat menggunakan perangkat komputer untuk
mengakses materi ajar. Gambaran model laboartorium
tersaji pada Gambar 3 ini.
Gambar 3 . Model Laboratorium
Pengembangan pembelajaran berbasis teknologi
multimedia dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Guru membuat bahan ajar berkolaborasi dengan ahli
media, selanjutnya ahli media membuatnya dalam
bentuk CD pembelajaran interaktif.
b. Materi ajar tersebut selanjutnya di up-load pada
server, kemudian diakses oleh guru dan siswa. Dalam
materi tersebut tercantum referensi yang dapat
ditelusuri secara online.
32
c. Sistem pembelajaran ini dibangun dengan
kemungkinan selalu dapat diperbaharui serta
disesuaikan dengan kondisi sekolah.
3.3 Pembelajaran Kreatif
Kreatif (creative) berarti menggunakan hasil ciptaan /
kreasi baru atau yang berbeda dengan sebelumnya.
Pembelajaran yang kreatif mengandung makna tidak
sekedar melaksanakan dan menerapkan kurikulum.
Kurikulum memang merupakan dokumen dan rencana baku,
namun tetap perlu dikritisi dan dikembangkan secara kreatif.
Dengan demikian, ada kreativitas pengembangan
kompetensi dan kreativitas dalam pelaksanaan pembelajaran
di kelas termasuk pemanfaatan lingkungan sebagai sumber
bahan dan sarana untuk belajar. Pembelajaran kreatif juga
dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang
beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan
siswa dan tipe serta gaya belajar siswa.
Alhasil, di satu sisi guru bertindak kreatif dalam arti:
mengembangkan kegiatan pembelajaran yang
beragam;
membuat alat bantu belajar yang berguna meskipun
sederhana;
33
Di sisi lain, siswa pun kreatif dalam hal:
merancang / membuat sesuatu;
menulis/mengarang.
3.4 Pembelajaran Efektif
Pembelajaran dapat dikatakan efektif (effective /
berhasil guna) jika mencapai sasaran atau minimal mencapai
kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Di samping itu,
yang juga penting adalah banyaknya pengalaman dan hal
baru yang “didapat“ siswa. Guru pun diharapkan memeroleh
“pengalaman baru” sebagai hasil interaksi dua arah dengan
siswanya.
Untuk mengetahui keefektifan sebuah proses
pembelajaran, maka pada setiap akhir pembelajaran perlu
dilakukan evaluasi. Evaluasi yang dimaksud di sini bukan
sekedar tes untuk siswa, tetapi semacam refleksi,
perenungan yang dilakukan oleh guru dan siswa, serta
didukung oleh data catatan guru. Hal ini sejalan dengan
kebijakan penilian berbasis kelas atau penilaian authentic
yang lebih menekan- kan pada penilaian proses selain
penilaian hasil belajar (Warta MBS UNICEF : 2006)
Alhasil, di satu sisi guru menjadi pengajar yang
efektif, karena:
menguasai materi yang diajarkan;
mengajar dan mengarahkan dengan memberi contoh;
menghargai siswa dan memotivasi siswa;
34
memahami tujuan pembelajaran;
mengajarkan keterampilan pemecahan masalah;
menggunakan metode yang bervariasi;
mengembangkan pengetahuan pribadi dengan
banyak membaca;
mengajarkan cara mempelajari sesuatu;
melaksanakan penilian yang tepat dan benar.
Di sisi lain, siswa menjadi pembelajar yang efektif
dalam arti:
menguasai pengetahuan dan keterampilan atau
kompetensi yang diperlukan;
mendapat pengalaman baru yang berharga.
3.5 Pembelajaran Menyenangkan
Pembelajaran yang menyenangkan (joyful) perlu
dipahami secara luas, bukan hanya berarti selalu diselingi
dengan lelucon, banyak bernyanyi atau tepuk tangan yang
meriah. Pembelajaran yang menyenangkan adalah pembela-
jaran yang dapat dinikmati siswa. Siswa merasa nyaman,
aman dan asyik. Perasaan yang mengasyikkan mengandung
unsur inner motivation, yaitu dorongan keingintahuan yang
disertai upaya mencari tahu sesuatu.
Selain itu pembelajaran perlu memberikan tantangan
kepada siswa untuk berpikir, mencoba dan belajar lebih
lanjut, penuh dengan percaya diri dan mandiri untuk
35
mengembangkan potensi diri secara optimal. Dengan
demikian, diharapkan kelak siswa menjadi manusia yang
berkarakter penuh percaya diri, menjadi dirinya sendiri dan
mempunyai kemampuan yang kompetitif (berdaya saing).
Adapun ciri-ciri pokok pembelajaran yang
menyenangkan, ialah:
adanya lingkungan yang rileks, menyenangkan, tidak
membuat tegang (stress), aman, menarik, dan tidak
membuat siswa ragu melakukan sesuatu meskipun
keliru untuk mencapai keberhasilan yang tinggi;
terjaminnya ketersediaan materi pelajaran dan
metode yang relevan;
terlibatnya semua indera dan aktivitas otak kiri dan
kanan;
adanya situasi belajar yang menantang (challenging)
bagi peserta didik untuk berpikir jauh ke depan dan
mengeksplorasi materi yang sedang dipelajari;
adanya situasi belajar emosional yang positif ketika
para siswa belajar bersama, dan ketika ada humor,
dorongan semangat, waktu istirahat, dan dukungan
yang enthusiast.
Alhasil, dalam pembelajaran yang menyenangkan guru tidak
membuat siswa:
takut salah dan dihukum;
takut ditertawakan teman-teman;
takut dianggap sepele oleh guru atau teman.
36
Di sisi lain, pembelajaran yang menyenangkan dapat
membuat siswa:
berani bertanya;
berani mencoba/berbuat;
berani mengemukakan pendapat/gagasan;
berani mempertanyakan gagasan orang lain.
4. CONTOH SITUASI PAIKEM
Berikut ini beberapa gambaran situasi PAIKEM.
Contoh ruang kelas yang menunjukkan ciri-ciri PAIKEM
4.1 Pada pembelajaran konvensional meja dan kursi
diatur menghadap ke papan tulis dan siswa duduk
berjajar, namun tidak demikian pada PAIKEM. Meja
dan kursi diatur sedemikian rupa sehingga dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja
dalam kelompok-kelompok.
37
4.2 Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang
mengembangkan pemahaman dan kemampuan
mereka dengan penekanan pada belajar dengan cara
berbuat (learning by doing).
Belajar dengan cara berbuat/melakukan sesuatu/ learning by doing (Depdiknas (2005)
Pembelajaran konvensional
Pembelajaran PAIKEM
38
4.3 Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai
cara menggunakan lingkungan sebagai sumber
belajar untuk membuat pembelajaran menarik dan
menyenangkan.
Siswa menggunakan alat bantu dan lingkungan sebagai
sumber belajar (Depdiknas, 2005)
4.4 Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku
dan bahan belajar yang menarik dan menyediakan
”pojok baca”.
Pajangan hasil karya untuk menghargai siswa dan
menarik minat baca (Depdiknas, 2005)
39
4.5 Guru menerapkan cara mengajar yang lebih
kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar
kelompok yang mengoptimalkan tanggung jawab
seluruh anggota kelompok dalam berpartisipasi dan
memberikan kontribusi positif.
Kegiatan siswa bervariasi yakni: kerja kelompok, kerja berpasangan, kerja perorangan, dan kegiatan belajar di
kelas (Depdiknas, 2005)
40
4.6 Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya
sendiri dalam pemecahan masalah dan untuk
mengungkapkan gagasannya, serta melibatkan
mereka dalam lingkungan sekolahnya.
Guru mendorong siswa dalam kegiatan pembelajaran
(Depdiknas, 2005)
5. ALTERNATIF CARA PENERAPAN PAIKEM
Cara melaksanakan PAIKEM mencakup berbagai
kegiatan yang terjadi selama proses pembelajaran. Pada
saat yang sama, kemampuan yang seyogianya dikuasai guru
untuk menciptakan keadaan sebaik-baiknya harus
ditunjukkan. Berikut ini disajikan tabel beberapa contoh
kegiatan pembelajaran dan kemampuan guru yang
bersesuaian.
41
Kemampuan Guru
Kegiatan Pembelajaran
Guru merancang dan mengelolala kegiatan pembelajaran yang mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran
Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran yang beragam, misalnya Percobaan Diskusi kelompok Memecahkan masalah Mencari informasi Menulis laporan/cerita/puisi Berkunjung ke luar kelas
Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam
Sesuai mata pelajaran, guru menggunakan, misalnya : Alat yang tersedia atau yang
dibuat sendiri Gambar Studi kasus Nara sumber Lingkungan
Guru memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan keterampilannya
Siswa : Melakukan percobaan,
pengamatan, atau wawancara Mengumpulkan data/jawaban dan
mengolahnya sendiri Menarik simpulan Memecahkan masalah, mencari
rumusan sendiri Menulis laporan/hasil karya lain
dengan kata-kata sendiri
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan
Melalui : Diskusi Lebih banyak pertanyaan terbuka Hasil karya yang merupakan
pemikiran siswa sendiri
Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa sendiri
Siswa dikelompokkan sesuai dengan kemampuan (untuk kegiatan tertentu)
Bahan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan kelompok
42
tersebut Tugas perbaikan atau pengayaan
diberikan
Guru mengaitkan kegiatan pembelajaran dengan pengalaman siswa sehari-hari
Siswa menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri
Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari
Menilai kegiatan pembelajaran dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus
Guru memantau kerja siswa Guru memberikan umpan balik
6. ALTERNATIF CONTOH DESAIN PAIKEM
6.1 Mata pelajaran : Pendidikan Agama Islam Topik : Bahaya Minuman Keras
(Khamr)
Berikut ini akan diuraikan contoh rancangan (design)
pendekatan PAIKEM untuk proses pembelajaran tentang
bahaya minuman keras (khamr) dalam Pendidikan Agama
Islam dengan mengguunakan metode Ceramah Plus Role
Playing (bermain peran).
6.1.1 Metode dan Tahapan
Metode yang digunakan ialah metode ceramah
(teacher talk) yang dipadukan dengan metode bermain peran
(role-playing). Bermain peran pada prinsipnya dapat
berfungsi sebagai: 1) prosedur bimbingan dan penyuluhan
43
yang bersifat edukatif; 2) prosedur terapi kejiwaan dan
penyuluhan.
Pada prinsipnya, pendekatan PAIKEM dengan meng-
gunakan metode Ceramah Plus (+ bermain peran) merupa-
kan upaya pemecahan masalah khususnya yang bertalian
dengan kehidupan sosial melalui peragaan tindakan. Proses
pemecahan masalah tersebut dilakukan melalui tahapan-
tahapan:
1) identifikasi/pengenalan masalah;
2) uraian masalah;
3) pemeranan/peragaan tindakan; dan diakhiri dengan
4) diskusi dan evaluasi.
6.1.2 Langkah-langkah
Ada sembilan langkah yang perlu ditempuh dalam
melaksanakan metode bermain peran yang dipadukan
dengan metode ceramah. Langkah-langkah ini, menurut
Shatel & Shaftel dalam Syah (2008, 196-198), secara
ringkas sebagai berikut.
Pertama, memotivasi kelompok-kelompok siswa yakni
kelompok pemegang peran/pemain dan kelompok
penonton/pengamat. Dalam merangsang minat siswa
terhadap kegiatan bermain peran, guru perlu menawarkan
masalah yang baik. Masalah-masalah yang baik harus
memiliki kriteria sebagai berikut:
44
1) masalah-masalah itu aktual;
2) masalah itu berkaitan dengan kehidupan siswa;
3) masalah itu merangsang rasa ingin tahu (curiosity)
siswa;
4) masalah itu bersifat problematik dan memungkinkan
terpakainya berbagai alternatif pemecahan.
Perhatikanlah uraian seorang guru agama mengenai
bahaya minuman keras yang telah menimbulkan kerusuhan
antar-remaja termasuk Badu, seorang pelajar SMA tempat
guru tersebut mengajar !. Dalam Syah (2008, 196)
diikisahkannya bahwa:
Badu pada mulanya adalah seorang anak yang baik dan rajin beribadah. Dulu ia tinggal bersama ibunya yang telah menjanda di sebuah rumah dekat mesjid. Setelah ibunya meninggal, ia diajak pindah ke rumah pamannya di kota, di sebuah lingkungan kumuh yang jauh dari mesjid. Anak-anak muda di sekitar lingkungan itu senang bergerombol di mulut-mulut gang sambil menenggak minuman keras dan berteriak-teriak. Sayang, Badu yang baik itu pun terpengaruh dan menyukai minuman keras pula, lalu bergabung bersama anak-anak berandal tetangganya itu. Kini Badu harus meringkuk dalam tahanan polisi karena telah melukai seseorang ketika dia mabuk dan terlibat dalam aksi tawuran antarkelompok remaja kota itu.
Setelah masalah bahaya minuman keras yang
mencelakakan Badu tadi diidentifikasi secara rinci,
selanjutnya guru menetapkan peran-peran tertentu yang
dapat dimainkan siswa. Dalam hal ini guru tak perlu terpaku
45
dengan kisah yang telah ia ceritakan. Artinya, bagian-
bagian masalah yang perlu diperankan oleh para siswa
bisa sama atau berbeda dari kisah tragis tadi. Namun
apapun dan bagaimanapun peran yang dimainkan oleh para
siswa pada prinsipnya harus bermuara pada pencarian
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. “Mengapa minuman keras itu diharamkan?”
2. "Bagaimana sebaiknya Badu berbuat?"
3."Bagaimana sebaiknya saya berbuat?"
dan pertanyaan-pertanyaan lain yang relevan dan dapat
mendorong aktivitas berpikir siswa.
Kedua, memilih pemeran (pemegang peranan/aktor).
Pada tahap kedua ini, bersama-sama para siswa, guru
mendiskusikan gambaran karakter-karakter yang akan
diperankan. Seusai karakter-karakter ini disepakati, selanjut-
nya guru menawarkan peran-peran itu kepada siswa yang
layak. Dalam hal ini guru dapat juga menggunakan jasa satu
atau dua orang siswa yang dianggap cakap untuk memilih
siswa-siswa yang pantas menjadi aktor "X", aktor "Y", dan
seterusnya.
Ketiga, mempersiapkan pengamat. Dalam
melangsungkan model bermain peran diperlukan adanya
pengamat yang diambil dari kalangan siswa sendiri.
Pengamat ini sebaiknya terlibat dalam cerita yang
dimainkan. Agar seorang pengamat merasa terlibat, ia perlu
46
diberi penjelasan mengenai tugas-tugasnya. Tugas-tugas ini
meliputi:
1) menilai tingkat kecocokan peran yang dimainkan dengan
masalah yang sesungguhnya;
2) menilai tingkat keefektifan perilaku yang ditunjukkan
pemeran;
3) menilai tingkat penghayatan pemeran terhadap tokoh
(peran yang dimainkan).
Keempat, mempersiapkan tahapan peranan. Dalam
bermain peran tidak diperlukan adanya dialog-dialog khusus
seperti dalam sinetron, sebab yang dibutuhkan para siswa
aktor itu adalah dorongan untuk berbicara dan bertindak
secara kreatif dan spontan. Walaupun begitu, garis besar
adegan yang akan dimainkan perlu disusun secara tertulis.
Selanjutnya, sebagai pendukung suksesnya permainan,
lokasi tempat bermain peran seperti ruang kelas, aula, atau
lapangan terbuka perlu dilengkapi dengan sarana-sarana
yang dibutuhkan oleh cerita yang hendak dimainkan.
Kelima, pemeranan. Setelah segala sesuatunya siap,
mulailah para aktor memainkan peran masing-masing secara
spontan sesuai dengan garis-garis besar dan tahapan-
tahapan yang telah ditentukan. Berapa lama sebuah role
playing harus dimainkan? Jawabannya bergantung pada
tingkat kompleksitas situasi masalah yang diperankan.
Keenam, diskusi dan evaluasi. Seusai semua peran
dimainkan, diskusi dan evaluasi perlu diadakan. Dalam hal
47
ini guru bersama para aktor dan pengamat hendaknya
melakukan pertukaran pikiran dalam rangka menilai bagian-
bagian peran tertentu yang belum dimainkan secara
sempurna.
Ketujuh, pengulangan pemeranan. Dari diskusi dan
evaluasi tadi biasanya akan muncul gagasan baru mengenai
alternatif-alternatif lain pemeranan. Alternatif-alternatif ini
kemudian digunakan untuk memainkan lagi topik cerita
bermain peran secara lebih baik. Dalam pengulangan peran
dimungkinkan berubahnya sebuah karakter peran yang
berakibat berubahnya peran-peran lainnya. Kejadian seperti
ini bukan masalah, karena dalam kehidupan sehari-hari hal-
hal yang sama (perubahan itu) juga biasa terjadi di tengah-
tengah masyarakat.
Kedelapan, diskusi dan evaluasi ulang. Tahapan ini
dimaksudkan untuk mengkaji kembali hasil pemeranan ulang
pada langkah ketujuh tadi. Diskusi dan evaluasi pada tahap
ini berlangsung seperti diskusi dan evaluasi pada tahap
keenam. Namun, dari diskusi dan evaluasi ulangan ini
diharapkan akan muncul strategi-strategi pemecahan
masalah yang lebih inovatif dan kreatif. Dari diskusi dan
evaluasi ulangan ini juga diharapkan timbul kesepakatan
yang bulat mengenai strategi tertentu untuk memecahkan
masalah yang tertuang dalam permainan peran.
Kesembilan, membagi pengalaman dan menarik
generalisasi. Tahapan terakhir ini dilaksanakan untuk
48
menarik faidah pokok yang terkandung dalam bermain
peran, yakni membantu para siswa memeroleh pengalaman-
pengalaman baru yang berharga melalui aktivitas interaksi
dengan orang lain.
Pada tahap ini siswa diharapkan saling
mengemukakan pengalaman hidupnya bersama orang lain,
umpamanya orangtua dan tetangga di sekitarnya. Mungkin
pengalaman-pengalaman yang beraneka ragam itu dalam
banyak segi tertentu terdapat kesamaan yang dapat diambil
sebagai standar generalisasi (pematokan prinsip yang
berlaku umum). Generalisasi, tentu tak harus menjadi
sesuatu yang berharga pasti, sebab hubungan antar
manusia juga tak dapat dirumuskan dalam formula yang 100
% pasti.
6.2 Mata pelajaran : ......................... Topik : Tsunami
6.2.1 Langkah-langkah
Urutan langkah pembelajaran dengan topik tsunami
tersebut diatur sebagai berikut.
a) Guru menyiapkan pengorganisasian kelas seperti
pengaturan bangku-bangku untuk pembelajaran
kelompok.
49
b) Guru menyiapkan bahan stimulus, misalnya: gambar-
gambar, video tentang tsunami, lembar kerja dan bahan
bahan bacaan.
c) Guru menerapkan kegiatan Kooperatif Tipe Jigsaw /
Kelompok Ahli (Aronson, Blaney, Stephen, Sikes, and
Snapp, 1978). Kegiatan kooperatif tipe Jigsaw didesain
untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap
pembelajarannya sendiri, juga terhadap pembelajaran
orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang
diberikan, tetapi juga siap memberikan dan mengajarkan
materi tersebut kepada anggota kelompoknya. Dengan
demikian, “para siswa saling bergantung satu sama lain
dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk
mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 2002).
Sejumlah anggota tertentu dari tim-tim yang berbeda
bertemu untuk mendiskusikan (tim ahli) topik, mereka
saling membantu dalam melaksanakan pembahasan
topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka.
Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim/kelompok
asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompoknya
tentang materi yang telah mereka pelajari bersama dalam
pertemuan tim ahli itu. Pada model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan
kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa
yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal,
dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok
50
asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok
ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota
kelompok asal yang berbeda yang ditugasi mempelajari
dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-
tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk
kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Hubungan antara kelompok asal dengan kelompok ahli
digambarkan berikut ini:
d) Siswa duduk dalam kelompok. Jumlah siswa dalam
kelompok bergantung pada jumlah siswa di kelas.
Idealnya, setiap kelompok terdiri atas 4 - 6 orang dengan
kemampuan yang heterogen/beraneka ragam (Arends,
1997).
Kelompok Asal
Kelompok Ahli
Gambar. 4. Ilustrasi Kelompok Jigsaw
51
6.2.2 Tahap Pendahuluan
a) Guru memulai pelajaran dengan mengatakan: ”Saya
akan menunjukkan beberapa gambar dan video.
Perhatikan baik-baik dan tuliskan hal-hal apa yang
kamu ketahui mengenai peristiwa ini! Bagaiamana
perasaanmu?” (pertanyaan terbuka);
b) Guru menunjukkan gambar-gambar, dan video-clip
bencana tsunami. Peserta membuat catatan secara
individual mengenai gambar gambar dan clip video
bencana tsunami. Peserta secara individual membuat
catatan catatan tentang gambaryang ditayangkan.
Gambar-gambar kejadian Tsunami
52
6.2.3 Tahap Pembagian Tugas
a) Tiap siswa dalam kelompok diberi bagian materi yang
berbeda;
b) Tiap siswa dalam kelompok diberi bagian materi yang
ditugaskan;
c) Pembagian tugas berdasarkan kelompok sebagaima-
na yang tampak pada gambar di bawah ini.
Kelompok A
Kelompok B
Kelompok C
Kelompok Asal
Kelompok D
Kelompok E
Kelompok F
B1, B2, B3, B4
C1, C2, C3, C4
A1, A2, A3, A4
D1, D2, D3, D4
E1, E2, E3, E4
F1, F2, F3, F4
53
Topik : Tsunami
Sub-topik :
1) Pengertian tsunami;
2) Penyebab terjadinya tsunami ;
3) Data kejadian tsunami di Indonesia; dan
4) Tindakan saat terjadi tsunami.
6.2.4 Tahap Kegiatan Kelompok
a) Anggota dari kelompok yang berbeda yang telah
mempelajari bagian materi/sub-bab yang sama
bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk
mendiskusikan bagian materi/sub-bab mereka;
b) Kelompok ahli yang anggota-anggotanya terdiri atas
A1, B1, C1, D1, E1, dan F1 akan membahas tentang
sub-topik ke-1 yakni pengertian tsunami (Apakah
tsunami itu?). Sementara itu, kelompok ahli yang
anggota-anggotanya terdiri atas A2, B2, C2, D2, E2,
dan F2 membahas sub-topik ke-2 yakni penyebab
terjadinya tsunami, dan seterusnya. Agar lebih jelas,
perhatikanlah bagan di bawah ini !
54
Membahas Sub-topik 1
Membahas Sub-topik 2
Membahas Sub-topik 3
Membahas Sub-topik 4
Diskusi Kelompok Ahli
Selanjutnya, perhatikanlah gambar di bawah ini!
Gambar 5. Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw
Setelah selesai diskusi kelompok ahli usai, setiap anggota
dari kelompok ahli tersebut kembali ke kelompok asalnya.
Lalu, mereka berperan sebagai tutor sebaya yang secara
A2, B2, C2, D2, E2, F2
A3, B3, C3, D3, E3, F3
A1, B1, C1, D1, E1, F1
A4, B4, C4, D4, E4, F4
Kelompok Asal
A
Kelompok Asal
B
Kelompok Asal
C
Kelompok Asal
D
Kelompok Asal
E
Kelompok Asal
F
Kelompok Ahli
1
Kelompok Ahli
2
Kelompok Ahli
3
Kelompok Ahli
4
55
bergantian mengajarkan materi-materi yang telah mereka
kuasai kepada para anggota kelompok asal.
Kegiatan Tutor Sebaya
(Kembali ke Kelompok Asal)
Seusai berdiskusi dalam kelompok ahli dan kelompok
asal, sebagian siswa, dengan cara diundi melakukan
presentasi/penyajian hasil diskusi kelompok yang telah
dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi mengenai
materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
6.2.5 Tahap Pelaksanaan Tes Individu
Setelah materi dipelajari dan dibahas secara kelom-
pok, siswa diberi tes dengan tujuan untuk mengetahui sejauh
mana keberhasilan belajar yang telah dicapainya. Siswa
bekerja sendiri dalam tes, tidak diperkenankan bekerja sama
A1, A2, A3, A4
B1, B2, B3, B4
C1, C2, C3, C4
D1, D2, D3, D4
E1, E2, E3, E4
F1, F2, F3, F4
56
6.2.6 Tahap Perhitungan Skor Perkembangan
Individu
Tahap ini dilakukan di luar jam pelajaran. Dalam tahap
ini diperlukan adanya skor awal siswa (skor yang akan
dijadikan acuan pada penentuan kemampuan akademis).
Skor awal ini dapat berupa nilai yang diperoleh dari
pemberian tes terlebih dahulu, misalnya berupa tes
pemahaman (materi yang sudah dipelajari sebelumnya).
Penilaian kelompok berdasarkan skor perkembangan
individu, sedangkan skor perkembangan tersebut tidak
didasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada
seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor
sebelumnya. Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin
maksimum pada kelompoknya dalam sistem skor kelompok.
Siswa memperoleh skor untuk kelompoknya didasarkan pada
skor kuis mereka melampaui skor awal mereka.
Skor perkembangan individu dihitung berdasarkan
selisih perolehan skor awal dengan skor tes individu (tes
akhir/quiz). Berdasarkan skor awal setiap siswa memiliki
kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan
terhadap skor maksimal bagi kelompoknya. Selanjutnya
pemberian skor perkembangan individu tersaji pada Tabel 1.
57
Tabel 1. Pemberian Skor Perkembangan Individu (Slavin, 1995:80)
Skor Tes Individu (Quiz) Nilai
Perkembangan
Lebih dari 10 poin ( 10) di bawah skor awal
10 poin hingga 1 poin (10-1) di bawah skor
awal
Skor awal sampai 10 poin (=10) di atasnya
Lebih dari 10 poin ( 10) di atas skor awal
5
10
20
30
4.2.7 Tahap Penghargaan Kelompok
Langkah ini dimaksudkan untuk memberikan
penghargaan kepada kelompok yang berhasil memperoleh
kenaikan skor dalam tes individu. Kenaikan skor dihitung
dari selisih antara skor dasar dengan skor tes individual.
Menghitung skor yang didapat masing-masing kelompok
dengan cara menjumlahkan skor yang didapat siswa di
dalam kelompok tersebut kemudian dihitung rata-ratanya.
Selanjutnya berdasarkan skor rata-rata tersebut ditentukan
penghargaan masing-masing kelompok.
Berdasarkan rata-rata nilai perkembangan yang
diperoleh, ditetapkan tiga peringkat penghargaan kelompok,
yaitu :
a) Kelompok dengan rata-rata skor 15, diberi
penghargaan sebagai kelompok Good Team ;
58
b) Kelompok dengan rata-rata skor 20, diberi
penghargaan sebagai kelompok Great Team;
c) Kelompok dengan rata-rata skor 25, diberi
penghargaan sebagai kelompok Super Team.
Jika x menyatakan rata-rata skor kelompok maka x
15
Dari klasifikasi penghargaan tersebut, terlihat bahwa
Super Team akan diberikan kepada kelompok yang meraih
nilai tertinggi.
Penghargaan tersebut diberikan guru pada pertemuan
berikutnya (di awal pertemuan), penghargaan dalam bentuk
sertifikat, buku atau alat-alat tulis lainnya yang disediakan
pihak sekolah. Uraian rinci mengenai perhitungan skor
kelompok didasarkan pada nilai tiap skor perkembangan
individu, tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Perhitungan Skor Kelompok
Nama Kel
Nama Siswa/
Peringkat
Skor Awal
Skor (Quiz)
Nilai
Perkembangan Individu
Skor Kelompok
Penghargaan Kelompok
A
A-1 / 1 A-2 / 16 A-3 / 17 A-4 / 32
87 73 65 49
83 75 67 55
10 20 20 20
70/4=17,5 Good Team
B
B-1 / 2 B-2 / 15 B-3 / 18 B-4 / 31
83 71 63 52
84 74 66 65
20 20 20 30
90/4=22,5 Great Team
59
C
C-1 / 3 C-2 / 17 C-3 /19 C-4 / 33
82 70 62 47
89 81 70 60
20 30 20 30
100/4=25 Super Team
Anggota kelompok pada periode tertentu dapat
diputar, sehingga dalam satu satuan waktu pembelajaran
anggota kelompok dapat diputar 2-3 kali putaran. Hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan dinamika kelompok di
antara anggota kelompok dalam kelompok tersebut. Di akhir
tatap muka guru memberikan kesimpulan terhadap materi
yang telah dibahas pada pertemuan itu, sehingga terdapat
kesamaan pemahaman pada semua siswa.
Semoga bermanfaat! Amin!
60
DAFTAR PUSTAKA
Arends,S. 1997. Classroom Instruction and Management.
New York: McGraw Hill.
Depdiknas. 2005. Paket Pelatihan Awal untuk Sekolah dan Masyarakat. Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidik- an Anak. Program Manajemen Berbasis Sekolah. Ja- karta: Ditjen Dikdasmen–Depdiknas.
_________. 2005. Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
Heinich, R., dkk. 1996. Instructional Media and Technology for Learning. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Lie, A. 2002. Cooperative Learning : Mempraktikkan Co- operative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta:
Grasindo.
Munir. 2001. Aplikasi Teknologi Multimedia dalam Proses Belajar Mengajar. Mimbar Pendidikan, 3 (21).
Petty, Geoff. 2004. Teaching Today: A Practical Guide. 3rd edition. Cheltenham U.K.: Nelson Thomes Ltd.
Setiawan. 2004. Strategi Pembelajaran Matematika yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM).
61
Makalah disampaikan pada Diklat Instruktur Pengem- bang Matematika SMA Jenjang Dasar. Di PPPG Mate- matika Yogyakarta pada tanggal 6 – 19 Agustus 2004.
Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning Theory, Research and Practice. Second Edition. Boston:Allyin and Bacon.
Sternberg, Robert J. 2006. Cognitive Psychology. 4th editon.
Belmont CA, USA: Thomson Higher Education.
Suhada, B. 2003. Pembelajaran Biologi dengan Menggunakan Media Interaktif CD GCSE Biologi Kelas 2 SMU Negeri 1 Bandung sebagai Computer Based Learning dalam Rangka Antisipasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Proceedings The 6th National Seminar on Science and Mathematics Education, The rule of IT/ICT in Supporting the Implementation of Competency-Based Curriculum. JICA-IMSTEP.
Supriadi, D. 2002. Internet Masuk Sekolah : Pemberdayaan Guru dan Siswa dalam Era Sekolah Berbasis E-Learning Makalah disajikan dalam seminar “Implementasi E-Learning untuk Sekolah Menengah.” Diselenggarakan oleh Telkom Learning / Sinapsis Indonesia, Oktober 2002 . Bandung: PT Telkom.
Syah, Muhibbin. 2006. Islamic English: A Competency-based Reading Comprehension. Cetakan ke-2. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
____________. 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Cetakan ke-14 (Edisi revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
____________. 2008. Psikologi Belajar. Cetakan ke-8. Jakarta: PT Rajawali Pers.
Taslimuharrom. 2008. Metodologi PAKEM. Artikel Pendidikan [On-line]