pemba has an
TRANSCRIPT
VI. PEMBAHASAN
Percobaan proses pembuatan chitosan yang telah kami lakukan ini dapat
dismpulkan sebagai salah satu produk dari bioteknologi atau bioproses dimana
memanfaatkan suatu organisme dalam proses pembuatannya sehingga dihasilkan
produk olahan baru yang lebih tinggi kualitasnya dibandingkan sebelumnya. Pada
percobaan pembuatan chitosan ini, kami menggunakan kulit udang yang telah
dikeringkan serta dihaluskan sebagai bahan baku dalam proses pembuatannya.
Kulit udang tersebut selanjutnya diberikan perlakuan-perlakuan tertentu sebelum
menjadi chitosan. Untuk informasi chitosan dari bahan baku kulit udang ini
khususnya akan dimanfaatkan sebagai pengawet, karena sebagaimana kita ketahui
bahwa chitosan ini penggunaan aplikasinya sangat luas dimanfaatkan diberbagai
bidang.
Bahan baku yang akan digunakan pada pembuatan chitosan sebagai bahan
pengawet ini adalah kulit udang. Pemilihan kulit udang yang digunakan sebagai
bahan baku didasari oleh karena kulit udang mengandung kadar zat chitin berkisar
antara 60-70%, dan bila diproses menjadi chitosan menghasilkan berat bersih 15-
20%. Karena berbahan dasar organik tentu saja chitosan ini sangat jauh lebih baik
digunakan dibandingkan pengawet-pengawet anorganik. Karena berbahan organik
ini juga chitosan tidak hanya baik jika dimanfaatkan pada pengawet tetapi juga
dapat dimanfaatkan pada pengelolahan limbah, dibidang kesehatan, dibidang
pangan dan lain-lain. Kelebihan lain dari penggunaan chitosan pada kehidupan
sehari-hari ialah sifatnya yang biodegradable yaitu dapat terdegradasi secara
alami sehingga tidak membuat pencemaran terhadap lingkungan.
Pada percobaan ini juga menggunakan bahan-bahan pendukung seperti
larutan asam klorida (HCl) dan larutan natrium hidroksida (NaOH) dalam proses
pembuatannya. Bahan-bahan ini akan mendukung proses pembuatan chitosan.
Bahan-bahan tersebut dapat bermanfaat untuk proses penghilangan protein dan
kandungan mineral melalui proses kimiawi yang biasa dikenal dengan proses
deproteinasi, dan proses demineralisasi. Penghilangan zat-zat seperti protein dan
kandungan mineral ini mungkin didasari agar tidak ada lagi zat yang dapat
bereaksi dalam tubuh. Sehingga chitosan dapat dimanfaatkan sebagai pengawet.
12
13
Untuk memurnikan dari zat asam dan basa berupa HCL dan NaOH tadi dilakukan
proses deasetilasi.
Perlu diketahui pula, pada proses pembuatan chitosan tersebut mengalami
reaksi endotermis. Mengapa dikatakan mengalami reaksi endotermis, hal tersebut
dikarenakan selama proses berlangsung chitosan terus menerus diberikan panas.
Sehingga dapat dikatakan proses ini membutuhkan panas untuk bereaksi.
Dalam kulit udang, chitin terdapat sebagai mukopoli sakarida yang dimana
berikatan dengan garam-garam anorganik, terutama kalsium karbonat (CaCO3),
protein dan lipida termasuk pigmen-pigmen. Oleh karena itu untuk memperoleh
chitin dari kulit udang melibatkan proses-proses pemisahan protein (deproteinasi)
dan pemisahan mineral (demineralisasi) sedangkan untuk mendapatkan chitosan
dilanjutkan dengan proses deasetilasi.
Reaksi pembentukan chitosan dari chitin merupakan reaksi hidrolisa suatu
amida oleh suatu basa. Chitin disini bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai
basanya. Mula-mula terjadi reaksi adisi, dimana gugus OH- masuk ke dalam
gugus NHCOCH3 kemudian terjadi reaksi eliminasi gugus CH3COO- sehingga
dihasilkan suatu amida yaitu chitosan. Reaksi Pembentukan Chitosan dari Chitin :
+ NaOH 90-100oC +
Chitin Chitosan
Chitosan sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba,
karena mengandung enzim lysosim dan gugus aminopolysacharida yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba dan efisiensi daya hambat chitosan terhadap
suatu bakteri tergantung dari konsentrasi pelarutan chitosan. Kemampuan dalam
menekan pertumbuhan suatu bakteri disebabkan chitosan memiliki polikation
bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang.
Salah satu mekanisme yang mungkin terjadi dalam pengawetan makanan
yaitu molekul chitosan memiliki kemampuan untuk dapat berinteraksi dengan
senyawa pada permukaan suatu sel bakteri kemudian akan teradsorbsi membentuk
14
semacam layer (lapisan) yang menghambat saluran transportasi sel sehingga sel
mengalami kekurangan substansi untuk berkembang dan mengakibatkan matinya
sel. Dan mekanisme inilah yang sering disebut sebagai prinsip kerja chitosan
tersebut untuk mengawetkan makanan.
Percobaan ini menggunakan bahan baku utama kulit udang. Dipilih bagian
kulit karena pada kulit udang ini terkandung chitin lebih banyak dibandingkan
bagian tubuh lainnya. Sedangkan chitosan sendiri adalah salah satu turunan chitin.
Kulit ini dipisahkan dari udangnya, lalu dicuci bersih, dan dikeringkan. Lalu kulit
udang ini dihancurkan hingga menjadi lebih halus. Tujuannya agar chitin yang
terkandung dalam kulit udang dapat cepat bereaksi dengan zat kimia (HCl dan
NaOH) dan lepas dari kandungan chitin tersebut. Kulit udang sebanyak 5 gram
tadi ditambahkan aquadest 200 ml dan kemudian di tetes HCL sebanyak 3 tetes,
tujuan ditambahnya asam klorida (HCL) adalah untuk penghilangan protein dan
penghilangan mineral Ca dan dipanaskan selama dua menit Setelah dipanaskan,
larutan ini disaring. Slurry kulit udang kemudian diukur pH-nya. Dari pengukuran
pH slurry didapatlah pH sebesar 8. Selanjutnya dilakukan proses deasetilasi yang
menggunakan NaOH hal ini bertujuan untuk menghilangkan gugus asetil pada
chitin sehingga produk akhir yang akan dihasilkan adalah chitosan. Kemudian
dipanaskan selama dua menit juga dan lalu disaring, slurry kulit udang yang telah
disaring diukur pH-nya. Dari pengukuran pH slurry didapatlah pH pada proses ini
sebesar 11. Kemudian setelah disaring chitosan yang diperoleh dikeringkan dalam
oven selama 24 jam. Pada proses ini mengalami perubahan warna pada chitosan
setelah mengalami pemanasan hal ini menunjukkan bahwa kandungan protein dan
mineral telah berkurang.
Praktikum yang kami lakukan ini hanya melakukan pengamatan melalui
bobot kulit udang yang diubah menjadi chitosan serta kadar keasaman (pH) dari
proses awal sampai proses akhir. Hasil yang didapat ialah terjadi penurunan berat
chitosan sebesar 0,69 gram dari berat awal, dimana diketahui berat awal chitosan
tersebut adalah 5 gram sementara berat akhir chitosan yang diperoleh 4,31 gram.
Sementara hasil dari pH mengalami hasil yang bervariasi karena chitosan ini
diberikan perlakuan larutan asam dan basa. Pada praktikum ini kehilanggan massa
15
bobot chitosan mungkin sekali terjadi. Hal tersebut dikarenakan terjadi banyak
proses penyaringan pada proses pembuatan chitosan tersebut, terhitung terdapat 2
proses penyaringan pada pembuatan chitosan ini. Karena pada proses penyaringan
yang kami lakukan kemungkinan ada kulit-kulit udang yang tidak tersaring
sehingga menyebabkan massa kulit udang terus akan berkurang. Berkurangnya
massa kulit udang ini tentu dapat merugikan dimana semakin sedikit chitosan
maka kadar zat chitinnya juga pasti semakin sedikit.
Praktikum pembuatan chitosan ini butuh banyak peningkatan diberbagai
aspek sehingga nanti mendapatkan produk chitosan yang lebih baik lagi. Kenapa
saya katakana demikian, hal tersebut didasari pada langkah-langkah percobaan
yang tidak terlalu teliti sehingga kemungkinan hasil yang didapat kurang baik Hal
lain yang dapat mengurangi persentase keberhasilan pada proses pembuatan
chitosan adalah kurang telitinya pada saat proses penetesan larutan asam klorida
maupun natrium klorida. Untuk dapat meningkatkan persentase keberhasilan
dalam pembuatan chitosan atau setidaknya meminimalisasi kehilangan massa
kulit udang yang menjadi chiosan maka perlu sangat diperhatikan pada proses
penyaringannya. Karena proses penyaringan inilah yang berperan untuk masalah
kehilangan massa chitosan.