pemanfaatan senyawa semiochemical sebafai teknik pengendalian hama yang aman dan ramah lingkungan ...
DESCRIPTION
Fakultas Pertanian Universitas Jember/ AgroteknologiTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI INOVASI PRODUKSI PERTANIAN
Acara : Pemanfaatan Senyawa Semiochemical Sebafai Teknik Pengendalian Hama Yang Aman Dan Ramah Lingkungan (Aplikasi Senyawa Metil Eugenol Untuk Mengendalikan Lalat Buah)
Tanggal : 30 September 2015
Tempat : Patrang-Jember
Tujuan : 1. Untuk mengetahui efektifitas senyawa-senyawa semiochemical ex: metil eugenol (petrogenol) dalam menarik lalat buah. 2. Untuk memonitoring populasi hama lalat buah pada beberapa tanaman buah disekitar kampus.
Nama : Dini Regita Pangestu NIM : 131510501010Kel/Gol : 2/A
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknologi yang sampai saat ini sering dipakai untuk pengendalian hama
adalah pemakaian pestisida. Hal tersebut semakin mendominasi cara pengendalian
terhadap organisme pengganguan tanaman (OPT). Pestisida merupakan salah satu
alat yang mempunyai pengaruh kuratif dan bekerja cepat, sehingga dapat
digunakan dalam keadaan darurat dalam mengatasi masalah organisme
pengganggu ketika populasi telah mencapai ambang kendali. Selebihnya dalam
penggunaan dilapang dapat dilakukan sendiri oleh petani tanpa harus
membutuhkan penanganan tenaga ahli.
Penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama yang tidak berdasarkan
pada pansangan ekologis dapat menimbulkan pengaruh sampingan atau dampak
negatif yang tidak diingginkan. Dampak tersebut ridak hanya berpengaruh
terhadap hama sasaran, tetapi juga berpengaruh terhadap ekosistem setempat.
Dampak negatif tersebut adalah 1) timbul resistensi hama, 2) peledakan hama
kedua, 3) pengaruh negatif terhadap organisme bukan sasaran (musuh alami,
pollinator, burung, dan ikan), 4) residu dalam makanan, 5) pengaruh langsung
terhadap pengguna, 6) polusi pada air tanah. Pengurangan ketergantungan
terhadap pestisida berdasarkan ambang kendali, penggunaan semiochemical
seperti feromon, pemanfaatan musuh alami, dan pengendalian secara kultur teknis
(Patty, 2012).
Senyawa semiochemical merupakan senyawa kimia yang digunakan
serangga sebagai alat komunikasi antar individu. Salah satu senyawa yang
diterapkan adalahatraktan metil eugenol sebagai perangkap untuk lalat buah. Cara
ini dapat dikatakan efektif karena dapat mengurangi kerusakan buah di lapangan
namun tetap ramah lingkungan (Rahmawati, 2013). Senyawa ini disintesis
disintesis dilaboratorium dengan meniru struktur kimia senyawa yang ada di alam
dengan beberapa perubahan untuk meningkatkan efikasinya. Feromon merupakan
hormon yang dikeluarkan oleh serangga dan berfungsi sebagai alat komunikasi
dengan sesamanya. Ada beberapa kelompok semiokimia, diantaranya feromon
jejak, feromon tanda bahaya dan feromon seks (Djojosumarto, 2008). Feromon
jejak (Feromon agregasi) merupakan feromon yang diproduksi oleh salah satu
serangga jantan atau betina yang membawa mereka bertemu atau berasama dalam
proses makan atau reproduksi. Feromon tanda bahaya (Feromon alarm) adalah
feromon yang diprosuksi oleh serangga untuk menolak atau menyingkirkan
serangga lain. Senyawa ini umumnya dilepaskan oleh individu serangga ketika dia
diserang. Feromon sex adalah feromon yang diproduksi oleh betina untuk menarik
pejantan dengan tujuan mating (Purnomo, 2010).
Metil Eugenol yang digunakan mengandung Petrogenol 1 ml/l merupakan
senyawa pemikat serangga terutama lalat buah. Zat ini bersifat mudah menguap
dan melepaskan aroma wangi (seperti bau cengkeh). Metil eugenol dapat
diperoleh dipasaran dengan harga terjangkau dan pemakaiannya cukup mudah
(Patty, 2012). Selain menggunakan petrogenol, praktikum kali ini juga
menggunakan jambu biji (Psidium guajava L.). Penggunaan jambu biji ini
dikarenakan jambu biji banyak dan mudah ditemukan di daerah tropis. Jambu biji
juga menjadi inang dari lalat buah sehingga pernah menyebabkan kerusakan
sebesar 37,31 ton pada tahun 2008 (BPTP, 2008). Menurut Rahmawati (2013)
jambu biji 0,365% minyak atsiri yang merupakan salah satu komponen dari
petrogenol. Oleh karena itu, praktikum kali ini salah satu bahannya menggunakan
jambu biji untuk teknik pengendalian hama yang aman dan ramah lingkungan.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui efektifitas senyawa-senyawa semiochemical ex: metil
eugenol (petrogenol) dalam menarik lalat buah.
2. Untuk memonitoring populasi hama lalat buah pada beberapa tanaman buah
disekitar kampus.
BAB 2. METODE PRAKTIKUM
2.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan praktikum Teknologi Inovasi Produksi Pertanian acara 1, yaitu
tentang Pemanfaatan Senyawa Semiochemical Sebagai Teknik Pengendalian
Hama Yang Aman Dan Ramah Lingkungan (Aplikasi Senyawa Metil Eugenol
Untuk Mengendalikan Lalat Buah) dilaksanakan pada hari Rabu, 30 September
2015 bertempat di Baratan-Patrang, Jember.
2.2 Alat dan Bahan
2.2.1 Alat
1. Tali Rafia
2. Botol Air Mineral Bekas (ukuran 1500 ml).
2.2.2 Bahan
1. Senyawa Methyl Eugenol (merek Petrogenol)
2. Kapas
2. Tanaman Pepaya (yang sedang berbuah)
2.3 Cara Kerja
1. Mahasiswa membentuk kelompok yang terdiri dari 5-10 mahasiswa
2. Membawa botol mineral bekas ukuran 1500 ml, untuk setiap kelompok
3. Membuat alat perangkap lalat buah yang terbuat dari botol air mineral.
Perangkap dibuat dengan cara memotong bagian ujung botol kemudian
dimasukkan dengan posisi terbalik. Botol kemudian diberi lubang sebagai
tempat untuk melepaskan bau methyl eugenol. Botol kemudian diberi kapas
yang digantung pada botol untuk meneteskan senyawa methyl eugenol.
4. Memberi senyawa methyl eugenol pada perangkap yang sudah siap dengan
cara meneteskan pada kapas.
5. Meletakkan pada pohon buah pepaya untuk perangkap yang sudah
mengandung senyawa tersebut.
6. Mencoba menggunakan senyawa semiochemical lain yang berasal dari tanaman
jambu biji.
7. Mengamati perangkap selama 6 hari dengan memfoto lalat yang terperangkap,
mencatat jumlah lalat buah, jenis lalat buah (jantan/betina) dan spesies lalat
buah.
8. Membandingkan hasil tangkapan lalat buah dan mencatat seperti tabel berikut
ini.
No. Komoditas Jenis Hama yang terperangkap
Jumlah (ekor)
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 1. Pengamatan Populasi yang terperangkap
No. Komoditas Jenis Hama yang terperangkap
Jumlah (ekor)
1. Pepaya Lalat BuahBactrocera dorsalis
Petrogenol: 16 ekorJambu biji : 3 ekorTotal : 9 ekor
3.2 Pembahasan
Klasifikasi lalat buah Bactrocera sp. Sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Tephritidae
Genus : Bactrocera
Spesies : Bactrocera sp.
Lalat buah memiliki sepasang sayap yang berkembang pada bagian depan
dan mengecil pada bagian belakang dan berubah menjadi alat keseimbangan yang
disebut halter. Ciri-ciri penting lalat buah, mencakup ciri-ciri kepala yang terdiri
dari antena, mata dan bercak pada muka biasa disebut dengan facial spot. Bagian
penting lain pada lalat buah adalah dorsum toraks yang terdiri dari dua bagian
yaitu terminologi skutum atau mesonotum (dorsum toraks atas) dan 6 skutelum
(dorsum toraks bawah). Sayap pada lalat buah ditandai dengan bentuk pola
pembuluh sayap, yaitu costa (pembuluh sayap sisi anterior), anal (pembuluh
sayap sisi posterior), cubitus (pembuluh sayap utama), median (pembuluh sayap
tengah), radius (pembuluh sayap radius), pembuluh sayap melintang. Bagian
penting terakhir adalah abdomen, abdomen lalat buah terdiri dari ruas-ruas
(tergites). Dilihat dari sisi dorsum, pada abdomen akan terlihat batas antarruas
(tergit). Untuk genus Bactrocera, ruas-ruas pada abdomen terpisah (Rahmawati,
2013).
Gambar 1: Lalat Buah yang terperangkap pada Petrogenol
Gambar 2: Lalat Buah yang terperangkap pada Jambu Biji Merah
Dari gambar diatas, setelah kami bandingkan dari jurnal Rahmawati
(2013) ternyata terdapat kesamaan spesies yaitu Bactrocera dorsalis sp. Hal
tersebut dapat dibandingkan dari gambar (3) di bawah ini:
Gambar 3: Bactrocera dorsalis sp.Sumber: Jurnal Agroteknologi (Rahmawati, 2013)
Gambar 4: Karakter morfologi Bactrocera dorsalis (Hendel). a) Kepala,b) Toraks, c) Sayap dan d) Abdomen
Sumber: Jurnal Hortikultura (Herlinda dkk, 2011).
Perangkap yang telah di buat dengan menggunakan petrogenol dan jambu
biji pada tanaman buah pepaya hari ke 1 (kurun waktu 24 jam) belum
membuahkan hasil. Hal tersebut dikarenakan peletakannya padi sore hari sekitar
pukul 15:00. Dalam hal ini waktu peletakan juga sangat berpengaruh, karena sifat
petrogenol yang mudah menguap dan mengeluarkan aroma yang wangi
penguapan ini dapat terjadi jika terdapat sinar matahari. Pada hari ke-3, masih
belum ada lalat buah yang terperangkap baik pada petrogenol atau pada jambu
biji. Hal ini disebabkan letak tanaman pepaya yang banyak dilalui kendara
bermotor. Pemasangan perangkap diderah tersebut memungkinkan lalat buah
pergi dari tanaman tersebut karena asap yang dikeluarkan kendaraan bermotor.
Keadaan tersebut hampir sesuai dengan penelitian Sarinawati dkk (2013) bahwa
biasanya memang dilakukan pengasapan untuk mengusir lalat buah dan efektifnya
selama 3 hari. Jika pengasapan dilakukan selama 13 jam diinformasikan dapat
membunuh lalat buah. Oleh karena itu, faktor lingkungan juga mempengaruhi
pemsangan perangkap. Sedangkan pada hari ke-6 cukup membuahkan hasil, pada
perangkap petrogenol terdapat 16 ekor sedangkan pada jambu biji hanya terdapat
3 ekor. Pada metil eugenol (petrogenol) lalat buah lebih banyak karena senyawa
ini merupakan hormon yang dibutuhkan oleh lalat buah jantan untuk dikonsumsi
dan berguna dalam proses perkawinan. Radius aroma metil eugenol mencapai
200-100 m (Simarmata dkk, 2013). Pada jambu biji hanya terdapat 3 ekor, hal ini
dikarenakan pada jambu biji karena senyawa yang dikandung oleh tanaman lebih
sedikit dibanding petrogenol. Selain itu lama aroma juga mempengaruhi, pada
petrogenol aroma tidak akan berubah karena itu merupakan sintetik sedangkan
pada jambu biji aroma akan berubah (tidak bertahan lama) karena sifat fisiologis
tanaman dapat busuk. Sehingga ketika sudah busuk maka aromanya akan berubah
dan lalat buah lebih memilih petrogenol dibandingkan jambu biji.
Kandungan senyawa petrogenol adalah memiliki unsur kimia C12H2402-.
Senyawa ini dapat ditransformasikan menjadi bentuk 2-(2-propenyl)-4,5
dimethoxypenol (DMP) dan (E)-coniferyl alcohol (CA) sebagai hasil metabolisme
yang bersifat feromon dan alomone (Rahmawati, 2013). Setelah mengkonsumsi
Metil Eugenol lalat buah dapat memproduksi senyawa endogen 6-oxo-1-nonannol
(OXO) yang diperoleh dari rectal gland lalat jantan. Kemudian ME
diakumulasi/diisolasi oleh rectal papillae dan disimpan dalam bentuk seks
feromon (Tan et al, 2012). Pada jambu biji senyawa yang mampu menarik
perhatian lalat buah adalah mengandung minyak atsiri 0,365%. Minyak atsiri atau
minyak ateris (essential oil, volatile oil, ethereal oil) merupakan sejenis minyak
mudah menguap yang berasal dari tanaman. Minyak ini dapat diperoleh melalui
proses destilasi, pengepresan atau ekstraksi. Minyak atsiri dapat dikategorikan
sebagai superficial oil dan subcutaneous oil. Minyak tersebut merupakan salah
satu penyusun dari metil eugenol walaupun kadarnya sangat sedikit sekali dan
daya volatilnya sangat kecil. Selain itu, pada jambu biji juga terdapat protein
sebesar 2,6 (g) per buah. Menurut Rahmawati (2013) protein dibutuhkan lalat
buah betina dalam jumlah besar terutama protein hidrosilat. Hal ini berkaitan
dengan perkembangan organ reproduksi dan pembentuka telur-telur yang fertil.
Banyak komoditas yang dapat diaplikasikan feromon trap contohnya Jeruk
(Ridwan dkk, 2010). Selain itu, lalat buah juga banyak menyerang tanaman buah
dan holtikultura misalkan cabai, tomat, pare, mentimun, terong, melon, semangka,
nangka, jeruk, apel, belimbing, mangga, lengkeng, pepaya, pisang, jambu air,
jambu biji dll (BPTP, 2008). Tanaman yang terserang rata-rata tanaman yang
memiliki kandungan minyak katsiri dan beberapa protein. Karena hal tersebut
banyak dibutuhkan oleh lalat buah. Minyak katsiri dibutuhkan untuk aktifitas sex
pada lalat buah jantan. Sedangkan protein dibutuhkan oleh lalat buah betina untuk
nutrisi mendapatkan telur yang fertil (Jang et al, 2011). Selain itu, kebanyakan
tanaman yang diserang adalah tanaman yang memiliki buah, karena lalat buah
nantinya akan menyuntikkan telur-telurnya pada buah sampai menjadi larva.
Ketika menjadi larva secara otomatis banyak membutuhkan makanan, oleh karena
itu peletakannya dibuah agar larva tersebut mendapat makanan yang cukup
sampai menjadi imago.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan feromon trap adalah
lingkungan fisik berupa sinar ultra violet kemungkinan dapat menyebabkan
penguapan yang berlebihan dan degradasi (oksidasi) senyawa pada ekstrak
feromon seks yang menyebabkan feromon hilang, rusak dan kurang menarik
untuk lalat buah jantan. Idealnya kecepatan pelepasan feromon berada dalam
keadaan yang konstan dalam waktu yang cukup lama ( Yusuf dan Nurfagy, 2011).
Gambar 5: Arah penyebaran yang normal untuk menarik perhatian lalat buah
BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Pada hari ke 6 perangkap petrogenol tersisi 16 lalat buah dan jambu biji terisi 3
lalat buah. Hal tersebut diakibatkan dari faktor senyawa yang dikeluarkan dan
faktor fisik lingkungan.
2. Kandungan yang terdapat dalam senyawa petrogenol adalah 2-(2-propenyl)-4,5
dimethoxypenol (DMP) dan (E)-coniferyl alcohol (CA). Kandungan yang
terdapat pada jambu biji adalah minyak katsiri dan protein.
3. Pada perlakuan jambu biji hama hanya sedikit yang terperangkap karena
senyawa metil eugenolnya lebih banyak pada petrogenol. Selain itu, sifat
fisiologis buah jambu yang cepat membusuk mengakibatkan bau tidak
bertahan lama.
4. Jenis komoditas yang terserang adalah buah dan hortikultura karena memiliki
senyawa ME dan terdapat tempat penyimpanan telur dan tempat untuk
makanan larva.
5. Faktor yang mempengaruhi keefektivan feromontrap adalah lingkungan fisik.
4.1 Saran
Praktikum kali ini berjalan cukup lancar, hanya saja untuk praktikan
sendiri belum mampu mengikuti kegiatan praktikum dengan baik banyak yang
sibuk dengan urusannya sendiri sehingga kurang mengikuti jalanya praktikum.
Ada lagi yang masih memiliki kendala pada ketersediaan tanaman, lain kali
penyediaan tanaman baiknya pada satu lahan saja.
Dokumentasi
Gambar 1: Lalat buah yang terperangkap pada petrogenol
Gambar 2: Lalat buah yang terperangkap pada Jambu biji
Gambar 3: Pemasangan kapas yang sudah diberi petrogenol
Gambar 4: Feromon trap berbahan jambu biji
DAFTAR PUSTAKA
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah. 2008. Prima Tani di Kabupaten Banjarnegara. Banjarnegara: Litbang.
Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.
Herlinda, S., Zuroidah., Y. Pujiastuti., S. Samad., dan Adam, T. 2011. Spesies Lalat Buah Yang Menyerang Sayuran Solanaceae dan Curcubitaceae di Sumatera Selatan. Hortikultura. 18(2): 212-220.
Jang, E.B., Khrimian, A., dan Siderhurst, M.S. 2011. Di-and Tri-Fluorinated Analogs Of Methyl Eugenol: Attraction To And Metabolism In The Oriental Fruit Fly Bactrocera dorsalis (Hendel). Chemical Ecology. 1(37): 553-564.
Patty, J.A. 2012. Efektifitas Metil Eugenol Terhadap Penangkapan Lalat Buah (Bactecera dorsalis) Pada Pertanaman Cabai. Agrologia. 1(1): 69-75.
Purnomo, Hari. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. Yogyakarta: C.V Andi Offset.
Rahmawati, Y.P. 2013. Ketertarikan Lalat Buah Bactrocera sp. Pada Senyawa Atraktan Yang Mengandung Campuran Protein Dan Metil Eugenol. Agroteknologi 1(1):1-41.
Ridwan, H.K., Sabari., Rofik, S.B., Rahman, S., dan Agus, R. 2010. Adopsi Inovasi Teknologi Penelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat (PTKJS) di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Hort. 20(1): 96-102.
Sarinawati., Sarbino., dan E. Syahputra. 2013. Studi Keragaman Lalat Buah (Bactrocera Spp.) Pada Pertanaman Pepaya (Carica Papaya L.) Di Siantan Hulu Kecamatan Pontianak Utara. Agrologia. 2(1): 1-8.
Simarmata, J., Ningsih, Y.P., dan Zahara, F. 2013. Uji Efektifitas Beberapa Jenis Atraktan Untuk Mengendalikan Hama Lalat Buah (Bactrocera dorsalis Hend) Pada Tanaman Jambu Biji (Psidium guajava L.). Agroteknologi. 2(1): 192-200.
Tan K.H., Nishida, R., dan Toong Y.C. 2012. Floral Synomone Of a Wild Orchid Bulbophyllum cheiri, Iures Bactrocera Fruit Flies For Pollination.Chemical Ecology. 6(1): 1161-1172.
Yusuf, M.S., dan Nurfagy, I. 2011. Pengendalian Taanaman Umbi Kentang (Phtrimaea operculella Zell.) Menggunakan Feromon Seks. Agrolia. 1(1): 1-11.