pemahaman konseptual pendekatan dan...
TRANSCRIPT
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
Inferensi sosial.
Dalam pendahuluan telah diuraikan bahwa selain memersepsi benda, manusia juga
melakukan persepsi tentang orang ayau sekelompok orang, yang disebut sebagai persepsi
social. Tujuannya adalah untuk memahami orang atau orang – orang lain. Berbeda dengan
persepsi sebelumnya, persepsi social ini bersifat objektif. Dalam kehidupan kita sehari –
hrai sering kali terjadi kita sudah mendengar nama – nama atau gambaran tentang
seseorang sebelum kita berjumpa dengan mereka. Kadan – kadang saat kita belum
berjumpa dengan orang tersebut, kita sudah mempunyai kesimpulan tentang orang tersebut
dari data – data yang kita peroleh. Inilah yang dinamakan inferensi social.
Namun, sebelum anda mempelajari inferensi social, ada baiknya anda ketahui lebih
dahulu perbedaan antara persepsi benda dan persepsi social.
A. PERBEDAAN PERSEPSI BENDA DENGAN PERSEPSI SOSIAL.
Persesi mengenai orang (person perception) dan persepsi mengenai obyek / benda akan
berbeda. Bagaimana perbedaan dua persepsi tersebut? Marilah kita simak contoh berikut.
Sekelompok mahasiswa diminta untuk persepsinya tentang ruang kuliah mereka.
Kelompok yang sama diminta persepsinya tentang seorang artis ternama yang sering
dibicarakan dalam acara infotainment di TV sebutlah, misalnya Shopia Latjuba. Persepsi
mereka tentang ruang kuliah mereka relative lebih seragam dibandingkan dengan persepsi
mereka tentang Shopia Latjuba mengapa?
Menurut Rahmat (2003) ada empat perbedaan anatara persepsi obyek dan persepsi
tentang orang ; yang disebutnya persepsi interpersonal.
Pertama. pada persepsi obyek, stimuli dianggap sebagai panca indra melalui benda –
benda fisik : gelombang cahaya, gelombang suara, temperatur. Sedangkan persepsi tentang
orang, stimuli samapai kepada kita melalui lambing – lambing verbal atau grafis yang
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 1
Modul 5
Persepsi Tentang Orang Dan Atribusi
Dra. Siti M. Armando, Msi
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
disampaikan pada pihak ke tiga. Pihak ketiga ini dapat mengurangi kecermatan kita. Pada
contoh Sophia Latjuba tadi misalnya, kita sudah cukup banyak memiliki informasidirinya
dari berbagai sumber (TV, majalah, tabloid) sebelum kita berjumpa dengannya, yang
kemudian mempengaruhi persepsi kita.
Kedua. Persepsi tentang orang jauh lebih sulit daripada persepsi objek. Pada persepsi
objek, kita hanya menaggapi sifat - sifat luar objek tersebut. Namun, pada persepsi tentang
orang, kita mencoba memahami apa yang tidak ditangkap oleh alat indra kita. Kita coba
memahami bukan saja perilaku orang, tetapi motiv atau mengapa orang berperilaku. Itulah
sebabnya mengapa kita harus memepelajari atribusi.
Ketiga. Saat melakukan persepsi obyek, obyek tidak bereaksi kepada kita. Kita tidak
memeberikan reaksi emosional terhadap objek. Namun, ketika melakukan persepsi kepada
orang lain, berbagai factor telibat seperti factor – factor personal kita, karakteristik orang
lain yang dipersepsi maupuun hubungan antara kita dengan orang tersebut.
Keempat. Objek relative tetap, tapi orang cenderung berubah –ubah. Ruang kuliah
yang diamati mahasiswa relative sam dari waktu kewaktu, tetapi manusia yang diamati
selau berubah. Ada kemungkinan orang yang dipesepsi kemarin sedang gembira, tetapi
hari ini dia sedih. Mungkin saja tadi pagi kita mempersepi orang saat ia berada di tempat
ibadah, lain kali ia berada diruang pesta sehingga ia menampilkan perilaku yang berbeda.
B. INFERENSI SOSIAL
Dari keempat perbedaan yang dikemukakan oleh Rahmat, member penjelasan kepada
kita bahwa mempersepsi orang lebih sulit dan lebih mungkinj untuk tidak cermat dari pada
mempersepsi benda.
Dalam hal person perception, Waber (1992) menyebut istilah inferensi social. Inferensi
social berarti mengerti apa yang kita pelajari tentang orang atau orang lain. Kita
mendengar nama – nama atau gambaran tentang seseorang sebelum kita berjumpa dengan
mereka. Dengan kata lain, inferensi social berarti apa yang kita pelajari tentang orang atau
orang lain.
Prosesenya dimulai dari dati social berupa : informasi social, penampilan fisisk, isyarat
– isyarat nonverbal, dan tindakan – tindakan orang lain. Semua itu membentuk data social
yang terintegrasi dan terkumpul untuk membentuk kesan mengenai orang lain.
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 2
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
Kontak pertama kita dengan orang lain tidak selalu merupakan “interaksi tangan
pertama” atau secara langsung. Suatu waktu kita juga harus bertemu dengan orang yang
sebelumnya hanya kita kenal melalui telepon atau surat; sebelumnya kita belum bertemu
secara tatap muka dengan orang tesebut. Diantara jaringan social kita, kita mendengar
nama – nama atau gambaran tentang seseorang sebelum kita berjumpa dengan mereka.
Pada saat itu pun, yakni saat kita belum berjumpa dengan tersebut dari data – data yang
kita peroleh. Iferensi social kita umumnya dating dari empat sumber. Yakni (1) inormasi
social tentang oranglain, (2) penampilan, (3) petunjuk nonverbal, (4) implikasi tindakan –
tidakan orang lain. Kita akan membahas sumber inferensi social ini satu persatu.
Informasi Sosial.
Pada dasarnya, manusia adalah mawkhluk yang selalu membutuhkan informasi tentang
orang lain yang berada disekitar dirinya. Suatu hari anda melihat orang yang anda kenal,
sedang berjalan terburu – buru, setelah berlari membawa buku – buku yang tebal dan
dengan penampilan yang rapi. Untuk mencari tahu mengapa ia melakukan itu, anda tentu
akan berusaha mencari informasi pada orang yang anda anggap tahu. Anda mungkin bisa
bertanya pada sahabatnya atau langsung berteriak padanya, “hei kenapa kok buru – buru?”
Bisa juga, saat kita baru saja bertemu dengan teman sekolah setelah sekian tahun
berpisah, kita tidak hanya mencari tahu tentang kabarnya secara fisik, tetapi juga informasi
tentnag dirinya. Kita bisa saja menanyakan tentang apa yang dilakukannya saat ini, bisnis
apa yang digelutinya, tempat tinggalnya, keluarganya, dan hal lainnya.
Menurut pandangan Psikologi Kognitif, manusia adalah makhluk pengolah informasi.
Informasi itu dibutuhkan sebagai suatu cara manusia bertahan hidup sebagai makhluk
social. Manusia akan berusaha mencari terbaru tentang orang yang ada disekitarnya.
Informasi social ini ada beberapa bentuk, yaitu;
a. Trait (Sifat, Pembawaan)
Sifat yang dimiliki seseorang bersifat cenderung stabil dan mengacu pada pribadinya.
Sifat ini dapat menjelkan cara dan bagaimana seseorang berperilaku dalam situasi tertentu.
Ketika seseorang tengah duduk sendiri di sebuah ruang tunggu, anda bertemu dengan
orang yang tidak anda kenal. Oran itu kemudian tersenyum, duduk disebelah anda dan
mengajak anda berbincang – bincang. Ia bercerita tentang dirinya dan ia juga bertanya
tentang keadaan diri anda.
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 3
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
Apalagi saat tahu anda sedang mengalami kesulitan, ia dengan senang hati membantu.
Darisitu anda mengatakan, bahwa orang ini adalah orang baik. Sebaliknya, saat ada orang
yang bersikap berlawanan dari itu, kita akan mengatakan di bukanlah orang yang baik.
Kita akan dengan mudah menyimpulkan sikap seseorang berdasarkan pengetahuan kita
tentang orang itu.
Trait ini merupakan suatu generalisasi tentang sikap sesorang. Mengenai nilai
kebenaran yang ada di dalamnya tentu tidak mutlak sepenuhnya. Bisa saja orang akan
berperilaku berbeda saat menghadapi situsai dan keadaan yang berbeda pula.
b. Nama
Shakespare bertanya, What is in a name? terhadap pertanyaan ini kita dapat menjawab
bahwa nama bisa sangat berarti. Setiap manusia mempunyai nama yang membedakan
dirinya dengan orang lain. Berbagai penelitian menunjukan bahwa ada beberapa nama
yang memiliki daya tarik dan mudah diingat daripada nama lain. Tentu hal ini sifatnya
relative dan tergantung dari budaya dan kebiasaan tertentu. Nama yang cenderung lebih
mudah untuk di ucapkan disuatu daerah akan lebih populer dibandingkan yang relative
sulit diucapkan.
Misalnya, seorang teman saya pernah berkata bahwa ia bisa lebih mudah mengingat
salah seorang teman kami yang bernama Diana karena nama itu langsung mengingtakan
saya pada lagu “Koes Plus” yang berjudul sama. Bisa saja dari nama yang mengacu pada
hal tertentu seperti itu bisa membuat kita berusaha mnecari informasi tentang dirinya.
Sebuah studi yang dilakukan Harari dan McDavid (1973) menunjukan betapa nama
bisa mempengaruhi penilaian. Mereka meminta guru - guru yang berpengalaman untuk
menilai karangan kelas 5.
Suatu karangan yang sama diberi nama pengarang yang berbeda, yakni diambil dari
suatu kelompok nama – nama yang dianggap bagus (Karen, Lisa, David, Michael) dan
kelompok nama – nama yan dianggap jelek (Elmer, Hubert, Berta, Adelle) ternyata
penelitian menunjukan bahwa karangan yang dibuat oleh nama – nama yang menarik
dinilai lebih tinggi dari pada karangan dengan nama jelek.
Sejumlah studi menunjukan bahwa nama memiliki asosiasi dengan sejumlah kualitas,
sepeti kecerdasan, daya tarik, kekuatan, feminitas. Dalam kaitan ini, sejumlah nama bisa
mendapat penilain positif dibandingkan yang lain. Sebagai contoh (berdasarkan rangking)
yang diberikan oleh pria dan wanita terhadap sejumlan nama perempuan.
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 4
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
Nama PerempuanRanking Menurut
Pria
Ranking Menurut
Wanita
Anne 9 5
Barbara 10 12
Carol 6 15
Cheryl 7 14
Cynthia 20 18
Dianne 11 19
Donna 16 17
Janet 8 4
Jean 12 3
Joan 4 2
Judith 15 11
Karen 1 7
Kathleen 5 16
Linda 19 10
Margareth 17 8
Mary 3 6
Nancy 2 13
Patricia 18 9
Sharon 14 20
Susan 13 1
c. Stereotype
Secara definisi, stereotype merupakan suatu generalisasi tentang kelompok tertentu
yang dianggap sebagai suatu kebenaran. Misalnya, ada orang yang beranggapan bahwa
orang yang bersuku Batak memiliki sikap dan karakteristik keras, selalu terburu – buru,
dan tidak sabar. Hal ini dianggap suatu kebenaran meskipun nilai kebenarannya masih
diragukan. Suatu waktu orang tersebut bisa saja bertemu dengan orang bersusku Batak
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 5
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
dengan sifat berbeda dari yang ada dalam persepsi orang tersebut sebelumnya. Stereotype
itu muncul karena dari dalam kepala yang sudah ada karakter satu kelompok tertentu dan
hal itu diberlakukan untuk semua orang yang termasuk dalam kelompok itu.
Stereotype bisa membawa efek tertentu. Pertama adalh simplifikasi dan social
judgement. Stereotype bisa mempermudah kita dalm berfikir tentang kelompok tertentu.
Hal ini terjadi dengan stereotype itu kita langsung menyimpulkan kelompok berdasarkan
apa yang telah kita persepsikan sebelumnya. Akibatnya, kita mendapatkan penilaian social
yang lebih tepat.
Menurut psikologi kognitif, pengalaman – pengalaman baru yang diterima seseorang
akan masuk dalam “laci” kategori yang ada dalam memori, berdasarkan kesamaannya
dengan masa lalu. Besama itu, semua sifat yang berada pada kategori pengalaman itu
dikenakan pada pengalaman baru. Dengan cara seperti ini, orang memperoleh informasi
tambahan dengan segera sehingga membantu dalam mengambil keputusan yang cepat atau
dalam meramalkan peristiwa.
Mesalnya saja, selam ini anda selalu mempunyai persepsi dan stereotype bahwa anak
perempuan bersifat lebih sabar, cekatan, dan teliti dalam mengerjakan sesuatu. Anda pun
beranggapan bahwa pekerjaan yang selalu membutuhkan kesabaran dan ketelitian seperti
menyulam atau menjahit akan selalu bisa lebih baik jika dikerjakan oleh perempuan.
Dengan demikian, pada suatu saat anda akan memerlukan seseorang untuk menjahit baju
anda, otomatin dan tanpa berpikir panjang, anda meminta tolong pada perempuan.
Dari situ adna pun melakukan suatu simplifikasi terhadap kelompok tertentu
berdasarkan persepsi yang telah dimiliki sebelumnya. Adna menyimpulkan dengan mudah
suatu pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya melalui kelompok
tertentu dan melakukan generalisasi kepada semua orang yang masuk dalam kelompok itu.
Efek stereotype yang kedua adalah oversimplikasi dan prejudice. Stereotype dengan
mudahnya membuat kita menggeneralisasi sesuatu berdasarkan pengetahuan yang terbatas.
Berlawanan dengan simplikasi, oversimplikasi bersifat negativf karena generalisasi yang
dilakukan membuat kita bersikap merendahkan atau meremehkan kelompok tertentu.
Misalnya saja, paman saya percaya bahwa anak nuda masakini tidak mau lagi dengan
kebudayaan dalam negri. Ia yakin bahwa anak muda zaman sekarang tidak ada yang mau
mempelajari budayanya sendiri, sehingga suatu waktu ia bertemu dengan anak yang
tertarik untuk mempelajari budaya dalam negri, ia akan cenderung meremehkan dan
merendahkan minat si anak muda itu.
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 6
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
Melakukan penilaian yang tidak benar berdasarkan stereotype tertentu yang dimiliki
merupakan prejudice atau perasangka. Perasangka ini bisa bersifat negative terhadap
kelompok tertentu. Biasanya, prasangka berdampak pada tindakan atau perilaku tertentu
yang akhirnya bisa saja menjadi deskriminasi terhadap suatu kelompok tertentu.
Penampilan
Saya yakin anda pasti pernah mendengar perkataan “jangan menilai seseorang dari
penampilannya” atau don’t judge a book by its cover. Akan tetapi, apakah memang benar
penampilan bisa dijadikan dasar dalam menilai seseorang?
Tidak bisa dihindari, penampilan fisik merupakan hal yang pertama kali diperhatikan
saat kita bertemu dan bertatap muka dengan seseorang. Penampilah fisik seseorang kita
juga bisa memperoleh data – data social yang penting tentang dirinya.
Apa yang ada dalm pikiran anda saat melihat seorang laki – laki berpakaian rapih,
berkemeja licin yang dimasukan kedalm celananya, menggunakan dasi, menggunakan
handphone keluaran terbaru, lengkap dengan sepatu tertutup dan potongan rambut yang
rapi. Saat itu anda sudah bisa mulai memperoleh data – dat social dirinya
Anda akan beranggapan bahwa orang itu adalah seorang businessman yang cukup
sibuk,seorang pimpinan perusahaan, staf perusahaan dan lain sebagainya. Artinya, hanya
dari penampilannya fisiknya saja, anda bisa memperoleh data – data tentang pekerjaannya,
usia, status, tingkat pendidikan dan lainnya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dari penampilan ini.
DAYA TARIK FISIK
Apa yang bagus dan menarik bisa berbeda daan bisa bersifat relatif untuk setiap orang.
Meskipun begitu, untuk sebagian besar orang, daya tarik fisik memiliki konsekuensi
tersendiri bagi pesepsi seseorang.
Ada dua bentuk efek yang mungkin timbul. Pertama adalah apa yang di sebut halo
efect,cara kita menilai suatu karakteristik penting pada seseorang dapat mempengaruhi
cara informasi yang lain tentang orang itu kita interprestasikan. Apabila kita mengetahui
bahwa seseorang memiliki satu sifat maka kit beranggapan bahwa ia memiliki sifat - sifat
tertentu yang berkaitan dengan sifat sebelumnya. Itulah halo effect.
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 7
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
Misalnya, ketika kita menyenangi penampilan seseorang, hal itu membuat kita
berharap untuk menyenangi hal lain dalam diri orang itu, seperti sikapnya, hobbynya,
pemikiranya, cara pandangnya, nilai - nilai yang di anut, dan seterusnya. Atau,saat kita
mengetahui bahwa ia seseorang yang cantik,kita bisa beranggapan bahwa orang tersebut
juga periang, baik hati, ramah, dan sifat - sifat positif lainya.
Efek yang kedua adalah apa yang di sebut the physical attractiveness streotype
(steroetype daya tarik fisik). Memang apa yg di sebut sebagai penampilan bagus itu
sifatnya relatif dan berbeda untuk setiap orang. Akan tetapi, biasanya, dalam kelompok
masyarakat tertentu,sudah ada semacam standar tentang apa atau siapa yang di sebut
berpenampilan terbaik. Hal - hal menarik dan bagus akan di nilai baik atau lebih baik
daripada hal yang tidak menarik. Saat kita menilai seseorang sama seperti penampilanya
maka kita memiliki the physical attrativeness stereotype.
Penelitian menunjukan bahwa hubungan karakter seseorang dengan penampilan
merupakan sesuatu streotype yang di generelisasikan dan belum tentu benar. Kita juga
mungkin sering kali melakukan hal ini. Seseorang dengan daya tarik fisik dan menarik
sering di hubungkan dengan kesuksesan hidup. Mereka yang secara fisik menarik akan
cenderung memperoleh kesempatan lebih baik daripada mereka yang kurang menarik dari
segi fisik sehingga akibatnya ia akan lebih cepat jalanya menuju kesuksesan.
SIGMA
Mereka yang di anggap memiliki daya tarik fisik cenderung di berikan label sosial yg
baik sebaliknya mereka yang tidak dianggap memiliki daya tarik mendapatkan label yang
kurang menyenangkan. Label - label sosial buruk yang di berikan pada sesuatu itu di sebut
sebagai stigma. Stigma dapat menjadi sumber prasangka sosial mulai dari penjauhan diri
hingga diskriminasi.
Misalnya, negara berkembang sering di berikan label buruk atau stigma sebagai negara
dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, buruknya tingkat pendidikan, tingginya tingkat
kelahiran, rendahnya tingkat kesehatan,tingginya tingkat korupsi,dan lain lain. Contoh lain,
AIDS umunya masih dianggap sebagai stigma. Di masyarakat, penyakit ini masih di
berikan label negatif, terlepas dari berbagai penyebab orang mendapatkan penyakit
tersebut.
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 8
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
C. PETUNJUK NONVERBAL
Ada beberapa bentuk petunjuk nonverbal, diantaranya sebagai berikut.
A. Eksperi wajah
Ekspresi wajah seseorang memegang peranan penting dalam interaksi dengan sesama.
Petunjuk wajah di anggap merupakan sumber persepsi yang dapat di andalkan.
Ekspresi wajah menampilkan suasana hati dan emosi seseorang yang tentunya amat
bepengaruh saat interaksi. Diantaranya berbagai petunjuk nonverbal, petunjuk wajah
adalah yang paling dalam mengenali perasaan orang lain. Seseorang yang dapat tersenyum
menunjukan bahwa ia adalah orang yang ramah dan sedamg gembira hatinya. Tentunya
cara kita bicara dengan dia akan berbeda dengan mereka, yang saat kita temui tampak
mengerut keningnya dan cemberut. Saat itu kita memersepsikan dia sedang marah dan
suasana hatinya tidak baik.
B. Kontak mata
Kontak mata menunjukan seberapa intim kita dengan lawan bicara. Saat interaksi
dengan orang yang tidak kita kenal biasanya kita akan menghidari kontak mata yang
terlalu sering dengan mereka. Sebaliknya, kalau sedang berinteraksi dengan orang yang
amat kita senangi kontak mata akan dilakukan sesering mungkin.
Bentuk dan cara seseorang menggunakan matanya itu bisa menunjukan eskpresi dan
perhatian tertentu. Kita akan tahu saat seseorang sedang senang, ia akan membuka mata
lebar - lebar dan berbinar binar saat bebicara. Sebaliknya, pupil matanya akan mengecil
jika ia tidak tertarik dengan orang yang mengajaknya berbicara atau dengan topik yg di
bicarakan.
C. Gesture
Gerakan tubuh (gesture) yang kita lakukan memiliki makna atau arti tersendiri.
Gerakan di sini bisa berupa gerakan tangan, lengan, maupun kepala. Beberapa gerakan
memiliki arti tertentu. Misalnya, jari tangan( telunjuk dan jari tengah) yang memiliki huruf
V menunjukan tanda damai atau kemenangan (victory). Dalam beberapa kasus, gestures ini
memberikan informasi yang lebih dari sekedar kata - kata yang di keluarkan. Untuk
menunjukan bahwa kita tidak mengetahui sesuatu hal, kita bisa menggelengkan kepala
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 9
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
sambil mengangkat bahu misalnya. Hal itu sudah bisa menunjukan bahwa kita memang
tidak mengerti tentang sesuatu.
Petunjuk gesture dianggap sangat penting dalam proses komunikasi karena gerakan
tubuh susah di kontrol atau di kendalikan secara sadar oleh orang. Apabila ada petunjuk
lain(misalnya ucapan) yang bertentangan dengan tubuh, orang akan lebih mempercayai
gerakan tubuh orang tersebut. Misalnya, seseorang ketakutan hingga tangan dan lututnya
terlihat gemetar. Saat di tanya, apakah ia takut, ia menjawab bahwa ia tidak takut. Namum,
meilhat gerakan tubuhnya itu sukar bagi kita untuk mempercayai kata - kata itu.
D. Suara
Suara yang kita keluarkan bisa memberikan pengaruh besar dalam menunjukan emosi
dan perasaan. Cara kita menggunakan bahasa ( yang tertulis maupun terucap )di sebut
dengan paralanguage. Dari suara,paralanguage bisa terlihat dari tinggi rendahnya suara
(volume suara),logat bicara, dialeg, intonasi, kualitas suara, dan kecepatan berbicara. Suara
yang keras dan tinggi bisa di persepsilkaan sebagai suara orang yang sedang marah.
Sementara suara orang yang pelan, ragu- ragu sedikit gemetar, bisa di persepsikan sebagai
suara orang yang gugup dan takut.
Suara penting dalam komunikasi karena dapat mengungkapkan keadaan emosianal
seseorang. Anak kecil pun dapat mengetahui bahwa suara yang lembut berarti kasih
sayang, suara meninggi dan keras berarti kemarahan atau suara memanjang dan kecil
berarti penyesalan.
E. Tindakan
Dalam membentuk persepsi interpersonal, manusia sering kali memfokuskan diri atau
memberi perhatian pada bagaimana cara seseorang bertindak terhadap orang lain. Ia akan
mencoba mengerti dan memahami alasan atau penyebab mengapa orang lain melakukan
suatu tindakan. Nah, proses seseorang mencari alasan atau penyebab itu di sebut sebagai
atribusi.
D. PEMBENTUKAN KESAN
Bagimanakah orang mengkombinasikan informasi untuk membuat inferensi social dan
penilaian? Para peneliti mengidentifikasikan tiga jenis proses yang terjadi ketika
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 10
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
menerapkan persepsi interpersonal. (1) pembentukan konsep social, (2) pengorganisasian
kesan, dan (3) pengolahan informasi social.
Pembentukan Konsep Sosial.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa pengalaman sosial merupaka sesuaatu yang di
bentuk oleh kita sendiri saat kita menginterprestasikan pengalaman kita dan memberikan
makna di dalamnya. Misalnya, kita terbiasa untuk membagi orang -orang yang kita temui
menjadi beberapa kelompok usia tertentu, seperti anak - anak, ramaja, orang dewasa, orang
tua.
Padahal bagaimanapun, seseorang pasti akan berinteraksi dengan segala jenis
kelompok usia, dan tidak memberikan perbedaan secara ketat menurut usianya, sehingga
bisa di katakan, pengelompokan usia yang kita lakukan itu merupakan suatu konsep di
kepala kita, yang membantu kita mengorganisasikan kehidupam sosial.
Nah,katagori - katagori atau kelompok kualitass yang membantu kita berfikir tentang
manusia sekitar kita seperti itu adalah seuatu konsep sosial. Konsep itu bisa berupa
kelompok usia, ras, gender, dan hubungan keluarga, yang nantinya membedakan kita
antara teman dan musuh, lelaki dan perempuan, dan perbedaan lainya yang menentukan
bagaimana kita akan berperilaku dan menilai orang lain.
Konsep Sosial terbentuk melalui berikut.
a. Pengalaman
Melalui pengalaman hidupnya, manusia mengembangkan cara untuk membedakan di
antara berbagai katagori manusia yang di temuinya. Beberapa pengalaman yang dialami
menjadi berbeda tergantung dari saat kita pertama kali diproses dan di terima oleh diri kita.
Hal ini terbentuk suatu katagori alami (natural caragories). Dalam persepsi seseorang,jenis
katagori ini dapat di bedakan berdasarkan tindakan yang berbeda yang di lakukan
seseorang, tanpa melihat dari mana kelompok orang itu.
Misalnya, seorang perempuan yang sedang berbicara disebuah kelas dihadapan banyak
pelajar,secara alami ini akan berbeda dengan perempuan yang sedang berlari ke taman.
Satu perempuan yang sama bisa bertindak di waktu dan tempat yang berbeda, dan sebagai
seorang pengamat, kita akan bisa membedakannya berdasarkan gerakan -gerakan yang
melakukan dan tindakannya itu.
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 11
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
Pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman kita bertambah juga
melaului rangkaian peristiwa yang pernaah kita hadapi. Inilah yang misalnya menyebabkan
seorang ibu dapat segera mengetahui ada yang tidak beres dengan anaknya dengan melihat
wajah, suara atau gerakan anaknya.
Umumnya, ibu memang lebih berpengalaman memersepsi anaknya daripada bapak.
b. Belajar
Konsep sosial juga di pelajari melalui asosiasi, peneguhan, dan pengujian hipotesis.
Seorang anak cenderung untuk memperoleh dan menggunakan konsep sosial yang sama
seperti orang tuanya karena ia belajar dari orang tuanya tentang hal - hal yang sama. Orang
dewasa biasanya akan menggunakan pengujian hipotesis dengan memperkirakan atau
menebak suatu konsep untuk mengatekorikan seseorang, dan melakukan peneguhan atau
penegasan dari perkiraan itu menurut pengalaman yang sudah di peroleh sebelumnya.
Misalnya, dosen baru anda berpakaian sedikit aneh dan tidak seperti pendidik lainya
pada umumnya. Saat itu anda akan berpikir, apakah ia tidak tahu cara berpakaian yang
benar atau memang sengaja melakukan itu untuk mengespresikan dirinya? Dugaan -
dugaan, itu akan anda tegaskan melalui pertanyaan yang anda berikan padanya atau
mungkin pada dosen anda langsung. Dari situ anda bisa memperoleh informasi yang
penting tentangnya sehingga mempengaruhi interaksi di masa mendatang denganya. Kita
belajar dari pengalaman yang sudah dialami sebelum berinteragsi dengan seseorang.
c. Bahasa
Beberapa kata bisa secara spesifik menjelaskan seseorang daripada kalau kita
menggunakan objek atau peristiwa tertentu. Kata-kata yang di gunakan untuk menjelaskan
sesuatu bisa mempengaruhi kualitas yang kita terima tentangnya. Sehingga bisa di katakan,
bahasa membentuk konsep dan juga makna atau arti katanya. Misalnya, dalam menulis
sebuah berita, surat kabar terkadang menulis perempuan berusia 19 tahun dengan kata -
kata “gadis berusia 19 tahun". Penggunaan kata kata gadis dan bukan perempuan biasa
mempengarui cara berpikir dan persepsi orang yang membacanya.
Saat konsep- konsep itu sudah mulai terbentuk maka terciptalah suar label yang
dilekatkan pada orang-orang tertentu. Ada beberapa kriteria labeling itu tercipta.
Diantaranya :
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 12
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
a. Melalui kemiripan atau kesamaan
Saat pengalaman sosial yang baru diamali memiliki kemiripan elemen dengan
pengalaman yang terdahulu,label yang sudah ada bisa muncul. Misalnya, berdasarkan
pengalaman terdahulu, kita menyimpulkan bahwa orang yang selalu membanggakan
dirinya dan tidak henti- hentinya membicarakan dirinya sendiri, kita beri label sebagai
orang yang sombong dan egois. Saat suatu waktu kita bertemu dengan orang lain yang juga
sering melakukan hal yang sama ,secara otomatis kita akan melakukan label yang sama
terhadap orang itu.
b. Motivasi
Sama seperti self- serving yang bisa menggangu persepsi seseorang, hal yang sama
juga mengakibatkan bias pada impresi terhadap seseorang. Misalnya, saat kita memperoleh
nilai jelek di satu mata kuliah, kita bisa saja menilai bahwa dosen kita adalah orang yang
tidak adil. Atau, saat tim favorit kita dikalahkan dalam satu pertandingan, kita juga akan
menilai tim lawan sebagai tim yang bermain curang.
c. Konteks
Sikap dan perilaku bisa memiliki arti yang berbeda pada konteks yang berbeda.
Misalnya, kita tersenyum saat menonton sebuah acara komedi ditelevisi. Disini makna
senyuman itu adalah karena kita merasakan ada sesuatu yang lucu dan merupakan ekspresi
perasaan. Perilaku yang sama ini akan memiliki arti yang berbeda saat kita tersenyum pada
seseorang yang lucu melainkan untuk menunjukan sikap ramah dan terbuka terhadap orang
lain. Perilaku yang sama ini, di konteks yang berbeda, menimbulkan makna yang juga
berbeda.
Pengorganisasi Kesan
Pembentukan kesan yang lain berfokus pada kuntitas dan keberagaman informasi sosial
hrus di pahami secara keseluruhan. Manusia merupakan makluk pengolah informasi dan
mengorganisasikan kesan berdasarkan proses tertentu sehingga saat kesan itu di bentuk,
ada suatu proses kognitif dalam setiap individu.
Para peneliti mengidentifikasi ada beberapa strategi yang di gunakan untuk
mengorganisasikan kesan.
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 13
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
a. Centrality
Salah satu study clasik psikologi sosial dari solomon asch menentukan beberapa sifat
pribadi mempengarui cara menginterprestasi orang lain. Misalnya, apabila seseorang
disebut memiliki sifat"hangat" dan "cerdas" maka jenis "cerdas" yang di maksud akan
berbeda jika orang tersebut diinterprestasikan "dingin" dan "cerdas". Dimensi "hangat-
dingin" menjadi pusat (central) bagi pembentukan kesan, yang nantinya akan
mempengaruhi keseluruhan penilaian kita mengenai orang lain.
Para peneliti lain menyebutkan bahwa segala carakternya (sosial atau intelektual).
Misalnya, karakter sosial-baik, seperti "hangat" memberi konteks yang penting bagi sifat
intelektual, seperti"cerdas" orang yang cerdas dan hangat berbeda berbeda dari jenis
kecerdasan lainya, jadi, karakter adalah salah satu yang memberikan konteks tambahan
untuk pembentukan kesan.
b. Primacy versus rencency
Urutan informasi yang di terima seseorang dapat mempengaruhi kesan yang terbentuk.
Sebagian besar penelitian pada persepsi seseorang dan komunikasi persuasif menyebutkan
bahwa kesan pertama meninggalkan kesan yang amat penting. Memberikan nilai lebih
pada informasi pertama yang di terima merupakan suatu primacy effect. Primacy effect
secara sederhana menunjukan bahwa kesan pertama amat menentukan.
Namun, pada beberapa situasi, informasi terakir bisa memberikan pengaruh yang tertunda
dalam pembentukan kesan. Misalnya, saat akan memasuki kelas baru, kita di beri tahu
bahwa dosen baru akaan memberikan mata kuliah itu adalah orang yang tegas, disiplin,
dan keras. Kita bisa membuktikan sendiri kebenaran cerita itu. Jika kita lebih
mengandalkan pada informasi terakir dan menganggap itu lebih berpengaruh maka hal itu
di sebut sebagai recency effect.
C. Salience
Salince merupakan hal - hal yang paling dapat di lihat atau di ketahui (noticeability),
terutama dalam konteks tertentu. Kondisi yang membentuk rangsangan sosial ini
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 14
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
diantaranya adalah adalaj kejelasan (brightness),keras tidaknya suara (noisiness), gerakan
(motion), dan kebaruan (novelty).
Misalnya, biasanya kita akan lebih mengetahui atau memperhatikan seseorang yang
berbicara dengan suara keras dalam suatu tempat yang tenang, dan lebih memperhatikan
orang yang sedang berjalan diantara sekelompok orang yang sedang duduk. Kita akan
lebih mudah mengenal atau mengetahui seorang lelaki yang sedang berada diantara
sekelompok perempuan atau sebaliknya.
Segala hal yang membuat seseorang terlihat berbeda dalam konteks sosial membuatnya
lebih dikenal atau diketahui daripada oranglain. Ia akan menarik perhatian daripada
suasana atau situasi yang ada di sekitarnya.
Proses pembentukan kesan yang terjadi dalam persepsi interpersonal yang ke tiga adalah:Pengolahan Informasi Sosial
Informasi sosial yang di peroleh seseorang memberikan dasar bagi orang tersebut
untuk bersikap dan berperilaku dalam kehidupan sosialnya penelitian menunjukan dua
proses spesifik yang di lakukan orang saat bergerak dari kesan yang diperolehnya menuju
tindakan yang dilakukannya, yakni imperssion intergration dan social judment (penilaian
sosial).
a. Impression integration
Bagaimanakah mengintegerasikan berbagai kesan dan makna yang berbeda terhadap
seseorang? Ada beberapa strategi untuk mengintegrasikan kesan – kesan itu:
1.) Evaluasi
Keputusan yang paling penting yang kita buat tentang orang lain adalah apakah kita
menyukai atau tidak menyukainya. Melalui kebaikan dan keburukan seseorang ini
berarti suatu evaluasi yang kita berikan kepada orang lain.
2.) Averaging
Saat kesan terhadap seseorang itu bercampur (misalnya ada yang kita senangi, kita
benci, ada yang kita ragukan, dan lainnya), apakah satu sama lain bisa saling mengisi?
Penelitian menyebutkan bahwa kesan yang berlawanan bisa saling bersatu melalui
proses pukul rata (process of averaging). Secara spesifik, kualitas yang berbeda pada
setiap individu tidak hanya dievaluasi (dinilai mana yang baik dan mana yang buruk,
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 15
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
positif atau negatif), tetapi juga memberi bobot (mana yang lebih penting, dan mana
yang kurang penting). Pemberian nilai dan bobot ini, lalu dikombinasikan untuk
kemudian kesan rata – rata pun dihitung.
3.) Consistency
Konsistensi berarti suatu kesan yang kita miliki tentang seseorang, menentukan kesan
lain yang kita peroleh tentang orang itu. Misalnya, apabila informasi awal yang kita
peroleh tentang seseorang kita nilai positif atau baik maka kesan berikutnya tentang
orang itu juga akan dinilai dengan baik secara konsisten. Halo effect adalah salah satu
kencenderungan prinsip konsistensi dalam pembentukan kesan.
4.) Positivity
Beberapa penilitian menunnjukan, manusia cenderung untuk melihat orang lain dalam
hal yang positif. Bias positif ini merupakan perpanjangan dari keinginan manusia untuk
memperoleh pengalaman yang selalu baik.
b. Sosial judgment
Sebelum kita bertindak, kita membuat keputusan social. Kesimpulan yang paling
penting terletak pada penilaian kita terhadap orang lain. Ada dua penerapan dari penilaian
social sebagai berikut:
1.) Personality
Seberapa baguskah seseorang menilai kepribadian orang lain?
Pertanyaan ini tidak mudah untuk dijawab karena sampai saat ini tidak ada suatu ukuran
yang jelas untuk mengukur kepribadian seseorang. Model hubungan social terhadap
persepsi kepribadian seseorang mengatakan bahwa penilaian yang kita lakukan terhadap
orang lain akan ditentukan dengan tiga hal : anda orang yang dinilai atau diukur, dan
hubungan yang terjalin antara anda berdua. Dengan demukian, tidak ada satu penilaian
yang objektif terhadap kepribadian orang lain.
2) Deception
Apakah kita langsung menerima dan mempercayai begitu saja informasi yang kita
perolehya dari dan tentang seseorang? Dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa
seseorang pengamat yang baik bisa membedakan mana informasi dari seseorang. Biasanya
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 16
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
tanda – tanda itu lebih terlihat dari gerakan tubuhnya dari pada wajahnya. Begitu juga
suara yang dikeluarkan bisa lebih menunjukan bahwa seseorang sedang berbohong.
Ini mempengaruhi kesan yang terbentuk tentang seseorang itu bisa membedakan mana
informasi yang benar dan mana informasi yang tidak benar dari seseorang. Biasanya tanda
– tanda itu lebih terlihat dari gerakkan tubuhnya dari pada wajahnya. Begitu juga juga
suara yang dikeluarkan bisa lebih menunjukan bahwa seeseorang sedang berbohong. Ini
mempengaruhi kesan yang terbentuk tentang seseorang itu.
Atribusi
Dalam penddahuluan disebutkan bahwa dalam persepsi social selain mempersepsi
keadaan dan perasaan orang lain melalui komuikasi verbal dan nonverbal yang
ditampillkan, ada yang lebih permanen dan menetap yang ada dibalik segala yang tampak
saat koomunikasi berlangsung. Hal yang terakhir ini akan dijelaskan melalui atribusi dan
teori – teori yang dikemukakan para ahli. Disamping itu, kita akan berkenalan dengan
naïve psychology yang menjelaskan atribusi internal dan atribusi eksternal.
A. PENGERTIAN ATRIBUSI
Untuk mempermudah penjelasan tentang atribusi, marilah kita simak contoh kasus
berikut:
Bayangkan diri anda suatu waktu baru saja pulang dari berbelannja kebutuhan sehari –
hari di supermarket dekat rumah. Saat itu, anda sedang berjalan sendirian menuju rumah
dengan tangan yang penuh dengan kantong belanjaan. Tiba – tiba saja dari arah
berlawanan, anda di kejutkan dengan sepeda motor yang dating dengan kecepatan tiinggi.
Sepeda motor itu semakin mendekati anda dan hamper menabrak anda. Dengan kedua
tangan yang penuh, anda tidak bias menjaga keseimbangan dan akhirnya terjatuh. Bahkan
salah satu kantong belanja anda terjatuh dan isinya berhamburan dijalan. Saat itu, secara
reflex, anda bias saja merah lalu mengjjar sepeda motor itu. Tetapi hal itu tidak mungkin
karena anda sedang berjalan kaki dan anda juga harus membereskan barang – barang
belanjaan anda. Hal yang mungkin anda lakukan adalah menggerutu. Andapun berfikir
kepanapa pengendara itu melakukan hal tersebut.
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 17
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
Setiap hari kita selalu bertemu dengan orang lain, baik yang kita kenal maupun tidak.
Ddisaat itu,, disadari atau tidak, kita memperhatikan segala tindakan yang mereka lakukan
dan setelah itu, mulai berfikir: mengapa ya? Mereka melakkukan hal itu.
Saat kita mulai melakukan penelitian dan mencoba menjelaskan perilaku seseorang
maka kita melakukan proses atribusi.. di saat itu,, kita berusaha memahami perilaku orang
yang sedang kita amati.atribusi adalah proses menyimpulka motiv, maksud, dan
karakteristik orang lain dengan melihat pada perilaku yang tampak (Baron dan Byrne,
1979). Mengapa manusia melakukan atribusi? Menurut Myers (1996) kecenderungan
memberikan atribusi disebabkan oleh kecenderungan manusia untuk menjelaskan segala
sesuatu (ada sifat ilmuan dalam manusia), temasuk apa yang ada dibalik perilaku orang
lain.
Atriibusi mengenai orang lain bisa mengacu pada atribusi tentang perilaku orang lain,
pertanyaan penting yang muncul disini adalh ; kkapa kita mengatakan bahwa tindakan
yang dilakukan seseorang benar – benar menunjukan disposisinya, sepeti kepribadian,
sikap, suasana hati, atatu kondisi internal lainnya? Sebaliknya kapankah kita mengatakan
bahwa seseorang melakukan sesuatu karena ada atribusi situasional yang
melatarbelakanginya.
Kita tahu bahwa seseorang tidak selalu mengatakan atau melakukan hal – hal yang
mereka yakini. Kadangkala kita sendiri suka mencoba tersenyum dan bertindak riang
kepada anak yang menyambut kita pulang disore hari. Padahal kita tahu bahwa saat itu kita
sedang lelah setelah bekerja seharian. Akan tetapi kitat etap mencoba untuk tersenyum dan
memberikan perhatian kepada anak kita.
Jadi bagaimana kita bias tahu saat seseorang memang benar – benar melakukan apa
yang ada dalam hatinya?
Ada prinsip – prinsip yang dapat digunakan untuk menjelaskan hal tersebut:
1. Prinsip yang menyebutkan bahwa pertama – tama kita harus tahu benar – benar bahwa
tidak ada factor eksternal dari dirinya yang membuatnya mampu melkuakn suatu
tindakan tertentu. Misalnnya dalam kasus diatas. Pastikan dengan benar bahwa tidak
ada satu pihak pun yang mengancam orang itu untuk tersenyum dan bersikap diang di
depan anak – anaknya meskipun telah lelah bekerja. Apakah benar tidak ada orang
yang memaksa untuk melakukan hal itu? Kalau memang ada, berarti tindakan yang
dilakukan itu didasarkan oleh factor eksternal. Katakanlah istri atau suaminya
memaksa untuk melakukann itu. Sebaliknya, jika tidak ada satu pun factor ekstenal
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 18
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
yang ditemukan, baru kita mencari atribusi internal di dirinya. Dari situ kita bisa
menyimpulkan berarati orang itu benar – benar menyayangi anak – anaknya atau
orangb itu memiliki prinsip bahwa keluarga adalah segala – gallanya.
2. Factor penting lain untuk melihat perilaku seseorang adalah dari harapan atau dugaan
yang kita miliki tentang perilaku orang, berdasarkan informasi yang telah kita miliki
tentang orang itu. Informasi tertentu itu bisa membuat kita lebih mengenalnya daripada
ketika kita melihatnya melakukan satu hal kita bisa saja mendengarkan seseorang
membicarakan masalah tertentu sebelumnya, atau kita mungkin pernahmendengarnya
mebicarakan masalah lain yang berhubungan dengan itu.. misalnya saja, selam ini anda
tahu benar bahwa teman anda adalah seorang pendukung gerakan persamaan
perrempuan di masyarakat. Suatu saat anda bertemu dengan orang tuanya dan makan
bersama dengann mereka. Ketika itu, anda melihat teman anda mengangguk –
anggukan kepanya saat orang tuanya mengeluarkan pernyataan yang cenderung
konservativ terhadap hal yang diyakinkan.
Sebelumnya, anda sudah memiliki atribusi tertentu dengan tentang anda sehubungan
dengan nilai yang ia yakini. Dari informasi itu, anda akan merasakan masalalu dan persepsi
(bahwa dia adlah orang yang liberal) . ketika kemmudiann ada factor eksternal, yaitu orang
tuanya, anda memperoleh informasi tetangganya yang membentuk atribusi baru
tentangnya.
Pada dasarnya Kulik (1983) menyebutkan bahwa seseorang melakukan atribusi
tentang orang lain sesuai dengan kema yang ada di dalam dirinnya. Jika seseorang
berperilaku sesui dan konsiten ddenganskema itu, kita akan percaya bahwa hal itu terjaid
karena sesuatu yang ada didalam diiriinya. Akan tetapi saat dia sikapnya berbeda, kita akan
percaya bahwa itu terjadi karena situasi yang mendukungnya.
B. NAiVE PSYCHOLOGY
Menurut Fritz Heider yang terkenal sebagaii tookoh psikologi atribusi, dasar untuk
mencari penjelasan mengenai perilaku orang adalah akal sehat. Orang tidaklah
memerlukan suatu analisis psikologi atribusi, dasar untuk mencari penjelasann mengenai
perilaku seseorang melakukan suatu hal. Secara akal sehat ada dua goolongan yang
menjelaskan suatu perilaku. Pertama,, yang berasal darii orang yang bersangkutan (atribusi
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 19
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
internal), seperti suasana hati, kepribadian, kemampuan,, koondiisi kesehatan atau
keinginan. Kedua, yang bersala dari lingkungtan atau luar dari oorang yang bersangkutan
(atribusi eksternal), seperti yang ditekankan rdari luar, ancaman, keadaan cuaca dan lain
sebagainya.
Misalnya, seseorang mendapatka IP yang jelek. Penyebabnya ddapat saja karena
mahasiswa tersebut malas, tidak pernah belajar atau bodoh, atau karena mahasiswa
tersebut sedang ada masalah dirumahnya, dan sebagainya.
Factor – factor internal atau eksternal menjadi penyebab perilaku orang juga dapat
dilihat dari dimensii apakah factor tersebut stabil atau tidak stabil. Misalnya, tingkat
intelegensi seseorang adalah factor internal yang stabil, sementara suasana hatinya adalah
berasala dari factor internal.
Penilaian tentang apakah factor tersebut tetap atau tidak tetap akan mempengaruhi
persepsi kita terhadap orang lain. Misalnya, jika teman adalah seorang pemarah, kita akan
menilai hal itu disebabkann ioleh factor internal yang tetap (karena ia memang sering
marah). Akan tetapi seseorang teman lain yang terkenal periang suatu hari kita temukan
sedang marah – marah.. pada saat itu tentu kita menilai bahwapastilah ada sesuatu yang
membuatnya marah.
Dimensi lain untuk melihat penyebab perilaku orang adalah apakah factor tersebut
dapat dikendalikan atau tidak dapat dikendalikan. Perilaku seseoranng kita pahami sebagai
sesuatu yang bisa dikendalikan atau sebaliknya, tidak bisa dikendalikan. Keduanya bisa
muncul bersamaan dengan unsure dimensi yang lain. Misalnya upaya seorang pelajar
dalam memperoleh nilai tebaik saat ujian. Hal itu merupakan factor internal yang tidak
stabil, tetapi bisa dikendalikan. Sesuatu upaya bisa dimilki seseorang, tetapi juagb tidak
bisa dimilki. Apakah siswa itu mau belajar atau tidak adalah sepenuhnya yang dapat
dikendalikannya.
Dimensi lain untuk menilai perilaku seseorang adalah apakah efek ffaktor tersebut
bersifat spesifik atau umum (global). Misalnya, anda tidak biisa mengerjakan soal ujuian
dengan baik karena melam sebelumnyu anda tidak dapat istirahat atau tidur. Sementara di
pihak lain, soal yang anda hadapi tidak bisa dipahami dengan baik. Disini factor kurang
tidur merupakan efek yang bisa diphami dengan baik. disini, factor kurang tidur
merupakan efek yang spesifik sementara tingkat pemahaman soal – soal ujian merupakan
factor global.
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 20
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
C. TEORI – TEORI ATRRIBUSI
Berikut anda akan pelajari ndua teori atribusi yang penting untuk anda ketahui.
1. Correspondent infrence theory (teori penyimpulan terkait)
Teori ini difokuskan pada orang yang dipersepsikan. Teori ini sendiri deikmebangkan
oleh Edwards E. Jones dan Keith Davis (1965). Mereka mengatakan bahwa dalam
menjelaskan suatu kejadian tertentu, kita akan mengacu pada tujuan atau keinginan
seseorang sesuai dengan sikap dan perilakunya. Saan ingin memahami perilaku seseorang
dengan informasi yang terbatas (seseorang yang tidak atau kurang kita kenal), kita akan
menyimpulkan dari hal yang sesuai dengan apa yang kita lihat acuan.
Menurut teori ini, perilaku merupakan sumber informasi yang kaya. Dengan demikian,
apabila kita mengamati perilaku orang lain dengan cermat, kita dapat mengambil beberapa
kesimpulan. Misalnya seorang pemuda yang sangat sering mengirim sms ke teman
gadisnya dapat dikatakan menaruh perhatian istimewa kepada sang gadis. Orang yang
sedang berwajah murung kuta anggap ia sedang bersedih,dan sebagainya.
Teori ini selanjutnya menjelaskan, atribusi itu dilihat sebagai suatu hal yang stabil dan
merupakan disposisi internal. Misalnya, saat akan menuju kesuatu tempat, anda melihat
seorang pria dan wanita bertengkar hebat dan saling beradu argumen. Anda
memperhatikan bahwa seorang pria ini menaikan nada bicaranya dan wanita itu menangis.
Tentu anda befikir mengapa mereka berdua sampai melakukan itu? Jika anda melakukan
hal sesuai teori ini, anda menyimpulkan bahwa seorang pria itu berkeinginan untuk
membuat san wanita menangis dan dia mengekspresikan marahnya untuk mengendalikan
pasangannya. Anda akan menyimpulkan bahwa pria itu memiliki sifat emosional dan
pemarah. Ia buka pria yang biasa saat itu anda lihat sedang marah – marah. Tindakan yang
agresif merupakan suatu acuan yang sesuai dengan pemikiran kita bahwa ia memang orang
yang agresif.
2. Casual analysis theory (Teori Analisis Kasual)
Teori ini merupakan teori atribusi yang lebih terkenal. Dasarnya adalah tetap
commonsense (akal sehat) dan berfokus pada atribusi internal dan eksternal. Teori ini
dikembangkan oleh Harold H. Kelley.
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 21
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
Menurut Kelley, parapengamat perilaku orang lain bertindak seperti ilmuwan yang
naif, mengumpulkan berbagai informasi tentang perilaku dan menganalisis polanya
seupaya bisa dimengerti. Dengan kesimpulan yang diperoleh, pengamat menentukan
atribusi apa yang harus dilakukan. Tidak seperti teori sebelumnya, dalam teori ini, suatu
perilaku orang bisa menimbulkan perilaku lain sebagai sebab – akibatnya.
Menurut teori ini, ada beberapa hal yang membuat seseorang mencari penyebab
terjadinya sesuatu; Diantaranya:
a. Kejadian yang tidak terduga
Stimuli yang sering terjadi adalah kejadian – kejadian tidak terduga yang dialami
manusia setiap hari. Misalnya, rencana liburan bersama keluarga yang sudah dipersiapkan
jauh hari sebelumnya tetapi tiba – tiba harus dibatalkan karena alasan tertentu. Disitu ada
konsekuensi yang tidak terduga dan tidak bisa dijelaskan. Setelah itu, kita akan mencoba
mencari tahu alasan mengapa hal itu bisa terjadi. Saat kita mencari arti dari kejadian itu,
ddan mengeluarka perannya “mengapa?” , dan disitu kita melakukan suatu analisis kasual.
b. Kejadian negatif
Bahkan suatu kejadian tidak bisa kita duag sebelumnya dan sangat tidak
mnyenangkan, kita pasti akan berusaha untuk mencari alasan terjadinya hal tersebut. Hal
ini berhubungan dengan motivasi hedonik, yaitu suatu keinginan untuk menghindari rasa
sakit dan menciptakan kepastian dalam diri. Kalau kita bisa memahami dengan baik apa
yang menyebabkan kegagalan dan hala yang mngecewakan itu, kita pasti akan berusaha
untuk mencegahnya. Kejadian negatif yang menimpa diri kita membuat kita untuk
mencari penyebabnya untuk kemudian mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
c. Kejadian eksteem
Hal paling nyata dan jelas yang sering kita tanyakan dalam hidup adalah saat ada
sesuatu yang ekstreem terjadi pada diri kita. Kita akan lebih sering menanyakan “mengapa
ini terjadi?” saat ada kejadian, seperti tekena bencana alam, kecelakaan, mengidap
penyakit yang berbahaya, atau mungkin menjadi korban kejahatan. Dalam beberapa hal,
proses mencari sebab itu merupakan bagian dari tahap penyembuha dan pemulihan diri.
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 22
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
d. Sikap ketergantungan
Tidak semua yang dilakukan orang membuat kita tertarik untuk mencari alasan
mengapa hal itu dilakukan. Kita akan lebih tertarik untuk mencari alasan dari tindakan
orang yang memiliki pengaruh dalam kehidupan kita. Begitu besar pengaruh mereka,
samapai – sampai kita tergantung pada segala hal yang mereka lakukan. Anak – anak akan
memberi perhatian dan lebih memikirkan mengapa orang tua mereka melakukan perilaku
tertentu. Hal ini dikarenakan orang tua memiliki pengaruh besar dalam kehidupan
seorang anak dan anak itu sanagat tergantung padanya. Sama seperti seorang pelajar yang
berusaha mencari tahu apa yang diprioritaskan gurunya.
e. Mempertahankan skemata
Skemata merupakan serangkaian ide tantang pengalaman dan kejadian – kejadian.
Saat kita menemukan informasi baru yang mengganggu skemata kita, kita akan berusaha
keras untuk menganalisis dan memahaminya, kita biasanya akan berusaha untuk
menyesuaikan informasi baru itu denga skemata sebelumnya yang duah ada dan cenderung
untuk tidak mengubah skema itu.
Misalnya, selam ini anda memiliki kesan yang baik dengan teman satu kelas anda,
katakanlah si B bahwa dia adalah orang yan jujur, baik hati, ramah, dan mau menolong
siapa saja. Samapai suatu hari , anda bertemu teman baik anda yang mengatakan si B
tidaklah seperti yang dikeenal selam ini. Teman anda ini ternyata memiliki pengalam
buruk dengan B. Gambaran yang diberikannya tentan B merusak skema yang anda miliki
sebelumnya. Tentu hal ini meresahkan anda karena penilaian anda bisa saja salah. Di satu
sisi, anda juga akan berusaha mempertahankan skema yang telah dimiliki. Salah satunya
dengan menduga bahwa teman teman anda baru saja mengenal B dan baru satu kali
mengalami kejadian yang tidak menyenangkan dengan B atau bertemu dengan B saat
kondisi yang kurang enak. Anda akan cenderung untuk mempertahankan skema
sebelumnya dengan berbagai cara.
Teori Analisis Kasual menyebutkan ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk
menetapkan apakah suatu perilaku beratribusi internal atau eksternal.
a. Kosensus
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 23
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
Apakah susatu perilaku cenderung dilakukan oleh semua orang pada situasi yang
sama? Makin banyak yang melakukannnya, makin tinggi kosensus; makin sedkit yang
melakukannya, makin rendah kosensus
b. Konsistensi
Apakah perilaku yang bersangkutan cenderung melakukan perilaku yang sama dimasa
lalu dalam kondisi yang sama? Jika iya, berarti konsistensinya tinggi; jika tidak maka
konsistensinya rendah.
c. Distingsi dan kekhasan
Apakah pelaku yang bersangkutan cenderung melakukan perilaku yang sama di masa
lalu dan situasi yang berbeda – eda? Kalu iya, maka distingsinya tinggi; kalau tidak, naka
distingsinya rendah.
Meurut Kelley, bila ketiga hal tersebut tinggi maka orang akan melakukan atribusi
kausalitas tinggi. Misalnya, ibu marah kepada tukan sayur keliling, begitu pula ibu – ibu
lain di kompleks (berarti kosensus tinggi); ibu juga pernah bertengkar dengan pedagan
sayur itu sebelumnya (konsistensi tinggi); ibu tidak pernah bertengkar dengan pedagan
sayur lain (kekhasan tinggi). Maka kita akan menyimpulkan bahwa ibu marah karena ulah
si tukang sayur (eksternal), bukan karena watak ibu (internal).
D. BIAS – BIAS DALAM ATRIBUSI (ATTRUTIONAL BIASES)
Dalam menganalisis suatu perilaku tertentu, kita tentunya menemukan beberapa
bias atau kesalahan sebagai bentuk lain dari kognisi social. Ada dua jenis bias dalam
atribusi:
1. Bias Kognitif (Cognitive Biases)
Disini disebutkan bahwa atribusi merupakan suatu proses yang rasional dan logis.
Teori atribusi menjelaskan bahwa manusia mengolah informasi dengan cara yang rasional
sehingga bisa memperoleh informasi yang benar – benar ojektif dan kesimpulan yang
diambil juga objektif. Meskipun begitu para peneliti mengungkapkan bahwa pada dasarnya
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 24
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
manusia adalah makhluk yang jarang menggunakan logikannya. Ada beberapa aspek yang
perlu diperhatikan dalam bias kognitif ini.
a. Salience
Hal ini membuat kita melihat stimuli sebagai hal yang paling berpengaruh dalam
membentuk persepsi. Sesuatu yang bergerak, berwarna atau baru atau apapun yang sering
bergerak akan mendapatkan perhatian yang lebih dari pada yang diam atau stabil.
Sesweorang yang berpakaian berwarna merah akan lebih menonjol dan menarik perhatian
diantara orang – orang yang berpakain hitam. Dengan demikian, segala yang bersifat
menonjol (salience) akan dianggap sebagai penyebab dominan.
b. Memberikan atribusi lebih pada disposisi (overattributing to dispositions)
Salah satu konsekuensi dari bias ini adalh kita lebih sering menjelaskan perilaku
seseorang melalui disposisinya. Disposisi itu kemudian dianggap sebagai kepribadian dan
perilakunya secara umum, sementara situasi disekitarnya tidak bisa kita perhatikan.
Misalnya, saat kita hendak mencari informasi dari bagian administrasi suatu
perusahaan, petugas yang melayani kita disana bertindak tidak sopan. Berbicar ketus dan
acuh tak acuh. Dari situ kita menyimpulkan bahwa orang itu adalah orang yang dingin dan
tidak ramah terhadap orang lain. Kita akan cenderung mengacuhkan bahwa sebelumnya
petugas itu sudah terlalu lelah melayani orang. Mungkin memanng situasi kerja yang
membuatnya bersikap tidak ramah, dan bukan kepribadiannya yang sesungguhnya.
Memberikan atribusi lebih lebih pada diposisi dan tidak menghiraukan situasi yang ada
merupakan hal yang biasa terjadi yang disebut sebagai kesalahan atribusi yang mendasar
(the fundamental attribution eror).
c. Pelaku vs Pengamat
Salah saut hal yang menarik dalam kesalahan atribusi yang mendasar adalahhal itu
biasanya terletak pada pengamat dan bukan pelakunya. Para pelaku biasanya justru sering
terlalu menekankan pada peran factor eksternal.
Misalnya, sudah biasa bagi bagi para orang tua untuk menetapkan peraturan tertentu
yang ketat kepada anak – anak remajanya. Mereka hanya boleh berjalan – jalan ketempat
rekreasi atau ke mall di akhir pecan, mereka sudah harus berada dirumah pada jam – jam
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 25
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
tertentu, mereka hanya boleh menonton televise setelah mengerjakan PR, dan sebagainya.
Bagaimana sebenarnya peraturan – peraturan ini diartikan?
Anak – anak, dalam hal ini, berlaku sebagai pengamat, sering melihat peraturan itu
sebagai diposisi. Mereka menganggap orang tua adalah orang yang kejam, otoriter, tidak
mau mengerti, kuno, konservativ, tua, dan seterusnya. Sementara itu para actor, yaitu orang
tua biasanya akan menjelaskan perilaku mereka dari sisi situasionalnya. Mereka hanya
berusaha melakukan hal yang terbaik untuk anak – anak, hanya menjalankan peran sebagai
orang tua, atau hanya sekedar member respons terhadapsikap anak yang selalu melawan
dan tidak bertanggung jawab.
Bagaimana kemudian anak – anak berulang kali melanggar peraturan – peraturan itu?
Bagaimana keduanya mengimpretasikan keadaan?
Pengamat, kali ini adalah pihak orang tua, mengartikan dari segi disposisinya. Mereka
melihat anak – anak adalah orang yang selalu memberontak, nakal, tidak bisa bertanggung
jawab, dan seterusnya. Sementara pelaku, yaitu anak – anak, mengimpretasikan perilaku
mereka sebagai suatu hal yang disebabkan oleh situasi. Pesta ulang tahun yang mereka
datangi amatlah menyenangkan sehingga mereka terlambat pulang, peraturan orang tua
terlalu ketat, orang tua tidak bisa mengerti mereka.
Pendeknya, pihak pengamat akan terus memperhatikan aspek disposisi sebagai
penyebab suatu kejadian, sementara para pelaku akan memperhatikan aspek
situasionalnya.
2. Bias Motivasi (Motivational Biases)
Bias ini muncul dari usaha yang dilakukan manusia untuk memenuhi kepentingan dan
motivasi mereka. Seperti dijelaskan sebelumnya, bias kognitif timbul dari anggapan bahwa
seolah – olah manusia hanya memiliki satu kebutuhan, yaitu kebutuhan untuk memperoleh
pemahaman yang jelas dan menyeluruh tentang lingkungannya. Sementara dalam
kenyataannya, manusia memiliki kebutuhan lain, seperti kasih saying, percaya diri, harga
diri, kebutuhan materi, yang sering kali tidak diindahkan. Padahal kebutuhan – kebutuhan
tersebut ternyata juga memiliki peran yang penting dalam menimbulkan kesalahan atribusi.
Bias motivasi yang paling sering muncul adalh apa yang disebut pengutamaan diri
sendiri (self-serving biases). Istilah ini sendiri menjelaskan atribusi yang menekankan pada
ego atau memprtahankan percaya diri sendiri. Setiap orang cenderung untuk mebenarkan
diri dan menyalahkan orang lain.
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 26
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
Contoh yang paling gampang munkin saat kita mengatribusikan kesuksesan karena
penyebab – penyebab internal, seperti kemampuan diri, kerja keras atau nilai positif
lainnya secara umum. Kita juga akan cenderung untuk menyalahkan kegagalan yang kita
alami pada factor – factor eksternal seprti sedang tidak beruntung, kondisi politik, cuaca
yang buruk, dan seterusnya.
Misalnya saat kita memperoleh nilai A dan B 4 mata kuliah di semester lalu, kita akan
beranggapan bahwa hal itu memang disebabkan karena kita mampu dan berusaha keras
memperolehnya. Sementara saat anda meneybut factor eksternal seperti soal ujuan yang
susah, sedang tiadka beruntungatau tugas yang terlalu sulit untuk dikerjakan.
Jadi, memang kesuksesan dalam diri akan menunjuk pada factor internal kita,
sementara kegagalan akan disebabkan pada factor eksternal.
E. ATRIBUSI TENTANG DIRI (SELF)
Banyak pembahasan mengenai atribusi adalah atribusi tentang orang lain. Padahal,
manusia juga melakukan atribusi terhadap diri sendiri.
Salah satu hal yang menarik dalam teori atribusi adalah orang memiliki persepsi
berdasarkan kondisi internalnya sendiri, sama seperti saat mereka memiliki persepsi
tentang kondisi orang lain. Sama seperti atribusi tentang orang lain, dalam atribusi tentang
diri sendiri kita juga mencari sebab – akibat suatu tindakan yang kita lakukan.
Hal ini tentunya juga berhubungan dengan atribusi disposisi dan situasional yang ada.
Saat kita bisa mengenal dan memahami dengan baik factor – factor ekstenal yang
mendorong kita melkukan suatu hal, kita bisa dengan mudah menyebutnya sebagai
tindakan yang didasarkan pada atribusi eksternal atau situasional. Sebaliknya, saat factor
eksternal itu tidak ada, berarti atribusi disposisi (internal) bisa lebih menjelaskan perilaku
kita.
Pendekatan ini memberikan pemahaman tentang persepsi diri mengenai sikap,
motivasi, dan emosi.
1. Sikap
Telah banyak penelitian yang menunjukan bahwa seseorang memiliki sikap sendiri
melalui introspeksi, dengan melihat kembali berbagai pemikiran dan perasaannya secara
sadar. Padahal, manusia memperoleh informasi yang amat minim dan ambigu tentang
kondisi internalnya (dalam diri), sama seperti saat kita berusaha memperoleh informasi
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 27
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
tentang diri orang lain. Oleh karenanya, yang dilakukan manusia adalah mencoba menilai
sikap diri kita sendiri dengan mengamati perilaku yang kita tampilkan.
Ketika kita mengamati perilaku kita dalam situasi dimana tidak ada tekanan eksternal
yang kuat, kita berasumsi bahwa ekspresi kita merupakan sikap diri kita yang sebenarnya
dan kita membuat atribusi internal. Sebaliknya, saat terdapat tekanan eksternal yang kuat
bagi kita untuk melakukan sesuatu, skiap kita lebih disebabkan oleh factor eksternal.
Misalnya, ketika anda ditunjuk menjadi ketua dalm suatu kegiatan, mau tidak mau anda
berperan dan menjalankan tugas sebagai ketua. Ini artinya, anda bersikap demikian karena
factor eksternal. Sebaliknya, jika adnda tidak terpilih sebagai ketua, tetapi tetap bekerja
keras untuk kegiatan itu dan menunjukan tanggung jawab yang besar, mak itu lebih
disebabkan oleh factor internal dalam diri anda.
2. Motivasi
Dalam elemen ini, manusia cenderung mau melakukan sesuatu untuk ganjaran atau
imbalan yang tinggi. Ini berarti manusia memiliki atribusi eksternal dalam melakukan
suatu hal “saya mau melakukannya karena saya dibayar tinggi untuk itu” sementara
melakukan hal yang sama dengan imbalan yang sedikit atau lebih rendah akan membuat
manusia memiliki atribusi internal.
Hal tersebut mengarah pada dugaan bahwa imbalan atau ganjaran yang minim
membuat kepentingan interistik seseorang (untuk melakukan sesuatu) semakin besar
karena ida bertindak berdasarkan interinsik dan bukannya kepentingan interistik.
3. Emosi
Para penelitimengatakan bahwa pada dasarnya manusia mengenal apa yang didasarkan
dengan cara mempertimbangkan atau memahami keadaan psikologi, mental, dan berbagai
dorongan eksternal yang menyebabkan ha itu terjadi. Stanly Schacter (1962) pernah
melakukan penelitian tentang persepsi diri dengan pendekatan emosiaonal. Ia mengatakan
bahwa persepsi dari emosi kita tergantung dari (1) derajat rangsangan psikologis kita yang
kita alami, dan (2) label kognitif yang kita gunakan, seperti “marah” atau “senang”. Untuk
sampai pada lebel – lebel itu, kita tentunya memperhatikan lagi perilaku diri sendiri dari
situasi yang sedang dihadapi.
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 28
Persepsi ttg Orang dan Atribusi
Saat sedang menonton acara komedi di TV, secara psikologis kita terdorong untuk
tertawa; maka kita bisa menyebut diri kita sedang senang atau bahagia. Dalam kasus
tertentu, perilaku interpretasi kita terhadap situasi smembuat kita memberikan lebel
kognitif tertentu sehingga kita bisa menginterpretasikan pengalaman internal diri kita
sendiri. Akan tetapi, harus tetap diingat bahwa sudut pandang ini sekali lagi menekankan
adanya ambiguitas keadaan internal seseorang sehingga akibatnya persepsi diri amat
tergantung dari kondisi lingkungan dan persepsi tentang perilaku diri kita sendiri.
yang kita hadapi
Psikologi Komunikasi , Nina M. Armando, penerbit UT Page 29