pedomam keswa_lansia

23
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan telah memiliki dua buah buku yang berkaitan dengan Usia Lanjut, sebagai pegangan/pedoman bagi petugas kesehatan. Dalam buku I yang memuat tentang kebijakan program, ditekankan bahwa usia lanjut merupakan figur tersendiri dalam kaitannya dengan sosial budaya bangsa, sedang dalam kehidupan nasional usia lanjut merupakan sumber daya yang bemilai, sesuai dengan pengetahuan, pengalaman hidup dan kearifannya yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu kehidupan masyarakat. Dalam buku II yang memuat tentang materi pembinaan, termasuk di dalamnya perihal masalah kesehatan fisik, sedikit mengenai kesehatan jiwa, gizi, kesegaran jasmani, keperawatan dan rehabilitasi serta pengobatan tradisional. Masalah kesehatan jiwa usia lanjut telah diuraikan, namun dirasakan kurang lengkap, untuk itulah Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat menyusun buku pedoman ini guna melengkapi kedua buku tersebut dengan judul "Pedoman Pembinaan Kesehatan Jiwa Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan". a. Antisipasi Peningkatan yang Pesat Jumlah Usia Lanjut. Menurut perkiraan dari United State Bureau of Census 1993, populasi usia lanjut di Indonesia diproyeksikan antara tahun 1990-2023 akan naik 414%, suatu angka tertinggi di seluruh dunia. dan pada tahun 2020 Indonesia akan merupakan urutan ke 4 jumlah usia lanjut paling banyak sesudah Cina, India dan Amerika Serikat. Meningkatnya populasi usia lanjut menyebabkan kita perlu mengantisipasi meningkatnya jumlah pasien usia lanjut yang memerlukan bantuan dan perawatan medis. Dengan bertambahnya usia tidak dapat dihindari penurunan kondisi fisik, baik berupa berkurangnya kekuatan fisik yang menyebabkan individu menjadi cepat lelah maupun menurunnya kecepatan reaksi yang menyebabkan gerak-geriknya menjadi lamban. Selain itu timbulnya penyakit yang biasanya juga tidak hanya satu macam tetapi multipel, menyebabkan usia lanjut memerlukan bantuan, perawatan dan obat-obatan untuk proses penyembuhan atau sekedar mempertahankan agar penyakitnya tidak bertambah parah. Dalam rangka melayani pasien usia lanjut dengan kondisi yang diuraikan di atas, peran petugas kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan yang melibatkan empati petugas tidak jarang menjadi lebih besar sumbangannya dalam proses penyembuhan pasien usia lanjut, ketimbang sekedar mengandalkan bantuan medis saja. Untuk dapat membantu mencapai tujuan Pemerintah dalam mengupayakan kehidupan usia lanjut yang sehat, bahagia dan mandiri selama mungkin, diperlukan peranan yang lebih besar dari petugas kesehatan. Selain upaya kuratif dan rehabilitatif, upaya promosi dan prevensi saat ini juga merupakan bagian dari pekerjaan petugas kesehatan, khususnya ditujukan pada individu yang berada pada usia pertengahan (middle adult) agar mereka kelak mampu menjalani masa usia lanjut dengan sehat, bahagia dan mandiri selama mungkin. b. Pengaruh Sosial Budaya Sikap budaya terhadap warga usia lanjut mempunyai implikasi yang dalam terhadap kesejahteraan fisik maupun mental mereka. Pada masyarakat tradisional warga usia lanjut ditempatkan pada kedudukan yang terhormat, sebagai Pinisepuh atau Ketua Adat dengan tugas sosial tertentu sesuai adat istiadatnya, sehingga warga usia lanjut dalam masyarakat ini masih terus memperlihatkan perhatian dan partisipasinya dalam masalah-masalah kemasyarakatan. Hal ini secara tidak langsung berpengurah kondusif bagi pemeliharaan kesehatan fisik maupun mental mereka. Sebaliknya struktur kehidupan masyarakat modern sulit memberikan peran fungsional pada warga usia lanjut,

Upload: bella-dinaa

Post on 26-Nov-2015

9 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • BAB I

    PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

    Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan telah memiliki dua buah buku yang berkaitan dengan Usia Lanjut, sebagai pegangan/pedoman bagi petugas kesehatan. Dalam buku I yang memuat tentang kebijakan program, ditekankan bahwa usia lanjut merupakan figur tersendiri dalam kaitannya dengan sosial budaya bangsa, sedang dalam kehidupan nasional usia lanjut merupakan sumber daya yang bemilai, sesuai dengan pengetahuan, pengalaman hidup dan kearifannya yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu kehidupan masyarakat. Dalam buku II yang memuat tentang materi pembinaan, termasuk di dalamnya perihal masalah kesehatan fisik, sedikit mengenai kesehatan jiwa, gizi, kesegaran jasmani, keperawatan dan rehabilitasi serta pengobatan tradisional. Masalah kesehatan jiwa usia lanjut telah diuraikan, namun dirasakan kurang lengkap, untuk itulah Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat menyusun buku pedoman ini guna melengkapi kedua buku tersebut dengan judul "Pedoman Pembinaan Kesehatan Jiwa Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan".

    a. Antisipasi Peningkatan yang Pesat Jumlah Usia Lanjut.

    Menurut perkiraan dari United State Bureau of Census 1993, populasi usia lanjut di Indonesia diproyeksikan antara tahun 1990-2023 akan naik 414%, suatu angka tertinggi di seluruh dunia. dan pada tahun 2020 Indonesia akan merupakan urutan ke 4 jumlah usia lanjut paling banyak sesudah Cina, India dan Amerika Serikat. Meningkatnya populasi usia lanjut menyebabkan kita perlu mengantisipasi meningkatnya jumlah pasien usia lanjut yang memerlukan bantuan dan perawatan medis. Dengan bertambahnya usia tidak dapat dihindari penurunan kondisi fisik, baik berupa berkurangnya kekuatan fisik yang menyebabkan individu menjadi cepat lelah maupun menurunnya kecepatan reaksi yang menyebabkan gerak-geriknya menjadi lamban. Selain itu timbulnya penyakit yang biasanya juga tidak hanya satu macam tetapi multipel, menyebabkan usia lanjut memerlukan bantuan, perawatan dan obat-obatan untuk proses penyembuhan atau sekedar mempertahankan agar penyakitnya tidak bertambah parah. Dalam rangka melayani pasien usia lanjut dengan kondisi yang diuraikan di atas, peran petugas kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan yang melibatkan empati petugas tidak jarang menjadi lebih besar sumbangannya dalam proses penyembuhan pasien usia lanjut, ketimbang sekedar mengandalkan bantuan medis saja. Untuk dapat membantu mencapai tujuan Pemerintah dalam mengupayakan kehidupan usia lanjut yang sehat, bahagia dan mandiri selama mungkin, diperlukan peranan yang lebih besar dari petugas kesehatan. Selain upaya kuratif dan rehabilitatif, upaya promosi dan prevensi saat ini juga merupakan bagian dari pekerjaan petugas kesehatan, khususnya ditujukan pada individu yang berada pada usia pertengahan (middle adult) agar mereka kelak mampu menjalani masa usia lanjut dengan sehat, bahagia dan mandiri selama mungkin.

    b. Pengaruh Sosial Budaya

    Sikap budaya terhadap warga usia lanjut mempunyai implikasi yang dalam terhadap kesejahteraan fisik maupun mental mereka. Pada masyarakat tradisional warga usia lanjut ditempatkan pada kedudukan yang terhormat, sebagai Pinisepuh atau Ketua Adat dengan tugas sosial tertentu sesuai adat istiadatnya, sehingga warga usia lanjut dalam masyarakat ini masih terus memperlihatkan perhatian dan partisipasinya dalam masalah-masalah kemasyarakatan. Hal ini secara tidak langsung berpengurah kondusif bagi pemeliharaan kesehatan fisik maupun mental mereka. Sebaliknya struktur kehidupan masyarakat modern sulit memberikan peran fungsional pada warga usia lanjut,

  • posisi mereka bergeser kepada sekedar peran formal, kehilangan pengakuan akan kapasitas dan kemandiriannya. Keadaan ini menyebabkan warga usia lanjut dalam masyarakat.modern menjadi lebih rentan terhadap tema-tema kehilangan dalam perjalanan hidupnya. Era globalisasi membawa konsekuensi pergeseran budaya yang cepat dan terus-menerus, membuat nilai-nilai tradisional sulit beradaptasi. Warga usia lanjut yang hidup pada masa sekarang, seolah-olah dituntut untuk mampu hidup dalam dua dunia yakni : kebudayaan masa lalu yang telah membentuk sebagian aspek dari kepribadian dan kekinian yang menuntut adaptasi perilaku. Keadaan ini merupakan ancaman bagi integritas egonya, dan potensial mencetuskan berbagai masalah kejiwaan.

    2. Ruang Lingkup Permasalahan

    a. Kesehatan.

    Pada umumnya disepakati bahwa kebugaran dan kesehatan mulai menurun pada usia setengah baya. Penyakit-penyakit degeneratif mulai menampakkan diri pada usia ini. Namun demikian kenyataan menunjukkan bahwa kebugaran dan kesehatan pada usia lanjut sangat bervariasi. Statistik menunjukkan bahwa usia lanjut yang sakit-sakitan hanyalah sekitar 15-25%, makin tua tentu presentase ini semakin besar. Demikian pula usia lanjut yang tidak lagi dapat melakukan "aktivitas sehari-hari" (Activities of Daily Living) hanya 5-15%, tergantung dari umur. Di samping faktor keturunan dan lingkungan, nampaknya perilaku (hidup sehat) mempunyai peran yang cukup besar. Perilaku hidup sehat harus dilakukan sebelum usia lanjut (bahkan jauh-jauh sebelumnya). Perilaku hidup sehat, terutama adalah perilaku individu, dilandasi oleh kesadaran, keimanan dan pengetahuan. Menjadi tua secara sehat (normal ageing, healthy ageing) bukanlah satu kemustahilan, tapi sesuatu yang bisa diusahakan dan diperjuangkan. Seyogyanya dianut paradigma, mencegah dan mengendalikan faktor-faktor risiko sebaik mungkin, kemudian menunda kesakitan dan cacat selama mungkin.

    b. Sosial.

    Secara sosial seseorang yang memasuki usia lanjut juga akan mengalami perubahan-perubahan. Perubahan ini akan lebih terasa bagi seseorang yang menduduki jabatan atau pekerjaan formal. la akan merasa kehilangan semua perlakuan yang selama ini didapatkannya seperti dihormati, diperhatikan dan diperlukan. Bagi orang-orang yang tidak mempunyai waktu atau tidak merasa perlu untuk bergaul di luar lingkungan pekerjaannya, perasaan kehilangan ini akan berdampak pada semangatnya, suasana hatinya dan kesehatannya. Di dalam keluarga, peranannya-pun mulai bergeser. Anak-anak sudah "jadi orang", mungkin sudah punya rumah sendiri, tempat tinggalnya mungkin jauh. Rumah jadi sepi, orangtua seperti tidak punya peran apa-apa lagi.

    c. Ekonomi.

    Memasuki usia lanjut mungkin sekali akan berdampak kepada penghasilan. Bagi mereka yang menduduki jabatan formal, pegawai negeri atau ABRI, pensiun menyebabkan penghasilan berkurang dan hilangnya fasilitas dan kemudahan-kemudahan. Bagi para profesional, pensiun umumnya tidak terlalu menjadi masalah karena masih tetap dapat berkarya setelah pensiun. Namun bagi "non profesional" pensiun dapat menimbulkan goncangan ekonomi. Oleh karena itu, pensiun seyogyanya dihadapi dengan persiapan-persiapan untuk alih profesi dengan latihan-latihan keterampilan dan menambah ilmu, baik dengan pengembangan hobi maupun pendidikan formal. Bagi mereka yang mencari nafkah melalui sektor nonformal, seperti petani, pedagang dan sebagainya, memasuki usia lanjut umumnya tidak akan banyak berdampak pada penghasilannya, sejauh kebugarannya tidak terlalu cepat mengalami kemunduran dan kesehatannya tidak terganggu. Terganggunya kesehatan berdampak seperti pisau bermata dua. Pada sisi yang satu menjadi kendala:Untuk mencari nafkah, pada sisi lain menambah beban pengeluaran. Oleh karena itu, jaminan hari tua, asuransi kesehatan, tabungan, dan sebagainya akan sangat membantu pada kondisi ini.

    d. Psikologi.

  • Masalah-masalah kesehatan, sosial dan ekonomi, sendiri-sendiri atau bersama-sama secara kumulatif dapat berdampak negatif secara psikologis. Hal-hal tersebut dapat menjadi stresor, yang kalau tidak dicerna dengan baik akan menimbulkan masalah atau menimbulkan stres dalam berbagai manifestasinya. Sikap mental seseorang sendiri dapat menimbulkan masalah. Usia kronologis memang tidak dapat dicegah, namun penuaan secara biologis dapat diperlambat. Rambut yang memutih, kulit yang mulai keriput, langkah yang tidak lincah lagi dan sebagainya, harus diterima dengan ikhlas. Namun janganlah penuaan secara psikologis terjadi lebih cepat daripada usia kronologis. Untuk itu diperlukan sikap mental yang positif terhadap proses penuaan. Menua tidak harus sakit-sakitan, juga tidak harus loyo dan jompo. Kehidupan spiritual mempunyai peran yang sangat penting. Seseorang yang mensyukuri nikmat umurnya, tentu akan memelihara umurnya dan mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat, seperti kata sebuah hadis : "sebaik-baik manusia adalah yang umurnya panjang dan baik amal perbuatannya". Kalau mensyukuri nikmat sehat, maka akan memelihara kesehatan kita sebaik-baiknya. Kalau silaturachmi itu memperpanjang umur, kita sebaiknya memelihara kehidupan sosial selama mungkin.

    3. Maksud dan tujuan

    a. Umum

    Terselenggaranya pelayanan kesehatan usia lanjut yang holistik dengan pendekatan bio-psiko-sosial budaya.

    b. Khusus Petugas kesehatan mampu untuk mendeteksi sedini mungkin gangguan kesehatan jiwa pada usia

    lanjut. Petugas kesehatan mampu untuk melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa bagi usia lanjut dengan

    mengikutsertakan keluarga dan masyarakat.

  • BAB II

    BATASAN DAN PEMAHAMAN

    1. Pendekatan Holistik

    Pendekatan holistik, adalah pendekatan "secara utuh" bio-psiko-sosial ekonomi dan spiritual, terhadap kehidupan, dengan mengingat bahwa pada hakikatnya a. Manusia adalah hamba Allah b. Manusia adalah makhluk sosial dan bagian dari alam semesta c. Manusia adalah "Kesatuan yang utuh" (an integrated whole) jasmanirohani. Dengan cara pendekatan ini, maka gangguan pada salah satu aspek kehidupan, misalnya gangguan kesehatan jiwa, dapat dan bahkan harus dicari sebabnya pada kemungkinan adanya "disharmoni" salah satu atau lebih dari sisi kehidupan manusia tersebut.

    2. Usia Lanjut

    Di Indonesia batasan usia lanjut yang tercantum dalam Undang-undang No.12/1998 tentang Kesejahteraan Usia Lanjut adalah sebagai berikut : Usia lanjut adalah seorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Depsos,1999); batasan ini sama dengan yang dikemukakan oleh Burnside dkk. Menurut WHO - Elderly (64 - 74 thn) -Old (75 - 90 thn) - Very Old (> 90 thn)

    3. Usia Lanjut Sehat

    Usia lanjut sehat adalah usia lanjut yang dapat mempertahankan kondisi fisik dan mental yang optimal serta tetap melakukan aktivitas sosial dan produktif. Ciri usia lanjut sehat : Memiliki tingkat kepuasan hidup yang relatif tinggi karena merasa hidupnya bermakna, mampu

    menerima kegagalan yang dialaminya sebagai bagian dari hidupnya yang tidak perlu disesali dan justru mengandung hikmah yang berguna bagi hidupnya.

    Memiliki integritas pribadi yang baik, berupa konsep diri yang tepat dan terdorong untuk terus memanfaatkan potensi yang dimilikinya.

    Mampu mempertahankan sistem dukungan sosial yang berarti, berada di antara orang-orang yang memiliki kedekatan emosi dengannya, yang memberi perhatian dan kasih sayang yang membuat dirinya masih diperlukan dan dicintai.

    Memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik, didukung oleh kemampuan melakukan kebiasaan dan gaya hidup yang sehat.

    Memiliki keamanan finansial, yang memungkinkan hidup mandiri, tidak menjadi beban orang lain, minimal untuk memenuhi kebutuhan seharihari.

    Pengendalian pribadi atas kehidupan sendiri, sehingga dapat menentukan nasibnya sendiri, tidak tergantung pada orang lain. Hal ini dapat menjaga kestabilan harga dirinya.

    4. Proses Penuaan

    Proses penuaan pada seseorang sebenarnya sudah mulai terjadi sejak pembuahan/konsepsi dan berlangsung sampai-pada saat kematian. Dalam perjalanannya proses tersebut akan dipengaruhi oleh variabel-variabel : Kultural dan etnik Polesan genetik dan keturunan Kondisi fisiologis pada waktu konsepsi dan kelahiran Pertumbuhan dan maturasi Lingkungan, sistem famili dan hubungara kemaknaan lainnya. Proses penuaan mengakibatkan terganggunya berbagai organ di dalam tubuh seperti sistem gastro-intestinal, sistem genito-urinaria, sistem endokrin, sistem immunologis, sistem serebrovaskular dan sistem saraf pusat, dsb.

    Perubahan yang terjadi pada otak mulai dari tingkat molekuler, sampai pada struktur dan fungsi organ otak. Akibat dari perubahan tersebut maka antara lain akan terjadi penurunan peredaran darah ke otak pada

  • daerah tertentu dan gangguan metabolisme, neurotransmiter, pembesaran ventrikel sampai akhimy a terjadi atrofi dari otak dan berat otak mengalami pengurangan kurang lebih 7% dari berat sebelumnya. Akibat di atas, maka fenomena yang muncul adalah perubahan struktural dan fisiologis, seperti sulit tidur, gangguan perilaku, gangguan seksual dan gangguan kognitif.

    5. Kesejahteraan Usia Lanjut

    Menurut pasal 1 UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Usia Lajut bahwa yang dimaksud dengan kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial baik material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketenteraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia sesuai dengan Pancasila. Kesejahteraan ini hanya dapat tercapai jika ada jaminan sosial terutama dalam bentuk pensiun, asuransi pensiun dan asuransi kesehatan dari pemerintah ataupun swasta, jaminan dari anak-anaknya atau keluarganya atau yang bersangkutan sendiri. Usia Lanjut Potensial adalah usia lanjut yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan atau jasa.

    6. Budaya

    Konsep budaya menurut Linton adalah : suatu tatanan pola perilaku yang dipelajari, diciptakan, serta ditularkan di antara suatu anggota masyarakat tertentu. Batasan budaya menurut Koentjaraningrat adalah : keseluruhan sistemgagasan, tindakan dan basil karya manusia, dalam rangka kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Karakteristik budaya menurut TO. Ihromi adalah : a. Budaya diciptakan dan ditransmisikan lewat proses belajar b. Budaya dimiliki bersama oleh sekelompok manusia dan merupakan pola kelakuan umum c. Budaya merupakan mental blue print d. Penilaian terhadap budaya bersifat relatif e. Budaya bersifat dinamis, adaptif dan integratif. Pemahaman akan konsep budaya, membawa kita pada kesimpulan bahwa gagasan, perasaan dan perilaku manusia dalam kehidupan sosialnya sangat dipengaruhi oleh budaya yang berlaku di masyarakat. Demikian pula pergeseran ataupun perubahan pada tatanan budaya dalam suatu masyarakat akan diiringi dengan perubahan perilaku dari individu yang hidup di dalamnya. Budaya tercipta sebagai upaya manusia untuk beradaptasi terhadap masalahmasalah yang timbul dari lingkungan hidupnya. Selanjutnya budaya mempengaruhi pembentukan dan perkembangan kepribadian manusia dalam kelompoknya. Interaksi keduanya membentuk suatu pola spesifik perilaku, proses pikir, emosi dan persepsi individu atau kelompok dalam bereaksi terhadap tekanan-tekanan kehidupan. Dengan demikian dapat dimengerti peranan budaya dalam masalah kesehatan jiwa.

    7. Gangguan Psikologis dan Masalah Perilaku pada Usia Lanjut

    Tahap memasuki usia tua ini akan dialami oleh semua orang (tak bisa dihindarkan), tetapi kondisi fisik dan psikologis usia lanjut sangat berbeda dari satu usia lanjut dengan usia lanjut lainnya. Kekuatan tubuh yang mulai berkurang daya penyesuaian diri, reaksi terhadap lingkungan, daya inisiatif dan daya kreatif ini pada usia lanjut dapat menimbulkan masalah psikologis. Kondisi menjadi tua bukan terjadi dalam waktu semalam, tetapi telah mengikuti rentang kehidupan yang cukup lama dan dalam memandang pembentukan kepribadian seseorang pandangan holistik dapat membantu kita lebih memahami perilaku seseorang. Pandangan holistik ini ialah bahwa pribadi seseorang, yaitu faktor biologis, psikologis, sosial budaya, dan agama; keempat faktor inilah yang memberikan warna tertentu pada seseorang sejak dalarn kandungan sampai usia lanjut. Dengan kata lain apa yang terjadi dan akan dialami oleh usia lanjut tidak dapat dilepaskan dari pembentukan pengalaman masa lalu di mana dia akan memperlihatkan wxrna kepribadian tertentu yang akan menentukan seberapa berhasil dan tidak berhasil dalam memasuki dan menjalani usia lanjut. Misalnya seseorang yang sebelumnya sudah

  • memperlihatkan kemampuan penyesuaian diri yang baik, tentunya diharapkan dapat menjalani usia lanjut dengan lebih baik, dibandingkan dengan mereka yang sebelumnya mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri. Persepsi psikologis usia lanjut terhadap dirinya. Seperti yang telah diulas di muka, persepsi seseorang tentang citra dirinya akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana dia membentuk kepribadiannya. Seseorang dengan kepribadian yang stabil, hangat, positif dalam menentukan jalan pikirannya, biasanya akan lebih baik dan mudah dalam menghadapi usia lanjutnya. Walaupun demikian memang tidak dapat dipungkiri bahwa sikap dari masyarakat terhadap sosial budaya ikut andil dalam menentukan persepsi citra diri usia lanjut ini. Secara budaya ada pandangan bahwa usia lanjut sudah tidak dapat didayagunakan, sudah ada keterbatasan gerak dan pengambilan keputusan. Budaya sering kali mendudukkan mereka pada peran yang dituakan, di sini mengandung dua pengertian, yaitu dituakan untuk tempat mencari nasihat hidup bagi generasi yang lebih muda, atau dituakan dalam arti tidak lagi diajak berdiskusi, berkomunikasi. Untuk selanjutnya terjadi lingkaran setan antara sikap lingkungan dan perilaku yang diperlihatkan oleh usia lanjut dengan memasuki dan menjalani usia lanjut, seseorang akan dituntut untuk mengadakan penyesuaian diri. Beberapa kendala yang bisa muncul : 1. Sikap dan pandangan masyarakat terhadap usia lanjut dapat memicu munculnya perilaku/sikap tidak

    berdaya tidak berguna, tidak bisa membantu apapun. 2. Keadaan yang sulit berkomunikasi disebabkan kurangnya daya pendengaran, kurangnya kemampuan

    mengingat, kesulitan menangkap isi pembicaraan orang lain menyebabkan usia lanjut akan memperlihatkan perilaka menjauh dan menjaga jarak dengan orang sekitarnya.

    8. Pola Tidur

    Pola tidur adalah model, bentuk atau corak tidur dalam jagka waktu yang relatif menetap dan meliputi a. Jadwal jatuh (masuk) tidur dan bangun b. Irama tidur c. Frekuensi tidur dalam sehari d. Mempertahankan kondisi tidur e. Kepuasan tidur.

    Tidur adalah kondisi organisme yang sedang istirahat secara reguler, berulang dan reversibel dalam keadaan mana ambang rangsang terhadap rangsangan dari luar lebih tinggi jika dibandingkan dengan pada keadaan jaga.

    9. Daya Ingat (Memori)

    Memori dan proses belajar. Memori atau daya ingat dan proses belajar merupakan satu kesatuan. Belajar merupakan proses untuk memperoleh informasi atau pengetahuan baru, sedangkan memori adalah proses penyimpanan informasi tersebut serta dapat mengingatnya kembali bila dibutuhkan. Proses ingat-mengingat memori terdiri atas : a. Encoding, di mana suatu informasi dari dunia luar akan ditera dan didistribusikan ke beberapa unit

    penyimpanan di otak sebelum unit tersebut dapat mempelajari materinya. b. Konsolidasi merupakan Retrieval adalah mengingat kembali penyimpanan informasi tersebut yang

    lebih permanen.bahan informasi yang telah disimpan. c. Retrieval adalah mengingat kembali bahan informasi yang telah disimpan.

    Memori terdiri atas :

    a. Daya ingat sesaat (Immediate Memory) yaitu informasi yang hanya disimpan selama beberapa detik

    saja; contoh, memutar nomor telpon sambil melihat nomor tersebut di buku telpon, di mana kita langsung lupa nomor tersebut setelah memutarnya.

    b. Daya ingat jangka pendek (Short-term Memory) yaitu informasi dapat diingat setelah beberapa menit memperhatikan dan menghafalnya contoh, memutar nomor telpon sambil menghafalnya. Dapat bertahan dalam beberapa menit ---jam.

    c. Daya ingat jangka panjang (Long - term Memory) yaitu informasi masa lampau masih dapat diingat. Ini merupakan bank memori tentang apa yang kita ketahui dari pendidikan dan pengalaman, sebagian besar akan hilang setelah beberapa lama.

  • BAB III

    UPAYA PELAYANAN KESEHATAN JIWA USIA LANJUT

    1. Promosi

    Untuk mencapai usia lanjut sehat, tua berguna, bahagia dan sejahtera ialah dengan mengaktifkan fisik, mental dan sosial ditujukan pada usia 45-59 tahun. Peran petugas kesehatan sebagai penyuluh bagi individu yang berada pada usia pertengahan (middle adult) antara lain dengan melakukan hal-hal sebagai berikut : Mendapatkan data-data yang berkaitan dengan keadaan saal itu, minimal diketahui berat dan

    tinggi badan, denyut nadi, tekanan darah, keluhan fisik dan penyakit yang diderita. Mendapatkan data mengenai pola dan cara hidup mereka, Mendapatkan data-data kondisi

    psikologis, yang mungkin tertampil dalam keluhan fisik yang diungkapkan. Berdasarkan data-data tersebut petugas kesehatan memberikan informasi dan penyuluhan pada keluarga dan masyarakat tentang hal-hal yang perlu diketahui tentang usia lanjut. Bila ada masalah fisik dan psikologis yang memerlukan penanganan lebih lanjut, petugas kesehatan perlu memberikan rujukan pada ahli sesuai dengan kondisi dan keperluan usia lanjut. Mensosialisasikan tentang persiapan sebelum memasuki usia lanjut sebagai berikut : a. Menjadi tua diterima dengan ikhlas dan realistis. b. Menjadi tua dihadapi dengan sikap mental yang positif dan optimistik. c. Berperilaku hidup sehat, mencegah penyakit dan tetap memelihara kebugaran. d. Membangun, membina, dan memelihaia hubungan sosial. e. Meningkatkan terus ilmu dan keterampilan sebagai bekal menjalani hidup yang bermanfaat sosial

    ataupun ekonomi. f. Apa yang telah terjadi diterima sebagai takdir. g. Tetap aktif, jasmani dan rohani, sebab kehidupan yang "pasif' akan mempercepat proses penuaan. h. Berusaha menjadi subyek selama mungkin dalam kehidupan. i. Meningkatkan kehidupan spiritual dengan mendekatkan diri kepada yang Maha Kuasa.

    Untuk membantu mengatasi, mengurangi perasaan yang negatif, maka petugas kesehatan sebaiknya berperilaku sebagai berikut : Bersikap ramah, lembut dan sabar mengahadapi usai lanjut. Mau mendenganr keluhan. Mau membantu dan melayani keperluannya. Mau meberikan informasi yang membuatnya merasa tenang. Mau memberikan dorongan, bujukan, petunjuk dan saran yang membesarkan hatinya. Mau memahami dan dapat menghayati perasaannya serta bersikap menerima apa adanya.

    2. Prevensi

    a. Meningkatkan Pengertian dan Perhatian Petugas Kesehatan Diharapkan agar petugas kesehatan dalam melaksanakan kegiatan pelayanannya pada usia lanjut tidak hanya memperhatikan keluhan-keluhan yang dikemukakan oleh meraka tapi juga mempertimbangkan adanya faktor-faktor- lain yang mendasari keluhan tersebut seperti masalah psikologis, sosial, budaya atau kemungkinan adanya masalah mental emosional. Tersedianya loket khusus dan sarana lainnya di fasilitas pelayanan kesehatan bagi usia lanjut merupakan hal yang perlu diperhatikan terutama bagi usia lanjut dengan alat bantu seperti kursi roda. Penanganan secara holisitik dengan sikap yang ramah, sopan dan hormat merupakan pelayanan yang diidamkan oleh usia lanjut.

    b. Mensosialisasikan Usia Lanjut Sejahtera

    Yang dimaksud dengan sejahtera adalah terpenuhinya kebutuhan lahir dan batin. Kebutuhan batin disebut juga "basic needs" bersifat immaterial dan universal, kebutuhan lahir disebut juga "instrumental need" bersifat material dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, budaya, ekonomi dan

  • sebagainya. Menurut Abraham H. Maslow kebutuhan manusia, dari jenjang yang paling rendah hingga jenjang yang paling tinggi adalah kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial penghargaan dan aktualisasi diri. Kesejahteraan usia lanjut, pada dasamya menjadi "concern" para pralanjut usia atau usia lanjut sendiri, keluarga/masyarakat,organis asiorganisasi masyarakat dan pemerintah. Oleh karena masalahnya menyangkut banyak pihak, perlu ada landasan berpijak yang disepakati bersama.

    c. Paradigma Usia Lanjut Sejahtera terdiri dari lima butir sebagai berikut

    1. Positif

    Menanamkan pengertian dan membangkitkan kesadaran bahwa a. Menjadi tua tidak perlu diikuti oleh sakit-sakitan, tapi dapat terjadi secara normal. b. Tua tidak identik dengan "pensiunan" puma segalanya dan tidak berguna, tetapi tetap dapat

    menjadi anggota masyarakat yang dapat memberikan sumbangan kepada kehidupan dan pembangunan.

    2. Proaktif

    Menjemput persoalan dan mengambil langkah antisipasi supaya masalah yang tidak dikehendaki tidak menjadi kenyataan : a. Berperilaku sehat, meningkatkan kebugaran, mencegah penyakit dan kecacatan. b. Kebiasaan menabung untuk hari tua. c. Sistem pensiunan dan jaminan hari tua. d. Meningkatkan ilmu dan keterampilan. e. Menjalin dan membina jaripgan sosial. f. Meningkatkan kehidupan spiritual dan mendekatkan diri kepada Yang Maha Pencipta.

    3. Non Diskriminasi

    Tidak mengucilkan atau mengotakkan usia lanjut hanya karena usianya, tetapi tetap menganggap sebagai bagian integral dari satu masyarakat yang hak dan kewajibannya dinilai atas dasar kemampuan dan kondisi serta keterbatasannya.

    4. Akomodatif/Kondusif

    Tetap memberikan peluang dan kesempatan untuk bekerja mencari nafkah atau melakukan kegiatan-kegiatan secara sukarela, serta berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat, sesuai keinginan dan kemampuannya. Memberikan peluang, dorongan dan kesempatan untuk menambah ilmu serta keterampilan untuk meningkatkan perannya, baik secara ekonomi maupun sosial. Memberi suasana dan semangat untuk menjalani hidup yang bermanfaat.

    5. Supportif

    Memberikan dukungan, bantuan maupun pelayanan untuk meningkatkan kesejahteraannya, serta memberikan santunan maupun perawatan bagi mereka yang sakit dan tidak berdaya.

    d. Mencapai Usia Lanjut Sehat, Tua Berguna, Bahagia dan Sejahtera Merupakan kendala yang cukup besar karena usia lanjut mempunyai ciri khas tersendiri dan akibat

    proses penuaan usia lanjut sulit untuk menerima perubahan-perubahan yang cepat. DI lain pihak pelayanan kesehatan, masalah gizi dan kesehatan lingkungan berjalan lebih baik, yang memungkinkan usia penduduk cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Untuk itu perlu diterapkan suatu program terpadu yang dilaksanakan sedini mungkin untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang dapat menimbulkan permasalahan pada usia lanjut agar dapat mencapai usia lajut yang sehat, tua berguna, bahagia dan sejahtera.

  • 3. Penanganan Masalah Usia Lanjut

    a. Gangguan Psikologis pada Usia Lanjut

    1. Gangguan penyesuaian diri terhadap perubahan peran usia lanjut. Bila mereka kurang dapat menerima kondisi perubahan peran ini maka mereka akan banyak mengalami gangguan dalam perilaku dan komunikasi dengan lingkungannya. Misalnya tuntutan penyesuaian diri dengan status pensiun.

    2. Perubahan minat pada usia lanjut.

    Dengan memperhatikan kondisi fisik dan psikologis usia lanjut, seyogyanya mereka mulai menyusun strategi untuk mengadakan perubahan minat dan keinginannya. Keputusan untuk mengubah minat ini sebaiknya datang dari keputusannya sendiri, bukan karena tekanan dari lingkungannya sehingga merasa terpaksa mengubah minatnya.

    Beberapa masalah minat pada usia lanjut. - Minatnya terhadap diri sendiri, semakin seseorang menjalani usia lanjut, semakin menonjol

    minatnya terhadap diri sendiri. Kemungkinan dia akan terfokus pada egonya (ego centris) atau terlalu mementingkan diri sendiri (self centered), sehingga mereka menjadi kurang ada perhatian terhadap orang lain. Misalnya mereka banyak mengeluhkan kondisi fisiknya, membesar-besarkan penyakit ringan yang dideritanya. Mereka juga mungkin banyak mengumbar dan menceritakan berulangulang mengenai masa lalu mereka yang dianggap hebat.

    - Minat terhadap penampilan, menyadari kondisi sudah usia lanjut banyak di antara mereka berhenti untuk memberikan perawatan khusus pada penampilan dan kecantikan dirinya. Mereka tidak merasa perlu bersisir, berdandan, atau meributkan soal pakaian. Gambaran di atas akan sangat dipengaruhi oleh karakter usia lanjut tersebut, bila sebelumnya dia tergolong orang aktif dengan kegiatan sosial yang positif, maka di usia lanjutnya dia tetap mengupayakan penampilan yang menarik. Penyebab lain adalah status ekonomi dan tempat di mana mereka tinggal.

    - Minat terhadap uang, semakin lanjut usia seseorang, nampaknya semakin kurang minat untuk memperhatikan soal uang dan nilainya.

    - Minat untuk mengikuti rekreasi. - Minat untak mengadakan sosialisasi, banyak di antara mereka berpendapat bahwa kegiatan sosial

    akan banyak berkurang karena mereka sudah tua, dan hal ini membuat mereka menderita. Situasi seperti ini sering kali disebut dengan social disengagement atau keterpisahan dengan masyarakat. Di samping yang bersangkutan memang berkurang minat pribadinya, pihak keluarga juga sering kali memperkuat hal ini.

    - Minat keagamaan, dalam hal ini beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang usia lanjut temyata tidak harus selalu semakin kuat kehidupan keagamaannya. Disimpulkan bahwa kehidupan beragama ini akan sangat ditentukan oleh bagaimana individu tersebut menjalankan kehidupan beragama di masa sebelumnya. Misalnya, pada usia sebelumnya dia tergolong jamaah yang rajin dan setia mendatangi tempat ibadah, maka pola ini akan terbawa sampai dia usia lanjut, bahkan mungkin dia akan semakin merasa dekat dengan Tuhan karena semakin dekat juga dia akan dipanggil pulang.

    - Minat untuk mati, beberapa pertanyaan sering kali banyak menghinggapi pikiran para lanjut usia ini antara lain, kapan saya akan mati ?, apa yang menyebabkan kematian saya nanti ?, apa yang bisa saya lakukan terhadap kematian seperti yang saya inginkan ?, atau apakah saya dibenarkan untuk bunuh diri ?, bagaimana saya dapat mati dengan cara yang baik?.

    - Minat untuk makan sering kali sangat berkurang. Hal ini banyak disebabkan karena masalah gigi, gusi dan sistem pencemaan. Sehingga ini juga menyebabkan terjadinya ketegangan dengan mereka yang mengurus/menyediakan makanan tersebut.

    Beberapa Tanda Bahaya Yang Sebaiknya Diantisipasi 1. Bahaya fisik yang umum terjadi pads usia lanjut

    Penyakit degeneratif/penyakit kronis. Adanya hambatan fisik (penglihatan, pendengaran, otot, tulang dll.). Gangguan pada gigi/gusinya. Berkurangnya pemasukan gizi, karena minat makan yang berkurang, dalam hal ini dirinya ada rasa

    takut dan juga murung, ingin makan bersama orang lain. Menurunnya kemampuan dan gairah seksual.

  • Mereka tergolong rentan/rawan terhadap kecelakaan.

    2. Masalah psikologis jugs dapat melanda mereka, antara lain Menerima pendapat klise tentang pandangan orang usia lanjut. Dengan menerima pendapat seperti

    ini, maka kondisi mereka akan semakin memburuk karena ada persepsi bahwa dirinya sudah tidak mampu berbuat apapun, dan membuat mereka cenderung mengisolasi diri. Berikutnya ada perasaan tidak enak dan rendah diri karena terjadi perubahan pada fisik (termasuk di sini masalah gigi palsu, atau gigi ompong) sehingga komunikasi menjadi terganggu.

    Ketidaksiapan untuk mengadakan perubahan pola kehidupannya, contoh : misalnya mereka harus memutuskan mendiami rumah yang tidak terlalu besar lagi, karena anakanak sudah menikah semua dan mempunyai keluarga sendiri.

    Dapat pula muncul pemikiran pada orang usia lanjut bahwa proses mental mereka sudah mulai dan sedang menurun. Misalnya mereka mengeluh sangat pelupa, kesulitan dalam menerima hal baru. Dan mereka juga merasa tidak tahan dengan tekanan, perasaan seperti ini membentuk mental mereka seolah tertidur, dengan keyakinan bahwa dirinya sudah terlalu tua untuk mengerjakan hal tertentu, mereka menarik diri dari semua bentuk kegiatan.

    Masalah psikologis lain yang dapat menjadi gangguan adalah perasaan bersalah karena menganggur. Sering kali hal ini akan tergantung dari sistem nilai yang ada dalam dirinya, seberapa jauh orang usia lanjut ini sangat mementingkan materi, dan seberapa jauh dia menilai pentingnya bekerja. Mereka merasa sangat membutuhkan pekerjaan agar sangat dihargai oleh orang lain, ingin memperoleh perhatian. Berkaitan dengan hal ini, mereka juga menyadari bahwa pendapatan mereka menurun.

    Gangguan psikologis yang dipandang paling berbahaya adalah sikap mereka yang ingin tidak terlibat secara sosial. Sikap ini akan membuat mereka mudah curiga terhadap orang lain, atau menuntut perhatian berlebihan, atau mengasingkan diri dengan munculnya rasa tidak berguna dan rasa murung, rendah diri, bahkan juga mungkin akan menjadi sangat apatis.

    Penatalaksanaan. Untuk dapat menjadi tua tapi tetap sehat sejahtera, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Pencegahan :

    Hindari kelebihan berat badan Makanlah yang seimbang (kurangi lemak jenuh & kalori berlebih) Hindari faktor risiko penyakit degeneratif lainnya (rokok, alkohol, kegemukan, gaya hidup) Usahakan ada kegiatan dan hobi yang bermanfaat Gerak badan teratur Hindari suasana yang mempunyai risiko untuk menjadi stress psikososial Kontrol kesehatan secara teratur Tingkatkan iman dan taqwa.

    b. Upayakan lingkungan yang aman, hangat, dan penuh kasih sayang. c. Mengusahakan mereka tetap senang dan berbahagia. d. Biarkan atau bantu mereka agar dapat mengurusi diri sendiri untuk kehidupan sehari-hari (ADL). e. Mengupayakan untuk tetap ada kontak sosial dengan masyarakat sekitar. f. Melakukan upaya agar mereka tetap merasa dibutuhkan dan berguna untuk orang lain. g. Jangan memaksakan ide-ide atau pola perilaku baru. b. Gangguan Tidur pada Usia lanut

    Klasifikasi oleh Association of Sleep Disorder Centers, 1999, membagi gangguan tidur yang berat pada usia lanjut menjadi a. Gangguan memulai dan mempertahankan tidur (Disorders of Initiating and Maintaining Sleep = DIMS) b. Gangguan mengantuk berlebihan (Disorders of Exessive Somnolence = DOES) c. Gangguan siklus tidur - jaga (Disorders of Sleep - Wake Cycle) d. Perilaku tidur abnormal (Abnormal Sleep Behaviour, parasomnias) Gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau insomnia berkaitan dengan problem klinik sebagai berikut : 1. Apnea tidur, terutama apnea tidur "central". 2. Mioklonus yang berhubungan dengan tidur berjalan, gerakan mendadak pada tungkai yang berulang,

    stereotipik, unilateral atau bilateral, keluhan berupa "tungkai gelisah" (restless leg), tungkai kaku waktu malam, neuropatia atau milopatia dan defisiensi asam folat dan besi.

  • 3. Berbagai konflik emosional dan stres merupakan penyebab psikofisiologik dari insomnia. 4. Gangguan psikiatrik berat terutama depresi sering kali menimbulkan bangun terlalu pagi dan dapat

    bermanifestasi sebagai insomnia dan hipersomnia. 5. Keluhan penyakit-penyakit organik, misalnya nyeri karena artritis, penyakit keganasan, nocturia, penyakit

    hati atau ginjal dan sesak napas dapat mengakibatkan bangun berulang pada tidur malam. 6. Sindrom otak organik yang kronik sering kali menimbulkan insomnia. Penyakit Parkinson terganggu

    tidurnya 2 - 3 jam. Pasien Alzheimer sering terbangun tengah malam dan dapat menimbulkan eksitasi paradoksikal.

    6. Zat seperti alkohol dan obat kortikosteroid, teofilin dan betablockers dapat menginterupsi tidur. Pengobatan dengan stimulansia dan gejala lepas zat hipnotika dan sedativa perlu diperhatikan untuk gangguan tidur.

    Gangguan mengantuk berlebihan ditandai dengan mengantuk patologis yang diselingi dengan kegiatan selama jaga. Beratnya mengantuk, onsetnya tidak sesuai dengan waktu dan gangguan pada kegiatan merupakan penilaian klinik yang penting. Apnea obstruktif dan mioklonus pada waktu malam dapat menimbulkan hipersomnolensia. Efek obat, terutama efek sisa obat hipnotika merupakan penyebab yang sering untuk hipersomnolensia. Obat-obat lain yang mengakibatkan tidur berlebihan adalah antihistamin, obat psikotropika, metildopa dan antidepresan jenis trisiklik. Demikian pula kondisi-kondisi seperti post-infeksi, keletihan dan sindrom otak kronik. Gangguan siklus tidur-jaga memendek dengan makin bertambahnya usia. Bangun lebih pagi dan cepat mengantuk pada malam hari merupakan hal yang wajar bagi usia lanjut. Pasien depresi mengeluh tidurnya kurang pulas dan mudah sekali terbangun oleh adanya perubahan suhu pada dini hari, sinar dan suara-suara hewan di pagi hari. Tidur REM lebih cepat datangnya sehingga biasanya mengalami mimpi-mimpi yang tidak menyenangkan. Berbeda dengan pasien depresi, pasien dengan anxietas lebih lama masuk tidur, suka bangun pagi dan mimpi-mimpi menakutkan. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel I. Tabel I. Perbedaan Pola Tidur Pasien Depresi dan Anxietas

    No Pola tidur Anxietas Depresi I. Jumlah tidur Normal Berkurang 2. Kualitas tidur Dangkal-sedang Dangkal-sedang 3. Mimpi Menakutkan Sendirian dan sepi 4. Masuk tidur Lebih dari 1 jam 15 - 60 menit 5. Sering bangun malam Tidak Sering 6. Bangun pagi - Sukar Dini hari 7. Pagi hari Kurang segar Lesu 8. Latensi tidur Memanjang Normal/memanjang 9. Tidur REM Memanjang Memendek 10. Regularitas Iregular Iregular dan terputus-putus

    Parasomnia merupakan perilaku tidur abnormal yang kadang-kadang terjadi pada usia lanjut yaitu kebingungan pada malam hari (nocturnal confusion), jalan sambil tidur, gangguan kejang, dekompensasi penyakit kardiovaskular, mengompol dan refluks gastro-esophagus. Etiologi dan penatalaksanaan Evaluasi klinik terhadap pasien usia lanjut dengan keluhan tidur memerlukan pemeriksaan yang komprehensif dan upaya terintegrasi dari semua tim pelayanan kesehatan. Unsur-unsur dari riwayat yang lebih rinci memerlukan data dari pasien, pasien lain, keluarga dan petugas kesehatan. Untuk lebih jelasnya evaluasi tersebut terdapat pada tabel II. Tabel II. Evaluasi Pasien Usia Lanjut dengan Keluhan Tidur 1. Ciri riwayat tidur a. Ciri-ciri tidur 1) Waktu yang diperlukan untuk masuk tidur 2) Waktu : tidur dan bangun 3) Jumlah jam tidur 4) Jumlah dan lamanya bangun malam 5) Kualitas tidur 6) Taraf kewaspadaan pada siang hari (hipersomnolensia) 7) Pola tidur sekejap (nap)

  • 8) Perubahan-perubahan yang baru terjadi pada pola tidur 9) Riwayat, masalah dan pengalaman tidur masa lalu

    10) Riwayat mengorok, napas periodik b. Singkirkan faktor-faktor potensial ekstemal 1) Penggunaan obat, alkohol, kafein 2) Diet 3) Taraf kegiatan, pola latihan 4) Adanya gejala disfungsi sistem organ

    5) Bukti adanya stres situasional c. Evaluasi dampak masalah 1) Lamanya gangguan tidur

    2) Derajat hendaya fungsional oleh gejala-gejala 2. Lakukan pemeriksaan fisik lengkap 3. Observasi pasien selama tidur 4. Peroleh pemeriksaan fisiologik obyektif 1) Polisomnograf

    2) Penelitian monitor yang lain Terapi untuk gangguan tidur pada usia lanjut sebaiknya secara konservatif dengan penekanan pada meminimalkan apa yang akan dikerjakan terhadap pasien. Setiap intervensi merupakan bahaya yang potensial dan pemeliharaan terhadap kondisi fungsional pasien merupakan tujuan dari terapi. Maninulasi lingkungan dan penyebab eksternal yang potensial merupakan pendekatan yang terbaik. Berbagai tindakan non-spesifik yang disebut higiene tidur dapat memperbaiki pola tidur seperti pada Tabel III. Tabel III. Tindakan Non-Spesifik untuk Menginduksi Tidur (Higiene Tidur) / Tabel dari Rugestein 1. Bangun pada waktu yang sama setiap hari 2. Batasi waktu di tempat tidur setiap hari pads jumlah yang sama sebelum terjadinya gangguan tidur 3. Hentikan obat yang bekerja pada SSP (kafein, nikotin, alkohol, stimulan) 4. Hindari tidur sekejap pada siang hari 5. Dapatkan hubungan fisik dengan program olah raga 6. Hindari stimulasi malam hari, gantikan televisi dengan radio dan bacaan santai. 7. Berendam dalam air panas selama 20 menit untuk meningkatkan temperatur tubuh dekat dengan waktu

    tidur 8. Makan pada waktu yang teratur setiap hari, hindari makan banyak sebelum tidur 9. Lakukan relaksasi rutin setiap malam, seperti relaksasi otot progresif atau meditasi 10. Pertahankan kondisi tidur yang menyenangkan. Konseling diperlukan untuk mewujudkan latihan higiene tidur dan dapat mengurangi terapi dengan obat. Terapi dengan obat dapat diberikan setelah ditentukan diagnosis pasien usia lanjut. Untuk insomnia jangka pendek (short term) dapat diberikan Triazolam (Halcion) 0,125 - 0,25 mg atau jenis benzodiazenin lainnva yang bekerila cepat dan hilang cepat dari tubuh. Sedangkan untuk insomnia jangka panjang (long term) diberikan neuroleptika dengan dosis kecil seprti klorpromazin, levomepromazim dan tioridazin. Pasien usia lanjut dengan insomnia dan depresi diberikan antidepresan jenis tetrasiklik, SSRI, dan MAOI, misalnya Maprotiline (Ludiomil) 10-25 mg, fluoxetine (Prozac) 20 mg pada pagi hari atau Moclobemide (Aurorix) 2 x 150 mg. Penyerapan, pengolahan dan ekskresi obat pada usia lanjut mengalami perlambatan. Oleh karena itu perlu diperhatikan agar obat yang diberikan selalu dimulai dengan dosis efektif terkecil sehingga tidak menimbulkan efek kumulatif yang berbahaya. Masalah Da a Ingot (Memori_) Menurut isinya daya ingat terdiri atas 1. Episodic Memory tentang peristiwa don fakta dalam hidup.

  • 2. Semantic Memory tentang pelajaran di sekolah. Semantic memory lebih diingat ketimbang episodik. 3. Procedural Memory tentang bagaimana melakukan kegiatan seharihari (berjalan, bersepeda). Pada

    umumnya memory ini tidak mudah dilupakan. LUPA. Adalah keadaan di mana informasi yang pernah dipelajari tidak dapat dikeluarkan pada waktu dibutuhkan. Beberapa penyebab mudah lupa. 1. Fisiologis : benign senescent forgetfulness 3. Patologis : merupakan gangguan mental ringan yang masih normal pada usia lanjut. a. Keadaan Reversibel - Drug induced (Single or Drug interactions): Obat-obat analgesics (NSAID), sedatif (benzodiazepine),

    antidepresan, alkohol, antihipertensi, antihistamin, antikonvulsan, antibiotik, antiaritmik, antiparkinson, muscle-relaxant, logam berat dan insektisida.

    - Metabolik / Endo krin tuitarisme, penyakit Wilson, hipotiroidi, defisiensi Vit. B1,,B2, B6, B12. - Neurologik : gegar otak, tumor, hidrosefalus tekanan normal, hematoma subdural kronik, sifilis, meningitis

    kronik. depresi, gangguan Psikiatrik mood bipolar. b. Keadaan Irreversibel / Progresif Neurologik : penyakit Alzheimer, penyakit Lewy - body, demensia vaskular, demensia fronto-temporal, penyakit Pick, penyakit Prion. Tahap penurunan fungsi kognitif pads usia lanjut a. Age-associated memory impairment (AAMI) atau benign senescent forgetfulness merupakan

    gangguan mental ringan yang masih normal pada usia lanjut. Pada mereka ditemukan perlambatan dalam belajar, sering membutuhkan cue pada retrieval dan mengalami forget to remember menurut diagnostic criteria of aging - associated cognitive decline (AACD) - Working Party of the International Psychogeriatric Association in collaboration with the WHO.

    1. Adanya laporan yang dapat dipercaya bahwa fungsi kognit ifnya mulai menurun. 2. Timbulnya kemunduran tersebut terjadi bertahap minimal dalam enam bulan. 3. Dijumpai adanya gangguan pada salah satu fungsi yaitu memori dan belajar, atensi dan konsentrasi, problem

    solving - abstraksi, bahasa (comprehension, mencari kata yang tepat) dan visuospasial. 4. Pada asesmen (tes neuropsikologi dan mini mental) memberikan hasil paling sedikit 1 SD (standar deviasi)

    di bawah normal. 5. Kriteria eksklusif; penyakit serebral, sistemik, depresi, anxietas, delirium, postensefalitis, postkontusio dan

    pengaruh obat-zat. AAMI disebabkan oleh beberapa keadaan yaitu 1. Proses berpikir yang lamban 2. Kesulitan memusatkan perhatian dan konsentrasi 3. Memerlukan waktu lebih lama untuk belajar sesuatu yang baru 4. Kesulitan menghindari hal yang tidak perlu (distraktor) 5. Memerlukan lebih banyak isyarat (cue) untuk me-recall (mengingat) sesuatu 6. Kurang menggunakan strategi memori yang tepat. Kriteria Mudah Lupa (Forgetfulness) 1. Mudah lupa nama benda, nama orang dan sebagainya 2. Gangguan dalam mengingat kemb ali (Retrieval) 3. Gangguan dalam mengambil kembali informasi yang telah tersimpan dalam memori (Recall = Active

    retrieval) 4. Memerlukan isyarat (cue) untuk retrieval 5. Lebih sering menjabarkan fungsi atau bentuk ketimbang menyebut namanya. Tahapan Penurunan Fungsi Memori 1. Memori deklaratif episodik, yaitu mengingat kembali masalah yang berkaitan dengan waktu dan tempat

    (kapan dan di mana peristiwa itu terjadi).

  • 2. Penurunan memori deklaratif semantik (masalah yang berkaitan dengan pengetahuan dan pengalaman). 3. Penurunan memori prosedural (keterampilan motorik yang pemah dipelajari). b. Mild Cognitive Impairment (MCI)

    Persoalan MCI ini baru diekspos tahun lalu di Archives of Neurology edisi Maret 1999, di mana Ronald C. Pietersen sebagai ketua kelompok peneliti Mayo Clinic menyatakan bahwa kelompok MCI ini mempunyai risiko tinggi untuk menderita penyakit Alzheimer, yaitu 10 - 15% per tahun atau sekitar 50% penderita MCI akan berkembang menjadi Alzheimer dalam kurun waktu tiga tahun dansekitar 80% dalam kurun waktu delapan tahun. Maka dengan mengadakan skrining dan pengobatan terhadap MCI, jumlah penderita Alzheimer dapat dikurangi.

    Diagnosis MCI ditegakkan pada seseorang dengan kriteria sebagai berikut I . Adanya gangguan memori-terutama memori jangka pendek (abnormal untuk usia dan pendidikan). 2. Tidak dapat memanfaatkan semantic cue dalam pembelajaran maupun recall. 3. Fungsi kognisi umum normal. 4. Aktivitas sehari-hari normal. 5. Tidak ada gejala demensia. c. Demensia, termasuk penyakit Alzheimer dan demensia multi infark. Pada demensia ditemukan adanya

    gangguan memori, kognisi, minimal pada tiga atau lebih komponen fungsi intelektual (memori, kognisi, bahasa, visuospasial dan emosi). Penyakit Alzheimer merupakan penyebab demesia yang paling sering di Barat, yaitu 50 - 75%, sedangkan di Indonesia penyebab utama demensia adalah kelainan vaskular (MID).

    Diagnosis Gangguan Memori Untuk menegakkan diagnosis gangguan memori yang fisiologik maupun yang patologik maka harus dilakukan beberapa tahap yaitu 1. Anamnesis yang terinci proses timbulnya gangguan memori termasuk obat yang diminum. 2. Pemeriksaan fisik untuk menilai kelainan neurologik (termasuk fungsi luhur). 3. Pemeriksaan lab : darah lengkap, LED, elektrolit, ureum/ kreatinin, fungsi hati, TPHA-VDRL, kadar

    obat-alkohol dalam darah, bormon tiroid, B12, HIV dan pemeriksaan neuroradiologik : CT Scan, MRI dan Spect-Pet Scan.

    4. Tes Skrining MMSE dan tes Neuropsikologi lengkap bila diperlukan. Tes Skrining MMSE Salah satu cara yang mudah untuk melakukan skrining terhadap kemunduran ini adalah dengan Mini Mental State Examination (MMSE) yang merupakan suatu tes skrining yang valid terhadap gangguan kognisi yang berkorelasi cukup baik dengan tes standard Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS). MMSE ini hanya membutuhkan 5 - 10 menit dan dapat dikerjakan oleh dokter, perawat atau tenaga sukarelawan (volunteer). Tes ini terdiri atas dua bagian Bagian pertama merupakan respons vokal yang meliputi pemeriksaan orientasi, memori dan atensi dengan jumlah skor 21 (dua puluh satu). Bagian kedua meliputi kemampuan untuk menyebutkan nama, mengikuti perintah verbal dan tulisan, menuliskan kalimat dan mengkopi gambar poligon serupa gambar Bender-Gestalt dengan jumlah skor 9 (sembilan). Skor maksimal seluruhnya adalah 30 (tiga puluh), skor ini harus dikurangi 1 (satu) angka pada setiap kenaikan satu dekade di atas umur 50 tahun dan setengah angka untuk setiap pendidikan kurang dari tahun ke-13 (tamat SMU/SMA). Untuk mencegah kemunduran fungsi otak dan meningkatkan kualitas memori pada usia lanjut, dianjurkan mengikuti program sebagai berikut a. Laksanakan program LUPA

    L : Latihan (senantiasa berlatih) U : Ulang-mengulang P : Perhatian atau konsentrasi pada apa yang ingin diingat A : Asosiasi : membuat asosiasi antara materi yang baru dan yang lama

    b. Melatih kebugaran otak : Brain gym, teka-teki silang, catur. c. Melakukan kebiasaan baik secara teratur termasuk olah raga yang teratur.

  • d. Makan dalam porsi kecil dan Bering dengan menu : banyak sayur, buah, (antioksidan) dan ikan laut (cold and deep water fish).

    e. Kurangi makan daging, lemak, garam dan karbohidrat. f. Minumlah obat seperlunya yang sesuai dengan nasihat dokter dan jangan mencampur food suplement

    dengan obat. g. Jangan merokok dan minum minuman keras. h. Hindari stres dan banyak bersosialisasi. i. Bagi wanita dianjurkan mengikuti program hormone replacement therapy (HRT). j. Melakukan penyuluhan dan deteksi dini terhadap gejala stroke dan faktor risikonya (penyakit jantung,

    hipertensi, diabetes, hiperkholesterolemia dan sebagainya), karena stroke merupakan penyebab utama demensia di Indonesia.

    Kurasi dan Rehabilitasi Pengobatan dan rehabilitasi dilakukan sesuai dengan diagnosis yang ditegakkan. Untuk melaksanakan hal ini sebaiknya dibuat suatu kerjasama antara Departemen Kesehatan (Puskesmas) - Rumah Sakit dan Perusahaan Farmasi agar dari pemeriksaan, pengobatan sampai rehabilitasi dapat dilakukan semurah mungkin mengingat keadaan sisi ekonomi kita yang masih rawan ini. Tindak Lanjut a. Mengingat bahwa pekerjaan besar ini akan memakan biaya yang cukup besar, sebaiknya dilakukan

    kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta. b. Di samping itu sebaiknya juga digalang cukup banyak perkumpulan profesi yang berkaitan dengan

    bidang geriatri ini, misalnya kelompok studi penyakit hipertensi, diabetes, penyakit jantung, neurologi-stroke, olah raga, nutrisi dan sebagainya.

    c. Mengupayakan bagaimana caranya melakukan deteksi dini dengan biaya yang terjangkau terhadap penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan gangguart memori.

    d. Melakukan penyuluhan dan program pelatihan pencegahan kemunduran memori. e. Mengadakan kerjasama dengan kelompok demensia dari Depkes, kelompok Gerontologi Indonesia dan

    Luar Negeri. d. Masalah Kecemasan (Anxietas)

    Pada dasarnya gejala kecemasan berupa keluhan (symptom) dan gejala (sign) yang bersifat psikis dan fisik (khususnya hiperaktivitas sistem saraf otonom dan gejala psikomotorik ).

    Gejala psikis - Kuatir pada kesehatannya - Takut mati atau takut sesuatu yang luar biasa akan terjadi - Takut kehilangan kontrol diri atau menjadi gila - Tingkah laku menghindar disebabkan takut situasi tertentu, - agorafobia - Merasa takut tanpa sebab yang jelas - Perasaan tegang dan tertekan - Sukar konsentrasi - Tidur sulit dan tidak nyenyak - Mudah tersinggung. Gejala fisik - Gangguan menelan atau seperti ada benda di kerongkongan - Detak jantung cepat - Telapak tangan berkeringat - Dengkullemas - Perut kembung, nausea, diare Gemetar, twitching, perasaan bergoncang, nafas pendek Mulut kering Sering

    kencing Kepala pusing Belakang leher tidak enak. Kecemasan yang normal perlu dibedakan dengan kecemasan yang patologis. Pada usia lanjut gangguan kecemasan sering tersamar dan biasanya gangguannya lebih banyak bersifat fisik (somatik).

  • Pemeriksaan dan Diagnosis a. Cara Pemeriksaan yang Disarankan Wawancara tidak kalah penting dengan pemeriksaan fisik pasien walaupun ini mungkin memerlukan waktu yang sering dokter khawatirkan akan waktunya yang terbatas. Namun bila wawancara terfokus dan teratur, hal diperlukan dapat dicapai. Tujuan wawancara pada garis besarnya adalah untuk 1. Mendefinisikan masalah 2. Menentukan ketetapan dan kelengkapan data historik 3. Menciptakan harapan (pasien dan dokter) pads penyakit maupun keluhan utamanya. 4. Merencanakan wawancara, pemeriksaan dan intervensi untuk selanjutnya. b. Langkah-langkah Pembuatan Diagnosis Disarankan, secara berurutan 6 langkah sebagai berikut 1. Perhatikan/simak kata-katanya, apa maksud perkataannya itu, intonasi dan muatan emosinya, juga perilaku

    keseluruhan selama pemeriksaan. Bersabarlah dengan membiarkan pasien menceritakan keluhan (symptom) dan penyakitnya.

    2. Amatilah/jelajahi secara teliti gejala (sign) yang ada seraya menanyakan hal-hal yang mengarah memperjelas kemungkinan adanya simptomatologi gangguan anxietas.

    3. Evaluasi status mental umumnya dengan penekanan khusus pada - mood dan afek - pembicaraannya - isi pikiran - fungsi intelek - pengertian terhadap penyakitnya - daya pertimbangan - hendikep dan adaptasi sosialnya.

    4. Pemeriksaan fisik untuk melihat adanya dan tidakadanya kelainan organik. Setiap pasien dengan penyakit fisik pada suatu waktu menunjukkan kecemasan, namun ada pula penyakit fisik yang erat hubungannya dengan adanya kecemasan yang kronis (misalnya gastritis, diare, kolik abdominal, dll.). Pemeriksaan fisik juga penting untuk menegaskan bahwa tidak adanya penyakit organik pada pasien sebagai sebab keluhannya.

    5. Terangkan kepada pasien kemungkinan anxietas sebagai diagnosis penyakitnya. Dalam memberitahu, pasien perlu dituntun bahwa penyakitnya itu berhubungan dengan proses kejiwaan yang mempengaruhi fungsi organ tubuh. Bahwa gangguan primer yang perlu diobati adalah gangguan anxietasnya dan nantinya gejala/keluhan fisik akan menghilang bila gangguan anxietasnya telah sembuh.

    6. Klarifikasi tentang kemungkinan adanya gangguan lain/komorbiditas, setelah ditinjau kembali (review) berikan diagnosis yang spesifik - Anxietas yang intense kadang merupakan gejala episode gangguan psikotik termasuk skizofrenia. - Anxietas jugs sering menyertai/bersamaan dengan gangguan depresi. - Beberapa obat dapat menimbulkan gejala anxietas pada waktu pemakaiannya atau pada pemutusannya.

    Contoh teofilin, obat 5impatomimetik, arnfetamin, kortikosteroid dll. Untuk Puskesmas disarankan menggunakan langkah-langkah sebagai benkut a. Pada tingkat kader Pertanyaan yang diajukan untuk usia lanjut atau keluarganya 1. Apakah Anda/orangtua Anda Bering-sering cemas ? Ya/tidak 2. Apakah Anda/orangtua Anda sering-sering sedih ? Ya/tidak 3. Apakah Anda/orangtua Anda sering-sering lupa ? Ya/tidak Bila jawabannya pada pertanyaan 1 dan 2 ya dan berlangsung lebih daripada 2 minggu. perlu dikonsultasikan kepada petugas kesehatan. b. Pada tingkat Puskesmas Disarankan petugas menggunakan Metode 2 menit.

  • Terapi a. Konseling vkeluarga

    - Bantu. pasien mengenali, menghadapi dan menantang kekhawatiran yang berlebihan agar dapat mengurangi gejala kecemasan.

    - Kenali kekhawatiran yang berlebihan atau pikiran yang pesimistik - Diskusikan cara menghadapi kecemasan yang berlebihan dan mencoba mengubah atau menghindarinya.

    Apabila upaya konseling gagal dilaksanakan maka dapat diberi farmakoterapi. b. Farmakoterapi Obat-obat yang digunakan untuk terapi kecemasan sangat banyak jenisnya antara lain yang tergolong benzodiazepine dan non benzodiazepine. Hal ini sangat tergantung pada tersedianya obat di fasilitas pelayanan kesehatan primer/dasar yang umumnya hanya tersedia diazepam. Farmakoterapi diberikan apabila konseling gagal dilaksanakan dan hanya diberikan untuk jangka waktu satu minggu, kemudian dievaluasi kembali. Bila farmakoterapi gagal maka pasien dirujuk ke dokter spesialis jiwa. Tindak lanjut a. Pemeriksaan kontrol Pengobatan gangguan jiwa biAsanya memerlukan waktu yang lama maka juga perlu pemeriksaan dan kontrol berulang, seminggu sekali, sebulan sekali, atau bila timbul gejala tertentu, untuk terapi pemeliharaan. Perawatan lanjutan ini diperlukan untuk pemeriksaan perkembangan penyakit/kesembuhan pasien serta efek samping obat dan perubahan pemberian obat. Obat maintainance diusahakan dengan dosis minimal, dan bila pasien sudah baik tanpa obatpun kontrol rawat-jalan lanjutan masih disarankan bila ada keluhan/tanda-tanda tertentu atau pasien merasa perlu. b. Rujukan Diharapkan dokter umum dapat menghadapi kecemasan pada setiap pasiennya dan juga memberikan terapi (konseling dan obat) pada pasien yang jelas menunjukkan gejala-gejala anxietas. Namun ada beberapa pasien yang mungkin tidak dapat ditangani sendiri dan perlu dirujuk ke dokter spesialis, psikiater. Rujukan dari dokter umum ke dokter spesialis, khususnya dalam hal ini ke, psikiater, perlu dilakukan bila - Ada risiko bunuh diri - Diagnosis tidak jelas/tidak dapat dibuat Pasien meminta - Terapi yang telah diberikan tidak berhasil atau penyakitnya berat - Dokter mempertimbangkan perlu psikoterapi untuk pasiennya - Dokter mempertimbangkan pemeriksaan dan perawatan yang lebih spesialistik, lebih intensif - Pasien memerlukan rawat inap di rumah sakit. Pengiriman pasien rujukan harus disertai surat rujukan yang menjelaskan apa yang telah ditemukan dokter dan yang telah diberikan atau disarankan kepada pasien. Perlu ditegaskan pula apakah yang diminta : pertolongan pemeriksaan, saran pengobatan atau rawat inap. c. Saran Penyesuaian Pola Hidup Kepada pasien usia lanjut dengan anxietas perlu dianjurkan untuk menjalani hidup yang lebih tenang, tenang, tidak "ngongso" (memaksakan diri) dan menerima akan keadaannya yang tidak lagi seperti dulu waktu muda. Menyadari akan hendikep yang ada walaupun harus berusaha mempertahankan stamina,'kemampuannya dan bahkan masih mungkin untuk meningkatkannya. Kecemasan pada usia tanjut, gambarannya sama dengan pada masa dewasa, artinya tidak ada hal yang khas. Mungkin anxietas itu baru terjadi pada usia lanjut berhubungan life event pada waktu itu, tetapi juga dapat merupakan gangguan yang sejak dulu sudah ada dan masih berlanjut pada usia lanjut. Walaupun prcvalensi gangguan anxietas pada usia lanjut lebih sedikit daripada usia muda, namun dokter diharap dapat lebih jeli dan tanggap akan adanya anxietas pada setiap pasien yang datang, mengingat usia lanjut yang :lebih rentan. Psikofarmakologi pada usia lanjut secara umum dan juga anxiolitik digunakan dengan lebih hati-hati dan dosis yang lebih rendah. Oleh karena itu konseling pada usia lanjut lebih dianjurkan apalagi psikoterapi pada usia lanjut lebih sulit dijalankan.

  • e. Masalah Depresi Gambaran Minis depreskpada usia lanjut Mengenali depresi pada usia lanjut memerlukan suatu keterampilan dan pengalaman, karena manifestasi gejala-gejala depresi klasik (perasaan sedih, kurang semangat, hilangnya minat/hobi atau menurunnya aktivitas) sering tidak muncul. Tidaklah mudah untuk membedakan sekuele gejala psikologik akibat penyakit fisik dari gangguan depresi atau gejala somatik depresi dari efek sistemik penyakit fisik. Keduanya bisa saja terjadi pada seorang individu usia lanjut pada saat yang sama. Seorang usia lanjut yang mengalami depresi bisa saja mengeluhkan mood yang menurun, namun kebanyakan menyangkal adanya mood depresi. Yang seeing terlihat adalah gejala hilangnya tenaga/energi, hilangnya rasa senang, tidak bisa tiduratau keluhan rasa sakit dan nyeri. Menurut Brodaty (1991) gejala yang sering tampil adalah anxietas atau kecemasan, preokupasi gejala fisik, perlambatan motorik, fatigue (kelelahan), mencela diri sendiri, pikiran bunuh diri, dan insomnia. Sedangkan gejala depersonalisasi, rasa bersalah, minat seksual menurun agak jarang. Sebagai petunjuk ke arah depresi perlu diperhatikan tandatanda berikut : rasa lelah yang terus-menerus bahkan juga sewaklu beristirahat, hilangnya kesenangan yang biasanya dapat is mkmati (tidak merasa senang lagi jika dikunjungi oleh cucu-cucunya), dan mulai ,menarik diri dari kegiatan dan interaksi sosial. Gambaran klinis depresi pada usia lanjut dibandingkan dengan pasien yang lebih muda, berbeda dalam hal usia lanjut cenderung meminimalkan atau menyangkal mood depresinya dan lebih banyak menonjolkan gejala somatiknya, di samping mengeluh tentang gangguan memori. Pasien usia lanjut umumnya kurang mau mencari bantuan psikiater karena kurang dapat menerima penjelasan yang bersifat psikologis untuk gangguan depresi yang mereka alami. Diagnosis Depresi Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan berpedoman pada PPDGJ III (Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III) yang merujuk pada ICD 10 (International Classification of Diseases 10). Gangguan depresi dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang. Pedoman diagnostik lainnya adalah DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV). Depresi berat menurut DSM IV jika ditemukan 5 atau lebih gejala-gejala berikut di bawah ini, yang terjadi hampir setiap hari selama 2 minggu dan salah satu dari gejala tersebut adalah mood terdepresi atau hilangnya rasa senang/minat. Gejala-gejala tersebut adalah - mood depresi hampir sepanjang hari - hilang minadrasa senang secara nyata dalam aktivitas normal - berat badan menurun atau bertambah - insomnia atau hipersomnia - agitasi atau retardasi psikomotor - kelelahan atau tidak punya tenaga - rasa tidak berharga atau perasaan bersalah berlebihan - sulit berkonsentrasi - pikiran berulang tentang kematian, percobaan/ide bunuh diri. Gejala-gejala ini bukan merupakan akibat dari kondisi medik umum atau akibat pemakaian zat, dan harus menimbulkan gangguan yang bermakna secara klinis dalam fingsi kehidupan seseorang. Menurut ICD 10, pada gangguan depresi ada tiga gejala utama yaitu - mood terdepresi - hilang minadsemangat - hilang tenaga, mudah lelah disertai gejala lain - konsentrasi menurun - harga diri menurun -perasaan bersalah - pesimis memandang masa depan - ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri - pola tidur berubah - nafsu makan menurun.

  • PEDOMAN PENGELOMPOKAN BERAT RINGANNYA DEPRESI DEPRESI : Gejala Utama Gejala lain Fungsi Keterangan

    Minimal minimal

    Ringan 2 2 baik distres Sedang 2 3 atau 4 terganggu berlangsung

    minimal 2 minggu Berat 3 4 sangat intensitas terganggu gejala berat Perjalanan penyakit depresi terutama pada usia sangat lanjut (lebih dari 85 tahun) berkembang sangat perlahan-lahan, mirip dengan GangguanDistimik. Gejala gangguan tidur agak sulit untuk dievaluasi karena gangguan tidur sering terjadi pada usia lanjut yang tidak depresi. Yang dapat menjadi petunjuk ke arah depresi adalah jika terdapat gejala bangun lebih awal dari biasanya disertai isi pikiran depresif. Seorang usia lanjut membutuhkan tidur lebih sedikit dan sering terbangun untuk buang air kecil pada malam hari. Karena itu penting untuk mengamati perilaku orang usia lanjut ketika is terbangun malam hari. Sleep hygiene juga perlu diperhatikan sebelum memberikan intervensi farmakologis. Munculnya gejala-gejala fisik perlu diperhatikan dengan seksama, karena komorbiditas sering dijumpai. Penelaahan dan penatalaksanaan baik untuk depresi maupun penyakit fisik perlu dilakukan secara bersamaan. Menurunnya perawatan diri, perubahan kebiasaan makan, turunnya berat badan dapat merupakan tanda awal depresi tapi dapat juga merupakan tanda-tanda demensia..Oleh karena itu perlu dilakukan juga pemeriksaan fungsi kognitif dengan Mini Mental State Examination (MMSE) atau Abbreviated Mental Test (AMT). Gejala psikotik pada pasien usia lanjut dengan depresi berat dapat muncul secara dramatis. Waham bersalah, waham kemiskinan, waham bahwa organ-organ tubuhnya membusuk/rusak/hilang sering dijumpai pada pasien usila dengan depresi berat. Halusinasi auditorik dan halusinasi somatik juga bisa terjadi, tetapi jika ada halusinasi visual sebaiknya dipikirkan ke arah penyakit lainnya. Secara klinis praktis umumn ya depresi dibedakan sebagai depresi berat atau ringan. Akan tetapi ada sindrom klinis tertentu yang dapat muncul pada usia lanjut yaitu a. Depresi agitatif : ditandai dengan aktivitas yang meningkat, mondar-mandir, mengejar-ngejar orang,

    terns-menerus meremasremas tangan dll. b. Depresi dan anxietas : gangguan cemas menyeluruh atau fobia dapat terjadi bersama-sama dengan depresi.

    Penelitian menunjukkan bahwa anxietas 15-20 kali lebih sering dijumpai pada usia lanjut dengan depresi. Hubungan penyakit fisik dengan anxietas pada depresi cukup kompleks. Anxietas dapat menyebabkan gejala fisik yang sering dikira sebagai penyakit fisik semata. Anxietas hebat juga dapat menyebabkan kelelahan dan dehidrasi. Sementara penyakit fisik yang mengancam kehidupan atau hilangnya kemandirian sering kali merupakan sumber dari anxietas.

    c. Depresi terselubung : tidak munculnya gejala mood terdepresi bukanlah suatu halangan untuk mendiagnosis depresi. Apakah penyangkalan mood depresi ini karena kekhawatiran menjadi beban ataukah karena trendbahwa "Usia lanjut harus berani menghadapi hari tua", yang terpenting adalah mengeksplorasi tanda dan gejala lainnya yang menunjukkan depresi secara lebih teliti.

    d. Somatisasi : gejala somatik dapat menyembunyikan gejala yang sesungguhnya dari gangguan depresi, namun dapat pula diperberat dengan adanya depresi.

    e. Pseudodemensia : istilah ini diperuntukkan bagi pasien depresi yang menunjukkan gangguan memori yang bermakna seperti yang terjadi pada pasien demensia.

    f. Depresi sekunder pada demensia : pada stadium awal demensia sering dijumpai depresi, mungkin sebagai dampak dari insight akan deteriorasi fungsi dan menurunnya kemampuan seeara progresif. Depresi yang terjadi pada stadium akhir mungkin lebih banyak berhubungan dengan hilangnya fungsi neurotransmitter. Depresi dan gangguan perilaku pada demensia disebabkan oleh berkurangnya fungsi serotonergik, sehingga pengaktifan fungsi serotonergik akan memperbaiki gejala-gejala tersebut.

  • Pemeriksaan Pasien Depresi Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi adalah mendeteksi atau mengidentifikasi. Sampai saat ini belum ada suatu konsensus atau prosedur khusus untuk penapisan/skrining depresi pada populasi usia lanjut. Salah satu instrumen yang dapat membantu adalah Geriatrik Depression Scale (GDS) yang terdiri dari 30 pertanyaan yang harus dijawab oleh pasien sendiri. GDS ini dapat dimampatkan menjadi hanya 15 pertanyaan saja dan ini mungkin lebih sesuai untuk dipergunakan dalam praktek umum sebagai alat penapis Depresi pada usia lanjut. Ada 4 pertanyaan yang harus diajukan dalam memeriksa pasien depresi yaitu 1. Apakah pada dasarnya Anda merasa puas dengan kehidupan Anda ? 2. Apakah hidup Anda terasa kosong ? 3. Apakah Anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada diri Anda ? 4. Apakah Anda merasa bahagia pada sebagian besar waktu Anda ? Pertanyaan tersebut dapat dilengkapi dengan mengekplorasi hal-hal berikut ini - Apakah pasien mempunyai riwayat depresi ? - Apakah pasien terisolasi secara sosial ? - Apakah pasien menderita penyakit kronik ? - Apakah pasien baru saja berkabung ? Bilamana ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada depresi harus dilakukan lagi pemeriksaan yang lebih rinci sebagai berikut 1. Riwayat klinis/anamnesis

    Riwayat keluarga Gangguan psikiatrik yang lampau Kepribadian Riwayat sosial Ide/percobaan bunuh diri Gangguan-gangguan somatik Perkembangan gejala-gejala depresi.

    2. Pemeriksaan fsik

    Pemeriksaan fisik pada pasien depresi sangat penting karena gejalagejala depresi sering disertai dengan penyakit fisik. Depresi dapat merupakan gejala dari suatu penyakit fisik, contohnya penyakit Cushing, karsinoma paru, usus besar atau pankreas. Di samping itu depresi dapat muncul sebagai reaksi sekunder terhadap disabilitas dan discomfort (ketidaknyamanan). Penilaian terhadap status nutrisi dan hidrasi sebaiknya dilakukan, karena kurangnya intake makan dan minum pasien sebelumnya.

    3. Pemeriksaan kognitif

    Penilaian AMT atau MMSE pada usia lanjut yang menunjukkan gejala depresi bermanfaat dalam follow-up penatalaksanaan pasien. Bilamana depresi terjadi sekunder pada demensia maka fungsi kognitif pasien tidak akan membaik ketika depresi menghilang, bahkan deteriorasi kognitif akan berlanjut terus. Perbaikan pada skor AMT atau MMSE setelah dilakukan terapi terhadap depresi menunjukkan bahwa pasien dengan depresi mengalami problem konsentrasi dan memori yang mempengaruhi fungsi kognitifnya.

    4. Pemeriksaan status mental

    Penampilan dan perilaku Mood/suasana perasaan Pembicaraan Isi pikiran Anxietas Gejala hipokondriakal

    5. Pemeriksaan lainnya

    Mengingat pasien usia lanjut rentan terhadap gangguan metabolisme sekunder akibat penyakit depresi yang berat, seperti tidak adekuatnya intake cairan, maka perlu dipertimbangkan pemeriksaan sebagai berikut - Ureum dan elektrolit - Darah lengkap dan hitung jenis - B 12 dan folic acid - Test fungsi tiroid - Thorax photo - Lain-lain: serum sifilis, EKG, EEG, CT Scan dst.

  • Prognosis Roth dkk. (1950) dan Murphy (1980) mengatakan bahwa hanya sepertiga dari pasien-pasien dengan depresi yang sembuh setelah selama satu tahun dirujuk ke pelayanan psikiatri usia lanjut. Setengan dari pasien-pasien tersebut mengalami relaps. Penelitian-penelitian lainnya melaporkan prognosis yang lebih cerah yaitu lebih dari 60% sembuh dalam waktu satu tahun. Bagaimanapun, adanya kesembuhan dengan risiko relaps (yang dapat diobati lagi) adalah lebih baik daripada tetap tinggal dalam gangguan depresi selamanya. Tingkat mortalitas pada pasien depresi cukup tinggi, yaitu sepertiga dari pasien Murphy meninggal dalam waktu empat tahun follow up. Pefyebab kematian tidaklah berhubungan langsung dengan depresi tetapi terutama karena penyakit vaskular atau infeksi paru dan bukan bunuh diri. Prognosis yang buruk (penyakit terus berlanjut atau sering kali kambuh), berhubungan dengan keparahan penyakit tetapi tidak berhubungan dengan gejala klinis. Adanya gejala psikotik tidak memperburuk hasil terapi. Penyakit fisik yang bertambah parah dan penderitaan akibat disabilitas kronik mungkin menjadi faktor utama penyebab mudahnya terjadi kekambuhan. Prognosis depresi pada usia lanjut tidaklah berbeda dengan prognosis pada usia yang lebih muda. Umumnya pendefta akan sembuh dan tetap berfungsi dengan baik jika depresi diobati dan ditatalaksana dengan baik. Hasil terapi yang kurang baik tampaknya berhubungan dengan episode awal yang parah dan adanya komorbiditas dengan penyakit kronik. Penatalaksanaan depresi pada usia lanjut Meningkatnya pengenalan depresi oleh para dokter dan perawat harus diikuti dengan penatalaksanaan yang adekuat dengan menggunakan kombinasi terapi psikologis dan farmakologis disertai pendekatan multidisiplin yang menyeluruh. Terapi harus diberikan dengan memperhatikan secara individual harapan-harapan pasien, martabat (dignity) dan otonomi/kemandirian pasien. Problem-problem fisik yang ada bersama-sama dengan penyakit mental harus diobati. Semua tehniktehnik psikoterapi (psychodynamic, cognitive behavioural dan lain-lain) dapat dipergunakan. Intervensi terapeutik untuk memacu kemandifan seperti melatih keterampilan sehari-hari (daily living skills) dan peningkatan keamanan di rumah, suport praktis serta pemberian informasi jangan dilupakan. 1. Terapi fisik a. Obat (Farmakologis)

    Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinisi dan familiarity terhadap jenis -jenis antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan gejala. Pertimbangkan baik-baik untung dan rugi dari setiap pemberian obat, keamanannya, interaksinya dengan obat lain, toleransi pasien dan efektivitas obat dalam mengatasi gejala. Kelompok obat antidepresan - Trisiklik Trisiklik banyak dipakai karena murah dibandingkan dengan jenis antidepresan yang lebih baru, namun harus diperhatikan efek samping yang ditimbulkannya. Efek kardiotoksik, hipotensi postural, problem memori, efek antikolinergik (mulut kering, kebingungan, penglihatan kabur, retensi urine, konstipasi, perburukan glaukoma) dan efek-efek lainnya seperti sedasi dan kelemahan harus dipantau dengan saksama. Pada usia lanjut, efek samping lebih mudah muncul dibandingkan dengan usia yang lebih muda. Mianserin atau trazodone dapat dipakai untuk pasien depresi yang agitatif berat, terutama karena efek samping sedasinya yang kuat. - SSRI's (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitors) Obat-obat golongan ini dinyatakan efektif, aman dan ditoleransi dengan baik oleh pasien usia lanjut. Efektivitas SSRI's sama dengan trisiklik dalam mengobati depresi. Efek samping yang dapat muncul adalah nausea, tremor, sakit kepala, pusing dan berkeringat selama beberapa hari pertama penggunaannya. Dibandingkan dengan trisiklik, SSRI's kurang kardiotoksik, tidak mempengruhi tekanan darah dan tidak memiliki efek antikolinergik. - MAOI's (Monoamine Oxidase Inhibitors) Karena sulitnya menghindari diet makanan tertentu dan polifarmasi pada pasien usia lanjut, maka praktis golongan obat ini pemakaiannya dibatasi hanya pada kasus-kasus fobia, gejala hipokondriakal atau histeris. Pada pasien depresi yang telah diobati dengan MAOI's, bila akan dilanjutkan dengan antidepresan lainnya harus berhati-hati dan melalui periode wash out lebih dahulu.

  • - Lithium Lithium juga mempunyai efek antidepresan selain bertindak sebagai mood stabilisator. Lithium dapat dipergunakan sebagai tambahan terapi dengan trisiklik atau SSRI's pada kasus depresi yang resisten. Umumnya pasien usia lanjut dapat menerima lithium dengan baik selama kadar serum dipertahankan antara 0,4-0,8 mmol/1. Sebelum pemberian lithium harus diperiksa terlebih dahulu EKG, ureum dan elektrolit, dan fungsi tiroid. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan setiap 6 bulan dan kadar lithium diperiksa setiap 3 bulan.

    b. Terapi elektrokonvulsif (ECT) Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh diri atau retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT diberikan 1-2 kali seminggu pada pasien rawat inap, unilateral untuk mengurangi confusion/ memory problem. Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mo od (sekitar 5-10 kali), dilanjutkan dengan antidepresan untuk mencegah kekambuhan.

    Pengobatan profilaksis harus diberikan untuk mencegah terjadinya kekambuhan depresi setelah gejala-gejala depresi membaik, pemberian antidepresan masih harus dilanjutkan selama 4-6 bulan dengan dosis terapeutik penuh. Beberapa penelitian bahkan menganjurkan agar terapi diteruskan sampai 2 tahun. Kapan antidepresan boleh dihentikan, tergantung pada evaluasi klinis (perkembangan efek samping, munculnya penyakit fisik atau kelemahan kondisi umum).

    2. Terapi psikologik a. Psikoterapi Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan bersama-sama dengan pemberian antidepresan. Baik pendekatan psikodinamik maupun kognitif perilaku sama keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan terapis dalam proses terapeutik akan meredakan gejala dan membuat pasien lebih nyaman, lebih mampu mengatasi persoalannya serta lebih percaya diri. b. Terapi kognitif Terapi perilaku kognitif bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu dsb.) ke arah pola pikir yang netral atau yang positif. Ternyata pasien usia lanjut dengan depresi dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus diberikan secara singkat dan terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas tertentu, terapi kognitif bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir. c. Terapi keluarga Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi, sehingga dukungan/support terhadap pasien sangat penting. Proses penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi daii dominan menjadi dependen pada orang usia lanjut. Tujuan dari terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan frustrasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga yang menghambat proses penyembuhan pasien. d. Penanganan anxietas (relaksasi) Tehnik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif baik secara langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional) atau melalui tape recorder. Tehnik ini dapat dilakukan dalam praktek umum sehari-hari. Untuk menguasai tehnik ini diperlukan kursus singkat terapi relaksasi. Komorbiditas Komorbiditas didefinisikan sebagai adanya dua atau lebih gangguan psikiatrik atau gangguan psikiatrik dengan penyakit fisik lain pada seorang pasien pada waktu yang sama. Komorbiditas mempunyai implikasi terhadap diagnosis, terapi dan prognosis. Sakit kepala, putus asa, retardasi psikomotor agak sulit untuk dikaitkan apakah ini suatu problem organik atau mungkin suatu keadaan depresi. Kapan dan bagaimana memulai terapi antidepresan pada pasien dengan penyakit fisik berat? Jelas bahwa komorbiditas gangguan psikiatrik dengan penyakit fisik akan memperburuk kualitas hidup dan menghambat penyembuhan pasien. Hal ini akan berjalan seperti lingkaran setan karena kedua kondisi medik ini saling mempengaruhi satu sama lain. Menurut Katona kejadian depresi berat meningkat pada pasien dengan penyakit medik/fisik, sementara depresi akan memperkuat gejala fisik. Komorbiditas juga meningkatkan hendaya fungsional/disabilitas. Biasanya kepatuhan minum obat pasien depresi juga rendah. Tidak mengherankan jika angka mortalitas meningkat.

  • Kondisi-kondisi komorbiditas yang sering dijumpai 1. Gangguan depresi dan stroke 2. Gangguan depresi dan diabetes mellitus 3. Gangguan depresi dan infark miokard/penyakit jantung koroner 4. Gangguan depresi dan penyakit Parkinson 5. Gangguan depresi dan penyakit lain (Alzheimer, Huntington, dll) Deteksi dini depresi pada pasien usia lanjut dengan gangguanlpenyakit fisik yang disertai dengan intervensi optimal, akan memperbaiki prognosis dan mencegah terjadinya disabilitas yang akan membuat pasien menderita berkelanjutan.

    Pendekatan multidisiplin dengan fokus pada kepentingan pasien harus menjadi perhatian bagi seluruh anggota tim. Kesejahteraan jiwa pasien, harapan-harapan pasien dan kehidupan sosialnya sebaiknya juga diupayakan terpenuhi di samping upaya penyembuhan penyakitnya.