pdf

1
Nama: Mirna Heradyani NPM : 1306447625 Apresiasi seni adalah pemahaman terhadap suatu karya seni yang dilakukan dengan menghayati dan merasakan karya tersebut. Penghayatan karya dapat dilakukan dengan memahami bentuk dan makna yang mungkin disampaikan dari seniman. Penghayatan terhadap karya akan menimbulkan respon emosional dan estetik. Judy Chicago adalah seorang seniman feminis yang karyanya berfokus kepada peran wanita dalam sejarah dan budaya. Salah satu masterpiece karyanya berupa instalasi yang berjudul Dinner Party. Instalasi ini mulai dipamerkan pada tahun 1979, dimana di masa itu second-wave feminism menjadi salah satu alasan karya ini dibuat. Karya ini dianggap sebagai awal dari kemunculan karya seni yang berdasarkan prinsip feminisme. Dalam karya ini, terdapat 39 buah meja yang disusun dalam bentuk segitiga dan diperuntukan untuk 39 tokoh perempuan. Segitiga yang terdiri dari tiga sisi ini masing-masing terdapat 13 buah meja yang dibagi dalam 3 zaman. Pemilihan perempuan yang diberi tempat di karya Dinner Party ini berbasis pada tiga kriteria, apakah ia memberi kontribusi bermakna pada masyarakat; apakah ia berusaha memperbaiki kondisi untuk sesama perempuan; dan apa hidupnya berpengaruh pada sejarah perempuan atau menjadi pelopor untuk masyarakat. Masing-masing meja ditutup oleh taplak dan diberi piring dan gelas. Setiap meja memiliki karakter khusus yang dianggap menghubungkan kontribusi yang penghuninya lakukan dan identitasnya sebagai wanita. Piring yang diletakkan di masing-masing meja menampilkan bentuk berbasis kupu-kupu yang menurut Judy Chicago merupakan suatu significant form yang mengingatkan pada identitas setiap wanita. Peletakan piring bergambar kupu-kupu diatas 39 buah meja ini mengingatkan Chicago pada lukisan Leonardo Da Vinci yang berjudul The Last Supper. Dalam lukisan tersebut, Da Vinci menggambarkan Yesus di makan malam terakhirnya dimana Ia dikelilingi oleh 12 muridnya yang semuanya berjenis kelamin laki- laki. Chicago yang menganggap meja makan memberikan makna simbolis bagi wanita karena merupakan tempat perempuan menghidangkan makanan, menganggap meja makan merupakan area privat bagi perempuan. Ia menganggap aneh karena meja makan yang seharusnya menjadi area privat bagi perempuan menjadi diduduki oleh 13 laki-laki tanpa perwakilan perempuan sama sekali. Karena alasan tersebut Ia terinspirasi untuk memberikan gambar kupu-kupu di masing piring, dimana gambar tersebut merepresentasikan identitas dan kehadiran 13 perempuan yang sangat bertolak belakang dengan penggambaran meja makan di lukisan Da Vinci. Disini Chicago mencoba membangkitkan perasaan solidaritas antara sesama wanita yang dilupakan dalam sejarah. Alasan pemilihan bentuk segitiga bersisi sama yang membentuk meja yang memiliki bolongan ditengahnya sendiri bermakna equality atau kesamaan. Chicago menganggap jumlah 13 meja di setiap sisi dalam bentuk segitiga menggambarkan aspirasinya akan kesamaan derajat perempuan dan laki-laki di masyarakat. Piring dan taplak makan pada masing-masing meja dibuat dengan teknik yang dianggap sebagai domestic art karena identik dengan perempuan sebagai pembuatnya. Dengan menggunakan seni tekstil, menjahit, serta penggambaran pada piring keramik yang dianggap sebagai low art karena biasa dipraktekkan oleh ibu rumah tangga, Chicago ingin menyampaikan bahwa segala jenis karya, asal didasarkan sebuah niat; adalah sebuah karya seni. Istilah low art dan high art hanyalah istilah yang dibuat masyarakat karena karya yang dihasilkan dibuat oleh seorang seniman full time, artinya orang yang menjadikan seni sebagai pekerjaan utama. Menurut sejarah, jumlah seniman wanita sangat minim karena wanita terbebani oleh ‘kewajiban’ yang ditanamkan oleh generasi-generasi sebelumnya untuk menjadi ibu rumah tangga dan menjadikan mengurus anak dan suami sebagai pekerjaan utama mereka. Disini Chicago mencoba mengubah bagaimana perempuan dilihat di masyarakat dan budaya dengan menampilkan sisi kreatif mereka yang dapat membuahkan karya. Dengan pembuatan instalasi Dinner Party, Judy Chicago mencoba mengangkat kembali peran perempuan dalam sejarah yang dihilangkan dalam pengarsipan, serta mengkritisasi his-story yang lebih mengangkat peran lelaki. Hal ini dilakukan dengan menampilkan significant form yang dianggap membangkitkan solidaritas dan mempromosikan gender equality dalam masyarakat.

Upload: mirnaheradiani

Post on 12-Feb-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dinner party

TRANSCRIPT

Page 1: PDF

Nama: Mirna HeradyaniNPM : 1306447625

Apresiasi seni adalah pemahaman terhadap suatu karya seni yang dilakukan dengan menghayati dan merasakan karya tersebut. Penghayatan karya dapat dilakukan dengan memahami bentuk dan makna yang mungkin disampaikan dari seniman. Penghayatan terhadap karya akan menimbulkan respon emosional dan estetik. Judy Chicago adalah seorang seniman feminis yang karyanya berfokus kepada peran wanita dalam sejarah dan

budaya. Salah satu masterpiece karyanya berupa instalasi yang berjudul Dinner Party. Instalasi ini mulai dipamerkan pada tahun 1979, dimana di masa itu second-wave feminism menjadi salah satu alasan karya ini dibuat. Karya ini dianggap sebagai awal dari kemunculan karya seni yang berdasarkan prinsip feminisme. Dalam karya ini, terdapat 39 buah meja yang disusun dalam bentuk segitiga dan diperuntukan untuk 39 tokoh perempuan. Segitiga yang terdiri dari tiga sisi ini masing-masing terdapat 13 buah meja yang dibagi dalam 3 zaman. Pemilihan perempuan yang diberi tempat di karya Dinner Party ini berbasis pada tiga kriteria, apakah ia memberi kontribusi bermakna pada masyarakat; apakah ia berusaha memperbaiki kondisi untuk sesama perempuan; dan apa hidupnya berpengaruh pada sejarah perempuan atau menjadi pelopor untuk masyarakat. Masing-masing meja ditutup oleh taplak dan diberi piring dan gelas. Setiap meja memiliki karakter khusus yang dianggap menghubungkan kontribusi yang penghuninya lakukan dan identitasnya sebagai wanita. Piring yang diletakkan di masing-masing meja menampilkan bentuk berbasis kupu-kupu yang menurut Judy Chicago merupakan suatu significant form yang mengingatkan pada identitas setiap wanita. Peletakan piring bergambar kupu-kupu diatas 39 buah meja ini mengingatkan Chicago pada lukisan Leonardo Da Vinci yang berjudul The Last Supper. Dalam lukisan tersebut, Da Vinci menggambarkan Yesus di makan malam terakhirnya dimana Ia dikelilingi oleh 12 muridnya yang semuanya berjenis kelamin laki-laki. Chicago yang menganggap meja makan memberikan makna simbolis bagi wanita karena merupakan tempat perempuan menghidangkan makanan, menganggap meja makan merupakan area privat bagi perempuan. Ia menganggap aneh karena meja makan yang seharusnya menjadi area privat bagi perempuan menjadi diduduki oleh 13 laki-laki tanpa perwakilan perempuan sama sekali. Karena alasan tersebut Ia terinspirasi untuk memberikan gambar kupu-kupu di masing piring, dimana gambar tersebut merepresentasikan identitas dan kehadiran 13 perempuan yang sangat bertolak belakang dengan penggambaran meja makan di lukisan Da Vinci. Disini Chicago mencoba membangkitkan perasaan solidaritas antara sesama wanita yang dilupakan dalam sejarah. Alasan pemilihan bentuk segitiga bersisi sama yang membentuk meja yang memiliki bolongan ditengahnya sendiri bermakna equality atau kesamaan. Chicago menganggap jumlah 13 meja di setiap sisi dalam bentuk segitiga menggambarkan aspirasinya akan kesamaan derajat perempuan dan laki-laki di masyarakat. Piring dan taplak makan pada masing-masing meja dibuat dengan teknik yang dianggap sebagai domestic art karena identik dengan perempuan sebagai pembuatnya. Dengan menggunakan seni tekstil, menjahit, serta penggambaran pada piring keramik yang dianggap sebagai low art karena biasa dipraktekkan oleh ibu rumah tangga, Chicago ingin menyampaikan bahwa segala jenis karya, asal didasarkan sebuah niat; adalah sebuah karya seni. Istilah low art dan high art hanyalah istilah yang dibuat masyarakat karena karya yang dihasilkan dibuat oleh seorang seniman full time, artinya orang yang menjadikan seni sebagai pekerjaan utama. Menurut sejarah, jumlah seniman wanita sangat minim karena wanita terbebani oleh ‘kewajiban’ yang ditanamkan oleh generasi-generasi sebelumnya untuk menjadi ibu rumah tangga dan menjadikan mengurus anak dan suami sebagai pekerjaan utama mereka. Disini Chicago mencoba mengubah bagaimana perempuan dilihat di masyarakat dan budaya dengan menampilkan sisi kreatif mereka yang dapat membuahkan karya. Dengan pembuatan instalasi Dinner Party, Judy Chicago mencoba mengangkat kembali peran perempuan dalam sejarah yang dihilangkan dalam pengarsipan, serta mengkritisasi his-story yang lebih mengangkat peran lelaki. Hal ini dilakukan dengan menampilkan significant form yang dianggap membangkitkan solidaritas dan mempromosikan gender equality dalam masyarakat.