pbl semester ii

Upload: khiki-zhakaria

Post on 19-Jul-2015

79 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I SKENARIO

Bapak Ardana 45 tahun datang ke UGD diantar orang semobil. Rupanya beliau mengalami kecelakaan kerja, saat memperbaiki kabel listrik tiba-tiba keseimbangan kaki terganggu dan jatuh. Kesadaran, b aik. Namun ketika dipakai untuk berdiri kaki kanan tidak dapat diangkat dan terasa sangat sakit, terutama pada tulang keringnya. Juga nyeri pada lengan bawah sebelah kanan dan tampak sedikit membengkak. Setelah dilakukan pemeriksaan, pada daerah tibia dextra, tidak didapatkan luka terbuka, terdapat sedikit pembengkakan, nyeri pada waktu dipegang, terlihat sedikit perubahan bentuk pada daerah ini disertai krepitasi. Pada pemeriksaan lengan kanan, didapatkan oeema, nyeri, hematoma. Tidak didapatkan deformitas maupun krepitasi. Dokter UGD meminta untuk melakukan foto, dan harus opname/MRS.

BAB II KATA KUNCI

1. Nyeri 2. Bengkak 3. Krepitasi 4. Oedema 5. Hematome 6. Deformitas 7. Opname 8. Tibia Dextra 9. Luka 10. UGD

KLASIFIKASI KATA KUNCI

BAB III PROBLEM

1. Apa yang terjadi pada kaki kanan Bapak Ardana ? 2. Mengapa dr. merekomendasikan Bapak Ardana untuk diopname padahal beliau dalam keadaan sadar dan baik-baik saja ?

BAB IV PEMBAHASAN

IV. 1 BATASAN A. Pengertian nyeri Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan B. Fisiologi nyeri Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer. Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu : a. Reseptor A delta b. Serabut C C. Teori Pengontrolan nyeri (Gate control theory) Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan (Tamsuri, 2007)

Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin (Potter, 2005) 1) Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial) a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate b) Peningkatan heart rate c) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP d) Peningkatan nilai gula darah e) Diaphoresis f) Peningkatan kekuatan otot g) Dilatasi pupil h) Penurunan motilitas GI 2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam) a) Muka pucat b) Otot mengeras c) Penurunan HR dan BP

d) Nafas cepat dan irreguler e) Nausea dan vomitus f) Kelelahan dan keletihan Respon tingkah laku terhadap nyeri 1) Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup: 2) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur) 3) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir) 4) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan 5) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri) Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri. Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri: 1) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima) 2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa) 3) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti) D. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri 1) Usia 2) Jenis kelamin 3) Kultur 4) Makna nyeri 5) Perhatian 6) Ansietas

7) Pengalaman masa lalu 8) Pola koping 9) Support keluarga dan sosial Intensitas Nyeri 1) skala intensitas nyeri deskritif

2) Skala identitas nyeri numerik

3) Skala analog visual

4) Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan : 0 :Tidak nyeri 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi

dengan baik. 4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. 7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi 10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi

Fraktur menurut Brunner and Suddarth ( 1996 : 2375 ) adalah terputusnya kontinuitas ditentukan sesuai jenis dan tulangnya. Menurut WWW.MEDICASTORE fraktur adalah retaknya tulang biasa disertai dengan jaringan sekitarnya. Pratical Guide to Csating berpendapat fraktur adalah putusnya kesinambungan fungsi suatu tulang. Lynda Jual Carpenito ( 1999 : 346 ) fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang diakibatkan oleh tekanan eksternal yang lebih besardari yang dapat diserap oleh tulang. Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan biasanya disebabkan oleh cedera atau benturan. Penyebab fraktur menurut Brunner and Suddarth ( 19996 : 2357 ) adalah pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan kontraksi otot ekstrem. Menurut Barbara C . Long ( 1996 : 356 ) fraktur terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau kecelakaan, fraktur dapat terjadi pada kegiatan biasa atau karena penyakit seperti kanker tingkat primer, adanya metastase kanker atau osteoporosis. Menurut www.medicastore.com penyebab fraktur adalah sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera seperti kecelakaan mobil, olah raga atau karena jatuh.patah tulang terjadi jika tenaga yang melawan tulang lebih besar dari pada tulang, jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh arah, kecepatan, kekuatan dan tenaga yang melawan tulang, usia penderita, kelenturan tulang dan jenis tulang. Klasifikasi fraktur a. 1) 2) 3) 4) 5) Klasifikasi fraktur menurut Barbara C . Long ( 1996 : 3589 ) sebagai berikut: Menurut bentuk fraktur Fraktur komplit, pemisahan komplit daru yulang menjadi dau fragmen Fraktur inkomplit, patah sebagian dari tulang tanpa pemisahan Simple atau closed fraktur, tulang patah kulit utuh Fraktur complikata, tulang yang patah menusuk kulit,tulang terlihat Fraktur tanpa perubahan posisi, tulang patah posisi pada tempatnya yang normal

6) Fraktur dengan perubahan posisi, ujung tulang yang berjauhan dari tempat patah 7) Commuited fraktur, tulang patah menjadi beberapa fragmen 8) Impacted fraktur, salah satu ujung tulang yang patah menancap pada yang lain b. Menurut garis patah tulang 1) Greenstick, retak pada sebelah sisi dari tulang ( sering terjadi pada anak dengan tulang yang lembek ) 2) Transverse, patah menyilang 3) Obligue, garis patah miring 4) Spiral, patah tulang melingkar tulang IV. 2 ANATOMI / HISTOLOGI / FISIOLOGI / PATOFISIOLOGI / PATOMEKANISME A. ANATOMI Bengkak Nyeri Deformitas Nyeri Hematome B. HISTOLOGI Tulang Menurut W.F Ganong ( 2003 : 368 ) tulang tersusun oleh jarigan konselus ( Trabekular dan Spongius )atau kortikal ( Kompak ), tulang merupakan bentuk kusus jaringan ikat yang tersusun oleh kristal kristal mikroskopik posfat kalsium, didalam matrik kolagen. Tulang berperan penting dalam homeostatis kalsium, tulang melindungi organ organ vital dan menunjang beban terhadap gaya tarik bumi. Tulang tersusun atas sel, matrik, protein dan defosit mineral.. Matrik tulang umumnya adalah kolagen tipe I yang juga merupakan protein struktural utama ditendon dan kulit. Kolagen merupakan suatu famili protein yang secara struktural saling berkaitan dan berfungsi mempertahankan integritas berbagai organ. Sel sel yang terutama berperan dalam pembentukan dan resorpsi tulang adalah osteoblas, dan osteoklas. Osteoblas adalah sel sel pembentuk tulang yang berasal dari sel disum sum tulang. Ostoeklas adalah sel multinukleus yang mengerosi dan menyerap tulang yang sebelumnya telah terbentuk. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan bentuk tulang dan terletak pada osteon ( unit matrik

tulang Sumber. Encarta Encyklopedia Pembentukan dan Osifikasi Tulang

).

Menurut Syaifudin ( 2006 : 68 ) perkembangan tulang berasal dari jenis jenis perkembangan membranosa dan perkembangan kartilago. Proses peletakan tulang disebut osifikasi. Tulang tulang endokhondrial merupakan tulang yang berkembang oleh penulangan suatu model tulang rawan, penulangan ini dinamakan kartilaginosa. Awal pembentukan tulang terjadi pada bagian tengah dari suatu tulang yang disebut pusat penulangan primer selanjutnya terjadi penulangan skunder. Pusat primer terjadi sangat dini pada kehidupan janin hal ini terjadi akibat perangsangan genetic, pusat penulangan skunder tampak pada ujung tulang panjang dan tulang besar selalu tampak setelah kelahiran. Tulang - panjang mula mula dibentuk modelnya dalam tulang rawan kemudian diubah menjadi tulang melalui osifikasi yang berawal di batang tulang. Perangsangan pusat skunder dilaksanakan oleh tekanan atau tarikan ujung ujung tulang. Faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tulang diantaranya : 1) Hereditere 2) Faktor nutrisi, berfungsi meningkatkan jumlah kalsium dalam darah dan meningkatan penyerapan kalsium dari saluran pencernaan. 3) Faktor Endokrin a) Hormon paratiroid, mengatur konsentrasi kalsium dalam darah,sebagian dengan cara merangsang perpindahan kalsium dari tulang segagai respon kadar kalsiu darah yang rendah, b) Tirokalsitonin c) Hormon pertumbuhan yang dihasilkan hipofise anterior d) Tiroksin 4) Faktor persarafan a) Faktor mekanis, kekuatan dan arah dari trabekular tulang b) Penyakit d. Penyembuhan tulang C. FISIOLOGI

Anatomi Fisiologi a. Anatomi Fisiologi Tibia 1) Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan terletak dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung-ujung atas diantaranya kondil lateral dan medial merupakan bagian yang paling atas dan paling pinggir dari tulang. Permukaan superiornya memperlihatkan dua dataran permukaan persendian untuk femur dalam formasi sendi lutut,tuberkel dari tibia ada disbelah depantepat dibawah kondil kondil ,bagian depan memberi kaitan kepada tendon patella,yaitu tendon dari insersi otot ekstensor kuadrisef. Batang. Sisi anteriornya paling menjulang dan sepertiga sebelah tengah terletak subkutan, bagian ini membentuk Krista tibia. Permukaan medial adalah subkutaneus ada hampir seluruh tulang panjangnya. Ujung bawah tulangnya sedikit melebar dan ke bawah sebelah medial menjulang menjadi maleolus medial atau maleolus tibiae. Sebelah depan tibia halus dan tendon-tendon menjulur di atasnya ke arah kaki D. PATOFISIOLOGI (Lukman and Soronsens 1993 and price, 1995) 5. Klasifikasi / Jenis a) Fraktur komplet : Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran dari posisi normal. b) Fraktur tidak komplet : Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang. c) Fraktur tertutup : Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen frakturnya tidak menembus jaringan kulit. d) Fraktur terbuka : Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur (Fragmen frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh benda asing) 1) Grade I : Luka bersih, panjang 2) Grade II : Luka lebih besar / luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif 3) Grade III : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak yang ekstensif, merupakan yang paling berat. e) Jenis khusus fraktur

1) Greenstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi lainnya membengkok. 2) Tranversal : Fraktur sepanjang garis tengah tulang. 3) Oblik : Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang. 4) Spiral : Fraktur memuntir seputar batang tulang 5) Kominutif : Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen 6) Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah) 7) Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang) Patologik : Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit pegel, tumor) 9) Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon pada perlekatannya 10) Epifiseal : Fraktur melalui epifisis 11) Impaksi : Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya. (Smeltzer and Bare, 2002 : 2357 2358)

IV. PATOMEKANISME

Umumnya fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan,terutama tekanan membengkok,memutar dan tarikan. Trauma penyebab fraktur dapat bersifat: 1. Trauma langsung Fraktur terjadi di daerah yang mengalami tekanan langsung biasanya kopmunitif jaringan lunak mengalami kerusakan 2. Trauma tidak langsung trauma dihantarkan dari daerah yang lebih jauh dari fraktur - jaringan lunak utuh

Tekanan pada tulang dapat berupa : 1. tekanan berputar 2. tekanan membengkok 3. tekanan sepanjang aksis tulang 4. kompresi vertikal 5. trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu 6. fraktur oleh karena gemuk 7. trauma karena tarikan ligamen atau tendo. Klasifikasi Fraktur terbagi atas : 1.Klasifikasi Etiologis

Fraktur Traumatik terjadi akibat trauma tiba-tiba Fraktur Patologis yaitu terjadi karena kelemahan tulang akibat adanya kelainan patologi pada tulang Fraktur Stress terjadi akibat trauma yang terus-menerus pada suatu daerah tertentu. 2. Klasifikasi Klinis

Fraktur Tertutup yaitu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. Fraktur Terbuka yaitu yaitu fraktur yang berhubungan dengan dunia luar melalui luka. Fraktur dengan komplikasi yaitu fraktur yang disertai dengan komplikasi seperti infeksi,malunion,delayed union,non-union. 3. Klasifikasi Radiologis

Berdasarkan lokalisasi,terdiri atas Diafiseal,Metafiseal,Intra-articuler dan fraktur dengan dislokasi. Berdasarkan konfigurasi,terdiri atas fraktur transversal,fraktur oblik,fraktur spiral,fraktur Z,fraktur komunitif,fraktur baji,fraktur avulsi,fraktur depresi,fraktur impaksi,fraktur pecah (burst), Fraktur segmental dan Fraktur epifisis. Berdasarkan ekstensi,terdiri atas Fraktur total, fraktur tidak total (crack), Fraktur turus atau buckle, Fraktur garis rambut dan Fraktur greenstick. Berdasarkan hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya terdri atas fraktur tidak bergeser dan Fraktur bergeser (bersampingan, Angulasi, rotasi, Distraksi, Overriding,impaksi).

IV.

3 JENIS-JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN Berikut Osteoporosis beberapa penyakit tulang yang sering dialami:

Yaitu suatu penyakit yang menyebabkan tingkat kepadatan tulang menurun. Osteoporosis menggerogoti kekuatan tulang trabecular sehingga kekuatannya berkurang drastis, juga tulang cortical menipis dan secara keseluruhan tulang akan mudah patah. Penyakit ini mengintai orang yang sudah lanjut dan wanita yang memasuki masa menopause.

Osteomalacia Penyakit ini mengakibatkan tulang menjadi lunglai diakibatkan kekurangan vitamin D atau kesalahan metabolisme di dalam tubuh. Sama halnya dengan osteoporosis, osteomalacia juga berpotensi membuat tulang cepat patah.

Rickets Rickets sering dialami oleh anak-anak yang sedang tumbuh. Formasi tulang pada penderita rickets abnormal, yaitu terjadi penumpukan kalsium di dalam tulang karena terlalu banyak mengonsumsi susu berkalsium atau akibat radiasi sinar matahari.

Osteomyelitis Infeksi ini menyerang tulang dan diakibatkan oleh bacterimia, atau sepsis, yang menyebar dan mengurangi kekuatan tulang. IV. 4 GEJALA KLINIS Pada individu yang mengalami luka terdapat dua gejala yang diklasifikasikan yaitu gejala umum dan gejala khusus. Gejala umumnya yaitu kesakitan yang dirasakan, sedangkan gejala khususnya yaitu rasa nyeri, bengkak, krepitasi, hematoma, oedema, dan deformitas. IV. 5 PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT

IV. 6 PEMERIKSAAN PENUNJANG PENYAKIT

BAB V HIPOTESIS AWAL

Berdasarkan data yang diperoleh dalam scenario 1, bahwa pasien mengalami Patah Tulang (Fraktur Tulang) pada daerah Tibia Dextra sehingga menyebabkan sedikit pembengkakan, nyeri saat dipegang, deformitas dan krepitasi : Adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (smeltzer S.C & Bare B.G,2001) Adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.( Reeves C.J,Roux G & Lockhart R,2001 )

BAB VI ANALISIS DARI HIPOTESIS AWAL

V.

1 GEJALA KLINIS Menurut Brunner and suddarth ( 1996 : 2356 ), menurut www.medicastore.com dan A. Practical Guide To Casting ( 2000 ) manisfestasi klinis fraktur tibia fibula terbuka adalah : a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimmobilisasi b. Deformitas, ekstremitas diketahui dengan membandingkan dengan yang normal, ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot

c. Pemendekan tulang yang karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur, fragmen sering saling melengkapi satu sama lain dua koma lima sampai lima senti meter ( satu sampai dua inci ) d. Krepitus, teraba seperti bunyi berderit akibat gesekan antara fragmen tulang satu dengan yang lainnya e. Pembengkakan dan Perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan dari fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera f. Kehilangan fungsi, kemungkinan cedera pada syaraf atau pada otot yang hilang g. Perubahan bentuk, disebabkan oleh adanya otot yang menekan fragmen tulang secara langsung

VI.2 PEMERIKSAAN FISIK

1. Anamnesis

Riwayat Trauma Riwayat penyakit lain (tumor,infeksi,kelainan kongenital,dll)

2. Vital Sign : Tensi Nadi RR Suhu : 150/90 : 80 x/menit : 18 x/menit : 31 0 C

3.Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan awal perhatikan : Syok, anemia, perdarahan. Kerusakan pada organ lain

4. Sirkulasi a) Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri / ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah) b) Takikardia (respon stress , hipovolemi) c) Penurunan nadi pada distal yang cidera , pengisian kapiler lambat d) Pembengkakan jaringan atau hematoma pada sisi yang cidera 5. Pemeriksaan Lokal a) Inspeksi

Keadaan umum Ekspresi wajah Bandingkan dengan bagian yang sehat Perhatikan posisi anggota gerak Adanya luka Perhatikan adanya deformitas anggota gerak Keadaan vaskularisasi Sedikit Oedema

b) Palpasi

Lakukan dengan hati-hati Nyeri tekan Krepitasi Pulsasi arteri dan pengisian kapiler Lakukan pengukuran panjang tungkai

c) Pergerakan

Pergerakan aktif Pergerakan pasif

VI. 3 PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :

Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral. Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal. Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang normal) Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan. Foto polos Pemeriksaan radiologis lainnya (Tomografi, CT-Scan, MRI, Radioisotop Scanning)

2. Pemeriksaan laboratorium, meliputi:

Darah rutin, Faktor pembekuan darah, Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi), Urinalisa, Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal).

3.Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskuler akibat fraktur tersebut. Komplikasi : Penyebab komplikasi fraktur secara umum dibedakan menjadi dua yaitu bisa karena trauma itu sendiri, bisa juga akibat penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik. 4. Pemeriksaan Neurologi :

Saraf sensoris Saraf motoris Catat gradasi kerusakan saraf

BAB VII HIPOTESIS AKHIR

Dari hasil diagnosis pada skenario pertama didapat : Bapak Ardana mengalami Fraktur Tulang bagian Ekstremitas Inferior Tibia Dextra. Dari beberapa faktor penyebab fraktur tulang (tibia), didapatkan 4 faktor resiko medis pada Bapak Ardana yaitu : Pembengkakan, Nyeri saat dipegang, Deformitas dan Krepitasi.

BAB VIII MEKANISME DIAGNOSIS

Diagnosa Keperawatan a. Risiko terhadap trauma berhubungan dengan kerusakan Integritas tulang (fraktur) b. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot c. Risiko terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah cedera, edema berlebihan, pembentukan trombus d. Risiko tinggi terhadap pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran : darah / emboli lemak, perubahan membran alveolar / kapiler e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler , nyeri / ketidaknyamanan. f. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka 3. Prinsip intervensi

a. Mencegah cedera tulang jaringan lanjut b. Menghilangkan nyeri c. Mencegah komplikasi d. Memberikan informasi tentang kondisi /prognosa dasn dasn kebutuhan pengobatan e. Meredakan ansietas f. Memperbaiki mobilitas 4. Evaluasi Hasil yang diharapkan : - Tidak terjadi trauma - Gangguan rasa nyaman nyeri hilang / berkurang. - Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler - Dapat bernafas normal - Beraktifitas secara normal / mandiri - Tidak terjadi deku

BAB IX STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

1. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan fraktur menurut Brunner and Sudarth ( 1996 : 2360 ) dan www.medicastore diantaranya sebagai berikut : Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu : a. Rekognisi

Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya adalah mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri. b. Reduksi

Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti letak asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang gawat darurat atau ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri selama tindakan, penderita dapat diberi narkotika IV, sedative atau blok saraf lokal. c. Retensi

Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai, traksi dan teknik fiksator eksterna. d. Rehabilitasi

Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan cara melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan klien. Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.

2. Prinsip Tindakan Medis A.Penyembuhan tulang Menurut Brunner and Suddarth ( 1996 : 2266 ). Tahap tahap penyembuhan tulang sebagai berikut : 1) Inflamasi, terjadi perdarahan dalam jaringan yang cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag ( sel darah putih yang besar ), yang akan membersihkan darah tersebut, tahap inflamasi berlangsung lima hari dan hilang dengan pembengkakan dan nyeri 2) Proliferasi Sel, dalam sekitar lima hari, hematoma akan mengalami organisasi, terbentuk benang benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast ( berkembang dari osteosit, sel endotel dan sel periosteum ) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matrik kolagen pada patahan tulang 3) Pembentukan kalus, fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur, bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menggabungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus

4) Osifikasi, pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga minggu, patah tulang melalui proses penulangan endokondrial, mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar benar telah bersatu dengan keras 5) Remodeling, tahap akhir perbaikan pada tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru kesusun structural sebelumnya, remodeling memerlukan waktu berbulan bulan sampai bertahun tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang dan pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselus stress fungsional.

BAB X PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

1.Cara penyampaian prognosis pada pasien dan keluarga pasien Seorang dokter, mempunyai tujuan membantu pasien melawan penyakitnya. Dokter bukanlah Tuhan yang dapat menentukan hidup matinya seseorang, Ia hanya sebagai perantara, menjadikan profesinya untuk menolong sesame. Informasi yang diberikan dokter kepada pasien harusnya disesuaikan dengan kondisi pasien itu sendiri. Karena tidak semua pasien nyaman diberitahu secara spesifik tentang penyakitnya. Ada yang cukup puas dengan penjelasaan simple, ada juga yang meminta penjelasan lebih spesifik. Biasanya ini tergantung dari tingkat pendidikan seseorang, biasanya pendidikan dengan tingkat lebih tinggi membuat pasien lebih banyak bertanya tentang banyak hal. Penyampaian prognosis dapat berupa memberikan saran kepada pasien dan meyakinkan pasien.

2.Tanda untuk merujuk pasien Menurut Brunner and Suddarth ( 1996 : 2365 ) dan Charlene J. Reeves ( 2001 : 248) komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur diantaranya :

a. Syok, hipovolemik atau traumatic akibat perdarahan ( baik kehilangan darah eksterna maupun yang tidak kelihatan ) dan kehilangan cairan ekstrasel kejaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, torak, pelvios dan vertebra. b. Sindrom emboli Lemak Saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan sum sum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang disebabkan oleh reaksi stress. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru,gnjal dan organ lain, dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cedera, namun paling sering terjadi dalam dua empat sampai tujuh puluh dua jam c. Sindrom Kompartemen Ini bisa disebabkan karena : 1) Penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang keras 2) Peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah ( mis, iskemi, remuk, cedera dan penyuntikan bahan penghancur jaringan. Keadaan fungsi permanent dapat terjadi bila keadaanini berlangsung lebih dari enam sampai delapan jam dan terjadi iskemi, dan nekrosis mioneural d. Osteomyelitis Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan atau korteks tulang dapat berupa exogenous ( infeksi masuk dari luar tubuh ), atau hematogenus ( infeksi berasal dari dalam tubuh ) pathogen dapat masuk melalui fraktur terbuka, luka atau selama operasi e. Gangren gas Gangren gas berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bacterium saprophystik gram positif anaerob yaitu antara lain clostridium welchii atau clostridium perpringeus, clostridium biasanya akan tumbuh dalam luka yang mengalami penurunan suplai oksigen karena trauma otot 3.Peran pasien atau keluarga untuk penyembuhan Kita harus memberikan pemahaman yang benar dikalangan masyarakat, agar tidak membuat suatu penyakit atau luka semakin para. Misalnya seperti pada kasus yang terjadi pada Bapak Ardana dimana beliau mengalami kecelakaan kerja, saat memperbaiki kabel listrik tiba-tiba keseimbangan kaki terganggu dan jatuh.

4.Pencegahan penyakit

Pencegahan dan Perawatan Penyakit Tulang 1. Berolahraga teratur akan mengurangi risiko terkena penyakit tulang. Dengan banyak bergerak, komposisi tulang akan padat dan dapat dihindari keropos atau patah tulang. 2. Asupan makanan harus yang bergizi dan berserat tinggi. Usahan untuk mengonsumsi susu berkalsium tinggi 3. Jika Anda merasa ada keluhan di seputar tulang atau persendian, segera berkonsultasi ke dokter. 4. Melakukan diet seimbang dengan mengonsumsi makanan yang kaya akan kalsium dan vitamin D 5.Dianjurkan untuk tidak merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol 6.Melakukan tes kekuatan tulang secara rutin

BAB X KESIMPULAN DAN SARAN I. KESIMPULAN Nyeri yang terjadi akibat

BAB XI DAFTAR PUSTAKA