pbl prosthodontic 3rd case
DESCRIPTION
ProsthodonticTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seseorang yang mengalami kehilangan gigi dan tidak segera diganti akan
mengakibatkan terganggunya beberapa fungsi, yakni fungsi pengunyahan,
fungsi bicara dan fungsi estetik. Tidak adanya gigi, baik sebagian ataupun
seluruhnya dapat menyebabkan pengunyahan makanan menjadi kurang
maksimal. Dampak lainnya adalah berupa gangguan dalam bicara ataupun
pengucapan kata-kata dalam huruf tertentu, serta terganggunya penampilan
seseorang. Kesemuanya ini dapat mengakibatkan ketidaknyamanan atau
hambatan dalam beraktivitas (Bortoluzzi, 2012).
Perawatan prostodonsia adalah pemulihan atau perbaikan keseimbangan
fungsional seluruh sistem stomatognatik yang meliputi estetik, fonetik,
mastikasi dan penelanan. Hilangnya gigi dari mulut seseorang akan
mengakibatkan perubahan-perubahan anatomis, fisiologis maupun fungsional,
bahkan tidak jarang pula menyebabkan trauma psikologis. Kehilangan gigi
yang disebabkan karies dan penyakit periodontal umum terjadi di seluruh
dunia, meskipun telah berkembang ilmu pencegahan dan perawatan dini
(Hasanah, 2010).
Kehilangan gigi dapat dibagi menjadi dua yaitu kehilangan gigi sebagian
dan kehilangan seluruh gigi. Kehilangan gigi sebagian adalah kehilangan satu
atau lebih gigi pada rahang atas atau rahang bawah. Kehilangan gigi sebagian
diklasifikasikan menjadi empat metode berdasarkan Klasifikasi Kennedy
yaitu Klas I adalah kehilangan gigi pada kedua sisi rahang di bagian posterior,
Klas II adalah kehilangan gigi pada satu sisi rahang di bagian posterior, Klas
III adalah kehilangan gigi di satu sisi rahang antar gigi anterior dan posterior,
serta Klas IV adalah kehilangan gigi pada bagian anterior, melewati garis
tengah (Soeyono, 2011).
Untuk mengatasi kehilangan gigi, ada beberapa pilihan perawatan antara
lain dapat dibuatkan gigi tiruan jembatan, implan, atau gigi tiruan sebagian
lepasan. Pada beberapa kasus yang tidak memungkinkan dibuatkan gigi tiruan
1
jembatan dan implan, maka gigi tiruan sebagian lepasan merupakan pilihan
terbaik (Wurangian, 2010).
Gigi tiruan sebagian lepasan berujung bebas (distal extension-klas I
dan II Kennedy) mempunyai lebih banyak masalah dibandingkan dengan
gigi tiruan sebagian lepasan bersandaran ganda (all tooth supported-klas
III Kennedy). Masalah utama pada gigi tiruan ujung bebas ialah gigi tiruan
tidak stabil. Gigi tiruan yang tidak stabil dapat menyebabkan resopsi lingir
alveolar berjalan lebih cepat, atau ungkitannya dapat menimbulkan kelainan
periodontal pada gigi abutment yang dipakai sebagai sandaran (Ardan, 2007).
Setiap gigi tiruan yang dipasang dalam rongga mulut memiliki resiko
merusak kesehatan gigi dan jaringan pendukung, kerusakan ini dapat
diperkecil dengan membuat desain yang tepat. Oleh sebab itu, rencana
pembuatan desain merupakan salah satu tahap penting dan merupakan salah
satu faktor penentu keberhasilan sebuah gigi tiruan.
Oleh karena itu, penulis memilih judul “Perawatan Kasus Kennedy Klas
II Modifikasi 2 Rahang Atas dan Kennedy Klas III Modifikasi 1 Rahang
Bawah” dalam makalah ini untuk dapat mengetahui bagaimana cara
mendesain gigi tiruan dalam kasus tersebut dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana cara menentukan desain gigi tiruan yang tepat untuk kasus
Kennedy Klas II modifikasi 2 rahang atas dan Kennedy Klas III
modifikasi 1 rahang bawah?
1.2.2 Bagaimana cara menentukan desain alternatif gigi tiruan yang tepat
untuk kasus Kennedy Klas II modifikasi 2 rahang atas dan Kennedy
Klas III modifikasi 1 rahang bawah?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui cara menentukan desain gigi tiruan yang tepat untuk
kasus Kennedy Klas II modifikasi 2 rahang atas dan Kennedy Klas III
modifikasi 1 rahang bawah
1.3.2 Untuk mengetahui cara menentukan desain alternatif gigi tiruan yang
2
tepat untuk kasus Kennedy Klas II modifikasi 2 rahang atas dan
Kennedy Klas III modifikasi 1 rahang bawah
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Mengetahui cara menentukan desain gigi tiruan yang tepat untuk kasus
Kennedy Klas II modifikasi 2 rahang atas dan Kennedy Klas III
modifikasi 1 rahang bawah
1.4.2 Mengetahui cara menentukan desain alternatif gigi tiruan yang tepat
untuk kasus Kennedy Klas II modifikasi 2 rahang atas dan Kennedy
Klas III modifikasi 1 rahang bawah
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 GTSL (GTSL)
Tahapan penyusunan gigi dalam pembuatan gigi tiruan lepasan harus
mendukung tercapainya tujuan dari pembuatan gigi tiruan lepasan tersebut, antara
lain (Gunadi et.al., 1995).
a. Memperbaiki penampilan.
b. Memperbaiki fungsi pengunyahan.
c. Memperbaiki fungsi bicara.
d. Mempertahankan kesehatan jaringan keras dan lunak dalam rongga mulut
yang masih tinggal.
2.1.1 Klasifikasi Kelas II Kennedy
Klasifikasi kelas II Kennedy adalah daerah tak bergigi terletak di bagian
posterior dari gigi yang masih ada, tetapi berada hanya pada salah satu rahang saja
(unilateral). Jika terdapat daerah tak bergigi lain dari pada yang sudah ditetapkan
dalam klasifikasi, masuk dalam modifikasi dan disebut sesuai dengan jumlah
daerah atau ruangannya. (Carr, 2005)
Gambar 2.1: Klasifikasi Kennedy kelas II modifikasi 2 (Patrice S, 2012)
Pada kasus kelas II klasifikasi Kennedy, secara klinis dijumpai beberapa
keadaan seperti: (Gunadi et. al., 1991)
1. Resorbsi tulang alveolar terlibat lebih banyak.
2. Gigi antagonis relatif lebih ekstrusi dan tidak teratur.
3. Ekstrusi menyebabkan rumitnya pembuatan restorasi pada gigi antagonis.
4
4. Pada kasus ekstrim karena tertundanya pembuatan gigi tiruan untuk jangka
waktu tertntu karena perlu pencabutan satu atau lebih gigi antagonis.
5. Karena pengunyahan satu sisi, sering dijumpai kelainan sendi
temporomandibula.
2.1.1.1 Cengkeram
2.1.1.1.1 Cengkeram Kawat
Cengkeram kawat terdiri dari cengkeram kawat paradental (tooth
borne dan gingival (mucosa borne). Cengkeram paradental merupakan klamer
yang fungsinya selain sebagai retensi dan stabilisasi protesa, klamer ini juga
sebagai alat untuk meneruskan beban kunyah yang diterima gigi tiruan ke gigi
penyangganya. Klamer paradental harus mempunyai bagian yang melalui bagian
oklusal gigi penyangga atau titik kontak antara gigi penyangga dengan gigi
sebelahnya. Sedangkan cengkeram gingival hanya memiliki fungsi retensi dan
stabilisasi, sehingga tidak memiliki bagian pada oklusal gigi penyangga. (Phoenix,
2002)
Beberapa jenis cengkeram kawat:
1. Cengkeram 3 jari
Bentuknya seperti akers clasp terdiri dari lengan bukal dan lingual, body,
bahu, rest oklusal. Cengkeram ini diindikasikan untuk gigi premolar dan
molar. (Gunadi et al., 1991)
Gambar 2.2: Cengkeram 3 jari (Gunadi et. al., 1991)
2. Cengkeram 2 jari
Disainnya sama dengan cengkeram 3 jari, hanya tidak mempunyai rest.
Indikasi: gigi molar dan premolar (Phoenix, 2002)
5
Gambar 2.3: Klamer 2 jari (Gunadi et. al., 1991)
3. Cengkeram gillet
Disainnya mulai dari bukal terus ke oklusal di atas titik kontak, turun ke
lingual dan terus ke retensi akrilik. Indikasi: gigi premolar. (Gunadi et. al.,
1991)
2.1.1.1.2 Cengkeram Tuang
Beberapa jenis cengkeram tuang: (Gunadi et. al., 1991)
1. Akers clasp
Bentuk dasar dari jenis sirkumferensial yang terdiri dari lengan bukal,
lingual, dan rest oklusal. Cengkeram ini memiliki bentuk yang sederhana,
efektif, dan cukup kuat serta paling sering digunakan. Akers clasp ini juga
dianggap memenuhi seluruh persyaratan suatu cengkeram, yaitu: (Gunadi et.
al., 1991)
- Memiliki sandaran oklusal yang berfungsi mencegah pergerakan geligi
tiruan kearah gingival
- Bagian pengimbang yang berfungsi menahan pergerakan horizontal
- Lengan retentif yang berfungsi mencegah pergerakan vertikal kearah
oklusal.
2. Back action clasp
Klamer ini adalah modifikasi dari ring clasp. Rest seat terhubung secara
langsung dengan konektor minor. Tipe clasp ini terutama digunakan sebagai
retainer untuk gigi tiruan sebagian unilateral dan bilateral. Clasp ini
memberikan keuntungan retensi dan kekuatan yang baik. Keuntungan clasp
ini yaitu dapat menyisakan ruang untuk mesial bagian dari dasar gigi tiruan,
margina gingival dari gigi penyangga dapat dibiarkan terbuka untuk
6
kesehatan periodontal yang lebih baik. (Graber, 1986) Penggunaannya paling
sering pada gigi premolar. (Soratur, 2006)
Gambar 2.4: Back Action Clasp (Gunadi et. al., 1991)
2.1.1.2 Sandaran (Rest)
Sandaran (rest) merupakan bagian gigi tiruan yang bersandar pada
permukaan gigi penyangga dan dibuat dengan tujuan memberikan dukungan
vertikal pada protesa. Sandaran dapat ditempatkan pada permukaan oklusal gigi P
dan M, atau pada permukaan lingual gigi anterior. Sandaran pada gigi posterior
berfungsi sebagai berikut: (Carr, 2005)
a. Menyalurkan gaya atau tekanan oklusal dari gigi tiruan kepada gigi penyangga
b. Menahan lengan cengkeram tetap pada tempatnya
c. Mencegah lengan cengkeram menjadi mekar atau terbuka akibat tekanan
oklusal
d. Membagi gaya oklusal menjadi dua atau lebih komponen, sehingga
pembagian gaya kunyah yang proporsional antara gigi dan lingir sisa
Salah satu jenis rest adalah rest oklusal. Ukuran rest yang dianggap
ideal untuk premolar adalah setengah jarak puncak cusp lingual dan bukal. Untuk
gigi molar, dimensinya dapat sedikit dikurangi dari ukuran rest premolar. Rest
oklusal juga harus berbentuk sendok atau piring (spoon and saucer shaped rest).
(Gunadi et. al., 1991)
2.1.1.3 Basis
2.1.1.3.1 Basis Resin
Indikasi pemakaian basis resin adalah dapat digunakan untuk semua
kasus kehilangan gigi, dan paling sering digunakan sebagai basis protesa.
Keuntungan basis resin adalah warnanya harmonis dengan jaringan sekitarnya,
7
relatif lebih ringan, relining dan rebasing lebih mudah, teknik pembuatan dan
pemolesannya mudah, serta harganya murah. (Carr, 2005)
Bila gigi sudah banyak hilang, sehingga mendekati keadaan gigi tiruan
lengkap, basis perlu diperluas. Pada RA, basis perlu diperluas sampai menutupi
palatum dan sampai ke tuberositas dan hamular notch. Bagian posteriornya
sampai ke batas mukosa bergerak dan tidak bergerak dan berkahir dengan suatu
post dam. Bila sayap bukal dimulai dari gigi P, maka sayap di bagian anterior
dibuat melancip ke posterior dengan bevel pada bagian tepinya. Tebal bagian tepi
sedikitnya 2 mm. Pada RB, basis perlu diperluas hingga menutupi retromolar pad
dan meluas ke lateral sampai sulkus bukalis. Dengan perluasan ini, lingir sisa akan
menjadi stabil. Besar sayap lingual bergantung pada anatomi lingir milohyoid.
Bila bagian ini tajam dan ada gerongnya, maka sayap berakhir pada puncak lingir.
Bila bagian ini tidak tajam dan tidak ada gerongnya, sayap diperluas hingga
sulkus alveolingual. Dengan perluasan ini, basis gigi tiruan akan memberikan
retensi dan stabilisasi maksimum terhadap pergerakan dakam arah distal. (Gunadi
et. al., 1991)
Sayap labial pada basis berfungsi sebagai berikut, antara lain,
meningkatkan nilai estetik dengan menutupi celah diantara protesa dan gigi yang
masih ada. Sayap labial juga berfungsi sebagai guiding planes yang mencegah
rotasi gigi tiruan pada regio anterior dan memastikan kecekatan gigi tiruan.
(Newton JP et. al., 1989)
2.1.1.3.2 Basis Metal
Indikasi basis metal adalah penderita hipersensitif terhadap resin,
penderita dengan gaya kunyah abnormal, ruang intermaksilar kecil, kasus basis
dukungan gigi desain unilateral, serta beberapa pertimbangan khusus, seperti
permintaan pasien, pasien memiliki kebiasaan menyikat gigi secara berlebih atau
kasus dengan tulang pendukung yang stabil. Salah satu contoh basis metal /
kerangka logam (konektor mayor) adalah double lingual bar. Konektor ini
diindikasikan sebagai retensi tak langsung (indirect retainer) dan kasus ruang
interproksimal besar yang telah dilakukan perawatan periodontal. (Gunadi et. al.,
1991)
8
2.1.1.4 Basis Dukungan Gigi
Pada kasus tooth supported atau bounded saddle, pergeseran sadel ke
arah mesial maupun distal dapat dicegah karena baik sebelah mesial maupun
sebelah distal tertahan oleh gigi penyangga dibandingkan dengan pada kasus free
end saddle. Selain itu, basis bersama-sama elemen gigi tiruan berfungsi pula
mencegah migrasi horizontal gigi tetangga, serta migrasi vertikal gigi antagonis.
Pada pembuatan protesa gigi posterior, faktor estetik merupakan hal yang
sekunder, sebaliknya pada gigi anterior. (Gunadi et. al., 1991)
2.1.1.5 Basis Free End
Bagian basis yang berdekatan dengan gigi penyangga akan mendapat
dukungan dari gigi tersbut, sedangkan bagian yang jauh akan didukung jaringan
lingir sisa yang berada di bawah ggi tiruan. Dukungan jaringan ini penting, agar
tekanan kunyah dapat disalurkan ke permukaan yang lebih luas sehingga tekanan
per satuan luas menjadi kecil. Untuk kasus berujung bebas (free end), perlu
diperhatikan beberapa hal-hal berikut ini, yaitu : (Gunadi et. al., 1995)
1. Perlu diusahakan adanya indirect retainer
2. Desain cengkeram harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tekanan kunyah
yang bekerja pada gigi penahan menjadi minimal
3. Sandaran oklusal hendaknya diletakkan menjauhi daerah tak bergigi
4. Perlu dilakukan pencetakan ganda agar keseimbangan penerimaan beban
kunyah antara gigi dan mukosa dapat dicapai
5. Dalam pembuatan desain, perlu dipikirkan kemungkinan perlunya pelapisan
basis di kemudian hari. Hal ini harus mudah dilakukan.
Ungkitan kelas II pada kasus gigi tiruan ujung bebas terjadi apabila titik
fulkrum berada di ujung, tekanan pada ujung yang berlawanan dan tahanan berada
di tengah. Pada posisi seperti ini sadel ujung bebas akan tertahan waktu terangkat
ke arah oklusal. Makin jauh jarak antara titik fulkrum, maka kemampuan
menahannya akan makin baik.
9
2.1.1.6 Indirect Retainer
Indirect retainer harus diletakkan tegak lurus pada garis fulkrum. Pada
kasus kelas II, garis ini ditarik melalui sandaran-sandaran oklusal gigi penyangga
pada sisi freen end dan gigi penyangga paling distal dari sisi lainnya. Bila pada
sisi ini terdapat daerah modifikasi, maka gigi penyangga sekunder yang letaknya
jauh dari garis fulkrum, dianggap sebagai pendukung indirect retainer. (Gunadi
et. al., 1991)
2.1.2 Kennedy kelas III
Kelas III berupa keadaan dengan area tidak bergigi unilateral dengan gigi
asli yang tersisa terletak di anterior dan posteriornya. Daerah tak bergigi terletak
di antara gigi-gigi yang masih ada di bagian posterior maupun anteriornya.
Terdapat 2 jenis, yaitu : unilateral denture dan bilateral partial denture (Jones et
al., 2009)
Gambar 2.5: Klasifikasi Kennedy Kelas III
Applegate menyarankan klasifikasi Kennnedy Kelas III dibagi menjadi 3
grup berdasarkan kondisi klinin, konsekuensi, dan tipe perawatan yang
dibutuhkan. (Osborne et al., 1974)
a. Grup A
Kasus Grup A antara lain apabila sadel pendek, gigi penyangga sehat dan
bone loss minimal di sekitar akar gigi. Pada kondisi ini restorasi pilihan adalah
fixed bridge, tetapi unilateral partial denture dengan konstruksi dan desain yang
baik dapat juga digunakan pada kasus non-modifikasi.
10
b. Grup B
Kasus Grup B antara lain pada kasus satu atau lebih gigi penyangga tidak
dapat menjadi support bagi denture. Hal ini dapat dikarenakan sadel yang
panjang, morfologi akar atau panjang gigi penyangga tidak memadai, beban
oklusal yang terlalu besar, atau terdapat resorpsi akar di sekitar gigi penyangga.
Dalam keadaan ini, bilateral denture diperlukan dan tidak bisa digunakan
unilateral atau fixed bridge.
c. Grup C
Kasus Grup C antara lain kasus dengan sadel panjang dengan salah satu
gigi penyangga tidak dapat menjadi support bagi denture. Salah satu contohnya
adalah saat penyangga posterior berupa gigi molar kedua atau ketiga dan
penyangga anterior adalah insisif lateral dengan akar pendek. Pada kasus ini sadel
di anterior harus berupa mucosa borne.
2.1.2.1 Prinsip Desain GTSL dari Kennedy Kelas III
Kelas III Kennedy merupakan daerah tak bergigi terletak di antara
gigi-gigi yang masih ada (bounded saddle) di bagian posterior maupun
anteriornya dan unilateral tetapi tidak melewati median line (Gunadi et. al., 1995).
Daerah tidak bergigi lain daripada yang sudah ditetapkan dalam
klasifikasi Kennedy masuk dalam modifikasi dan disebut sesuai dengan jumlah
daerah atau ruangannya. Banyaknya modifikasi ditentukan oleh banyaknya
ruangan yang tidak bergigi (Harty dan Ogston, 2001).
Gambar 2.6: Kelas III Kennedy tanpa modifikasi
11
Gambar 2.7: Kelas III Kennedy modifikasi 1
Gambar 2.8: Kelas III Kennedy modifikasi 2 (Harty dan Ogston, 2001)
Desain GTSL kelas III Kennedy hanya menggunakan support dari gigi
penyangga sehingga biomekaniknya seperti pada gigi tiruan tetap (GTT) yang
bergantung pada kesehatan jaringan periodontal gigi penyangga. Penempatan rest
seat pada GTSL kelas III Kennedy harus dipastikan tidak mengubah dimensi
oklusi vertikal. Rest seat dapat ditempatkan pada cingulum dari kaninus, pada sisi
mesial atau distal dari oklusal premolar maupun molar (Jones et al., 2009).
Retensi yang dipergunakan pada GTSL kelas III Kennedy bergantung
pada keberadaan undercut pada permukaan mesiobukal, mid - bukal, dan
distobukal gigi penyangga, keadaan jaringan periodontal gigi penyangga, serta
pertimbangan estetik. Direct retainer yang umum dipergunakan adalah
circumferential clasp atau infrabulge clasp (I - bar atau modifikasi 1/2 - T clasp).
(Jones et al., 2009).
12
Untuk mencegah pergerakan rotasi atau terungkitnya gigi tiruan,
dibutuhkan indirect retainer. Posisi indirect retainer ditentukan pada posisi tegak
lurus terhadap garis fulkrum. Pada desain GTSL kelas III Kennedy, tidak lagi
diperlukan indirect retainer karena direct retainer pada bagian anterior juga
berfungsi sebagai indirect retainer.
Gambar 2.9: Tampak oklusal model rahang atas : garis hitam menandakan garis fulkrum,
sedangkan garis biru menentukan posisi indirect retainer (Jones et al., 2009)
Desain GTSL pada kasus Kennerdy kelas III dapat berupa unilateral
denture, bilateral denture, sectional denture, long posterior saddle, dan saddle
denture (Lammie and Laird, 1986).
2.1.2.2 Konektor
Apabila oral hygiene dan kondisi gigi penderita baik, konektor yang
terbuat dari metal lebih disarankan untuk digunakan dalam desain GTSL kelas III
Kennedy karena metal memiliki kekuatan yang lebih besar dan hanya sedikit
jaringan yang tertutup. Pemilihan konektor untuk desain GTSL kelas III Kennedy
sebagai berikut: (Tyson et. al., 2007)
1. Rahang atas
Dapat digunakan konektor berupa antara lain anterior bar, middle bar,
posterior bar, ring, dan anterior plate.
13
2. Rahang bawah
Dapat digunakan konektor berupa antara lain lingual atau sublingual bar,
lingual bar dengan accesory konektor, dental bar, dan lingual plate.
Apabila pasien memiliki oral hygiene yang buruk dan gigi banyak yang
mengalami kegoyangan, maka lebih disarankan menggunakan konektor yang
terbuat dari akrilik yaitu palatal atau lingual plate. Akan tetapi, konektor yang
terbuat dari akriliki memiliki kelemahan yaitu kekuatannya lebih rendah dan lebih
banyak jaringan yang harus ditutup oleh akrilik. (Tyson et. al., 2007)
Gambar 2.10: Contoh GTSL kelas III Kennedy dengan plat logam pada rahang atas (kiri)
dan rahang bawah (kanan) (Jones et. al., 2009)
2.1.2.3 Unilateral Denture
Ciri utama desain ini adalah meliputi jaringan dalam salah satu sisi
rahang saja. Gigi tiruan semacam ini dapat menjadi tidak stabil dan hanya bisa
menerima beban yang terbatas. Karena desain ini biasanya tooth-borne, maka
resistensi terhadap kekuatan vertikal lebih baik jika didapat dari gigi akar ganda
dan besar (Lammie and Laird, 1986).
Indikasi: (Lammie and Laird, 1986)
1) Kehilangan gigi tidak lebih dari dua gigi
2) Beban oklusal ringan
3) Gigi penjangkaran tanpa restorasi besar
4) Kedua gigi penjangkaran dengan mahkota klinis yang sempurna, tumbuh
sempurna dan tegak, mahkota anatomis berbentuk genta dan mempunyai
double bracing dan retention.
14
Gambar 2.11: Desain unilateral denture kelas III Kennedy
2.1.2.4 Bilateral Denture
Bilateral denture memiliki keuntungan yaitu peningkatan stabilitas dan
distribusi beban yang lebih luas. Desain ini lebih sering digunakan pada kasus-
kasus dimana baik bentuk mahkota, ukuran akar gigi, atau kondisi periodontal
pada satu atau lebih gigi penyangga tidak dapat dijadikan support dengan desain
unilateral denture. Selain itu, dibandingkan dengan unilateral denture, bilateral
denture biasanya merupakan pilihan yang lebih disukai. Desain bilateral denture
yang lebih besar, kemungkinan gigi tiruan tertelan menjadi berkurang. Indikasi
bilateral partial denture (Lammie and Laird, 1986):
1. Kehilangan gigi lebih dari dua
2. Gigi penjangkaran tidak memenuhi syarat
Gambar 2.12: Desain bilateral partial denture Kelas III Kennedy
Pada konstruksi GTSL bilateral dapat menggunakan desain dengan
tooth borne dan mucosa borne ataupun kombinasi.
15
LAPORAN KASUS
Data Kasus
Penderita wanita usia 40 th, bekerja sebagai guru SMP swasta Surabaya. Penderita
datang ingin dibuatkan gigi tiruan di klinik RSGMP Universitas Airlangga untuk
mengganti giginya yang hilang supaya kalau tertawa tidak ompong dari samping.
Pencabutan terakhir sebulan yang lalu setelah kiri atas, penderita belum pernah
memakai GT.
Anamnesa
1. Keluhan utama
Pasien ingin dibuatkan gigi tiruan lepasan untuk mengganti gigi-giginya
yang hilang karena dicabut.
2. Riwayat geligi
Kehilangan gigi karena pencabutan.
3. Pengalaman dengan GT
Pasien belum pernah memakai GT.
Gambar Model
Gambar 3.1. Model gigi dalam artikulator tampak depan
16
Gambar 3,2. Model gigi dalam artikulator tampak samping kanan
Gambar 3.3 Model gigi dalam artikulator tampak samping kiri
17
Pemeriksaan klinis : Intra Oral
1. Status umum : Gigi hilang
Gigi tipping
2. Status lokalis :
3. Oklusi
Oklusi statis
a. Hubungan gigi posterior (cusp to marginal ridge)
Sisi kiri : 16 dengan 47
Sisi kanan : 25 dengan 44
b. Hubungan gigi anterior
Overjet : 0,2 mm
Overbite : 0,3 mm
4. Bentuk insisif pertama atas : Ovoid
5. Frenulum : Labial : Rendah
Buccal : Rendah
Lingual : Rendah
6. Bentuk ridge : RA: ovoid
RB: flat
7. Relasi ridge : Depan : Normal
8. Bentuk dalam palatum : ovoid
9. Torus palatinus : kecil
18
10. Torus mandibularis : flat
11. Tuber maxillae : kanan : kecil
kiri : kecil
12. Exostosis : tidak ada
Diagnosis
13, 14, 17, 24, 36, 45, 46 : Gigi hilang
37 : Gigi tipping
19
RENCANA PERAWATAN
Rahang atas: Kelas II Kennedy modifikasi II
Rahang bawah: Kelas III Kennedy modifikasi 1
a) Macam Gigi Tiruan
Rahang atas : Gigi tiruan sebagian lepasan
Rahang bawah : Gigi tiruan sebagian lepasan
b) Persiapan Gigi
Pengasahan mesial gigi 37, 47, 15, 16 dan 25
Pengasahan oklusal rest seat pada distal gigi 23, 35, 34, dan 44
c) Perawatan Utama
Rahang Atas
I. Akrilik sebagai basis GTSL
II. Anasir gigi : gigi 13,14,17 dan 24
III. Klamer 3 jari : gigi 15, 16 dan 25
IV. Rest distal : gigi 23
Gambar 3.1 Kelas II Kennedy
modifikasi II
20
Rahang Bawah
i. Akrilik sebagai basis GTSL
ii. Anasir gigi : gigi 36, 45, dan 46
iii. Klamer 3 jari : gigi 37, 34, dan 47
iv. Rest oklusal : gigi 35
Gambar 3.2 Kelas III Kennedy modifikasi 1
d) Perawatan Alternatif
Rahang Atas
Gigi Tiruan Tetap
1. Bridge pada 12,13,14,15,16 dan 23,24,25
2. Gigi abutmen: gigi 12, 15,16, 23 dan 25 menggunakan full
crown porselen
3. Pontik : gigi 13, 14 dan 24 menggunakan desain pontik tumpang
linggir berbahan logam chrom-cobaltt pelapis porselen
4. Single Implan : gigi 17
21
Gambar 3.3 Perawatan alternatif rahang atas
Rahang Bawah
1. Bridge pada 35, 36, 37 dan gigi tiruan sebagian lepasan
2. Gigi abutmen: gigi 35, 37 menggunakan full crown porselen
3. Pontik : gigi 36, 45, dan 46 menggunakan desain sanitari pontik
berbahan logam chrom-cobaltt pelapis porselen
4. Anasir gigi tiruan akrilik : gigi 45 dan 46
5. Klamer 3 jari : gigi 47 dan 44
6. Klamer half jackson : gigi 36
Gambar 3.4 Perawatan alternatif rahang bawah
22
PEMBAHASAN
Dari pemeriksaan pada rahang atas yang dilakukan pada pasien, diketahui
kehilangan gigi 13, 14, 17, dan 24 pada rahang atas. Dalam klasifikasi Kennedy,
pembuatan GTSL untuk kasus ini termasuk dalam klas II modifikasi 2, dengan
free end saddle yang unilateral dan dua rongak tambahan. GTSL dalam rencana
perawatan utama ini termasuk tooth-mucosa borne yaitu didukung oleh jaringan
mukosa dan gigi yang sehat. Perawatan pendahuluan yang diperlukan untuk
rahang atas adalah pengasahan distal gigi 23 untuk penempatan insisal rest
sebagai indirek retainer yang berfungsi mendistribusikan beban.
GTSL akrilik dipilih sebagai perawatan utama dalam kasus ini karena
estetik yang baik dan harga yang lebih murah. Desain plat dibuat seluas mungkin
untuk kebutuhan retensi yang baik dan pendistribusian beban sehingga tekanan
yang diterima per satuan luas menjadi lebih kecil. Pada regio rahang kanan, plat
dibuat hingga bagian distal gigi anasir 17 pada hamular notch, namun pada regio
kiri, plat dibuat hingga distal gigi 26. Hal ini dilakukan untuk pertimbangan
kenyamanan pasien dalam memakai GTSL dan antisipasi pada pasien dengan
keadaan yang sensitif agar tidak muntah. Direct retainer berupa klamer 3 jari
diletakkan pada gigi 15, 16 dan 25 sebagai penyangga (tooth borne) sedangkan
indirect retainer berupa rest distal ditempatkan pada gigi 23. Pada penggantian
gigi 13, 14, 17 dan 24 dibuatkan sayap labial untuk keperluan estetik, menutup
defek jaringan lunak yang besar, dan sebagai stabilisator agar GTSL tidak
bergeser terhadap gaya dari arah horizontal. Outline plat akrilik pada daerah
posterior dibuat berjarak 3-4 mm dari serviko-palatal gigi untuk meminimalisir
terjadinya karies atau plak akibat terjebaknya sisa makanan pada daerah
interdental.
Pada rahang bawah pasien terdapat kehilangan gigi 36, 45, dan 46.
Berdasarkan klasifikasi Kennedy, GTSL yang akan dibuatkan termasuk GTSL
Kennedy Klas III modifikasi 1. GTSL ini termasuk bilateral partial denture
23
dengan support tooth borne karena pada kasus ini gigi penjangkaran sehat dan
periodontal baik. Perawatan yang akan dilakukan membutuhkan persiapan gigi
antara lain pengasahan mesial gigi 37 dan 47 karena kedua gigi tersebut
mengalami tipping ke mesial. Selain itu dilakukan pengasahan oklusal rest seat
pada mesial gigi 37 dan 47 serta distal gigi 35 dan 44.
Perawatan utama yang dilakukan adalah pembuatan GTSL dengan basis
akrilik dengan anasir gigi pada gigi 36, 45, dan 46. Basis akrilik dipilih karena
warnanya harmonis sehingga secara estetik baik, relatif lebih ringan, teknik
pembuatan lebih mudah, dan harganya lebih murah. Prinsip desain basis gigi
tiruan adalah desain dibuat cenderung menutupi seluas mungkin permukaan
jaringan lunak, sesuai dengan prinsip dasar biomekanik yaitu gaya oklusal harus
dislurkan ke permukaan seluas mungkin, sehingga tekanan persatuan luas menjadi
kecil. Tujuannya adalah mencegah atropi prosesus alveolaris dan pergerakan
basis, serta meningkatkan faktor retensi dan stabilisasi. Direct retainer berupa
klamer 3 jari diberikan pada gigi 37, 44, dan 47, serta rest oklusal pada gigi 35.
Klamer ini diletakkan pada keliling terbesar gigi agar retensinya baik dan bisa
dipasang dan dilepas dengan mudah oleh pasien. Klamer ini bertujuan untuk
mencegah terlepasnya GTSL dan mencegah gerakan horizontal. Direct retainer
berupa klamer 3 jari diberikan dengan alasan klamer 3 jari memiliki indikasi
untuk GTSL tooth-borne support. Pada regio kiri bawah, diberikan klamer 3 jari
pada gigi 37 dan rest oklusal pada bagian distal gigi 35. Klamer ini berfungsi
sebagai retensi agar GTSL tidak mudah lepas. Karena pada regio ini termasuk
sadel pendek, maka pada gigi 35 cukup dengan hanya diberikan rest oklusal pada
bagian distal. Sayap bukal diberikan pada daerah gigi anasir dengan alasan estetik
dan juga untuk menambah stabilisasi agar GTSL tidak goyang pada saat
digunakan. Plat akrilik dibuat sampai 1-2 mm di bawah servikal gigi anterior agar
pasien nyaman mengenakan GTSL. Pada kasus ini, tidak diperlukan indirect
retainer karena direct retainer juga berfungsi sebagai indirect retainer.
Terdapat dua opsi pada perawatan alternatif untuk rahang atas pasien,
yaitu menggunakan kombinasi GTT dan implan serta GTSL dengan desain yang
berbeda. Pada perawatan alternatif opsi pertama dibuatkan kombinasi dua GTT
terpisah dan 1 buah implan tunggal. GTT pertama dibuat pada gigi 12, 13, 14, 15,
24
dan 16 dengan gigi 13-14 sebagai pontik dan 12, 15, 16 sebagai abutment. GTT
kedua dibuat pada gigi 23, 24, 25 dengan gigi 24 sebagai pontik dan gigi 23, 25
sebagai abutment. Kedua GTT ini dibuat full porselain dengan desain pontik
tumpang lingir untuk menjaga oral hygiene dan estetika agar tetap baik.
Perawatan implant tunggal dilakukan pada gigi 17 dengan pertimbangan luas
permukaan gigi molar dan daya kunyahnya yang besar, serta terdapat pada bagian
paling posterior dari rahang sehingga harus dibuatkan restorasi yang sesuai.
Opsi perawatan alternatif yang kedua adalah GTSL dengan desain yang
berbeda. Pada regio rahang kanan, plat dibuat hingga bagian distal gigi anasir 17
pada hamular notch, namun pada regio kiri, plat dibuat hingga distal gigi 26.
Direct retainer berupa klamer 3 jari diletakkan pada gigi 15, 16 dan 25 sebagai
penyangga (tooth borne) sedangkan indirect retainer berupa klamer half jackson
ditempatkan pada gigi 23. Pada penggantian gigi 13, 14, 17 dan 24 dibuatkan
sayap labial untuk keperluan estetik, menutup defek jaringan lunak yang besar,
dan sebagai stabilisator agar GTSL tidak bergeser terhadap gaya dari arah
horizontal. Indirek retainer berupa perluasan plat diberikan pada daerah servikal
gigi 12, 11, 21, dan 22.
Perawatan alternatif pada rahang bawah yang dapat diberikan adalah
pemberian GTT kombinasi dengan GTSL. GTT yang akan diberikan adalah GTT
dengan pontik pada gigi 36 dengan bahan porselen kerangka logam (porcelain
fused to metal). Pemilihan bahan GTT berupa porselen kerangka logam
dikarenakan gigi posterior membutuhkan bahan yang kuat untuk menahan beban
kunyah yang besar, selain itu dengan menggunakan porselen taut logam akan
didapatkan estetik yang baik. Meskipun begitu kekurangan porselen taut logam
adalah pengasahan gigi abutmen lebih banyak dibandingkan GTT dari bahan
logam. Perawatan pendahuluan yang diperlukan untuk perawatan ini adalah
slicing mesial gigi 37 dan pengasahan gigi penyangga sebanyak 0,8-1 mm dengan
derajat kemiringan aksial tak lebih dari 6o. Sebelum melakukan pengasahan
sebaiknya dilakukan rontgen pada gigi yang akan diasah agar letak pulpa dapat
diketahui dan pengasahan tidak melukai pulpa. Bentuk akhir preparasi berupa
chamfer (bahu liku) agar tidak terjadi kebocoran karena batas akhir yang tidak
rapat. Desain pontik pada gigi 36 adalah pontik sanitari, karena pontik sanitari
25
yang paling sesuai untuk gigi posterior rahang bawah dan tidak mengenai mukosa
sama sekali sehingga lebih mudah dibersihkan. Gigi 35 dan 37 akan menjadi
abutment. Pemilihan gigi 35 dan 37 sebagai abutment sesuai dengan hukum
ANTE yaitu luas jaringan periodontal yang mendukung gigi abutment sedikitnya
harus sama atau seimbang dengan luas periodontal membran gigi yang hilang
yang nantinya akan diganti dengan pontik. GTT yang akan dibuatkan adalah GTT
dengan konektor tegar.
Desain GTSL berbasis akrilik dengan anasir pada gigi 46 dan 45 dengan
klamer 3 jari pada gigi 47 dan klamer half Jackson pada gigi 44 sebagai direct
retainer dan klamer half Jackson pada pontik gigi 36 sebagai indirect retainer.
Direct retainer berfungsi sebagai retensi agar GTSL tidak terlepas pada saat
digunakan. Dasar pemilihan klamer half Jackson adalah karena pada desain ini
beban akan diteruskan pada gigi gelihi (tooth borne) sehingga pemilihan klamer
half Jackson sesuai dengan indikasinya. Indirect retainer pada pontik 36
diberikan agar GTSL tidak terungkit dan lepas.
26
KESIMPULAN
Kesimpulan dari kasus 3 ini yaitu perawatan utama yang direncanakan
adalah GTSL akrilik dengan plat yang diperluas hingga batas coronoid notch agar
lebih stabil dengan perawatan kasus Kennedy klas 2 modifikasi 2 rahang atas dan
Kennedy klas 3 modifikasi 1 rahang bawah. Perawatan utama yang dilakukan
adalah pembuatan GTSL dengan basis akrilik dengan anasir gigi pada gigi 36, 45,
dan 46. Basis akrilik dipilih karena warnanya harmonis sehingga secara estetik
baik,
27