pbl prosthodontic 3rd case

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seseorang yang mengalami kehilangan gigi dan tidak segera diganti akan mengakibatkan terganggunya beberapa fungsi, yakni fungsi pengunyahan, fungsi bicara dan fungsi estetik. Tidak adanya gigi, baik sebagian ataupun seluruhnya dapat menyebabkan pengunyahan makanan menjadi kurang maksimal. Dampak lainnya adalah berupa gangguan dalam bicara ataupun pengucapan kata-kata dalam huruf tertentu, serta terganggunya penampilan seseorang. Kesemuanya ini dapat mengakibatkan ketidaknyamanan atau hambatan dalam beraktivitas (Bortoluzzi, 2012). Perawatan prostodonsia adalah pemulihan atau perbaikan keseimbangan fungsional seluruh sistem stomatognatik yang meliputi estetik, fonetik, mastikasi dan penelanan. Hilangnya gigi dari mulut seseorang akan mengakibatkan perubahan-perubahan anatomis, fisiologis maupun fungsional, bahkan tidak jarang pula menyebabkan trauma psikologis. Kehilangan gigi yang disebabkan karies dan penyakit periodontal umum terjadi di seluruh dunia, meskipun telah berkembang ilmu pencegahan dan perawatan dini (Hasanah, 2010). Kehilangan gigi dapat dibagi menjadi dua yaitu 1

Upload: eleenaahmad

Post on 20-Dec-2015

487 views

Category:

Documents


46 download

DESCRIPTION

Prosthodontic

TRANSCRIPT

Page 1: PBL Prosthodontic 3rd case

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seseorang yang mengalami kehilangan gigi dan tidak segera diganti akan

mengakibatkan terganggunya beberapa fungsi, yakni fungsi pengunyahan,

fungsi bicara dan fungsi estetik. Tidak adanya gigi, baik sebagian ataupun

seluruhnya dapat menyebabkan pengunyahan makanan menjadi kurang

maksimal. Dampak lainnya adalah berupa gangguan dalam bicara ataupun

pengucapan kata-kata dalam huruf tertentu, serta terganggunya penampilan

seseorang. Kesemuanya ini dapat mengakibatkan ketidaknyamanan atau

hambatan dalam beraktivitas (Bortoluzzi, 2012).

Perawatan prostodonsia adalah pemulihan atau perbaikan keseimbangan

fungsional seluruh sistem stomatognatik yang meliputi estetik, fonetik,

mastikasi dan penelanan. Hilangnya gigi dari mulut seseorang akan

mengakibatkan perubahan-perubahan anatomis, fisiologis maupun fungsional,

bahkan tidak jarang pula menyebabkan trauma psikologis. Kehilangan gigi

yang disebabkan karies dan penyakit periodontal umum terjadi di seluruh

dunia, meskipun telah berkembang ilmu pencegahan dan perawatan dini

(Hasanah, 2010).

Kehilangan gigi dapat dibagi menjadi dua yaitu kehilangan gigi sebagian

dan kehilangan seluruh gigi. Kehilangan gigi sebagian adalah kehilangan satu

atau lebih gigi pada rahang atas atau rahang bawah. Kehilangan gigi sebagian

diklasifikasikan menjadi empat metode berdasarkan Klasifikasi Kennedy

yaitu Klas I adalah kehilangan gigi pada kedua sisi rahang di bagian posterior,

Klas II adalah kehilangan gigi pada satu sisi rahang di bagian posterior, Klas

III adalah kehilangan gigi di satu sisi rahang antar gigi anterior dan posterior,

serta Klas IV adalah kehilangan gigi pada bagian anterior, melewati garis

tengah (Soeyono, 2011).

Untuk mengatasi kehilangan gigi, ada beberapa pilihan perawatan antara

lain dapat dibuatkan gigi tiruan jembatan, implan, atau gigi tiruan sebagian

lepasan. Pada beberapa kasus yang tidak memungkinkan dibuatkan gigi tiruan

1

Page 2: PBL Prosthodontic 3rd case

jembatan dan implan, maka gigi tiruan sebagian lepasan merupakan pilihan

terbaik (Wurangian, 2010).

Gigi tiruan sebagian lepasan berujung bebas (distal extension-klas I

dan II Kennedy) mempunyai lebih banyak masalah dibandingkan dengan

gigi tiruan sebagian lepasan bersandaran ganda (all tooth supported-klas

III Kennedy). Masalah utama pada gigi tiruan ujung bebas ialah gigi tiruan

tidak stabil. Gigi tiruan yang tidak stabil dapat menyebabkan resopsi lingir

alveolar berjalan lebih cepat, atau ungkitannya dapat menimbulkan kelainan

periodontal pada gigi abutment yang dipakai sebagai sandaran (Ardan, 2007).

Setiap gigi tiruan yang dipasang dalam rongga mulut memiliki resiko

merusak kesehatan gigi dan jaringan pendukung, kerusakan ini dapat

diperkecil dengan membuat desain yang tepat. Oleh sebab itu, rencana

pembuatan desain merupakan salah satu tahap penting dan merupakan salah

satu faktor penentu keberhasilan sebuah gigi tiruan.

Oleh karena itu, penulis memilih judul “Perawatan Kasus Kennedy Klas

II Modifikasi 2 Rahang Atas dan Kennedy Klas III Modifikasi 1 Rahang

Bawah” dalam makalah ini untuk dapat mengetahui bagaimana cara

mendesain gigi tiruan dalam kasus tersebut dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana cara menentukan desain gigi tiruan yang tepat untuk kasus

Kennedy Klas II modifikasi 2 rahang atas dan Kennedy Klas III

modifikasi 1 rahang bawah?

1.2.2 Bagaimana cara menentukan desain alternatif gigi tiruan yang tepat

untuk kasus Kennedy Klas II modifikasi 2 rahang atas dan Kennedy

Klas III modifikasi 1 rahang bawah?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Untuk mengetahui cara menentukan desain gigi tiruan yang tepat untuk

kasus Kennedy Klas II modifikasi 2 rahang atas dan Kennedy Klas III

modifikasi 1 rahang bawah

1.3.2 Untuk mengetahui cara menentukan desain alternatif gigi tiruan yang

2

Page 3: PBL Prosthodontic 3rd case

tepat untuk kasus Kennedy Klas II modifikasi 2 rahang atas dan

Kennedy Klas III modifikasi 1 rahang bawah

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Mengetahui cara menentukan desain gigi tiruan yang tepat untuk kasus

Kennedy Klas II modifikasi 2 rahang atas dan Kennedy Klas III

modifikasi 1 rahang bawah

1.4.2 Mengetahui cara menentukan desain alternatif gigi tiruan yang tepat

untuk kasus Kennedy Klas II modifikasi 2 rahang atas dan Kennedy

Klas III modifikasi 1 rahang bawah

3

Page 4: PBL Prosthodontic 3rd case

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GTSL (GTSL)

Tahapan penyusunan gigi dalam pembuatan gigi tiruan lepasan harus

mendukung tercapainya tujuan dari pembuatan gigi tiruan lepasan tersebut, antara

lain (Gunadi et.al., 1995).

a. Memperbaiki penampilan.

b. Memperbaiki fungsi pengunyahan.

c. Memperbaiki fungsi bicara.

d. Mempertahankan kesehatan jaringan keras dan lunak dalam rongga mulut

yang masih tinggal.

2.1.1 Klasifikasi Kelas II Kennedy

Klasifikasi kelas II Kennedy adalah daerah tak bergigi terletak di bagian

posterior dari gigi yang masih ada, tetapi berada hanya pada salah satu rahang saja

(unilateral). Jika terdapat daerah tak bergigi lain dari pada yang sudah ditetapkan

dalam klasifikasi, masuk dalam modifikasi dan disebut sesuai dengan jumlah

daerah atau ruangannya. (Carr, 2005)

Gambar 2.1: Klasifikasi Kennedy kelas II modifikasi 2 (Patrice S, 2012)

Pada kasus kelas II klasifikasi Kennedy, secara klinis dijumpai beberapa

keadaan seperti: (Gunadi et. al., 1991)

1.  Resorbsi tulang alveolar terlibat lebih banyak.

2.  Gigi antagonis relatif lebih ekstrusi dan tidak teratur.

3.  Ekstrusi menyebabkan rumitnya pembuatan restorasi pada gigi antagonis.

4

Page 5: PBL Prosthodontic 3rd case

4.  Pada kasus ekstrim karena tertundanya pembuatan gigi tiruan untuk jangka

waktu tertntu karena perlu pencabutan satu atau lebih gigi antagonis.

5.  Karena pengunyahan satu sisi, sering dijumpai kelainan sendi

temporomandibula.

2.1.1.1 Cengkeram

2.1.1.1.1 Cengkeram Kawat

Cengkeram kawat terdiri dari cengkeram kawat paradental (tooth

borne dan gingival (mucosa borne). Cengkeram paradental merupakan klamer

yang fungsinya selain sebagai retensi dan stabilisasi protesa, klamer ini juga

sebagai alat untuk meneruskan beban kunyah yang diterima gigi tiruan ke gigi

penyangganya. Klamer paradental harus mempunyai bagian yang melalui bagian

oklusal gigi penyangga atau titik kontak antara gigi penyangga dengan gigi

sebelahnya. Sedangkan cengkeram gingival hanya memiliki fungsi retensi dan

stabilisasi, sehingga tidak memiliki bagian pada oklusal gigi penyangga. (Phoenix,

2002)

Beberapa jenis cengkeram kawat:

1. Cengkeram 3 jari

Bentuknya seperti akers clasp terdiri dari lengan bukal dan lingual, body,

bahu, rest oklusal. Cengkeram ini diindikasikan untuk gigi premolar dan

molar. (Gunadi et al., 1991)

Gambar 2.2: Cengkeram 3 jari (Gunadi et. al., 1991)

2. Cengkeram 2 jari

Disainnya sama dengan cengkeram 3 jari, hanya tidak mempunyai rest.

Indikasi: gigi molar dan premolar (Phoenix, 2002)

5

Page 6: PBL Prosthodontic 3rd case

Gambar 2.3: Klamer 2 jari (Gunadi et. al., 1991)

3. Cengkeram gillet

Disainnya mulai dari bukal terus ke oklusal di atas titik kontak, turun ke

lingual dan terus ke retensi akrilik. Indikasi: gigi premolar. (Gunadi et. al.,

1991)

2.1.1.1.2 Cengkeram Tuang

Beberapa jenis cengkeram tuang: (Gunadi et. al., 1991)

1. Akers clasp

Bentuk dasar dari jenis sirkumferensial yang terdiri dari lengan bukal,

lingual, dan rest oklusal. Cengkeram ini memiliki bentuk yang sederhana,

efektif, dan cukup kuat serta paling sering digunakan. Akers clasp ini juga

dianggap memenuhi seluruh persyaratan suatu cengkeram, yaitu: (Gunadi et.

al., 1991)

- Memiliki sandaran oklusal yang berfungsi mencegah pergerakan geligi

tiruan kearah gingival

- Bagian pengimbang yang berfungsi menahan pergerakan horizontal

- Lengan retentif yang berfungsi mencegah pergerakan vertikal kearah

oklusal.

2. Back action clasp

Klamer ini adalah modifikasi dari ring clasp. Rest seat terhubung secara

langsung dengan konektor minor. Tipe clasp ini terutama digunakan sebagai

retainer untuk gigi tiruan sebagian unilateral dan bilateral. Clasp ini

memberikan keuntungan retensi dan kekuatan yang baik. Keuntungan clasp

ini yaitu dapat menyisakan ruang untuk mesial bagian dari dasar gigi tiruan,

margina gingival dari gigi penyangga dapat dibiarkan terbuka untuk

6

Page 7: PBL Prosthodontic 3rd case

kesehatan periodontal yang lebih baik. (Graber, 1986) Penggunaannya paling

sering pada gigi premolar. (Soratur, 2006)

Gambar 2.4: Back Action Clasp (Gunadi et. al., 1991)

2.1.1.2 Sandaran (Rest)

Sandaran (rest) merupakan bagian gigi tiruan yang bersandar pada

permukaan gigi penyangga dan dibuat dengan tujuan memberikan dukungan

vertikal pada protesa. Sandaran dapat ditempatkan pada permukaan oklusal gigi P

dan M, atau pada permukaan lingual gigi anterior. Sandaran pada gigi posterior

berfungsi sebagai berikut: (Carr, 2005)

a. Menyalurkan gaya atau tekanan oklusal dari gigi tiruan kepada gigi penyangga

b. Menahan lengan cengkeram tetap pada tempatnya

c. Mencegah lengan cengkeram menjadi mekar atau terbuka akibat tekanan

oklusal

d. Membagi gaya oklusal menjadi dua atau lebih komponen, sehingga

pembagian gaya kunyah yang proporsional antara gigi dan lingir sisa

Salah satu jenis rest adalah rest oklusal. Ukuran rest yang dianggap

ideal untuk premolar adalah setengah jarak puncak cusp lingual dan bukal. Untuk

gigi molar, dimensinya dapat sedikit dikurangi dari ukuran rest premolar. Rest

oklusal juga harus berbentuk sendok atau piring (spoon and saucer shaped rest).

(Gunadi et. al., 1991)

2.1.1.3 Basis

2.1.1.3.1 Basis Resin

Indikasi pemakaian basis resin adalah dapat digunakan untuk semua

kasus kehilangan gigi, dan paling sering digunakan sebagai basis protesa.

Keuntungan basis resin adalah warnanya harmonis dengan jaringan sekitarnya,

7

Page 8: PBL Prosthodontic 3rd case

relatif lebih ringan, relining dan rebasing lebih mudah, teknik pembuatan dan

pemolesannya mudah, serta harganya murah. (Carr, 2005)

Bila gigi sudah banyak hilang, sehingga mendekati keadaan gigi tiruan

lengkap, basis perlu diperluas. Pada RA, basis perlu diperluas sampai menutupi

palatum dan sampai ke tuberositas dan hamular notch. Bagian posteriornya

sampai ke batas mukosa bergerak dan tidak bergerak dan berkahir dengan suatu

post dam. Bila sayap bukal dimulai dari gigi P, maka sayap di bagian anterior

dibuat melancip ke posterior dengan bevel pada bagian tepinya. Tebal bagian tepi

sedikitnya 2 mm. Pada RB, basis perlu diperluas hingga menutupi retromolar pad

dan meluas ke lateral sampai sulkus bukalis. Dengan perluasan ini, lingir sisa akan

menjadi stabil. Besar sayap lingual bergantung pada anatomi lingir milohyoid.

Bila bagian ini tajam dan ada gerongnya, maka sayap berakhir pada puncak lingir.

Bila bagian ini tidak tajam dan tidak ada gerongnya, sayap diperluas hingga

sulkus alveolingual. Dengan perluasan ini, basis gigi tiruan akan memberikan

retensi dan stabilisasi maksimum terhadap pergerakan dakam arah distal. (Gunadi

et. al., 1991)

Sayap labial pada basis berfungsi sebagai berikut, antara lain,

meningkatkan nilai estetik dengan menutupi celah diantara protesa dan gigi yang

masih ada. Sayap labial juga berfungsi sebagai guiding planes yang mencegah

rotasi gigi tiruan pada regio anterior dan memastikan kecekatan gigi tiruan.

(Newton JP et. al., 1989)

2.1.1.3.2 Basis Metal

Indikasi basis metal adalah penderita hipersensitif terhadap resin,

penderita dengan gaya kunyah abnormal, ruang intermaksilar kecil, kasus basis

dukungan gigi desain unilateral, serta beberapa pertimbangan khusus, seperti

permintaan pasien, pasien memiliki kebiasaan menyikat gigi secara berlebih atau

kasus dengan tulang pendukung yang stabil. Salah satu contoh basis metal /

kerangka logam (konektor mayor) adalah double lingual bar. Konektor ini

diindikasikan sebagai retensi tak langsung (indirect retainer) dan kasus ruang

interproksimal besar yang telah dilakukan perawatan periodontal. (Gunadi et. al.,

1991)

8

Page 9: PBL Prosthodontic 3rd case

2.1.1.4 Basis Dukungan Gigi

Pada kasus tooth supported atau bounded saddle, pergeseran sadel ke

arah mesial maupun distal dapat dicegah karena baik sebelah mesial maupun

sebelah distal tertahan oleh gigi penyangga dibandingkan dengan pada kasus free

end saddle. Selain itu, basis bersama-sama elemen gigi tiruan berfungsi pula

mencegah migrasi horizontal gigi tetangga, serta migrasi vertikal gigi antagonis.

Pada pembuatan protesa gigi posterior, faktor estetik merupakan hal yang

sekunder, sebaliknya pada gigi anterior. (Gunadi et. al., 1991)

2.1.1.5 Basis Free End

Bagian basis yang berdekatan dengan gigi penyangga akan mendapat

dukungan dari gigi tersbut, sedangkan bagian yang jauh akan didukung jaringan

lingir sisa yang berada di bawah ggi tiruan. Dukungan jaringan ini penting, agar

tekanan kunyah dapat disalurkan ke permukaan yang lebih luas sehingga tekanan

per satuan luas menjadi kecil. Untuk kasus berujung bebas (free end), perlu

diperhatikan beberapa hal-hal berikut ini, yaitu : (Gunadi et. al., 1995)

1. Perlu diusahakan adanya indirect retainer

2. Desain cengkeram harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tekanan kunyah

yang bekerja pada gigi penahan menjadi minimal

3. Sandaran oklusal hendaknya diletakkan menjauhi daerah tak bergigi

4. Perlu dilakukan pencetakan ganda agar keseimbangan penerimaan beban

kunyah antara gigi dan mukosa dapat dicapai

5. Dalam pembuatan desain, perlu dipikirkan kemungkinan perlunya pelapisan

basis di kemudian hari. Hal ini harus mudah dilakukan.

Ungkitan kelas II pada kasus gigi tiruan ujung bebas terjadi apabila titik

fulkrum berada di ujung, tekanan pada ujung yang berlawanan dan tahanan berada

di tengah. Pada posisi seperti ini sadel ujung bebas akan tertahan waktu terangkat

ke arah oklusal. Makin jauh jarak antara titik fulkrum, maka kemampuan

menahannya akan makin baik.

9

Page 10: PBL Prosthodontic 3rd case

2.1.1.6 Indirect Retainer

Indirect retainer harus diletakkan tegak lurus pada garis fulkrum. Pada

kasus kelas II, garis ini ditarik melalui sandaran-sandaran oklusal gigi penyangga

pada sisi freen end dan gigi penyangga paling distal dari sisi lainnya. Bila pada

sisi ini terdapat daerah modifikasi, maka gigi penyangga sekunder yang letaknya

jauh dari garis fulkrum, dianggap sebagai pendukung indirect retainer. (Gunadi

et. al., 1991)

2.1.2 Kennedy kelas III

Kelas III berupa keadaan dengan area tidak bergigi unilateral dengan gigi

asli yang tersisa terletak di anterior dan posteriornya. Daerah tak bergigi terletak

di antara gigi-gigi yang masih ada di bagian posterior maupun anteriornya.

Terdapat 2 jenis, yaitu : unilateral denture dan bilateral partial denture (Jones et

al., 2009)

Gambar 2.5: Klasifikasi Kennedy Kelas III

Applegate menyarankan klasifikasi Kennnedy Kelas III dibagi menjadi 3

grup berdasarkan kondisi klinin, konsekuensi, dan tipe perawatan yang

dibutuhkan. (Osborne et al., 1974)

a. Grup A

Kasus Grup A antara lain apabila sadel pendek, gigi penyangga sehat dan

bone loss minimal di sekitar akar gigi. Pada kondisi ini restorasi pilihan adalah

fixed bridge, tetapi unilateral partial denture dengan konstruksi dan desain yang

baik dapat juga digunakan pada kasus non-modifikasi.

10

Page 11: PBL Prosthodontic 3rd case

b. Grup B

Kasus Grup B antara lain pada kasus satu atau lebih gigi penyangga tidak

dapat menjadi support bagi denture. Hal ini dapat dikarenakan sadel yang

panjang, morfologi akar atau panjang gigi penyangga tidak memadai, beban

oklusal yang terlalu besar, atau terdapat resorpsi akar di sekitar gigi penyangga.

Dalam keadaan ini, bilateral denture diperlukan dan tidak bisa digunakan

unilateral atau fixed bridge.

c. Grup C

Kasus Grup C antara lain kasus dengan sadel panjang dengan salah satu

gigi penyangga tidak dapat menjadi support bagi denture. Salah satu contohnya

adalah saat penyangga posterior berupa gigi molar kedua atau ketiga dan

penyangga anterior adalah insisif lateral dengan akar pendek. Pada kasus ini sadel

di anterior harus berupa mucosa borne.

2.1.2.1 Prinsip Desain GTSL dari Kennedy Kelas III

Kelas III Kennedy merupakan daerah tak bergigi terletak di antara

gigi-gigi yang masih ada (bounded saddle) di bagian posterior maupun

anteriornya dan unilateral tetapi tidak melewati median line (Gunadi et. al., 1995).

Daerah tidak bergigi lain daripada yang sudah ditetapkan dalam

klasifikasi Kennedy masuk dalam modifikasi dan disebut sesuai dengan jumlah

daerah atau ruangannya. Banyaknya modifikasi ditentukan oleh banyaknya

ruangan yang tidak bergigi (Harty dan Ogston, 2001).

Gambar 2.6: Kelas III Kennedy tanpa modifikasi

11

Page 12: PBL Prosthodontic 3rd case

Gambar 2.7: Kelas III Kennedy modifikasi 1

Gambar 2.8: Kelas III Kennedy modifikasi 2 (Harty dan Ogston, 2001)

Desain GTSL kelas III Kennedy hanya menggunakan support dari gigi

penyangga sehingga biomekaniknya seperti pada gigi tiruan tetap (GTT) yang

bergantung pada kesehatan jaringan periodontal gigi penyangga. Penempatan rest

seat pada GTSL kelas III Kennedy harus dipastikan tidak mengubah dimensi

oklusi vertikal. Rest seat dapat ditempatkan pada cingulum dari kaninus, pada sisi

mesial atau distal dari oklusal premolar maupun molar (Jones et al., 2009).

Retensi yang dipergunakan pada GTSL kelas III Kennedy bergantung

pada keberadaan undercut pada permukaan mesiobukal, mid - bukal, dan

distobukal gigi penyangga, keadaan jaringan periodontal gigi penyangga, serta

pertimbangan estetik. Direct retainer yang umum dipergunakan adalah

circumferential clasp atau infrabulge clasp (I - bar atau modifikasi 1/2 - T clasp).

(Jones et al., 2009).

12

Page 13: PBL Prosthodontic 3rd case

Untuk mencegah pergerakan rotasi atau terungkitnya gigi tiruan,

dibutuhkan indirect retainer. Posisi indirect retainer ditentukan pada posisi tegak

lurus terhadap garis fulkrum. Pada desain GTSL kelas III Kennedy, tidak lagi

diperlukan indirect retainer karena direct retainer pada bagian anterior juga

berfungsi sebagai indirect retainer.

Gambar 2.9: Tampak oklusal model rahang atas : garis hitam menandakan garis fulkrum,

sedangkan garis biru menentukan posisi indirect retainer (Jones et al., 2009)

Desain GTSL pada kasus Kennerdy kelas III dapat berupa unilateral

denture, bilateral denture, sectional denture, long posterior saddle, dan saddle

denture (Lammie and Laird, 1986).

2.1.2.2 Konektor

Apabila oral hygiene dan kondisi gigi penderita baik, konektor yang

terbuat dari metal lebih disarankan untuk digunakan dalam desain GTSL kelas III

Kennedy karena metal memiliki kekuatan yang lebih besar dan hanya sedikit

jaringan yang tertutup. Pemilihan konektor untuk desain GTSL kelas III Kennedy

sebagai berikut: (Tyson et. al., 2007)

1. Rahang atas

Dapat digunakan konektor berupa antara lain anterior bar, middle bar,

posterior bar, ring, dan anterior plate.

13

Page 14: PBL Prosthodontic 3rd case

2. Rahang bawah

Dapat digunakan konektor berupa antara lain lingual atau sublingual bar,

lingual bar dengan accesory konektor, dental bar, dan lingual plate.

Apabila pasien memiliki oral hygiene yang buruk dan gigi banyak yang

mengalami kegoyangan, maka lebih disarankan menggunakan konektor yang

terbuat dari akrilik yaitu palatal atau lingual plate. Akan tetapi, konektor yang

terbuat dari akriliki memiliki kelemahan yaitu kekuatannya lebih rendah dan lebih

banyak jaringan yang harus ditutup oleh akrilik. (Tyson et. al., 2007)

Gambar 2.10: Contoh GTSL kelas III Kennedy dengan plat logam pada rahang atas (kiri)

dan rahang bawah (kanan) (Jones et. al., 2009)

2.1.2.3 Unilateral Denture

Ciri utama desain ini adalah meliputi jaringan dalam salah satu sisi

rahang saja. Gigi tiruan semacam ini dapat menjadi tidak stabil dan hanya bisa

menerima beban yang terbatas. Karena desain ini biasanya tooth-borne, maka

resistensi terhadap kekuatan vertikal lebih baik jika didapat dari gigi akar ganda

dan besar (Lammie and Laird, 1986).

Indikasi: (Lammie and Laird, 1986)

1) Kehilangan gigi tidak lebih dari dua gigi

2) Beban oklusal ringan

3) Gigi penjangkaran tanpa restorasi besar

4) Kedua gigi penjangkaran dengan mahkota klinis yang sempurna, tumbuh

sempurna dan tegak, mahkota anatomis berbentuk genta dan mempunyai

double bracing dan retention.

14

Page 15: PBL Prosthodontic 3rd case

Gambar 2.11: Desain unilateral denture kelas III Kennedy

2.1.2.4 Bilateral Denture

Bilateral denture memiliki keuntungan yaitu peningkatan stabilitas dan

distribusi beban yang lebih luas. Desain ini lebih sering digunakan pada kasus-

kasus dimana baik bentuk mahkota, ukuran akar gigi, atau kondisi periodontal

pada satu atau lebih gigi penyangga tidak dapat dijadikan support dengan desain

unilateral denture. Selain itu, dibandingkan dengan unilateral denture, bilateral

denture biasanya merupakan pilihan yang lebih disukai. Desain bilateral denture

yang lebih besar, kemungkinan gigi tiruan tertelan menjadi berkurang. Indikasi

bilateral partial denture (Lammie and Laird, 1986):

1. Kehilangan gigi lebih dari dua

2. Gigi penjangkaran tidak memenuhi syarat

Gambar 2.12: Desain bilateral partial denture Kelas III Kennedy

Pada konstruksi GTSL bilateral dapat menggunakan desain dengan

tooth borne dan mucosa borne ataupun kombinasi.

15

Page 16: PBL Prosthodontic 3rd case

LAPORAN KASUS

Data Kasus

Penderita wanita usia 40 th, bekerja sebagai guru SMP swasta Surabaya. Penderita

datang ingin dibuatkan gigi tiruan di klinik RSGMP Universitas Airlangga untuk

mengganti giginya yang hilang supaya kalau tertawa tidak ompong dari samping.

Pencabutan terakhir sebulan yang lalu setelah kiri atas, penderita belum pernah

memakai GT.

Anamnesa

1. Keluhan utama

Pasien ingin dibuatkan gigi tiruan lepasan untuk mengganti gigi-giginya

yang hilang karena dicabut.

2. Riwayat geligi

Kehilangan gigi karena pencabutan.

3. Pengalaman dengan GT

Pasien belum pernah memakai GT.

Gambar Model

Gambar 3.1. Model gigi dalam artikulator tampak depan

16

Page 17: PBL Prosthodontic 3rd case

Gambar 3,2. Model gigi dalam artikulator tampak samping kanan

Gambar 3.3 Model gigi dalam artikulator tampak samping kiri

17

Page 18: PBL Prosthodontic 3rd case

Pemeriksaan klinis : Intra Oral

1. Status umum : Gigi hilang

Gigi tipping

2. Status lokalis :

3. Oklusi

Oklusi statis

a. Hubungan gigi posterior (cusp to marginal ridge)

Sisi kiri : 16 dengan 47

Sisi kanan : 25 dengan 44

b. Hubungan gigi anterior

Overjet : 0,2 mm

Overbite : 0,3 mm

4. Bentuk insisif pertama atas : Ovoid

5. Frenulum : Labial : Rendah

Buccal : Rendah

Lingual : Rendah

6. Bentuk ridge : RA: ovoid

RB: flat

7. Relasi ridge : Depan : Normal

8. Bentuk dalam palatum : ovoid

9. Torus palatinus : kecil

18

Page 19: PBL Prosthodontic 3rd case

10. Torus mandibularis : flat

11. Tuber maxillae : kanan : kecil

kiri : kecil

12. Exostosis : tidak ada

Diagnosis

13, 14, 17, 24, 36, 45, 46 : Gigi hilang

37 : Gigi tipping

19

Page 20: PBL Prosthodontic 3rd case

RENCANA PERAWATAN

Rahang atas: Kelas II Kennedy modifikasi II

Rahang bawah: Kelas III Kennedy modifikasi 1

a) Macam Gigi Tiruan

Rahang atas : Gigi tiruan sebagian lepasan

Rahang bawah : Gigi tiruan sebagian lepasan

b) Persiapan Gigi

Pengasahan mesial gigi 37, 47, 15, 16 dan 25

Pengasahan oklusal rest seat pada distal gigi 23, 35, 34, dan 44

c) Perawatan Utama

Rahang Atas

I. Akrilik sebagai basis GTSL

II. Anasir gigi : gigi 13,14,17 dan 24

III. Klamer 3 jari : gigi 15, 16 dan 25

IV. Rest distal : gigi 23

Gambar 3.1 Kelas II Kennedy

modifikasi II

20

Page 21: PBL Prosthodontic 3rd case

Rahang Bawah

i. Akrilik sebagai basis GTSL

ii. Anasir gigi : gigi 36, 45, dan 46

iii. Klamer 3 jari : gigi 37, 34, dan 47

iv. Rest oklusal : gigi 35

Gambar 3.2 Kelas III Kennedy modifikasi 1

d) Perawatan Alternatif

Rahang Atas

Gigi Tiruan Tetap

1. Bridge pada 12,13,14,15,16 dan 23,24,25

2. Gigi abutmen: gigi 12, 15,16, 23 dan 25 menggunakan full

crown porselen

3. Pontik : gigi 13, 14 dan 24 menggunakan desain pontik tumpang

linggir berbahan logam chrom-cobaltt pelapis porselen

4. Single Implan : gigi 17

21

Page 22: PBL Prosthodontic 3rd case

Gambar 3.3 Perawatan alternatif rahang atas

Rahang Bawah

1. Bridge pada 35, 36, 37 dan gigi tiruan sebagian lepasan

2. Gigi abutmen: gigi 35, 37 menggunakan full crown porselen

3. Pontik : gigi 36, 45, dan 46 menggunakan desain sanitari pontik

berbahan logam chrom-cobaltt pelapis porselen

4. Anasir gigi tiruan akrilik : gigi 45 dan 46

5. Klamer 3 jari : gigi 47 dan 44

6. Klamer half jackson : gigi 36

Gambar 3.4 Perawatan alternatif rahang bawah

22

Page 23: PBL Prosthodontic 3rd case

PEMBAHASAN

Dari pemeriksaan pada rahang atas yang dilakukan pada pasien, diketahui

kehilangan gigi 13, 14, 17, dan 24 pada rahang atas. Dalam klasifikasi Kennedy,

pembuatan GTSL untuk kasus ini termasuk dalam klas II modifikasi 2, dengan

free end saddle yang unilateral dan dua rongak tambahan. GTSL dalam rencana

perawatan utama ini termasuk tooth-mucosa borne yaitu didukung oleh jaringan

mukosa dan gigi yang sehat. Perawatan pendahuluan yang diperlukan untuk

rahang atas adalah pengasahan distal gigi 23 untuk penempatan insisal rest

sebagai indirek retainer yang berfungsi mendistribusikan beban.

GTSL akrilik dipilih sebagai perawatan utama dalam kasus ini karena

estetik yang baik dan harga yang lebih murah. Desain plat dibuat seluas mungkin

untuk kebutuhan retensi yang baik dan pendistribusian beban sehingga tekanan

yang diterima per satuan luas menjadi lebih kecil. Pada regio rahang kanan, plat

dibuat hingga bagian distal gigi anasir 17 pada hamular notch, namun pada regio

kiri, plat dibuat hingga distal gigi 26. Hal ini dilakukan untuk pertimbangan

kenyamanan pasien dalam memakai GTSL dan antisipasi pada pasien dengan

keadaan yang sensitif agar tidak muntah. Direct retainer berupa klamer 3 jari

diletakkan pada gigi 15, 16 dan 25 sebagai penyangga (tooth borne) sedangkan

indirect retainer berupa rest distal ditempatkan pada gigi 23. Pada penggantian

gigi 13, 14, 17 dan 24 dibuatkan sayap labial untuk keperluan estetik, menutup

defek jaringan lunak yang besar, dan sebagai stabilisator agar GTSL tidak

bergeser terhadap gaya dari arah horizontal. Outline plat akrilik pada daerah

posterior dibuat berjarak 3-4 mm dari serviko-palatal gigi untuk meminimalisir

terjadinya karies atau plak akibat terjebaknya sisa makanan pada daerah

interdental.

Pada rahang bawah pasien terdapat kehilangan gigi 36, 45, dan 46.

Berdasarkan klasifikasi Kennedy, GTSL yang akan dibuatkan termasuk GTSL

Kennedy Klas III modifikasi 1. GTSL ini termasuk bilateral partial denture

23

Page 24: PBL Prosthodontic 3rd case

dengan support tooth borne karena pada kasus ini gigi penjangkaran sehat dan

periodontal baik. Perawatan yang akan dilakukan membutuhkan persiapan gigi

antara lain pengasahan mesial gigi 37 dan 47 karena kedua gigi tersebut

mengalami tipping ke mesial. Selain itu dilakukan pengasahan oklusal rest seat

pada mesial gigi 37 dan 47 serta distal gigi 35 dan 44.

Perawatan utama yang dilakukan adalah pembuatan GTSL dengan basis

akrilik dengan anasir gigi pada gigi 36, 45, dan 46. Basis akrilik dipilih karena

warnanya harmonis sehingga secara estetik baik, relatif lebih ringan, teknik

pembuatan lebih mudah, dan harganya lebih murah. Prinsip desain basis gigi

tiruan adalah desain dibuat cenderung menutupi seluas mungkin permukaan

jaringan lunak, sesuai dengan prinsip dasar biomekanik yaitu gaya oklusal harus

dislurkan ke permukaan seluas mungkin, sehingga tekanan persatuan luas menjadi

kecil. Tujuannya adalah mencegah atropi prosesus alveolaris dan pergerakan

basis, serta meningkatkan faktor retensi dan stabilisasi. Direct retainer berupa

klamer 3 jari diberikan pada gigi 37, 44, dan 47, serta rest oklusal pada gigi 35.

Klamer ini diletakkan pada keliling terbesar gigi agar retensinya baik dan bisa

dipasang dan dilepas dengan mudah oleh pasien. Klamer ini bertujuan untuk

mencegah terlepasnya GTSL dan mencegah gerakan horizontal. Direct retainer

berupa klamer 3 jari diberikan dengan alasan klamer 3 jari memiliki indikasi

untuk GTSL tooth-borne support. Pada regio kiri bawah, diberikan klamer 3 jari

pada gigi 37 dan rest oklusal pada bagian distal gigi 35. Klamer ini berfungsi

sebagai retensi agar GTSL tidak mudah lepas. Karena pada regio ini termasuk

sadel pendek, maka pada gigi 35 cukup dengan hanya diberikan rest oklusal pada

bagian distal. Sayap bukal diberikan pada daerah gigi anasir dengan alasan estetik

dan juga untuk menambah stabilisasi agar GTSL tidak goyang pada saat

digunakan. Plat akrilik dibuat sampai 1-2 mm di bawah servikal gigi anterior agar

pasien nyaman mengenakan GTSL. Pada kasus ini, tidak diperlukan indirect

retainer karena direct retainer juga berfungsi sebagai indirect retainer.

Terdapat dua opsi pada perawatan alternatif untuk rahang atas pasien,

yaitu menggunakan kombinasi GTT dan implan serta GTSL dengan desain yang

berbeda. Pada perawatan alternatif opsi pertama dibuatkan kombinasi dua GTT

terpisah dan 1 buah implan tunggal. GTT pertama dibuat pada gigi 12, 13, 14, 15,

24

Page 25: PBL Prosthodontic 3rd case

dan 16 dengan gigi 13-14 sebagai pontik dan 12, 15, 16 sebagai abutment. GTT

kedua dibuat pada gigi 23, 24, 25 dengan gigi 24 sebagai pontik dan gigi 23, 25

sebagai abutment. Kedua GTT ini dibuat full porselain dengan desain pontik

tumpang lingir untuk menjaga oral hygiene dan estetika agar tetap baik.

Perawatan implant tunggal dilakukan pada gigi 17 dengan pertimbangan luas

permukaan gigi molar dan daya kunyahnya yang besar, serta terdapat pada bagian

paling posterior dari rahang sehingga harus dibuatkan restorasi yang sesuai.

Opsi perawatan alternatif yang kedua adalah GTSL dengan desain yang

berbeda. Pada regio rahang kanan, plat dibuat hingga bagian distal gigi anasir 17

pada hamular notch, namun pada regio kiri, plat dibuat hingga distal gigi 26.

Direct retainer berupa klamer 3 jari diletakkan pada gigi 15, 16 dan 25 sebagai

penyangga (tooth borne) sedangkan indirect retainer berupa klamer half jackson

ditempatkan pada gigi 23. Pada penggantian gigi 13, 14, 17 dan 24 dibuatkan

sayap labial untuk keperluan estetik, menutup defek jaringan lunak yang besar,

dan sebagai stabilisator agar GTSL tidak bergeser terhadap gaya dari arah

horizontal. Indirek retainer berupa perluasan plat diberikan pada daerah servikal

gigi 12, 11, 21, dan 22.

Perawatan alternatif pada rahang bawah yang dapat diberikan adalah

pemberian GTT kombinasi dengan GTSL. GTT yang akan diberikan adalah GTT

dengan pontik pada gigi 36 dengan bahan porselen kerangka logam (porcelain

fused to metal). Pemilihan bahan GTT berupa porselen kerangka logam

dikarenakan gigi posterior membutuhkan bahan yang kuat untuk menahan beban

kunyah yang besar, selain itu dengan menggunakan porselen taut logam akan

didapatkan estetik yang baik. Meskipun begitu kekurangan porselen taut logam

adalah pengasahan gigi abutmen lebih banyak dibandingkan GTT dari bahan

logam. Perawatan pendahuluan yang diperlukan untuk perawatan ini adalah

slicing mesial gigi 37 dan pengasahan gigi penyangga sebanyak 0,8-1 mm dengan

derajat kemiringan aksial tak lebih dari 6o. Sebelum melakukan pengasahan

sebaiknya dilakukan rontgen pada gigi yang akan diasah agar letak pulpa dapat

diketahui dan pengasahan tidak melukai pulpa. Bentuk akhir preparasi berupa

chamfer (bahu liku) agar tidak terjadi kebocoran karena batas akhir yang tidak

rapat. Desain pontik pada gigi 36 adalah pontik sanitari, karena pontik sanitari

25

Page 26: PBL Prosthodontic 3rd case

yang paling sesuai untuk gigi posterior rahang bawah dan tidak mengenai mukosa

sama sekali sehingga lebih mudah dibersihkan. Gigi 35 dan 37 akan menjadi

abutment. Pemilihan gigi 35 dan 37 sebagai abutment sesuai dengan hukum

ANTE yaitu luas jaringan periodontal yang mendukung gigi abutment sedikitnya

harus sama atau seimbang dengan luas periodontal membran gigi yang hilang

yang nantinya akan diganti dengan pontik. GTT yang akan dibuatkan adalah GTT

dengan konektor tegar.

Desain GTSL berbasis akrilik dengan anasir pada gigi 46 dan 45 dengan

klamer 3 jari pada gigi 47 dan klamer half Jackson pada gigi 44 sebagai direct

retainer dan klamer half Jackson pada pontik gigi 36 sebagai indirect retainer.

Direct retainer berfungsi sebagai retensi agar GTSL tidak terlepas pada saat

digunakan. Dasar pemilihan klamer half Jackson adalah karena pada desain ini

beban akan diteruskan pada gigi gelihi (tooth borne) sehingga pemilihan klamer

half Jackson sesuai dengan indikasinya. Indirect retainer pada pontik 36

diberikan agar GTSL tidak terungkit dan lepas.

26

Page 27: PBL Prosthodontic 3rd case

KESIMPULAN

Kesimpulan dari kasus 3 ini yaitu perawatan utama yang direncanakan

adalah GTSL akrilik dengan plat yang diperluas hingga batas coronoid notch agar

lebih stabil dengan perawatan kasus Kennedy klas 2 modifikasi 2 rahang atas dan

Kennedy klas 3 modifikasi 1 rahang bawah. Perawatan utama yang dilakukan

adalah pembuatan GTSL dengan basis akrilik dengan anasir gigi pada gigi 36, 45,

dan 46. Basis akrilik dipilih karena warnanya harmonis sehingga secara estetik

baik,

27