partaganing perempuan dalam tradisi gondang … · sabangunan pada masyarakat batak toba: ... 3.3...
TRANSCRIPT
PARTAGANING PEREMPUAN DALAM TRADISI GONDANG SABANGUNAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA: STUDI KASUS DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN, KECAMATAN PARANGINAN, DESA LUMBAN BARAT SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H RUTH DEBORA MARBUN NIM: 100707033
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2014
PARTAGANING PEREMPUAN DALAM TRADISI GONDANG SABANGUNAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA: STUDI KASUS DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN, KECAMATAN PARANGINAN, DESA LUMBAN BARAT SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H RUTH DEBORA MARBUN NIM: 100707033 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Drs. Mauly Purba M.A.,Ph.D Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D NIP. 1961 0829 1989 031003 NIP. 196512211991031001
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang ilmu Etnomusikologi. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2014
PENGESAHAN
DITERIMA OLEH:
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk
melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin
Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya< Universitas Sumatera Utara,
Medan
Pada Tanggal :
Hari :
Fakultas Ilmu Budaya USU,
Dekan,
Dr. Syahron Lubis, M.A.
NIP
Panitia Ujian: Tanda Tangan
1
2.
3
4.
5.
DISETUJUI OLEH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
KETUA,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.
NIP 196512211991031001
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 2014
Ruth Debora Marbun Nim 100707033
ABSTRAKSI
Skripsi ini berjudul: Partaganing Perempuan Dalam Tradisi Gondang Sabangunan Pada Masyarakat Batak Toba: Studi Kasus di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kecamatan Paranginan, Desa Lumban Barat. Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui alasan partaganing perempuan memilih menjadi seorang musisi yang memainkan taganing dan menjelaskan proses belajarnya, di tengah-tengah dominasi partaganing laki-laki. Hal lainnya yaitu untuk mengetahui tanggapan masyarakat di Desa Lumban Barat mengenai partaganing perempuan tersebut.
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dibantu oleh data-data responden yang bersifat kuantitatif, yang diperoleh dari penelitian lapangan. Teori yang digunakan adalah teori perubahan oleh Merriam (1964).
Hasil yang didapatkan adalah, perubahan yang terjadi dalam tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba. Yang dulunya pargonsi adalah laki-laki, namun sekarang sudah hadir pargonsi perempuan. Hal tersebut mendapat tanggapan dari berbagai lapisan masyarakat. Ada yang memberikan tanggapan positif, namun ada juga yang memberi tanggapan negatif. Pembahasan skripsi ini terfokus terhadap keberadaan partaganing perempuan dalam tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba di Desa Lumban Barat. Partaganing perempuan yang penulis maksud bernama Hari Anita Nainggolan.
Kata kunci: partaganing perempuan, tradisi margondang, pargonsi.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat
dan rahmat yang senantiasa diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul PARTAGANING PEREMPUAN DALAM TRADISI
MARGONDANG SABANGUNAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA:
STUDI KASUS DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN,
KECAMATAN PARANGINAN, DESA LUMBAN BARAT. Skripsi ini
merupakan hasil serta perjuangan dari ilmu yang telah penulis dapatkan selama
menjalani kuliah di Departeman Etnomusikologi, Universitas Sumatera Utara kurang
lebih lima tahun ini. Terwujudnya skripsi ini juga tidak terlepas dari doa serta
dukungan dari orang-orang yang penulis kasihi, yaitu;
Kepada kedua orang tua yang sangat-sangat penulis sayangi yaitu Pdt.
Mangapoi Marbun M.Th dan Pdt. Lina Nainggolan. Saya mengucapkan terimakasih
banyak atas doa yang senantiasa kalian panjatkan, dan untuk kesabaran serta
dukungan baik moril maupun materil. Kasih kalian tiada batasnya yang membuat
saya tetap sabar dalam menghadapi semua masalah yang ada.
Kepada saudara saya, Pdp. Yabes Yafet Marbun M.Th dan Natanael Marbun
S.Kom, saya mengucapkan banyak terimakasih buat perhatian kalian yang begitu
besar selama ini yang selalu mendoakan, memberi semangat dan juga mendukung
saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Kepada teman-teman yang saya sayangi, Deby, Ayu, Riska, Kezia, dan
Miduk, terimakasih buat kalian. Kalian adalah teman terbaik yang selalu mendukung
saya dalam penyelesaian skripsi ini. Dan begitu juga kepada yang saya sayangi dan
kasihi Ranto Sitompul Amd, yang selalu memotivasi saya hingga bisa menyelesaikan
skripsi ini. Saya ucapkan terimakasih atas doa, dukungan, kesabaran, motivasi kalian
semua. Dan buat semua teman-teman Etnomusikologi lainnya senang rasanya
mengenal kalian semua dan terima kasih teman-teman buat semangat yang selalu
diberikan kepada saya untuk tetap sabar dan berjuang menyelesaikan skripsi ini.
Kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Etnomusikologi Universitas
Sumatera Utara Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D dan Ibu Dra.
Heristina Dewi, M. Pd, saya mengucapkan banyak terimakasih untuk perhatian dan
bantuannya selama menjalani proses penulisan skripsi saya hingga selesai.
Kepada Pembimbing I Bapak Prof. Mauly Purba M.A.,Ph.D, dan
Pembimbing II saya Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D, saya
mengucapkan banyak terimakasih atas bimbingan yang telah Bapak berikan selama
proses penulisan skripsi saya ini sehingga skripsi ini dapat saya selesaikan.
Kepada Seluruh Dosen Departemen Etnomusikologi yaitu Bapak Drs. Torang
Naiborhu M.Hum selaku Dosen akademik, Drs. Bapak Kumalo Tarigan M.A, Ibu
Dra. Rita Hutajulu M.A, Bapak Drs. Bebas Sembiring M.Si, Bapak Drs. Irwansyah
Harahap M.A, Bapak Drs. Fadlin M.A, Bapak Drs. Dermawan Purba M.Si, Ibu
Arifni Netriroza STT, dan Ibu Dra. Frida Deliana Harahap M.Si, serta seluruh Dosen
lainnya saya mengucapkan banyak trimakasih atas ilmu yang telah diberikan selama
menduduki bangku perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.
Kepada staf/tata usaha di Departemen Etnomusikolgi Ibu Adri saya
mengucapkan terimakasih untuk kerjasama dan bantuannya selama ini.
Dan kepada informan serta narasumber saya Hari Anita Nainggolan, Alister
Nainggolan, Marcius Sitohang, Tiurma Nainggolan, saya ucapkan terimakasih
banyak atas bantuan dan informasi yang telah diberikan kepada penulis. Terimakasih
juga karena bapak dan ibu selalu sabar dalam membantu saya sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan.
Hormat saya,
Ruth Debora Marbun
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................. ABSTRAK ...........................................................................................
KATA PENGANTAR ........................................................................... DAFTAR ISI ....................................................................................... DAFTAR GAMBAR ............................................................................ DAFTAR TABEL .............................................................................. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................... 1.2 Pokok Permasalahan ......................................................................... 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian ………………………………………… 1.3.2 Manfaat Penelitian ………………………………………...
1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep ……………………………………………………. 1.4.2 Teori …………….…………………………………………
1.5 Metode Penelitian …………………………………………………... 1.5.1 Studi Kepustakaan ………………………………………… 1.5.2 Penelitian Lapangan (Observasi) …………………………
1.5.2.1 Wawancara ……………………………………… 1.5.2.1 Perekaman Di Lapangan ………………………..
1.5.3 Kerja Laboratorium ……………………………………….. 1.6 Lokasi Penelitian ………………………………………………….... BAB II ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT DESA LUMBAN BARAT,
KECAMATAN PARANGINAN, KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
2.1 Lokasi Penelitian …………………………………………............. 2.2 Masyarakat Batak Toba di Desa Lumban Barat …………….......
2.2.1 Mata Pencaharian …………………………………....... 2.2.2 Sistem Bahasa ……………………………………........ 2.2.3 Sistem Kepercayaan ………………………………....... 2.2.4 Sistem Kekerabatan
2.2.4.1 Dalihan Na Tolu…………………………....... 2.2.4.2 Kedudukan Perempuan dalam
Kebudayaan Batak Toba ………………........ 2.2.4.3 Hula-hula (Tulang/Paman)………………......
2.2.5 Kesenian …………………………………………......... 2.2.5.1 Seni Musik ………………………………....... 2.2.5.2 Seni Sastra ………………………………....... 2.2.5.3 Seni Tari ……………………………….......… 2.2.5.4 Seni Bangunan dan Ukir-ukiran ……….........
2.2.5.5 Seni Kerajinan Tangan (Ulos) …………..
BAB III TRADISI MARGONDANG SABANGUNAN
3.1 Pengertian Gondang ………………………………………………... 3.2 Margondang ………………………………………………………… 3.3 Alat Musik Dalam Ansambel Gondang Sabangunan
3.3.1 Sarune Bolon ……………………………………………..
3.3.2 Taganing …………………………………………………. 3.3.3 Gordang …………………………………………………. 3.3.4 Odap …………………………………………………….. 3.3.5 Ogung …………………………………………………… 3.3.6 Hesek …………………………………………………….
3.4 Peran Musikal Instrumen dalam Ansambel Gondang Sabangunan …………………………………..
3.4.1 Peran Taganing Dalam Ansambel Gondang Sabangunan ………………………..
3.5 Reportoar …………………………………………………………. 3.6 Adat ……………………………………………………………….
3.6.1 Adat dalam Konsep Kepercayaan Masa Pra-Kristen: Hasipelebeguon …………………….
3.6.2 Adat Batak Toba Pada Masa Sekarang ………………… 3.7 Pargonsi …………………………………………………………. 3.8 Marguru (proses belajar taganing) ………………………………. BAB IV HARI ANITA NAINGGOLAN SEBAGAI PARTAGANING PEREMPUAN 4.1 Biografi Singkat Hari Anita Nainggolan …………………………
4.1.1 Masa kecil ……………………………………………… 4.1.2 Pendidikan ……………………………………………… 4.1.3 Latar Belakang Keluarga ……………………………….
4.2 Hari Anita Nainggolan Sebagai Partaganing Perempuan ………. 4.2.1 Awal Perkenalan Hari Anita Nainggolan
dengan Alat Musik Taganing …………………………. 4.2.2 Proses Perjalanan Hari Anita Nainggolan
Sebagai Partaganing Perempuan ……………………... 4.2.3 Eksistensi Hari Anita Nainggolan
Sebagai Partaganing Perempuan ……………………… 4.3 Alasan Hari Anita Nainggolan Menjadi
Seorang Partaganing Perempuan ……………………………… 4.3.1 Faktor Talenta ………………………………………... 4.3.2 Faktor Keturunan ……………………………………. 4.3.3 Faktor Ekonomi ……………………………………...
4.4 Wawancara dengan Hari Anita Nainggolan ………………….. 4.4.1 Wawancara Verbatim ………………………………..
BAB V TANGGAPAN TERHADAP HADIRNYA PARTAGANING PEREMPUAN
5.1 Partaganing Perempuan ……………………………………….. 5.2 Berbagai Tanggapan Terhadap Kehadiran
Partaganing Perempuan ……………………………………….. 5.2.1 Tanggapan Orang Tua ………………………………. 5.2.2 Tanggapan Suami ……………………………………
5.2.3 Tanggapan Masyarakat ……………………………… 5.2.4 Tanggapan Musisi Tradisi Batak Toba ……………..
5.3 Kuesioner …………………………………………………….. 5.3.1 Pertanyaan Kuesioner ………………………………. 5.3.2 Hasil Jawaban Kuesioner …………………………… 5.3.3 Penjelasan Kuesioner ……………………………….
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan …………………………………………………… 6.2 Saran ………………………………………………………….. DAFTAR PUSTAKA ................................................................. DAFTAR INFORMAN ............................................................ LAMPIRAN ..............................................................................
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Dalihan Na Tolu Gambar 4.1 Hari Anita Nainggolan 1 Gambar 4.2 Hari Anita Nainggolan 2
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Laporan Kependudukan Kecamatan Paranginan Tahun 2014 Tabel 3.1 Pengertian Kata Gondang Pada Masyarakat Batak Toba Tabel 3.2 Peran Musikal Dalam Ansambel Gondang Sabangunan
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Melalui skripsi ini, penulis akan membahas tradisi margondang1 pada
masyarakat Batak Toba. Tradisi margondang tersebut melibatkan permainan dan
penyajian seperangkat ansambel musik yang dimainkan sesuai dengan aturan
penggunaannya. Ansambel yang digunakan terdiri dari dua jenis, yaitu ansambel
gondang sabangunan dan gondang hasapi.2 Kedua ansambel ini dimainkan dalam
upacara adat Batak Toba baik upacara sukacita maupun upacara dukacita.
Ansambel gondang sabangunan biasanya menggunakan alat-alat musik: sarune
(shawm idiophone) sebagai pembawa melodi, ogung (suspended gongs) yang
terdiri dari 4 buah yaitu dari yang besar ke yang kecil adalah: oloan, ihutan,
panggora, dan doal, fungsi musikalnya adalah membawa siklus metrik dan
memainkan ritmik. Kemudian ada pula alat musik hesek (bisa berupa dua keping
logam atau botol yang dipukul dengan logam) sebagai pembawa ketukan dasar.3 Di
antara kedua ansambel yang terdapat dalam tradisi tersebut, salah satu alat musik
yang menjadi fokus penelitian penulis yaitu taganing yang terdapat dalam
ansambel gondang sabangunan.
Taganing terdiri dari lima anak ni taganing dan ditambah satu gordang.
Taganing ini berbentuk tabung melengkung (barrel) dan terkadang berbentuk
1Margondang adalah aktifitas musikal yang digunakan dalam upacara adat dan ritual di masyarakat Batak Toba. Margondang berfungsi sebagai pembuat musik yang memainkan komposisi gondang untuk mengiringi tari-tarian (tortor) Batak Toba pada setiap upacara-upacara yang berkaitan dengan religi maupun adat yang sedang berlangsung.
2Dalam kebudayaan etnis Batak Toba ada dua jenis perangkat musik tradisional. Perangkat musik yang pertama yaitu gondang sabangunan dan perangkat musik yang kedua yaitu gondang hasapi. Perangkat musik tradisional tersebut secara umum disebut sebagai uning-uningan. Ansambel Gondang Hasapi terdiri dari masing-masing satu buah sarune etek, sulim, garantung, dan dua buah hasapi yang disebut dengan hasapi ende (fungsi musikalnya adalah sebagai pembawa melodi) dan hasapi doal, yang fungsi musikalnya adalah membawakan fungtuasi ritme dan melodi (wawancara dengan Marsius Sitohang).
3Wawancara dengan Marsius Sitohang. Medan, tanggal 20 Maret 2014
2
tabung lurus (cylindrical). Adapun nama dari masing-masing gendang tersebut dari
yang terkecil sampai yang terbesar yaitu: ting-ting, paidua ting-ting, painonga,
paidua odap, dan odap-odap. Kelima gendang tersebut disusun dan digantung pada
sebuah alat penyangga. Alat musik taganing ini diklasifikasikan ke dalam alat
musik single-headed braced drum (Sitohang, 2009). Alat musik ini juga
menghasilkan nada, dan dihubungkan dengan melodi. Oleh karena itu, alat musik
taganing4 selalu digolongkan kepada drum chimes (gendang yang menghasilkan
nada dan membawa melodi).5 Sebutan untuk pemain taganing yaitu partaganing.
Dalam konteks budaya Batak Toba, partaganing ini sangat dihormati
kedudukannya. Ia disebut dengan Debata Guru Na Humumndul. Peran sosial dan
budayanya sangat tinggi, sebagai “penjelmaan” dari dewa.
Semua pemain musik gondang sabangunan disebut pargonci. Dalam tradisi
margondang, pargonsi semuanya adalah laki-laki. Ini merupakan adat ni gondang.6
Adat ni gondang artinya adat yang berlaku pada tradisi gondang. Purba
menjelaskan bahwa adat ni gondang adalah aturan-aturan yang berhubungan
dengan norma-norma tradisi memainkan gondang. Aturan-aturan tersebutlah yang
mengatur permainan dan penyajian gondang.
4Taganing mempunyai peranan ganda dalam sebuah komposisi gondang. Peranan tersebut antara
lain, pada saat penyajian komposisi gondang, alat musik taganing tersebut dapat memainkan ritmis dan dapat juga memainkan melodi. Dalam setiap pertunjukan gondang sabangunan, yang memainkan melodi tidak hanya sarune saja, namun bersama-sama dengan taganing. Hal tersebut dikarenakan dalam konsep yang terdapat pada masyarakat Batak Toba, nada masing-masing gendang pada taganing mengacu pada nada yang terdapat pada sarune bolon.
5Dalam memainkan alat musik taganing ini, proses penyajiannya adalah dengan menggunakan palu-palu (stik pemukul). Jumlah pemain dalam memainkan alat musik taganing terdiri dari dua orang dan tugas dari masing-masing pemain pun berbeda-beda. Pemain pertama dipanggil dengan sebutan panggordangi5 memainkan gendang yang ukurannya terbesar yaitu gordang dan dimainkan oleh satu orang pemain. Dalam komposisi musik, gordang berperan sebagai instrumen ritmis. Sementara lima gendang lainnya yang disebut anak ni taganing berperan sebagai instrumen melodi. Lima gendang yang disebut dengan anak ni taganing tersebut dimainkan oleh satu orang
6Purba menjelaskan bahwa adat adalah rangkaian atau tatanan norma-norma sosial dan religius yang mengatur kehidupan sosial, hubungan manusia dengan leluhurnya, hubungan vertikal kepada Pencipta, serta pelaksanaan upacara-upacara ritual keagamaan.
3
Dewasa ini, perkembangan sosial budaya di Indonesia sangat cepat
pergerakannya. Adapun di antara faktor-faktor pemicunya adalah pesatnya
perkembangan teknologi informasi, proses globalisasi, keterbukaan di era
demokratisasi, pembentukan perekonomian yang berdasar kepada kepentingan
sejumlah negara, perkembangan pendidikan, dan aspek-aspek lainnya.
Perkembangan yang terjadi saat ini, menimbulkan banyak dampak terhadap
kehidupan dan pergaulan sosial bagi masyarakat. Dampak yang ditimbulkan ada
yang bersifat positif dan juga bersifat negatif. Disadari sepenuhnya bahwa
perkembangan yang terjadi merupakan pengaruh dari berbagai faktor. Faktor-faktor
tersebut antara lain seperti kemajuan pendidikan, komunikasi yang sudah luas,
internet, dan jejaring sosial. Perkembangan tersebut juga terjadi pada kebudayaan
masyarakat Batak Toba7 di Indonesia khususnya Sumatera Utara. Faktor-faktor dan
dampak perkembangan kebudayaan tersebut mempengaruhi sikap dan cara berpikir
masyarakat Batak Toba.
Pada masa sekarang ini, pemahaman dan pelaksanaan suku Batak Toba
tentang adat-istiadatnya sendiri semakin lama semakin tidak mengenal identitasnya
dan pelaksanaannya pun sudah banyak yang menyimpang dari Ruhut Ni Adat.8
Kalau diperhatikan dengan seksama, pelaksanaan adat di zaman sekarang ini
kelihatannya sudah beragam dan sudah jarang mengikuti aturan adat.9 Akibat dari
kondisi adat yang sudah demikian, maka generasi penerus tidak mengetahui
pelaksanaan adat yang sebenarnya. Selain daripada itu, generasi penerus tidak
7Apabila kata Batak Toba muncul dalam penulisan skripsi ini, yang penulis maksud yaitu Batak Toba
yang berada di Sumatera Utara, khususnya di daerah penelitian penulis yaitu di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kecamatan Paranginan, Desa Lumban Barat.
8Ruhut Ni Adat artinya aturan adat. 9Adat merupakan warisan dari leluhur yaitu hukum, aturan, dan tata cara yang mengatur hubungan
manusia dengan manusia. Warisan tersebut kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Adat inilah yang menjadi hukum bagi setiap orang dengan memberikan pengetahuan tentang cara kehidupan untuk membedakan yang baik dan yang buruk. Menurut Batak Toba, adat merupakan pemberian Mula Jadi Na Bolon yang harus dituruti makhluk ciptaannya. Apabila adat diikuti dan dilaksanakan maka orang tersebut akan mendapatkan berkah dan orang yang tidak peduli dengan adat akan mendapat bala.
4
begitu antusias lagi terhadap adat-istiadatnya sendiri karena mereka menganggap
kegiatan adat istiadat pada masa sekarang ini hanya sebagai simbol dalam
kebudayaannya (Siahaan, 2012:10).
Perkembangan sosial budaya juga terjadi dalam kebudayaan masyarakat di
daerah penelitian penulis. Alister mengatakan bahwa pada saat beliau masih
pemuda sekitar tahun 1960, pekerjaan wanita pada saat itu dikenal hanyalah
sebagai parorot (menjaga anak), mengurus rumah tangga, dan mengerjakan sawah.
Wanita tidak diperkenankan sembarangan melakukan pekerjaan lain selain
mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan mengurusi anak-anaknya dan menjaga
agar rumah tetap teratur.10 Namun, fakta yang penulis temukan di lapangan yaitu
bahwa ternyata ada wanita yang memainkan taganing pada upacara adat Batak
Toba. Hal tersebut tentu merupakan perubahan dalam kebudayaan. Seperti yang
sudah penulis jelaskan di atas, pargonsi semuanya adalah laki-laki, namun fakta di
lapangan ternyata ada wanita yang bekerja sebagai partaganing perempuan.
Ketika penulis melihat fakta tersebut, maka penulis tertarik ingin
mengungkapkan apakah ini adalah sesuatu yang baru. Dengan rasa ketertarikan
tentang hal tersebut, penulis kemudian mencari informasi-informasi yang terkait.
Kemudian penulis berhubungan langsung dan menjumpai seorang musisi
perempuan yang sampai sekarang ini masih aktif dalam kegiatannya sebagai
pemain taganing. Musisi yang penulis maksud bernama Hari Anita Nainggolan.
Hari Anita Nainggolan adalah seorang partaganing perempuan yang berkediaman
di Lumban Barat yang sudah berpengalaman dibidang musik tradisional Batak
Toba. Beliau semenjak kecil sudah mulai mempelajari alat musik taganing yaitu
pada usia ±10 tahun. Hari Anita sudah dikenal masyarakat sebagai partaganing
10Hasil wawancara dengan Alister Nainggolan pada 24 Maret 2014.
5
perempuan, mulai dari Dolok Sanggul sampai ke berbagai daerah, bahkan beliau
sudah mencapai kariernya sampai ke luar negeri. Beliau bersama grup musiknya
“Lia Gemilang” sangat dikenal oleh masyarakat karena keunikan dari grup musik
tersebut. Dalam kesehariannya, Hari Anita Nainggolan juga bekerja sebagai
Pangula11.
Melihat kenyataan tersebut, penulis tertarik untuk melihat lebih jauh lagi
bahwasanya apakah kehadiran partaganing perempuan ini merupakan sebuah
pengayaan atau perlawanan terhadap tradisi12. Selain itu, penulis ingin
mengungkapkan apakah seorang partaganing perempuan tersebut memiliki alasan
tertentu mengapa dia memilih menjadi seorang partaganing perempuan. Hal
tersebut akan penulis telusuri lebih jauh lagi untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan tersebut.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang dituturkan di atas, maka penulis
tertarik untuk meneliti lebih dalam lagi tentang keberadaan partaganing perempuan
dalam tradisi gondang sabangunan dengan memperoleh data dari berbagai
narasumber yang terkait. Oleh karena itu, penelitian ini akan dibuat ke dalam karya
tulis ilmiah dengan judul: Partaganing Perempuan dalam Tradisi Gondang
Sabangunan pada Masyarakat Batak Toba: Studi Kasus di Kabupaten Humbang
Hasundutan, Kecamatan Paranginan, Desa Lumban Barat.
1.2 Pokok Permasalahan
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan penulis di
atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah:
11Pangula artinya pekerja diladang atau disawah. Hari Anita bekerja sebagai pangula yang menanam
cabai di daerah Sampean Aek Bottar Dolok Sanggul. 12 Untuk mempersempit daerah penelitian, penulis memfokuskan menanyakan pertanyaan tersebut di
daerah penelitian penulis yaitu di Desa Lumban Barat.
6
1. Mengapa partaganing perempuan memilih menjadi seorang musisi yang
memainkan taganing dan bagaimana proses belajarnya?
2. Bagaimana tanggapan masyarakat di Desa Lumban Barat mengenai
partaganing perempuan tersebut, apakah sebuah pengayaan atau
perlawanan terhadap tradisi?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui alasan informan memilih menjadi seorang musisi
yang memainkan taganing dan menjelaskan proses belajarnya
partaganing perempuan tersebut.
2. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat di Desa Lumban Barat
mengenai partaganing perempuan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi tentang keberadaan partaganing perempuan
dalam tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba di Desa
Lumban Barat, Kecamatan Paranginan, Kabupaten Humbang
Hasundutan.
2. Sebagai salah satu bahan referensi dan acuan bagi peneliti
berikutnya yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian.
3. Sebagai perbendaharaan dan dokumentasi musik Batak Toba.
7
1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Partaganing dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba berasal dari kata
“par” dan “taganing”. Kata “par” dalam terjemahan bahasa Batak Toba artinya
adalah “orang yang”. Kata “par” tersebut diletakkan pada awalan kata taganing
yang menunjukkan “orang yang memainkan taganing”.
Dalam tulisan ini, apabila penulis menggunakan kata “partaganing
perempuan”, itu adalah untuk mengatakan bahwa taganing tersebut dimainkan oleh
perempuan. Dalam pembahasan ini, partaganing perempuan adalah sesuatu yang
baru dan tidak bisa hanya mengatakan partaganing saja, karena pemahaman
masyarakat secara umum mengartikan bahwa partaganing merupakan orang yang
memainkan taganing dan berjenis kelamin laki-laki. Namun, ketika penulis
menggunakan kata “partaganing” saja, itu menunjukkan partaganing secara umum
yaitu laki-laki.
Ada beberapa partaganing perempuan yang penulis ketahui, tetapi yang
menjadi fokus penulisan ini adalah partaganing perempuan yang terdapat di
Kabupaten Humbang Hasundutan, Desa Lumban Barat, Kecamatan Paranginan
yang bernama Hari Anita Nainggolan.
Tradisi dalam bahasa latin disebut dengan tradition yang artinya diteruskan
atau kebiasaan. Dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah
dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok
masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama.
Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya nilai, norma, dan kearifan
lokal yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena
tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. (Bruno Netll dan Gerald Behague,
8
1991:4). Dalam pembahasan tulisan ini, tradisi yang dimaksudkan adalah tradisi
Gondang Sabangunan pada masyarakat Batak Toba.
Koentjaraningrat (2002:146-147) menjelaskan masyarakat adalah kesatuan
hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat yang bersifat
kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Masyarakat (society
dalam bahasa inggris) adalah sebagai suatu organisme, pada mana bagian-
bagiannya adalah bagian-bagian yang hidup di dalam kesatuan (misalnya: bahasa,
kebudayaan, adat) dengan yang lainnya (Moh Koesnoe, 1979). Masyarakat Batak
Toba merupakan salah satu sub-etnik Batak yang ada di Indonesia di samping
Batak Simalungun, Karo, Pakpak, dan Mandailing. Masyarakat Batak Toba
mempunyai sistem adat istiadat tertentu yang menjadi dasar hidup masyarakat yang
strukturnya didasarkan pada Daliha Na Tolu yaitu “tungku yang berkaki tiga”
disingkat “tungku nan tiga”. Tiga unsur Dalihan Na Tolu yaitu hulahula (pemberi
istri), dongan sabutuha/dongan tubu (kerabat semarga), dan boru (penerima istri).
Ketiganya merupakan suatu kesatuan yang saling berinteraksi dalam setiap kegiatan
adat ataupun ritual masyarakat tersebut. Masyarakat Batak Toba menganut sistem
patrilinear yang mengikuti garis keturunan laki-laki. Oleh karena itu, laki-laki pada
masyarakat Batak Toba mempunyai hak mewarisi harta dari orangtuanya,
sedangkan perempuan hanya bisa menerima hadiah pada waktu pernikahannya
yang disebut dengan pauseang.
Menurut Depdikbud (1997: 2), studi kasus adalah suatu studi atau analisa
yang komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik, bahan dan alat mengenai
gejala atau ciri-ciri karakteristik berbagai jenis masalah atau tingkah laku
menyimpang baik individu maupun kelompok. Menurut Suryabrata (2003:80),
tujuan studi kasus adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang
9
keadaan sekarang dan interaksi lingkungan, individu, kelompok, lembaga, dan
masyarakat. Konsep studi kasus dalam tulisan ini dimaksudkan untuk membuat
pembahasan mengenai partaganing perempuan ini lebih terarah, karena
partaganing perempuan yang penulis maksudkan berada di daerah tertentu yaitu di
Desa Lumban Barat, Kecamatan Paranginan, Kabupaten Humbang Hasundutan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), pengayaan adalah proses,
cara, perbuatan mengayakan, memperkaya, memperbanyak. Kata pengayaan dalam
penulisan ini akan menjelaskan apakah partaganing perempuan dalam tradisi
gondang sabangunan pada masyarakat Batak Toba merupakan sebuah pengayaan
yaitu memperkaya khazanah kebudayaannya. Kata pengayaan ini akan dipakai
untuk menjawab pokok permasalahan yang terdapat dalam tulisan ini.
Sementara itu, kata perlawanan yang berasal dari kata lawan mempunyai
arti menentang dan menyalahi. Dalam tulisan ini, kata perlawanan dipakai untuk
menjelaskan apakah kehadiran partaganing perempuan dalam upacara-upacara
yang menggunakan gondang sabangunan pada masyarakat Batak Toba melawan
atau menentang tradisi dalam kebudayaannya.
1.4.2 Teori
Alan P. Merriam (1964:303) dalam bukunya The Antropology of Music
mengatakan, “Culture change begins with the processes of innovation. Type of
innovation is variation, invention, tentation, dan culture borrowing.” Maksudnya
adalah bahwa perubahan budaya diawali dengan proses inovasi. Jenis dari inovasi
yaitu variasi, penemuan, uji coba (eksperimen), dan meminjam budaya.
Lebih jauh Alan P. Merriam mengemukakan bahwa perubahan kebudayaan
timbul dari dalam dan dilakukan oleh pelaku-pelaku kebudayaan itu sendiri, hal itu
10
disebut dengan inovasi. Inovasi tersebut antara lain, membuat variasi dalam budaya
tersebut, melakukan penemuan-penemuan baru dalam budaya, dan menciptakan
budaya baru dengan memasukkan unsur-unsur dari kebudayaan lain. Inovasi
tersebut timbul dari sistem ide dan pikiran manusia itu sendiri.
Demikian juga pada masyarakat Batak Toba, kebudayaan pada masyarakat
tersebut juga mengalami perubahan. Perubahan kebudayaan yang terjadi dalam
kebudayaan masyarakat Batak Toba timbul dari dalam (masyarakat itu sendiri) dan
dilakukan oleh pelaku-pelaku kebudayaan itu sendiri. Kehadiran partaganing
perempuan menjadi sebuah perubahan dalam kebudayaan Batak Toba, yang pada
dasarnya selalu menggunakan partaganing laki-laki dalam memainkan taganing
pada tradisi margondang sabangunan, namun pada masa sekarang ini sudah ada
beberapa perempuan yang bergabung dalam pargonci sebagai partaganing
perempuan. Oleh sebab itu, perubahan dalam kebudayaan tersebut dilakukan dan
dialami oleh masyarakat Batak Toba itu sendiri. Yang dilakukannya yaitu berupa
inovasi yang mengacu kepada variasi, penemuan baru, dan eksperimen dari
partaganing perempuan itu sendiri.
Pada dasarnya kebudayaan adalah sesuatu yang dinamis dan bukan stabil
karena kalau kebudayaan itu stabil, kebudayaan tersebut akan stagnasi (terhenti).
Bisa diartikan juga bahwa perubahan adalah nafas dari kebudayaan, yaitu kalau
kebudayaan tidak dinamis maka kebudayaan itu akan mati. Hal itu tidak mungkin
terjadi karena zaman terus berubah, kondisi ekonomi berubah, pola pikir
masyarakat juga berubah. Seperti yang dikemukakan Carol R. Ember (1987:32),
suatu kebudayaan tidaklah pernah bersifat statis, melainkan selalu berubah. Hal ini
berhubungan dengan waktu, bergantinya generasi, serta perubahan dan kemajuan
tingkat pengetahuan masyarakat.
11
Seorang etnomusikolog yang bernama David Harnish juga mengatakan
bahwa ketika suatu masyarakat itu sudah mengalami perubahan, antara lain:
perubahan orientasi agama, perubahan perekonomian dan juga pendidikan, maka
mereka juga akan menginterpretasikan kembali keseniannya termasuk dalam hal
merubah bagaimana persepsi masyarakat yang kalau dulunya tidak boleh
perempuan, sekarang sudah bisa dan itu adalah bagian dari perubahan.13
Keterlibatan perempuan di dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat
bukanlah masalah baru. Ada banyak masyarakat-masyarakat yang memberikan
batasan-batasan kepada perempuan. Salah satunya pada masyarakat Batak Toba.
Namun, gerakan feminisme memberikan pencerahan secara tidak langsung bahwa
hal tersebut bisa berpengaruh kepada masyarakat yang memberikan batasan-
batasan kepada perempuan. Sekitar tahun 1960-an, gerakan feminisme berkembang
di negara Barat. Gerakan feminisme ini dikenal sebagai gerakan kaum suffrage (hak
pilih). Ini adalah gerakan yang bertujuan untuk memajukan kaum perempuan, baik
mengenai kondisi kehidupannya maupun status perannya. Teori feminisme menurut
Saparinah Sadli (2010:72) mengemukakan:
… bahwasanya perempuan perlu diterima dan dihargai sebagai sesama manusia yang mempunyai potensi (kemampuan) untuk berkembang; bahwasanya kaum perempuan juga mempunyai kemampuan untuk mengembangkan kondisi lingkungan hidupnya dan sangat mungkin untuk ikut memberikan arah kepada pengembangan sosial, ekonomi, politik, dan pribadi; bahwasanya kaum perempuan juga memiliki berbagai macam kualitas manusia untuk meningkatkan mutu hidup secara umum seperti yang dimiliki kaum pria; serta bahwasanya apabila pengaruh-pengaruh sosio-budaya merugikan perkembangan status dan diri perempuan, itu dapat diubah atau dihilangkan. Pemikiran yang dikemukakan Sadli sudah banyak diterapkan dalam
kehidupan masyarakat. Pemikiran di atas juga dapat dihubungkan terhadap
13Lihat tulisan ini dalam Mauly Purba (2000:26) yang bertajuk “Gereja dan Adat: Kasus Gondang
Sabangunan dan Tortor.”
12
munculnya partaganing perempuan pada masa sekarang ini. Kalau pada zaman
dulu perempuan Batak Toba mempunyai batasan-batasan, sekarang sudah tidak
berlaku lagi karena ternyata kaum perempuan mempunyai potensi yang berkualitas.
Potensi yang dimiliki dalam pembahasan ini yaitu perempuan juga bisa memainkan
taganing untuk mengembangkan kondisi ekonomi, kebudayaan, dan sosialnya.
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif yang besifat
kualitatif. Kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati
(Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 1989:3). Dalam melakukan penelitian
terhadap bahan tulisan ini, penulis melakukan beberapa tahapan kerja yang terdiri
dari studi kepustakaan, pengumpulan data di lapangan, dan bimbingan secara
formal ataupun nonformal dengan dosen pembimbing dan kerja laboratorium.
1.5.1 Studi Kepustakaan
Untuk mendukung informasi yang penulis peroleh tentang partaganing
perempuan, pertama-tama penulis mencari buku-buku yang relevan terhadap
masalah-masalah yang dibahas. Dalam hal ini juga penulis menggunakan referensi
dari internet yang relevan dengan objek yang diteliti. Selain itu juga penulis
menggunakan studi kepustakaan untuk mengumpulkan bahan-bahan berupa teori
yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada kebudayaan dan untuk mencari
metode pengumpulan data di lapangan.
13
1.5.2 Penelitian Lapangan (Observasi)
Penulis memulai penelitian ini pada bulan Maret 2014, dengan melakukan
observasi yang meliputi peninjauan dan pengamatan lokasi penelitian serta melihat
pertunjukan dari partaganing perempuan secara langsung. Penulis melakukan
penelitian lapangan ke Paranginan tepatnya di Lumban Barat. Ternyata di Lumban
Barat ada seorang partaganing perempuan dan beliau sudah banyak dikenal oleh
masyarakat Dolok Sanggul dan sekitarnya. Partaganing perempuan tersebut
bernama Hari Anita Nainggolan. Penulis juga melihat permainan taganing beliau
pada sebuah upacara adat pernikahan di Jalan Simpang Sipitu Huta 3C Dolok
Sanggul.
Untuk menambah referensi mengenai partaganing perempuan, penulis juga
menemui dan melihat pertujukan dari partaganing perempuan yang berada di
Medan14. Tujuannya adalah untuk melihat lebih luas fenomena yang terjadi di
tempat lainnya. Namun demikian, focus studi kasus ini adalah terhadap
partaganing perempuan Hari Anita Nainggolan.
Adapun dua teknik pengumpulan data yang penulis gunakan di lapangan
yaitu:
1.5.2.1 Wawancara
Setelah penulis melakukan observasi di lapangan, kemudian penulis
menentukan narasumber yang akan menjadi objek wawancara. Terkait dengan
pembahasan mengenai partaganing perempuan, penulis memilih beberapa
narasumber yang akan menjadi objek wawancara yaitu Tiurma Nainggolan dan
Hari Anita Nainggolan (kedua-duanya adalah partaganing perempuan), Marcius
14Partaganing perempuan yang penulis temui bertempat tinggal di Jalan Saudara No 30, Simpang
Limun, Medan, Sumatera Utara. Beliau bernama Tiurma Nainggolan.
14
Sitohang, Alister Nainggolan, dan beberapa informan lainnya termasuk masyarakat
sekitar yang berada di daerah partaganing perempuan tersebut tinggal.
Penulis melakukan wawancara dengan para narasumber tersebut adalah
untuk memperoleh data yaitu mengenai tanggapan-tanggapan mereka terhadap
munculnya partaganing perempuan dalam tradisi Batak Toba tersebut. Hasil
wawancara tersebut kemudian akan diolah dalam kerja laboratorium. Dalam
melakukan wawancara, beberapa informan mempergunakan bahasa daerah Batak
Toba. Namun, penulis tidak mengalami kesulitan dalam mengerti bahasa Batak
Toba, karena penulis merupakan insider (orang dalam) pada kebudayaan Batak
Toba.
1.5.2.2 Perekaman di Lapangan
Pada pelaksanaan kegiatan penelitian ini, penulis menggunakan satu unit
kamera digital Panasonic yang dipergunakan untuk pengambilan foto dan
perekaman video. Pengambilan foto dan perekaman video pada saat di lapangan
dilakukan untuk mendokumentasikan hal-hal yang penulis anggap penting dalam
penelitian lapangan. Terutama pada saat partaganing perempuan tersebut
memainkan taganing pada upacara adat yang sedang berlangsung, perekaman video
merupakan hal yang sangat penting dalam pengumpulan data dalam penelitian ini.
Untuk merekam wawancara, penulis menggunakan handphone Samsung
GT-B5330. Wawancara yang direkam tersebut akan diolah dalam kerja
laboratorium.
15
1.5.3 Kerja Laboratorium
Semua data yang diperoleh yaitu hasil wawancara dan hasil pengamatan
kemudian diolah dalam kerja laboratorium dengan pendekatan-pendekatan
etnomusikologis. Namun, sebelum diolah dalam kerja laboratorium, data-data yang
sudah diperoleh oleh penulis terlebih dahulu dipisahkan satu-persatu agar tidak
terjadi masalah dalam pengerjaannya.
1.6 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan, Desa
Lumban Barat, Kecamatan Paranginan. Daerah ini merupakan daerah tempat
tinggal Hari Anita Nainggolan yang menjadi informan dari penulis.
16
BAB II
ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT DESA LUMBAN BARAT,
KECAMATAN PARANGINAN, KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
Pada Bab II ini, saya akan menguraikan gambaran umum bagian dari
wilayah objek penelitian penulis. Gambaran umum tersebut meliputi, lokasi
penelitian, masyarakat Batak Toba di Desa Lumban Barat, mata pencaharian,
sistem bahasa, serta etnografi umum masyarakat Desa Lumban Barat seperti, sistem
kepercayaan, sistem kekerabatan maupun sistem keseniannya. Dan yang lebih
penting yaitu mengenai kedudukan perempuan dalam sistem kekerabatan pada
masyarakat Batak Toba secara umum karena mengingat pembahasan penulis
mengenai partaganing perempuan. Dan aspek-aspek lainnya dalam tulisan ini
menurut penulis juga penting dijelaskan, karena pembahasan mengenai
partaganing perempuan ini juga berhubungan dengan aspek mata pencaharian,
sistem kekerabatan dan sistem keseniannya. Berikut ini akan dijelaskan uraian
tersebut secara umum.
2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dalam tulisan ini berada di rumah informan penulis yaitu
Hari Anita Nainggolan yang terletak di Desa Lumban Barat, Kecamatan
Paranginan, Kabupaten Humbang Hasundutan. Untuk menemukan daerah ini, harus
melewati Bandara Udara Silangit dan memerlukan waktu ± 30 menit lagi untuk
mendapatkan daerah Desa Lumban Barat.
17
Adapun letak Kabupaten Humbang Hasundutan secara geografis yaitu
terletak antara 2°1’- 2° 28’ LU, 98°10 - 98°58’ BT. Dan berdasarkan posisi
geografisnya memiliki batas:
Sebelah Utara: Kabupaten Samosir,
Sebelah Timur: Kabupaten Tapanuli Utara,
Sebelah Selatan: Kabupaten Tapanuli Tengah, dan
Sebelah Barat: Kabupaten Pakpak Barat.
Ada 10 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Humbang Hasundutan,
antara lain: Kecamatan Dolok Sanggul, Kecamatan Bakti Raja, Kecamatan Lintong
Nihuta, Kecamatan Pakkat, Kecamatan Paranginan, Kecamatan Parlilitan,
Kecamatan Pollung, Kecamatan Sijama Polang, Kecamatan Tarabintang,
Kecamatan Onan Ganjang. Dan yang menjadi lokasi penelitian penulis yaitu di
Kecamatan Paranginan. Luas Kecamatan Paranginan ± 2.297,20 km2.
Di sebagian daerah Desa Lumban Barat ada yang di sebut dengan Tano
Raja yaitu tanah yang bukan menjadi hak milik masyarakat, tetapi boleh
dipergunakan. Masyarakat desa yang bertempat tinggal di tano raja tersebut hanya
mempunyai hak menempati saja dan tidak boleh menuntut hak untuk memiliki
tanah tersebut. Oleh karena itu, walaupun mereka membangun rumah di tano raja
tersebut, itu tidak bisa dikatakan rumahnya, itu tetap disebut tano raja.
2.2 Masyarakat Toba di Desa Lumban Barat
Masyarakat yang mendiami desa Lumban Barat merupakan mayoritas suku
Batak Toba. Suku-suku lain seperti suku Nias, suku Simalungun hanya sedikit
popolasinya dan mereka hanya sebagai pendatang dalam desa tersebut. Walaupun
18
ada suku-suku yang lain datang, itu tidak menjadi perbedaan di dalam masyarakat
untuk melakukan segala tindak aktifitas yang ada di masyarakatnya.
Menurut hasil wawancara dengan masyarakat yaitu bapak Siburian, bahwa
masyarakat yang tinggal di desa Lumban Barat ini sangat memegang teguh
kebersamaan dari dulu sampai sekarang seperti gotong-royong. Misalnya apabila
ada masyarakat yang mengalami kemalangan, maka masyarakat yang ada di desa
tersebut langsung membantu untuk pelaksaan upacara seperti membuat peti,
bersama-sama memasak untuk upacara yang berlangsung, dan sebagainya. Hal
tersebut merupakan bagian dari tradisi seperti yang dikemukakan oleh Bruno Netll
dan Gerald Behague, bahwa tradisi mempunyai sebuah nilai, norma, dan kearifan
lokal.
Menurut data yang penulis dapat dari Kantor Kecamatan Paranginan
mengenai Laporan Kependudukan bulan Maret 2014, adapun nama-nama desa dan
jumlah penduduk tiap-tiap desa adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1. Laporan Kependudukan
No. Nama Desa Laki-laki/L Perempuan/P L+P
1. SIHONONGAN 1.162 1.187 2.349
2. PARANGINAN SELATAN 545 643 1.188
3. LUMBAN BARAT 969 963 1932
4. LUMBAN SIALAMAN 309 341 650
5. LOBUTOLONG 544 542 1.086
6. PEARUNG 436 440 876
7. PARANGINAN UTARA 923 927 1.850
19
8. SIBORUTOROP 695 701 1.396
9. LUMBAN SIANTURI 283 280 563
10. LABUTOLONG
HABINSARAN
531 577 1.108
11. PEARUNG SILALAHI 398 407 805
JUMLAH 6.795 7.008 13.803
Sumber: Kantor Kecamatan Paranginan, 2014.
Dari tabel di atas, tercatat jumlah penduduk desa Lumban Barat berjumlah
1.932 orang, laki-laki 969 orang dan perempuan 963 orang.
Dalam satu tahun sekali, masyarakat yang berada di Kabupaten Humbang
Hasundutan mengadakan sebuah acara bersama dengan seluruh masyarakatnya
yang disebut dengan Pesta Hasundutan. Pesta tersebut dilakukan adalah untuk
menjalin kekerabatan antar kecamatan dan desa. Menurut hasil wawancara dengan
informan penulis yaitu Hari Anita Nainggolan bahwa, dalam kegiatan Pesta
Hasundutan biasanya pemerintah Kabupaten Hasundutan mengundang partaganing
perempuan beserta grupnya untuk mengisi acara pesta Hasundutan tersebut.
2.2.1 Mata Pencaharian
Sebagian besar masyarakat di Lumban Barat dalam memenuhi
kebutuhannya adalah dengan cara bertani, berladang, beternak dan markombat.
Mereka menanam padi di sawah di sekitar desa dan tentunya mereka membuat
sawahnya di dekat perairan agar airnya mengalir langsung ke persawahan. Ada juga
masyarakat yang berkerja di ladang. Mereka menanam cabai, kemenyan, dan sayur-
sayuran. Hasil dari bertani dan berladang sebagian mereka pergunakan untuk
persediaan makanan di rumah mereka dan sebagian dijual pada saat maronan (pasar
setiap hari kamis) di pasar.
20
Masyarakat Lumban Barat juga sebagaian menanam kopi. Penulis
mengamati sebagian besar mereka menanamnya di pinggiran dekat pasar (jalan
raya). Hasil panen dari tanaman kopi mentah tersebut kemudian dijual ke
penampungan kopi mentah dengan harga yang cukup tinggi.
Selain bertani dan berladang, sebagian masyarakat ada yang markombat.
Markombat merupakan pengambilan kayu dari hutan. Kayu dari hutan yang sudah
dipotong-potong oleh pekerja di hutan, itulah yang dibawa oleh masyarakat. Kayu-
kayu tersebut dibawa dengan cara dijinjing di kepala, dipapah di punggung,
ataupun dipegang dengan tangan diletakkan di dada. Kayu-kayu dari hutan tersebut
dibawa ke rumah masing-masing dan tinggal menunggu toke (agen) yang akan
membeli kayu-kayu mereka. Selain dari pada itu, sebagian kecil masyarakat
Lumban Barat memiliki mata pencaharian tambahan seperti beternak kerbau. Dan
ada juga yang bekerja sebagai pegawai negri dan tukang bangunan.
2.2.2 Sistem Bahasa
Desa Lumban Barat merupakan salah satu daerah di Kabupaten Humbang
Hasundutan yang penduduknya adalah mayoritas suku Batak Toba. Oleh karena itu,
hampir seluruh masyarakat Batak toba menggunakan bahasa Batak Toba sebagai
media komunikasi dalam percakapan formal maupun percakapan dalam kehidupan
sehari-hari. Bahkan tidak ditutup kemungkinan juga suku-suku pendatang dalam
desa tersebut mengerti dan ikut menggunakan bahasa Batak Toba.
Dalam proses penelitian penulis di desa tersebut, penulis melakukan
wawancara dengan para informan juga dengan menggunakan bahasa setempat. Dan
terkadang sesekali penulis menggunakan bahasa Indonesia ketika menjumpai
masyarakat dan pemerintah setempat yang mengerti bahasa Indonesia.
21
Pada saat wawancara dengan partaganing perempuan Hari Anita
Nainggolan, beliau menggunakan bahasa Batak Toba dan juga bahasa Indonesia
karena beliau mengerti kedua bahasa tersebut. Hal itu memudahkan penulis untuk
berkomunikasi dengan beliau, serta apabila hasil wawancara akan dipindahkan ke
dalam tulisan dalam proses kerja laboratorium, pengerjaanya akan lebih mudah.
2.2.3 Sistem Kepercayaan
Sebagian besar masyarakat Lumban Barat menganut Agama Kristen. Tetapi
ada juga sebagian kecil masyarakat menganut Agama Islam. Sistem kepercayaan
dengan debata mula jadi na bolon15 sudah tidak ditemukan lagi pengikutnya di
desa tersebut, tetapi dulu kepercayaan yang dianut masyarakat batak toba adalah
kepercayaan terhadap mula jadi na bolon yang dipercayai oleh orang batak sebagai
dewa tertinggi mereka yaitu pencipta tiga dunia yaitu: dunia atas (banua ginjang),
dunia tengah (banua tonga), dan dunia bawah (banua toru).
2.2.4 Sistem Kekerabatan
2.2.4.1 Dalihan Na Tolu
Kebudayaan pada masyarakat Batak Toba berakar pada sistem kekerabatan
patrilineal16 dan mengikat anggota-anggotanya dalam hubungan triadik, yang
disebut dalihan na tolu, yaitu hubungan yang berasal dari kelompok kekerabatan
tertentu dalam satu clan (marga). Dalam berhubungan dengan orang lain, orang
15Debata Mula Jadi Na Bolon dipercaya memiliki kekuasaan di atas langit yang menyangkut jiwa dan
roh yaitu: tondi, sahala dan begu. Tondi adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan. Oleh karena itu tondi memberikan nyawa kepada manusia. Tondi didapat sejak seseorang di dalam kandungan. Bila tondi meninggalkan badan seseorang maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka untuk itu diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon (roh jahat) yang menawannya. Sahala adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula. Begu adalah tondi orang telah meninggal yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.
16Patrilineal yaitu suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ayah.
22
Batak menempatkan dirinya dalam susunan dalihan na tolu tersebut, sehingga
mereka selalu dapat mencari kemungkinan adanya hubungan kekerabatan diantara
sesamanya (martutur, martarombo17).
Dalam terjemahan bahasa Batak Toba, dalihan artinya tungku yang dibuat
dari batu. Na artinya yang. Tolu artinya tiga. Jadi Dalihan Na Tolu artinya tungku
yang tiga tiang. Dalihan dibuat dari batu yang ditata sedemikian rupa sehingga
bentuknya menjadi bulat panjang. Ujungnya yang satu tumpul dan ujungnya yang
lain agak bersegi empat sebagai kaki dalihan, lebih kurang 10 cm yang akan
ditanam dan selebihnya yang mencuat dengan panjang lebih kurang 12 cm.
Ditanamkan berdekatan sedemikian rupa, ditempatkan di dapur yang sudah
disediakan terbuat dari papan empat persegi panjang, berisi tanah yang dikeraskan.
Ketiga dalihan yang ditanam berdekatan tadi berfungsi sebagai tungku tempat alat
masak dijerangkan. Bentuk dalihan harus dibuat sama besar dan ditanam
sedemikian rupa sehingga jaraknya simetris satu sama yang lain, dengan tinggi
yang sama dan harmonis.
Gambar 2.1. Dalihan Na Tolu
17 Martutur ataupun martarombo bisa diartikan sebagai interaksi antar sesama masyarakat Batak
Toba yang gunanya untuk mengetahui hubungan antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga ketika sudah mengetahui hubungan kekerabatan, mereka secara langsung dapat memanggil sebutan yang sesuai dengan hubungan kekerabatan mereka. Misalnya, ito (sebutan antara laki-laki dan perempuan yang satu marga), pariban (sebutan untuk anak laki-laki dari adik perempuannya ayah), dll.
23
Demikian juga dengan keadaan kekerabatan suku Batak dan pandangan
hidupnya, bahwa dongan sabutuha, hula-hula dan boru masing-masing memiliki
pribadi dan harga diri, tahu akan hak dan kewajiban dalam pelaksanaan tanggung
jawab di kedudukannya pada suatu saat. Setiap hula-hula hendaklah elek marboru,
maksudnya agar hula-hula selalu dalam sikap membujuk sayang terhadap boru,
karena dalam adat Batak, boru lah sebagai penanggung jawab kegiatan. Setiap boru
hendaklah somba marhula-hula, maksudnya ialah agar boru hendaklah bersikap
hormat terhadap hula-hula. Suhut dengan kawan semarganya na marsabutuha
hendaklah bersikap manat mardongan tubu, maksudnya agar sesama semarga
hendaklah bersikap prihatin, was-was dan hati-hati.
Adapun fungsi dalihan na tolu dalam hubungan sosial antar marga ialah
mengatur ketertiban dan jalannya pelaksanaan tutur, menentukan kedudukan hak
dan kewajiban seseorang dan juga sebagai dasar musyawarah dan mufakat bagi
masyarakat Batak Toba. Dimana saja ada masyarakat Batak Toba secara otomatis
berlaku fungsi dalihan na tolu dan selama orang Batak Toba tetap mempertahankan
kesadaran bermarga, selama itupula lah fungsi dalihan na tolu tetap dianggap baik
untuk mengatur tata cara dan tata hidup masyarakatnya. Sistem kekerabatan
memegang peranan penting dalam jalinan hubungan baik antara individu dengan
individu atau individu dengan masyarakat lingkungan sekitarnya.
2.2.4.2 Kedudukan Perempuan dalam Kebudayaan Batak Toba
Peta genealogis dan sejarah orang Batak Toba hanya dapat ditelusuri
melalui garis laki-laki. Anak perempuan dan istri tidak tercatat dalam peta tersebut.
Dalam sistem patrilineal, laki-laki dan perempuan menyandang hak dan kewajiban
yang berbeda terhadap clan (marga) mereka. Laki-laki sejak kecil sudah disadarkan
24
bahwa mereka harus memiliki pengetahuan mengenai sejarah dan kebudayaan
Batak Toba, dan mereka bertanggung jawab terhadap kelangsungan clan ayahnya.
Bila laki-laki sepanjang hidupnya hanya mengenal clan ayahnya, maka perempuan
mengenal dua clan, yaitu clan ayahnya dan clan suaminya. Kendati demikian
dalam rangka hubungannya dengan kedua clan tersebut, posisi perempuan dalam
kekerabatan adalah ambigu atau tidak jelas, karena meskipun berhubungan dengan
keduanya, tetapi tidak pernah menjadi anggota penuh dari kedua clan tersebut.
Konsep kebudayaan Batak Toba mengenai anak mengacu hanya kepada
laki-laki, dan bukan perempuan. Oleh karena itu, hanya laki-laki yang mempunyai
hak waris tanah, dan perempuan tidak mempunyai hak semacam itu. Perempuan
juga memang dianggap patut untuk meminta sebidang tanah kepada ayah atau
saudara laki-lakinya, tetapi hal tersebut terjadi pada waktu tertentu misalnya ketika
peristiwa yang sangat khusus yaitu perkawinan (pauseang18) atau meminta untuk
anak laki-lakinya (indahan arian19).
Dalam kehidupan sehari-hari, perempuan Batak Toba merupakan orang
yang mandiri dan pekerja keras. Perempuan Batak mempunyai peran ganda bahwa
selain sebagai ibu rumah tangga, ia juga harus bekerja keras untuk masa depan
keluarganya dan mengabdi kepada masyarakat. Oleh sebab itu, perempuan dalam
kebudayaan Batak Toba juga mempunyai peran untuk mewujudkan hamoraon,
hagabeon, dan hasangapon. Seperti yang dikemukakan oleh Brunette R Wolfman
(1989: 36), bahwa kaum wanita tidak hanya giat melaksanakan banyak tanggung
jawab dan menghayati kehidupan penuh kegiatan, tetapi juga melakukan tugas-
tugas itu demi kepentingan masyarakat. Mereka berasal dari kalangan keluarga
18Akses perempuan kepada tanah secara tradisional adalah melalui pauseang, yaitu pemberian
atau hadiah yang diberikan kepada anak perempuan ketika ia menikah. Hadiah ini dapat diperoleh perempuan karena ia meminta kepada ayahnya atau saudara laki-lakinya, dan disahkan secara adat. Namun karena sifatnya adalah pemberian atau hadiah, maka tidak dianggap sebagai hak waris.
19Meminta hak yang menjadi milik anak laki-lakinya sebagai cucu.
25
yang menjunjung tinggi norma keutamaan demi anak-anak. Norma dilaksanakan
dengan semboyan “apa saja yang dilakukan, patut diselesaikan dengan baik”.
Istilah sebutan “Boru Raja” dipakai oleh orang Batak Toba untuk
meletakkan posisi seorang perempuan dalam setiap keluarga Batak lebih hormat.
Sebutan “boru raja” adalah sebuah konsep “kehormatan” dan “penghormatan”
untuk perempuan batak yang dimulai sejak ia lahir. “Raja” dalam filosofi Batak,
berarti “yang dihormati”. Istri seorang lelaki batak sering dikatakan sebagai “boru
ni raja” atau “putri si raja”. Boru Raja adalah nilai yang melekat pada diri seorang
perempuan Batak, yang bila mau dijelaskan cukup satu kata saja, yakni
“terhormat”.
2.2.4.3 Hula-hula (Tulang20/ Paman)
Peran dan fungsi tulang pada masyarakat Batak Toba sangat penting
sehingga keberadaan tulang pada ulaon (acara) adat tidak boleh diabaikan atau
disepelekan yang merupakan salah satu unsur dalihan na tolu yakni hula-hula21.
Namun pada masa sekarang keberadaan tulang cenderung tidak begitu
dipentingkan oleh sebahagian orang terlebih setelah berumah tangga/menikah
(marhasohotan) dengan perempuan yang bukan anak perempuan dari tulang
(Hutasoit, 2012:23)
Dalam perkumpulan marga (punguan marga) Batak Toba harus
mengikutsertakan bere22 dalam perkumpulan tersebut sebab boru23 tidaklah berarti
apa-apa bila tidak berketurunan. Arti penting boru terletak pada anak-anaknya
sehingga apabila bere yaitu anak dari boru tidak dimasukkan ke dalam
20Sebutan Tulang pada masyarakat Batak Toba ditujukan kepada saudara laki-laki dari ibu. Bisa juga dipakai untuk panggilan kepada laki-laki Batak yang semarga dengan ibu.
21Hutasoit menjelaskan bahwa hula-hula terdiri dari hula-hula tulang, bona tulang, bonaniari, tulang rorobot, hula-hula namarhaha-maranggi, hula-hula na poso/parsiat, hula-hula simanjungkot.
22Bere artinya anak dari saudara perempuan ayah. 23Boru disebut saudara perempuan ayah.
26
perkumpulan marga, maka punguan marga tersebut menjadi tidak sesuai dengan
adat.
Ada beberapa peran dan fungsi tulang (hula-hula) dalam setiap tradisi
dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, antara lain:
1. Paabinghon bere tu tulangna (menggendongkan bere kepada tulangnya)
Ketika anak pertama lahir, maka setelah beberapa bulan kemudian orang tua
si anak membawa makanan (sipanganon na tabo) ke rumah opung baonya
(orangtua dari ibunya) karena baru pertama sekali si bayi tersebut datang ke rumah
opung baonya. Dan setelah sampai di rumah opung baonya maka orangtua si anak
memberikan bayi tersebut kepada tulangnya supaya digendong. Dan biasanya pada
saat itulah tulangnya menggunting rambut berenya. Menggunting rambut
(manimburi) bertujuan agar ubun-ubun si bayi menjadi kuat dan keras yang
bermakna supaya si bayi sehat-sehat dan panjang umur. Dan selanjutnya, tulang
memberikan ulos parompa (kain gendongan) kepada berenya. Tulang juga bisa
menambahkan nama berenya.
Oleh sebab itu, paabinghon bere tu tulangna merupakan salah satu tradisi
Batak Toba yang menggambarkan betapa pentingnya tulang pada masyarakat
Batak Toba. Tetapi pada masa sekarang ini, tradisi tersebut sudah jarang dilakukan
terutama di daerah perkotaan padahal tradisi tersebut merupakan penghormatan
paling pertama dari seorang bere kepada tulangnya.
2. Tulang paborhat lao mangoli (tulang sebagai perantara ketika menikah)
Dalam tradisi ini dilakukan sebuah acara yang disebut dengan manulangi
tulang. Makna dari manulangi tulang adalah meghormati tulang sekaligus meminta
restu untuk melangsungkan perkawinan, baik dengan boru ni tulang (anak
27
perempuan dari tulang) maupun kepada perempuan lain. Perkawinan anak
perempuan dari tulang dengan anak laki-laki dari namboru24 pada masa-masa
sekarang ini sudah makin jarang, karena pengaruh dari perkembangan zaman.25
3. Tulang pasahat ulos tintin marangkup (tulang memberikan ulos tintin
marangkup).
Ketika seorang bere melangsungkan pesta pernikahan dan masuk kedalam
acara adat, maka tulang memberikan ulos tintin marangkup kepada bere tersebut.
Maknanya yaitu pemberian restu kepada bere atas pernikahan yang sedang
berlangsung.
4. Tulang pasahat saput atau pasahat tujung (tulang memberikan ulos saput
maupun ulos tujung).
Menurut adat Batak Toba, bila bere laki-laki meninggal dunia maka tulang
akan memberikan Ulos Saput, sedangkan bila istri si bere meninggal dunia maka
tulang akan memberikan Ulos Tujung. Pemberian ulos tersebut menunjukkan
bahwa tulang akan memberikan kewajiban adat terakhir kepada bere tersebut.
5. Tulang manampin saring-saring/holi (tulang menampung tulang-belulang)
Peran dan fungsi tulang pada acara adat mangongkal holi/saring-saring26
pada masyarakat Batak Toba merupakan hak dan kewajiban serta keharusan hukum
adat sebab tulang-belulang orangtua laki-laki diangkat tanpa dilihat oleh tulangnya,
maka hal itu disebut mencuri. Karena itu kehadiran tulang untuk manampin saring-
24Saudara perempuan ayah. 25Anak perempuan dari tulang dan anak laki-laki dari namboru disebut dengan pariban.
Keduanya boleh menikah sesuai dengan adat Batak Toba. 26Mangongkal holi/saring-saring merupakan acara adat pada masyarakat Batak Toba yaitu
mengangkat tulang-belulang orangtua, leluhur selanjutnya dimasukkan ke dalam tambak atau tugu. Hal tersebut dilakukan untuk menghormati jasa-jasa orangtua.
28
saring/holi pada saat mangomgkal holi merupakan hukum wajib agar prosesi yang
sedang berlangsung tidak disebut mencuri.
2.2.5 Kesenian
Masyarakat Batak juga pecinta seni. Kesenian-kesenian tersebut meliputi
seni musik, seni sastra, seni tari, seni bangunan dan seni kerajinan tangan. Berikut
ini adalah kesenian-kesenian yang terdapat pada masyarakat Batak Toba.
2.2.5.1 Seni Musik
Seni musik dalam masyarakat Batak Toba terdiri dari dua bagian yaitu
musik vocal (ende) dan musik instrumentalia (gondang). Musik instrumen yang
disebut dengan gondang terdiri dari dua ansambel musik, yaitu ansambel gondang
sabangunan dan ansambel gondang hasapi.
Ansambel gondang sabangunan terdiri dari lima buah gendang yang disebut
dengan taganing, satu gordang, satu sarune bolon, empat buah ogung yang terdiri
dari ogung oloan, ogung ihutan, ogung panggora, dan doal. Dan yang paling
penting yaitu hesek sebagai pembawa tempo. Sedangkan ansambel gondang hasapi
terdiri dari satu buah sarune etek, sulim, garantung, dan dua buah hasapi yang
disebut dengan hasapi ende dan hasapi doal.
Musik vokal (ende) tradisional Batak Toba pembagiannya ditentukan oleh
kegunaan dan tujuan lagu tersebut yang dapat dilihat dari liriknya. Ben Pasaribu
(1986:27-28) membuat pembagian terhadap musik vokal tradisional Batak Toba
dalam delapan bagian yaitu:
1. Ende mandideng adalah musik vokal yang berfungsi untuk menidurkan
anak.
29
2. Ende sipaingot adalah musik vokal yang berisi pesan kepada putrinya yang
akan menikah dinyanyikan pada saat senggang pada hari menjelang
pernikahan tersebut.
3. Ende pargaulan adalah musik vokal yang secara umum merupakan “solo-
chorus” dan dinyanyikan oleh kaum muda mudi dalam waktu senggang
biasanya malam hari.
4. Ende tumba adalah musik vokal yang khususnya dinyanyikan saat pengiring
tarian hiburan (tumba). Penyanyinya sekaligus menari dengan melompat-
lompat dan berpegangan tangan sambil bergerak melingkar. Biasanya ende
tumba ini dilakukan oleh remaja di alaman (halaman kampung) pada malam
terang bulan.
5. Ende sibaran adalah musik vokal sebagai cetusan penderitaan yang
berkepanjangan. Penyanyinya adalah orang yang menderita tersebut, yang
menyanyi ditempat yang sepi.
6. Ende pasu-pasuan adalah musik vokal yang berkenan dengan pemberkatan
berisi lirik-lirik tentang kekuasaan yang abadi dari yang maha kuasa.
Biasanya dinyanyikan oleh orang-orang tua kepada keturunannya.
7. Ende hata adalah musik vokal yang berupa lirik yang diimbuhi ritem yang
disajikan secara “monoton” seperti metric speech. Liriknya berupa rangkain
pantun dengan bentuk aabb yang memiliki jumlah suku kata yang sama.
Biasanya dimainkan oleh kumpulan kanak-kanak yang dipinpin oleh
seorang yang lebih dewasa atau orangtua.
8. Ende andung adalah musik vokal yang bercerita tentang riwayat hidup
seseorang yang telah meninggal dunia yang disajikan pada saat atau setelah
disemayamkan. Dalam ende andung melodinya datang secara spontan
30
sehingga penyanyinya haruslah 31 penyanyi yang cepat tanggap dan trampil
dalam sastra serta menguasai beberapa motif-motif lagu yang penting untuk
jenis nyanyian ini.
2.2.5.2 Seni Sastra
Sastra batak khususnya cerita rakyat dalam bahasa Toba disebut turi-turi.
Seni sastra ini diungkapkan berupa umpama (pantun). Bentuk dari umpama tersebut
sama dengan pantun melayu yaitu berbaris empat, mengandung sampiran dan
bersajak ab-ab. Pantun batak bermacam-macam jenisnya dan dapat dibedakan
menurut isinya. Ada pantun yang biasa dipergunakan pada pidato-pidato dalam
upacara-upacara hukum adat dan ada pula yang mengenai percintaan antar muda-
mudi.
Tonggo-tonggo adalah ucapan yang disusun secara puitis dan biasanya
diungkapkan pada waktu mengadakan upacara-upacara ritual. Terkadang
kalimatnya panjang dan isi kata-katanya penuh serta mengandung gaya bahasa
yang indah. Pada umumnya jarang orang yang bisa mengucapkan hal tersebut dan
hanya orang-orang tertentulah yang mampu mengucapkannya dengan indah.
Teka-teki yang singkat disebut dalam bahasa batak toba disebut huling-
hulingan. Kalau teka-teki itu memerlukan jawaban dan disampaikan berupa cerita,
maka hal tersebut dinamakan torkan-torkan. Hal ini adalah umpama oleh para
orang tua terhadap anak-anak.
2.2.5.3 Seni Tari
Tor-tor merupakan tarian, namun makna yang paling dalam dari gerakan-
gerakannya menunjukkan bahwa tor-tor sebuah media komunikasi (Mauly Purba,
31
1953:64). Tor-tor Batak Toba memiliki arti yang mendalam pada gerakannya,
karena dulunya tor-tor digunakan sebagai media komunikasi bagi masyarakat
Batak Toba.
Seni tari (tor-tor) adalah ekspresi gerakan tubuh yang diikuti dengan
gerakan tangan dan diiringi oleh gondang. Tari tor-tor ini dapat dilakukan oleh
perorangan, berpasangan ataupun berkelompok. Tarian perorangan misalnya yang
berhubungan dengan ritus. Tarian seperti ini antara lain tarian tunggal panaluan,
dimana sang dukun menari, berdoa dan sambil memegang tongkat sihir tersebut.
Tarian bersama dalam upacara-upacara adat menurut tradisinya merupakan
tarian yang dilakukan bersama-sama dari masing-masing unsur dalihan natolu dan
semua pelaku tor-tor ini mendukung upacaranya. Biasanya tarian yang melibatkan
ketiga unsur dalihan natolu ini menunjuk seorang pemimpin tor-tor yang akan
mengatur gerakan yang sesuai dan selaras dengan pola gerakan etika di dalam tor-
tor. Di dalam pola gerakan tor-tor Batak Toba ada sebuah gerakan berputar yang
berlawanan dengan jarum jam, hal ini dilakukan apabila orang-orang manortor
(menari) menarikan tor-tor gondang mangaliat di upacara adat.
2.2.5.4 Seni Bangunan dan Ukir-ukiran
Rumah adat tradisional Batak Toba terbuat dari kayu dengan tiang-tiang
yang besar dan kokoh. Atapnya terbuat dari bahan ijuk dan bentuk atapnya adalah
melengkung. Diujung atap bagian depan terdapat tanduk kerbau. Motif ornament
pada rumah adat Batak biasanya diukur. Secara anatomis struktur bangunan rumah
adat Batak toba dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Bagian langit-langit (lambang dunia atas)
2. Bagian dinding/lantai (lambang dunia tengah)
32
3. Bagian kolom dan tiang-tiang (lambang dunia bawah)
Pada umumnya rumah-rumah adat batak selalu dihiasi dinding depan dan
samping dengan berbagai macam atau ornamen, yang terdiri dari warna merah,
hitam dan putih. Merah melambangkan benua tengah, hitam melambangkan benua
atas dan putih melambangkan benua bawah.
Berdasarkan pola (bentuk) ornamen etnik Batak dapat digolongkan atas
beberapa pola ornamen yaitu :
1. Pola manusia seperti Gorga Adep (payudara susu)
2. Pola hewan seperti Gorga Boraspati (cecak hoda-hoda)
3. Pola khayati seperti Gorga Singa-singa (Ulu Paung dan Jorngom)
4. Pola tumbuh-tumbuhan: Gorga Sitompi (iran-iran dan simeol-meol)
5. Pola geometris, Gorga Dalihan na tolu (sitangan dan simataniari)
6. Pola kosmos atau alam Bintang Maratur (Ombun Marhehe dan ipon-ipon)
Sekarang ini, rumah adat tradisional sudah mulai menuju kepunahan dari
daerah batak. Hal itu disebabkan karena masyarakat tidak lagi menjaga kelestarian
rumah adat tersebut.
2.2.5.5 Seni Kerajinan Tangan (Ulos)
Ulos merupakan kain tenun khas Batak berbentuk selendang. Ulos adalah
salah satu seni tenun yang berasal dari sub-suku Batak yaitu Batak Toba yang
merupakan salah satu bagian dari suku-suku yang ada di provinsi Sumatera Utara
(Radjab,1958). Pada upacara secara umum wanita Batak menggunakan ulos sebagai
penghias bahu/selendang, penutup kepala dan juga sebagai penutup dada, dan
33
dilengkapi dengan sarung suji. Ulos juga dipakai pada saat manortor27 dalam acara
adat.
Ulos pada mulanya identik dengan jimat, dipercaya mengandung
"kekuatan" yang bersifat religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya
istimewa untuk memberikan perlindungan. Tetapi pada masa sekarang ini ulos
dipergunakan pada waktu upacara, kepercayaan dan adat istiadat serta belakangan
ini bernilai ekonomis (sebagai mata pencaharian).
27Tarian yang menjadi ciri khas orang Batak Toba adalah tari tortor dengan berbagai jenis nama tari untuk berbagai jenis kegiatan yang berbeda-beda. Tortor atau tari menari merupakan salah satu kebudayaan batak yang tertua.
34
BAB III
TRADISI MARGONDANG SABANGUNAN
Pada Bab III skripsi ini, saya akan menguraikan tentang tardisi margondang
sabangunan pada masyarakat Batak Toba. Dalam tulisan ini, hal-hal yang penulis
uraikan meliputi : adat Batak Toba, alat-alat musik yang digunakan pada tradisi
margondang sabangunan, jenis reportoar yang dipakai pada upacara adat,
pargonsi, dan sebagainya. Hal-hal tersebut menurut penulis penting untuk
dijelaskan, karena penulisan skripsi ini terkait dengan pembahasan mengenai
partaganing perempuan dan adat ni gondang yang sebenarnya.
3.1 Pengertian Gondang
Pengertian gondang pada masyarakat Batak Toba ada beberapa macam
makna yang berbeda-beda. Sebagai contoh, masyarakat Batak Toba yang masih
menganut sistem kepercayaan parmalim, memaknai kata gondang sebagai do’a.
Masyarakat Batak Toba yang lainnya juga memaknai gondang sebagai ansambel
musik, judul komposisi musik, sebuah upacara, dan nama dari instrument. Berikut
ini tabel pengertian gondang pada masyarakat Batak Toba.
Tabel 3.1. Pengertian Kata Gondang Pada Masyarakat Batak Toba
Kata Dalam konteks Contoh Gondang Reportoar atau komposisi
lagu Gondang sibunga jambu.
Gondang Dari suatu kelompok reportoar menurut temponya
Gondang lae-lae (lambat), Gondang didang-didang (sedang),Gondang simonang- monang cepat)
Gondang Suatu upacara Gondang Saem, Gondang mangokkal holi
Gondang Suatu instrumen
Taganing
35
Gondang Ansambel musik
Gondang hasapi dan gondang sabangunan
Gondang Situasi yang sedang berlanggsung
Gondang Mangaliat dan Gondang Mangulosi
Gondang Penunjuk status, jabatan, kelompok kepada orang yang sedang melakukan kegiatan
Gondang Naposo, Gondang Raja, Gondang ni Hula-hula
Sumber : Sitohang, 2009
3.2 Margondang
Kegiatan dalam menggunakan gondang sabangunan pada upacara adat
disebut margondang.28 Kegiatan ini dilakukan hampir meliputi seluruh aspek
kehidupan masyarakat Batak Toba. Secara umum tujuan margondang ada dua,
yaitu secara vertikal dan secara horinzontal. Secara vertikal untuk penghormatan
kepada pencipta dan penguasa alam, dan secara horizontal untuk penghormatan
kepada sesama manusia secara khusus penghormatan antara unsur-unsur dalihan na
tolu (Simangunsong, 2006). Menurut Panggabean (1991:59-67), kegiatan
margondang menurut tradisi asli masyarakat Batak Toba antara lain:
1. Margondang pesta, adalah seluruh upacara yang menggambarkan
suasana kegembiraan hati, karena memperoleh atau mendapat
sesuatu yang diinginkan dan telah lama dinantikan. Beberapa
upacara yang termasuk ke dalam aktivitas ini, antara lain: Anak
Tubu, Gondang Tunggal, Mangompoi Jabu, Manampe Goar,
Mamestahon Huta, Partangiangan, dan Harajaon.
28Apabila kata gondang digabungkan dengan kata awalan atau akhiran akan memberikan makna yang
berbeda. Seperti kata pargondang, margondang, sagondang, dan digondangi. Untuk itu perlu dipahami bahwa kata gondang berarti sesuatu yang fleksibel, tergantung ke konteks apa digunakan.
36
2. Margondang Sibaran, adalah upacara yang mengekspresikan
suasana kesedihan, misalnya upacara Margondang Angka Na
Dangol, Papurpur Sapata, dan Mangondasi.
3. Margondang Mamele, adalah upacara yang mempunyai hubungan
dengan kepercayaan asli, ,misalnya upacara Mamele Pangulubalang,
Mamiahi Hoda, Horbo Santi, Horja Turun, Mamele Sombaon,
Mangongkal Holi.
Pendapat tersebut sama halnya seperti yang dikemukakan oleh Hutasoit
(1976:9). Dia menjelaskan:
Dipamasa do gondang i siala: I.Pesta. II.Sibaran. III.Mamele. Ia na masuk tu pesta ima angka las ni roha: 1. Gondang tunggal; 2. Anak tubu; 3. Mamestahon jabu; 4. Manampe goar; 5. Mamestahon huta; 6. Partangiangan; 7. Harajaon. II.[Ian a masuk] sibaran [ima angka las ni roha] : 1. Papurpur sapata; 2. Margondang angka na dangol; 3. Namonding. III.[Ian na masuk] mamele [ima angka na porsea tu haporseaon na jolo]: 1. Mamele simangot; 2. Mangongkal holi; 3. Mamele pangulubalang; 4. Marmiak hoda; 5. Horbo santi. (Biasanya kegiatan margondang dilakukan karena: I. Pesta. II.Kesedihan. III. Menyembah roh. Kegiatan margondang yang digolongkan pesta adalah: 1. Pesta hiburan yang diadakan oleh muda-mudi pada malam hari; 2. Pesta kelahiran anak oleh keluarga yang telah lama menunggunya; 3. Pesta memasuki rumah baru; 4. Pesta pemberian nama baru kepada anak; 5. Pesta peresmian kampung yang baru dibentuk; 6. Pesta syukuran yang berkaitan dengan peningkatan taraf hidup dalam satu keluarga; 7. Pesta pengangkatan raja. II. Kegiatan margondang yang digolongkan sibaran adalah yang berkaitan dengan kesedihan hati: 1. Upacara menebus dosa; 2. Upacara yang diadakan sebagai permohonan untuk lepas dari penderitaan dan kemiskinan; 3. Kematian. III. Kegiatan margondang yang digolongkan mamele adalah upacara yang diadakan berdasarkan kepada kepercayaan dahulu [leluhur]: 1. Upacara memanggil roh leluhur; 2. Upacara penggalian tulang-belulang; 3. Upacara untuk mengelakkan bencana; 4. Upacara untuk mengambil keputusan; 5. Upacara kurban kerbau). Dari penjelasan di atas mengenai margondang dan jenis-jenis margondang,
sudah jelas bahwa dalam setiap kehidupan masyarakat Batak Toba, margondang
37
tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan Batak Toba. Karena dalam setiap upacara-
upacara yang berhubungan dengan adat Batak Toba, tradisi margondang terkhusus
gondang sabangunan selalu disertakan di dalam pelaksanaan upacara adat.
3.3 Alat Musik Dalam Ansambel Gondang Sabangunan
3.3.1 Sarune Bolon
Sarune bolon adalah jenis alat musik tiup yang berlidah ganda (doeble reed
aerophone), seperti oboe dalam musik Barat. Bolon berasal dari bahasa Batak Toba
yang artinya besar. Jadi, secara keseluruhan arti dari sarune bolon adalah sarune
yang besar. Istilah ini dipakai untuk membedakan sarune bolon dengan sarune
jenis lain, seperti sarune etek yang terdapat dalam ansambel gondang hasapi.
Panjang bagian batang sarune bolon lebih kurang 46,5 cm. pada batang
sarune bolon terdapat lobang-lobang jari berdiameter lebih kurang 0,5 cm. Lubang
nada alat musik ini berjumlah enam buah, lima di antaranya berada di depan dan
satu buah berada di belakang. Pada bagian pangkal batang sarune bolon terdapat
satu bentuk hiasan yang menyerupai jengger ayam yang disebut barimbing.
Sarune terbagi atas beberapa bagian-bagian lain yang terpisah yaitu, anak ni
sarune atau ipit-ipit berfungsi sebagai reed; situngkoi atau tolonan (tiup kayu)
untuk tempat reed pada bagian atas badan sarune; untam-untam atau ambong-
ambong (piring kecil) berfungsi untuk penahan bibir pemain; sopsopan terbuat dari
ujung tanduk kerbau atau kayu berbentuk pipa kecil yang berfungsi sebagai
pembatas antara ipit-ipit dan ambong-ambong; angar-angar/sangar-sangar/daurna
berfungsi memperbesar volume suara dan dapat diasingkan dari bagian batang.
Teknik memainkan alat musik sarune bolon dilakukan dengan teknik
marsiulak hosa atau circular breathing (nafas tak terputus). Teknik ini dilakukan
38
supaya melodi sarune tidak terputus atau berhenti sampai gondang selesai
dimainkan.
3.3.2 Taganing
Taganing adalah seperangkat alat musik gendang yang terdiri dari lima
buah gendang. Kelima gendang tersebut berbentuk melengkung (barrel) atau
tabung lurus (cylindrical), dan disusun dalam satu baris pada sebuah rak kayu,
disusun mulai dari yang terkecil (kiri) sampai gendang yang terbesar (kanan).
Kelima gendang tersebut memiliki nama masing-masing, yakni: ting-ting atau anak
ni taganing merupakan gendang paling kecil; paidua ting-ting (gendang kedua);
painonga (gendang ketiga); paidua odap (gendang keempat); dan gendang terbesar
disebut odap-odap.
Taganing terbuat dari kayu, dan kayu yang digunakan dapat berbeda seperti
hau ni pinasa (Artocaprus integra), hau ingul (Cedrella toona), dan hau joring
(Phite colobium) (Purba 1998:157). Penutup permukaan atas taganing yang dipukul
ada yang terbuat dari kulit kerbau, kulit kambing, maupun kulit lembu. Sedangkan
rotan digunakan sebagai pengikat taganing (piuan), pegangan (tangan) taganing,
dan ikatan bagian tengah badan yang berbentuk cincin atau lingkaran. Di samping
itu terdapat juga pasak kayu (solang-solang) pada posisi bawah taganing yang
berfungsi untuk mengencangkan atau mengedurkan permukaan kulit taganing.
Taganing dimainkan oleh satu orang pemain dengan menggunakan dua alat
pemukul kayu yang disebut dengan palu-palu. Orang yang memainkan alat musik
taganing ini disebut dengan partaganing.
Untuk menghasilkan nada yang benar, taganing dilaras dengan mengatur
hubungan bunyi dari masing-masing gendang yang disebut manganingning. Laras
39
keseluruhan gendang taganing idealnya mengacu pada nada yang terdapat pada
sarune bolon. Nada gendang terkecil (ting-ting) mengacu pada nada tertinggi dari
sarune bolon (nada kelima) dan gendang terbesar (odap-odap) mengacu pada nada
terendah (nada pertama). Namun, terkadang untuk mendapatkan laras ideal
semacam ini, kelihatannya relatif sulit karena seringkali membran/kulit taganing
tidak mampu untuk mencapai nada yang lebih tinggi sesuai dengan nada-nada yang
terdapat pada sarune bolon. Gendang yang paling kecil (ting-ting) merupakan dasar
perhitungan interval di antara lima gendang tersebut. Oleh sebab itu, hal itu disebut
marguru tu anakna do taganing yang artinya taganing berguru kepada anaknya.
Ada empat teknik memukul gendang dalam permainan taganing, antara
lain:
a. Memukulkan stik tepat pada bagian tengah gendang
b. Memukulkan stik pada pinggiran gendang
c. Memukulkan stik pada tengah gendang dan menghentikannya seketika
dengan cara menekan permukaan gendang dengan ujung stik, dan
d. Menekan permukaan gendang dengan ujung jari tangan kiri.
Keempat teknik memainkan taganing ini berkaitan dengan pola-pola
permainan yang ada, diantaranya:
(1) Mangarapat, dimana stik yang dipegang oleh tangan kanan dan kiri
dipukulkan pada permukaan gendang secara bergantian. Teknik ini
umumnya muncul pada saat permainan taganing secara keseluruhan
mengikuti pola-pola melodi sarune bolon. Teknik ini dimainkan
dengan tempo cepat;
(2) Didang-didang, dimana stik pada tangan kiri menirukan pola siklus
ogung dan stik pada tangan kanan memainkan pola-pola melodi
40
sarune bolon. Teknik ini dimainkan dengan cara teknik pukulan pada
pinggiran gendang oleh stik pada tangan kiri sebagai ketukan dasar
dan stik pada tangan kanan memainkan melodi;
(3) Mangodap-odapi, dimana stik pada tangan kiri menirukan pola siklus
ogung dan stik pada tangan kanan hanya memberikan aksentuasi
ritmis di antara melodi sarune bolon. Teknik pukulan stik ini
mengahasilkan bunyi kedap.
3.3.3 Gordang
Gordang adalah gendang besar yang mempunyai bentuk yang sama dengan
taganing, akan tetapi ukurannya lebih besar. Gordang digantung berdekatan dengan
taganing yang bernada paling rendah yaitu odap-odap di sisi paling kanan.
Gordang tidak dilaras seperti halnya taganing, alat musik ini tidak mengacu pada
nada-nada tertentu. Proses pembuatan gordang sama dengan pembuatan taganing
dan bahannya juga sama.
Pada ansambel gondang sabangunan, gordang berfungsi sebagai gondang
bas dan dimainkan oleh satu orang pemain. Orang yang memainkan gordang
disebut panggordangi. Posisi pemain gordang bersebelahan dengan pemain
taganing, tepatnya di sebelah kanan pemain taganing. Gordang dimainkan dengan
menggunakan dua buah stik pemukul, sama dengan cara memainkan taganing. Alat
musik ini pada umumnya dipukul pada bagian permukaan kulit yang menghadap ke
pemain. Namun, kadangkala juga disertai pukulan pada pinggiran kayu dari alat
musik tersebut.
41
3.3.4 Odap
Odap adalah gendang berbentuk barel ataupun silinder yang terdiri dari dua
muka kulit. Walaupun memiliki dua muka kulit, ketika dimainkan hanya satu muka
kulit yang dipukul. Sama seperti taganing dan gordang, odap juga digantung dan
diletakkan di antara gordang dan odap-odap (gendang kelima dari taganing) pada
set taganing. Odap juga dimainkan dengan cara dipukul hanya pada satu sisi
mukanya oleh pemain taganing. Namun, odap tidak dilaras mengacu pada nada
tertentu.
Pada masa sekarang ini, alat musik odap sudah tidak digunakan lagi dalam
ansambel gondang sabangunan. Fungsi odap sekarang dapat digantikan dengan
taganing maupun gordang. Sebenarnya alasan mengapa odap tidak dipergunakan
lagi belum diketahui jelas. Namun menurut kepercayaan tradisional, odap
digunakan untuk memanggil roh-roh nenek moyang. Oleh sebab itu, masyarakat
Batak Toba Kristen Protestan tidak memakai alat musik odap tersebut.
Kelompok yang biasa menggunakan odap dalam ansambel gondang
sabangunan adalah penganut kepercayaan tradisional parmalim29 yang terdapat di
Huta Tinggi, Laguboti.
3.3.5 Ogung
Ogung merupakan seperangkat alat musik gong berpencu yang terdiri dari
empat buah gong yaitu, ogung oloan, ogung ihutan, ogung panggora dan ogung
doal. Ogung oloan dan ihutan memiliki ukuran diameter yang sama yakni:
diameter permukaan luar (sisi yang berpencu) adalah 45 cm dan diameter bagian
29Ugamo Malim atau sering disebut dengan parmalim, sebagai aliran kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa (yang mereka sebut dengan Mula Jadi Na Bolon), terdaftar pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor I.136/F.3/N.1.1/1980 yang berpusat di Hutatinggi Laguboti, Toba Samosir.
42
belakang adalah 41 cm. Sedangkan doal dan panggora diameter permukaan luarnya
41 cm dan diameter bagian belakngnya 38 cm.
Ogung dipukul dengan menggunakan pemukul kayu yang dibalut dengan
bahan karet atau dibungkus dengan kain, dan masing-masing ogung dimainkan oleh
satu orang. Namun, kadang-kadang ogung oloan dan ihutan dimainkan oleh satu
orang. Pemain ogung oloan disebut pangoloi, pemain ogung ihutan disebut
pangihuti, pemain ogung panggora disebut pamggorai, dan pemain ogung doal
disebut pandoali.
Dalam memainkan keempat ogung ini memiliki tiga cara yang berbeda.
Ogung oloan dan ogung ihutan digantung pada satu rak kayu secara tegak, dan
ketika ogung dimainkan ogung tidak dipegang untuk menghasilkan bunyi yang
bergaung. Ogung panggora dapat digantung atau diletakkan di atas paha pemain,
dan dalam memainkannya ogung panggora dipukul oleh satu tangan, sementara
tangan lainnya memegang badan alat musik yang bertujuan untuk menghentikan
gema dari gong. Sementara itu, ogung doal dimainkan dengan cara dipukul oleh
satu tangan sambil dikepitkan ke dada pemain oleh tangan lainnya. Teknik ini
dipakai untuk menghasilkan gaung lebih pendek dan “bulat”.
3.3.6 Hesek
Hesek adalah alat pukul idiofon yang dibuat dari perunggu tetapi ada juga
yang menggunakan besi atau botol bir kosong. Jika hesek yang digunakan terbuat
dari perunggu atau besi biasanya pemukulnya adalah sepotong besi, tetapi jika
menggunakan botol bir kosong biasanya alat pemukulnya adalah sepotong kayu
atau alat dapur sendok/garpu. Alat musik hesek ini dimainkan oleh satu orang
pemain, dan pemainnya disebut panghesehi.
43
3.4 Peran Musikal Instrumen Dalam Ansambel Gondang Sabangunan
Dalam struktur musikalnya, melodi-melodi gondang dibagi atas dua
kategori, yaitu struktur melodi bersifat motifik artinya dibentuk oleh pola-pola
melodi/motif-motif kecil dengan improvisasi atau variasi sederhana dan melodi
bersifat fixed artinya melodi tetap dan baku. Melodi-melodi tersebut berasal dari
bunyi beberapa alat musik yang terdapat pada ansambel gondang sabangunan. 30
Peran musikal alat musik gondang sabangunan dapat dibagi tiga bagian,
yaitu pembawa melodi, pembawa ritem repetitif-konstan, dan pembawa ritem
repetitif-variatif. Di bawah ini adalah tabel pembagian ‘peran musikal alat musik
dalam gondang sabangunan’.
Tabel 3.2 Peran Musikal Dalam Ansambel Gondang Sabangunan
Nama Alat Musik dan Peran Musikal dalam Ansambel
Gondang Sabangunan
Pembawa melodi Pembawa ritem
repetitif-konstan31
Pembawa ritem
repetitif-variatif32
- Sarune bolon
- Taganing
- Gordang
- Ogung oloan
- Ogung ihutan
- Ogung panggora
- Taganing
- Gordang
- Odap
30Kebanyakan lagu gondang memiliki frasa lagu pembuka dan penutup yang dimainkan oleh sarune.
Frasa lagu pembuka sebenarnya selalu sama dalam setiap lagu gondang. Namun, dalam prakteknya, kadangkala pemain sarune mengurangi beberapa beat/ketukan dan frasa lagu pembuka dengan alasan waktu yang diberikan untuk memainkan satu lagu tidak cukup. Misalnya dalam pelaksanaan upacara adat, seringkali komposisi lagu gondang tidak dimainkan secara utuh untuk mempersingkat waktu penyelesaian upacara.
31Ritem repetitif-konstan maksudnya adalah ritem yang dimainkan bersifat baku dan terus-menerus diulang-ulang.
32 Ritem repetitif-variatif maksudnya adalah ritem yang dimainkan bervariasi dan tidak baku.
44
- Ogung doal
- Hesek
Pada tabel di atas dijelaskan bahwa instrumen dalam ansambel gondang
sabangunan mempunyai peran musikal masing-masing,di antaranya: (1). Sarune
bolon berperanan sebagai pembawa melodi, sebagai penentu gondang/lagu yang
dimainkan, mengawali dan mengakhiri gondang. (2). Taganing berperanan sebagai
pembawa melodi atau dapat juga berperanan sebagai pembawa ritme (bervariasi),
megawali tempo lagu. (3). Gordang berperanan sebagai pembawa melodi,
memberikan aksentuasi pada permainan taganing atau berfungsi sebagai “bas
drum”. (4). Ogung berperanan sebagai penentu siklus metrikal lagu. (5). Hesek
berperanan sebagai pemegang ketukan dasar dan tempo lagu.
3.4.1 Peran Taganing Dalam Ansambel Gondang Sabangunan
Ketika upacara adat berlangsung, sebelum memulai melodi reportoar,
taganing akan memainkan introduce (mangarak-araki). Begitu pula pada saat
mengakhiri reportoar dalam akhir lagu, permainan taganing akan memberikan
tanda bahwa reportoar tersebut akan berakhir, yaitu dengan memainkan pola ritme
tertentu. Selain itu, taganing juga mempunyai peran sebagai pemberi isyarat pada
saat pamitta (peminta) gondang meminta kepada pargonsi untuk memainkan
gondang dan begitu pula saat mengakhiri satu umpasa (pantun/nasihat) oleh
pamitta gondang. Sebagai contoh, ketika pamitta gondang meminta kepada
pargonsi dengan kata-kata sebagai berikut “amang panggual pargonsi nami” yang
artinya “bapak pemain musik kami”, maka setelah mengucapkan kata-kata tersebut,
partaganing akan memainkan pola ritem tertentu sebagai isyarat menjawab dari
45
pargonsi.33 Selain daripada menjawab pamitta gondang yang meminta gondang.
Taganing juga memainkan pola ritem tertentu untuk menjawab sebuah umpasa
yang diucapkan oleh pamitta gondang. Sebagai contoh dalam umpasa berikut ini:
Sahat-sahat ni solu ma Sai sahat ma tu bontean Leleng hita mangolu Sai sahat ma hu panggabean
Yang artinya secara harafiah: Berlayarlah sampan Sampailah ke dermaga Semoga kita berumur panjang Hingga kita mencapai kejayaan
Setelah umpasa tersebut diucapkan, taganing akan memainkan pola ritem
yang berarti memberi isyarat bahwa pargonsi menyetujui umpasa tersebut. Oleh
sebab itu, peran taganing bukan hanya sekedar memainkan reportoar saja, tetapi
juga sebagai penjawab umpasa yang ditanya oleh pamitta. 34
Pada masa sekarang, alat musik taganing tidak hanya digunakan untuk
keperluan upacara adat Batak Toba saja, tetapi juga sudah digunakan untuk acara-
acara pengesahan lembaga maupun peresmian suatu perusahaan. Sebagai contoh,
pada tanggal 27 maret 2014 yang lalu, Presiden Republik Indonesia yaitu Bapak
Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan Bandara Kuala Namu (KNIA). Beliau
meresmikan Bandara tersebut ditandai dengan pemukulan Taganing. (Sumber:
Harian Sinar Indonesia Baru, Jumat 28 Maret 2014, Medan).
33Peran taganing dalam ansambel gondang sabangunan juga merupakan sebagai pemberi aba-aba (dirigen). Hal tersebut terlihat pada saat memulai dan mengakhiri satu reportoar, taganinglah yang pertama sekali memainkan pola ritemnya, yang kemudian diikuti oleh alat musik yang lain.
34 Sama halnya seperti yang dikemukakan oleh Hari Anita Nainggolan, penjelasannya mengenai saat berlangsungnya upacara, beliau juga memainkan hal yang sama yaitu menjawab pamitta ketika meminta gondang dan menjawab umpasa-umpasa. Lihat halaman ??????
46
3.5 Reportoar
Simangunsong (2006:23) mengatakan bahwa, judul gondang sangat banyak
didapati dalam reportoar gondang (jumlah yang belum pasti diketahui). Di antara
reportoar yang banyak itu, di daerah A dan B, misalnya, terdapat judul reportoar
yang berbeda tetapi melodinya sama, atau sebaliknya, melodinya berbeda tapi
judulnya sama. Dalam hal ini, sudah tentu tidak ada yang salah atau benar. Hal ini
dapat terjadi karena transmisi budaya musik Batak Toba disampaikan secara oral
(oral tradition).35
Ada 127 judul lagu gondang Batak Toba menurut Gultom (1990:57).
Namun, dalam pelaksanaan upacara, misalnya dalam upacara adat, ada beberapa
judul reportoar gondang yang biasa dimainkan pada masa sekarang ini. Judul
reportoar gondang tersebut antara lain:
1. Gondang Alu-alu (doa memohon izin). Gondang Alu-alu mempunyai arti
gondang untuk memberitahu, misalnya kepada Tuhan, seseorang, ataupun
sekelompok orang. Oleh karena itu, Gondang Alu-alu merupakan kelompok
reportoar yang terdiri dari beberapa judul gondang, misalnya:
a. Gondang Alu-alu tu Amanta Debata (gondang ‘doa’ memohon
kebenaran daripada Tuhan);
b. Gondang Alu-alu tu Ompunta Debata na tumompa hita dohot tano on
(gondang ‘doa’ memohon kebenaran daripada Tuhan yang mencipta
manusia dan bumi);
7Tradisi budaya yang hidup di setiap komunitas pada umumnya diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya melalui media lisan dari “mulut ke telinga.” Oleh karena sifat pewarisannya, tradisi budaya seperti itu disebut juga tradisi lisan. Tradisi budaya itu mungkin dalam bentuk proses aktivitas, proses penciptaan kebudayaan atau proses berkomuniksi. Dengan demikian, tradisi lisan adalah kegiatan budaya tradisional suatu komunitas yang diwariskan secara turun-temurun dengan media lisan dari satu generasi ke generasi lain baik tradisi itu berupa susunan kata-kata lisan (verbal) maupun tradisi lain yang bukan lisan (non-verbal). (Robert Sibarani, 2013:277).
47
c. Gondang Alu-alu Sahala ni angka Amanta Raja (gondang memohon
restu daripada ‘wibawa’ para raja);
d. Gondang Alu-alu tu sude na Liat na Lolo (gondang memohon restu
kepada semua yang hadir);
e. Gondang Alu-alu tu Inanta Parsonduk Bolon (doa memohon restu
daripada para isteri yang bijak);
f. Gondang Alu-alu tu Sahala ni si Tuan na Torop (doa memohon restu
daripada ‘wibawa’ semua para jemputan);
g. Gondang Alu-alu tu Ompunta Mulajadi Na Bolon (gondang
memberitahu kepada Pencipta Alam Semesta);
h. Gondang Alu-alu tu Hasahatanna i (gondang yang bermakna
memberitahu kepada Ompunta Mulajadi Na Bolon dan para leluhur).
2. Gondang Mula-mula (gondang permulaan).
3. Gondang Somba (gondang menyembah). Gondang Somba terdiri dari beberapa
judul reportoar, yaitu:
a. Gondang Somba tu Debata (gondang untuk menyembah kepada sang
Pencipta);
b. Gondang Somba tu Angka Raja Na Ro (gondang untuk menyembah
raja-raja yang datang ke upacara adat);
c. Gondang Somba tu Si Tuan Na Torop (gondang untuk menyembah
para undangan)
4. Gondang Sampur Marmeme Sampur Marorot (doa memohon diberi anak).
5. Gondang Sibane-bane (doa memohon kedamaian).
6. Gondang Marnini Marnono (doa memohon diberi cucu-cicit).
7. Gondang Sitorop Maribur (doa memohon mempunyai banyak keturunan).
48
8. Gondang Saur Matua (doa memohon diberkati sampai tua).
9. Gondang Simonang-monang (doa memohon kemenangan).
10. Gondang Didang-didang (doa memohon sukacita).
11. Gondang Saudara (doa memohon kemakmuran).
12. Gondang Embas-embas (menunjukkan kegembiraan hati).
13. Gondang Sampe-sampe (menyampaikan berkat [antara hula-hula dan boru]).
14. Gondang Mangaliat atau Gondang Liat-liat (gondang untuk manortor
berkeliling atau berputar).
15. Gondang Sitio-tio (memohon dengan yakin).
16. Gondang Hasahatan (doa pengharapan bahwa semua permohonan akan
terkabul).
3.6 Adat
Adat adalah rangkaian atau tatanan norma-norma sosial dan religius yang
mengatur kehidupan sosial, hubungan manusia dengan leluhurnya, hubungan
vertikal kepada Pencipta, serta pelaksanaan upacara-upacara ritual keagamaan
(Mauly Purba, 2000). Adat merupakan warisan dari leluhur yang harus dilanjutkan
oleh generasi berikutnya, yang merupakan pedoman kepada masyarakat dalam
melaksanakan kegiatan sehari-hari. Di dalam adat terdapat unsur hukum, aturan,
dan tata cara yang mengatur hubungan manusia dengan manusia.
Menurut Batak Toba, adat merupakan pemberian Mula Jadi Na Bolon yang
harus dituruti mahluk ciptaannya. Dan inilah yang menjadi hukum bagi setiap
orang memberikan pengetahuan tentang tata cara kehidupan untuk membedakan
yang baik dan yang buruk.
49
Adat juga merupakan kebiasaan (hasomalan) yaitu aturan-aturan yang
dibiasakan mulai dari leluhur atau pencipta. Dengan kata lain yaitu kebiasaan
disuatu tempat atau yang terdapat pada suatu kelompok marga yang berasal dari
orang tua dan diwariskan secara turun temurun, merupakan pesan tentang aturan
dan hukum yang tidak boleh dilupakan atau diabaikan. Hukum adat merupakan
pemberian yang berasal dari Mula Jadi Nabolon sebagai suatu perintah yang harus
dituruti. Hukum adat juga bermula dari kebiasaan adat yang dilaksanakan oleh
kelompok masyarakat. Oleh karena itu tertanam suatu kepercayaan pada
masyarakat Batak Toba terhadap adat. Apabila adat diikuti dan dilaksanakan maka
orang tersebut akan mendapatkan berkah dan orang yang tidak peduli dengan adat
akan mendapat bala.
3.6.1 Adat Dalam Konsep Kepercayaan Masa Pra-Kristen: Hasipelebeguon36
Menurut Tampubolon37, adat adalah norma atau hukum yang diturunkan
oleh Mula Jadi Na Bolon yang menciptakan langit dan bumi serta segala isinya.
Bagi Tampubolon, adat tidak dapat diubah, tetapi harus dipatuhi (Tampubolon
1964, dalam Schreiner 1994:114-115). Dalam kehidupan sehari-hari pada masa pra-
Kristen, adat diwujudkan dalam banyak bentuk dan praktek.38 Beberapa contoh
misalnya: mamele (pemujaan roh nenek moyang), pesta bius (upacara kurban oleh
36Kepercayaan pra-Kristen dikenal dengan sebutan Hasipeleneguan. Hasipelebeguan adalah istilah
kolektif yang merangkum keseluruhan praktek dan sifat agama suku bangsa Batak Toba (Pardede 1987:238). Yang termasuk dalam hasipeleneguan adalah kepercayaan pada dewa dalam mitologi orang Batak Toba, pada roh nenek moyang dan kekuatan supranatural yang mendiami tempat-tempat sakral (Vergouwen 1986:79). Dalam praktek hasipeleneguan dikenal apa yang namanya tondi (secara harafiah berarti ‘roh’ atau ‘jiwa’) yang dimliki manusia hidup, manusia yang sudah meninggal, tumbuh-tumbuhan dan hewan (Vorgouwen 1986; Sinaga 1981:103).
37 Tampubolon adalah pemimpin organisasi spiritual Batak Toba. Organisasi tersebut dikenal dengan nama ‘Siraja Batak’ yang didirikan pada tahun 1950-an (Schreiner 1994:96-97).
38 Praktek hasipelebeguon ini adalah dalam bentuk penyembahan berhala. Berhala itu juga boleh begu, roh orang mati, arwah yang dianggap dapat bertinggal di tempat angker, gunung, lembah, sungai dan rumah. Semua kuasa-kuasa ini dibujuk, disembah, diberi makanan atau persembahan tonggo atau mantra-mantra (Sianipar, 1989).
50
komunitas desa)39, dan mangongkal holi (upacara penggalian tengkorak). Praktek
ini diwariskan secara oral dari satu generasi ke generasi berikutnya sebagai bagian
dari adat (Aritonang 1988:49, dalam Mauly Purba, 2000). Praktek adat seperti ini
tentu saja sangat bertolak belakang dengan ajaran Kristen. Oleh sebab itu para
misionaris Kristen dan orang Batak Kristen menyebut hal tersebut dengan
hasipelebeguan (Pardede 1987:237-239, dalam Mauly Purba, 2000).
Praktek hasipelebeguan pada masyarakat Batak Toba juga berkaitan dengan
tradisi penyajian gondang sabangunan dan tor-tor40. Aspek lain yang
mengindikasikan bahwa tradisi gondang sabangunan dan tor-tor berkaitan erat
dengan hasipelebeguan atau penyembah roh nenek moyang adalah dari status sosial
yang diberikan kepada musisi gondang (pargonci), yang penempatannya
disejajarkan dengan para dewa.
Dalam pelaksanaan adat kepercayaan hasipelebeguon, fungsi gondang
sabangunan bukan semata-mata hanya mengiringi tor-tor, tetapi juga sebagai
media untuk menyampaikan permohonan kepada Mulajadi Nabolon41. Hal ini dapat
dilihat dalam teknis penyajian gondang sabangunan dalam suatu upacara pemujaan
seperti contoh, acara asean taon,42 mamele, mandudu. Tahap yang pertama sekali
39 Bius adalah wilayah kekuasaan dan pemerintahan yang meliputi sejumlah kampung, dan dipimpin
oleh parbaringin. Parbaringin atau porbaringin merupakan sebutan kepada para pendeta tradisional penyelenggara upacara-upacara bius. Mereka terikat pada kewajiban “hidup suci” dan jadi teladan: tidak boleh berutang dan mengutangi, harus berkelakuan pantas di depan umum, menjauhi magis, tidak membaca mantra atau jampi-jampi, tidak berperan dalam pesta marga.
40Tortor adalah tarian seromial yang disajikan dengan musik gondang. Walaupun secara fisik tortor merupakan tarian, namun makna yang lebih dari gerakan-gerakanya menunjukkan tortor adalah sebuh media komunikasi, dimana melalui gerakan yang disajikan terjadi interaksi antara partisipan upacara. Tortor dan musik gondang ibarat koin yang tidak bisa dipisahkan (Purba 2004: 64).
41Secara fungsional Mulajadi Nabolon terbagi tiga yang disebut tri tunggal sebagai wujud kuasa Mulajadi Nabolon, yaitu : Batara Guru, Ompu Tuan Soripada dan Ompu Tuan Mangalabulan. Batara Guru merupakan dewa yang memberikan kepintaran, tempat bertanya dan pemberi talenta. Ompu tuan soripada merupakan sebagai dewa yang memberi mata pencaharian, kekayaan, kejayaan dan kesusahan bagi manusia. Sedangkan Tuan Sori Mangaraja adalah dewa yang memberikan ilmu kedukunan, kesaktian, kekuatan dan ilmu keberanian (Tobing 1956:46-55).
42Asean taon adalah acara sakral tahunan untuk memohon hujan datang, yang ditujukan kepada Mula Jadi Na Bolon. Hal itu dilaksanakan supaya tanam-tanaman menjadi subur dan menhasilkan panen yang baik.
51
mereka lakukan adalah manjujur gondang43 yaitu dengan memainkan serangkaian
reportoar yang ditujukan kepada Mulajadi Nabolon dan dewa-dewa pada suatu
upacara adat. Begitu juga halnya dengan judul komposisi gondang seperti gondang
Mulajadi, gondang Batara Guru, gondang habonaran. Judul komposisi gondang
tersebut merupakan reportoar-reportoar yang sering disajikan pada acara adat.
Dengan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa ansambel gondang
sabangunan sangat erat kaitannya dengan hasipelebeguon.44
3.6.2 Adat Batak Toba Pada Masa Sekarang
Sejak masuknya agama Kristen ke Tanah Batak di paruh kedua abad ke-19,
kehidupan sosial dan religius masyarakat Batak Toba banyak mengalami
perubahan. Ternyata misi mengKristenkan yang dilakukan oleh misionaris tersebut
berdampak negatif terhadap adat pra-Kristen dan kelangsungan kebudayaan
musikal orang Batak Toba. Salah satu dampak sesudah sebagian orang Batak Toba
menganut agama Kristen adalah berubahnya pemahaman mereka tentang tradisi
gondang sabangunan, tortor dan adat. Hingga saat ini, tradisi gondang
sabangunan, tor-tor dan juga adat mengalami proses penyesuaian. Proses
penyesuaiannya tersebut yaitu cara penyajian gondang sabangunan dan tor-tor
dalam konteks upacara adat.
43Manjujur gondang adalah memohonan kepada Mulajadi Na Bolon dan dewa-dewa supaya
melindungi acara dan menjauhkan dari maksud jahat. 44Setelah masyarakat Batak Toba berkembang dan penduduknya semakin bertambah, banyak raja-raja
penguasa daerah Batak Toba pada tahun 1880-an membentuk organisasi agama suku yang merupakan perwujudan aliran kepercayaan purba yaitu: 1. Si Raja Batak, merupakan aliran yang meyakini leluhur orang Batak bertempat di daerah Samosir. 2. Parmalim atau aliran yang dipakai Sisingamangaraja XII meneruskan sikap hamalimon (sifat kesucian). 3. Parbaringin adalah organisasi bius yang mengatur tata kehidupan masyarakat Batak Toba dalam acara asen taon. Tujuan di bentuk organisasi agama suku ini untuk menyatukan orang Batak menentang masuknya agama wahyu seperti agama kristen yang dibawakan oleh misionaris ke Tanah Batak. Pada prinsipnya aliran kepercayaan ini juga berlandasan kepada Ompu Mulajadi Nabolon yang di akui sebagai Pencipta (Situmorang, 1993b:98-120).
52
Walaupun adat sudah mengalami proses penyesuaian45, namun adat masih
tetap bertahan dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba dan sangat dihormati
oleh masyarakat Batak Toba hingga saat ini. Apabila pada adat pesta perkawinan,
panortor46 meminta dimainkan judul ataupun reportoar lagu rohani dan lagu rakyat,
maka pargonci dengan senang hati memainkannya. Selain itu, pelaksanaan adat
sudah bisa dilakukan secara efektif dan sedapat mungkin dilakukan dengan
singkat.47 Itulah beberapa contoh penyesuaian yang dilakukan pada pelaksanaan
adat masa kini.
Sikap orang Batak Toba terhadap adat pada masa sekarang ini sudah
bervariasi. Bagi sebagian orang, penyajian gondang sabangunan dan tor-tor
digunakan hanya dalam konteks hiburan, misalnya pada pesta-pesta gereja Batak
Protestan. Dan pada pelaksanaan upacara adat, sebagian orang Batak Toba ada
yang tidak percaya lagi bahwa ada kekuatan magis pada adat tersebut; sebagian
adapula yang tidak tahu pasti bagaimana adat harus dilakukan; dan sebagian ada
yang sekedar ikut-ikutan. Untuk sebagian orang, adat bukanlah bersifat statis,
melainkan dinamis dan berubah-ubah. Sementara itu, sebagian lain, ada yang tidak
menginginkan adanya perubahan adat dan terus mengikuti adat yang lama (yang
mengikuti hasipelebeguan).
3.7 Pargonsi
Pemain musik dalam tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba
disebut dengan pargonsi. Pargonsi dalam tradisi margondang tersebut mendapat
45Proses penyesuaian yang dimaksud adalah pada pelaksanaan adat, sebagian masyarakat Batak Toba
sudah tidak mempercayai adanya kekuatan-kekuatan dari nenek moyang dan leluhur Batak Toba. Pelaksanaan adat yang sekarang ini adalah untuk melestarikan kebudayaan dan tradisi Batak Toba.
46Panortor artinya orang yang melakukan tortor (menari). 47Walaupun pelaksanaan adat secara efektif terkadang kelihatan seperti diburu waktu, namun
demikian, tujuan utama dalam tortor sudah terlaksana yaitu ’meminta dan memberi berkat/restu’ antara hula-hula dan boru.
53
status dan peran yang sangat penting. Hal tersebut dikarenakan masyarakatnya
menempatkan status para pemusik pada posisi yang dihormati. Pada masyarakat
Batak Toba, sikap hormat selalu ditujukan kepada pargonsi ketika dalam
margondang karena memiliki keahlian menyangkut keterampilan bermain musik
dan mengerti ruhut-ruhut ni adat (sendi-sendi peradatan). Menurut kepercayaan
masyarakat Batak Toba khususnya kepercayaan Pra-Kristen, saat upacara adat
berlangsung, musisi gondang (pargonci) dianggap sama statusnya dengan para
dewa. Menurut kepercayaan Pra-Kristen, musisi gondang dapat meneruskan
permohonan partisipan upacara kepada dewa-dewa dan kekuatan supranatural
melalui musik yang mereka mainkan (Simon 1993:82).
Posisi yang mereka tempatkan sejajar dengan dewa antara lain, parsarune
(pemain sarune) diberi sebutan Bataraguru Manguntar dan partaganing diberi
sebutan Bataraguru Humundul. Sebutan tersebut terlihat pada saat berlangsungnya
sebuah upacara adat. Sebelum musik gondang dimainkan, kata-kata yang biasanya
diucapkan sebagai berikut:
Amang panggual pargonsi nami, Bataraguru Humundul, Bataraguru Manguntar, na sinungkun botari na nialapan arian, parindahan na suksuk, parlompan na tabo, parlualuhon na tingkos, partarias na malo, ndang dope hu dok nunga iboto ho. Bahen hamu ma gondang…
Maksud dari kalimat tersebut yaitu, “bapak para pemusik yang terhormat,
Bataraguru Humundul, Bataraguru Manguntar, yang ditanya pada waktu sore dan
yang dijemput pada waktu siang, orang yang menikmati makanan yang lezat, orang
yang menikmati lauk-pauk yang nikmat, penyampai pesan yang jujur, pemikir yang
cerdas, tak perlu sesuatu apa yang akan aku pinta, engkau telah mengetahui.
Mainkanlah gendang.” Dari kata-kata yang disampaikan tersebut, dapat dilihat
54
penghormatan yang diberikan kepada pemusik, khususnya untuk parsarune dan
partaganing.
Pada pelaksanaan upacara adat, pargonsi juga mempunyai tempat khusus
yang disediakan oleh pelaksana upacara. Jika pelaksana upacara (hasuhuton) di
kampung masih mempunyai ruma atau sopo48, maka pargonsi diberi tempat di
bonggar-bonggar ni ruma atau panca-panca ni sopo (bagian atas dari rumah
tradisional Batak Toba yang nampaknya sudah dirancang khusus untuk tempat
pargonsi). Namun, jika pelaksana upacara tidak mempunyai ruma atau sopo, maka
pargonsi diberi tempat di pentas yang tingginya kira-kira 1 meter di halaman
rumah. Pada pentas tersebutlah pargonsi menyusun alat-alat musik gondang
sabangunan sesuai dengan posisi masing-masing alat-alat musiknya.49
Dalam tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba, orang yang
memainkan ansambel gondang sabangunan merupakan kaum laki-laki. Dalam
setiap tradisi margondang sabangunan ini, kaum laki-lakilah yang memegang
peranan sebagai pembawa musik dalam upacara-upacara adat yang menyertakan
gondang sabangunan. Hal tersebut dikarenakan pada zaman dulu dipercaya bahwa
pargonsi sejajar dengan para dewa. Oleh sebab itu, menurut suku Batak Toba,
kaum perempuan bukan bagian dari pargonsi, melainkan hanya kaum laki-laki saja.
Dari hal-hal yang sudah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pargonsi memiliki kedudukan istimewa dalam suatu acara adat Batak Toba. Hal
tersebut dapat kita lihat dalam penyambutan dan pemberlakukan yang dilakukan
masyarakat Batak Toba ketika mengadakan pesta yang melibatkan gondang. Akan
tetapi, dalam kehidupan sehari-hari pargonsi tetap akan sama seperti masyarakat
48Rumah tradisional Batak Toba 49Upacara pesta adat biasanya dilaksanakan satu hari saja (ulaon sadari) tetapi ada juga tiga hari dan
dahulu ada sampai tujuh hari. Jika pesta adat itu dilaksanakan selama tiga hari (biasanya untuk upacara mangongkal holi), pargonci akan datang ke tempat upacara satu hari sebelum jumpa mata ni pesta (pada hari yang sudah ditentukan untuk pelaksanaan upacara adat).
55
biasanya. Keistimewaan pargonsi terjadi pada saat bermain musik dalam suatu
acara.
3.8 Marguru (Proses Belajar Taganing)
Proses belajar taganing pada zaman dahulu atau yang disebut dengan
marguru (berguru) harus dilewati oleh seorang partaganing. Yang berpotensi dan
layak menjadi guru adalah seorang pargonsi yang sudah ahli bermain musik dan
paham akan segala ruhut-ruhut ni adat. Seorang guru tersebut biasanya mempunyai
ilmu kesaktian.
Ketika akan memulai proses latihan dan memainkan musik, biasanya
dilakukan terlebih dahulu acara alamat sai matondang50 untuk para murid. Menurut
P Sihotang (dalam Sitohang, 2009), selama proses marguru, murid harus tinggal di
rumah sang guru. Ketika pada malam hari, barulah proses marguru dimulai karena
pada siang hari murid disuruh bekerja ke sawah atau ke ladang sang guru. Seorang
murid tidak bisa menolak permintaan guru selama proses marguru. Apabila guru
meminta muridnya untuk memijat (mandampol) dirinya, maka pada proses memijat
tersebut guru marturi-turian51 dan mengajarkan ruhut-ruhut ni adat (sendi-sendi
adat) dan menceritakan pengalamannya.
Ada beberapa tahap yang diajarkan oleh guru. Pertama, mengenali karakter
suara taganing; kedua, memegang stick (palu-palu); ketiga, teknik memainkan;
keempat, melatih kecepatan tangan kiri dan tangan kanan (marsiadui). Setelah itu
murid diajarkan memainkan reportoar dasar dengan teknik menganak-anaki.
50Alamat sari matondang adalah membuat acara dengan menyajikan sasajen berupa jenis makanan
seperti ayam panggang , ikan, buah, dan jenis makanan tradisional yang didoakan kepada Mula Jadi Nabolon. Setelah itu murid disuruh mencicipi duluan dengan memilih jenis makanan. Dari hasil pilihan makanan yang dipilih murid bisa diketahui guru bagaimana nantinya proses berguru? Dan bagaimana nantinya hasil berguru oleh murid?
51 Marturi-turian adalah bercerita tentang cerita rayat
56
Apabila murid sudah bisa memainkan reportoar, sang guru pun ikut serta dengan
memainkan sarune.
Ketika sang guru mendapat tawaran untuk margonsi di suatu acara adat,
sang guru tersebut selalu mengikutsertakan murid dalam memainkan musik. Pada
saat itu murid masih memainkan instrument musik yang berperan sebagai pembawa
tempo yaitu hesek dan ogung. Setelah guru merasa kemampuan muridnya sudah
bisa menguasai instrument yang dimainkan, tahap berikutnya murid diberi peran
memainkan gordang. Dalam proses marguru tersebut, sang murid akan bisa
memainkan satu-persatu instrument dalam ansambel gondang sabangunan dengan
bertahap.
Walaupun sang murid sudah sering mengikuti sang guru bermain musik,
tetapi proses marguru tetap berlanjut. Proses tersebut membutuhkan kurang lebih
mencapai 3-5 tahun. Selanjutnya, ketika sang murid sudah bisa menguasai beberapa
reportoar gondang, sesekali murid akan disuruh menggantikan partaganing tetapi
masih tetap diawasi oleh sang guru.
Penjelasan di atas berbeda dengan pendapat G Sitohang dan J Sitanggang
(dalam Sitohang, 2009), menurut mereka tidak semua pargonsi melewati dan
mengalami marguru. Ada beberapa pargonsi yang mendapat sahala dari Batara
Guru yang disebut dengan talenta. Sistem yang digunakan dalam belajar
martaganing adalah mata guru roha sisean52 yang artinya secara harafiah, “mata
melihat, hati yang menemani,” bisa diartikan: melihat, menghapalkan dan
mempraktikkan.
52Sama halnya seperti hasil wawancara dengan Hari Anita Nainggolan dan Alister Nainggolan.
Mereka mengetahui bermain taganing karena dari talenta mereka.
57
Hari Anita Nainggolan53 mengatakan bahwa beliau juga tidak pernah
mengalami hal marguru. Beliau kerap sekali menonton permainan musik di pesta-
pesta adat yang menggunakan ansambel gondang sabangunan. Niatnya pun muncul
ketika beliau melihat bahwa bermain musik tradisi terutama taganing sangat
menarik dan membuat hatinya semakin ingin mempelajari alat musik taganing
tersebut. Akan tetapi, pada saat itu tidak ada yang mau mengajari beliau, sehingga
beliau hanya melihat dan mengikuti gerakan-gerakan permainan partaganing
tersebut. Sampai akhirnya, beberapa gerakan bisa beliau ikuti, walaupun masih jauh
dari teknik permainan yang sesungguhnya. Walaupun beliau tidak mengikuti proses
marguru, sampai sekarang beliau sudah mahir dalam bermain taganing. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa menjadi seorang pemain taganing tidaklah
harus dengan berguru.
53Beliau seorang partaganing perempuan.
58
BAB IV
HARI ANITA NAINGGOLAN SEBAGAI
PARTAGANING PEREMPUAN
Dalam Bab IV ini, penulis memuat tulisan yang menguraikan tentang
keberadaan perempuan yang merupakan penghasil dan penanggung jawab untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga,
perempuan mengambil peran yang sebenarnya dikerjakan oleh para lelaki ataupun
suami. Namun, penghasilan yang dihasilkan oleh suami belum cukup untuk
memenuhi kebutuhan keluarga yang sangat banyak. Kebutuhan-kebutuhan yang
sangat banyak itu antara lain, kebutuhan pokok yaitu makanan dan minuman,
kebutuhan pakaian, pembayaran uang sekolah, dan banyak lagi yang harus
dipenuhi. Oleh karena banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi, maka perempuan
bekerja untuk mendapat penghasilan yang dapat dipergunakan dalam mencukupi
kebutuhan rumah tangganya. Hal ini terkhusus terjadi pada perempuan suku Batak
Toba.
Penulis melihat bahwa ada perempuan-perempuan suku Batak Toba yang
bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Mereka bekerja sebagai
pargonsi dalam upacara adat Batak Toba. Hal tersebutlah yang menjadi
pembahasan dalam tulisan ini yaitu mengenai proses belajar, alasan mereka
memilih sebagai pargonci yaitu partaganing perempuan, dan berbagai hal yang
berkaitan dengan pembahasan tulisan ini.
59
4.1 Biografi Singkat Hari Anita Nainggolan
Sebelum membicarakan Hari Anita Nainggolan sebagai partaganing
perempuan, penulis akan menjelaskan biografinya terlebih dahulu. Uraian ini
dianggap perlu karena mengingat proses perjalanan hidup beliau tentu
mempengaruhinya dalam menjadi seorang partaganing perempuan dalam tradisi
Batak Toba.
4.1.1 Masa kecil
Hari Anita Nainggolan lahir pada tanggal 10 Februari 1975 di Samosir
tepatnya di daerah Batuguru dari pasangan Alister Nainggolan54 dan Erlina
54Alister Nainggolan merupakan pemain Opera Batak Serindo pimpinan almarhum Tilhang Oberlin
Gultom. Beliau bergabung ke Serindo pada tahun 1965. Di Serindo, Alister pertama kali menjadi pelakon parbaringin, pendeta ritual agama Batak dalam lakon cerita Sisingamangaraja. Alister bertahan di Serindo sampai tahun 1970. Dan empat tahun kemudian beliau mendirikan grup Tiurma Opera bersama Erliana boru Silaban, sang istri yang juga pemain dan penyanyi di Serindo. Nama Tiurma Opera sendiri diadopsi dari anak ketiga mereka yang bernama Tiurma. Dengan grup itulah Alister melakukan pentas Opera Batak secara keliling dengan banyak kesulitannya. Sebagai tauke Opera Batak, Alister harus mampu memimpin dan menggaji 40-an pemainnya. Sementara izin, hasil, dan pungutan atas semua pertunjukan yang dilakukan sering tidak seimbang dengan kebutuhan utama para pemain. Akhirnya tahun 1984 Grup Tiurma Opera juga terpaksa dibubarkan, ditambah karena desakan media hiburan terbaru seperti televisi dan film.
Setelah selang beberapa waktu, beliau kembali membawa musik tradisional Batak ke berbagai tempat di Tapanuli dengan nama Nainggolan Bersaudara. Di Sidikalang (Dairi) pada tahun 1994 empat orang anaknya tampil dengan masing-masing kemampuan memainkan alat musik. Tamrin, si anak sulung menjadi pemain hasapi, Lamtiar menjadi penyanyi bersama ibu, dan dua anak putri lainnya memainkan taganing dan odap. Dalam berbagai kesempatan putri-putri Alister yang bermain taganing menjadi perhatian khusus dan daya tarik penampilan Nainggolan Bersaudara.
Pada tahun 1994, Alister juga diajak sebuah grup kesenian dari Medan untuk penampilan ke Seicie, Jepang. Dan mulai dari perjalanan karirnya, Alister Nainggolan masih sering di undang untuk mengisi pertunjukan di dalam negri maupun luar negeri. Beliau juga sering mengiringi upacara-upacara adat di berbagai daerah.
Tahun 2002 Opera Batak mulai dibangkitkan kembali. Sosok Alister sebagai pemain Opera Batak muncul ketika pentas rekonstruksi lakon Guru Saman di dua tempat (kampus Universitas Sumatera Utara dan Taman Budaya Sumatera Utara). Alister kebetulan mendapat pelakon Jakobus, pemilik kedai tuak yang lugu dan sangat lucu. Gaya bermain musiknya juga tidak kalah menarik dari seorang pemain yang lebih dikenal oleh publik selama ini.
Beliau muncul dan terlibat di beberapa episode dalam program Opera Batak Metropolitan di TVRI Medan tahun 2004, gaya bermain Alister semakin mendongkrak popularitasnya dengan nama pemeranan Fort de Kock. Nama pemeranan itu sengaja diformat Ben Pasaribu sebagai penggagas program yang inovatif dan pemuat teks-teks terbaru bersama Thompson Hs. Program di TVRI tidak berlanjut. Sehingga Alister minta dilibatkan dalam pentas Grup Opera Silindung (GOS), sebuah grup percontohan yang mengawali kebangkitan kembali Opera Batak di Tarutung atas dukungan Pemkab Taput waktu itu. Sejak pentas keliling GOS pada Januari 2005, semangat Alister bermain Opera Batak menggebu kembali. Dengan sikap terbukanya berbagai pengetahuan dan teknik permainan diberikan kepada pemain-pemain muda di GOS. Alister juga tidak sungkan-sungkan menawarkan istri dan anak-anaknya untuk terlibat setiap diajak pementasan. Dedikasi dan loyalitas untuk menyalurkan pengetahuannya kepada orang muda selalu ditunjukkan Alister setiap dipanggil untuk pementasan Opera Batak.
Pada tahun 2007, Pusat Latihan Opera Batak (PLOt) mengajukan agar beliau menerima Tunjangan Maestro dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia. (Sumber: Google/Alister nainggolan)
60
Silaban55. Beliau merupakan anak keempat dari delapan orang bersaudara, yang
terdiri dari empat orang laki-laki dan empat orang perempuan.56 Sebagian besar
saudara kandung dari Hari Anita Nainggolan merupakan pemain musik tradisional
juga, dan sebagian lagi ada yang tidak.57
Hari Anita Nainggolan menghabiskan masa kecilnya di Medan, karena pada
waktu itu orang tua dari Hari Anita Nainggolan yang berprofesi sebagai musisi
Batak Toba dan pemain opera Batak selalu berpindah-pindah tempat tinggal.
Apabila pertunjukan Opera Batak pindah ke daerah lain, maka mereka wajib juga
ikut ke daerah tersebut bersama dengan anggota Opera Batak lainnya. Dan pada
masa itu, Opera Batak membuat pertunjukan di Medan yaitu tepat pada saat Hari
Anita Nainggolan masih menginjak masa kecilnya.
Hari Anita Nainggolan pada masa kecilnya adalah seorang pemalu dan tidak
percaya diri. Menurut hasil wawancara dengan beliau, apabila ada tamu yang
mengunjungi rumah mereka, beliau mengunci kamar dan tidak mau keluar sampai
tamu tersebut pulang, itu karena beliau sangat pemalu. Tetapi seiring berjalannya
waktu, beliau sedikit demi sedikit bisa menghilangkan rasa malu tersebut.
4.1.2 Pendidikan
Hari Anita Nainggolan menjalani masa sekolah hanya selama lima tahun.
Beliau tidak melanjutkan sekolahnya karena beliau pada saat itu tidak ingin lagi
bersekolah. Pada waktu masa sekolah, beliau kerap sekali tidak masuk sekolah dan
malah pergi bermain dengan teman-temannya. Sewaktu-waktu, beliau menonton
suatu acara adat di pesta adat Batak Toba selagi teman-temannya bersekolah.
Beliau sangat senang melihat-lihat para pemain musik tradisional Batak Toba
55Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 14. Baris 674-676 56Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 13. Baris 638-640 57Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 13. Baris 641-673
61
memainkan instrument gondang.58 Sampai-sampai beliau tidak ingin lagi
bersekolah dan ingin mempelajari alat musik terkhusus taganing.59
Dahulu anak-anak tidak diijinkan bermain musik, dan harus bersekolah.
Tetapi berbeda dengan Hari Anita Nainggolan, beliau mengambil keputusan untuk
tidak bersekolah lagi. Beliau lebih tertarik untuk memainkan musik tradisi dan
ingin lebih memperdalam permainannya. Tanpa sepengetahuan orang tuanya,
beliau pun mempelajari sendiri alat musik taganing tersebut dengan melihat-lihat
cara permainan partaganing yang ada di suatu pesta adat.
Suatu ketika, Kepala Sekolah memberitahukan kepada orang tua, bahwa
beliau jarang masuk sekolah. Kemudian beliau ditanyakan oleh orang tuanya
apakah beliau masih ingin bersekolah atau memilih jalan yang lain. Beliau
kemudian memberitahukan kepada orang tuanya bahwa pilihannya adalah tetap
tidak ingin bersekolah dan ingin bermain musik saja mengikuti profesi kedua orang
tuanya.
4.1.3 Latar Belakang Keluarga
Hari Anita Nainggolan menikah pada tahun 1999 dengan Rahimmuddin
Hutagalung. Mereka pertama sekali bertemu di Sibolga. Suami beliau bekerja
sebagai supir pada saat itu, sedangkan Hari Anita bekerja sebagai partaganing
perempuan sambil bekerja sebagai karyawan di sebuah pabrik kayu.60
Setelah Hari Anita Nainggolan menikah, beliau sempat berhenti bermain
taganing selama tiga tahun, karena pada saat itu anak-anaknya masih kecil dan
58Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 5/6/9/18. Baris 186-191 59Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 5/6/9/18. Baris 174-177 60Pada saat itu, orang tua beliau bekerja sebagai pelatih dan mengajar musik tradisi di Taman Budaya.
Dan ketika mereka satu keluarga bermain musik di Taman Budaya, ada seorang pengusaha dari Sibolga menonton pertunjukan mereka. Pengusaha tersebut melihat bahwa permainan mereka bagus. Kemudian pengusaha tersebut menawarkan kepada orang tuanya untuk bekerja sebagai pengawas di Sibolga dan saudara-saudara beserta beliau juga disarankan bekerja di situ. Oleh sebab itu, mereka pindah ke Sibolga.
62
belum bisa dibiarkan sendiri di rumah selagi suaminya bekerja. Oleh sebab itu,
beliau berhenti sebagai partaganing permepuan selama beberapa waktu.
Pasangan Hari Anita Nainggolan dan Rahimmuddin Hutagalung tersebut
dikaruniai empat orang anak, yang terdiri dari satu orang anak laki-laki dan tiga
orang anak perempuan. Anak yang pertama diberi nama Hotania Hutagalung, yang
kedua bernama Riandi Hutagalung, yang ketiga bernama Marshanda Hutagalung,
dan yang keempat bernama Sri Handayani Hutagalung.61 Keseluruhan anak dari
Hari Anita Nainggolan dan Rahimmuddin Hutagalung tersebut mendukung penuh
pekerjaan dari Hari Anita Nainggolan sebagai partaganing perempuan. Anak
pertama mereka Hotania Hutagalung mempunyai hobby menari terutama Tari
Cawan. Tetapi Hari Anita berpesan, selesaikan sekolah dahulu kemudian boleh
melanjutkan keinginan sebagai penari.62
Setelah anak-anak beliau sudah bersekolah dan mandiri, beliau kemudian
melanjutkan pekerjaannya sebagai partaganing perempuan dan pindah ke Dolok
Sanggul beserta keluarganya. Suami beliau bekerja sebagai petani di Desa Sampean
Aek Bottar, Dolok Sanggul. Ketika Hari Anita Nainggolan tidak ada panggilan
untuk bermain taganing, beliau membantu suaminya untuk berladang. Akan tetapi,
sebelum bekerja sebagai petani, Hari Anita Nainggolan dan suaminya bekerja
sebagai parkombat yaitu mengambil kayu dari hutan kemudian menjualnya kepada
toke (pengusaha) kayu yang ada di Dolok Sanggul.63 Dan selang beberapa tahun,
mereka beserta keluarganya pindah ke Desa Lumban Barat sampai saat ini.
4.2 Hari Anita Nainggolan Sebagai Partaganing Perempuan
61Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 15. Baris 678-685. 62Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 15. Baris 843-848. 63 Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 4. Baris 83-89, baris 96-98, dan baris 104.
63
Sebagai seorang partaganing perempuan, Hari Anita Nainggolan tentunya
mempunyai proses dalam mempelajari dan menggeluti hal tersebut. Prosesnya tentu
melewati waktu yang cukup panjang, mulai dari proses mengenal, ketertarikan,
mempelajari, melatih diri, hingga pada saat berkarya. Berikut ini penulis akan
menguraikan tentang bagaimana proses-proses yang telah dilewati oleh beliau.
4.2.1 Awal Perkenalan Hari Anita Nainggolan Dengan Alat Musik Taganing
Awal perkenalan Hari Anita Nainggolan dengan musik tradisional Batak
Toba adalah dimulai dari sejak masa kanak-kanak. Ketika pada saat itu, Hari Anita
Nainggolan berumur 10 tahun dan masih kelas lima Sekolah Dasar.64 Keinginan
Hari Anita Nainggolan untuk bersekolah pada waktu itu sudah tidak ada lagi. Mulai
pada saat itu, beliau sering pergi ke pesta-pesta adat bersama teman-temannya yang
lain untuk melihat pesta adat yang sedang berlangsung. Di situ dia melihat bahwa
orang yang bermain alat musik gondang tersebut sangat menarik kelihatannya.
Disitulah awal ketertarikan Hari Anita Nainggolan terhadap alat musik taganing.
Karena orang tua beliau tidak mau mengajarinya untuk bermain taganing,
beliau bertekad untuk mempelajarinya sendiri, karena anak-anak pada saat itu tidak
diperbolehkan bermain musik. Anak-anak berkewajiban menyelesaikan sekolah
terlebih dahulu pada saat itu. Walaupun tidak ada yang mengajari Hari Anita
Nainggolan untuk bermain taganing, beliau memegang prinsip “mata guru roha si
sean, uhut parohaon”65, yaitu walaupun beliau belajar sendiri, asalkan giat
memperhatikan dengan tekun dan mempelajarinya dengan serius pasti akan bisa.
Oleh karena itu, beliau sering mencuri kesempatan untuk mempelajari alat musik
taganing berdasarkan apa yang dilihatnya. Kesempatan tersebut sering ia peroleh
64Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 3. Baris 63-65. 65Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 5/6/9/18. Baris 162-164
64
ketika menonton pesta adat. Beliau menirukan cara permainan partaganing tersebut
dan beliau sengaja berdiri di dekat partaganing tersebut untuk melihat lebih dekat
cara permainannya.
Orang tua beliau sangat marah ketika mengetahui bahwa beliau jarang
bersekolah. Tetapi pada akhirnya, diambil keputusan bahwa beliau berhenti
sekolah. Mulai saat itu, beliaupun dibimbing oleh orang tuanya yang pada saat itu
masih aktif sebagai pemain musik tradisional. Hari Anita Nainggolan kemudian di
ajari bagaimana cara bermain taganing yang benar walaupun dia sudah sedikit
mengetahui teknik bermain taganing dari apa yang dilihatnya selama ini.
4.2.2 Proses Perjalanan Hari Anita Nainggolan Sebagai Partaganing
Perempuan
Dalam perjalanan Hari Anita Nainggolan sebagai partaganing perempuan,
beliau tidak langsung terjun bermain pada acara adat. Beliau masih mengikuti
proses belajar dengan orang tuanya. Selama dua tahun Hari Anita Nainggolan
beserta saudara-saudaranya dibawa oleh orang tuanya keliling kampung untuk
melakukan pertujukan kecil yaitu dengan mengamen. Biasanya mereka melakukan
pertunjukan tersebut pada saat ada “layar tancap.”66 Hal tersebut dilakukan oleh
orang tuanya adalah untuk melatih setiap mental anak-anaknya untuk bisa siap
terjun ke pesta adat sesungguhnya.
Menurut wawancara dengan Hari Anita Nainggolan, sebelum beliau
bermain musik dalam pesta-pesta adat yang sesungguhnya, beliau juga sering
diajak oleh Alister Nainggolan (ayah) berkeliling kampung sambil membawakan
66Dahulu belum ada yang memiliki televisi di kampung, yang ada hanyalah “layar tancap” dan
masyarakat beramai-ramai untuk menonton.
65
lagu-lagu Batak. Biasanya mereka melakukan pertunjukan sederhana di lapo tuak67
di kampung yang mereka kunjungi.68
Salah satu tradisi yang masih melekat dalam kehidupan masyarakat Batak
Toba adalah kebiasaan minum tuak. Dahulu di Tapanuli Utara penggunaan tuak
selain digunakan untuk upacara adat, juga digunakan oleh wanita yang baru
melahirkan. Tradisi minum tuak ini biasanya dilakukan oleh sebagian kaum laki-
laki dewasa di lapo tuak.69 Biasanya ketika para bapak-bapak berkumpul di lapo
tuak tersebut, mereka akan bernyanyi lagu-lagu pop Batak sambil diiringi gitar.
Kebiasaan yang dilakukan masyarakat Batak Toba tersebut membuat Alister
Nainggolan mengambil kesempatan untuk membuat pertunjukan sederhana di lapo
tuak tersebut. Sambil menghibur para pengunjung lapo tuak, disitulah Hari Anita
Nainggolan mendalami cara dan teknik bermain taganing. Keberanian dan
kepercayaan dirinya juga muncul dari setiap pengalaman-pengalaman yang dilewati
oleh beliau.
4.2.3 Eksistensi Hari Anita Nainggolan Sebagai Partaganing Perempuan
Selama menjadi partaganing perempuan, Hari Anita Nainggolan sudah
melewati berbagai pengalaman-pengalaman. Pengalaman-pengalamannya tersebut
diperoleh berkat orang tuanya Alister Nainggolan yang selalu mendukung beliau.
67Tuak adalah sejenis minuman beralkohol yang terbuat dari hasil fermentasi dari nira, beras, atau
bahan minuman/buah yang mengandung gula. Sedangkan lapo dari bahasa Batak artinya kedai. Biasanya di lapo tuak, kaum bapak-bapak minum tuak sambil bermain catur ataupun kartu.
68Wawancara pada tanggal 25 maret 2014. 69Shigehiro (1997: 50) menyimpulkan bahwa: Istilah lapo dipakai biasanya hanya di kota-kota yang
di luar Tapanuli Utara. Di kampung halaman di tapanuli utara kata lapo jarang dipakai, kata yang sering dipakai di situ adalah kata kedai dari bahasa Indonesia. Mungkin karena di kota-kota di perantauan kata lapo dari bahasa Batak Toba perlu digunakan dengan sengaja untuk menentukan kedai yang diusahakan oleh orang Batak Toba.
Lapo tuak merupakan suatu tempat laki-laki berkumpul setelah menyelasaikan pekerjaannya di sore hari. Mereka yang berkumpul tidak hanya dari etnis Batak Toba, tetapi juga etnis seperti Nias, Cina, dan Minang. Ditempat ini biasanya mereka berbincang-bincang, bermain kartu, bercatur, dan menonton televisi, sambil minum tuak. Dalam keadaan hampir mabuk mereka memainkan lagu pop Batak dengan alat musik tradisional yang ada seperti gitar, suling, hasapi, dan taganing dan lainya
66
Apabila ada pekerjaan bermain musik ke luar negeri, Alister Nainggolan (Ayah)
selalu mengikutsertakan beliau dalam perjalanan tersebut. Negara-negara seperti
Jepang, Jerman, Cina, dan negara-negara lainnya pun sudah pernah mereka jalani.
Hari Anita Nainggolan juga sempat ikut dalam Opera Batak bersama Alister
Nainggolan sebagai penyanyi dan parodap70. Hari Anita Nainggolan juga kerap
sekali diundang oleh sekolah-sekolah untuk mengajari para murid untuk bermain
taganing. Hari Anita Nainggolan biasanya mengajarkan teknik bermain dan
beberapa reportoar gondang sabangunan dalam pelajaran kesenian di sekolah-
sekolah.71
Dalam event-event seperti Pesta Hasundutan yang diadakan oleh
pemerintah dan seluruh masyarakat, Hari Anita Nainggolan dan ayahnya selalu
diundang untuk mengisi acara dalam acara besar tersebut.72 Keramah-tamahan
mereka selalu dipandang baik oleh masyarakat dan pemerintah yang ada di
Kecamatan Humbang Hasundutan.73
Pada saat ini, grup musik yang diikuti Hari Anita Nainggolan adalah ‘Lia
Gemilang’, yang diketuai oleh Jhonson Sihite. Beliau bergabung ke dalam grup
musik tersebut pada tahun 2009. Grup musik tersebut cukup banyak diminati oleh
masyarakat yang ingin mengadakan pesta adat, karena mengingat bahwa yang
mengiringi acara tersebut adalah orang yang telah berpengalaman seperti Hari
Anita Nainggolan dan ayahnya.
70Dalam pameran Opera Batak, parodap berfungsi sebagai pembawa ritem taganing apabila pemeran
dalam opera Batak mengucapkan skenario-skenario. 71Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 2/8/15. Baris 902 72Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 2/8/15. Baris 918-922 73Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 6/7/8/9. Baris 484-489.
67
4.3 Alasan Hari Anita Nainggolan Menjadi Seorang Partaganing
Perempuan
Dari hasil wawancara dengan Hari Anita Nainggolan, penulis mendapat
penjelasan dari beliau mengenai alasan menjadi seorang partaganing perempuan.
Hasil tersebut menjelaskan ada tiga faktor yang membuat beliau masih tetap eksis
dalam menjalani pekerjaan tersebut. Berikut ini adalah alasan beliau memilih
menjadi seorang partaganing perempuan.
4.3.1 Faktor Talenta
Menurut Hari Anita Nainggolan, dia menekuni pekerjaan sebagai
partaganing perempuan adalah karena sebuah talenta yang diberikan Tuhan pada
dirinya, sehingga dia mau tidak mau harus menuangkan talenta tersebut, karena
talenta itu adalah anugrah dari Tuhan.74
Seperti yang sudah penulis jelaskan di atas tadi, bahwa Hari Anita
Nainggolan tidak mendapat pengetahuan dari siapapun mengenai bermain taganing,
walaupun setelah beberapa waktu kemudianlah baru orang tuanya membimbing dia
mengenai teknik lanjutan bermain taganing.
Dia mengatakan bahwa, talenta harus dikembangkan. Talenta tersebut pasti
berguna untuk diri sendiri dan orang lain. Talenta beliau sebagai partaganing
perempuan membuat beliau semakin percaya diri bahwa setiap manusia
mempunyai kelebihan masing-masing.75
74Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 5/6. Baris 117-118. 75Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 5/6. Baris 117-131.
68
4.3.2 Faktor Keturunan
Hari Anita Nainggolan merupakan anak dari keluarga musisi tradisional
Batak Toba. Dari hubungan tersebut, Hari Anita Nainggolan sebagai anak tentu
banyak belajar dari kedua orang tuanya mengenai musik tradisi Batak Toba.
Apalagi ayahnya yang seorang maestro berpengalaman di dunia musik tradisi, Hari
Anita Nainggolan pasti mengikuti cara hidup sebagai keluarga musisi.
Saudara-saudara kandung dari Hari Anita Nainggolan juga mengikuti jejak
ayah mereka sebagai seorang musisi. Ada yang sebagai parsulim, partaganing,
penyanyi, bahkan salah satu saudara Hari Anita Nainggolan yang bernama Ais
Nainggolan76 sudah pernah mengikuti ajang pencarian bakat KDI (Kontes Dangdut
Indonesia).77 Oleh karena itu, Hari Anita Nainggolan senang menjalani
kehidupannya sebagai seorang partaganing perempuan dan mendapat dukungan
dari keluarga.
4.3.3 Faktor Ekonomi
Dengan pekerjaan suami yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, Hari Anita Nainggolan sebagai seorang istri tidak segan-segan untuk
membantu suaminya mencari nafkah. Suami beliau juga mendukung pekerjaan Hari
Anita Nainggolan sebagai partaganing perempuan untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga mereka. Menurut Hari Anita Nainggolan, pekerjaan yang sekarang
digelutinya tersebut sangat membantu keluarga. Hal tersebut dikarenakan bukan
hanya penghasilan pokok saja yang ia dapatkan, melainkan saweran-saweran yang
diberikan oleh masyarakat yang merasa senang dengan pertunjukan permainan
76Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 13. Baris 659-673 77Walaupun Ais Nainggolan tidak mengikuti jejak ayahnya sebagai musisi Batak Toba, namun Ais
Nainggolan mahir dalam bernyanyi. Dan beliau belajar banyak dari kedua orang tuanya.
69
taganingnya. Hal itu membuat beliau betah untuk melakukan pekerjaan sebagai
partaganing perempuan78.
4.4 Wawancara dengan Hari Anita Nainggolan
Penulis melakukan wawancara dengan Hari Anita Nainggolan dalam dua
kesempatan, wawancara yang pertama dilakukan pada tanggal 25 Maret 2014 dan
yang kedua pada tanggal 21 Juli 2014. Pada saat wawancara yang pertama, Hari
Anita Nainggolan mengajak saya pergi ke ladang beliau yang terletak agak jauh
dari belakang rumahnya untuk melakukan wawancara.79 Informan mengajak
penulis ke ladangnya dengan alasan membuat suasana lebih nyaman untuk
wawancara. Suami informan juga turut ikut ke ladang mendampingi kami berdua
sambil memanen cabai.
Namun, sebelum penulis menuju rumah informan, penulis pertama sekali
mengunjungi Alister Nainggolan yang merupakan ayah kandung dari informan
sendiri. Penulis ditemani oleh Alister Nainggolan dan istrinya menuju ke rumah
informan yang terletak agak jauh dari rumah mereka. Setibanya di rumah Hari
Anita Nainggolan, kami berbincang-bincang sejenak dan kemudian meminta diberi
waktu untuk melakukan wawancara dengan informan secara pribadi.
Kemudian wawancara yang kedua pada tanggal 21 Juli 2014 dilakukan di
kediaman informan.80 Wawancara ini dilakukan untuk memperjelas wawancara
yang pertama. Dan pada wawancara ini, beberapa pertanyaan yang berhubungan
78Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 4/6/12. Baris 270-298 79Pada saat wawancara yang pertama, Hari Anita masih bertempat tinggal di Kabupaten Humbang
Hasundutan, Desa Sampean Aek Bottar, Kecamatan Dolok Sanggul. Kemudian pada bulan Juni beliau pindah ke Kabupaten Humbang Hasundutan, Desa Lumban Barat, Kecamatan Paranginan yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal beliau yang lama.
80Pada bulan Juni 2014, Hari Anita Nainggolan dan keluarganya beserta kedua orangtuanya pindah ke desa Lumban Barat. Di situ penulis menjumpai informan dan melakukan wawancara yang ke dua pada bulan Juli 2014.
70
dengan pembahasan mengenai sepak terjang informan selama karirnya di dunia
musik tradisi sebagai partaganing perempuan juga di sertakan.
Gambar 4.1 Hari Anita Nainggolan 1
Keterangan: Penulis (kiri) bersama dengan Hari Anita Nainggolan (kanan). Dokumentasi pada saat wawancara pertama tanggal 25 Maret 2014.
71
Gambar 4.2 Hari Anita Nainggolan 2
Keterangan: Rahimmuddin Hutagalung, Suami informan (kiri), Hari Anita Nainggolan (tengah), penulis (kanan).
Hasil wawancara dengan Hari Anita Nainggolan disusun dalam tabel
wawancara verbatim pada lembar lampiran Responden 1 dan Verbatim 1.
4.4.1 Wawancara Verbatim
Dalam Wikipedia dijelaskan bahwa, "Verbatim" is a word used either as an
adverb, adjective or noun, meaning copied "word for word", yang artinya
“verbatim adalah kata yang digunakan baik sebagai kata keterangan, kata sifat atau
kata benda, yang berarti disalin kata demi kata. Dalam penulisan hasil wawancara
ini, penulis menggunakan metode wawancara verbatim, yang mana setiap kalimat
yang diucapkan oleh informan akan dipindahkan ke dalam tabel wawancara, baik
kata yang tidak baku maupun yang baku. Oleh sebab itu penulis terlebih dahulu
melakukan wawancara dan merekam setiap kata demi kata.
72
Tabel wawancara di bawah ini adalah hasil wawancara penulis dengan
informan bernama Hari Anita Nainggolan yang merupakan seorang yang berprofesi
sebagai partaganing perempuan. Wawancara berlangsung selama tiga puluh empat
menit empat puluh tiga detik (34:43).
Hasil wawancara mempunyai kesimpulan bahwa Hari Anita Nainggolan
sebagai partaganing perempuan mendapat dukungan dari berbagai kalangan
masyarakat. Bukan hanya dalam masyarakat, keluarga dan anak-anaknya juga
mendukung beliau terhadap profesinya sebagai partaganing perempuan. Walaupun
beliau pada dasarnya tidak mendapat pengetahuan apa-apa tentang taganing, namun
beliau memegang prinsip, “mata guru roha si sean, uhut parohaon”. Beliau hanya
melihat permainan pemain taganing kemudian mempelajarinya.
73
BAB V
TANGGAPAN TERHADAP HADIRNYA
PARTAGANING PEREMPUAN
Pada Bab V ini, penulis akan menguraikan tentang tanggapan masyarakat
terhadap hadirnya partaganing perempuan dalam tradisi margondang sabangunan
pada masyarakat Batak Toba. Selain daripada tanggapan masyarakat, penulis juga
menyertakan tanggapan dari musisi Batak Toba, suami dan orang tua dari
partaganing perempuan itu sendiri. Penulis menganggap pembahasan ini penting
karena mengingat bahwa partaganing perempuan merupakan fenomena yang baru
muncul dalam tradisi Batak Toba, yang dulunya hanya partaganing laki-laki yang
berperan, sekarang sudah hadir partaganing perempuan dalam tradisi tersebut.
Dengan adanya tanggapan tersebut, kemudian akan diketahui tanggapan apa saja
yang diberikan oleh narasumber-narasumber baik tanggapan positif maupun
negatif. Dalam menguraikan wawancara, penulis juga menggunakan tabel
wawancara verbatim81.
5.1 Partaganing Perempuan
Kehadiran partaganing perempuan merupakan fenomena baru dalam tradisi
Batak Toba. Masyarakat Batak Toba belum banyak mengetahui adanya
partaganing perempuan dalam tradisi margondang. Walaupun demikian, sebagian
masyarakat sudah mengetahui adanya keberadaan partaganing perempuan tersebut.
Masyarakat yang sudah mengetahui kehadiran partaganing perempuan tersebut
81Lihat pada Bab IV mengenai dialog Verbatim.
74
sebagian besar adalah masyarakat sekitar yang berada di daerah tempat
partaganing perempuan tersebut tinggal, dan apabila ada yang mengetahui
keberadaannya di luar daerah adalah karena partaganing perempuan tersebut
pernah berkunjung dan memainkan taganing di daerah lain. Sebagian masyarakat
yang lain mengetahui keberadaan partaganing perempuan tersebut adalah dari
informasi masyarakat yang satu kepada masyarakat yang lainnya.
Pada BAB III skripsi ini sudah dijelaskan bahwa dalam tradisi margondang
pada masyarakat Batak Toba, orang yang memainkan ansambel gondang
sabangunan merupakan kaum laki-laki. Tetapi setelah perkembangan zaman, tidak
hanya kaum laki-laki saja yang menjadi pemusik tradisi, melainkan kaum
perempuan juga sudah ada yang berperan sebagai pemusik tradisi.
Pada pembahasan dalam skripsi ini, penulis menemukan beberapa
partaganing perempuan yang masih aktif dalam pekerjaannya. Namun yang
menjadi fokus penulis adalah partaganing perempuan yang bernama Hari Anita
Nainggolan yang bertempat tinggal di Kabupaten Humbang Hasundutan,
Kecamatan Paranginan, Desa Lumban Barat. Oleh sebab itu, penulis akan
menguraikan tentang tanggapan berbagai sumber mengenai kehadiran partaganing
perempuan tersebut terutama di daerah tempat partaganing perempuan tersebut
tinggal.
5.2 Berbagai Tanggapan Terhadap Kehadiran Partaganing Perempuan
Fenomena yang terjadi dalam tradisi margondang sabangunan pada
masyarakat Batak Toba mendapat tanggapan-tanggapan dari berbagai lapisan
masyarakat. Tanggapan-tanggapan yang diberikan ada yang bersifat negatif dan ada
juga yang positif. Tanggapan yang bersifat positif tentunya mendukung atas
75
kehadiran partaganing perempuan tersebut. Tanggapan positif tersebut juga
memberikan pengertian bahwa fenomena tersebut merupakan sebuah pengayaan
terhadap tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba. Namun demikian, ada
pula yang memberikan tanggapan yang negatif terhadap kehadiran partaganing
perempuan tersebut. Sebagian masyarakat menganggap bahwa hal tersebut tidak
sesuai dengan tradisi yang sudah ada sejak zaman nenek moyang masyarakat Batak
Toba. Tanggapan negatif tersebut memberikan pengertian bahwa kehadiran
partaganing perempuan dalam tradisi margondang sabangunan tidak dapat
dikatakan pengayaan melainkan perlawanan terhadap tradisi Batak Toba yang
sudah ada sejak zaman dahulu.
Berikut adalah tanggapan-tanggapan dari berbagai sumber mengenai
munculnya partaganing perempuan dalam tradisi margondang pada masyarakat
Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kecamatan Paranginan, Desa
Lumban Barat.
5.2.1 Tanggapan Orang Tua
Penulis melakukan wawancara terhadap Alister Nainggolan yang
merupakan ayah dari Hari Anita Nainggolan. Wawancara dengan Orang Tua dari
partaganing perempuan tersebut dilakukan pada tanggal 24 Maret 2014.
Wawancara dilakukan pada saat beliau sedang bekerja di suatu pesta adat marga
Marbun di Jalan Simpang Sipitu Huta, Dolok Sanggul. Wawancara juga dilakukan
dikediaman beliau yang terletak di desa Sampean Aek Bottar. Wawancara tersebut
berisi tentang tanggapan beliau terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh Hari Anita
Nainggolan sebagai partaganing perempuan. Penulis ingin menanyakan apakah
beliau setuju akan hal tersebut.
76
Dari hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa orang tua dari partaganing
perempuan tersebut akhirnya menyetujui akan pekerjaan yang digeluti oleh
anaknya82. Seperti yang dikutip dalam wawancara,
Tapi sekarang yakkk terimakasih jugaa….menjadi bakat dia kan? Sampe boi ibana tu luar negeri binoan. Heheehe…(tertawa) Nga di allang ibana hepeng ni luar, heheggh ido attong. Hehehe….(tertawa). (Wawancara: Alister Nainggolan) [“Tapi sekarang saya mengucap syukur. Itu sudah menjadi bakat dia. Sampai bisa dia ke luar negeri dibawa. Sudah dirasakannya uang luar. Seperti itulah.]
Walaupun sejak kecil anaknya dilarang untuk memainkan taganing,83
namun setelah melihat kemampuan anaknya tersebut maka orang tua berbalik
menjadi setuju akan pekerjaan anakanya sebagai partaganing perempuan. Bahkan
beliau bangga terhadap anaknya tersebut karena sudah bisa mengembangkan
pengalaman bermain taganing sampai ke luar negeri84. Sama halnya seperti hasil
wawancara dengan Hari Anita, pada waktu Hari Anita masih kecil, orang tua sangat
melarang beliau untuk mempelajari taganing. Alasannya karena perempuan dilarang
mempelajari alat musik pada saat itu.85 Namun, setelah orang tua melihat
kemampuan anaknya memainkan taganing, maka akhirnya orang tuapun
menyetujuinya. Orang tua setuju akan kemauan Hari Anita dengan memberikan
syarat yaitu agar jangan ada penyesalan dikemudian hari karena sekolah Hari Anita
terputus pada saat itu.86
82Lihat pada tabel “Responden 2/ Verbatim 2. Kode pertanyaan: 2/3/6/7. Baris 12-19. 83Lihat pada tabel “Responden 2/ Verbatim 2. Kode pertanyaan: 2. Baris 1-4 84Lihat pada tabel “Responden 2/ Verbatim 2. Kode pertanyaan: 2/3/6/7. Baris 12-19. 85Lihat pada tabel “Responden 1/ Verbatim 1. Kode pertanyaan: 5/6/9 . Baris 151-153. 86Lihat pada tabel “Responden 1/ Verbatim 1. Kode pertanyaan: 5,6,9,18. Baris 207-2016
77
Menurut Alister, kemampuan anaknya bermain taganing itu merupakan
faktor keturunan87. Kemampuan Alister bermain musik mengalir kepada anaknya,
sehingga anaknya mampu mengembangkan talenta sampai saat ini.
Dalam hasil wawancara dengan Alister, Alister juga menjelaskan tentang
proses beliau menjadi seorang musisi. Pada saat beliau masih kelas 2 SMA, orang
tua beliau meninggal sehingga Alister putus sekolah. Setelah itu beliau pergi
merantau ke daerah lain untuk mencari pekerjaan dan pengalaman. Sampai pada
suatu saat beliau menemukan kesenian Opera Batak dan kemudian bergabung
menjadi anggota dalam grup kesenian tersebut. Di situlah beliau mengembangkan
talenta sebagai pemain musik sekaligus mempelajari drama. Beliau mempelajari
satu-persatu instrument Batak Toba mulai dari sulim, garantung, taganing, dan lain-
lain sebagainya. Setelah beberapa tahun kemudian, beliau mencari pengalaman ke
Medan dan bergabung dengan grup kesenian di Taman budaya. Pada saat itu yang
menjadi teman beliau adalah Marcius Sitohang. Mereka berdua melewati
pengalaman-pengalaman dalam dunia kesenian, bahkan pengalaman mereka sampai
ke luar negeri.88
Tidak jarang orang mengunjungi beliau untuk berbagi pengalaman-
pengalaman tentang musik tradisi Batak Toba. Menurut hasil wawancara dengan
Alister, sebelum penulis menjumpai beliau, juga ada seorang yang menjumpai
beliau untuk menanyakan tentang perbedaan gondang sabangunan dan gondang
hasapi.89
87Lihat pada tabel “Responden 2/ Verbatim 2. Kode pertanyaan: 5/7. Baris 26-28. 88Lihat pada tabel “Responden 2/ Verbatim 2. Kode pertanyaan: 1/6. Baris 153-281. 89Lihat pada tabel “Responden 2/ Verbatim 2. Kode pertanyaan: 4. Baris 55-69.
78
Jadi, kesimpulannya adalah orang tua dari Hari Anita Nainggolan
menyetujui akan pekerjaan anaknya sebagai partaganing perempuan bahkan orang
tua sangat bangga akan prestasi anaknya tersebut.
5.2.2 Tanggapan Suami
Penulis menjumpai suami90 partaganing perempuan tersebut di
kediamannya yaitu di Desa Lumban Barat, Kecamatan Paranginan, Kabupaten
Humbang Hasundutan, pada tanggal 21 Juli 2014.
Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa suami dari partaganing
perempuan tersebut sangat menyetujui akan pekerjaan dari istrinya tersebut91.
Seperti pada kutipan verbatim,
“Ya…kalau saya sebagai suami….setuju-setuju ajanya…”.
(wawancara: Rahimmuddin)
Selain menambah perekonomian untuk mencukupi kebutuhan keluarga92,
beliau juga berpendapat bahwa pekerjaan dari istrinya tersebut adalah memperkaya
tradisi Batak Toba93, yaitu yang dulunya tidak ada partaganing perempuan,
sekarang sudah berkembang menjadi ada.
Beliau juga berpendapat bahwa setiap pekerjaan pasti ada tantangan yang
dihadapi. Begitu juga dengan pekerjaan dari istrinya sebagai partaganing
perempuan, suami istri ini kerap sekali mendapat tantangan berupa sindiran-
sindiran masyarakat yang tidak menyetujui terhadap pekerjaan istrinya. Namun
demikian, menurut beliau tidak perlu menganggapi hal negatif dari orang lain
tentang pekerjaan istrinya sebagai partaganing perempuan. Yang terpenting adalah
90Suami dari partaganing perempuan tersebut bernama Rahimmuddin Hutagalung. 91Lihat pada tabel “Responden 3/ Verbatim 3. Kode pertanyaan: 1/2. Baris 1-4. 92Lihat pada tabel “Responden 3/ Verbatim 3. Kode pertanyaan: 1/7. Baris 9-11. 93Lihat pada tabel “Responden 3/ Verbatim 3. Kode pertanyaan: 1/8. Baris 17.
79
keluarganya bisa bahagia, istrinya juga dapat melanjutkan pekerjaannya dengan
tenang tanpa mendengarkan sindiran dari orang lain.94
Walaupun banyak hambatan yang dilewati oleh beliau dan istrinya, beliau
tetap setia mendampingi istrinya kemanapun. Apabila istrinya hendak pergi bekerja
ke pesta adat, beliaupun menjemput dan mengantar istrinya tersebut walaupun alat
transportasi yang mereka pergunakan tidak memadai untuk perjalanan jauh95.
5.2.3 Tanggapan Masyarakat
Pengakuan dan pendapat masyarakat sangat dibutuhkan dalam pembahasan
tulisan ini. Oleh sebab itu, penulis menganggap penting untuk melakukan
wawancara terhadap masyarakat sekitar. Wawancara yang dilakukan adalah untuk
menjawab setiap pokok permasalahan yang terdapat dalam tulisan ini. Penulis ingin
memperoleh data-data mengenai pendapat masyarakat terhadap kehadiran
partaganing perempuan di tengah-tengah masyarakat dan penulis ingin
menanyakan apakah kehadiran partaganing perempuan dalam tradisi margondang
Batak Toba merupakan suatu pengayaan terhadap tradisi Batak Toba.
Penulis melakukan wawancara dengan masyarakat yang berada di Dolok
Sanggul. Penulis singgah di salah satu Rumah Makan yang ada di Dolok Sanggul
yang bernama Rumah Makan Bengkalis96. Biasanya masyarakat-masyarakat yang
ingin meminum teh, kopi, maupun ingin makan, selalu memilih rumah makan
tersebut untuk tempat mereka saling bercerita satu sama lain.
94Lihat pada tabel “Responden 3/ Verbatim 3. Kode pertanyaan: 9/10. Baris 84-86 95Lihat pada tabel “Responden 3/ Verbatim 3. Kode pertanyaan: 9. Baris 24-29, dan pada tabel
“Responden 3/ Verbatim 3. Kode pertanyaan: 4/5. Baris 40-44. 96Rumah Makan Bengkalis merupakan rumah makan yang sering dikunjungi oleh Alister Nainggolan
dan Hari Anita Nainggolan sebelum berangkat ke suatu acara adat. Rumah makan tersebut terletak di daerah Dolok Sanggul. Tidak heran kalau masyarakat sekitar sudah sangat mengenal mereka sebagai pemain musik tradisi. Penulis mengambil kesempatan untuk melakukan wawancara dengan masyarakat yang ada di Rumah Makan tersebut.
80
Pada kesempatan itu, penulis mengambil waktu untuk melakukan
wawancara dengan para masyarakat yang biasa duduk-duduk dan saling bercerita di
situ. Wawancara dilakukan pada tanggal 23 Maret 2014. Penulis melakukan
wawancara dengan masyarakat tersebut sambil menunggu Alister Nainggolan dan
Hari Anita Nainggolan menjemput saya. Penulis berencana untuk mengikuti sebuah
pesta adat yang terletak di Jalan Simpang Sipitu Huta 3c bersama dengan Alister
Nainggolan dan Hari Anita Nainggolan. Penulis ingin melihat acara adat secara
langsung.
Ada empat kesimpulan yang penulis uraikan dari hasil wawancara dengan
masyarakat. Pertama, bahwasanya masyarakat sudah mengetahui tentang
keberadaan partaganing perempuan dalam tradisi margondang pada masyarakat
Batak Toba di Dolok Sanggul. Masyarakat mengetahui keberadaan tersebut adalah
karena partaganing perempuan tersebut sudah sering diundang untuk mengisi acara
di pesta adat sehingga sudah tidak asing lagi bahwa di daerah mereka ada seorang
partaganing perempuan97. Masyarakat tersebut mengatakan bahwa kalau Alister
Nainggolan (nama orang tua dari partaganing perempuan tersebut) yang diundang
sebagai pemusik dalam suatu acara adat, maka beliau menyertakan anaknya (Hari
Anita Nainggolan) sebagai partaganing.98 Oleh sebab itu, masyarakat di daerah
tersebut sudah mengetahui keberadaan Hari Anita Nainggolan sebagai partaganing
perempuan. Kemudian yang kedua, menurut masyarakat yang penulis wawancarai,
setiap manusia mempunyai talenta. Jadi, apabila sudah kemauan dirinya sendiri
untuk mengerjakan pekerjaan yang sesuai dengan talentaya tersebut, maka mau
97Lihat pada tabel “Responden 4/ Verbatim 4. Kode pertanyaan: 1. Baris 23-26. Dan Lihat pada tabel
“Responden 4/ Verbatim 4. Kode pertanyaan: 1. Baris 33-34. 98Lihat pada tabel “Responden 4/ Verbatim 4. Kode pertanyaan: 2. Baris 39-40.
81
ataupun tidak mau harus dikerjakan99. Ketiga, menurut masyarakat, partaganing
perempuan tersebut dapat memposisikan dirinya dimanapun, baik itu dalam
lingkungan masyarakat maupun lingkungan pekerjaannya sebagai partaganing.
Masyarakat tersebut mengatakan, “Boi di sama on ibana,hira bawa pe boi, boru-
boru pe boi…”. Dapat disimpulkan bahwa masyarakat menganggap bahwa
partaganing perempuan tersebut bersifat profesional dalam pekerjaannya.100
Kemudian yang keempat, bahwasanya masyarakat sudah mengetahui perjalanan
karir dari partaganing perempuan tersebut beserta orang tuanya. Hal tersebut dapat
diperhatikan dari wawancara, masyarakat mengetahui bahwa mereka sudah sampai
ke luar negeri untuk memperkenalkan kebudayaan Batak Toba.101
5.2.4 Tanggapan Musisi Tradisi Batak Toba
Dengan kehadiran partaganing perempuan dalam tradisi margondang
sabangunan pada masyarakat Batak Toba di Desa Lumban Barat, tentunya
mendapat berbagai pendapat dari lapisan masyarakat. Begitu juga dengan pemain
musik tradisi Batak Toba, musisi tradisi Batak Toba juga memberi tanggapan
mengenai kehadiran partaganing perempuan tersebut.
Untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan skripsi ini, penulis
menjumpai musisi tradisional Batak Toba. Musisi tradisional Batak Toba yang
penulis temui adalah Marcius Sitohang. Beliau merupakan musisi yang sudah
berpengalaman dibidang musik tradisi Batak Toba. Beliau juga seorang dosen
pengajar musik tradisi di Universitas Sumatera Utara, tepatnya di Jurusan
Etnomusikologi.
99Lihat pada tabel “Responden 4/ Verbatim 4. Kode pertanyaan: 4. Baris 75-84 100Lihat pada tabel “Responden 4/ Verbatim 4. Kode pertanyaan: 4. Baris 93-96 101Lihat pada tabel “Responden 4/ Verbatim 4. Kode pertanyaan: 3/ 4. Baris 119-121, 125-127, 145-
146, 155-157.
82
Penulis mengambil kesempatan untuk mewawancarai Marcius Sitohang
pada saat beliau mengajar mata kuliah praktek di gedung Etnomusikologi.
Wawancara dilakukan pada tanggal 20 Maret 2014. Wawancara tersebut dilakukan
untuk menjawab pokok permasalahan dalam skripsi ini. Penulis ingin menanyakan
bagaimana tanggapan beliau terhadap kehadiran partaganing perempuan dalam
tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba dan apakah hal tersebut
menyalahi dan tidak sesuai dengan tradisi margondang.
Sitohang mengenal dengan jelas Hari Anita Nainggolan sebagai
partaganing perempuan.102. Sitohang memberikan pendapat bahwa perempuan
yang memainkan taganing di pesta adat, itu tidak bisa dikatakan martaganing.103
Sebutan untuk partaganing tidak bisa ditujukan kepada pemain taganing tersebut.104
Alasannya yaitu dalam memainkan taganing, pemain tersebut tidak memainkan
melodi taganing, bahkan beliau menambahkan ada atau tidak adanya taganing
tersebut tidak menjadi masalah.105 Menurut beliau, taganing pada masa sekarang ini
hanya sebagai pengganti drum yaitu membuat tempo.106 Sitohang juga berpendapat
bahwa permainan taganing sekarang adalah sebagai pelengkap yaitu mengisi
kekosongan pada musik tersebut.107
Menurut Sitohang, sejak dulu pargonsi itu adalah laki-laki, karena pada saat
itu tempat yang diberikan kepada pargonsi berada di bagian atas. Jadi, tidak
mungkin perempuan yang dipakai sebagai pargonsi.108 Jadi, menurut Sitohang,
apabila terdapat permainan yang menyertakan perempuan, itu hanya pertunjukan.109
102Lihat pada tabel “Responden 5/ Verbatim 5. Kode pertanyaan: 1. Baris 20. 103Lihat pada tabel “Responden 5/ Verbatim 5. Kode pertanyaan: 4. Baris 70-72. 104Lihat pada tabel “Responden 5/ Verbatim 5. Kode pertanyaan: 6. Baris 79-80. 105Lihat pada tabel “Responden 5/ Verbatim 5. Kode pertanyaan: 3. Baris 81-85. 106Lihat pada tabel “Responden 5/ Verbatim 5. Kode pertanyaan: 3. Baris 175-177. 107Lihat pada tabel “Responden 5/ Verbatim 5. Kode pertanyaan: 3. Baris 194-197. 108Lihat pada tabel “Responden 5/ Verbatim 5. Kode pertanyaan: 4/5. Baris 262-276. 109Lihat pada tabel “Responden 5/ Verbatim 5. Kode pertanyaan: 4. Baris 284-288.
83
Namun menurut Sitohang, kalau memang itu sudah menjadi pekerjaannya
sebagai partaganing perempuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, itu tidak
menjadi masalah.110 Namun itu tetap disebut sebagai pertunjukan.111
5.3 Kuesioner
Untuk mengetahui tanggapan masyarakat secara umum terhadap munculnya
partaganing perempuan dalam tradisi margondang Batak Toba, penulis membuat
sistem kuesioner112 yang di dalammya terdapat sepuluh pertanyaan yang akan
dijawab oleh masyarakat yang penulis pilih untuk menjawabnya.
5.3.1 Pertanyaan Kuesiner
Berikut ini adalah kuesioner yang penulis ajukan kepada masyarakat untuk
dijawab.
1. Apakah Anda merupakan orang yang peduli terhadap adat istiadat Batak Toba? a. Saya sangat peduli b. Tidak peduli
2. Apakah Anda mengetahui bahwa ada partaganing perempuan dalam tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba? a. Ya, saya mengetahui b. Ya, saya mengetahui dan mengenal partaganing perempuan tersebut c. Tidak mengetahui
3. Apa tanggapan Anda mengenai munculnya partaganing perempuan dalam tradisi margondang pada kebudayaan masyarakat Batak Toba? a. Menurut saya, munculnya partaganing perempuan tersebut adalah
sebuah pengayaan dalam tradisi margondang pada kebudayaan masyarakat batak Toba.
b. Menurut saya, munculnya partaganing perempuan tersebut tidak sesuai dalam tradisi margondang pada kebudayaan masyarakat batak Toba.
4. Pada saat upacara adat berlangsung, ternyata mengundang partaganing perempuan yang main taganing. Apakah Anda setuju? a. Ya, saya setuju
110Lihat pada tabel “Responden 5/ Verbatim 5. Kode pertanyaan: 5. Baris 291-298. 111Lihat pada tabel “Responden 5/ Verbatim 5. Kode pertanyaan: 4. Baris 284-288. 112Kuesioner adalah instrument penelitian yang berupa daftar pertanyaan untuk memperoleh
keterangan dari sejumlah responden (sumber).
84
b. Tidak setuju 5. Apakah Anda menganggap bahwa partaganing perempuan menambah suatu
khazanah kebudayaan Batak Toba? a. Ya. Menurut saya, munculnya partaganing perempuan tersebut sudah
menambah khazanah kebudayaan Batak Toba. Dan hal tersebut merupakan hal yang unik.
b. Tidak. Menurut saya, munculnya partaganing perempuan tersebut malah menyalahi tradisi yang selama ini sudah dibangun dari zaman nenek moyang Batak Toba.
6. Setujukah Anda apabila suatu saat nanti partaganing perempuan akan menyaingi kemampuan partaganing laki-laki? a. Ya, saya setuju b. Tidak setuju c. Saya tidak memihak siapapun. Itu sesuai kemampuan masing-masing.
7. Apakah Anda setuju bahwa partaganing perempuan tersebut menggeluti pekerjaan itu adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya? a. Saya setuju b. Tidak setuju
8. Apakah menurut Anda perlu dikembangkan pemain musik perempuan di dalam suatu kebudayaan khususnya di kebudayaan Batak Toba? a. Perlu b. Tidak perlu
9. Jika Anda sudah pernah melihat permainan partaganing perempuan, apakah Anda menikmati permainannya, sehingga Anda berpikir bahwa partaganing perempuan mampu menyaingi kemampuan partaganing laki-laki? a. Ya, saya menikmati permainannya tersebut dan menambah semangat b. Tidak menikmati permainannya
10. Apakah suatu saat nanti, jika Anda melaksanakan pesta adat, Anda tertarik mengundang partaganing perempuan dalam pesta adat Anda? a. Saya tertarik mengundangnya b. Tidak tertarik
Penulis membagikan lembaran kuesioner yang terdiri dari sepuluh
pertanyaan di atas kepada sepuluh orang masyarakat yang berada di daerah fokus
penelitian. Beberapa masyarakat membutuhkan bantuan untuk mengisi kuesioner
karena beberapa alasan tertentu.
85
5.3.2 Hasil Jawaban Kuesioner
Penulis mendapatkan hasil jawaban dari kuesioner sebagai berikut:
Pertanyaan Pilihan jawaban “a” Pilihan jawaban “b”
Nomor 1 10 orang -
Nomor 3 9 orang 1 orang
Nomor 4 9 orang 1 orang
Nomor 5 9 orang 1 orang
Nomor 7 8 orang 2 orang
Nomor 8 9 orang 1 orang
Nomor 9 9 orang 1 orang
Nomor 10 9 orang 1 orang
Pertanyaan Pilihan jawaban
“a”
Pilihan jawaban
“b”
Pilihan jawaban
“c”
Nomor 2 2 orang 8 orang -
Nomor 6 1 orang 1 orang 8 orang
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa:
- Pertanyaan nomor 1 mengenai keperdulian masyarakat terhadap adat istiadat
Batak Toba mendapat hasil: jawaban pilihan “a” berjumlah 10 orang, dan tidak
ada yang menjawab pilihan jawaban “b”.
- Pertanyaan nomor 2 mengenai apakah partaganing perempuan sudah diketahui
masyarakat keberadaannya. Pertanyaan tersebut mendapat hasil: jawaban
pilihan “a” berjumlah 2 orang, jawaban pilihan “b” berjumlah 8 orang, dan
tidak ada yang menjawab pilihan jawaban “c”.
86
- Pertanyaan nomor 3 mengenai tanggapan masyarakat terhadap munculnya
partaganing perempuan dalam tradisi margondang mendapat hasil: jawaban
pilihan “a” berjumlah 9 orang, jawaban pilihan “b” berjumlah 1 orang.
- Pertanyaan nomor 4 mengenai pendapat masyarakat apabila partaganing
perempuan diundang dalam sebuah upacara adat mendapat hasil: jawaban
pilihan “a” berjumlah 9 orang, jawaban pilihan “b” berjumlah 1 orang.
- Pertanyaan nomor 5 mengenai apa anggapan masyarakat terhadap partaganing
perempuan yaitu apakah menambah khazanah kebudayaan, mendapat hasil:
jawaban pilihan “a” berjumlah 9 orang, jawaban pilihan “b” berjumlah 1 orang.
- Pertanyaan nomor 6 mengenai kesetujuan masyarakat apabila partaganing
perempuan dapat menyaingi kemampuan partaganing laki-laki mendapat hasil:
jawaban pilihan “a” berjumlah 1 orang, jawaban pilihan “b” berjumlah 1 orang,
dan jawaban pilihan “c” berjumlah 8 orang
- Pertanyaan nomor 7 mengenai tanggapan masyarakat apakah partaganing
perempuan tersebut bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya mendapat
hasil: jawaban pilihan “a” berjumlah 8 orang, dan jawaban pilihan “b”
berjumlah 2 orang.
- Pertanyaan nomor 8 mengenai tanggapan masyarakat apakah perlu
dikembangkan pemain musik perempuan dalam kebudayaan Batak Toba
mendapat hasil: jawaban pilihan “a” berjumlah 9 orang, dan jawaban pilihan
“b” berjumlah 1 orang.
- Pertanyaan nomor 9 mengenai tanggapan masyarakat terhadap permainan
partaganing perempuan mendapat hasil: jawaban pilihan “a” berjumlah 9
orang, jawaban pilihan “b” berjumlah 1 orang.
87
- Pertanyaan nomor 10 mengenai kebersediaan masyarakat mengundang
partaganing perempuan tersebut dalam upacara adat mendapat hasil: jawaban
pilihan “a” berjumlah 9 orang, jawaban pilihan “b” berjumlah 1 orang.
5.3.3 Penjelasan Kuesioner
Dari hasil jawaban kuesioner di atas, dapat diketahui beberapa fakta, yaitu:
1. Faktanya, sepuluh dari sepuluh orang menjawab bahwa mereka merupakan
orang peduli terhadap adat istiadat Batak Toba.
2. Delapan dari sepuluh orang mengenal dan mengetahui bahwa ada
partaganing perempuan dalam tradisi margondang pada masyarakat Batak
Toba. Selebihnya, dua dari sepuluh orang menjawab hanya mengetahui dan
tidak mengenal partaganing perempuan tersebut.
3. Sembilan dari sepuluh orang berpendapat bahwa kehadiran partaganing
perempuan tersebut adalah sebuah pengayaan dalam tradisi margondang
pada masyarakat Batak Toba. Kemudian satu dari sepuluh orang menjawab
hal tersebut tidak sesuai dengan tradisi margondang pada masyarakat Batak
Toba.
4. Sembilan dari sepuluh orang menyetujui kalau dalam suatu pesta adat
terdapat partaganing perempuan. Selebihnya, satu dari sepuluh orang tidak
menyetujui hal tersebut.
5. Sembilan dari sepuluh orang menganggap bahwa kehadiran partaganing
perempuan menambah khazanah kebudayaan Batak Toba.
6. Delapan dari sepuluh orang menjawab netral dan tidak memihak siapapun
karena setiap orang mempunyai kemampuan masing-masing. Kemudian
satu dari sepuluh menjawab setuju dan sisanya satu orang lagi menjawab
88
tidak setuju kalau suatu saat nanti partaganing perempuan akan menyaingi
kemampuan partaganing laki-laki.
7. Delapan dari sepuluh orang menjawab setuju bahwa partaganing
perempuan tersebut menggeluti pekerjaan tersebut adalah untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya. Selebihnya, dua dari sepuluh orang menjawab tidak
setuju.
8. Sembilan dari sepuluh orang menjawab perlu dikembangkan pemain musik
perempuan dalam suatu kebudayaan. Kemudian satu menjawab tidak perlu.
9. Faktanya, sembilan dari sepuluh orang menikmati permainan dari
partaganing perempuan tersebut. Dan satu orang lagi tidak menikmati
permainan taganing tersebut.
10. Sembilan dari sepuluh orang tertarik ingin mengundang partaganing
perempuan tersebut dalam pesta adat mereka.
89
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya
maka beberapa kesimpulan yang didapat oleh penulis adalah sebagai berikut.
Tradisi margondang merupakan tradisi pada masyarakat Batak Toba yang
melibatkan permainan dan penyajian seperangkat ansambel musik, baik itu
ansambel gondang sabangunan maupun gondang hasapi. Dalam tradisi
margondang tersebut terdapat aturan-aturan memainkan yang disebut dengan adat
ni gondang. Adat ni gondang tersebut menyebutkan bahwa semua pemain musik
(pargonsi) seharusnya adalah laki-laki. Namun, pada masa sekarang sudah terjadi
perubahan dalam tradisi tersebut, yang mana sekarang pargonsi sudah tidak hanya
laki-laki saja melainkan perempuan juga sudah ikut serta dalam margondang
tersebut.
Hari Anita Nainggolan merupakan salah satu perempuan yang menjadi
seorang partaganing perempuan sampai saat ini. Hingga saat ini, beliau bergabung
dalam grup musik tradisional yang bernama “Lia Gemilang” bersama dengan
ayahnya, Alister Nainggolan. Grup musik “Lia Gemilang” tersebut cukup diminati
oleh masyarakat yang ingin mengadakan pesta adat, karena mengingat bahwa yang
mengiringi acara tersebut adalah orang yang berpengalaman seperti Hari Anita
Nainggola dan Alister Nainggolan.
Penulis menyimpulkan bahwa Hari Anita Nainggolan menggeluti pekerjaan
tersebut karena tiga faktor. Pertama, faktor keturunan, Hari Anita Nainggolan lahir
dari keluarga musisi, yang mana ayahnya adalah pemusik Batak Toba juga dulunya
pemeran dalam Opera Batak dan ibunya juga anggota Opera Batak. Oleh karena
90
itu, semangat mengembangkan tradisi ada dalam dirinya. Kemudian yang kedua,
faktor talenta, menurut beliau talenta tersebut diberikan Tuhan kepadanya sehingga
harus dikembangkan. Ketiga, faktor ekonomi, untuk membantu keluarganya
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keempat, karena faktor perubahan budaya secara
global, masyarakat Batak Toba dapat menerima kehadiran partaganing perempuan
di tengah-tengah partaganing laki-laki.
Dari hasil penelitian skripsi ini, penulis menyimpulkan bahwa kehadiran
partaganing perempuan tersebut merupakan sebuah pengayaan dalam tradisi
margondang khususnya di Desa Lumban Barat. Alasannya yaitu karena masyarakat
yang ada di Desa Lumban Barat menerima keberadaan partaganing perempuan
tersebut. Bentuk penerimaannya adalah dengan mau mengundang beliau beserta
grup musik “Lia Gemilang” dalam pesta adat yang masyarakat adakan.
Dari kesimpulan-kesimpulan di atas, penulis dapat mengatakan bahwa
walaupun telah terjadi perubahan pada tradisi margondang di Desa Lumban Barat
yang dulunya pargonsi adalah laki-laki dan sekarang ada perempuan, namun tradisi
margondang tersebut tetap berjalan dengan semestinya. Kehadiran partaganing
perempuan tidak mengganggu terhadap keberlangsungan adat di Desa tersebut.
6.2 Saran
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam membuat tulisan ini.
Untuk itu, penulis berharap bagi para peneliti selanjutnya untuk semakin
menyempurnakannya.
Bagi para peneliti selanjutnya, penulis juga berharap supaya mengkaji
teknik permainan yang dimainkan oleh partaganing perempuan. Karena skripsi
91
yang membahas tentang hal tersebut belum pernah ada dalam skripsi
Etnomusikologi.
Penulis juga berharap para pelaku budaya dan para akademisi agar kiranya
tetap peduli terhadap kebudayaan musik tradisional Batak Toba dengan sosialisasi
yang dilakukan terhadap generasi-generasi muda. Selanjutnya sebagai masyarakat
Batak Toba kiranya menghargai kebudayaan milik sendiri serta melestarikannya.
92
DAFTAR PUSTAKA
Basrowi, M.Pd, Dr dan Suwandi, M.Si, Dr. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Rineka Cipta. Emmi Simangunsong, M.A, Dra. 2006. Musikologi Batak. Medan: Universitas
HKBP Nomensen Hutajulu, Rithaony dan Irwansyah Harahap. 2005. Gondang Batak. Pusat
Pendidikan dan Seni Tradisional, Universitas Pendidikan Indonesia (P4SPI UPI).
Irianto, Sulistyowati. 2003. Perempuan di antara Berbagai Pilihan Hukum: Studi
Mengenai Strategi Perempuan Batak Toba Untuk Mendapatkan Akses Kepada Harta Waris Melalui Proses Penyelesaian Sengketa. Jakarta : Buku Obor.
Koesnoe, Moh. 1979. Catatan-catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini.. Jakarta:
Airlangga University Press Merriam, Alan P. 1964. The Antrhopology of Music. Chichago: Nortwestern
University. Merriam, Alan P. 1995. “Beberapa Definisi tentang Musicology Comparatif dan
Etnomusikologi: Sebuah Pandangan Historis-Teoritis” dalam R. Supanggah (editor) Etnomusikologi. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Megauli Aritonang. 2014. ‘Peranan Perempuan Dalam Gereja’, dalam Hum Gultom
(peny.). Suara GKPI Sarana Komunikasi dan Pembinaan Gerejawi Edisi Juni. Hal 17-18.
Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Ethnomusicology. New York: The Free
Press of Glencoe. Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Purba, Mauly. 2000. “Gereja dan Adat: Kasus Gondang Sabangunan dan Tortor,”
dalam Indonesian Jurnal of Social and Cultural Antropology Thn XXIV No 62. hal 25-41.
Rajamarpodang G, D.J. 1992. Dalihan Na Tolu dan Prinsip Dasar Nilai Budaya
Batak. Medan: CV. Armanda. Siahaan, Binsar Muller. 2012. Parrambuan Adat Batak Dalihan na Tolu/ Kondisi
Adat Batak di Masa Kini. Medan: PT. Hasli Jaya. Soelaeman, M.Mumandar. 2000. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung:
PT. Refika Aditama.
93
Sadli, Saparinah. 2010. Berbeda Tetapi Setara: Pemikiran Tentang Kajian
Perempuan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Simangunsong, Jimmy. 2014. “Patriaki? No! Feminis? Yes!.” dalam Hum Gultom
(peny). Suara GKPI Sarana Komunikasi dan Pembinaan Gerejawi Edisi Juni. Hal 19-23.
Sibarani, Robert. 2013. Pendekatan Antropolinguistik dalam Menggali Kearifan
Lokal Sebagai Identitas Bangsa. Medan: Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Takari Muhammad, Heristina Dewi, Fadlin, et al. 2008. Masyarakat Kesenian di
Indonesia. Medan: Penerbit Studia Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.
Thomson Hutasoit. 2012. Solusi Adat Batak Toba. Medan. Wolfman, Brunette R. 1989. Peran Kaum Wanita. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
DAFTAR WEB
(http://www.bppk.depkeu.go.id/webpajak/index.php/artikel/opini-kita-lain-lain/1321-perempuan-dan-kesetaraan-gender) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30335/5/Chapter%20I.pdf file:///C:/Users/USER/Downloads/gender%20browsing/KEDUDUKAN%20PEREMPUAN%20DI%20DALAM%20ADAT%20BATAK%20TOBA.htm
94
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Hari Anita nainggolan
Umur : 39 Tahun
Alamat :Desa Lumban Barat, Humbang Hasundutan
Pekerjaan : Pemain taganing dan petani
2. Nama : Tiurma Nainggolan
Umur : 41 Tahun
Alamat :JL. Saudara No.30. Simpang Limun. Medan
Pekerjaan : Pemain Taganing
3. Nama : Marcius Sitohang
Umur : 61 tahun
Alamat : JL. Martoba II
Pekerjaan : Dosen pengajar dan musisi Batak Toba
4. Nama : Alister Nainggolan
Umur : 72 Tahun
Alamat :Lumban Barat, Humbang Hasundutan
PEKERJAAN : Musisi Batak Toba
5. Nama : Rahimmuddin Hutagalung
Umur : 31 tahun
Alamat : Lumban Barat, Humbang Hasundutan
95
RESPONDEN I No. Data Pribadi Keterangan 1. Nama Hari Anita Nainggolan 2. Usia 39 tahun 3. Jenis Kelamin Perempuan 4. Agama Islam 5. Alamat Desa Lumban Barat, Kecamatan Paranginan,
Kabupaten Humbang Hasundutan. 6. Pekerjaan Pemusik Batak Toba sebagai partaganing
perempuan 7. Status Menikah 8. Asal Samosir 9. Nama orang tua Alister Nainggolan 10. Pekerjaan orang tua Erlina Silaban VERBATIM 1
No Data Keterangan 1. Tanggal wawancara 21 Juli 2014 2. Lokasi Kediaman Responden 3. Waktu wawancara 10.00-10.35 4. Judul Rekaman Audio Suara 021
96
Baris Pertanyaan Respon Analisa Refleksi Kode
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Mmm…Apa nama grup yang menaungi…tante bekerja… sebagai partaganing?
Oh, grupnya….“Gia Gemilang”.
Informan hingga saat ini bekerja dengan grup musik “Lia Gemilang”
1
Ooo…yang nama ketuanya…yang punya “Lia Gemilang”?
Jhonson Sihiteee..pengusahanya itu Jhonson sihite lah…
Informan bermaksud untuk memberitahukan nama pemimpin dalam grup “Lia Gemilang” yang bernama Jhonson Sihite
1
Mmm…biasanya dimana aja gitu…mmm…tante memainkan taganing,,,daerah-daerahnya!
Oh, kalau daerahnya itu gak bisa kita sebut satu-persatu, karena banyak…tempat-tempatnya itu… Mau di pelosokan, mau di kota.
Informan sudah banyak mengunjungi beberapa tempat untuk bermain taganing. Mulai dari kota sampai ke pelosokan desa.
2
Karena udah hampir semua yah yang undang?
Iya, hampir Humbang Hasundutan, uda hampir semua itu.
Ternyata sudah hampir seluruh Humbang Hasundutan pernah mengundang beliau bermain taganing.
Penulis ingin memastikan apakah sudah hampir semua dijalani oleh informan sebagai partaganing perempuan. Namun, apakah memang benar, atau hanya sebagian ?
2
Mengenal yah…? Mengenal tante, main musik, main taganinglah.
Masyarakat sudah mengenal Hari Anita Nainggolan sebagai partaganing perempuan.
2
Mmm..Dari umur berapa
Kalau aku hari itu masih 18 tahunlah ke atas. Tapi….
Informan memulai
3
97
49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98
tante..mmm…terjun dalam dunia musik tradisi?
kalau yang uda biasa lapangan 19 ke ataslah.
pekerjaannya sebagai partaganing perempuan yaitu pada saat usianya 18 tahun, dan pada usia yang ke 19 tahun, beliau semakin lebih aktif lagi dalam pekerjaannya bersama ayahnya.
Tapi belajarnya dari 10- 11 tahun ya?
Iyah, masih anak kecillah itu, SD lah itu. Menaungi itu belajar-belajar.
Pada waktu masih ber-Sekolah Dasar, beliau mempelajari bermain alat musik taganing.
3
Trus, mmm…emang pekerjaan pokok tante ini… memang jadi pemusik kan?
Iyalah, jadi pemusiklah. Pekerjaan informan adalah sebagai pemusik tradisi Batak Toba
4
Sebelum ini, apakah tante pernah bertani?
Iyalah, bertanilah kalau gak ada musik… waktu di Dolok Sanggul, ya kita berladanglah tanam-tanaman. Tanam buah, cabe. Ya kek gitulah, bertanilah awak bilang.
Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, apabila tidak ada panggilan untuk bermain musik, beliau bekerja di ladang.
4
Tapi sempat juga markombat itu kan?
Sempat. Sebelum kita dikenal orang, waktu kita baru pindah ke Dolok Sanggul, kita belum diketahui orang sebagai pemain musik. Ya ambil kayu dari hutanlah.
Sebelum informan dikenal masyarakat sebagai pemusik tradisional, informan sebelumya bekerja di hutan untuk mengambil kayu untuk dijual guna mencukupi kebutuhan keluarganya.
Penulis menanyakan hal tersebut karena sebagian besar masyarakat di Desa itu bekerja sebagai Parkombat
4
Pas tinggal di Sampean Aek Bottar?
Iyah, waktu di situ. Hampir dua tahunlah tante mengalami.
Informan sudah hampir dua tahun bekerja
4
98
99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148
mengambil kayu dari hutan sebelum menjadi seorang pemain musik.
Dengan uda (suami)? Iyah. Ya dengan suamilah. Informan bersama suaminya bekerja sebagai parkombat.
4
Mmm… Apakah tante menekuni pekerjaan ini dari diri tante sendiri…dan kemauan sendiri?
Ya kemauanku sendirilah. Informan memang ingin bermain musik. Kemauannya tersebut berasal dari dirinya sendiri dan tanpa paksaan.
5
Karena talenta gitu? Talenta yang dikasih Tuhan itu, ya kita asah dulu. Lagipula kan itu batangan untuk keluarga kita juga. Bisa mencukupi untuk keluarga kita. Karena itupun pekerjaan yang halal dan baik juga sama masyarakat. Bisa kita bedakan yang mana yang gak bagus, yang mana yang gak bagus. Ini karna bagus. Masyarakat-pun merasa senang, kita juga senang melakukan pekerjaan.
Informan berpendapat bahwa talenta yang diberikan oleh Tuhan kepada beliau sangat berguna bagi keluarga dan masyarakat. Beliau mengatakan bahwa pekerjaannya tersebut tidak bersifat negatif melainkan bersifat positif bagi keluarga dan masyarakat. Dari pekerjaannya tersebut, beliau dapat mencukupi kebutuhan keluarganya.
5/6
Berarti dari diri sendiri?
Dari diri sendirilah. Dan diri kita sendiri duluan. Kalau memang hati kita senang, ya kita kerjakan. Kalau kita gak senang, ngapain kita kerjain. Ini kerja kita yang paling
Beliau senang menekuni pekerjaan ini karena pada dasarnya beliau menekuninya dari diri sendiri
5/6
99
149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198
senang ya kita kerjain. dan tanpa paksaan.
Yang mengajari tante kemaren itu…waktu kecil itu, orangtua?
Sebenarnya bukan pernah diajarin. Karena dilarang waktu dulu. Perempuan gak dikasih itu. Dilarang itu.
Ternyata beliau tidak pernah diajari oleh ayahnya sebab perempuan tidak diijinkan bermain musik pada waktu itu.
Orang tua informan adalah seorang musisi tradisional Batak Toba.
5/6/9
Ooo..Berarti bukan orangtua. Apakah dari luar yang mengajari?
Dari luar pun tidak. Dari diri kita sendiri. Kita melihat, makanya ada pepatah mengatakan “mata guru roha si sean, uhut parohaon”. Karena kuperhatikan kek gitu kerja orang bapak ini. Sekolah kian aku…jadi gak ada mau sekolah. Karena ku tengok, bagus juga ya…pekerjaan ini… Jadi bapak kita sama mama, ditanya kita bagus-bagus. Kau mau sekolah apa enggak. Jadi akupun gak ada otak-otak ku mau sekolah. Uda mau keseni kesenian aku. Jadi, ya, “kalo tau kau, dari mana kau bisa pake itu? Gak pernah kau pake.” Itulah dulu pertanyaan orangtua kita kan?. Bisa aku (sambil berteriak)…..kubilang. Karena gak pernah orang itu, gak pernah lihat aku main musik. Karena aku berondok-berondok di luaran sana. Ada musik di sana pesta sana, pigi aku lari kesitu sama kakakku yang di Medan. Udah gitu…dicoba bapaklah. “Coba lah dulu ini. Kalau memang betul kau main musik, gak mau lagi kau sekolah, cobakkan ini”, katanya. Ya datanglah
Dari penjelasan beliau tersebut, penulis menarik kesimpulan bahwa: - Informan
belajar bermain musik tidak diajarin orang tuanya dan tidak diajarin siapapun. Beliau belajar secara melihat saja dari orang-orang yang sedang bermain musik di upacara adat maupun pesta adat.
- Orang tua informan sangat ingin informan bersekolah terlebih dahulu, tapi karena tekad beliau yang kuat untuk bermain taganing, orang tua tidak bisa memaksakan.
- Setelah orang tua mengetahui bahwa informan bisa memainkan beberapa reportoar, merekapun
Apakah memang benar-benar tidak ada yang mengajari?
5/6/9/18
100
199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248
opungmu…dibikinnyalah gondang ini. Waktu itu masih dua yang bisa ku pake, antara dua dan tigalah itu. Ditengok orang itu aku bisa kan. “Loh, dari mana dia tahu, bukannya diajarin, kok bisa gitu, yaudah kalo gitu, gak ada lagi kau mau sekolah, udalah… Tapi janganlah ada penyesalanmu nanti belakangan hari. Kalau bagian seninya itu memang bisa itu belakangan, sekolah utamakan”. Itu kiannya pesan opungmu samaku. Tp karena bandalku….. gak ku akui aku orang baik, aku memang bangsa orang bandal, uda kawinnya aku uda tobat (tertawa). Uda tobat aku kan,,,(tertawa). Uda gitu, jadi latihan, latihan, latihan, latihan sama opung. Kalo hari itu sempat kami ngamen, menguji mental. Kan kalo bagian kesenian, mental paling utama.
kemudian membimbing beliau.
- Informan pernah mengamen untuk menguji mental dalam bermain musik.
Iyah. Kalau kuat mental kita, dimanapun kita berjalan lancar. Jadi kita diuji opung inilah di lapangan terbuka kek gitu. Marende i gitu, nyanyi sambil main musik, mental kita kuat. Uda gitu, uda bangkit-bangkitlah sampe uda dewasalah. Dewasalah kita kan, sampe dipanggil gubernur si Rajaenal waktu dulu…sampe pigi ke Jakarta, sampe ke luar negri, sampe sekarang lagi, uda berumah tangga tante, uda punya anak ampat, suamipun disetujui pekerjaanku, gak ada gak
Penulis menarik kesimpulan bahwa: - Mental yang
kuat sangat diperlukan untuk menjalankan suatu pekerjaan
- Setelah informan tekun mempelajari bermain taganing, setelah dewasa beliau sudah banyak melewati pengalaman-
2/4/8
101
249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298
setuju, setuju. Suamiku paling utama, karena nikahpun aku sama dia, kalau memang gak setuju kian, gak mungkin kan panjang. Ini…karena setujunya suami tante, sampe sekarangpun…kutekunilah pekerjaanku ini dengan ikhlas, dengan hati yang senang. Senang di hatiku dan membanggakan diriku sendiri. Sampe ke luar negri, bisa kita ditampilkan di sana membawakan tradisi kita. Itukan uda suatu kebanggaan…untuk kita kan….??
pengalaman sampai ke luar negeri untuk membawa tradisi Batak Toba
- Beliau bangga sudah membawa tradisi Batak Toba sampai ke luar negeri.
- Suami beliau sangat setuju akan pekerjaan beliau sebagai partaganing perempuan.
- Informan sangat menekuni pekerjaannya
Iyah. Trus, faktor-faktor apa saja yang membuat tante memilih menjadi partaganing perempuan? Apakah…mmm pertama kan talenta memang. Ada faktor yang lain? Misalnya untuk ekonomi gitu? Iyah, ekonomi?
Ekonomilah. Ini sekarang sangat membantu, bukan lagi membantu, SANGAT (penekanan kata).
Selain dari faktor talenta, faktor ekonomi juga membuat informan memilih menjadi seorang partaganing perempuan.
6
Sangat membantu ya? Apakah karena penghasilannya lebih atau gimana?
Iyah, lebih dari desa-desa. Agak lumayanlah sikit…penghasilannya dari saweran-saweran itu, tambahan. Agak mendukunglah untuk kehidupan kita seharri-harri. Janganlah dulu tahunan. Sehari-harilah dulu kita pikirkan kan?. Tahun depan belum tentu tahu kita kek mana nanti. Minggu inilah dulu, hari ini dulu, kek mana kita, selamatnya kita bisa makan? Tapi kita syukuri sama Tuhan.
Penulis menarik kesimpulan bahwa: - Penghasilan dari beliau dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Dan menurut beliau, penghasilannya tersebut lebih dari penghasilan sebagaian dari masyarakat
Apakah penghasilan yang responden dapatkan memang melebihi penghasilan yang didapatkan oleh masyarakat lain yang tinggal didaerah tersebut. Hal tersebut
4/ 6/12
102
299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344 345 346 347 348
desa. - Informan selalu mengucap syukur kepada Tuhan
belum bisa dibuktikan.
Ada faktor yang lain tante?
Kalo faktor yang lain, apalah yang mau kubilang ya…
Informan masih memikirkan faktor lainnya.
6
Alasan gitu, alasan menjadi seorang musisi.
Ya faktornya itulahhh. Itu ajalah faktornya…
Setelah informan berpikir lama, faktor yang dimaksud hanya yang disebutkan sebelumnya saja.
6
Oh, berarti faktornya yang pertama karena talenta, yang kedua ekonomi.
Ekonomi, itulah faktornya. Karena talenta sama ekonomi kan mendukung. Dua-duanya itu saling mengisi.
Menurut informan talenta dan ekonomi saling mendukung.
6
Kemudian, mmm…
Menurut tante itu…apakah salah dalam tradisi Batak Toba, perempuan bermain taganing?
Waktu dulu salah. Pada waktu dulu, salah kalau perempuan bermain taganing.
Jawaban yang diberikan tidak spesifik. Kata “dulu” tidak mewakili jawaban. Kira-kira pada waktu kapan?
7
Waktu dulu salah? Kenapa?
Iyah. Waktu dulu salah. Jadi perempuan itu tidak dibolehkan mengetahui banyak bagian tradisi. Hanya bagian orang itu dulu katanyaa “hanya nyanyi sama tarian”. Tapi kalo untuk tradisi itu main musik, gak diperbolehkan perempuan.
Pada waktu dulu, perempuan hanya boleh melakukan nyanyian dan tarian dalam tradisi Batak Toba. Tetapi kalau bermain musik tidak diperbolehkan.
7
Sama sekali? Sama sekali tidak diperbolehkan. Baru sekarang kita meningkatkan.
Sama sekali tidak diperbolehkan perempuan bermain taganing. tetapi pada masa sekarang sudah meningkat dan
7
103
349 350 351 352 353 354 355 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398
diperbolehkan. Karena perkembangan zaman ya...uhmmm
Iyah, zaman yang menentukan sekarang. Uda sebagian pekerjaan laki-laki itu, uda bisa kita perempuan mengerjakannya. Sebagian itu ada yang gak di…tunjukkan pekerjaan itu, didiamkan. Ada juga yang seperti tante, uda tau semua orang, uda kenallah samaku.
Menurut informan, pada masa sekarang pekerjaan laki-laki sudah boleh dikerjakan kaum perempuan. Tetapi ada yang tidak mau menujukkan keahliannya tersebut. Berbeda dengan informan, beliau malah menunjukkan kemampuannya bermain taganing.
7
Di Dolok Sanggul ini uda pada kenallah ya?
Uda. Uda klen tanya pun nanti, “tau rumahnya kalau boru Nainggolan parmusik itu?”. Trus, “oh, si borneng na martaganing i do?”, katanya “Oh, disan do jabu ni i”. Nah begitu. Uda tau orang itu, siapapun ditanya. Lain kalo orang tua yang uda pikun. Itu nanti bulak-balik nanti, “Oh iseee?” Gitu-gitu nanti kan? (tertawa)
Informan mengatakan bahwa kebanyakan orang sudah mengenal beliau sebagai partaganing perempuan. Bahkan tempat tinggal beliau sudah banyak yang mengetahuinya.
7
Apakah tante bangga sudah melestarikan tradisi margondang Batak Toba ini?
Yaah banggallah. Kita sebagai apa namanya? Eehmm…suku Batak, bisa kita bawakkan alat kita. Itu kan sangat membanggakan. Hanya belum ada peningkatan kita untuk selanjutnya... Tapi kalau mau butuh bantuan ntah sementara, uda kita diijinkan. Uda diperbolehkan. Kita memang belum pande, bukan kubilang aku pande dalam tradisi.
Beliau bangga sudah melestarikan tradisi Batak Toba, dan beliau berharap tradisi meningkat. Beliau mengatakan bahwa beliau sudah diijinkan untuk membantu meningkatkan tradisi Batak Toba ini.
5/8
Untuk melestarikanlah Cuma melestarikan aku ya. Informan juga 8
104
399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423 424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436 437 438 439 440 441 442 443 444 445 446 447 448
ya? Tapi kalo untuk ngajar-ngajarin untuk sekolah, siapa yang membutuhkan, Kepala Sekolah itu, sebagian kita kasih pengetahuan kita itu siapa yang mau manggil. “Coba dulu bu, ajarin dulu anak-anak kita di sekolah mau main taganing”, katanya. Ya kita kasih pukulannya. Ya kalo uda tamat orang itu, ya cukup. Itu kan sebagai penghargaan juga sama kita kalo kita dipanggil. Kalo gak dipanggil, ya kek ginilah, diam aja di rumah tunggu ada pesta.
direkomendasikan untuk mengajari anak-anak sekolah untuk bermain taganing. Ketika tidak ada jadwal apapun dalam kesehariaannya, beliau tinggal menunggu panggilan untuk mengisi acara pesta adat.
Iyah yah.. (tertawa) Heheheh (tertawa), itulah attong. Tunggu ada pesta, (tertawa)
- 8
Mmm.. Apa tanggapan orang tua…ketika tante memutuskan ingin menekuni perkerjaan ini? Setuju aja gitu?
Ya apalah dibilang orangtua itu. Mau dilarang, nanti takutnya rittik…anaknya, jadi lari. Kan zaman dulu memang tidak dibolehkan. Itu juga yang dulu yang dijaga orangtua. Tapi sekarang orangtua kita itu uda merasa bangga, karena anaknya semua bisa tampil bukan hanya di daerah dan kota, luar negri uda dijalani. Itu satu kebanggaan sama orangtua kita. Biarpun anaknya itu gak ada yang tamatan, gada yang SH, Sitaba Hau nya semua anaknya itu, hehehe, tapi bisa dipijak negara orang lain. Itu satu uda kebanggaan orangtua kita dan kita juga belum tentu…yang banyak uangnya, belum tentu bisa menjalani itu. Tapi karena dikasih Tuhan rejeki,
Orang tua informan sudah tidak melarang beliau lagi akan pekerjaannya. Bahkan orang tua menjadi sangat bangga karena beliau sudah sampai ke luar negeri untuk membawa tradisi. Informan juga mengatakan bahwa keramahan yang paling utama dalam dunia kesenian agar orang senang kepada kita.
6/7/8/ 9
105
449 450 451 452 453 454 455 456 457 458 459 460 461 462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 475 476 477 478 479 480 481 482 483 484 485 486 487 488 489 490 491 492 493 494 495 496 497 498
disembunyikan gak sekolah kita, tapi talenta kita itu ditunjukkan dan pengetahuan kita juga. Paling utama keramahan do attong. Keramahan kita itu bagaimana? Biarpun kita pandai, kalau kita ngomong sama orang sombong, belum tentu kita dipanggilnya. Tapi karena kita ditengok keluarga opungmu semua, kayak tante, tantemu yang di Medan, sama tulang(mu yang di porsea, semualah keluarga opung, bangsa ramah sama siapapun. Ngomongnya bagus, gak terlalu. Memang kuat suara kami itu seperti “petir”…
Hahahahah….(tertawa)
Guarrr guarrrrrr guarrrrrr. Gitu kan suaranya. Tapi itu aja dari mulut, tapi di dalam, haaaaa. Siapa yang ngunjungi rumah kami, kami anggap seperti keluarga kami sendiri. Gak ada kami pikirkan, “ah jolma na lain de i”. Dang adong roha name songoni. Seperti uda kami sendiri itu. Kami hargai semua orang yang datang menghargai kita. Karena keramah-tamahan kita itulah, kita jadi dihargai pemerintahlah opungmu ini kan. Anak-anaknya juga diakui. I do daba inang…
Orang Batak identik dengan suara yang keras. Namun, hati mereka berbeda. Begitu juga dengan keluarga informan, mereka menganggap orang yang berkunjung ke rumah mereka adalah keluarga sendiri. Keramah-tamahan mereka membuahkan hasil, yaitu pemerintah mempercayakan mereka untuk menerima penghargaan sebagai musisi.
Trus… Apakah ada sindiran dari orang gitu? Bagaimana tante menyikapi sindiran
Ada juga sindiran yang positif, ada juga yang sensitif, eh negatif. Ada yang bilang, “dang maila
Informan sering mendapat kritikan yang positif dan
4/5/6/7/8/ 10
106
499 500 501 502 503 504 505 506 507 508 509 510 511 512 513 514 515 516 517 518 519 520 521 522 523 524 525 526 527 528 529 530 531 532 533 534 535 536 537 538 539 540 541 542 543 544 545 546 547 548
tersebut? ho?, gak malu kau kek gitu kau main musik di lapangan terbuka kek gitu, joget-joget kau, nyanyi-nyanyi”. Itu kalau orang yang gak tau kesenian. Tapi sebagian orangtua, ibu-ibu yang lain, kalo bapak-bapak itu merasa bangga. “Bah, sedangkan aku laki-laki gak bisa makeknya itu, masa ini perempuan…bisa dipegangnya ini. Bah, jago nai karejo on mu on da ito”. Ada juga kek gitu sama awak. Mamak-mamak pun, “akupun merasa banggalah kalo bisalah, ajarilah dulu aku bah, biar bisa aku kek kau itu, biar jangan mangula aku. Capek aku ke ramba sana. Ini stedi-stedi, cantik-cantik awak, bisa di pesta, semua orang kenal. Kalo yang di sawah ini, sama keluarga aja yang kenal. Kalo kau, uda semua orang yang kenal. Haaa itulah apanya. Sebagian ada yang bilang, “gak malu kau nanti sampe tua kau kek gitu?”. “Iyah, sampe mau putus nafasku, gak persoalanku itu. Kalo memang dikasih Tuhannya talentaku ini mau pekerjaanku, mencukupi untuk keluargaku, ngapain aku malu. Bukan mencuri aku”, kubilanglah.
negatif. Tetapi informan memegang prinsip bahwa pekerjaan yang dilakukannya itu adalah halal dan berguna untuk keluarganya.
Apa sebutan untuk tante ketika bermain taganing, apakah amang?, amang pargonsi?
(tertawa) ini ada juga (tertawa). Jadi ketawa aku ingat itu (tertawa). Karena bagian lapangan ini kan, jadi bingung orang itu manggil. Kan “amang panggual pargonci”, inikan jadi aku yang menyerrrah.
Dalam pesta adat, informan tetap dipanggil dengan sebutan amang walaupun dia perempuan.
Apakah sebutan amang untuk perempuan masuk akal?
8/11
107
549 550 551 552 553 554 555 556 557 558 559 560 561 562 563 564 565 566 567 568 569 570 571 572 573 574 575 576 577 578 579 580 581 582 583 584 585 586 587 589 590 591 592 593 594 595 596 597 598 599
Jadi aku bilang aja sama orang itu,“udalah, kalo di lokasi ini, aku bapak-bapak”, (tertawa) kubilang sama orang itu. Di lokasi kerjaanku ini aku bapak-bapak, gak mungkin klen bilang “inang”. Itu gak bagus.
Karena tradisinya amang ya…
Tradisinya amang. Tapi karena disini lapangan terbuka, gak usah panggil aku inang. Anggap aja aku laki-laki di tempat ini. (tertawa)
Walaupun perempuan, beliau tetap dipanggil amang untuk menghormati adat.
8/11
Harus profesional yah?
Iyah, proposional. Cowok ajalah, kubilang kek gitu sama orang itu. Memang orang itu memanggil mau marpilitan, “di hamu amang panggual pargonci dohot hamu inang panggual pargonci”. Jadi di dabel dua-lah, gak dabel satu dia. Jadi ikut dihargai amangnya dulu, baru inang. Haaa… itu sering di lapangan kek gitu. Jadi kek manalah manggilnya kubilang. Bapak…mama…. Kubilang mama.. bapak…. Jadi aku sendiri yang kasih tau sama orang itu kan, biar jangan bertuuppurr orang itu. “Udah, bilang ajalah, kalo bagian lapangan, samakan ajalah Bapak semua panggil”, kubilang. “Amang panggual pargonci parindahan na susuk, parlopa na tabo”. Gitulah kubilang sama orang itu. “Gabe amang…gabe amang….”, gitulah aku attong bilang sama orang itu ya kan?. I do attong daba inang….
Sering dalam pesta, informan disebut sebagai inang, tetapi beliau bersikap profesional. Beliau tetap ingin disebut sebagai amang saja.
4/10/11
Berapa penghasilan Kalo pesta memang gak Gaji pokok 12
108
590 591 592 593 594 595 596 597 598 599 600 601 602 603 604 605 606 607 608 609 610 611 612 613 614 615 616 617 618 619 620 621 622 623 624 625 626 627 628 629 630 631 632 633 634 635 636 637 638 639
yang tante dapatkan sekali tampil?
terlalu banyak, gak terlalu sikit. Ya kalo perharilah kita attong kerjanya, Rp.200.000 lah itu. Kalo ada saweran, mauliate. Ada juganya, lebihlah itu. Tapi gak menentu setiap hari. Kan itu rejeki juganya itu kalo saweran itu, gak menentu itu. Yang menentu yah 200lah satu hari.
perhari yang informan dapatkan yaitu Rp.200.000.
Uhmm… Kalo gak ada saweran, ya yang 200 ribu inilah kita bikin uang rokok uda mu. Karna berjaga-jaga dia satu harian penuh, mengkawan-kawani awak. Mengawal, satpam yang tak bergaji, kek yang dibilangnya itu, aha ma di dok na, petugas na so margaji. Ya beli rokoknya. Tapi kalo ada saweran, yang 200 ini ya cukup kita bawa ke rumah. Kita cukup-cukupkan, bukan cukup namanya itu. Zaman sekarang, mana cukup 200, mau beli beras aja sekarang uda berapa ratus ribu. Lain lagi ini, lain lagi itu, lain lagi sekolah. Tapi kan, sikitpun itu kalo memang Tuhan berkati, cukup semua. Bukan karena banyak pencaharianku itu, gak aman kita. Sikitpun itu pencarian kita itu, cukup dibikin, damai keluarga. Gak ada yang ribut-ribut kan?
Suami informan turut menemani informan ketika sedang bekerja di pesta. Oleh karena itu, apabila ada saweran yang didapatkan, itulah yang diberikan untuk membeli rokok suaminya. Informan mengatakan Tuhan pasti mencukupkan semua.
12
Iyah… Itu yang paling utama. Yang terutama bagi informan adalah membahagiakan keluarganya dan berserah pada Tuhan.
12
Berapa orang bersaudara keluarga
Dari keluargaku? Empat kami cewek, empat kami
Ada 8 bersaudara.
13
109
640 641 642 643 644 645 646 647 648 649 650 651 652 653 654 655 656 657 658 659 660 661 662 663 664 665 666 667 668 669 670 671 672 673 674 675 676 677 678 679 680 681 682 683 684 685 686 687 688 689
tante? cowok. Semua pemusik? Pemain musik semuanya.
Tapi yang sering dibawa ke lapangan hanya aku sama tantemu yang di Medan, sama tulangmu yang di Porsea. Dan di Sampean Aek Bottar. Tapi kalo seperti tantemu yang di Medan dan tantemu yang adekku, kalo ada acara entah membawakkan drama, barulah orang itu ikut. Ikutlah itu drama, ikutlah itu tarian, ikutlah itu nyanyi. Kalau musik, hanya kami aja. Orang uda biasa ke lapangan, pesta-pesta.
Semua saudara dari informan adalah pemusik. Tetapi sebagian ada yang sebagai penari dan penyanyi.
13
Jadi tulang yang satu lagi, yang Ais nainggolan itu, bagian nyanyi?
Iyah, itu bagian nyanyi. Itu KDI. Bukan tradisi itu. Dia pedangdut itu. Dia serba bisa memang. Tapi kalo musik gak tau. Sama sekali dia nol, sama musik. Tapi kalo vocal bisa. Lagu-lagu batak dia janggal. Biasanya dia di kota sana, dangdut ajalah, pop, sama lagu bahasa inggris. Lagu-lagu kita masa-masa opera itu mana tau dia itu. Tapi ngerti dia. Bilangnya itu aja dia janggal.
Adik informan yang benama Ais Nainggolan pernah menjadi kontestan KDI. Berbeda dari saudara-saudara yang lain, Ais Nainggolan tidak mengikuti jejak keluarganya. Beliau lebih memilih lagu dangdut daripada musik tradisi.
13
Siapa nama ayah dan ibu?
Nama bapakku Alister Nainggolan. Nama mamak Erliana boru Silaban.
Kedua orang tua beliau sama-sama pemeran Opera Batak.
14
Berapa jumlah anak tante?
Anakku ampat. Satu laki-laki, tiga perempuan.
Anaknya ada 4 orang.
15
Paling besar? Paling besar si Hotania Hutagalung namanya. Paling kecil Sri Handayani. Nomor dua, Riandi Hutagalung. Nomor tiga, Marshanda Hutagalung.
- 15
Apa nama alamat tempat tinggal tante sekarang?
Lumban Barat, Paranginan, Humbang Hasundutan
Responden menjelaskan alamat beliau.
16
Apakah ini masih Iyalah inikan nama Informan 16
110
690 691 692 693 694 695 696 697 698 699 700 701 702 703 704 705 706 707 708 709 710 711 712 713 714 715 716 717 718 719 720 721 722 723 724 725 726 727 728 729 730 731 732 733 734 735 736 737 738 739
daerah Dolok Sanggul?
kampung ini, seperti Sampean lah kan, Sampean Aek Bottar, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan. Ini nama kampung ini Lumban Barat, Kecamatan Paranginan, Kabupaten Humbang Hasundutan. Itulah namanya ini.
menjelaskan alamatnya yang sekarang dengan mencontohkan alamatnya yang lama.
Ada partaganing laki-laki yang tante kenal?
Uda pindah dia, hari itu ada kukenal. Uda di Jakarta dia sekarang.
Ada yang dikenal tetapi sudah di Jakarta
Responden tidak menjawab pertanyaan yang diajukan.
17
Mahir juga? Gak pala. Hanya sekedar aja.
Hanya sekedar. Batasan “sekedar” tidak ada.
17
Berapa jumlah pola taganing yang tante ketahui?
Sebenarnya gak ada nama polanya. Ikut irama aja.
Menurut responden, dia memainkan taganing hanya dengan mengikuti irama.
Apakah benar hanya mengikuti pola saja?
18
Ikut irama aja, ohh….. Iyah, ikut irama aja. Karena pola itu beda-beda.
Responden mengatakan pola taganing berbeda-beda
Apa perbedaannya?
18
Jadi kalau misalnya lagu cepat?
Ya temponya cepat. Kalo lambat dia, lambat temponya. Hanya sama kita tempo.
Menurut informan, pemainlah yang mengatur tempo. Kalau tempo lambat, maka memainkan tempo lambat, dan begitu sebaliknya.
18
Ada berapa macam yang sering tante mainkan?
Sesuai dengan lagulah, apa lagunya. Biasanya satu irama dia, tapi kalo memang cepat dia satu irama. Kalo gendang ini, itukan ada yang yang paling besar, berturut-turut suaranya itu kan? Kalau memukulnya ini kita, kalau memang cepat dia, kita cepatkan iramanya. Ini kita
Pola yang digunakan sesuai dengan tempo lagu.
Maksud dari pertanyaan pewawancara adalah berapa macam pola.
18
111
740 741 742 743 744 745 746 747 748 749 750 751 752 753 754 755 756 757 758 759 760 761 762 763 764 765 766 767 768 769 770 771 772 773 774 775 776 777 778 779 780 781 782 783 784 785 786 787 789 790
yang atur. Yang paling banyak bergerak itu tangan kiri?
Kiri, sebagian kanan. Tapi kalo gondang batak, dari kiri semua. Makanya dibilang “marsiajar tu anak na”.
Dalam gondang, tangan kiri yang sering dipergunakan.
18/19
Anak ni taganing? Anak na do attong mambuan tempo, bukan sama mamaknya. Anaknya yang terus berjalan. Bukan kita yang marsiajar sama mamak kita, ini jadi anaknya yang mengajari mamaknya kalo tradisi. Kalo kita orang batak memang gondang bolon memang anaknya berjalan. Kidalpun dia itu, uda berkelebihanlah itu. Kalo yang sebenarnya dikhususkan tempo dulu dari anaknya baru ke inangnya yang bagus.
Anak ni taganing (anak taganing) yang membawa tempo dalam permainan taganing.
18/19
Bagaimana posisi tangan ketika bermain taganing?
Pergelangan tangan sama lengan harus jalan dia. Jadi seperti olahraga dia. Kalau hanya pergelangan tangan saja yang jalan, satu jam bermain taganing itu sudah sangat terasa capeknya. Ikuti iramalah attong. Pemukulnya itu pun bukan asal-asal kuat kali dibuat. Harus kita dengar juga, jangan salah tempo kita kan sama yang lain? Kita ikuti juga mana pembawaan lagunya, itu kita ikuti. Uda tau kita persetengahan lagunya, kita jalankan dia, biar tarik nafas attong.
Menurut informan, dalam memainkan taganing harus menggunakan pergelangan tangan dan lengan supaya tidak merasa cepat lelah. Dalam memainkannya juga harus mengikuti irama lagu.
19
Ada isitilah manggora, coba tante jelaskan!
Manganaki goarni attong, manggora do goar ni i. Wajib itu attong. Kalo orang gak mau manggora pun bisa diam, tapi sebenarnya kalo memakai itu gak bagus diam. Jadi kalo menyahut “eee ma tutu”. Taganing pun sambil
Manggora atau menyahut dalam permainan taganing dilakukan dengan cara memainkan ritem taganing dengan bunyi “gu
20
112
791 792 793 794 795 796 797 798 799 800 801 802 803 804 805 806 807 808 809 810 811 812 813 814 815 816 817 818 819 820 821 822 823 824 825 826 827 828 829 830 831 832 833 834 835 836 837 838 839 840
berjalan juga. Jadi kalo ada yang memanggil “di hamu amang panggual pargonci”, “gu danggg danngg gu dangg dangg (bunyi taganing)”, bukan kita ngomong, taganing yang menyahut. “Alani hami na marsomba hula-hula na ma hami, jai di baen hamu ma amang pargonci”, “gudanggg danngg gu dangg dangg (bunyi taganing)”, “music nami somba-somba”. Trus langsung masuklah sulim kan, gudaangg dangg gu danggg dangg. Bukan kita yang ngomong, tapi kalo uda pertengahan dia jalan musiknya itu.
danggg danngg gu dangg dangg”. Arti dari bunyi taganing itu merupakan untuk menjawab perkataan dari orang yang menyuruh memainkan musik.
Tahun berapa berdiri grup “Lia Gemilang” ?
Orang itu uda lama. Tapi kita datang ke sini dan baru bergabung. Duluan aku bergabung kesitu dari opungmu. Tahun 2009. Pernah juga berhenti waktu aku sakit, istirahatlah dulu. Waktu keluargaku masih di sibolga gak main musik aku hari itu. Uda pindah orang opung ke medan lagi kan, uda mu lah yang bekerja di tangkahan ikan. Mertuaku pun di sibolga.
Informan bergabung di “Lia Gemilang tahun 2009”
1
Ada niat tante untuk mengajari anak-anak tante bermain taganing?
Ada juga niat, tapi karena takut nanti kayak aku. Makanya kalo orang itu tempo sekolah, mau dimintanya,”mak ikutlah aku, ikut-ikut nengok mamak”, “enggak, enggak boleh”. Nanti jadi kek akulah nanti. “usahakan sekolahmu dulu. Kalo itu nanti belakangan bisa. Kalo sudah memang ada sekolahmu, kalo memang kesitu jalurmu besok, udah mudah kau mencari
Penulis menarik beberapa kesimpulan dari keterangan informan tersebut, antara lain: - Beliau berniat
untuk mengajari anak-anaknya bermain musik, tetapi setelah menyelesaikan sekolahnya masing-masing.
15 2/8/ 15
113
841 842 843 844 845 846 847 848 849 850 851 852 853 854 855 856 857 858 859 860 861 862 863 864 865 866 867 868 869 870 871 872 873 874 875 876 877 878 879 880 881 882 883 884 885 886 887 888 889 890
informasi sama mamakmu. Sekolahmu utamakan.” Tapi kalo si cewek yang paling besar, itu tarian. Itu uda hobby kali dia nari sama tari cawan itu. Uda sampe heppot opungnya dibuat. Kalo yang paling kecil itu maunya manager. Kalau anak itu, kita mauin dulu kemauannya kemana, bukannya awak larang orang itu main musik. Kalau anakku yang laki-laki nomor dua itu bawaannya pemalu, tapi bagian-bagian bengkel, bagian-bagian handphone, tv tu ibana ma suruon. Rusak tv kita, uda tau dia sikit-sikit bagusinnya. Kan kita tau bidang-bidangnya itu dimana kan? Yang nomor tiga ini bagian kantor ma inna. Bank keuangan ma inna ibana. “Sai sahat ma da Tuhan”, aku berdoa sama Tuhan. “Sanggup do au Tuhan, timbo-timbo hian do hu bege akka cita-cita ni gelengkon, pasahat ma da Tuhan, semogalah Tuhan”…. (sambil berdoa) Kek mana pun di kerjaan, sakitpun badanku, mau mampus aku, demi adek-adekmu ini, ku semangatkannya badanku. Kek mana biar sekolah. Itu kubilang sama adek-adekmu ini, “jangan kalian makan uang sekolah yah. Kalo bisa klen tingkatan dari mamaklah. Jangan lagi seperti mamak.” Aku gara-gara gak adanya tamatanku, makanya gak diterima di kantor bupati. Gak mungkinlah aku
- Dengan melihat tingginya cita-cita anak-anaknya, beliau rela bekerja keras untuk menyekolahkan anaknya setinggi mungkin.
- Dalam setiap pesta Hasundutan, beliau kerap sekali diundang untuk mengisi acara.
114
891 892 893 894 895 896 897 898 899 900 901 902 903 904 905 906 907 908 909 910 911 912 913 914 915 916 917 918 919 920 921 922 923 924 925 926 927 928 929 930 931 932 933 934 935 936 937 938 939 940
panyapu dibikin di situ kan? Dihargai juga awak. Karna kita sudah dihargai pemerintah, masa kita dibikin gitu manapui. Padahal aha ma ila ita di si kan? Apanya rupanya? Halalnya itu kan? Tapi orang itu dijaga etikat kita itu, dijaga orang itu juga. Nama baik kita dijaga juga. Masa orang guru, la sampe hati ma hamu poang, uda biasa ke luar kota, uda biasa ke luar negri, masa klian bawa kek gitu kerjanya. Padahal gak tau yang membilang ini, Alana panapu ibana dang nang so adong do sikkola na. hehehe… kan i do nuaeng? Jadi jangan sampe kek gitu, yauda awakpun pasrahlah kan. Kalo adapun nanti panggilan-panggilan kek gitu, kayak mau pesta Hasundutan sebentar lagi tanggal 28 juli 2014 nanti, pasti ada acara untuk kami itu nanti.
Dipanggil orang tante? Acara Humbang Hasundutan?
Iyah 2
Oh, acara Hasundutan. Iyah. Biasanya dipanggil kita. Tapi gak tau lah tahun ini, karena yang kita latih itu sudah selesai. Uda siap semua, siap pake. Bukannya langsung pande orang itu. Tapi udalah satu dua kek itu bisa dijalankan.
Biasanya informan beserta teman-temannya diundang untuk pesta Hasundutan.
2
Tanggal 28 yah? Iyah 28 bulan ini. Hari apa itu?
Pestanya tanggal 28.
2
8 hari lagi. Senin. Kerja juga kami disitu. Main musik juga kami.
2
Minggu ini gadak tante main musik?
Minggu ini ya hari sabtulah tanggal dua puluh anam. Di dolok sanggulnya itu.
Jadwal responden sangat padat.
2
115
941 942 943 944 945 946 947 948 949 950 951 952 953 954 955
26, 28, 30, tanggal 1 Mau kurekam kian lagi.
Masi lamalah inang. Uda lewat hari itu. Yang minggu di atasnya itunya kami gak berhenti-berhenti. Dalam satu minggu itu ampat kali kami kerja. Waduh, uda mikirkan pindah lagi, mikirkan itu lagi, korseletlah aku.
Responden bingung membagi-bagikan waktunya.
2
Oke, terimakasih ya tante sudah mau menjelaskan pertanyaan-pertanyaan dari saya.
Iyah inang, sama-sama inang
Mengakhiri wawancara.
RESPONDEN II No. Data Pribadi Keterangan 1. Nama Alister Nainggolan 2. Usia 72 tahun 3. Jenis Kelamin Laki-laki 4. Agama Kristen 5. Alamat Desa Lumban Barat, Kecamatan Paranginan,
Kabupaten Humbang Hasundutan. 6. Pekerjaan Pemusik Batak Toba 7. Status Menikah VERBATIM 2
No Data Keterangan 1. Tanggal wawancara 24 Maret 2014 2. Lokasi Pesta adat Marga Marbun di Jalan Simpang
Sipitu Huta, Dolok Sanggul. 3. Waktu wawancara 10.00 WIB. 4. Judul Rekaman Audio Alister 01 (mulai pada menit ke 1.13) dan
Alister 02
116
Baris Pertanyaan Respon Analisa Refleksi Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Yang ngajarin tante itu main taganing…opung?
Gak pala, ditengok-tengok sajalah itu. Dulu kularangnya orang itu supaya jangan dipelajari.
Alister Nainggolan menjawab bahwa bukan beliau yang mengajari Hari Anita Nainggolan. Dahulu beliau malah melarang supaya tidak dipelajari.
Apakah benar sama sekali tidak diajari?
2
Iyah, sudah diceritakan tante itu,, heheheheh
Tapi sekarang yakkk terimakasih jugaa….menjadi bakat dia kan? Sampe boi ibana tu luar negeri binoan. Heheehe…(tertawa) Nga di allang ibana hepeng ni luar, heheggh ido attong. Hehehe…. (tertawa)
Setelah Alister melihat hasilnya bahwa anaknya sudah menemukan bakatnya, beliau mengucap syukur karena dia bangga bahwa anaknya sudah ke luar negeri untuk memperkenalkan tradisi Batak Toba.
2/3/6/7
Tu Jepang ate? Hehehek…(tertawa) malo-malo do halakkon sude. Turun karoa sian au..
Menurut Alister, bakat dan talenta anaknya mengalir dari jiwa pemusiknya. Alister merupakan pemeran Opera Batak dan juga musisi Batak sampai sekarang ini. Menurut beliau, anak-anaknya mengikuti jejak beliau sebagai pemusik.
Kalau kepandaian anak-anaknya turun dari beliau, berarti anak-anaknya pernah diajari oleh beliau. Pendapat tersebut berbeda dari baris 1-4 di kolom respon di atas.
5/7
Keturunan!? Ehm … Ternyata memang sudah faktor keturunan.
Lihat pada Bab IV mengenai faktor yang menjadi
5
117
48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97
alasan Hari Anita Nainggolan menjadi seorang partaganing perempuan.
Oooh.. Baru mulak dope akka par Jogja sian ni attong…. Tong imana kan, mambuat aha imana..hmm.. istilahnyaaa.. apa perbedaan gondang bolon dengan tradisi musik ringan itu. Misalnya, kuterangkan : Gondang Sabangunan itu namanya bukan sembarang dipasang. Yang memang sudah pesta tertentu, besar. Makanya dikeluarkan… Jadi, kalau pesta ringan kek gini, itulah sama garantung kulintang itu kan..
Sebelum penulis menjumpai Alister, ternyata dari Yogyakarta pernah menanyakan tentang tradisi Batak Toba kepada beliau.
Tidak diragukan lagi bahwa Alister dan Hari Anita Nainggolan sudah dikenal orang sebagai musisi tradisi.
4
Garantung dipake nanti pung?
Gakk.. sehubungan……bisa juga dipake sama kecapi gini, tapi..apa, mmm… nengok daerahnya. Gak bisa digaji pemain. Jadi kita kalau nanti main sampai jam anam nanti sore, kalau digaji seratus lima puluh mana bisa lagi. Harus dua dua ratus lima puluh pun begitu kan? Biar bisa ada beli minyak, beli beras sikit ke rumah. Jadi kami korting, main tiga kami, biar agak ringan toke membayar kami. Jadi, istilahnyaa… biarpun pesta dimana, tetap pembayarannya itu tetap penuh. Rugi labanya ya toke lah itu. Memang sudah begitu komitmen. Rugi,laba, sama dialah itu. Kalau sama kami sudah tepattt.. Tepat habis forman baen teruss, seginii..segini,..seginii… Ini, apa… komitmen perusahaan ini atau musik ini…lain kubuattt dari musik
Biasanya dalam grup musik yang diikuti oleh Alister hanya memakai tiga instrument saja, yaitu keyboard, sulim dan taganing. Hal tersebut dikarenakan pengahasilan yang didapatkan mereka hanya cukup untuk beberapa tiga pemain saja dan selebihnya utnuk bagian pengusaha.
Apakah selalu bertiga saja? Atau pernahkah lebih dari tiga orang yang bermain dalam grup musik tersebut?
4/6
118
98 99
100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147
lain. Musik lain 800 ribu masih dimakan lagi. Kami gak bisaa… Kalo kibot aja, gak ikut apa-apa semua, kibot aja, kibot tunggal…sajuta pitu ratus kami.
Satu tim??? Iyah, satu tim. Main tiga.. - Lumayanlahh… Aaa…iyalaah…
Jadi sudah bisa gaji dua setengah satu orang kan..?
Upah yang didapatkan adalah Rp.250.000 setiap pemain.
6
Iyalah… Lebihnya itu sama sama toke sama uang beli miaknya. Jadi, walaupun peruntungan ke atas, yaa….berlapis. Istilahnya, untung dia yaaa..gak jadi persoalan. Tapi kita tetap dibayar… Sehubungan…peraturan inipun, orang yang buat. Jadi, ditengoknya permainan opung seperti ini yaa…terserah sama bapaklah katanya. Pokoknya ini usaha saya, saya serahkan sama bapak, katanya (toke)…Sama aku diserahkan ini.
Yang menjadi hak pemain harus diberikan dan selebihnya pengusahalah yang mengatur. Biasanya pengusahalah yang menjadi saluran kemana tujuan mereka akan bermain dan mengatur penyediaan alat-alat musik dan keperluan lainnya.
6
Mungkin karna opung uda berpengalaman yahh…
Yaa iya… Jadi, kalau memang opung nanti dipanggil ke Jakarta mungkin kuambil nanti kursi ini dulu sementara sebelum pulang aku. Begitu.. Jadi, ,tetap bertanggung jawab kita. Jadi…pengusaha pun jadi sorrrr lh… Ga ditinggalkan, ditinggalkan, tetap ada pengganti, kan begitu? Jadi, pertanggungjawaban itu tetap penuh. Humbahas nanti, pesta ulang tahun humbahas nanti, mana orang lain. Opungnya disanaa… Akunya membuat SMA-SMA itu festival…gondang kasapi, aku jurinya. Ada kawanku dua lagi marga Simanulang satu, Manalu satu.
Alister mengatakan bahwa dia sangat bertanggung jawab atas pekerjaannya. Walaupun dia pergi ke luar kota, dia akan mengatur siapa pemain musik yang akan menggantikan beliau dalam grup musik mereka. Dalam pesta ulang tahun Humbahas, beliau kerap sekali diundang untuk mengisi acara dan menjadi juri
6
119
148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197
Guru itu dua-dua, guru.. Kalo dalam seniman, masih belajar orang itu samaku. Bagaimana cara-cara seniman itu.
dalam festival.
Opung dapat dari mana sih ini? Atau ada yang ngajari-ngajari kian?
Enggak, manaaa… memang sudah jadi talenta samaku. Jadi dulu kan…masi diperdalamlah ke USU dulu.. sama si Marcius. Itu kiannya kawanku.
Talenta Alister adalah bermain musik.
1/6
Oo… tulang Marcius, dosenku di USU nya itu…
Haa… Marsius Sitohang. Di Martoba rumahnya kan? Martoba dekat Kodam sana. Martoba I. Itulah kawanku dulu ke Jerman…Beijing… Itulah kawanku dulu. Sesudah berpisah kami, dia tinggal, ga naik kesana, akulah sekarang. Dia dosen yang diangkat oleh apaa…mmm diangkat budaya sama USU, dosen… Kan ada sejarahnya tempo hari di apa ituu,,mmm…disurat kabarrr, “seorang dosen luar biasa yang terkenal Marcius. Yang tidak perna menginjak sekolah, tapi bisa jadi dosen luar biasa di USU”. Kan ada itu ceritanyaaa… Seorang pemain tukang becak, kan ituu… Jadi kalo opung, yaa masih ada sekolahnya dulu.. tapi ga tamat…SMA kelas 2 aku waktu itu dulu…. Trus meninggallah bapakku kan…? Jadi setoplah aku. Haa…jadii merantolah aku. Meranto-meranto kek gitulah, ke daerah-daerah orang lain kann.. Itulah ituu… Yaa jumpalah sama kesenian-kesenian. Dulu kan ada opera..si Tilhang namanya, opera Batak. Jadi, kita tonton.
Marcius Sitohang merupakan teman beliau. Mereka bersama-sama berangkat ke luar negeri untuk memperkenalkan tradisi Batak Toba. Responden mengatakan bahwa pada saat menginjak kelas 2 SMA, beliau putus sekolah karena ayahnya meninggal pada saat itu sehingga sekolahnyapun berhenti. Setelah itu responden merantau hingga menemukan kesenian Opera Batak. Disitulah responden mempelajari cara berdialog hingga belajar memainkan berbagai alat musik. Setelah beberapa lama kemudian, responden merantau ke Medan dan bergabung dengan
“Mata Guru,Roha Sisean”, ungkapan tersebut sama seperti tulisan di BAB III tentang margondang dan sama juga seperti hasil yang wawancara dengan Hari Anita Nainggolan.
1/4/6
120
198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247
Lagipula sempat masuk opung ke sana. Masuk opung ke sanaa..memang dengan modal… Istilahnyaaa bukan modal yang sudah adaa.. Nahhhh istilahnya…, “Mata Guru , Roha Sisean”. Sambil belajar pikirku kan? Masuk aku kira-kira tiga tahunnya.. Nah…dari situlah pengetahuan itu semua dapat opung. Bisa opung menyanyi…bisa opung membawa dialog cerita… bisa opung bermain garantung, bisa main kecapi, bisa tataganing, bisa seruling, yaaa kek gitu. Nahh, itulahh. Jadiii dari itu, istilahnya sudah bisa begitu, yaa mandirilah ke Medan. Ada penerimaan-penerimaan orang seniman di Taman Budaya Jalan Perintis dalam Tembung itu kan?
kesenian di Taman Budaya.
Iyah, dekat sekolahku
duluuu…
Haa..iyahh Taman Budaya kan begitu? Jadi, masuklah kami situ. Diangkatlah kami. Kalo ada memang pesta-pesta di wisma-wisma maupun di museum. Ada kian bapak angkat kami di situ yang bernama Marpaung. Itulah sebagai kepala kesenian dulu di Budaya. Jadi dialah yang membagi kerja kami sama si Marcius. “Besok kalian main di pesta begini-begini…sana kalian main…minta duit nanti sehabis permainan sekian ratusss..”. Jadi begitu-begitulah….. Makin diperdalam, makin diperdalam, makin kompak sama USU, dibikinlah proposal tuk ke luar negeri, kan begitu… Sesudah dikirim surat ke luar negri, proposal, mau..mmm..kesenian…mmm
Setelah menjadi seniman di Taman Budaya, karir Alister Nainggolan semakin meningkat. Beliau kerap sekali mengisi acara pesta adat di wisma maupun di museum. Dan sampai suatu ketika proposal yang mereka ajukan untuk berangkat ke luar negeri diterima. Dari situlah mereka kemudian sering berangkat ke luar negeri untuk memperkenalkan tradisi Batak
6
121
248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281
…dari Indonesia ke luar negeri memperkenalkan seruling dengan tradisi ringan dari Indonesia. Yaa….datanglah surat balasan dari sana, Mmm “bolehh…, tapi kami harus survei dulu ke sana, bagaimana cara permainannya”. Datanglah orang peneliti dari luar negri kan..? ditengoknya kami main di Taman Budaya. “Oh…tahun begini kalian berangkat ke sana”. Dulu berangkat ke Jeepang dulu, begitu. Tapi…sebelum berangkat ke Jepang, harus dimainkan dulu di Jakarta. Di Jakarta kami main di Marzuki Tim, di Marzuki. Nah….yang besar itu….di situ kami main, diperagakan. Di situ memang festival waktu itu. Bapak kami juara I di situ. Jadi, memang sudah ada kian perjanjian, “barangsiapa nanti juara I, dia nanti dikirim ke Jepang”. Pas juga sama kami juara I itu. Dikirimlah kami ke Jepang. Sesudah dikirim ke Jepang, pulang dari sana, nahh, terusss mendesaklah ke luar negeri. Beijing, Amerika, begitu.. berapa Negara.
Toba bersama teman-temannya.
RESPONDEN III
No Data Pribadi Keterangan 1. Nama Rahimmuddin Hutagalung 2. Usia 31 tahun 3. Jenis Kelamin Laki-laki 4. Agama Islam 5. Alamat Desa Lumban Barat, Kecamatan Paranginan,
Kabupaten Humbang Hasundutan 6. Pekerjaan Petani 7. Status Menikah 8. Asal Sibolga
122
VERBATIM 3
No Data Keterangan 1. Tanggal wawancara 21 Juli 2014 2. Tempat Kediaman Responden 3. Waktu wawancara 12.46-12.48 4. Judul Rekaman Audio Rahimmuddin 01
Baris Pertanyaan Respon Analisa Refleksi Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Mmm…Bagaimana tanggapan uda tentang….pekerjaan tante sebagai partaganing perempuan. Apakah uda setuju, gitu. Mmm..mendukung??
Ya…kalau saya sebagai suami….setuju-setuju ajanya…
Dari jawaban beliau, dapat disimpulkan bahwa beliau sangat setuju dengan pekerjaan istrinya sebagai partaganing perempuan.
1/2
Uhm…itu menambah perekonomian?
Iyah, menambah perekonomian.. ya..itu aja…
Dengan istrinya bekerja sebagai partaganing perempuan, perekonomian mereka pun meningkat dan bisa mencukupi sebagian kebutuhan keluarga.
Apakah kata “ya, itu ajaa” ingin menjawab bahwa hanya menambah perekonomian?
1/7
Tradisi juga? Iyah, tradisi…. Menurut responden, pekerjaan tersebut selain dari menambah perekonomian mereka, juga untuk mengembangkan tradisi.
Ternyata selain menambah perekomian, juga untuk mengembang-kan tradisi.
1/8
Trus, hambatan-hambatan nya ada gak uda?
Hambatannya banyak…. Lantaran di kampung-kampung kek mana mau dibilang … Pestanya di kampung-kampungnya…
Maksud dari penjelasan responden yaitu hambatan yang dilewati beliau beserta istrinya banyak. Diantaranya, pesta sering diadakan di pelosok kampung, sehingga jalur perjalanan mereka sering teramat jauh. Mencapai tujuannya juga terkadang sulit mengingat bahwa mereka hanya menggunakan sepeda
9
123
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87
motor sebagai transportasi mereka.
Jadi, uda yang temani gitu?
Iyah, sellagiii saya suaminya, aku yang antar-antar. Antar, jemput, pulang dulu.
Responder (suami) yang mengantar dan menjemput istrinya ketika sedang bekerja. Dan apabila selesai di antar, beliau pulang ke rumah untuk bekerja. Kemudian setelah istrinya selesai bekerja pada malam hari, beliau pun menjemput kembali istrinya tersebut.
Apakah pada waktu bekerja di luar kota juga seperti itu?
4/5
Oh, berarti..gada apa yah. Mm..gimana? Mmm… gak setuju yah, bukan gak setuju yah..
Setuju!!!! Responden mendukung istrinya.
Maksud dari pewawancara yaitu “apakah responder setuju akan pekerjaan istrinya tersebut?”
2/8
Alasannya? Alasannya kan, gak mungkinlah contohnya… kalo perempuan mau,,, istilahnya. Mau bagian kesenian kan?? Suami harus…menyetujui… gitu….
Responden memberikan pilihan kepada istrinya dan mengijinkan kemauan istrinya.
3/5
Mmm…jadi setuju yah… Uda selama berapa tahun? Uda bertahun-tahun yah?
Uda bertahun-tahun, udaaa… hampir 15 tahunlah.
Sudah hampir 15 tahun. Maksud dari pewawancara yaitu: sudah berapa tahun istrinya menggeluti pekerjaannya tersebut?”
6
Setelah menikah juga gitu?
Iyah,setelah menikahlah… sebelum menikah uda main juga.
Hari Anita Nainggolan sudah menjalani pekerjaannya sebagai partaganing perempuan sebelum dan sesudah menikah.
6
Jadi intinya, uda setuju yah….?
Setuju aku… Beliau benar-benar setuju.
2
Kalau misalnyaaa… ada sindiran-sindiran gitu?
Yaa… anggap aja angin lalu ajalah….
Narasumber tidak melihat pendapat negatif dari orang lain. Yang terpenting adalah
9/10
124
88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98
keluarganya bisa bahagia, istrinya juga dapat melanjutkan pekerjaannya dengan tenang tanpa mendengarkan sindiran dari orang lain.
Namanya uda pekerjaan ya??
Iyah…namanya uda pekerjaan.
10
Makasih ya uda buat waktunya.
Iyah…
RESPONDEN IV
No Data Responder 1. Masyarakat 1 (M1) 2. Masyarakat 2 (M2) 3. Masyarakat 3 (M3) 4. Masyarakat 4 (M4) 5. Masyarakat 5 (M5)
VERBATIM 4
No Data Keterangan 1. Tanggal wawancara 24 Maret 2014 2. Tempat Rumah Makan Bengkalis, Dolok Sanggul
(Nama Pemilik: J.Lumbangaol/br Nainggolan) 3. Waktu wawancara 8.00-8.10 4. Judul Rekaman Audio Masyarakat 01
Baris Pertanyaan Respon Analisa Refleksi Kode 1 2 3
(M1) Sian dia do hamu? Responden menanyakan dari mana penulis berasal.
125
4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
Sian medan do hami tulang
(M1) Naeng aha i? Responden menanyakan tujuan penulis datang ke daerah mereka.
Naeng jumpa siapa? Fordekot. Parmusik. Ditanda tulang doi?
(M1) Ise? Responden masih bingung siapa yang penulis maksudkan.
1
Marga Naiggolan… (M2) Si Nainggolan? Oohh.. par Sampean de i..
Setelah penulis memberitahu bahwa yang dimaksudkan adalah marga Nainggolan, kemudian responden mengenali.
1
Sampean di arah aha do i?
(M1) Aek Bottar. Aek Bottar nama i.
Ketika penulis menanyakan daerah Sampean di arah mana, kemudian responden memberitahukan bahwa Sampean berada di Aek Bottar
1
Iyah, Sampean Aek Bottar. Na adong boru na aha…?
(M1) Olo, parende-rende i... Parende, parende-rendei. Na dia do? Ai dua boru, tolu!
Responden mengenal orang yang penulis maksud adalah sebagai “penyanyi”. Kemudian responden memastikan siapa orang yang penulis maksud, karena ada tiga anak dari marga Nainggolan tersebut
Apakah responden (masyarakat) hanya mengenal Hari Anita Nainggolan sebagai “penyanyi”?
1
Olo, di Medan adong. Na di son i..??
(M1) Na di son adong, na tu si Hutagalung i….
Responden sudah mengerti siapa yang penulis maksud, yaitu dengan menyebutkan marga dari suami Hari Anita Nainggolan.
1
Torus do dohot i martaganing?
(M1) Molo imana di jou musik na.. ba dohot ma.
Kalau Alister dipanggil sebagai pemain musiknya, pastilah Hari Anita Nainggolan ikut. Kata ‘imana’ yang dimaksud narasumber ialah untuk menunjukkan Alister Nainggolan. Kemudian kata ‘musik na’ dalam pengertian yang dimaksudkan narasumber yaitu “pemain musiknya”.
2
126
54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99
100 101 102 103
I do? (M1) Olo… Responder membenarkan
Ohh… halaki sude parmusik?
(M1) Parmusik do halaki sudeee….
Maksudnya adalah keluarga Alister Nainggolan semua pemusik
Apakah memang benar keluarga Alister Nainggolan semua pemusik?
3
Molo menurut ni halak tulang,,,beha do pendapat ni halak tulang…molo songoni boru-boru,,, lao tu pesta… marmusik songoni…?
(M1) Ise? Responder menanyakan ulang siapa yang penulis maksudkan, sebab suasana di pinggir pasar yang ramai mengganggu interaksi antar penulis dan narasumber.
4
Boru na i… (M1) Haaa.. Responder masih ingin pertanyaan yang lebih jelas.
4
Martaganingg… boru ni alister nainggolan. Beha do perrasaan ni halak tulang mamereng songoni?
(M1) Saunari attong… , songon on do daba… Na tu si do kemauan ni imana, karejo. Artinaaa… ba ni terpaksa ma di ulaon dabaa.. Bah molo imana, na malo do martaganing attong. Marende pe malo do.
Narasumber berpendapat bahwa kalau kenyataannya hal tersebut sudah menjadi pekerjaan pokoknya sebagai partaganing perempuan, tentu harus dikerjakan. Lagipula partaganing perempuan tesebut pandai memainkan taganing dan bisa juga menyanyi.
4
Oooh… dang holan martaganing berarti,, dohot parende do?
(M1) Olo… Responder berpendapat bahwa tidak hanya bermain taganing yang dilakukan oleh Hari Anita, tetapi bernyanyi juga.
4
Oh… (M1) Boi di sama on ibana,,, hira bawa pe boiii.., boru-boru pe boi…
Masyarakat ternyata mengetahui bahwa Hari Anita Nainggolan bekerja secara propesional. Beliau bisa mengkondisikan keberadaannya di tengah masyarakat dan pekerjaannya. Kalau dalam pekerjaannya, tentunya beliau harus
4
127
104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153
bermain taganing layaknya seperti laki-laki bermain taganing, namun dalam lingkungan masyarakat dan keluarga, beliau adalah seorang perempuan, ibu, dan istri.
Oh,, iya yah.. (M2) Malo do tong ibana marende…
Responder M2 mengulang informasi yang sudah dijelaskan oleh Responder 1, bahwa Hari Anita juga bisa bernyanyi.
4
(M1) Molo masalah opera na dihataon, boi ma i…
Hari Anita Naingolan juga pernah mengikuti grup Opera Batak, dan ternyata masyarakat juga sudah mengetahui hal tersebut.
4
(M3) Memang na martaganing, na maloan i….., marende pe jago.
Responder M3 mengulang informasi yang sudah dijelaskan oleh Responder M1 dan M2. Masyarakat sangat mengenal dan mengetahui bahwa Hari Anita mahir dalam memainkan taganing.
4
(M4) Amanta i do pelatih na i sude i….
Yang dimaksud narasumber ialah Alister Nainggolan.
3
Orang tua na akke…? (M3) Pelatih Jakarta pe di jou do i….
Alister Nainggolan juga pernah di panggil menjadi pelatih di Jakarta.
3
Ooooh.. (M1) Di Bandung. Ido…adong do aha na i…mmm..di jabu na i dibaen. Tu Bolladda pe nga lao i…. Adong do,, bereng ma annon di jabu ne i annon foto-foto na. jago do i….
Di Bandung Alister Nainggolan juga pernah menjadi pelatih. Kemudian, beliau juga sudah ke Belanda memperkenalkan tradisi Batak Toba. Dirumah beliau banyak sekali foto-foto pengalaman beliau ketika menjalankan profesi sebagai pemusik
3
128
154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176
tradisional. (M2) Nai bulan piga do
nuaeng? Taon i?? Sian Australi…
Ketika narasumber ingin menjelaskan mengenai ketika Alister baru pulang dari Autralia, narasumber tersebut sepertinya lupa.
Australi yang dimaksud oleh responden adalah Australia
(M5) Istilahnya, nga mar SK do imana,,bapa i….
Alister Nainggolan sudah mempunyai Surat Keputusan Kerja dari pemerintah sebagai pemusik.
Oohh,, berarti memang nga diakui ate?
(M1) Olooo… se Indonesia attong bapa nai atong… Pelatih de i… Mar SK do i… Resmi do i… Bupati maresmihon budaya na i… Nga dibaen disi palangkatna…
Di depan rumah Alister sudah dibuat gelar/kedudukan alister sebagai pemusik.
Lihat daftar gambar yang memuat gambar pelangkat Alister Nainggolan.
3
RESPONDEN V
No Data Pribadi Keterangan 1. Nama Marcius Sitohang 2. Usia 61 tahun 3. Jenis Kelamin Laki-laki 4. Agama Kristen Protestan 5. Alamat Jalan Sisingamangaraja KM 10, Martoba
Tj. Morawa 6. Pekerjaan Pemusik Batak Toba 7. Status Menikah
VERBATIM 5
No Data Keterangan 1. Tanggal wawancara 20 Maret 2014 2. Lokasi Kampus Etnomusikologi, Universitas Sumatera
Utara 3. Waktu wawancara 9.50-10.10 4. Judul Rekaman Audio Tulang Marcius 01
129
Baris Pertanyaan Respon Analisa Refleksi Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Ada yang mau ku tanya sama tulang, gak papa ya?
Gak papa, apa? Lama? Responden setuju untuk diwawancarai.
Pada saat penulis ingin wawancara, ketepatan saat itu responden ingin mengajar praktek musik Batak Toba di kampus Etnomusikologi USU. Oleh sebab itu, responden menanyakan apakah lama?
Gak ah, cuman berapa pertanyaannya. Masih praktek tulang?
Bisanya itu. Uda kita kasih, lepaskanlah.
Responden sudah mengajari mahasiswanya sebelumnya, dan menurutnya tidak masalah kalau sebentar saja ditinggal.
(tertawa kecil) Gini tulang, tentang partaganing. Kenal tulang sama boru Nainggolan partaganing itu?
Kenal… Responden mengenal partaganing boru Nainggolan
1
Pernah tulang main sama dia?
Sama siapa? Anaknya siapanya itu, hmmm…(berusaha mengingat)
Penulis menanyakan apakah responden pernah bermain musik bersama partaganing yang penulis maksud. Responden berusaha mengingat yang penulis maksudkan.
Pertanyaan belum sempat dijawab responden.
Opung Fordekot!?
Ya, opung Fordekot. Fordekotpun na kami yang bikin, aku.
Menurut responden, nama Fordekot pertama sekali dibuat oleh responden sendiri.
Apakah benar yang membuat nama tersebut adalah responden sendiri?
Nama aslinya itu?
Gak…. Nama…
Itu bukan nama asli dari ayah partaganing perempuan tesebut.
Panggilan? Sesudah TVRI kubuat. Sandiwara di TVRI itu.
Nama Fordekot dibuat pada saat acara Opera Batak ditampilkan di TVRI.
Oh, pernah ke TVRI ikut opung
Nanti tengoklah jam anam.
Jam 6 sore ditampilkan Opera Batak di TVRI.
130
50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99
itu? Ikut di situ dia? Asal jam anam Responden mengulangi
jawaban sebelumnya agar informasinya lebih jelas.
TVRI ya… Tapi, rekaman kami dulu, kelaporannya.
Maksudnya yaitu acara yang akan ditampilkan di TVRI jam 6 sore tersebut adalah rekaman yang sudah lama
Oh, diulangi? TVRI nya… TVRI berinisiatif menampilkan ulang rekaman tersebut.
Siaran ulang..? Iyah, siaran ulang. Responden membenarkan.
Ooohh… Ini tulang, kan biasanya kan yang main taganing itu kan cowok ya kan?
Iyah… Responden membenarkan dan ingin mendengar pertanyaan selanjutnya.
4
Nah, ini ka nada cewek boru Nainggolan itu, adeknya juga ada kan? Jadi, kek mana tanggapan tulang tentang kek gitu? Salah itu tulang?
Kalo aku bilang, kalo di adat, itu kan bukan martaganing namanya.
Menurut responden, kalau perempuan yang memainkan taganing di pesta adat, itu tidak bisa dikatakan martaganing.
Kalau bukan martaganing, jadi apa namanya?
4
Parmusik? Pargondang?
Itu dibilang bukan partaganing.
Itu tidak bisa disebut partaganing
6
Jadi? Caranya martaganing bukan melodi. Bukan. Ada taganing itu, ada tak ada gak jadi masalah sebenarnya.
Responden mengatakan cara martaganing yang dimainkan oleh partaganing tersebut tidak memainkan melodi. Responden menambahkan, ada atau tidak adanya taganing tersebut tidak menjadi masalah.
Kalau tidak jadi masalah, berarti boleh tidak menyertakan taganing dalam margondang?
3
Ooh… Biar tau. Karna itu sebagai pengganti drum, pengganti beat, pengganti tempo. Itu….kalo aku bilang. Karna itu bukan main taganing namanya. Itu main gendang itu, bukan melodi taganing.
Menurut responden, permainan yang dimainkan oleh partaganing tersebut hanya pengganti tempo saja. Partaganing tersebut tidak menyertakan melodi taganing dalam
3/6
131
100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149
permainan. Dia yang mainkan melodi taganing?
Itulah. Karena dia seperti ini, “tag dang ta dang dang”(sambil memperagakan). Itu aja, sampe dua jam. Bukan gini, bukan melodi, “tigi digi dugu dugu daga daga”,(sambil memperagakan yang benar). Jadi dia bukan partaganing di atas.
Responden memperagakan permainan yang benar dan yang salah. Bukan soal lamanya permainan, tetapi teknik yang benarlah yang terpenting.
4
Jadi, pargondang?
Bukan. Misalnya partaganing itu memang partaganing namanya, tapi bukan bisa ke adat. Maksudnya, adat semua yang dibawanya itu, tapi kalo sekarang ini kan?, bukan adat lagi sekarang. Poco-poco, anak medan, bukan adat lagi kan? Nah, itulah yang diiringi. Mana ada lagi diiringi dia uning-uningan. Kalo uning-uningan diiringi dia, di situ sarune, di situ hasapi, di situ garantung, mana ada!!!
Menurut responden, adat sekarang sudah mengalami perubahan terutama pada lagu yang dipergunakan. Seharusnya partaganing tersebut mengiringi uning-uningan dan bukan lagu seperti poco-poco dan anak medan.
Jadi, lagu yang seperti apa yang seharusnya digunakan?
6
Gak ada memang…
Makanya… Diiringi dia keyboard.
Keyboardlah yang diiringi oleh partaganing sekarang.
Sama brass. Sama brass. Akupun gak tau bikin namanya itu apa. Nah itu….
Responden bingung membuat panggilan untuk partaganing yang dia maksud
Apakah memang ada panggilan khusus untuk partaganing yang mengiringi keyboard?
6
Keyboard, ansambel?
Kalo masalah tempo katanya, uda adanya apa? Apa namanya? Kita lah yang berpikir. Kalo aku yang bilang “pelengkap”. Karena cinta manusia itu, dan cinta kita itu melihat taganing, dan perempuan, wahhh!!
Menurut responden, nama yang sesuai yaitu “pelengkap”. Masyarakat menganggap hal tersebut luar biasa karena masyarakat cinta akan musik tradisi Batak Toba dan jarang menemukan pemain taganing perempuan
6
132
150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199
Luar biasa katanya! Kalo katanya yah.
Ansambel, seperti ansambel ya tulang?
Iya!! Apa kita bikin ini, perkusi!! Kaleng-kaleng, cik cik cik (memperagakan) Cuma itu aja. Datang botol, cik cik cik(memperagakan) Datang lagi apa, burg burg (memperagakan). Dia bukan pemain melodi, bukan dia rel.
Menurut beliau, taganing harus sebagai rel, yaitu pembawa melodi.
6
Berarti taganing ini sebagai rel dia? Sebagai melodi juga?
Kalau di adat itu, di pesta saur matua, yang saur matua atau pesta gereja, apa sgala macam. Dulu, dulu yah itu “melodi”. Sama sarune dengan melodi. Sarune bolon. Yang dua itu melodi, yang lainnya itu,”pong..pak pak, pongg”.
Dahulu, pada saat acara saur matua maupun pesta gereja, yang membawakan melodi antara lain, taganing dan sarune bolon.
2
Terus-meneruslah itu yah?
Tapi, kalo gak ada itu gak bagus. Kan gitu? Jadi kalo taganing ini, kalo masa sekarang, itu sebagai pengganti drum.
Menurut responden, taganing dan sarune sangat penting sebagai pembawa melodi, namun alat musik lainnya juga sangat penting untuk pembawa ritem. Semua alat musik tersebut sama pentingnya.
3
Pengganti drum ya?
Aku bukan kusalahkan ya.
Responden tidak menyalahkan partaganing tersebut.
5
Tanggapan tulang aja kan?
Haa, iya. Kalo itu sama saya adalah pengganti drum. Bukan dia pemain taganing. apalah kita buat namanya itu?
Menurut responden, taganing yang dimainkan sekarang adalah sebagai pengganti drum, bukan pemain taganing. responden masih mencari tahu apa panggilan yang sesuai dengan yang beliau maksudkan.
5/6
Pengisi? Mengisi kekosongan yang ada di musik itu. Pelengkap. Itulah namanya pelengkap. Bagusnya itu, bagus. Bisa kita makan kalo
Responden mengatakan hal tersebut merupakan “pelengkap” yang mengisi kekosongan pada musik tersebut.
3
133
200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249
gak ada “Ajinamoto”. Tapi kalo dibikin “Ajinamoto” tambah gimana? Enak?
Responden memberi ilustrasi tentang “Ajinamoto”(penyedap rasa makanan).
Enak (tertawa) Tanpa Ajinamotopun dulu orang makannya. Tetapi sesudah dibuat Ajinamoto, apa?
Dahulu, tanpa Ajinamotopun masyarakat bisa makan.
Makin enak? Iya?
Makin enak, tapi apa? Uda jadi hancurrr. Uda tinggal tradisi yang lama, karna gaya uda lain. Jadi kalo aku yang bilang, disitu gak pala terbilang kalo aku pemain. Itu sebagai pelengkap, karna kenapa? Kalo main, di uning-uningan uda ada ini “tak tung tak, tak tung tak”(memperagakan). Melodi uda, ada hasapi, uda ada sulim, uda ada sarune. Haa…itu..
Menurut responden, kalau Ajinamoto ditambahkan ke makanan, maka rasanya enak tapi hanya sebagai pelengkap saja. Tanpa ajinamotopun, makanan sudah terasa enak. Sama halnya seperti dalam musik tradisi, sebenarnya sudah ada hasapi, sulim dan sarune sebagai pembawa melodi, namun bisa dikatakan taganing hanyalah sebagai pelengkap.
Apakah benar sekarang taganing hanyalah sebagai pelengkap?
Jadi, margondang itu apa sih sebenarnya tulang?
Gondang Sabangunan Menurut responden, margondang adalah gondang sabangunan.
Pewawancara sebenarnya ingin menanyakan apa arti margondang. Namun, responden menjawab pasangan dari kata margondang yaitu sabangunan.
2
Gondang Sabangunan margondang?
Margondang Responden mebenarkan. Jawaban tersebut tidak sesuai dengan isi pertanyaan pewawancara.
2
Ooh.. Berarti dalam gondang sabangunan itu ada apa aja?
Sarune Bolon, gong ampat (oloan, ihutan, doal, panggora), baru hesek pemberi tempo. Nah, itu dia…
Yang terdapat dalam gondang sabangunan yaitu sarune bolon, gong yang terdiri dari empat buah (oloan, ihutan, doal, panggora), dan hesek.
7
Baru taganing? Haa.. karena dia taganing itu dua
Responden mengatakan pemain taganing ada dua
3
134
250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299
pemainnya. Yang main sebagai pengganti bass gordangnya (sambil peragakan bunyi). Jadi, yang di anaknya ini melodi (memperagakan bunyi). Datanglah drumnya (memperagakan). Itulah sebagai pengganti bass.
orang, yang satu untuk memaminkan gordang, yang satu lagi memainkan anak ni taganing
Ooh, pantas dia suaranya enak.
Iya, betul. Responden setuju.
Kan ada istilah kan? “dang ulaon boru-boru songoni” kan?
Memang. Karna gini, dulu…”amang panggual pargonci”. Amang. Bukan dibilang “inang”. Kenapa? Kucontohkan sama kau (sambil mencontohkan). Gak mungkin perempuan naik ke atas pakek rok. Kan di atas pargonci, mana ada di bawah. Masuklah inang-inang di atas, di bawah ada penari, gak mungkinlah!!!
Menurut responden, sejak dulu pargonsi itu adalah laki-laki, karena pada saat itu tempat yang diberikan kepada pargonsi berada di bagian atas. Jadi, tidak mungkin perempuan yang dipakai sebagai pargonsi.
Kondisi sekarang sudah berbeda. Tempat untuk pargonsi sudah tidak berada di atas . Apakah masih tidak diijinkan perempuan untuk bermain musik tradisi?
4/5
Hmm.. (mengangguk)
Mana ada celana panjang dulu. Coba bayangkan. Makanya gak pernah dibikin inang-inang. Tapi kalo pertunjukan, bisalaaah
Pada saat itu, belum ada pakaian celana panjang untuk perempuan. Oleh sebab itu, kalaupun perempuan yang bermain taganing, itu hanya di pertunjukan
4
Hmm.. (mengangguk)
Jadi kalo aku bilang musik-musik sekarang, itu sebagai pertunjukannya itu. Itulah..
Jadi, menurut responden, apabila terdapat permainan yang menyertakan perempuan, itu hanya pertunjukan.
4
Gak asli dia yah tulang yah?
Itu dia! Permainan sekarang sudah tidak asli lagi
Tapi, uda jadi pekerjaannya itu!
Memang itulah sekarang, uda pekerjaannyalah. Aku bukan bilang salah itu, bukan. Bagaimana dia cari hidupnya sekarang ini? Demi uang sekarang dikerjakan.
Namun, responden menjelaskan lagi, dia tidak menyalahkan hal tersebut karena hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
5
Cuma itu ajanya Bukan kusalahkan yah. Responden tidak 4
135
300 301 302 303 304 305 306 307 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339
yang mau kutanya, apa pendapat tulang kan kalau masalah ini.
Bilang bagus. Karna jarang sekarang ini perempuan bermain taganing. itu makanya dibilang orang bagus. Bisa kuhitung sekarang pemain taganing yang kukenal, boru Simamora,
menyalahkan perubahan yang sudah terjadi sekarang ini. Responden membenarkan kalau partaganing perempuan sekarang ini sudah jarang dan permainannya juga bagus.
Yang di Jakarta? Hmm.. boru Tohang, boru Nainggolan, boru Silalahi. Lantaran gak kita munculkan. Tapi, bawa masing-masing gaya, bikin komposisi masing-masing. Jadi itulah istilahnya, bukan pemain gondang, “Parodap”
Setiap partaganing perempuan yang responden kenal, masing-masing mereka mempunyai gaya dan komposisi masing-masing. Responden menyebutkan istilah “parodap” untuk setiap partaganing perempuan.
Apakah kata “parodap” yang disebutkan responden, diketahui oleh partaganing perempuan tersebut, atau hanya responden saja yang mengetahuinya? Sedangkan masyarakat mengenal pemain taganing itu adalah “partaganing”
Parodap? Oh, itu namanya sekarang?
Hmm..itulah parodap. Itulah namanya “odap opera”. Jadi, waktu opera dibawa seperti itu, tidak ada dimana-mana.
Responden mengatakan istilah parodap hanya dapat ditemukan dalam opera batak
Ternyata sebutan tersebut hanya berlaku pada opera batak
Cuma di opera itu pertama kali yah?
Iya. Itulah, nyanyi orang (nyanyi dan memperagakan sahutan dari odap). Itulah tempo itu.
Odap berfungsi untuk menyahut penyanyi.
Oh, gitu ya. Makasih buat waktunya tulang
Iya. -