paradigma guru pai pada sekolah

20
PARADIGMA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH Oleh Drs. Abdul Manaf, M.Pd DOSEN STI TARBIYAH AL-HILAL SIGLI A. PENDAHULUAN Pendidikan agama memainkan peranan penting dan strategis dalam pembangunan peradaban suatu bangsa. Berbagai kajian dan pengalaman sejarah menunjukkan bahwa pendidikan agama memberi manfaat yang luas bagi kehidupan suatu bangsa. Pendidikan agama mampu melahirkan masyarakat terpelajar dan berakhlak mulia, yang menjadi pilar utama dalam membangun masyarakat sejahtera yang berkeadilan. Pendidikan agama juga meningkatkan kesadaran masyarakat sehingga mampu hidup harmoni dan toleran dalam kemajemukan, sekaligus memperkuat kohesi sosial dan memantapkan wawasan kebangsaan untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis dan Islami. Menurut Muhaimin (2009), setidak-tidaknya ada beberapa alasan mengenai perlunya Pendidikan Agama Islam dikembangkan sebagai budaya sekolah, yaitu: (1) UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 ayat (1) dan (2), UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 6 dan 7, (2) Permen Diknas No.22/2006 tentang Standar Isi terutama pada lampiran Standar Kompetensi Dasar Mata Pelajaran PAI. Dengan demikian, upaya mengembangkan pendidikan agama sebagai budaya sekolah telah 1

Upload: manaf-abdul

Post on 19-Jun-2015

2.817 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Paradigma guru pai pada sekolah

PARADIGMA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH Oleh

Drs. Abdul Manaf, M.PdDOSEN STI TARBIYAH AL-HILAL SIGLI

A. PENDAHULUAN

Pendidikan agama memainkan peranan penting dan strategis dalam

pembangunan peradaban suatu bangsa. Berbagai kajian dan pengalaman sejarah

menunjukkan bahwa pendidikan agama memberi manfaat yang luas bagi

kehidupan suatu bangsa. Pendidikan agama mampu melahirkan masyarakat

terpelajar dan berakhlak mulia, yang menjadi pilar utama dalam membangun

masyarakat sejahtera yang berkeadilan. Pendidikan agama juga meningkatkan

kesadaran masyarakat sehingga mampu hidup harmoni dan toleran dalam

kemajemukan, sekaligus memperkuat kohesi sosial dan memantapkan wawasan

kebangsaan untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis dan Islami.

Menurut Muhaimin (2009), setidak-tidaknya ada beberapa alasan mengenai

perlunya Pendidikan Agama Islam dikembangkan sebagai budaya sekolah, yaitu:

(1) UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 ayat (1) dan (2), UU No. 14/2005

tentang Guru dan Dosen Pasal 6 dan 7, (2) Permen Diknas No.22/2006 tentang

Standar Isi terutama pada lampiran Standar Kompetensi Dasar Mata Pelajaran PAI.

Dengan demikian, upaya mengembangkan pendidikan agama sebagai budaya

sekolah telah memperoleh legalitas yang kuat, (3) sekolah yang bermutu dan

memberi muatan agama lebih banyak menjadi pilihan pertama bagi orang tua, (4)

prestasi sekolah bukan hanya prestasi fisik, tetapi ada nilai-nilai, keyakinan, norma

dan budaya yang menjadi ukuran keunggulan, dan (5) budaya sekolah mempunyai

dampak yang kuat terhadap prestasi kerja.

Mencermati landasan tersebut di atas, maka terjadi perubahan paradigma

pendidikan agama di sekolah, yaitu bahwa pendidikan agama bukan hanya tugas

guru agama saja, akan tetapi merupakan tanggung jawab seluruh warga sekolah.

Hal ini harus dipahami secara luas agar tidak terjadi missunderstanding antara guru

agama dan guru lintas bidang studi lainnya. Artinya, guru-guru lintas bidang studi

itu tetap pada posisi dan porsinya masing-masing sesuai dengan bidang

keahliannya. Kaitannya dengan pembudayaan agama, menurut Muhaimin (2009)

1

Page 2: Paradigma guru pai pada sekolah

2

bahwa ada langkah-langkah yang harus terjadi secara berurutan adalah sebagai

berikut: (1) pengenalan nilai-nilai agama secara kognitif, (2) memahami dan

menghayati nilai-nilai agama secara afektif, dan (3) membentuk tekad secara

konatif.1

Sebelum langkah-langkah tersebut di atas diaplikasikan kepada siswa,

terlebih dahulu guru secara individu harus memiliki kepribadian yang terpuji,

ramah, sabar, suka menolong, senang kepada siswa, bersikap adil, tegas dan tidak

kasar, memiliki pengetahuan yang cukup terhadap mata pelajaran yang diajarkan,

tahapan selanjutnya dapat diupayakan agar terjadi pembudayaan agama di sekolah,

maka warga sekolah termasuk siswa harus mengetahui nilai-nilai agama yang bisa

didapatkan baik melalui PBM di dalam kelas maupun diluar jam pelajaran

pendidikan Agama Islam. Pada tingkatan selanjutnya berdasarkan pengalaman dan

pengetahuan yang dimilikinya dapat menumbuhkan semangat atau sikap untuk

menerapkan pengetahuan keagamaannya kepada warga sekolah termasuk siswa.

Dan pada langkah yang terakhir, siswa dapat melaksanakan pengetahuan agamanya

dengan tekad yang kuat sehingga menjadi budaya yang tidak terpisah dari

kepribadiannya.

B. PEMBAHASAN

Pendidikan secara historis maupun filosofis telah ikut mewarnai dan menjadi

landasan moral, dan etika dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan

merupakan variabel yang tidak dapat diabaikan dalam mentransformasi ilmu

pengetahuan, keahlian dan nilai-nilai akhlak. Hal tersebut sesuai dengan fungsi dan

tujuan pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 20 tentang Sistem

Pendidikan Nasional tahun 2003 dinyatakan pada pasal 3 yaitu: Pendidikan

nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar manjadi

manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

1 Muhaimin (2009). Pradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Page 3: Paradigma guru pai pada sekolah

3

demokratis serta bertanggung jawab (Pusat dan Informasi Balitbang Depdiknas

2003)2. Dalam rangka mewujudkan peserta didik sebagaimana yang dirumuskan

dalam tujuan pendidikan nasional di atas, khususnya pendidikan agama, maka

dengan demikian pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun

2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan sebagai petunjuk

teknis operasional di lembaga kependidikan. Dalam peraturan pemerintah tersebut

dirumuskan tujuan Pendidikan agama adalah untuk berkembangnya kemampuan

peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama

yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni

(Pasal 2, ayat 2).3

Semua program pendidikan di Indonesia pada berbagai jenjang dan jenis

pendidikan dirancang untuk pencapaian tujuan pendidikan sebagaimana yang telah

dirumuskan. Rumusan rancangan program pembelajaran di setiap jenjang dan jenis

pendidikan disebut dengan istilah kurikulum. Kurikulum adalah niat dan harapan

yang dituangkan dalam bentuk rencana atau program pendidikan untuk

dilaksanakan oleh guru di sekolah. Dan Kurikulum adalah sebagai bingkai yang

merupakan salah satu alat untuk membina dan mengembangkan siswa menjadi

manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab. Sebelumnya hanya dikenal kurikulum 1968,

kurikulum 1975, Maka pasca tahuntersebut, pendekatan belajar aktif dirintis secara

serius oleh Balitbang Depdiknas sejak tahun 1979 dengan proyek yang dikenal

sebagai Proyek Supervisi dan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) Cianjur, Jawa

Barat. Hasil-hasil proyek ini kemudian direplikasi di sejumlah daerah dan

disebarkan melalui penataran guru ke seluruh Indonesia.

Upaya pendekatan belajar aktif dimulai pada tingkat sekolah dasar,

kemudian mendorong penerapan pendekatan belajar aktif di tingkat sekolah

menengah. Hasil-hasil upaya ini secara bertahap kemudian diintegrasikan ke dalam

Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, dan Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun

2 Undang-undang nomor 20 tahun 2003,tentang sistem pendidikan Nasional, Bab 1 pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan

Page 4: Paradigma guru pai pada sekolah

4

2004, yang dilanjutkan dengan Standar Isi yang lebih dikenal dengan istilah

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, yang merupakan

wewenang satuan pendidikan untuk mengembangkannya, dengan landasan hukum

dan memiliki akuntabilitas legal, menurut pendapat Hamid Hasan (2009; 59)

bahwa kurikulum tingkat sekolah legal, kurikulum Nasional tidak Legal,

menurutnya ahli kurikulum tersebut, sejak berlakunya undang-undang nomor 20

tahun 2003, peraturan menteri pendidikan nasional nomor 22 dan 23 dunia

pendidikan di Indonesia tidak lagi mengenal adanya Kurikulum Nasional dan yang

dinamakan berdasarkan angka tahun sebagai yang tersebut di atas, jadi keberlakuan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) harus disahkan oleh Komite

Sekolah dan Kepala Sekolah, dengan demikian KTSP tersebut sudah memiliki

akuntabilitas legal.4 dengan memberlakukan KTSP sebagai hasil rumusan bersama

atau produk bersama antara sekolah dan komite, maka sudah barang tentu sudah

melawati berbagai tahapan serta analisis yang mendalam terhadap berbagai

kemungkinan yang akan lahir sebagai dampak dari pemberlakukan KTSP dan

menjadi komitmen bersama sebagai wujud tanggung jawab terhadap pendidikan

baik dalam proses pelaksanaan maupun terhadap hasil yang diperoleh, hal yang

demikian akan melahirkan natural efek secara positif, artinya bukan hanya guru

yang dituntut untuk aktif dalam mengajar, akan tetapi komite juga aktif untuk

melakukan pengawasan kepada guru serta kepada siswa, gagasan tersebut

merupakan suatu usaha untuk mencapai suatu perubahan baik dalam penyiapan

calon siswa sebagai Raw In put (siswa), Proses (PBM) dan Out Put

(hasil/Produk/keluaran) dari lembaga pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan

materi pelatihan metode belajar-mengajar aktif menyebutkan bahwa muatan

kurikulum yang berlaku saat ini telah memuat gagasan-gagasan belajar aktif untuk

menumbuhkembangkan beragam kompetensi dalam diri peserta didik.5

Pendidikan agama merupakan bagian integral dari pendidikan nasional, hal

tersebut sesuai dengan penjelasan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan

Nasional pasal 33 ayat 2 bahwa "kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib

4 Hamid Hasan, Prof.Dr.S. (2009) Evaluasi Kurikulum, PT Remaja Rosda Karya, hal. 595 Bahan Pelatihan Metodologi Belajar-Mengajar Aktif, Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan

Pengembangan, Jakarta, 2010

Page 5: Paradigma guru pai pada sekolah

5

memuat antara lain pendidikan agama", 6termasuk salah satunya pendidikan agama

Islam. Pendidikan agama Islam dilaksanakan untuk mengembangkan potensi

keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia. Dalam hal ini

Daradjat (2001 : 172), berpendapat bahwa; pendidikan agama adalah usaha yang

secara sadar dilakukan guru untuk mempengaruhi siswa dalam rangka

pembentukan manusia beragama7. Secara lebih khusus pengertian pendidikan

agama Islam yang perumusannya dilakukan oleh Puskur Balitbang Depdiknas

(2001 : 8), sebagai berikut: Upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta

didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa, dan

berakhlak mulia dalam mmenjalankan ajaran agama Islam dari sumber utamanya

kitab suci Al-Qur'an dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan

latihan, serta penggunaan pengalaman. Pengajaran agama Islam yang demikian

adalah bertujuan untuk memperkuat keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT

serta berakhlak mulia8.

Azra (2002 : 57), berpendapat bahwa "kedudukan pendidikan agama Islam

di berbagai tingkatan dalam sistem pendidikan nasional adalah untuk mewujudkan

siswa yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia".9 Kedudukan tersebut

menjadi lebih urgen lagi untuk jenjang pendidikan tingkat SMP, dimana siswaanya

berusia sekitar 13-16 tahun yang hampir disepakati para ahli ilmu jiwa bahwa

kelompok umur ini berada pada masa remaja, dengan situasi dan kondisi sosial dan

emosionalnya yang belum stabil (Drajat, 1975 : 11-12), sementara tuntutan yang

akan dihadapinya semakin besar dan rumit yaitu dunia perguruan tinggi atau dunia

kerja/masyarakat. Karenanya rumusan tujuan Pendidikan Agama Islam di sekolah

Menengah Pertama adalah dalam rangka untuk: Meningkatkan keyakinan,

pemahaman, penghayatan dan pengalaman siswa tentang agama islam sehingga

menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta

berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

6 Undang-undang nomor 20 tahun 2003,tentang sistem pendidikan Nasional, pasal 33 ayat 27 Daradjat, Z. (1976), Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta : Bumi Aksara. Hal. 1728 Puskur Balitbang Depdiknas (2001 : hal. 8)9 Azra, A. (2002). Paradigma pendidikan Nasional : Rekonstruksi dan Demokratisasi, Jakarta : Penerbit

Buku Kompas. Hal. 57

Page 6: Paradigma guru pai pada sekolah

6

serta untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi (GBPP PAI

1995).

Tujuan tersebut menggambarkan akan kesadaran tentang pentingnya

pendidikan yang memberikan kepedulian pada pembentukan manusia yang

beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt, serta berakhlak mulia. Kesadaran tersebut

didasarkan pada keyakinan bahwa manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

Allah SWT serta berakhlak mulia akan dapat menciptakan keharmonisan dalam

kehidupan pribadi, berbangsa dan bernegara. Menurut konsep islam, iman

merupakan potensi rohani yang harus diaktualisasikan dalam bentuk amal shaleh,

sehingga menghasilkan prestasi rohani yang disebut taqwa. Amal shaleh itu

menyangkut keserasian dan keselarasan hubungan manusia dengan Allah dan

hubungan manusia dengan dirinya yang membentuk keshalehan pribadi; hubungan

manusia dengan sesamanya yang membentuk kesalehan sosial (solidaritas sosial),

serta hubungan manusia dengan alam sekitar.

Kurikulum pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP dirancang untuk

mengantarkan siswa kepada peningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah

SWT serta pembentukan akhlak yang mulia. Keimanan dan ketaqwaan serta

kemuliaan akhlak sebagaimana yang tertuang dalam tujuan pembelajaran yang

akan dapat dicapai dengan terlebih dahulu, jika sebelumnya siswa sudah memiliki

pengetahuan dan pemahaman yang utuh dan benar terhadap ajaran agama Islam,

sehingga terinternalisasi dalam penghayatan dan keasadaran untuk melak-

sanakannya dengan benar. Dengan demikian kurikulum dan pembelajaran PAI

yang dirancang seharusnya dapat menghantarkan siswa kepada pengetahuan dan

pemahaman yang utuh dan seimbang antara penguasaan ilmu pengetahuan tentang

agama Islam dengan kemampuan pelaksanaan ajaran serta pengembangan nilai-

nilai Akhlakul Karimah.

Guru sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang nomor 14 tahun

2005 adalah pendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasikan peserta didik, sejalan dengan maksud di atas, maka dalam

mengoperasionalkan pendidikan agama disekolah, pihak Menteri Agama

mengeluarkan peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 16 tahun

Page 7: Paradigma guru pai pada sekolah

7

2010 Tentang Pengelolaan pendidikan agama pada sekolah, bagian kedua, pasal 2

Pengelolaan pendidikan agama meliputi standar isi, kurikulum, proses

pembelajaran, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan,

penyelenggaraan, sarana dan prasarana, pembiayaan, penilaian, dan evaluasi.10

Dengan demikian bahwa guru PAI juga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kualitas pembelajaran pendidikan agama Islam, hal tersebut sesuai

dengan pendapat Ngalim Purwanto, dkk (1979;7, bahwa guru adalah individu yang

terdidik, ahli dalam mata pelajaran dengan ijazah yang berkualifikasi agar mampu

mengajar pada bidangnya, mampu bekerja sama dengan anak-anak dengan cara

meningkatkan kemampuan belajar baginya.11

Disamping itu, sebelumnya terlebih dahulu di ketahui kedudukan guru

sebagaimana yang diamanahkan dalam Peraturan bersama Menteri pendidikan

nasional Dan Kepala badan kepegawaian negara Nomor: 03/v/pb/2010, Nomor: 14

tahun 2010, Bab I, Pasal 1, poin I disebutkan bahwa Guru adalah pendidik

profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini

jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sedangkan

pada Poin 4, menyebutkan bahwa Guru mata pelajaran adalah Guru yang

mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam proses

pembelajaran pada satu mata pelajaran tertentu di sekolah/madrasah.12

Sesuai dengan peraturan diatas, bahwa idealnya guru mengetahui

kemampuan seseorang akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah

belajar atau berlatih, disamping itu, Gage (1964 :139), memberi penekanan bahwa

perilaku guru dipandang sebagai "sumber pengaruh", sedangkan tingkah laku yang

belajar sebagai "efek" dari berbagai proses, tingkah laku dan kegiatan interaktif.13

Para pakar menyatakan bahwa, betapapun bagusnya kurikulum (official), hasilnya

10 peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2010 Tentang Pengelolaan pendidikan agama pada Sekolah bagian kedua, pasal 2.

11 M. Ngalim Purwanto,dkk.(1979) Kompetensi Belajar dan Guru, Jakarta. Nasco. Hal. 712 Peraturan bersama Menteri pendidikan nasional Dan Kepala badan kepegawaian negara Nomor: 03/v/pb/2010,

Nomor 14 tahun 2010, Bab I, Pasal 1.13 Gage, NL. (1964), Handbook of Research on Teaching. Chicago : rand McNally Hal 139

Page 8: Paradigma guru pai pada sekolah

8

sangat tergantung pada apa yang dilakukan guru dalam kelas "curriculum actual"

(Syaodih; 1997 : 194).

Pendekatan pembelajaran yang seyogianya diterapkan adalah pendekatan

yang memotivasi peserta didik agar dapat belajar bagaimana belajar, sejalan

dengan pernyataan di atas S. Nasution (1982;80) berpendapat bahwa belajar lebih

berhasil bila dihubungkan dengan minat, keinginan dan tujuan anak.14 Sejalan

dengan pendapat ahli di atas, Daradjat (1980;26) berpendapat bahwa titik

permulaan dalam mengajar yang berhasil adalah membangkitkan minat anak didik,

karena rangsangan tersebut, membawa kepada senangnya anak didik terhadap

pelajaran, dan meningkatkan semangat.15 Hal tersebut sesuai dengan amanah

Permen Diknas Nomor 41, tahun 2007: Standar Proses untuk Satuan Pendidikan

Dasar dan Menengah, yaitu; “Pelaksanaan kegiatan inti ini merupakan proses

pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif,

menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,

serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian

sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta

didik”.16 Sejalan dengan peraturan menteri di atas, Presiden Susilo Bambang

Yudoyono dalam Temu Nasional di Jakarta, 29 Oktober 2009, mengatakan, bahwa;

“Saya minta Menteri Pendidikan Nasional untuk mengubah metodologi belajar-

mengajar yang ada selama ini. Sejak taman kanak-kanak hingga sekolah menengah

jangan hanya gurunya yang aktif , tetapi harus mampu membuat siswanya juga

aktif” Untuk tercapainya maksud pernyataan di atas, lahirnya Peraturan Menteri

Agama RI Nomor 16 tahun 2010, dalam pasal 13 disebutkan, Guru Pendidikan

Agama minimal memiliki kualifikasi akademik Strata 1/Diploma IV, dari program

studi pendidikan agama dan/atau program studi agama dari Perguruan Tinggi yang

terakreditasi dan memiliki sertifikat profesi guru pendidikan agama. Selanjutnya,

dalam Pasal 16 ayat 1, disebutkan bahwa Guru Pendidikan Agama Islam harus

memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, profesional, dan

kepemimpinan.14 S. Nasution,(1982) Azas-azas Kurikulum, Bandung, CV. Diponegoro, hal. 80.15 Daradjat, Zakiah, (1980) Kepribadian Guru, Jakarta. Bulan Bintang, hal. 2616

Permen Diknas Nomor 41, tahun 2007: tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Page 9: Paradigma guru pai pada sekolah

9

Dengan demikian, Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) harus memiliki

kualifikasi akademik, sertifikat profesional dan kompetensi.17 Pernyataan di atas

sesuai dengan pendapat Sagala (2006 ; 210) bahwa guru harus menguasai sepuluh

kompetensi dasar, yaitu (1) menguasai landasan-landasan pendidikan, (2)

menguasai bahan pelajaran (3) kemampuan mengelola program belajar mengajar,

(4) kemampuan mengelola kelas, (5) kemampuan mengelola interaksi belajar

mengajar, (6) menilai hasil belajar siswa, (7) kemampuan mengenal dan

menerjemahkan kurikulum, (8) mengenal fungsi dan program bimbingan dan

penyuluhan (9) memahami prinsip-prinsip dan hasil pengajaran, (10) mengenal dan

menyelenggarakan administrasi pendidikan.18 Oleh karena itu, guru harus

menguasai kompetensi-kompetensi keguruan, karena semua pontensi yang dimiliki

oleh peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru,

sesuai dngan pernyataan di atas Mulyasa (2007:64) memberi penekanan bahwa

minat, bakat kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan

berkembang secara optimal tanpa bantuan guru.19

Disamping faktor guru, faktor siswa juga mempengaruhi kualitas

pembelajaran PAI. Siswa SMP dilihat dari tingkat perkembangan intelektualnya

telah mampu berfikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak. Menurut

Sigelman & Shafer (Yusuf, 2001: 193) bahwa, pertumbuhan otak mencapai

kesempurnaan dari mulai usia 12-20 tahun.20 Dengan demikian maka model dan

strategi pembelajaran PAI di SMP disajikan untuk memfasilitasi perkembangan

kemampuan berfikirnya melalui Participatory learning Pembelajaran partispatif

adalah kegiatan pembelajaran di mana semua pihak, termasuk pendidik dan peserta

didik, terlibat secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran. Keikutsertaan

peserta didik itu diwujudkan dalam tiga tahapan kegiatan pembelajaran yaitu tahap

perencanaan program (program planning), pelaksanaan (program implementation),

dan penilaian (program evaluation) kegiatan pembelajaran. Sedangkan student

17 Peraturan Menteri Agama RI (PMA) Nomor 16 tahun 2010, tentang Fungsi dan Tujuan Pendidikan Agama Islam Bab.II pasal 13.

18 Sagala, Saiful, (2006) Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, Bandung, Al-Fabeta. Hal.21019 E. Mulyasa, (2007) Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung, Remaja Rosda Karya,hal. 6420

Yusuf, Syamsu, LN. (2001) Psikologi Perkembangan Anak dan remaja. Cetakan kedua, bandung : Remaja Rosda Karya. Hal. 193

Page 10: Paradigma guru pai pada sekolah

10

active learning merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan

peserta didik dalam mengakses berbagal informasi dan pengetahuan untuk dibahas

dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapatkan

berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan kompetensinya. Selain itu, belajar

aktif juga memungkinkan peserta didik dapat mengembangkan kemampuan analitis

dan sintesis serta mampu merumuskan nilai-nilai baru yang diambil dan hasil

analisis mereka sendiri.

Metode pembelajaran dimaksudkan sebagai cara yang digunakan guru untuk

melakukan proses pembelajaran di kelas, terutama dalam konteks transfer of

knowledges dan transfer of values Sehingga pembelajaran PAI mengandung makna

serta fungsi dalam kehidupan mereka. Kondisi pembelajaran pendidikan agama

Islam di sekolah menurut Departemen Agama (1999 : 33), memiliki ciri-ciri

seperti: "(1) kemampuan siswa heterogen, (2) waktu/jam pelajaran agama Islam

terbatas, (3) minat siswa lebih besar pada mata pelajaran lain, dan (4) sarana dan

prasarana pendidikan agama Islam masih terbatas.

C. KESIMPULAN

1. Delimatisnya Guru Pendidikan Agama Islam pada Sekolah, karena secara

profesional yang dimiliki sebagai guru yang melakukan tranfer knowlage

and tranfer value kepada warga belajar, disisi yang lain diberikan tanggung

jawab yang besar terhadap tugas pembinaan warga belajar secara

menyeluruh, alias tugas ganda disamping sebagai guru mata pelajaran dan

juga sebagai guru bimbingan konsling dan tanggung jawab tersebut dalam

rentang waktu yang bersamaan.

2. Melihat situasi kekinian perkembangan kehidupan dalam berbangsa dan

bernegara sudah berada pada titik yang mengkawatirkan, maka Pendidikan

Agama Islam merupakan solusi sebagai kebutuhan dalam mengatur

penghidupan.

3. Peningkatan kapasitas stake hoders pendidikan sangat penting

dilaksanakan.

Page 11: Paradigma guru pai pada sekolah

11

4. Guru merupakan suatu komponen penting dalam melaksanakan

pembelajaran di sekolah.

5. Belum terpenuhinya alokasi anggaran yang sesuai dengan aturan untuk

tercapainya maksud undang-undang nomor 20 tahun 2003, undang-undang

14 tahun 2005.

6. Masih lemahnya kapasitas guru dalam melakukan proses belajar mengajar

di sekolah

7. Aturan hukum yang berlaku tentang pendidikan di indonesia menjamin

untuk merumuskan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan dinyatakan

legal.

D. SARAN-SARAN

1. Idealnya guru PAI jangan diberi tanggung jawab dalam bentuk doblel job

dalam bentuk tanggung jawab tugas, akan tetapi cukup dengan beban yang

ditanggung dalam bentuk tanggung jawab moral sebagai guru Pendidikan

Agama Islam pada sekolah.

2. Pihak Pemerintah pusat/pemerintah daerah berkewajiban untuk memberi in

servis training kepada kepala Sekolah dan Guru yang mempunyai kapasitas

dalam bidangnya untuk merumuskan kurikulum KTSP

3. Pihak Eksikutif dan Legislatif harus serius merencanakan pengembagan

pendidikan melalui pengembangan materi ajar terutama terhadap guru

Pendidikan Agama Islam

4. Pihak Eksikutif dan Legislatif harus bersama-sama membangun

sumberdaya manusia yang Islami melalui pendidikan yang berbasis

karakter dan berakhlaq mulia.

5. Pihak Satuan Pendidikan tidak ada alasan untuk tidak mempunyai kapasitas

untuk merumuskan Kurikulum tingkat satuan pendidikan.

6. Pihak satuan pendidikan tidak ada lasan untuk tidak memberlakukan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Page 12: Paradigma guru pai pada sekolah

12

7. Untuk mencegah terjadinya pergeseran nilai-nilai luhur yang dianut oleh

bangsa Indonesia, tingkat satuan pendidikan harus diberikan kesempatan

dan peluang yang besar untuk melakukan pembinaan anak-anak bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Azra, A. (2002). Paradigma pendidikan Nasional : Rekonstruksi dan Demokratisasi, Jakarta : Penerbit Buku Kompas.

Bahan Pelatihan Metodologi Belajar-Mengajar Aktif, Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan, Jakarta, 2010

Daradjat, Zakiah, (1980) Kepribadian Guru, Jakarta. Bulan Bintang.Daradjat, Zakiah. (1976), Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi

Aksara. E. Mulyasa, (2007) Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung, Remaja

Rosda Karya.Gage, NL. (1964), Handbook of Research on Teaching. Chicago: rand McNally Hamid Hasan, Prof.Dr.S. (2009) Evaluasi Kurikulum, PT Remaja Rosda Karya.M. Ngalim Purwanto,dkk.(1979) Kompetensi Belajar dan Guru, Jakarta. Nasco.Muhaimin (2009). Pradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan

Agama Islam di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.S. Nasution,(1982) Azas-azas Kurikulum, Bandung, CV. DiponegoroSagala, Saiful, (2006) Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan,

Bandung, Al-Fabeta. Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan

Pendidikan KeagamaanPermen Diknas Nomor 41, tahun 2007: tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.Peraturan Menteri Agama RI (PMA) Nomor 16 tahun 2010, tentang Fungsi dan Tujuan Pendidikan Agama Islam Peraturan bersama Menteri pendidikan nasional Dan Kepala badan kepegawaian Negara Nomor: 03/v/PB/2010, Nomor: 14 tahun 2010.peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2010 Tentang

Pengelolaan pendidikan agama pada Sekolah bagian kedua.Puskur Balitbang Depdiknas (2001)Yusuf, Syamsu, LN. (2001) Psikologi Perkembangan Anak dan remaja. Cetakan

kedua, bandung : Remaja Rosda Karya.Undang-undang nomor 20 tahun 2003,tentang sistem pendidikan Nasional, Bab I

pasal 3 dan Pasal 33 ayat 2.

Page 13: Paradigma guru pai pada sekolah

13