paper bronkiektasi

22
1 Bronkiektasis BRONKIEKTASIS PENDAHULUAN Bronkiektasis adalah pelebaran atau dilatasi bronkus lokal dan permanen sebagai akibat kerusakan struktur dinding. Bronkiektasis merupakan kelainan saluran napas yang seringkali tidak berdiri sendiri, akan tetapi dapat merupakan sebagian dari suatu sindroma atau sebagai akibat (penyulit) dari kelainan paru yang lain. Insidens bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan pengobatan antibiotika. Akan tetapi perlu diingat bahwa insidens ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, polusi udara dan kelainan kongenital. 1 Di negeri-negeri Barat, kekerapan bronkietasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Kekerapan setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti sesudah dapat ditekannya frekuensi kasus-kasus infeksi paru

Upload: queenbby-anna

Post on 02-Oct-2015

228 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

paru

TRANSCRIPT

Bronkiektasis

BRONKIEKTASISPENDAHULUANBronkiektasis adalah pelebaran atau dilatasi bronkus lokal dan permanen sebagai akibat kerusakan struktur dinding. Bronkiektasis merupakan kelainan saluran napas yang seringkali tidak berdiri sendiri, akan tetapi dapat merupakan sebagian dari suatu sindroma atau sebagai akibat (penyulit) dari kelainan paru yang lain. Insidens bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan pengobatan antibiotika. Akan tetapi perlu diingat bahwa insidens ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, polusi udara dan kelainan kongenital.1

Di negeri-negeri Barat, kekerapan bronkietasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Kekerapan setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti sesudah dapat ditekannya frekuensi kasus-kasus infeksi paru dengan pengobatan memakai antibiotik. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik dan diderita oleh laki-laki maupun perempuan. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak, bahkan dapat merupakan kelainan kongenital.2DEFINISI

Bronkiektasi adalah pelebaran atau dilatasi bronkous lokal dan permanen sebagai akibat keruskan struktur dinding. Bronkiektasi merupakan kelainan saluran nafas yang sering kali tidak berdiri sendiri,akan tetapi dapat merupakan sebagian dari suatu sindroma atau sebagai akibat (penyulit) dari kelainan paru yang lain. Insiden bronkiektasi cenderung menurun dengan adanya kemajuan pengobatan antibiotika. Akan tetapi perlu diingat bahwa insiden ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, polusi udara dan kelainan kongenital.3ETIOLOGI

Bronkiektasis bisa disebabkan oleh:

1. Infeksi pernafasan - Campak - Pertusis - Infeksi adenovirus - Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau Pseudomonas- Tuberkulosa - Infeksi jamur - Infeksi mikoplasma

2. Penyumbatan bronkus - Benda asing yang terhisap - Pembesaran kelenjar getah bening

- Tumor paru - Sumbatan oleh lendir 3. Keadaan lain - Penyalahgunaan obat (misalnya heroin) - Infeksi HIV - Sindroma Young (azoospermia obstruktif) - Sindroma Marfan. Menghirup getah lambung dan partikel makanan

4. Cedera penghirupan - Cedera karena asap, gas atau partikel beracun - M Keadaan genetik - Fibrosis kistik - Diskinesia silia, termasuk sindroma Kartagener - Kekurangan alfa-1-antitripsin 5. Kelainan imunologik - Sindroma kekurangan imunoglobulin - Disfungsi sel darah putih - Kekurangan koplemen - Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti rematoid artritis, kolitis ulserativa 3PATOGENESISBronkiektasis adalah keadaan yang ditandai dengan dilatasi kronik bronkus dan bronkiolus ukuran sedang (kira-kira generasi percabangan keempat sampai kesembilan). Terdapat dua bentuk anatomis yang lazim : sakular dan silindris. Bronkiektasis sakular yaitu dilatasi berupa rongga yang bulat seperti kavitas, seringkali ditemukan pada bronkus yang mengalami dilatasi dan khas pada orang dewasa. Bronkiektasis timbul apabila dinding bronkus melemah akibat perubahan peradangan kronik yang mengenai mukosa serta, lapisan otot.

Gbr. 1 Perubahan Patologik Pada Bronkiektasis. A, Potongan longitudinal dinding bronkus: infeksi kronis menyebabkan kerusakan dinding bronkus. B, Timbunan bahan purulen dalam bronkiolus yang melebar mengakibatkan infeksi yang sulit ditanggulangi.

Bahan-bahan purulen terkumpul pada daerah yang melebar ini dan mengakibatkan infeksi yang menetap pada segmen atau lobus yang terserang. Infeksi kronik selanjutnya semakin merusak dinding bronkus, dan terbentuk suatu lingkaran setan yang tak berkesudahan. Tidak ada penyebab tunggal yang khas dari bronkiektasis karena penyakit ini dilandasi oleh suatu kelainan anatomis. Bronkiektasis paling sering timbul pada masa kanak-kanak akibat infeksi berulang saluran pemapasan bagian bawah, yang timbul sebagai komplikasi penyakit campak, batuk rejan, atau influ'enza. Penyumbatan bronkus akibat neoplasma atau aspirasi benda asing (terutama benda organik seperti kacang) juga dapat menimbulkan bronkiektasis dan infeksi sekunder pada percabangan bronkus bagian distal. Bronkiektasis pada lobus atas dapat dikaitkan dengan tuberkulosis, meskipun keadaan ini seringkali tak menimbulkan gejala karena drainase bronkus dapat terjadi dengan bantuan gravitasi. Fibrosis kistik dan sindrom Kartagener (bronkiektasis yang disertai sinusitis dan kelainan letak jantung yaitu di rongga toraks sisi kanan) merupakan contoh penyakit kongenital yang berkaitan dengan bronkiektasis.41. Faktor radang dan nekrosis

Radang pada saluran pernafasan menyebabkan silia dari sel epitel bronkus tidak berfungsi. Epitel kolumnar mengalami degenerasi dan diganti menjadi epitel bertatah. Selanjutnya elemen kartilago muskularis mengalami nekrosis dan jaringan elastis yang terdapat disekitarnya mengalami kerusakan sehingga berakibat dinding bronkus menjadi lemah, melebar tak teratur dan permanen. Bila ulserasi mengenai pembuluh darah, dapat terjadi batuk darah berulang.selain itu timbul hipertropi dari pembuluh darah serta terbentuk anastomosis antara vena bronkialis dengan vena pulmonalis (right to life shunt) dengan akibat timbul hipoksemia kronis dan berakhir dengan kor pulmonal kronis.2. Faktor mekanik

Distensi mekanis sebagai akibat dinding bronkus yang lemah, sekret yang menumpuk dalam bronkus, adanya tumor atau pembesaran kelenjar limfe. Peningkatan tekanan intra bronkial distal dari penyempitan akibat batuk. Penarikan dinding bronkus oleh karena fibrosis jaringan paru, sebagai akibat timbulnya perlekatan lokal yang permanen dari dinding bronkus.Faktor intrinsik diduga mempunyai peranan, sebab tidak semua penderita dengan infeksi disertai obstruksi bronkus akan berakibat menjadi bronkiektasi.

Pelebaran bronkus dapat berbentuk :

sakuler

tubuler

varikosis1GAMBARAN KLINISGambaran klinis utama dari bronkiektasis adalah batuk kronik yang jarang, bersifat produktif dengan banyak sputum mukopurulen yang berbau busuk. Batuk semakin berat kalau pasien berubah posisi. Jumlah sputum yang dikeluarkan bergantung pada stadium penyakit, tetapi pada kasus yang berat dapat mencapai 200 ml sehari. Hemoptisis sering terjadi, biasanya berupa sputum yang mengandung darah. Gambaran penyakit lanjut dan tak diobati adalah pneumonia rekuren, malnutrisi, jari-jari tabuh, kor pulmonale dan gagal jantung kanan.

Derajat gangguan fungsional bergantung pada luas jaringan paru yang terkena. Bronkiektasis yang terbatas pada satu atau dua segmen paru mungkin hanya menyebabkan gangguan fungsi yang ringan, sedangkan bronkiektasis difus dapat disertai anastomosis antara sirkulasi bronkus dan sirkulasi pulmonar sehingga mengakibatkan pirau dari kanan ke kiri.4Gejala yang mungkin tidak ada kalau hanya mengenai lobus atas saja karena drainase yang baik. Pada bronkiektasi yang ringan mungkin batuk dengan sputum timbul menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu atau tidak ada gejala sama sekali. Keadaan gizi penderita biasanya baik, komplikasi pneumonia jarang dan progresivitasnya lambat. Pada bronkiekatsi yang berat penderita mengalmi batuk terus menerus dengan sputum yang banyak kurang lebih 200-300 cc hal ini menjadi bertambah berat kalau ada infeksi saluran nafas atas. Biasanya disertai demam, tidak ada nafsu makan,penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan.Sesak nafas dan sianosis timbul pada kelainan yang luas. Pada penderita dengan bronkiektasi yang terbatas pada suatu tempat infeksi terjadi berulang pada tempat tersebut. Sputum sering mengandung bercak darah. Kadang-kadang dapat terjadi batuk darah yang lebih banyak akibat nekrosis dinding pembuluh darah bronkus. Pada bronkiektasi yang kering (dry bronchiectasi), hemoptisis mungkin merupakan satu-satunya gejala, sebab itu bronkiektasi harus dipikirkan pada setiap hemoptisis yang tidak diketahui sebabnya.Pemeriksaan fisik yang terpenting adalah adanya ronki basah sedang sampai dengan kasar pada daerah yang terkena dan menetap pada pemeriksaan yang berulang. Kadang-kadang dapat didengar ronki kering. Pada keadaan lanjut sering didapatkan tanda fibrosis dengan penarikan mediastinum ke tempat tersebut, pergeseran pekak jantung dan deviasi trakhea ke tempat yang terkena. Eksaserbasi infeksi kadang-kadang dapat mengakibatkan pneumonia, abses paru atau empiema. Adanya komplikasi empiema ditandai dengan adanya perkusi redup di daerah yang terkena dengan suara nafas yang melemah.Jari-jari tabuh ditemukan pada 30-50 % kasus. Pada kasus yang berat mungkin ada sianosis dan tanda kor-pulmonal.5PEMERIKSAAN LABORATORIUMVolume sputum, warna sputum, sel-sel, bakteri dalam sputum merupakan pemeriksaan penting. Sputum biasanya terdiri dari 3 lapisan :

Atas terdiri dari busa Tengah terdiri dari sereus

Bawah terdiri dari pus dan sel-sel rusak

Kalau ada infeksi volume sputum akan meningakat, sputum menjadi lebih purulent dan mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri.

Leukositosis menunjukkan adanya supurasi yang aktif dan anemia menunjukkan infeksi yang menahun.5PEMERIKSAAN RADIOLOGIFoto toraks PA dan lateral :tampak infiltrat pada paru bagian basal dengan daerah radiolusen yang multipel menyerupai sarang lebah (honey combs appearance).Bronkografi:merupakan sarana diagnosis pasti untuk bronkiektasi, karena dengan bahan kontras yang dimasukkan kedalam saluran nafas akan tampak kelainan ekstasis.1

BRONKOSKOPI

Tidak dapat digunakan untuk melihat eksitasis, akan tetapi dapat untuk mengetahui adanya tumor atau benda asing, sumber batuk darah, sputum dan perdarahan.1PEMERIKSAAN FAAL PARUUntuk melihat akibatnya yaitu kelainan restriksi dan/atau obstruksi.1DIAGNOSIS

Tampak pelebaran bronkus pada pemeriksaan bronkografi/CT scan.2DIAGNOSIS BANDING

1. Bronkitis kronis

Bronkitis kronis menunjukkan gambaran bronkus yang normal pada pemeriksaan bronkografi.

2. Tuberkulosis paru

Pada tuberkulosis paru tampak gambaran radiologis yang berbeda dengan gambaran bronkiektasis, terlebih lagi bila dijumpai basil tuberkulosis dalam sputum. Akan tetapi perlu diingat bahwa bronkiektasis dapat merupakan penyulit dari tuberkulosis paru. 3. Abses paruPada radiologis tampak gambaran abses yang dapat dibadakan dari gambaran bronkiektasis.

4. Tumor paru

Tampak gambaran masa padat pada paru, bila proses keganasan memberikan gambaran infiltrat, maka perlu dibedakan dengan proses pneumonia.1,2PENYULIT

1. Batuk darah masif.

2. Kor pulmonal kronikum dekompensata.3. Infeksi sekunder : pneumonia dan abses.1,2TERAPI

Pengelolaan pasien bronkiektasis terdiri atas dua kelompok : Pengobatan konservatif dan pengobatan pembedahan. Pengobatan konsevatif terdiri atas : pengelolaan umum, pengelolaan khusus, pengobatau sirntomatikPengobatan Konservatif

Pengelolaan Umum. Pengelolaan umum ini ditujukan terhadap semua

pasien bronkiektasis, meliputi :

- Menciptakan lingkungan yaug baik dan tepat bagi pasien. contoh :- membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.

- mencegah/menghentikan merokok.

- mencegah/mengbindari debu, asap dan sebagainya.

- Memperbaiki drainase sekret bronkus

Pengelolaan Khusus.

Kemoterapi pada Bronkiektasis. Kemoterapi pada bronkiektasis dapat digunakan: 1 ). Secara kontinyu untuk mengontrol infeksi bronkus (ISPA),

2). Untuk pengobatan eksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru, atau3). Keduanya. Kemoterapi disini menggunakan obat antibiotik tertentu (terpilh). Pemilihan antibiotik mana yang harus dipakai sebaiknya harus berdasarkan hasil uji sensitivitas kuman terhadap antibiotik atau menggunakan pengobatan antibiotik secara empirik.

Walaupun kemoterapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronkiektasis, tidak setiap pasien harus diberikan antibiotik. Antibiotik hanya diberikan kalau diperlukan saja, yaitu apabila terdapat eksaserbasi infeksi akut. Antibiotik diberikan selarna 7-10 hari, terapi tunggal atau kombinasi beberapa antibiotik, sampai kuman penyebab infeksi terbasmi atau sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwama kuning/ hijau menjadi mukoid (putih jemih). Selanjutnya ada yang memberikan dosis pemeliharaan. Ada yang berpendapat bahwa kemoterapi dengan antibiotik ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat ada ekasarbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara.

Drainase Sekret dengan Bronkoskop. Cara ini penting dikerjakan terutama pada permulaan perawatan pasien. Keperluannya antara lain adalah untuk :

1). menentukan dari mana asal sekret (sputum),

2).mengindentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus, dan3).menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi tadi (misalnya pada pengobatan atelektasis paru).

Pengobatan Simtomatik. Pengobatan lain yang perlu ditambahkan adalah pengobatan simtomatik. Sesuai dengan namanya, pengobatan ini hanya diberikan kalau timbul simtom yang mungkin mengganggu atau membahayakan pasien.Pengobatan Obstruksi Bronkus. Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru (% VEP < 70%) dapat diberikan obat bronkodilator. Sebaiknya sewaktu dilakukan uji faal paru dan diketahui adanya tanda obstruksi saluran napas sekaligus dilakukan tes terhadap obat bronkodilator. Apabila hasil tes bronkodilator positif, pasien perlu diberikan obat bronkodilator tersebut. Pengobatan Hipoksia. Pada pasien yang mengalami hipoksia (terutama pada waktu terjadinya eksaserbasi infeksi akut) perlu diberikan oksigen. Apabila pada pasien telah terdapat komplikasi bronkitis kronik, pemberian oksigen harus hatihati, harus dengan

aliran rendah (cukup 1 liter/menit).Pengobatan Hemoptisis. Apabila terjadi hemoptisis, tindakan yang perlu segera diberikan adalah upaya menghentikan perdarahan tersebut. Kadang-kadang sulit menghentikan perdarahan ini. Telah banyak dilaporkan oleh para peneliti hasil pengobatan hemoptisis ini dengan obat-obat hemostatik. Dicatat hasilnya sangat baik (memuaskan), walaupun sulit diketahul mekanisme kerja obat-obatan tersebut dalam menghentikan perdarahan.

Apabila perdarahan cukup banyak (masif), mungkin merupakan perdarahan arterial yang memerlukan tindakan operatif segera untuk menghentikan perdarahannya, dan sementara harus diberikan transfusi darah untuk mengganti darah yang telah hilang.

Pengobatan Demam.Pada pasien yang mengalami eksaserbasi infeksi akut sering terdapat demam, lebih-lebih kalau terjadi septikemia. Pada keadaan ini selain perlu diberikan antibiotik yang sesuai, dosis cukup, perlu ditambahkan obat antipiretik seperlunya.2Pembedahan

Paling ideal dilakukan reseksi pada bagian yang sakit.

Indikasi

:batuk darah berulang, proses ektasis yang lokal/soliter.

Kontra indikasi: pada bronkiektasis yang difus, faal paru yang jelek.1PROGNOSIS

Tergantung dari penyebab, lokasi, luas proses, derajat gangguan faal paru dan adanya penyulit.

Penggunaan antibiotika yang tepat dan tinadakan bedah sangat berpengaruh terhadap prognosis. Tanpa pengobatan penderita ektasis jarang dapat hidup melewati umur 10-15 tahun. Kebanyakan penderita meninggal pada umur kurang dari 40 tahun, karena adanya penyulit.1PENCEGAHAN

1. Vaksinasi terhadap pertusis dan morbili.2. Bila adanya obstruksi bronkus, harus dihilangkan.

3. Higiene saluran nafas : udara pernafasan bebas polusi termasuk rokok.1,2DAFTAR RUJUKAN1. Alsagaf H,Bronkiektasis in Alsagaf H, Mukty A, Widjaja H, et al eds, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Erlangga, Surabaya, 2006, 256-2622. Rahmatullah P, Bronkiektasis, in Sudoyo AW, Setiyohadi, Alwi I, et al eds, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006, 1035-10393. Kaufmant DA, Assistant Professor, Division of Pulmonary, Critical Care dan Sleep Medicine, Mount Sinai School of Medicine, New York, Bronchiectasis, available from URL http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/mplusencyclopedia.html4. Wilson LM, Pola Obstruktif Pada Penyakit Pernafasan, in Price SA, Wilson LM, Pendit BU, et al eds, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta, 2003, 783-7935. Yusuf I, Bronkiektasis, in Soeparman, Sukaton U, Waspadji S, et al eds, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FK UI, Jakarta 1990, 763-766 PAGE