paper bioremediasi

7
Kemampuan Bioremediasi Sebagai Metode Remediasi dalam Upaya Penanggulangan Tumpahan Minyak Teori dan Studi Kasus Oleh : Muhammad Nur Ali Akbar Abstrak Berbagai kasus tumpahan minyak yang bersifat racun dan berbahaya (B3) dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi yang terjadi di seluruh dunia memerlukan perhatian yang lebih serius agar tidak menimbulkan dampak yang berbahaya terhadap keseimbangan ekosistem. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan dan pengolahan terhadap tanah yang terkontaminasi akibat tumpahan minyak (Oil spill). Pemulihan lahan tercemar oleh tumpahan minyak tersebut dapat dilakukan secara kimia, fisika, dan biologi. Namun pada hasil karya ini, penulis menitikberatkan penelitiannya pada metode biologi dengan menggunakan kapasitas kemampuan mikroorganisme yang di kenal dengan metode bioremediasi. Bioremediasi merupakan metode yang populer dalam menanggulangi pencemaran akibat tumpahan minyak, sehingga pada laporan ini akan di sampaikan seputar hasil studi kasus bioremediasi dengan maksud mengetahui kemampuan bioremediasi dalam mengendalikan material pencemar yang berbahaya (B3) dari tumpahan minyak (oil spill) dengan mendegradasi penyusun utama hidrokarbon dalam rentan waktu tertentu. Untuk memperoleh data dan informasi yang di butuhkan dalam memenuhi tujuan penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus dan pustaka. Dengan mempelajari ilmu bioremediasi berdasarkan teori-teori yang telah tercantum dalam berbagai sumber pustaka kemudian di lanjutkan dengan membahas kasus- kasus yang bersangkutan mengenai tujuan utama pembahasan maka penulis dapat memahami lebih rinci dan menarik kesimpulan baru sebagai penguat data-data yang telah ada dari perpaduan metode tersebut. Berdasarkan hasil studi kasus yang ada, dapat di jelaskan secara garis besar bahwa dalam menangani tumpahan minyak (oil spill) dengan metode bioremediasi, harus dilakukan dengan metode yang kompleks, tidak hanya menambahkan fertilizer pada daerah tercemar tetapi juga perlu penambahan hal-hal lain sebagai pendukung utama dalam mendegradasi jumlah hidrokarbon yang mencemari lingkungan, seperti surfaktan sebagai biodegradable, bakteri pengisolasi serta lahan yang mendukung agar proses pendegradasian dapat berjalan dengan baik. selain itu bahan dasar dari bioremdiasi sendiri merupakan bahan dasar yang relatif murah dan mudah untuk diperoleh sehingga metode bioremediasi sendiri dapat menjadi salah satu hal yang utama dalam menangani tumpahan minyak dengan efektif dan murah. Selain itu, teknik bioremediasi juga merupakan metode yang membutuhkan tenaga pekerja yang sedikit jika di bandingkan dengan mengontrol tumpahan minyak dengan menggunakan metode fisika dan kimia yang membutuhkan banyak tenaga pekerja dalam mengkondisikan kegiatan tersebut. Pendahuluan Berbagai kasus pencemaran limbah berbahaya dan beracun (B3) dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi yang terjadi di seluruh dunia memerlukan perhatian yang lebih serius. Kasus pencemaran seperti yang terjadi pada Exxon Valdez oilspill , area kilang-kilang minyak yang tercemar, Haifa Beach di sekitar wilayah Israel dan wilayah lainnya seharusnya menjadi catatan penting bagi para pengelola penambangan minyak akan pentingnya pengelolaan pencemaran minyak di seluruh dunia. Eksplorasi dan eksploitasi produksi minyak bumi melibatkan juga aspek kegiatan yang beresiko menumpahkan minyak antara lain yaitu distribusi/pengangkutan minyak bumi dengan menggunakan moda transportasi air, transportasi darat, marine terminal/ pelabuhan khusus minyak bumi, perpipaan dan eksplorasi dan eksploitasi migas lepas pantai (floating production storage offloading, floading storage offloading) (Pertamina, 2005). Setiap tahun kebutuhan minyak bumi terus mengalami peningkatan seiring dengan tingginya kebutuhan energi sebagai akibat kemajuan teknologi dan kebutuhan hidup manusia, sehingga potensi pencemaran oleh minyak bumi juga meningkat. Tumpahan minyak dan kebocoran pipa dalam jumlah, luas dan kondisi tertentu, apabila tidak dikendalikan dengan cepat dan tepat dapat mengakibatkan terjadinya suatu malapetaka “pencemaran lingkungan”, yaitu kualitas lingkungan tersebut turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran lingkungan oleh minyak telah menimbulkan masalah serius. Penelitian di Jerman menunjukkan bahwa 0,5 0,75 ton minyak hilang untuk setiap 1000 ton minyak yang dihasilkan. Kehilangan tersebut terjadi selama proses produksi dan pengilangan sebesar 0,1 ton, selama pengangkutan sebanyak 0,1 ton dan kehilangan terbesar 0,4 ton terjadi selama penyimpanan. Kehilangan minyak ini menyebabkan terjadi pencemaran di lingkungan sekitarnya. Tanah yang terkontaminasi minyak tersebut dapat merusak lingkungan serta menurunkan estetika. Lebih dari itu tanah yang terkontaminasi limbah minyak dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) sesuai dengan Kep. MenLH 128 Tahun 2003. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan dan pengolahan terhadap tanah yang terkontaminasi minyak. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran dan penyerapan minyak kedalam tanah. Pemulihan lahan tercemar oleh minyak bumi dapat dilakukan secara biologi dengan menggunakan kapasitas kemampuan mikroorganisme. Fungsi dari mikroorganisme ini dapat mendegradasi struktur hidrokarbon yang ada dalam tanah yang terkontaminasi minyak bumi menjadi mineral-mineral yang lebih sederhana serta tidak membahayakan terhadap lingkungan. Teknik seperti ini disebut bioremediasi. Teknik bioremediasi dapat dilaksanakan secara in-situ maupun cara ex-situ. Teknik bioremediasi in-situ umumnya diaplikasikan pada lokasi tercemar ringan, lokasi yang tidak dapat dipindahkan, atau karakteristik kontaminan yang volatil. Bioremediasi ex-situ merupakan teknik bioremediasi dimana lahan atau air yang terkontaminasi diangkat, kemudian diolah dan diproses pada lahan khusus yang disiapkan untuk proses bioremediasi. Penanganan lahan tercemar minyak bumi dilakukan dengan cara memanfatkan mikroorganisme untuk menurunkan konsentrasi atau daya racun bahan pencemar. Penanganan semacam ini lebih aman terhadap lingkungan karena

Upload: muhammad-nur-ali-akbar

Post on 23-Oct-2015

146 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Bioremediasi

Kemampuan Bioremediasi Sebagai Metode Remediasi dalam

Upaya Penanggulangan Tumpahan Minyak Teori dan Studi

Kasus

Oleh : Muhammad Nur Ali Akbar

Abstrak

Berbagai kasus tumpahan minyak yang bersifat racun dan

berbahaya (B3) dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak

bumi yang terjadi di seluruh dunia memerlukan perhatian yang

lebih serius agar tidak menimbulkan dampak yang berbahaya

terhadap keseimbangan ekosistem. Oleh karena itu perlu

dilakukan pengelolaan dan pengolahan terhadap tanah yang

terkontaminasi akibat tumpahan minyak (Oil spill). Pemulihan

lahan tercemar oleh tumpahan minyak tersebut dapat dilakukan

secara kimia, fisika, dan biologi. Namun pada hasil karya ini,

penulis menitikberatkan penelitiannya pada metode biologi

dengan menggunakan kapasitas kemampuan mikroorganisme

yang di kenal dengan metode bioremediasi. Bioremediasi

merupakan metode yang populer dalam menanggulangi

pencemaran akibat tumpahan minyak, sehingga pada laporan ini

akan di sampaikan seputar hasil studi kasus bioremediasi dengan

maksud mengetahui kemampuan bioremediasi dalam

mengendalikan material pencemar yang berbahaya (B3) dari

tumpahan minyak (oil spill) dengan mendegradasi penyusun

utama hidrokarbon dalam rentan waktu tertentu.

Untuk memperoleh data dan informasi yang di butuhkan dalam

memenuhi tujuan penelitian ini dilakukan dengan metode studi

kasus dan pustaka. Dengan mempelajari ilmu bioremediasi

berdasarkan teori-teori yang telah tercantum dalam berbagai

sumber pustaka kemudian di lanjutkan dengan membahas kasus-

kasus yang bersangkutan mengenai tujuan utama pembahasan

maka penulis dapat memahami lebih rinci dan menarik

kesimpulan baru sebagai penguat data-data yang telah ada dari

perpaduan metode tersebut.

Berdasarkan hasil studi kasus yang ada, dapat di jelaskan secara

garis besar bahwa dalam menangani tumpahan minyak (oil spill)

dengan metode bioremediasi, harus dilakukan dengan metode

yang kompleks, tidak hanya menambahkan fertilizer pada daerah

tercemar tetapi juga perlu penambahan hal-hal lain sebagai

pendukung utama dalam mendegradasi jumlah hidrokarbon yang

mencemari lingkungan, seperti surfaktan sebagai biodegradable,

bakteri pengisolasi serta lahan yang mendukung agar proses

pendegradasian dapat berjalan dengan baik. selain itu bahan dasar

dari bioremdiasi sendiri merupakan bahan dasar yang relatif

murah dan mudah untuk diperoleh sehingga metode bioremediasi

sendiri dapat menjadi salah satu hal yang utama dalam menangani

tumpahan minyak dengan efektif dan murah. Selain itu, teknik

bioremediasi juga merupakan metode yang membutuhkan tenaga

pekerja yang sedikit jika di bandingkan dengan mengontrol

tumpahan minyak dengan menggunakan metode fisika dan kimia

yang membutuhkan banyak tenaga pekerja dalam mengkondisikan

kegiatan tersebut.

Pendahuluan

Berbagai kasus pencemaran limbah berbahaya dan beracun (B3)

dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi yang terjadi

di seluruh dunia memerlukan perhatian yang lebih serius. Kasus

pencemaran seperti yang terjadi pada Exxon Valdez oilspill , area

kilang-kilang minyak yang tercemar, Haifa Beach di sekitar

wilayah Israel dan wilayah lainnya seharusnya menjadi catatan

penting bagi para pengelola penambangan minyak akan

pentingnya pengelolaan pencemaran minyak di seluruh dunia.

Eksplorasi dan eksploitasi produksi minyak bumi melibatkan juga

aspek kegiatan yang beresiko menumpahkan minyak antara lain

yaitu distribusi/pengangkutan minyak bumi dengan menggunakan

moda transportasi air, transportasi darat, marine terminal/

pelabuhan khusus minyak bumi, perpipaan dan eksplorasi dan

eksploitasi migas lepas pantai (floating production storage

offloading, floading storage offloading) (Pertamina, 2005). Setiap

tahun kebutuhan minyak bumi terus mengalami peningkatan

seiring dengan tingginya kebutuhan energi sebagai akibat

kemajuan teknologi dan kebutuhan hidup manusia, sehingga

potensi pencemaran oleh minyak bumi juga meningkat. Tumpahan

minyak dan kebocoran pipa dalam jumlah, luas dan kondisi

tertentu, apabila tidak dikendalikan dengan cepat dan tepat dapat

mengakibatkan terjadinya suatu malapetaka “pencemaran

lingkungan”, yaitu kualitas lingkungan tersebut turun sampai ke

tingkat tertentu yang menyebabkan menjadi kurang atau tidak

dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

Pencemaran lingkungan oleh minyak telah menimbulkan masalah

serius. Penelitian di Jerman menunjukkan bahwa 0,5 – 0,75 ton

minyak hilang untuk setiap 1000 ton minyak yang dihasilkan.

Kehilangan tersebut terjadi selama proses produksi dan

pengilangan sebesar 0,1 ton, selama pengangkutan sebanyak 0,1

ton dan kehilangan terbesar 0,4 ton terjadi selama penyimpanan.

Kehilangan minyak ini menyebabkan terjadi pencemaran di

lingkungan sekitarnya.

Tanah yang terkontaminasi minyak tersebut dapat merusak

lingkungan serta menurunkan estetika. Lebih dari itu tanah yang

terkontaminasi limbah minyak dikategorikan sebagai limbah

bahan berbahaya dan beracun (B3) sesuai dengan Kep. MenLH

128 Tahun 2003. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan dan

pengolahan terhadap tanah yang terkontaminasi minyak. Hal ini

dilakukan untuk mencegah penyebaran dan penyerapan minyak

kedalam tanah.

Pemulihan lahan tercemar oleh minyak bumi dapat dilakukan

secara biologi dengan menggunakan kapasitas kemampuan

mikroorganisme. Fungsi dari mikroorganisme ini dapat

mendegradasi struktur hidrokarbon yang ada dalam tanah yang

terkontaminasi minyak bumi menjadi mineral-mineral yang lebih

sederhana serta tidak membahayakan terhadap lingkungan. Teknik

seperti ini disebut bioremediasi. Teknik bioremediasi dapat

dilaksanakan secara in-situ maupun cara ex-situ. Teknik

bioremediasi in-situ umumnya diaplikasikan pada lokasi tercemar

ringan, lokasi yang tidak dapat dipindahkan, atau karakteristik

kontaminan yang volatil. Bioremediasi ex-situ merupakan teknik

bioremediasi dimana lahan atau air yang terkontaminasi diangkat,

kemudian diolah dan diproses pada lahan khusus yang disiapkan

untuk proses bioremediasi. Penanganan lahan tercemar minyak

bumi dilakukan dengan cara memanfatkan mikroorganisme untuk

menurunkan konsentrasi atau daya racun bahan pencemar.

Penanganan semacam ini lebih aman terhadap lingkungan karena

Page 2: Paper Bioremediasi

agen pendegradasi yang dipergunakan adalah mikroorganisme

yang dapat terurai secara alami.

Metode

Metode yang digunakan adalah Studi kasus dan pustaka karena

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui suatu permasalahan yang

ada, kemudian data yang diperoleh akan dibahas lebih rinci dan

menarik kesimpulan baru sebagai penguat data-data yang telah ada.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam mengumpulkan

data adalah Studi kepustakaan.

Hasil

A. Kajian Pustaka dan Teori

1. Minyak Bumi

Minyak bumi adalah cairan kental, berwarna coklat gelap, atau

kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan atas dari

beberapa area di kerak bumi. Minyak Bumi terdiri dari campuran

kompleks dari berbagai hidrokarbon, sebagian besar seri alkana,

tetapi bervariasi dalam penampilan, komposisi, dan

kemurniannya.

2. Limbah Minyak

Limbah minyak adalah buangan yang berasal dari hasil eksplorasi

produksi minyak, pemeliharaan fasilitas produksi, fasilitas

penyimpanan, pemrosesan, dan tangki penyimpanan minyak pada

kapal laut. Limbah minyak bersifat mudah meledak, terbakar,

bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, dan korosif.

Limbah minyak merupakan bahan berbahaya dan beracun (B3),

karena sifatnya, konsentrasi maupun jumlahnya dapat

mencemarkan dan membahayakan lingkungan hidup, serta

kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya.

Terbuangnya limbah minyak ini akan memberikan efek atau

dampak buruk yang perlu di perhatikan dalam lingkungan agar

tidak merusak keseimbangan pada ekosistem, terutama pada

ekosistem laut (air). Adapun efek yang ditimbulkan dari

pencemaran tumpahan minyak bumi di laut dan di darat adalah:

Rusaknya estetika pantai akibat bau dari material minyak.

Residu berwarna gelap yang terdampar di pantai akan

menutupi batuan, pasir, tumbuhan dan hewan. Gumpalan tar

yang terbentuk dalam proses pelapukan minyak akan hanyut

dan terdampar di pantai.

Kerusakan biologis, bisa merupakan efek letal dan efek

subletal. Efek letal yaitu reaksi yang terjadi saat zat-zat fisika

dan kimia mengganggu proses sel ataupun subsel pada

makhluk hidup hingga kemungkinan terjadinya kematian.

Efek subletal yaitu mepengaruhi kerusakan fisiologis dan

perilaku namun tidak mengakibatkan kematian secara

langsung. Terumbu karang akan mengalami efek letal dan

subletal dimana pemulihannya memakan waktu lama

dikarenakan kompleksitas dari komunitasnya.

Pertumbuhan fitoplankton laut akan terhambat akibat

keberadaan senyawa beracun dalam komponen minyak bumi,

juga senyawa beracun yang terbentuk dari proses

biodegradasi. Jika jumlah fitoplankton menurun, maka

populasi ikan, udang, dan kerang juga akan menurun. Padahal

hewan-hewan tersebut dibutuhkan manusia karena memiliki

nilai ekonomi dan kandungan protein yang tinggi.

Penurunan populasi alga dan protozoa akibat kontak dengan

racun slick (lapisan minyak di permukaan air). Selain itu,

terjadi kematian burung-burung laut. Hal ini dikarenakan slick

membuat permukaan laut lebih tenang dan menarik burung

untuk hinggap di atasnya ataupun menyelam mencari

makanan. Saat kontak dengan minyak, terjadi peresapan

minyak ke dalam bulu dan merusak sistem kekedapan air dan

isolasi, sehingga burung akan kedinginan yang pada akhirnya

mati.

Kesuburan tanah menurun.

3. Penanggulangan Limbah Minyak (Oil Spill)

Beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya :

1. In-situ burning adalah pembakaran minyak pada permukaan

laut, sehingga mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari

permukaan laut, penyimpanan dan pewadahan minyak serta

air laut yang terasosiasi. Teknik ini membutuhkan booms

(pembatas untuk mencegah penyebaran minyak) atau fireproof

barrier. Namun, pada peristiwa tumpahan minyak dalam

jumlah besar sulit untuk mengumpulkan minyak yang dibakar.

Selain itu, penyebaran api sering tidak terkontrol.

2. Penyisihan minyak secara mekanis melalui 2 tahap, yaitu

melokalisir tumpahan dengan menggunakan booms dan

melakukan pemindahan minyak ke dalam wadah dengan

menggunakan peralatan mekanis yang disebut skimmer.

3. Penggunaan sorbent dilakukan dengan menyisihkan minyak

melalui mekanisme absorpsi, yaitu penempelan dan

penyerapan minyak pada permukaan dan masuk ke dalam

sorbent. Sorbent ini berfungsi mengubah fase minyak dari cair

menjadi padat, sehingga mudah dikumpulkan dan disisihkan.

Sorbent harus memiliki karakteristik hidrofobik, oleofobik,

mudah disebarkan di permukaan minyak, dapat diambil

kembali dan digunakan ulang. Ada 3 jenis sorbent yaitu

organik alami (kapas, jerami, rumput kering, serbuk gergaji),

anorganik alami (lempung, vermiculite, pasir) dan sintetis

(busa poliuretan, polietilen,polipropilen dan serat nilon).

4. Dispersan kimiawi merupakan teknik memecah lapisan

minyak menjadi tetesan kecil (droplet), sehingga mengurangi

kemungkinan terperangkapnya hewan ke dalam tumpahan

minyak. Dispersan kimiawi adalah bahan kimia dengan zat

aktif yang disebut surfaktan.

5. Washing oil yaitu kegiatan membersihkan minyak dari pantai.

6. Bioremediasi yaitu proses pendaurulangan seluruh material

organik. Bakteri pengurai spesifik dapat diisolasi dengan

menebarkannya pada daerah yang terkontaminasi. Selain itu,

teknik bioremediasi dapat menambahkan nutrisi dan oksigen,

sehingga mempercepat penurunan polutan.

Dengan beberapa metode penanggulangan limbah minyak

tersebut, adapun peralatan yang digunakan untuk mendukung

proses kegiatan penanggulangan secara umum yaitu :

Booms merupakan alat untuk menghambat perluasan

hambatan minyak.

Skimmers yaitu kapal yang mengangkat minyak dari

permukaan air.

Sorbent merupakan spons besar yang digunakan untuk

menyerap minyak.

Vacuums yang khusus untuk mengangkat minyak berlumpur

dari pantai atau permukaan laut.

Sekop yang khusus digunakan untuk memindahkan pasir dan

kerikil dari minyak di pantai.

4. Bioremediasi Limbah Minyak (Oil Spill)

Bioremidiasi merupakan penggunaan mikroorganisme dalam

mengurangi polutan di lingkungan. Pada saat bioremidiasi terjadi,

enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme untuk

memodifikasi polutan di lingkungan dengan mengubah struktur

kimia polutan yang disebut dengan biotransformasi. Adapun

Page 3: Paper Bioremediasi

contoh mikroorganisme yang berperan dalam bioremediasi ini

terdapat pada tabel 1. Dalam berbagai kasus biotransformasi

biasanya berujung pada biodegradasi yang dimana polutan

beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks dan

akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak

beracun.

Tabel 1. Mikroorganisme yang manapun memetabolismekan

hidrokarbon aromatik

Biodegradasi sendiri adalah pemecahan cemaran organik oleh

aktivitas mikroba yang melibatkan serangkaian reaksi enzimatik.

Pada umumnya terjadi karena senyawa tersebut di manfaatkan

sebagai sumber makanan. Biodegradasi lengkap disebut juga

sebagai mineralisasi, dengan produk akhirnya berupa

karbondioksida dan air. Proses ini dipakai dalam pengolahan

limbah untuk menjadi karbondioksida dan air.

Ada beberapa pendekatan umum untuk meningkatkan kecepatan

biotransformasi atau biodegradasi antara lain dengan :

Seeding, mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba

indidenous (bioremidiasi intrinsik) atau penambahan

mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi).

Feeding, memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi

(biostimulasi) dan aerasi (bioventing).

Bioremidiasi dapat terbagi menjadi beberapa jenis, antara lain

adalah

Biostimulasi

Nutrien dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas, di tambahkan

ke dalam air atau tanah yang tercemar untuk memperkuat

pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di

dalam air atau tanah tersebut.

Biougmentasi

Bioaumentasi dapat diartikan sebagai mikrooganisme yang

dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu

ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar.

Penggunaan cara ini sering kali digunakan dalam

menghilangkan kontaminasi di suatu tempat meskipun terdapat

beberapa hambatan dalam penggunaan cara ini seperti sulitnya

mengontrol tempat yang tercemar agar mikroorganisme dapat

berkembang secara optimal.

Bioremidiasi intrinsik

Bioremidiasi intrinsik terjadi secara alami di dalam air atau

tanah yang tercemar.

Selain jenis-jenis bioremidiasi di atas, bioremidiasi dapat

dibedakan pula menjadi bioremidiasi in-situ dan ex-situ.

Bioremidiasi in-situ adalah bioremidiasi di lokasi. Bioremidiasi

ini lebih murah dan lebih mudah sementara bioremidiasiex-situ

dilakukan dengan cara tanah yang tercemar digali dan dipindahkan

ke dalam penampungan yang lebih dikontrol, kemudian diberi

perlakuan khusus dengan menggunakan mikroba.

Bioremidiasi ex-situ dapat berlangsung lebih cepat, mampu

meremidiasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam

dan lebih mudah dikontrol dibandingkan dengan bioremidiasi in-

situ.

Bioremidiasi ex-situ biasanya terdiri dari penggalian tanah yang

tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah di

daerah aman itu, tanah yang terkontaminasi dapat dibersihkan dari

pencemar. Cara membersihkannya adalah tanah tersebut disimpan

di bak atau tangki yang kedap, kemudian zat pembersih

dipompakan ke bak atau tangki tersebut. Untuk selanjutnya zat

pencemar dapat dipompakan keluar dari bak dan kemudian diolah

dengan instalansi pengolah air limbah. Kekurangan dari

bioremidiasi ini adalah prosesnya lebih rumit dan mahal sementara

kelebihannya adalah proses bisa lebih cepat dan mudah dikontrol,

mampu meremediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih

beragam.

B. Data Studi Kasus

1. Studi Kasus Exxon Valdez oil spill

Pada tanggal 24 Maret 1989, kapal tanker minyak Exxon Valdez

kandas di dekat Pulau Bligh, yang menumpahkan sekitar 40.000

ton minyak mentah ke Prince William Sound, Alaska. Selama

beberapa hari, minyak tersebut menyebar hingga garis pantai

pulau the sound dan Teluk Alaska. Adapun tanggapan langsung

yang dilakukan yaitu dengan meng-offload muatan yang tersisa,

mengumpulkan minyak sebanyak mungkin dengan skimmer dan

melakukan washing oil. Selanjutnya, sekitar 100 mil dari garis

pantai sisa tumpahan tersebut ditangani dengan memberikan

pupuk (fertilizer), hal ini mungkin merupakan proyek

bioremediasi laut terbesar yang pernah dilakukan. Sebagaimana

tersebar sejumlah artikel yang dipublikasikan pada proyek tersebut

(misalnya, Crawford, 1990; Chianelli et al, 1991;. Pritchard &

Costa, 1991; Lindstrom et al, 1991; Mueller et al, 1992;. Pritchard

dkk, 1992 ; Pangeran, 1992; Tombol et al, 1992), namun

pemupukan ini masih sulit untuk mengevaluasi daerah-daerah

yang tercemar tumpahan minyak tersebut, tetapi hal ini masih

lebih baik jika dibandingkan dengan tidak menggunakan metode

pemupukan (bioremediasi).

Pada kasus ini, Perlakuan bioremediasi hanya terdiri dari

penambahan pupuk, sejak percobaan awal menunjukkan tingkat

yang tinggi dari bakteri pengurai hidrokarbon alami dan kadar

oksigen yang memadai sebagai akibat dari pembilasan pasang

surut yang kuat. Pupuk yang dipilih untuk perlakuan tersebut yaitu

Inipol EAP22, yaitu sebuah mikroemulsi urea, asam oleat, fosfat

lauril, 2-butoksi-l-etanol dan air. Inipol dikenal oleh para produsen

sebagai pupuk oleophilic, tetapi setelah diamati pupuk tersebut

sangat cepat tercampur dengan air sehingga menyebabkan

pengemulsian terhenti dan urea tersebar di dalam air.

Page 4: Paper Bioremediasi

Hasil awal pada pemulihan ini adalah perubahan visual yang signifikan yang menunjukkan pembersihan tumpahan minyak

(oil spill ) berdasarkan hasil plot uji dalam dua minggu. Foto

udara juga menunjukkan pembersihan yang merata di daerah yang

diberi proses Inipol, serta terdapat daerah yang lebih gelap di

sekitar batuan-batuan akibat terselimuti oleh tumpahan minyak

tersebut. Foto-foto ini digunakan secara luas pada Exxon Public

Relation. Permasalahan dengan pendekatan non-kuantitatif ini

gagal untuk menunjukkan perubahan yang signifikan atas

biodegradasi. Misalnya, perubahan fisik pada permukaan terbuka

yang diakibatkan oleh interaksi dengan pupuk, atau emulsifier

yang dikandungnya yang dapat mengubah tampilan permukaan.

Kemudian juga, jumlah minyak dan aspal yang cukup bayak

masih tetap berada di pasir dan kerikil yang terkontaminasi.

Setelah delapan Minggu, tampak antara daerah yang dirawat dan

dipulihkan mengalami penurunan yang signifikan.

Tabel 2. Data percobaan Keefektifan pemulihan bioremediasi pada

bebatuan di sekitar pantai (Exxon valdez oil spill)

Grafik 1, Perbandingan pengujian residual oil antara Treated dan

control plot pada Exxon Valdez oil spill. (tabel 2)

Grafik 2, Perbandingan pengujian phytane ratio antara Treated

dan control plot pada Exxon Valdez oil spill. (tabel 2)

Pengukuran kuantitatif menunjukkan efektivitas pemulihan

dengan bioremediasi pada sampel bebatuan dari Harbor Snug

yang dirangkum dalam Tabel 2. Terdapat standar deviasi yang

tinggi dalam analisis tersebut terutama disebabkan oleh distribusi

yang sangat heterogen pada minyak di pantai. Rata-rata dari

beberapa determinasi tersajikan di dalam tabel. Data tersebut

harus diambil pada sampel batuan kerikil yang menimbun

sebagian tumpahan minyak tersebut. Pengukuran minyak yang

tersisa mengindikasikan bahwa terjadi pembenersihan sebesar

75% minyak yang tertumpah berdasarkan nilai plot pemulihan

(bioremediasi), jika dibandingkan dengan data plot kontrol bahwa

pengurangan tumpahan minyak yang terjadi hanya 50%, sehingga

pada proses pemupukan ini memberikan pengaruh yang lebih

besar dari pada dengan pengontrolan mekanik selama tiga bulan

pada musim panas tahun 1989. Meskipun efek bioremediasi

secara statistik tidak menunjukkan hasil yang signifikan (p =

0,05),namun para peneliti menyarankan bahwa perlu pemulihan

oleh bioremeidasi lebih dari 2-3 kali dengan waktu paruh 44 hari

agar penurunan tersebut dapat mencapai nilai yang signifikan. Hal

tersebut jauh lebih baik jika pemulihan dilakukan dengan

mengkontrol penyebaran minyak dengan mekanik yang

menghabisakan waktu hingga 124 hari. Perhitungan ini didasarkan

pada asumsi orde pertama tingkat pembusukan, tentunya

merupakan asumsi yang salah untuk substrat heterogen seperti

minyak mentah.

Rasio residual yang berupa rantai lurus-(C18) hingga rantai

bercabang (phytane) hidrokarbon jelas menunjukkan bahwa

biodegradasi sebagian besar terjadi pada pembersihan permukaan

pantai. Karena berat molekul octadecane dan phytane sama, orang

akan beranggapan bahwa pemindahan hidrokarbon melalui proses

fisik, seperti penguapan dan solubilisasi, akan terjadi pada tingkat

yang sama. Di sisi lain, diketahui bahwa alkana bercabang terurai

lebih lama dari pada n-alkana (Singer & Finnerty, 1984b). Dengan

demikian, penurunan rasio C18/phytane selama musim panas

tahun 1989 menunjukkan bahwa biodegradasi itu terjadi. Namun,

plot kontrol juga menunjukkan penurunan rasio serupa. Dalam

sebuah studi independen yang didukung oleh Alaska Sea Grant

Program (Button dkk., 1992), tidak ada perbedaan dari hasil

observasi secara visibel atau kuantitatif dalam menentukan

minyak atau populasi mikroba yang terpulihkan pada batuan-

batuan pantai, jika di bandingkan dengan plot kontrol.

Kesimpulannya, tampaknya tidak akan ada bukti kuat bahwa

perlakuan pupuk Inipol memiliki efek jangka panjang pada

penghilangan bulk oil pada pantai menyusul tumpahan minyak

Exxon Valdez. Namun, pemulihan tidak mempercepat degradasi

selama beberapa minggu pertama, biodegradasi minyak yang

tertumpah pada batuan permukaan. Interpretasi dari data yang

diterbitkan adalah bahwa urea dan asam oleat yang terdapat di

pupuk memiliki efek langsung dalam mendorong populasi bakteri,

akan tetapi sebagian besar urea tersebut telah hilang oleh

pembilasan pasang surut dalam selang waktu kedepan. Setelah itu,

biodegradasi alami terjadi pada tingkat yang sama dalam plot

pemulihan dan kontrol. Karena hasil yang kurang mencolok dari

pemulihan bioremediasi ini, sehingga masih perlu disempurnakan,

dan mengembangkan studi dan analisis kembali terkait kasus

bioremediasi yang terjadi di Alaska.

2. Studi Kasus Bioremediasi pada Oil-Polluted Refinery Site

Bioremediasi yang dilakukan pada oil-polluted refinery site,

dikutip oleh Balba, Ying & McNeice (1991), adapun eksperimen

laboratorium yang dilakukan sebelum uji coba lapangan

menunjukkan hasil :

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0 20 40 60 80 100

resi

du

al o

il (m

g/g)

Day

Residual Oil

Treated

control

Page 5: Paper Bioremediasi

1. Komposisi Hidrokarbon pada tanah yang terkontaminasi yaitu

total 62,5% jenuh (terutama C14-C25), aromatik 25%, 12,5%

resin dan asphaltenes.

2. Tanah yang terdiri atas hidrokarbon yang terdegradasi

mengandung mikroorganisme bakteri Pseudomonas,

Rhodococci, Acinetobacter, Mycobacterium, dan

Arthrobacter. Hanya Mycobacterium yang terisolasi mampu

mendegradasi fraksi aspalten.

3. Setelah penyaringan lebih dari 50 senyawa, Cyanamer P70

(Cyanamid) terpilih sebagai surfaktan untuk digunakan dalam

percobaan, karena dengan ini akan menghilangkan proporsi

yang relatif tinggi pada kandungan berbahaya yang terdapat

pada tanah tercemar (47%) dan tidak bersifat toksik terhadap

bakteri yang terisolasi.

4. Lebih dari 95% hidrokarbon tersebut terdegradasi selama 23

minggu dalam percobaan mikrokosmos tanah (Tabel 2) yang

terkandung tambahan nutrisi tanah , Cyanamer P70, dan

bakteri pengisolasi.

Berdasarkan pada keberhasilan percobaan laboratorium tanah

mikrokosmo, tanah paling banyak terkontaminasi yang digali dari

permukaan yaitu sedalam 2 meter dan dipulihkan melalui cara ex

situ. Tanah ditempatkan pada kolam persegi panjang tertutup dan

kadar airnya di pertahankan pada 15% (b /b). Tanah tersebut di

aerasi dengan mesin spading pertanian. Surfaktan, nutrisi organik,

dan nutrisi anorganik diberikan untuk mempertahankan keadaan

optimum rasio C: N: P (data tidak disajikan). Mikroorganisme

yang terisolasi diinokulasikan ke dalam tanah sebagai suspensi

encer pada lima keadaan terpisah.

Tabel 3. Pendegradasian hidrokarbon pada oil-polluted soil

Grafik 3, Perbandingan pengujian yang berdasarkan tabel 3 pada

Bioremediasi Oil-Polluted Refinery Site.

Awalnya, tanah digali memiliki rata-rata 13 g TPH per kg tanah.

Setelah 34 minggu pemulihan, TPH berkurang sekitar 90% sampai

1,27 g per kg. Kromatografi gas menunjukkan penurunan besar

dalam fraksi alkana. Tidak ada data yang disajikan pada fraksi

aromatik dan PAH. Residu yang tersisa dalam tanah setelah

pemulian yaitu tidak berubah, sebagaimana ditentukan berulang

kali kegiatan washing the soil dengan air tanah dan pengujian

hidrokarbon.

3. Studi Kasus Bioremediasi di Haifa Beach (Rosenberg et al,

1992)

Pada Agustus 1991, diperkirakan sebesar 100 ton heavy crude oil

tertumpah di sekitar 3 km di utara pantai Zvulon, antara Haifa dan

Akko di Israel. Pasir yang terkontaminasi oleh minyak telah

dikumpulkan menjadi tumpukan dan kemudian tersebar di pantai.

Teknologi yang telah dipilih untuk membersihkan pasir

didasarkan pada penggunaan terbaru cuntrolled-release , pupuk

polimer, hidrofobik, Fl, dan bakteri tertentu. Bakteri ini mampu

memanfaatkan hidrokarbon sebagai sumber karbon, sumber energi

dan enzimatis dalam menghidrolisis pupuk untuk memperoleh

senyawa nitrogen dan fosfor yang berguna. Karena bakteri

tersebut mampu mendegradasi hidrokarbon dan hidrolis Fl, maka

bakteri tersebut perlu di suntikkan ke dalam tanah dengan

menggunakan F1 untuk proses bioremediasi. Keuntungan utama

dari sistem ini adalah bahwa nitrogen yang ditambahkan

digunakan secara eksklusif oleh hydrocarbon-degrading bacteria

(bakteri Pendegradasi Hidrokarbon).

Dalam uji coba lapangan plot percobaan diinokulasikan dengan 20

liter campuran tiga bakteri yang dipilih (5 x 108 sel / ml). Pupuk

Fl (38 kg, dalam bentuk bubuk halus) kemudian ditambahkan

sumber nitrogen dan fosfor. Plot eksperimental disiram air yang

berasal dari laut terdekat (suhu air adalah 27 ° C). Plot tersebut

kemudian digarap dengan bantuan garu sederhana sampai

kedalaman sekitar 5 cm. Plot kontrol tersebut kemudian

ditinggalkan dan kemudian di pantau kembali. Data yang disajikan

pada Tabel 3.3 yaitu, pada hari ke 0 (September 1,1991), sampel

inti diambil sebelum perawatan apapun. Pada awal percobaan, plot

eksperimen yang terkandung hidrokarbon secara signifikan lebih

(3.80mg / g pasir) dari plot kontrol (2,30 mg / g pasir). Hanya ada

sedikit penurunan di hari pertama. Namun, pada hari keempat,

30% dari hidrokarbon telah terdegradasi. Biodegradasi terus

berlanjut hingga mencapai 50% pada hari 9 dan 84,5% pada hari

25, berikut data hasil percobaan itu diperoleh. Plot kontrol

menunjukkan penurunan relatif konstan sebesar 18% pada hari ke

9 hingga ke 25.

Analisis gas kromatografi pada reaksi alkana menunjukkan bahwa

fraksi C20-C32, yang sangat melimpah pada hari ke 0, kemudian

terdegradasi sampai batas 94%, sedangkan C14 - C18 dan C36-C40

fraksi yang terdegradasi ke derajat yang lebih rendah, masing-

masing diantaranya 80% dan 75%. Pemantauan visual dari pasir

pantai setelah pemulihan, berdasarkan dengan data analisis

menunjukkan bahwa teknologi F-1/bacteria berlaku untuk

bioremediasi pasir yang tersisa.

Page 6: Paper Bioremediasi

Tabel 4. Bioremediation of hydrocarbon-contaminated sand at

Haifa Beach

Grafik 4, Perbandingan pengujian yang berdasarkan tabel 4 pada

Bioremediasi Haifa Beach.

Grafik 5, Perbandingan persentase pengujian yang berdasarkan

tabel 4 pada Bioremediasi Haifa Beach.

Dalam pembersihan 30.000 m2 pemulihan pasir tercemar pada

dasarnya seperti dalam uji coba lapangan, kecuali peralatan

pertanian yang digunakan untuk pemberian bakteri dan pupuk

dalam pengolahan. Karena pembersihan berlangsung di musim

dingin, sehingga tidak perlu air. Perlu dicatat juga bahwa musim

dingin pada tahun 1992 di israel luar biasa ekstrim, dan suhunya

sekitar 5-10°C selama beberapa bulan. Hasil penelitian

menunjukkan bahkan di bawah kondisi 88% dari minyak itu

terdegradasi setelah 4 bulan, sedangkan tidak ada penurunan yang

signifikan terukur dalam plot kontrol.

Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

1. Bioremediasi yang dilakukan pada Exxon Valdez oil spill di

Alaska memang menunjukkan hasil degradasi yang kurang

signifikan, karena pada proses pemulihan dengan bioremediasi

hanya sebagian besar menggunakan pupuk Inipol EAP22 yang

mudah tercampur dengan air dan tersebar, sehingga proses

pengemulsian dan pendegradasian hidrokarbon minyak akan

terhenti dan ureanya akan tersebar di dalam air.

2. Bioremediasi yang dilakukan pada oil-polluted refinery site

menunjukkan hasil pendegradasian yang sangat signifikan, hal

tersebut terjadi karena pada bioremediasi ini selain

menggunakan pupuk yang mengandung berbagai bakteri

spesial pendegradasi hidrokarbon, yaitu Pseudomonas,

Rhodococci, Acinetobacter, Mycobacterium, dan

Arthrobacter, juga di tambahkan surfaktan dan nutrisi tanah

dengan perlakuan proses tertutup, sehingga proses

bioremediasi dapat berjalan dengan baik dan hasil

pendegradasian pun menunjukkan hasil yang sangat

memuaskan dengan penurunan mencapai 95% selama 23

minggu.

3. Bioremediasi yang dilakukan pada Haifa Beach di sekitar

Israel juga menunjukkan hasil pendegradasian yang sangat

signifikan, dengan pemberian pupuk polimer, hidrofobik, Fl,

dan bakteri tertentu, serta diterapkan dengan cara cuntrolled-

release, sehingga hasilnya terjadi pendegradasian sebesar 85%

selama 25 hari pemulihan dari hidrokarbon minyak yang

tertumpah.

4. Salah satu cara untuk meningkatkan keefektifan proses

biodegradasi dengan menggunakan surfaktan yang bersifat

biodegradable sebagai agen pemecahan awal senyawa

kontaminan.

5. Penambahan surfaktan dan mikroorganisme terbukti dapat

mempercepat hasil proses biodegradasi limbah minyak pada

oil-polluted refinery site dibandingkan dengan penerapan

bioremidiasi konvensional yang dilakukan pada Exxon Valdez

oil spill di Alaska .

6. Dalam menangani tumpahan minyak (oil spill) dengan metode

bioremediasi, harus dilakukan dengan metode yang kompleks,

tidak hanya menambahkan fertilizer pada daerah tercemar

tetapi perlu penambahan hal-hal lain sebagai pendukung

utama dalam mendegradasi jumlah hidrokarbon yang

mencemari lingkungan, seperti surfaktan, bakteri pengisolasi

serta lahan yang mendukung agar proses pendegradasian dapat

berjalan dengan baik. selain itu bahan dasar dari bioremediasi

sendiri merupakan bahan dasar yang relatif murah dan mudah

untuk diperoleh sehingga metode bioremediasi sendiri dapat

menjadi salah satu hal yang utama dalam menangani

tumpahan minyak dengan efektif dan murah.

7. Selain berbahan murah, teknik bioremediasi juga merupakan

metode yang membutuhkan tenaga pekerja yang sedikit jika di

bandingkan dengan mengontrol tumpahan minyak dengan

menggunakan metode fisika dan kimia yang membutuhkan

banyak tenaga pekerja dalam mengkondisikan kegiatan

tersebut.

B. Saran

1. Perlunya perhatian khusus dalam menangani tumpahan

minyak (oil spill) baik secara fisika, kimia ataupun biologis

dengan maksud untuk mencegah atau mengurangi dampak

buruk yang menyebabakan hilangnya keseimbangan

ekosistem.

2. Perlunya perkembangan lebih lanjut dalam studi bioremediasi

agar dapat memaksimalkan keampuan mikroorganisme dalam

mendegradasi bahan pencemar pada hidrokarbon minyak

dalam waktu yang singkat.

Page 7: Paper Bioremediasi

Referensi

Filler, Dennis M. Ian Snape & David L. Barnes. Bioremediation of

Petroleum Hydrocarbons in Cold Regions. Cambridge

University Press. 2008.

Heipieper, Hermann J. Bioremediation of Soils Contaminated

with Aromatic Compounds.Springer.2007.

Crawford, Ronald L & Don L Crawford. Bioremediation:

Principles and Applications. University of Idaho,

Moscow, Idaho, USA.1996.

U.S. Congress. Office of Technology Assessment.

Bioremediation for Marine Oil Spills—Background

Paper. Washington, DC: U.S. Government Printing

Office.1991.

Anonim. Bioremediation Methods for Oil Spills. 2002.

http://www.pksplipb.or.id/index.php/publication/article/118-multi-

proses-remediasi-didalam-penanganan-tumpahan-

minyak-oil-spill-di-perairan-laut-dan-pesisir.html (akses,

April 2012)

http://en.wikipedia.org/wiki/Bioremediation (Akses, Aprill 2012)

http://en.wikipedia.org/wiki/Oil_spill (Akses, April 2012)

UCAPAN TERIMA KASIH

Saya ucapkan terima kasih

1. kepada Agung Budiarto, ST atas bantuannya dalam memberikan

ilmu cara menulis karya ilmiah dan memberikan penialian dari

hasil tulisan.

2. Aris Prasetyo, ST.MT atas informasi yang disampaikan tentang

adanya lomba “Oil Spill Paper Competition 2012 oleh PT.OSCT

Indonesia”.

3. Sayyidul Umamus Sholihin yang masih menyimpan data-data

kuliah saya yang telah terhapus sehingga dapat di pergunakan

dalam mendukung penulisan karya ilmiah ini.