pankreas-tyroid

29
BAB I PENDAHULUAN Sistem endokrin terdiri dari berbagai kelenjar yang mengeluarkan berbagai macam hormon secara langsung kedalam darah. Sebagian dari hormon ini bersifat regulatorik; hormon ini merangsang sekresi hormon- hormon yang aktif secara metabolis dari kelenjar lain. Hormon-hormon pepetida atau protein dan katekolamin tidak dapat menembus sendiri membran lemak suatu sel karena ukuran moekulnya yang besar atau polaritas muatan listrik molekul sehingga tidak dapat larut dalam lemak. Karena itu agar dapat bekerja hormon-hormon ini harus berinteraksi dengan reseptor dipermukaan sel. Molekul reseptor untuk hormon tertentu tidak akan mengenali hormon lain. Ketika hormon berikatan dengan reseptor akan terjadi serangkaian aktivasi yang menyebabkan terbentuknya “perantara kedua” (second messenger) yang menyalurkan sinyal stimulasi kedalam sel. Contoh perantara kedua ini misalkan adenosin 3’- 5’-monofosfat (AMP siklik, cAMP), inositol fosfat, dan ion kalsium (Gardner & Shoback, 2007). Sebagian besar fungsi endokrin diatur melalui kelenjar hipofisis, dimana kelenjar ini dikendalikan oleh hipotalamus. Bagian posterior hipofisis mengeluarkan sebagian hormon (vasopresin dan oksitosin) yang memiliki efek langsung pada organ target (end 1

Upload: dhigna-luthfiyani

Post on 25-Jun-2015

237 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: pankreas-tyroid

BAB I

PENDAHULUAN

Sistem endokrin terdiri dari berbagai kelenjar yang mengeluarkan berbagai

macam hormon secara langsung kedalam darah. Sebagian dari hormon ini bersifat

regulatorik; hormon ini merangsang sekresi hormon-hormon yang aktif secara

metabolis dari kelenjar lain. Hormon-hormon pepetida atau protein dan

katekolamin tidak dapat menembus sendiri membran lemak suatu sel karena

ukuran moekulnya yang besar atau polaritas muatan listrik molekul sehingga tidak

dapat larut dalam lemak. Karena itu agar dapat bekerja hormon-hormon ini harus

berinteraksi dengan reseptor dipermukaan sel. Molekul reseptor untuk hormon

tertentu tidak akan mengenali hormon lain. Ketika hormon berikatan dengan

reseptor akan terjadi serangkaian aktivasi yang menyebabkan terbentuknya

“perantara kedua” (second messenger) yang menyalurkan sinyal stimulasi

kedalam sel. Contoh perantara kedua ini misalkan adenosin 3’-5’-monofosfat

(AMP siklik, cAMP), inositol fosfat, dan ion kalsium (Gardner & Shoback, 2007).

Sebagian besar fungsi endokrin diatur melalui kelenjar hipofisis, dimana

kelenjar ini dikendalikan oleh hipotalamus. Bagian posterior hipofisis

mengeluarkan sebagian hormon (vasopresin dan oksitosin) yang memiliki efek

langsung pada organ target (end organ). Dari bagian anterior hipofisis

mengeluarkan sekelompok hormon perangsang yang beredar ke kelenjar endokrin

lain dan menyebabkan kelenjar-kelenjar tersebut mengeluarkan hormon yang

secara langsung mempengaruhi organ sasaran (end organ).

Hipofisis mengeluarkan banyak hormon sehingga terkadang disebut

sebagai “kelenjar utama” (master gland) tubuh. Lobus anterior atau

adenohipofisis terdiri dari sel-sel sekretorik khusus. Hormon-hormon yang

dikeluarkannya merangsang sekresi endokrin oleh kelenjar adrenal (hormon

adrenokortikotropik, ACTH); kelenjar tiroid (thyroid-stimulating hormone, TSH);

dan gonad (folicle-stimulating hormone, FSH; luteinizing hormone, LH).

Hipofisis anterior juga mengeluarkan hormon pertumbuhan (GH), yang secara

langsung mempengaruhi pertumbuhan tulang dan metabolisme tubuh secara

keseluruhan. Selain itu hipofisis anterior juga mensekresi prolaktin, yang

1

Page 2: pankreas-tyroid

merangsang pertumbuhan payudara dan pembentukan air susu. Lobus posterior

disebut juga neurohipofisis. Bagian ini mengeluarkan hormon antidiuretik (ADH,

atau vasopresin), suatu hormon polipeptida yang meningkatkan tekanan darah dan

juga mengatur sekresi air dengan mengurangi aliran urine pada tubulus ginjal.

Selain itu hipofisis posterior mengeluarkan oksitosin, suatu okata peptida yang

merangsang kontraksi uterus saat persalinan dan mengeluarkan air susu dari

payudara saat menyusui (Gardner & Shoback, 2007).

2

Page 3: pankreas-tyroid

BAB II

TIROID DAN PARATIROID

Oleh : Erwin Firman S., S.Farm., Apt.

A. Kelenjar Tiroid

A.1 Fungsi dan Metabolisme Hormon Tiroid

Kelenjar tiroid membentuk hormon-hormonnya dari iodium dan asam

amino esensial tirosin. Sebagian besar iodium masuk kedalam tubuh melalui

saluran cerna sebagai iodida (I-). Dalam kelenjar tiroid, enzim-enzim

mengoksidasi iodida menjadi iodium organik, yang digabungkan kedalam

monoiodotirosin diiodotirosin. Senyawa yang mengandung satu dan dua

iodida ini merupakan pembentuk utama bagi hormon tiroid aktif tiroksin (T4),

yang memiliki empat molekul iodida, dan triiodotironin (T3) yang memiliki

tiga molekul iodida (Ganong, W., F., 2005)

Kelenjar tiroid merespon terhadap stimulasi oleh hormon hipofisis anterior

TSH, yang juga disebut tirotropin, dengan membentuk tiroksin. Pembentukan

TSH oleh hipofisis terjadi karena stimulasi terhadap kelenjar tersebut oleh

peptida disebut TRH, yang berespon aktif terhadap kadar aktif T3 dan T4

bebas dalam darah yang mengalir ke hipotalamus. Apabila kadar hormon

turun, TRH akan memicu sekresi TSH, yang kemudian mempercepat semua

aspek metabolisme iodium dan pembentukan hormon tiroid (Gambar 1)

(Gardner & Shoback, 2007).

Dalam serum T4 lebih banyak daripada T3, tetapi secara fisiologis T3 jauh

memiliki peranan penting bagi tubuh. T3 merupakan penyebab utama efek

hormon tiroid, dan T4 tidak memiliki aktivitas endokrin langsung sampai

diubah lagi menjadi T3 (Gambar 1). Tiroksin memiliki waktu paruh satu

minggu dalam sirkulasi, sedangkan T3 memiliki waktu paruh hanya sekitar

satu hari. Sekitar sepertiga tiroksin diubah menjadi T3 dan jika terjadi

pengeluaran satu atom iodium dari cincin yang lain menghasilkan reverse T3

(rT3), yang masih belum diketahui efek fisiologis pada tubuh. Baik T3

maupun T4 terikat dengan protein serum, terutama thyroxine-binding globulin

(TBG). Efek hormon tiroid yang mudah diamati adalah adanya pengendalian

3

Page 4: pankreas-tyroid

konsumsi oksigen oleh tubuh. Hormon-hormon tiroid juga mengatur atau

mempengaruhi metabolisme karbohidrat dan protein, mobilisasi elektrolit, dan

perubahan karoten menjadi vitamin A (Gardner & Shoback, 2007; Ganong,

W., F., 2005).

Gambar 1. Respon pembentukan PTH (Gardner & Shoback, 2007).

A.2 Pemeriksaan Aktivitas Tiroid

a. Pengukuran Kadar Tiroksin (T4) dan Triiodotironin (T3)

Immunoassay otomatis digunakan secara luas untuk mengukut kadar T3

dan T4 secara terpisah. Antibodi pada pemeriksaan ini bersifat sangat spesifik,

sehingga dalam pengukuran tidak ada reaksi silang yang bermakna antara T3

dan T4. Pengukuran T4 bermanfaat untuk memastikan kecurigaan kelainan

tiroid, tetapi pengukuran tersebut juga bersifat diagnostik pada situasi-situasi

hipertiroidisme yang jarang dijumpai T4 rendah atau normal dan T3 tinggi

(Sacher & McPherson, 2000).

IODIUM

HIPOTALAMUS

TRH

HIPOFISIS ANTERIOR

TSH

TIROIDNEGATIVE FEEDBACK

T3 rT3 T4

DEIODINASIDEAMINASIKONJUGASI

KADAR T4 SERUM > T3AKTIVITAS T4 < T3

4

Page 5: pankreas-tyroid

b. Thyroxine-binding globulin (TBG)

Konsentrasi protein pengikat mempengaruhi kadar T3 dan T4 serum,

tetapi status tiroid fisiologik sangat tercermin dari jumlah hormon aktif bebas

yang ada. Apabila kadar T3 dan T4 total abnormal, kita perlu mengevaluasi

protein pengikat tiroid yang utama, TBG. Kadar TBG dapat diukur secara

langsung dengan RIA, tetapi uji yang biasanya dilakukan untuk mengetahui

aktivitas TBG adalah uji penyerapan T3 (T3 uptake test). Uji penyerapan T3

mencerminkan junlah TBG yang ada dan jumlah hormon yang melekat

padanya (Sacher & McPherson, 2000).

Pengukuran T3 dan T4 bebas secara langsung sulit dilakukan karena

jumlah keduanya sangat sedikit dan besarnya interferensi dari fraksi terikat.

Metode utama untuk pengukuran T4 bebas adalah dialisis kesetimbangan,

tetapi metode ini memerlukan peralatan dan keahlian khusus. Metode lain

adalah putative RIA untuk T4 bebas, walaupun metode ini sangat dipengaruhi

oleh T4 yang terikat ke albumin. Metode yang paling banyak digunakan untuk

T4 bebas adalah indeks tiroksin bebas (free thyroxine indexs, FTI; suatu angka

tanpa satuan) yang dihitung sebagai hasil (T4 yang diukur) x (nilai penyerapan

T3). Penghitungan ini mempertimbangkan baik kadar hormon absolut maupun

kapasitas TBG mengikat hormon. FTI kadang-kadang disebut sebagai “T7”.

FTI rendah pada hipotiroidisme dan tinggi pada hipertiroidisme (Sacher &

McPherson, 2000).

c. Stimulasi Thyroid-Stimulating Hormone

Aktivitas tiroid diatur oleh kebutuhan tubuh akan hormon. Apabila fraksi

bebas hormo tiroid yang beredar dalam sirkulasi kurang, hipotalamus

menghasilkan TRH, yang memicu peningkatan kadar TSH untuk merangsang

sekresi tiroid. Pengukuran TSH memerikan informasi mengenai fungsi tiroid

dan hipofisis.

Immunoassay untuk TSH telah menjadi sangat spesifik untuk TSH melalui

penggunaan antibodi monoklonal. Namun, pada beberapa keadaan yang

sangat jarang, kadar FSH, LH, atau hCG yang sangat tinggi dapat

memperlihatkan reaktifitas silang pada pemeriksaan untuk TSH. Umumnya,

5

Page 6: pankreas-tyroid

pemeriksaan-pemeriksaan TSH telah sangat distandardisasi serta tersedia pada

immunoanalyzer otomatis (Sacher & McPherson, 2000).

Pada hipotiroidisme primer, kadar TSH secara konsisten meningkat;

pemeriksaan TSH paling bermanfaat dalam membedakan antara defisiensi

tiroid primer dari hipotiroidisme akibat disfungsi hipofisis. Kadar TSH juga

membantu membedakan hipotiroidisme sejati dari kondisi eutiroid fungsional

dengan kadar hormon tiroid yang rendah (Sacher & McPherson, 2000).

d. Stimulasi Hipotalamus

Saat ini tersedia preparat TRH yang dimurnikan sehingga kita dapat

mengevaluasi secara keseluruhan lengkung umpan balik tiroid-hipofisis-

talamus. Pada hipotiroidisme primer dan pada keadaan gangguan homeostasis

tiroid, kadar TSH tidak meningkat setelah distimulasi oleh TRH. Apabila

pemberian TRH tidak menimbulkan respon TSH pada pasien yang hipertiroid,

hal ini menunjukkan bahwa produksi hormon tiroid berlangsung secara

autonom. Pada pasien hipotiroid, respon subnormal terhadap TRH

mengisyaratkan disfungsi hipofisis tetapi tidak dapat membedakan antara

hipotiroidisme primer dan gangguan akibat depresi psikiatrik berat atau

malnutrisi (Sacher & McPherson, 2000).

e. Antibodi tiroid

Autoantibodi tiroid yang paling sering diukur adalah autoantibodi terhadap

tiroglobulin dan terhadap antigen-antigen mikrosom sel epitel tiroid.

Immunoglobulin yang dulu disebut “stimulator tiroid kerja lama” (LATS,

Long Acting Thyroid Stimulator) adalah salah satu autoantibodi yang efeknya

merangaang sel sasaran. LATS, yang sekarang sering disebut dengan

immunoglbulin perangsang tiroid (thyroid stimulating immunoglobulin, TSIg

atau TSI), bereaksi dengan reseptor permukaan sel yang biasanya berikatan

dengan TSH. Immunoglobulin ini kemudian merangsang aktivitas enzim-

enzim intrasel, dan meningkatkan aktivitas sel epitel yang bekerja diluar

pengaturan umpan-balik untuk TSH (Sacher & McPherson, 2000).

6

Page 7: pankreas-tyroid

A.3 Gangguan Tiroid

a. Hipotiroidisme

Pada defisiensi tiroid terjadi hipometabolisme generalisata, suatu sindrom

yang sering disebut miksedema. Gejala yang spesifik antara lain perlambatan

refleks tendon, tekstur kulit menjadi kasar, wajah terlihat bengkak, intoleransi

terhadap dingin, penurunan keringat, gangguan daya ingat, dan perlambatan

aktivitas berbicara. Pasien yang mengalami hipotiroidisme berat kadar enzim-

enzim dalam otot cenderung meningkat misalkan kreatinin kinase (CK) dan

laktat dehidrogenase (LDH). Temuan laboratorium diagnostik adalah

penurunan T4 serum, kadar TSH meningkat tiga kali atau lebih dibandinkan

denga normal, kecuali pada kasus-kasus hipotiroidisme akibat gangguan

fungsi hipofisis. Hipotiroidisme kongenital menyebabkan retardasi mental

yang berat yang irrebersibel dan disertai perubahan tubuh khas disebut

kretinisme (Sacher & McPherson, 2000).

b. Hipertiroidisme

Tiroid menghasilkan hormon dalam jumlah berlebihan dari bagian-bagian

nodular lokal jaringan hiperfungsi (adenoma atau gondok nodular toksik) atau

dari hiperaktivitas keseluruhan (gondok toksik difus, penyakit Graves). Pada

hipertiroidisme, penguraian dan ekskresi meningkat lebih besar daripada

sintesis, sehingga kadar kolesterol, fosflipid, dan trigliserida dalam sirkulasi

turun. Fibrilasi atrium sering dijumpai pada hipertiroidisme, terutama usia

diatas 60 tahun, karena eksitasi jantung oleh hormon meningkat. Pada

penyakit Graves, tetapi tidak pada gondok nodular toksik, sering terjadi

penonjolan bola mata yang berlebihan (eksoftalmos) dan pelebaran jaringan

palpebra. Sebagian pasien mengalami kelainan mata sebelum kelainan

metabolik terjadi, suatu keadaan yang disebut penyakit Graves eutiroid.

Pada sebagian besar tipe hipertiroid, T3 dan T4 tinggi, disertai

peningkatan penyerapan T3 dan T4 bebas atau indeks tiroksin bebas yang

sangat tinggi.kadar TSH dapat tertekan sehingga terkadang sampai tidak

terukut (Sacher & McPherson, 2000).

7

Page 8: pankreas-tyroid

c. Tiroiditis

Tiroid jarang diserang oleh peradangan akut, tetapi infiltrasi limfosit dan

fibrolisis relatif sering terjadi. Gambaran histologik yang sering dijumpai

adalah peradangan kronis yang diperantarai sistem imun; keadaan ini disebut

tiroiditis limfositik atau penyakit Hashimoto yang sering menyebabkan

pembesaran kelenjar. Tanda lain adalah tingginya titer antibodi terhadap

tiroglobulin dan antigen mikrosom. Kadar horon kemungkinan normal saat

gondok baru disadari, tetapi seiring dengan destruksi jaringan pasien sering

menjadi hipotiroid. Pengukuran T4 biasanya memperlihatkan hasil normal

saat pertama kali muncul. Terdapat juga tiroiditis subakut dimana terjadi

dalam epidemi-epidemi lokal, yang mengisyaratkan bahwa penyebab

kemungkinan suatu virus (Sacher & McPherson, 2000).

d. Sindrom “Eutiroid “

Pada penyakit-penyakit berat, praalbumin serum turun cepat, dan turunnya

praalbumin ini menurunkan kapasitas pengikatan hormon. Selain itu, jumlah

T4 yang dideiodinasi menjadi T3 turun secara berkala; sementara itu terjadi

peningkatan jalur-jalur metabolisme yang menghasilkan produk inaktif,

reverse T3. Hormon aktif berkurang, demikian juga kapasitas pengikatan

hormon, sehingga FTI tetap normal tap sebagian pasien ada yang mengalami

penurunan FTI tetapi secara metabolis eutiroid. Pada kasus-kasus pasien

seperti ini, kadar TSH yang normal membuktikan status eutiroid. Apabila

penentuan kadar reverse T3 dapat dilakukan, diagnosis “sakit eutiroid” dapat

dipastikan dengan membuktikan terjadinya peningkatan reverse T3 (Sacher &

McPherson, 2000).

B. Kelenjar Paratiroid

B.1 Fungsi dan Metabolisme Hormon Paratiroid

Kelenjar paratiorid menghasilkan dua macam hormon yaitu hormon

paratiroid dan kalsitonin. Hormon paratioroid (PTH, parathotmon) memiliki

pengaruh modulasi yang paling signifikan sedangkan kalsitonin merupakan

hormon yang dikeluarkan oleh chief cells tiroid, memiliki efek langsung dan

tidak langsung pada tulang dan ginjal untuk mengurangi kadar kalsium dalam

8

Page 9: pankreas-tyroid

darah. Kalsium dan fosfor membentuk bagian mineral dari tulang. Kalsium

dalam bentuk terionisasi mempengaruhi eksitabilitas saraf-otot, koagulasi

darah, pengangkutan kalium dan natrium menembus membran sel, dan

aktivitas sekretorik kelenjar eksokrin. Fosfat adalah unsur essensial pada

senyawa-senyawa penyimpan energi, asam nukleat, nukleotida, fosfolipid, dan

molekul kompleks lain yang penting untuk struktur, fungsi dan replikasi sel

(Gardner & Shoback, 2007).

Sekresi PTH terjadi apabila kadar kalsium serum rendah; jika kadar

kalsium yang tinggi akan menekan sekresi PTH. Kerja PTH pada tulang

adalah untuk membebaskan kalsium dari tulang kedalam darah. Dalam ginjal,

PTH menekan reabsorbsi ditubulus dan menekan reabsorbsi fosfat, sehingga

terjadi penurunan ekskresi kalsium dan peningkatan pengeluaran fosfat. Selain

itu, PTH juga mengurangi ekskresi H+ dan mengeluarkan lebih banyak,

disertai retensi H+ dan Cl-. Kadar kalsium yang tinggi memicu pembentukan

kalsitonin oleh tiroid. Kalsitonin juga menghambat osteoklas yang

mereabsorpsi tulang sehingga kalsium tidak direabsorpsi untuk masuk ke

darah (Gardner & Shoback, 2007).

B.2 Pemeriksaan Aktivitas Paratiroid

Evaluasi fungsi paratiroid serta metabolisme kalsium dan fosfor dimulai

dari mengukur kadar kalsium, fosfos, dan PTH serum, tetapi sering kemudian

diperluas sehingga mencangkup pemeriksaan fungsi pencernaan, ginjal, dan

asam-basa.

a. Kadar Kalsium dan Fosfor

Kadar kalsium serum mencakup kalsium terionisasi bebas dan

kalsium terikat protein, dimana hanya bagian ang terionisasi bebas yang

memiliki fungsi fisiologik. Sekitar separuh dari kalsium serum total berada

dalam keadaan terionisasi. Kalsium terionisasi dapat diukur dengan suatu

elektroda selektif-ion, dengan hasil yang dinyatakan dalam miliekivalen

atau milimol (Sacher & McPherson, 2000).

Fosfor diukur dalam bentuk fosfat; yang hasilnya tidak dapat

dinyatakan dalam miliekivalen karena berbagai gugus fosfat yang secara

9

Page 10: pankreas-tyroid

normal ada pada pH fisiologik memiliki valensi yang berbeda. Kadar

fosfat sedikit lebih tinggi pada anak daripada orang dewasa dan cenderung

lebih tinggi secara bermakna pada malam hari dibandingkan pagi hari

(Sacher & McPherson, 2000).

b. Hormon Paratiroid

Hormon paratiroid disekresikan terdiri dari 84 asam amino (yang

disebut bentuk utuh) yang berasal dari pemutusan prohormon peptida 115-

asam amino sebelum diekskresikan oleh chief cells. Aktivitas hormonal

PTH berasal dari residu 1 sampai 34 terminal amino (N) pada molekul

utuh. Bagian terminal karboksi (C) PTH secara biologis nonfungsional.

Untuk mengetahui aktivitas paratiroid pada seorang pasien sebaiknya

dilakukan pengukuran terhadap PTH utuh atau fragmen N terminal.

c. Metabolit Vitamin D

Metabolit vitamin D yang paling mudah diukur adalah 25-

hidroksiolekalsiferol (25-(OH)D3), bentuk monohidroksilasi yang keluar

dari hati untuk hidroksilasi selanjutnya oleh ginjal (Sacher & McPherson,

2000).

d. Kalsitonin

Pengukuran kalsitonin (tirokalsitonin) dalam serum umumnya

dicadangkan untuk evaluasi karsinoma medularis tiroid, yang

mengeluarkan kalsitonin pada konsentrasi kira-kira proposional dengan

massa tumor. Kalsitonin dapat diukur dengan menggunakan

radioimmunoassay (Sacher & McPherson, 2000).

B.3 Gangguan Paratiroid

a. Gangguan yang menyebabkan peningkatan kalsium serum

Produksi PTH yang berlebihan dapat terjadi pada

hiperparatiroidisme primer, yang biasanya akibat dari adenoma solitar;

atau sebagai respon paratiroid terhadap penurunan kadar kalsium serum.

Sedangkan penyebab untuk hiperparatiroidisme sekunder adalah penyakit

ginjal. Kalsium fosfat memiliki kalarutan yang rendah dan mudah

mengendap. Kadar kalsium serum akan turun jika fosfat serum kadarnya

10

Page 11: pankreas-tyroid

meningkat, dengan menurunnya fungsi ginjal, maka terjadi retensi fosfat

yang akan menekan kadar kalsium dan memicu sekresi PTH.

b. Gangguan yang menyebabkan penurunan kalsium serum

Sebagian hipokalsemia terjadi akibat defisiensi PTH atau vitamin

D karena kadar absolut yang memang rendah atau adanya penurunan

responsivitas. Hipoparatiroidisme primer dapat terjadi akibat

pengangkatan kelenjar secara bedah. Pseudohipoparatiroidisme adalah

suatu penyakit yang ditandai dengan penurunan responsivitas jaringan

terhadap PTH. Penyakit ini menyebabkan postur tubuh pendek, wajah

bundar, gemuk, retardasi mental. Apabila tanpa kelainan kalsium dan

fosfor, sindrom ini disebut pseudo-pseudohipoparatiroidisme.

c. Gangguan metabolisme fosfat

Ginjal mengendalikan ekskresi fosfat. Penyakit ginjal yang parah

menyebabkan retensi fosfat dan peningkatan kadar fosfat serum.

Peningkatan kadar fosfat serum menyebabkan penurunan kadar kalsium

serum dan penurunan ini akan merangsang sekresi PTH. Penyakit gagal

ginjal kronis menyebabkan gangguan hiperparatiroidisme sekunder

(Sacher & McPherson, 2000).

11

Page 12: pankreas-tyroid

BAB III

PANKREAS

Oleh : Raswita Diniya, S.Farm., Apt.

A. Kelenjar Pankreas

Pankreas endokrin tersebar sebagai pulau-pulau (islets) Langerhans

ditengah-tengah kelenjar pancreas eksokrin. Sel-sel ini menghasilkan tiga hormon

salah satunya yaitu insulin yang dihasilkan oleh sel-sel beta. Di Pankreas hormon

ini mendorong pemakaian glukosa :

- meningkatkan pemasukan glukosa dan kalium ke dalam sebagian besar sel

somatik

- merangsang sintesis glikogen di hati dan otot

- mendorong perubahan glukosa menjadi asam – asam lemak dan

trigliserida

- meningkatkan sintesis protein

Secara keseluruhan efek hormon ini adalah untuk mendorong penyimpanan energi

dan meningkatkan pemakian glukosa.

Sel – sel alfa menghasilkan glukagon, yang meningkatkan sintesis protein

dan pembebasan glukosa sehingga glukosa darah meningkat dan membalik efek

insulin. Sel – sel beta dalam keadaan normal memotong proinsulin untuk

menghasilkan insulin dan peptida C. Sel – sel delta menghasilkan somtostatin,

suatu peptida yang menghambat sekresi glukagon dan insulin, hormon ini juga

menghambat hormon pertumbuhan dan hormon – hormon hipofisis yang

mendorong sekresi tyroid dan adrenal

B. Hormon Insulin

Fungsi :

Metabolisme KH

Uptake glukosa pada otot, hati dan jaring lemak

Sintesa glikogen yang disimpan dalam hepar dan otot

Pemecahsn glikogen

Pembentukan glukosa dari asam amino, laktat dan piruvat

12

Page 13: pankreas-tyroid

Metabolisme protein

Rangsang transport aktif asam amino ke dalam hepar

Rangsang sintesi protein

Meningkat oleh karena dipengaruhi :

Peningkatan glukosa darah, asam amino tertentu, keton dan asam

lemak, peningkatan kadar growth hormon, ACTH, glukagon,

gastrin dan sekretin

Penghambatan dipengaruhi :

Peningkatan hormon somatostatin, epinefrin dan noreepinefrin

C. Diabetes Melitus

Pengertian

Sindroma klinik yang ditandai dengan hiperglikemia kronik akibat

defisiensi insulin absolut atau relatif

Etiologi

- sel beta pankreas : penurunan kualitas atau kuantitas insulin

- reseptor insulin : penurunan kualitas atau kuantitas

- pasca reseptor : gasngguan sistem enzim

- Inhibitor insulin : adanya antibodi insulin, counter regulatory hormon

( glukagon, epinefrin, kortisol, growth hormon

DM tipe I

Defisiensi insulin absolut akibat destruksi sel beta

Penyebab : autoimun, idiopatik

Mudah ketoasidosis

Obat harus insulin

Onset akut

Biasanya kurus

Biasanya pada usia muda

Berhubungan dengan HLA DR 3 dan DR 4

Islet cell AB + (ICA) proses autoimun

Kembar identik 30 – 50 % terken

13

Page 14: pankreas-tyroid

Insulin serum rendah

DM tipe II

Tidak mudah ketoasidosis

Obat tidak harus insulin

Onset lambat

Gemuk, tidak gemuk ( namun obesitas sebagai faktor pencetus)

Biasanya > 45 tahun

Riwayat keluarga DM 30 %

Kembar identik ± 100%

Insulin serum rendah

DM tipe lain :

1. Defek genetik fungsi sel beta : MODY (maturity Onset Diabetes of the

Young) atau mutasi mitikondria DNA 3243

2. penyakit eksokrin pankreas : pankreatitis, pankreatektomi

3. Endokrinopati : akromegali, cushing, hipertiroid

4. Akibat obat : glukokortikoid, hormon tiroid

5. Infeksi : Cytomegalo virus, rubella

6. Imunologi : antibodi anti insulin

7. Sindrom genetik lain : sindrom down, klinfelter, turner

Faktor – faktor yang mempengaruhi pengendalian glukosa

- stres yang tinggi : RASA CEMAS, PENYAKIT, INFEKSI DAN

TRAUMA

- Peningkatan konsumsi makanan

- Olahraga kurang

- Pengaruh hormon : insulin, glukagon, kortikosteroid, katekolamin, growth

hormon, estrogen, tiroksin, aldosteron

- Obat : diuretik tiazid, kontrasepsi oral

- Penyakit : penyakit hati, penyakit ginjal

- Konsumsi alkohol

14

Page 15: pankreas-tyroid

D. Uji Toleransi Glukosa

Syarat tes toleransi glukosa oral

1. ambulatoir, exercise minimal

2. bebas kopi, alkohol, rokok, kortikosteroid, diuretika, obat hipoglikemik

oral

3. tidak stress / ssakit berat

4. tidak ada gangguan absorpsi

5. diet karbohidrat > 100 kal/ hari selama 3 hari

GTT oral dipengaruhi oleh banyak variabel fisiologi dan menjadi subyek dari

banyak intrepretasi diagnostik yang berbeda-beda. GTT Intravena lebih sulit lagi

untuk diintrepetasi, jarang diindikasikan untuk tujuan diagnosis, pasien yang

menjalani GTT harus dalam : keadaan status gizi normal, tidak boleh meminum

salisilat, diuretik, anti kejang, steroid, atau kontrasepsi oral, jangan merokok,

makan atau minum apapun selama 12 jam sebelum pemeriksaan.

GTT jangan dilakukan pada pasien yang harus tirah baring atau tidak dapat

bergerak atau pasien yang makanannya tidak adekuat. Pasien harus

mengkonsumsi paling sedikit 150 g KH setiap hari selama 3 hari sebelum

pemeriksaan dan tidak boleh meminum alkohol. Dosis standar GTT bervariasi 50

g, 75 g, atau 100 g atau menyesuaikan dosis glukosa dengan ukuran tubuh, dengan

menggunakan patokan 1,75 g/kg BB atau 50 g/m2 luas permukaan tubuh.

Protokol untuk untuk mengambil sampel, al :

Evaluasi saat puasa serta pada 1 – 2 jam

Ambil spesimen pada jam ketiga

Ambil spesimen pada 1/2 jam dan 1,5 jam

Intrepetasi

Dua jam setelah pemberian beban glukosa, normalnya kadar glukosa darah

turun pada kadar glukosa darah puasa

Peningkatan yang menetap pada 2 jam adalah abnormal

Peningkatan sedang pada 2 jam dan kadar 3 jam yang normal

mengisyaratkan gangguan metabolisme glukosa tanpa jelas mengidap

diabetes

15

Page 16: pankreas-tyroid

Peningkatan yang sangat tajam diikuti oleh penurunan sampai kadar

subnormal dapt terjadi pada hipertiroidisme dan penyakit hati alkoholik

Seiring dengan pertambahan usia, kecepatan penurunan glukosa

berkurang, kadar 2 jam pada orang yang tidak mengidap diabetes dan

mereka yang riwayat keluarganyanegatif meningkat rata – rata 6 mg/dl

untuk setiap dekade setelah usia 30 tahun

Pengambilan urine secara bersamaan digunakan apabila glukosa diberikan

bersama dengan cairan dalam jumlah besar, pengambilan urine pada 1,5

sampai 2 jam tidak sulit, dan hasilnya mungkin memperlihatkan seberapa

benyak glukosa yang dikeluarkan oleh pasien pada tingkat hiperglikemia

tertentu. Apabila terjadi glukosuria tanpa hiperglikemia, pasien harus

dievaluasi untukmengetahui ada tidaknya gangguan fungsi tubukus giinjal.

E. Pemantauan Pengendalian Diabetes

Pemeriksaan urine

Dengan strip yang mengandung enzime, pasien dapat dengan mudah

mendeteksi kebocoran glukosa di urine setelah makan, untuk pasien diabetes

yang stabil, pemeriksaan urine merupakan terapi yang memuaskan, baik terapi

diet, obat hioglikemia oral atau insulin, namun harus diketahui bahwa

konsentrasi kadar glukosa urine mencerminkan kadar glukosa sebelumnya dan

mungkin tidak secara akuratr menunjukkan perubahan akut dalam pengaturan

glukosa

Pemeriksaan glukosa urine (penyaring)

1. reduksi : fehling / benedict : kurang spesifik, positis palsu karena

reduktor,fruktosa, maltosa, laktosa, vit C, salisilat, INH, PAS, penicillin

2. enzimatik : clinistik, glukotest, lebih spesifik, negatif palsu pada usia

lanjut karena glomerulosklerosis yaitu nilai ambang ginjal terhadap

glukosa meningkat atau adanya infeksi pada saluran kemih (glukosa

menurun karena dikonsumsi sel kuman / radang ).

Tes keton uria ( dengan nitropusid )

Hanya deteksi aceton / aceto acid

Tidak dapat deteksi beta hydroxy butiric acid

16

Page 17: pankreas-tyroid

Positif palsu pada kelaparan, diet tinggi lemak, alkoholic ketoasidosis,

demam atau pada diabetik ketoasidosis mayoritas beta OH butiric acid

sehingga keton uria sering negatif

Pemeriksaan glukosa darah

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sampel tusukan uung jari dengan

pengukur – pengukur elektronik yang dapat dibawa, yang menggunakan strip

reagen serupa dengan yang digunakan untuk pemeriksaan glukosa urine.

Hasil pemeriksaan yang bersifat segera ini sangat penting untuk menentukan

jumlah insulin yang yang tepat untuk pemberian berikutnya, sehingga

pengendalian glukosa darah menjadi lebih baik melalui umpan balik dari pasien.

Pemantauan sendiri glukosa darah sangat efektif untuk mengurangi angka

terjadinya penyulit diabetes

Pemeriksaan ini untuk informasi segera

Pemeriksaan hemoglobin terglikosilasi (HBA1c)

HB terglikosilasi merupakan istilah yang mencakup berbagai tipe HB yang

berikatan dengan glukosa/karbohidrat pada gugusan asam amino bebas

HBA1c merupakan varian HB yang berikatan dengan karbohidrat pada gugusan

valin dari N terminal pada rantai beta

Pada kadar glukosa darah yang tinggi, molekul hemoglobin secara ireversibel

menyerap satu gugus glukosa di rantai beta. Pada orang normal 3 – 6 %

hemoglobin mengalami glikosilasi dalam bentuk A1c

Pada hiperglikemia A1c dapat meningkat sampai setinggi 18 – 20 %.

Mekanisme pembentukan HBA1c pada DM

Reaksi non enzimatik dari glukosa dengan HB di dalam sel darah merah

(reaksi maillard)

Membran eritrosit permeabel terhadap glukosa

Pembentukan HBA1c tergantung pada konsentrasi glukosa darah

o Reaksi antara gugusan aldehid dari glukosa dengan gugusan amino

bebas dari HB menjadi aldimine (basa schiff) yang labil/reversibel

o Amadori membentuk ketoamine yang stabil

o Reaksi dipengaruhi oleh suhu, PH dan konsentrasi ion

17

Page 18: pankreas-tyroid

Hilangnya HBA1c tergantung umur eritrosit

Glikosilasi tidak mengganggu kemampuan hemoglobin mengankut oksigen,

tetapi kadar hemoglobin A1c yang tinggi mencerminkan kurangnya pengendalian

diabetes selama 3 – 5 minggu sebelumnya.

Bila kadar glimik normal maka kadar HB1c akan kembali normal dalam waktu

sekitar 3 minggu

Pada pasien dengan hemolisis episodik atau kronis, darah mengandung sel darah

merah muda yang persentasenyua lebih besar sehingga HB1c mengalami

pengenceran ke kadar yang sangat rendah.

Sel – sel darah merah yang tua, karena berada di dalam sirkulasi lebih lama

daripada sel – sel muda, memiliki kadar hemoglobin A1c yang lebih tinggi.

Pemeriksaan ini untuk informasi jangka panjang

Pemeriksaan HBA1c :

Bahan : hemolisat

Serum/plasma tidak dapat digunakan

Whole blood tidak dapat langsung diperiksa sebab HBA1c terdapat di

dalam eritrosit, dengan Roche COBAS INTEGRA analyzer dapat

digunakan whole blood yang dapat memproses hemolisis

Intrepetasi hasil pemeriksaan

Normal : HBA1c < 7 %

Perlu perbaikan terapi > 8 %

Perubahan HBA1c > 0,5 % menunjukkan perubahan kontrol metabolik

secara klinis bermakna

Perubahan < 0,5 % karena variasi pemeriksaan

Intrepetasi HBA1c pada anemia

Perdarahan akut / kronik meningkatkan produksi sel darah merah muda

sehingga HBA1c menurun

Pengaruh HB pathi

o Mutasi rantai globin mempengaruhi reaktivitas gugusan N-terminal

rantai beta dengan glukosa

o Varian HB co-eluted dengan HBA1c pada ion exchange

cromatography

18

Page 19: pankreas-tyroid

o HBS dan HBC meningkatkan HBA1c

o HBF tidak berpengaruh pada metode tina count/ cobas integra

karena antibodi yang dipakai bekerja terhadap rantai beta (HBF

tidak mempunyai rantai beta)

Pemeriksaan fruktosamin

Prosedur ini didasarkan pada pengukuran protein – protein serum yang

mengalami glikosilasi, teruatam albumin, yang mengikat glukosa analog dengan

pembentukan nonenzimatik hemoglobin terglikosilasi. Karena albumin memiliki

waktu paruh dalam sirkulasi 20 hari, jumlah fruktosamin mencerminkan periode –

periode hiperglikemik dalam beberapa minggu sebelumnya

Pengukuran fruktosamin dapat sangat bermanfaat untuk memantau pengidap

diabetes yang juga mengidap anemia hemolitik kronis dan penyakit lain yang

memperpendek masa hidup sel darah merah

Pemeriksaan ini untuk informasi jangka pendek

19