panduan medik blok gadar (final)

43
Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan BAB I MANAJEMEN LUKA Fakultas Kedokteran UII [ 1 ]

Upload: dewii-yuliiana

Post on 06-Aug-2015

117 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

BAB IMANAJEMEN

LUKA

Fakultas Kedokteran UII [ 1 ]

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

A. Tujuan Instruksional Umum:Setelah mengikuti kegiatan ini mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan melakukan manajemen luka terbuka secara lege artis.

B. Tujuan Instruksional Khusus:Mahasiswa mampu:1. Menjelaskan definisi dan klasifikasi luka terbuka2. Menjelaskan alat-alat dan bahan yang digunakan pada manajemen luka terbuka3. Melakukan manajemen luka terbuka dengan mengingat prinsip aseptik

C. PendahuluanSalah satu keadaan yang paling sering dihadapi oleh seorang dokter umum adalah luka. Oleh karena itu manajemen luka harus dikuasai oleh seorang dokter sejak ia masih duduk di bangku kuliah. Tujuan dari manajemen luka adalah perbaikan fungsi primer, yang meliputi minimalisasi resiko infeksi dan perbaikan jaringan yang terluka dengan deformitas kosmetis yang minimal.

D. Luka1. Definisi

Vulnera atau luka adalah terjadinya gangguan kontinuitas suatu jaringan, sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal. Tidak selamanya terjadi diskontinuitas kulit pada suatu luka, walaupun jaringan di bawah kulit terganggu. Contohnya pada luka memar. Secara umum luka dibagi menjadi dua:a. Simpleks, bila hanya melibatkan kulitb. Komplikatum, bila melibatkan kulit dan jaringan di bawahnya

2. EtiologiLuka dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu:a. Trauma mekanis yang disebabkan karena gesekan, terpotong, terpukul, tertusuk,

terbentur dan terjepit.b. Trauma elektris, karena listrik dan petir.

3. Jenis-jenis lukaJenis-jenis luka dibagi menjadi dua bagian, yaitu luka tertutup dan luka terbuka.a. Luka tertutup yaitu luka dimana tidak terjadi hubungan antara luka dengan dunia

luar. Contohnya yaitu:i. Vulnus contusum (luka memar) dimana terdapat hematom karena kerusakan

pembuluh darah subkutan.ii. Vulnus traumaticum, terjadi di dalam tubuh, tetapi tidak tampak dari luar.

Dapat memberikan tanda-tanda dari hematom hingga gangguan sistem tubuh. Bila melibatkan organ vital, maka penderita dapat meninggal mendadak.

b. Luka terbuka yaitu luka dimana terjadi hubungan antara luka dengan dunia luar. Contohnya:

[ 2 ] Fakultas Kedokteran UII

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

i. Vulnus excoratio (luka lecet), merupakan luka yang paling ringan dan paling mudah sembuh. Terjadi karena gesekan tubuh dengan benda-benda rata, misal aspal, semen atau tanah.

ii. Vulnus scissum (luka sayat), akibat perlukaan oleh benda tajam, bentuk lukanya tepi tajam dan licin.

iii. Vulnus laceratum (luka robek), biasanya disebabkan oleh benda tumpul, tepi luka tidak rata dan perdarahan.

iv. Vulnus punctum (luka tusuk), disebabkan oleh benda runcing memanjang. Derajat bahaya tergantung atas benda yang menusuk. Luka tusuk yang mengenai abdomen atau thorax sering disebut vulnus penetratum (luka tembus). Pada luka ini sebaiknya dilakukan tindakan eksplorasi.

v. Vulnus caesum (luka potong), disebabkan oleh benda tajam yang besar, misal kampak, klewang dsb. Tepi luka tajam dan rata, luka sering terkontaminasi, karena itu kemungkinan infeksi lebih besar.

vi. Vulnus sclopetrum (luka tembak), terjadi karena tembakan, granat dsb. Tepi luka dapat tidak teratur, corpus alienum dapat dijumpai dalam luka. Kemungkinan infeksi dengan bakteri anaerob dan gas gangren lebih besar.

vii. Vulnus morsum (luka gigitan), disebabkan oleh gigitan binatang maupun manusia.

4. PengobatanPengobatan luka terdiri dari (1) Pengobatan simtomatis dan (2) Pengobatan definitif.a. Pengobatan simtomatis.

Terdiri atas pengobatan umum dan lokal. Pengobatan umum dilakukan dengan mengatasi syok dan perdarahan, sedangkan pengobatan lokal dilakukan dengan PPPK. Bisa dilakukan dengan menutup luka dengan pembalut steril (dressing) dan mengatasi perdarahan dengan jalan kompresi dengan jari, fleksi bagian tubuh dan kompresi proksimal arteri yang terluka.

b. Pengobatan definitif. i. Luka tertutup. Umumnya tidak diperlukan tindakan bedah. Cukup dengan

wound toilet dan wound dressing.ii. Luka terbuka. Pada prinsipnya adalah mengubah luka terkontaminasi menjadi

luka bedah yang bersih. Lua diperiksa dengan menarik tepi luka dan membukanya lebar-lebar, kemudian dilihat apakah terdapat organ di bawahnya yang terpotong seperti otot, tendon dan pembuluh darah. Bila terdapat perdarahan dapat dihentikan dengan pembalut tekan, tampon dengan obat vasokonstriktor, diklem lalu ligasi, atau diathermi/koagulasi dengan alat khusus. Luka berdarah sukar sembuh sehingga harus segera dihentikan.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan lukaa. Kontaminan

Kontak luka dengan debu, karat dan kotoran akan meningkatkan resiko infeksi. Clostridium tetani banyak didapatkan pada pupuk kandang.

Fakultas Kedokteran UII [ 3 ]

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

b. Waktu perlukaanGolden period merupakan saat dimana luka masih dapat ditangani secara sempurna, jadi masih dapat ditutup secara primer. Golden period suatu luka lebih kurang 6 jam, masa ini tidak berlaku untuk luka kotor dan jelas terkontaminasi. Pada daerah yang vaskularisasinya baik, misal pada wajah dan kepala bisa sampai 8 jam. Setelah 3 jam, jumlah bakteri pada luka meningkat secara dramatis. Luka mungkin tertutup secara primer sampai 18 jam; bersihkan dengan seksama dan gunakan penilaian klinis ketika menentukan luka yang harus ditutup. Luka sampai 24 jam pada wajah mungkin tertutup setelah pembersihan yang seksama. Suplai darah pada daerah ini lebih bagus sehingga resiko infeksi lebih kecil. Resiko infeksi dapat dikurangi dengan penggunaan tape closure (misal Steri-strip).

c. Penyakit-penyakit yang lainDiabetes, kemoterapi, steroid, penyakit vaskular perifer dan malnutrisi bisa menyebabkan keterlambatan penyembuhan dan meningkatkan resiko infeksi.

d. Bentuk lukaLuka-luka sederhana cukup dibersihkan dan diberi obat. Sedang luka-luka yang tak teratur harus didebridement.

e. Lokasi lukaLuka di daerah thoraks dan abdomen lebih sulit ditangani dibandingkan di daerah lain, sebab harus dipatikan tidak menembus ke rongga tersebut. Luka-luka pada wajah dan kepala banyak mengeluarkan darah, jadi harus cepat ditangani.

6. Penyembuhan lukaa. Penyembuhan primer (sanatio per primam intentionum/primary healing)

Luka-luka yang bersih sembuh dengan cara ini, misal luka operasi, luka kecil yang bersih. Penyembuhannya tanpa komplikasi, berjalan cepat dan hasilnya secara kosmetis baik.

b. Penyembuhan sekunder (sanatio per secundum intentionum/secondary healing)Penyembuhan pada luka terbuka, melalui jaringan granulasi dan sel epitel yang bermigrasi. Luka-luka yang lebar dan terinfeksi, luka yang tak dijahit, luka bakar, sembuh dengan cara ini. Setelah luka sembuh akan timbul jaringan parut.

c. Penyembuhan tersier (sanatio per tertium intentionem/tertiary healing)Disebut pula delayed primary closure. Terjadi pada luka yang dibiarkan terbuka karena adanya kontaminasi, kemudian setelah tidak ada tanda-tanda infeksi dan granulasi telah baik, baru dilakukan jahitan sekunder, yang dilakukan setelah hari keempat, bila tanda-tanda infeksi telah menghilang.

7. Anestesia. Anestesi topikal. LAT dan TAC dapat digunakan untuk mengurangi nyeri.

i. LAT. (4% lidocaine, 1:2000 adrenalin dan 0,5% tetracaine) 5 ml pada kapas dan ditempatkan pada luka. Bekerja sebaik TAC, membutuhkan waktu 10 sampai 30 menit untuk bekerja dan lebih murah dibanding TAC. Hindari penggunaan pada wajah atau dekat dengan membran mukosa karena dapat menimbulkan

[ 4 ] Fakultas Kedokteran UII

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

bangkitan kejang. Juga penggunaan pada area dimana adrenalin dikontraindikasikan, seperti pada distal jari, ujung hidung, telinga dan penis.

ii. TAC. (0,5% tetracaine, 1:2000 adrenalin dan 11,8% cocaine); membutuhkan waktu 30 menit untuk mulai bekerja. Teteskan 5 ml pada kapas dan tempatkan pada luka. Perhatian sama pada LAT.

b. Lokali. Gunakan jarum no 27 atau 30 dan infiltrasi perlahan pada tepi-tepi luka.

Penambahan bikarbonat pada lidokain sebelum infiltrasi secara signifikan mengurangi nyeri karena suntikan (9ml lidokain dan 1 ml bikarbonat).

ii. Lidokain (0,5%-2%) paling banyak digunakan dengan onset 2 sampai 5 menit, durasi 60 menit. Dapat mengunakan 3 sampai 5 mg/kg dengan tidak melebihi 300 mg total pada orang dewasa. Hindari penggunaan lidokain dengan adrenalin pada ekstremitas distal seperti telinga, jari, jempol dan penis. Namun bila adrenalin disuntikkan secara tidak sengaja ke jari, jangan panik. Sangat jarang terjadi komplikasi.

iii. Bupivakain (Markain) memiliki onset 2 sampai 5 menit, durasi berjam-jam, dan paling lama dibanding anestesi lokal yang lain. Suntikan intravena dapat menyebabkan aritmia yang serius.

iv. Untuk alergi ‘kain’, gunakan diphenhydramin yang diencerkan 1%. Campur 5% diphenhydramin 1:4 ml dengan normal saline untuk membuat larutan 1%. Onset anestesi membutuhkan waktu lebih lama dan durasinya lebih pendek dibanding dengan lidokain. Larutan yang lebih kuat dapat menyebabkan nekrosis jaringan.

c. Anestesi regional. Paling baik untuk jari, tangan, kaki, jempol, mulut dan wajah.

8. Penutupan lukaHindari penutupan primer pada luka yang terinfeksi dan meradang, luka yang kotor, gigitan manusia dan binatang (gigitan anjing tanpa jaringan yang hancur adalah perkecualian), luka hancur yang berat dan terabaikan.a. Tape closure (dengan Steri-strips). Strip memiliki resiko infeksi yang rendah

daripada penjahitan dan dapat dipertimbangkan pada luka-luka resiko tinggi.b. Perawatan luka terbuka.

Pembalutan basah dengan saline sampai kering dengan gauze akan mempertahankan kelembaban jaringan dan membantu debridement. Pencucian yang hati-hati 2 sampai 3 kali sehari akan menghilangkan sekresi yang terkontaminasi bakteri (shower paling tepat). Hindari pembalutan dengan iodine karena merusak jaringan yang sehat dan akan memperlambat granulasi.

c. Penjahitan. Dua tipe benang jahit adalah: (1) absorbable dan (2) non-absorbable. Jarum cutting precision-point dan benang ukuran kecil (5-0 atau 6-0) digunakan pada penutupan kosmetis misal pada wajah. Jarum cutting konvensional digunakan untuk penutupan kulit rutin. Nylon 4-0 atau 3-0 dapat digunakan pada

Fakultas Kedokteran UII [ 5 ]

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

ekstremitas. Jarum non cutting/tapper digunakan untuk jaringan subkutan. Tendon ekstensor sembuh lambat sehingga harus menggunakan benang permanen ukuran kecil, semisal polypropilene. Konsultasi bedah harus dipertimbangkan pada keadaan-keadaan tertentu. Penjahitan subkutan atau dermal dapat menggunakan benang absorbable durasi menengah. Pada sternotomy digunakan kawat stainless steel dan diaplikasikan permanen.

d. Staples. Dapat digunakan pada kulit kepala dan abdomen dengan hasil yang bagus. Hindari penggunaan pada wajah, tangan atau area yang lain dimana struktur-struktur disitu seperti tendon dan saraf dapat terperangkap oleh staples.

e. Lem (Octylcyanoacrylate, eg Dermabond®) dapat digunakan untuk menutup luka jika perdarahan telah berhenti. Hindari penggunaan pada telapak tangan dan telapak kaki, dimana kelembabannya tinggi. Kurang efektif pada area-area regangan tinggi semisal di atas lutut dan sendi bahu.

f. Pembalutan. Pertimbangkan salep antibiotik pada wajah dan badan. Salep antibiotik harus dihindari pada ekstremitas distal untuk waktu lebih dari 24-48 jam karena dapat menyebabkan maserasi dan penyembuhan lula yang terlambat. Imobilisasi jika gerakan sendi menambah regangan kulit. Jaga luka tetap kering selama 24 jam, dimana sebagian besar luka tidak membutuhkan pembalutan.

g. Luka wajah harus dilakukan pengangkatan crusta dan bacitracin atau salep lain dioleskan pada luka 2 kali sehari selama 5 hari untuk mengurangi pembentukan jaringan parut.

h. Antibiotik. Tidak ada indikasi medis untuk penggunaan antibiotika profilaktik pada luka kulit yang tidak terkontaminasi. Pertimbangkan penggunaan antibiotika untuk pasien yang cenderung mengalami endokarditis, pasien dengan prosthese panggul, lymphedema, ulkus diabetik terkontaminasi atau pada penyakit vaskular perifer lain.

i. Follow-upResiko tertinggi infeksi terjadi pada 24-48 jam, sehingga semua luka harus diperiksa kembali pada waktu tersebut. Petunjuk umum untuk angkat jahitan (hecting aff):i. Wajah, diangkat pada 3-5 hari. Setelah itu dikuatkan kembali dengan tape atau

lem.ii. Kulit kepala, badan, lengan; 7 sampai 10 hari; kaki 10 sampai 14 hari; sendi

permukaan dorsal 14 hari.iii. Pada pasien diabetes atau tergantung steroid bisa beberapa minggu.

B. Pelaksanaan latihan1. Alat-alat dan bahan

a. Nald voedder/needle holder

[ 6 ] Fakultas Kedokteran UII

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

Ada dua jenis, yaitu Crille Wood dan Mathew Kusten. Gunanya selain untuk memegang jarum jahit juga sebagai penyimpul benang

b. Pinset chirurgisGunanya adalah untuk menjepit jaringan pada waktu diseksi dan penjahitan luka, memberi tanda pada kulit sebelum memulai insisi.

c. Gunting diseksiGunting ini ada dua jenis, yaitu lurus dan bengkok. Ujungnya biasanya runcing. Ada dua tipe yang sering digunakan, yaitu tipe Mayo (A,B) dan Metzenbaum (C,D). Gunanya untuk membuka jaringan, membebaskan tumor kecil dari jaringan sekitarnya, untuk eksplorasi dan merapikan luka.

d. Gunting benangAda dua jenis, bengkok dan lurus. Gunanya untuk memotong benang operasi dan merapikan luka.A

e. Gunting perban/pembalut, untuk menggunting pembalut dan plester.f. Pisau bedah

Terdiri atas dua bagian, yaitu gagang dan mata pisau (mess/bistouri/blade). Pada pisau bedah model lama, mata pisau dan gagang pisau bersatu, sehingga bila mata pisau tumpul harus diasah kembali. Pada model baru, mata pisau dapat diganti. Biasanya mata pisau hanya untuk sekali pakai. Ada dua nomor gagang pisau yang sering dipakai, yaitu gagang nomor 4 untuk mata pisau besar dan gagang nomor 3 untuk mata pisau kecil.

g. Klem arteri peanAda dua jenis, bengkok dan lurus. Gunanya untuk hemostasis terutama untuk jaringan tipis dan lunak.

h. Klem kocherAda dua jenis, lurus dan bengkok. Tidak ditujukan untuk hemostasis. Sifat khasnya adalah mempunyai gigi pada ujungnya. Gunanya untuk menjepit jaringan, terutama agar jaringan tidak meleset dari klem.

i. Klem doek, untuk menjepit doek/kain operasi.j. Korentang

Alat yang digunakan untuk mengambil instrumen steril dan mengambil kassa, jas operasi, doek dan laken steril.

k. Jarum jahitAlat yang digunakan untuk menjahit kulit digunakan yang berpenampang segitiga agar mudah mengiris kulit (scherpe nald), sedang untuk menjahit otot dipakai yang berpenampang bulat (rounde nald).

l. Benang operasii. Seide/silk/sutera

Terbuat dari serabut-serabut sutera, terdiri dari 70% serabut protein dan 30% bahan tambahan berupa perekat. Bersifat tidak licin karena sudah dikombinasi dengan perekat, tidak diserap tubuh sehingga harus diambil kembali. Gunanya

Fakultas Kedokteran UII [ 7 ]

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

untuk menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri (terutama yang besar), sebagai teugel (ikatan kendali).

ii. CatgutDahulu benang ini dibuat dari usus kucing, sekarang dibuat dari usus domba atau sapi. Ada dua macam, yaitu:o Plain catgut

Bersifat dapat diserap tubuh dalam waktu 7-10 hari, warnanya putih kekuningan. Gunanya untuk mengikat sumber perdarahan kecil, menjahit subkutis dan dapat pula digunakan untuk menjahit kulit terutama untuk daerah longgar (perut, wajah) yang tak banyak bergerak dan luas lukanya kecil. Harus disimpul paling sedikit 3 kali.

o Chromic catgutSebelum benang dipintal, ditambahkan krom. Dengan adanya krom ini, maka benang menjadi lebih keras serta penyerapannya lebih lama, yaitu 20-40 hari. Warnanya coklat dan kebiruan. Digunakan pada luka yang dianggap belum merapat dalam waktu 10 hari, menjahit tendo.

m. Handscoon steriln. Spuit 3 mlo. Lidokain 2%p. NaCl 0,9%q. Hidrogen peroksida/perhidrol 3%r. Betadines. Kassa steril

C. Manajemen Luka Terbuka dilaksanakan sebagai berikut :1. Persiapan operator

Cuci tangan dan gunakan handscoon sesuai prosedur yang telah diajarkan pada prinsip aseptik

2. Persiapan lukaa. Luka dicuci dengan NaCl 0,9% atau akuades, jangan menggunakan bahan yang

merangsang misal alkohol. Pembersihan seperlunya saja dulu. Pembuluh darah besar yang terluka/perdarahan besar diklem dan dibiarkan dahulu.

b. Kontrol perdarahan dengan memuntir jaringan di sekitar pembuluh darah menggunakan klem arteri pean

3. Anestesi lukaSuntikkan anestesi lokal di sekitar luka. Penyuntikan dilakukan pada kulit luar/sekitar luka pada luka kotor, atau di dalam luka pada luka bersih. Lakukan aspirasi sebelum penyuntikan. Pada end-organ jangan menggunakan anestesi yang mengandung adrenalin sebab dapat terjadi nekrosis organ bersangkutan. Cek efek anestesi dengan mencubit daerah sekitar luka tanpa memberitahu pasien.Dua cara anestesi lokal:a. Infiltrasi sekitar luka pada luka yg kotor atau untuk pengangkatan tumor jinak

[ 8 ] Fakultas Kedokteran UII

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

b. Infiltrasi dari dalam luka pada luka yang bersih4. Pembersihan luka dan sekitarnya

Tutup luka dengan kasa steril. Cukur bulu/rambut di sekitar luka dan cuci sekitar luka dengan antiseptik. Kemudian tutup dengan doek steril. Lakukan debridemen, buang jaringan nekrotik dan benda asing. Usahakan tepi luka menjadi rata dan tajam. Semprot luka dengan perhidrol, sehingga semua kotoran keluar. Bilas luka dengan akuades atau NaCl 0,9%.

5. Menutup lukaLakukan prosedur penutupan luka sesuai dengan keadaan luka. Bila luka membutuhkan jahitan dalam, lakukan jahitan dengan menggunakan benang catgut, diteruskan dengan penjahitan kulit dengan benang seide. Setelah itu tutup luka dengan kassa antibiotik (Sofratulle), kassa steril dan plester. Pada luka tertentu yang dibiarkan terbuka, berikan obat perangsang granulasi dengan Betadine, Bioplacenton, salep Levertraan dsb

Fakultas Kedokteran UII [ 9 ]

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

Gambar 1.1. langkah-langkah jahit dasar (dikutip dari nejm video basic laceration repair)

6. Memberikan edukasi kepada pasien agar luka jangan terkena air, kembali untuk kontrol dan ganti pembalut pada hari 3-4. Berikan obat-obatan pasca tindakan (antibiotika, analgetika, roborantia). Antibiotika spektrum luas dan ATS diberikan pada luka yang sangat kotor. Tes kepekaan penderita terhadap ATS dengan injeksi intrakutan pada permukaan volar lengan bawah

D. Kriteria Penilaian Manajemen Luka

No. Aspek yg dinilai Nilai Kriteria penilaian1. Membaca basmalah 1 Melakukan

0 Tidak melakukan 2. Mencuci tangan 1 Melakukan

0 Tidak melakukan3. Menggunakan sarung tangan

non steril, dan kontrol perdarahan

2 Melakukan dengan sempurna1 Melakukan dengan tidak sempurna0 Tidak melakukan

[ 10 ] Fakultas Kedokteran UII

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

No. Aspek yg dinilai Nilai Kriteria penilaian4. Meminta informed consent

dari pasien atau keluarganya1 Memberi penjelasan dan meminta

kesediaan pasien atau keluarganya0 Hanya salah satu atau tidak melakukan

5. Memilih dan mempersiapkan alat

2 Sekurang-kurangnya menyebutkan 13 item (needle holder, jarum, benang, pinset anatomis&chirurgis, kassa steril, handscoon steril, handuk steril, spuit injeksi, lidokain, NaCl 0,9%, povidon iodine, kom)

1 Menyebutkan kurang dari 7 item di atas0 Tidak mempersiapkan alat

6. Desinfeksi kulit, menganastesi daerah luka dan mengujinya

2 Melakukan dengan sempurna1 Melakukan dengan tidak sempurna atau

tidak menguji setelah dianastesi0 Tidak melakukan

7. Mencuci luka / irigasi seperlunya dengan saline normal (NaCl 0,9% atau akuades) dan evakuasi corpus alienum

2 Melakukan dengan sempurna1 Melakukan dengan tidak sempurna 0 Tidak melakukan

8. Melakukan surgical handscrub

2 Melakukan dengan sempurna1 Melakukan dengan tidak sempurna0 Tidak melakukan

9.! Memakai handscoon steril dengan benar

1 Melakukan teknik aseptik secara sempurna0 Tidak melakukan dengan sempurna dan

TIDAK LULUS10. Memasang duk steril dan

menilai luka, mengangkat corpus alienum bila ada

1 Melakukan dengan sempurna0 Tidak melakukan

11. Memilih dan memegang jarum dengan benar memakai needle holder/nald vooder. Memilih dan memegang jarum dengan klem pemegang jarum 1/3 bagian belakang dan mengunci klem,

2 Melakukan dengan sempurna, cara memegang needle holder benar dengan jari 1&4, dan mengunci jarum pada 1/3 bagian belakang

1 Tidak melakukan dengan sempurna0 Tidak melakukan

12. Memilih serta memasangkan benang dengan benar pada jarum Memilih benang serta

1 Memilih benang dengan benar dan dapat memasangkan pada jarum

0 Salah memilih benang atau terlalu lama

Fakultas Kedokteran UII [ 11 ]

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

No. Aspek yg dinilai Nilai Kriteria penilaianmemasangkan benang dengan benar pada jarum

memasangkan benang pada jarum

13. Mengangkat tepi luka dengan pinset chirurgis (bila perlu), menusukkan jarum dengan posisi tegak lurus 90˚. Mendorong jarum sesuai kelengkungan jarum sampai menembus kulit

2 Melakukan dengan sempurna

1 Melakukan dengan tidak sempurna0 Tidak melakukan

14. Menarik ujung jarum yang muncul dibalik kulit dengan klem pemegang jarum (jarak kedalaman dan lebar jahitan sama tiap sisi,; kedalaman > lebar), lalu menarik benang dan menyisakan benang 3-4 cm

1 Melakukan dengan sempurna0 Tidak melakukan

15. Membuat simpul jahitan dan diletakkan di tepi luka

1 Melakukan dengan sempurna0 Tidak melakukan dengan sempurna atau

tidak melakukan16. Meneruskan jahitan sampai

tepi luka saling bertemu1 Melakukan dengan sempurna0 Tidak melakukan dengan sempurna atau

tidak melakukan17. Hasil jahitan tidak terlalu

ketat, tepi luka saling bertemu, rapi

1 Melakukan dengan sempurna atau melaporkan kepada evaluator

0 Tidak melakukan18. Melakukan prosedur

penutupan luka sesuai keadaan luka

1 Melakukan dengan sempurna0 Tidak melakukan

19. Menyebutkan indikasi injeksi ATS

1 Menyebutkan indikasi dengan tepat

0 Tidak menyebutkan20. Memberikan edukasi kepada

penderita tentang perawatan luka

2 Sekurang-kurangnya menyebutkan: - luka dijaga agar jangan terkena air - minum obat (antibiotik) dengan teratur- kontrol 3 hari lagi

1 Hanya menyebutkan 1 atau 20 Tidak melakukan

E. Teknik Melakukan Surgical Handscrub

[ 12 ] Fakultas Kedokteran UII

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

1 Membasahi dgn air mengalir, posisi tangan lebih tinggi dari siku.2 Mencuci dengan spons mulai telapak tangan, kuku, jari dan sela jari,

punggung tangan, melanjut ke siku dengan sabun (tangan kiri diselesaikan terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan tangan kanan, atau sebaliknya)

3 Membilas tangan kemudian lengan tanpa menggosok bagian tersebut, dengan posisi tangan harus selalu lebih tinggi dari siku.

4 Mencuci dan menyikat mulai dari telapak tangan, kuku, jari dan sela jari, punggung tangan, melanjut ke siku dengan antiseptik (hibiscrub) dengan

urutan zona A-B-C-D-E-F (3-5 menit untuk seluruh zona - @ 30 detik).Ket.:

Zona A : ujung jari tangan kiri-pergelangan tangan kiriZona B : ujung jari tangan kanan-pergelangan tangan kananZona C : pergelangan tangan kanan-1/2 lengan bawah kanan

Zona D : pergelangan tangan kiri-1/2 lengan bawah kiriZona E :1/2 lengan bawah kiri-siku lengan kiri

Zona F : 1/2 lengan bawah kanan-siku lengan kanan5 Membilas tangan kemudian lengan tanpa menggosok bagian tersebut,

dengan posisi tangan harus selalu lebih tinggi dari siku.6 Lap dengan handuk steril mulai dari jari ke siku.7 Posisi tangan tetap di atas siku sebelum memakai sarung tangan.

F. Checklist Manajemen Luka Terbuka

No. ASPEK YANG DINILAINILAI

0 1 21. Membaca basmallah2. Mencuci tangan3. Menggunakan sarung tangan non steril dan kontrol perdarahan4. Informed consent5. Memilih dan mempersiapkan alat6. Desinfeksi kulit, anestesi daerah luka dan mengujinya

7.Mencuci luka dengan NaCl 0,9% atau aquades (irigasi) dan evakuasi corpus alienum

8. Melakukan surgical handscrub9.! Memakai handscoon steril dengan benar

10.Memasang duk steril dan menilai luka, mengangkat corpus alienum bila ada

11.

Memilih dan memegang jarum dengan benar memakai needleholder/nald vooder. Memilih dan memegang jarum dengan klem pemegang jarum 1/3 bagian belakang dan mengunci klem

12. Memilih serta memasangkan benang dengan benar pada jarum.

Fakultas Kedokteran UII [ 13 ]

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

Memilih benang serta memasangkan benang dengan benar pada jarum

13.

Mengangkat tepi luka dengan pinset chirurgis, menusukkan jarum dengan posisi tegak lurus. Mendorong jarum sesuai kelengkungan jarum sesuai kelengkungan jarum sampai menembus kulit

14.Menarik ujung jarum yang muncul dibalik kulit dengan klem pemegang jarum (setelah dilepaskan dari klem pemegangjarum), lalu menarik benang dan menyisakan benang 3-4cm

15. Membuat simpul jahitan dan diletakkan di tepi luka16. Meneruskan jahitan sampai tepi luka saling bertemu17. Hasil jahitan tidak terlalu ketat, tepi luka saling bertemu, rapi18. Melakukan prosedur penutupan luka sesuai keadaan luka19. Menyebutkan indikasi injeksi ATS20. Memberikan edukasi kepada penderita tentang perawatan luka

Jumlah = 27

[ 14 ] Fakultas Kedokteran UII

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

BAB IIRESUSITASI JANTUNG PARU

Fakultas Kedokteran UII [ 15 ]

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

B. Tujuan Instruksional UmumSetelah mengikuti kegiatan ini mahasiswa diharapkan memiliki dasar-dasar pengetahuan dan kemampuan melakukan resusitasi jantung paru.

C. Tujuan Instruksional Khusus1. Mahasiswa mampu menjelaskan kapan dimulai RJP2. Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip dasar resusitasi (Circulation, Airway,

Breathing)3. Mahasiswa mampu melakukan bantuan nafas mouth to mouth4. Mahasiswa mampu melakukan kompresi jantung luar

D. PendahuluanBasic Life Support (BLS) adalah usaha untuk mempertahankan/ menjaga jalan nafas, menyokong nafas dan sirkulasi darah, tanpa menggunakan bantuan alat apapun selain alat proteksi diri. Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) atau Resusitasi Jantung Paru merupakan salah satu tindakan penting dari BLS. Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan gabungan bantuan pernapasan dengan kompresi dada eksternal. RJP digunakan ketika seorang korban mengalami henti jantung dan henti napas. RJP modern dikembangkan pada akhir dekade 50-an hingga awal dekade 60-an. Tokoh yang menemukan dan mempopulerkan teknik mouth to mouth adalah dr. James Elam dan dr. Peter Safar. Jauh sebelumnya cara ini dilakukan oleh para bidan untuk resusitasi neonatus, sempat menghilang kemudian diperkenalkan kembali pada tahun tersebut. Pada awal 60-an dr. Kouwenhoven, dr. Knickerbocker dan dr. Jude menemukan kompresi dada untuk membantu sirkulasi artifisial. Kemudian pada tahun 1960 teknik pernapasan mouth to mouth dan kompresi dada digabungkan menjadi RJP seperti sekarang ini.Henti jantung mendadak adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa. Sebagian besar henti jantung terjadi pada orang-orang dengan penyakit jantung. Henti jantung mendadak yang terjadi diluar rumah sakit (out-hospital), 40% diakibatkan oleh fibrilasi ventrikel. Fibrilasi ventrikel merupakan keadaan fatal yang cepat berlanjut ke kematian apabila pertolongan tidak segera diberikan. RJP dapat meningkatkan 2-3x kemungkinan hidup korban bila diberikan sesegera mungkin. RJP tidak menghentikan fibrilasi tapi dapat memperpanjang waktu jendela dimana tindakan electric shock (defibrilasi) masih efektif dilakukan. RJP memberikan suplai darah kaya oksigen ke otak dan jantung. Gabungan tindakan RJP dengan defibrilasi dapat meningkatkan kemungkinan hidup 49% hingga 75% pada kasus fibrilasi ventrikel. Dalam melakukan RJP, Anda sebagai seorang penolong harus: 1. mengusahakan kembalinya sirkulasi korban (circulation = C)2. mempertahankan terbukanya jalan napas (airway = A) 3. memberi napas untuk korban (breathing = B)Dalam prosedur RJPO selalu mengikutsertakan prinsip CAB. Suatu pernapasan buatan tidak akan efektif jika jalan napas tidak terbuka. Pernapasan buatan tidak efektif pula jika sirkulasi terhenti. Darah yang bersirkulasi tidak akan efektif, kecuali darah tersebut teroksigenasi. Selalu diingat jika perdarahan dapat mengganggu sirkulasi. Oleh karena

[ 16 ] Fakultas Kedokteran UII

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

itu jika seorang korban kehilangan darah terlalu banyak maka RJP yang dilakukan tidak efektif. Dalam RJP, kita bertujuan memaksa darah korban yang mengalami henti sirkulasi untuk kembali bersirkulasi dengan melakukan kompresi dada eksternal, yang dikenal sebagai sirkulasi artifisial. Dilakukan ketika korban berbaring terlentang pada permukaan yang keras (lantai, papan dan lainnya) dan kompresi dilakukan di dada pada garis tengah dada. Seorang korban yang membutuhkan RJP adalah korban yang memenuhi kriteria unresponsive, nafas tidak normal, dan denyut nadi carotis tidak teraba. Pada kenyataannya, 40% orang awam (lay rescuer) yang dilatih RJP tidak dapat mendeteksi denyut nadi carotis, sehingga kriteria memulai RJP bagi orang awam terlatih/ lay-rescuer adalah korban yang unresponsive dan nafas tidak normal. Bagi seorang tenaga medis yang terlatihpun kadang terlalu lama dalam mendeteksi denyut nadi carotis, sehingga apabila gagal terdeteksi adanya denyut nadi carotis dalam 10 detik (pada korban yang unresponsive dengan nafas abnormal), maka RJP segera dilakukan.Prosedur BLS untuk orang awam terlatih (layrescue) dan tenaga medis (health care provider) berbeda. Hal ini perlu disadari mengingat mahasiswa kedokteran ketika menemui kasus dilapangan dan dituntut untuk melakukan RJP, sanggup menggunakan prosedur BLS untuk layperson, sedangkan ketika menjadi seorang dokter, dapat melakukan prosedur BLS untuk tenaga medis.

E. Pelaksanaan Bantuan Hidup Dasar1. Penilaian respon

Penilaian respon dilakukan setelah penolong yakin bahwa dirinya sudah aman untuk melakukan pertolngan. Penialian respon dilakukan dengan cara menepuk-nepuk dang menggotyangkan penderita sambil berteriak memanggil penderita.Hal yang perlu diperhatikan setelah melakukan penilaian respon penderita :a. Bila penderita menjawab atau bergerak terhadap respon yang diberkian, maka

usahakan tetap mempertahankan posisi pasien seperti pada saat ditemukan atau usahakan pasien diposisikan ke dalam posisi mantap; sambil terus melakukan pemantauan terhadap tanda-tanda vital penderita tersebut secara terus menerus sampai bantuan datang.

b. Bila penderita tidak memberikan respon serta tidak bernafas atau bernafas tidak normal (gasping) maka penderita dianggap mengalami kejadian henti jantung, maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan aktivasi sistem layanan gawat darurat

Fakultas Kedokteran UII [ 17 ]

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

Gambar 2.1 penilaian respon2. Pengaktifan sistem layanan gawat darurat

Setelah melakukan pemeriksaan kesadaran penderita dan tidak mendapatkan respon dari penderita, sambil melanjutkan bantuan hendaknya penolong meminta bantuan orang terdekat untuk menelepon sistem layanan gawat darurat (atau sistem kode biru bila di rumah sakit). Bila tidak ada orang lain didekat penolong untuk membantu, maka sebaiknya penolong menelepon sistem layanan gawat darurat. Saat melaksanakan percakapan dengan petugas layanan gawat darurat, hendaknya dijelaskan lokasi pasien, kondisi pasien, serta bantuan yang sudah diberikan kepada pasien.

3. CirculationPenelitian yang telah dilakukan mengenai resusitasi menunjukkan bahwa baik penolong awam maupun tenaga kesehatan kadang kala mengalami kesulitan dalam melakukan pengecekan pulsasi arteri carotis. Kadangkala tenaga kesehatan juga memerlukan waktu yang lama untuk memastikan adanya pulsasi pada pasien tidak sadarkan diri. Sehingga untuk hal tertentu pengecekan pulasasi tidak diperlukan seperti :a. Penolong tidak perlu untuk memeriksa nadi dan langsung mengasumsikan pasien

menderita henti jantung jika penderita mengalami pingsan mendadak atau penderita yang tidak berespon dan tidak bernafas atau bernafas tidak normal.

b. Penilaian pulsasi sebaiknya dilakukan tidak lebih dari 10 detik. Jika dalam 10 detik atau lebih, penolong belum bisa meraba pulsasi arteri, maka kompresi dada sudah harus dilakukan.

Kompresi dada terdiri dari pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada setengah bawah dinding sternum. Penekanan ini menciptakan aliran darah yang akan

[ 18 ] Fakultas Kedokteran UII

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

melalui peningkatan tekanan intratorakal serta penekanan langsung pada dinding jantung. Komponen yang perlu diperhatikan saat mekukan kompresi dadaa. Berikan kompresi dada dengan frekuensi yang mencukupi (minimal 100x/menit)b. Untuk dewasa, berikan kompresi dada dengan kedalaman 2 inchi (5cm)c. Bayi dan anak, kompresi dengan kedalaman minimal sepertiga diameter dinding

anterior posterior dada atau pada bayi 4 cm (1.5 inchi) dan pada anak sekitar 5 cm (2inchi).

d. Berikan kesempatan untuk dada mengembang kembali secara sempurna setelah setiap kompresi (recoil)

e. Usahakan seminimal mungkin melakukan interupsi terhadap kompresif. Hindari pemberian nafas bantuan yang berlebihan

Gambar 2.2 Lokasi kompresi jantung

Fakultas Kedokteran UII [ 19 ]

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

Gambar 2.3 Teknik kompresi sisi depan

Gambar 2.4 Teknik kompresi sisi samping

[ 20 ] Fakultas Kedokteran UII

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

4. AirwayDalam teknik ini diajarkan bagaimana cara membuka jalan nafas serta mempertahankan jalan nafas untuk membantu memperbaiki oksigenasi tubuh serta ventilasi. Dalam prakteknya, tindakan ini sebaiknya dilakukan oleh orang yang sudah menerima pelatihan bantuan hidup dasar atau tenaga kesehatan profesional dengan menggunakan tehnik angkat kepala-angkat dagu (head tilt-chin lift), cara ini dilakukan untuk penderita yang diketahui tidak mengalami cedera leher dengan mengangkat dagu keatas dan mendorong kepala dan dahi ke belakang. Sedangkan untuk penderita yang dicurigai menderi trauma servikal, tehnik head tilt-chin lift tidak bisa dilakukan. Tehnik yang digunakan pada keadaan tersebut adalah menarik rahang tanpa melakukan ekstensi kepala (jaw thrust). Sedangkan untuk penolong yang hanya mampu melakukan kompresi dada saja, belum didapatkan bukti ilmiah yang cukup untuk melakukan teknik mempertahankan jalan nafas secara pasif seperti mengerjakan hiperekstensi leher.

Gambar 2.5 Head tilt-chin lift maneuver5. Breathing

Pemberian nafas buatan dilakukan setelah jalan nafas terlihat aman. Tujuan primer pemberian bantuan nafas adalah untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan tujuan sekunder untuk membuang CO2. Sesuai dengan revisi panduan yang dikeluarkan oleh American Heart Association mengenai bantuan hidup jantung dasar,

Fakultas Kedokteran UII [ 21 ]

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

penolong tidak perlu melakukan observasi nafas spontan dengan look, listen and feel karena langkah pelaksaaan yang tidak konsisten dan menghabiskan terlalu banyak waktu. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan bantuan nafas antara lain :a. Berikan nafas bantuan dalam waktu 1 detikb. Berikan bantuan nafas sesuai volume tidal yang cukup untuk mengangkat dinding

dadac. Berikan bantuan nafas sesuai dengan kompresi dengan perbandingan 2 kali

bantuan nafas setelah 30 kali kompresid. Pada kondisi terdapat dua orang penolong atau lebih, jika penolong berhasil

memasukan alat bantuan nafas lanjutan ututtuk mempertahankan jalan nafas seperti pipa endotrakeal, combitube atau sungkup laring, maka bantuan nafas diberkan setiap 6-8-detik, ini akan menghsilkan pernnafasan dengan frekuensi 8 -10 kali/menit.

e. Pasien dengan hambatan jalan nafas atau komplian paru yang buruk, memerlukan bantuan nafas dengan tekanan yang lebih tinggi untuk sampai memperlihatkan dinding dada terangkat

f. Pemberian bantuan nafas yang berlebihan tidak diperlukan dan dapat menimbulkan distensi lambung berserta komplikasi seperti regurgitasi dan aspirasi.

Gambar 2.6 Pernafasan mulut ke mulutE. Penanganan Pasca Henti Jantung

Posisi pemulihan digunakan pada korban yang unresponsive dengan nafas yang normal dan sirkulasi yang efektif. Posisi ini dapat menjaga terbukanya jalan nafas dan mengurangi resiko obstruksi jalan nafas dan aspirasi cairan. Posisi pemulihan ini meliputi criteria stabil, near true lateral position, kepala terjaga (head dependent) dan tidak menekan dada serta fungsi pernafasan

[ 22 ] Fakultas Kedokteran UII

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

Gambar 2.7 Posisi pemulihan 1

Gambar 2.8 Posisi pemulihan 2

Gambar 2.9 Posisi pemulihan akhirF. Komplikasi

Cedera pada tulang iga merupakan komplikasi yang sering terjadi pada RJP. Apabila tangan ditempatkan terlalu keatas dari titik kompresi, maka patah tulang pada bagian atas sternum dan clavicula mungkin terjadi. Apabila tangan terlalu rendah maka proc.

Fakultas Kedokteran UII [ 23 ]

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

xiphoid mungkin dapat mengalami fraktur atau tertekan kebawah menuju hepar yang dapat mengakibatkan laserasi (luka) disertai perdarahan dalam. Apabila tangan ditempatkan terlalu jauh dari titik kompresi atau meleset satu dari lainnya maka costa atau kartilagonya dapat mengalami patah. Meskipun RJP dilakukan secara benar, masih terdapat kemungkinan terjadinya patah tulang iga atau terpisahnya kartilago dari perlekatannya. Jika terdapat kasus sepert ini, jangan hentikan RJP. Karena korban lebih baik mengalami patah beberapa tulang iga dan hidup daripada korban meninggal karena anda tidak melanjutkan RJP karena takut akan adanya cedera tambahan. Komplikasi yang lain adalah distensi gaster.

Gambar 2.10 Algoritma BLS dewasa (AHA 2010)

G. Checklist RJP + ET

[ 24 ] Fakultas Kedokteran UII

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

Fakultas Kedokteran UII [ 25 ]

No ASPEK YANG DINILAINILAI

0 1 2 3SEBAGAI KETUA

1 Memeriksa respon korban (Shake and Shout) 2 Call for help (Meminta bantuan)3 Circulation. Cek dan rasakan denyut nadi carotis maksimal

dalam 10 detik, bila ada, berikan nafas bantuan tiap 5-6 detik. Re-check nadi tiap 2 menit.

4 Bila tidak ada, perintahkan anggota tim untuk memulai RJP (kompresi dada)Nilai 2: kurang responsifNilai 3: perintah jelas dan responsif.

5 Siapkan defib (bila ada). Persiapkan pemasangan ET (advenced deviced airway). Cek alat dan fungsinya (laringoskop, pipa ET, ambu-bag, spuit untuk mengunci, stetoskop) serta menentukan ukuran ET sesuai dengan penderita (keadaan darurat, pilih ukuran 7,5)Nilai 1 : mempersiapkan alat tapi tidak mengecek fungsinya, seperti laringoskopi tidak dicoba dihidupkan lampunya.Nilai 2: Melakukan semua.NB : Dalam mengecek, mahasiswa tidak harus mengatakan yang dilakukan. Yang penting adalah melakukan. Penguji cukup memperhatikan yang dilakukan sudah sesuai atau belum.

6 Perintahkan anggota tim untuk stop kompresi dada (setelah 30x). Buka jalan nafas, lanjut ventilasi (dengan bag-mask) 2x. POSISI TANGAN TEKNIK E-C. Pastikan pengembangan dada. Perintahkan memulai kompresi dada.Nilai 1: Kurang sempurna, seperti perintah tidak simultan, atau ventilasi tidak sempurna (nafas kurang masuk)Nilai 2: Sempurna

7. Posisikan pasien dalam sniffing position8. Posisikan tangan. Tangan kiri memegang gagang laringoskop

dan memasukkan bilah laringoskop melalui celah bibir sebelah kanan dengan lembut hingga mencapai valecula Visualisasikan laring. Angkat laringoskop ke atas dan ke depan dengan kemiringan 30-40 derajat sejajar dengan aksis pergelangan tangan dan visualisasikan laring/ plica vocalis (jangan menggunakan gigi sebagai titik tumpu).Memasukkan ET ke dalam laring, masukkan pipa sampai angka 22 pada gigi pasien. Waktu memasukkan setara dengan sekali menahan nafas/ 30x kompresi dada. Lepaskan laringoskop dari bibir.Nilai 1: Memasukkan dengan resiko trauma oral tinggi (seperti gigi patah, atau bibir terdesak laringioskop)Nilai 2: Melakukan dalam waktu beberapa kali, dengan resiko trauma minimalNilai 3: Melakukan dengan cepat dan resiko trauma minimal

9. Kunci balon pipa ET dengan spuit 5-10 cc, cek apakah sudah mengembang/ belum. Hubungkan pipa ET dengan bag. Lakukan

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

! : Critical step

Nilai : ____/27 =

INTUBASI ENDOTRACHEALA. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mengikuti kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu melakukan intubasi endotracheal secara lege artis.

B. Tujuan Instruksional KhususMahasiswa mampu :1. Menjelaskan indikasi dan kontraindikasi intubasi endotracheal2. Menjelaskan alat dan bahan yang digunakan pada intubasi3. Menguasai manajemen kasus gawat napas4. Melakukan prosedur laryngoskopi5. Melakukan intubasi endotracheal

C. PendahuluanIntubasi adalah suatu usaha untuk memasukkan pipa endotracheal ke dalam trakea. Intubasi dapat dilakukan lewat mulut, hidung atau dari servikal melalui trakeostomi. Intubasi melalui mulut (oral) ialah cara yang umum dipakai karena pipa intubasi yang dapat dimasukkan dapat lebih besar daripada intubasi hidung (nasal), selain itu juga karena lebih mudah memasukkannya.

D. Indikasi:1. Oksigenasi inadekuat (penurunan PO2 arterial, dsb) yang tidak dapat dikoreksi

dengan pemberian oksigen dengan masker atau nasal prong.2. Ventilasi inadekuat (peningkatan PCO2 arterial)3. Untuk mengontrol dan menghilangkan sekresi pulmonal (bronchial toilet/bronchial

washing)4. Untuk melindungi jalan nafas pada pasien yang tidak sadar (misal selama anestesi

umum)E. Kontraindikasi:

Berikut ini adalah kontraindikasi relatif pemasangan ET:1. Trauma atau obstruksi jalan nafas yang berat yang tidak memungkinkan pemasangan

ET dengan aman. Crichothyrotomy emergensi diindikasikan pada kasus ini.

[ 26 ] Fakultas Kedokteran UII

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

2. Trauma pada vertebra servikal, dimana imobilisasi total dari vertebra servikal menyebabkan kesulitan pada pemasangan ET .

F. Persiapan ProsedurKetika mengintubasi pasien, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar intubasi dapat dilakukan dengan aman. Untuk memudahkan, ingat SALT!1. Suction. Seringkali terdapat benda asing pada faring pasien, yang membuat corda

vocalis sulit divisualisasikan, sehingga harus dibersihkan dengan suction.2. Airway. Harus disediakan alat yang bisa mengangkat lidah dari faring posterior, untuk

memudahkan pemasangan masker. Oksigen juga harus tersedia, lengkap dengan ambu bag dan masker.

3. Laryngoskop. Alat ini sangat vital untuk pemasangan ET.4. Tube. Terdapat beberapa ukuran ET. Untuk orang dewasa ukuran rata-ratanya adalah

7.0 atau 8.0.G. Peralatan

1. Self-refilling bag-valve combination (misal Ambu bag) atau bag-valve unit (Ayres bag), konektor, tubing dan tabung oksigen. Rangkai semua bagian tersebut sebelum melakukan intubasi.

Gambar 3.1 Ambu Bag2. Laryngoskop dengan bilah lengkung (tipe Macintosh) dan bilah lurus (tipe Miller)

sesuai ukuran pasien.

Gambar 3.2 Laryngoskop3. Endotracheal tube (ET) berbagai ukuran4. Oral airway/Guedel5. Tinctur benzoin dan plester

Fakultas Kedokteran UII [ 27 ]

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

6. Introducer (stylet atau forsep Magill)7. Peralatan suction (tonsil tip dan suction kateter)8. Syringe/spuit 10 cc untuk memompa cuff (balon)9. Anestesi mukosa (misal lidokain 2%)10.Jelly11.Sarung tangan

H. Posisi pasienTinggi meja dimana pasien dibaringkan sebaiknya diatur sedemikian sehingga wajah pasien sama tinggi dengan kartilago xiphoid pemasang. Kepala pasien diangkat kira-kira 10 cm dengan penyangga di bawah oksiput dan ekstensikan kepala pasien pada sendi atlanto-occipital (posisi bersin) untuk mengatur aksis oral, faringeal dan laryngeal sehingga dari mulut sampai pembukaan glottis hampir dalam satu garis lurus. Dengan posisi ini glottis dan corda vocalis dapat divisualisasi dengan lebih jelas sehingga pemasangan ET lebih mudah. Untuk anak di bawah 1 bulan, kepala dalam posisi netral. Liat Gambar.

Gambar 3.3 Posisi kepala; posisi salah (atas), posisi benar (bawah)I. Teknik

1. Lakukan ventilasi dengan maskera. Pilih masker dengan ukuran yang tepat, harus menutup mulut dan hidung dan

melekat pada pipi.b. Posisikan pasien pada posisi bersin (sniffing position)c. Pasang masker di atas mulut dan hidung pasien dengan tangan kanan.d. Dengan tangan kiri, tempatkan jari kelingking dan jari manis di bawah mandibula

pasien, dan angkat untuk membuka airway. Pegang masker dengan ibujari dan telunjuk lalu tekan wajah pasien sambil mengangkat mandibula dengan jari kelingking dan jari manis.

e. Pompa bag dengan tangan kanan

[ 28 ] Fakultas Kedokteran UII

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

f. Dada harus naik setiap kali bernafas dan aliran udara tidak boleh bocor. Bila tidak, perbaiki posisi masker, dan coba lagi.

2. Anestesi topikalLakukan anestesi mukosa orofaring , dan saluran nafas atas dengan lidocain 2%, bila waktu memungkinkan dan pasien sadar.

3. Laryngoskopia. Posisikan pasien dalam posisi bersinb. Periksa apakah laryngoskop dan bilahnya sudah tepat, dan pastikan lampu

menyala.c. Pastikan semua peralatan dan bahan yang diperlukan telah terangkai dan

terjangkau.d. Untuk bilah lengkung:

i. Buka mulut pasien dengan tangan kanan, singkirkan semua benda asing (makanan, gigi palsu)

ii. Pegang laryngoskop dengan tangan kiri (Gambar 2)iii. Masukkan bilah diantara gigi, hati-hati jangan mematahkan gigi!iv. Arahkan bilah ke kanan lidah, dan masukkan bilah ke dalam hipofaring, tekan

lidah ke kiri.v. Angkat laryngoskop ke atas dan ke depan, tanpa mengubah sudut bilah, untuk

memvisualisasi corda vocalis. Lihat Gambar 3

Gambar 3.4 Teknik laryngoskopi langsung

Fakultas Kedokteran UII [ 29 ]

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

Gambar 3.5 Penempatan bilah lengkung dalam intubasi orotracheale. Untuk bilah lurus:

Ikuti langkah-langkah seperti pada bilah lengkung, tapi masukkan bilah ke bawah hipofaring, dan angkat epiglottis dengan ujung bilah untuk memvisualisasikan corda vocalis. Ujung bilah terletak di bawah epiglottis, dimana tak terlihat lagi dengan bilah pada posisi ini. Lihat Gambar 4.

Gambar 3.6 Penempatan bilah lurus pada intubasi orotrachealJ. Intubasi endotracheal

1. Pilih ET dengan ukuran yang tepat2. Dengan spuit 10 cc, pompa balon dengan 5-8 cc udara. Pastikan balon berfungsi dan

intak.3. Lubrikasi ujung ET 4. Masukkan stylet, ikat ET dan stylet pada posisi dimana ujung stylet berada ± 1 cm

dari ujung akhir ET.

[ 03 ] Fakultas Kedokteran UII

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

Gambar 3.7 Trakea5. Ventilasi pasien dengan kombinasi bag-valve selama 1-2 menit dengan 100% oksigen

(10-15 L/menit)6. Lakukan laryngoskopi direk, dan ketika glottis dan corda vocalis tervisualisasi

(Gambar 5), dengan lembut masukkan ET di bawah bilah laryngoskop melewati corda vocalis ke trachea, cukup jauh sehingga balon berada di luar corda vocalis.

7. Tarik stylet.8. Sambungkan dengan kombinasi bag-valve, dan mulai dengan oksigen 100%9. Pastikan ET terpasang dengan tepat. Pertama, auskultasi abdomen ketika ventilasi

pasien. Jika suara aliran udara terdengar atau jika terjadi distensi abdomen, ET berada di esophagus. Lepas ET dan lakukan intubasi lagi.

10.Auskultasi dinding dada, pastikan suara nafas sama pada kedua sisi thoraks. Jika tidak, reposisi ET. Jika suara nafas pada kedua sisi sama dan mengembang dengan sama pada waktu inspirasi, perhatikan posisi ET (tandai selang pada mulut pasien), dan pompa balon dengan spuit 10 cc sampai tidak terdapat kebocoran udara di sekitar ET ketika dilakukan tekanan positif.

11.Oleskan tinctur benzoin pada pipi, bibir atas dan ET.12.Plester ET pada bagian yang keluar dari mulut. Kemudian lekatkan plester pada pipi

dan melingkar kepala sampai pipi satunya. Kencangkan ujung plester sekitar ET.13.Lakukan Rontgen thorak untuk mengecek posisi ET dan analisis gas darah untuk

menilai adekuasi ventilasi.Pada intubasi endotracheal darurat, karena tidak dilakukan persiapan pasien sebelumnya, ada kemungkinan pasien mengalami aspirasi. Untuk mencegahnya dapat dilakukan Manuver Sellick. Yaitu dengan menekan kartilago krikoid pasien.

Fakultas Kedokteran UII [ 13 ]

Buku Panduan Keterampilan Medik Blok Kegawatdaruratan

Gambar 3.8 Sellick manuver

DAFTAR PUSTAKATodd W. Thomsen, Derek A. Barclay, Gary S. Setnik. Basic Laceration Repair. Harvard Medical School. Tahun apa?. Edisi kpanaChristopher Kabrhel, Todd W. Thomsen, Gary S. Setnik, Ron M. Walls. Orotracheal Intubation. Harvard Medical School tahun edisiwww.americanheart.org ambil yg mana????????Armis, 1994. Trauma Sistema Muskuloskeletal. Yogyakarta: __

1. Dudley, H.A.F., Eckersley, J.R.T., Paterson-Brown, S., 1995. A Guide to Practical Procedures in Medicine and Surgery. London: Butterworth_Heinemann.

2. Graber, M.A., 2004. General Surgery: Wound Management. 3. Oswari, J. (editor), 1996. Bedah Minor. Jakarta – Penerbit Hipokrates 4. Sheehy, S., Budassi, C., Jimmerson, LD, 1995. Manual of Clinical Trauma Care: the First

Hour. Ed. 2. St. Louis – Mosby 5. Sjamsuhidajat, R., de Jong, W. 1996. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.6. European Resuscitation Council. Resuscitation 20057. American Heart Association. Circ 20058. American Heart Association, Advanced Cardiac Life Support. 2005.

[ 23 ] Fakultas Kedokteran UII