pandangan-pandangan peran tokoh protagonis … · peran tokoh protagonis perempuan tentang poligami...
TRANSCRIPT
PANDANGAN-PANDANGAN
PERAN TOKOH PROTAGONIS PEREMPUAN TENTANG POLIGAMI
DALAM SKENARIO FILM BERBAGI SUAMI KARYA NIA DINATA
TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
FITRIA SRI WULANDARI
NIM: 034114034
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Februari 2008
i
iii
Menjadi Orang Penting itu baik, tapi menjadi Orang Baik
itu Lebih Penting
Skripsi ini dipersembahkan kepada:
• Tuhanku Yesus Kristus
• Keluargaku yang tercinta; Bapak, Ibu, Mas Andrie, dan Mas Beng
• Kampusku yang di Mrican
• Semua orang yang membaca hasil kerja kerasku ini
• Semua penghuni bumi Indonesia yang menolak adanya praktik poligami karena
perempuan tercipta bukan untuk dibagi oleh kesewenangan para lelaki.
Menjalani hidup buatku itu bagaikan seorang supir yang mengendarai kendaraannya,
menggunakan semua yang dimilikinya untuk bisa bertahan di sepanjang jalan yang tersedia.
Berusaha mengompakkan organ tubuh dengan kemudi di depannya, agar dirinya dan muatan yang ikut serta,
bisa terus kembali berkarya. Yuhuuu,,, senangnya jadi supir
karena buatku, hidup itu harus dicintai. Nyetir yuks,,
Lihat ke depan, lirik kanan kiri, dan jangan sungkan sesekali menengok ke belakang !?
Bantoel City ‘07
iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEMPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Fitria Sri Wulandari
Nomor Mahasiswa : 034114034
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, karya ilmiah saya yang berjudul “Pandangan-Pandangan Peran Tokoh Protagonis Perempuan tentang Poligami dalam Skenario Film Berbagi Suami Karya Nia Dinata, Tinjauan Sosiologi Sastra”, beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada Tanggal: 13 Februari 2008
v
Yang menyatakan
(Fitria Sri Wulandari)
ABSTRAK
Wulandari, Fitria Sri. 2007. “Pandangan-Pandangan Peran Tokoh Protagonis Perempuan tentang Poligami dalam Skenario Film Berbagi Suami karya Nia Dinata: Tinjauan Sosiologi Sastra”. Skripsi Strata I (SI). Yogyakarta: Prodi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini mengkaji tentang pandangan-pandangan peran tokoh protagonis perempuan mengenai poligami dalam skenario film Berbagi Suami karya Nia Dinata. Peneliti menganalisis struktur cerita dan kemudian mengkaji bagaimana pandangan tokoh utama perempuan dalam menyikapi permasalahan poligami. Metode yang digunakan untuk memecahkan permasalahan adalah penelitian pustaka dengan pendekatan mimetik yang ditinjau dari segi sosiologi sastra dan disajikan secara deskriptif. Dalam hal ini peneliti menggunakan teori sosiologi sastra yang dikembangkan oleh Plato dan Aristoteles yang menyatakan bahwa konsep dasar dari sosiologi sastra merupakan cerminan dari masyarakat. Hasil dalam penelitian ini, yaitu (1) secara struktural yang meliputi analisis alur, tokoh, dan latar, dan (2) secara sosiologi sastra yang membahas pandangan-pandangan peran tokoh protagonis perempuan tentang poligami. Struktur cerita Berbagi Suami disajikan Nia Dinata dengan alur bercabang yang menceritakan tiga segmen cerita sengan struktur sosial yang berbeda. Segmen pertama menceritakan tokoh Salma yang berprofesi sebagai dokter ahli kandungan, berlatar kultur Betawi dan penceritaan beralur lurus. Segmen kedua menceritakan tokoh Siti yang merupakan perempuan desa berkultur Jawa yang polos, penceritaannya mengandung unsur flashback. Segmen ketiga tentang tokoh Ming yang berperan sebagai perempuan keturunan Thionghoa yang cantik dengan penceritaan beralur lurus. Tiga segmen cerita ini terikat dalam alur utama tentang poligami dengan penggambaran latar tempat, latar waktu, dan latar sosial yang detil, sedangkan secara sosiologi sastra, mereka adalah tokoh utama perempuan yang memiliki pandangan sendiri-sendiri tentang poligami yang pada akhirnya menyebabkan mereka memilih bertahan ataupun mencoba membebaskan diri dari kehidupan poligami. Salma yang berstatus sosial tinggi bersedia untuk dipoligami lebih kepada alasan agama dan amanat orang tua. Pandangan Salma tentang poligami sebagai berikut: (i) poligami itu sebagai suatu yang mengejutkan; (ii) poligami itu dapat menimbulkan konflik batin; (iii) poligami itu sudah menjadi konsumsi publik; (iv) poligami itu tidak bisa mengubah sifat sosial Salma, berani bersikap, dan selalu hati-hati dalam bertindak; (v) poligami itu adalah sebuah takdir; (vi) poligami itu adalah sebuah kebiasaan laki-laki; (vii) poligami itu membuat diri Salma semakin tegar, tabah, dan lapang hati dalam menjalani hidup; (viii) poligami itu membuat
vi
Salma merasakan pengalaman hidup dengan banyak istri dari suaminya; (ix) poligami itu membuat dirinya lebih menghargai sesama; (x) poligami itu membuat dirinya merasakan arti kemenangan; (xi) poligami itu bisa menjadi bumerang lelaki sehingga lelaki yang hidup berpoligami akan sadar bahwa istri itu cukup satu saja; dan (xii) poligami itu membuat Salma merasakan arti sebuah kebebasan.
Siti yang berstatus sosial masyarakat kelas bawah bersedia dipoligami karena terpaksa. Pandangan Siti tentang poligami sebagai berikut; (i) poligami itu sebagai hal yang tidak baik dilakukan; (ii) poligami itu sebuah kegilaan; (iii) poligami itu sebagai alat para lelaki memuaskan hasratnya; (iv) poligami itu membuat perempuan berada tanpa pilihan; (v) poligami itu bisa menghambat cita-cita seseorang; (vi) poligami itu adalah sebuah kebiasaan; (vii) poligami itu tidak menuntut harta dan sikap adil; (viii) poligami itu membuat Siti merasakan menjadi seorang ibu; (ix) poligami itu menimbulkan efek yang tidak baik bagi kesehatan; (x) poligami itu sebagai momen di mana dirinya mendapatkan pengalaman baru yang membahagiakan sebagai seorang lesbian; dan (xi) poligami itu membuat diri Siti menjadi lebih dewasa dan berani menentukan sikap hidupnya.
Berbeda halnya dengan Salma dan Siti, Ming bersedia dipoligami karena harta. Ming ingin menaikan status sosialnya dari kelas bawah ke status sosial yang lebih tinggi. Pandangan Ming tentang poligami sebagai berikut; (i) poligami itu sebagai suatu cara untuk menaikan taraf ekonomi hidupnya sehingga menjadi lebih baik; (ii) poligami itu sah-sah saja dilakukan; (iii) poligami memberikan pengalaman baru, yaitu hidup dengan cukup harta, merasakan kebanggaan, merasakan rasa memiliki, cemburu, dan kecewa; (iv) poligami itu membatasi pergaulan hidupnya; dan (v) poligami itu sebagai bumerang bahwa dipoligami itu tidak sepenuhnya membuat hidup bahagia.
Peran tokoh protagonis perempuan dalam Berbagi Suami karya Nia Dinata yang diceritakan melalui tokoh Salma, Siti, dan Ming membuktikan bahwa terdapat beragam pandanagan mengenai poligami. Salma dan Siti tidak setuju dengan poligami, sedangkan Ming adalah gambaran perempuan yang setuju dengan praktik poligami laki-laki.
Berdasarkan pandangan tiga tokoh utama perempuan dalam meyikapi poligami, terungkap bahwa poligami itu bisa terjadi kepada siapa saja dari struktur sosial yang berbeda sekalipun. Poligami merupakan tindakan yang lebih sering merugikan kehidupan perempuan. Poligami dilihat dari sisi manapun akan meninggalkan luka di hati para korbannya. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya cocok ditinjau secara psikologis.
vii
ABSTRACT Wulandari, Fitria Sri. 2007. “The Protagonist Woman Character’s Ways of
Thinking about Polygamy in Nia Dinata’s Film Scenario Berbagi Suami: The Sociology of Literature Approach”. Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Departement of Indonesian Letter, Faculty of Letter, Sanata Dharma University.
This research examine about the protagonist woman character’s ways of thinking about polygamy in Nia Dinata’s film scenario Berbagi Suami. Researcher examine structure of the story and after that, researcher examine about the first woman character in way of thinking polygamy problem. Researched make us of book method with mimetic approach from sociology letter and descriptive written. In this matter, researcher use the sociology literature expands by Plato and Aristoteles. Explanatory the base concept from the sociology literature is arouse displeasure of literature as a mimetic from the society. The revenue from this research is (1) structural include plot, character, and setting analysis, (2) the sociology literature hold a debate about the protagonist woman character’s in ways of thinking polygamy.
Structure the story of Berbagi Suami by Nia Dinata with multiplot because the narrate of different social structure in three segment story. The first segment is telling Salma character as an obstetrician gynecologist doctor which has Betawi culture with linier plot. The second segments telling Siti character as a plain woman countryside with has Javanese culture with contain flashback. The third segment is telling Ming character as a beautiful woman from Thionghoa ancestry with linier plot. The three story segment to bind in especial plot about polygamy with image detail of place, time, and setting, while from sociology facet they are the first woman character has have own way of thinking about polygamy which make they chose to survive or try to escape from polygamy life.
Salma which one has high class social willing for polygamy because of religion reason and commendation from her parents. The way of thinking Salma about polygamy as; (i) polygamy is a thing can be surprise; (ii) polygamy can make conflict; (iii) polygamy has become a public discussion; (iv) polygamy can’t Salma changes a social character, brave attitude, and usually be careful perform; (v) polygamy is a destiny; (vi) polygamy is a man habit; (vii) polygamy make Salma life’s extra intransigent, courageous, and heart commodious; (viii) polygamy can make Salma life with much wife from her husband; (ix) polygamy can makes esteem all people; (x) polygamy can makes act of feeling the champion; (xi) polygamy can be boomerang for life man with polygamy for have only one wife; and (xii) polygamy can make Salma feel a meaning of freedom.
Siti has a low social class willing for polygamy because of constraining. The way of thinking Siti about polygamy as; (i) polygamy is a not good for do it; (ii) polygamy is a crazy things; (iii) the man use polygamy for give pleasure of his
viii
ambition; (iv) polygamy can make a woman have not a choice; (v) polygamy can be to a chase the ambition; (vi) polygamy is a habit; (vii) polygamy not demand estae and fair attitude; (viii) polygamy can make Siti feel become a mother; (ix) polygamy give rise to bad effect for healthy; (x) polygamy is happy moment which her have a new experience for a lesbian; and (xi) polygamy can make her personality become extra fully grown and can not be afraid for attitude.
Different Salma and Siti, Ming willing for polygamy because of money. Ming wants to decrease his social class from low social class to high social class. The way of thinking Siti about polygamy as; (i) polygamy is manner for upped this life’s to better life; (ii) polygamy is known to be true; (iii) polygamy can give a new experience as a life with enough of estae, feeling very pleased, acknowledge ownership of felling, jealous, and discontented; (iv) polygamy to bound attitude of her life; and (v) polygamy is a boomerang as polygamy is not usually can make happiness life.
The protagonist woman character’s in Nia Dinata’s film scenario Berbagi Suami is manner from Salma, Siti, and Ming character to explain as many ways of thinking about polygamy. Salma and Siti disagree with polygamy, while Ming is woman imagine agree with man’s polygamy.
From direct one eyes in order to see from three woman character in face polygamy, known that polygamy could be happened in another people from different social structure. Polygamy makes damage life of woman. Order polygamy will life scar in there victim. Because of that, the next research compatible needing with physiology.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan talenta yang
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir
untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sastra di Fakultas
Sastra, Jurusan Sastra Indonesia, Program Studi Sastra Indonesia, Universitas
Sanata Dharma. Skripsi yang disusun penulis berjudul “Pandangan-Pandangan
Peran Tokoh Protagonis Perempuan Tentang Poligami dalam Skenario Film
Berbagi Suami Karya Nia Dinata, Tinjauan Sosiologi Sastra”.
Penulis menyadari bahwa dalam proses persiapan hingga penyelesaian
penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak.
Berdasarkan hal tersebut, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum selaku dekan Fakultas Sastra.
2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum dan S.E. Peni Adji, SS., M.Hum selaku dosen
pembimbing. Pak B dan Bu Peni, terima kasih atas semangat, masukan,
perhatian, dan kesabarannya sehingga skripsi ini akhirnya dapat
terselesaikan dengan maksimal.
3. Bapak Ratino dan Ibu Mus, kedua orang tuaku yang selalu memberi
dukungan doa, semangat, dan segala bentuk dukungan lainnya sehingga
proses penyusunan skripsi ini berjalan dengan lancar. Terima Kasih atas
pesan-pesannya, semoga ini bisa membahagiakan bapak dan ibu.
x
4. Mas Andrie dan Mas Beng, kedua kakakku yang ngganteng-ngganteng,
yang selalu sabar menghadapi adiknya yang ngeyelan ini. Dukungan kalian
selalu memberiku kekuatan.
5. Dosen-dosen Sastra Indonesia atas bimbingan dan pengajaran yang
diberikan. Pak Prap, Pak San, Pak Heri, Pak Yapi, Pak Ari, dan Bu Tjandra
terima kasih untuk senyumnya setiap bertemu.
6. Seluruh keluarga besar Universitas Sanata Dharma yang tidak pernah
membuat kampusku terasa sepi: Mbak Rus, Mas Tri, Pak Waluyo, Satpam
Sadhar, Pak Pri CS, dan yang lainnya, “Matur nuwun kagem sedayanipun”.
7. Keluarga besar Mbah Pini yang selalu menemaniku dalam setiap suasana.
8. Um Ndut beserta keluarga yang sudah menjelma menjadi my second family.
Terima kasih untuk semua perhatian, cinta, dan keterbukaannya.
9. Tompi dan Tobie yang setia menemaniku nglembur.
10. Mas Narto untuk sumbangan buku-bukunya dan semangatnya.
11. Sahabat-sahabat di kampung halamanku (Kak Ika, Bayu, Lilis, anak-anakku,
Mudika Paroki) dan di kota perantauanku (Pinky, Suster, Ubi Bantet, dan
Mas Sigit). Terima kasih atas kasih dan persahabatannya, semoga semua
selalu bahagia.
12. Teman-teman seperjuanganku di angkatan’03 dan semua angkatan di Sastra
Indonesia. “I Love U all, my friends”.
13. Teman-Teman Mudika dan adik-adik PIA St. Albertus. Terima kasih telah
menjadi tempat meluapkan suka citaku.
xi
xii
14. Bayu Yan, Mas Bangun, Kak Ivan, dan Mas Tulus. Terima kasih atas dunia
baru yang kalian ciptakan buatku.
15. Satpam di lingkungan rumah yang selalu menjaga keamanan wilayah
sehingga proses belajar di rumah selalu nyaman.
16. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu kelancaran proses
penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi yang disusun ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis bersedia dengan terbuka menerima masukan,
kritik, saran terhadap skripsi ini.
Semoga skripsi ini berguna bagi semua pihak yang membutuhkan dan
dapat menjadi bahan kajian lebih lanjut. B e r s e m a n g a t !
Yogyakarta, Desember 2007
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………. i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING……..……………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI…...……………………………. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN…….……………………………………. iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEMPENTINGAN AKADEMIS……………………. v
ABSTRAK…..……………………………………………………………. vi
ABSTRACT…………………………………………………………..……. viii
KATA PENGANTAR……………………………………………………. ix
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........……………………………. xiii
DAFTAR ISI …………………………………………………………….. xiv
DAFTAR TABEL…..……………………………………………………. xvii
DAFTAR GAMBAR.……………………………………………………. xviii
BAB I PENDAHULUAN..…………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang ..……………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah……..……………………………………. 7
1.3 Tujuan Penelitian……..…………………………………….. 7
1.4 Manfaat Penelitian…….……………………………………. 7
1.5 Tinjauan Pustaka/Landasan Teori……..……………………. 8
1.5.1 Tinjauan Pustaka.…………………………………….. 8
1.5.2 Landasan Teori………………………………………. 11
1.5.2.1 Skenario.…………………………………….. 11
1.5.2.2 Pandangan ……..……………………………. 13
1.5.2.3 Poligami .……………………………………. 13
1.5.2.4 Struktur Karya Sastra ….……………………. 16
1.5.2.4.1 Alur….……………………………. 17
1.5.2.4.2 Peran Tokoh………………………. 19
xiv
1.5.2.4.3 Latar...…………………………….. 20
1.5.2.5 Sosiologi Sastra .…………………………….. 21
1.6 Metode Penelitian……..……………………………………. 25
1.7 Sumber Data…..……………………………………………. 25
1.8 Sistematika Penyajian….…………………………………… 26
BAB II ANALISIS ALUR, PERAN TOKOH, DAN LATAR SKENARIO
FILM BERBAGI SUAMI KARYA NIA DINATA..……………. 27
2.1 Alur…………………………………………………………. 27
2.1.1 Alur Segmen Title Card: Salma..……………………. 28
2.1.2 Alur Segmen Title Card: Siti…..……………….……. 32
2.1.3 Alur Segmen Title Card: Ming………………………. 34
2.2 Peran Tokoh…...……………………………………………. 40
2.2.1 Peran Tokoh dalam Segmen Title card: Salma………. 40
1. Peran Protagonis…………………………………... 40
2. Peran Antagonis……..…………………………….. 42
3. Peran Tritagonis…….……………………………... 43
4. Peran Pembantu……..…………………………….. 46
2.2.2 Peran Tokoh dalam Segmen Title card: Siti………….. 51
1. Peran Protagonis…………………………………... 51
2. Peran Antagonis……..…………………………….. 52
3. Peran Tritagonis…….……………………………... 53
4. Peran Pembantu.……..…………………………….. 53
2.2.3 Peran Tokoh dalam Segmen Title card: Ming….…….. 58
1. Peran Protagonis…………………………………... 58
2. Peran Antagonis……..…………………………….. 59
3. Peran Tritagonis…….……………………………... 60
4. Peran Pembantu……..……………………………... 61
2.3 Latar…...……………………………………………………... 66
2.3.1 Latar Tempat…………………………………………... 67
2.3.1.1 Latar Tempat dalam Segmen
Title Card: Salma……………………………... 67
xv
2.3.1.2 Latar Tempat dalam Segmen
Title Card: Siti....……………………………… 68
2.3.1.3 Latar Tempat dalam Segmen
Title Card: Ming……….……………………… 69
2.3.2 Latar Waktu…….……………………………………… 70
2.3.2.1 Latar Waktu dalam Segmen
Title Card: Salma……….……………………… 71
2.3.2.2 Latar Waktu dalam Segmen
Title Card: Siti....……………………………… 72
2.3.2.3 Latar Waktu dalam Segmen
Title Card Ming………………………………... 73
2.3.3 Latar Sosial……..……………………………………… 74
BAB III PANDANGAN-PANDANGAN PERAN TOKOH PROTAGONIS
PEREMPUAN TENTANG POLIGAMI DALAM SKENARIO
FILM BERBAGI SUAMI KARYA NIA DINATA
TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA……………………………… 82
3.1 Pandangan Tokoh Salma tentang Poligami dalam Skenario
Film Berbagi Suami Karya Nia Dinata...…………………….. 85
3.2 Pandangan Tokoh Siti tentang Poligami dalam Skenario
Film Berbagi Suami Karya Nia Dinata...……………………. 114
3.3 Pandangan Tokoh Ming tentang Poligami dalam Skenario
Film Berbagi Suami Karya Nia Dinata..…………………….. 136
BAB IV PENUTUP...…………………………………………………….. 160
4.1 Kesimpulan………………………………………………….. 160
4.2 Saran…..…………………………………………………….. 166
DAFTAR PUSTAKA……….…………………………………………….. 167
BIOGRAFI….……………………………………………………………... 170
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Latar Tempat dalam Segmen Title Card: Salma..……………. 67
Tabel 2.2 Latar Tempat dalam Segmen Title Card: Siti………………… 68
Tabel 2.3 Latar Tempat dalam Segmen Title Card: Ming….…………… 69
Tabel 2.4 Latar Waktu dalam Segmen Title Card: Salma….…………… 71
Tabel 2.5 Latar Waktu dalam Segmen Title Card: Siti……..…………… 72
Tabel 2.6 Latar Waktu dalam Segmen Title Card: Ming…..……………. 73
xvii
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bagan Alur Siklus Poligami dalam Skenario Film
Berbagi Suami Karya Nia Dinata…….……………………. 28
Gambar 2.2 Bagan Alur dalam Skenario Film Berbagi Suami
Karya Nia Dinata……..……………………………………. 40
Gambar 2.3 Bagan Peran Tokoh dalam Segmen Title Card: Salma…..... 51
Gambar 2.4 Bagan Peran Tokoh dalam Segmen Title Card: Siti…..…… 58
Gambar 2.5 Bagan Peran Tokoh dalam Segmen Title Card: Ming……... 65
Gambar 2.6 Bagan Kesimpulan Latar Tempat, Latar Waktu, dan
Latar Sosial dalam Skenario Film Berbagi Suami
Karya Nia Dinata……..……………………………………. 78
Gambar 3.1 Bagan Pandangan-Pandangan Peran Tokoh Protagonis
Perempuan tentang Poligami dalam Skenario Film
Berbagi Suami Karya Nia Dinata……….……………………… 157
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada umumnya, orang sepakat menyatakan bahwa sastra dipahami sebagai
satu bentuk kegiatan manusia yang tergolong pada karya seni yang menggunakan
bahasa sebagai bahan. Sastra terwujud sebagai sarana komunikasi dengan
penikmatnya atau pembacanya. Pada intinya, sastra itu adalah sebagai cerminan
masyarakat karena menampilkan kehidupan manusia (Jabrohim, 2003: 10-11).
Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Salah satu batasan “sastra”
adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak, ada segi estetisnya. Bahasa yang
digunakan mempunyai fungsi ekspresif. Karyanya disebut karya yang imajinatif
(Wellek dan Warren. Trj. Melani Budianta, 1990: 3-11).
Karya sastra menurut ragamnya dibedakan atas prosa, puisi, dan drama.
Cerita rekaan merupakan jenis karya sastra yang beragam prosa atau cerita fiksi.
Karya sastra memang bersifat dulce et utile; menyenangkan dan bermanfaat.
Demikian pula cerita rekaan sebagai suatu karya sastra seharusnya menarik dan
menimbulkan rasa ingin tahu. Semua cerita rekaan ada kemiripan dengan sesuatu
dalam hidup ini karena bahannya diambilkan dari pengalaman hidup. Pengalaman
ini dapat berupa pengalaman langsung, yaitu yang dialami secara langsung oleh
pengarang, dapat juga berupa pengalaman tak langsung, yaitu pengalaman orang
lain yang secara tak langsung sampai kepada pengarang (Sudjiman,1988: 11-13).
2
Mengacu dari situlah maka skenario film Berbagi Suami karya Nia Dinata
bisa dikatakan merupakan suatu bentuk prosa atau cerita fiksi. Cerita yang
dipaparkan di dalamnya mencerminkan realitas kehidupan masyarakat. Dalam hal
ini, karya Nia Dinata menyuguhkan kisah tetang fenomena poligami di Indonesia.
Tidak seperti naskah drama atau novel, skenario film memang jarang
menjadi karya sastra. Skenario ditekankan sebagai suatu fungsi, yakni sebagai
rancangan untuk membuat film. Namun dengan pernyataan jarang menjadi karya
sastra itu, sebetulnya tersirat juga kenyataan bahwa selain fungsinya sebagai
rancangan, skenario film juga bisa menjadi karya tekstual yang mandiri
(Ajidarma, 2000: 9).
Skenario film bukan hanya sebuah fungsi, melainkan juga substansi,
bahwa ketika sebuah skenario dibaca sebagai teks, skenario itu mampu
menggerakkan emosi dan merangsang pikiran sebagai karya tekstual yang
mandiri, yakni bisa memindahkan pengalaman kepada pembacanya. Dari sebuah
skenario, seperti karya-karya sastra yang mandiri, kita bisa menggali sebuah dunia
yang utuh (Ajidarma, 2000: 13).
Menurut Seno Gumira Ajidarma (2000: 243-258), skenario bila dilihat
dengan pendekatan sebagai karya tekstual yang mandiri, sebuah skenario yang
pada mulanya merupakan usaha penggambaran visual, bisa juga disebut sebagai
layar kata. Kekuatan plot dan kelemahan deskripsi filmis ternyata membuat
skenario film Indonesia bisa memberikan pengalaman literer, terutama skenario
yang kuat dalam penulisan dialog. Skenario meski ditulis dengan tujuan yang
berbeda sama sekali, mempunyai peluang sebagai karya tekstual yang
3
mengandung latar, plot, karakterisasi, dan unsur-unsur intrinsik karya sastra
lainnya.
Sejak dulu isu poligami selalu hangat diperbincangkan. Poligami memang
bagi sebagian besar perempuan mungkin merupakan mimpi buruk, yaitu salah
satu bentuk perlakuan yang tidak adil yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Namun,
persoalan itu telah berlangsung sejak lama dan tidak bisa dipungkiri lagi bahwa
poligami terjadi di masyarakat, bisa dilakukan atau menimpa siapa saja, apa pun
status sosial dan ekonominya maupun dari latar belakang suku dan rasnya.
Sebagian besar perempuan kurang setuju dengan poligami, kecuali untuk
daerah-daerah ataupun agama tertentu yang memang budaya daerah tersebut dan
agama yang dimiliki pun memperbolehkan poligami dilakukan. Seandainya
perempuan bersedia dipoligami atau dalam istilah lain dikenal dengan “dimadu”,
kebanyakan karena terpaksa atau terdapat sebab-sebab lain yang membuatnya
bersedia dimadu (Suprapto, 1990: 96).
Tradisi poligami adalah tradisi yang sama tuanya dengan peradaban
manusia. Poligami dikenal hampir oleh semua masyarakat yang ada di dunia ini,
baik masyarakat primitif, semi modern, maupun masyarakat modern seperti
sekarang ini. Kenyataan itu memberikan kesadaran kepada kita bahwa poligami
sebenarnya menemukan kedekatannya dengan budaya. Seringkali terdapat kaitan
antara poligami dengan akses kekuatan dan ekonomi dibandingkan dengan ajaran
keagamaan. Akan tetapi, jika pada zaman sekarang terdapat orang yang
berpoligami dengan dalih agama, sebenarnya dia sedang memakai agama sebagai
legitimasi (Suhadi, 2002: 34).
4
Poligami banyak dilaksanakan oleh rakyat kalangan rendahan atau
kalangan menengah ke bawah. Hal ini dikarenakan jumlah mereka yang terbanyak
di negeri ini atau di negeri manapun. Akan tetapi, bila kita melihat pada keadaan
sebenarnya, di kalangan masyarakat menengah ke atas masalah poligami bukanlah
tabu walaupun tampak dari luaran hal itu adalah tabu. Para pedagang, pengusaha
yang sukses, pejabat, dan tokoh masyarakat, jarang sekali yang beristri satu,
banyak diantara mereka yang melakukan praktik poligami (Suprapto, 1990: 148-
149).
Suhadi (2002: 34) mengemukakan hasil riset yang membuktikan bahwa
tindakan kaum laki-laki berpoligami berakibat kepada penderitaan kaum
perempuan secara bilologis, ekonomi, dan relasi sosialnya yang akan lebih
memberi gambaran kepada publik secara rasional tentang ketertindasan
perempuan dalam permasalahan poligami ini. Poligami juga bisa mengakibatkan
trauma psikologis dan masalah relasi sosial yang akan dihadapi anak jika si ayah
berpoligami.
Nia Dinata melalui karyanya ini menjelaskan beragam pendapat tentang
poligami. Perdebatan mengenai poligami selalu tidak lepas dari konsep dan
pemikiran mereka yang menerima maupun yang menolak poligami. Karya Nia
Dinata ini merupakan buku pertama yang menguak fenomena poligami dari
berbagai aspek, seperti aspek psikologis, seksologis, sosiologis, kesehatan, dan
juga aspek teologis (Dinata, 2006: 7).
Poligami telah menjadi bagian dari gaya hidup segelintir masyarakat
Indonesia, baik dipraktekkan dengan terbuka maupun diam-diam. Pada zaman
5
Orde Baru, poligami dipandang sebagai kemewahan laki-laki yang tidak tidak
dieksploitasi. Poligami itu terjadi tetapi ditutup-tutupi, underground. Hal ini
dikarenakan secara tidak langsung pemerintah, terutama Ibu Tien Soeharto
sebagai ibu presiden adalah orang yang anti poligami. Akan tetapi, praktik
poligami pada zaman sekarang semakin terbuka. Orang-orang yang berpoligami
pun tidak malu lagi untuk mengakuinya. Indonesia semakin modern, tetapi nilai-
nilai menjadi semakin bergeser akibat semakin terbukanya praktik poligami di
kalangan rakyat Indonesia dari golongan manapun. Hal ini dipandang Nia Dinata
sebagai suatu yang sangat ironis sehingga dengan alasan inilah Berbagi Suami
dijadikannya sebagai media pengungkapan fenomana poligami yang berkembang
di negerinya (Pambudy, 2005: 16).
Poligami dalam kenyataannya dilakukan oleh berbagai kalangan dengan
latar belakang agama dan ras yang berbeda-beda. Dalam karyanya yang berjudul
Berbagi Suami inilah, Nia Dinata benar-benar menolak adanya poligami sehingga
terlihat dalam ceritanya, Nia mengangkat tokoh perempuan sebagai tokoh utama
yang merupakan sasaran dari tindakan poligami, bagaimana perempuan-
perempuan Indonesia bersikap dalam menanggapi masalah poligami.
Peneliti memiliki pandangan yang sama dengan penulis skenario film
Berbagi Suami ini dalam menyikapi masalah poligami, menolak dengan tegas
praktik poligami dengan alasan apa pun. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik
untuk menjadikan skenario film Berbagi Suami karya Nia Dinata ini sebagai
bahan kajian penelitian. Apalagi di Indonesia saat ini, permasalahan poligami
masih menjadi bahan pembicaraan yang selalu saja hangat untuk diperbincangkan.
6
Dilihat dari judul Berbagi Suami, judul tersebut mengkonotasikan bahwa
suami diibaratkan sebagai barang yang dibagi oleh para istri. Hal ini dikarenakan
lelaki yang hidup berpoligami mau tidak mau harus membagi hatinya dengan
lebih dari satu perempuan. Di dalam posisi ini, peneliti mengganggap perempuan
yang menjadi sorotan utama adalah tokoh yang memiliki peran protagonis karena
dalam posisi ini perempuan lah yang ditempatkan sebagai korban dari tindakan
poligami laki-laki. Poligami terjadi tanpa memperhatikan perasaan perempuan.
Perempuan lah yang lebih banyak mendapat efek negatif dari poligami
dibandingkan para lelaki yang bertindak sebagai pelaku dari poligami. Oleh
karena itu, peneliti memilih peran tokoh protagonis perempuan menjadi objek
penelitiannya.
Peneliti tidak setuju terhadap sebuah praktik poligami dan hal yang
tersebut di atas menjadi daya tarik tersendiri bagi peneliti untuk menguak
mengapa perempuan mau saja melegalkan pasangannya berpoligami. Berdasarkan
hal ini, peneliti ingin menganalisis pandangan-pandangan tokoh perempuan
dengan peran protagonis yang dipoligami oleh pasangan mereka mengenai
poligami itu sendri.
Tinjauan sosiologi sastra yang digunakan dalam penelitian ini karena
konsep dasar dari sosiologi sastra adalah cerminan dari masyarakat. Peneliti
menganalisis pandangan-pandangan peran tokoh protagonis perempuan tentang
poligami dalam skenario film Berbagi Suami yang ditulis oleh Nia Dinata yang
cocok ditinjau secara sosiologi sastra. Terlebih lagi bahwa skenario ini adalah
sebagai penggambaran realitas kehidupan masyarakat Indonesia.
7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka masalah yang akan dibahas dalam
penelitian hanya dibatasi dan ditekankan pada permasalahan di bawah ini:
1.2.1 Bagaimanakah alur, peran tokoh, dan latar cerita dalam skenario film
Berbagi Suami karya Nia Dinata?
1.2.2 Bagaimanakah pandangan-pandangan peran tokoh protagonis perempuan
tentang poligami dalam skenario film Berbagi Suami karya Nia Dinata?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk
1.3.1 Mendeskripsikan alur, peran tokoh, dan latar cerita dalam skenario film
Berbagi Suami karya Nia Dinata.
1.3.2 Mendeskripsikan apa saja pandangan-pandangan peran tokoh protagonis
perempuan tentang poligami dalam skenario film Berbagi Suami karya Nia
Dinata.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini tidak hanya untuk kepentingan peneliti semata, tetapi
penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan kajian karya sastra Indonesia
terutama karya-karya yang mengangkat tema mengenai poligami. Penelitian
dengan tinjauan sosiologi sastra ini berguna untuk mendapatkan gambaran yang
lengkap, utuh, dan menyeluruh tentang hubungan timbal balik antara sastrawan,
karya sastra, dan masyarakat. Penelitian ini juga bermanfaat untuk menambah
8
wawasan tentang realitas hidup tentang poligami yang dalam hal ini fenomena
tersebut bisa diangkat ke dalam sebuah karya sastra.
1.5 Tinjauan Pustaka/Landasan Teori
1.5.1 Tinjauan Pustaka
Siti Musdah Mulia memberikan kata pengantar dalam buku skenario film
Berbagi Suami bahwa buku ini secara apik menjelaskan mengapa begitu beragam
pendapat tentang poligami. Sebagian besar menolak secara tegas karena poligami
dekat dengan kekerasan dan akrab dengan eksploitasi; sebagian lagi menolak
setengah hati. Adapula yang menerima karena terpaksa; dan tidak sedikit yang
setuju karena ternyata memberikan kenikmatan. Tentu saja beragam pendapat
tersebut mempunyai alasan masing-masing, dan alasan teologis paling sering
dikemukakan (Mulia dalam Dinata, 2006: 7).
Judulnya pun sangat menarik dan penuh makna. Paling tidak ada dua
makna yang terkandung. Pertama, terkesan sebagai sindiran tajam kepada para
perempuan pro poligami. Berbagi suami seolah menyamakan suami dengan
sesuatu yang bisa dibagi atau memperlakukan suami sebagai piala bergilir. Kedua,
terkesan sebagai himbauan kemanusiaan yang sangat arif kepada perempuan,
khususnya para istri agar tidak egois dan rela berbagi suami dengan perempuan
lain. Makna ini pasti disukai para lelaki yang berpoligami. Kalau perlu
menggunakan dalil-dalil agama sebagai legitimasi, dan lahirlah berjuta
argumentasi teologis sebagai pembenaran (Mulia dalam Dinata, 2006: 7).
9
Realitas sosiologis di masyarakat menjelaskan bahawa poligami selalu
dikaitkan dengan ajaran Islam. Sesungguhnya, Indonesia sebagai negara yang
berpendudukan mayoritas Muslim sudah menerapkan aturan yang ketat tentang
poligami. Menurut Undang-undang Perkawinan, suami boleh berpoligami kalau
mampu berlaku adil dan mendapat izin dari istri, dan izin itu bisa diperoleh
dengan tiga syarat, yaitu kalau istri mandul, istri sakit berkepanjangan, dan istri
tidak dapat melaksanakan kewajiban sebagai istri. Sayangnya peraturan ini tidak
berjalan efektif (Mulia dalam Dinata, 2006: 7).
Mengapa semua alasan yang memperbolehkan suami berpoligami hanya
dilihat dari perspektif kepentingan suami, tidak sedikit pun mempertimbangkan
perasaan dan kepentingan perempuan? (Mulia dalam Dinata, 2006: 9).
Menurut Siti Musdah Mulia, pesan penting yang ingin disampaikan buku
Berbagi Suami ini adalah sebagai berikut: perempuan adalah manusia seutuhnya,
perempuan harus tampil sebagai pembuat sejarah, bukan semata-mata objek pasif
dari proses bersejarah. Perempuan harus tegar dan berani melakukan perubahan
demi kedilan dan demi kemanusiaan, harus berani mendobrak stereotip
perempuan sebagai makhluk penggoda, lemah, dan tidak berguna, harus berani
melawan dominasi, diskriminasi, dan eksploitasi sekalipun berkedok agama.
Agama sejatinya membuat hidup manusia lebih bermakna: bermakna bagi dirinya
sendiri, bagi sesama, dan bagi alam semesta (Mulia dalam Dinata, 2006: 9).
Masalah poligami menurut Mila Novita merupakan dominansi cerita
dalam Berbagi Suami. Nia Dinata sebagai penulis skenario Berbagi Suami ini
10
kembali merekam wacana sosial. Berbagi Suami telah ada sejak isu poligami
sedang banyak dibicarakan di masyarakat.
Cerita dalam Berbagi Suami adalah kisah klasik yang sering dijumpai
dalam kasus-kasus poligami di Indonesia. Nia dengan tegas menolak poligami.
Sebagai contoh aksi penolakannya, dalam Berbagi Suami, Nia menghadirkan
seorang ustazah yang antipoligami dalam sebuah bincang-bincang di stasiun
televisi.
Ketertarikan Nia tentang dunia poligami mulai muncul setelah dia
membaca sebuah artikel di Washington Post berjudul “Sebegitu Populerkah Kasus
Poligami di Indonesia?” Meskipun dia tidak pernah mengkhususkan waktu untuk
melakukan riset untuk membantu proses penulisan cerita, akhirnya tiga cerita
dalam Berbagi Suami selesai dia kerjakan. Tiga cerita tentang tokoh Salma, Siti,
dan Ming. Tokoh-tokoh yang merupakan terjemahan Nia terhadap situasi yang
berlangsung di masyarakat. Siapa pun bisa berpoligami. Siapa pun bisa
menghindari poligami (Novita, 2006: http://www.kalyanashira.com).
Seperti halnya Novita, Ninuk Mardiana Pambudy juga berpendapat bahwa
Berbagi Suami mengangkat persoalan tentang poligami. Persoalan tentang dilema
keluarga yang suaminya berpoligami. Melalui tiga tokoh perempuan – Salma, Siti,
dan Ming – kita dibawa pada tiga kehidupan keluarga lintas etnis.
Kekuatan Berbagi Suami adalah pada tema ceritanya yang aktual serta
kefasihan Nia Dinata sebagai penulis skenario memadukan cerita tiga perempuan
dengan generasi dan kelas sosial yang berbeda dalam perjalanan kehidupan.
Padahal ketiga tokoh perempuan itu tidak memiliki hubungan yang dekat. Mereka
11
hanya sesekali bertemu melalui perjalanan hidup masing-masing. Nia Dinata
mampu menggambarkan itu (Pambudy, 2006: 1).
1.5.2 Landasan Teori
Memahami sebuah karya sastra bukanlah perkara yang mudah. Dalam hal
ini, dikarenakan objek kajian peneliti mengenai pandangan tokoh utama
perempuan tentang poligami dalam skenario film Berbagi Suami karya Nia
Dinata, berarti peneliti terlebih dahulu harus mengerti dan memahami pengertian
tentang beberapa istilah di bawah ini.
1.5.2.1 Skenario
Skenario adalah intisari atau secara ekstrem bisa disebut sebagai roh atau
jiwa dari terbentuknya cerita dalam sinetron atau film (Lutters, 2004: xiv).
Sebuah skenario sebenarnya adalah sebuah cerita yang telah ditata dan
dipersiapkan menjadi naskah jadi yang siap diproduksi. Penataan dilakukan untuk
membuat struktur cerita dengan format-format standar seperti inti cerita, plot, dan
sturktur drama yang dibagi dalam beberapa babak. Naskah skenario diharapkan
diatur secara rapi sehingga memudahkan eksekusi di lapangan (Set, 2003: 24).
Skenario menggambarkan dengan jelas alur cerita, urutan scene, waktu,
tempat dan suasana. Cerita dalam skenario merupakan hasil ide kreatif penulis.
Melalui skenario, penulis mengekspresikan dan menginformasikan ide-idenya ke
dalam cerita (Asura, 2005: 97).
12
Skenario film yang disebut screenplay atau script, diibaratkan seperti
cetak biru (blue print) bagi insinyur atau kerangka bagi tubuh manusia. Tidak
sebagai naskah drama yang diproduksi dan dimainkan persis atau mendekati
naskah orisinalnya, maka skenario film terbuka lebar pada tafsiran sutradara-
sutradara. Dialog dalam skenario diciptakan untuk menyampaikan maksud atau
pesan (Sumarno, 1996: 44).
Lutters (2004: 86-92) juga menyebut skenario film sebagai sebuah
screenplay, yaitu sebuah naskah cerita yang lengkap dengan deskripsi dan dialog,
yang telah matang dan siap digarap dalam bentuk visual. Deskripsi dan dialog
tersebut terbagi dalam per scene/adegan. Scene atau adegan itu memuat dan
menjabarkan satu peristiwa dalam setiap scene pada satu setting dan waktu. Setiap
scene terdapat judul scene yang berisi: nomor scene; keterangan luar/dalam
ruangan biasanya memakai istilah exterior/interior; keterangan yang menjelaskan
tempat kejadian dan ruangannya; keterangan yang menjelaskan waktu kejadian.
Skenario merupakan variabel yang penting dalam sebuah film. Hal ini
dikarenakan secara prosedural, skenario merupakan bagian dari tahap pembuatan
sebuah film yang paling awal. Skenario merupakan film yang paling awal.
Skenario adalah rancangan untuk membuat film. Skenario haruslah bersifat
komunikatif, yakni skenario bisa dimengerti dengan jelas maksud dan pesan yang
ingin disampaikan penulis (Ajidarma, 2000: 1-8).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dimengerti bahwa skenario
itu merupakan sebuah kerangka awal sebelum terbentuknya sebuah film. Dari
13
sebuah skenario, sebuah jalinan cerita didapatkan dan terkandung pesan yang akan
tersampaikan ketika skenario selesai dibaca.
1.5.2.2 Pandangan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988: 643) pandangan berarti
pengetahuan atau pendapat. Pandangan hidup berarti konsep yang dimiliki
seseorang atau golongan dalam masyarakat yang bermaksud menanggapi dan
menerangkan segala masalah di dunia ini.
Pandangan hidup sepadan dengan sikap hidup. Sikap merupakan
perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pada pendirian; pendapat atau
keyakinan (KBBI, 1988: 838).
1.5.2.3 Poligami
Poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak, yaitu suami
mengawini beberapa (lebih dari satu orang) istri dalam waktu yang bersamaan
(Azizah, 2005: 46).
Poligami adalah perkawinan dengan lebih dari satu pasangan pada saat
yang sama. poligami bukan hanya dilakukan oleh mereka yang heteroseksual saja,
tetapi juga yang homoseksual maupun yang transeksual. Poligami itu selingkuh,
yang bisa saja dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan; juga para gay, lesbian,
dan waria (Baswardono, 2007: 44).
14
Kata poligami berasal dari bahasa Yunani, yaitu poly dan gamein. Poly
berarti banyak sedangkan gamein berarti kawin. Perkawinan poligami secara
kebahasaan diartikan sebagai perkawinan antara seorang laki-laki dengan
beberapa orang perempuan (poligini), atau seorang perempuan menikah dengan
beberapa orang laki-laki (polyandri). Dikarenakan pada masa sekarang ini istilah
poligini jarang sekali dipakai, bahkan bisa dikatakan istilah ini tidak dipakai lagi
dikalangan masyarakat sehingga istilah ini secara langsung menggantikan istilah
poligami dengan pengertian perkawinan antara seorang laki-laki dengan beberapa
orang perempuan, dan kata ini dipergunakan sebagai lawan polyandry (Suprapto,
1990: 61-71).
Masyarakat memahami poligami sebagai tindakan laki-laki yang menikahi
lebih dari satu orang perempuan sebagi istri. Poligami merupakan satu bagian
yang penting dari studi perempuan terutama di negara-negara yang agama
penduduknya memperkenankan pemeluk agama tersebut untuk melakukannya
(Hilmy, 2005: 112).
Rakhmawati (2005: 18-20) memaparkan bahwa masalah poligami selalu
menarik perhatian, bukan saja bagi kaum laki-laki sebagai pelaku poligami tetapi
juga bagi kaum perempuan yang tidak menyukai poligami dan menganggapnya
sebagai sesuatu yang membahayakan kedudukan dan peranannya sebagai seorang
istri. Dalam Undang-Undang Nomor I Tahun 1974 tentang Perkawinan, poligami
diperketat dengan argumentasi bahwa poligami bisa saja dilakukan dan dapat
diberikan izin dari pengadilan bila diperbolehkan oleh pihak-pihak yang
bersangkutan atau dengan kata lain diperbolehkan berpoligami dengan syarat yang
15
cukup berat. Penerapan asas tersebut berdasarkan pada keyakinan yang ada dalam
masyarakat bahwa terdapat agama yang secara tegas menentang poligami, tetapi
ada pula yang memperbolehkan poligami dalam kondisi tertentu dengan ketentuan
yang ketat.
Ada lagi pendapat dari Puspowardoyo, seorang pengusaha rumah makan
“Wong Solo” yang sukses mengatakan bahwa menurutnya sudah fitrahnya untuk
berpoligami. Apalagi secara materi dan spiritual dia menganggap dirinya mampu.
Oleh karena itu, ia berkewajiban untuk berpoligami sehingga bisa berbagi materi
dan spiritual serta berbagi beban, dia bersama dengan istri-istrinya. Intinya dia
senang dapat berbagi kenyamanan kepada perempuan-perempuan yang
membutuhkan kepemimpinannya (Dinata, 2006: 20-21).
Poligami merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan. Hal
ini membuat perempuan selalu ditempatkan sebagai subordinat laki-laki karena
dengan “kuasanya”, laki-laki dapat menikah lagi dengan alasan yang selalu
memojokkan perempuan (Agnes, 2003: http://www.kompas.com).
Dengan demikian poligami dapat dipandang sebagai sebuah tindakan yang
dilakukan oleh laki-laki yang menikah tidak hanya sekali dalam hidupnya
sehingga dalam kurun waktu yang sama laki-laki tersebut telah memiliki istri
lebih dari satu. Dalam masyarakat Indonesia, poligami merupakan hal yang
mengundang kontroversi karena dalam kenyataannya terdapat pihak yang
memperbolehkan dan ada juga yang menentang praktik poligami tersebut.
16
Selain pengertian beberapa istilah di atas, peneliti juga harus mengerti dan
memahami beberapa teori di bawah ini. Teori-teori yang digunakan sebagai
landasan dalam menganalisis permasalahan dalam penelitian.
1.5.2.4 Struktur Karya Sastra
Sastra itu “menyajikan kehidupan” dan “kehidupan” sebagian besar terdiri
dari kenyataan sosial walaupun karya sastra juga “meniru” alam dan dunia
subjektif manusia.Terdapat dua sudut pendekatan yang bisa digunakan sebagai
wahana analisis sastra, yaitu pendekatan intrinsik dan pendekatan ekstrinsik.
Pendekatan intrinsik antara lain mencakup tokoh, latar, alur, dan tema; sedangkan
pendekatan ekstrinsik dapat dilakukan dengan tinjauan biografi, psikologi,
sosiologi, dan ditinjau dari bagaimana hubungan sastra dengan pemikiran (Wellek
dan Warren. Trj. Melani Budianta, 1990: 79-297).
Dalam pengkajian karya sastra, yang dalam hal ini karya sastra yang
bersifat cerita rekaan, untuk dapat memahami bagaimana ceritanya, siapa saja
tokoh-tokohnya, apa peristiwa yang dialaminya dan bagaimana peristiwa itu bisa
terjadi, dan sebagainya, diperlukan mengkaji dan menganalisis cerita dengan cara
membacanya berulang-ulang. Dengan berlaku demikian, sebenarnya penelitian
dilakukan secara stuktur cerita (Sudjiman, 1988: 12-13).
Struktur ialah keseluruhan relasi antarberbagai unsur sebuah teks. Teori
strukturalisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan teks sastra yang
menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks (Hartoko, 1986: 135-
136).
17
Jika dicermati, sebuah teks sastra terdiri dari komponen-komponen seperti:
tokoh, ide, tema, amanat, latar, watak dan perwatakan, insiden, plot, dan gaya
bahasa. Komponen-komponen itu memilliki perbedaan eksentuasi pada berbagai
karya sastra. Strukturalisme sastra memberi keluasan kepada peneliti sastra untuk
menetapkan komponen-komponen mana yang akan mendapat prioritas signifikan.
Keluasan ini tetap harus dibatasi, yakni sejauh komponen-komponen itu tersurat
dalam teks itu sendiri (Taum, 1995: 39).
Skenario film dalam kenyataannya selain memiliki fungsi sebagai
rancangan terbentuknya film, skenario film juga bisa menjadi karya tekstual yang
mandiri seperti naskah drama atau novel (Ajidarma, 2000: 9). Oleh karena itu,
peneliti dalam kajiannya membatasi analisis struktur lebih kepada analisis alur,
tokoh, dan latar. Hal ini dikarenakan bagi peneliti ketiga unsur tersebut sudah
cukup memenuhi kriteria dalam proses pengkajian masalah yang ingin
dipecahkan. Bagaimana pengkisahan sebuah cerita, siapa saja tokoh-tokohnya,
dan apa saja latar yang digunakan dapat diketahui dengan analisis alur, tokoh, dan
latar.
Seperti halnya drama dan novel, di dalam dunia skenario film juga
menggunakan istilah alur dan latar. Akan tetapi, untuk menyebutkan tokoh,
skenario film menggunakan istilah peran tokoh.
1.5.2.4.1 Alur
Sudjiman (1988: 29) mengemukakan bahwa yang disebut alur adalah
berbagai peristiwa dalam cerita rekaan yang disajikan dalam urutan tertentu
18
sehingga urutan cerita itu membangun tulang punggung cerita. Marjorie Boulton
via Sudjiman (1988: 29) mengibaratkan alur sebagai rangka dalam tubuh manusia.
Tanpa rangka, tubuh tidak dapat berdiri. Ada lagi yang mengumpamakan alur itu
sangkutan, tempat menyangkutkan bagian-bagian cerita sehingga terbentuklah
suatu bangunan yang utuh.
Alur cerita sama dengan jalan cerita atau sering kita sebut plot. Plot adalah
hal yang wajib dalam membuat sebuah cerita, termasuk cerita untuk skenario film
atau sinetron. Plot yang berkaitan dengan naskah skenario dibagi menjadi plot
lurus dan plot bercabang (Lutters, 2004: 50).
Plot lurus disebut juga plot linier. Plot ini banyak digunakan dalam
membuat skenario cerita-cerita lepas semacam telesinema, FTV, film, atau juga
serial lepas. Plot linier adalah plot dengan alur ceritanya terfokus hanya pada
konflik seputar tokoh sentral (Lutters, 2004: 50).
Plot bercabang atau multiplot adalah plot yang jalan ceritanya sedikit
melebar ke tokoh lain. Meski begitu melebarnya tidak boleh terlalu jauh, harus
masih berhubungan dengan tokoh sentral. Cerita tetap terfokus. Dengan demikian
meskipun bercabang akhirnya cerita akan kembali lagi pada inti permasalahan
utamanya. Plot ini lebih banyak dipakai membuat skenario serial panjang (Lutters,
2004: 51).
Cerita film/FTV dan serial lepas biasanya memiliki irama yang mengambil
gebrakan di depan, lalu turun/reda beberapa saat, namun selanjutnya diikuti oleh
konflik yang naik, lalu datar sedikit, terus naik lagi dan datar sedikit lagi, seperti
anak tangga dan seterusnya hingga mencapai puncak konflik yaitu klimaks.
19
Setelah itu ada katarsis/penjernihan sedikit, kemudian tamat, sedangkan untuk
skenario serial panjang alur dibuat lebih rumit (Lutters, 2004: 54).
1.5.2.4.2 Peran Tokoh
Tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan
dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia,
tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan (Sudjiman, 1988:
16).
Tokoh dalam skenario film dikenal dengan istilah peran tokoh. Peran
tokoh dalam skenario film dibagi menjadi peran protagonis, antagonis, tritagonis,
dan peran pembantu.
1. Peran Protagonis Peran protagonis adalah peran yang harus memiliki hal-hal positif dalam kebutuhan cerita. Peran ini biasanya cenderung menjadi tokoh yang disakiti, baik, dan menderita sehingga akan menimbulkan simpati bagi penontonnya. Dalam sebuah cerita biasanya ada satu atau dua peran protagonis dengan didampingi tokoh yang lain. Peran protagonis ini biasanya menjadi tokoh sentral atau tokoh utama, yaitu tokoh yang menentukan gerak adegan. 2. Peran Antagonis Peran antagonis adalah kebalikan dari peran protagonis. Peran ini adalah peran yang harus mewakili hal-hal negatif dalam kebutuhan cerita. Peran ini biasanya cenderung menjadi tokoh yang menyakiti tokoh protagonis. Dia adalah tokoh yang jahat sehingga akan menimbulkan rasa benci atau antipati penontonnya. Dalam sebuah cerita, biasanya ada satu atau dua peran antagonis, dibantu tokoh-tokoh lain. Peran antagonis juga sering menjadi tokoh sentral dalam cerita. Peran ini biasanya menjadi biang keladi terjadinya konflik. 3. Peran Tritagonis Peran tritagonis adalah peran pendamping, baik untuk peran protagonis maupun untuk peran antagonis. Peran ini bisa menjadi pendukung atau penentang tokoh sentral, tetapi bisa juga sebagai penengah atau perantara antartokoh sentral. Posisinya menjadi pembela tokoh yang didampinginya. Peran ini termasuk peran pembantu utama.
20
4. Peran Pembantu Selain ketiga peran tadi, masih ada peran pembantu yang berfungsi sebagai tokoh pelengkap, gunanya untuk mendukung rangkaian cerita. Kehadiran tokoh ini tidak ada pada semua cerita, tergantung dari kebutuhan cerita. Jika tidak diperlukan pelengkap tokoh, tidak perlu ditampilkan, misalnya peran ayah dan ibu, saudara, dan lain-lain (Lutters, 2004: 80-82).
1.5.2.4.3 Latar
Menurut Kenney via Sudjiman (1988: 44) latar secara terperinci meliputi
penggambaran lokasi geografis, termasuk topografi, pemandangan sampai kepada
perincian perlengkapan sebuah ruangan; pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para
tokoh; waktu berlakunya kejadian, masa sejarahnya, musim terjadinya;
lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional para tokoh.
Hudson via Sudjiman (1988: 44) membedakan latar sosial dan latar
fisik/latar material. Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat,
kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, kebiasaan
dan lain-lain yang melatari peristiwa. Adapun yang dimaksud dengan latar fisik
adalah tempat dalam wujud fisiknya, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya.
Latar memberikan informasi situasi (ruang dan tempat) sebagaimana
adanya. Latar juga berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh; latar
menjadi metafor dari keadaan emosional dan spiritual tokoh (Sudjiman, 1988: 46).
Latar cerita adalah bagaimana cerita ingin ditempatkan atau diwadahi.
Unsur latar adalah media/tempat dan budaya. Latar dalam arti media dapat
dibedakan menjadi in door (dalam ruangan) dan out door (luar ruangan) beserta di
mana tempat ruangannya, sedangkan latar budaya merupakan semua hal yang
berhubungan dengan daerah dan budaya (Lutters, 2004: 56-58).
21
Latar itu mempengaruhi watak dan karakter tokoh-tokohnya. Watak dan
karakter tokoh berkembang sesuai dengan lingkungan di mana dia tinggal dan
siapa orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupannya (Asura, 2005: 89).
Berdasarkan pemaparan tentang latar di atas, dapat disimpulkan bahwa
latar itu mencakup tentang tempat kejadian cerita, kapan waktu kejadiannya atau
latar waktu, dan bagaimana latar sosialnya yang mencakup latar keluarga, budaya,
ekonomi, pendidikan, agama, dan sebagainya.
Teori struktur tersebut di atas digunakan untuk menganalisis bagaimana
rangkaian cerita yang tersusun atas alur cerita, peran tokoh dalam skenario film
Berbagi Suami karya Nia Dinata. Hasil analisis yang kemudian digunakan untuk
membantu peneliti dalam melakukan tinjauan secara sosiologi sastra terhadap
naskah yang sama sesuai dengan permasalahan yang ingin dipecahkan.
1.5.2.5 Sosiologi Sastra
Sosiologi berasal dari bahasa Latin, yaitu socius dan social, yang berarti
‘teman’ dan ‘berteman, berserikat’. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup
bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antarmanusia yang
menguasai kehidupan itu. Oleh karena itu, sosiologi dengan sendirinya meliputi
atau sedikitnya rapat bertalian dengan ilmu-ilmu masyarakat lainnya seperti
hukum, ekonomi, ilmu jiwa, antropologi, dan ilmu yang lainnya. Hal ini
menyebabkan sosiologi dikenal sebagai ilmu kemasyarakatan yang mempelajari
manusia sebagai anggota golongan atau masyarakatnya dengan ikatan-ikatan adat,
kebiasaan, kepercayaan atau agama, tingkah laku serta kebudayaan yang meliputi
22
segala kehidupannya. Sosiologi mendasarkan pelajarannya kepada hubungan
manusia dalam golongan dan antara golongan dengan golongan dalam
masyarakat, yang terdiri dari masyarakat di kota besar dan di pedesaan beserta
peralihannya, yaitu anggota masyarakat desa yang tinggal di kota (Shadily, 1984:
1-13).
Sastra dipahami sebagai satu bentuk kegiatan manusia yang tergolong
pada karya seni yang menggunakan bahasa sebagai bahan. Sastra terwujud
sebagai sarana komunikasi dengan penikmatnya atau pembacanya. Pada intinya,
sastra itu adalah sebagai cerminan masyarakat karena menampilkan kehidupan
manusia (Jabrohim, 2003: 10-11).
Manusia adalah golongan besar atau kecil yang terdiri dari beberapa
manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan saling
mempengaruhi satu sama lain. Manusia itu harus dilihat dalam pertalian dengan
orang lain, dan bahwa cara hidup dan cara berpikirnya dipengaruhi dan diarahkan
oleh adanya golongan yang beradat dan berkebudayaan, di mana dia hidup
sebagai anggotanya. Manusia dilahirkan dalam kelompok dan lingkungannya
(keluarga, lingkungan sekampung, dan sebagainya), dengan meniru, belajar
mengcapkan kata-kata, dan belajar melakukan apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh dikerjakan. Manusia tumbuh semakin berkembang ke arah yang lebih
modern dengan pertumbuhan akalnya, dan kebudayaan umumnya dijadikan alat
penyesuaian manusia kepada masyarakat (Shadily, 1984: 6-82).
Berdasarkan pemahaman tersebut di atas, sosiologi dan sastra memiliki
persamaan dan saling berkaitan satu sama lain. Manusia dan masyarakat adalah
23
salah satu dunia dari sosiologi dan sastra. Sosiologi adalah ilmu yang mengkaji
masyarakat beserta isinya, sedangkan sastra merupakan cerminan dari masyarakat.
Dengan demikian, sebuah karya sastra bisa dikaji secara sosiologi, yaitu dikenal
dengan tinjauan sosiologi sastra.
Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis
oleh pengarang, dan pengarang merupakan a salient being, makhluk yang
mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan empiris masyarakatnya. Dengan
demikian, sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya dan sastra berada dalam
jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul
pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal balik dalam derajat tertentu
dengan masyarakatnya; dan sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara
sastra dengan kenyataan masyarakat dengan berbagai dimensinya (Taum, 1995:
48).
Konsep dasar sosiologi sastra sebenarnya sudah dikembangkan oleh Plato
dan Aristoteles yang mengajukan istilah “mimesis”, yang menyinggung hubungan
antara sastra dan masyarakat sebagai “cermin” (Taum, 1995: 48).
Beberapa pendapat dan teori-teori tersebut di atas digunakan oleh peneliti
sebagai dasar pengkajian terhadap karya Nia Dinata dalam skenario film Berbagi
Suami, yaitu karya yang menyuguhkan fenomena poligami di Indonesia. Nia
Dinata menyajikan cerita Berbagi Suami dengan mengisahkan cerita dengan
nuansa keseharian tokoh-tokohnya berbeda satu sama lain yang memiliki struktur
sosial yang bervariasi.
24
Peneliti menjadikan peran tokoh protagonis perempuan sebagai sasaran
kajiannya. Peneliti secara sosiologi sastra menganalisis pandangan-pandangan
peran tokoh protagonis perempuan mengenai permasalahan pligami yang dihadapi
peran tokoh tersebut.
Di masyarakat manapun, struktur sosial yang ada umumnya ditandai dengan dua ciri yang khas, yaitu: 1. Secara vertikal, struktur sosial masyarakat ditandai oleh adanya
perbedaan-perbedaan antar kelas sosial dan polarisasi sosial yang cukup tajam.
2. Secara horizontal, masyarakat ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, profesi, ras, adat serta perbedaan kedaerahan (Nasikum via Suyatno, 2006: 194).
Shadily (1984: 50) menyatakan bahwa masyarakat adalah golongan besar
atau kecil yang terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya
bertalian secara golongan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Masyarakat
mengenal kehidupan yang teratur dan aman, disebabkan oleh pengorbanan
sebagian kemerdekaan dari anggota-anggotanya, baik dengan paksaan maupun
sukarela. Pengorbanan di sini dimaksudkan menahan nafsu atau kehendak yang
sewenang-wenang, untuk mengutamakan kepentingan dan keamanan bersama.
Seseorang yang menerima kehidupan dan pilihannya dengan paksaan berarti dia
tunduk kepada hukum-hukum yang telah ditetapkan (negara, perkumpulan, dan
sebagainya), sedangkan dengan sukarela berarti kehidupannya mengikuti adat dan
berdasarkan keinsyafan akan persaudaraan dalam kehidupan bersama itu.
25
1.6 Metode Penelitian
Berdasarkan jenis cerita dalam film, cerita dalam naskah skenario film
Berbagi Suami karya Nia Dinata berjenis cerita drama. Cerita drama merupakan
jenis cerita fiksi yang bercerita tentang kehidupan dan perilaku manusia sehari-
hari (Letters, 2004:35).
Melihat kenyataan tersebut, penelitian ini dilakukan menggunakan jenis
penelitian pustaka, yaitu dengan mengumpulkan sebanyak-banyaknya bahan
tertulis yang sesuai dengan objek kajian, sedangkan pendekatan yang digunakan
dalam menganalisis permasalahan penelitian adalah pendekatan mimetik yang
ditinjau dari segi sosiologi sastra. Hal ini sesuai dengan objek penelitian yang
merupakan sebuah naskah skenario film berjudul Berbagi Suami yang ditulis oleh
Nia Dinata. Penelitian awal dilakukan dengan mencari sumber-sumber data
tertulis yang kemudian dipilih sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian.
Setelah itu dianalisis secara deskriptif.
1.7 Sumber Data
Dikarenakan penelitian ini mengangkat tentang pandangan tokoh utama
perempuan tentang poligami dalam skenario film Berbagi Suami, maka sumber
data utama penelitian adalah naskah skenario itu sendiri, sedangkan data-data
lainnya adalah yang sebagaimana tersebut dalam daftar pustaka, yang kemudian
digunakan untuk membantu proses penyelesaian masalah. Berikut di bawah ini
data utama yang digunakan dalam penelitian.
26
Judul Buku : Berbagi Suami
Penulis Skenario : Nia Dinata
Tebal : 152 halaman
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta
Tahun Terbit : 2006.
1.8 Sistematika Penyajian
Penelitian ini akan disajikan ke dalam empat bab. BAB I merupakan bab
yang berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.
BAB II merupakan bab yang berisi hasil analisis data mengenai pendeskripsian
alur, tokoh, dan latar cerita dalam skenario film Berbagi Suami karya Nia Dinata.
BAB III merupakan bab yang berisi hasil analisis data mengenai pandangan tokoh
utama perempuan tentang poligami dalam skenario film Berbagi Suami karya Nia
Dinata. Sedangkan BAB IV merupakan bab yang berisi kesimpulan dari hasil
analisis data dan saran yang diakhiri dengan daftar pustaka.
BAB II
ANALISIS ALUR, PERAN TOKOH, DAN LATAR
SKENARIO FILM BERBAGI SUAMI KARYA NIA DINATA
Bab ini akan membahas hasil analisis struktur cerita dalam skenario film
Berbagi Suami karya Nia Dinata. Analisis yang dibahas adalah analisis alur, peran
tokoh, dan latar.
2.1 Alur
Skenario film Berbagi Suami menghadirkan tiga segmen cerita, tetapi
tetap terikat dalam satu tema, yaitu bertemakan poligami. Penceritaan secara
detail tiga segmen ini ditandai dengan bagian skenario yang bertuliskan title card.
Title card inilah yang berfungsi sebagai pemisah tiga segmen cerita di dalam
skenario film Berbagi Suami. Segmen pertama (Title card: Salma) menceritakan
kehidupan poligami yang dihadapinya Salma, segmen kedua (Title card: Siti)
menceritakan kehidupan poligami yang dihadapi Siti, dan segmen ketiga (Title
card: Ming) menceritakan kehidupan poligami yang dihadapi Ming. Segmen-
segmen tersebut menceritakan bagaimana tokoh-tokoh tersebut menyikapi
kehidupan sebagai korban poligami.
Secara detail alur yang menunjukan siklus poligami setiap segmen dalam
skenario film Berbagi Suami terlihat pada gambar 2.1. Salma adalah korban dari
tindakan poligami yang dilakukan oleh Pak Haji (dalam segmen title card:
Salma), Siti adalah korban dari tindakan poligami yang dilakukan oleh Pak Lik
28
(dalam segmen title card: Siti), dan Ming adalah korban dari tindakan poligami
yang dilakukan oleh Koh Abun (dalam segmen title card: Ming).
Skenario Film Berbagi Suami Karya Nia Dinata
Segmen Title Card: Salma
Pak Haji (Pelaku Poligami)
Sri Dwi SantiSiti
Korban Poligami
Pak Lik (Pelaku Poligami)
Segmen Title Card: Ming
Koh Abun (Pelaku Poligami)
Salma Indri Ima ???
Korban Poligami
Cik Linda
Korban Poligami
Ming
Segmen Title Card: Siti
Gambar 2.1 Bagan Alur Siklus Poligami dalam Skenario Film Berbagi Suami Karya Nia Dinata
2.1.1 Alur Segmen Title Card: Salma
Segmen pertama diawali dengan penggambaran setting awal cerita
sebanyak 3 scene menuju pemunculan tokoh Salma. Setelah itu mulailah
penceritaan dalam Title card: Salma pada scene 4. Penceritaan Title card: Salma
29
diawali dengan pemunculan tokoh Salma dan Nadim, anak laki-laki Salma. Cerita
Salma yang beralur linier berakhir di scene 41.
Salma adalah seorang dokter ahli kandungan yang bersuamikan Pak Haji
(Abah), seorang intelektual. Pak Haji ternyata memiliki istri lagi selain Salma,
yaitu Indri. Hal ini terbongkar ketika acara peresmian kompleks perumahan milik
Pak Haji yang telah selesai dibangun. Perasaan Salma ketika itu sangat sedih dan
kecewa. Walaupun Pak Haji memiliki istri lagi, Salma tetap mempertahankan
pernikahannya bersama Pak Haji. Nadim-lah yang membuat dirinya kuat untuk
bertahan.
Sepuluh tahun berlalu ternyata Salma belum bisa sepenuhnya merelakan
Pak Haji dimiliki oleh perempuan lain. Nadim yang sudah tumbuh dewasa sangat
tidak setuju dengan sikap Salma yang menerima dengan lapang keadaan ini.
Nadim tumbuh menjadi anak yang cynical. Dia berani dengan tegas menyatakan
hal yang tidak disukainya.
Pak Haji yang umurnya sudah tua dan sering sakit-sakitan tidak puas
memiliki dua istri; ternyata secara diam-diam tanpa diketahui kedua istrinya yang
terdahulu. Istri ketiga Pak Haji muncul ketika Pak Haji akan berangkat ke Aceh
untuk memberikan bantuan bagi rakyat Aceh yang pada waktu itu baru saja
mengalami bencana alam Tsunami. Akan tetapi, perjalanan Pak Haji gagal karena
Pak Haji mendadak terserang stroke dan akhirnya harus segera dirawat di rumah
sakit. Di saat Pak Haji dirawat di rumah sakit inilah merupakan momen di mana
Salma mengetahui dirinya kembali dimadu oleh Pak Haji.
30
Ima, itulah istri ketiga Pak Haji. Perempuan muda seumuran Nadim.
Seperti halnya Indri, Ima juga telah memiliki anak dari Pak Haji. Salma sudah
terbiasa dengan sifat Pak Haji yang senang menjalankan aksi poligaminya.
Pak Haji ibarat barang yang diperebutkan. Ini terlihat ketika Pak Haji
meminta dirinya dirawat di rumah saja, Ima dan Indri sama-sama ingin Pak Haji
dirawat di rumah mereka masing-masing. Akhirnya Salma menjadi pemenangnya
karena Pak Haji memilih untuk dirawat di rumah Salma.
Ketika masa perawatan, Pak Haji sadar bahwa memiliki istri lebih dari
satu itu membuat dirinya pusing. Pak Haji berpesan kepada Nadim bahwa kelak
bila berumah tangga, istrinya satu saja. Hubungan Nadim dan Pak Haji pun
semakin membaik, keadaan ini terjalin di sepanjang Nadim membantu Salma
merawat Pak Haji. Salma senang dengan keadaan ini.
Pak Haji akhirnya meninggal. Di sinilah Salma mulai merasakan
kebebasan dalam hidupnya, tidak tertekan dan terikat lagi oleh hidup dipoligami.
Pada saat upacara pemakaman muncul sosok perempuan menggendong
bayi yang menangis sangat histeris. Ternyata perempuan yang masih sangat muda
itu adalah istri keempat Pak Haji. Semua orang di pemakaman Pak Haji merasa
bingung karena tidak mengenali perempuan itu, tetapi bagi Salma hal itu tak lagi
membuat dirinya terkejut. Salma sudah terbiasa dengan kebiasaan Pak Haji yang
suka dengan “diam-diam” menikah lagi dengan alasan menghindari zinah dan
agamalah yang dijadikan landasannya.
31
Akhirnya, Salma benar-benar tenang dengan kebebasannya, bebas
menjalani profesinya dan bebas membiarkan anaknya, Nadim, meraih apa yang
disukainya yaitu menolong sesamanya di Aceh.
Poligami membuat Salma dapat menjadi sosok yang semakin berhati-hati
dalam menentukan sikap dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan
segala permasalahan dalam hidupnya. Salma merupakan seorang perempuan yang
taat terhadap ajaran agamanya dan benar-benar mematuhi segala amanat dari
orang tuanya. Dua hal itulah yang menyebabkan Salma menjadi perempuan yang
mampu bertahan dalam kehidupan poligami suaminya.
Salma yang akhirnya tahu bahwa Pak Haji mempoligami dirinya, tidak
langsung mengikuti emosi sesaatnya yang tidak bisa menerima perlakuan
suaminya. Salma tetap tenang dan memilih bertahan dalam rumah tangganya
bersama Pak Haji. Salma memiliki keyakinan dan percaya bahwa penyelesaian
akan datang membawa dirinya pada sebuah kebebasan, dan akhirnya Salma pun
bisa lepas dari permasalahan akibat tindakan poligami suaminya tersebut ketika
Pak Haji meninggal dunia.
Pak Haji yang sudah meninggal dunia tidak membuat Salma terlalu
terpuruk dalam kesedihan. Salma kembali melaksanakan aktivitasnya sebagai
dokter ahli kandungan dan tetap menjalanjan tugasnya sebagai ibu dari Nadim.
Hati Salmamerasa senang karena sebelum Pak Haji meninggal dunia, Pak Haji
memberikan pesan yang berharga kepada Nadim sebagai anak satu-satunya unutk
menikahi satu perempuan saja sebagai istri.
32
2.1.2 Alur Segmen Title Card: Siti
Penceritaan segmen kedua ini dimulai dari scene 42 dan berakhir di scene
82. Penceritaan segemen ini gabungan antara alur linier dan unsur flashback.
Penceritaan scene 42 sampai dengan scene 46 menggunakan alur linier tentang
adegan-adegan Siti yang sudah tinggal di rumah Pak Lik sebagai istri ketiga Pak
Lik. Unsur flashback atau cerita kembali ka masa lampau terdapat di scene 47
sampai dengan scene 75, yang menceritakan awal mula Siti datang dan tinggal di
rumah Pak Lik. Kemudian di scene 76 sampai dengan scene 82 penceritaan
kembali menggunkan alur linier.
Siti awalnya dibawa Pak Lik ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di
tempat kursus. Akan tetapi, ternyata ada maksud lain dari Pak Lik, yaitu
menjadikan Siti sebagai istri ketiga Pak Lik setelah Sri (istri pertama) dan Dwi
(istri kedua). Sri dan Dwi sudah memiliki banyak anak dari hubungannya dengan
Pak Lik dan mereka semua hidup rukun dalam satu rumah.
Siti sebenarnya menolak dinikahi oleh Pak Lik, tetapi karena dorongan Sri
dan Dwi, Siti pun setuju menikah dengan Pak Lik. Mereka senang Siti menjadi
bagian keluarga mereka.
Siti jarang sekali mau tidur bersama Pak Lik walaupun memang sudah ada
jadwal kapan Siti menemani Pak Lik tidur. Siti sering memberikan bagiannya
kepada Sri dan Sri tidak pernah menolaknya karena Sri lah yang paling
bersemangat menemani Pak Lik tidur. Siti lebih sering tidur bersama Dwi dan
anak-anak.
33
Kebiasaan bersama antara Siti dan Dwi membuat mereka saling menaruh
hati. Mereka akhirnya jatuh cinta dan menjalin hubungan. Rasa kesepian di hati
Siti terisi oleh perhatian Dwi. Mereka berdua sangat merasakan kenyamanan
dalam hubungan mereka. Mereka merencanakan untuk meninggalkan kehidupan
di rumah Pak Lik. Mereka ingin membangun keluarga baru. Setelah tabungan
mereka cukup untuk biaya hidup mereka nanti dan setelah situasinya tepat,
mereka pun akan meninggalkan rumah Pak Lik.
Siti dan Dwi belum bisa meninggalkan rumah Pak Lik karena mereka
masih memikirkan Sri yang sedang hamil dan apalagi Pak Lik mendapat tugas
harus mengantar para turis ke Aceh untuk membuat film dokumenter tentang
korban-korban bencana alam Tsunami. Sepulangnya Pak Lik dari Aceh, ia
menggandeng seorang perempuan yang ternyata telah dinikahinya di Aceh.
Perempuan itu bernama Santi.
Setelah Sri melahirkan, Siti dan Dwi pun diam-diam meninggalkan rumah
Pak Lik. Dwi membawa dua anaknya untuk ikut serta. Di sinilah mereka memulai
hidup baru, meninggalkan kehidupan “lingkar poligami” Pak Lik.
Kehidupan poligami yang dihadapi Siti adalah sebuah keterpaksaan. Siti
tidak memiliki pilihan untuk tidak menerima pinangan pamannya. Rasa
keterpaksaan yang dialami Siti membuat dirinya mencari pelarian untuk
membahagiakan hidupnya dengan mengurus dan menyayangi orang-orang yang
tinggal bersamanya, orang-orang yang baru dikenalnya, tetapi mereka tidak
sungkan untuk menyayangi Siti.
34
Siti mendapatkan perhatian yang lebih dari Dwi. Sosok Dwi yang selalu
membuat hati Siti merasa nyaman ketika dirinya mengalami konflik batin karena
perilaku pamannya. Akhirnya, Dwi dijadikan sebagai tempat meluapkan keluh
kesah Siti. Siti sebagai perempuan desa yang polos menemukan cinta dalam diri
Dwi, dan begitupun sebaliknya Dwi pun jatuh cinta kepada Siti. Siti dan Dwi
menjalin hubungan layaknya sepasangan kekasih. Mereka menjalani hubungan
lesbian, dan karena hubungan inilah Siti akhirnya berani membebaskan diri dari
kehidupan poligami yang mengekangnya.
2.1.3 Alur Segmen Title Card: Ming
Cerita dalam segmen terakhir ini dimulai dari scene 83 sampai scene 123.
Penceritaan beralur linier yeng mengisahkan Ming.
Restoran di pinggir jalan pusat kota, di Pecenongan Jakarta adalah sebagai
penggambaran awal cerita. Restoran tersebut adalah milik Koh Abun dan Cik
Linda, istrinya. Ming bekerja sebagai pelayan di restoran itu.
Restoran Koh Abun dan Cik Linda tidak pernah sepi pengunjung apalagi
semejak Ming bekerja di tempat ini, restoran semakin ramai pengunjung. Ming
adalah pelayan yang muda dan cantik. Banyak pria dari segala umur menaruh hati
pada Ming termasuk Koh Abun. Walaupun Koh Abun sudah beistrikan Cik Linda
dan sudah mempunyai dua anak gadis seumuran Ming, Koh Abun tetap saja
tertarik oleh kemolekan Ming. Koh Abun tidak bisa menahan rasa cemburu ketika
Ming digoda para pengunjung sampai-sampai Koh Abun nekat secara diam-diam
menikahi Ming. Ming pun menyetujuinya.
35
Ming berpikir bahwa hubungannya tidak akan diketahui orang lain, tetapi
Firman yaitu mantan kekasih Ming tahu. Walaupun begitu, Firman tetap
menginginkan Ming kembali menjalin hubungan dengannya. Firman mengajak
Ming untuk menjadi pemain film di proyek yang sedang digarapnya. Ming
memang tergoda karena menjadi pemain film adalah cita-citanya sejak dulu, tetapi
ia tidak mau meninggalkan Koh Abun karena menurutnya Koh Abun adalah satu-
satunya orang yang bisa memuaskan dirinya dari segala segi.
Hubungan Ming dan Koh Abun mengalami sedikit kebebasan ketika Cik
Linda pergi ke Amerika. Akan tetapi, tanpa diduga ketika Cik Linda pulang ke
Jakarta, Cik Linda langsung mendatangi Ming di apartemen pemberian Koh
Abun. Cik Linda ditemani dua putrinya untuk “melabrak” Ming. Ternyata Cik
Linda selama ini berpura-pura tidak tahu kelakuan suaminya yang mempoligami
dirinya dan Ming. Seluruh harta pemberian Koh Abun untuk Ming diambil
kembali oleh Cik Linda. Koh Abun memilih meninggalkan Ming, karena Cik
Lindalah yang dinikahinya secara sah menurut agama Katolik. Ming akhirnya
pindah ke kontrakannya yang lama. Tempat yang lebih jauh dari keramaian dan
memulai kembali kehidupannya.
Ming sebenarnya adalah sosok yang senang dengan kebebasan, apalagi
dalam hal yang berhubungan dengan lelaki. Dirinya tidak mau terikat hanya pada
satu lelaki. Akan tetapi, poligami membuat dirinya tidak lagi menjalani prinsip
hidupnya itu. Ming bersedia hidup dalam poligami yang diciptakan majikannya
dikarenakan dirinya ingin memperoleh kenikmatan harta. Dirinya bosan hidup
dalam kesusahan.
36
Ming secara materi mengalami serba kecukupan dari pilihannya untuk
bersedia dinikahi lelaki yang sudah beristri. Akan tetapi, kebahagiaan tidak
sepenuhnya didapat Ming dari harta yang berkecukupan tersebut. Kehidupan
poligami yang dijalani Ming menyadarkan dirinya bahwa kebebasan merupakan
prinsip hidup Ming yang bisa membahagiakan hidup Ming sepenuhnya. Ming
masih mau dan bersedia dengan rela untuk berhubungan dekat dengan lelaki,
tetapi tanpa suatu ikatan apapun termasuk ikatan pernikahan.
Dilihat dari alur ceritanya, Salma, Siti, dan Ming, merupakan perempuan-
perempuan dengan latar kehidupan yang berbeda sama sekali. Ketiganya tidak
memiliki kedekatan sama sekali. Akan tetapi, mereka mengalami permasalahan
yang sama, yaitu sama-sama sebagai korban poligami kaum lelaki. Walaupun
mereka hidup di latar yang berbeda, tetapi mereka sesekali bertemu di ruang
publik di Jakatra, di kota tempat mereka tinggal. Bagian bagaimana mereka
bertemu digambarkan di skenario dalam bagian cerita (scene/adegan) tertentu,
yaitu scene 14, scene 41, scene 78, scene 80, scene 107, dan scene 123. Bagian-
bagian cerita tersebut yang menyebabkan tiga segmen cerita dalam Berbagi Suami
menjadi terlihat kaitannya antara masing-masing segmen sehingga hubungan
cerita pun terjalin menjadi satu kesatuan.
Scene 14 adalah scene dimana Salma dan Ming bertemu. Mereka berdua
bertemu di restoran bebek tempat Ming bekerja. Saat itu Salma akan membayar
biaya bebek panggang yang dibelinya, dan Ming lah yang bertugas melayani
pembayaran.
37
14. EXT. RESTORAN BEBEK DI PECENONGAN - NIGHT Salma berjalan masuk, melihat sekeliling restoran yang super ramai. Dia tersenyum melihat Koh Abun, pemilik restoran. Salma bergerak ke kasir, seorang wanita muda, cantik, bernama Ming. Lalu ia mengambil makanan pesanannya (Dinata, 2006: 55).
Sedangkan scene 41 adalah scene dalam Title card: Salma ,saat itu Salma
bertemu dengan Siti. Salma yang berprofesi sebagai dokter ahli kandungan sedang
memberi pelayanannya terhadap pasien yang bernama Sri. Siti- lah yang
mengantarkan Sri ke tempat praktik Salma.
41. INT. KLINIK TEMPAT PRAKTIK SALMA - AFTERNOON ….
SALMA Kita USG dulu deh.
Salma menempelkan alat USG di perut Sri, di sebelahnya ada wanita muda bernama Siti memegang tangannya. Kedua wanita ini akan kita kenal di segmen selanjutnya (Dinata, 2006: 68).
Scene 78 merupakan scene dalam Title card: Siti dimana Siti bertemu
dengan Salma. Siti dalam scene tersebut diceritakan sedang mengantar Sri ke
tempat praktik Salma. Akhirnya Siti pun bertemu dengan Salma.
78. INT. KLINIK TEMPAK PRAKTIK SALMA - AFTERNOON Sore ini hujan turun dengan deras. Siti menatap layar alat ultrasonografi dan berusaha memahami apa yang dilihatnya
SITI (V.O.) Dokter ini kelihatannya baik. Semoga Mbak Sri nggak nambah anak lagi, dan bisa rukun dengan Santi…
SITI (V.O.) Penyakit kotor. Pasti yang dimaksud dokter ini penyakit kotor. Virus ini sekarang rasanya merayap juga di rahimku (Dinata, 2006: 93-96).
Scene dalam Title card: Siti, dimana Siti bertemu dengan Ming adalah
scene 80, scene di saat Siti dan Dwi akan kabur dari tempat tinggal Pak Lik.
Mereka bertemu di ujung gang rumah Pak Lik.
38
80. EXT. UJUNG GANG RUMAH SITI/MING - VERY EARLY IN THE MORNING Siti membawa dua koper, menunggu kendaraan umum yang belum juga kelihatan karena hari masih terlalu pagi. Tiba-tiba ada taksi berhenti. Ming, perempuan cantik belia yang akan kita kenal pada segmen selanjutnya, keluar dari taksi dan sopir taksi membuka bagasi. Mereka berjalan berdua, sambil membawa barang-barang, masuk ke dalam gang. Siti melihat mereka jalan, lalu dia mendekat ke taksi tersebut, meletakkan koper di atas bagasi yang tertutup (Dinata, 2006: 98).
Ming bertemu Salma terdapat di dalam scene 83, yaitu pada saat Salma
bersama Pak Haji berkunjung ke restoran tempat Ming bekerja.
Pak Haji datang bersama Salma.
CIK LINDA Pak Haji, Bu Salma, sudah lama nggak ke sini. Miiing bersihin meja ini dong. Masih ada piring kotor gini, gimana sih, Ming?
Rombongan Pak Haji langsung duduk. Ming mengangkat piring kotor, lalu ke depan lagi, mempersilahkan pelanggan berikutnya. Ternyata rombongan berikutnya adalah laki-laki yang memang dari dulu selalu makan di situ sambil berusaha mendapatkan perhatian Ming (Dinata, 2006: 102).
Scene 107 adalah scene dalam Title card: Ming, yang menceritakan
pertemuan antara Ming dan Salma. Saat itu, Ming sedang melayani pembayaran
pembelian bebek panggang yang dibeli oleh Salma.
107. EXT. RESTORAN BEBEK DI PECENONGAN - NIGHT Ming menerima uang dari beberapa pelanggan. Ada Salma yang membeli makanan untuk dibawa pulang. Lalu ia sibuk lagi menghitung (Dinata, 2006: 122).
Sedangkan scene 123 adalah scene dalam Title card: Ming di mana Ming
bertemu dengan Siti. Saat itu mereka berpapasan di ujung gang rumah Pak Lik,
yang tak lain adalah gang tempat tinggal Ming sebelum Ming tinggal di
apartemen pemberian Koh Abun.
39
123. EXT. UJUNG GANG RUMAH MING/SITI - VERY IN THE MORNING Taksi berhenti di ujung gang (gang yang sama dengan rumah Siti di segmen kedua). Ming turun dan sopir taksi mengeluarkan barang-barangnya yang cukup banyak dari bagasi. Ada perempuan berdiri di dekat situ dengan dua koper besar, tapi mereka cuek. Lalu Ming berjalan menuju rumah kontrakan lamanya, diikuti sopir taksi (Dinata, 2006: 132).
Dilihat dari bagian scene-scene tersebut, ketiga perempuan dengan peran
protagonis dalam Berbagi Suami karya Nia Dinata ada yang saling mengenal
tetapi tidak memiliki hubungan yang dekat dan ada juga yang tidak saling
mengenal sama sekali. Salma dan Siti saling mengenal hanya sebatas pertemuan
mereka di klinik tempat Salma bekerja sebagai dokter ahli kandungan dan mereka
berdialog, Salma dan Ming saling mengenal hanya sebatas dialog seorang pelayan
restoran dengan pelanggannya, sedangkan Ming dan Siti bertemu berpapasan,
tetapi tanpa dialog karena mereka berdua tidak saling mengenal.
Oleh karena itu, bila dilihat secara keseluruhan sebagai cerita yang utuh,
skenario film Berbagi Suami karya Nia Dinata memiliki 123 scene/adegan yang
terbagi dalam tiga segmen, yaitu segmen title card: Salma, segmen title card: Siti,
segmen title card: Ming. Tiga segmen tersebut diceritakan dengan alurnya
masing-masing seperti yang terlihat pada gambar 2.2.
40
ALUR Skenario Film Berbagi Suami
Karya Nia Dinata
Segmen Title Card: Siti Scene 42 s/d scene 82
Scene 42 s/d scene 46 (Beralur Linier)
Scene 47 s/d scene 75 (flashback)
Scene 83 s/d scene 123 (Beralur Linier)Segmen Title Card: Ming
Scene 1 s/d scene 41 (Beralur Linier)Segmen Title Card: Ming
Scene 76 s/d scene 82 (Beralur Linier)
Gambar 2.2 Bagan Alur dalam Skenario Film Berbagi Suami Karya Nia Dinata
2.2 Peran Tokoh
Skenario film mengenal istilah tokoh dengan peran tokoh. Peran tokoh
dalam skenario film dibagi menjadi peran protagonis, antagonis, tritagonis, dan
peran pembantu. Tokoh utama adalah yang memegang peran Protagonis dan
Antagonis, sedangkan tambahan adalah tokoh yang memegang peran tritagonis
dan peran pembantu. Dikarenakan skenario film Berbagi Suami merupakan
penggabungan antara tiga segmen cerita sehingga pembagian peran-perannya pun
berbeda sesuai dengan segmen masing-masing.
2.2.1 Peran Tokoh dalam Segmen Title card: Salma
1. Peran Protagonis
Peran protagonis dalam segmen title card: Salma adalah Salma. Salma
adalah seorang dokter kandungan dengan latar belakang akademis dan agama
41
Islam yang kuat. Berlatar kultur Betawi. Salma mewakili masyarakat dari kelas
elit. Salma adalah istri pertama Pak Haji.
Salma merupakan tokoh dengan peran protagonis karena Salma
merupakan tokoh yang mejadi sentral cerita. Salma memegang peran penting
dalam menentukan gerak adegan dalam segmen pertama cerita Berbagi Suami. Di
dalam cerita, Salma cenderung diceritakan menjadi tokoh yang disakiti. Secara
tidak langsung Pak Haji seringkali melakukan tindakan yang membuat hati Salma
terluka. Salma merasa sedih dan sakit hatinya ketika tahu dirinya dipoligami oleh
Pak Haji. Salma pun menangis untuk melampiaskan kekesalannya karena Pak
Haji telah menduakan dirinya tanpa izin.
8. INT. KAMAR MANDI SALMA - NIGHT Salma berkaca di meja riasnya. Melihat matanya yang sudah mulai berkerut, menariknya supaya kerutan itu hilang. Matanya berkaca-kaca. Lalu terdengar suara ketukan pintu.
PAK HAJI Salma… bukain, Sal….
Salma diam kesal dan mendekat ke pintu (Dinata, 2006: 49).
Salma adalah perempuan yang baik, yang selalu mengingat dan
menjalankan amanat dari orang tuanya. Salma akhirnya tahu suaminya
mempoligami dirinya lebih dari dua kali. Akan tetapi, Salma tetap melanjutkan
hidup pernikahannya dengan Pak Haji.
SALMA (V.O.) Sebelum meninggal, ibu saya meminta saya untuk menjadi istri yang soleh, ibu yang baik dan tidak boleh bercerai. Tak ada sejarah perempuan bercerai di keluarga kami (Dinata, 2006: 50).
Salma merupakan sosok yang selalu taat pada ajaran agama. Salma tetap
melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri yang baik. Salma menjalani semua
42
perjalanan hidupnya dengan Pak Haji. Salma menjalani semua hidupnya dengan
berpegang pada agama yang diyakininya.
20. INT. STUDIO TV - SAME DAY Salma sedang terlibat talkshow seru tentang poligami. Salma mewakili wanita yang pro poligami, sedang Arni mewakili yang anti poligami.
PENYIAR POLIGAMI Tapi, pernah ada perasaan cemburu atau berontak terhadap suami selama ini?
SALMA Awalnya ada, tapi seiring dengan waktu perasaan itu hilang, karena saya selalu kembali ke Al Quran dan hidup sebagai muslimah yang baik (Dinata, 2006: 57).
2. Peran Antagonis
Peran antagonis dalam segmen title card: Salma adalah Pak Haji (Suami
Salma). Pak Haji adalah seorang intelektual yang memiliki beberapa istri. Pak
Haji merupakan tokoh dengan peran protagonis karena dia menjadi penyebab
munculnya konflik.
Pak Haji adalah tokoh yang menyakiti Salma sebagai peran Protagonis.
Pak Haji telah menyakiti hati Salma karena Pak Haji dengan tega menikah lagi
tanpa sepengetahuan dan izin dari Salma sebagi istri pertamanya.
SALMA Nggak usah ditutup-tutupin lagi, semua udah jelas, nasib Salma sama kayak umi kamu. Untung pake mati lampu.
PAK HAJI Jadi, kamu lebih seneng kalo tahu, gitu?
Salma tidak menjawab, karena dia sendiri bingung, sebenarnya lebih baik semua terbuka atau tertutup, supaya hidup bisa berjalan seperti biasa (Dinata, 2006: 49).
43
3. Peran Tritagonis
Peran tokoh tritagonis dalam segmen title card: Salma, yaitu Nadim (anak
Salma dan Pak Haji), Indri (istri kedua Pak Haji), dan Ima (istri ketiga Pak Haji).
Nadim, anak Salma yang menentang tokoh Salma dan Pak Haji sebagai
tokoh sentral dalam cerita. Nadim menentang Salma yang dengan lapang saja
menerima dirinya dipoligami oleh sang Abah. Padahal sebagai anak, Nadim tidak
menyetujui adanya poligami dengan alasan apa pun. Hal ini terlihat salah satunya
dari sikap Nadim terhadap sikap Salma yang merupakan perwakilan perempuan
yang pro terhadap poligami, di dalam sebuah acara talkshow. Penerimaan Salma
di depan umum inilah yang menyebabkan Nadim kesal terhadap ibunya.
PENYIAR TV Memang luar biasa pengalaman Dokter Salma Msc, yang dapat hidup damai dengan poligami. Namun apakah seluruh wanita Indonesia sanggup menjalaninya, atau setuju dengan pendapat Profesor Arni, yang sangat menentang poligami? Para pemirsa yang ingin mengutarakan pendapat, dapat menghubungi nomor berikut. Ya, halo.
21. INT. RUMAH SALMA - RUANG MAKAN - DAY Nadim mengecilkan TV dan berusaha menelepon ke stasiun TV tersebut karena ingin mengutarakan pendapatnya, tapi telepon sibuk terus. Dia mencoba berkali-kali dan gagal, lalu dibantingnya gagang telepon (Dinata, 2006:57).
Nadim juga digambarkan sebagai sosok yang banyak menentang Pak Haji
sebagai Abahnya. Hal ini dikarenakan Abahnya adalah pelaku dari poligami,
suatu tindakan yang tidak dibenarkan Nadim. Nadim tidak memiliki hubungan
yang terlalu dekat dengan Abahnya.
Sikap ketidakcocokan Nadim dengan Abahnya terlihat juga dari sikap
Nadim yang kurang begitu hormat terhadap Abahnya. Hal ini terlihat dari
44
kehidupan sehari-hari Nadim bersama Abahnya. Nadim lebih banyak menentang
dengan tegas semua perkataan dan pandangan Abahnya terhadap segala hal.
PAK HAJI Apaan yang lain, ya? Agak keras nih bebeknya.
NADIM (ketus) Ah, apanya yang keras? Empuk begini kok.
SALMA Karena udah dibawa pulang, kali. Enakan makan di sana ya, Bang?
NADIM (yang masih ketus) Males aku sekarang makan di sana. Semakin rame, lagian macet banget.
PAK HAJI Iya, macet banget, enakan dibawa pulang kok.
SALMA Nambah lagi dong.
Pak Haji nambah lagi dengan terpaksa. Nadim yang sudah lebih dulu selesai makan langsung bangkit berdiri. Sebelum pergi ia mencium tangan ibunya, tapi ayahnya dilewatinya begitu saja (Dinata, 2006: 55-56).
Indri, istri kedua Pak Haji. Indri adalah tokoh yang lebih banyak
mendukung Pak Haji dikarenakan ia sangat menyayangi Pak Haji. Indri
beranggapan bahwa sikap Pak Haji menduakan Salma demi dirinya adalah
tindakan yang tidak menjadi masalah walaupun tanpa izin sekalipun dari Salma.
Indri tidak pernah merasa takut bertemu dengan Salma sebagai istri pertama Pak
Haji.
Indri sangat menyayangi Pak Haji. Hal ini terlihat dari dukungan yang
diberikan Indri ketika Pak Haji sedang sakit. Indri sangat perhatian akan kondisi
kesehatam Pak Haji. Indri mencoba mencari segala cara untuk bisa memulihkan
kesehatan suaminya itu.
45
34. INT. RUMAH SALMA – KAMAR KERJA SALMA - DAY Salma sedang membaca surat-surat di atas meja. Indri dan Ima masuk.
INDRI Kak Salma, Pak Haji kemajuannya lambat sekali, ya.
SALMA Tapi dokter bilang semuanya bagus, kita harus sabar.
INDRI Kita juga mesti coba alternatif lain dong. Kebetulan ada orang pinter yang bisa nyembuhin cepet. ….
INDRI Kita coba dulu, orangnya udah nunggu di bawah (Dinata, 2006: 66).
Ima, istri ketiga Pak Haji. Ima juga sebagai tokoh dengan peran yang pro
terhadap Pak Haji, tetapi tidak berkonflik dengan Salma. Ima mau saja dinikahi
Pak Haji walaupun dia tahu Pak Haji sudah beristri. Ima menyayangi Pak Haji.
Ketika Pak Haji mendadak sakit, Ima lah orang pertama yang mendampingi Pak
Haji karena saat itu dia sedang bersama Pak Haji. Ima mengkhawatirkan keadaan
Pak Haji. Dia menunggui Pak Haji di rumah sakit sambil menangis.
Ima memandang Pak Haji adalah sosok yang bisa dijadikan panutan.
Banyak hal positif yang dilihat Ima ada dalam pribadi Pak Haji. Menurut Ima, Pak
Haji adalah laki-laki yang berpikiran maju, dan itu jarang dimiliki laki-laki pada
umumnya.
NADIM Denger-denger kamu aktivis, ya? Apa sih yang bikin kamu mau sama Abah?
IMA Ayah kamu itu lain, nadim. Sementara laki-laki sekarang jarang yang punya pikiran semaju ayah kamu (Dinata, 2006:66).
46
4. Peran Pembantu
Peran Pembantu dalam segmen title card: Salma adalah Calon ibu (salah
satu pasien Salma), Suster bersalin (asisten Salma), Dokter Ita dan Dokter Ria
(rekan kerja Salma), Ica (anak Indri), Ujang (sopir Pak Haji), Penyiar TV (yang
mewawancarai Salma saat acara talkshow Perempuan Bicara), Arni (teman
dialog Salma dalam acara talkshow Perempuan Bicara yang kontra dengan
pendapat Salma), Dokter dan Suster (yang merawat Pak Haji ketika Pak Haji
dirawat di rumah sakit), Anak Perempuan Indri (selain Ica), Sri (salah satu
pasien Salma), Siti (yang menemani Sri berobat ke Dokter Salma), Ming (pelayan
restoran bebek panggang di Pecenongan, dimana Salma sering berkunjung ke
tempat itu), dan Suster Klinik (asisten Salma di tempat kliniknya). Mereka
dikategorikan sebagai peran pembantu dikarenakan tokoh-tokoh tersebut hanya
sesekali muncul dalam scene cerita. Tokoh tersebut tidak terlalu berperan penting
dalam membangun unsur dramatik cerita. Akan tetapi, kehadirannya diperlukan
untuk melengkapi cerita.
Calon ibu dan Suster bersalin muncul pada scene 5. Saat itu tokoh yang
berperan sebagai Calon Ibu sedang menjadi salah satu pasien Salma dan tokoh
yang berperan sebagai Suster Bersalin membantu Salma dalam melayani
pasiennya.
5. INT. RUMAH SAKIT - RUANG BERSALIN - MORNING Alat monitor detak jantung bayi menunjukkan detak jantung yang lemah. Salma memeriksa calon bayi.
SALMA Baru bukaan empat, sebaiknya caesar.
CALON IBU Normal aja, Dok. Pasti mahal kalau caesar.
47
SALMA Yang penting bayi Ibu selamat, kan. Ibu tenang saja. Siapin ruangan operasi (ke suster)
(Dinata, 2006:41).
Dokter Ita dan Dokter Ria, muncul di scene 6. Mereka saat itu sedang
berada di kafetaria rumah sakit untuk makan siang sambil membicarakan proyek
bersama mereka dengan Salma.
6. INT. KAFETARIA RUMAH SAKIT - AFTERNOON Salma membayar di kasir dan membawa baki makanannya ke meja yang sudah dipenuhi beberapa koleganya. Di atas meja terdapat blueprint klinik.
DOKTER ITA Salma nggak bakal setuju, kliniknya terlalu fancy.
DOKTER RIA Kalo nggak gini, kapan balik modalnya?
… (Dinata, 2006: 44-45).
Ica, muncul di scene 7, scene 10, scene 11, scene 27, dan scene 33. Ica di
scene-scene tersebut lebih banyak tanpa dialog. Scene 7 menceritakan Ica yang
saat itu sedang ikut ibunya (Indri, istri kedua Pak Haji) menghadiri acara
peresmian real estate Pak Haji.
Di bawah panggung, Salma baru akan berdansa dengan Pak Haji. Tiba-tiba wanita pemenang undian mobil tadi mendatangi Salma, lalu memperkenalkan anak perempuannya yang berumur dua tahun. Pak Haji langsung mengambil jarak sedikit dan mengajak salah satu tamunya yang sedang berdansa untuk mengobrol (Dinata, 2006: 48). Sedangkan di scene 10, dan scene 11, Ica diceritakan sedang bersama
Abahnya, yaitu Pak Haji, ikut ke tempat latihan berkudanya Salma. Bersama
mereka juga ada Nadim yang pada saat scene ini umurnya masih kecil. Ica di sini
beradegan, tetapi tanpa dialog sama sekali.
48
10. INT. MOBIL MEWAH PAK HAJI - DAY Nadim juga ada di dalamnya
PAK HAJI Nadim, kenalin, ini Adik Ica, ini Kakak Nadim. ….
11. EXT. TEMPAT BERKUDA - LATE AFTERNOON Mobil Pak Haji memasuki tempat latihan berkuda. Salma yang masih latihan sendiri, melihat dari atas kudanya. Ia berusaha tenang dan tegar.
Nadim, Pak Haji, dan Ica keluar dari mobil (Dinata, 2006: 50-52).
Sedangkan di scene 27, Ica diceritakan sedang ikut bersama ibunya pergi
menjenguk Abah yang sedang sakit. Di scene ini, Ica juga tanpa dialog.
27. INT. RUMAH SAKIT - KAMAR VVIP - DAY Seorang suster sedang memandikan Pak Haji. Wajah Pak Haji agak kurang nyaman. Salma dan Nadim membereskan soft bed karena semalam mereka habis menginap di situ. Indri (istri ke-2) dan Ica, anak perempuannya yang berumur 12 tahun, juga ada di situ. Lalu dokter masuk untuk mengontrol keadaan Pak Haji yang sudah tiga hari pindah dari ICU (Dinata, 2006: 61).
Kemunculan Ica tanpa dialog juga terdapat di scene 33, dimana Ica
bersama ibu dan saudaranya menjenguk Pak Haji di Rumah Salma.
33. EXT. RUMAH SALMA - TERAS DEPAN - DAY Nadim dan pengacara keluarga sedang berbincang-bincang di teras melihat Indri turun dari mobil bersama anak-anaknya, lalu mereka masuk ke dalam rumah,. Tak lama kemudian Ima datang, menyapa mereka sebentar dan masuk juga ke dalam rumah (Dinata, 2006: 66).
Ujang muncul di scene 10. Saat itu Ujang mengantarkan Pak Haji menuju
tempat latihan berkuda Salma.
10. INT. MOBIL MEWAH PAK HAJI - DAY ….
Pak Haji mengangguk-angguk sambil melihat ke luar jendela. Si Ujang mengintip dari spion sambil tersenyum geli (Dinata, 2006: 50-51).
Penyiar TV dan Arni, muncul di scene 20. saat itu mereka sedang
bersama Salma mengisi acara talkshow yang ditayangkan langsung di televisi.
49
20. INT. STUDIO TV – SAME DAY Salma sedang terlibat talkshow seru tentang poligami, Salma mewakili wanita yang pro poligami, sedangkan Arni mewakili wanita yang anti poligami.
PENYIAR TV Tapi, pernah ada perasaan cemburu atau berontak terhadap suami selama ini?
SALMA Awalnya ada, tapi seiring waktu perasaan itu hilang, karena saya selalu kembali ke Al Quran dan hidup sebagai muslimah yang baik.
ARNI Sebenarnya, apa yang ada di Al Quran itu tidak bisa kita artikan secara harafiah begitu saja. Mungkin di zaman dulu, banyak perempuan yang terlantar karena perang. Intinya jangan sampai Al Quran dijadikan pembenaran bagi lelaki yang tidak dapat mengontrol nafsu berahinya (Dinata, 2006: 57).
Dokter dan Suster, muncul di scene 27. Mereka adalah orang yang
bertanggung jawab akan perawatan kesehatan pada saat Pak Haji dirawat di rumah
sakit.
27. INT. RUMAH SAKIT - KAMAR VVIP - DAY Seorang suster sedang memandikan Pak Haji. Wajah Pak Haji agak kurang nyaman. Salma dan Nadim membereskan soft bed karena semalam mereka habis menginap di situ. Indri (istri ke-2) dan Ica, anak perempuannya yang berumur 12 tahun, juga ada di situ. Lalu dokter masuk untuk mengontrol keadaan Pak Haji yang sudah tiga hari pindah dari ICU (Dinata, 2006: 61).
Anak Perempuan Indri, muncul di scene 27 dan Anak perempuan
Indri (selain Ica) muncul di scene 33. Mereka muncul ketika Pak Haji dirawat di
rumah sakit. Mereka ikut ibunya menjenguk ayah mereka yang sedang sakit.
27. INT. RUMAH SAKIT - KAMAR VVIP - DAY Seorang suster sedang memandikan Pak Haji. Wajah Pak Haji agak kurang nyaman. Salma dan Nadim membereskan soft bed karena semalam mereka habis menginap di situ. Indri (istri ke-2) dan Ica, anak perempuannya yang berumur 12 tahun, juga ada di situ. Lalu dokter masuk untuk mengontrol keadaan Pak Haji yang sudah tiga hari pindah dari ICU (Dinata, 2006: 61). ….
33. EXT. RUMAH SALMA - TERAS DEPAN - DAY Nadim dan pengacara keluarga sedang berbincang-bincang di teras melihat Indri turun dari mobil bersama anak-anaknya, lalu mereka masuk ke dalam
50
rumah,. Tak lama kemudian Ima datang, menyapa mereka sebentar dan masuk juga ke dalam rumah (Dinata, 2006: 66).
Sri dan Siti, yang sedang berada di tempat praktik kerja Salma di rumah
sakit muncul di scene 41. Siti menemani Sri untuk melakukan progam KB.
41. INT. KLINIK TEMPAT PRAKTIK SALAM - AFTERNOON Salma mencuci tangan di ruang praktiknya sambil melihat hujan turun dengan deras dari balik jendela klinik. Pandangannya menerawang.
Seorang Suster membuyarkan lamunannya.
SUSTER KLINIK Pasien yang mau pasang KB sudah siap, Dok (Dinata, 2006: 68).
Ming muncul di scene 14. Ming adalah pelayan di sebuah restoran bebek
di Pecenongan. Restoran ini merupakan restoran langganan keluarga Salma.
14. EXT. RESTORAN BEBEK DI PECENONGAN - NIGHT Salma berjalan masuk, melihat sekeliling restoran yang superramai. Dia tersenyum melihat Koh Abun, pemilik restoran. Salma bergerak ke kasir, seorang wanita muda, cantik, bernama Ming. Lalu ia mengambil makanan pesanannya (Dinata, 2006: 55).
Suster Klinik muncul di scene 41. Suster Klinik itu sedang membantu
Salma memeriksa pasien di kliniknya.
41. INT. KLINIK TEMPAT PRAKTIK SALAM - AFTERNOON ….
SUSTER KLINIK Pasien yang mau pasang KB sudah siap, Dok (Dinata, 2006: 68).
Segmen title card: Salma memiliki tokoh-tokoh dengan perannya masing-
masing, yaitu Salma sebagai tokoh dengan peran protagonis, Pak Haji sebagai
tokoh dengan peran antagonis, dan tokoh-tokoh lainnya dengan peran mereka
masing-masing. Secara lebih rinci pembagian peran tokoh dalam segmen ini
seperti terlihat pada gambar 2.3.
51
Salma
Pak Haji
- Nadim - Indri - Ima
- Calon Ibu - Suster Bersalin - Dokter Ita dan dokter Ria - Ica - Ujang - Penyiar TV - Arni - Dokter dan Suster - Anak Perempuan Indri (Selain Ica) - Sri - Siti - Ming - Suster Klinik
Protagonis
Antagonis
Tritagonis
Pembantu
Peran Tokoh dalam Segmen Title Card: Salma
Gambar 2.3 Bagan Peran Tokoh dalam Segmen Title Card: Salma
2.2.2 Peran Tokoh dalam Segmen Title card: Siti
1. Peran Protagonis
Peran tokoh protagonis dalam segmen title card: Siti adalah Siti. Siti,
seorang perempuan berlatar kultur Jawa. Polos tetapi menarik. Siti dikategorikan
peran protagonis karena Siti memegang peran penting dalam menggerakan adegan
dalam cerita. Siti adalah perempuan yang baik dan dia menjadi tokoh yang
tersakiti, yaitu tersakiti oleh pamannya sendiri. Hal ini terlihat dari sikap Siti yang
sebenarnya tidak begitu menerima dirinya dinikahi pamannya sendiri terlebih lagi
pamannya itu sudah memiliki dua istri. Siti dijadikan istri ketiga.
52
Pada saat upacara ijab kabul pernikahan Siti dengan pamannya, Siti
menangis. Siti menangis bukan karena bahagia, tetapi karena sedih dirinya
terpaksa untuk menikah dengan pamannya sendiri.
57. INT. RUMAH SITI - RUANG TAMU - DAY Siti sudah memakai kebaya, rambut disanggul, sedang mengucapkan ijab kabul di hadapan penghulu. Disaksikan oleh dua saksi laki-laki temen Pak Lik. Sri menyaksikan dengan bangga. Dwi mengusap air mata Siti yang terus-terusan mengalir (Dinata, 2006: 78).
2. Peran Antagonis
Peran tokoh antagonis dalam segmen tirle card: Siti adalah Pak Lik. Pak
Lik adalah pamannya Siti yang bekerja sebagai supir di salah satu rumah produksi
yang tidak pernah puas dengan satu istri, dialah yang menimbulkan konflik dalam
cerita. Pak Lik sebenarnya telah berjanji membawa Siti ke Jakarta untuk
disekolahkan di tempat kursus, malah dinikahinya. Pak Lik sering melakukan
tindakan yang tidak disukai Siti. Siti merasa terganggu dengan sikap Pak Lik
terhadapnya karena Siti adalah perempuan yang masih polos yang belum mengerti
urusan lelaki.
Pak Lik mendatangi Siti yang masih berdiri, lalu menyalipkan tangannya ke dalam daster. Siti kaget, wajahnya kaku, tapi lama-lama merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan. Pak Lik yang dari tadi memperhatikan wajah Siti sambil terus melakukan “pekerjaan tangan”, merasa sudah waktunya untuk penetrasi. Wajah Siti yang sudah mulai rileks kembali tegang menahan sakit. Tangan kanannya mencengkeram kursi dan tangan kirinya mencengkeram bahu Pak Lik, sampai terlihat tanda cakaran (Dinata, 2006: 78).
53
3. Peran Tritagonis
Peran tritagonis dalan segmen title card: Siti adalah Sri (istri pertama Pak
Lik) dan Dwi (istri kedua Pak Lik yang juga menjalin hubungan percintaan
dengan Siti). Mereka berdua merupakan tokoh yang berperan sebagai pendukung
tokoh sentral Siti dan Pak Haji. Dua tokoh ini adalah sebagai penengah antara
tokoh Siti dan Pak Lik. Tidak ada konflik di antara mereka semua. Mereka hidup
rukun bersama di rumah Pak Lik. Sri dan Dwi sangat menyukai kehadiran Siti di
dalam keluarga mereka. mereka menganggap Siti seperti adik mereka sendiri.
SITI Aku nggak mau nyakitin perasaan Bu Lik-Bu Lik yang udah baik banget. Kok aku malah kayak orang nggak tau diri. SRI Kamu tuh lucu, wong dari awal kita juga udah tau kalo pasti kamu nantinya dikawinin. Kita cuma mau liat sifat kamu dulu. Kita malah seneng kok (Dinata, 2006: 76).
4. Peran Pembantu
Cik Linda (peremuan keturunan Tionghoa yang tak sengaja bertemu Siti
ketika Siti berjalan menuju rumah Pak Lik), Anak-anak Sri dan Dwi (yang
tinggal satu rumah dengan Siti), Salma (dokter ahli kandungan), Santi (istri
keempat Pak Lik), Ming (gadis muda yang tak sengaja bertemu Siti di gang
rumahnya), dan Sopir taksi (yang mengantarkan Siti dan Dwi ke rumah
kontrakan yang baru). Tokoh-tokoh sebagai pelengkap cerita yang muncul
sesekali dan kebanyakan tanpa dialog langsung dengan tokoh Siti dan Pak Lik
sebagai tokoh sentral.
54
Cik Linda hanya muncul di scene 47. Cik Linda di dalam scene ini secara
tidak segaja bertemu dengan Siti, yang saat itu Siti baru saja datang dari desanya
menuju rumah pamannya di Jakarta.
47. EXT. DEPAN GANG BUKIT DURI RUMAH SITI/MING - VERY EARLY IN THE MORNING Mobil L300 yang biasa dipakai syuting, berhenti di depan gang, diparkir di belakang mobil pick-up, yang di dalamnya ada wanita keturunan Tionghoa, yang akan kita kenal dengan nama Cik Linda, di dalamnya Siti dan Pak Lik turun dari L300, membawa koper dan melewati mobil pick-up yang kacanya terbuka. Di dalam Cik Linda lagi kipas-kipas (Dinata, 2006: 72).
Anak-anak Sri dan Dwi muncul di scene 49, scene 51, scene 60, scene
77, scene 81, dan scene 82. Siti berdialog dengan salah satu anak perempuan, anak
sulung Pak Lik, dan yang lainnya hanya sebagai tokoh pelengkap saja di scene 49.
49. INT. RUMAH SITI - KAMAR TIDUR - NIGHT Siti bersiap-siap untuk tidur. Dia menyempil di antara kasur yang sudah dipenuhi Dwi dan tiga anak kecil. Akhirnya dia berhasil mengambil posisi tidur dengan badan miring sedikit di sebelah anak sulung Pak Lik yang berumur 6 tahun….
ANAK PEREMPUAN Kok aku nggak panggil Mbak “Ibu”.
SITI Kan aku bukan ibumu. ….
Siti dan anak itu lalu memejamkan mata (Dinata, 2006: 72-73).
Anak-anak tersebut pada scene 51 tidak berdialog sama sekali. Mereka
hanya sebagai pelengkap latar cerita saja.
51. INT. RUMAH SITI - KAMAR TIDUR - NIGTH Malam berikutnya Siti masuk kamar paling terakhir. Anak-anak yang lain sudah tidur. Dia kaget melihat bayi Sri (istri pertama) sedang menangis dan digendong oleh Dwi (istri kedua). Siti lalu menawarkan bantuan (Dinata, 2006: 73).
Sedangkan di scene 60 hanya anak sulung Pak Lik yang berbicara dan
anak-anak lain tetap sebagai pelengkap latar cerita.
55
60. INT. RUMAH SITI - RUANG TENGAH - NIGTH Siti melipat kasur di dekat sofa.
SITI Ayo, mulai malam ini, anak-anak yang sudah gede tidurnya di luar.
ANAK PEREMPUAN Asyik dong, bisa sambil nonton teve (Dinata, 2006:79).
Anak-anak muncul kembali di scene 77, scene 81 dan scene 82. Di dalam
scene ini, mereka juga tidak berdialog. Scene 77 adalah scene di mana anak-anak
sedang bermain dengan Santi, ibu baru mereka.
77. INT. RUMAH SITI - KAMAR TIDUR - DAY Dwi dan Siti sedang membantu Sri yang sedang menyusui. Pak Lik mencium kening Sri, lalu keluar kamar. Santi main dengan anak-anak lain di pojok kamar (Dinata, 2006: 92).
Sedangkan scene 81 dan scene 82 adalah scene di mana yang muncul
hanya dua anak Dwi saja. Mereka pun tidak berdialog sama sekali.
81. EXT. DEPAN GANG RUMAH SITI/MING - MOMENTS LATER Dwi berusaha menutup pintu pagar pelan-pelan, sambil menggendong satu anak, dan anak yang satunya berdiri di belakangnya, masih ngantuk.
Lalu dia berpapasan dengan Ming dan Supir taksi. Dwi buru-buru jalan menuju mulut gang.
82. EXT. UJUNG GANG RUMAH SITI/MING - MOMENTS LATER Siti melambaikan tangannya ke Dwi dan berlari mendekati Dwi dan anak-anaknya (Dinata, 2006: 98).
Salma hanya muncul di scene 78. Saat itu Salma sedang memeriksa Sri
dan Siti mendampingi Sri.
78. INT. KLINIK TEMPAK PRAKTIK SALMA - AFTERNOON Sore ini hujan turun dengan deras. Siti menatap layar alat ultrasonografi dan berusaha memahami apa yang dilihatnya…
Dokter Salma lalu melepas sarung tangan dan menulis resep. Siti dan Sri berjalan menuju pintu keluar (Dinata, 2006: 93).
56
Santi muncul di scene 76, dan scene 77. Saat itu, di scene 76 Santi
diperkenalkan kepada Siti oleh Pak Lik sebagai istri barunya. Santi tidak
berdialog sama sekali.
76. INT. RUMAH SITI - RUANG TAMU - NIGHT Siti masih tertidur di sofa. Tangan Pak Lik menepuk-nepuk mukanya. Dia bangun dan melihat Pak Lik tidak sendiri.
PAK LIK Kenalin, ini Santi. Kami ketemu waktu syuting di Meulaboh.
Santi masih malu-malu. Siti menyodorkan tangannya, mereka bersalaman (Dinata, 2006: 89-92).
Sedangkan di scene 77, Santi berdialog. Saat di scene ini Santi berdialog
dengan Dwi, Sri, dan Siti.
77. INT. RUMAH SITI - KAMAR TIDUR - DAY Dwi dan Siti sedang membantu Sri yang sedang menyusui. Pak Lik mencium kening Sri, lalu keluar kamar. Santi main dengan anak-anak lain di pojok kamar…
SRI Kamu nggak nyesel masnya udah punya istri banyak gini.
SANTI Nggak nyesel kok, Mbak. Aku malah seneng bisa dibawa ke Jakarta (Dinata, 2006: 92).
Ming muncul hanya di scene 80 tanpa dialog. Ming yang bertemu dengan
Siti, tetapi Ming tidak menyapa Siti karena Ming tidak mengenal Siti. Di scene ini
juga sopir taksi muncul tanpa dialog.
80. EXT. UJUNG GANG RUMAH SITI/MING - VERY EARLY IN THE MORNING Siti membawa dua koper, menunggu kendaraan umum yang belum juga kelihatan karena hari masih terlalu pagi. Tiba-tiba ada taksi berhenti. Ming, perempuan cantik belia yang akan kita kenal pada segmen selanjutnya, keluar dari taksi dan sopir taksi membuka bagasi. Mereka berjalan berdua, sambil membawa barang-barang, masuk ke dalam gang. Siti melihat mereka jalan, lalu dia mendekat ke taksi tersebut, meletakkan koper di atas bagasi yang tertutup (Dinata, 2006: 98).
57
Sopir taksi juga muncul di scene 82. Sopir taksi di dalam scene 82
berdialog dengan Siti, yang pada saat itu Siti sedang menjalankan aksi kaburnya
dari rumah Pak Lik.
82. EXT. UJUNG GANG RUMAH SITI/MING - MOMENTS LATER ….
SOPIR TAKSI (O.S.) Eh, Si Eneng belum bilang tujuannya mau ke mana.
SITI (O.S.) Mau cari tempat tinggal baru, Pak, tapi belum tau di mana.
SOPIR TAKSI (O.S.) Banyak banget orang yang mau pindahan pagi-pagi begini, ya.
SITI (O.S.) Pokoknya tolong cariin kontrakan yang derahnya jauh dari sini (Dinata, 2006: 98-99).
Segmen title card: Siti memiliki tokoh-tokoh dengan perannya masing-
masing, yaitu Siti sebagai tokoh dengan peran protagonis, Pak Lik sebagai tokoh
dengan peran antagonis, dan tokoh-tokoh lainnya dengan peran mereka masing-
masing. Secara lebih rinci pembagian peran tokoh dalam segmen ini seperti
terlihat pada gambar 2.4.
58
Protagonis
Antagonis
Tritagonis
- Cik Linda - Anak-anak Sri dan Dwi - Salma - Santi - Ming - Sopir Taksi
- Sri - Dwi
Pak Lik
Siti
Pembantu
Peran Tokoh dalam Segmen Title Card: Siti
Gambar 2.4 Bagan Peran Tokoh dalam Segmen Title Card: Siti
2.2.3 Peran Tokoh dalam Segmen Title card: Ming
1. Peran Protagonis
Peran tokoh protagonis dalam title card: Ming adalah Ming, gadis cantik
dan berani. Ia adalah pelayan restoran bebek di Jakarta. Istri kedua Koh Abun.
Ming merupakan tokoh yang berperan sebagai peran protagonis karena dia adalah
tokoh sentral yang menjadi pusat penceritaan dalam Tilte card: Ming. Ming
memegang peran penting dalam menggerakkan adegan sehingga tokoh Ming ini
dirasa penting kehadirannya.
Ming adalah gadis muda yang penuh ambisi dalam meraih keinginannya.
Ming selalu saja bisa memanfaatkan situasi untuk membuat hidupnya bahagia. Di
usia Ming yang masih muda, dirinya bisa menikmati harta yang cukup dengan
memafaatkan perasaan sayang bosnya kepada dirinya.
Ming hidupnya bahagia secara lahiriah karena semua keperluan Ming
dipenuhi oleh Koh Abun. Akan tetapi, sebenarnya Ming cenderung menjadi tokoh
59
yang tersiksa secara batin karena Koh Abun. Ming dinikahi Koh Abun secara
diam-diam (di bawah tangan) karena sebenarnya Koh Abun sudah mempunyai
istri.
MING (V.O.) Seandainya Koh Abun bisa jadi punyaku seratus persen, tinggal di rumah kontrakan sempit pun aku nggak masalah. Tapi keadaannya lain dan aku nggak boleh dibodohin cinta. Ming melihat sekeliling, wajahnya puas. Lalu dia seperti teringat sesuatu dan membongkar koper dan kardus yang ada di situ (Dinata, 2006: 110).
Ming juga merupakan sosok yang tidak pernah merasa puas dengan semua
yang dimilikinya. Ming selalu berusaha mengambil kesempatan-kesempatan yang
memberikan kemungkinan untuk membuat hidupnya menjadi semakin bahagia.
Ming memanfaatkan kemolekan yang dimilikinya untuk memperoleh semua
kemudahan dalam memuaskan dirinya.
MING (V.O.) Tapi, seharusnya aku bisa tetap hidup nyaman sambil mencoba main film. Kalau bisa dapetin dua-duanya, kenapa nggak? (Dinata, 2006: 122).
2. Peran Antagonis
Peran antagonis dalam title card: Ming adalah Koh Abun. Koh Abun,
laki-laki berwajah menarik dan pintar memasak, keturunan Tionghoa yang
merupakan pemilik restoran bebek di Pecenongan. Koh Abun beragama Katolik
dengan dua istri, satu dinikahinya secara sah dan yang satunya secara diam-diam.
Koh Abun adalah orang yang membuat batin Ming tidak tenang karena Koh Abun
tetap merahasiakan pernikahannya dengan Ming kepada istri sahnya. Koh Abun
tidak pernah memberi kepastian tentang statusnya.
60
115. INT. APARTEMEN MING - DAY Ming sedang makan sendiri sambil menonton TV. Koh Abun keluar dari kamar sambil membawa koper.
MING Koh mau jemput ke airport pake bawa koper?
KOH ABUN Ini baju-bajuku, masa nggak dibawa lagi ke rumah?
Ming agak kesal.
MING Jadi, mau ngomong nggak ke Cik Linda tentang kita.
KOH ABUN Besok lah, biar malem ini dia istirahat dulu (Dinata, 2006: 127-128).
3. Peran Tritagonis
Peran tritagonis dalam title card: Ming adalah Cik Linda (istri pertama
koh Abun), dan Firman (mantan kekasih Ming, seorang mahasiswa IKJ yang
juga bekerja di rumah produksi) adalah dua tokoh yang menjadi pendukung
munculnya konflik di antara tokoh sentralnya.
Cik Linda sebenarnya sudah tahu dirinya telah dibohongi olah suaminya
dan Ming. Hanya saja Cik Linda berpura-pura tidak tahu akan situasi itu. Cik
Linda telah menyusun waktu yang tepat untuk membongkar perilaku suaminya
dan Ming itu. Akhirnya Cik Linda bersama dua anaknya mendatangi Ming dan
meluapkan semua emosi yang sudah lama dipendamnya.
Ming hanya melihat dengan samar ketiga wanita itu menumpahkan amarahnya. Ming hanya diam. Cik Linda yang selama ini kelihatan tegar sampai menangis juga terisak-isak. Lalu mereka pergi tanpa menutup pintu. Ming terhuyung-huyung berjalan menuju pintu dan menutupnya. Lalu ia terduduk di lantai, masih berusaha memahami apa yang baru terjadi.
MING (V.O.) Aku jadi teringat apa yang pernah dikatakan Firman. Cik Linda sudah tahu dan orang seperti dia punya strategi sendiri untuk menumpas perempuan
61
seperti aku, perempuan yang sudah mengambil hati suaminya (Dinata, 2006: 131).
4. Peran Pembantu
Peran pembatu dalam title card:Ming adalah Teman Firman 1 dan
Teman Firman 2 (yang sering datang ke restoran bebek milik Koh Abun dan
tertarik pada Ming), Kakek (pengunjung restoran milik Koh Abun dan sering
menggoda Ming), Koh Aling dan Koh Afung (teman Koh Abun), Sri 2 (teman
kerja Ming di restoran), Salma, Pak Haji, dan Indri (pengunjung tetap restoran
milik Koh Abun), Produser dan casting director (yang meng-casting Ming saat
Ming ikut audisi film di sebuah rumah produksi yang ditawarkan Firman), Anak
No 1 dan Anak no 2 (anak-anak Cik Linda dan Koh Abun), Siti (orang yang tak
sengaja bertemu dengan Ming di gang kontrakan Ming), dan Sopir Taksi (yang
mengantarkan Ming menuju kontrakannya).
Teman Firman 1 dan Teman Firman 2 hanya muncul di scene 83. Saat
itu mereka sedang berkunjung ke restoran tempat Ming bekerja. Mereka juga
sering menggoda Ming karena kecantikan dan kemolekan Ming.
83. EXT. RESTORAN BEBEK DI PECENONGAN - NIGHT ….
TEMAN FIRMAN 1 Tambah cantik aja, gue jadi nggak laper. Ngeliat Ming aja udah kenyang.
MING Eiiit, dilarang masuk ke sini kalau nggak laper, harus pesen yang banyak.
TEMAN FIRMAN 2 Kalo gue sih tambah terus pasti pesennya kalo ngeliat kamu, Ming (Dinata, 2006: 102).
62
Kakek hanya muncul pada scene 83. Kakek ini sedang menungu giliran
dilayani Ming saat dirinya berkunjung ke restoran tempat Ming bekerja.
83. EXT. RESTORAN BEBEK DI PECENONGAN - NIGHT ….
Sementara pelayan lain berseliweran, kebanyakan pengunjung hanya mau dilayani oleh Ming, termasuk seorang kakek tua yang mengantre.
KAKEK Miing, kapan aku dapet duduknya? (Dinata, 2006: 102).
Koh Aling dan Koh Afung muncul pada scene 100 dan scene 102.
Mereka di scene 100 sedang berkunjung ke apartemen milik Ming dan Koh Abun.
Koh Aling dan Koh Afung adakah geng ceki-nya Koh Abun.
100. INT. APARTEMEN MING - NIGHT Geng ceki dan Koh Abun sedang beramin ceki. Ming duduk di pangkuan Koh Abun sambil ikut bercanda dengan geng Koh Abun ….
102. INT. APARTEMEN MING - NIGHT Geng Koh Abun masih beramin ceki. Asap rokok masih memenuhi ruangan...
KOH ALING Hebat. Pasti lo pake KTP baru dong ya, yang masih bujangan statusnya.
KOH ABUN Iya dong. Kalo nggak, mana boleh sama kantor catatan sipil?
KOH AFUN Berabe sekarang nyogok bikin KTP bujangan?
(Dinata, 2006: 118-119).
Sri 2 hanya muncul pada scene 97. Saat itu tokoh ini sedang menggoda
Ming. Saat itu Ming sedang asyik memandangi cincin berlian pemberian Koh
Abun yang menghiasi jarinya.
97. EXT. RESTORAN BEBEK DI PECENONGAN - NIGHT ....
63
SRI 2 Wooi, berlian palsu aja dipandangin sampe kayak gitu.
MING Biarin, siapa tau kalau diliatin terus bisa jadi asli.
Koh Abun melirik ke Ming (Dinata, 2006: 116).
Salma, Pak Haji, dan Indri hanya muncul pada scene 107. Saat itu
mereka muncul ketika berkunjung ke restoran tempat Ming bekerja.
107. EXT. RESTORAN BEBEK DI PECENONGAN - NIGHT Ming menerima uang dari beberapa pelanggan. Ada Salma yang membelimakanan untuk dibawa pulang. Lalu ia sibuk lagi menghitung. ….
Tapi setelah Ming melihat Pak Haji tidak bersama Salma, dia tidak melanjutkan kata-katanya.
MING Cuma berdua aja, Pak Haji? Aku suruh pasang meja lagi ya, daripada nunggu.
Ming lalu menyuruh salah satu pelayan memasang meja baru untuk Pak Haji. Pak Haji dan Indri duduk (Dinata, 2006: 122).
Produser dan casting director hanya muncul di scene 110. Saat itu
mereka sedang meng-casting Ming untuk proyek film layar lebar mereka.
110. INT. KANTOR FIRMAN - RUANG CASTING - MOMENTS LATER Firman duduk di antara produser dan casting director. Semua kelihatan serius. Ming duduk menghadap ke mereka dengan tegang. Lalu menghela napas dan mulai membaca dialog. Semua mata menatap Ming dengan pandangan sangat judgemental. ... (Dinata, 2006: 127).
Anak No 1 dan Anak no 2 hanya muncul di scene 120. Saat itu mereka
sedang di apartemen Ming. Mereka berdua menemani ibunya untuk melabrak
Ming karena tidak suka dengan tindakan Ming yang diam-diam menikah dengan
ayah mereka.
120. INT. APARTEMEN MING - EARLY MORNING ….
64
ANAK NO.1 Mau lu tu apa, hah? Kurang baik apa nyokap gue sama elu?
ANAK NO.2 Lu pikir babe gue bakalan lama sama elu? Dulu juga dia pernah kesengsem sama janda, tapi lama-lama ditinggalin juga. Jadi nggak usah bangga, baru dapet apartemen kayak gini aja.
Ming lansung pingsan. Cik Linda kaget, dua anak perempuannya juga kaget dan menepuk-nepuk pipi Ming supaya dia siuman. Cik Linda lalu menyeret Ming ke sofa dan menciprat-ciprat muka Ming dengan air dari baskom. Akhirnya Ming sadar (Dinata, 2006: 130-131).
Siti hanya muncul di scene 123. Scene ini menggambarkan Siti yang
bertemu Ming, tetapi mereka berdua tidak saling menyapa karena mereka tidak
saling mengenal. Sedangkan sopir taksi membantu Ming membawa barang-barang
Ming menuju kontrakan Ming.
123. EXT. UJUNG GANG RUMAH MING/SITI - VERY IN THE MORNING Taksi berhenti di ujung gang (gang yang sama dengan rumah Siti di segmen kedua). Ming turun dan sopir taksi mengeluarkan barang-barangnya yang cukup banyak dari bagasi. Ada perempuan berdiri di dekat situ dengan dua koper besar, tapi mereka cuek. Lalu Ming berjalan menuju rumah kontrakan lamanya, diikuti sopir taksi. ….
FADE TO BLACK (Dinata, 2006: 132).
Segmen title card: Ming memiliki tokoh-tokoh dengan perannya masing-
masing, yaitu Ming sebagai tokoh dengan peran protagonis, Koh Abun sebagai
tokoh dengan peran antagonis, dan tokoh-tokoh lainnya dengan peran mereka
masing-masing. Secara lebih rinci pembagian peran tokoh dalam segmen ini
seperti terlihat pada gambar 2.5.
65
Protagonis
Antagonis
Tritagonis
- Teman Firman 1 dan teman Firman 2 - Kakek - Koh Aling dan Koh Afung - Sri 2 - Salma, Pak Haji, dan Indri - Produser dan casting director - Anak No. 1 dan Anak No. 2 - Siti - Sopir Taksi
- Cik Linda - Firman
Koh Abun
Ming
Pembantu
Peran Tokoh dalam Segmen Title Card: Ming
Gambar 2.5 Bagan Peran Tokoh dalam Segmen Title Card: Ming
Berdasarkan analisis tokoh, diketahui bahwa cerita dalam skenario film
Berbagi Suami karya Nia Dinata memiliki pembagian tokoh sendiri-sendiri dalam
setiap segmen ceritanya. Setiap segmen cerita memiliki tokoh dengan perannya
masing-masing; peran protagonis, peran antagonis, peran tritagonis, dan peran
pembantu yang berbeda satu sama lain. Dikarenakan di dalam kajiannya, peneliti
membatasi permasalahan hanya kepada peran tokoh protagonis perempuan, maka
diperoleh tiga tokoh perempuan yang berperan protagonis, yaitu Salma dalam
segmen title card: Salma, Siti dalam segmen title card: Salma, dan Ming dalam
segmen title card: Ming.
66
2.3 Latar
Berdasarkan hasil analisis alur dan tokoh cerita, skenario film Berbagi
Suami karya Nia Dinata memiliki tiga tokoh perempuan yang berperan protagonis,
yaitu Salma, Siti, dan Ming, sehingga analisis latar terfokous kepada tiga peran
tokoh tersebut. Latar itu mencakup latar waktu, dan latar sosialnya yang
mencakup latar keluarga, budaya, ekonomi, pendidikan, agama, dan sebagainya.
Skenario film itu adalah sebuah naskah cerita yang lengkap dengan
deskripsi dan dialog, yang telah matang dan siap digarap dalam bentuk visual,
yang terbagi dalam per scene/adegan, yang memuat dan menjabarkan satu
peristiwa dalam setiap scene pada satu setting dan waktu. Setiap scene terdapat
judul scene yang berisi: nomor scene; keterangan luar/dalam ruangan biasanya
memakai istilah exterior/interior; keterangan yang menjelaskan tempat kejadian
dan ruangannya; keterangan yang menjelaskan waktu kejadian cerita (Lutters,
2004: 86-92).
Bertolak dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam setiap
judul scene dapat diperoleh dua informasi tentang latar cerita, yaitu informasi
tentang latar tempat (keterangan luar/dalam ruangan, keterangan yang
menjelaskan tempat kejadian, dan ruangannya) dan informasi tentang keterangan
yang menjelaskan waktu kejadian. Cerita dalam skenario film Berbagi Suami
terdiri dari 123 scene, yang terbagi menjadi tiga segmen, yaitu Salma, Siti, dan
Ming. Setiap segmen tersebut masing-masing terdiri atas 41 scene.
67
2.3.1 Latar Tempat
Berikut di bawah ini adalah analisis latar tempat yang digunakan dalam
masing-masing segmen cerita dalam skenario film Berbagi Suami karya Nia
Dinata.
2.3.1.1 Latar Tempat dalam Segmen Title Card: Salma
Latar tempat yang terdapat di dalam segemen title card: Salma sebanyak
28 tempat. Latar-latar dalam tabel 2.1 di bawah ini adalah latar tempat yang
digunakan dalam segmen title card: Salma.
No. Latar Tempat Scene/Adegan 1. Ext. Masjid 1 2 Ext. Kamar Tidur Salma 2 3. Int. Kamar Tidur Salma 3, 4, 13, 29, 30,
32, 35, dan 37 4. Int. Rumah Sakit 5 5. Int. Kafetaria Rumah Sakit 6 6. Int. Ruang Serba Guna Kompleks Real Estate 7 7. Int. Kamar Mandi Salma 8 8. Ext. Rumah Indri 9 9. Int. Mobil Mewah Pak Haji 10 10. Ext. Tempat Berkuda 11 11. Int. Rumah Salma - Kamar Tidur Nadim 12 12. Ext. Restoran Bebek di Pecenongan 14 13. Int. Mobil Salma 15 14. Int. Rumah Salma - Ruang Makan 16, 19, dan 21 15. Int. Studio TV 18, 20, dan 22 16. Int. Tempat Berkuda 23 17. Int. Rumah Sakit - Lorong 24 18. Int. Rumah Sakit - Lift 25 19. Int. Rumah Sakit - Depan Kamar ICU 26 20. Int. Rumah Sakit - Kamar VVIP 27 21. Ext. Rumah Salma 28 22. Ext. Rumah Salma - Taman Samping 31 23. Ext. Rumah Salma - Teras Depan 33 24. Int. Rumah Salma - Kamar Kerja Salma 34 25. Ext. Rumah Salma - Kebun Belakang 36
68
26. Ext. Kuburan 39 27. Ext. Runaway 40 28. Int. Klinik Tempat Praktik Salma 41
Tabel 2.1 Latar Tempat dalam Segmen Title Card: Salma
2.3.1.2 Latar Tempat dalam Segmen Title Card: Siti
Latar tempat yang terdapat di dalam segmen title card: Siti sebanyak 18
tempat. Latar-latar dalam tabel 2.2 di bawah ini adalah latar tempat yang
digunakan dalam segmen title card: Siti.
No. Latar Tempat Scene/Adegan 1. Ext. Rumah Siti 42 2. Int. Rumah Siti - Kamar Tidur 43, 45, 49, 50,
51, 58, 64, 72, dan 77
3. Int. Rumah Siti - Ruang Tengah 44, 60, dan 79 4. Int. Rumah Siti - Ruang Tamu 46, 48, 56, 57,
71, dan 76 5. Ext. Depan Gang Bukit Duri Rumah
Siti/Ming 47
6. Ext. Sekolah Kecantikan 52 7. Int. Rumah Siti - Got di Temap Cucian
Samping 53
8. Int. Rumah Siti 54 9. Int. Rumah Siti - Dapur 55 10. Int. Rumah Siti - Kamar Tidur Rame-Rame 59, 61, 62, 65,
67, dan 73 11. Int. Rumah Siti - Depan Pintu Kamar 63 12. Int. Rumah Siti - Depan Pintu Kamar Mandi 66 dan 70 13. Ext. Rumah Siti - Teras Depan 68 14. Int. Rumah Siti - Kamar Mandi 69 dan 74 15. Ext. Rumah Siti - Teras Tempat Jemuran 75 16. Int. Klinik Tempat Praktik Salma 78 17. Ext. Ujung Gang Rumah Siti/Ming 80 dan 82 18. Ext. Depan Gang Rumah Siti/Ming 81
Tabel 2.2 Latar Tempat dalam Segmen Title Card: Siti
69
2.3.1.3 Latar Tempat dalam Segmen Title Card: Ming
Latar tempat yang terdapat di dalam segemen title card: Mingi sebanyak
17 tempat. Latar-latar dalam tabel 2.3 di bawah ini adalah latar tempat yang
didunakan dalam segmen title card: Ming.
No. Latar Tempat Scene/Adegan 1. Ext. Restoran Bebek di Pecenongan 83, 90, 94, 97,
98, 99, 107, dan 117
2. Int. Rumah Kontrakan Ming 84, 85, 91, dan 92
3. Int. Rumah Kontrakan Ming - Pintu Depan 86 4. Ext. Depan Gang Bukit Duri Rumah
Ming/Siti 97
5. Int. Restoran Bebek di Pecenongan 88 dan 95 6. Ext. Pasar 89 7. Ext. Ujung Gang Bukit Duri Rumah Siti/Ming 93 dan 123 8. Int. Apartemen Ming 96, 100, 101,
102, 106, 115, 120, dan 121
9. Int. Apartemen Ming - Lorong depan 103 dan 105 10. Int. Apartemen Ming -Kamar Tidur Ming 104 dan 106 11. Int. Kantor Firman 109 dan 111 12. Int. Kantor Firman - Ruang Casting 110 13. Ext. Jembatan Jalan Protokol 112 14. Int. Gedung Parkir 113 15. Int. Sebuah Workshop Acting 114 dan 118 16. Int. Mobil Ming 116 17. Int. Cafe 119 dan 122
Tabel 2.3 Latar Tempat dalam Segmen Title Card: Ming
Ketiga segmen ini juga memiliki persamaan peristiwa yang
melatarbelakangi cerita, yaitu tentang peristiwa bencana alam Tsunami di Aceh.
Scene 22 merupakan bagian dalam Title card: Salma. Scene ini menggambarkan
pada saat Salma sedang berada di studio televisi, acara talkshow yang diikutinya
70
terpaksa dihentikan karena harus menyiarkan kejadian bencana alam yang
menimpa masyarakat di Aceh.
22. INT. STUDIO TV - LATER Suasana kacau. Talkshow terpaksa dihentikan. Pak Haji sedang berbicara di telepon, sementara Salma berdiri di sampingnya, memperhatikan pembawa berita yang membahas Tsunami dan tatapannya getir melihat footage dari Aceh (Dinata, 2006: 58).
Scene 71 merupakan bagian dalam Title card: Siti. Scene ini
menggambarkan Siti dan penghuni rumah nya yang lain sedang menyakska siaran
langsung tentang berita bencana alam yang terjadi di Aceh.
71. INT. RUANG TAMU RUMAH SITI - NIGHT Wajah Siti dan Dwi terpana menyaksikan berita di televisi tentang bencana Tsunami di Aceh dan daerah Sumatra Utara. Sesekali Siti menyembunyikan kepalanya di balik pundak Dwi karena tidak tahan melihat gambar mayat-mayat bergelimpangan (Dinata, 2006: 84).
Sedangkan scene 108 merupakan bagian dalam Title card: Ming. Scene ini
menggambarkan adegan Ming yang mengetahui terjadi bencana alam di Aceh
melalui surat kabar.
108. INT. APARTEMENT MING - KAMAR TIDUR - MORNING Koh Abun sedang membaca Koran di tempat tidur. Ming telentang di atasnya, sambil membaca Koran yang sama juga dari arah yang berlawanan. Terlihat headline berita tentang Tsunami di Aceh (Dinata, 2006: 123-124).
2.3.2 Latar Waktu
Berikut di dalam tabel-tabel di bawah ini adalah latar waktu yang
digunakan dalam setiap segmen cerita dalam skenario film Berbagi Suami karya
Nia Dinata. Latar waktu yang disusun secara detail untuk memberikan suasana
yang berbeda dalam setiap situasi scene-scene tokohnya.
71
Latar waktu dalam segmen title card: Salma terdapat dalam tabel 2.4,
latar waktu dalam segmen title card: Siti terdapat dalam tabel 2.5, latar waktu
dalam segmen title card: Ming terdapat dalam tabel 2.6. Latar waktu tersebut
yang digunakan dalam scene/adegan masing-masing peran tokohnya untuk
mengkisahkan keseharian mereka.
2.3.2.1 Latar Waktu dalam Segmen Title Card: Salma
No. Latar Waktu Penjelasan Scene/Adegan 1. Dawn Subuh 1, 2, 3, dan 4 2. Morning Pagi hari 5 3. Afternoon Siang hari 6 dan 41 4. Night Malam hari 7, 8, 12, 14, dan
30 5. Day Suatu hari (Terjadi di
waktu yang batasannya antara matahari terbit sampai dengan matahari tengelam. Waktunya bisa pagi, siang, sore, atau malam).
9 dan 10 (siang hari), 18, 21, 27, 28, 29, 33, 34, 39 dan 40 (bisa pagi, siang, sore, atau malam hari).
6. Late Afternoon Menjelang sore 11, 23, 35, 36, dan 37
7. Dusk Suasana masih gelap remang-remang, waktunya bisa sebelum matahari terbit (subuh) atau menjelang malam (maghrib/petang).
13 (menjelang shalat subuh), 15 (saat maghrib).
8. Later That Night
Batasan waktunya antara malam sampai tengah malam.
16
9. Same Day Kejadian berlangsung di hari yang sama dengan scene sebelumnya karena terjadi dalam waktu yang bersamaan, yang membedakan adalah tempat kejadian dan peran tokohnya.
19, 20, 21, dan 22 terjadi di hari dan waktu yang sama dengan scene 18.
72
10. Very Early in The Morning
Pagi-pagi sekali (Batasan waktunya antara subuh sampai dengan pagi hari sebelum matahari terbit).
24, 25, dan 26
11. Early Morning Pagi-pagi sesaat menjelang matahari terbit.
31 dan 38
Tabel 2.4 Latar Waktu dalam Segmen Title Card: Salma
2.3.2.2 Latar Waktu dalam Segmen Title Card: Siti
No. Latar Waktu Penjelasan Scene/Adegan 1. Night Malam 42, 43, 44, 45, 46,
49, 50, 54, 55, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 67, 68, 69, 70, 71, 72, dan 76.
2. Very Early in The Morning
Pagi-pagi sekali (Batasan waktunya antara subuh sampai dengan pagi hari sebelum matahari terbit).
47 dan 80
3. Moments Later Momen yang terjadi di hari yang sama sesaat setelah scene sebelumnya terjadi.
48 (pagi-pagi sekali), 65 dan 73 (malam hari), 81 dan 82 (pagi-pagi sekali).
4. Late Afternoon Menjelang sore 52 5. Morning Pagi hari 53 dan 66 6. Evening Menjelang malam hari 56 7. Day Suatu hari (Terjadi di
waktu yang batasannya antara matahari terbit sampai dengan matahari tengelam. Waktunya bisa pagi, siang, sore, atau malam).
57dan 77
8. Afternoon Siang hari 74, 75, dan 78 9. Later That
Night Batasan waktunya antara malam sampai tengah malam.
79
Tabel 2.5 Latar Waktu dalam Segmen Title Card: Siti
73
2.3.2.3 Latar Waktu dalam Segmen Title Card: Ming
No. Latar Waktu Penjelasan Scene/Adegan 1. Night Malam hari 83, 90, 94, 95, 96,
97, 99, 100, 101, 102, 103, 107, 116, 117, dan 122.
2. Early Morning Pagi-pagi 84, 85, 86, 87, 91, 92, dan 120.
3. Dusk Suasana masih gelap remang-remang, waktunya bisa sebelum matahari terbit (subuh) atau menjelang malam (waktu maghrib/petang).
88
4. Morning Pagi hari 89, 93, 104 dan 108.
5. Later That Night
Batasan waktunya antara malam sampai tengah malam.
98
6. Moments Later Momen yang terjadi di hari yang sama sesaat setelah scene sebelumnya terjadi.
105, 110, 111, dan 113.
7. Day Suatu hari (Terjadi di waktu yang batasannya antara matahari terbit sampai dengan matahari tengelam. Waktunya bisa pagi, siang, sore, atau malam).
106, 109, 114, dan 115.
8. Afternoon Siang hari 112, 118, 119, dan121.
9. Very in The Morning
Pagi-pagi sekali (Batasan waktunya antara subuh sampai dengan pagi hari sebelum matahari terbit).
123
Tabel 2.6 Latar Waktu dalam Segmen Title Card: Ming
74
2.3.3 Latar Sosial
Berdasarkan kajian peneliti dibatasi pada tokoh dengan peran progagonis
perempuan, maka pembahasan latar sosial hanya pada tokoh dengan peran
tersebut.. Dari hasil analisis peran tokoh, diketahui bahwa tokoh perempuan yang
berperan protagonis adalah Salma, Siti, dan Ming.
Salma hidup dalam keluarga yang berkultur budaya betawi dan menjalani
kehidupannya dalam masyarakat yang berbudaya Betawi. Hal ini terlihat dari
penggunaan sapaan untuk menyebut anggota di dalam keluarganya. Salma
memanggil Pak Haji dengan sebutan Abang, yang dalam budaya betawi
merupakan sapaan untuk laki-laki yang lebih tua dari yang menyapa atau bisa juga
sebutan untuk suami.
SALMA Berarti apa yang orang-orang bilang selama ini bebek. Apa kurangnya Salma, Bang?
PAK HAJI Nggak ada kurangnya, Sal. Abang Cuma ngehindarin zinah. Jauhin deh perasaan iri sama dengki ke dia, ntar kamu dosa (Dinata, 2006: 50).
Salma juga terkadang memanggil Pak Haji dengan Abah. Kata sapaan ini
digunakan ketika Salma berhadapan dengan Nadim, anak lelakinya, sedangkan
pada saat yang bersamaan Nadim memanggil Salma dengan sebutan Umi. Umi
dalam budaya Betawi merupakan kata sapaan untuk memanggil seorang ibu.
NADIM Jadi, Umi nggak cinta sama Abah?
SALMA Kalo nggak cinta yang nggak ada kamu. Sekarang, Tanya sama Abah kamu, cinta nggak dia sama Umi? (Dinata, 2006: 55).
75
Salma beragama Islam yang kuat. Hal ini terlihat dari segala sikap Salma
dalam menghadapi kehidupannya.
20. INT. STUDIO TV – SAME DAY Salma sedang terlibat talkshow seru tentang poligami, Salma mewakili wanita yang pro poligami, sedangkan Arni mewakili wanita yang anti poligami.
PENYIAR TV Tapi, pernah ada perasaan cemburu atau berontak terhadap suami selama ini?
SALMA Awalnya ada, tapi seiring waktu perasaan itu hilang, karena saya selalu kembali ke Al Quran dan hidup sebagai muslimah yang baik (Dinata, 2006: 57).
Selain beragama Islam, Salma berprofesi sebagai dokter ahli kandungan.
Salma memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap sesamanya.
5. INT. RUMAH SAKIT - RUANG BERSALIN - MORNING ….
CALON IBU Normal aja, Dok. Pasti mahal kalau Caesar.
SALMA Yang penting bayi Ibu selamat, kan. Ibu tenang saja. Siapin ruangan operasi (ke suster).
Suster bergegas mengikuti Salma menuju ruang operasi. Sementara calon ibu masih bingung dan ketakutan. Salah satu suster yang menemani berusaha menenangkan.
SUSTER BERSALIN Ibu beruntung dapet Dokter Salma. Dia nggak bakal charge fee-nya (Dinata, 2006:41).
Salma tinggal bersama suami dan anaknya di kompleks yang elit. Hal ini
terlihat dari daerah tempat tinggal Salma adalah kompleks perumahan elit.
Bangunan-bangunan di daerah tersebut terlihat mewah-mewah dan antik.
2. EXT. KAMAR TIDUR SALMA - DAWN Kamar tidur utama ini menghadap ke teras samping. Kita bisa melihat gaya arsitektur rumah asli zaman colonial yang sangat terawtt rapi. Dari luar jendela kamar ini terlihat seorang wanita sedang salat Subuh, mengenakan mukena renda yang cantik (Dinata, 2006: 40).
76
Jadi, latar sosial Salma merupakan seorang yang berasal dari kultur budaya
Betawi dan hidup pula dalam budaya Betawi. Salma adalah seorang yang
beragama Islam. Salma juga tokoh yang berpendidikan tinggi karena dia
berprofesi sebagai dokter ahli kandungan. Salma hidup dengan cukup berada, dia
tinggal bersama keluarganya di rumah yang elit.
Siti berasal dari desa dengan latar budaya Jawa. Siti merantau dari desa
untuk merubah hidupnya di Jakarta.
PAK LIK Gitu tuh, Sit, orang Jakarta, lain sama di Jawa, baru ditanya gitu aja udah curiga.
SITI Biarin ajalah, Pak Lik (Dinata, 2006: 72).
Siti ingin melanjutkan pendidikannya di Jakarta walaupun hanya kursus.
Akhirnya dia ikut kursus kecantikan.
52. EXT. SEKOLAH KECANTIKAN – LATE AFTERNOON Siti baru saja keluar lalu buru-buru memanggil bajaj.
SITI (V. O.) Aku cuman disekolahin tiga bulan (Dinata, 2006: 75).
Jadi, latar sosial Siti adalah perempuan yang berasal dari desa dengan latar
budaya Jawa. Kemudian dia ikut bersama pamannya hidup di Jakarta yang kultur
budayanya adalah Betawi. Pendidikannya hanya sebatas kursus saja. Siti ini
mewakili masyarakat dari kelas bawah yang merantau ke kota, bercita-cita ingin
mengubah kehidupannya menjadi lebih baik.
77
Ming adalah seorang gadis keturunan Tionghoa. Dirinya tidak senang jika
dibanding-bandingkan dan dianggap berbeda dengan orang lain yang berlainan
keturunan dengan dirinya.
MING Apaan sih ngomongin Cina-Cina?! Aku kan juga Cina. Jangan rasis deh (Dinata, 2006: 121).
Ming hanya berprofesi sebagai seorang pelayan di sebuah restoran bebek
di Jakarta.
MING (V. O.) Saya Ming, sudah setahun jadi pelayan di sini. Kata orang-orang, restoran Koh Abun yang memang sudah punya banyak pelanggan tetap dari dulu, jadi semakin ramai sejak kedatangan saya (Dinata, 2006: 101).
Jadi, latar sosial Ming adalah dia berasal dari keturunan Tionghoa yang
mewakili masyarakat kelas bawah yang tinggal di Jakarta. Ming tidak pernah suka
jika dirinya dianggap berbeda dengan orang lain karena berasal dari keturunan
yang berbeda dengan mayoritas warga Jakarta pada umumnya. Profesi Ming
hanya sebagai seorang pelayan di sebuah restoran bebek di Jakarta yang mencoba
mengubah kehidupannya dengan bersedia dinikahi seorang lelaki kaya sebagai
istri kedua.
Analisis latar dalam skenario film Berbagi Suami dapat disimpulkan
seperti terlihat pada gambar 2.6. Gambar ini memperlihatkan bagaimana
keterangan latar tempat dan waktu bisa diperoleh dan bagaimanakah latar sosial
ketiga tokoh perempuan dengan peran protagonis dalam cerita Berbagi Suami
yang menjadi bahan kajian peneliti.
78
Bisa dilihat dari judul setiap scene/adegan Latar Tempat dan Latar Waktu
- Nomor scene yang menunjukan urutan peristiwa, - keterangan luar ruangan/exterior dan dalam ruangan/ interior, - keterangan yang menjelaskan tempat kejadian dan nama ruangannya, dan - keterangan yang menjelaskan waktu kejadian cerita.
LATAR Skenario Film Berbagi Suami Karya Nia Dinata
- Berasal dari kultur Betawi - Beragama Islam - Berpendidikan tinggi (Profesinya sebagai dokter ahli kandungan) - Mewakili masyarakat kelas
- Berasal dari kultur Jawa - Pendidikan hanya sebatas kursus - Seorang ibu rumah tangga - Mewakili masyarakat kelas
Salma
Siti
- Berasal dari keturunan Thionghoa - Profesinya sebagai pelayan restoran
Ming
Latar Sosial
Gambar 2.6 Bagan Kesimpulan Latar Tempat, Latar Waktu, dan Latar Sosial dalam Skenario Film Berbagi Suami Karya Nia Dinata
Berdasarkan hasil analisis di dalam Bab II ini, diketahui bahwa cerita
dalam Berbagi Suami disajikan Nia Dinata tiga segmen penceritaan yang
semuanya terfokus pada tokoh-tokoh utamanya. Segmen pertama adalah segmen
title card: Salma, segmen kedua adalah segmen title card: Siti, dan segmen ketiga
adalah segmen title card: Ming.
79
Berbagi Suami dibangun dengan peran tokoh-tokohnya yang lengkap di
setiap segmen ceritanya. Setiap segmen cerita memiliki peran tokohnya masing-
masing, terdapat peran protagonis, peran antagonis, peran tritagonis, dan peran
pembantu sehingga Berbagi Suami menjadi suatu cerita yang lengkap.
Peneliti dalam kajiannya terhadap skenario film Berbagi Suami karya Nia
Dinata memfokuskan permasalahan pada pandangan peran tokoh protagonis
perempuan tentang poligami. Berbagi Suami yang menyajikan tiga segmen cerita
memunculkan tokoh perempuan dengan peran protagonis di setiap segmen
ceritanya, sehingga Berbagi Suami memiliki tiga peran tokoh protagonis
perempuan.
Di samping Nia Dinata menyajikan alur cerita dengan tokoh-tokoh yang
lengkap, Nia Dinata juga membuat latar cerita yang sangat detail, mulai dari latar
tempat dan waktu sampai penggambaran latar sosial tokoh-tokohnya. Latar-latar
inilah yang merupakan media di mana tokoh-tokoh tergambarkan dengan lengkap.
Skenario film adalah sebuah bahan mentah untuk membuat film. Sebuah
skenario memang sengaja diciptakan dan ditata sedemikian rupa sehingga menjadi
naskah yang siap untuk diproduksi menjadi sebuah film dengan kejadian yang
berurutan. sehingga penggambaran latar tempat dan waktu yang sangat detail
tersebut sengaja dibuat untuk mempermudah para insan perfilman utuk membuat
skenario film Berbagi Suami menjadi suatu film yang utuh. Para insan perfilman
akan lebih mudah dan terarah dalam proses membuat suatu karya audio-visual
dengan berpedoman kepada skenario yang telah disusun, sehingga film akhirnya
akan tercipta. Latar tempat dan latar waktunya pun harus dibuat lengkap,
80
sedangkan latar sosial lah yang menjadi media penggambaran bagaimana tiga
tokoh utama perempuan tersebut.
Dalam hal penelitian ini, latar tempat dan waktu yang disajikan secara
detail membuat pengkisahan Salma, Siti, dan Ming bisa terwujud karena dalam
latar tempat dan latar waktu mendukung alur cerita. Latar tempat berfungsi untuk
menjelaskan bagaimana keseharian mereka yang hidup di kota Jakarta. Latar
tempat memberi kenyataan bahwa poligami erat hubungannya dengan keseharian
hidup manusia, poligami tumbuh dalam rumah tangga yang dibangun manusia,
dan karena manusia lah yang berperan dalam pelaku dan korban dari poligami.
Kenyataan inilah yang membuat latar tempat menjadi sarana pengungkapan realita
tersebut.
Latar waktu dalam kaitannya dengan kajian peneliti dimaksudkan untuk
menggambarkan bagaimana di waktu-waktu tersebut, tokoh utama perempuan
dalam Berbagi Suami menjalani kehidupan poligami mereka. Kehidupan poligami
yang dialami Salma, Siti, dan Ming, mereka rasakan di setiap waktunya. Setiap
waktu yang diciptakan secara detail menggambarkan bagaimana keperihan
poligami itu benar-benar dirasakan setiap saat oleh korbannya.
Sama halnya dengan fungsi dari latar tempat dan latar waktu, latar sosial
pun mempunyai maksud sebagai media penggambaran peran tokoh-tokohnya
terutama bagaimana Salma, Siti, dan Ming sebagai sentral cerita diwadahi dalam
latar belakang mereka masing-masing.
Penggambaran latar sosial berfungsi utuk menjelaskan tentang kehidupan
masing Salma, Siti, dan Ming. Latar sosial membuat tiga peran tokoh protagonis
81
perempuan dalam Berbagi Suami tersaji dalam nuansa yang berbeda. Latar sosial
membuat mereka terlihat berbeda dari sisi struktur sosialnya, tetapi mereka bertiga
menghadapi permasalahan yang sama dalam perjalanan mereka memperoleh
kebahagiaan hidup sebagai korban poligami pasangan mereka masing-masing.
BAB III
PANDANGAN-PANDANGAN PERAN TOKOH UTAMA PEREMPUAN
TENTANG POLIGAMI DALAM SKENARIO FILM BERBAGI SUAMI
KARYA NIA DINATA
Dalam bab ini akan dibahas hasil analisis pandangan tokoh utama
perempuan tentang poligami dalam skenario film Berbagi Suami karya Nia
Dinata. Berdasarkan hasil analisis alur dan peran tokoh di dalam Bab II, diketahui
bahwa peran tokoh perempuan dalam skenario film Berbagi Suami adalah Salma,
Siti, dan Ming.
Tiga peran tokoh protagonis perempuan dalam Berbagi Suami merupakan
gambaran hidup manusia yang berada dalam masyarakat. Mereka bertiga
diceritakan memiliki pandangan sendiri-sendiri dalam menyikapi permasalahan
poligami yang mereka hadapi, menerima praktik poligami dengan terpaksa
ataukah menerimanya dengan sukarela.
Nia Dinata memunculkan tiga tokoh dengan peran protagonis perempuan
yang mewakili masyarakat dengan struktur sosial yang berbeda, struktur sosial
yang memiliki pengaruh terhadap pola pikir mereka dalam memandang yang
namanya poligami. Tiga tokoh dengan peran protagonis perempuan yang
mewakili masyarakat dengan kelas yang berbeda, kelas yang terbentuk karena
adanya perbedaan kedudukan yang tinggi dan yang rendah dan karena adanya rasa
golongan dalam kelas itu masing-masing, sehingga kelas yang satu dapat
dibedakan dari kelas yang lain. Selain berbeda kelas sosialnya, Nia Dinata juga
83
menciptakan mereka untuk mewakili anggota masyarakat dengan profesi, agama,
dan suku dengan kebudayaan yang berbeda.
Berbagi Suami merupakan penggambaran masyarakat yang tinggal di
Jakarta dengan aktifitas yang bervariasi. Permasalahan yang diangkat ke dalam
cerita adalah poligami. Scene-scene yang diceritakan mewakili anggota
masyarakat di era tahun 1900-an sampai dengan tahun 2000-an. Hal ini diperkuat
dari latar cerita yang digunakan Nia Dinata untuk membangun cerita Berbagi
Suami. Nia Dinata memanfaatkan peristiwa bencana alam Tsunami yang menimpa
rakyat Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 sebagai penggambaran salah satu
waktu kejadian di dalam cerita. Sebelum penceritaan yang menggunakan latar
waktu peristiwa bencana alam Tsunami tersebut, Nia Dinata sudah membangun
cerita dalam skenario sepuluh tahun sebelumnya sehingga dapat diketahui bahwa
cerita Berbagi Suami dimulai pada tahun 1994 dan berakhir di tahun 2004.
Salma, Siti, dan Ming merupakan tiga orang yang berperan sebagai peran
protagonis perempuan yang terdapat di setiap segmen cerita dengan penceritaan
yang berbeda satu sama lain dan tidak saling mengenal, tetapi tetap terikat dalam
permasalahan yang sama. Permasalahan poligami lah yang menjadikan mereka
terikat dalam satu cerita. Walaupun diceritakan dalam segmennya sendiri-sendiri,
ketiga tokoh dengan peran protagonis perempuan tersebut bertemu di sacene
tertentu sehingga terjalin suatu cerita yang utuh. Perbedaan struktur sosial inilah
yang mempengaruhi sikap mereka dalam memandang poligami.
Perempuan secara umum lebih banyak dilingkupi perasaan daripada akal
pikirannya dan lebih menonjolkan sifat-sifat kewanitaan yang banyak dipengaruhi
84
rasa dan perasaan daripada laki-laki. Perempuan merupakan makhluk yang paling
lembut hati dan penyayang. Akan tetapi, jika suatu ketika perasaan tersebut sudah
menipis kemudian menghilang baik langsung maupun bertahap ataupun perasaan
tersebut terluka, maka timbulah sikap yang kasar melebihi makhluk laki-laki
(Suprapto, 1990: 89).
Secara umum, kalangan perempuan juga kurang setuju terhadap poligami
dan kurang bersimpati dengan laki-laki yang berpoligami. Walaupun ada yang
menerima dirinya dipoligami, perempuan tersebut pasti melakukannya dengan
terpaksa, dan mau tidak mau harus berusaha menyesuaikan status barunya sebagai
istri tua atau sebagai istri muda. Perempuan yang kurang setuju pun ada yang
bersedia dengan rela dipoligami bahkan merasa bangga karena dirinya kebetulan
menikah dengan laki-laki yang mempunyai kedudukan sosial, misalnya; sebagai
orang terpandang; sebagai pengusaha sukses; sebagai tokoh masyarakat; sebagai
ulama besar; sebagai orang berpangkat; sehingga dia segan untuk menolak
lamaran laki-laki tersebut (Suprapto, 1990: 93).
Perempuan kurang setujuterhadap poligami, kecuali untuk daerah-daerah
tertentu yang merupakan budaya daerah itu. Seandainya perempuan bersedia
dipoligami sebagian besar karena terpaksa atau ada sebab-sebab lain yang
membuatnya bersedia dipoligami. Perempuan-perempuan yang berpendidikan
tinggi dan memiliki status sosial tinggi pula, sulit untuk dipoligami. Andaikan dia
bersedia dipoligami, maka yang mempoligami akan segan dan sadar dengan
sendirinya (Suprapto, 1990: 94-95).
85
Salma, Siti, dan Ming, yang berasal dari latar kehidupan yang berbeda
dihadapkan dalam permasalahan yang sama, yaitu berhadapan dengan pasangan
mereka yang pro terhadap poligami. Mereka memiliki alasan tersendiri mengapa
mereka bersedia dipoligami oleh pasangan mereka masing-masing, dan di dalam
bab inilah analisis pandangan mereka terhadap poligami akan dipaparkan.
3.1 Pandangan Tokoh Salma tentang Poligami dalam Skenario Film Berbagi
Suami Karya Nia Dinata
Salma adalah karakter yang hidup dalam lingkungan elit berkultur Betawi.
Dia tinggal di Jakarta bersama suaminya, yaitu Pak Haji serta Nadim, anak lelaki
satu-satunya. Profesi Salma adalah sebagai dokter ahli kandungan. Oleh karena
itu, Salma dapat dikatakan merupakan sosok yang mandiri dan mapan secara
ekonomi. Salma terbiasa berkompromi dengan keadaan dan selalu hati-hati dalam
bertindak. Karakter yang dimiliki oleh Salma ini yang mempengaruhi
pandangannya tentang poligami.
Salma yang mewakili anggota masyarakat golongan atas/elit, merupakan
korban poligami Pak Haji. Pak Haji memiliki empat istri, dan Salma adalah istri
pertama Pak Haji.
Salma tidak tahu kalau suaminya mempoligami dirinya. Peristiwa ini
sudah sejak lama ditutup-tutupi Pak Haji sebagai suami Salma. Salma mengetahui
Pak Haji memiliki istri lagi pada saat berlangsungnya acara launching kompleks
perumahan real estate milik Pak Haji. Salma pun terkejut karena pada akhirnya
tahu bahwa Pak Haji menikah lagi tanpa sepengetahuannya. Salma bingung
86
bagaimana harus bersikap. Salma memilih meninggalkan ramainya acara
launching tersebut untuk menenangkan diri. Itulah tindakan spontan yang
dilakukan Salma. Salma tidak ingin mengacaukan acara launching dengan
permasalahan dirinya. Urusan keluarga menurut Salma lebih baik dan memang
sudah seharusnya diselesaikan di rumah.
Tiba-tiba lampu menyala, dan anak kecil itu sudah digendong Pak Haji. Wajah ibu pemenang undian tampak serba salah. Pak Haji berusaha tenang. Ica sudah tidak nangis lagi dan kelihatan sangat senang berada dalam gendongan Pak Haji. Salma melihat semua itu dengan bingung, tapi dia seperti mendapatkan jawaban dari kecurigaannya selama ini.
SALMA Salma pulang duluan, Bang.
Salma lalu pergi. Pak Haji mengoper Ica kembali lagi ke ibunya. Ica menjerit memanggil bapaknya. Para tamu sudah dihibur kembali oleh nyanyian , namun beberapa asisten Pak Haji melihat kejadian tersebut dengan wajah panik campur geli (Dinata, 2006: 49).
Tindakan Pak Haji yang menikah lagi tanpa sepengetahuan Salma, tidak
hanya membuat diri Salma terkejut, tetapi juga membuat hati Salma sangat sedih.
Salma merasa dirinya sudah dibohongi oleh Pak Haji. Salma tidak menyangka
Pak Haji tega mempoligami dirinya tanpa izin, padahal usia pernikahan mereka
sudah terjalin cukup lama. Salma sulit untuk menerima keadaan ini.
8. INT. KAMAR TIDUR SALAM - NIGHT Salma berkaca di meja riasnya. Melihat matanya yang sudah mulai berkerut, menariknya supaya kerutan itu hilang. Matanya berkaca-kaca. Lalu terdengar suara ketukan pintu (Dinata, 2006: 49).
Salma memandang poligami sebagai suatu tindakan yang bisa dijadikan
bahan pembicaraan banyak orang. Poligami seolah-olah bisa membuat Salma tiba-
tiba menjadi orang yang terkenal karena dibicarakan orang di sekitarnya. Apalagi
87
ditambah Pak Haji yang merupakan tokoh masyarakat membuat kehidupan yang
dialami Salma dan Pak Haji menjadi hangat diperbincangkan.
Sebenarnya sebelum Salma mengetahui sendiri Pak Haji telah menikah
lagi, Salma sering mendengar orang-orang membicarakan hubungan Pak Haji
dengan dirinya. Pernyataan orang-orang tentang Pak Haji yang memiliki istri lagi
selain Salma, sudah sering sampai di telinga Salma. Akan tetapi, Salma hanya
menganggapnya sebagai sebuah gosip murahan.
Salma merupakan orang yang tidak mudah percaya dengan hal yang tidak
jelas kebenarannya. Salma tidak percaya sebelum dirinya dapat melihat buktinya
dengan mata kepalanya sendiri karena tanda-tanda yang mencurigakan yang
mendukung Pak Haji berpoligami tidak pernah ditemui Salma dalam keseharian
Pak Haji. Pak haji tetap bersikap sewajarnya sebagai kepala rumah tangga yang
mengasihi keluarganya. Salma tidak merasakan perubahan sikap apa pun dari diri
Pak Haji. Salma masih tetap merasakan perhatian Pak Haji kepada dirinya selama
ini tidak berkurang.
DOKTER RIA Heran gue sama dia.
DOKTER ITA Emang… kalo sama suaminya, langsung luluh. Giliran urusan kerjaan, kerasnya ampun-ampunan.
DOKTER RIA Ngomong-ngomong, gosip Salma dimadu ternyata bener, lho!
DOKTER ITA Gue nggak mau bahas itu. Salma pernah bilang, selama dia nggak liat dengan mata kepala sendiri dan selama cinta suaminya ke dia nggak berubah, dia nggak mau tau.
Salma berbicara di telepon dengan gaya discreet. Sesekali ia memperhatikan kedua koleganya yang masih seru membahas gosip-gosip seputar kehidupan Salma.
88
SALMA (V.O.) Selama ini aku terbiasa pada orang-orang yang membicarakan kehidupan perkawinanku.
Salma menutup telepon dan berjalan kembali menuju kedua temannya.
SALMA (V.O.) Walaupun tak ada satu pun yang berani menanyakan langsung.
DOKTER RIA Sssst…
Jeda ….
SALMA (V.O.) Tapi aku bukan orang yang peduli gosip-gosip murahan.
SALMA (V.O.) Tanda-tanda itu tak pernah ada… Malah, perhatian dan kasih sayang suamiku ini semakin besar (Dinata, 2006: 45).
Salma kecewa dengan tindakan yang dilakukan Pak Haji. Salma tidak suka
dan tidak bisa menerima dengan rela perlakuan Pak Haji yang mempoligami
dirinya. Salma akhirnya harus percaya pada kenyataan bahwa apa yang menjadi
pembicaraan banyak orang selama ini tentang dirinya, yang telah dipoligami oleh
Pak Haji adalah sebuah kebenaran.
PAK HAJI Salma… bukain, Sal....
Salma diam kesal dan mendekat ke pintu.
PAK HAJI Sal, istri yang saleh, pasti mau bukain pintu lakinya, dengerin penjelasannya.
Salma lalu membukakan pintu dengan terpaksa.
SALMA Kenapa Salma mesti ditemuin di tempat rame gitu sama dia?
PAK HAJI Nggak ngerti maksudnya apa?
SALMA Nggak usah ditutup-tutupin lagi, semua udah jelas, nasib Salma sama kayak Umi kamu. Untung pake mati lampu.
89
Pak Haji diam sebentar, mencoba untuk berfikir.
PAK HAJI Jadi, kamu lebih seneng kalo tahu, gitu?
Salma tidak menjawab, karena dia sendiri bingung, sebenarnya lebih baik semua terbuka atau tertutup, supaya bisa berjalan seperti biasa.
PAK HAJI Kalo nggak pake mati tu listrik, Abang juga pasti kasih tau, tapi nggak sekarang.
SALMA Kapan?
PAK HAJI Kalau kamu udah siap.
SALMA Berarti apa yang orang-orang bilang selama ini bener. Apa kurangnya Salma, Bang?
PAK HAJI Nggak ada kurangnya, Sal, Abang cuma ngindarin zinah. Jauhin deh perasaan iri sama dengki ke dia, ntar kamu dosa.
Pak Haji mendekati Salma dan berusaha memeluknya. Salma duduk kaku.
SALMA Nggak segampang itu (Salma brush him off).
Pak Haji diam, masih takut salah langkah menghadapi Salma.
SALMA Ternyata gini rasanya.... Lebih baik Salma nggak tau sama sekali.
Pak Haji masih diam.
PAK HAJI Ya udah… lupain peristiwa tadi, anggap aja nggak pernah terjadi. ….
Salma tidak tahu lagi mesti ngomong apa, pikirannya kacau (Dinata, 2006, 49-50).
Salma akhirnya menerima keberadaan Pak Haji yang mempoligami
dirinya. Salma mengingat-ingat ucapan ibunya yang sudah meninggal kepada
dirinya. Pesan ibunya itulah yang memberi Salma kekuatan untuk
90
mempertahankan pernikahannya dengan Pak Haji. Walaupun hati Salma terluka,
tetapi dia tetap bertahan. Salma tidak pernah ingin mengecewakan orang tuanya.
Salma adalah orang yang terbiasa berhati-hati dalam bertindak. Salma lebih
mementingkan kebahagiaan dan keutuhan keluarganya dibandingkan menuruti
emosi dirinya yang kecewa dengan tindakan Pak Haji.
SALMA (V.O.) Sebelum meninggal, Ibu meminta saya untuk menjadi istri yang soleh, ibu yang baik dan tidak boleh bercerai. Tak ada sejarah perempuan bercerai di keluarga kami (Dinata, 2006: 50).
Salma tetap menjalani kehidupan rumah tangganya bersama Pak Haji
dengan hati yang tegar, dengan penuh kesabaran, dan kelapangan hati. Salma
memperlakukan pihak istri muda Pak Haji dengan baik. Salma memandang bahwa
berlaku baik itu tidak boleh pandang bulu. Salma memandang semua orang
berhak dihargai. Berbuat baik terhadap orang lain adalah salah satu cara untuk
menghargai orang tersebut. Sifat peduli terhadap sesama yang dimiliki Salma
sejak dulu membuat dirinya terbiasa dengan tenang menjalani kehidupan poligami
Pak Haji. Semua keluarga dari pihak istri muda Pak Haji dijadikannya sebagai
keluarga dan saudara sehingga Salma pun tidak segan-segan untuk mengasihi
mereka.
11. EXT. TEMPAT BERKUDA - LATE AFTERNOON Mobil Pak Haji memasuki tempat latihan berkuda. Salma yang masih latiham sendiri, melihat dari atas kudanya. Ia berusaha tenang dan tegar.
Nadim, Pak Haji, dan Ica keluar dari mobil.
NADIM Umi, Umi, ada Adek Ica. Sini… Abah, ayo, bawa adek deket-deket.
PAK HAJI Umi ke sini kok, Adek Ica kan belum berani deket-deket kuda.
Salma turun dari kudanya. Lalu ia mencium Nadim.
91
NADIM Umi… ini Adek Ica, udah kenalan belum?
SALMA Udah… (Salma mengelus rambut Ica)
PAK HAJI Ica, salim sama Umi Salma.
Ica mencium tangan Salma.
SALMA Ibunya nggak kamu bawa sekalian?
Pak Haji diam saja (Dinata, 2006: 51-54).
Ketegaran hati Salma selain diperkuat oleh kata-kata yang diucapkan
ibunya, Salma pun bertahan demi Nadim, anaknya. Salma selalu berusaha menjadi
istri yang baik bagi Pak Haji dan ibu yang menyenangkan bagi Nadim. Salma
selalu berusaha meyakinkan kepada Nadim bahwa Pak Haji adalah Abah yang
baik. Walaupun Pak Haji beristri lebih dari satu, Pak Haji tetap menginginkan
keluarganya bahagia, itulah kepercayaan Salma terhadap Pak Haji yang coba
diterapkannya kepada Nadim.
13. INT. KAMAR TIDUR SALMA - DUSK Beberapa tahun kemudian… Salma masih tinggal di rumah yang sama. Tidak banyak perubahan di kamar ini, kecuali bedcover yang baru dan beberapa lukisan bergaya post-mo, yang membuat kamar terasa lebih modern. Kamar masih gelap gulita, beker berbunyi, Salma bangun untuk berwudu. Dia kaget karena Nadim, yang sudah berusia 20 tahun, yang tidur disebelahnya, juga terbangun.
SALMA Masya Allah, kan Umi udah bilang, jangan tidur di sini. Udah segede gini, ntar dimarahin Abah.
NADIM Alaaah, dianya juga nggak ada. Kok kebanyakan di rumah uminya si Ica dia sekarang?
SALMA Tau dari mana? Dia kan juga ada bisnis di Bali.
92
NADIM Umi percaya aja gitu sama dia?
SALMA Ya harus percaya lah. Masa istri nggak percaya sama suaminya? Mau jadi apa?
NADIM Jangan-jangan Abah udah punya pendatang baru.
Jeda
SALMA Biarin deh… yang penting mereka nggak ganggu-ganggu kita (Dinata, 2006: 54).
Salma memang berusaha untuk selalu tegar, tabah, dan dengan lapang
menerima status Pak Haji sebagai suaminya dan juga suami dari perempuan lain,
tetapi dirinya seringkali mengalami konflik dalam batinnya. Salma terkadang
merasakan perasaan cemburu karena Pak Haji harus berbagi hati dengan
perempuan lain selalu saja muncul dalam diri Salma. Perasaan yang dirasakan
Salma pasti juga akan dialami perempuan mana pun bila berhadapan dengan
situasi poligami seperti yang dilakukan Pak Haji kepada dirinya. Walaupun Salma
sudah bertahun-tahun melewati kehidupan poligaminya, Salma tetap saja belum
bisa sepenuhnya rela dengan keadaan itu. Hatinya yang luka masih saja belum
bisa terobati.
15. INT. MOBIL SALMA - NIGHT Karena jalanan macet, mobil susah keluar. Salma menengok ke belakang, membantu sopirnya melihat mobil-mobil yang lewat. Tiba-tiba matanya menangkap sosok suaminya yang sedang bergandengan dengan Indri, istri keduanya, masuk ke restoran bebek panggang. Hati salama hancur.
SALMA (V.O.) Ternyata sepuluh tahun belum cukup untuk menghilangkan rasa cemburu (Dinata, 2006: 55).
93
Salma memang menerima saja dirinya dipoligami oleh Pak Haji, tetapi
rasa penerimaannya tersebut bukan berarti dirinya harus selalu menurut terhadap
segala keinginan Pak Haji. Poligami yang dijalani Salma sama sekali tidak dapat
mengubah sifat Salma yang berani dengan tegas menentukan sikap.
Salma bisa saja berbeda pandangan dengan Pak Haji dalam menyikapi
sesuatu. Pada saat Pak Haji melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan
pemikiran Salma, Salma secara langsung mengungkapkannya. Jika Pak Haji
bersikap yang tidak benar dan ingin selalu didukung, Salma tidak segan-segan
untuk menunjukkan rasa tidak simpatinya. Salma dengan berani menunjukan
sikap kontranya jika dirinya memang merasa tidak sependapat dengan sikap Pak
Haji.
Pak Haji adalah suami yang harus selalu dihormati oleh Salma. Akan
tetapi, bukan berarti Salma tidak boleh sesekali menentang tindakan dari Pak Haji.
Salma selalu dengan tegas berani menentukan sikapnya. Salma terkadang
menentang Pak Haji karena Salma memandang segala sesuatu secara subyektif,
dia berani menentang ataupun mendukung siapa saja tanpa pandang bulu. Salma
mendukung siapa pun yang seharusnya didukung dan begitu pun sebaliknya
Salma juga akan berani menunjukan penentangannya terhadap orang yang tidak
sepemikiran dengannya.
16. INT. RUMAH SALMA - RUANG MAKAN - LATER THAT NIGHT Bebek panggang dan makanan dari restoran yang baru dibeli Salma sudah tersedia di meja. Nadim makan dengan lahap. Suami Salma masih membaca koran.
SALMA Makan dong, Bang. Udah lama kan kita nggak makan bebek-nya Koh Abun. Suami Salma meletakkan korannya lalu makan dengan terpaksa.
94
PAK HAJI Apanya yang lain, ya? Agak keras nih bebeknya.
NADIM (ketus) Ah, apanya yang keras? Empuk begini kok.
SALMA Karena udah dibawa pulang, kali. Enakan makan di sini ya, Bang?
NADIM (masih ketus) Males aku sekarang makan di sana. Semakin rame, lagian macet benget.
PAK HAJI Iya, macet banget., enakan dibawa pulang kok.
SALMA Nambah lagi dong…
Pak Haji nambah lagi dengan terpaksa. Nadim yang sudah lebih dulu selesai makan langsung bangkit berdiri. Sebelum pergi ia mencium tangan ibunya, tapi ayahnya dilewati begitu saja.
NADIM Mau ngerjain tugas.
PAK HAJI Tu anak… kalau ada masalah sama aku, mending suruh dia ngomong langsung deh.
SALMA Kok anak sendiri diajak berantem.
Salma juga berjalan meninggalkan Pak Haji sendirian melamun. Lalu Pak Haji menyusulnya (Dinata, 2006: 55-56).
Masyarakat umum memandang Salma adalah sosok yang mewakili
perempuan yang pro poligami. Walaupun sebenarnya Salma sering mengalami
konflik di dalam batinnya, tetapi dia tetap memepertahankan rumah tangganya
dengan Pak Haji. Masyarakat umum mengetahui bahwa Salma tetap bahagia
walaupun hidup dalam dunia poligami suaminya. Rasa penerimaan Salma lah
yang membuat keluarganya tetap berjalan dengan utuh.
Salma menjadikan ajaran di dalam agama yang diyakininya sebagai
kekuatan untuk melawan pendapat-pendapat anggota masyarakat lain yang kontra
95
terhadap poligami. Salma berusaha meyakinkan kepada siapa pun bahwa dirinya
tetap bisa bertahan dalam kehidupan poligami suaminya. Salma selalu bijak dalam
berpendapat mengenai pengalamannya menjadi perempuan yang bersedia
dipoligami oleh suaminya. Sikap bijak Salma ini membuat anggota masyarakat
lainnya merasa bangga terhadap perjalanan hidup Salma, tetapi terdapat juga
anggota masyarakat yang tidak setuju dengan pilihan hidup Salma tersebut.
20. INT. STUDIO TV – SAME DAY Salma sedang terlibat talkshow seru tentang poligami. Salma mewakili wanita yang pro poligami, sedangkan Arni mewakili wanita yang anti poligami.
PENYIAR TV Tapi, pernah ada perasaan cemburu atau berontak terhadap suami selama ini?
SALMA Awalnya ada, tapi seiring dengan waktu perasaan itu hilang, karena saya selalu kembali ke Al Quran dan hidup sebagai muslimah yang baik. ….
PENYIAR TV Sekarang, bagaimana dengan anak-anak, apakah mereka menerima? Pendapat mereka bagaimana?
Salma terdiam sebentar.
SALMA Anak saya baik-baik saja.
PENYIAR TV Memang luar biasa pengalaman Dokter Salma Msc, yang dapat hidup damai dengan poligami. Namun apakah seluruh wanita Indonesia sanggup menjalaninya, atau setuju dengan pendapat Profesor Arni, yang sangat menentang poligami? Para permisa yang ingin mengutarakan pendapat, dapat menghubungi nomor berikut. Ya, halo… (Dinata, 2006: 57).
Salma memandang poligami sebagai sesuatu yang boleh dilakukan oleh
para lelaki jika lelaki tersebut mampu bersikap adil terhadap istri-istrinya. Salma
adalah seorang yang taat dalam menjalani ajaran agamanya sehingga Salma pun
bersedia menjalani kehidupan poligami Pak Haji. Salma memandang Pak Haji
sebagai suami yang mampu bersikap adil terhadap istri-istrinya.
96
Salma memandang laki-laki bisa berpoligami dikarenakan adanya rasa
penerimaan dari istri dan anak-anaknya, sedangkan keadilan yang terjadi harus
berdasarkan ajaran agama.
Salma merupakan perempuan Indonesia yang beragama Islam. Syariah
Islam memperbolehkan poligami terjadi di kalangan umatnya dengan alasan
menghindari adanya perzinahan, dan sebagai muslimah yang baik, Salma
mendasarkan segala penerimaannya kepada ajaran agamanya tersebut.
20. INT. STUDIO TV – SAME DAY Salma sedang terlibat talkshow seru tentang poligami. Salama mewakili wanita yang pro poligami, sedangkan Arni mewakili wanita yang anti poligami.
PENYIAR TV Tapi, pernah ada perasaan cemburu atau berontak terhadap suami selama ini?
SALMA Awalnya ada, tapi seiring dengan waktu perasaan itu hilang, karena saya selalu kembali ke Al Quran dan hidup sebagai muslimah yang baik.
ARNI Sebenarnya, apa yang ada di Al Quran itu tidak bisa kita artikan secara harafiah begitu saja. Mungkin di zaman dulu, banyak perempuan yang terlantar karena perang. Intinya, jangan sampai Al Quran dijadikan pembenaran bagi lelaki yang tidak dapat mengontrol nafsu berahinya.
PENYIAR TV Seandainya suami Anda terpilih menjadi caleg, berarti praktik poligami semakin terbuka. Tidak hanya artis, pelawak saja tapi politisi juga melakukannya. Bukankah ini berarti kemunduran bagi wanita?
SALMA Tergantung dari mana kita melihatnya, populasi wanita memang lebih banyak jumlahnya dari laki-laki. Sekali lagi, saya hanya berpegang ke agama. Yang jelas tertulis dalam Al Quran surat An Nisa yang mengatakan bahwa ‘Kawinilah perempuan-perempuan lain yang kamu sukai, dua, tiga, atau empat.’
ARNI Tapi ayat tersebut ada sambungannya, yaitu, ‘Jikalau kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka seorang saja.’
97
PENYIAR TV Dokter Salma, jadi suami Anda selama ini berlaku adil?
SALMA Bisa dikatakan demikian PENYIAR TV Sekarang, bagaimana dengan anak-anak, apakah mereka menerima? Pendapat mereka bagaimana?
Salma terdiam sebentar.
SALMA Anak saya baik-baik saja.
PENYIAR TV Memang luar biasa pengalaman Dokter Salma Msc, yang dapat hidup damai dengan poligami. Namun apakah seluruh wanita Indonesia sanggup menjalaninya, atau setuju dengan pendapat Profesor Arni, yang sangat menentang poligami? Para permisa yang ingin mengutarakan pendapat, dapat menghubungi nomor berikut. Ya, halo… (Dinata, 2006: 57).
Salma menganggap dirinya dipoligami itu sebagai sebuah takdir. Bertahan
dalam kehidupan poligami Pak Haji, itulah yang menjadi pilihan Salma.
Walaupun Nadim, yaitu anaknya sendiri, menentang sikap Salma ini, tetapi Salma
tetap saja dengan tenang menerima perlakuan dari Pak Haji. Salma terkadang
beradu argumentasi dengan Nadim karena mereka memiliki pandangan yang
berbeda dengan semua sikap yang dilakukan Pak Haji, akan tetapi, Salma tetap
menikmati kehidupannya bersama anaknya itu. Rasa saling mempertahankan
pandangan mereka masing-masing adalah usaha mereka untuk saling
membahagiakan satu sama lain. Mereka mengusahakan kebahagian bersama di
dalam keluarga.
Kepasrahan Salma membuat Nadim tidak pernah bisa memahami jalan
pikiran Salma. Nadim sering bersikap sinis dan berani menentang pandangan
Salma perihal Salma yang tetap menerima dengan tenang saja setiap tindakan
98
yang dilakukan Pak Haji. Salma tidak pernah sedikit pun terlihat oleh Nadim
memberontak atas semua tindakan poligami Pak Haji.
SALMA Jangan kelamaan ngambek.
NADIM Aku nggak ngambek, cuma nggak bisa ngerti jalan pikiran Umi aja.
SALMA Udah, Nadim, ini kodrat, kita harus jalanin semuanya. (keras)
NADIM Kodrat tuh apa yang dikasih Tuhan, dikasih alam, dan kita, manusia, nggak bisa milih. Untuk aku ini kodrat, nggak bisa milih bapak-ibunya. Kalo Umi kan bisa punya pilihan.
SALMA Maksud Umi takdir, bukan kodrat. (suaranya melemah) (Dinata, 2006: 58-59).
Kepedulian Salma terhadap sesama menjadikan dirinya memandang
bahwa urusan sosial itu lebih penting daripada sekedar urusan dirinya yang
menjadi korban poligami. Salma lebih memilih menolong dengan tulus sesamanya
yang sedang kesulitan daripada hanya sekedar mengurusi urusan popularitas Pak
Haji. Apabila Salma dihadapkan kepada dua pilihan, yaitu antara mendukung Pak
Haji sebagai suaminya atau mendukung Nadim sebagai anaknya, Salma lebih
condong untuk memilih mendukung Nadim. Hal ini dikarenakan sifat Nadim yang
lebih mirip dengan sifat yang dimiliki Salma. Seperti halnya Salma, Nadim
merupakan sosok yang memiliki rasa sosial yang tinggi. Nadim senang menolong
sesamanya yang kesulitan tanpa pamrih.
NADIM Yaaah… sebagai dokter masa Umi nggak malu pergi ke Aceh sam Abah pake diikutin pers segala macem.
Salma diam.
99
NADIM Aku heran sama orang Indonesia, kalo mau nolong, harusnya nggak usah pake heboh-heboh. Semua orang berbondong-bondong ke sana, dari artis, politisi, sampe kiai. Cuma sebentar foto, cekrek sana-sini, terus pulang.
SALMA Siapa bilang Umi cuma mau sebentar di sana?
NADIM Jadi?
SALMA Umi pergi sama rombongan kamu kok, tinggal di sana sama kamu… nggak jadi sama Abah (Dinata, 2006: 59).
Poligami membuat Salma semakin bangga terhadap anaknya, Nadim.
Bertahan dalam kehidupan poligami Pak Haji menyebabkan Salma mampu
membesarkan Nadim. Nadim tumbuh menjadi anak yang memiliki kepekaan yang
cukup tinggi terhadap orang lain. Nadim tumbuh seperti Salma, memiliki sifat
sosial yang tinggi. Nadim lebih memilih membantu kesulitan orang lain
dibandingkan mengurusi urusan pribadi keluarganya, yaitu mengurusi Abahnya
yang selalu ingin dikenal banyak orang karena melakukan sebuah kebaikan.
Kesamaan Salma dengan Nadim yang senantiasa berbuat baik tanpa pamrihlah
yang membuat mereka berdua selalu kompak. Walaupun seringkali berbeda
pendapat, pada akhirnya, mereka bisa saling memahami dan mendukung
pemikiran masing-masing.
Nadim sebenarnya mengidolakan sosok perempuan seperti Salma. Akan
tetapi, untuk urusan Pak Haji, Nadim selalu berbeda pandangan dengan Salma,
nadim tidak menyetujui penerimaan Salma terhadap tindakan poligami yang
dialkukan Pak Haji kepada ibunya tersebut. Nadim hanya ingin membuat dan
melihat ibunya bahagia tanpa ketertekanan karena semua ulah Abahnya.
100
23. INT. TEMPAT BERKUDA - LATE AFTERNOON Salma memperhatikan Nadim yang sedang menyisir dan membersihkan kudanya.
SALMA Jangan kelamaan ngambek.
NADIM Aku nggak ngambek, cuma nggak bisa ngerti jalan pikiran Umi aja.
SALMA Udah, Nadim, ini kodrat, takdir, kita harus jalanin semuanya. (keras)
NADIM Kodrat tuh apa yang dikasih Tuhan, dikasih alam, dan kita manusia, nggak bisa milih. Untuk aku ini kodrat, nggak bisa milih bapak-ibunya. Kalo Umi kan bisa punya pilihan.
SALMA Maksud Umi takdir, bukan kodrat. (suaranya melemah)
NADIM Hampir sama laaah. Aku pikir Umi perempuan yang paling pinter, mandiri, yang pernah aku kenal.
SALMA Kepinteran dan kemandirian nggak ada hubungannya sama ini semua.
NADIM Yaaah… sebagai dokter masa Umi nggak mau pergi ke Aceh sama Abah peke diikutin pers segala macem.
Salma diam.
NADIM Aku heran sama orang Indonesia, kalo mau tulus nolong, harusnya nggak usah pake heboh-heboh. Semua orang berbondong-bondong ke sana, dari artis, politisi, sampe kiai. Cuma sebentar foto, cekrek sana-sini, terus pulang.
SALMA Siapa bilang Umi cuma mau sebenatr di sana?
NADIM Jadi?
SALMA Umi pergi sama rombongan kamu kok, tinggal di sana sama kamu… nggak jadi sama Abah.
Jeda
101
NADIM (bingung tapi seneng) Terus… ngapain tadi pake ngomongin kodrat segala?
SALMA Soalnya Umi pikir kamu masih ngambek soal talkshow.
NADIM Mmmm… itu udah nggak penting. Aku malu kalo ngeributin itu, sementara banyak orang lain yang hidupnya lebih menderita dari aku.
Salma diam, menatap anaknya yang tanpa disangka-sangka memiliki rasa compassion yang sagat besar. Dalam hati kecilnya, Salma bangga terhadap Nadim.
NADIM Dari dulu aku cuma pengin liat Umi bahagia.
SALMA Umi bahagia kalau ngeliat kamu bahagia.
Mereka berjalan menghilang dari lorong instal kuda (Dinata, 2006: 58-59).
Bertahun-tahun menjalani kehidupan poligami Pak Haji dengan penuh
kesabaran dan rasa penerimaan Salma, tidak membuat Pak Haji cukup hanya
dengan dua istri. Akan tetapi, Salma tidak lagi terkejut dengan perilaku suaminya
itu. Salma bertemu dengan istri ketiga Pak Haji di rumah sakit ketika Pak Haji
mendadak terkena serangan stroke. Salma pun menerima kehadiran istri ketiga
Pak Haji tersebut dengan baik. Salma dengan tenang menghadapi situasi itu.
26. INT. RUMAH SAKIT – DEPAN KAMAR ICU – VERY EARLY IN THE MORNING Pintu lift terbuka, mereka keluar tepat di runagn ICU. Sudah ada pengacara Pak Haji, dan seorang wanita muda belia yang sedang menangis. Dokter Anton menyambut Nadim dan mengisyaratkan bahwa mereka hanya boleh masuk satu-satu. Salma akhirnya diperbolehkan masuk dengan Nadim. Istri-istri yang lain menunggu di luar. Pengacara memperkenalkan Ima (istri ke-3) kepada Indri.
SALMA (V.O.) Instingku selalu benar, melihat wajah muda, manis, menangis, pasti itu istri barunya… pasti Pak haji memilih berangkat dengan perempan muda ini ke Aceh (Dinata, 2006: 61).
102
Poligami yang dilakukan Pak Haji membuat Salma terbiasa menjalaninya.
Salma hidup rukun dengan istri suaminya yang lain. Ketika Pak Haji sedang sakit,
terlihatlah kekompakan mereka dalam hal merawat Pak Haji. Sebagian orang akan
merasa aneh jika melihat situasi seperti itu karena mereka adalah sama-sama
korban poligami, tetapi mereka semua mampu terlihat kompak. Salma sudah
terbiasa hidup bersama dengan banyak perempuan sebagai istri dari suaminya.
27. INT. RUMAH SAKIT – KAMAR VVIP - DAY Seorang suster sedang memandikan Pak Haji. Wajah Pak Haji agak kurang nyaman. Salma dan Nadim membereskan sofa bed karena semalam mereka habis menginap di situ. Indri (istri ke-2) dan Ica, anak perempuannya yangsudah berumur 12 tahun, juga ada di situ. Lalu dokter masuk untuk mengontrol keadaan Pak haji yang sudah tiga hari pindah dari ICU.
DOKTER Selamat pagi, gimana keadaan Bapak semalam, Bu?
SALMA & INDRI (berbarengan) Pules kok tidurnya.
Dokter agak canggung, karena baru kali ini dia bertemu pasien yang kedua istrinya menginap di rumah sakit (Dinata, 2006: 61).
Salma selalu berusaha sebaik mungkin memperlakukan istri-istri Pak Haji
yang lain. Salma selalu dengan lapang menerima kehadiran perempuan-
perempuan asing, yang akhirnya dia kenal sebagai istri baru dari suaminya.
Walaupun istri-istri Pak Haji yang lain terkadang tidak rukun, Salma selalu
dengan tenang berusaha membuat suasana menjadi nyaman. Salma memandang
ini sebagai tindakan yang wajar karena semua istri Pak haji menyayangi Pak haji
dan memiliki rasa memiliki Pak Haji.
Di dalam setiap lubuk hati istri-istri Pak Haji terdapat rasa ingin memiliki
Pak Haji seutuhnya. Semua istri ingin dinomorsatukan dari yang lain. Akan tetapi,
103
dikarenakan Salma yang memiliki sifat yang tenang, hanya dirinya saja yang tidak
terlalu tampak ego untuk memiliki Pak Haji sepenuhnya.
Istri-istri Pak Haji selain Salma terlihat sekali sikap ego mereka masing-
masing. Sikap ego mereka muncul dengan tindakan-tindakan yang sinis satu sama
lain, dan dalam keadaan seperti ini, Salma selalu menjadi penengah mereka.
SUSTER Bu, anaknya masih terlalu kecil. Lain kali jangan diajak, ya.
IMA Ooh, nggak boleh, ya?
Tiba-tiba si bayi menangis. Pak Haji kelihatan tambah pusing. Nadim masuk ke kamar mandi.
SUSTER Kalau terlalu rame, gimana Bapak bisa istirahat?
IMA Ya udah. Nih, bawa dia main ke restoran di bawah dulu (sambil ngasih ke pembantunya).
Anaknya tambah nangis.
INDRI Iya, gimana sih? Adik-adiknya si Ica aja aku tinggal semua di rumah.
Ima diam menahan rasa kesal. Ia lalu menghampiri Pak Haji dan mencium keningnya.
INDRI Ica ke bawah dulu deh, temenin adiknya beli permen.
Ica menyusul ke luar ruangan. Ima membuka kotak makanan yang dibawanya.
SALMA (mencoba mencairkan suasana) Waah, bawa apa itu? Banyak sekali makanannya?! (Dinata, 2006: 62).
Poligami memberikan pengalaman baru bagi Salma. Poligami bisa
menyebabkan seseorang diperlakukan sebagai suatu benda yang diperebutkan
104
untuk dimiliki. Pak Haji yang memiliki istri lebih dari satu orang, seolah-olah
dirinya diibaratkan sebagai sebuah benda yang menjadi rebutan bagi para istrinya.
Ketika Pak Haji memilih dirawat di rumah daripada dirawat di rumah
sakit, istri-istri Pak Haji saling memperebutkan untuk membawa Pak Haji ke
rumah mereka masing-masing. Semua pihak istri-istri Pak Haji pasti memiliki
keinginan yang sama untuk merawat Pak Haji, baik dari pihak Indri (istri ke-2),
Ima (istri ke-3), dan Nadim (pihak istri pertama). Salma yang paling tenang di
antara semua yang dipilih Pak Haji. Pak Haji menginginkan dirawat di rumah
Salma. Salma yang sudah terbiasa merawat banyak orang karena profesinya yang
tidak jauh dari dunia medis, membuat dirinya lebih unggul dari istri Pak Haji yang
lain.
Tiba-tiba tangan kanan Pak Haji mencengkeram baju dokter. Sepertinya ia ingin megatakan sesuatu. Kertas dan pensil langsung diulurkan ke Pak Haji oleh Indri (iatri ke-2). Pak Haji nulis sesuatu, lalu mengulurkannya ke dokter. Di kertas tertulis: “Saya mau pulang”.
DOKTER Oh… Bapak mau pulang? Jangan sekarang, Pak, tunggu seminggu lagi.
Pak Haji mengambil kertas, lalu menulis lagi: “Pulang besok. Dirawat di rumah saja. Sewa suster, semua peralatan dibawa!” dokter membacanya. Setelah itu kertas diambil Nadim yang baru saja selesai mandi.
NADIM Kayaknya di sini Abah tambah stes, Dok. Kalau semua peralatan kita bawa pulang, dan pakai suster dari sini, bisa kan?
Dokter berpikir.
DOKTER Bisa saja, tapi biayanya malah lebih mahal.
Pak Haji menulis lagi di kertas: “Nggak apa-apa mahal. Saya bisa bayar.” Lalu kertas diulurkan ke dokter, tapi buru-buru diambil Nadim.
NADIM Nggak apa-apa, Dok, biaya nggak jadi masalah.
105
INDRI Tapi pulangnya ke mana, ke rumah siapa?
NADIM Ya ke rumah kami dong, Umi kan dokter juga, jadi jaganya lebih aman.
INDRI Mendingan ke rumah saya saja. Rumah Kak Salma kan tingkat, susah naik-turun tangganya.
Salma diam berpikir mencari jawaban yang tidak menambah kisruh suasana. Ima juga diam, bingung. Dokter, suster, dan Salma diam, bingung. Nadim kesal, Pak Haji tambah frustasi.
NADIM Ya udah, kita tanya dulu aja ke Abah. Maksudnya mau pulang tuh, pulang ke mana? Siapa tau maunya malah ke rumah Mbak… (mikir), siapa namanya Mbak? Lupa.
IMA Saya? Nama saya Ima.
Yang lainnya terdiam. Ekspresi Pak Haji menahan marah. Salma diam-diam tersenyum. Nadim meyodorkan kertas lagi ke Pak Haji.
NADIM o… ya, Mbak Ima. Ayo Abah tulis mau pulang ke mana.
Istri-istri yang lain, antara malu dan sebal melihat kelakuan Nadim, tapi mereka nggak sabar menunggu apa yang ditulis Pak Haji. Pak Haji menulis: “Awas kamu, nadim, jangan kurang ajar. Rumah Salma.”
NADIM Nah, ternyata Abah mau pulang ke rumah kami. Ini, kalo nggak percaya, baca aja.
Yang lain bergiliran membaca kertas. Pak dokter keluar ruangan bersama suster, Salma, dan Nadim (Dinata: 2006, 63-65).
Peristiwa poligami itu membuat diri Salma merasa dinomorsatukan oleh
Pak Haji dibandingkan dengan istri-istri Pak Haji yang lain. Hal ini terbukti ketika
Pak Haji setelah keluar dari rumah sakit, memilih dirawat di rumah Salma
daripada dirawat di rumah istri-istri Pak Haji yang lain. Pilihan Pak Haji tersebut
membuat istri-istri Pak Haji yang lain merasa cemburu dan kecewa karena Pak
Haji tidak memilih mereka sebagai tempat perawatan Pak Haji.
106
28. EXT. RUMAH SALMA - DAY Ambulans parkir di depan pintu masuk. Nadim dan Salma membantu perawat menurunkan Pak Haji. Mereka lalu masuk rumah.
SALMA (V.O.) Mungkin istri-istri yang lain kecewa sehingga tak satu pun yang membantu kami. Aku sempat merasa sebagai pemenang, tapi ini bukan permainan (Dinata, 2006: 65).
Salma memang merupakan korban poligami Pak Haji, tetapi poligami ini
tidak membuat sikap sosial dan peduli terhadap sesamanya berkurang. Salma tetap
merawat Pak Haji dengan senang hati sebagai suatu kewajiban, tanpa rasa
terpaksa sedikit pun. Salma memandang walaupun dirinya bisa dikatakan korban
dari poligami Pak Haji, tetapi dirinya tidak boleh melupakan kewajibannya
sebagai seorang istri, yaitu tetap besimpati dan merawat sang suami semaksimal
mungkin, dan Salma mampu melakukan itu.
Perasaan cinta terhadap Pak Haji semakin lama semakin memudar. Hal ini
dikarenakan Pak Haji yang telah berulang kali mengecewakan dirinya. Salma
menjalani kehidupannya dengan Pak Haji hanya sekedar sebuah amanat orang
tuanya dan agama. Apalagi ditambah Pak Haji yang sakit-sakitan membuat Salma
menjadi kasihan. Salma dengan rela merawat Pak Haji, tidak pernah ada rasa
dendam dalam hatinya.
29. INT. KAMAR TIDUR SALAM - DAY Pak Haji baru dinaikkan ke tempat tidur. Semua peralatan rumah sakit dibawa. Nadim membantu suster mengeluarkan obat-obatan. Salma mengatur letak bantal di kepala Pak Haji supaya posisinya enak.
SALMA (V.O.) Perasaan kagum dan cintaku sudah pudar, sisanya cuma rasa kasihan. Akan pulihkah Abang? Atau harus menjadi invalid seumur hidup? (Dinata, 2006: 65).
107
Ketabahan, ketegaran, dan kesabaran Salma menjalani kehidupan poligami
Pak haji membuat Pak Haji sadar bahwa ternyata menikahi lebih dari satu
perempuan sebagai istri adalah bukan hal yang baik. Semuanya itu diakui Pak
Haji di saat dirinya sakit dan dirawat di rumah Salma. Hal ini terbukti ketika Pak
Haji berpesan kepada Nadim, agar kelak jika Nadim menikah, hendaklah
menikahi satu perempuan saja sebagai istri. Melihat hal itu, Salma merasa senang,
ternyata pada akhirnya Pak Haji sadar bahwa sebaik-baiknya pernikahan dengan
banyak perempuan tetap saja lebih baik menjalani pernikahan dengan satu
perempuan saja.
Salma yang penyabar dalam menghadapi pola tingkah laku Pak Haji
membuat Pak Haji berada dalam suatu pilihan bahwa ketenangan hidup bisa
cukup didapatkan dari satu istri saja. Penerimaan Salma menghadapkan Pak Haji
dalam suatu kenyataan bahwa mengurusi banyak istri adalah hal yang membuat
dirinya menjadi pusing. Ketenagan hidup pada akhirnya tidak dihasilkan dari yang
namanya poligami.
38. INT. KAMAR TIDUR SALMA – EARLY MORNING Pagi ini Nadim yang tertidur di samping Pak Haji. Dia terbangun karena Pak Haji memanggil-manggil nama Salma. Nadim kaget, lalu mendekati Pak Haji.
NADIM Abah… mau dipanggilin Umi, Bah?
PAK HAJI (terbata-bata) Nadim… nanti ka-lo ka-mu ni-kah, istri-nya sa-tu sa-ja.
NADIM (tersenyum geli) Lho, baru bisa ngomong kok malah itu topiknya.
PAK HAJI Pu-sing ngu-rus-nya, sa-tu aja, Dim.
NADIM Iya, iya, satu aja belum punya, Abah tenang aja.
108
Salma melihat kejadian ini dari pintu. Pak Haji lalu dibantu Nadim belajar jalan menuju kamar mandi. Salma masuk dan ikut memberikan semangat (Dinata, 2006: 67).
Poligami yang dilakukan Pak Haji menjadi hal biasa bagi Salma karena
Pak Haji tidak hanya sekali melakukan aksi poligaminya. Salma memandang itu
sebagai suatu kebiasaan Pak Haji. Pak Haji memiliki istri muda lagi, yaitu istri
keempat. Pak Haji memang tidak mengutarakan tentang keberadaan istri
keempatnya tersebut. Akan tetapi, melihat kebiasaan yang sering dilakukan Pak
Haji, Salma sudah bisa memberikan kesimpulan bahwa perempuan muda dan
cantik itulah yang disenangi suaminya untuk dijadikan istri.
Status istri keempat Pak Haji ini terungkap ketika upacara pemakaman Pak
Haji yang meninggal akibat penyakit stroke yang dideritanya. Perempuan muda
menggendong bayi muncul dan menangis tersedu-sedu di makam Pak Haji. Salma
tidak lagi terkejut menyaksikan peristiwa tersebut. Setelah Pak Haji meninggal,
barulah Salma merasakan kebebasan. Salma akhirnya bebas dari kehidupan
poligami Pak Haji.
SALMA (V.O.) Wajah Nadim tak lagi dirundung amarah. Abahnya meninggalkan pesan paling berharga di akhir hayatnya,pesan yang paling diharapkan Nadim keluar dari mulut abahnya. Tiba-tiba seorang wanita muda menerobos kerumunan sambil berteriak-teriak histeris, menggendong bayinya, lalu pingsan di pusara. Orang-orang yang ada di situ heboh dan bertanya-tanya, sambil menebak-nebak. Nadim mendekati ibunya yang sudah jauh dari kerumunan.
NADIM Abang emang hobi ngsih surprise.
SALMA Buat orang lain, buat kamu udah nggak surprise lagi, kan?
109
NADIM Kalo Umi nggak surprise, aku juga nggak.
Mereka berjalan berdua menjauh dari kerumunan (Dinata, 2006: 68).
Dengan melihat beberapa sikap-sikap yang dilakukan Salma dalam
menyikapi kehidupan Poligami Pak Haji, dapat disimpulkan bahwa pada awalnya
Salma tidak menyetujui adanya poligami. Akan tetapi, karena karakter yang
dimiliki Salma cenderung menerima segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya
dan selalu berhati-hati dalam bertindak, Salma pada akhirnya memilih untuk tetap
mempertahankan jalinan pernikahannya dengan Pak Haji. Salma memandang
poligami seperti di bawah ini.
(1) Poligami itu sebagai sesuatu yang sangat mengejutkan dirinya.
Setelah tahu suaminya mempoligami dirinya, Salma sangat terkejut.
Perasaan yang dirasanya adalah sedih dan kecewa. Perasaannya terluka
karena tidak menyangka-nyangka suaminya memperlakukan dirinya seperti
itu. Salma yang sudah sepenuh hati memberikan kepecayaan kepada
suaminya ternyata mengecewakan dirinya. Hal ini membuatnya merasakan
kebingungan.
(2) Poligami itu dapat menimbulkan konflik batin.
Seringkali Salma mengalami konflik batin. Hal ini terlihat dari perasaan
Salma yang terkadang bisa dengan lapang menerima suaminya berpoligami,
tetapi terkadang dirinya juga merasa cemburu karena harus merelakan
suaminya berbagi hati dengan perempuan lain. Bertahun-tahun Salma
melewati status dirinya sebagai istri tua Pak Haji, tetpi perasaan cemburu
tidak pernah hilang dari dalam hatinya.
110
(3) Poligami itu sudah menjadi konsumsi publik.
Salma menganggap poligami bisa menjadi konsumsi publik. Salma
memandang poligami sebagai sebuah situasi di mana dia bisa memposisikan
dirinya seolah-olah menjadi orang yang terkenal karena dirinya menjadi
bahan perbincangan banyak orang. Pak Haji yang merupakan tokoh
masyarakat membuat kemungkinan itu menjadi besar karena secara otomatis
kehidupan keluarga Pak Haji menjadi sorotan masyarakat. Masyarakat
umum memandang Salma sebagai salah satu contoh istri yang setuju
suaminya berpoligami. Hal itu dibenarkan Salma walaupun dirinya juga
terkadang mengalami konflik batin akan penerimaannya itu. Salma berani
memberikan kesaksian kepada khalayak umum tentang sikap pro
poligaminya itu.
(4) Poligami tidak bisa mengubah sifat sosial Salma, berani bersikap, dan selalu
berhati-hati dalam bertindak.
Walaupun Salma menghalalkan tindakan poligami yang dilakukan
suaminya, bukan berarti dirinya harus selalu tunduk dengan keinginan
suaminya. Jika Salma merasa kurang setuju dengan sikap-sikap suaminya,
Salma mampu dengan tegas untuk berbeda sikap dengan pandangan
suaminya itu.
(5) Poligami itu adalah sebuah takdir.
Salma memandang poligami itu sebagai sebuah takdir. Sebuah hal yang bisa
dipilih untuk menerima ataupun menolak kehadirannya. Akan tetapi, Salma
111
memilih untuk bertahan dengan kehidupan poligami tersebut. Poligami bagi
Salma sah-sah saja dilakukan asalkan harus sesuai dengan peraturan dalam
agama.
(6) Poligami itu adalah sebuah kebiasaan laki-laki.
Salma memandang poligami itu sebagai sebuah kebiasaan. Jika seorang laki-
laki sudah merasa tidak puas dengan satu istri dan secara materi mampu,
nantinya sang suami akan mencari terus perempuan untuk memenuhi
kepuasannya. Apalagi adanya penerimaan istri terdahulu membuat sang
suami dengan mudahnya menikah lagi. Pada akhirnya, poligami akan
memposisikan sang suami sebagai sesuatu yang diperebutkan.
(7) Poligami membuat diri Salma menjadi semakin tegar, sabar, dan lapang hati
menghadapi segala permasalahan hidup.
Salma mampu bertahan dengan kehidupan poligami yang diciptakan oleh
suami Salma dikarenakan dirinya selalu berpegang kepada amanat yang
dipesankan orang tua Salma kepadanya. Salma juga memilih bertahan
dengan alasan dirinya ingin tetap menjaga keutuhan keluarga demi
kebahagiaan anaknya. Agama juga memberikan Salma kekuatan, agama
yang dipercayai Salma, yang memberi izin suaminya berpoligami asalkan
suaminya mampu bersikap adil dan mampu memenuhi kebutuhan hidup
semua istrinya.
Nadim, anak Salma yang dijadikan motivasi Salma tetap menjaga
pernikahannya dengan Pak Haji. Poligami membuat Salma semakin bangga
dengan Nadim. Sebagai anaknya yang tumbuh di lingkungan keluarga yang
112
Abahnya melakukan praktik poligami, Nadim mampu menentukan sikap
terbaiknya. Nadim tumbuh menjadi anak yang cynical. Akan tetapi, Nadim
mampu melihat suatu hal dari sisi baik dan buruknya sehingga dia mampu
tumbuh sebagai lelaki dewasa yang bertanggung jawab terhadap keluarga.
Hal ini membuat Salma semakin kompak dengan Nadim.
(8) Poligami itu membuat Salma merasakan pengalaman hidup dengan banyak
perempuan sebagai istri dari suaminya.
Walaupun demikian dengan sikap yang tenang, Salma mampu hidup rukun
dengan istri-istri suaminya, sampai-sampai Salma bisa menemukan cara-cara
instan untuk mengatasi istri-istri suaminya yang lebih sering tidak rukun
satu sama lain. Salma pintar membuat suasana selalu kembali nyaman.
(9) Poligami itu membuat Salma lebih menghargai sesama.
Poligami juga membuat Salma mampu berpandangan bahwa bersikap baik
itu haruslah dilakukan kepada semua orang. Berbuat baik terhadap setiap
orang tidak perlu memperhatikan bagaimana perlakuan orang tersebut
kepada dirinya. Dengan tindakan seperti ini, Salma semakin belajar
menghargai sesamanya. Jika Salma bersikap sinis terhadap Pak Haji dan
istri-istri Pak Haji yang lain, itu merupakan suatu kewajaran jika sesekali
muncul karena tidak ada seorang pun di dunia ini yang meninginkan dirinya
menjadi koraban poligami laki-laki. Akan tetapi, Salma lebih sering
menunjukan rasa simpatinya terhadap semuanya walaupun hatinya sudah
dilukai oleh mereka semua.
113
(10) Poligami membuat Salma merasakan arti kemenangan.
Salma menjadi istri yang dinomorsatukan oleh Pak Haji dibandingkan
dengan istri-istri Pak Haji yang lain. Poligami bukanlah sebuah permainan,
tetapi Salma merasakan suatu kebanggaan akan dirinya. Pada akhirnya,
suaminya lebih memilih tinggal bersama keluarga Salma sampai akhir usia.
(11) Poligami itu bisa menjadi bumerang lelaki sehingga lelaki yang hidup
berpoligami akan sadar bahwa istri itu cukup satu saja.
Salma memandang poligami jugalah yang membuat suaminya sadar bahwa
memiliki istri lebih dari satu hanya membuatnya pusing. Pak Haji akhirnya
menyadari memiliki istri hanya satu, itu lebih baik.
Hal ini dikarenakan sifat Salma yang tegar, sabar, dan selalu berlapang hati
dalam menjalani biduk rumah tangganya dengan Pak Haji sehingga mampu
membuat Pak Haji sadar bahwa memiliki istri lebih dari satu itu bukanlah
hal yang mudah untuk dilalui.
(12) Poligami itu membuat Salma merasakan arti sebuah kebebasan.
Kebebasan dari kehidupan poligami suaminya dirasakan Salma ketika suami
Salma meninggal dunia. Dengan meninggalnya suami Salma, praktik
poligami suaminya pun berakhir. Salma pun merasakan kebebasan lahir dan
batin. Dia pun membiarkan anaknya hidup bebas menentukan keinginannya.
114
3.2 Pandangan Tokoh Siti tentang Poligami dalam Skenario Film Berbagi
Suami Karya Nia Dinata
Siti adalah seorang perempuan desa, muda, dan polos berasal dari suku
Jawa. Siti mewakili anggota masyarakat menengah ke bawah yang pergi merantau
ke kota Jakarta untuk memperbaiki kehidupannya. Di Jakarta, Siti tinggal bersama
pamannya yang biasa disebut Pak Lik. Pak Lik adalah laki-laki penganut
poligami. Istri Pak Lik adalah empat orang, dan Siti pun menjadi bagian dari aksi
poligami Pak Lik tersebut. Setelah lama tinggal di rumah Pak Lik, Siti menjadi
istri ketiga pamannya sendiri.
Siti pindah dan tinggal menetap di kota Jakarta sebenarnya untuk
melanjutkan sekolah. Pak Lik adalah keluarga Siti satu-satunya yang tinggal di
kota Jakarta. Namun, kenyataan berbeda dengan harapan, Siti malah terjebak
dalam kehidupan poligami Pak Lik. Siti tidak punya pilihan lain dan akhirnya Siti
pun pasrah. Siti bersedia menjadi istri ketiga pamannya, yang biasa dia panggil
dengan sebutan Pak Lik dengan dukungan dari kedua istri Pak Lik sebelun Siti
(istri pertama dan istri kedua). Siti sebenarnya tidak ingin menikah dulu di
usianya yang masih terlalu muda.
Perasaan tidak enak karena Pak Lik telah memenuhi kehidupan Siti selama
dia tinggal di kota Jakarta membuat Siti terpaksa menerima dirinya dinikahi Pak
Lik. Siti mengganggap Pak Lik sudah banyak berjasa sehingga ketika dihadapkan
dalam situasi di mana Pak Lik meminta kesediaan Siti untuk menjadi istri
ketiganya, Siti seolah berada dalam keadaan tanpa pilihan untuk menolaknya. Siti
sudah terjebak dalam kehidupan Pak Lik dan mau tidak mau sebagai balas jasa,
115
Siti bersedia dinikahi Pak Lik, yaitu sebuah pilihan yang tidak pernah terpikirkan
Siti terjadi secepat itu.
Secara umum, upacara pernikahan mempuat kedua mempelai merasakan
kebahagiaan, dan tidak jarang air mata menjadi media pengungkapannya. Akan
tetapi, berbeda dengan yang dialami Siti. Siti menangis bukan karena bahagia,
tetapi kesedihanlah yang meliputi perasaan Siti.
57. INT. RUMAH SITI – RUANG TAMU - DAY Siti sudah memakai kebaya, rambutnya disanggul, sedang mengucapkan ijab kabul di hadapan penghulu. Disaksikan oleh dua saksi laki-laki temen Pak Lik. Sri menyaksikan dengan bangga. Dwi mengusap air mata Siti yang terus-terusan mengalir (Dinata, 2006: 78).
Sebenarnya Siti tidak mau dirinya dijadikan istri pamannya sendiri. Tidak
sedikit pun terlintas dalam pikirannya mengurusi masalah cinta, tujuan Siti adalah
hanya ingin melanjutkan sekolah. Akan tetapi, karena dukungan kedua istri Pak
Lik akhirnya Siti bersedia dinikahi oleh Pak Lik.
Rasa penerimaan kedua istri Pak Lik yang terdahulu turut berperan untuk
membuat Siti tidak lagi merasa menyakiti hati mereka berdua. Mereka justru
senang dengan kehadiran Siti di tengah-tengah keluarga mereka. Mereka sudah
mengetahui sejak awal pertama Siti datang ke rumah mereka, pastilah Pak Lik
akan menikahi Siti nantinya. Perasaan Siti lebih tenang karena sikap kedua istri
Pak Lik yang terdahulu selalu mendukungnya di saat-saat dirinya membutuhkan
orang yang menguatkannya dan membantunya keluar dari sesuatu yang membuat
dirinya dilema.
56. INT. RUMAH SITI - RUANG TAMU - EVENING Di ruang tamu, Pak Lik duduk diapit dua istrinya. Siti duduk di hadapan mereka diam, matanya menerawang.
116
SRI Ti, gimana? Kok diem aja?
PAK LIK Apa lagi yang harus dipikirin, wong semua persyaratan udah komplit, istri-istri udah setuju. Aku udah terbuka lho.
Pak Lik langsung ke teras sambil membawa rokoknya. Dia berusaha menutupi kekecewaannya.
DWI Kamu mau ngomong apa, Ti? Mumpung cuma kita berdua yang denger. Nggak usah takut.
SITI Aku nggak mau nyakitin perasaan Bu Lik-Bu Lik yang udah baik banget. Kok aku malah kayak orang nggak tau diri.
SRI Kamu tuh lucu, wong dari awal kita juga udah tau kalo pasti kamu nantinya dikawinin. Kita cuma mau liat sifat kamu dulu. Kita malah seneng kok. SITI Tapi aku nggak tau kalo dari awal mau dikawinin.
DWI Jadi, kamu taunya cuma mau disekolahin aja gitu?
SITI Iya. Lagian aku nggak ngerti urusan laki-laki, apalagi urusan cinta.
SRI Nanti lama-lama kamu ngerti.
DWI Lagian ini nggak ada hubungannya sama cinta.
Sri memberi isyarat ke Dwi supaya jangan membingungkan Siti.
SRI Udah… nggak usah mikirin cinta, atau apa. Yang penting, kamu udah kita anggep kayak adik kita sendiri. Nggak usah panggil Bu Lik lagi, jangan takut.
SITI Terus, aku kan pengin lanjutin kursus,pengin kerja.
DWI Nanti kalo kita udah lahiran, kamu kursus lagi. Kalo kamu belum hamil, pasti boleh kerja sama masnya (Dinata, 2006: 76-78).
117
Poligami Pak Lik membuat Siti tidak bisa melanjutkan sekolah dengan
lancar, padahal itulah cita-citanya mengapa Siti ikut Pak Lik tinggal di Jakarta.
Cita-citanya itu akhirnya terhenti dan Siti sangat kecewa dengan hal itu.
52. EXT. SEKOLAH KECANTIKAN - LATE AFTERNOON Siti baru saja keluar lau buru-buru memanggil bajaj.
SITI (V.O.) Aku cuma disekolahin tiga bulan (Dinata, 2006: 75).
Siti memandang bahwa menikah dengan laki-laki yang sudah beristri
adalah sebuah kegilaan. Siti lebih sering tidak merasa nyaman berada berdekat-
dekatan dengan Pak Lik. Siti hanyalah seorang perempuan desa yang polos
sehingga Siti masih merasa canggung jika berada di dekat-dekat seorang lelaki.
SITI (V.O.) Perhatiannya kupukir normal sebagai Pak Lik kepada keponakannya.
Siti menarik kursi meja makan dan mulai makan. Pak Lik duduk di sebelahnya sambil memperhatikan Siti makan dengan lahap. Lalu tangan Pak Lik mulai mendekat ke tangan Siti, lalu menggenggamnya. Siti menarik tangannya, menolak. Pak Lik memberi isyarat agar Siti tetap diam dan mematuhinya.
SITI (V.O.) Ternyata ia menjadikanku bagian dari kegilaan di rumah ini (Dinata, 2006: 75-76).
Perasaan terpaksa dan rasa tidak enak terhadap Pak Lik yang telah
memberi tempat tinggal untuk Siti di Jakarta dan penerimaan kedua istri Pak Lik,
Sri dan Dwi, akhirnya Siti menerima ajakan Pak Lik untuk menikah. Siti bersedia
menikah bukan karena cinta ataupun harta. Perasaan Siti terhadap Pak Lik
hanyalah sebatas perasaan sayang keponakan terhadap pamannya.
SITI (V.O.) Perempuan biasanya mau dijadiin istri muda karena harta, untuk menaikkan martabat, atau minimal untuk cinta yang buta. Kalau aku bukan untuk semua itu (Dinata, 2006: 70).
118
Siti memang sedih karena dirinya menjadi salah satu korban poligami Pak
Lik, tetapi Siti pun merasakan kebahagiaan karena situasi poligami ini. Siti
memiliki keluarga baru yang begitu rukun. Semua penghuni di rumah Pak Lik
saling membantu dan mengasihi. Mereka semua saling memberikan perhatian satu
sama lain.
SRI Bayinya udah mau keluar, Mas....
Pak Lik akhirnya selesai, Siti sudah tidak memikirkan dirinya lagi, langsunglari ke luar kamar.
Tak lama Siti, Sri, dan Pak Lik masuk kamar lagi sambil memapah Dwi ke tempat tidur.
PAK LIK Aku jemput bidan sekarang.
Pak Lik keluar kamar. Sri menutup pintu.
DWI Udah mau keluar bayinya, aku nggak tahan.
SITI Mbak, ambilin baskom isi air panas, kita aja yang Bantu. Aku pernah liat tetangga di kampungku.
Siti mengatur posisi kaki Dwi dan membantunya untuk mendorong bayi. Dwi kelihatan lemas, tapi Siti terus memberikan semangat sambil memijit-mijit punggung belakang Dwi.
SITI (V.O.) Kita memang sudah seperti saudara, masing-masing menjalankan tugas dan tanggung jawab tanpa disuruh, apalagi diatur (Dinata, 2006: 78-79).
Istri-istri Pak Lik dan anak-anaknya mampu hidup rukun. Walaupun
mereka hidup dalam rumah yang sederhana dan sempit, tetapi mereka semua tidak
pernah mengeluhkan kehidupan mereka yang seperti itu. Mereka bahagia dengan
kehidupan yang mereka lalui. Hal ini bisa terlihat ketika salah satu istri Pak Lik
119
melahirkan, seluruh anggota keluarga Pak Lik merasa gembira dengan kehadiran
anggota keluarga baru.
44. INT. RUMAH SITI - RUANG TENGAH - NIGHT Anak-anak yang ada di teras sudah masuk dan mengetuk-ngetuk pintu kamar ingin melihat adik bayi mereka.
45. INT. RUMAH SITI - KAMAR TIDUR - NIGHT Siti membuka pintu, anak-anak berhamburan masuk kamar Dwi, istri kedua, memberikan bayi yang baru saja dibersihkan ke pangkuan Sri, istri pertama. Mulut bayi itu didekatkkan ke putting Sri dan langsung menyedotnya. Kakak-kakaknya memperhatikan, ada yang sambil memegang kaki, ada juga yang memegang tangan bayi mungil itu. Siti melihat semua itu sambil berdiri di depan pintu yang masih terbuka, lalu keluar dan menutup pintu (Dinata, 2006: 70).
Siti yang menjadi korban poligami Pak Lik menjadi pandai membantu
persalinan istri-istri Pak Lik. Dengan berbekal pengalaman memperhatikan
tetangganya di kampong yang sedang melahirkan, Siti mampu membantu istri-
istri Pak Lik melahirkan bayi mereka. Siti terbiasa dengan situasi tersebut.
43. INT. RUMAH SITI - RUANG TENGAH - NIGHT Suara tangisan bayi yang baru lahir terdengar cukup nyaring. Bayi merah itu dibungkus kain lusuh oleh salah satu wanita. Siti, seorang perempuan berusia 23 tahun, sedang memijit perut wanita yang baru melahirkan, untuk mengeluarkan ari-ari dan sisa darah kotornya. Tangan Siti merogoh selangkangan wanita ini. Wajah Siti penuh keringat.
SITI (V.O.) Aku bukan bidan, tapi karena sudah sering membantu istri kedua dan istri pertama suamiku melahirkan, akhirnya jadi terbiasa (Dinata, 2006: 70).
Poligami membuat Siti merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang
ibu. Walaupun Siti belum mempuanyai anak kandung dari Pak Lik, siti sudah
menjadi ibu bagi anak-anak dari istri-istri Pak Lik yang lain. Siti merasakan
bagaimana merawat anak, menjaga mereka, dan membuat mereka nyaman dengan
kejadirannya. Ming ingin anak-anak dari istri pertama dan istri kedua PakLik
120
mematuhi dirinya, seperti halnya anak-anak pada umumnya. Anak-anak di rumah
Pak Lik sudah terbiasa memiliki ibu lebih dari satu.
59. INT. RUMAH SITI - KAMAR TIDUR RAME-RAME - NIGHT Sri dan Dwi sedang menyusui. Siti sedang mengatur posisi kasur, ada keranjang kecil untuk bayi. Sebagian kasur dia bawa ke luar.
60. INT. RUMAH SITI - KAMAR TIDUR - NIGHT Siti melipat kasur di dekat sofa.
SITI Ayo, mulai malam ini, anak-anak yang sudah gede tidurnya di luar.
ANAK PEREMPUAN Asyik dong, bisa sambil nonton teve.
SITI Nanti kalo telat sekolah gimana? Teve sampe jam sembilan aja.
ANAK PEREMPUAN Ih, mentang-mentang udah jadi ibu, sekarang banyak aturannya.
SITI Iya, karena akhirnya jadi ibumu juga, kamu harus nurut sama aku (Dinata, 2006: 78).
Siti yang telah dipoligami oleh Pak Lik tidak pernah sedikit pun merasa
menikmati fungsi dirinya sebagai istri dalam melayani kepuasan Pak Lik. Jarang
sekali Siti mau tidur bersama Pak Lik karena Siti tidak pernah nyaman dengan
keadaan itu. Siti malah sering menyuruh istri Pak Lik yang lain untuk menemani
Pak Lik tidur.
DWI Lho,kok masnya ditinggalin?
SITI Langsung tidur dia, aku nggak bisa tidur.
DWI Ya udah… sini kita ngobrol.
Sri menguap, dan dia merebahkan diri.
SITI Mbak Sri tidur sama Pak Lik aja, di sini sempit.
121
SRI Jatahmu kan belum abis.
SITI Nggak pa-pa, nggak tega aku,di sana kasurnya luas.
Sri lalu keluar sambil membawa bayinya (Dinata, 2006: 80).
Poligami seharusnya dilakukan oleh para lelaki jika diri mereka bisa
bersikap adil terhadap semua istri-istrinya. Akan tetapi, poligami yang dilakukan
Pak Lik tidak membutuhkan perlakuan adil tersebut. Poligami yang dilakukan Pak
Lik tidak membutuhkan perlakuan adil tersebut. Poligami yang terjadi dalam
kehidupan Pak Lik hanya membutuhkan rasa penerimaan istri-istrinya. Dengan
begitu, Pak Lik tidak akan pernah puas dengan satu, dua, atau tiga istri. Siti
melihat rasa penerimaan tersebut dalam diri Sri dan Dwi sebagai istri pertama dan
istri kedua Pak Lik. Sri dan Dwi tidak pernah bermasalah karena harus saling
berbagi tugas melayani kepuasan Pak Lik.
Dwi lalu tidur. Bayi yang berada di gendongan Siti mulai mereda tangisannya, namun sayup-sayup terdengar duara desahan-desahan Pak Lik dan Sri (istri pertamanya) dari kamar sebelah, dibarengi dengan suara benturan tempat tidur ke tembok. Wajah Siti agak panik mendengar suara-suara itu. Dwi membuka matanya sebentar, melihat wajah Siti yang bingung. Lalu dia tersenyum ke Siti dan tidur lagi.
SITI (V.O.) Kok bisa, Bu Lik Dwi, nggak terganggu, dan nggak cemburu denger suara-suara yang begitu jelas menggambarkan berahi suaminya ke perempuan lain (Dinata, 2006: 75).
Rasa penerimaan tidak bisa tertanam sepenuhnya di dalam hati Siti. Siti
tetap saja merasa kesal melihat ketidakadilan Pak Lik dalam memperlakukan
keluarganya. Salah satunya contohnya adalah Siti merasa tidak suka dengan sikap
Pak Lik yang memposisikan diri seolah-olah dia adalah penguasa satu-satu di
dalam rumah, dan semua anggota keluarga harus menuruti segala keinginannya.
122
Rumah Pak Lik yang sempit membuat para penghuninya berdesak-desakan ketika
saatnya harus beristirahat. Akan tetapi, Pak Lik seakan-akan tidak pernah mau
tahu akan situasi itu. Pak Lik yang mremiliki tempat khusus untuk beristirahat
menyebabkan dirinya tidak pernah tahu rasanya tidur berdesak-desakan dalam
satu ruangan yang sempit. Melihat hal ini, Siti memandang bahwa Pak Lik tidak
mampu bersikap adil terhadap semua anggota keluarganya.
Siti lalu mengintip ke pintu tidur utama. Dari pintu kelihatan Pak Lik sedang lelap, sendiri. Padahal anak-anaknya tidur di luar dan istri-istrinya di kamar yang lebih kecil. Siti kelihatan agak kesal (Dinata, 2006: 79).
Siti memandang poligami itu bisa saja menjadi sebuah kebiasaan.
Poligami bisa membuat laki-laki menjadi tidak pernah puas dengan satu istri. Hal
ini terbukti dengan tabiat Pak Lik yang belum merasa cukup dengan tiga istri. Pak
Lik memiliki istri lagi, Santi, perempuan asal Aceh yang ditemui Pak Haji pada
saat setelah terjadi bencana alam Tsunami di Aceh. Pak Lik menikahi Santi
sebagai istri keempat dengan niat menolong karena seluruh keluarga Santi
meninggal dunia karena bencana Tsunami tersebut. Menurut Pak Lik daripada
terlantar di Aceh, lebih baik Santi dibawanya tinggal bersama di Jakarta. Santi
pun setuju walaupun dirinya tahu Pak Lik sudah memiliki tiga istri di Jakarta.
Semua istri Pak Lik sudah terbiasa dengan hal ini karena setiap Pak Lik membawa
pulang seorang perempuan, pastilah dijadikan istri. Siti yang tidak setuju dengan
tindakan Pak Lik yang terus-terusan menikah dengan berani menunjukkan sikap
ketidaksimpatiannya itu.
76. INT. RUMAH SITI - RUANG TAMU - NIGHT Siti masih tertidur di sofa. Tangan Pak Lik menepuk-nepuk mukanya. Dia lalu bangun dan melihat Pak Lik tidak sendiri.
123
PAK LIK Kenalin, ini Santi. Kami ketemu waktu syuting di Meulaboh.
Santi masih malu-malu. Siti menyodorkan tangannya, mereka bersalaman.
SITI Udah nengokin Mbak Sri? Ada di kamar tuh, bayinya juga udah lahir.
PAK LIK Udah, mereka tidur. Kecapekan.
SITI Terus, mau tidur di mana kalian? Rumah udah makin sempi begini…
Pak Lik agak kaget mendengar ucapan Siti.
PAK LIK Sementara aku di sini aja, di sofa. Ajak Santi ke kamar kamu gih, taro baju-bajunya, biar dia tidur di situ dulu.
77. INT. RUMAH SITI - RUANG TAMU - NIGHT Dwi dan Siti sedang membantu Sri yang sedang meyusui. Pak Lik mencium kening Sri, lalu keluar kamar. Santi main dengan anak-anak lain di pojok kamar.
PAK LIK Aku kerja dulu. Kalian yang rukun di sini.
Dwi melihat ke Siti. Ekspresi keduanya jail.
SRI Santi, kamu nggak nyesel masnya udah punya istri banyak gini.
SANTI Nggak nyesel kok, Mbak. Aku malah seneng bisa dibawa ke Jakarta (Dinata, 2006: 89-92).
Perjalanan hidup Siti yang masuk dalam lingkar poligami Pak Lik ternyata
tidak selalu membuat Siti merasa tertekan. Tinggal bersama-sama dalam satu
rumah yang sempit malah membuat benih-benih cinta tumbuh di hati Siti. Siti
yang awalnya tidak pernah merasakan yang namanya “cinta orang dewasa”,
akhirnya Siti mengalaminya. Perasaan cinta Siti bukan untuk Pak Lik, tetapi
cintanya tumbuh untuk Dwi, istri kedua Pak Lik. Hal ini terjadi dikarenakan Siti
124
selalu merasa diperhatikan oleh Dwi. Dwi selalu saja bisa membuat Siti merasa
nyaman dan senang.
DWI Gimana masnya?
SITI Ya… gitu-gitu aja.
DWI Kamu, rasanya apa?
SITI Males ah ngomonginnya, malu.
DWI Kok sama aku malu.
SITI Ngantuk, ah.
DWI Ya udah… tidur sini, di sebelah aku.
Siti merasa senang, dia merebahkan badannya di sebelah Dwi, lalu menutup matanya. Dwi mengelus-elus kepalanya (Dinata, 2006: 80).
Perasaan cemburu terkadang muncul dalam diri Siti ketika dirinya harus
merelakan Pak Lik sedang menjalankan jadwalnya bersama istri Pak Lik yang
lain. Hal ini disebabkan Siti merasa memiliki Pak Lik karena Pak Lik adalah
suaminya, dan Siti berhak atas itu. Akan tetapi, perasaan cemburu itu semakin
hilang dikarenakan Siti sudah merasa nyaman dengan kedekatannya dengan Dwi.
Perasaan cemburu Siti terhadap Pak Lik terkalahkan oleh perasaan sayangnya
kepada Dwi. Hal ini dikarenakan perasaan cintanya lebih dalam kepada Dwi. Jadi,
Siti tidak pernah merasa keberadaan Pak Lik penting bagi dirinya.
62. INT. RUMAH SITI - KAMAR TIDUR RAME-REME - THE NEXT NIGHT Malam berikutnya, seperti biasa Siti masuk kamar ini lagi dan Sri pindah ke kamar sebelah. Dwi sudah menyiapkan space di sebelahnya. Siti merebahkan dirinya. Tapi, ketika mereka baru akan memejamkan mata, terdengar suara-
125
suara heboh dari kamar sebelah. Siti langsung menoleh ke Dwi, tapi Dwi hanya tersenyum dan menyuruhnya untuk tetap tidur.
SITI (V.O.) Ternyata, gampang untuk nggak cemburu mendengarkan desahan-desahan mereka, justru semua ini jadi menggelikan buatku.
Perasaan cinta Siti terhadap Dwi terbukti ketika perasaan cemburu muncul
di hati Siti ketika Dwi sedang mendapat giliran menemani Pak Lik tidur. Berada
dalam situasi tersebut, Siti benar-benar merasa cemburu. Siti bisa dengan mudah
merelakan saat Pak Lik harus tidur sekamar dengan Sri. Akan tetapi, ketika Pak
Lik harus sekamar dengan Dwi, perasaan tidak tenang yang Siti alami.
67. INT. RUMAH SITI - KAMAR TIDUR RAME-RAME - NIGHT Siti tidak bisa tidur, dia berusaha memejamkan matanya. Tapi bunyi suara dari kamar sebelah membuatnya resah. Dia lalu menutup kupingnya. Tapi pikirannya menerawang. Padahal suara tersebut tak sekeras biasanya. Siti lalu duduk dan memandang Sri dan anak-anak yang sudah tidur pulas.
SITI (V.O.) Cemburu, kali ini mungkin aku cemburu. Membayangkan apa yang terjadi di kamar sebelah. Walaupun suara Mbak Dwi nggak seheboh Mbak Sri, tapi ini bukan hal lucu buatku (Dinata, 2006: 81).
Perasaan senasib sebagai perempuan yang dipoligami akhirnya membuat
Dwi juga mulai mempertimbangkan cinta Siti. Semakin lama Dwi pun semakin
menyayangi Siti.
66. EXT. RUMAH SITI - TERAS DEPAN - NIGHT Siti duduk sendiri. Dwi lalu datang dan mengelus pipinya. Siti diam, berusaha terbuai.
DWI Nggak bisa tidur?
SITI Ya, sudah beberapa hari aku susah tidur.
DWI Karena nggak ada aku di kamar?
SITI Mana mungkin karena itu.
126
DWI Jadi, nggak mungkin kalo kamu kangen tidur di sebelah aku?
SITI Nggak tau juga, aneh aja kedengerannya.
DWI Kita semua tinggal serumah aja kan udah aneh.
SITI Iya sih… kita bertiga sama Pak Lik apalagi. Tapi ini lebih aneh lagi.
DWI Aku sayang banget sama kamu, Ti.
SITI Sama Mbak Sri juga sayang, kan?
DWI Lainlah… sama kamu lain (Dinata, 2006: 83-84).
Kehidupan Siti dalam lingkar poligami Pak Lik membuat dirinya mampu
untuk bersikap lebih dewasa. Siti bukan lagi seorang gadis desa yang polos. Siti
dan Dwi selalu menyempatkan mencari tempat untuk untuk berduaan, waktu di
mana mereka bisa saling menikmati hubungan mereka.
67. EXT. RUMAH SITI - TERAS DEPAN - NIGHT Siti duduk sendiri. Dwi lalu datang dan mengelus pipinya. Siti diam, berusaha terbuai.
DWI Nggak bisa tidur?
SITI Ya, sudah beberapa hari aku susah tidur.
DWI Karena nggak ada aku di kamar?
SITI Mana mungkin karena itu.
DWI Jadi, nggak mungkin kalo kamu kangen tidur di sebelah aku?
SITI Nggak tau juga, aneh aja kedengerannya.
127
DWI Kita semua tinggal serumah aja kan udah aneh.
SITI Iya sih… kita bertiga sama Pak Lik apalagi. Tapi ini lebih aneh lagi.
DWI Aku sayang banget sama kamu, Ti.
SITI Sama Mbak Sri juga sayang, kan?
DWI Lainlah… sama kamu lain.
SITI Aku nggak kuat ngebayangin Mbak di kamar sebelah.
DWI Lain kali aku ajak kamu lagi, Ti....
SITI Itu bukan solusinya.
DWI Kalo gitu, kita cari tempat untuk berduaan aja.
69. INT. RUMAH SITI - KAMAR MANDI - NIGHT Air mengalir dari keran di bak. Siti berdiri menyender di pintu. Mereka berpelukan.
70. INT. RUMAH SITI - DEPAN PINTU KAMAR MANDI - THE NEXT NIGHT Malam berikutnya mereka berdua masuk ke kamar mandi dengan mengendap-ngendap. Pintu kamar mandi lalu ditutup. Rapat.
SITI (V.O.) Kamar mandi ini menjadi tempat kami bernaung, berbagi semua rasa dan melepas semua yang terbelenggu (Dinata, 2006: 81-84).
Diam-diam Siti dan Dwi menjalin hubungan layaknya sepasang kekasih.
Mereka menikmati hubungan tersebut. Kehidupan poligami Pak Lik membuatnya
menjadi orang yang lebih berani dalam menentukan sikap. Siti bukan lagi seorang
yang pemalu. Siti tidak sungkan lagi mengungkapkan rasa sayangnya kepada
Dwi. Siti tidak malu lagi untuk memulai menggoda Dwi. Mereka sangat
menikmati hubungan mereka walaupun harus sembunyi-sembunyi.
128
75. EXT. RUMAH SITI - TERAS TEMPAT JEMURAN - LATE AFTERNOON Siti membawa keranjang pakaian, mau mengambil jemuran. Dwi sedang duduk di antara jemuran, melamun, sambil merokok. Ia lalu menyemburkan asapnya ke muka Siti. Siti langsung mengambil rokok dari tangan Dwi dan mengisapnya, walaupun agak batuk-batuk sedikit, dan membalas menyemburkan asapnya ke muka Dwi. Mereka berdua tertawa terbahak-bahak dengan lepas.
SITI (V.O.) Hidup lebih bahagia karena cinta, tapi cinta membuatku tak mau lagi kompromi dengan keadaan. Cinta membuatku ingin memiliki dia seutuhnya.
Lalu Siti mengembalikan rokok ke Dwi. Kali ini Siti yang sudah mulai berani memulai, membisikkan sesuatu ke kuping Dwi. Mereka berdua masuk ke rumah.
SITI(V.O.) Cinta membuatku punya nyali (Dinata, 2006: 89).
Mereka sadar bahwa hubungan mereka tersebut tidak boleh terus dijalani
secara sembunyi-sembunyi. Mereka ingin menjalani hubungan mereka dengan
bebas. Oleh karena itu, mereka mulai berencana untuk melarikan diri dari rumah
Pak Lik dan memulai hidup yang baru.
73. INT. RUMAH SITI - KAMR TIDUR RAME-RAME - MOMENTS LATER Dwi sedang menghitung uang tabungannya yang ia simpan di kotak bekas sepatu. Lalu Dwi yang kelihatan agak pucat, merebahkan badannya sambil memegang perut bawahnya yang sakit, ketika Siti masuk.
SITI Mbak kenapa?
DWI Perut bawahku nih, agak sakit.
SITI Aku gosokin minyak angin, mau?
DWI Nggak usah, udah biasa, ntar juga ilang sendiri. Udah, kamu tidur aja, sini. (sambil nunjuk ke sampingnya).
Siti tidak langsung tidur. Dia membuka kotak sepatu Dwi, lalu merogoh kantongnya dan memasukkan uangnya ke kotak.
129
DWI Untuk apa itu?
SITI Untuk nambahin.
DWI Nggak usah, Ti. Itu kan untuk ngelanjutin kursus.
SITI Kursus bisa kapan aja, yang penting sekarang kita nabung.
DWI Tapi, kita bener-bener mesti mikirin Mbak Sri.
SITI Ya iyalah. Tapi kalo dia hamil melulu, kapan kita bisa ninggalin dia? Yang ada bawaannya nggak tega terus.
DWI Dia udah setuju untuk KB? Spiral kek, susuk, atau apa ajalah.
SITI Kayaknya sih mau.
DWI Jangan sampe… Mas tau.
SITI Kalo Mbak bisa nggak ketauan, dia juga harus bisa dong.
DWI Sekarang, kita harus mikirin gimana cara bawa dua anak.
SITI Pasti bisa, kita harus bawa mereka.
DWI Bapaknya pasti murka, tapi itu risiko kita.
SITI Ada aku kok, Mbak, aku nggak takut.
Mereka berdua lalu membaringkan badan, telentang menghadap langit-langit. Tangan Siti mulai menyingkap rok Dwi pelan-pelan (Dinata, 2006: 88-89).
Poligami bagi Siti lebih banyak merugikan perempuan. Poligami lebih
banyak menjadikan perempuan sebagai korban, dan laki-laki tidak mau tahu apa
yang diderita istrinya. Salah satunya bisa memungkinkan tertularnya sebuah
130
penyakit karena suami terlalu sering berganti-ganti pasangan. Apalagi Pak Lik
memiliki empat istri yang sering ditiduri Pak Lik secara bergantian. Hal ini
membahayakan kesehatan.
SITI (V.O.) Pak Lik bagaikan Sultan keratin dengan selir-selirnya. Dia nggak pernah sadar virus penyakit kotor sudah menggerogoti kami semua (Dinata, 2006: 96).
Awalnya kerugian bagi kesehatan, yang disebabkan tindakan poligami ini
terungkap ketika Siti mengantarkan Sri ke dokter kandungan. Maksud kedatangan
Sri adalah untuk menjalankan program KB dengan spiral. Akan tetapi, program
tersebut belum bisa dijalani oleh Sri karena setelah dilakukan pemeriksaan,
terdeteksi di rahim Sri terdapat sedikit infeksi sehingga perlu diobati terlebih
dahulu. Infeksi di rahim tersebut disebabkan oleh virus yang biasanya tertular
pada saat dilakukannya hubungan suami-istri. Siti pun merasa virus tersebut telah
masuk ke dalam tubuhnya.
78. INT. KLINIK TEMPAT PRAKTIK SALMA - AFTERNOON Sore ini hujan turun dengan deras. Siti menatap layar ultrasonografi dan berusaha memahami apa yang dilihatnya. ….
SALMA Oke. Gini ya, tadi Ibu di-USG, belum dipasang spiral, karena saya lihat ada sedikit infeksi di rahim Ibu.
SITI Infeksi apa, penyakit maksudnya, Bu Dokter?
SALMA Ya, kuman yang masuk, karena lama nggak diobatin, jadinya infeksi.
SRI Tapi saya nggak pernah ngerasa sakit, Bu.
SALMA Maaf ya, Ibu sering keputihan dan cairan yang mengental kuning nggak?
SRI Ya sih, tapi nggak pake sakit.
131
SALMA Untung nggak pake sakit. Ini ada virus yang biasanya ditularin lewat hubungan suami-istri.
SITI Bisa diobatin, kan?
SALMA Bisa, makanya pasang spiralnya nanti aja, belakangan. Kalau mau KB saya bisa kasih pil. Harus diminum tiaphari.
Salma memberi contoh pil KB sambil menjelaskan cara meminumnya. Sri berusaha memperhatikan. Siti juga berusaha mendengarkan omongan dokter,tapi wajahnya pucat dan ia kelihatan restless seperti baru melihat hantu.
SITI (V.O.) Penyakit kotor. Pasti yang dimaksud dokter ini penyakit kotor. Virus ini sekarang rasanya merayap juga di rahimku (Dinata, 2006: 93-96).
Kebebasan dari jeratan poligami Pak Lik adalah keinginan terbesar Siti.
Pada akhirnya pun, Siti melarikan diri bersama Dwi dan dua anaknya. Siti berani
meninggalkan rumah Rumah Pak Lik, sehingga dia bebas menjalani
kehidupannya. Siti merasa bahagia bisa memulai hidup baru bersama Dwi,
perempuan yang sangat disayanginya. Siti memandang bahwa perempuan bisa
saja tidak terus-terusan terperangkap dalam lingaran poligami asalkan ada sebuah
keinginan dan usaha untuk membebaskan diri dariperangkap tersebut. Perempuan
berhak memilih kehidupannya sekalipun dirinya adalah korban poligami. Seorang
koraban poligami berhak memilih untuk bertahan ataupun membebaskan diri dari
yang namanya poligami.
82. EXT. UJUNG GANG RUMAH SITI/MING - MOMENTS LATER Siti melambaikan tangannya ke Dwi dan berlari mendekati Dwi dan anak-anaknya.
DWI Kok bisa nemu taksi?
132
SITI Berarti Tuhan ngasih restunya ke kita.
Tak lama sopir taksi datang.
SOPIR TAKSI Ya ampun si Eneng, dari tadi nunggu di luar. Coba tadi bilang, Neng, barang-barangnya kan bisa dimasukin.
SITI Nggak pa-pa kok, Pak, tadi masih nunggu mbak ini.
Mereka lalu masuk taksi. Taksi melaju meninggalkan daerah itu.
SOPIR TAKSI (O.S.) Eh, si Eneng belum bilang tujuannya mau ke mana.
SITI(O.S.) Mau cari tempat tinggal baru, Pak, tapi belum tau di mana.
SOPIR TAKSI (O.S.) Banyak banget orang yang mau pindahan pagi-pagi begini, ya.
SITI (O.S.) Pokoknya tolong cariin kontrakan yang daerahnya jauh dari sini. FADE TO BLACK (Dinata, 2006: 98).
Dilihat dari analisis sikap-sikap Siti di atas dapat diketahui bagaimana
pandangannya terhadap poligami. Siti memandang poligami sebagai sesuatu yang
tidak baik dilakukan. Sebenarnya Siti tidak menyetujui adanya poligami karena
poligami nemurut Siti hanyalah sebagai alat Pak Lik untuk memenuhi kepuasan
hasratnya kepada lebih dari satu perempuan. Akhirnya Pak Lik memiliki banyak
istri dan banyak anaknya. Akan tetapi, walaupun mereka hidup bersama dalam
rumah yang sempit, Siti tidak pernah menemui mereka meributkan sesuatu.
Semuanya saling memahami dan mengerti hak dan kewajibannya masing-masing.
Perjalanan kehidupan di rumah Pak Lik membuat Siti memandang poligami
seperti di bawah ini.
133
(1) Poligami itu sebagai hal yang tidak baik dilakukan.
Siti menganggap poligami yang dijalaninya adalah suatu keterpaksaan. Siti
menjalankan tugasnya sebagai istri Pak Lik dengan baik, mengurus rumah
dan melayani Pak Lik. Siti menganggap semua tugasnya itu adalah bukan
sebuah kenikmatan, tetapi sebagai suatu kewajiban.
(2) Poligami itu sebuah kegilaan.
Siti memandang poligami itu sebagai sebuah kegilaan karena poligami
menjadikan siapa saja sebagai korbannya, termasuk dirinya yang dipoligami
oleh pamannya sendiri, dan alasannya belum tentu karena cinta ataupun
harta.
(3) Poligami itu sebagai alat para lelaki memuaskan hasratnya.
Siti memandang Poligami seperti itu dikarenakan melihat keseharian Pak
Lik yang sangat menikmati malam-malamny bersama istri-istrinya secara
bergantian tanpa bosan.
(4) Poligami itu membuat perempuan berada tanpa pilihan.
Pada saat Siti akan dinikahi Pak Lik seolah-olah Siti berada dalam situasi
tanpa pilihan, Siti tidak punya pilihan selain menerima Pak Lik menjadi
suaminya. Kondisi ini membuat hati Siti sedih, pernikahan sebenarnya
belum terencana di pikiran Siti secepat itu. Siti belum mengerti tentang
urusan cinta pada lawan jenisnya, yang mengisi pikiran Siti hanyalah
keinginannya untuk melanjutkan sekolah. Akan tetapi, Siti tidak menyangka
pamannya sendiri yang menikahinya.
(5) Poligami itu bisa menghambat cita-cita seseorang.
134
Siti yang awalnya bercita-cita ingin melanjutkan sekolah, akhirnya
terhambat karena dirinya menjadi istri Pak Lik. Bagi Siti, Pak Lik lah yang
menjadi penyebab dirinya tidak bisa mengejar impiannya. Lingkar poligami
Pak Lik yang membuatnya tidak bisa bebas menjalani kehidupannya. Siti
tidak lagi mengenal kebebasan karena semenjak dirinya dinikahi Pak Lik,
Siti hanya sibuk mengurusi pekerjaan rumahan.
(6) Poligami itu adalah sebuah kebiasaan.
Poligami dipandang Siti sebagai sebuah kebiasaan. Bila ada lelaki yang telah
berpoligami sekali, tidak menutup kemungkinan lelaki tersebut akan
melakukan poligami lagi.
(7) Poligami itu tidak menuntut harta dan sikap adil.
Poligami dipandang Siti tidak selalu dilakukan oleh lelaki dengan banyak
harta ataupun lelaki itu harus bersikap adil kepada istri-istrinya. Siti tidak
melihat keduanya dalam diri Pak Lik. Praktik poligami Pak Lik berjalan
dengan lancar karena adanya penerimaan dari istri-istri Pak Lik, yang tidak
pernah terganggu dengan perilaku Pak Lik tersebut.
(8) Poligami itu membuat Siti merasakan menjadi seorang ibu.
Siti merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang ibu walaupun bukan
sebagai ibu kandung. Siti tinggal bersama seluruh anak-anak Pak Lik dari
istri-istri sebelum Siti. Siti bangga karena anak-anak Pak Lik mematuhi dan
menghormati Siti seperti halnya ibu kandung mereka.
135
(9) Poligami itu menimbulkan efek yang tidak baik bagi kesehatan.
Poligami bagi Siti juga merugikan bagi kesehatan. Suatu pernikahan tidak
akan terlepas dari melakukan hubungan suami-istri. Tindakan poligami
merupakan pernikahan dengan banyak perempuan. Jadi, sang suami tidak
dapat dihindari akan melakukan hubungan suami-istri kepada semua istrinya
secara bergantian. Tindakan poligami yang menyebabkan sering terjadinya
hubungan suami-istri dengan berganti-ganti pasangan dapat menimbulkan
adanya kuman-kuman yang masuk ke tubuh pelaku hubungan tersebut.
Kuman-kuman yang akhirnya menjadi virus yang menyebabkan suatu
penyakit. Penyakit tersebut akan cepat tertular ketika melakukan hubungan
suami-istri. Dengan demikian, Siti menganggap Pak Lik adalah penyebab
dirinya dan semua istri Pak Lik tertular penyakit tersebut.
(10) Poligami itu sebagai momen di mana Siti mendapatkan pengalaman baru
yang membahagiakan sebagai seorang lesbian.
Hubungan inilah yang dijalaninya untuk menolak poligami. Perasaan Siti
kepada Pak Lik hanyalah sekedar rasa simpati karena Pak Lik lah yang telah
menanggung kehidupan dirinya di Jakarta, sebuah kota yang tidak pernah
dikenal Siti sebelumnya. Perasaan cinta kepada Pak Lik tidak pernah muncul
di hati Siti. Siti malah menemukan cinta pada diri Dwi. Sosok Dwi lah yang
menjadi belahan jiwanya yang telah mengobati semua keluh-kesah Siti. Siti
selalu cemburu bila Dwi sedang mendapat giliran melayani Pak Lik.
Perasaan-perasaan inilah yang belum pernah dialami Siti sebelumnya.
136
(11) Poligami itu membuat Siti menjadi lebih dewasa dan berani menentukan
sikap hidupnya.
Sifat Siti juga mengalami perubahan menjadi lebih dewasa dan berani
menentukan sikap hidupnya menuju kebahagiaan. Siti bukan lagi perempuan
desa yang polos dan pemalu. Siti juga tidak lagi bersikap “nerimo” dengan
keadaan. Siti mulai berani menentukan sikap untuk tidak selalu menerima
perlakuan Pak Lik yang tidak disukainya. Kekuatan cinta Siti kepada Dwi
yang membuat dirinya berani keluar dari jeratan poligami Pak Lik. Akhirnya
Siti berani menentukan sikap untuk memilih keluar dari kehidupan Pak Lik.
Dengan demikian Siti memperoleh kebebasan. Siti dengan berani
menentukan sikap utuk mengakhiri kehidupan poligami yang diciptakan Pak
Lik.
3.3 Pandangan Tokoh Ming tentang Poligami dalam Skenario Film Berbagi
Suami Karya Nia Dinata
Ming adalah gadis keturunan Thionghoa, muda, cantik, dan berani. Ming
mewakili anggota masyarakat dari golongan menengah ke bawah karena Ming
berprofesi sebagai pelayan restoran bebek di Pecenongan, Jakarta, dan tinggal di
sebuah kontrakan di pinggiran kota Jakarta.
Ming merupakan korban poligami dari majikannya sendiri, yaitu Koh
Abun. Koh Abun memiliki dua istri dan Ming adalah istri kedua Koh Abun. Sejak
Ming menjadi istri mudanya Koh Abun, kehidupan Ming berubah total.
137
Ming memiliki modal untuk bisa menarik semua perhatian laki-laki. Ming
pandai sekali memikat hati pelanggan restoran tempat dia bekerja, terutama
pelanggan laki-laki. Kemolekan Ming jugalah yang membuat Koh Abun tidak
tahan untuk segera memperistri Ming. Akan tetapi, karena Koh Abun beragama
Katolik, pernikahannya dengan Ming dilaksanakan secara ilegal.
Seorang perempuan berusia 20 tahun yang antik dan memiliki badan sensual menyiapkan meja buat tamu restoran yang sudah mengantre, lalu dia ke depan lagi untuk mencatat pengunjung yang sudah menunggu, sambil berjalan menebar pesona.
MING(V.O.) Saya Ming, sudah setahun jadi pelayan di sini. Kata orang-orang, restoran Koh Abun yang memang sudah punya banyak pelanggan tetap dari dulu, jadi semakin ramai sejak kedatangan saya (Dinata, 2006: 101).
Jangankan para pelanggan restoran, Koh Abun sebagai bosnya pun
terpikat oleh kemolekan Ming. Ketertarikan Koh Abun inilah yang menyebabkan
Koh Abun berpoligami. Akan tetapi, poligami yang dilakukannya adalah poligami
tanpa izin dari istri pertamanya. Poligami ini dijalankan Koh Abun secara diam-
diam. Koh Abun menjadikan Ming sebagai istri keduanya.
91. INT. RUMAH KONTRAKAN MING - EARLY MORNING Koh Abun bersujud memberikan hadiah di kotak kecil.
KOH ABUN Ming, kamu mau nggak dikawini?
MING Ming belum pingin kawin, Koh.
KOH ABUN Aku sudah nggak tahan lagi, Ming, liat kamu dikelilingin lelaki. Pokoknya kamu cuma buat Koh Abun. MING Enaknya ngomong. Cik Linda gimana?
KOH ABUN Gampang, nanti aku yang bilang, pelan-pelan. Kita kawin diem-diem dulu. Aku udah cinta setengah mati, Ming, sama kamu.
138
MING Emang kalo cinta, mesti dikawinin? Bukannya selama masih bisa beli sate kambing, ngapain melihara kambingnya, gitu?
KOH ABUN Itu kan dulu. Aku nggak pengin makan sate kambing lagi, Ming, sumpah.
MING Terus, Ming dapet apa? Pasti kan Engkoh nggak bisa tinggal terus-terusan sama Ming. Apa bedanya sama sekarang?
KOH ABUN Kamu kan tau, Ming, kalo Linda itu hokinya aku, nggak mungkin aku nyerein dia. Kita kan orang Katolik. Kita mah udah kayak sodara. Percaya deh, Ming, kamu mau apa aja, aku pasti kasih.
MING. Bener? Kalo gitu Ming mau punya apartemen, sama mobil.
KOH ABUN Itu mah gampang, Ming, sekarang buka dulu dong kotaknya.
Ming membuka kotak dan mendapatkan sebuah cincin berlian, langsung dipakai (Dinata, 2006: 107-110).
Ming memiliki modal yang cukup untuk dikagumi semua laki-laki
termasuk Koh Abun. Usianya yang nasih muda, wajahnya yang cantik, dan bentuk
tubuh yang seksi, seringkali membuat para lelaki tidak tahan untuk menggodanya.
Rombongan Pak Haji langsung duduk. Ming mengangkat piring kotor, lalu ke depan lagi, mempersilahkan pelanggan berikutnya. Ternyata rombongan berikutnya adalah tiga orang laki-laki yang memang dari dulu selalu makan di situ sambil berusaha mendapatkan perhatian Ming.
FIRMAN Hai, Ming. Ini VCD yang gue janjiin.
Ming tersenyum. Mengambil VCD film silat kesukaannya.
TEMAN FIRMAN 1 Tambah cantik aja, gue jadi nggak laper. Ngeliat Ming aja udah kenyang.
MING Eiiit, dilarang masuk ke sini kalo nggak laper, harus pesen yang banyak. Laki-laki kedua mencolek pantat Ming.
TEMAN FIRMAN 2 Kalogue sih tambah terus pasti pesennya kalo ngeliat kamu, Ming.
139
MING Nah, gitu baru oke, cepetan pesen.
Sementara pelayan lain berseliweran, kebanyakan pengunjung hanya mau dilayani oleh Ming, termasuk seorang kakek tua yang mengantre.
KAKEK Miiing, kapan aku dapet duduknya? (Dinata, 2006: 102).
Siti memandang seorang lelaki yang sudah mempunyai istri pun akan
tergoda dengan perempuan yang cantik dan seksi. Ming memandang poligami
dilakukan karena lelaki tidak pernah merasa puas dengan memiliki satu
perempuan saja sebagai pemuas hasratnya.
Kebiasaan koh Abun yang sering melakukan aktivitas harian bersama
Ming karena Ming adalah pelayan kepercayaan Cik Linda (istri Koh Abun),
membuat Koh Abun tidak bisa menahan godaan yang muncul terhadap Ming.
Ketika dalam situasi berdua saja, Koh Abun tidak segan-segan melampiaskan rasa
tergodanya itu kepada Ming. Ming tidak menolak sikap Koh Abun kepada
dirinya.
86. INT. RUMAH KONTRAKAN MING - EARLY MORNING Ming masih mengeringkan ranbutnya.
MING Masuuk, nggak dikunci.
Koh Abun masuk. Ming tetap berdandan. Koh Abun memandang Ming dengan penuh cinta.
KOH ABUN Cik Linda udah di mobil, Ming.
MING Iya, bentar.
Koh Abun sudah tidak bisa menahan nafsu berahinya melihat Ming., disentuhnya pinggang Ming dan disikapnya rok Ming. Ming tidak peduli dan terus berdandan. Koh Abun menciumi paha Ming dan seluruh bagian tubuh Ming.
140
Ming sudah terbiasa dengan Koh Abun yang tak bisa menahan dirinya. Ming lalu bergegas dan bersiap-siap keluar rumah. Koh Abun mengikuti dengan terburu-buru dan bersikap seolah-olah tak ada apa-apa di antara mereka (Dinata, 2006: 103).
Ming bersedia menjadi sasaran poligami Koh Abun dikarenakan Ming
menganggap bahwa semua sifat lelaki sama.
MING (V.O.) Laki-laki di mana-mana sama, tua, muda, bujangan, atau yang udah kawin (Dinata, 2006: 103).
Ming bersedia dinikahi oleh Koh Abun bukan karena cinta, tetapi karena
harta. Koh abun adalah orang yang bisa memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
MING (V.O.) Diantara semua kekasihku, Koh Abun yang paling mengerti keinginannku. Tapi aku tak mau dibodohi cinta (Dinata, 2006: 106).
Ming memiliki pandangan bahwa laki-laki itu tidak pernah setia pada satu
perempuan saja. Jadi, sebuah hal yang wajar lelaki memiliki lebih dari satu
perempuan sebagai pendamping hidup, dinikahi ataupun hanya sebagai
selingkuhan.
MING (V.O.) Semua laki-laki ini nggak ada yang setia sama istri. Pacar mereka menyebar di mana-mana. Prinsip mereka, selama masih bisa beli sate kambing, ngapain melihara kambingnya? (Dinata, 2006: 107).
Kepuasan lahiriah lah yang menyebabkan Ming menikmati kehidupannya
sebagai istri kedua Koh Abun. Ming bosan hidup susah. Cinta adalah urusan
belakangan.
92. INT. APARETEMEN MING - EARLY MORNING Ming baru pindah-pindahan, dibantu Koh Abun. Karena usianya yang masih muda, apartemennya dihias bagaikan kamar anak ABG yang penuh dengan poster-poster dan boneka stuffed animals.
141
MING (V.O.) Seandainya Koh Abun bisa jadi punyaku seratus persen, tinggal di rumah kontrakkan sempit pun aku nggak masalah. Tapi keadaannya lain dan aku nggak boleh dibodohin cinta. Ming melihat sekeliling, wajahnya puas. Lalu dia seperti teringat sesuatu dan membongkar koper dan kardus yang ada di situ (Dinata, 2006: 110).
Pilihan hidup Ming yang menerima dirinya menjadi korban poligami Koh
Abun membuat sikap Ming berubah. Ming tidak lagi memiliki kebebasan untuk
bergaul dengan orang lain. Koh Abun yang pencemburu lah yang menyebabkan
Ming tidak bisa lagi berakrab-akrab dengan semua orang, terutama laki-laki.
Keseharian Ming juga tidak seperti biasanya. Sifat Ming yang selalu ceria dan
gesit dalam bekerja jarang lagi terlihat oleh orang di sekitarnya.
94. EXT. RESTORAN BEBEK DI PECENONGAN - NIGHT Ming sedang bersiap pulang, restoran sudah sepi, tinggal Koh Abun dan Cik Linda yang juga bersiap-siap pulang. Tiba-tiba lelaki yang pernah berkencan dengan Ming datang.
FIRMAN Ming, kamu ke mana aja sih? Ini VCD barunya Zhang Zi Mao.
MING Ming mengambil VCD, lalu terus berjalan.
MING Ada aja. Kan aku udah bilang, aku nggak bisa lagi sama kamu.
FIRMAN Kamu berubah Ming. Dulu kamu percaya kebebasan, nggak ada yang bisa memiliki kamu seratus persen. Aku kan juga nggak ngelarang kamu mau jalan sama siapa aja, asal sisain sedikit waktu buat aku....
Ming berjalan diikuti cowok itu, sampai menjauhi restoran. Cik Linda yang sempat menguping, langsung berkomentar.
CIK LINDA Emang si Ming berubah. Nggak seceria dan segesit dulu lagi.
KOH ABUN Umurnya aja, kali, udah lebih dewasa.
CIK LINDA Atau udah punya pacar yang bener, kali.
142
KOH ABUN Mungkin aja.
CIK LINDA Hampir semua pelanggan kita yang laki tergila-gila sama dia.
Koh Abun diam saja (Dinata, 2006: 110-111).
Semenjak dinikahi Koh Abun, Ming pun tidak memiliki kebebasan meraih
cita-citanya, yaitu sebagai pemain film. Hal ini dikarenakan Koh Abun tidak
menyukai Ming terjun di dunia keartisan. Nanti Ming pasti diperebutkan banyak
orang, dan kemungkinan akan meninggalkan dirinya. Situasi seperti ini lah yang
tidak diinginkan Koh Abun. Apalagi keinginan Ming itu didukung oleh Firman,
mantan teman kencan Ming. Koh Abun cemburu dengan pemuda yang bernama
Firman ini. Koh Abun sebenarnya tidak menyukai hobi yang disenangi Ming,
yaitu menonton film silat. Akan tetapi, Koh Abun pintar sekali menyesuaikan
dirinya sehingga Ming tidak akan marah dengan keadaan tersebut.
96. INT. APARTEMEN MING - NIGHT Ming baru saja selesai menonton VCD Hero-nya Zhang Zi Mao, bersama Koh Abun.
MING Bagus banget ya, Koh? Bagusan mana sama Crouching Tiger?
KOH ABUN Hah? Crouching apa?
Koh Abun nggak peduli. Dia menyalakan rokoknya, lalu mencoba mengelus paha Ming untuk mengajaknya bercinta.
MING Ya ampuun, yang aku selalu tonton hampir setiap hari, kali.
Ming kesel dan menjauhi Koh Abun.
KOH ABUN Si Firman masih sering ngasih-ngasih hadiah VCD ke kamu?
MING Nggak juga. Terakhir Hero ini aja. Lagian anak kayak begini aja dicemburuin. Udah nggak percaya lagi sama aku?
143
Koh Abun merasa agak malu karena ketahuan cemburu. Lalu ia mencoba untuk menyenangkan hati Ming dengan berdiskusi mengenai film silat lagi.
KOH ABUN Buat aku, semua film silat sama aja. Tapi nggak ada yang ngalahin Chen Lung.
MING Chen Lung? Chen Lung mah udah kalah pamor sama Chow Yun Fat.
KOH ABUN Ah… zaman kamu udah lain sama zamannya aku,. Kalo cewenya, paling jago tuh Cin Pei Pei.
MING Sekarang udah zamannya Zhang Zi Yi, Koh. Liat nih, cantik, kan?
KOH ABUN Boleh juga, tapi masih cantikan kamu, Ming.
MING Masa sih, koh? (ge-er) Aku pengin bisa kayak Zhang Zi Yi.
KOH ABUN Kemaren malem bukannya produser sinetron siapa tuh namanya… makan di restoran kita?
MING Pak Gopal? Nggak mau ah, sinetron. Ming nggak tertarik.
KOH ABUN Bagus deh, Ming. Ntar kamu semakin banyak yang naksir, bisa-bisa aku ditinggalin.
Ming langsung terdiam (Dinata, 2006: 114-116).
Walaupun demikian Ming tetap diam-diam berusaha mewujudkan cita-
citanya menjadi pemain film. Ming tidak ingin Koh Abun menghambat cita-cita
terbesarnya ini. Firman lah yang membatu Ming dalam usaha meraih keinginan
Ming menjadi pemain film.
104. INT. APARTEMEN MING - KAMAR TIDUR - MORNING Ming dibangunin Koh Abun, tapi dia pura-pura tidur dan mengaku sakit perut. Koh Abun menggosok perut Ming dengan minyak Tawon, lalu berangkat ke restoran sendirian.
144
MING (V.O.) Semua ini cuma sebuah awal dari strategi besar yang harus kujalanin, demi cita-cita yang selama ini tertunda.
Begitu Koh Abun keluar, Ming langsung masuk kamar mandi dan menyalakan shower.
105. INT. APARTEMEN MING - LORONG DEPAN - MOMENTS LATER Firman memencet bel. Cukup lama ia berdiri, sampai hampir sedikit putus asa. Tapi pintu lalu terbuka dan Ming tersenyum sambil mempersilahkan masuk (Dinata, 2006: 121).
Firman membantu meyakinkanMing bahwa Ming masih terlalu muda
untuk terperangkap dalam poligami Koh Abun. Firman meyakinkan Ming, masih
banyak jalan yang bisa Ming pilih untuk membuat hidupnya lebih bahagia.
MING Aku masih belum bisa mutusin mau apa dalam hidup.
FIRMAN Kamu masih terlalu muda untuk ini semua. Kalu kamu berubah pikiran, dating ke alamat ini, minggu depan, untuk casting (Dinata, 2006: 122).
Harta memang sudah cukup ia dapatkan dari Koh Abun, tetapi kalau karier
juga bisa dia raih, itu lebih baik bagi Ming. Ming memang pintar memanfaatkan
situasi. Di satu sisi Ming bisa dengan mudah mendapat harta dari Koh Abun,
sedangkan di sisi lain Ming bisa mendapatkan jalan mudah untuk masuk ke dunia
perfilman karena jasa Firman. Kemudahan tersebut Ming dapatkan dari dua lelaki
yang sama-sama menyukai Ming, sam-sama tergila-gila pada Ming.
MING (V.O.) Aku memang terlalu muda untuk hidup tenang dan punya banyak uang. ….
MING (V.O.) Tapi, seharusnya aku bisa tetap hidup nyaman sambil mencoba main film. Kalau bisa dapetin dua-duanya, kenapa nggak? (Dinata, 2006: 122).
145
Semakin lama Ming semakin menikmati hubungannya dengan Koh Abu.
Selain kebutuhan material dirinya tercukupi, kebutuhan Ming sebagai “perempuan
dewasa” pun terpenuhi oleh adanya Koh Abun. Ming semakin meyukai Koh
Abun. Perasaan suka seorang perempuan terhadap lawan jenisnya. Hal ini bisa
dilihat dari sikap Ming yang sangat senang ketika Koh Abun akan ditinggal oleh
Cik Linda ke Amerika untuk menghadiri wisuda anak dari Koh Abun dan Cik
Linda. Cik Linda, istri pertama Koh Abun meninggalkan Koh Abun di Jakarta
dalam beberapa minggu. Walaupun demikian, Ming tetap senang karena dalam
waktu beberapa minggu tersebut, Koh Abun menjadi milik Ming sepenuhnya.
95. INT. RESTORAN BEBEK DI PECENONGAN - NIGHT Ming lagi menghitung uang di kasir, menggantikan Cik Linda yang sedang mengurus visa di Kedutaan Amerika. Dia mau ke Amerika, menghadiri wisuda anaknya.
Koh Abun sibuk menyiapkan peralatan masak ketika Cik Linda datang dengan wajah gembira.
CIK LINDA Bun, aku dapet juga visa Amerika. Coba kamu ikut daftar. Ternyata lancar-lancar aja, emang antrenya panjang banget.
KOH ABUN Aku di sini aja, ngirit. Kalau laki kan biasanya tiga bulan baru dapet.
CIK LINDA Laki kayak Bang Jali gitu? Terang aja, mukanya kayak teroris. Belum diwawancara petugas kedutaan, liat foto sama baca namanya aja yang ke-Arab-Arab-an juga udah dicoret.
KOH ABUN Udahlah. Tiket pesawat udah diambil belom? Besok pesawat jam berapa?
CIK LINDA Jam sembilan malem. Semua udah beres.
Ming kelihatan senang karena tahu Cik Linda akan pergi agak lama. Berarti dia bisa berduaan saja dengan Koh Abun (Dinata, 2006: 111-114).
146
Memang mudah bagi Ming untuk menyukai Koh Abun. Kebiasaan Ming
berhubungan dekat setiap hari dengan Koh Abun membuatnya merasakan bahwa
Koh Abun ternyata pantas untuk dikagumi.
97. EXT. RESTORAN BEBEK DI PECENONGAN - NIGHT Ming melihat tangan Koh Abun yang berotot dan lihat memotong-motong sayur. Lalu mengagumi wajahnya yang berkeringat. Lalu ia memandangi cincin berliannya yang selalu ia pakai semenjak Cik Linda ke Amerika.
MING (V.O.) Gampang rasanya untuk semakin jatuh cinta ke Koh Abun yang begitu sensual di mataku. Guratan wajahnya matang, dia mampu memuaskanku, walaupun kami sering berbeda mengenai banyak hal (Dinata, 2006: 116).
Ming pun merasa senang karena keberadaannya di dalam kehidupan Koh
Abun diakui oleh Koh Abun. Pernikahannya dengan Koh Abun memang ditutup-
tutupi dari Cik Linda sebagai istri pertama sekaligus istri yang sah Koh Abun.
Akan tetapi, keberadaan Ming sebagai istri muda diakui dan dibanggakan Koh
Abun di depan teman-teman dekat Koh Abun.
100. INT. APARTEMEN MING - NIGHT Geng ceki dan Koh Abun sedang bermain ceki. Ming duduk di pangkuan Koh Abun sambil ikut bercanda dengan geng Koh Abun.
MING (V.O.) Kalau dengan geng cekinya dia justru nunjukin rasa bangga bisa dapetin istri semuda aku.
KOH ALING Enaknya kalo main di sini bisa sampe pagi nih kita.
KOH ABUN Emang itu tujuannya. Makanya lain kalo punya bini muda.
KOH ALING Ye elu kan sanggup miaranya. Apartemen seenak gini aja langsung jadi hak milik.
MING Masa aku tinggal di kontrakan sempit melulu? Ntar Koh Abun males datang.
KOH ABUN Di mana aja kamu tinggal, aku nggak akan pernah males datengin.
147
GENG (rame-rame) Cie…
KOH ABUN Beneran. Tapi selagi gue mampu, apa aja gue kasih buat si Ming.
Ming tersipu-sipu. Lalu bel berbunyi (Dinata, 2006: 116-118).
Ming semakin menyukai Koh Abun sehingga perasaan ingin memiliki
Koh Abun seutuhnya pun muncul di hati Ming. Ming sudah merasa lelah
menutup-nutupi pernikahannya dengan Koh Abu. Ming ingin dengan terbuka
menikmati hubungannya dengan Koh Abun.
98. EXT. RESTORAN BEBEK DI PECENONGAN - LATER THAT NIGHT Koh Abun bersiap-siap menutup restoran. Karyawan ada yang pemitan. Tinggal Ming dan Koh Abun.
KOH ABUN Besok cincinnya jangan dipake lagi ya, Ming.
MING (kaget) Kenapa? Kok tiba-tiba ngomong gitu?
KOH ABUN Ntar anak-anak sini pada curiga.
MING Apaan sih, aku juga bilang ke mereka ini palsu.
KOH ABUN Udah deh, nurut aja.
MING Parno amat? Kita juga selalu datang ke sini bareng, pulang bareng, emang anak-anak nggak pada curiga?
KOH ABUN Nggak mungkin. Mereka kan tahu kamu anak kepercayaannya Linda.
MING Bodo ah, nggak bisa ngeliat orang seneng dikit. Aku udah capek nutup-nutupin.
Akhirnya Koh Abun diam. Lalu mereka berjalan-jalan berdua menuju mobil (Dinata, 2006: 116).
148
Keinginan Ming tidak lagi menutup-nutupi hubungannya dengan Koh
Abun semakin besar. Ming menginginkan Koh Abun segera menjelaskan status
dirinya kepada Cik Linda. Ming ingin benar-benar diakui keberadaannya sebagai
istri keduanya Koh Abun.
MING Bener juga…. Mmmm… Cik Linda lusa pulang ya, Koh....
KOH ABUN Ya. Kamu mau nyuruh aku terus terang sama dia? Pasti deh.... Sabar aja.
MING Sebenernya bukan itu sih, tapi kalo mau diumumin ke dia, aku lebih seneng.
KOH ABUN Sebenernya apa dong?
MING Aku nggak pengin kerja lagi di restoran.
KOH ABUN Aduh, Ming, kalo sambil kerja aku nggak ngeliat kamu, pasti menderita aku….
MING Kan kalo udah terus terang. Engkoh bisa bagi waktu, dua hari di sini, dua hari di sana. Tapi bakalan ngamuk nggak ya Cik Linda?
KOH ABUN Ngamuk paling awal-awalnya doang. Biasalah, Ming. Tapi dia pasti nerima kalau kamu tetep baik sama dia.
MING Aku bakalan baik terus sama dia. Masa mau ngamuk-ngamuk juga? Nanti dia sakit hati sama aku.
KOH ABUN Mau gimana lagi? Kalau orang Islam mah enak, bisa berlindung di bawah kiai, makannya bisa punya empat.
MING Alaaah, orang Tionghoa juga. Di Jambi, tempat Ming ada tauke kaya banget, yang punya istri lima (Dinata., 2006: 124).
149
Keberadaan Ming yang hanya sebagai istri kedua Koh Abun membuat
Ming benar-benar merasakan apa yang disebut rasa cemburu. Kecemburuan Ming
terhadap Koh Abun yang harus berbagi hati dengan istri pertamanya.
115. INT. APARTEMEN MING – DAY Ming sedang makan sendiri sambil menonton TV. Koh Abun keluar dari kamar sambil membawa koper.
MING Kok mau jemput ke airport pake bawa koper?
KOH ABUN Ini baju-bajuku, masa nggak dibawa lagi ke rumah?
Ming agak kesal.
MING Ya… tapi kan di sini juga perlu baju. Emang nggak mau balik ke sini lagi?
KOH ABUN Kamu apa-apaan sih ngomong begitu?
MING Jadi, mau langsung ngomong nggak ke Cik Linda tentang kita.
KOH ABUN Besok lah, biar malem ini dia istirahat dulu.
MING Jadi ntar malem nyetor dong yak ke Cik Linda, udah sebulan lebih nggak.
KOH ABUN Itu kan cuma kewajiban.
MING Kewajiban membawa nikmat.
KOH ABUN Bandel, ah. Kamu nggak cemburu kan sam Cik Linda?
MING Maunya sih nggak, tapi… tau, ah. Udah sana, ntar terlambat (Dinata, 2006: 128).
Koh Abun tidak segera memberitahukan hubungan dirinya dengan Ming
kepada Cik Linda (istri pertama) dikarenakan Cik Linda adalah keberuntungannya
Koh Abun dalam usaha. Koh Abun masih menggantungkan kemakmuran
150
hidupnya pada Cik Linda. Ming merasa dirinya dinomorduakan oleh Koh Abun.
Koh Abun lebih mementingkan perasaan Cik Linda bila status hubungannya
dengan Ming dibandingkan mendahulukan perasaan diri Ming dengan semua
perselingkuhan ini.
MING (V.O.) Supaya nggak kehilangan hoki, Koh Abun belum berani bilang ke istri pertamanya, tentang kami (Dinata, 2006: 110).
Ming semakin cemburu ketika harus menerima kenyataan bahwa Koh
Abun tidak menjadi milik Ming sepenuhnya. Sehari tidak bersama Koh Abun,
Ming merasa kesepian. Keadaan ini tidak membuat Ming senang.
116. INT. MOBIL - NIGHT Ming menyetir sendiri sambil melewati restoran bebek Koh Abun. Ia bisa melihat suasana yang hiruk-pikuk dari jendela mobilnya.
MING (V.O.) Ternyata susah jadi istri muda yang nggak cemburuan. Baru semalam Koh Abun pergi, rasanya ingin mengambil dia kembali hanya buat aku (Dinata, 2006: 128).
Ming sebenarnya memahami alasan Koh Abun tidak segera menjelaskan
hubungannya dengan Ming kenapa Cik Linda. Ming juga bisa membayangkan
bagaimana perasaan Cik Linda bila suaminya mempunyai istri lagi. Bila Ming
berada di posisi Cik Linda, dirinya akan marah dan kecewa dengan apa yang
terjadi. Ming terpaksa menerima Koh Abun sebagai suaminya dikarenakan dirinya
tidak mau lagi hidup susah. Dengan rela dinikahi Koh Abun membuat hidup Ming
tidak lagi kesusahan dalam hal materi.
106. INT. APARTEMEN MING - DAY FIRMAN Enak banget tempat barunya.
Ming diam. Firman terus berjalan dan menginspeksi apartemen, melihat TV dan DVD set Mingyang cukup canggih untuk ukuran Firman.
151
FIRMAN Emang kalo orang Cina tuh uangnya pada banyak-banyak, ya? Cuma pada pinter nutupinnya.
MING Apa sih ngomongin Cina-Cina?! Aku juga Cina, jangan rasis deh.
FIRMAN Bercanda….
MING Pertama-tama kamu harus tau kalo aku udah jadi istri muda Koh Abun. Firman tidak kaget.
FIRMAN Kamu pikir aku nggak tau? Aku tuh selama ini ngikutin semua perkembangan kamu.
MING Ngapain? Kayak nggak ada kerjaan lain aja.
FIRMAN Kamu pikir pegawai-pegawai restoran yang lain nggak pada tau? Ming diam saja.
FIRMAN Orang tu nggak pada buta, Ming, Cik Linda juga tau.
MING Nggak mungkin dia tau.
FIRMAN Dia malah sengaja ninggalin suaminya ke luar negeri, supaya suaminya bisa berduaan sama kamu. Mungkin supaya suaminya mikir.
MING Kok dia nggak marah…?
FIRMAN Ming, ming, orang kayak Cik Linda pemikirannya lain sama kamu. Emang kalo kami jadi dia, kamu marah?
MING Ya jelas, murka….
FIRMAN Nah, kok kamu tega dan bisa berpura-pura selama ini di depan dia?
152
MING Aku juga nggak tau kenapa, tapi kayaknya aku capek hidup susah. Aku bahagia sama Koh Abun, dia ngertiin aku banget. Aku juga nggak pernah jahat sama Cik Linda. Semua perhatian, dedikasiku, tetep sama seperti dulu.
FIRMAN Terserah kamulah, tapi Cik Linda sebenarnya udah tau kualitas kamu. Dalam hatinya pasti dia punya rencana sendiri.
MING Terus meu gimana lagi, aku nggak punya pilihan.
FIRMAN Kamu kan bisa lanjutin sekolah, belajar akting, atau apa kek. Kamu masih punya cita-cita kan, Ming?
MING Film-film dari kamu masih sering aku tonton. Tapi aku nggak perlu lagi ngejar cita-cita itu.
FIRMAN Kenapa? Karena semua yang kamu mau udah dicukupin sama Koh Abun? Aku kira kamu lebih pinter dari itu, Ming (Dinata, 2006: 121-122).
Perasaan Ming yang semakin dalam terhadap diri Koh Abun
memunculkan ketakutan di hati Ming. Ming merasa takut kalau Koh Abun akan
meninggalkannya demi mempertahankan pernikahannya dengan Cik Linda. Ming
sebenarnya menginginkan Cik Linda segera menerima keberadaannya sebagai
istri muda Koh Abun. Sehingga kehidupan Ming tidak lagi dijalaninya dengan
diam-diam dan akhirnya dilalui dengan ketenangan.
MING Sampai hari ketiga, Koh Abun belum berani memberi kabar. Handphone –nya mati terus. Kadang-kadang pengin rasanya mendatangi Cik Linda untuk membeberkan semuanya (Dinata, 2006: 128).
Kehidupan Ming yang dipoligami oleh Koh Abun membuat dirinya sadar
bahwa hidup terlalu tergantung kepada seseorang itu tidak lah membawa
kebahagiaan dalam batin. Kebahagiaan material bukan segala-galanya dalam
hidup. Ming lebih merasakan kebahagiaan lahir dan batin disaat dirinya tidak lagi
153
bergantung pada siapa pun. Bagi Ming dengan kebebasan, dirinya bisa lebih
bahagia. Ming tidak mau lagi menikah. Pengalaman dinikahi Koh Abun sebagai
istri kedua, pada akhirnya membuat Ming terluka. Ming tidak ingin lagi
berhubungan dengan lelaki berdasarkan suatu ikatan pernikahan.
MING (V.O.) Firman pernah bilang, kalau aku nggak pantes jadi istri mudanya Koh Abun. Pantesnya jadi istri mudanya jenderal atau businessman yang bonafid. Ha ha.... Yang pasti, aku lebih bangga kalo hidup nggak tergantung pada siapa-siapa. Tapi kalau orang bonafid mau macarin boleh juga, asal nggak dikawinin (Dinata, 2006: 132).
Dilihat dari analisis sikap-sikap Ming, diketahui bahwa Ming memandang
semua laki-laki itu sama. Laki-laki baginya tidak pernah puas dengan satu orang
perempuan sebagai pendamping hidup. Laki-laki yang belum menikah ataupun
yang sudah beristri sampai kakek-kakek pun bisa saja menikah lebih dari satu
perempuan, menjadikannya sebagai istri yang sah atau hanya sebagai selingkuhan
saja.
Ming dengan mudah bisa memikat para lelaki dengan kemolekan yang
dimilikinya. Laki-laki yang sudah menikah pun, yang tidak bisa menahan godaan
akan kemolekan Ming, pasti dengan mudah menduakan istrinya. Hampir semua
lelaki yang ditemui Ming seperti itu, termasuk Koh Abun yang mau menikahi
Ming karena dirinya pun tergoda akan kemolekan Ming. Sehingga Ming
memandang poligami bisa terjadi karena laki-laki tidak bisa menahan godaan
akan kemolekan perempuan. Ming bersedia dijadikan istri kedua dikarenakan
kepuasan harta yang bisa didapatkannya dari pernikahannya itu. Ming yang setuju
saja dinikahi Koh Abun memandang poligami seperti di bawah ini.
154
(1) Poligami itu sebagai suatu cara untuk menaikan taraf ekonomi hidupnya
sehingga menjadi lebih baik.
Dengan membiarkan dirinya dinikahi oleh Koh Abun sebagai walaupun
sebagai istri kedua dan pernikahannya itu dilakukan secara sembunyi-
sembunyi, Ming mampu memperoleh apa yang diinginkannya secara materi.
Hidup Ming berubah dengan terpenuhi segala kebutuhannya dengan mudah.
Apa yang diinginkan selama ini oleh Ming dengan mudah didapatkannya,
tinggal di tempat yang mewah lengkap dengan segala fasilitasnya serta
memiliki mobil sendiri.
(2) Poligami itu sah-sah saja dilakukan.
Poligami bagi Ming bisa dijalankan asalkan kedua belah pihak, yang
mempoligami dan yang akan dipoligami, sama-sama mendapatkan apa yang
mereka mau. Koh Abun bisa dengan mudah menikmati kemolekan Ming
sedangkan Ming juga dengan mudah menikmati kekayaan Koh Abun.
Mereka tidak peduli apakah ada pihak yang dirugikan karena perilaku
keduanya.
(3) Poligami memberikan pengalaman baru, yaitu hidup dengan cukup harta,
merasakan kebanggaan, merasakan rasa memiliki, cemburu, dan kecewa.
Ming bersedia dipoligami karena dirinya bosan hidup susah. Semakin lama
Ming merasakan rasa memiliki diri Koh Abun sehingga terkadang Ming
cemburu jika harus merelakan Koh Abun berbagi waktu dengan istri
pertama Koh Abun. Ming semakin bersimpati kepada Koh Abun. Ming
merasakan dirinya jatuh hati dan terkagum-kagum dengan sosok Koh Abun.
155
Walaupun poligami yang dilakukan kepada Ming dijalankan secara diam-
diam, poligami mampu membuat diri Ming merasakan bagaimana
dibanggakan sebagai seorang istri. Koh Abun selalu merahasiakan hubungan
dirinya dengan Ming, tetapi dengan teman-teman terdekat Koh Abun. Koh
abun tidak segan-segan membanggakan Ming ketika Koh Abun sedang
bersama mereka.
Perasaan kecewa yang belum pernah dirasa Ming sebelumnya. Ming kecewa
karena pada akhirnya, ketika hubungannya dengan Koh Abun terungkap
oleh Cik Linda, Koh Abun lebih memilih memepertahankan pernikahannya
dengan Cik Linda dibandingkan mempertahankan hubungan pernikahannya
dengan Ming. Ming tahu dirinya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan
Cik Linda. Ming merasa dinomorduakan oleh Koh Abun. Ming tahu Cik
Linda adalah hokinya Koh Abun.
(4) Poligami itu membatasi pergaulan hidupnya
Poligami juga membuat sikap keseharian Ming berubah. Keseharian Ming
tidak lagi seceria dan segesit dahulu sebelum dirinya dinikahi oleh Koh
Abun. Hal ini disebabkan karena setelah menikah dengan Koh Abun, Ming
harus menjaga sikapnya kepada semua orang terutama laki-laki. Sifat Koh
Abun yang pencemburu menyebabkan Ming harus menjaga sikapnya
terhadap laki-laki. Ming juga harus berhati-hati dalam bersikap dikarenakan
hubungannya dengan Koh Abun sebaik mungkin dirahasiakan dari semua
orang. Koh Abun mengharapkan Ming selalu bersikap seperti itu.
156
Poligami juga membatasi diri Ming untuk meraih cita-cita terbesarnya, cita-
cita terbesarnya sebagai pemain film yang belum sempat diwujudkannya.
Akan tetapi dikarenakan sifat Ming yang tidak pernah puas dengan apa yang
dimilikinya, Ming secara diam-diam mencoba untuk mewujudkan cita-
citanya itu. Ming mengganggap jika keduanya, yaitu harta dan cita-cita, bisa
dia gapai, itu lebih baik dan semakin membuat hidupnya senang karena
semua yang diinginkannya tercapai.
(5) Poligami itu sebagai bumerang bahwa dipoligami itu tidak sepenuhnya
membuat hidup bahagia.
Poligami akhirnya menyadarkan Ming bahwa hidup dengan tidak
bergantung pada siapa-siapa itu lebih membahagiakan. Kenikmatan hidup
bisa didapatkan dengan adanya kebebasan. Pengalaman dipoligami oleh Koh
Abun membuat Ming tidak ingin terikat lagi dengan yang namanya
pernikahan karena dengan pernikahan tersebut Ming merasa dirinya tidak
akan memperoleh kebebasan yang diinginkannya.
Berdasarkan hasil analisis Bab III, diketahui bahwa Salma, Siti, dan Ming,
yang yang merupakan tokoh-tokoh dengan peran protagonis perempuan dalam
skenario film Berbagi Suami karya Nia Dinata, memiliki pandangan sendiri-
sendiri dalam menyikapi poligami yang dilakukan pasangan mereka masing-
masing (Lihat gambar 3.1). Ada tokoh yang setuju dan ada juga tokoh yang tidak
setuju. Ada tokoh yang menerima poligami dengan sukarela, tetapi ada juga tokoh
yang menerima poligami dengan terpaksa. Mereka bertiga memiliki alasan
157
tersendiri dalam menentukan pilihan mengapa mereka akhirnya bersedia
dipoligami oleh pasangan masing-masing.
Pandangan-Pandangan Peran Tokoh Protagonis Perempuan tentang Poligami
Salma
Siti
Ming
- Poligami itu sebagai suatu yang mengejutkan. - Poligami itu dapat menimbulkan konflik batin. - Poligami itu sudah menjadi konsumsi publik. - Poligami itu tidak bisa mengubah sifat sosial Salma, berani bersikap, dan selalu hati-hati dalam bertindak. - Poligami itu adalah sebuah takdir. - Poligami itu adalah sebuah kebiasaan laki-laki. - Poligami itu membuat diri Salma semakin tegar, tabah, dan lapang hati dalam menjalani hidup. - Poligami itu membuat Salma merasakan pengalaman hidup dengan banyak istri dari suaminya; . - Poligami itu membuat dirinya lebih menghargai sesama. - Poligami itu membuat dirinya merasakan arti kemenangan. - Poligami itu bisa menjadi bumerang lelaki sehingga lelaki yang hidup berpoligami akan sadar bahwa istri itu cukup satu saja. - Poligami itu membuat Salma merasakan arti sebuah kebebasan.
- Poligami itu sebagai hal yang tidak baik dilakukan. - Poligami itu sebuah kegilaan. - Poligami itu sebagai alat para lelaki memuaskan hasratnya. - Poligami itu membuat perempuan berada tanpa pilihan. - Poligami itu bisa menghambat cita-cita seseorang. - Poligami itu adalah sebuah kebiasaan. - Poligami itu tidak menuntut harta dan sikap adil. - Poligami itu membuat Siti merasakan menjadi seorang ibu. - Poligami itu menimbulkan efek yang tidak baik bagi kesehatan. - Poligami itu sebagai momen di mana dirinya mendapatkan pengalaman baru yang membahagiakan sebagai seorang lesbian. - Poligami itu membuat diri Siti menjadi lebih dewasa dan berani menentukan sikap hidupnya.
- Poligami itu sebagai suatu cara untuk menaikan taraf ekonomi hidupnya sehingga menjadi lebih baik. - Poligami itu sah-sah saja dilakukan. - Poligami memberikan pengalaman baru, yaitu hidup dengan cukup harta, merasakan kebanggaan, merasakan rasa memiliki, cemburu, dan kecewa. - Poligami itu membatasi pergaulan hidupnya. - Poligami itu sebagai bumerang bahwa dipoligami itu tidak sepenuhnya membuat hidup bahagia.
Gambar 3.1 Bagan Pandangan-Pandangan Peran Tokoh Protagonis Perempuan tentang Poligami dalam Skenario Film Berbagi Suami Karya Nia Dinata
158
Salma, Siti, dan Ming adalah tokoh-tokoh yang mewakili perempuan
Indonesia yang berasal dari latar belakang struktur sosial yang berbeda. Perbedaan
tersebut mempengaruhi mereka dalam penentuan sikap keseharian mereka.
Salma merupakan perempuan berstatus sosial tinggi yang tidak setuju
dengan tindakan poligami. Akan tetapi, Salma bersedia dipoligami lebih kepada
alasan agama dan amanat orang tua untuk menjaga keutuhan keluarga. Salma
pada akhirnya terlepas dari perihnya poligami tersebut di saat pasangannya
meninggal dunia.
Berbeda halnya dengan Salma, Siti dan Ming merupakan perempuan yang
berstatus sosial dari kelas bawah. Sama halnya dengan Salma, Siti pun tidak
setuju dengan pernikahan poligami. Siti sebenarnya menolak, tetapi istri-istri yang
lain mendukungnya dan akhirnya Siti bersedia dipoligami, bersedia dipoligami
lebih karena rasa terpaksa. Pada akhirnya dirinya mampu bebas dari ikatan
poligami tersebut dengan berani melarikan diri dari kehidupan poligami tersebut.
Siti membebaskan diri dari poligami dengan kabur bersama dengan belahan
jiwanya, yaitu Dwi, istri kedua Pak Lik. Siti menjadi pasangan lesbian bersama
Dwi dan hubungan itu yang membuat mereka berdua benar-benar merasakan
kebahagiaan.
Melihat dari rasa kerelaan untuk dipoligami, Ming bersedia dipoligami
dengan kerelaan yang lebih besar dibandingkan Salma dan Siti. Ming setuju-
setuju saja dengan yang namanya poligami. Kerelaan Ming tersebut dikarenakan
alasan harta. Ming bosan hidup dalam kesulitan secra ekonomi. Ming memiliki
keinginan untuk menaikan kelas sosialnya dari masyarakat kelas bawah menjadi
159
kelas menengah. Walaupun kehidupan ekonomi Ming menjadi lebih terpenuhi,
pada akhirnya Ming sadar bahwa poligami pun bisa membuat hatinya terluka.
Kesediaannya dipoligami membuat harga dirinya diremehkan orang lain. Ming
tahu perbuatannya salah karena dirinya telah mengganggu ketenangan hidup
rumah tangga orang lain. Ming akhirnya membebaskan hidupnya dari poligami
dan kembali melanjutkan kehidupan tanpa terikat pernikahan oleh lelaki mana
pun, tetapi tetap saja bersedia menjadi selingkuhan “lelaki berkantong tebal”.
Tiga tokoh utama perempuan dalam Berbagi Suami karya Nia Dinata,
yaitu Salma, Siti, dan Ming, merupakan gambaran hidup perempuan yang
memandang bahwa poligami adalah bisa terjadi pada siapa saja dari struktur sosial
yang berbeda sekalipun. Poligami merupakan tindakan yang lebih sering
merugikan kehidupan perempuan karena hak mereka terampas oleh kesewenang-
wenangan laki-laki dalam melakukan poligami.
Poligami dilihat dari sisi mana pun pastilah akan meninggalkan luka di
hati para korbannya. Salma, Siti, dan Ming sama-sama memperjuangkan hidup
mereka menuju kebahagiaan. Kebahagiaan yang akhirnya mereka peroleh tanpa
lagi terjerat dalam kehidupan poligami pasangan mereka.
BAB IV
PENUTUP
Bagian penutup ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang disajikan
secara terpisah. Kesimpulan merupakan jawaban dari permasalahan dalam objek
penelitian yang dipecahkan melalui analisis dalam Bab II dan Bab III, sedangkan
saran berupa permasalahan yang bisa dikaji dalam penelitian selanjutnya dengan
objek yang sama.
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis Bab II dan Bab III disimpulkan bahwa skenario
film Berbagi Suami karya Nia Dinata betemakan tentang poligami. Penceritaan
dilakukan dengan menghadirkan tiga segmen cerita, tetapi ketiga segmen tersebut
tetap terikat dalam satu tema mengenai poligami.
Penceritaan masing-masing ditandai dengan ciri penceritaan yang tertulis
dengan title card. Title card ini menandakan ciri penceritaan tentang segmen
cerita dengan peran tokohnya masing-masing.
Berbagi Suami tersususn atas tiga segmen cerita, yaitu segmen title card:
Salma, segmen title card: Siti, dan segmen title card: Ming. Dilihat dari alur cerita
setiap segmen dan permasalahan yang dikaji oleh peneliti terfokus kepada tokoh
perempuan yang berperan protagonis. Skenario film Berbagi Suami karya Nia
Dinata ini memiliki tiga tokoh perempuan dengan peran protagonis, yaitu Salma
161
dalam segmen title card: Salma, Siti dalam segmen title card: Siti, dan Ming
dalam segmen title card: Ming.
Salma, dokter ahli kandungan, berlatar kultur Betawi, istri pertama dari
banyak istri seorang tokoh masyarakat yang biasa dipanggil Pak Haji, tinggal di
rumah mewah di Jakarta. Salma di tengah kehidupan yang mapan bersama Pak
Haji yang dikaruniai anak bernama Nadim, mendapati suaminya ternyata hidup
dengan banyak perempuan sebagai istri. Pak Haji menikah dengan lebih dari dua
perempuan tanpa sepengetahuan Salma.
Sebenarnya Salma tidak rela suaminya membagi hati dengan perempuan
lain, tetapi dia pasrah dengan agama sebagai kekuatannya untuk menjalani
kehidupannya bersama Pak Haji. Rasa cintanya terhadap keluarganya juga yang
menyebabkan Salma untuk memilih tetap bertahan.
Salma yang terbiasa hidup tenang dalam keluarga yang membesarkannya,
membuat Salma berhati-hati dalam bertindak. Salma tidak memilih keputusan
yang hanya baik hanya untuk dirinya sendiri. Salma bertahan dan bersikap sebagai
istri yang baik sampai akhir usia Pak Haji.
Pak Haji jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Hal ini membuat
Salma sedih, tetapi juga dirasanya sebagai momen kebebasan. Salma senang Pak
Haji sebelum meninggal dunia berpesan penting kepada Nadim untuk memiliki
istri satu saja kelak jika menikah. Hal ini membuat Salma senang karena pada
akhirnya Pak Haji sadar bahwa poligami itu tidak sepenuhnya membuat hidupnya
selalu nyaman.
162
Siti, perempuan berkultur Jawa, datang dari desa, polos, tinggal di rumah
sederhana bersama Pak Lik-nya di Jakarta untuk memperbaiki nasibnya. Siti
tidak menyangka karena Pak Lik tidak sungguh-sungguh menyekolahkan Siti. Siti
malah dijadikan istri oleh Pak Lik. Siti dijadikan istri ketiga oleh Pak Lik. Sri dan
Dwi sebagai istri pertama dan kedua Pak Lik senang dengan kehadiran Siti.
Mereka berdua setuju jika Siti menjadi keluarga dekat mereka. Siti seolah-olah
tidak mempuanyai pilihan. Karena rasa tidak enak akan jasa Pak Lik yang mau
memberi tempat tinggal di Jakarta dan karena rasa penerimaan kedua istri Pak
Lik, akhirnya Siti menikah juga dengan Pak Lik. Setelah menikahi Siti, Pak Lik
pun menikah lagi.
Siti sebenarnya tidak rela dirinya dinikahi Pak Lik. Siti tidak pernah
menikmati hubungannya dengan Pak Lik. Perhatian dan sikap Siti kepada Pak Lik
hanya dirasanya sebagai sebuah kewajiban seorang istri kepada suaminya.
Dikarenakan rasa pelarian ini, akhirnya Siti jatuh cinta kepada Dwi, istri kedua
Pak Lik yang selalu memberinya perhatian lebih kepada dirinya. Dwi pun jatuh
ahati kepada Siti dan mereka pun menjalin kasih sesame jenis (lesbian). Pada
akhirnya karena kekuatan cinta yang tumbuh diantara mereka, Siti dan Dwi berani
untuk membebaskan diri dari kehidupan poligami Pak Lik.
Ming, perempuan muda, cantik, keturunan Tionghoa, pelayan di sebuah
restoran bebek milik pasangan suami-istri, Koh Abun dan Cik Lida di Jakarta.
Kemolekan yang dimiliki Ming menjadi pujaan para lelaki dari segala usia,
termasuk Koh Abun sampai-sampai Ming dijadikan istri kedua oleh Koh Abun.
Hubungan Ming dan Koh Abun dijalani diam-diam.
163
Ming bersedia dengan rela dinikahi Koh Abun dengan alasan harta.
Kebebasan Ming menjadi terbatas, tetapi Ming dengan mudah mendapatkan apa
yang dia mau. Lelah dengan hidup susah membuat Ming setuju saja dijadikan istri
kedua Koh Abun. Sampai pada akhirnya hubungan Ming dengan Koh Abun
terbongkar, dan Ming kembali ke kehidupannya yang dulu, kehidupannya yang
tidak memiliki harta yang berlebihan. Akan tetapi, semakin lama poligami yang
dijalani Ming meyadarkannya arti kebebasan. Hal ini membuat Ming tidak ingin
terikat lagi dengan yang namanya pernikahan.
Tiga tokoh perempuan yang berperan protagonis dalam skenario film
Berbagi Suami karya Nia Dinata, yaitu Salma, Siti, dan Ming adalah tokoh-tokoh
yang berasal dari tiga kelas sosial, ekonomi, dan suku yang berbeda. Mereka
bertiga menyuguhkan fenomena poligami yang berbeda satu sama lain.
Sebenarnya mereka bertiga tidak terlalu mengenal satu sama lain, tetapi hanya
sesekali bertemu. Tempat yang mempertemukan mereka adalah ruang publik di
Jakarta. Ketiganya sama-sama mengalami permasalahan yang sama, yaitu sama-
sama menjadi korban praktik poligami pasangan mereka. Latar kehidupan dan
sifat mereka yang berbeda mempengaruhi pandangan mereka tentang fenomena
poligami yang mereka hadapi.
Salma dan Siti sebenarnya tidak setuju dengan yang namanya poligami,
sedangkan Ming setuju saja tentang yang namanya poligami. Dalam hal ini,
keadaan lah yang membuat mereka harus menjalaninya. Mereka mempunyai
alasan sendiri-sendiri yang akhirnya membuat mereka bertiga memiliki pilihan
untuk bertahan ataupun membebaskan diri dari sebuah praktik poligami.
164
Salma yang berstatus sosial tinggi bersedia menjalani kehidupan poligami
suaminya lebih kepada alasan agama dan amanat orang tuanya yang tidak
memperbolehkan adanya perceraian dalam suatu ikatan pernikahan. Perjalanan
hidup sebagai seorang istri yang dipoligami oleh suaminya membuat Salma
memiliki pandangan-pandangan mengenai poligami itu sendiri.
Berikut ini adalah pandangan-pandangan Salma tentang poligami. (i)
Poligami itu sebagai suatu yang mengejutkan, (ii) poligami itu dapat
menimbulkan konflik batin, (iii) poligami itu sudah menjadi konsumsi publik, (iv)
poligami itu tidak bisa mengubah sifat sosial Salma, berani bersikap, dan selalu
hati-hati dalam bertindak, (v) poligami itu adalah sebuah takdir, (vi) poligami itu
adalah sebuah kebiasaan laki-laki, (vii) poligami itu membuat diri Salma semakin
tegar, tabah, dan lapang hati dalam menjalani hidup, (viii) poligami itu membuat
Salma merasakan pengalaman hidup dengan banyak istri dari suaminya, (ix)
poligami itu membuat dirinya lebih menghargai sesame, (x) poligami itu membuat
dirinya merasakan arti kemenangan, (xi) poligami itu bisa menjadi bumerang
lelaki sehingga lelaki yang hidup berpoligami akan sadar bahwa istri itu cukup
satu saja, dan (xii) poligami itu membuat Salma merasakan arti sebuah kebebasan.
Siti yang hidup di rumah Pak Lik yang sama-sama berstatus sosial dari
masyarakat kelas bawah bersedia dipoligami Pak Lik karena terpaksa. Siti
sebenarnya belum ingin menikah apalagi dirinya tidak menyangka dinikahi oleh
pamannya sendiri yang sudah memiliki dua istri dan anak-anak yang banyak.
Berikut ini adalah pandangan-pandangan Siti tentang poligami. (i)
Poligami itu sebagai hal yang tidak baik dilakukan, (ii) poligami itu sebuah
165
kegilaan, (iii) poligami itu sebagai alat para lelaki memuaskan hasratnya, (iv)
poligami itu membuat perempuan berada tanpa pilihan, (v) poligami itu bisa
menghambat cita-cita seseorang, (vi) poligami itu adalah sebuah kebiasaan, (vii)
poligami itu tidak menuntut harta dan sikap adil, (viii) poligami itu membuat Siti
merasakan menjadi seorang ibu, (ix) poligami itu menimbulkan efek yang tidak
baik bagi kesehatan, (x) poligami itu sebagai momen di mana dirinya
mendapatkan pengalaman baru yang membahagiakan sebagai seorang lesbian, dan
(xi) poligami itu membuat diri Siti menjadi lebih dewasa dan berani menentukan
sikap hidupnya.
Berbeda halnya dengan Salma dan Siti, Ming yang bersal dari masyarakat
kelas bawah bersedia dengan kerelaan yang penuh untuk menjalani hidup
dipoligami olah Koh Abun. Hal ini dikarenakan urusan harta. Ming bosan hidup
susah sehingga dengan dipoligami, Ming ingin menaikan status sosialnya menjadi
lebih tinggi.
Berikut ini adalah pandangan-pandangan Ming tentang poligami. (i)
Poligami itu sebagai suatu cara untuk menaikan taraf ekonomi hidupnya sehingga
menjadi lebih baik, (ii) poligami itu sah-sah saja dilakukan, (iii) poligami
memberikan pengalaman baru, yaitu hidup dengan cukup harta, merasakan
kebanggaan, merasakan rasa memiliki, cemburu, dan kecewa, (iv) poligami itu
membatasi pergaulan hidupnya, dan (v) poligami itu sebagai bumerang bahwa
dipoligami itu tidak sepenuhnya membuat hidup bahagia.
166
Salma, Siti, dan Ming adalah pembuktian bahwa dilihat dari sisi manapun
poligami adalah tindakan yang merugikan perempuan. Poligami secara umum
membuat hidup perempuan menjadi tidak tenang. Salma, Siti, dan Ming memiliki
perjuangan yang berbeda untuk mencapai kebahagiaan dalam membebasan diri
dari tindakan poligami yang menjerat kehidupan mereka.
4.2 Saran
Objek kajian mengenai pandangan tokoh utama perempuan tentang
poligami dalam skenario film Berbagi Suami karya Nia Dinata ini, dalam
penelitian selanjutnya dapat dikaji secara psikologi karena secara tidak langsung
praktik poligami yang dilakukan oleh laki-laki berakibat pada sisi psikis
perempuan. Hal ini didukung oleh sifat poligami yang hanya membutuhkan
kepatuhan perempuan dan anak-anaknya, tidak peduli apakah laki-laki mampu
memberikan keadilan atau tidak.
Poligami selalu menjadikan perempuan sebagai korban karena luka sekecil
apapun akan muncul akibat tindakan laki-laki yang melebarkan praktik poligami
dalam kehidupan mereka. Laki-laki yang berpoligami kurang memperhatikan
perasaan perempuan sehingga konflik yang dialami perempuan hanya tersimpan
di dalam batin.
DAFTAR PUSTAKA
Agnes. 2003. “Poligami Melanggar Hak Perempuan”. Kompas, Rabu 22 Oktober
2003. http://www.kompas.com. download Oktober 2006.
Ajidarma, Seno Gumira. 2000. Layar Kata, Menengok 20 Skenario Pemenang
Citra, Festival Film Indonesia 1973-1992. Yogyakarta: Yayasan Bentang
Budaya.
Asura, Enang Rokajat. 2005. Panduan Praktis Menulis Skenario dari Iklan
Sampai Sinetron. Yogyakarta: Andi Offset.
Azizah S.H, Ulfa. 2005. “Poligami dalam Teori dan Praktik”. Wacana Poligami di
Indonesia. Bandung: PT Mizan Utama.
Baswardono, Dono. 2007. Poligami itu Selingkuh. Yogyakarta: Galangpress.
Dinata, Nia. 2006. Berbagi Suami, Fenomena Poligami di Indonesia, Skenario
dan Cerita di Balik Layar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Hilmy, Ummu. 2005. “Poligami di Kalangan Perempuan”. Wacana Poligami di
Indonesia. Bandung: PT Mizan Utama.
Jabrohim. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT Hanindita Graha
Widya.
Lutters, Elizabeth. 2004. Kunci Sukses Menulis Skenario. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.
167
Novita, Mila. 2006. “Berbagi Suami, Usaha Nia Menentang Poligami”. Website
Berbagi Suami: http://www.kalyanashira.com. download Maret 2007.
Pambudy, Ninuk Mardiana. 2005. “Nia Dinata”. Kompas, Minggu 13 Februari
2005. Yogyakarta: Pusat Informasi Kompas. download Februari 2007.
----------. 2006. “Berbagi Suami, Dunia Perempuan yang Tidak Hitam-Putih”.
Kompas, Minggu 26 Maret 2006. Yogyakarta: Pusat Informasi Kompas.
download Februari 2007.
Rakhmawati, N. Rosyidah. 2005. “Poligami di Indonesia Dilihat dari Aspek
Normatif”. Wacana Poligami di Imdonesia. Bandung: PT Mizan Utama.
Set, Soni dan Sita Sidharta. 2003. Menjadi Penulis Skenario Profesional. Jakarta:
PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Shadily, Hassan. 1984. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: PT. Bina
Aksara.
Suhadi. 2002. “Agama, Budaya, dan Wacana Poligami”. Kompas, Senin 16
September 2002. Yogyakarta: Pusat Informasi Kompas. download
Februari 2007.
Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sumarno, Marselli. 1996. Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Suprapto, Bibit. 1990. Liku-Liku Poligami. Yogyakarta: Al-Kautsar.
Suyatno, Bagong dan Sudarso. 2006. “Diferensiasi Sosial”. Sosiologi, Teks
Pengantar dan Terapan. Editor: J. Dwi Nawarko dan Bagong Suyatno.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
168
Taum, Yoseph Yapi. 1995. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Penerbit Nusa Indah.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1988. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Balai Pustaka.
Wellek, Renne dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Trj. Melani
Budianta. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
169
BIOGRAFI
Fitria Sri Wulandari lahir di Cianjur, 08 Februari 1986, dari keluarga pendidik, Bapak Ratina Fransiskus Xaverius dan Ibu Musiyem Musiyanti Yuliana. Pendidikan yang dijalaninya dimulai dari TK Wijaya Kusuma Pacet (1990), SD Cipanas No. I (1991), SLTP Mardi Yuana Sindanglaya (1997), SMU Negeri I Sukaresmi (2000), sampai dengan menjadi mahasiswi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta (2003).
Penulis pernah bekerja di Restoran Bakmi Jawa Gunung Kidul Wisma Kompas Gramedia Pacet-Cianjur (2004), Cleaning Servis (2005) di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dan aktif dalam kegiatan pembinaan iman anak di lingkungan tempat tinggalnya. Selama di universitas, penulis berperan aktif dalam kegiatan kampus yang sifatnya mendukung kreatifitas. Prestasi yang pernah diraih adalah Juara Harapan III Lomba Cerma Minggu Pagi (2006) dan karyanya yang pernah dipublikasikan, yaitu Cerita Pendek yang berjudul “Ingin Kupanggil Dia Ibu”.
Penulis bercita-cita ingin menjadi seorang jurnalis atau terjun di dunia seni sehingga dapat membanggakan dan membahagiakan keluarga.
170