outlook perbankan syariah 2011 · 2013-09-27 · syariah tahun 2011 ini dapat ... fatwa dewan...
TRANSCRIPT
a
OUTLOOK PERBANKAN SYARIAH INDONESIA
2011
DIREKTORAT PERBANKAN SYARIAH - 2010
b
Penanggung Jawab:
Mulya E. Siregar
Direktur Direktorat Perbankan Syariah
Tim Penyusun:
- Dhani Gunawan Idat
- Agus Fajri Zam
- Nasirwan
- Dadang Muljawan
- Setiawan Budi Utomo
- Ali Sakti
- Dahnila Dahlan
- Janu Dewandaru
- Eko A. Irianto
- Luci Irawati
- M. Irfan Sukarna
- Siti Nurfalinda
- Riska Jatmika
- Laura Rulida
- Andri Gunawan KP
- Pingki Rita Dewi
Tim Penyusun mengucapkan terima kasih atas partisipasi, sumbang saran dan informasi
dari semua pihak yang terlibat dalam penyusunan Outlook Perbankan Syariah 2011
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim,
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh,
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas perkenan-Nya, Out look Perbankan
Syariah Tahun 2011 ini dapat diseselesaikan dengan lancar.
Kita telah menyaksikan bahwa sejak terbentuknya Biro Perbankan Syariah pada tahun 2003 maka
upaya untuk menyampaikan proyeksi perkembangan perbankan syariah atau Outlook Perbankan
Syariah telah mulai dilakukan, dengan tujuan untuk memberikan informasi prospek dan peluang
industri perbankan syariah selama satu tahun kedepan.
Adanya indikasi pemulihan ekonomi global yang semakin menguat di akhir tahun 2010 telah
memberikan optimisme perkembangan ekonomi yang juga diharapkan baik pada tahun 2011.
Sebagaimana kita cermati bahwa sepanjang tahun 2010 perbankan syariah tumbuh dengan
volume usaha yang tinggi dengan diiringi pula pertumbuhan dana yang dihimpun maupun
pembiayaan yang juga lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2009.
Pertumbuhan volume usaha dan kinerja perbankan syariah pada tahun 2010 yang
menggembirakan ini didorong oleh beberapa faktor seperti: pengaturan perpajakan yang lebih
kondusif, peningkatan credit rating Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi di
tingkat global, pendirian bank-bank syariah baru, serta semakin gencarnya program edukasi dan
diseminasi perbankan syariah oleh Bank Indonesia, perbankan syariah, maupun pihak-pihak terkait
lainnya.
Adanya perkembangan industri yang positif di tahun 2010, perkiraan pertumbuhan ekonomi
nasional yang stabil serta sasaran inflasi yang relatif rendah pada tahun 2011, semakin
meneguhkan hati kita bahwa prospek perbankan syariah pada tahun depan akan tetap cerah,
dengan tetap melaksanakan regulasi yang kondusif, pengawasan yang cermat, dan arah kebijakan
yang berorientasikan kepada pertumbuhan industri yang tetap agresif, prudent dan profesional.
Mengamati perkembangan persaingan usaha kedepan yang semakin ketat, maka strategi
pengembangan daya saing bank syariah akan semakin diarahkan kepada Coopetition Strategy yang
memadukan semangat kerjasama dalam persaingan terutama terhadap bank induk dan
subsidiarinya, sehingga akan tercipta win-win solution dalam menjalankan bisnis bank dengan
ii
tujuan akhir adalah kemanfaatan industri perbankan syariah yang sebesar-besarnya bagi
masyarakat.
Akhir kata kami mengharapkan semoga publikasi Outlook ini dapat bermanfaat, dimana ktitik
dan masukan untuk penyempurnaan kedepan akan kami terima dengan penuh penghargaan.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan, karunia, dan rahmat-Nya kepada kita semua
dalam rangka pengembangan industri perbankan syariah.
Billahi taufiq wal hidayah, wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Jakarta, November 2010
DIREKTORAT PERBANKAN SYARIAH
Mulya E.Siregar Direktur
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................................. v
BAB 1. Pelaksanaan Kebijakan Perbankan Syariah 2010 ................................................ 1
1.1. Kegiatan Penelitian ...................................................................................... 2
1.2. Kegiatan Pengembangan ........................................................................... 13
1.3. Kegiatan Pengaturan ................................................................................. 17
1.4. Kegiatan Pengawasan ................................................................................ 23
1.5. Kegiatan Perizinan ..................................................................................... 27
BAB 2. Perkembangan Perbankan Syariah 2010 ........................................................... 30
2.1. Gambaran Umum ...................................................................................... 30
2.2. Perkembangan Kelembagaan ...................................................................... 31
2.3. Penghimpunan Dana .................................................................................. 32
2.4. Penyaluran Dana ........................................................................................ 35
2.5. Profitabilitas dan Permodalan ..................................................................... 37
2.6. Pembiayaan UMKM dan BPRS .................................................................... 38
BAB 3. Prospek dan Arah Kebijakan ............................................................................. 41
3.1. Prospek Kondisi Makroekonomi ................................................................. 41
3.2. Dampak Makroekonomi Terhadap Perbankan Syariah dan Proyeksi 2011 .... 44
3.3. Arah Kebijakan .......................................................................................... 53
3.4. Prospek Perbankan Syariah 2009 ................................................................ 63
Lampiran 1. Daftar Regulasi Perbankan Syariah Tahun ................................................. 66
Lampiran 2. Produk dan Jasa Perbankan Syariah .......................................................... 68
Lampiran 3. Indikator Perkembangan Perbankan Syariah .............................................. 71
iv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1. Perkembangan Aset, DPK dan PYD ........................................................ 30
Grafik 2.2. Perkembangan DPK Perbankan Syariah .................................................. 32
Grafik 2.3. Perbandingan Rata-rata Bunga Deposito Bank Konvensional dan
Equivalen Return Deposito iB Bank Indonesia ......................................... 33
Grafik 2.4. Proporsi Portofolio Perbankan Syariah ................................................... 33
Grafik 2.5. Proporsi DPK Perbankan Syariah ............................................................ 34
Grafik 2.6. Perkembangan Rekening DPK Per Golongan Nasabah ........................... 35
Grafik 2.7. Perkembangan Non Performing Financing .............................................. 36
Grafik 2.8. Ekuivalen Rate PYD Perbankan Syariah dan Rate Kredit Perbankan ........ 36
Grafik 2.9. Perkembangan Profitabilitas Perbankan Syariah ..................................... 37
Grafik 2.10. Rasio BoPo dan Pertumbuhan Net Margin ............................................. 38
Grafik 2.11. Pembiayaan UMKM oleh Perbankan Syariah ......................................... 39
Grafik 3.1. Pertumbuhan Pembiayaan Bank Syariah ................................................ 45
Grafik 3.2. Pertumbuhan DPK BS, PYD BS, Suku Bunga dan Inflasi .......................... 46
Grafik 3.3a PDB Sektoral dan Pergeseran Portofolio ................................................. 47
Grafik 3.3b. Perbandingan Komposisi Portofolio ........................................................ 49
Grafik 3.3c. Perbandingan NPF Persektor ................................................................... 50
Grafik 3.4. Pertumbuhan Aset Berdasarkan Jenis Kelembagaan Perbankan Syariah... 51
Grafik 3.5. Permodalan dan CAR Perbankan Syariah ................................................ 52
Grafik 3.6. Aset 10 Bank Terbesar ........................................................................... 54
Grafik 3.7a. Ilustrasi Segment Champions ................................................................. 61
Grafik 3.7b. Posisi Aset iB Perbankan Syariah ............................................................. 61
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Jaringan Kantor .................................................................................... 32
Tabel 2.2. Profil Keuangan BPRS ............................................................................ 40
Tabel 3.1. Proyeksi PDB Dunia ............................................................................... 42
Tabel 3.2. Proyeksi Pertumbuhan Perbankan Syariah Nasional 2010 ....................... 63
Tabel 3.3. Proyeksi Pertumbuhan Perbankan Syariah Nasional 2011 ........................ 63
Tabel 3.4 Proyeksi Pertumbuhan Berdasarkan Beberapa Skenario........................... 65
1
BAB 1
PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERBANKAN SYARIAH 2010
Sejalan dengan tugas pokok dan peran Bank Indonesia serta arahan umum kebijakan
di bidang perbankan yang telah disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia pada awal tahun
2010, selama tahun 2010 telah dilaksanakan berbagai kegiatan terkait dengan penelitian,
pengembangan, pengaturan dan pengawasan perbankan syariah. Pelaksanaan kebijakan
dibidang perbankan syariah selain mengacu kepada kebijakan umum dibidang perbankan
juga memperhatikan arahan dan kebijakan khusus terkait dengan perbankan syariah yang
merupakan sub-sektor perbankan yang masih perlu didorong agar dapat bertumbuh lebih
cepat agar peran dan konstribusinya dalam mencapai sasaran kebijakan dibidang perbankan
dan kebijakan Bank Indonesia secara umum dapat lebih besar.
Dalam tahun 2010, secara umum Bank Indonesia telah menetapkan sejumlah arah
kebijakan dibidang perbankan dengan pendekatan insentif dan disinsentif. Hal ini antara lain
mencakup peningkatan ketahanan sistem perbankan yang perlu ditempuh melalui
penguatan pengaturan, pemantapan sistem pengawasan bank, penataan kembali tingkat
kompetisi di industri perbankan Indonesia, serta pendalaman pasar keuangan. Selain itu
upaya untuk mendorong peningkatan intermediasi perbankan melalui penyempurnaan
peraturan dan penyediaan infrastruktur pendukung. Secara spesifik kebijakan untuk
perbankan syariah dalam tahun 2010 diarahkan untuk meningkatkan peran perbankan
syariah terhadap perekonomian nasional dan penguatan ketahanannya. Kebijakan untuk
perbankan syariah ini diupayakan dengan meningkatkan insentif untuk mendorong
peningkatan modal, memfasilitasi pengembangan unit usaha syariah dan anak
perusahaannya, serta memfasilitasi terpenuhinya kebutuhan SDM perbankan syariah yang
kompeten.
Sejumlah kegiatan yang merupakan implementasi arah kebijakan tahun 2010
dibidang perbankan syariah dilaksanakan oleh Bank Indonesia, khususnya Direktorat
Perbankan Syariah dengan mencakup berbagai kegiatan dalam bidang penelitian,
pengaturan dan pengembangan, perizinan, dan pengawasan perbankan syariah
sebagaimana dijelaskan secara ringkas pada bagian dibawah ini. Seluruh kegiatan tersebut
dilakukan sebagai satu kesatuan dalam upaya mengembangkan perbankan syariah yang
efisien, prudent dan sejalan dengan prinsip syariah.
2
1.1 KEGIATAN PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan selama tahun 2010 difokuskan kepada kajian/penelitian
yang menyangkut penyempurnaan regulasi, pengembangan produk dan penguatan
infrastruktur bank syariah di masa mendatang. Sejumlah penelitian yang dilaksanakan dalam
tahun 2010 adalah :
1. Kajian Metodologi Risk Based Supervision (RBS) dan Mapping Information Technology (IT)
Perbankan Syariah dalam Rangka Implementasi Roadmap RBS Perbankan Syariah.
2. Kajian Pemetaan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Identifikasi Kebutuhan Pasar
Perbankan Syariah
3. Kajian Lanjutan Penyusunan Model Indeksasi Return Sektor Riil Sebagai Benchmark
Pricing dan Informasi Kinerja Sektor Ekonomi Bagi Perbankan Syariah
4. Kajian Permasalahan Perpajakan dan Alternatif Tax Incentives bagi Perbankan Syariah
5. Kajian Kebijakan dan Strategi Pengembangan Human Capital Perbankan Syariah Nasional
dalam Rangka Persiapan Industri Perbankan Syariah Menghadapi AEC 2015
1.1.1 Penelitian Dalam Rangka Regulasi
Kajian Metodologi Risk Based Supervision (RBS) dan Mapping Information
Technology (IT) Perbankan Syariah dalam Rangka Implementasi Roadmap RBS
Perbankan Syariah
Kajian RBS yang dilakukan pada tahun 2010 merupakan kelanjutan dari kajian
Roadmap RBS yang telah dilakukan pada tahun 2009. Adapun fokus kegiatan yang dilakukan
adalah proses inventarisasi pola pengukuran yang mencakup modul Early Warning System,
Profil Risiko dan Tingkat Kesehatan. Kajian mencakup penyusunan flow informasi dan proses
perhitungan, interpretasi hasil pengukuran, pengambilan kesimpulan dari hasil analisis yang
dilakukan serta strategi implementasi yang dapat dilakukan. Program implementasi RBS
merupakan program inisiatif yang dilakukan secara multiyears mengingat proses
implementasinya membutuhkan kesiapan dari berbagai infrastruktur pendukung secara
terintegrasi.
Secara umum modul-modul pengukuran dikelompokan berdasarkan kepentingan
pengawas untuk melihat pergerakan bank syariah yang diawasinya secara efisien dan
terfokus. Modul EWS pada dasarnya menguji integritas data, dinamika variabel yang sensitif
terhadap perubahan dan logika pergerakan variabel pengukuran. Modul profil risiko
mengakomodasi kesimpulan yang telah dibuat pada modul EWS dan dilengkapi dengan
beberapa hasil analisis tambahan yang dapat menggambarkan tingkat risiko bank serta
kualitas manajemen dalam mengantisipasi setiap permasalahan yang timbul dan komitmen
3
dalam mengatasi permasalahan tersebut. Untuk menilai kualitas manajemen secara objektif,
akan dikembangkan suatu sesi interaktif yang berfungsi sebagai sarana klarifikasi dan
konfirmasi antara pelaku industri dengan otoritas pengawasan untuk mendapatkan persepsi
yang sama.
Upaya implementasi tersebut tentunya memerlukan tingkat pengertian yang sama
mengenai tujuan dan cara implementasi dari seluruh pelaku industri serta komitmen untuk
penyediaan infrastruktur berupa sistem informasi yang memadai. Untuk mencapai hal
tersebut disarankan agar industri membentuk beberapa working group yang bertugas untuk
menyusun metadata sistem pelaporan, pengembangan metoda pengukuran secara lebih
mendetail serta working group pada high level untuk menyamakan visi pengembangan
sistem pengawasan secara jangka panjang. Pengembangan RBS secara strategis juga telah
dilakukan dengan mamperhatikan platform pengembangan sistem teknologi informasi
pengawasan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia secara umum.
1.1.2 Penelitian Yang Berkaitan Dengan Pengembangan Produk
Kajian Pemetaan Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Identifikasi Kebutuhan Pasar
Perbankan Syariah
Dalam rangka mendukung upaya inovasi produk yang dapat meningkatkan daya
saing perbankan syariah baik secara domestik, regional maupun kompetisi global di era pasar
bebas dengan antisipasi berbagai peluang dan tantangannya ke depan, Bank Indonesia pada
tahun 2010 telah melaksanakan Kajian Pemetaan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI (DSN)
dan Identifikasi Kebutuhan Pasar Perbankan Syariah. Kajian ini dilakukan melalui survey
kepada pelaku industri untuk memetakan fatwa DSN yang terkait dengan produk perbankan
syariah. Pemetaan tersebut dimaksudkan untuk mengidentifikasi sejauh mana implementasi
fatwa yang ada dalam produk perbankan syariah, fatwa apa saja yang terkendala dalam
implementasinya dan produk apa saja yang diperlukan industri yang memerlukan fatwa
ataupun penegasan syariah yang belum difatwakan oleh DSN.
Dari hasil kajian disimpulkan bahwa Fatwa yang Terkendala dalam Implementasi
Produk Perbankan Syariah adalah:
1. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 12/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Hawalah. Fatwa ini
dalam implementasinya masih terkendala oleh berbagai peraturan teknis terkait secara
komprehensif dan saat ini dalam proses penyusunan ketentuan dimaksud.
2. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam. Fatwa
ini dalam implementasinya terkendala oleh sistem di internal perbankan dan belum ada
pengembangan untuk implementasinya mengingat minimnya respon masyarakat dan
4
pasar yang belum kondusif. Selain itu ketentuan yang lebih bersifat teknis operasional
masih perlu disempurnakan.
3. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 30/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Rekening
Koran Syariah. Implementasi fatwa ini terkendala oleh sistem internal bank yang belum
tersedia dan petunjuk teknis regulasi yang masih merujuk kepada perbankan
konvensional.
4. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang Musyarakah
Mutanaqisah. Fatwa ini baru diterbitkan oleh DSN sehingga masih perlu dilakukan
sosialisasi kepada industri dan masyarakat mengenai mekanisme kerjanya serta disusun
ketentuan teknis pelaksanaannya baik dalam bentuk PBI, PAPSI dan PSAKS.
5. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor: 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan Fatwa
Dewan Syari’ah Nasional Nomor: 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas. Pelaksanaan
kedua fatwa ini belum dipasarkan secara meluas mengingat ada keinginan dari pihak
perbankan untuk dapat memperoleh marjin atas pembiayaan yang diberikan, sementara
di dalam fatwa disebutkan bahwa pendapatan bank hanya berasal dari fee atas
penyimpanan barang rahn, dan ongkos yang besarnya didasarkan pada pengeluaran
yang nyata-nyata diperlukan.
6. Fatwa tentang al-Qardh. Fatwa ini belum diimplementasikan dalam pembiayaan
komersial dengan pertimbangan adanya moral hazard serta batasan ketentuan yang
memungkinkan pelaksanaan transaksi tersebut. Dalam prakteknya akad Qardh
dikombinasikan dengan akad lain sehingga terdapat optimalisasi penggunaan dana pihak
ketiga dan pembagian hasil keuntungan dari pembiayaan dengan skema tersebut (fee
based income)
Hasil survey kepada kalangan perbankan syariah juga mengungkap keinginan industri
terhadap keberadaan beberapa fatwa tambahan yang mengatur mengenai produk-produk
penyaluran dana/ pembiayaan, pengimpunan dana dan produk treasury serta sistem
pembayaran. Fatwa tersebut dirasakan perlu untuk segera diterbitkan sehingga dapat
dijadikan sebagai dasar dalam pengembangan produk perbankan syariah.
Fatwa bagi produk-produk penyaluran dana/ pembiayaan yang diperlukan industri
meliputi:
1. Fatwa tentang Produk Mudharabah atau Musyarakah untuk Pembiayaan Modal Kerja
yang bersifat variable untuk memenuhi kebutuhan nasabah sebagaimana pada produk
Kredit Rekening Koran di Bank Konvensional. Produk ini underlying transaction-nya tidak
dilakukan per penarikan, namun dalam perhitungan secara global per plafond yang
disediakan (termasuk yang belum dicairkan). Industri memandang produk ini mendesak
dan penting dengan alasan bahwa saat ini banyak pengusaha kecil yang memerlukan
5
pembiayaan tersebut, namun menjadi terkendala karena diwajibkan memberikan bukti
underlying transaction setiap melakukan penarikan, sementara nasabah belum memiliki
catatan/pembukuan yang tertata dengan baik.
2. Fatwa tentang Produk Pembiayaan seluruh BPIH. Pembiayaan ibadah haji diharapkan
dapat dilakukan oleh bank tidak hanya sebatas talangan (Qardh), tetapi dilakukan secara
keseluruhan penyelenggaraan haji. Industri memandang produk ini mendesak dan
penting dengan alasan bahwa kebutuhan dan permintaan masyarakat akan produk
tersebut sangat tinggi.
3. Fatwa tentang Produk Alih Debitur/Novasi Debitur. Industri memandang produk ini
penting meskipun tidak mendesak dengan alasan sebagai cara penyelamatan
pembiayaan dan/atau debitur/mudharib yang mengalami kendala secara syar’i antara lain
cacat tetap atau sakit berkepanjangan atau meninggal dunia.
4. Fatwa tentang Produk Garansi Bank. Produk ini dipandang penting tapi belum mendesak
5. Fatwa tentang Grace Period dalam Produk Jual Beli Murabahah. Meskipun saat ini belum
dipandang mendesak tetapi penting untuk difatwakan sebagai landasan pengembangan
ke depan dengan alasan karena diperlukannya waktu yang memadai bagi bank untuk
menyiapkan barang modal/investasi (pra operasional) sebelum operasi secara komersial
berjalan efektif.
6. Fatwa tentang Produk tentang Sale and Buy Back dengan akad Bai Al-‘Inah. Produk ini
sudah dalam proses rancangan dan belum diajukan ke BI. Pelaku memandang bahwa
produk ini sekalipun tidak mendesak tapi penting dengan alasan transaski tersebut telah
diaplikasikan di Malaysia walaupun terdapat perbedaan madzab (sharia opinion).
7. Fatwa tentang Pembiayaan dengan Multiakad/Kombinasi Akad yang menggunakan Al-
Qardh. Fatwa ini dibutuhkan dengan semakin berkembangnya inovasi produk
hybrid/kombinasi. Perlu kepastian hukum syariah terkait penggunaan Dana Pihak Ketiga
dan pembagian hasil berupa fee-based income dari pembiayaan tersebut seperti talangan
dalam rahn, talangan dalam pengurusan haji dsb. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor:
19/DSN-MUI/IV/2001 tentang al-Qardh hanya mengatur pembiayaan yang bersifat sosial
dan bukan komersial sehingga belum memungkinkan penggunaan dana pihak ketiga.
Selain fatwa-fatwa tersebut di atas, kalangan industri juga membutuhkan beberapa
fatwa lain dan telah mempersiapkan rancangan produk serta telah menyampaikan rancangan
tersebut kepada Bank Indonesia untuk mendapatkan persetujuan. Fatwa yang digolongkan
mendesak untuk diterbitkan tersebut adalah:
1. Fatwa tentang Pembiayaan dengan Akad Murabahah Variasi. Produk ini sudah dalam
proses rancangan pelaku dan sudah diajukan ke BI. Kalangan industri menganggap
6
produk ini mendesak dan penting dengan alasan bahwa kebutuhan dan permintaan
masyarakat akan produk tersebut sangat tinggi.
2. Fatwa tentang Produk Pembiayaan Pola Kemitraan, baik pola Chanelling maupun
Executing seperti dengan Multifinance, Koperasi, BPRS dan Baitul Maal wa Tamwil (BMT).
Pelaku memandang produk ini sebagai diversifikasi produk untuk mempercepat bisnis
bank dalam penyaluran dana.
Fatwa yang diperlukan dalam pengembangan produk-produk penghimpunan dana
meliputi produk berikut:
1. Fatwa tentang Produk Tabungan Haji. Bank memandang perlu mengingat animo
masyarakat untuk menunaikan ibadah haji sangat tinggi.
2. Fatwa tentang Produk Wakaf Uang Tunai.
3. Fatwa tentang Pemberian Reward/ Hadiah Langsung Pada Waktu Pembukaan Rekening.
Industri memandang fatwa untuk produk ini penting meskipun tidak mendesak dengan
alasan adanya nature nasabah tabungan yang pada umumnya menyukai hadiah langsung
dimuka sebagaimana nasabah di perbankan konvensional.
4. Fatwa tentang Pemberian Hadiah kepada Nasabah Penyimpan Secara Undian. Fatwa ini
diperlukan untuk menjawab keraguan bank maupun nasabah, mengingat belum ada
fatwa DSN-MUI yang mengatur secara khusus tentang pemberian hadiah kepada kepada
nasabah meskipun beberapa bank syariah sudah melakukannya.
5. Fatwa tentang Produk Tabungan Emas. Beberapa bank sudah merancang skema
operasionalnya dan sudah diajukan ke BI.
6. Fatwa tentang Produk Pendanaan dengan Commodity Murabahah. Industri sudah
mengajukan permohonan fatwa ke DSN-MUI dan telah merancang produknya namun
belum diajukan ke BI. Fatwa ini dibutuhkan dengan alasan memiliki competitiveness atau
daya saing dengan produk pendanaan konvensional, bahkan bisa mengungguli fitur yang
ditawarkan bank konvensional.
Fatwa yang diperlukan dalam pengembangan produk treasury dan system
pembayaran meliputi produk berikut:
1. Fatwa tentang Produk Lindung Nilai Syariah (Tahawwuth/Islamic Hedging). Produk ini
sudah dalam proses rancangan dan belum diajukan ke BI. Industri memandang bahwa
fatwa produk ini mendesak dan penting dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan
yang tidak dapat dihindari dalam transaksi perbankan yang berbasis valuta asing.
2. Fatwa tentang Jualah untuk Penerbitan Sertifikat IMA. Produk ini sudah dalam proses
rancangan dan belum diajukan ke BI. Pelaku memandang produk ini mendesak dan
penting dengan alasan untuk mendapatkan counterpart bank lain seperti konvensional
7
dimana kepastian pemberian rate jualah sebagai fixed income sangat menarik bagi bank
konvensional.
3. Fatwa tentang Produk Repurchase Agreement (REPO). Produk ini digunakan sebagai fitur
untuk produk berbasis efek syariah. Bank menganggap produk ini diperlukan dengan
alasan adanya mekanisme REPO akan memudahkan bank dalam mengelola efek atau
portofolio secara optimal yang dimilikinya.
4. Fatwa tentang Transaksi on-line dan real time antara Bank Syariah dengan Bank
Syariah/Konvensional. Perbankan memerlukan fatwa ini agar dapat memenuhi kebutuhan
nasabah konvensional agar KCS BUK dapat melayani transaksi KCK.
5. Fatwa tentang Kartu Kredit dengan Akad Murabahah.
Terkait dengan kajian ini, kegiatan penelitian juga dielaborasikan dengan
pemanfaatan dan optimalisasi Kodifikasi Produk Perbankan Syariah Internasional yang telah
diserahkan kepada DSN-MUI pada tahun sebelumnya untuk memilih dan memilah produk
dalam kodifikasi tersebut yang dapat dipertimbangkan untuk dikembangkan di Indonesia.
Diantara produk yang memerlukan fatwa yang diusulkan sudah terdapat dalam kodifikasi
produk internasional tersebut.
Diharapkan pada tahun 2011 telah dapat ditetapkan prioritas dari usulan fatwa
produk yang disesuikan dengan kebutuhan masyarakat penggunanya.
1.1.3 Penelitian Dalam Rangka Penguatan Infrastruktur Bank Syariah
A. Kajian Lanjutan Penyusunan Model Indeksasi Return Sektor Riil Sebagai
Benchmark Pricing dan Informasi Kinerja Sektor Ekonomi Bagi Perbankan
Syariah
Dalam rangka menjawab kebutuhan akan tersedianya benchmark pricing perbankan
syariah yang berdasarkan kegiatan sektor riil, pada tahun 2009 yang lalu DPbS telah
menyusun “Kajian Konsep Awal Indeksasi Return Sektor Riil Sebagai Acuan Pricing Perbankan
Syariah”. Pada kajian konsep awal tersebut telah dihasilkan dua alternatif model return
sektor riil, yaitu model Structure Conduct Performance (SCP) yang lebih merepresentasikan
kondisi atau struktur pasar secara keseluruhan, dan model Struktur Biaya (Cost Structure)
yang mencerminkan rata-rata tertimbang return perusahaan di suatu industri. Pada kajian
awal tersebut telah dihasilkan alternatif model untuk sektor pertanian dan pertambangan.
Sebagai rangkaian dari kajian multiyears, pada tahun 2010 pembahasan dilanjutkan
dengan fokus pada pengumpulan dan penyiapan data, dan pemodelan lanjutan dengan
menggunakan data sub sektor industri. Pada tahun kedua ini dilakukan perbaikan-perbaikan
pada konsep awal yang telah disusun, dan pengembangan model lebih lanjut pada sampel
industri yang sama, yaitu sektor pertanian dan pertambangan dengan pendalaman sub
8
sektor (5 subsektor pertanian dan 5 subsektor pertambangan), disamping itu dipersiapkan
pula kerangka pemutakhiran (updating) data dan proyeksi model untuk tahap selanjutnya.
Model pengukuran imbal hasil sektor riil yang dibentuk, telah mempertimbangkan variabel-
variabel pada tingkat perusahaan (firm level) dalam industri yang dikaji yaitu industri
pertanian dan industri pertambangan. Untuk meminimalkan faktor variasi data atas waktu
seperti faktor trend, siklus dan musiman, data yang digunakan adalah data atas dasar harga
konstan. Untuk perhitungan, kerangka yang digunakan didasarkan pada metode Cash
Recovery Rates (CRR) karena perhitungannya tidak melibatkan faktor diskonto yang
merupakan jalur penilaian aset keuangan berbasis bunga, perhitungan CRR ini diadopsi dari
penelitian Baber dan Kang (1996).
Dalam penelitian ini, perhitungan CRR dilakukan secara empiris dengan 3 (tiga)
kelompok, yaitu: (i) pada seluruh perusahaan yang termasuk dalam sektor Pertanian dan
Pertambangan di Bursa Efek Indonesia maupun perusahaan yang tidak masuk bursa, (ii) pada
Perbankan Syariah dengan menggunakan laporan keuangan perbankan syariah yang secara
regular dilaporkan ke BI, dan (iii) dari sisi debitur bank syariah. Tujuan pengukuran pada 3
(tiga) kelompok berbeda ini adalah agar didapatkan imbal hasil sektor riil yang dihitung
berdasarkan kemampuan sebuah bisnis dalam menghasilkan pemulihan kas dari investasi
yang dilakukan pada waktu tertentu.
Konsep yang dibangun saat ini, pada perhitungannya melibatkan perusahaan yang
listed dan non listed sehingga indeks imbal hasil tersebut merupakan cerminan dari aktifitas
ekonomi di Indonesia. Selain itu, dari pengukuran CRR pada bank syariah akan didapatkan
cost of fund yang menjadi floor rate untuk penetapan margin dan nisbah pada produk bank
syariah. Pada akhirnya, informasi dari kedua sisi bisnis yaitu debitur dan perbankan akan
mengurangi ketidakseimbangan informasi sehingga meningkatkan transparansi bisnis dalam
sebuah sistem ekonomi syariah.
B. Kajian Permasalahan Perpajakan dan Alternatif Tax Incentives bagi
PerbankanSyariah
Peraturan perpajakan merupakan salah satu aspek penting dalam menentukan
struktur biaya, yang selanjutnya akan mempengaruhi daya saing produk dan minat investor
maupun pengguna jasa keuangan untuk memanfaatkan jasa perbankan syariah.
Sebagaimana banyak dialami oleh negara-negara yang baru mengembangkan perbankan
syariah, terdapat berbagai permasalahan dalam pengaturan perpajakan transaksi keuangan
syariah. Permasalahan tersebut timbul antara lain karena peraturan/perundang-undangan
yang berlaku belum secara spesifik mengatur mengenai perpajakan transaksi keuangan
syariah, yang relatif masih baru bertumbuh. Peraturan perundang-undangan terkait jasa
9
perbankan yang disusun sebelum industri perbankan syariah berkembang bisa jadi
menggunakan kerangka fikir dan terminologi untuk pengaturan bank konvensional.
Padahal secara prinsip dasar dan juga terminologi, terdapat sejumlah perbedaan penting
antara bank syariah dengan bank konvensional.
Terkait dengan hal diatas maka dalam rangka memperjelas dan mengidentifikasi
berbagai kemungkinan ‘grey-area’ dalam pengaturan perpajakan bagi transaksi perbankan
syariah maka pada tahun 2010 ini dilakukan kajian untuk memetakan berbagai
ketentuan/perundang-undangan perpajakan yang berlaku bagi transaksi perbankan syariah.
Pemetaan ini diharapkan akan bermanfaat untuk penyusunan peraturan pelaksanaan dan
petunjuk teknis yang jelas dan sejalan dengan prinsip tax neutrality antara transaksi
perbankan syariah dengan produk jasa keuangan yang memiliki karakteristik finance serupa
(peering), dan menghindari potensi permasalahan ketidak-pastian hukum perlakukan
ketentuan perpajakan transaksi-transaksi keuangan syariah.
Berdasarkan kajian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa perlakuan perpajakan
untuk kegiatan usaha berbasis syariah mengalami beberapa perubahan penting pasca
perubahan UU PPh (dengan diundangkannya UU Nomor 36 Tahun 2008) dan UU PPN
(dengan diundangkannya UU Nomor 42 Tahun 2009). Meskipun ketentuan perpajakan telah
mengakomodir aspek perpajakan tentang industri syariah, namun pengaturan dalam
peraturan dan perundang-undangan perpajakan masih sangat minim dan belum secara tegas
serta spesifik mengatur perlakuan perpajakan terhadap produk dan transaksi keuangan bank
syariah. Penggunaan terminologi mutatis mutandis yang memang menjadi cerminan
semangat tax neutrality, namun berpotensi menimbulkan keragu-raguan dan perbedaan
penafsiran terhadap perlakuan perpajakan produk dan transaksi keuangan syariah. Dengan
demikian, dalam upaya untuk meningkatkan transparansi dan kejelasan aturan maka
diperlukan penyempurnaan ketentuan peraturan pelaksanaan yang memuat aturan tentang
penjelasan mutatis mutandis sehingga jelas pandanan antara produk bank syariah dengan
produk bank konvensional. Kajian ini memberikan tawaran tentang padanan tersebut.
Penyempurnaan aturan pelaksanaan perpajakan tersebut seharusnya dapat mengakomodir
prinsip level playing field dalam berusaha bahkan diharapkan dapat lebih banyak mendorong
daya saing dan perkembangan perbankan syariah nasional.
Pada sisi lainnya, sejalan dengan keinginan untuk menumbuh kembangkan
perbankan syariah, maka Bank Indonesia juga melakukan joint research dengan Badan
Kebijakan Fiskal – Kementrian Keuangan RI untuk melakukan mengkaji berbagai alternatif
perpajakan yang diyakini dapat mendorong akumulasi modal dan secara efektif
mengakselerasi pertumbuhan industri perbankan syariah agar dapat berkontribusi secara
lebih luas dalam pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena pemberian tax incentives
10
merupakan suatu perlakuan khusus (preferential treatment) bagi sektor atau kegiatan
ekonomi tertentu, maka pada kajian banyak ditekankan analisis dan rasionalitas yang dapat
secara meyakinkan bahwa kebijakan insentif yang diusulkan bersifat fair dan memberi
manfaat lebih besar bagi perekonomian dari pada potensial lost yang mungkin ditimbulkan.
Sejumlah gagasan terkait kebijakan insentif pajak yang dapat diusulkan dan
diskusikan lebih lanjut dengan otoritas fiskal diusulkan dalam kajian terkait insetif pajak yang
meliputi insentif terkait PPh dan PPN. Secara umum terdapat dua kerangka pendekatan
dalam pengajuan insentif, pertama yang bersifat jangka pendek dalam lingkup peraturan
perundang-undangan yang saat ini berlaku. Dalam hal in tentu pilihan alternatifnya relatif
terbatas, umumnya dari aspek PPh, karena dari aspek PPN Undang-udang yang ada relatif
ketat mengatur sehingga ruang gerak pengusulan insentif agak terbatas. Kedua adalah
yang bersifat lebih jangka panjang dengan kondisi dimana undang-undang perpajakan dapat
disesuaikan untuk memberikan landasan hukum bagi pemberian perlakuan istimewa yang
telah dipertimbangkan cost-benefit-nya dari berbagai sisi kepentingan. Beberapa bentuk
insentif perpajakan yang dapat diusulkan antara lain:
(i) Pemberian fasilitas penurunan tarif PPh Badan sebesar 5% lebih rendah daripada tarif
normal bagi perbankan syariah; ini beranalogi pada insentif pajak yang ditujukan
untuk mendorong perusahaan agar lebih banyak go public - masuk bursa yang
(minimal 40% sahamnya dimiliki oleh publik). Secara prinsip bank syariah bisa
dianggap sebagai industri strategis yang perlu didorong demi kepentingan nasional
khususnya dengan mempertimbangkan sumbangannya pada stabilitas sistem
keuangan yang pengalaman menunjukan betapa besarnya beban yang ditanggung
pembayar pajak saat terjadi krisis perbankan, serta sumbangannya pada peningkatan
derajat Usaha mikro dan kecil yang menjadi fokus utama pembiayaan bank syariah.
(ii) Insentif perlakuan PPh secara khusus berdasarkan Pasal 31D UU PPh yang antara lain
menegaskan bahwa ketentuan perpajakan bagi bidang usaha berbasis syariah diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Industri perbankan syariah
mempunyai peluang besar untuk mendapatkan perlakuan perpajakan secara khusus.
Perlakuan khusus ini bisa lebih menarik dibanding fasilitas PPh berdasarkan Pasal 31A
UU PPh atau bahkan fasilitas tax holiday. Semua tergantung kepada bagaimana
keinginan Pemerintah terhadap industri perbankan syariah.
(iii) Fasilitas Tax Holiday berdasarkan UU Penanaman Modal, dimana pada Pasal 18 ayat
(5) UU Penanaman Modal menjanjikan fasilitas pembebasan atau pengurangan PPh
Badan dalam jumlah dan waktu tertentu kepada penanaman modal baru yang
merupakan industri pionir, yaitu industri yang memiliki keterkaitan yang luas,
11
memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru,
serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
(iv) Pemberian subsidi pajak dalam bentuk pajak ditanggung Pemerintah (DTP). Insentif
PPh DTP merupakan bentuk subsidi pajak oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak
tertentu yang didasarkan pada UU APBN. Apabila Pemerintah bermaksud untuk
memberikan insentif PPh DTP, Pemerintah harus mengalokasikan insentif tersebut
pada anggaran belanja subsidi pajak setiap tahunnya.
(v) Pemberlakuan double tax deductable untuk beberapa biaya-biaya yang dapat
dibebankan double untuk kepentingan perhitungan beban pajak PPh Badan, misalnya
biaya pengembangan human capital perbankan syariah, biaya edukasi masyarakat/iB
Campaign dalam rangka mengakselerasi pertumbuhan industri perbankan syariah.
(vi) Pemberian insentif terkait dengan penghapusan PPN, BPHTB dan PPh karena
pengalihan harta (khususnya berupa tanah dan bangunan) dalam kaitan pelaksanaan
spin off Unit Usaha Syariah (UUS) bank umum konvensional menjadi bank umum
syariah. Hal ini dengan pertimbangan bahwa spin-off pada dasarnya adalah amanah
dan dorongan yang diamanahkan oleh UU No 21 tahun 2008 tentang perbankan
syariah yang tujuan pokoknya mempercepat pertumbuhan perbankan syariah
nasional, sehingga selayaknya pemerintah dapat mengecualikan dalam mengambil
manfaat pajak dari aktifitas spin-off UUS ini.
C. Kajian Kebijakan dan Strategi Pengembangan Human Capital Perbankan Syariah
Nasional dalam Rangka Persiapan Industri Perbankan Syariah Menghadapi Asean
Economi Community (AEC) 2015
Kesadaran mengenai pentingnya pembangunan human capital guna mencapai visi
pengembangan perbankan syariah nasional sudah tercantum dalam Cetak Biru Perbankan
Syariah Nasional. Pada Cetak Biru tersebut, pengembangan human capital merupakan salah
satu pilar terpenting dari tujuh pilar startegis pengembangan perbankan syariah nasional. Di
samping itu, bertumbuh pesatnya industri perbankan syariah baik dari sisi jumlah bank,
jaringan kantor, maupun meningkatnya volume usaha dan ragam produk perbankan syariah
menuntut tersedianya sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang semakin
meningkat. Fenomena terjadinya kekurangan sumberdaya manusia telah dirasakan sebagai
faktor yang menghambat pertumbuhan industri perbankan syariah nasional saat ini. Hal ini
antara lain tercermin dari kekurangan supply pemimpin cabang bank, calon direksi BPRS, dan
sejumlah strategic job positions di perbankan syariah nasional.
Pentingnya penyusunan rencana strategis pengembangan human capital industri
perbankan syariah nasional juga didorong oleh kenyataan bahwa dalam jangka pendek
12
kedepan terlaksananya kesepakatan ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015
akan berpengaruh pada eksistensi dan berbagai aspek daya saing industri perbankan syariah
nasional. AEC yang mempromosikan terlaksananya pasar bebas (free flow) barang, jasa,
modal, investasi, dan tenaga kerja terdidik sudah tentu akan menimbulkan pengaruh berupa
tantangan, namun juga membuka peluang bagi industri perbankan syariah nasional.
Sebagai salah satu upaya awal mempersiapkan dan industri perbankan syariah Indonesia
menghadapi AEC 2015, pada tahun 2009 DPbS Bank Indonesia telah melakukan kajian
untuk memetakan daya saing perbankan syariah Indonesia di kawasan ASEAN dengan
memperbandingkan daya saing industri serupa di negara yang memiliki industri keuangan
syariah signifikan di kawasan ini, yaitu Malaysia, Singapura dan Brunei. Hasil komparasi dan
pemetaan memperlihatkan bahwa kondisi ke empat negara relatif dekat, terutama untuk
Indonesia dan Malaysia. Namun, posisi Indonesia berada dibawah Malaysia baik untuk faktor
eksternal industri maupun faktor internal industri. Indonesia hanya memiliki rating lebih baik
dari Malaysia pada dua aspek daya saing, yaitu sistem regulasi, khususnya dari sisi
kelengkapan acuan peraturan prudential, prinsip syariah dan prinsip akuntansi (namun tidak
untuk sisi pemberian insentif), dan pada aspek kondisi keuangan, khususnya dari tingginya
financing to deposit ratio dan profitabilitas usaha perbankan syariah Indonesia.
Sejalan dengan argumentasi di atas serta memperhatikan realitas sumber daya insani
industri perbankan syariah Indonesia saat ini, maka penyusunan rencana strategis
pengembangan human capital industri perbankan syariah nasional menjadi sangat penting.
Human Capital Strategic Plan (HCSP) Perbankan Syariah Indonesia disusun untuk menjelaskan
visi dan misi pengembangan human capital perbankan syariah nasional dan keterkaitannya
dengan visi dan misi pengembangan perbankan syariah yang ditetapkan dalam Cetak Biru
Pengembangan Perbankan Syariah, serta mengidentifikasi isu-isu strategis dibidang human
capital, penetapan inisiatif-inisiatif strategis yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan
sasaran pengembangan berdasarkan kondisi. Secara khusus HCPS Perbankan Syariah
Nasional diharapkan dapat diposisikan sebagai:
� Masukan dan acuan dalam perencanaan kebijakan dan strategis dibidang human capital
bagi pelaku industri perbankan syariah, lembaga pendidikan dan pelatihan terkait
perbankan syariah serta stakeholders lainnya agar dapat secara bersama-sama
mendorong terwujudnya tujuan pengembangan human capital perbankan syariah
Indonesia.
� Pedoman bagi Bank Indonesia melaksanakan fungsinya dalam menetapkan peraturan
bagi industri perbankan syariah khususnya yang terkait dengan pengaturan dan
pengembangan human capital industri perbankan syariah, melaksanakan fungsi
13
koordinasi dengan pihak terkait, melakukan fungsi fasilitasi dalam pengembangan
institusi terkait (institutional building, dan pengembangan kapasitas human capital
(capacity building) terkait dengan perbankan syariah, maupun lembaga yang memiliki
peran penting dalam pengembangan perbankan syariah nasional;
� Masukan dan acuan bagi para pihak terkait dan stakeholders perbankan syariah secara
umum agar secara bersama-sama dapat melakukan sinergi dan upaya pengembangan
human capital secara terencana dan berkesinambungan guna mencapai sasaran dan
tujuan pengembangan perbankan syariah khususnya dari aspek human capital;
Sejalan dengan tujuannya, HCSP Perbankan Syariah ini memuat visi, misi, serta
inisatif-inisiatif staregis pengembangan human capital perbankan syariah nasional dengan
kerangka waktu 2011-2015. Visi dan misi pengembangan human capital perbankan syariah
nasional merupakan derivasi dari misi dan visi pengembangan perbankan syariah nasional,
dengan terlebih dahulu dilaksanakan elaborasi berbagai referensi dan pemikiran terkait
dengan pengembangan human capital dalam sistem perbankan syariah.
Penyusunan Human Capital Strategic Plan Perbankan Syariah Nasional 2011 – 2015,
diawali dengan penggalian informasi terhadap isu-isu strategis pada industri perbankan
syariah, yang meliputi perkembangan bisnis, yaitu gambaran tentang perkembangan industri
perbankan syariah nasional. Perkembangan bisnis merupakan isu yang harus diperhatikan
karena diperlukan human capital yang mampu meningkatkan daya saing nasional maupun
internasional. Selanjutnya adalah melakukan pendalaman aspek-aspek Human Capital
Management yang meliputi (i) Model Kompetensi, (ii) Human Capital Acquisition, (iii) Human
Capital Development, (iv) Human Capital Retention , dan (v) Human Capital Engagement.
Dengan metode SWOT analysis, isu-isu strategis yang terkait dengan human capital,
kemudian dikaji kekuatan, kelemahan, peluang, dan hambatannya. Langkah berikutnya
adalah mengembangkan inti Human Capital Strategic Plan Perbankan Syariah Nasional 2011
– 2015, yang meliputi penjabaran tentang (i) visi, misi, dan sasaran Human Capital
Management (HCM) perbankan syariah, (ii) menyusun inisiatif strategi Human Capital
Management dan Program Human Capital Management Strategy.
1.2. KEGIATAN PENGEMBANGAN
Kegiatan pengembangan perbankan syariah pada tahun 2009 tetap fokus pada upaya
melakukan penyempurnaan positioning-differentiation-branding (PDB) perbankan syariah
dengan mengacu pada Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah 2009-2012.
Dalam rangka mendukung implementasi Grand Strategy tersebut, kegiatan pengembangan
pasar dilakukan dalam tiga area kebijakan meliputi edukasi dan sosialisasi, aliansi strategis,
serta pengembangan internal.
14
1.2.1 Edukasi dan Pengembangan Pasar
Dalam rangka mendorong pertumbuhan industri perbankan syariah, strategi
komunikasi yang ditempuh Bank Indonesia melalui pelaksanaan berbagai aktivitas
komunikasi dan edukasi guna menciptakan dan memperbesar demand terhadap produk dan
layanan perbankan syariah, yang tertuang dalam media plan program sosialisasi dan edukasi
masyarakat (iB Campaign) tahun 2010. Program-program sosialisasi (komunikasi) dan
edukasi masyarakat yang dilakukan selama tahun 2010 antara lain :
A. Penyelenggaraan “iB Expo” dan/atau partisipasi “iB Paviliun” di beberapa event-event
nasional dan terkemuka, baik di Jakarta maupun di beberapa kota besar di Indonesia.
Kegiatan ini merupakan refocusing dari kegiatan Festival Ekonomi Syariah (FES) yang
telah dilaksanakan tahun 2008 dan 2009. Tujuan dari kegiatan ini iB Expo/iB Paviliun
adalah untuk mendekatkan masyarakat (interaksi langsung) dengan produk-produk
perbankan syariah sekaligus mendorong pengenalan produk serta mengakomodir aktivasi
langsung masyarakat terhadap produk dan layanan perbankan syariah.
Konsep iB Paviliun merupakan penyediaan tempat khusus (pulau) untuk stand-stand
bank syariah di daerah sebagai salah satu bentuk kegiatan kampanye (iB Campaign)
bersama perbankan syariah, terutama bank-bank syariah yang memiliki budget terbatas
untuk kegiatan promosi dan komunikasi.
Sepanjang tahun 2010 telah terselenggara beberapa kegiatan iB Paviliun antara lain:
a. iB Paviliun di Mega Bazar Computer di Yogyakarta (3-7 Maret 2010), diikuti oleh
seluruh bank syariah di wilayah kerja KBI Yogyakarta dengan pencapaian nilai
transaksi perbankan syariah sebesar Rp. 7.1 Milyar
b. Rumah iB di Real Estate Indonesia (REI) Expo 1-9 Mei 2010 di Jakarta, yang diikuti
oleh 9 bank syariah terkemuka berhasil membukukan transaksi pembiayaan KPR-iB
sebesar Rp.249 Milyar.
c. IB Showcase di Indonesia Internasional Motor Show (IIMS) 2010, diikuti oleh 9 bank
syariah dengan nilai transaksi mecapai Rp.150 Milyar.
d. iB Paviliun di Islamic and Halal Business Festival (IHBF) di Jakarta diikuti oleh 5 bank
syariah terkemuka dan 12 stakeholder perbankan syariah antara lain: Pusat
Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES), Masyarkat Ekonomi Syariah (MES), IAEI, BWI,
ASBISINDO, ABSINDO, Perempuan Ekonomi Syariah (PES),
e. Real Estat Ekspo 2010 di Jakarta (Oktober 2010)
15
f. Franchise dan License Expo Indonesia (FLEI) 2010 di Jakarta (November 2010)
g. Bursa Properti iB di Surabaya (Desember 2010)
B. Technical Assistance untuk meningkatkan kompetensi SDM perbankan syariah.
Pelaksanaan edukasi diarahkan untuk meningkatkan kemampuan personil/SDM bank
syariah dalam menganalisis dan memanfaatkan setiap peluang ekspansi pembiayaan serta
kemampuan merancang dan menerapkan strategi pemasaran yang efektif. Kegiatan yang
dilakukan meliputi serangkaian pelatihan analisis pembiayaan serta pelatihan strategic
marketing (iB Marketeers Club). Tujuan pembentukan club tersebut adalah memberikan
technical assistance yang mendalam terhadap ilmu marketing modern yang diharapkan
dapat membantu para iBankers untuk melakukan praktek pemasaran yang lebih inovatif.
Berbeda dengan pelatihan lainnya, personil bank yang menjadi peserta pelatihan strategic
marketing juga menjadi anggota marketeers club sehingga berkesempatan untuk
bertukar pengalaman dan menambah wawasan dari praktisi dan pemerhati marketing
yang bergerak di berbagai sektor usaha.
C. Kegiatan Training of Trainers (TOT) pendidik, terutama dosen perguruan tinggi. Tujuan
kegiatan TOT adalah untuk meningkatkan ketersediaan pengajar perbankan syariah.
Selama tahun 2010 kegiatan TOT telah dilaksanakan di 7 kota, yaitu Yogyakarta, Palu,
Surabaya, Banda Aceh, Ternate, Tasikmalaya dan Depok.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, pelaksanaan TOT tersebut diupayakan secara
terintegrasi dengan sosialisasi melalui event-event seperti Festival Nusantara ke-5, seminar
dan pameran, sehingga proses komunikasi yang dilakukan berdampak lebih luas. Selain
itu, sejalan dengan strategi komunikasi yang mengedepankan pengalaman langsung
masyarakat berinteraksi dengan bank syariah, maka dalam setiap TOT disertakan wakil
dari perbankan syariah. Secara umum antusiasme peserta terhadap kegiatan komunikasi
terintegrasi ini cukup tinggi, termasuk di lokasi yang karena belum terdapat operasi bank
syariah, maka untuk mendukung rangkaian kegiatan TOT penyelenggara mendatangkan
bank syariah dari kota terdekat.
D. Sosialisasi perbankan syariah kepada masyakarat luas, dilakukan dengan strategi
sosialisasi berbasis komunitas yaitu strategi komunikasi lebih terfokus terhadap segmen
nasabah sesuai dengan grand strategy pengembangan pasar perbankan syariah (5
segmen nasabah : segmen pokoknya syariah, segmen ikut arus, segmen sesuai manfaat
dan kebutuhan, segmen terpaksa dan segmen pokoknya konvensional). Untuk tahun
2010 prioritas komunitas yang menjadi sasaran utama kegiatan sosialiasasi adalah:
komunitas wanita dan pemuda (women and youth), komunitas pengusaha
(entrepreneurs) dan komunitas pengguna internet (netizen).
16
Bentuk-bentuk kegiatan yang telah terlaksana sepanjang tahun 2010 antara lain:
a. Sosialisasi mengenai produk-produk perbankan syariah (product knowledge) kepada
masyarakat luas melalui media massa (Above The Line) dalam bentuk Iklan Layanan
Masyarakat (ILM) di media cetak (koran, majalah, tabloid, dll), media elektronik (radio,
TV, inflight vison, TV Bandara, TV Bandara, TV Kereta Api, Megatron dll) dan media
online/internet.
b. Seminar, Workshop, gathering seperti: Workshop Mahasiswa, Blogshop (pelatihan
penulisan di media online), Workshop Wirausaha, gathering dengan komunitas
wanita, komunitas pendengar radio, co-branding dengan kegiatan komunitas dan
lain-lain akan dilaksanakan secara terintegrasi dengan beberapa kegiatan sosialisasi.
Selain kegiatan yang diprakarsai langsung, Bank Indonesia secara aktif juga melakukan
sosialisasi dan edukasi melalui dukungan penyelenggaraan berbagai kegiatan seminar dan
pelatihan yang diselenggarakan oleh stakeholder dalam bentuk bantuan penyelenggaraan
dan narasumber. Permintaan terhadap kegiatan-kegiatan tersebut juga cukup besar,
sehingga memasuki triwulan terakhir telah dilaksanakan lebih dari 120 kegiatan sosialisasi.
1.2.2 Kerjasama Kelembagaan
Pelaksanaan strategi pengembangan pasar melalui kegiatan komunikasi dan edukasi
tidak terlepas dari sinergi dan kerjasama yang terus dikembangkan dengan berbagai institusi
domestik seperti perguruan tinggi dan lembaga pelatihan, pemerintah daerah, Asosiasi Bank
Syariah Indonesia (ASBISINDO), Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES), Masyarakat
Ekonomi Syariah (MES), serta media massa.
Dalam konteks yang berbeda, Bank Indonesia juga menjalin kerjasama strategis
dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) – MUI dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Kerjasama
dimaksud dilaksanakan antara lain melalui program benchmarking ke otoritas dan perbankan
internasional, diskusi fatwa / standar akuntansi, dan pelatihan perbankan dan sertifikasi
kepada DPS perbankan syariah. Melalui kerjasama tersebut, diharapkan koordinasi,
kesepahaman dan sinergi yang terbentuk dapat secara efektif memberikan solusi dan
mendorong berkembangnya produk perbankan syariah yang lebih variatif dan mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat.
Disamping pengembangan aliansi domestik, Bank Indonesia juga secara aktif
mengembangkan kerjasama dengan organisasi/forum internasional seperti Islamic Financial
Services Board (IFSB), International Islamic Financial Market (IIFM), Asia Middle East Dialogue
(AMED) melalui perantaraan Departemen Luar Negeri RI, dan Asia Pacific Rural and
17
Agricultural Credit Association (APRACA). Sebagai salah satu pendiri, Bank Indonesia
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan strategis di IFSB dan IIFM. Selain itu, partisipasi
dan kerjasama juga dilaksanakan melalui keanggotaan dalam sejumlah working group
perumusan standar keuangan syariah internasional, serta penyelenggaraan seminar dan
pertemuan regular di kedua lembaga internasional tersebut. Sementara itu kerjasama
dengan AMED dan APRACA dilakukan melalui program pelatihan bagi negara-negara
anggota. Pada tahun 2010 APRACA telah memberikan penghargaan Center of Excellence
dan bersama AMED menjadikan Bank Indonesia sebagai pusat pelatihan perbankan syariah
bagi negara-negara anggotanya.
1.3. KEGIATAN PENGATURAN
Kegiatan pengaturan pada tahun 2010 masih merupakan kelanjutan dari penyusunan
dan penyempurnaan ketentuan yang telah menjadi amanat Undang-Undang No. 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah. Beberapa ketentuan yang telah disusun pada tahun 2010
merupakan petunjuk pelaksanaan dari pengaturan perbankan syariah yang telah disusun
pada tahun 2009 yaitu Peraturan Bank Indonesia mengenai Uji Kemampuan Dan Kepatutan
(Fit And Proper Test) bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah serta Peraturan Bank
Indonesia mengenai pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah.
Selain itu, terdapat beberapa ketentuan yang akan dikeluarkan untuk
mengakomodasi perkembangan yang terjadi sesuai dengan kondisi perbankan syariah,
antara lain berupa perubahan atas ketentuan – ketentuan yang telah berlaku yaitu ketentuan
mengenai restrukturisasi pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, kualitas
aktiva bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, dan kualitas aktiva bagi Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah dan ketentuan yang baru bagi perbankan syariah yaitu Peraturan
Bank Indonesia mengenai Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah. Penyusunan ketentuan–ketentuan tersebut diharapkan dapat dikeluarkan pada akhir
tahun 2010.
Disamping melakukan penyusunan ketentuan dalam rangka petunjuk pelaksanaan
Peraturan Bank Indonesia di tahun 2009 dan dalam rangka mengakomodasi perkembangan
sesuai kondisi perbankan syariah, terdapat pula penyusunan ketentuan yang dilakukan
bekerjasama dengan satuan kerja lain diluar Direktorat Perbankan Syariah, karena ketentuan
dimaksud berlaku baik bagi perbankan konvensional maupun perbankan syariah.
18
1.3.1. Ketentuan – ketentuan yang telah diterbitkan dalam rangka petunjuk
pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia sebelumnya.
A. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/6/DPbS tanggal 28 Maret 2010 perihal Uji
Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah
(UUS).
Ketentuan ini merupakan aturan teknis mengenai pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia
No.11/31/PBI/2009 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah yang diterbitkan pada tanggal 28 Agustus 2009.
Beberapa aturan teknis yang diatur dalam Surat Edaran tersebut, antara lain:
1. Uji kemampuan dan kepatutan terhadap PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota
Direksi, dan Pejabat Eksekutif Bank Syariah; dan Direktur UUS dan Pejabat Eksekutif
UUS (existing) dilakukan untuk menilai keterlibatan dan/atau keterkaitan yang
bersangkutan (clearance test) atas pelanggaran atau penyimpangan, termasuk
tindakan fraud (penipuan, penggelapan dan/atau kecurangan), yang terkait dengan
faktor: (1) integritas dan kelayakan keuangan bagi PSP Bank Syariah; (2) integritas,
kompetensi dan reputasi keuangan bagi anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi
dan/atau Pejabat Eksekutif Bank Syariah dan Direktur UUS dan/atau Pejabat Eksekutif
UUS.
2. Pelaksanaan uji kemampuan dan kepatutan terhadap PSP, anggota Dewan Komisaris,
anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif Bank Syariah; dan Direktur UUS dan Pejabat
Eksekutif UUS (existing) dilakukan melalui langkah-langkah pengumpulan data dan
informasi, konfirmasi hasil, penyampaian hasil penilaian, penerimaan tanggapan dan
penetapan hasil.
3. Penentuan predikat hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan ditetapkan sebagai
berikut: a) Memenuhi Persyaratan (Lulus), apabila hasil akhir uji kemampuan dan
kepatutan bernilai kurang dari 5 (lima); atau b) Tidak Memenuhi Persyaratan (Tidak
Lulus), apabila hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan bernilai sama dengan atau
lebih dari 5 (lima).
4. Pihak-pihak yang diberikan predikat Tidak Memenuhi Persyaratan (Tidak Lulus)
dilarang menjadi: a) PSP dan/atau pengendali pada seluruh Bank Syariah; b) Pemilik
saham lebih dari 10% (sepuluh persen) pada seluruh Bank Syariah; dan/atau c)
Anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan/atau Pejabat Eksekutif pada seluruh
Bank Syariah.
5. Penetapan jangka waktu pengenaan sanksi larangan dihitung berdasarkan faktor
materialitas atas kerugian yang ditimbulkan oleh yang bersangkutan terhadap
permodalan dan tingkat keuntungan Bank Syariah atau UUS. Pengukuran tingkat
19
materialitas atas kerugian yang ditimbulkan tersebut dilakukan dengan cara
mengukur pengaruh kerugian terhadap posisi terakhir atas KPMM, ROA, dan rata-
rata gross income.
B. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/13/DPbS tanggal 30 April 2010 perihal
Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah.
Ketentuan ini merupakan aturan teknis pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia (PBI)
No.11/3/PBI/2009 tanggal 29 Januari 2009 tentang Bank Umum Syariah, PBI
No.11/10/PBI/2009 tanggal 19 Maret 2009 tentang Unit Usaha Syariah, dan PBI
No.11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate
Governance bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS).
Beberapa aturan teknis yang diatur dalam Surat Edaran tersebut, antara lain:
1. Kriteria independensi dari Komisaris Independen, Direktur Utama, dan Pihak
Independen dalam keanggotaan Komite
2. Petunjuk self assessment pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) yang
dilengkapi dengan kertas kerja;
3. Uraian atas hal-hal yang perlu diungkapkan dalam Laporan Pelaksanaan GCG bagi
BUS dan UUS; dan
4. Tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah (DPS) dilengkapi dengan kertas
kerja.
1.3.2. Ketentuan – ketentuan yang dikeluarkan DPbS (sampai akhir tahun 2010)
A. Penyempurnaan atas Ketentuan mengenai Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Penyempurnaan Ketentuan Bank Indonesia mengenai Restrukturisasi Pembiayaan Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah, selain dilakukan dalam rangka harmonisasi dengan
ketentuan perbankan konvensional dalam melakukan restrukturisasi dengan tetap
memperhatikan kesesuaian dengan Prinsip Syariah, juga mempertimbangkan hasil
assessment yang dilakukan dalam rangka Financial Sector Assessment Program (FSAP)
terhadap pengaturan perbankan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
Beberapa hal yang menjadi alternatif perubahan ketentuan, antara lain restrukturisasi
pembiayaan dapat dilakukan terhadap pembiayaan dengan kolektibilitas Lancar, Dalam
Pengawasan Khusus, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet, dengan jumlah maksimal
20
restrukturisasi dan jarak waktu antar restrukturisasi yang tidak dibatasi. Namun demikian,
dengan mempertimbangkan hasil assessment FSAP maka diusulkan agar terdapat
pengendalian atas pelaksanaan restrukturisasi, yaitu pembatasan restrukturisasi untuk
pembiayaan dengan kolektibilitas L dan DPK yaitu sebanyak 1 (satu) kali, serta adanya
pengaturan untuk menetapkan batas maksimum jumlah restrukturisasi untuk
pembiayaan dengan kolektibilitas tertentu.
B. Penyusunan Ketentuan mengenai Kualitas Aktiva bagi Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah serta Kualitas Aktiva bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Ketentuan mengenai Kualitas Aktiva bagi BUS dan UUS yang akan diterbitkan pada tahun
2010 ini akan menggantikan Peraturan Bank Indonesia sebelumnya yang telah diterbitkan
pada tahun 2006, 2007 dan 2008. Sedangkan ketentuan Kualitas Aktiva bagi Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah menggantikan Peraturan Bank Indonesia serupa yang
diterbitkan pada tahun 2006.
Beberapa materi pengaturan yang akan disempurnakan, antara lain:
a. Penyempurnaan definisi pembiayaan dan jenis-jenis akad yang digunakan serta
ketentuan mengenai Agunan Yang Diambil Alih sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
b. Harmonisasi ketentuan dengan ketentuan Bank Konvensional dan ketentuan lain
yang terkait, antara lain peningkatan limit pembiayaan yang penilaian kualitasnya
hanya didasarkan atas kemampuan membayar, insentif atas penggunaan
independent appraisal atas agunan pembiayaan, pengaturan mengenai properti
terbengkalai, dan penambahan jenis agunan yang dapat diperhitungkan sebagai
pengurang PPA.
c. Penghapusan frekuensi revisi Proyeksi Pendapatan (PP) dan pembedaan penetapan
angsuran untuk Mudharabah dengan Musyarakah untuk menghilangkan kendala
penyaluran pembiayaan mudharabah/musyarakah agar dapat mendorong
pertumbuhan pembiayaan yang berbasis bagi hasil.
d. Peningkatan penerapan kepatuhan prinsip syariah pada BPRS dengan melarang BPRS
melakukan penempatan dalam bentuk deposito di Bank Umum Konvensional.
Pembukaan rekening giro dan/atau tabungan di Bank Umum Konvensional
dimungkinkan, dalam rangka melayani kepentingan transfer dana bagi BPRS dan
nasabah BPRS.
21
C. Ketentuan mengenai Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah (UUS).
Sampai saat ini, dalam menerapkan manajemen risiko Bank Umum Syariah menggunakan
ketentuan sebagaimana diatur dalam perbankan konvensional. Namun, mengingat dalam
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah dan UUS
diwajibkan untuk menerapkan manajemen risiko dan berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Direktorat Perbankan Syariah mengenai manajemen risiko bagi Bank
Syariah serta best practices/guidance mananajemen risiko perbankan syariah di dunia
internasional seperti Islamic Financial Services Boards (IFSB), maka dipandang perlu untuk
menyusun ketentuan tersendiri mengenai manajemen risiko untuk Bank Umum Syariah.
Beberapa pengaturan yang menunjukkan karakteristik khas perbankan syariah, antara lain
mengakomodasi peranan Dewan Pengawas Syariah dalam manajemen risiko bank,
penerapan manajemen risiko seperti mitigasi risiko yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah dan adanya risiko kepatuhan (terutama kepatuhan terhadap aspek syariah),
rate of return risk dan equity investment risk. Peraturan Bank Indonesia mengenai
manajemen risiko tersebut diharapkan dapat dikeluarkan pada tahun 2010 dan petunjuk
teknis pelaksanaan penerapan manajemen risiko tersebut diharapkan pula dapat
dikeluarkan dalam bentuk Surat Edaran Bank Indonesia pada tahun 2011.
1.3.3. Ketentuan – ketentuan yang disusun bekerjasama dengan satuan kerja diluar
DPbS dan berlaku bagi perbankan konvensional maupun perbankan syariah
A. Peraturan Bank Indonesia No.12/20/PBI/2010 tanggal 4 Oktober 2010 tentang
Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Peraturan ini dikeluarkan, dilatarbelakangi adanya pertimbangan bahwa semakin
berkembangnya industri BPR dan BPRS yang disertai dengan perkembangan produk serta
pelayanan BPR/BPRS terutama yang berbasis teknologi informasi, maka risiko
pemanfaatan BPR dan BPRS dalam pencucian uang dan pendanaan terorisme semakin
tinggi. Sehingga diperlukan pengaturan mengenai Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah
(Know Your Customer Principles/KYC) yang mengacu pada prinsip-prinsip umum yang
berlaku secara internasional dalam mendukung upaya pencegahan tindak pidana
pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.
Pokok-pokok pengaturannya antara lain adalah sebagai berikut :
22
a. BPR dan BPRS wajib menerapkan program Program Anti Pencucian Uang (APU) dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT).
b. BPR dan BPRS wajib membentuk unit kerja khusus dan/atau menunjuk pegawai BPR
dan BPRS yang bertanggung jawab atas penerapan program APU dan PPT dan
bertanggung jawab terhadap Direktur.
c. BPR dan BPRS wajib memelihara Daftar Teroris berdasarkan data yang diterima dari
Bank Indonesia setiap 6 (enam) bulan berdasarkan data yang dipublikasikan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
d. BPR dan BPRS wajib memiliki sistem pencatatan dan memelihara profil Nasabah.
e. BPR dan BPRS wajib menolak transaksi, membatalkan transaksi dan atau menutup
hubungan usaha dengan Nasabah dalam hal tidak memenuhi kelengkapan informasi
dan dokumen, diketahui menggunakan identitas dan/atau memberikan informasi
yang tidak benar, serta BPR dan BPRS ragu terhadap kebenaran informasi Nasabah
atau penggunaan rekening tidak sesuai dengan profil Nasabah.
B. Peraturan Bank Indonesia No. 12/21/PBI/2010 tanggal 19 Oktober 2010 tentang
Rencana Bisnis Bank
Peraturan ini dikeluarkan dengan pertimbangan bahwa dalam rangka mengarahkan
kegiatan operasional bank sesuai visi dan misinya, bank perlu menetapkan sasaran
strategis dan seperangkat nilai perusahaan (corporate values) yang dijabarkan lebih lanjut
dalam bentuk rencana bisnis. Selain itu, ketentuan ini mengakomodasi pengaturan yang
dirasakan perlu untuk pengembangan dan arah kedepannya bagi Unit Usaha Syariah
(UUS) yang dicantumkan dalam bentuk rencana bisnis.
Pokok-pokok pengaturannya antara lain adalah sebagai berikut:
a. Dalam menyusun Rencana Bisnis, bank memperhatikan: (1) faktor eksternal dan
internal yang dapat mempengaruhi kelangsungan usaha Bank, (2) prinsip kehati-
hatian, (3) penerapan manajemen risiko, dan (3) azas perbankan yang sehat.
b. Rencana Bisnis paling kurang meliputi: (1) ringkasan eksekutif, (2) kebijakan dan
strategi manajemen, (3) penerapan manajemen risiko dan kinerja bank saat ini, (4)
proyeksi laporan keuangan beserta asumsi yang digunakan, (5) proyeksi rasio-rasio
dan pos-pos tertentu lainnya, (6) rencana pendanaan, (7) rencana penanaman dana,
(8) rencana permodalan, (9) rencana pengembangan organisasi dan sumber daya
manusia, (10) rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru, (11)
rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor, dan (12) informasi
lainnya.
c. Pencatuman rencana pemisahan (spin off) UUS dalam rencana bisnis Bank Umum
23
Konvensional yang memiliki UUS.
d. Rencana bisnis UUS harus disusun dan menjadi bagian dari rencana bisnis Bank
Umum Konvensional yang menjadi induk UUS.
e. Rencana bisnis wajib disampaikan kepada Bank Indonesia, paling lambat pada akhir
bulan November (untuk rencana bisnis tahun 2011, paling lambat akhir bulan
Desember 2010).
1.3.4. Pengaturan Yang Berlaku bagi Perbankan Syariah pada Periode Mendatang
Dalam penyusunan ketentuan yang berlaku bagi Perbankan Syariah di periode
mendatang, Bank Indonesia akan tetap berpedoman kepada Undang Undang Perbankan
Syariah dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pengaturan yang diharapkan akan dikeluarkan pada periode mendatang antara lain adalah
pengaturan terkait penyempurnaan laporan bulanan bank dan transparansi kondisi bank,
yang berkaitan dan diharapkan memiliki implikasi terhadap efektivitas kerangka pengawasan
perbankan syariah berdasarkan risiko di masa mendatang.
1.4 KEGIATAN PENGAWASAN
Pengembangan perbankan syariah yang tengah diupayakan saat ini perlu diikuti
dengan langkah-langkah pengawasan yang efektif untuk memastikan bahwa perbankan
syariah telah tumbuh dan berkembang secara sehat, memperhatikan prinsip kehati-hatian,
menerapkan tata kelola perusahaan yang baik, memiliki manajemen risiko yang efektif, dan
memenuhi prinsip-prinsip syariah secara konsisten. Terkait hal tersebut, Bank Indonesia
dengan berdasarkan kepada kerangka kerja pengawasan berdasarkan risiko, telah
melaksanakan pengawasan secara langsung (on-site) maupun tidak langsung (off-site)
dengan fokus pada aktivitas fungsional yang memiliki risiko tinggi.
Risiko Kredit dan Risiko Operasional masih menjadi fokus utama pengawasan selama
tahun 2010. Hal ini sistem pengendalian risiko bank-bank syariah dinilai masih memiliki
kelemahan dalam hal implementasi kebijakan dan prosedur pada aktivitas pembiayaan dan
operasional, masih minimnya jumlah SDM bank syariah yang kompeten dan perangkat sistem
informasi manajemen risiko, serta belum optimalnya sistim pengendalian intern yang
dilaksanakan oleh bank. Meskipun demikian, kondisi perbankan syariah secara keseluruhan
pada tahun 2010 masih dapat dikategorikan stabil dan terkendali.
24
1.4.1 Permasalahan Perbankan Syariah Pada Tahun 2010
1.4.1.1. Pengendalian Risiko Kredit
Dalam rangka mengejar pertumbuhan aset, berdasarkan RBB selama tahun 2010
rata-rata bank syariah akan tumbuh minimal 20% per tahun dan dalam mengejar
pertumbuhan tersebut sStrategi bisnis bank-bank syariah pada tahun 2010 secara umum
lebih mengarah pada penyaluran pembiayaan untuk segmen usaha konsumer dan mikro,
yang dinilai memiliki risiko relatif rendah dan dapat memberikan imbal hasil yang lebih tinggi.
Namun pada kenyataannya pada pembiayaan mikro berupa gadai ditemukan kasus-kasus
pelanggaran pada penyaluran pembiayaan mikro dan gadai dalam frekuensi dan jumlah yang
cukup signifikan mempengaruhi kinerja bank. Hal ini merupakan dampak dari kuatnya
tekanan dari stakeholder kepada manajemen untuk mencapai target rencana bisnis, sehingga
mengabaikan mitigasi risiko operasional maupun penyediaan infrastruktur pendukung sistem
pengendalian intern yang menyebabkan terjadinya praktik-praktik perbankan yang kurang
prudent dan atau kekurangsesuaian dengan etika bisnis bank.
Selain permasalahan pada penyaluran pembiayaan mikro dan gadai, Bank Indonesia
juga mencatat adanya pelanggaran terhadap prinsip kehati-hatian yang dilakukan oleh bank
akibat lemahnya pemahaman bank terhadap ketentuan kehati-hatian antara lain ketentuan
BMPK dan restrukturisasi.
Atas permasalahan-permasalahan tersebut, Bank Indonesia telah melakukan
pembinaan dan meminta komitmen bank-bank terkait untuk melakukan tindakan korektif
antara lain melakukan perbaikan pada kebijakan dan prosedur, penyempurnaan teknologi
sistem informasi, penguatan manajemen risiko, peningkatan kontrol dan monitoring
terhadap usaha debitur, serta mengoptimalkan fungsi Divisi Kepatuhan, Manajemen Risiko
dan Satuan Kerja Audit Intern.
Rasio Non Performing Financing (NPF) perbankan Syariah posisi September 2010
menunjukkan kondisi yang relatif stabil yakni tercatat sebesar 3,95% dibandingkan posisi
Desember 2009 yakni sebesar 3,99%. Bank-bank syariah pada prinsipnya telah berupaya
melakukan perbaikan antara lain melalui proses restrukturisasi dan pencarian investor baru
dalam rangka memperkuat struktur keuangan debitur bermasalah. Namun demikian, upaya
tersebut belum sepenuhnya dapat menekan rasio NPF ke level minimal mengingat beberapa
bank memiliki permasalahan debitur yang bersifat struktural, sehingga upaya perbaikan
belum dapat menunjukkan hasil optimal dalam jangka pendek.
Risiko kredit diperkirakan masih akan menjadi fokus perhatian pengawasan pada
tahun mendatang mengingat perbaikan kelemahan sistem pengendalian risiko kredit akan
25
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menemukan format yang ideal yang sesuai
dengan skala usaha masing-masing bank syariah.
1.4.1.2 Pengendalian Risiko Operasional
Hal-hal yang secara signifikan mempengaruhi risiko operasional perbankan syariah
adalah teknologi sistem informasi khususnya core banking system, dan kompetensi sumber
daya manusia. Secara umum, core banking system yang dimiliki oleh perbankan syariah saat
ini masih belum memadai apabila dibandingkan dengan skala usaha bank, apalagi untuk
mampu bersaing dengan perbankan konvensional. Hal ini telah disadari oleh kalangan
perbankan syariah, sehingga pada saat ini bank-bank syariah tengah gencar melakukan
pengembangan pada core banking system tersebut. Namun, hal ini menemui beberapa
kendala seperti proses dan implementasi yang membutuhkan waktu yang cukup panjang,
disamping biaya investasi yang relatif besar.
Di sisi lain pertumbuhan perbankan syariah belum didukung oleh penambahan dan
pengembangan sumber daya manusia (SDM). Keterbatasan SDM tersebut telah menimbulkan
fenomena turn over antar bank syariah yang cukup tinggi, sehingga bank-bank syariah yang
memiliki SDM yang kompeten dan memadai hanyalah bank-bank yang mampu memberikan
insentif yang lebih tinggi atau memiliki program pengembangan SDM syariah secara mandiri.
Keterbatasan kompetensi SDM tersebut, menyebabkan masih terjadinya kesalahan dan
kelemahan dalam pelaksanaan operasional bank dan mempengaruhi kepatuhan bank
melaksanakan ketentuan yang berlaku.
Kelemahan pada operasional bank-bank syariah antara lain tercermin dari tingkat
pengaduan nasabah yang diterima oleh bank. Berdasarkan pemantauan Bank Indonesia,
selama tahun 2010 terjadi peningkatan pengaduan nasabah terutama terkait sistem jaringan
bank (ATM), atau pelaksanaan operasional pembiayaan berupa pelanggaran prosedur yang
merugikan nasabah baik secara langsung maupun tidak langsung.
Mengingat permasalahan-permasalahan tersebut di atas hanya dapat diatasi dengan
pengembangan infrastruktur operasional bank secara berkesinambungan, maka diperkirakan
pada tahun 2011, risiko operasional masih menjadi salah satu risiko utama yang
mempengaruhi profil risiko perbankan syariah secara umum.
1.4.2 Kinerja Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Permasalahan utama yang dialami oleh BPR Syariah selama tahun 2010 secara umum
berkaitan dengan risiko kredit dan risiko operasional. Risiko pembiayaan BPR Syariah
cenderung meningkat antara lain disebabkan oleh mekanisme penyaluran pembiayaan yang
belum sepenuhnya menerapkan prinsip kehati-hatian terutama analisis kondisi usaha dan
26
kemampuan keuangan calon nasabah yang masih lemah dan hanya mengutamakan agunan,
distribusi penyaluran pembiayaan belum merata dan terpusat pada nasabah inti yang
sebagian diantaranya dilakukan dengan praktek-praktek yang tidak sehat dalam rangka
menghindari pelanggaran BMPK melalui pemecahan rekening atau atas nama orang lain.
Dalam aspek operasional, beberapa bank masih mengalami kendala dalam
penghimpunan dana dari masyarakat yang relatif aman dan murah, sehingga sumber dana
berasal dari antarbank berupa penempatan maupun pembiayaan yang relatif berbiaya lebih
tinggi dan sangat mempengaruhi kondisi likuiditas bank. Selain itu permasalahan utama yang
masih dihadapi adalah persaingan yang semakin ketat baik dari perbankan maupun lembaga
keuangan non bank, dukungan dari pemilik BPRS yang masih rendah atau sebaliknya adanya
intervensi yang kuat dari pemilik/pengurus terhadap operasional bank sehingga tidak dapat
melakukan pengembangan usaha yang lebih sehat, kualitas sumber daya manusia BPRS yang
belum memadai, serta penerapan good corporate governace oleh BPR Syariah yang masih
rendah.
Terkonsentrasinya pembiayaan BPRS membuat risiko kredit BPRS dapat bersifat
sistemik yang memiliki dampak pada laba-rugi bank dan kecukupan permodalan bank.
Memburuknya kualitas pembiayaan akan berdampak pada meningkatnya penyisihan
penghapusan aktiva produktif yang akan mengurangi laba yang akan berdampak pada aspek
permodalan BPRS sehingga rasio CAR berada dibawah batas minimal.
Masih terdapatnya sebagian BPRS yang masih belum dapat memenuhi permodalan
minimal Rp. 1,4 milyar pada September 2010 antara lain disebabkan oleh pesimisnya para
pemilik BPRS atas kinerja usaha bank yang dinilai belum berkembang dan tingkat
pengembalian/ return berbanding risiko usaha BPRS yang tidak seimbang. Permodalan BPRS
yang tidak kuat membuat kemampuan BPRS menjalan usahanya menjadi kurang memadai.
Mahalnya biaya dana yang salah satunya disebabkan oleh persaingan menyebabkan BPRS
menjadi tidak kompetitif dalam menyalurkan dana.
Berkaitan dengan permasalahan diatas, maka diperlukan tindakan-tindakan
pengawasan dan pembinaan BPRS yang tepat dalam rangka menjaga industri BPRS antara
lain melakukan review yang lebih ketat mengenai kecukupan permodalan saat pendirian
BPRS, melakukan review/kajian dan mempersiapkan basis investor (calon pemegang saham)
dan basis nasabah BPRS yang tepat, mempersiapkan kecukupan kuantitas dan kualitas
sumber daya manusia BPRS, melakukan penelitian mengenai portofolio pembiayaan BPRS
yang efektif, melakukan review atas upaya-upaya perbaikan kualitas pembiayaan BPRS dan
melakukan upaya korektif yang tegas atas proses pemberian pembiayaan yang tidak sehat
serta praktek pengelolaan bank yang mengesampingkan good corporate governance.
27
Situasi persaingan perbankan yang semakin ketat dalam menghimpun dana,
membuat BPRS melakukan berbagai pengembangan usaha dalam rangka memperkuat
posisinya dalam persaingan dan melakukan efisiensi biaya. Kerjasama co branding ATM
antara BPRS dengan Bank Umum Syariah telah dimulai oleh sebagian BPRS. Layanan co
branding ATM oleh BPRS tersebut sebaiknya diiiringi oleh kecukupan likuiditas dan internal
control BPRS yang memadai.
Dalam upaya melakukan efisiensi biaya sebagian BPRS berupaya untuk melakukan
pengembangan sistem operasi core banking sehingga dapat berfungsi secara online.
Pengembangan tersebut sebaiknya dilakukan dengan melakukan analysis cost benefit yang
baik (terkait biaya investasi IT yang tinggi) dan persiapan mitigasi risiko IT (antara lain
penyiapan SOP, sumber daya manusia, prosedur backup, keamanan sistem) yang memadai.
1.5 KEGIATAN PERIZINAN
1.5.1 Perizinan Kelembagaan
Selama tahun 2010, jumlah Bank Umum Syariah (BUS) bertambah 5 dengan
diterbitkannya izin usaha 5 BUS yaitu PT Bank Victoria Syariah, PT Bank BCA Syariah, PT Bank
Jabar Banten Syariah, PT Bank BNI Syariah, dan PT Bank Maybank Syariah Indonesia. Dari 5
izin BUS baru tersebut 3 diantaranya adalah izin konversi (perubahan kegiatan usaha bank
konvensional menjadi bank syariah) dan 2 lainnya adalah izin BUS hasil spin-off (pemisahan).
Izin konversi diberikan kepada PT Bank Victoria Syariah (semula adalah PT Bank Swaguna), PT
Bank BCA Syariah (semula adalah PT Bank UIB) dan PT Bank Maybank Syariah Indonesia
(semula adalah PT Bank Maybank Indocorp), sedangkan izin usaha BUS hasil spin-off
diberikan kepada PT Bank Jabar Banten Syariah dan PT Bank BNI Syariah.
Dengan disetujuinya spin-off Unit Usaha Syariah (UUS) PT BPD Jawa Barat dan Banten
dan UUS PT Bank BNI, maka jumlah UUS di tahun 2010 berkurang 2, sehingga secara
keseluruhan jumlah BUS dan UUS pada tahun 2010 menjadi 11 BUS dan 23 UUS. Sampai
dengan Oktober 2010 tidak terdapat permohonan izin pendirian BUS baru, konversi BUK
menjadi BUS, maupun spin-off UUS yang masih dalam proses sehingga diperkirakan di awal
tahun 2011 tidak ada penambahan BUS baru. Namun demikian, sebagai implikasi dari
ketentuan dalam UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang mewajibkan Bank
Umum Konvensional (BUK) untuk melakukan spin-off UUS yang dimilikinya menjadi BUS jika
nilai asset UUS telah mencapai paling sedikit 50% dari total nilai asset bank induknya atau
paling lambat 15 tahun sejak berlakunya UU ini maka di masa yang akan datang jumlah BUS
akan bertambah.
28
Jaringan kantor BUS dan UUS hingga September 2010 mengalami peningkatan yang
cukup signifikan yaitu sebanyak 330 kantor. Pada tahun 2011 diperkirakan jumlah jaringan
kantor terus mengalami peningkatan sebagai upaya BUS/UUS untuk mempertahankan
/meningkatkan pangsa pasarnya. Sedangkan untuk Layanan Syariah (office channelling) dari
UUS, karena adanya spin-off 2 UUS maka jumlahnya menurun dari 1.792 pada akhir tahun
2009 menjadi 1.140 pada September 2010. Penurunan jumlah office channeling sebagai
akibat dari spin-off UUS tersebut diperkirakan tidak akan menurunkan jangkauan pelayanan
kepada nasabah mengingat saat ini BUS telah diperbolehkan untuk memiliki delivery channel
di bank konvensional yang menjadi parent/sister company dari BUS dimaksud.
Sampai dengan September 2010, telah diterbitkan 8 izin usaha pendirian Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) baru yang berlokasi di wilayah Propinsi Jawa Tengah, Jawa
Timur, Yogyakarta, Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam. Terkait dengan
perizinan pendirian BPRS, dalam rangka menciptakan BPRS yang tangguh dan sustainable,
Bank Indonesia dalam proses penilaian feasibility study pendirian BPRS menekankan pada
kecukupan modal BPRS dimaksud. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, apabila Bank
Indonesia menilai bahwa modal dalam rangka pendirian BPRS perlu diperkuat maka Bank
Indonesia dapat meminta tim pendiri BPRS untuk menambah modal disetor meskipun BPRS
telah memenuhi syarat modal minimum pendirian BPRS di masing-masing lokasi pendirian.
Selama tahun 2010 tidak terdapat pencabutan izin usaha BPRS namun saat ini Bank
Indonesia sedang memproses permohonan self liquidation 1 BPRS yang berada di wilayah
kerja KBI Cirebon. Dengan demikian, jumlah BPRS sampai dengan posisi September 2010
adalah 146 BPRS. Pada tahun 2011 jumlah BPRS akan terus bertambah mengingat pada
posisi September 2010 terdapat 30 permohonan izin pendirian BPRS yang masih dalam
proses.
1.5.2 Perizinan Produk
Perizinan produk bank syariah dan UUS dibedakan menjadi dua kegiatan utama yaitu:
(i) penegasan atas laporan produk yang telah tercantum dalam Buku Kodifikasi Produk
Perbankan Syariah, dan (ii) persetujuan/penolakan atas produk baru yang yang belum
tercantum dalam Buku Kodifikasi dimaksud. Selama tahun 2010, Bank Indonesia telah
memberikan penegasan atas 38 laporan produk bank syariah dan UUS serta memberikan
persetujuan atas 2 produk baru bank syariah. Produk-produk bank syariah dan UUS yang
telah diberikan penegasan tersebut merupakan produk yang telah ada di perbankan syariah
yang tidak disertai maupun yang disertai dengan tambahan fitur.
29
Produk baru yang diberikan persetujuan oleh Bank Indonesia adalah Produk
Pembiayaan Mudharabah Musytarakah dan Produk Term Finance. Produk pembiayaan
mudharabah musytarakah yang didasarkan pada fatwa DSN MUI No.50/DSN-MUI/III/2006
tanggal 23 Maret 2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah merupakan pengembangan
produk yang sebelumnya telah ada di bank tersebut yaitu pembiayaan mudharabah
mutlaqah. Apabila dalam produk mudharabah mutlaqah keseluruhan dana berasal dari bank
(shahibul maal), maka dalam pembiayaan mudharabah musytarakah terdapat bagian dana
nasabah yang ditanamkan dalam suatu usaha/proyek.
Produk pembiayaan Term Finance adalah produk pembiayaan dengan akad IMBT dengan
aset atas nama nasabah sejak awal masa pembiayaan. Pembiayaan ini terutama untuk
pembiayaan untuk aset yang bersifat “registered asset’ seperti building, aircraft, dan
kendaraan bermotor non HE (heavy equipment). Karena bukti kepemilikan aset sejak awal
diatasnamakan nasabah maka sebagai mitigasi risiko aset tersebut diikat dan dijaminkan ke
bank dengan jenis pengikatan sesuai aset yang dijaminkan.
30
BAB 2
PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH 2010
2.1. GAMBARAN UMUM
Pemulihan ekonomi global yang semakin menguat di akhir tahun 2009 memberikan
optimisme perkembangan ekonomi di tahun 2010 meskipun sempat diwarnai oleh krisis
Yunani yang terjadi awal triwulan II 2010 namun krisis tersebut tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kondisi perbankan syariah nasional. Kondisi perbankan syariah nasional
yang masih dalam perkembangan awal dan belum memiliki tingkat integrasi yang tinggi
dengan sistem keuangan global serta tidak signifikannya eksposur valas yang dimiliki
perbankan syariah nasional, berdampak pada terhindarnya bank syariah dari pengaruh
langsung krisis tersebut.
Sepanjang tahun 2010 perbankan syariah tumbuh dengan volume usaha yang tinggi
yaitu sebesar 43,99% (yoy) meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
yaitu sebesar 26,55% (yoy) dengan pertumbuhan dana yang dihimpun maupun pembiayaan
yang juga relatif tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2009. Secara umum
efektivitas fungsi intermediasi perbankan syariah tetap terjaga seiring pertumbuhan dana
yang dihimpun maupun pembiayaan yang relatif tinggi dibandingkan perbankan nasional,
serta penyediaan akses jaringan yang meningkat dan menjangkau kebutuhan masyarakat
secara lebih luas sehingga masih memiliki fundamental yang cukup kuat untuk
memanfaatkan potensi membaiknya perekonomian nasional.
Grafik 2.1. Perkembangan Aset, DPK dan PYD
31
Kondusifnya situasi perekonomian nasional mendorong perbankan syariah untuk
melakukan ekspansi usahanya baik dalam bentuk penghimpunan dana masyarakat maupun
penyaluran pembiayaan. Sampai dengan triwulan III 2010, pertumbuhan PYD perbankan
syariah mencapai 34,85% jauh meningkat dibanding periode yang sama tahun 2009 yang
hanya mencapai 18,16%. Dari sisi penghimpunan dana, pertumbuhan DPK perbankan
syariah juga mengalami peningkatan menjadi sebesar 39,16% dibandingkan periode yang
sama tahun 2009 sebesar 35,19%. Peningkatan DPK yang tidak diimbangi penyaluran PYD
berdampak pada penurunan profitabilitas bank syariah. Meski begitu, efektivitas intermediasi
bank syariah masih tetap terjaga dengan financing to deposit ratio mencapai 95%. Dari sisi
jangkauan pelayanan, perbankan syariah dalam periode laporan secara geografis telah
menjangkau masyarakat di lebih dari 103 kabupaten/kota dan 33 propinsi di Indonesia,
walaupun porsi pembiayaan terbesar masih berada di DKI Jakarta sebesar Rp.24,46 trilyun
dari total pembiayaan perbankan syariah yang diberikan secara nasional. Pengembangan
kapasitas layanan tersebut telah meningkatkan partisipasi masyarakat yang menjadi
pengguna jasa perbankan sebagaimana diindikasikan oleh peningkatan jumlah rekening
nasabah pendanaan yang hingga September 2010 telah mencapai 5,76 juta rekening.
2.2. PERKEMBANGAN KELEMBAGAAN
Sampai dengan triwulan III 2010 jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha syariah
meningkat seiring dengan munculnya pemain-pemain baru baik dalam bentuk Bank Umum
Syariah (BUS) maupun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). BUS yang pada akhir tahun
2009 berjumlah 6 BUS bertambah 4 BUS dimana 2 BUS merupakan hasil konversi Bank
Umum Konvensional dan 2 BUS hasil spin off Unit Usaha Syariahnya (UUS) sehingga jumlah
UUS di tahun 2010 ini berkurang menjadi 23 UUS.
Peningkatan jaringan kantor BUS dan UUS sampai triwulan III 2010 meningkat
sebanyak 387 kantor, peningkatan ini terutama dari pembukaan kantor cabang terutama
kantor cabang pembantu. Sedangkan untuk layanan syariah mengalami penurunan sebanyak
652 menjadi 1140 pada triwulan III 2010. Penurunan ini dikarenakan adanya penutupan 2
UUS akibat spin off yang secara kelembagaan juga menutup layanan syariahnya. Namun
demikian, penurunan jangkauan layanan syariah ini tidak akan menurunkan jangkauan
layanan bank syariah kepada nasabah, mengingat penyebaran jaringan kantor bank syariah
yang luas dan diperkirakan akan semakin bertambah di akhir tahun 2010 menyusul
dikeluarkannya izin usaha PT. Bank Maybank Syariah pada Oktober 2010.
32
Tabel 2.1. Jaringan Kantor
Kelompok Bank 2007 III 08
IV 08
I 09
II 09
III 09
IV 09
I 10
II 10
III 10
Bank Umum Syariah 3 3 5 5 5 5 6 8 10 10
Unit Usaha Syariah 26 28 27 26 25 24 25 25 23 23
Jumlah Kantor BUS & UUS 597 713 822 888 899 924 998 1208 1279 1388
Jumlah Layanan Syariah 1195 1440 1470 1486 1543 1667 1792 1787 1140 1140
2.3. PENGHIMPUNAN DANA
Sampai dengan pertengahan tahun 2010 kinerja penghimpunan dana Perbankan
Syariah sempat melambat hingga pertengahan 2010, namun memasuki triwulan III 2010
mulai mengalami perkembangan dengan laju pertumbuhan 39,16% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama di 2009 sebesar 35,19% (yoy). Perkembangan DPK
Perbankan Syariah ditunjukkan pada Grafik 2.2
Grafik 2.2. Perkembangan DPK Perbankan Syariah
Tingginya pertumbuhan DPK tersebut didorong oleh semakin kompetitifnya imbal bagi hasil
yang ditawarkan bank syariah, meskipun secara umum sepanjang tahun 2010 suku bunga
Deposito Bank Konvensional cenderung meningkat namun dengan peningkatan kinerja
pembiayaannya, Bank Syariah dapat memberikan imbal bagi hasil yang tinggi (lihat Grafik
2.3).
33
Grafik 2.3. Perbandingan Rata-rata Bunga Deposito Bank Konvensional dan
Equivalen Return Deposito iB Bank Syariah
Imbal bagi hasil bank syariah yang menarik terutama pada produk Deposito iB membuat
produk tersebut lebih diminati masyarakat dibandingkan alternatif penempatan dana lainnya
yaitu Tabungan Wadiah iB. Per September 2010 porsi dana masyarakat yang ditempatkan
dalam Deposito iB mencapai 57,76%, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun
2009, yang porsinya mencapai 55,77% namun porsi Tabungan Wadiah iB dan Giro Wadiah
iB sedikit menurun dari 32,12% menjadi 30,59% untuk Tabungan Wadiah iB dan 12,10%
menjadi 11,65% untuk Giro Wadiah iB. (lihat Grafik 2.4.)
Grafik 2.4. Proporsi Portofolio Perbankan Syariah
34
Grafik.2.5 memperlihatkan bahwa produk simpanan berjangka lebih diminati masyarakat
dibandingkan produk lainnya dengan komposisi lebih besar pada Deposito 1 bulan. Pada
triwulan III 2010 ini juga terlihat adanya perubahan preferensi masyarakat terhadap deposito
berjangka 12 bulan yang semula 8,38% menurun menjadi 4,93%. Dengan komposisi dana
yang cenderung lebih besar pada dana jangka pendek menyebabkan bank syariah
mengalihkan sebagian portofolionya pada instrument yang lebih likuid. Strategi penempatan
pada berbagai instrumen likuid dimaksud bukan tanpa risiko, sebab dengan return yang
relatif lebih rendah dibandingkan return PYD, dalam jangka menengah daya saing return
bank syariah akan menurun sehingga potensi nasabah DPK mancairkan investasinya akan
meningkat.
Grafik 2.5. Proporsi DPK Perbankan Syariah
Walaupun dari sisi komposisi dana, deposito masih memiliki porsi yang lebih besar bila
dibandingkan jenis DPK lainnya, namun terlihat terjadi pegeseran komposisi dimana untuk
produk deposito dan giro wadiah proporsinya sedikit menurun pada triwulan III 2010 dan
tabungan wadiah meningkat menjadi 3,08% dibandingkan tahun 2009 yang sebesar 1,67%.
Peningkatan jumlah tabungan wadiah ini didorong dengan munculnya para pemain baru di
perbankan syariah dan munculnya produk tabunganku yang dapat menjangkau masyarakat
bawah sehingga produk tabungan semakin diminati. Meskipun terdapat kecenderungan
pergeseran preferensi ke arah tabungan wadiah namun secara keseluruhan tidak
berpengaruh signifikan terhadap komposisi dana, karena secara nominal jumlahnya relative
kecil yaitu Rp.2,66 trilyun dibandingkan jumlah DPK yang sebesar Rp.63 trilyun.
Bila dilihat dari golongan nasabah, umumnya jumlah rekening individu maupun korporasi
trendnya cenderung meningkat walaupun terdapat lonjakan yang cukup signifikan untuk
rekening individu pada pertengahan tahun 2010 namun kembali menurun. Secara
35
keseluruhan, selama 2010 rekening DPK perbankan syariah bertambah 1,2 juta rekening
sehingga totalnya mencapai 5,76 juta rekening. (lihat Grafik 2.6)
Grafik 2.6. Perkembangan Rekening DPK Per Golongan Nasabah
2.4. PENYALURAN DANA
Kegiatan penyaluran dana perbankan syariah dalam bentuk pembiayaan meningkat
significant dengan laju pertumbuhan 34,85% (yoy) lebih tinggi dari periode yang sama di
tahun 2009 sebesar 18,16% (yoy). Peningkatan pembiayaan ini mengindikasikan
peningkatan kinerja sektor riil mengingat bahwa PYD perbankan syariah sebagian besar
disalurkan ke sektor riil. Membaiknya kinerja sektor riil terutama didukung oleh semakin
kondusifnya perekonomian nasional pasca krisis, menguatnya kinerja ekspor dan dukungan
pemerintah dalam pengembangan sektor tersebut. Peningkatan kinerja tersebut juga
tercermin pada menurunnya pembiayaan bermasalah sebagaimana ditunjukkan pada Grafik
2.7 .
36
Grafik 2.7. Perkembangan Non Performing Financing
Penurunan pembiayaan bermasalah ini tercermin pada rasio non performing financing (NPF)
yang menurun menjadi sebesar 4,10%. Kondisi ini memperlihatkan bahwa bank syariah
semakin berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaannya dan kemampuan pengelolaan risiko
perbankan syariah semakin membaik.
Bila dilihat dari ekuivalen rate PYD perbankan syariah terhadap rate kredit perbankan, terlihat
bahwa perbankan syariah kurang sensitive dalam merespon penurunan suku bunga bank
konvensional, hal ini perlu dicermati mengingat dapat berdampak pada pengalihan nasabah
pembiayaan ke bank konvensional.
Grafik 2.8. Ekuivalen Rate PYD Perbankan Syariah dan Rate Kredit Perbankan
37
2.5. PROFITABILITAS DAN PERMODALAN
Pertumbuhan pembiayaan yang meningkat dan membaiknya kinerja pembiayaan
bank syariah mampu meningkatkan profitabilitas perbankan syariah sebagaimana tercermin
pada ROA yang meningkat dari 1,40% per September 2009 menjadi 2,01% per September
2010. Membaiknya kinerja pembiayaan sebagaimana tercermin dari penurunan NPF,
menurunkan beban biaya bank syariah yang dicadangkan untuk biaya penyisihan
penghapusan aktiva produktif tercermin dari menurunnya biaya operasional hingga mencapai
19,25%, kondisi ini mampu menurunkan rasio BOPO menjadi 79,17% pada September 2010
yang sebelumnya pada periode yang sama sebesar 83,91%.
Grafik 2.9. Perkembangan Profitabilitas Perbankan Syariah
Dari sisi pendapatan, upaya bank syariah menjaga profitabilitas terlihat dari adanya
peningkatan pendapatan operasional yang cukup tinggi dari Rp.5,65 triliun pada September
2009 menjadi Rp.6,9 triliun per September 2010 atau tumbuh sebesar 22,09%(yoy).
Pendapatan dari penyaluran dana, khususnya dalam bentuk piutang murabahah tetap
menjadi sumber utama, namun upaya diversifikasi pendapatan juga tampak intensif
dilakukan tercermin dari fee based income yang tumbuh sebesar 18,4% (yoy).
Walaupun rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional saat ini menurun
hingga 79,17% seperti yang ditunjukkan oleh grafik 2.10., namun seiring dengan
munculnya para pemain baru perbankan syariah yang sedang giat melakukan ekspansi,
perbankan syariah tetap perlu mengimbangi pertumbuhan biaya dengan pertumbuhan
pendapatan secara umum untuk menjaga efisiensi operasional bank syariah. Hal ini perlu
dicermati karena bila ekspansi tidak dibarengi dengan prinsip kehati-hatian terutama dalam
penyaluran pembiayaan maka efek yang akan timbul dikemudian hari adalah adanya
38
peningkatan aset bermasalah yang dapat mengakibatkan penurunan kecukupan
permodalan, walaupun sampai saat ini rata-rata kecukupan modal bank umum syariah masih
memadai pada posisi 14,58%.
Grafik 2.10. Rasio BoPo dan Pertumbuhan Net Margin
2.6. PEMBIAYAAN UMKM DAN BPRS
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai sektor yang lekat dengan
perbankan syariah tetap menjadi prioritas penyaluran dana perbankan syariah, hal ini
tercermin pada alokasi pembiayaan baik modal kerja maupun investasi ke sektor tersebut
yang mencapai Rp.47,17 triliun dengan porsi 77,37% dari total PYD bank umum dan unit
usaha syariah. Dominasi pembiayaan kepada sektor UMKM ini tidak mengherankan
mengingat nature bank syariah yang dekat ke UMKM dan potensi pasar sektor tersebut
terbesar dan tersebar diseluruh pelosok tanah air.
39
Grafik 2.11. Pembiayaan UMKM oleh Perbankan Syariah
Sejalan dengan pertumbuhan PYD yang meningkat, laju pertumbuhan pembiayaan
(modal kerja dan investasi) sektor UMKM juga meningkat pesat dari 19,86% (yoy) pada
September 2009 menjadi 44,81% per September 2010. Peningkatan laju pertumbuhan
pembiayaan sektor UMKM sejalan dengan program pemerintah yang semakin memberikan
kemudahan pada sektor UMKM untuk semakin berkembang.
Penyaluran pembiayaan kepada nasabah UMKM dapat dilakukan secara langsung
maupun dengan cara bermitra (linkage program) dengan lembaga keuangan lain seperti
BPRS dan koperasi. Linkage program ini bisa dilakukan melalui skema channeling, executing,
atau joint financing. Disamping itu bank syariah juga menjadi agen pemerintah untuk kredit
program bagi nasabah UMKM seperti Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Usaha Tani (KUT), dan
Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dengan demikian diharapkan potensi nasabah UMKM dapat
tergarap merata.
Selain itu, dukungan BPRS dalam menyalurkan pembiayaan UMKM semakin kuat
seiring dengan peningkatan jumlah BPRS yang beroperasi di sebagian wilayah nusantara. Per
September 2010 jumlah BPRS telah mencapai 146 BPRS, dimana 8 BPRS diantaranya baru
beroperasi tahun ini yaitu BPRS Gunung Slamet, BPRS Amanah Insan Cita, BPRS Artha
Pamenang, BPRS Mitra Harmoni Yogyakarta, BPRS Rahmania Dana Sejahtera, BPRS Rahma
Syariah, BPRS Mitra Harmoni Kota Semarang, BPRS AR Raihan. Total pembiayaan yang
disalurkan BPRS bertumbuh 24,76% dengan nilai nominal sebesar Rp.1,98 trilyun dimana
56% diantaranya merupakan pembiayaan kepada UMKM.
40
Sedangkan perkembangan lain yang cukup menggembirakan adalah meningkatnya
volume usaha BPRS sebesar 18,84% sehingga total assetnya per September 2010 mencapai
Rp.2,52 trilyun dengan intermediasi yang berfungsi baik tercermin dari rasio Financing to
Deposit (FDR) sampai dengan September 2010 telah mencapai 135,82%. Selain itu kualitas
pembiayaan BPRS pada periode yang sama cenderung membaik dimana rasio NPF net
sebesar 6,12%, atau lebih rendah dibandingkan pada periode yang sama tahun 2009
sebesar 6,65%.
Tabel 2.2. Profil Keuangan BPRS
Keterangan 2006 2007 2008 2009 I-2010 II-2010 III-2010
Jumlah Kantor 105 114 131 138 143 146 146
Total Aset 906.325 1.207.198 1.693.363 2.122.187 2.203.483 2.373.598 2.480.444
Total Pembiayaan 636.287 879.744 1.256.610 1.586.919 1.690.571 1.873.570 1.964.560
Total DPK 529.821 717.858 975.815 1.250.353 1.309.987 1.385.733 1.421.802
FDR 120,02% 123,69% 128,78% 126,92% 129,05% 135,20% 138,17%
NPF (Gross) 8,29% 7,99% 8,38% 7,06% 7,37% 6,92% 7,34%
NPF (Netto) 7,09% 6,62% 6,19% 5,64% 5,98% 5,63% 5,90%
41
BAB 3
PROSPEK DAN ARAH KEBIJAKAN
Volume usaha perbankan syariah pada tahun 2010 menunjukkan
kecenderungan pertumbuhan yang meningkat. Peningkatan volume usaha dan kinerja
perbankan syariah didorong oleh beberapa faktor seperti: pengaturan perpajakan yang
lebih kondusif (UU No.42 tahun 2009 tentang PPN), peningkatan credit rating
Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi di tingkat global, pendirian
bank-bank syariah baru, serta semakin gencarnya program edukasi dan diseminasi
perbankan syariah oleh Bank Indonesia, perbankan syariah, maupun pihak-pihak terkait
lainnya. Meskipun tahun 2011 kondisi perekonomian global menunjukkan
kecenderungan melemah, perekonomian nasional diperkirakan masih akan mengalami
tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Ekspektasi
pertumbuhan ini khususnya didukung oleh akselerasi permintaan domestik dan
tingginya kinerja perdagangan luar negeri (ekspor). Peningkatan konsumsi rumah
tangga diperkirakan akan terjadi secara merata di berbagai wilayah di Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi domestik tersebut akan juga diperkuat oleh pertumbuhan
investasi yang diperkirakan juga mengalami percepatan. Perkiraan mengenai
percepatan investasi didasarkan pada peningkatan peningkatan rating Indonesia di
tingkat global sebagai salah satu negara tujuan utama untuk penanaman modal.
3.1. PROSPEK KONDISI MAKROEKONOMI
Secara umum ekonomi dunia mengalami ekspansi pada tahun 2010, setelah
mengalami kontraksi berturut-turut akibat krisis keuangan global pada tahun 2008 dan
2009. Tahun 2010 menjadi tahun pemulihan ekonomi di seluruh kawasan dari krisis
yang mulai merebak sejak semester kedua tahun 2008. Pemulihan ini salah satunya
didorong oleh kinerja ekonomi negara-negara emerging market di kawasan Asia.
Indikasi ekspansi ekonomi terlihat pada angka pertumbuhan negara-negara maju yang
telah mencapai angka positif. Namun demikian, tingkat pertumbuhan ekonomi dunia
pada tahun 2011 diperkirakan akan mengalami perlambatan. Hal tersebut didasarkan
pada kondisi tingkat pengangguran di Amerika Serikat yang tinggi dan kondisi
keuangan negara-negara Eropa yang masih tertekan Beberapa negara Eropa telah
mengalami posisi utang luar negeri yang lebih buruk daripada yang diperkirakan
sebelumnya. Dengan kuatnya sentimen yang muncul, perlambatan pertumbuhan ini
42
akan menyebar ke seluruh kawasan dunia. Proyeksi yang dilakukan IMF dalam World
Economic Outlook pada Oktober 2010 dan Consensus Economics Inc. pada survei
Oktober 2010 memperkirakan perekonomian dunia tahun depan akan mengalami
perlambatan pertumbuhan di seluruh kawasan (Tabel 3.1).
Tabel 3.1 Proyeksi PDB Dunia
2009
Proyeksi 2010 Proyeksi 2011
Consensus1) WEO2) Consensus1) WEO2)
PDB Dunia -1.8 3.7 4.8 3.1 4.2
Negara Maju
Amerika Serikat -2.6 2.7 2.6 2.4 2.3
Kawasan Eropa -4.0 1.6 1.7 1.4 1.5
Jepang -5.2 3.0 2.8 1.2 1.5
Negara Berkembang
Eropa Timur -5.2 4.0 3.7 3.9 3.1
Asia Tenggara 1.4 7.7 0.7 5.4 4.0
Asia Pacific 1.9 6.4 - 5.1 -
China 9.1 9.9 10.5 9.0 9.6
India 7.4 8.3 9.7 8.4 8.4
Indonesia 4.5 6.0 6.0 6.2 6.2
Amerika Latin -1.7 5.4 5.7 4.0 4.0
1) October Survey, Consensus Economics Inc. 2010
2) World Economic Outlook October 2010, IMF
Indonesia sebagai salah satu negara emerging market di kawasan Asia,
menunjukkan angka pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi pada tahun 2010.
Seperti yang telah diperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif digerakkan
oleh sektor-sektor ekonomi berbasis domestik, misalnya sektor pertambangan,
perdagangan, konstruksi dan pertanian. Selanjutnya pada tahun 2011, kondisi yang
kondusif dari perekonomian domestik ini diharapkan tetap terjaga. Di samping itu,
dengan bergesernya secara perlahan negara tujuan ekspor indonesia dari negara
kawasan Eropa dan Amerika Serikat ke negara-negara Asia, diharapkan pada tahun
2011 kinerja perdagangan luar negeri Indonesia masih terjaga untuk berkontribusi
positif terhadap pertumbuhan perekonomian nasional. Dengan begitu, pelemahan
ekonomi Eropa dan Amerika Serikat tidak berimbas pada pelemahan kinerja
perdagangan luar negeri Indonesia.
43
Dengan kondisi ekonomi dalam negeri yang cukup terjaga, kinerja ekonomi
nasional secara umum tahun 2011 diperkirakan masih akan lebih tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya. Hal tersebut terutama didukung oleh pertumbuhan konsumsi
swasta yang masih kuat dan kinerja ekspor. Kinerja konsumsi swasta yang masih kuat
ini didukung oleh tingkat keyakinan konsumen yang tinggi akibat tingkat inflasi dan
suku bunga yang kondusif yang diperkirakan tidak berubah jauh dari tahun 2010.
Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan
ekonomi nasional pada tahun 2011 dapat mencapai kisaran 6,0 – 6,5%. Namun
demikian, terdapat beberapa hal yang perlu diwaspadai dalam proses pemulihan
ekonomi global, terutama yang terjadi di negara-negara kawasan Eropa sebagai negara
mitra dagang Indonesia, seperti antara lain krisis utang luar negeri yang telah
memurukkan ekonomi Yunani. Selain itu, masih buruknya kondisi pengangguran di
Amerika Serikat , telah memberikan gambaran bahwa hantaman krisis keuangan
global lalu ternyata lebih buruk dari yang diprediksikan. Dari sisi perkembangan harga,
untuk tahun 2011, inflasi IHK diperkirakan kembali ke pola normalnya dalam kisaran
5±1% sejalan dengan mulai meningkatnya kegiatan ekonomi dalam negeri,
meningkatnya imported inflation sehubungan dengan kenaikan harga komoditas di
pasar global, serta adanya peningkatan ekspektasi inflasi.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2011 yang meningkat
dibandingkan tahun lalu, didukung oleh kecenderungan pada indikator-indikator
makro ekonomi nasional, seperti konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah,
investasi, ekspor dan impor. Konsumsi rumah tangga dan pemerintah pada tahun
2011 diperkirakan akan tumbuh masing-masing mencapai 5.0-5.5% dan 2.3-2.8%.
Khususnya konsumsi rumah tangga, diperkirakan akan menjadi motor penggerak bagi
indikator makro yang lain. Dengan membaiknya lingkungan investasi dan kondisi
bisnis, diperkirakan Investasi akan mengalami peningkatan yang cukup tinggi pada
tahun 2011 yaitu 11.7-12.2%, khususnya akibat investasi baru, mesin dan peralatan,
baik dari penanaman modal asing (PMA) maupun dari penanaman modal dalam negeri
(PMDN). Kenaikan investasi diperkirakan pula akibat tren suku bunga kredit investasi
yang menurun dan sentimen positif dari lembaga internasional. Hal ini dpengaruhi pula
oleh persepsi terhadap risiko domestik dan ekspektasi akan tercapainya peringkat
investment grade yang semakin kuat bagi Indonesia. Sementara itu, ekspor
diperkirakan masih tumbuh 7.3-7.8% yang dipengaruhi oleh kenaikan harga ekspor
pertambangan dan perbaikan indeks produksi di beberapa negara tujuan ekspor
utama, seperti China dan India. Sedangkan impor diperkirakan akan mengalami
44
pertumbuhan 8.8-9.3% yang dipengaruhi oleh tingginya konsumsi rumah tangga dan
kebutuhan investasi terhadap barang modal.
Untuk memanfaatkan kecenderungan yang masih positif pada tahun 2011,
pemerintah diharapkan dapat kebijakan sektor riil yang mendukung seperti kebijakan
fiskal yang kondusif dan perbaikan infrastruktur publik serta kondisi birokrasi yang
semakin efisien. Terkait dengan upaya pengembangan industri perbankan syariah,
atmosfer bisnis kondusif yang kondusif yang didukung oleh operasionalisasi UU
Perbankan Syariah dan UU Perpajakan, berbagai kebijakan operasional yang diarahkan
oleh otoritas pengawasan, pemerintah dan pelaku bisnis diharapkan akan dapat
ditentukan, seperti penetapan standar pengaturan yang lebih longgar namun tetap
berhati-hati, kebijakan insentif pajak, dan peningkatan efisiensi operasional pelaku
pasar. Kondisi kondusif itu diharapkan semakin mengundang investor baru untuk
masuk industri perbankan syariah nasional serta semakin banyaknya masyarakat baik
masyarakat umum maupun komunitas usaha memilih perbankan syariah untuk
mendapatkan jasa pelayanan perbankan.
3.2. DAMPAK MAKROEKONOMI TERHADAP PERBANKAN SYARIAH DAN
PROYEKSI 2011
3.2.1 Dampak Makro dan Proyeksi 2011 Berdasarkan Perkembangan Organik
Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan tidak akan
mempengaruhi kinerja ekonomi nasional yang tengah mengalami kecenderungan
meningkat. Seperti telah disampaikan pada sub-topik sebelumnya, proyeksi kinerja
makroekonomi akan dapat terjaga dengan cukup baik. Hal ini diharapkan akan
memberikan pengaruh yang positif pada kinerja industry perbankan nasional, dimana
proyeksi kinerja perbankan 2011; asset, kredit dan dana pihak ketiga, akan lebih tinggi
dibandingkan dengan kinerja tahun lalu. Optimisme Kecenderungan positif yang
diproyeksikan pada perekonomian nasional dan industry perbankan nasional
diperkirakan juga akan terjadi pada industry perbankan syariah. Industri perbankan
syariah diharapkan akan dapat mempetahankan tingkat pertumbuhan yang tinggi
pada tahun 2011. Kaitan yang yang erat antara kondisi perekonomian dan
pertumbuhan industri perbankan syariah dalam bentuk pertumbuhan pembuayaan,
ditunjukkan pada Grafik. 3.1.
Dengan demikian, perkembangan industri perbankan syariah nasional secara
organik (existing industry) akan dipengaruhi oleh kondisi perekonomian makro
45
Indonesia dan dinamika lingkungan sektor perbankan. Beberapa faktor yang
diperkirakan akan meningkatkan pertumbuhan industri perbankan syariah nasional,
diantaranya adalah: (i) berdirinya BUS baru baik yang muncul dari pelaku pasar
(investor) baru maupun konversi UUS menjadi BUS, sebagai akibat dari sentimen positif
akibat pengaruh UU Perpajakan dan UU Perbankan Syariah; (ii) ekspektasi akan
tercapainya peringkat investment grade yang semakin kuat bagi Indonesia; (iii) kuatnya
sektor konsumsi domestik, kinerja investasi dan kemampuan ekspor yang mampu
mendukung kinerja sektor riil nasional, sehingga menyebabkan kinerja ekonomi
Indonesia mampu tumbuh positif dengan angka pertumbuhan yang relatif tinggi di
bandingkan negara kawasan; (iv) keberhasilan program promosi dan edukasi publik
tentang perbankan syariah.
Grafik 3.1. Pertumbuhan Pembiayaan Bank Syariah
Sementara itu, dari sisi mobilisasi dana masyarakat (DPK), perkembangan di
tahun 2010 memperlihatkan fluktuasi pertumbuhan DPK yang cukup bervariatif
dengan tren meningkat pada saat suku bunga (SBI) tidak berubah. Hal ini
mengindikasikan prilaku DPK yang tergambar pada fluktuasinya lebih dipengaruhi oleh
faktor musiman seperti tahun ajaran baru, hari besar agama dan musiman bisnis
lainnya, daripada pengaruh fluktuasi tingkat return pasar seperti suku bunga.
Sedangkan tren yang relative meningkat diyakini merupakan akibat dari membaiknya
kondisi perekonomian nasional secara umum. Selain itu secara khusus tren tersebut
terjadi karena berhasilnya program kampanye dan promosi perbankan syariah serta
46
edukasi publik yang dilakukan, baik oleh Bank Indonesia sebagai regulator maupun
praktisi perbankan.
Secara nasional Bank Indonesia memperkirakan pada tahun 2011 DPK tumbuh
16-17%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun sebelumnya. Kecenderungan
peningkatan pertumbuhan DPK diperkirakan akan dialami pula oleh industri perbankan
syariah, mengingat tahun 2011 secara makro perekonomian nasional akan tumbuh
lebih baik dan secara mikro jaringan kantor perbankan syariah akan signifikan
meningkat sebagai implikasi dari munculnya bank syariah baru pada tahun 2009 dan
2010. Tingkat suku bunga yang relative tidak berubah dengan kondisi perekonomian
yang membaik pada dasarnya akan menguntungkan posisi perbankan syariah dalam
hal daya saing produk pendanaannya. Karena pertumbuhan ekonomi yang membaik
merefleksikan pula kinerja sektor riil nasional, dimana kinerja tersebut akan tergambar
pula pada tingkat return (bagi hasil) produk pendanaan perbankan syariah yang
semakin kompetitif. Jika nasabah pendanaan bank, khususnya nasabah mengambang
(floating customers) yang utamanya korporasi, mengalihkan dananya ke bank syariah
yang menawarkan return yang lebih tinggi, maka diperkirakan kondisi ini dapat
mendorong pertumbuhan DPK bank syariah. Namun hal ini sangat bergantung pada
upaya pemerintah dalam memelihara tingkat inflasi (Grafik 3.2).
Gambar 3.2 Pertumbuhan DPK BS, PYD BS, suku bunga dan Inflasi
Seperti halnya sisi pendanaan (DPK), sisi pembiayaan perbankan syariah (PYD)
diperkirakan akan pula mengalami peningkatan pertumbuhan yang tinggi. Seperti yang
47
telah pula dijelaskan pada sub-topik sebelumnya, kinerja perekonomian nasional yang
membaik, khususnya di sektor konsumsi domestik dan investasi akan mendorong
aktifitas pembiayaan perbankan syariah. Dengan geliat yang cukup menonjol pada
konsumsi rumah tangga dan investasi, maka diperkirakan perbankan syariah masih
focus pada pembiayaan di sektor retail (consumer), jasa dan perdagangan. Pada tahun
2011, secara nasional Bank Indonesia memprediksikan PYD tumbuh sebesar 24% atau
lebih tinggi dari pertumbuhan tahun lalu dan juga lebih tinggi dari pertumbuhan DPK.
Kecenderungan nasional ini diperkirakan terjadi pula di perbankan syariah nasional.
Jika dilihat lebih spesifik pada perkembangan porsi portfolio pembiayaan bank syariah
dan pertumbuhan PDB untuk masing-masing sektor ekonomi, data memperlihatkan
bahwa portfolio pembiayaan bank syariah mengalami pertumbuhan porsi yang
signifikan di sektor kelistrikan, retail dan manufaktur, sebaliknya pertumbuhan porsi
portfolio di sektor jasa sosial, konstruksi dan pertambangan mengalami penurunan
(Grafik 3.3a).
Grafik.3.3a.PDB Sektoral dan Pergeseran Portofolio
Keterangan: AGR : Agriculture MIN : Mining MAN : Manufacturing ELK : Electricity, water and gases CONS : Construction TRD : Trading TRNS : Transportation and hotel SVBIS : Service SVSOC : Social service
48
Jika dilihat dari pertumbuhan PDB sektoral, seluruh sektor tersebut mengalami
pertumbuhan yang positif, dimana sektor transportasi, perdagangan dan konstruksi
mengalami pertumbuhan yang tertinggi. Sementara sektor pertanian dan
pertambangan mengalami pertumbuhan yang terendah. Dari Grafik 3.3a tersebut
terlihat bagaimana pola pertumbuhan pembiayaan perbankan, baik nasional maupun
syariah relatif berbeda dengan pola pertumbuhan sektoral ekonomi nasional.
Berdasarkan proyeksi pertumbuhan sektoral yang dilakukan oleh Bank Indonesia1 untuk
tahun 2011, sektor transportasi dan perdagangan akan kembali mengalami
pertumbuhan yang tertinggi diikuti oleh sektor konstruksi.
Selanjutnya, dari sisi perbandingan komposisi portofolio pembiayaan antara
industri perbankan secara nasional dan syariah, terlihat bahwa pembiayaan syariah,
yang didominasi transaksi berbasis jual-beli, di mana risikonya relatif rendah, terutama
disalurkan untuk sektor retail, jasa usaha dan perdagangan (Grafik 3.3b). Pola ini juga
sebenarnya identik dengan komposisi portfolio kredit yang dimiliki oleh perbankan
secara nasional. Untuk tahun 2011, diperkirakan perlambatan pertumbuhan
perekonomian global akan mendorong alokasi pembiayaan tertumpu pada sektor
usaha domestik. Kecenderungan ini sepatutnya dioptimalkan pula oleh perbankan
syariah mengingat pada tahun 2010 pada dasarnya pola alokasi pembiayaannya masih
sama dengan pola alokasi tahun lalu. Diharapkan agar perbankan syariah dapat lebih
mengeksplorasi dan mendiversifikasikan pembiayaannya pada sektor yang memiliki
prospek pertumbuhan baik yang selama ini masih rendah porsi penyaluran pembiayaan
oleh perbankan syariah, seperti sektor usaha transportasi dan konstruksi.
1 Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Proyeksi PDB Sektoral, Oktober
2009
49
Grafik.3.3b. Perbandingan komposisi portofolio
Keterangan: AGR : Agriculture MIN : Mining MAN : Manufacturing ELK : Electricity, water and gases CONS : Construction TRD : Trading TRNS : Transportation and hotel SVBIS : Service SVSOC : Social service
Pada aspek tingkat pembiayaan bermasalah pada setiap subsektor ekonomi,
secara umum pembiayaan industri perbankan syariah menunjukkan kualitas yang lebih
rendah dibandingkan dengan kualitas pembiayaan perbankan secara nasional di
hampir semua subsektor ekonomi kecuali sektor jasa sosial (Grafik 3.3c). Tingkat
pembiayaan bermasalah dalam industri perbankan syariah nasional tertinggi terletak
pada sub-sektor transportasi, manufaktur dan konstruksi. Namun demikian kedepan
selain upaya internal bank-bank syariah dalam menekan tingkat pembiayaan
bermasalah, pertumbuhan PYD yang lebih tinggi dapat saja menekan tingkat
pembiayaan bermasalah. Tetapi hal ini perlu dicermati dengan lebih detil dan berhati-
hati, mengingat struktur industri perbankan syariah belum merata dari sisi besar aset,
pembiayaan dan pendanaannya. Artinya jika ada satu bank syariah besar yang memiliki
tingkat pembiayaan bermasalah, akan secara signifikan mempengaruhi tingkat
pembiayaan bermasalah industri. Hal ini akan membuat data industri menjadi
cenderung bias dan tidak menunjukkan kecenderungan umum perbankan syariah
secara tepat.
50
Grafik.3.3c.Perbandingan NPF Persektor
Keterangan: AGR : Agriculture MIN : Mining MAN : Manufacturing ELK : Electricity, water and gases CONS : Construction TRD : Trading TRNS : Transportation and hotel SVBIS : Service SVSOC : Social service
Meskipun begitu, praktisi perbankan dan regulator perbankan syariah
hendaknya memperhatikan permasalahan kelancaran pembiayaan ini mengingat
perbankan syariah menghadapi intensitas permasalahan yang lebih tinggi di hampir
semua sektor dibandingkan apa yang dihadapi industri perbankan secara nasional.
Kecenderungan NPF yang meningkat selain menjadi masalah yang harus dituntaskan
oleh manajemen perbankan syariah, khususnya akibat kelemahan dari aspek prudential
banking yang dilaksanakan oleh SDM bank syariah, dapat juga dilihat sebagai sebuah
konsekuensi dari proses pembelajaran untuk lebih mengenal lingkungan usahanya.
Dengan kondisi ekonomi yang terjaga baik pada tahun 2011, diharapkan tingkat
pembiayaan bermasalah akan mampu ditekan hingga tingkat yang lebih rendah dari
tahun sebelumnya.
3.2.2 Dampak Makro dan Proyeksi 2011 Berdasarkan Pertumbuhan
Kelembagaan
Seperti yang telah diprediksikan pada tahun lalu, Tax neutrality yang ditetapkan
dalam UU PPN yang baru, arah kebijakan pengembangan perbankan syariah yang
51
tertuang dalam UU Perbankan Syariah dan membaiknya country risk serta
perekonomian makro secara perlahan mulai berpengaruh positif bagi industri
perbankan syariah nasional. Ketiga faktor utama tadi mendorong tumbuhnya bank
syariah baru berupa Bank Umum Syariah (BUS), baik yang berasal dari pendirian bank
syariah baru maupun konversi Unit Usaha Syariah (UUS) yang sudah ada. Secara umum
kondisi kondusif tadi telah berhasil menarik minat investor baru untuk masuk ke
industri perbankan syariah. Pada tahun 2010 ini saja berdiri 5 BUS baru, sehingga total
BUS kini menjadi 11 bank. Dari 5 BUS baru ini, 3 bank berasal daru pelaku atau
investor baru sedangkan sisanya merupakan konversi dari UUS yang telah ada.
Pendirian BUS baru ini memang tidak serta merta akan mendorong volume industry
perbankan syariah secara signifikan. Bank-bank tersebut setidaknya membutuhkan
waktu kurang lebih 2 tahun untuk menyiapkan infrastruktur, operasional dan SDM
untuk kemudian melakukan akselerasi usaha. Grafik 3.4 menunjukkan pertumbuhan
asset BUS yang cukup signifikan, sementara asset UUS mengalami pertumbuhan
negatif akibat beberapa UUS yang memiliki asset cukup besar melakukan spin-off
menjadi BUS. Namun secara keseluruhan pertumbuhan asset perbankan syariah
mengalami pertumbuhan positif yang relative tinggi.
Grafik 3.4 Pertumbuhan Aset Berdasarkan Jenis Kelembagaan Perbankan
Syariah
52
Tetapi implikasi lain yang dapat saja terjadi adalah dengan masuknya pelaku
baru diperkirakan akan pula mendorong bank-bank syariah yang lebih dulu ada untuk
menambah kapasitas usahanya melalui penambahan modal seiring dengan upaya
perluasan jaringan kantor dalam rangka menjaga posisi share industri mereka.
Sehingga tahun 2011 diperkirakan pertumbuhan perbankan syariah akan tetap tinggi,
minimal sama seperti pertumbuhan tahun 2010. Tetapi jika respon bank syariah agresif
melakukan ekspansi usaha karena memanfaatkan momentum perekonomian nasional
yang cukup kondusif, serta penyesuaian dan akselerasi cepat yang dilakukan oleh
bank-bank syariah baru, maka sangat dimungkinkan pertumbuhan industri perbankan
syariah nasional akan lebih tinggi dari pertumbuhan tahun 2010.
Implikasi lainnya adalah kecenderungan ekspansif tadi berupa peningkatan
modal diharapkan dapat mendorong perbankan syariah untuk menjaga kecukupan
CAR-nya mengingat perluasan jaringan kantor, yang diharapkan akan berkorelasi
positif pada peningkatan DPK, akan membutuhkan tingkat permodalan yang memadai
(Grafik 3.5). karena memang peningkatan modal bank syariah mencerminkan pula
batas ekspansif yang dapat dilakukan bank syariah. Jika dilihat data CAR yang
meningkat, maka hal itu merefleksikan kemampuan ekspansi bank syariah yang juga
meningkat. Penambahan modal dan jaringan kantor tentu diharapkan pada akhirnya
mampu meningkatkan volume industri perbankan syariah nasional pada tingkat yang
signifikan. Perlu diakui bahwa proyeksi peningkatan volume industri perbankan syariah
sangat tergantung pada asumsi-asumsi yang digunakan mengingat banyaknya faktor-
faktor penentu yang terlibat. Namun demikian, secara umum pertumbuhan industri
perbankan syariah pada tahun 2011 diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi dari tahun
sebelumnya dan masih akan mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan perbankan nasional.
Gambar 3.5 Permodalan dan CAR Perbankan Syariah
53
3.3. ARAH KEBIJAKAN
3.3.1. Peningkatan kualitas Human Capital bagi industri perbankan syariah
Dalam perspektif manajemen modern, sumber daya manusia atau human capital
menjadi elemen terpenting dan penentu dalam mencapai visi dan keunggulan bersaing
organisasi. Human capital yang diasosiasikan dengan ilmu, pengetahuan dan skill yang
terkandung dalam sumberdaya insani, bila dianggap sebagai elemen produksi, memiliki
keunikan, dimana hukum the law of decreasing marginal returns yang berlaku pada
faktor produksi lain tidak berlaku pada faktor human capital. Semakin banyak ilmu
pengetahuan digunakan dalam suatu sistem produksi, semakin banyak pula ilmu
pengetahuan baru yang dihasilkan. Sumber daya ilmu pengetahuan adalah
sumberdaya yang tak pernah tergerus habis, bahkan semakin bertambah/membesar
bila dipakai. Jadi pengembangan potensi human capital merupakan strategi penting
karena dengan itu pertumbuhan dan pencapaian yang dapat dihasilkan oleh suatu
sistem atau organisasi dapat didorong pesat, bahkan hingga menjadi tidak terbatas.
Kesadaran mengenai pentingnya pengembangan human capital guna mencapai
visi perbankan syariah nasional sudah tercantum dalam Cetak Biru Perbankan Syariah
Nasional 2010-2015. Pada Cetak Biru tersebut, pengembangan human capital
merupakan salah satu pilar penting dari tujuh pilar startegis pengembangan perbankan
syariah nasional. Di samping itu, bertumbuh pesatnya industri perbankan syariah yang
dari sisi jumlah bank dan jaringan kantor maupun meningkatnya volume usaha dan
ragam produk perbankan syariah menuntut tersedianya sumberdaya manusia dalam
jumlah dan mutu yang semakin meningkat. Grafik 3.6 mengilustrasikan jumlah
kumulatif satu industri perbankan syariah yang telah menduduki posisi 8 besar
dibandingkan dengan aset individual 11 bank terbesar. Dengan tingkat pertumbuhan
yang dapat dipertahankan tinggi, industri perbankan syariah diharapkan akan segera
mencapai posisi 5 besar.
54
Grafik 3.6 Aset 10 Bank Terbesar
Jumlah bank umum syariah dalam satu tahun terakhir meningkat dari 5 bank
menjadi 10 bank, dan kantor bank syariah dalam 5 tahun terkahir meningkat rata-rata
24,5% pertahun. Secara kuantitas tentu saja bank membutuhkan sumberdaya insani
untuk memenuhi kebutuhan diberbagai posisi dan jabatan. Dari sisi mutu dan
kompetensi SDI, kebutuhannya tentu saja sejalan dengan semakin meningkatnya
kompleksitas dan persaingan usaha. Peningkatan kompleksitas dan persaiangan usaha
ini menuntut semakin tingginya kualifikasi dan keahlian pada bidang-bidang yang
masuk dalam startegic jobs dalam perbankan syariah seperti pada fungsi-fungsi
manajemen risiko, treasury, pengembangan produk, marketing, IT dan operational
banking lainnya.
Fenomena terjadinya kekurangan sumberdaya manusia telah dirasakan sebagai
faktor yang critical dalam pertumbuhan industri perbankan syariah nasional beberapa
waktu belakangan ini khususnya akibat bertumbuhnya bank-bank baru. Hal ini antara
lain tercermin dari kekurangan supply pemimpin cabang bank, calon direksi BPRS, dan
sejumlah strategic job positions di perbankan syariah nasional yang fit dan proper
untuk memenuhi kualifikasi jabatan-jabatan penting di bank. Perencanaan strategis
dibidang pengembangan sumberdaya insani perbankan syraiah nasional juga menjadi
lebih penting bila dikaitkan dengan kenyataan bahwa dalam jangka pendek kedepan
terlaksananya kesepakatan ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015 akan
berpengaruh pada eksistensi dan berbagai aspek daya saing industri perbankan syariah
nasional. AEC yang mempromosikan terlaksananya pasar bebas (free flow) barang,
jasa, modal, investasi, dan tenaga kerja terdidik sudah tentu akan menimbulkan
55
pengaruh berupa tantangan, namun juga membuka peluang bagi industri perbankan
syariah nasional. Sebagai salah satu upaya awal mempersiapkan dan industri
perbankan syariah Indonesia menghadapi AEC 2015, pada tahun 2009 lalu DPbS Bank
Indonesia telah melakukan kajian untuk memetakan daya saing perbankan syariah
Indonesia di kawasan ASEAN dengan memperbandingkan daya saing industri serupa di
negara yang memiliki industri keuangan syariah signifikan di kawasan ini, yaitu
Malaysia, Singapura dan Brunei.
Sejalan dengan berbagai argumentasi di atas serta memperhatikan realitas
sumber daya insani industri perbankan syariah Indonesia saat ini, maka pada tahun
2010 Bank Indonesia menyusun rencana strategis pengembangan human capital
(Human Capital Strategic Plan – HCSP) industri perbankan syariah nasional yang
merupakan derivasi atau penjabaran rinci yang bersifat sektoral dari cetak biru
pengembangan perbankan syariah nasional.
Tujuan HCSP Perbankan Syariah
Human Capital Strategic Plan (HCSP) Perbankan Syariah Indonesia disusun
untuk menjelaskan visi dan misi pengembangan human capital perbankan syariah
nasional, serta mengidentifikasi isu-isu strategis dibidang human capital, penetapan
inisiatif-inisiatif strategis yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan sasaran
pengembangan berdasarkan kondisi. Secara khusus HCPS Perbankan Syariah Nasional
diharapkan dapat diposisikan sebagai:
(1) Acuan dalam perencanaan kebijakan dan strategis dibidang human capital bagi
pelaku industri perbankan syariah, lembaga pendidikan dan pelatihan terkait
perbankan syariah serta stakeholders lainnya agar dapat secara sinergis
mendorong terwujudnya tujuan pengembangan human capital perbankan
syariah Indonesia.
(2) Pedoman bagi Bank Indonesia melaksanakan fungsinya dalam: (a) Menetapkan
peraturan bagi industri perbankan syariah khususnya yang terkait dengan
pengaturan dan pengembangan human capital industri perbankan syariah, (b)
melaksanakan fungsi koordinasi dengan pihak terkait dan melakukan fungsi
fasilitasi dalam pengembangan institusi terkait (institutional building), dan
pengembangan kapasitas human capital (capacity building) terkait dengan
perbankan syariah, maupun lembaga yang memiliki peran penting dalam
pengembangan perbankan syariah nasional;
56
Inisiatif Pengembangan Human Capital Perbankan Syariah 2011
Sejalan dengan tujuannya maka HCSP Perbankan Syariah ini maka didalam
HCSP Perbankan syariah ditetapkan arah pengembangan humas capital perbankan
syariah nasional secara umum adalah “mengembangkan dan mengelola human capital
secara inovatif sehingga dapat mendukung tercapainya sasaran dan strategi perbankan
syariah nasional melalui peningkatan produktivitas sumber daya insani, keberagaman,
efektifitas kepemimpinan, dan pengembangan individu”. Kedepan, dalam upaya
mencapai tujuan pokok pengembangan human capital perbankan syariah yaitu
tersedianya sumberdaya insani dalam jumlah dan kompetensi yang sesuai dengan
kebutuhan industri dan menjadi faktor kekuatan pada daya industri perbankan syariah
akan dilaksanakan sejumlah inisiatif yang meliputi:
1. Competency model – mengembangkan model kompetensi bagi strategic job
positions pada industri perbankan syariah, yang selanjutnya diikuti dengan
inventarisasi level of readiness sumberdaya insani industri sehingga dapat
menjadi dasar dalam menyusun prioritas program pengembangan baik oleh
bank/pelaku industri, lembaga pendidikan dan pelatihan serta bentuk-bentuk
asistensi Bank Indonesia dalam rangka turut mengembangan kualitas SDI
perbankan syariah dalam jumlah yang sesuai kebutuhan. Pengembangan
program-program pembelajaran diharapkan pula mengadopsi berbagai
kemajuan teknologi informasi agar pelaksanaannya dapat lebih efisien dan
efektif.
2. Program link and match – menyusun program koordinasi dan fasilitasi dalam
upaya mendorong agar lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan terkait
keuangan dan perbankan syariah dapat berkembang secara baik, dimana
program link and match dan sinergi antara pelaku industri dengan lembaga
diklat bisa dikembangkan secara lebih intensif misalnya mewujudkan pool of
talent tenaga pengajar dan instruktur yang relatif sangat terbatas. Dalam hal ini
upaya-upaya yang mengarah pada pengembangan kelembagaan (institutional
building) akan dikoordinasikan dengan otoritas, asosiasi dan pihak terkait yang
memiliki concern dibidang diklat perbankan dan keuangan syariah.
3. Regulasi - menyusun regulasi yang dapat secara efektif mendorong bank untuk
melakukan investasi yang cukup bagi pengembangan human capital dengan
tetap memperhatikan aspek efisiensi operasional bank, termasuk dalam hal ini
penjajagan mengenai perlunya berbagai sertifikasi pada jabatan-jabatan strategis
57
dalam perbankan syariah, mengembangkan berbagai regulatory incentives
(misalnya usulan untuk penetapan biaya pengembangan SDI perbankan syariah
dapat ditetapkan sebagai komponen double tax deductable cost), dan
mengembangkan kompetisi program peningkatan SDI bank melalui pemberian
award dan sebagainya.
4. Capacity building – melaksanakan program-program yang dapat meningkatkan
capacity building khususnya pada level menengah hingga top management yang
memberi pengaruh besar dalam business leaderhsip perbankan syariah nasional,
serta untuk training/workshop/seminar bidang-bidang keahlian khusus yang
dapat memberikan impact signifikan dalam meningkatkan efisiensi operasi dan
kualitas layanan perbankan syariah.
Selain program inisiatif yang secara langsung terkait dengan peningkatan
human capital dari industri, bentuk kerjasama dengan institusi pendidikan dapat juga
dilakukan melalui pelatihan ekonomi/keuangan/perbankan syariah bagi para dosen,
rekomendasi kurikulum dan penyediaan literatur seperti buku teks
ekonomi/keuangan/perbankan syariah. Dalam rangka meningkatkan awareness
kalangan akademisi, Bank Indonesia akan terus aktif mengajak dan mendorong
lembaga pendidikan dan penelitian untuk terlibat dalam upaya-upaya eksplorasi
pengetahuan dan kemampuan keuangan atau perbankan syariah.
3.3.2. Peningkatan Kualitas Sistem Pengawasan
Pertumbuhan industri yang tinggi harus diikuti oleh kualitas sistem pengawasan
yang semakin baik. Sesuai dengan arah pengembangan secara umum, sistem
pengawasan perbankan syariah akan diarahkan agar memenuhi standar pengawasan
secara internasional dalam bentuk regulasi yang semakin compatible dengan standar
internasional dan efektif serta didukung oleh mekanisme dan infrastruktur pengawasan
yang semakin lengkap dan efisien. Beberapa program inisiatif yang akan dilaksanakan
mencakup:
1. Regulatory convergence – secara konsisten terus menyesuaikan ketentuan-
ketentuan pelaksanaan terhadap standar internasional seperti IFSB, AAOIFI serta
Basle. Proses konvergensi secara aktif dilakukan juga dengan cara ikut secara aktif
dalam working group penyusunan standar ketentuan secara internasional.
2. Integrated supervisory platform – melanjutkan penyusunan program pengawasan
secara terintegrasi yang menggabungkan fungsi-fungsi early warning, risk profile
58
dengan paket analisis lain guna melengkapi proses penilaian operational
soundness bank syariah secara lebih efisien dan timely.
Untuk mencapai hal tersebut, Bank Indonesia akan mengaktifkan keberadaan
working group yang beranggotakan pengawas, pelaku perbankan dan beberapa pakar
pengawasan untuk menyusun strategi implementasinya.
3.3.3. Penguatan infrastruktur industri
Penguatan infrastruktur industri pada tahun 2011 difokuskan pada
pengembangan pasar keuangan syariah melalui upaya pengayaan produk yang
diharapkan akan dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan likuiditas oleh perbankan
syariah. Upaya ini juga akan dilakukan melalui penggunaan forum komunikasi antara
pelaku perbankan dengan otoritas pengawasan dan moneter secara lebih intensif dan
reguler. Pengembangan instrumen secara lebih progresif pada prakteknya akan juga
melibatkan Dewan Syariah Nasional yang berkepentingan untuk menerbitkan fatwa
memastikan kepatuhan pada prinsip syariah tetap terjaga.
3.3.4. Penguatan modal dan struktur industri
Perkembangan industri perbankan syariah yang cepat harus secara konsisten
diikuti oleh perkembangan modal yang memadai. Upaya penguatan modal tersebut
dapat dilakukan melalui dividend policy yang pro pertumbuhan dan mendorong
investor untuk lebih memperkuat permodalan bank syariah. Penguatan modal dapat
juga dilakukan melalui himbauan kepada holding yang memiliki bank syariah untuk
membuat komitmen penguatan modal bank syariah yang dimilikinya. Selain itu, sejalan
dengan rencana pengembangan struktur institusi bank syariah yang seluruhnya
merupakan full fledge, upaya-upaya persiapan ke arah penguatan kualitas operasi
secara mandiri terus didorong melalui proses komitmen dengan manajemen bank
induknya.
Dalam hal sinergi antara pelaku perbankan syariah dan konvensional, telah
terlihat berbagai aktivitas operasional dan promosi di antara UUS dengan BUK
pusatnya, maupun antara BUS dengan BUK induknya (parent company) yang
mencerminkan penerapan one bank concept atau one firm concept di internal bank-
bank dimaksud. Dalam konsep tersebut, UUS ataupun BUS diposisikan sebagai
business unit atau product owner dari bank pusat/bank induknya. Kecenderungan ini
merupakan respon kebijakan dari grup/korporat untuk meraih pangsa pasar yang lebih
besar, dengan memanfaatkan momentum trend meningkatnya minat masyarakat
59
terhadap produk bank syariah. Dari perspektif pengembangan pasar, fenomena
coopetation ini (cooperation-competition) dinilai telah semakin meningkatkan kualitas
layanan bank syariah kepada masyarakat. Penguatan modal bank syariah oleh bank
pusat/bank induknya, telah memperkuat kapasitas bank syariah untuk melayani
masyarakat. Sementara itu, melalui office channeling masyarakat semakin mudah
mengakses layanan perbankan syariah di kantor-kantor bank konvensional. Dapat
dimanfaatkannya jaringan ATM dan fasilitas teknologi yang sama oleh bank syariah,
telah memungkinkan bank syariah untuk memberikan tingkat pelayanan yang luas dan
sama modern-nya.
Melihat dampak positif dari fenomena coopetation terhadap pengembangan
pasar perbankan syariah, maka Bank Indonesia akan semakin mendorong sinergi
tersebut melalui kebijakan-kebijakan serta insentif baik pada sisi perbankan syariah
ataupun sisi perbankan konvensional. Salah satunya adalah kebijakan Bank Indonesia
yang kini membuka kesempatan bagi bank-bank konvensional untuk dapat ikut
menawarkan produk dan layanan syariah kepada masyarakat melalui jaringan
kantornya (delivery channel) mulai awal 2011. Dengan kebijakan delivery channel
ini, maka masyarakat akan semakin mudah mendapatkan produk iB perbankan syariah
di seluruh jaringan kantor bank konvensional yang berada di dekatnya.
Program pengembangan pasar secara lebih tajam akan dilakukan bersama-
sama dengan bank syariah untuk setiap segmen pelayanan yang lebih terfokus. Jenis
segmen/kluster dimaksud akan dirumuskan bersama-sama dengan industri perbankan
syariah sesuai dengan positioning masing-masing bank, misalnya segmen layanan
internasional, layanan korporasi, layanan individu, micro finance, sektor retail dan lain-
lain. Untuk setiap segmen/kluster tersebut industri perbankan syariah secara bersama-
sama akan didorong untuk memilih segment champion, yang selanjutnya disepakati
menjadi model pengembangan bagi bank syariah lain dalam kluster yang sama.
Secara umum, pengembangan jangka menengah dari industri perbankan
syariah diarahkan kepada penguasaan pasar domestik dengan kualitas operasional
berstandard internasional. Paradigma pengembangan yang berorientasi domestik ini
dinilai sesuai dengan potensi pasar domestik yang sangat besar dan belum sepenuhnya
dieksplorasi. Potensi tersebut pada saat yang sama merupakan modal utama bagi
industri perbankan syariah Indonesia, untuk menjadi tujuan investasi paling menarik di
kawasan Asia sejalan dengan meningkatnya credit rating Indonesia menuju investment
60
grade pada 2011. Masuknya investor asing ke dalam industri perbankan syariah,
maupun pembukaan outlet layanan di negara-negara sumber dana investasi, dengan
demikian perlu dilihat dalam konteks penguatan kapasitas industri agar semakin
mampu melayani kebutuhan pasar domestik yang sangat besar, dan dalam kesadaran
untuk ikut mendukung pengembangan potensi ekonomi daerah dalam rangka
pemerataan kesejahteraan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Dimensi spasial dari arah kebijakan pengembangan tersebut mengisyaratkan
terjadinya persebaran outlet layanan bank syariah yang menjangkau seluruh daerah di
Indonesia secara merata. Proses perizinan untuk pembukaan kantor cabang bank
syariah maupun pendirian BPRS akan diarahkan untuk menjamin persebaran lokasi
layanan bank syariah, agar sesuai dengan besarnya kebutuhan untuk pengembangan
potensi ekonomi masing-masing daerah. Peran BPRS tetap diarahkan sebagai
community banking, dengan semakin meningkatkan efisiensi operasionalnya melalui
pola aliansi strategis dengan BUS/UUS maupun dengan pola Apex Bank. Dimensi
kedalaman finansial dari arah kebijakan pengembangan mendorong inovasi produk
dan layanan bank syariah agar mampu melayani beragam lapisan masyarakat, mulai
dari segmen ekonomi mikro, usaha kecil dan menengah (UKM) hingga segmen
korporasi.
Keberagaman produk yang merupakan diferensiasi bank syariah ini akan terus
ditingkatkan melalui eksplorasi akad dan skema-skema keuangan yang semakin
inovatif. Pemetaan akurat terhadap potensi ekonomi daerah perlu dilakukan sebagai
rujukan bagi proses pengembangan produk yang sesuai oleh bank syariah di daerah.
Berbagai proyek berskala besar ataupun mega proyek di daerah, perlu dilihat sebagai
peluang bagi bank syariah untuk memanfaatkan tricle-down effect-nya dengan cara
mengembangkan produk dan jasa bagi sektor-sektor ekonomi pendukungnya.
61
Grafik 3.7a Ilustrasi Segment Champions
Grafik 3.7b. Posisi Aset iB Syariah
3.3.5. Penjajagan kerjasama secara cross sector
Interaksi perbankan syariah dengan sektor keuangan syariah yang lain telah
menjadi salah satu target pengembangan industri yang akan dicapai secara bertahap.
Kerjasama dengan sektor voluntary (Zakat, Infaq dan Sadaqah) untuk meningkatkan
kemampuan industri perbankan syariah untuk lebih menjangkau sektor mikro akan
mulai dijajagi melalui berbagai kegiatan penelitian. Adapun arah tujuan kegiatan
penelitian tersebut akan digunakan sebagai acuan arah kebijakan kerjasama
pembiayaan yang dapat memaksimalkan outreach industri dalam menjangkau segmen
unbankable dan meminimalkan potensi risiko yang muncul dari kegiatan pembiayaan
tersebut.
62
3.3.6. Program pengembangan pasar perbankan syariah
Di sisi permintaan, antusiasme masyarakat untuk menggunakan produk dan
jasa perbankan syariah semakin meningkat, sebagaimana terlihat dalam dua tahun
belakangan ini. Perkembangan menggembirakan tersebut menunjukkan, bahwa
masyarakat telah semakin mengenal dan merasakan kemanfaatan dari kehadiran bank
syariah. Citra baru yang lebih universal dan inklusif dari industri perbankan syariah,
yang kini populer dikenal sebagai iB (ai-Bi), telah berhasil menempatkan bank syariah
sebagai alternatif sistem perbankan yang dapat dinikmati oleh semua kalangan
masyarakat tanpa terkecuali.
Dengan melihat perkembangan tersebut, maka program sosialisasi iB Campaign
pada 2011 akan tetap mengedepankan PDB (positioning, differentiation, branding) dari
industri perbankan syariah sebagai “Lebih Dari Sekedar Bank” (Beyond Banking),
melalui komunikasi yang inklusif dan terfokus tentang kelebihan bank syariah dalam
hal fitur (functional benefits), keberagaman produk, dan kekayaan variasi skema
keuangan yang dimilikinya.
Program sosialisasi/edukasi publik yang inovatif dan terintegrasi akan
dilanjutkan pada 2011, menggunakan berbagai media komunikasi (media mix) untuk
semakin mendorong aktivasi masyarakat dalam menggunakan layanan perbankan
syariah:
• Partisipasi bank syariah dalam pameran/expo populer untuk mendekatkan
masyarakat umum dengan produk bank syariah sesuai kebutuhannya (otomotif,
properti, elektronik/komputer, franchise, agrikultur, pendidikan, UMKM, dan lain-
lain)
• Sosialisasi/edukasi masyarakat berbasis komunitas (muda,wanita/keluarga,
profesional muda, netizen dan hobi) tentang produk perbankan syariah secara lebih
terfokus sesuai kebutuhan komunitas.
• Dialog dengan stakeholder perbankan syariah (pengelola bank syariah, asosiasi
industri/pengusaha, pemerintah daerah, akademisi, media, pengamat ekonomi dan
perbankan, organisasi masyarakat) melalui pembentukan Working Groups dan
Focus Groups dalam rangka semakin meningkatkan pelayanan serta mendorong
inovasi produk (co-creation).
63
• Iklan Layanan Masyarakat dan program/rubrik khusus di berbagai media cetak,
elektronik, media online dan media luar ruang.
Upaya untuk mengembangkan pasar perbankan syariah yang secara efektif juga
memiliki dimensi edukasi dan perlindungan masyarakat, Bank Indonesia telah
mengembangkan kerangka Market Development Strategic Plan (MDSP) yang berusaha
untuk memposisikan industri perbankan syariah sebagai salah satu pilar ekonomi
nasional yang kokoh di masyarakat.
3.4. PROSPEK PERBANKAN SYARIAH 2010
Berdasarkan hasil analisa terhadap kondisi fundamental makroekonomi
nasional yang cukup kuat dan tumbuh positif ditengah situasi perekonomian dunia
yang diprediksikan cenderung melambat, diperkirakan industri perbankan syariah pada
tahun 2011 akan mengalami pertumbuhan yang sama atau bahkan lebih baik dari
pertumbuhan tahun sebelumnya. Mengingat bahwa perkembangan industri perbankan
syariah sampai dengan akhir tahun 2010 diperkirakan akan berada pada proyeksi
skenario moderat (Tabel 3.2), dan berdasarkan pertimbangan dinamika makroekonomi
dan industri perbankan syariah terkini, maka proyeksi untuk tahun 2011 masih akan
tetap tinggi (Tabel 3.3).
Tabel 3.2. Proyeksi Pertumbuhan Perbankan Syariah Nasional 2010
Skenario Pesimis Skenario Moderat Skenario Optimis
Nilai aset: 72 T
Pertumbuhan aset: 26%
Nilai aset: 97 T
Pertumbuhan aset: 43%
Nilai aset: 124 T
Pertumbuhan aset: 70%
Tabel 3.3. Proyeksi Pertumbuhan Perbankan Syariah Nasional 2011
Skenario Pesimis Skenario Moderat Skenario Optimis
Nilai aset: 131 T
Pertumbuhan aset: 35%
Nilai aset: 141 T
Pertumbuhan aset: 45%
Nilai aset: 150 T
Pertumbuhan aset: 55%
64
Perkembangan perbankan syariah diharapkan didukung oleh berbagai faktor
yang antara lain meliputi:
1. Bertambahnya pemain baru - Kecenderungan windows untuk melakukan spin-off
sehingga industri perbankan syariah didukung oleh pemain-pemain baru yang
telah memiliki otoritas penuh untuk menentukan target pertumbuhannya sendiri.
Selain melalui spin-off, masuknya beberapa investor yang mengkonversi beberapa
bank konvensional menjadi bank syariah telah pula berkontribusi terhadap
perkembangan usaha industri perbankan syariah. Pembenahan secara operasional
diharapkan terus terjadi sejalan dengan asumsi para investor baru yang
menempatkan industri perbankan syariah sebagai new growth area. Dengan
bertambahnya pemain baru, tingkat kompetisi dalam industri akan semakin tinggi
yang akan memacu para pemain lama untuk tetap mempertahankan market
sharenya dengan upaya yang lebih tinggi lagi.
2. Kondisi makro yang semakin kondusif – Perkembangan industri perbankan syariah
tentunya akan dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi yang pada tahun 2011
diperkirakan akan semakin kondusif untuk lebih terus mendorong pertumbuhan
industri.
3. Program pengembangan pasar yang semakin terstruktur – Dengan tersusunnya
program sosialisasi industri perbankan syariah yang semakin baik, diharapkan
positioning perbankan syariah di masyarakat akan semakin baik. Tingkat
penerimaan masyarakat terhadap layanan perbankan syariah tentunya diharapkan
akan semakin meningkat dengan skala demografi yang semakin luas diharapkan
memiliki kontribusi signifikan dalam membesarkan industri perbankan syariah
pada tahun 2011.
4. Peningkatan kualitas SDM - Pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia (SDM)
yang berkualitas baik dan dengan kuantitas yang cukup, diyakini akan
berpengaruh signifikan pada pertumbuhan aset sekaligus perluasan jaringan
pelayanan perbankan syariah pada tahun 2011.
5. Dukungan otoritas yang semakin kuat - Pengembangan keuangan dan perbankan
syariah menjadi program pemerintah secara terpadu yang tertuang dalam
65
kebijakan-kebijakan seperti; pengelolaan dana haji oleh bank syariah, BPD syariah
holding dan adanya konversi bank BUMN.
Dengan mempertimbangkan beberapa kondisi di atas, disusun beberapa skenario
perkembangan industri berdasarkan asumsi pesimis, moderat maupun optimis.
Penyusunan tersebut didasarkan pada proyeksi realisasi asumsi pendukungnya yang
ditunjukkan pada Tabel 3.4 sebagai berikut:
Tabel 3.4. Proyeksi pertumbuhan berdasarkan beberapa skenario
66
Lampiran 1. Daftar Regulasi Perbankan Syariah Tahun 2009
1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009 tanggal 29 Januari 2009
tentang Bank Umum Syariah.
2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 tanggal 19 Maret 2009
tentang Unit Usaha Syariah.
3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tanggal 13 April 2009
tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan
Kartu.
4. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tanggal 13 April 2009
tentang Uang Elektronik (Electronic Money).
5. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/15/PBI/2009 tanggal 29 April 2009
tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional menjadi Bank
Syariah.
6. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/19/PBI/2009 tanggal 4 Juni 2009
tentang Sertifikasi Manajemen Risiko bagi Pengurus dan Pejabat Bank
Umum.
7. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009 tanggal 1Juli 2009 tentang
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
8. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/24/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009
tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Umum
Syariah.
9. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/29/PBI/2009 tanggal 7 Juli 2009
tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah.
10. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/30/PBI/2009 tanggal 7 Juli 2009
tentang Fasilitas Likuiditas Intrahari Berdasarkan Prinsip Syariah.
67
11. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/31/PBI/2009 tanggal 28 Agustus 2009
tentang Uji Kemampuan Dan Kepatutan (Fit And Proper Test) Bank Syariah
Dan Unit Usaha Syariah.
12. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/24/DPbS tanggal 29 September 2009
tentang Konversi Bank Umum Konvensional menjasi Bank Umum Syariah.
13. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/DPbS tanggal 29 September 2009
tentang Konversi Bank Pembiayaan Rakyat menjadi Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah.
14. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/DPbS tanggal 5 Oktober 2009
tentang Unit Usaha Syariah.
15. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/DPbS tanggal 7 Desember 2009
tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah.
16. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/34/DPbS tanggal 23 Desember 2009
tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
68
Lampiran 2. Produk dan Jasa Perbankan Syariah
NAMA PRODUK AKAD PENDANAAN
GIRO iB Giro USD iB Wadiah Giro iB Wadiah
TABUNGAN iB Tabungan iB Wadiah Tabungan Haji iB Wadiah Tabungan Haji iB Mudharabah Tabungan Emas iB Mudharabah Tabungan Berencana iB Mudharabah Tabungan Pendidikan iB Mudharabah Tabungan Perencanaan iB Mudharabah Tabungan Syariah Arisan iB Mudharabah Tabungan Umrah iB Mudharabah Tabungan iB Mudharabah Tapenas iB (1) Mudharabah Tabungan Untuk Anak iB (17) Mudharabah Tabungan Multiguna iB (27) Mudharabah
DEPOSITO iB Deposito iB Mudharabah Deposito USD iB Mudharabah Deposito iB Mudharabah Muqayyadah Deposito Special Investment Deposit iB Mudharabah Muqayyadah
JASA iB Jasa Kirim Uang Antar Negara iB Ijarah Jasa Bank Garansi iB Kafalah Jasa SKBDN iB Kafalah, Wakalah bil Ujroh Jasa Syariah Card iB Kafalah, Qard, Ijarah Jasa Deposit Box Emas iB Qard dan Ijarah Jasa Pengalihan Hutang iB Gard, bai, murabahah Jasa Penukaran Uang iB Sharf Jasa Kirim Uang iB Wakalah Jasa Kiriman Uang Valas iB Wakalah Jasa Bancassurance iB Wakalah bil ujrah
Jasa L/C Ekspor iB Wakalah bil ujrah, bai dan kafalah
Jasa L/C Impor iB Wakalah kafalah Gadai iB Qard dan Ijarah Gadai Emas iB Qard, Rahn dan Ijarah
PEMBIAYAAN iB JUAL BELI
Pembiayaan iB Ijarah Pembiayaan Multijasa iB Ijarah Pembiayaan Multijasa Pendidikan iB Ijarah Pembiayaan Menengah dan Korporasi iB Ijarah Pembiayaan Mikro dan Kecil iB Ijarah Pembiayaan Modal Kerja iB Ijarah
69
NAMA PRODUK AKAD Pembiayaan Serba Guna iB Ijarah Pembiayaan Rumah iB Ijarah Pembiayaan Multijasa Pendidikan, Keluarga, Kesehatan iB Ijarah
PEMBIAYAAN iB JUAL BELI
Pembiayaan Multijasa Umrah iB Ijarah Pembiayaan Kebutuhan Barang iB Ijarah Wal Wakalah Pembiayaan iB IMBT Pembiayaan Sewa Equipment iB IMBT Pembiayaan Channeling iB IMBT Pembiayaan iB Istishna Pembiayaan Rumah iB Istishna Pembiayaan iB Istishna Paralel Pembiayaan KPR iB Istishna Paralel Pembiayaan Pembangunan Perumahan iB Istishna Paralel Pembiayaan iB Salam Pembiayaan iB Murabahah Pembiayaan Kavling Siap Bangun iB Murabahah Pembiayaan Kebutuhan Barang iB Murabahah Pembiayaan Konsumtif iB Murabahah Pembiayaan Menengah dan Korporasi iB Murabahah Pembiayaan Mikro dan Kecil iB Murabahah Pembiayaan Modal Kerja iB Murabahah Pembiayaan Channelling iB Murabahah Pembiayaan Konsumer iB Murabahah Pembiayaan Pemilikan Kendaraan iB Murabahah Pembiayaan Renovasi Rumah iB Murabahah Pembiayaan Rumah iB Murabahah Pembiayaan Serba Guna iB Murabahah Syariah Card iB Kafalah, Qard, Ijarah dan
Wadiah INVESTASI iB
Investasi Emas iB Wakalah Pembiayaan iB Musyarakah Pembiayaan Dana Berputar iB Musyarakah Pembiayaan Menengah dan Korporasi iB Musyarakah Pembiayaan Mikro dan Kecil iB Musyarakah Pembiayaan PRK iB Musyarakah Pembiayaan Sindikasi iB Musyarakah Pembiayaan iB Mudharabah Pembiayaan Menengah dan Korporasi iB Mudharabah Pembiayaan Mikro dan Kecil iB Mudharabah Pembiayaan Modal Kerja iB Mudharabah Pembiayaan MTN BSMI iB Mudharabah Pembiayaan Channeling iB Mudharabah Muqayyadah Pembiayaan Executing iB Mudharabah Muqayyadah Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah iB Musyarakah Mutanaqisah Pembiayaan Many to One iB (11) Pembiayaan Musyarakah USD iB (13) Musyarakah
70
NAMA PRODUK AKAD Pembiayaan Kepada Pensiun iB (11) Pembiayaan Sektor Pertanian iB (20)
QARD iB Pembiayaan iB Qard
71