otoacoustic emission

26
PEMERIKSAAN OBJEKTIF Otoacoustic emission Pemeriksaan OAE dilakukan untuk menilai apakah koklea berfungsi normal. OAE merupakan respon akustik nada rendah terhadap stimulus bunyi dari luar yang tiba di sel sel rambut luar (outer hair cells/ OHC’s ) koklea. Telah diketahui bahwa koklea berperan sebagai organ sensor bunyi dari dunia luar. Didalam koklea bunyi akan dipilah-pilah berdasarkan frekuensi masing, setelah proses ini maka bunyi akan diteruskan ke sistim saraf pendengaran dan batang otak untuk selanjutnya dikirim ke otak sehingga bunyi tersebut dapat dipersepsikan. 1,2 Kerusakan yang terjadi pada sel-sel rambut luar, misalnya akibat infeksi virus, obat obat ototoksik, kurangnya aliran darah yang menuju koklea – menyebabkan OHC’s tidak dapat memproduksi OAE. OAE adalah suatu teknik pemeriksaan koklea yang relatif baru, berdasarkan prinsip elektrofisiologik yang obyektif, cepat, mudah,otomatis, non invasif, dengan sensitivitas mendekati 100%. Kelemahannya dipengaruhi oleh bising lingkungan, kondisi telinga luar dan tengah, kegagalannya pada 24 jam pertama kelahiran cukup tinggi, serta harga alat relatif mahal.1,2 Analisa gelombang OAE dilakukan berdasarkan perhitungan statistik yang menggunakan program komputer. Hasil pemeriksaan disajikan berdasarkan ketentuan pass– refer criteria, maksudnya pass bila terdapat gelombang OAE danrefer bila tidak ditemukan gelombang OAE. Pemeriksaan OAE dapat dilakukan di

Upload: fadhli-ahmad

Post on 07-Aug-2015

178 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: Otoacoustic Emission

PEMERIKSAAN OBJEKTIF

Otoacoustic emission

Pemeriksaan OAE dilakukan untuk menilai apakah koklea berfungsi normal. OAE merupakan

respon akustik nada rendah terhadap stimulus bunyi dari luar yang tiba di sel sel rambut

luar (outer hair cells/ OHC’s ) koklea. Telah diketahui bahwa koklea berperan sebagai organ

sensor bunyi dari dunia luar. Didalam koklea bunyi akan dipilah-pilah berdasarkan frekuensi

masing, setelah proses ini maka bunyi akan diteruskan ke sistim saraf pendengaran dan

batang otak untuk selanjutnya dikirim ke otak sehingga bunyi tersebut dapat

dipersepsikan. 1,2

Kerusakan yang terjadi pada sel-sel rambut luar, misalnya akibat infeksi virus, obat obat

ototoksik, kurangnya aliran darah yang menuju koklea – menyebabkan OHC’s tidak dapat

memproduksi OAE. OAE adalah suatu teknik pemeriksaan koklea yang relatif baru,

berdasarkan prinsip elektrofisiologik yang obyektif, cepat, mudah,otomatis, non invasif,

dengan sensitivitas mendekati 100%. Kelemahannya dipengaruhi oleh bising lingkungan,

kondisi telinga luar dan tengah, kegagalannya pada 24 jam pertama kelahiran cukup tinggi,

serta harga alat relatif mahal.1,2

Analisa gelombang OAE dilakukan berdasarkan perhitungan statistik yang menggunakan

program komputer. Hasil pemeriksaan disajikan berdasarkan ketentuan pass– refer criteria,

maksudnya pass bila terdapat gelombang OAE danrefer bila tidak ditemukan gelombang

OAE. Pemeriksaan OAE dapat dilakukan di ruang biasa yang cukup tenang sehingga tidak

memerlukan ruang kedap suara (sound proof room). Juga tidak memerlukan obat penenang

(sedatif) asalkan bayi/ anak tidak terlalu banyak bergerak. 1

Prinsip pemeriksaan OAE adalah mengukur emisi yang dikeluarkan oleh telinga saat suara

menstimulasi koklea. Teknik ini sensitif untuk mengetahui kerusakan pada OHC, dapat pula

digunakan untuk memeriksa telinga tengah daN dalam. Kriteria hasil pemeriksaan

yaitu pass atau refer. Jika terdapat gelombang OAE maka bayi dapat melewati tes OAE

(pass), berarti bayi tersebut tidak mengalami gangguan pendengaran. Jika tidak ditemukan

gelombang OAE berarti ada gangguan pendengaran (refer), maka harus dilakukan tes

lanjutan. 1

Page 2: Otoacoustic Emission

Cara kerja alat ini dengan memberikan stimulus bunyi yang masuk ke liang telinga

melalui insert probe, dengan bagian luarnya dilapisi karet lunak (probe tip)yang ukurannya

dapat dipilih sesuai besarnya liang telinga, menggetarkan gendang telinga, selanjutnya

melalui telinga tengah akan mencapai koklea. Saat stimulus bunyi mencapai OHC koklea

yang sehat, OHC akan memberikan respon dengan memancarkan emisi akustik yang akan

dipantulkan ke arah luar (echo) menuju telinga tengah dan liang telinga. Emisi akustik yang

tiba di liang telinga akan direkam oleh mikrofon mini yang juga berada dalam insert probe,

selanjutnya diproses oleh mesin OAE sehingga hasilnya dapat ditampilkan pada layar

monitor mesin OAE.

Faktor lain yang mempengaruhi hasil tes OAE yaitu ukuran probe (harus sesuai dengan

ukuran liang telinga), posisi penempatan probe (tidak ada kebocoran atau celah udara dan

posisi probe harus lurus ke arah gendang telinga) serta kebisingan eksternal maupun

internal1

Pemeriksaan OAE sensitif untuk mengetahui adanya kerusakan pada disfungsi outer haircell

pada koklea. Pemeriksaan OAE juga cukup efektif sebagai alat screening karena selain

sensitif juga cukup murah. Minesota Newborn Hearing Screening Program memakai OAE

sebagai standar pemeriksaan awal, apabila didapatkan abnormalitas baru diperiksa dengan

ABR. Otoacoustic Emission atau OAE merupakan skrining pendengaran secara obyektif,

namun tidak dapat memberikan informasi tentang derajat gangguan pendengaran seorang

bayi atau anak.

JENIS PEMERIKSAAN OAE

Dikenal 2 jenis pemeriksaan OAE, yaitu Spontan dan Evoked OAE. Spontan OAE dapat timbul

tanpa adanya stimulus bunyi, namum tidak semua manusia memiliki Spontan OAE sehingga

manfaat klinisnya tidak diketahui. Evoked OAE adalah OAE yang terjadi pasca pemberian

stimulus, dibedakan menjadi Stimulus Frequency OAE (SFOAE), Transient Evoked OAE

(TEOAE) dan Distortion Product OAE (DPOAE).32,33

1. SFOAE

Merupakan respon yang dibangkitkan oleh nada murni yang panjang dan terus

menerus, jenis ini tidak mempunyai arti klinis, dan jarang digunakan. 32

Page 3: Otoacoustic Emission

2. TEOAE

Untuk memperoleh emisi TEOAE digunakan stimulus bunyi click yang onsetnya

sangat cepat (milidetik) dengan intensitas sekitar 40 desibel. Secara otomatis akan

diperiksa 4–6 jenis frekuensi. Spektrum frekuensi yang dapat diperiksa TEOAE

adalah 500 - 4500 Hz untuk orang dewasa dan 5000–6000 Hz pada bayi. TEOAE

tidak terdeteksi pada ketulian >40 dB. Bila TEOAE pass berarti tidak ada ketulian

kohlea, sebaliknya bila TEOAE reffer berarti ada ketulian kohlea lebih dari 40 dB.

Umumnya hanya digunakan untuk skrining pendengaran bayi/anak.13

3. DPOAE

Mempergunakan 2 buah stimulus bunyi nada murni sekaligus, yang berbeda

frekuensi maupun intensitasnya. Spektrum frekuensi yang dapat diperiksa lebih

luas dibandingkan dengan TEOAE, dapat mencapai frekuensi tinggi (10.000 Hz).

DPOAE (+BERA) digunakan untuk mendiagnosis auditori neuropati, monitoring

pemakain obat ototoksik dan pemaparan bising,menentukan prognosis tuli

mendadak (sudden deafness) dan gangguan pendengaran lainnya yang disebabkan

oleh kelainan koklea.

BERA

Brain Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan alat yang bisa digunakan untuk

mendeteksi dini adanya gangguan pendengaran, bahkan sejak bayi baru saja dilahirkan.

Istilah lain yang sering digunakan yakni Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP)

atau Brainstem Auditory Evoked Response Audiometry (BAER). Alat ini efektif untuk

mengevaluasi saluran atau organ pendengaran mulai dari perifer sampai batang otak.25

Penggunaan tes BERA dalam bidang ilmu audiologi dan neurologi sangat besar

manfaatnya dan mempunyai nilai obyektifitas yang tinggi bila dibandingkan dengan

pemeriksaan audiologi konvensional. Penggunaannya yang mudah, tidak invasive, dan dapat

dilakukan pada pasien koma sekalipun menyebabkan pemeriksaan BERA ini dapat

digunakan secara luas.13

Page 4: Otoacoustic Emission

Berbagai kondisi yang dianjurkan untuk pemeriksaan BERA antara lain : bayi baru

lahir untuk mengantisipasi gangguan perkembangan bicara/bahasa. Jika ada anak yang

mengalami gangguan atau lambat dalam berbicara, mungkin salah satu sebabnya karena

anak tersebut tidak mampu menerima rangsangan suara karena adanya gangguan di

telinga.25

BERA juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan sumber gangguan pendengaran

apakah di koklea atau retro choclearis, mengevaluasi brainstem (batang otak), serta

menentukan apakah gangguan pendengaran disebabkan karena psikologis atau fisik.

Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada efek samping,sehingga bisa juga

dimanfaatkan untuk screening medical check up.1

Meskipun BERA memberikan informasi mengenai fungsi dan sensitivitas pendengaran,

namun tidak merupakan pengganti untuk evaluasi pendengaran formal,dan hasil yang

didapat harus dapat dihubungkan dengan hasil audiometri yang biasa digunakan jika

tersedia.27

Brain Evoked Respone Audiometry atau biasa disebut dengan BERA adalah

Suatu pemeriksaan neurologi yang berguna untuk menilai fungsi pendengaran batang otak

terhadap rangsangan suara (click) dengan mendeteksi aktivitas listrik pada telinga bagian

dalam ke colliculus inferior. Dilakukan secara objektif dan bersifat non-invasif .27,28

Prinsip Pemeriksaan

Prinsip pemeriksaan BERA adalah untuk menilai potensial listrik di otak setelah

pemberian rangsang sensoris berupa bunyi. Pemeriksaan BERA dapat dilakukan pada bayi

dan anak dengan gangguan sikap dan tingkah laku, retardasi mental, cacat ganda, dan

kesadaran menurun. Pada orang dewasa digunakan untuk memeriksa orang yang berpura-

pura tuli atau ada kecurigaan tuli saraf retro koklear.

Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) biasanya menggunakan rangsangan suara klik

yang menghasilkan respon dari regio basilar cochlea. Sinyalnya berjalan melalui jalur

pendengaran/auditori pathway dari kompleks inti cochlear, proksimal ke colliculus inferior.

Gelombang BERA I dan II berkaitan dengan potensial aksi yang benar. Gelombang

Page 5: Otoacoustic Emission

selanjutnya mungkin menggambarkanaktivitas postsinaptik pada pusat auditori batang otak

utama that secara bersamaanmenimbulkan bentuk gelombang puncak dan palung. Puncak

positif dari bentuk gelombang menunjukkan aktivitas aferen kombinasi (dan kemungkinan

juga eferen)dari jalur axonal pada batang otak auditory.

Reaksi yang timbul sepanjang jaras-jaras saraf pendengaran dapat dideteksi berdasarkan

waktu yang dibutuhkan (satuan milidetik) mulai dari saat pemberianimpuls sampai

menimbulkan reaksi dalam bentuk gelombang. Gelombang yangterjadi sebenarnya ada 7

buah, namun yang penting dicatat adalah gelombang I, III,dan V

Timpanometri

1. TIMPANOMETRI

Pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kondisi telinga tengah. Gambaran timpanometri

yang abnormal (adanya cairan atau tekanan negative di telinga tengah) merupakan petunjuk adanya

gangguan pendengaran konduktif.

Melalui probe tone (sumbat liang telinga) yang dipasang pada liang telinga berdasarkan

energy suara yang dipantulkan kembali (ke arah luar) oleh gendang telinga. Pada orang dewasa atau

bayi berusia di atas 7 bulan digunakan probe tone frekuensi 226 Hz. Khusus untuk bayi dibawah usia

6 bulan tidak digunakan probe tone 226 Hz karena akan terjadi resonansi pada liang telinga sehingga

harus digunakan probe tone frekuensi tinggi (668678 atau 1000 Hz).

Page 6: Otoacoustic Emission

Terdapat 4 jenis timpanogram yaitu:

1. Tipe A (normal)

2. Tipe Ad (diskontinuitas tulang tulang pendengaran)

3. Tipe As (kekakuan rangkaian tulang pendengaran)

4. Tipe B (cairan di dalam telinga tengah)

5. Tipe C (Gangguan fungsi tuba Eustachius)

Pada bayi usia kurang dari 6 bulan ketentuan jenis timpanogram tidak mengikuti ketentuan

di atas,

Timpanometri merupakan pemeriksaan pendahuluan sebelum tes OAE, dan bila terdapat

gangguan pada telinga tengah maka pemeriksaan OAE harus ditunda sampai telinga tengah normal.

Refleks akustik pada bayi juga berbeda dengan orang dewasa. Dengan menggunakan probe

tone frekuensi tinggi, refleks akustik bayi usia 4 bulan atau lebih sudah mirip dengan dewasa.

Page 7: Otoacoustic Emission

PEMERIKSAAN PENDENGARAN PADA BAYI DAN ANAK

Pada prinsipnya gangguan pendengaran pada bayi harus diketahui sedini mungkin. Walaupun

derajat ketulian yang dialami seorang bayi hanya bersifat ringan, namun dalam perkembangan

selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan berbicara dan berbahasa. Dalam keadaan normal

seorang bayi telah memiliki kesiapan berkomunikasi yang efektif pada usia 18 bulan, berarti saat

tersebut merupakan periode kritis untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran.

Dibandingkan dengan orang dewasa pemeriksaan pendengaran pada bayi dan anak jauh lebih

sulit dan memerlukan ketelitian dan kesabaran. Selain itu pemeriksa harus memiliki pengetahuan

tentang hubungan antara usia bayi dengan taraf perkembangan motorik dan auditorik. Berdasarkan

pertimbangan tersebut adakalanya perlu dilakukan pemeriksaan ulangan atau pemeriksaan

tambahan untuk melakukan konfirmasi hasil pemeriksaan sebelumnya.

Beberapa pemeriksaan pendengaran yang dapat dilakukan pada bayi;

1. Behavioral Observation Audiometry (BOA)

2. Timpanometri

3. Audiometri bermain (play audimetry)

4. Oto Acoustic Emission (OAE)

5. Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA)

Page 8: Otoacoustic Emission

2. BEHAVIORAL OBSERVATION AUDIOMETRY

Tes ini berdasarkan respons aktif pasien terhadap stimulus bunyi dan merupakan respons yang

disadari (voluntary response). Metoda ini dapat mengetahui seluruh sistim auditorik termasuk pusat

kognitif yang lebih tinggi. Behavioral audiometry penting untuk mengetahui respons subyektif sistim

auditorik pada bayi dan anak dan juga bermanfaat untuk penilaian habilitasi pendengaran yaitu pada

pengukuran alat bantu dengar (hearing dan fitting). Pemeriksaan ini dapat digunakan pada setiap

tahap usia perkembangan bayi, namun pilihan jenis tes harus disesuaikan dengan usia bayi.

Pemeriksaan dilakukan pada runangan yang cukup tenang (bising lingkungan tidak lebih dari

60dB), idelaknya pada ruang kedap suara (sound proof room). Sebagai sumber bunyi sederhana

dapat digunakan tepukan tangan, tambur, bola plastik berisi pasir, remasa kertas minyak, bel,

terompat karet, mainan yang mempunyai bunyi frekuensi tinggi (squaker toy) dll.

Sumber bunyi tersebut harus dikalibrasi frekuensi dan intensitasnya. Bila tersedia bisa dipakai

alat buatan pabrik seperti baby reactometer, Neometer, Viena tone (frekuensi 3000 Hz dengan

pilihan intensitas 70, 80 , 90, dan 100 dB).

Dinilai kemampuan anak dalam memberikan respons terhadap sumber bunyi tersebut.

Pemeriksaan Behavioral Observation Audiometry dibedakan menjadi (1) Behavioral Reflex

Audiometry dan (2) Behavioral Response Audiometry.

Behavioral Reflex Audiometry

Dilakukan pengamatan respons behavioral yang bersifat refleks sebagai reaksi terhadap

stimulus bunyi.

Respons behavioral yang dapat diamati antara lain: mengejapkan mata (auropalpebral reflex),

melebarkan mata (eye widening), mengerutkan wajah (grimacing), berhenti menyusu (cessation

reflex), denyut jantung meningkat refleks Moro (paling konsisten). Refleks auropalpebral dan Moro

rentan terhadap efek habituasi, maksudnya bila stimulus diberikan berulang-ulang bayi menjadi

bosan sehingga tidak memberi respon walaupun dapat mendengar. Stimulus dengan intensitas

sekitar 65-80 dBHL diberikan melalui loudspeaker, jadi merupakan metode sound field atau dikenal

juga sebagai Free field test. Stimulus juga dapat diberikan melalui noisemaker yang dapat dipilih

intensitasnya. Pemeriksaan ini tidk dapat menentukan ambang dengar.

Page 9: Otoacoustic Emission

Bila kita mengharapkan terjadinya refleks Moro dengan stimulus bunyi dan keras sebaiknya

dilakukan pada akhir prosedur karena bayi akan terkejut, takut dan menangis, sehingga menyulitkan

ovservasi selanjutnya,

Behavioral Response Audiometry

Pada bayi normal sekitar usia 5-6 bulan, stimulus akustik akan menghasilkan pola respons khas

berupa menoleh atau menggerakkan kepala ke arah sumber bunyi di luar lapangan pandang.

Awalnya gerakan kepala hanya pada bidang horisontal, dan dengan bertambahnya usia bayi dapat

melokalisir sumber bunyi dari awrah bawah. Selanjutnya bayi mampu mencari sumber bunyi dari

bagian atas. Pada bayi normal kemampuan melokalisir sumber bunyi dari segala arah akan tercapai

pada usia 13-16 bulan.

Teknik Behavioral Response Audiometry yang seringkali digunakan adalah (1) Tes Distraksi dan

(2) Visual Reinforcement Audiometry(VRA).

- Tes Distraksi

Tes ini dilakukan pada ruang kedap suara, menggunakan stimulus nada murni. Bayi dipangku

oleh ibu atau pengasuh. Diperlukan 2 orang pemeriksa, pemeriksa pertama bertugas untuk

menjaga konsentrasi bayi, misalnya dengan meperlihatkan mainan yang tidak terlalu

menarik perhatian; selain memperhatikan respons bayi. Pemeriksa kedua berperan

memberikan stimulus bunyi, misalnya dengan audiometer yang terhubung dengan pengeras

suara.

Respons terhadap stimulus bunyi andalan menggerakan bola mata atau menolah kea rah

sumber bunyi. Bila tidak ada respons terhadap stimuli bunyi, pemeriksaan diulang sekali lagi.

Kalau tetap tidak berhasil, pemeriksaan ketiga dilakukan lagi 1 minggu kemudian.

Seandainya tetap tidak ada respons harus dilakukan pemeriksaan audiologik lanjutan yang

lebih lengkap.

- Visual Reinforcement Audiometry (VRA)

Mulai dapat dilakukan pada bayi 4-7 bulan dimana control neuromotor berupa bulan dimana

control neuromotor berupa kemampuan mencari sumber bunyi sudah berkembang. Pada

masa ini respons unconditioned beralih menjadi respons conditioned. Pemeriksaan

pendengaran berdasarkan respons conditioned yang diperkuat dengan stimulus visual

dikenal sebagai VRA. Stimulus bunyi diberikan bersamaan dengan stimulus visual, bayi akan

Page 10: Otoacoustic Emission

member respons orientasi atau melokalisir bunyi dengan cara menoleh ke arah sumber

bunyi. Dengan intensitas yang sama diberikan stimulus bunyi saja (tanpa stimulus visual),

bila bayi member respons diberi hadiah berupa stimulus visual. Pada tes VRA juga diperlukan

2 orang pemeriksa. Pemeriksaan VRA dapat dipergunakan menentukan ambang

pendengaran, namun karena stimulus diberikan melalui pengeras suara maka respon yang

terjadi merupakan tajam pendengaran pada telinga yang lebih baik.

Play audiometry (usia 2-5 tahun)

Pemeriksaan Play Audiometry (Conditioned play audiometry) meliputi teknik melatih anak

untuk mendengar stimulus bunyi disertai pengamatan respons motorik spesifik dalam suatu aktivitas

permainan. Misalnya sebelum pemeriksaan anak dilatih (conditioned) untuk memasukkan bedan

tersebut ke dalam kotak segera setelah mendengar bunyi. Diperlukan 2 orang pemeriksa, yang

pertama bertugas memberikan stimulus melalui audiometer sedangkan pemeriksa kedua melatif

anak dan mengamati respons. Stimulus biasanya diberikan melalui headphone. Dengan mengatur

frekuensi dan menentukan intensitas stimulus bunyi terkecil yang dapat menimbulan respons dapat

ditentukan ambang pendengaran pada frekuensi tertentu (spesifik).

3. TIMPANOMETRI

Page 11: Otoacoustic Emission

Pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kondisi telinga tengah. Gambaran timpanometri

yang abnormal (adanya cairan atau tekanan negative di telinga tengah) merupakan petunjuk adanya

gangguan pendengaran konduktif.

Melalui probe tone (sumbat liang telinga) yang dipasang pada liang telinga berdasarkan

energy suara yang dipantulkan kembali (ke arah luar) oleh gendang telinga. Pada orang dewasa atau

bayi berusia di atas 7 bulan digunakan probe tone frekuensi 226 Hz. Khusus untuk bayi dibawah usia

6 bulan tidak digunakan probe tone 226 Hz karena akan terjadi resonansi pada liang telinga sehingga

harus digunakan probe tone frekuensi tinggi (668678 atau 1000 Hz).

Terdapat 4 jenis timpanogram yaitu:

6. Tipe A (normal)

7. Tipe Ad (diskontinuitas tulang tulang pendengaran)

8. Tipe As (kekakuan rangkaian tulang pendengaran)

9. Tipe B (cairan di dalam telinga tengah)

10. Tipe C (Gangguan fungsi tuba Eustachius)

Pada bayi usia kurang dari 6 bulan ketentuan jenis timpanogram tidak mengikuti ketentuan

di atas,

Timpanometri merupakan pemeriksaan pendahuluan sebelum tes OAE, dan bila terdapat

gangguan pada telinga tengah maka pemeriksaan OAE harus ditunda sampai telinga tengah normal.

Page 12: Otoacoustic Emission

Refleks akustik pada bayi juga berbeda dengan orang dewasa. Dengan menggunakan probe

tone frekuensi tinggi, refleks akustik bayi usia 4 bulan atau lebih sudah mirip dengan dewasa.

4. AUDIOMETRI NADA MURNI

Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan audiometer, dan hasil pencatatannya disebut

sebagai audiogram. Dapat dilakukan pada anak berusia lebih dari 4 tahun yang koperatif. Sebagai

sumber suara digunakan nada murni (pure tone) yaitu bunyi yang hanya terdiri dari 1 frekuensi.

Pemeriksaan dilakukan pada ruang kedap suara, dengan menilai hantaran suara melalui udara (air

conduction) melalui headphone pada frekuensi 125, 250, 5000, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz.

Hantaran suara melalui tulang (bone conduction) diperiksa dengan memasang bone vibrator pada

prosesus mastoid yang dilakukan pada frekuensi 500, 1000, 2000, 4000 Hz. Intensitas yang biasa

digunakan antara 10 – 100 dB (masing – masing dengan kelipatan 10), secara bergantian pada kedua

telinga. Suara dengan intensitas terendah yang dapat didengar dicatat pada audiogram untuk

memperoleh informasi tentang jenis dan derajat ketulian.

5. OCTOPUS EMISSION (OAE)

Suara yang berasal dari dunia luar diproses oleh koklea menjadi stimulus listrik, selanjutnya

dikirim ke batang otak melalui saraf pendengaran. Sebagian energi bunyi tidak dikirim ke saraf

pendengaran melainkan kembali menuju ke liang telinga. Proses ini mirip dengan peristiwa echo

(Kemp echo). Produk sampingan koklea ini selanjutkan disebut sebagai emisi otoakustik

(Otoaccoustic emission). Koklea tidak hanya menerima dan memproses bunyi tetapi ojuga dapat

memproduksi energi bunyi dengan intensitas rendah yang berasal dari sel rambut luar koklea (outer

hair cells).

Terdapat 2 jenis OAE yaitu (1) Spontaneous OAE (SPOAE) dan (2) Evoked OAE. SPOAE adalah

mekanisme aktif koklea untuk memproduksi OAE tanpa harus diberikan stimulus, namun tidak

semua orang dengan pendengaran normal mempunya SPOAE. EOAE hanya akan timbl bila diberikan

stimulus akustik yang dibedakan menjadi (1) Transient Evoked OAE (TEOAE) dan (2) Distortion

Product OAE (DPOAE). Pada TEOAE stimulus akustik berupa click sedangkan DPOAE menggunakan

stimulus berupa 2 buah nada murni yang berbeda frekuensi dan intensitasnya.

Page 13: Otoacoustic Emission

Pemeriksaan OAE merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai fungsi koklea yang

obyektif, otomatis (menggunakan kriteria pass/ lulus/ dan refer/ tidak lulus), tidak invasif, mudah,

tidak membutuhkan waktu lama dan praktis sehingga sangat efisien untuk program skrining

pendengaran bayi baru lahir (Universal newborn Hearing Screening).

Pemeriksaan tidak harus di ruang kedap suara, cukup di ruangan yang tenang. Pada mersin

OAE generasi terakhir nilai OAE secara otomatis akan dikoreksi dengan noise yang terjadi selama

pemeriksaan. Artefak yang terjadi akan diseleksi saat itu juga (real time). Hal tersebut menyebabkan

nilai sensitifitas dan spesifitas OAE yang tinggi. Untuk memperoleh hasil yang optimal diperlukan

pemilihan probe (sumbat liang telinga) sesuai ukuran liang telinga. Sedatif tidak diperlukan bila bayi

dan anak koperatif.

Pemeriksaan OAE juga dimanfaatkan untuk memonitor efek negatif dari obat ototoksik,

diagnosis neueropati auditorik, membantu proses pemilihan alat bantu dengar, skrining pemaparan

bising (noise induced hearing loss) dan sebagai pemeriksaan penunjang pada kasus – kasus yang

berkaitan dengan gangguan koklea.

Page 14: Otoacoustic Emission

6. BRAINSTEM EVOKED RESPONSE AUDIOMETRY

Istilah lain: Auditory Brainstem Response (ABR). BERA merupakan pemeriksaan

elektrofisiologik untuk menilai integritas sistim auditorik, bersifat obyektif, tidak invasif. Dapat

memeriksa bayi, anak, dewasa, penderita koma.

Page 15: Otoacoustic Emission

BERA merupakan cara pengukuran evoked potential (aktifitas listrik yang dihasilkan n.VIII,

pusat – pusat neutral dan traktus di dalam batang otak) sebagai respons terhadap stimulus auditorik.

Stimulus bunyi yang digunakan berupa bunyi click atau toneburst yang diberikan melalui headphone,

insert probe, bone vibrator. Untuk memperoleh stimulus yang paling efisien sebaliknya digunakan

insert probe. Stimulus click merupakan impuls listrik dangan onset cepat dan durasi yang sangat

singkat (0,1 ms), menghasilkan respons pada average frequency antara 2000 – 4000 Hz. Tone burst

juga merupakan stimulus dengan durasi singkat namun memiliki frekuensi yang spesifik.

Respons terhadap stimulus auditorik berupa evoked potential yang sinkron, direkam melalui

elektroda permukaan (surface electrode) yang ditempelkan pada kulit kepala (dahi dan prosesus

mastoid), kemudian diproses melalui program komputer dan ditampilkan sebagai 5 gelombang

defleksi positif (gelombang I sampai V) yang terjadi sekitar 2 – 12 ms setelah stimulus diberikan.

Analisis gelombang BERA berdasarkan (1) marfologi gelombang, (2) masa laten dan (3) amplitudo

gelombang.

Salah satu faktor penting dalam menganalisa gelombang BERA adalah menentukan masa

laten, yaitu waktu (milidetik) yang diperlukan sejak stimulus diberikan sampai terjadi EP untuk

masing – masing gelombang (gel I sampai V). Dikenal 3 jenis masa laten: (1) masa laten absolut dan

(2) masa laten antar gelombang (interwave latency attau interpeak latency) dan (3) masa laten antar

telinga (interaural latency). Masa laten absolut gelombang I adalah waktu yang dibutuhkan sejak

pemberian stimulus sampai timbultnya gelombang I adalah waktu yang dibutuhkan sejak pemberian

stimulus sampai timbulnya gelombang I. Masa laten antar gelombang adalah selisih waktu antar

Page 16: Otoacoustic Emission

gelombang, misalnya masa laten antar gelombang I – III, III – V, I – V. Masa laten antar telinga yaitu

membandingkan masa laten absolut gelombang yang sama pada kedua telinga. Hal lain yang perlu

diperhatikan adalah pemanjangan masa laten fisiologik yang terjadi billa intensitas stimulus

diperkecil. Terdapatkan pemanjanan masa laten pada beberpa frekuensi menunjukkan adanya suatu

gangguan konduksi.

Perlu dipertimbangkan faktor maturitas jaras saraf auditorik pada bayi dan anak yang usianya

kurang dari 12 – 18 bulan, karena terdapat perbedaan masa laten, amplitudo dan morfologi

gelombang dibandingkan dengan anak yang lebih besar maupun orang dewasa.

Page 17: Otoacoustic Emission

Audiometri Khusus

Untuk mempelajari audiometri Khusus di perlukan pemahaman istilah recuiment dan decay

1. Recuiment ialah suatu fenomena terjadi sensitifitas pendengaran yang berlebihan di atas

abang dengar keadaan ini khas untuk tuli koklea . Pada kelainan koklea pasien dapat

membedakan bunyi 1 db sedangkan pada orang normal baru bisa membedakan ya pada 5

db

2. Decay: ( Kelelahan) merupakan adaptasi abnormal merupakan tanda khas pada tuli

retrokoklea, saraf pendegaran cepat lelah bila dirasang terus menerus. Bila dibeli istirahat

akan pulih kembali

Fenomena tersebut dapat dilacak dengan Pemeriksaan sebagai berikut

Tes SISI ( Short sensitivity Index )

Tes ABLB ( Alternate Binaural loudness)

Test kelelahan ( Tone Decay )

Audiometri tutur

Audiometri bekesay

Tes SISI ( Short increment sensitivity Index )

Tes ini khas untuk mengetahui adaya kelainan koklea dengan memakai fenomena rekuitmen

cara pemeriksaan: Menentkan abang dengar pasien terlebih dahulu Misalnya 30db kemudian

diberi 20 db diatas abang rangsang yaitu 50 db. Setelah itu diberikan tambahan 5 db lalu

diturunkan 4 db lalu 3 kemudian 2 dan 1 db bila pasien dapat membedakan maka TEST

dinyatakan +

Tes ABLB ( Alternate Binaural loudness)

Pada Test ABLB diberikan intesitas bunyi tertentu pada ferkwensi yg sama pada kedua

telinga, sampai kedua telingah mencapai presepsi yang sama ,Yang disebut balans negative.

Bila balans tercapai terdapat recuitmen positif

Page 18: Otoacoustic Emission

Test Kelelahan ( Tone Decay)

Terjadi kelelahan saraf oleh karena perasangan terus –menerus . Jadi kalau telinga yang

diperiksa dirangsang terus menerus terjadi kelelahan .Tanda pasien tidak dapat mendengar

dengan telinga yang diperiksa

Ada 2 cara

1. TTD = Treshold tone decay

2. STAT= Supra threshold Adaptasi tes

TTD Cara Gerhart memberikan Persangan secara terus menerus dengan intensitas sesuai

dengan ambang dengar . Misalnya 40 db bila setelah 60 detik masih tetap mendengar maka

test dinyatakan negative , jika sebaliknya terjadi kelelelahan atau tidak mendegar maka test

dinyatakan +

Kemudian intesitas Bunyi ditambah 5 db jadi 45 db maka pasien dapat mrndengar

lagi,rangsangan dilakukan dengan 45 db selama 60 detik dan seterusnya

Penambahan 0-5 = Normal

10-15 = Ringan

20-25 = Sedang

>30 = Berat

STAT

Cara pemeriksaan ini dimulai oleh Jegger

Prinsipnya pemeriksaan pada 3 Frekwensi( 500 hz 1000 hz dan 2000 hz) pada 110 db

SPL = 100 db Sl

Artinya Nada Murni pada frekwensi ( 500 hz 1000 hz dan 2000 hz) pada 110 db SPL

diberikan secara terus menerus selama 60 detik , terjadi kelelahan maka tes

dinyatakan +

Audiometri tutur

Pada tes ini dipakai satu suku kata dan 2 suku kata,

Kata kata ini disusun dalam daftar Phonetically balance Word LBT ( PB,UST)

Pasien disuruh mengulanngi kata kata yang di dengar melalui kaset tape recorder

Pada tuli saraf koklea , Pasien sulit membedakan bunyi S,R,H,C,H,CH

Sedangkan pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi

Page 19: Otoacoustic Emission

Dinilai dengan menggunakan speech discrimination score

90 – 100 % berari Pendengaran Normal

75 – 90 % Tuli Ringan

60 – 75 % Tuli sedang

50 - 60 % Kesukaran dalam mengikuti pembicaraan

< 50 % Tuli Berat

Audiometri Bekessy

Prinsipnya mengunakan Nada yang terputus dan Continyu

Bila ada suara masuk maka pasien menekan tombol

Ditemukan grafik seperti gigi gergaji

Garis yang Menaik adalah priode suara yang dapat didengar

Garis yang turun ialah suara yang tidak di dengar

Pada telinga normal amplitude 10 db sedangkan pada Recuitmen amplitude lebih

kecil

Normal Nada Terputus dan terus menerus Berimpit

Tuli Saraf Koklea Nada terputus dan terus menerus berimpit hanya sampai

frekwensi 1000 hz dan grafi kotinue makin kecil

Tuli f Retro koklea Nada Terputus dan terus menerus berpisah

Audiometri Obyektif

Terdapat 4 cara pemeriksaan yaitu

Audiometri Impedans

Electro kokleo grafi

Envoke rensponse Audiometri

Otoacoustic Emission/ OAE

1. Audiometri impedans

pada pemeriksaan ini di periksa kelenturan membrane timpani dengan tekanan

tertentu pada Meatus Acusticus Eksterna

Page 20: Otoacoustic Emission

a. Timpanometri yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani Misalnya

ada cairan , gangguan rangkaian tulang pendegaran , Kekakuan pada membrane

Timpani dan membrane timpani sangat Lutur

b. Fungsi Tuba Estacius : Untuk mengetahui Fungsi Tuba ( Terbuka atau Tertutup )

c. Refleks stapedius Pada telinga Normal Reflek satapedius muncul pada

Rangsangan 70 – 80 db

Pada Lesi koklea ambang rangsang reflex Stapedius Menurun sedangkan pada Lesi

Retrokolea ambang rangsang itu naik.