osteo refrat
DESCRIPTION
referat osteoTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Osteomielitis merupakan suatu proses inflamasi tulang diikuti dengan kerusakan yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme. Infeksi yang terjadi dapat terbatas pada satu bagian
tulang atau bahkan meliputi beberapa bagian tulang seperti sumsum tulang, korteks,
periosteum, dan jaringan lunak sekitarnya (Lew, Waldvogel, 2004).
Osteomielitis pertama kali diperkenalkan oleh Chassaignac pada tahun 1852 (Lew,
Waldvogel, 1997; Lindfors et al., 2010). Kata osteomielitis berasal dari kata osteon (tulang)
dan muelinos (sumsum tulang), diartikan sebagai infeksi sumsum tulang. Beberapa literatur
medis mengartikan osteomielitis sebagai proses inflamasi bagian dalam tulang yang
menyebar ke bagian korteks dan periosteum kemudian diikuti dengan kerusakan tulang
karena infeksi mikroorganisme (Lew, Waldvogel, 2004).
Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan bakteri,
dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh bakteri piogenik
tertentu dan mikroorganisme. Penyebab osteomielitis pyogenik adalah kuman
Staphylococcus aureus (89-90%), Escherichia coli, Pseudomonas, dan Klabsiella. Pada
periode neonatal, Haemophilus influenza dan kelompok Streptococcus B seringkali bersifat
patogen (Robbins, 2007).
Osteomielitis dapat menyerang segala usia, semua tulang, dan menjadi kronik hingga
menjadi penyakit yang persisten (Gomes et al, 2013). Osteomielitis sering ditemukan pada
usia dekade I-II, tetapi dapat pula ditemukan pada bayi dan infant (Yuliani, 2010). Insiden
osteomielitis kronik meningkat disebabkan oleh prevalensi kondisi predisposisi seperti
diabetes mellitus dan penyakit vaskular perifer. Osteomielitis biasa terjadi pada penderita
diabetes mellitus dan hampir semua kasus berawal dari infeksi jaringan lunak di kaki yang
menyebar ke tulang akibat dari insufisiensi vaskular (Lew, Waldvogel, 2004).
Pengobatan osteomielitis menjadi semakin kompleks ketika menghadapi bakteri yang
telah beradaptasi dan multiresisten terhadap beberapa antibiotik. Bakteri Staphylococcus
aureus and Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri terbanyak yang telah beradaptasi
dan resisten terhadap beberapa antibiotik. Bakteri Staphylococcus aureus and Staphylococcus
epidermidis merupakan penyebab terjadinya osteomielitis terbanyak hingga mencapai lebih
dari 50% (Gomes et al, 2013).
Pengobatan osteomielitis dengan pemberian antibiotik dosis tinggi baik melalui rute
intravena maupun per oral setidaknya memerlukan waktu sekitar enam minggu. Pengobatan
dengan cara pemberian lokal, baik non-biodegradable (polymethylmethacrylate) atau
biodegradable, dan material osteoaktif seperti semen tulang kalsium orthofosfat, telah
menunjukkan alternatif pengobatan osteomielitis yang menjanjikan. Dengan sistem ini
memperbolehkan penggunaan antibiotik bakterisidal dengan pemberian lokal pada tulang
osteomielitis dalam jangka waktu yang relatif lama tanpa menyebabkan toksisitas di bagian
tubuh lain (Gomes et al, 2013). Sehingga dengan semakin beragamnya penatalaksanaan
osteomielitis, perlu kiranya pembelajaran mengenai klasifikasi, gejala, diagnosis, dan
penatalaksanaan osteomielitis.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Osteomielitis dapat di definisikan sebagai inflamasi yang menyerang pada jaringan
tulang akibat dari infeksi dari berbagai macam agen. Infeksinya dapat melalui hematogen,
luka yang menembus tulang, atau hasil dari inokulasi langsung bakteri secara langsung dari
mekanisme trauma secara umum (Lima et al, 2014).
2.2 Klasifikasi
Osteomielitis akut adalah infeksi tulang dengan gejala edema, penurunan suplai darah,
dan pembentukan pus. Istilah ini sering disebut sebagai peralihan dari osteomielitis
hematogen sebelum osteomielitis nekrosis terjadi. Osteomielitis akut dapat berkembang
setelah bakterimia, biasanya terjadi pada anak prepubertas dan orang dewasa (Lew,
Waldwogel, 2011).
Osteomielitis akut yang tidak berhasil diterapi dapat berkembang menjadi fase kronik.
Osteomielitis kronik didefinisikan sebagai infeksi tulang yang menunjukkan adanya nekrosis
tulang. Hal ini berhubungan dengan luasnya area tulang mati yang tidak mendapat
vaskularisasi, sequestrum (Lew, Waldwogel, 2004; Chihara,Segreti, 2010; Lindfors et al,
2010).
Klasifikasi ideal osteomielitis dipertimbangkan dari beberapa aspek yang berbeda
yang mempengaruhi patofisiologi, etiologi, dan parameter waktu. Hal ini harus berhubungan
dengan riwayat perjalanan penyakit dan pertimbangan terapi dari masing-masing klasifikasi.
Secara garis besar, Klasifikasi Waldgovel lebih direkomendasikan untuk terapan medis dan
Klasifikasi Cierny and Mader lebih kepada pertimbangan tindakan pembedahan (Lima et al,
2014).
Klasifikasi Waldgovel masih sering digunakan dalam sistem pendidikan kedokteran.
Klasifikasi ini membagi osteomielitis berdasarkan fisiopatologis dan durasi infeksi.
Berdasarkan fisiopatologis, osteomielitis diklasifikasikan menjadi tiga grup, osteomielitis
hematogen, osteomielitis sekunder , dan osteomielitis yang berhubungan dengan insufisiensi
vaskular perifer. Pada klasifikasi ini membedakan osteomielitis menjadi osteomielitis akut
dan osteomielitis kronik (rekurensi) (Lima et al, 2014). Berikut Klasifikasi Waldgovel pada
Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Klasifikasi Waldgovel
Klasifikasi Cierny and Mader, osteomielitis diklasifikasikan berdasarkan anatomi
tulang dan faktor fisiologi host. Klasifikasi ini membagi osteomielitis menjadi empat stadium
anatomi berdasarkan tulang yang terlibat sebagian besar pada tulang panjang, dan tiga tipe
(Lima et al, 2014)(Lima et al, 2014)(Lima et al, 2014)(Lima et al, 2014)(Lima et al, 2014)(Lima et al, 2014)(Lima et al, 2014)(Lima et al, 2014)
dari host, berdasarkan kondisi klinis host (Lima et al, 2014). Klasifikasi Cierny and Mader
pada Gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2 Klasifikasi Cierny and Mader
2.3 Epidemiologi
Osteomielitis dapat terjadi pada anak maupun orang dewasa. Pasien dengan kondisi
seperti penggunaan obat intravena, ulkus dekubitus, pembedahan, trauma, imunosupresi,
penyakit autoimun (contohnya reumatoid artritis), diabetes mellitus, perokok, malnutrisi,
keganasan, usia tertentu, hipoksia kronik, dan gagal ginjal atau gagal hati meningkatkan
resiko terjadinya osteomielitis (Chihara, Segreti, 2010; Eid, Barbari, 2012).
Kejadian osteomielitis terjadi kira-kira 5-50% pada open fraktur, kurang dari 1%
pada close fraktur. Masalah utama dari infeksi tulang kronik ini adalah kapasitas
mikroorganisme yang ada pada jaringan nekrotik pada waktu yang lama, terlebih lagi pada
jaringan yang tidak adekuat untuk dilakukan tindakan debridema. Pada keadaan kronik
(Lima et al, 2014)(Lima et al, 2014)(Lima et al, 2014)(Lima et al, 2014)(Lima et al, 2014)(Lima et al, 2014)(Lima et al, 2014)(Lima et al, 2014)
osteomielitis menggambarkan masalah kesehatan yang sangat signifikan juga yang
mempengaruhi angka kematian (Lima et al, 2014).
Prevalensi keseluruhan di Amerika Serikat adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi
neonatal adalah sekitar 1 kasus per 1.000. Kejadian tahunan pada pasien dengan anemia sel
sabit adalah sekitar 0,36%. Prevalensi osteomielitis setelah tusukan kaki (seperti yang
ditunjukkan pada gambar di bawah) dapat setinggi 16% (30-40% pada pasien dengan
diabetes). Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 populasi.
Insiden keseluruhan lebih tinggi di negara berkembang (Randall, 2011).
Morbiditas dapat signifikan dan mencakup penyebaran lokal infeksi ke jaringan lunak
yang terkait atau sendi; evolusi untuk infeksi kronis, dengan rasa sakit dan cacat, amputasi
ekstremitas yang terlibat, infeksi umum, atau sepsis. Sebanyak 10-15% pasien dengan
osteomielitis vertebral mengembangkan temuan neurologis atau kompresi saraf tulang
belakang (Randall, 2011).
Tidak ada peningkatan kejadian osteomielitis yang dilaporkan berdasarkan ras
tertentu. Pria berada pada risiko relatif meningkat, yang meningkat pada masa kanak-kanak,
memuncak pada masa remaja dan jatuh ke rasio yang rendah pada orang dewasa (Randall,
2011).
2.4 Etiologi
Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan bakteri,
dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh bakteri piogenik
tertentu dan mikroorganisme. Penyebab osteomielitis piogenik adalah kuman Staphylococcus
aureus (89-90%), Escherichia coli, Pseudomonas, dan Klabsiella. Pada periode neonatal,
Haemophilus influenza dan kelompok Streptococcus B seringkali bersifat patogen (Robbins,
2007). Staphylococcus aureus adalah bakteri yang paling sering menjadi patogen untuk
osteomielitis akut maupun kronik (Gomes et al, 2013). Gambar di bawah ini memperlihatkan
bakteri yang secara empiris sering sebagai patogen osteomielitis berdasakan usia dan faktor
resiko.
Gambar 2.3 Bakteri Patogen Penyebab Osteomielitis Berdasakan Usia dan Faktor ResikoSumber: Gomes et al, 2013.
2.5 Patofisiologi
2.5.1 Osteomielitis Hematogenik Akut
Osteomielitis hematogenik akut mengarah pada infeksi tulang yang disebabkan oleh
bakteri dalam aliran darah. Penyakit ini disebut sebagai osteomielitis primer karena kuman
penyebab infeksi masuk ke tubuh secara langsung dari infeksi lokal di daerah orofaring,
telinga, gigi, atau kulit secara hematogen. Osteomielitis sekunder berasal dari infeksi kronik
jaringan yang lebih superfisial seperti ulkus dekubitus, ulkus morbus hansen, ulkus tropikum,
akibat fraktur terbuka yang mengalami infeksi berkepanjangan, atau dari infeksi akibat
pemasangan protesis sendi (Adam, 2004).
Pada awalnya terjadi fokus inflamasi kecil di daerah metafisis tulang panjang.
Jaringan tulang tidak dapat meregang, maka proses inflamasi akan menyebabkan peningkatan
tekanan intraoseus yang menghalangi aliran darah lebih lanjut. Akibatnya jaringan tulang
tersebut mengalami iskemia dan nekrosis. Bila terapi tidak memadai, osteolisis akan terus
berlangsung sehingga kuman dapat menyebar keluar sendi dan sirkulasi sistemik dan
menyebabkan sepsis. Penyebaran ke arah dalam akan menyebabkan infeksi medula dan dapat
terjadi abses yang akan mencari jalan keluar sehingga membentuk fistel. Bagian tulang yang
mati akan terlepas dari tulang yang hidup dan disebut sequestrum. Sequestrum meninggalkan
rongga yang secara perlahan membentuk dinding tulang baru yang terus menguat untuk
mempertahankan biomekanika tulang. Rongga di tengah tulang ini disebut involukrum
(Hidiyaningsih, 2012).
Penderita kebanyakan adalah anak laki-laki. Lokasi infeksi tersering adalah di daerah
metafisis tulang femur, tibia, humerus, radius, ulna, dan fibula. Hal ini sering terjadi pada
anak-anak, dengan infeksi pada daerah metafisis tulang yang kaya akan vaskular (Guetierrez,
2005). Daerah metafisis menjadi daerah sasaran infeksi diperkirakan karena: 1) daerah
metafisis meruakan daerah pertumbuhan sehingga sel-sel mudanya rawan terkena infeksi, 2)
dan metafisis kaya akan rongga darah sehingga resiko penyebaran infeksi secara hematogen
juga meningkat, 3) pembuluh darah di daerah metafisis memiliki struktur yang unik dan
aliran darah di daerah ini melambat sehingga kuman akan berhenti di sini dan berproliferasi
(Samsuhidajat, 2004).
Gambar 2.4 Suplai Vaskular Metafisis TulangTanda panah merupakan zona transisi, sering sebagai tempat infeksi lokal
Sumber: Gomes et al, 2013.
2.5.2 Ostemyelitis Subakut
Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan asien ediatrik. Infeksi ini biasanya
disebabkan oleh organisme dengan virulensi rendah dan tidak memiliki gejala. Osteomielitis
subakut merupakan kombinasi dari gambaran akut dan kronik. Seperti osteomielitis akut,
maka ditemukan adanya osteolisis dan elevasi periosteal. Seperti osteomielitis kronik, maka
ditemukan adanya zona sirkumferensial tulang yang sklerotik (Hidiyaningsih, 2012). Brodie
abcess merupakan bentuk lokal osteomielitis subakut, dan sering disebabkan oleh
Staphylococcus aureus. Biasanya abses terlokalisasi di metafisis dari tulang tibia atau femur
dan dikelilingi oleh sklerosis aktif. Abses tulang mungkin menyeberang ke empeng epifisis
namun jarang terlokalisir (Adam, 2004).
2.5.3 Osteomielitis Kronik
Osteomielitis kronik merupakan hasil dari osteomielitis akut dan subakut yang tidak
diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen, iatrogenik, atau akibat dari trauma
tembus. Infeksi kronik sering kali berhubungan dengan implan logam ortopedi yang
digunakan untuk mereposisi tulang. Inokulasi langsung intraoperatif atau perkembangan
hematogenik dari logam atau permukaan tulang mati meruakan tempat perkembangan bakteri
yang baik karena dapat melindunginya dari leukosit dan antibiotik. Dalam hal ini,
pengangkatan implan dan tulang mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah infeksi lebih
jauh (Hidiyaningsih, 2012). Osteomielitis sekunder akibat insufisiensi vaskular predominan
pada penderita diabetes mellitus (Lew, Waldvogel, 2004).
Dari sequestrum, sebuah area tulang mati yang tidak mendapatkan vaskularisasi,
perjalanan infeksi intramedular menuju daerah intrakapsular yang dapat menginduksi septic
arthritis, perjalanan infeksi ke daerah subperiosteal menyebabkan peninggian periosteal (I).
Terbentuk tulang baru hasil dari peninggian periosteal secara masif (II). Pengeluaran
sequestrum dan jaringan nekrotik lainnya melewati korteks tulang membentuk fistula yang
keluar menembus kulit (III) (Lew, Waldvogel, 2004).
Gambar 2.5 Pathogenesis Osteomielitis Kronik Sumber: Lew, Waldvogel, 2004
2.6 Penegakan diagnosis
Penegakan diagnosis infeksi tulang ini sulit dilakukan dengan baik, dikarenakan
banyaknya tes, tanda-tanda gejala, marker inflamasi, maupun pemeriksaan imaging yang
sangat sulit untuk membantu menegakkan diagnosis. Pada proses akut terdapat gejala seperti
nyeri lokal, panas, demam, malaise yang muncul dua minggu setelah terjadinya infeksi. Pada
proses kronik menunjukan gejala yang mirip dengan gejala akut dengan hiperemia, panas,
edem, fistulization yang muncul hingga setahun setelah tulang yang mengalami inflamasi.
(Lima et al, 2014)
Pada tes laboratorium, infeksi akut sering ditemukan adanya hubungan leukosirt dan
neutrofil yang jarang ditemukan pada kasus infeksi kronik. Pada tes histologi sampel dari
jaringan tulang dilakukan biopsi dan dianalisis. Pada infeksi akut ditemukan
polymorphonuclear leukosit yang lebih dominan, sedangkan pada kasus inflamasi kronik
limfosit osteoblast, osteoclasts yang lebih dominan. Pada tes mikrobiologi terdapat hasil lebih
dari 40% yang menunjukkan false negatif, pemeriksaan mikrobiologi juga digunakan untuk
menentukan keefektifan suatu antibiotik terhadap infeksi bakteri yang menginfeksi tulang.
Pada pemeriksaan imaging, perubahan tulang baru akan terlihat setelah dua minggu. Lesi
lytic, lesi aggressive, maupun reaksi lamellar periosteal dapat terlihat. (Lima et al, 2014)
(Seagull, et al, 2014)
(Seagull, et al, 2014)
(Seagull, et al, 2014)(Seagull, et al, 2014)(Seagull, et al, 2014)(Seagull, et al, 2014)(Seagull, et al, 2014)(Seagull, et al, 2014)(Seagull, et al, 2014)(Seagull, et al, 2014)(Seagull, et al, 2014)(Seagull, et al, 2014)
(Seagull, et al, 2014)(Seagull, et al, 2014)(Seagull, et al, 2014)(Seagull, et al, 2014)(Seagull, et al, 2014)(Seagull, et al, 2014)(Seagull, et al, 2014)(Seagull, et al, 2014)(Seagull, et al, 2014)(Seagull, et al, 2014)
2.5 Tatalaksana