orang sakit dan transplantasi (katolik)
DESCRIPTION
pendapat mengenai orang sakit dan transplantasi menurut agama katholikTRANSCRIPT
PENDAPAT MENGENAI ORANG YANG MENDERITA SAKIT MENURUT KATOLIK
Yang hendak disoroti di sini bukan rasa sakit tetapi manusia yang sakit. Manusia
yang sakit merupakan konsekuensi logis manusia sebagai makhluk yang
memiliki tubuh. Tubuh menyebabkan manusia terbatas oleh ruang dan waktu.
Yang menyebabkan manusia sakit adalah manusia itu sendiri, karena kelalaian
manusia menjaga tubuh. Pandangan tersebut dilandasi oleh pemahaman orang
katolik tentang eksistensi Allah atau Tuhan sebagai mahabaik. Pandangan yang
demikian merupakan analogi entis. Oleh karena itu segala sesuatu yang tidak
baik tidak berasal dari Allah.
Selain itu muncul pertanyaan mengapa ada orang yang sakit parah. Kondisi
dimana penyakitnya sukar disembuhkan. Dengan tegas dapat dijawab karena
keadaan sakitnya lebih kuat daripada kemampuan fisik si pasien. Dan orang yang
terus-menerus menderita sakit parah dipandang oleh gereja katolik sebagai
“MISTERI”. Bahwa orang yang terus-menerus menderita sakit parah tidak bisa
dimengerti sebagai kutukan dari Tuhan.
PENDAPAT AGAMA KATOLIK MENGENAI TRANSPLANTASI
Pertama-tama perlu dibedakan antara transplantasi organ tubuh (termasuk
jaringan) dari seorang yang telah meninggal dunia kepada seorang yang masih
hidup dibandingkan transplantasi organ tubuh dari seorang yang masih hidup
kepada orang yang masih hidup. Dalam hal donor organ tubuh adalah seorang
yang telah meninggal dunia maka tidak menimbulkan masalah moral.
Paus Pius XII mengajarkan, “seorang mungkin berkehendak untuk mendonorkan
organ tubuhnya dan untuk tujuan yang bermanfaat, yang secara moral tidak
tercela bahkan luhur, antara lain untuk menolong orang sakit dan menderita…”
Patut dicatat bahwa pendonor wajib memberikan persetujuannya dengan bebas
dan dengan penuh kesadaran sebelum ia meninggal atau keluarga terdekat wajib
melakukannya saat kematiannya.
Transplantasi juga hendaknya dilakukan dengan ikhlas dan jual-beli organ jelas
suatu perbuatan yang tidak luhur. Paus Yohanes Paulus II juga menegaskan,”
setiap transplantasi organ tubuh bersumber dari suatu keputusan yang bernilai
luhur: yakni keputusan untuk memberi satu bagian tubuhnya sendiri tanpa
imbalan demi kesehatan dan kebaikan orang lain. Disinilah tepatnya terletak
keluhuran tindakan ini…”