optimasi biotransformasi senyawa epms (etil p...

77
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P-METOKSISINAMAT) MENGGUNAKAN Saccharomyces cerevisiae SKRIPSI NONI TRI UTAMI 1112102000056 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA SEPTEMBER 2016

Upload: phungdan

Post on 30-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS

(ETIL P-METOKSISINAMAT) MENGGUNAKAN

Saccharomyces cerevisiae

SKRIPSI

NONI TRI UTAMI

1112102000056

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

SEPTEMBER 2016

Page 2: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS

(ETIL P-METOKSISINAMAT) MENGGUNAKAN

Saccharomyces cerevisiae

SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi

NONI TRI UTAMI

1112102000056

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

SEPTEMBER 2016

Page 3: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat
Page 4: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat
Page 5: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat
Page 6: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Noni Tri Utami

Program studi : S-1 Farmasi

Judul : Optimasi Biotransformasi Senyawa EPMS

(Etil p-metoksisinamat) menggunakan Saccharomyces

cerevisiae

Biotransformasi merupakan proses perubahan suatu senyawa menjadi senyawa

turunannya yang strukturnya berbeda dari senyawa asalnya akibat aktivitas

metabolisme suatu mikroorganisme. Kencur (Kaempferia galanga L) memiliki

aktivitas yang beragam seperti antioksidan, antimikroba, antineoplastik, analgesik,

sedatif, antiinflamasi, vasorelaksan dan anti nyamuk. Kandungan metabolit

sekunder yang paling banyak dimiliki kencur adalah etil p-metoksisinamat. Etil

p-metoksisinamat memiliki gugus fungsi ester yang reaktif sehingga mudah untuk

ditransformasikan. Pada penelitian ini dilakukan transformasi etil

p-metoksisinamat dengan metode biotransformasi menggunakan mikroorganisme

Saccharomyces cerevisiae. S. cerevisiae INVSc 1 diremajakan pada medium

padat YEPD selama 5 hari, kemudian dikultur dalam medium cair YEPD. Etil

p-metoksisinamat yang telah diisolasi ditambahkan pada kultur S. cerevisiae.

Proses biotransformasi dilakukan dengan tiga metode yang berbeda (reaksi

bilayer, reaksi dengan bantuan shaker dan reaksi statis) dengan optimasi waktu

biotransformasi 3, 5, 7, 11, dan 18 hari. Selanjutnya dilakukan ekstraksi hasil

reaksi dengan etil asetat dan kemudian dikeringkan dengan vacum rotary

evaporator. Hasil biotransformasi dianalisa dengan kromatografi lapis tipis

(KLT). Hasil analisa menunjukkan ada perbedaan spot KLT antara senyawa

murni dengan hasil biotransformasi. Perbedaan spot menunjukkan bahwa

biotransformasi yang dilakukan terjadi perubahan secara kualitatif.

Kata kunci : Biotransformasi, kencur (Kaempferia galanga L),

Saccharomyces cerevisiae

Page 7: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Noni Tri Utami

Major : Bachelor of Pharmacy

Title : Optimation Biotransformation of EPMC

(Ethyl p-methoxycinnamate) By Saccharomyces cerevisiae

Biotransformation is a convertion proccess of compound into its derivatives that

have different structure from its original compound as a result from the metabolic

activity of a microorganism. Kencur (Kaempferia galanga L) has been reported to

have a lot of activities such as antioxidant, antimicrobial, antineoplastic,

analgesic, sedative, anti-inflammatory, vasorelaxant and mosquito repellent. The

major secondary metabolites from kencur is ethyl p-methoxycinnamate. Ethyl

p-methoxycinnamate has ester as reactive functional groups, which is easy to be

carried out. In the present study, the transformation of ethyl p-methoxycinnamate

by biotransformation method was carried out by using Saccharomyces cerevisiae.

S. cerevisiae INVSc 1 cultivate on solid medium of YEPD for 5 days, then

cultured in a liquid medium of YEPD. Ethyl p-methoxycinnamate which had been

isolated was added to the culture of S. cerevisiae. Biotransformation process has

been done in three different methods (bilayer reaction, reaction with a shaker and

static reaction) with optimization time of biotransformation 3, 5, 7, 11, and 18

days. Furthermore, the product from biotransformation was extracted with ethyl

acetate and then dried by using vacuum rotary evaporator. Product of

biotransformation was analysed by using thin layer chromatography (TLC). The

result shows that there is a different spot found in TLC between staring material

and product of biotransformation. The different of spot indicate that the

biotransformation already changed within qualitatively.

Keywords: Biotransformation, kencur (Kaempferia galanga L),

Saccharomyces cerevisiae

Page 8: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa penulis panjatkan kepada

Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Optimasi biotransformasi senyawa

EPMS (Etil p-metoksisinamat) menggunakan Saccharomyces cerevisiae”.

Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh

gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK),

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa

bantuan, dukungan, bimbingan, dan do’a dari berbagai pihak. Oleh karena itu

penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada segenap yang telah ikut

membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih penulis sampaikan

kepada:

1. Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt. dan Ibu Zilhadia, M.Si., Apt.

sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, kesabaran,

dan tenaga untuk membimbing, memberi masukan, memberi ilmu, memberi

nasihat, dan memberi dukungan kepada penulis.

2. Prof. Dr. H. Arief Sumantri, SKM, M.Kes., selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt. selaku ketua Program Studi Farmasi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Nelly Suryani, Ph.D., Apt. selaku

sekretaris Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu pengetahuan yang

diberikan selama penulis menempuh pendidikan.

5. Kedua orang tua tersayang, bapak Drs. H. B. Priatna, M.Pd dan mama

Hj. Nunung Yuliasri Permana, S.Pd yang tidak pernah berhenti dan lelah

memberikan penulis do’a, kasih sayang, cinta, semangat, dukungan moril

maupun materil, dan motivasi pada penulis hingga saat ini. Terimakasih atas

Page 9: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

segala perjuangan dan pengorbanan yang telah dilakukan, semoga Allah SWT

membalasnya dengan surga.

6. Kakak-kakak tercinta Bahar Bayu Pratama S.Kep, Veni Suci Meilawati

Am.Keb, Serka Riki Purniawan dan Tri Aprilia Suryani S.P yang selalu

memberikan penulis semangat, dukungan dan arahan. Kedua keponakan yang

selalu memberikan keceriaan dan semangat Maraditha Azzalea Qotrunnada

dan Anindya Salsabil Pratama.

7. Kak Walid, Kak Eris, Kak Yaenab, Bang Soleh. Terimakasih telah membantu

penulis selama penelitian di Laboratorium.

8. Teman-teman tercinta Nita Fitriani, Denny Bachtiar, Moethia, Nurul Fitri

Rukmana, Ade Rachma I, Siti Windi Hariani, Afina Almas Ghasani, Hary

Abdul Rahman, Fenny, Azmi Indillah, Risha, kaka Haidar yang tak pernah

lelah untuk memberikan semangat dan dukungan untuk penulis.

9. Teman Seperjuangan “Kingdom Luar Biasa” Beny, Putri, Gilman, Tantowi,

Atul, Ani, Elsa. Serta teman-teman sepermikrobiologi Laboratorium PNA,

Laboratorium PMC Rema, Yolan dan Sani yang telah memberikan bantuan

dan semangat. Terimakasih telah saling menyemangati selama perjuangan

skripsi.

10. Geng Arisan, Listia, Nurul dan Yoga, terimakasih telah mengisi semangat

penulis saat semangat penulis menurun.

11. Keluarga besar HMI Komfakdik, LKMI Ciputat, Chalila, Ayu Nop, Nanur,

Rakha, Tharlis, Syifa, Entin yang selalu menemani dan menyemangati

penulis selama penelitian.

12. Pengmas luar biasa, Okin, Aisyah, Ririn, Jida, Nabila dan Rijal yang selalu

menyemangati penulis dan memberikan kebahagiaan selama penulis

penelitian.

13. Teman-teman Program Studi Farmasi Angkatan 2012 yang telah banyak

memberikan cerita indah selama penulis penelitian atau selama perkuliahan

14. Serta pihak-pihak lain yang telah membantu selama penelitian dan

penyelesaian skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang

namanya tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Page 10: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna dan masih

banyak kekurangan. Oleh Karena itu saran serta kritik yang membangun sangat

diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan

bagi pembaca pada umumnya. Amin Ya Robbal’alamin.

Ciputat, September 2016

Penulis

Page 11: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat
Page 12: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. iv

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v

ABSTRAK ......................................................................................................... vi

ABSTRACT ........................................................................................................ vii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...................... xi

DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvi

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii

DAFTAR ISTILAH ..........................................................................................xviii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 3

1.3 Hipotesis .............................................................................................. 3

1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................. 4

1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................ 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kencur (Kaempferia galanga L) ........................................................... 5

2.1.1 Klasifikasi Kencur ................................................................................ 5

2.1.2 Penyebaran dan Nama Lain Kencur ..................................................... 6

2.1.3 Deskripsi Kencur .................................................................................. 6

2.1.4 Bentuk dan Kultivar Kencur ................................................................. 6

2.1.5 Kandungan Kencur ............................................................................... 7

2.1.6 Fungsi dan Aktivitas Farmakologi Kencur .......................................... 8

2.2 Metabolit Sekunder ............................................................................... 9

2.2.1 Etil p-metoksisinamat (EPMS) ............................................................. 10

2.3 Saccharomyces cerevisiae .................................................................... 11

2.3.1 Taksonomi dan Tata Nama S. cerevisiae .............................................. 12

2.4 Biotransformasi ..................................................................................... 12

2.5 Kromatografi ......................................................................................... 13

2.5.1 Kromatografi Lapis Tipis ...................................................................... 14

2.5.2 Gas chromatography mass spectrometry.............................................. 15

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 16

Page 13: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.1.1 Tempat .................................................................................................. 16

3.1.2 Waktu .................................................................................................... 16

3.2 Alat dan Bahan ...................................................................................... 16

3.2.1 Alat ........................................................................................................ 16

3.2.2 Bahan Uji .............................................................................................. 16

3.3 Prosedur Penelitian ............................................................................... 17

3.3.1 Pengambilan Sampel ............................................................................. 17

3.3.2 Determinasi Tumbuhan ......................................................................... 17

3.3.3 Penyiapan Bahan dan Alat untuk Ekstraksi .......................................... 17

3.3.4 Ekstraksi Kencur ................................................................................... 17

3.3.5 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat ......................................... 18

3.3.5.1 Pengujian secara Organoleptis .............................................................. 18

3.3.5.2 Pengujian dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ............................. 18

3.3.5.3 Pengujian dengan Gas chromatography mass spectrometry ................ 18

3.3.6 Persiapan Medium ................................................................................ 18

3.3.6.1 Medium Padat ....................................................................................... 18

3.3.6.2 Medium Cair ......................................................................................... 19

3.3.7 Proses Peremajaan Kembali S. cerevisiae ........................................... 19

3.3.8 Identifikasi secara Mikroskopis dan Makroskopis S. cerevisiae .......... 19

3.3.8.1 Mikroskopis .......................................................................................... 19

3.3.8.2 Makroskopis .......................................................................................... 20

3.3.9 Proses Pengkulturan S. cerevisiae......................................................... 20

3.3.10 Proses Pengambilan S. cerevisiae pada Fase Mid-log .......................... 20

3.3.11 Proses Biotransformasi ......................................................................... 20

3.3.11.1 Reaksi Bilayer ....................................................................................... 20

3.3.11.2 Reaksi dengan Bantuan Shaker ............................................................. 21

3.3.11.3 Reaksi secara Statis ............................................................................... 21

3.3.12 Ekstraksi Hasil Biotransformasi ........................................................... 21

3.3.12.1 Ekstraksi Reaksi dengan Bantuan Shaker dan Reaksi secara Statis .... 21

3.3.12.2 Ekstraksi Reaksi Bilayer ....................................................................... 22

3.3.13 Analisa Hasil Biotransformasi .............................................................. 22

3.3.13.1 Analisa dengan KLT ............................................................................. 22

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Determinasi Tumbuhan dan Penyiapan Ekstraksi ................................ 23

4.2 Ekstraksi Kencur ................................................................................... 23

4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat ......................................... 24

4.3.1 Pengujian secara Organoleptis .............................................................. 24

4.3.2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) .......................................................... 24

4.3.3 Gas Chromatography Mass Spectrometry ............................................ 25

4.4 Identifikasi S. cerevisiae ....................................................................... 26

4.5 Proses Biotransformasi ......................................................................... 28

4.6 Ekstraksi Hasil Biotransformasi ........................................................... 33

4.7 Analisa Hasil Biotransformasi .............................................................. 34

Page 14: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 38

5.2 Saran ..................................................................................................... 38

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 39

LAMPIRAN ....................................................................................................... 44

Page 15: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Rimpang kencur (Kaempferia galanga L) .................................. 5

Gambar 2.2. Tumbuhan kencur (Kaempferia galanga L) ................................ 5

Gambar 2.3. Struktur kimia komponen kencur ................................................ 8

Gambar 2.4. Struktur etil p-metoksisinamat .................................................... 10

Gambar 2.5. Jalur sikhimat untuk menghasilkan EPMS .................................. 11

Gambar 2.6. S. cerevisiae ................................................................................. 12

Gambar 4.1. Serbuk simplisia kencur .............................................................. 23

Gambar 4.2. Kristal etil p-metoksisinamat ....................................................... 24

Gambar 4.3. KLT kristal etil p-metoksisinamat ............................................... 25

Gambar 4.4. Interpretasi GCMS senyawa isolat etil p-metoksisinamat

yang dianalisa .............................................................................. 26

Gambar 4.5. S. cerevisiae secara makroskopis ................................................ 27

Gambar 4.6. Morfologi S. cerevisiae secara makroskopik dan mikroskopik .. 28

Gambar 4.7. Medium cair YEPD dengan S. cerevisiae ................................... 30

Gambar 4.8. Hasil KLT reaksi uji dengan bantuan shaker 1C ......................... 35

Gambar 4.9. Hasil KLT reaksi bilayer 3A ....................................................... 37

Page 16: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Data optimasi proses biotransformasi ............................................... 31

Page 17: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

xvii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Alur Penelitian ........................................................................ 44

Lampiran 2. Isolasi Etil p-metoksisinamat .................................................. 45

Lampiran 3. Komposisi medium yang digunakan ...................................... 46

Lampiran 4. Tabel Pembuatan Medium YEPD .......................................... 47

Lampiran 5. Surat Determinasi Tanaman Kencur Kaempferia galanga L . 48

Lampiran 6. Perhitungan rendemen hasil ekstraksi kencur ......................... 49

Lampiran 7. Perhitungan nilai Rf kristal etil p-metoksisinamat hasil

isolasi dari kencur ................................................................... 49

Lampiran 8. Hasil analisa GCMS senyawa isolat etil p-metoksisinamat

dan senyawa etil p-metoksisinamat literatur ........................... 50

Lampiran 9. S. cerevisiae secara mikroskopik ............................................ 53

Lampiran 10. Hasil pengamatan proses peremajaan dan inkubasi

selama 5 hari ........................................................................... 54

Lampiran 11. Data proses biotransformasi ................................................... 56

Lampiran 12. Perhitungan nilai Rf hasil reaksi shaker ................................. 59

Lampiran 13. Perhitungan nilai Rf hasil reaksi bilayer ................................. 59

Page 18: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

xviii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISTILAH

DMSO Dimethyl Sulfoxide

EPMS Etil p-metoksisinamat

GCMS Gass Chromatography Mass Spectrometry

KLT Kromatografi Lapis Tipis

UV Ultra Violet

YEPD Yeast Extract Peptone Dextrose

Page 19: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

1 UIN Syarif Hidayatulla Jakarta

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai ribuan jenis

tanaman yang tumbuh subur di setiap pulaunya. Beragamnya tanaman tersebut

memungkinkan beragam pula tanaman yang berkhasiat obat. Organisasi kesehatan

dunia (WHO) telah menyatakan bahwa pengobatan tradisional pada masa kini dan

mendatang akan tetap digunakan oleh dua pertiga penduduk dunia dengan

memanfaatkan sumber daya alam yang potensial berupa tanaman berkhasiat obat

(Wijayakusuma, 2000). Menurut resolusi Promoting the Role of Traditional

Medicine in Health System : Strategy for the African Region, sekitar 80%

masyarakat di negara-negara anggota WHO (World Health Organization) di

Afrika menggunakan obat tradisional untuk keperluan kesehatan. Begitu juga di

Asia, penggunaan obat tradisional terus meningkat walaupun banyak tersedia dan

beredar obat-obat entitas kimia (Ditjen PEN/MJL/81/IX/2014).

Salah satu tanaman obat berkhasiat yang sering digunakan sebagai obat

tradisional dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan banyak ditanam di

Indonesia, Cina, Malaysia dan India adalah Kaempferia galanga L atau kencur

(Zingiberaceae) (Indrayan et al., 2007). Ekstrak kencur telah diketahui memiliki

aktivitas sebagai antioksidan (Rao V dan Kaladhar, 2014), antimikroba

(Tewtrakul et al., 2005), antineoplastik (Koh 2009 dalam Umar 2011), analgesik

(AM Vittalrao et al., 2011), anti-inflamasi (Umar et al., 2012), sedatif (Huang et

al., 2008), vasorelaksan (Othman et al., 2004), nematisidal, anti nyamuk dan

larvasida (Dhandapani et al., 2011).

Kandungan metabolit sekunder ekstrak kencur antara lain 1,21-

docosadiene 1.47%, asam tridekanoat 1.81%, pentadekan 2.08%, asam propionat

4.71%, beta sitosterol 9.88% (Umar et al., 2012) dan yang paling utama yaitu etil

p-metoksisinamat 31.77% (Tewtrakul et al., 2005). Etil p-metoksisinamat ini

termasuk ke dalam golongan senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan

gugus metoksi yang bersifat non polar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil

yang bersifat sedikit polar (Setyawan et al., 2012). Etil p-metoksisinamat

Page 20: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

merupakan bahan dasar yang potensial untuk sintesis turunan sinamat karena

memiliki gugus fungsi ester yang reaktif sehingga sangat mudah

ditransformasikan menjadi gugus fungsi yang lain seperti gugus amina (Barus,

2009).

Mikroorganisme seperti bakteri dan jamur telah digunakan selama

beberapa dekade untuk memproduksi bahan kimia, produk farmasi dan parfum.

Mikroorganisme juga mampu mendegradasi polutan dan memulihkan kembali

lingkungan yang terkontaminasi bahan kimia (Boaventura et al., 2004).

Penggunaan mikroba atau proses enzimatik dari mikroorganisme mampu

memproduksi senyawa yang efektif, aman, dan lebih baik jika dibandingkan

dengan bahan kimia sintesis (Sales et al., 2014).

Penggunaan mikroorganisme dalam memodifikasi struktur kimia disebut

biotransformasi (Sales et al., 2014). Metode biotransformasi memiliki keuntungan

antara lain : dapat dilakukan dalam sistem berair dan pada pH netral, untuk

menghindari penggunaan bahan kimia (pelarut) (green chemistry),

mikroorganisme dapat melakukan reaksi yang lebih besar yang beberapa bahan

kimia sintesis tidak dapat lakukan (Boaventura et al., 2004).

Penelitian-penelitian biotransformasi juga telah banyak dilakukan, seperti

biotransformasi myrcene menggunakan Pseudomonas aeruginosa dalam

penelitian Esmaeili et al (2011) dengan hasil biotransformasi dihydrolinalool dan

2,6-dimethyloctane, biotransformasi etil p-metoksisinamat dari Kaempferia

galanga L menggunakan Aspergillus niger dengan hasil biotransformasi etil

p-hidroksisinamat dalam penelitian Hasali et al (2013), biotransformasi metabolit

sekunder utama (senyawa x) dari ekstrak n-heksan kencur (Kaempferia galanga

L) oleh jamur Aspergillus niger ATCC 6275 dalam penelitian Sukmawati (2013)

dengan hasil yang menunjukkan bahwa jamur Aspergillus niger tidak mampu

mentransformasikan metabolit sekunder utama kencur.

Mikroorganisme lain yang biasa digunakan dalam biotransformasi adalah

Saccharomyces cerevisiae. Mikroorganisme ini memiliki kelebihan yaitu

menguntungkan secara ekonomis, ramah lingkungan (Lenke dan Schmid, vol IV),

mudah mendapatkannya dan sejarah panjang penggunaan yang aman dalam

industri makanan (Sales et al., 2014). Penelitian biotransformasi telah banyak

Page 21: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dilakukan menggunakan S. cerevisiae. Kemampuan S. cerevisiae yang telah

diketahui dalam biotransformasi yaitu dapat mereduksi suatu senyawa dan

menghasilkan senyawa transformasinya, seperti kumarin (xanthotoxin dan

braylin) yang direduksi membentuk senyawa 5,6-dihydro-9-methoxy-7H-

furobenzopyran-7-one dan 3',4'-dihydrobraylin (Sales et al., 2014).

Kencur dengan metabolit sekunder utama yaitu etil p-metoksisinamat

sangat melimpah ketersediaannya di Indonesia dan memiliki banyak aktivitas

farmakologis. Ketersediaan dan kegunaan yang melimpah dari kencur (etil p-

metoksisinamat), maka transformasi struktur dari etil p-metoksisinamat ini

sangatlah diperlukan dengan tujuan untuk mengembangkan potensi efektivitas

yang lebih baik dan dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi sebuah senyawa

yang berpotensi tinggi dalam bidang farmasi.

Transformasi etil p-metoksisinamat (EPMS) dapat dilakukan oleh

mikroorganisme. Mikroorganisme yang berkemungkinan dapat mentransformasi

EPMS adalah S. cerevisiae, dengan memanfaatkan proses enzimatis dari

mikroorganisme tersebut dan kemampuannya dalam mereduksi (Grogan, 2009),

dengan melihat juga keamanan dan kemudahan dalam menggunakan S. cerevisiae,

maka dilakukanlah penelitian dengan judul “Optimasi biotransformasi senyawa

EPMS (Etil p-metoksisinamat) menggunakan Saccharomyces cerevisiae”.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah S. cerevisiae dapat melakukan biotransformasi etil

p-metoksisinamat (EPMS) yang diisolasi dari kencur ?

1.3 Hipotesis

S. cerevisiae dapat melakukan biotransformasi etil p-metoksisinamat

(EPMS) yang diisolasi dari kencur.

Page 22: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.4 Tujuan Penelitian

1. Melakukan optimasi biotransformasi etil p-metoksisinamat (EPMS)

dengan bantuan S. cerevisiae

2. Melakukan analisa hasil produk reaksi secara kualitatif dengan

menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai biotransformasi EPMS menggunakan

S. cerevisiae.

2. Menghasilkan metode “green chemistry” atau metode yang lebih aman

dan ramah lingkungan dalam hal mentransformasi suatu senyawa.

3. Menghasilkan suatu senyawa baru hasil biotransformasi.

Page 23: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kencur (Kaempferia galanga L)

Gambar 2.1. Gambar 2.2.

(1) Rimpang dan (2) tumbuhan kencur (Kaempferia galanga L)

(Sumber : Koleksi Pribadi)

2.1.1 Klasifikasi Kencur

Kencur diklasifikasi berdasarkan Integrated Taxonomic Information

System (ITIS) :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Viridaeplantae

Infrakingdom : Streptophyta

Divisi : Tracheophyta

Subdivisi : Spermatophytina

Infradivisi : Angiospermae

Kelas : Magnoliopsida

Superordo : Lilianae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Kaempferia

Spesies : Kaempferia galanga L

(2) (1)

Page 24: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.2 Penyebaran dan Nama Lain Kencur

Penyebaran tanaman kencur hampir di setiap daerah di Indonesia, tidak

hanya di Indonesia saja, kencur tumbuh dan berkembang di Asia dengan kondisi

alam yang tropis termasuk Cina Selatan, Thailand, Taiwan, Malaysia dan India.

Istilah kencur atau nama lain kencur di berbagai negara berbeda-beda sebutannya,

seperti : Ekangi (Bengali), Sa geung (Cina), Kunchor/ Cekur (Malaysia), Maraba

(Rusia), Ueang din (Thailand), Cam dia la (Vietnam), Dusol (Filipina), Kencur

(Indonesia) (nag dan mandal, 2015). Di Indonesia tidak hanya kencur sebutan

untuk Kaempferia galanga L ini, di berbagai daerah di Indonesia memiliki

sebutan masing-masing : ceuko (Aceh), cakua (Minangkabau), bataka (Ternate

dan Tidore), ceku (Bugis), cekuh (Bali), cekur (Lombok), cikur (Sunda), cekuru

(Makasar), kopuk (Mentawai), cekir (Sumba), sahulu (Ambon), ukap (Irian),

assuli (Ambon), kencor (Madura), kencur (Jawa), cokur (Lampung) (Sukmawati,

2013 dan Barus, 2009).

2.1.3 Deskripsi Kencur

Kencur merupakan tanaman tropis yang banyak digunakan dan tumbuh di

berbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman ini

banyak digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu masak

sehingga banyak sekali para petani membudidayakan kencur (bagian rimpang atau

rizoma) sebagai hasil pertanian yang diperdagangkan dalam jumlah yang besar

(Barus, 2009).

2.1.4 Bentuk dan Kultivar Kencur

Kencur adalah herba atau terna aromatik berbatang semu pendek dan tidak

berbatang tergolong ke dalam famili Zingiberaceae (temu - temuan). Pembeda

utama kencur dengan tanaman temu-temuan lainnya adalah daunnya yang

menutup tanah. Jumlah daun antara 2-3 helai yang letaknya saling berlawanan.

Rimpangnya kokoh, bercabang banyak, rapat seperti umbi, tidak berserat, dan

diameternya sampai 1,5 cm. Kulit rimpang berwarna coklat mengkilap, licin, dan

tipis sekali. Rimpang jika dipotong melintang, bagian tengahnya berwarna putih

Page 25: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan berempulur transparan. Kencur termasuk tanaman dengan akar banyak,

berdaging, dan bagian ujungnya menggembung lonjong seperti telur atau bulat.

Daun kencur tumbuh mendatar dan bertangkai sangat pendek sehingga

terlihat hampir rata sejajar dengan permukaan tanah. Daunnya berdaging agak

tebal, berbentuk elips, melebar. Panjang daun berukuran 10-12 cm dengan lebar

8-10 cm memiliki sirip daun yang tipis dari pangkal daun (Backer, C. A. dalam

Barus, 2009). Sering ditemukan daun-daun yang bertepi warna merah kecoklatan.

Kencur dibagi menjadi 2 bagian menurut jenis daunnya, yaitu kencur

berdaun lebar dan kencur berdaun sempit. Jenis kencur ini kultivarnya dapat

ditemukan di Jawa Tengah yang dikenal diantaranya kencur boro (daun lebar),

kencur kalipare, kencur ketawang, kencur arjosari dan kencur kopral.

Bunga kencur tergolong bunga sempurna yaitu memiliki benang sari dan

putik. Bunga kencur berwarna putih dengan bibir bunga berwarna ungu dan

berbau harum dengan jumlah 4-12 dan tumbuh di antara helaian daun yang

letaknya di atas. Kelopak dan mahkota bunga jumlahnya 3 helai dan bakal buah

tenggelam. Bunga kotak beruang 3, berkelep 3 dan bijinya beraril (Afriastini,

2002 dalam Sukmawati 2013).

2.1.5 Kandungan Kencur

Ekstrak minyak atsiri kencur memiliki kandungan α-pinen (1.28%),

kamphen (2.47%), karvon (11.13%), benzen (1.33%), eucalyptol (9.59%), borneol

(2.87%), metil sinamat (23.23%), pentadekana (6.41%) dan etil-p-metoksisinamat

(31.77%). Komponen lain yang diindikasi merupakan kandungan utama adalah

β-phyllandrene, α-terpineol, etil sinamat dan dihidro β-seskuipilandren (Tewtrakul

et al., 2005). Selain itu, kandungan ekstrak metanol kencur terdapat sineol,

borneol, 3-karen, kamphene, kaempferol, sinamaldehid, asam p-metoksisinamat

dan etil p-metoksisinamat (Dhandapani et al., 2011).

Page 26: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.3. Struktur kimia komponen kencur

(1) etil sinamat (2) etil p-metoksisinamat (3) p-metoksistiren (4) karen (5) borneol

dan (6) parafin

(Sumber : Barus, 2009)

2.1.6 Fungsi dan Aktivitas Farmakologi Kencur

Ekstrak metanol kencur menunjukkan efek toksisitas yang cukup tinggi

terhadap larva dan pupa nyamuk Anopheles stephensi atau bisa disebut memiliki

aktivitas larvasidal dan pupisidal (Dhandapani et al., 2011). Ekstrak etanol kencur

juga menunjukkan aktivitas antibakterial dan antifungi yang baik terhadap

Staphylococcus aureus (P, K., 2012). Menurut Tewtrakul et al. (2005) minyak

atsiri kencur memiliki aktivitas antimikrobial terhadap bakteri gram positif

(Staphylococcus aureus ATCC 25923, Streptococcus faecalis, Bacillus subtilis),

bakteri gram negatif (Salmonella typhi, Shigella flexneri, Escherichia coli ATCC

25922) dan terhadap fungi (Candida albicans). Ekstrak heksan kencur juga

memiliki aktivitas sedatif (Huang et al., 2008). Selain itu, etil sinamat yang

merupakan salah satu komponen utama kencur memiliki efek vasorelaksan yang

berguna untuk hipertensi, atau bisa juga untuk pengobatan lainnya, seperti angina,

asma, dan bentuk kejang otot secara umum lainnya (Othman et al., 2002).

Rimpang kencur juga digunakan di berbagai daerah untuk indikasi-

indikasi umum seperti sakit kepala, sakit gigi, batuk, rematik, tapal pada luka dan

memar, sakit dada dan konstipasi (Othman et al., 2002). Pada pengobatan

tradisional lainnya, kencur disebutkan dalam penelitian Umar et al. (2012) untuk

disentri, diare dan gangguan perut. Kencur juga memiliki efek lain selain yang

Page 27: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

telah disebutkan sebelumnya, yaitu efek anti neoplasma, anti alergi, antioksidan,

analgesik dan antiinflamasi (Umar et al., 2012).

2.2 Metabolit Sekunder

Tanaman mensintesis berbagai macam senyawa organik yang secara

tradisional diklasifikasikan sebagai metabolit primer dan sekunder. Metabolit

primer adalah senyawa yang memiliki peran penting terkait dengan fotosintesis,

respirasi dan pertumbuhan dan perkembangan, diantaranya fitosterol, asam lipid,

nukleotida, asam amino dan asam organik. Fitokimia lainnya banyak terakumulasi

dalam konsentrasi yang sangat tinggi dalam beberapa spesies yang disebut dengan

metabolit sekunder. Metabolit sekunder sangat penting karena dapat digunakan

sebagai serat, perekat, pewarna, minyak, lilin, agen penyedap, obat dan parfum

dan mereka disebut sebagai sumber potensial untuk obat alami baru, antibiotik

dan herbisida (Crozier et al., 2007), tidak hanya itu metabolit sekunder penting

karena berpengaruh besar terhadap kelangsungan hidup suatu spesies

penghasilnya misalnya zat kimia untuk pertahanan, penarik seks serangga, dan

feromon (Manitto, 1992). Menurut Herbert (1995) metabolit sekunder adalah

senyawa metabolit tidak esensial untuk kehidupan, tetapi penting bagi organisme

yang menghasilkannya.

Berdasarkan asal biosintesis, metabolit sekunder dapat digolongkan ke

dalam tiga kelompok besar, yaitu :

1. Senyawa flavonioid, fenolat dan polifenolat

2. Terpenoid

3. Alkaloid yang mengandung nitrogen dan senyawa yang mengandung

sulfur (Crozier et al., 2007)

Berbeda dengan vitamin, metabolit sekunder tidak menunjukkan

aktivitasnya pada penggunaan jangka pendek, namun pada penggunaan jangka

panjang memiliki aktivitas pada penderita kanker dan penyakit kronis termasuk

jantung dan diabetes tipe II (Crozier et al., 2007).

Page 28: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.1 Etil p-metoksisinamat (EPMS)

Etil p-metoksisinamat merupakan produk alam yang berada pada kencur

dengan jumlah yang besar. Etil p-metoksisinamat ini memiliki gugus fungsi yang

reaktif sehingga sangat mudah ditransformasikan menjadi gugus fungsi yang lain,

selain itu isolasi dan pemurniannya dapat dilakukan dengan mudah (Barus, 2009).

Gambar 2.4. Struktur etil p-metoksisinamat

(sumber : Bangun, 2011)

Etil p-metoksisinamat dari rimpang kencur termasuk ke dalam senyawa

ester yang mengandung cincin benzen dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar

dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga

dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang memiliki variasi

kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan n-heksan (Barus, 2009).

Menurut Bangun (2011) etil p-metoksisinamat (EPMS) dapat di isolasi secara

perkolasi menggunakan pelarut etanol. Pemurnian dari hasil ekstraksi dapat

dilakukan dengan proses rekristalisasi menggunakan pelarut etanol.

Etil p-metoksisinamat ini merupakan senyawa aktif yang bisa digunakan

sebagai tabir surya dengan proses perlakuan penurunan kepolaran EPMS nya

(Barus, 2009., Windono et al., 1997), memiliki kemampuan antiinflamasi non

selektif menghambat COX-1 dan COX-2 secara invitro (Umar et al., 2012). Etil

p-metoksisinamat merupakan senyawa turunan asam sinamat dengan jalur

biosintesis senyawa etil p-metoksisinamat adalah melalui jalur biosintesis asam

sikhimat (Bangun, 2011). Asam sinamat memiliki berbagai aktivitas biologis

seperti antibakteri, anastetik, antiinflamasi, antispasmodik, fungisida, herbisida

serta penghambat enzim tirosinase (Hartanti dan Setiawan, 2009 dalam Aulia,

2015).

Page 29: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.5. Jalur sikhimat untuk menghasilkan EPMS

Keterangan gambar : (A) 3-Dehydroquinate dehydratase, (B) Phenyl ammonium

lyase, (C) Cinnamate 4-hydroxylate

(Sumber : Bangun 2011)

2.3 Saccharomyces cerevisiae

Saccharomyces cerevisiae adalah organisme eukariotik bersel tunggal dan

salah satu bentuk sederhana dari eukariotik. S. cerevisiae telah banyak digunakan

sebagai model pada proses biokimia eukariotik dan genetik.

S. cerevisiae telah sangat dikenal dalam hal pembuatan roti dan bir dalam

bidang bioteknologi, dan ketersediaannya pun sangat tinggi sehingga mudah

untuk diaplikasikan dalam dua hal tersebut, kemampuan lainnya yaitu untuk

mengkatalisasi reduksi enantioselektif pada gugus karbonil menggunakan

aktivitas dehidrogenase alkohol. Yeast yang lain, khususnya strain non-patogen

candida, digunakan juga untuk reaksi reduksi dan juga menghasilkan enzim

A

B C

Page 30: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

seperti format dehidrogenase, salah satu enzim yang paling penting dalam teknik

recycling kofaktor (Grogan, 2009).

Gambar 2.6. S. cerevisiae. Keterangan : (a) Freeze-dried S. cerevisiae, (b)

S. cerevisiae secara makroskopik

(sumber : Grogan 2009 dan koleksi pribadi)

2.3.1 Taksonomi dan Tata Nama S. cerevisiae

Sinonim : Candida robusta, Saccharomyces ellipsoideus

Taksonomi dari S. cerevisiae berdasarkan Integrated Taxonomic

Information System (ITIS) adalah :

Kingdom : Fungi

Subkingdom : Dikarya

Divisi : Ascomycota

Subdivisi : Saccharomycotina

Kelas : Saccharomycetes

Sub kelas : Saccharomycetidae

Ordo : Saccharomycetales

Famili : Saccharomycetaceae

Genus : Saccharomyces

Spesies : Saccharomyces cerevisiae

2.4 Biotransformasi

Biotransformasi didefinisikan sebagai pengubahan suatu senyawa menjadi

senyawa turunannya yang strukturnya berbeda dari senyawa asalnya akibat

aktivitas metabolisme suatu mikroorganisme (Lu et al., 2000 dalam Rahman

Page 31: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2009). Menurut Grogan (2009) biotransformasi merupakan suatu proses

perubahan atau transformasi substrat untuk produk akhir yang dapat dipulihkan

kembali dengan baik oleh mikroba atau secara enzimatik.

Proses biotransformasi sangat berkaitan dengan penggunaan enzim untuk

mengubah suatu substrat ke dalam suatu produk melalui langkah-langkah yang

kompleks dan pembentukan semua proses biotransformasi dibutuhkan

perkembangan biokatalisator, media reaksi dan bioreaktor yang optimal (Cabral,

2002). Jenis reaksi pada suatu senyawa yang mengalami biotransformasi yaitu

oksidasi, reduksi, hidrolisis, konjugasi, asetilasi, dehidrogenasi, hidroksilasi,

dehidrasi, kondensasi, dekarboksilasi, deaminasi, aminasi, isomerisasi dan

metilasi (Rosazza 2000., dalam Rahman 2009 dan Walker 2002).

Mikroorganisme merupakan agen biokatalitik yang paling efisien dengan

kemampuannya dalam memetabolisme berbagai substrat (Srivastava et al., 2009).

Seperti yang telah dilakukan dalam penelitian terdahulu mengenai kemampuan

biotransformasi oleh S. cerevisae, yaitu biotransformasi mogrosida dari Siraitia

grosvenorii Swingle, penelitian ini menunjukkan bahwa S. cerevisiae dapat

memodifikasi triterpenoid saponin yang ada dalam buah Siraitia grosvenorii

(Chiu et al., 2013). Pada penelitian lainnya yaitu biotransformasi kumarin oleh

S. cerevisiae yang menunjukkan terjadinya reduksi Kumarin oleh S. cerevisiae

dengan sistem bifase hasilnya adalah reduksi pada furanokumarin dengan produk

yang teridentifikasi yaitu 5,6-dihydro-9-methoxy-7H-furo[3,2-g] benzopyran-7-

one dan biotransformasi dari piranokumarin menghasilkan 3’,4’-dihydrobraylin

(Sales et al., 2014).

2.5 Kromatografi

Kromatografi merupakan cara pemisahan zat khasiat dan zat lain yang ada

dalam sediaan dengan jalan penyarian berfraksi, penyerapan atau penukaran ion

pada zat berpori, menggunakan cairan atau gas yang mengalir. Zat yang diperoleh

dapat digunakan untuk uji identifikasi atau penetapan kadar. Kromatografi yang

sering digunakan adalah kromatografi kolom, kromatografi kertas, kromatografi

lapis tipis, dan kromatografi gas. Zat penyerap yang digunakan selain kertas, ada

zat penyerap berpori misalnya alumunium oksida yang diaktifkan, asam silikat

Page 32: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

atau silika gel, kiselgur dan harsa sintetik. Zat tersebut dapat digunakan sebagai

penyerap tunggal atau campuran atau sebagai penyangga zat lain. Kromatografi

kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya lebih berguna untuk uji identifikasi

karena cara ini khas dan mudah dilakukan untuk zat dengan jumlah sedikit.

Kromatografi gas memerlukan alat yang lebih rumit tetapi cara tersebut sangat

berguna untuk uji identifikasi dan penetapan kadar (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 1979).

2.5.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis merupakan metode analisis yang sangat lama dan

telah terbukti akurat dalam penggunaannya. Selama lebih dari 30 tahun telah

terbukti dan menduduki posisi paling atas untuk analisis kualitatif khususnya.

Syarat penting dalam penggunaan kromatografi lapis tipis adalah zat atau

campuran zat yang akan dianalisis harus larut dalam pelarut atau campuran

pelarut. Kromatografi lapis tipis ini digunakan pada saat kondisi :

1. Zat yang mudah menguap atau volatilitas yang rendah

2. Zat yang sangat polar, polaritas media, non polar atau ionik

3. Sejumlah besar sampel harus di analisis secara bersamaan,

mengefektifkan biaya, dan jangka waktu yang terbatas

4. Sampel yang akan dianalisis akan merusak atau menghancurkan

kolom LC (Liquid Chromatography) atau GC (Gas Chromatography)

5. Pelarut yang digunakan akan merusak sorbents dalam kolom LC

6. Zat dalam material yang akan dianalisis tidak dapat dianalisis oleh LC

atau GC atau hanya dengan kesulitan yang baik

7. Tidak ada sumber listrik yang memungkinkan

8. Komponen dari campuran zat harus dilakukan berbagai metode satu

persatu atau dideteksi secara individual (Hahn-Deinstrop, 2006)

Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan senyawa secara

cepat, dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan

serba rata pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai

kolom kromatografi terbuka dan pemisahan dapat didasarkan pada penyerapan,

pembagian atau gabungannya, tergantung dari jenis zat penyerap dan cara

Page 33: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut. Harga Rf pada kromatografi

lapis tipis tidak tetap, jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi

kertas. Karena itu diperlukan kromatogram zat pembanding kimia yang dibuat

pada sisi lain lempeng (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).

2.5.2 Gas Chromatography – mass spectrometry

Gas chromatography – mass spectrometry (GC-MS) dapat dianggap

sebagai suatu bentuk kromatografi kolom dimana fase bergerak adalah gas yang

disebut gas pembawa. Fase tidak bergerak dapat berupa zat penyerap aktif

misalnya alumina, silika gel atau karbon (kromatografi gas-padat) atau dapat

berupa cairan yang dilapiskan sebagai lapisan tipis pada zat padat penyangga inert

yang halus, misalnya kiselgur, serbuk bata, butir gelas atau bahan lain yang cocok

(kromatografi gas-cair) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).

Keunggulan dari kromatografi gas ini adalah kolom yang digunakan dapat

lebih panjang sehingga dapat memberikan hasil efisiensi pemisahan yang tinggi,

analisis relatif cepat dan sensitivitas tinggi karena gas dan uap memiliki viskositas

yang rendah, sehingga kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung

cepat. Reaktivitas fase gas terhadap fase diam dan zat-zat terlarut lebih rendah

dibandingkan fase cair. Kekurangannya hanya pada keterbatasan jenis sampel atau

zat yang dapat dianalisis, karena hanya zat yang mudah menguap saja yang dapat

dianalisis oleh kromatografi ini (Khopkar, 2003).

Sampel yang akan dianalisis diinjeksikan melalui suatu sampel injection

port yang temperaturnya dapat diatur, senyawa-senyawa dalam sampel akan

menguap dan dibawa oleh gas pengemban menuju kolom. Zat terlarut akan

teradsorpsi pada bagian atas kolom oleh fase diam, kemudian merambat dengan

laju rambatan masing-masing komponen yang sesuai dengan nilai koefisien partisi

masing-masing komponen tersebut. Komponen-komponen tersebut terelusi sesuai

dengan urut-urutan makin membesarnya nilai koefisien partisi menuju ke

detektor. Detektor mencatat seluruh sederetan sinyal yang timbul akibat

perubahan konsentrasi dan perbedaan laju elusi. Pada alat pencatat sinyal ini akan

terlihat kurva antara waktu dengan komposisi aliran gas pembawa (Reza, 2015).

Page 34: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

16 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1 Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia,

Laboratorium Analisis Obat dan Pangan Halal, Laboratorium Formulasi Sediaan

Steril, Laboratorium Biologi dan Laboratorium Kimia Obat Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.1.2 Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai dengan Juli

2016.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan yaitu gelas kimia, erlenmeyer, tabung reaksi, pipet

tetes, spatula, batang pengaduk, corong pisah, corong, lemari asam, parafilm,

blender, timbangan analitik, rotary evaporator, labu evaporator, inkubator, vial,

mikropipet, tip, vortex, mikrotube, magnetic stirrer, cawan petri, bunsen, pH

meter, jarum ose, kapas penutup, alumunium foil, laminar airflow, autoklaf,

inkubator shaker, dan gas chromatography mass spectrometry (GCMS).

3.2.2 Bahan Uji

Senyawa etil p-metoksisinamat (EPMS) hasil isolasi dari kencur,

n-heksan, etanol, S. cerevisiae, DMSO, etil asetat, diklorometan, buffer kalium

fosfat/asam sitrat (0.2 M/0.1 M pH 4.5), natrium sulfat, medium yeast extract

peptone dextrose (YEPD) (komposisi medium terlampir pada lampiran 3), agar,

plat KLT, aquadest.

Page 35: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pengambilan Sampel

Sampel kencur diperoleh dari Balitro, Bogor, Jawa Barat. Sampling

dilakukan pada tanggal 19 November dan 3 Desember 2015.

3.3.2 Determinasi Tumbuhan

Determinasi tumbuhan kencur dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang

Botani Pusat Penelitian Biologi – LIPI Bogor pada tanggal 4 Desember 2015.

3.3.3 Penyiapan Bahan dan Alat untuk Ekstraksi

Kencur sebanyak 5.5 kg dibersihkan, dicuci dengan air yang mengalir dan

dirajang setelah itu dijemur ditempat yang tidak terkena sinar matahari, setelah

kencur kering dilakukan sortasi kering dan proses penghalusan dengan

menggunakan blender, dihasilkan simplisia serbuk lalu ditimbang menggunakan

timbangan.

3.3.4 Ekstraksi Kencur

Simplisia serbuk yang telah ditimbang, dimaserasi dengan menggunakan

pelarut n-heksan (hasil destilasi pada suhu 50oC) (Huang et al., 2008) sampai

dapat merendam semua serbuk kencur (dilebihkan sedikit volume rendamannya).

Maserasi (perendaman) dilakukan selama 5 hari dengan sesekali diaduk, setelah

itu dilakukan dua kali penyaringan, pertama menggunakan kapas dan selanjutnya

menggunakan kertas saring, sehingga didapatkan filtrat dan ampas. Ampas yang

didapat dimaserasi kembali dengan n-heksan (hasil destilasi) dan remaserasi ini

dilakukan sampai beberapa kali sampai filtrat tidak keruh, sedangkan filtratnya

dipekatkan dengan rotary evaporator dengan suhu 50oC dan suhu refrigatornya

8oC untuk dipisahkan dari pelarutnya. Hasil filtrat pekat ini diendapkan pada suhu

ruang (25oC) sampai terbentuk kristal, kristal yang terbentuk dimurnikan dengan

n-heksan dan rekristalisasi dengan cara melarutkan kristal dalam n-heksan dan

etanol 96% (Siswanto et al.,). Rendemen kristal yang didapat dihitung dengan

cara (Sukmawati, 2013) :

% rendemen =

x 100%

Page 36: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.5 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

3.3.5.1 Pengujian secara Organoleptis

Senyawa hasil ekstraksi diidentifikasi secara fisik dengan mengamati

warna, bentuk dan juga bau nya.

3.3.5.2 Pengujian dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Senyawa etil p-metoksisinamat dianalisa dengan KLT, eluen yang

digunakan n-heksan : etil asetat (9:1). Spot yang terbentuk kemudian dihitung

nilai Rf nya dan dibandingkan dengan nilai Rf etil p-metoksisinamat murni

(Prabawati, 2015).

3.3.5.3 Pengujian dengan Gas Chromatography Mass Spectrometry

Senyawa etil p-metoksisinamat diidentifikasi dengan menggunakan Gas

Chromatography Mass Spectrometry (GCMS), dengan cara : senyawa etil

p-metoksisinamat dilarutkan dengan pelarut metanol liquid chromatography lalu

diinjekkan ke dalam GCMS dengan kolom HP-5MS (30 m x 0.25 mm ID x 0.25

µm), dengan suhu awal 70oC selama 2 menit, dinaikkan menjadi 285

oC dengan

kecepatan 20oC/menit selama 20 menit. Suhu untuk MSD 285

oC. Kecepatan alir

Helium 1,2 mL/menit dengan split 1:100. Parameter scanning dilakukan dari

massa yang rendah sampai massa yang paling tinggi yaitu 35 – 550 (Umar et al.,

2012).

3.3.6 Persiapan Medium

3.3.6.1 Medium Padat

Pembuatan medium padat yaitu dengan cara : semua bahan YEPD agar

(formula terlampir) disuspensikan dalam labu erlenmeyer 1 liter aquadest, lalu

semua bahan diaduk dengan bantuan pemanasan dan stirrer sehingga bahan

homogen dengan sempurna, selanjutnya dilakukan sterilisasi dengan autoklaf

suhu 121oC selama 15 menit. Hasil sterilisasi didinginkan selama 45-60 menit

pada suhu ruang sampai suhunya menjadi 50-60oC. Lalu sebanyak ±15 ml dituang

pada cawan petri yang telah disterilkan sebelumnya, proses penuangan dilakukan

Page 37: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dalam laminar airflow. Semua perlakuan dilakukan secara aseptis (Sigma Aldrich

dan Current protocols in Molecular Biology, 2008).

3.3.6.2 Medium Cair

Pembuatan medium cair yaitu dengan cara : semua bahan YEPD broth

(formula bahan terlampir) disuspensikan dalam gelas beaker 1 liter aquadest

kemudian diaduk hingga homogen, campuran tersebut dimasukkan ke dalam labu

erlenmeyer, tutup dengan sumbat kapas juga plastik dan lakukan sterilisasi dengan

autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Dinginkan pada suhu ruang, dan tuang

ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 ml, proses penuangan dilakukan dalam

laminar airflow. Semua perlakuan dilakukan dalam kondisi steril dan secara

aseptis (Sigma Aldrich dan Current protocols in Molecular Biology, 2008).

3.3.7 Proses Peremajaan Kembali S. cerevisiae

Sebagian kecil S. cerevisiae INVSc1 dari biakan murni di streak pada

medium padat YEPD yang telah disiapkan dalam cawan petri dan telah

didinginkan sebelumnya, lalu inkubasi pada 30oC sampai 5 hari. Koloni yang

terbentuk siap digunakan. Koloni yang belum digunakan dan masih berada dalam

cawan petri dapat disimpan selama 2 bulan pada suhu 4oC dengan melapisi cawan

petri mengunakan parafilm (Yeast protocols handbook, Clontech Laboratories

Inc).

3.3.8 Identifikasi secara Mikroskopis dan Makroskopis S. cerevisiae

3.3.8.1 Mikroskopis

S. cerevisiae diidentifikasi dengan menggunakan NaCl 0.9 %, akuades dan

methylene blue. Diambil 1 sampai 2 ose NaCl 0.9% lalu sebar diatas kaca objek

lalu isolat S. cerevisiae yang telah diremajakan diambil 1 ose dan disebar dengan

memutar diatas NaCl 0.9%, lalu tutup dengan penutup kaca dan lakukan

pengamatan dengan mikroskop, begitu juga untuk pengamatan menggunakan

akuades. Pengamatan menggunakan methylene blue dilakukan dengan cara :

diambil 1 ose NaCl 0.9% lalu sebar diatas kaca objek lalu isolat S. cerevisiae yang

telah diremajakan diambil 1 ose dan disebar dengan memutar diatas NaCl 0.9%,

Page 38: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

lalu keringkan, selanjutnya methylene blue sebanyak 1 tetes ditambahkan

diatasnya dan diputar (naik, turun), bilas dengan akuades dan lakukan pengamatan

dengan mikroskop. Semua perlakuan dilakukan secara aseptis.

3.3.8.2 Makroskopis

S. cerevisiae diidentifikasi dengan mengamati bentuk, warna, dan bau

secara langsung (makroskopis).

3.3.9 Proses Pengkulturan S. cerevisiae

Satu koloni diambil dari cawan petri dan dimasukkan dalam 10ml medium

cair yang telah disiapkan sebelumnya dalam tabung reaksi (larutan inkubasi 1).

Dispersikan sel dengan alat vortex selama 1 menit. Lalu di inkubasi pada suhu

30oC selama 16-18 jam pada shaker 75 mpm (S. cerevisiae pada fase stasionary)

menghasilkan OD600 > 1.5 (Yeast protocols handbook, Clontech Laboratories

Inc).

3.3.10 Proses Pengambilan S. cerevisiae pada Fase Mid-log

Pada larutan inkubasi 1 setelah 12 jam diinkubasi, diambil ±3000 µl

larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam 15 ml medium cair yang baru (larutan

inkubasi 2), di cek nilai OD nya hingga mencapai nilai OD600 0.2-0.3

(S. cerevisiae pada fase mid-log) selanjutnya dilakukan inkubasi selama 3-5 jam

pada suhu 30oC dengan shaker 75 mpm, maka nilai OD600 berkisar 0.4-0.6, lalu

larutan inkubasi 2 di sentrifugasi dan didekantasi dihilangkan mediumnya, lalu

endapan ditimbang (Yeast protocols handbook, Clontech Laboratories Inc).

3.3.11 Proses Biotransformasi

3.3.11.1 Reaksi Bilayer

Tabung ependorf steril yang berisi S. cerevisiae yang telah ditimbang, lalu

EPMS yang dibutuhkan dihitung berapa gram yang digunakan dengan cara

membandingkan dengan perbandingan 2 gram S. cerevisiae : 0,2 gram EPMS

(Sales et al, 2014). EPMS dan S. cerevisiae dengan sejumlah gram hasil

perhitungan ditimbang lalu dimasukkan ke dalam pelarut n-heksan/diklorometan

Page 39: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(95:5) dan ditambahkan buffer kalium fosfat/asam sitrat (0.2 M/0.1 M pH 4.5)

didalam labu erlenmeyer lalu reaksikan diatas magnetic stirrer selama 48 jam

pada suhu ruang.

3.3.11.2 Reaksi dengan Bantuan Shaker

Tabung ependorf steril yang berisi S. cerevisiae yang telah ditimbang, lalu

EPMS yang dibutuhkan dihitung berapa gram yang digunakan dengan cara

membandingkan dengan perbandingan 14 gram S. cerevisiae : 0,2 gram EPMS

(Gideon, 2009). EPMS dengan sejumlah gram hasil perhitungan dilarutkan

dengan salah satu pelarut ±150 µl (etanol 96% atau DMSO) lalu dimasukkan

kedalam tabung ependorf, selanjutnya ditambahkan medium cair YEPD sebanyak

15 ml, tabung diinkubasi dalam inkubator shaker selama 5 hari, 7 hari dan 11 hari

pada suhu 30oC. Larutan hasil biotransformasi diambil setiap harinya dari hari ke

3, sampai hari terakhir inkubasi dan dilakukan proses ekstraksi.

3.3.11.3 Reaksi secara Statis

Tabung ependorf steril yang berisi S. cerevisiae yang telah ditimbang, lalu

EPMS yang dibutuhkan dihitung berapa gram yang digunakan dengan cara

membandingkan dengan perbandingan 14 gram S. cerevisiae : 0,2 gram EPMS

(Gideon, 2009). EPMS dengan sejumlah gram hasil perhitungan dilarutkan

dengan ±150 µl etanol 96% lalu dimasukkan kedalam tabung ependorf,

selanjutnya ditambahkan medium cair YEPD sebanyak 15 ml, tabung diinkubasi

selama 18 hari, pada suhu ruang. Larutan hasil biotransformasi diambil pada hari

ke 18 lalu dilakukan proses ekstraksi.

3.3.12 Ekstraksi Hasil Biotransformasi

3.3.12.1 Ekstraksi Reaksi dengan Bantuan Shaker dan Reaksi secara

Statis

Larutan dan endapan yang terbentuk divortex lalu dipisahkan

menggunakan corong pisah dengan ditambahkan etil asetat, dan diuapkan dengan

vacum rotary evaporator, didapatkan ekstrak hasil biotransformasi (Ferraboschi,

1990).

Page 40: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.12.2 Ekstraksi Reaksi Bilayer

Larutan dimasukkan kedalam corong pisah, lalu ditambahkan

diklorometan, akan terbentuk 2 lapisan, diambil lapisan paling bawah, keringkan

dengan menambahkan natrium sulfat, dan diuapkan dengan vacuum rotary

evaporator, didapatkan ekstrak hasil biotransformasi (Sales et al, 2014).

3.3.13 Analisa Hasil Biotransformasi

3.3.13.1 Analisa dengan KLT

Ekstrak di analisis dengan KLT fase diam yaitu silica gel Merck 60 F254

dan fase gerak dengan perbandingan 9:1 (n-heksan dan etil asetat). Diamati

dibawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 365 nm (Sukmawati,

2013).

Page 41: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

23 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Determinasi Tumbuhan dan Penyiapan Ekstraksi

Determinasi dilakukan dengan tujuan untuk memastikan kebenaran

tumbuhan yang akan digunakan dalam penelitian. Hasil determinasi menunjukkan

bahwa tumbuhan yang digunakan adalah kencur (Kaempferia galanga L), famili

Zingiberaceae. Hal ini sesuai dengan tumbuhan yang dibutuhkan dalam penelitian

biotransformasi senyawa etil p-metoksisinamat (sertifikat hasil determinasi ada

pada lampiran 5).

Rimpang kencur selanjutnya disiapkan untuk proses ekstraksi atau disebut

dengan pembuatan simplisia. Pembuatan simplisia ini meliputi pembersihan untuk

menghilangkan kotoran yang menempel pada rimpang, perajangan, pengeringan

dan penghalusan. Serbuk simplisia kencur yang didapatkan sebanyak 797 gram

dengan warna kecoklatan (serbuk simplisia pada Gambar 4.1).

Gambar 4.1 Serbuk simplisia kencur

(sumber : koleksi pribadi)

4.2 Ekstraksi Kencur

Kencur diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut n-heksan

yang telah didestilasi. Destilasi pelarut ini memiliki tujuan agar pelarut yang

digunakan tidak lagi terdapat pengotor. Maserasi dilakukan selama 5 hari dan

disaring menggunakan kapas, selanjutnya menggunakan kertas saring pada corong

saring. Penyaringan ini memiliki tujuan untuk mendapatkan filtrat hasil saringan

yang benar-benar terbebas dari pengotor. Filtrat yang didapatkan berwarna

kekuningan dan ampas sisa penyaringan dimaserasi kembali dengan n-heksan

Page 42: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sampai didapatkan filtrat yang hampir bening. Filtrat ini selanjutnya dipekatkan

pada vacum rotary evaporator. Filtrat pekat yang didapat diendapkan sampai

terbentuk kristal. Proses selanjutnya adalah rekristalisasi dengan pelarut n-heksan

dan etanol 96%. Tujuan dari proses rekristalisasi ini adalah untuk memurnikan

suatu zat dari pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut dalam

pelarut yang sesuai (Sukmawati, 2013). Kristal yang didapat diidentifikasi, secara

organoleptis, KLT dan Gas Chromatography Mass Spectrometry (GCMS). Kristal

ditimbang dan dihitung rendemennya, sehingga didapatkan rendemen etil

p-metoksisinamat sebanyak 5.13% (Perhitungan rendemen ada pada lampiran 6).

4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

Identifikasi senyawa EPMS (etil p-metoksisinamat) dilakukan dengan 3

cara, yaitu pengujian secara organoleptis, KLT dan Gas Chromatography Mass

Spectrometry (GCMS).

4.3.1 Pengujian secara Organoleptis

Senyawa etil p-metoksisinamat yang didapatkan, diidentifikasi secara

organoleptis bentuk, warna dan bau. Hasil pengamatan yang dilakukan adalah

EPMS berbentuk kristal, berwarna putih dengan bau aromatik khas.

Gambar 4.2 Kristal etil p-metoksisinamat

(sumber : koleksi pribadi)

4.3.2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Plat silica gel F254 digunakan dalam analisa KLT bertujuan untuk

memonitor spot yang dihasilkan oleh senyawa pada sinar UV dengan panjang

gelombang 254 nm. Perbandingan eluent 9:1 (n-heksan : etil asetat) digunakan

Page 43: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk menarik dan memisahkan etil p-metoksisinamat yang bersifat non polar

dengan senyawa lain.

Nilai Rf etil p-metoksisinamat hasil isolasi dari kencur yaitu 0.5 (Gambar

4.3) dan menghasilkan satu spot tunggal. Berdasarkan nilai Rf dan spot yang

dihasilkan, dibandingkan dengan nilai Rf etil p-metoksisinamat pada penelitian

Mufidah (2014) yaitu 0.5582, menunjukkan bahwa hasil isolasi etil

p-metoksisinamat murni (perhitungan nilai Rf ada pada lampiran 7).

Gambar 4.3 KLT kristal etil p-metoksisinamat hasil isolasi pada plat silica gel

F254 (Visualisasi sinar UV λ 254 nm)

(sumber : koleksi pribadi)

4.3.3 Gas Chromatography – Mass Spectrometry

Etil p-metoksisinamat hasil isolasi dianalisa lebih lanjut dengan Gas

Chromatography Mass Spectrometry (GCMS). Hasil interpretasi GCMS

menunjukkan bahwa senyawa etil p-metoksisinamat yang dianalisis muncul pada

waktu retensi 9,094 menit dengan berat molekul 206.0 dan fragmentasi massa

pada 161; 134; 118; 89; 77; 63 dan 51 (pada Gambar 4.4), spektrum GCMS ini

sama dengan spektrum GCMS dari EPMS yang telah dipublikasikan oleh

Mufidah (2014) dan Umar et al (2012) (pada lampiran 8).

4 cm

2 cm

Page 44: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.4 Interpretasi GCMS senyawa isolat etil p-metoksisinamat yang

dianalisa. Keterangan : (a). waktu retensi, (b) fragmentasi massa

(sumber : koleksi pribadi)

4.4 Identifikasi S. cerevisiae

S. cerevisiae INVSc1 diperoleh dari Pusat Teknologi Farmasi dan Medika

(PTFM – BPPT) di gedung LAPTIAB BPPT, Puspiptek Serpong. S. cerevisiae

diremajakan kembali dalam medium padat YEPD (yeast extract peptone dextrose)

dengan cara diinkubasi selama 5 hari dalam inkubator suhu 30oC (Yeast protocols

handbook, Clontech Laboratories Inc). Proses peremajaan dilakukan dengan

161

(b)

(a)

Page 45: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tujuan untuk menjaga sifat alami yang dimiliki S. cerevisiae yang diisolasi

(Sukmawati, 2013).

S. cerevisiae hasil peremajaan sebelum dikultur untuk proses

biotransformasi harus diidentifikasi. Identifikasi yang dilakukan yaitu secara

makroskopis (organoleptis) dan mikroskopis dengan tujuan untuk memastikan

bahwa S. cerevisiae yang akan digunakan koloni murni dan tidak mengalami

kontaminasi. Proses identifikasi secara makroskopis dilihat dari warna, bau dan

bentuk S. cerevisiae. Hasil identifikasi yang diperoleh berbentuk bulat, berwarna

krem dan bau seperti tape, memiliki tekstur licin dan tidak terjadi kontaminasi

(Gambar 4.5 dan pada lampiran 10 hasil pengamatan dari hari pertama sampai

hari kelima), sesuai dengan penelitian yang dilakukan Widiastutik dan Alami

(2014) dan Reis et al (2013) (pada Gambar 4.6).

Gambar 4.5 S. cerevisiae secara makroskopis (a) S. cerevisiae pada medium

YEPD tampak depan, (b) S. cerevisiae pada medium YEPD tampak belakang

(sumber : koleksi pribadi)

(a) (b)

Page 46: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.6 morfologi S. cerevisiae secara makroskopik dan mikroskopik

(sumber : Widiastutik dan Alami, 2014, Setiawati, 2015 dan Reis et al 2013)

S. cerevisiae yang diidentifikasi secara mikroskopis menggunakan

mikroskop. Preparat disiapkan dengan meneteskan NaCl 0.9% pada kaca objek,

lalu koloni S. cerevisiae diinokulasikan pada permukaan kaca objek secara

aseptis. Hasil dari identifikasi mikroskopis lebih jelas terlihat morfologi dari

S. cerevisiae dengan perbesaran 10x dan 40x, memiliki sel bulat dan askospora

(ada pada lampiran 9).

4.5 Proses Biotransformasi

Isolat yang telah diidentifikasi sebagai S. cerevisiae INVSc1 diambil

sebanyak satu koloni dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 10 ml

medium cair YEPD steril. Proses sterilisasi medium cair YEPD sebelumnya

dilakukan menggunakan autoklaf selama 15 menit, 121oC. Koloni S. cerevisiae

yang telah dimasukkan ke dalam medium cair YEPD selanjutnya divortex selama

Page 47: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1 menit dengan tujuan agar koloni dapat terdispersi dengan baik dalam medium.

Inkubasi pada suhu 30oC dengan inkubator shaker selama 12 jam dengan

kecepatan 75 mpm. Penggunaan inkubator shaker ini bertujuan untuk

mempercepat transfer nutrisi ke dalam sel, mensuplai oksigen untuk aktivitas

metabolik sel dan meratakan mikroorganisme dalam medium sehingga semua

mikroorganisme mendapatkan kontak dengan oksigen secara rata (Sukmawati,

2013).

S. cerevisiae yang telah dikultur selama 12 jam dalam inkubator shaker

diambil ±3000 µl untuk dimasukkan ke dalam medium cair YEPD yang baru

sehingga menghasilkan nilai OD600 berkisar antara 0.2-0.3. Nilai OD600 dapat

dilihat dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis, dimana kultur yang

diambil berada pada fase mid log. Medium YEPD baru yang telah ditambahkan

kultur S. cerevisiae diinkubasi kembali selama 3 jam pada suhu 30oC dengan

kecepatan shaker yang sama. Proses ini dilanjutkan dengan melihat kembali nilai

OD600, sehingga nilai OD600 yang dihasilkan berada pada rentang 0.4-0.6, lalu

dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 12 menit (Yeast

protocols handbook, Clontech Laboratories Inc), selanjutnya endapan atau pelet

yang didapat dipisahkan dan ditimbang.

Medium cair YEPD pada awalnya berwarna kuning jernih, setelah dikultur

S. cerevisiae selama 12 jam, terbentuk endapan putih di bagian dasar medium

(Gambar 4.7). Pengecekan nilai OD600 pada medium yang dikultur S. cerevisiae

dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis, menunjukkan kerapatan dari sel

mikroorganisme dalam medium kultur (Myers et al, 2013).

Page 48: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.7 Medium cair YEPD dengan S. cerevisiae Keterangan : (A)

medium YEPD tanpa S. cerevisiae, (B) endapan S. cerevisiae pada medium

YEPD, (C) medium YEPD dengan S. cerevisiae yang telah di vortex

(sumber : koleksi pribadi)

Etil p-metoksisinamat yang akan digunakan dihaluskan terlebih dahulu

dengan cara mekanik untuk mereduksi ukuran partikel. Reduksi ukuran partikel

bertujuan untuk mempermudah proses pelarutan dan proses reaksi biotransformasi

yang akan terjadi. Proses peningkatan kelarutan etil p-metoksisinamat juga

dilakukan dengan menambahkan ±150 µl pelarut etanol 96% atau DMSO,

sehingga etil p-metoksisinamat dapat melarut dengan sempurna di dalam medium

cair YEPD dan terjadi interaksi yang lebih mudah antara S. cerevisiae dengan

substrat. Etanol 96% yang digunakan dalam jumlah sesedikit mungkin, karena

dengan penggunaan etanol 96% pada batas yang paling rendah tidak akan

menghambat pertumbuhan dari S. cerevisiae (Guimaraes et al, 2006). Penggunaan

DMSO sebagai pelarut juga sesuai dengan yang dilakukan oleh Hasali et al

(2013), dalam penelitiannya menyatakan bahwa agar etil p-metoksisinamat yang

digunakan terlarut sempurna maka terlebih dahulu dilarutkan dalam DMSO.

Proses biotransformasi pada penelitian yang dilakukan, menggunakan

beberapa parameter. Parameter optimasi tersebut adalah metode uji untuk

biotransformasi, fase S. cerevisiae yang digunakan, penggunaan pelarut untuk etil

p-metoksisinamat, proses ekstraksi, waktu biotransformasi, semua data terlampir

A C B

Page 49: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada lampiran 11. Hasil data yang didapat untuk proses biotransformasi dapat

dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Data optimasi proses biotransformasi

Metode uji Fase S. cerevisiae yang

diambil Parameter Hasil Gambar hasil KLT

Reaksi dengan bantuan shaker

Uji dengan

bantuan shaker

1 = (1A)

- Fase log (medium

baru dengan 3 jam

penambahan proses

shaker)

- EPMS tanpa pelarut

- Waktu biotransformasi 5 hari

- Fase medium yang diekstraksi

- Nilai Rf belum

berubah masih

sama dengan nilai

Rf EPMS murni

Uji dengan

bantuan shaker

2 = (1B)

- Fase log (medium

baru dengan 3 jam

penambahan proses

shaker)

- EPMS dengan pelarut etanol 96% dan DMSO

- Waktu biotransformasi 7 hari

- Fase medium yang diekstraksi

- Nilai Rf untuk

reaksi 1B tidak

nampak

Uji dengan

bantuan shaker

3 = (1C)

- Fase mid log

(medium lama

dengan jam ke 12

setelah proses

shaker) = (1Ca)

- EPMS dengan pelarut etanol 96%

- Waktu biotransformasi 11 hari

- Fase medium dan fase endapan yang diekstraksi

- Reaksi (1Ca)

nampak jelas

perbedaan nilai Rf

- Rendemen hasil

reaksi yang

didapat 11.71 %

- Fase log (medium

baru dengan 5 jam

penambahan proses

shaker) = (1Cb)

- Nilai Rf untuk

reaksi (1Cb) ada

perbedaan dengan

EPMS murni pada

UV dengan

panjang

gelombang 365

nm

2 1

1

1

1

1 2

2

2 2 3 3

Page 50: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

- Fase log (medium

lama dengan 4 jam

penambahan proses

shaker) = (1Cc)

- Nilai Rf untuk

reaksi (1Cc) tidak

nampak

Reaksi secara statis

Uji secara statis

= (2A)

- Fase log (medium

lama dengan 4.5 jam

penambahan proses

shaker)

- EPMS dengan pelarut etanol 96%

- Waktu biotransformasi 18 hari

- Fase medium yang diekstraksi

- nilai Rf masih

sama dengan

EPMS murni

Reaksi bilayer

Uji bilayer 1 =

(3A)

- Fase log (medium

baru dengan 5 jam

penambahan proses

shaker)

- Pelarut yang digunakan (n-heksan : diklorometan)

- Waktu biotransformasi 3 hari

- nilai Rf berbeda

dengan EPMS

murni

Uji bilayer 2 =

(3B)

- Fase log (medium

baru dengan 5 jam

penambahan proses

shaker)

- Pelarut yang digunakan n-heksan

- Waktu biotransformasi 3 hari

- nilai Rf tidak ada

perbedaan dengan

EPMS murni

Keterangan gambar : (1) spot EPMS murni, (2) senyawa isolat (fase etil asetat/

fase diklorometan. Fase heksan), (3) fase air

Metode uji yang digunakan pada penelitian yang dilakukan ada 3 macam,

yaitu reaksi dengan bantuan shaker, reaksi secara statis dan reaksi bilayer. Ketiga

uji ini dibedakan dari segi proses penambahan EPMS dan proses

biotransformasinya. Reaksi dengan bantuan shaker dan reaksi secara statis

dikatakan sama jika ditinjau dari penambahan EPMS, dimana setelah pelet

S. cerevisiae didapat maka dihitung jumlah EPMS yang dibutuhkan dengan

perbandingan 1:70 (EPMS : S. cerevisiae) (Gideon, 2009), lalu EPMS dilarutkan

1

1

1

1

2

3 2

2

2 3

3

Page 51: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

didalam etanol 96% dan DMSO. Reaksi biotransformasi dilakukan di dalam

medium cair YEPD pada inkubator shaker suhu 30oC selama beberapa hari.

Pengujian KLT dimulai dari hari ke 3 untuk reaksi dengan bantuan shaker. Reaksi

secara statis proses biotransformasinya pada suhu ruang (25oC), tidak didalam

inkubator shaker. Penggunaan shaker disini bertujuan untuk meningkatkan aerasi

dan distribusi nutrisi, agar sel dapat mencapai kondisi fisiologis yang optimum

(White 1991 dalam Setiawati, 2015).

Berbeda dengan reaksi keduanya, reaksi bilayer pada penelitian yang

dilakukan tidak menggunakan medium cair YEPD dan shaker untuk proses

biotransformasinya namun menggunakan pelarut bilayer, dengan bantuan

magnetic stirrer pada suhu ruang (25oC) dan dilakukan pengujian KLT secara

periodik. Penambahan EPMS pada pelet S. cerevisiae menggunakan

perbandingan 1:100 (EPMS : S. cerevisiae), lalu dilarutkan pada medium bilayer

yang terdiri dari pelarut organik n-heksan dan diklorometan (95:5) dan buffer

kalium fosfat asam sitrat (0.2 M/0.1M) dengan pH 4.5. Pada reaksi ini dilakukan

proses optimasi untuk pelarut organik, jadi ada yang menggunakan 2 pelarut dan

ada yang menggunakan 1 pelarut saja yaitu n-heksan saja. Penggunaan buffer

bertujuan untuk membantu meningkatkan kelarutan medium dalam reaksi

biotransformasi yang terjadi (Sales et al, 2014).

4.6 Ekstraksi Hasil Biotransformasi

Proses ekstraksi hasil biotransformasi dilakukan dengan menggunakan

pelarut etil asetat. Medium YEPD dan endapan yang terbentuk divortex terlebih

dahulu, lalu diambil beberapa ml dan selanjutnya ditambahkan etil asetat, semua

proses ini dilakukan pada corong pisah. Campuran tersebut dikocok dengan kuat

dan diamkan sampai terpisah menjadi 2 lapisan. Lapisan yang terbentuk adalah

fase air, dan fase etil asetat. Lapisan atas (fase etil asetat) diambil dan dikeringkan

menggunakan vacum rotary evaporator sampai pelarut etil asetat menguap

sempurna, selanjutnya ditambahkan sedikit etil asetat kemudian dianalisis

menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

Proses ekstraksi pada reaksi bilayer berbeda, hasil reaksi ini diambil

beberapa ml dan ditambahkan diklorometan, dengan pengulangan pemberian

Page 52: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sebanyak 3 kali lalu didapatkan 3 lapisan. Fase diklorometan yang diambil ada

pada lapisan paling bawah, karena melihat berat jenis diklorometan lebih besar

dibandingkan pelarut lain yang digunakan. Filtrat yang didapat diberikan natrium

sulfat yang berfungsi untuk menarik sisa air yang masih terkandung, kemudian

diuapkan menggunakan rotary evaporator dan di tambahkan lagi sedikit etil asetat

lalu di analisis menggunakan KLT.

4.7 Analisa Hasil Biotransformasi

Proses biotransformasi pada penelitian ini menggunakan beberapa

optimasi (pada lampiran 11) dan dilakukan sebanyak 6 kali reaksi. Hasil analisis

KLT yang memiliki nilai Rf berbeda jika dibandingkan dengan nilai Rf EPMS

murni hanya pada uji dengan bantuan shaker 3 (1Ca) dan uji bilayer 1(3A).

Pada uji dengan bantuan shaker dilakukan sebanyak 3 kali (1A, 1B, 1C

(a,b.c)) dan uji 1C hanya a dan b yang menghasilkan nilai Rf yang berbeda. Pada

reaksi uji dengan bantuan shaker (1A), proses penambahan EPMS tidak

dilarutkan terlebih dahulu kedalam pelarut yang dapat melarutkan secara lebih

sempurna EPMS dalam medium biotransformasi, sehingga hal ini tidak

memudahkan interaksi antara EPMS dengan S. cerevisiae. Penggunaan pelarut

untuk melarutkan EPMS didalam medium sangat dibutuhkan, maka dari itu pada

uji dengan bantuan shaker (1B) dan (1C) EPMS dilarutkan dengan pelarut etanol

96% dan DMSO. Uji dengan bantuan shaker (1B) dilakukan 2 macam reaksi,

reaksi pertama dilarutkan dalam etanol 96% dan kedua dilarutkan dalam DMSO.

Uji dengan bantuan shaker (1C) dilakukan dengan melarutkan EPMS pada etanol

96% saja.

Tidak hanya dari pelarut, pada penelitian ini waktu biotransformasi juga

berpengaruh terhadap proses reaksi yang terjadi, dimana uji dengan bantuan

shaker 1A dilakukan selama 5 hari, uji dengan bantuan shaker 1B selama 7 hari,

dan uji dengan bantuan shaker 1C dilakukan selama 11 hari. Hal ini membuktikan

bahwa semakin lama interaksi yang terjadi antara S. cerevisiae dan EPMS

semakin besar pula kemungkinan biotransformasi terjadi.

Kelarutan dan waktu biotransformasi belum cukup untuk mengoptimasi,

optimasi juga dilakukan pada fase mana S. cerevisiae diambil. Pada reaksi uji

Page 53: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan bantuan shaker 1A dan 1B S. cerevisiae diambil pada fase log (setelah 12

jam dilakukan inkubasi dalam shaker lalu diinkubasi kembali didalam shaker

selama 3 jam pada medium baru) dan keduanya belum menghasilkan perubahan.

Namun pada reaksi uji dengan bantuan shaker 1C, (1Ca) S. cerevisiae yang

diambil pada fase mid log (setelah 12 jam dilakukan inkubasi dalam shaker),

(1Cb) fase log “baru” (setelah 12 jam dilakukan inkubasi dalam shaker lalu

diinkubasi kembali didalam shaker selama 5 jam pada medium baru) dan (1Cc)

pada fase log “lama” (setelah 12 jam dilakukan inkubasi dalam shaker lalu

diinkubasi kembali didalam shaker selama 4 jam pada medium lama).

Hasil yang menunjukkan perubahan yaitu pada reaksi 1Ca dan 1Cb,

keduanya menunjukkan nilai Rf yang berbeda, namun yang sangat terlihat jelas

dan nampak nyata perbedaannya yaitu reaksi 1Ca (Gambar 4.8).

Gambar 4.8 Hasil KLT reaksi uji dengan bantuan shaker 1C. Keterangan : A)

visualisasi sinar UV λ 254 nm , B) visualisasi sinar UV λ 365 nm dan (1) EPMS

murni, (2) 1Cb, (3) 1Ca, (4) 1Cc.

(sumber: koleksi pribadi)

B

4 3 2 1

A

1 4 2 3

Page 54: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Nilai Rf yang didapat yaitu untuk reaksi 1Ca pada visualisasi sinar UV

λ 254 nm adalah 0.675 sedangkan untuk EPMS murni yaitu 0.425 dengan eluen

n-heksan dan etil asetat 9:1. Hal ini menggambarkan bahwa senyawa hasil reaksi

memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah dibanding EPMS murni. Berbeda

pada visualisasi sinar UV λ 365 nm, reaksi 1Ca memiliki nilai Rf 0.6 dan reaksi

1Cb yaitu 0.575 (perhitungan nilai Rf ada pada lampiran 12) namun untuk EPMS

murni tidak terlihat spotnya, karena EPMS tidak dapat berpendar pada sinar UV

λ 365 nm.

EPMS yang digunakan pada reaksi 1Ca ini sebanyak 0.0035 gram dan

jumlah akhir EPMS yang didapat setelah direaksikan adalah 0.041 gram.

Rendemen yang didapat yaitu 11.71%.

%rendemen =

x 100% = 11.71%

Pada reaksi statis (2A) yang dilakukan, tidak menghasilkan perubahan.

Meskipun waktu proses biotransformasinya sudah dioptimasi menjadi lebih lama

yaitu selama 18 hari, namun pada penelitian ini terlihat bedanya dengan

menggunakan shaker. Penggunaan shaker akan lebih memudahkan sel mencapai

kondisi fisiologis yang optimum, karena tidak menggunakan shaker distribusi

nutrisi akan lebih sulit dan kemungkinan S. cerevisiae secara fisiologis kondisinya

kurang optimum.

Pada reaksi bilayer dilakukan sebanyak 2 kali reaksi, dimana yang

menghasilkan nilai Rf yang berbeda hanya pada reaksi bilayer 3A. Perbedaan

diantara keduanya yaitu pada pelarut yang digunakan. Reaksi bilayer 3A pelarut

yang digunakan adalah n-heksan dan diklorometan, sedangkan reaksi bilayer 3B

pelarut yang digunakan hanya n-heksan saja. Hasil KLT yang menunjukkan

perubahan ada pada Gambar 4.9.

Page 55: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.9 Hasil KLT reaksi bilayer 3A yang menandakan ada perubahan nilai

Rf pada visualisasi sinar UV λ 365 nm. Keterangan : A) visualisasi sinar UV λ

365 nm, B) visualisasi sinar UV λ 254 nm. (1) EPMS murni, (2) Fase

diklorometan, (3) Fase air.

(sumber : koleksi pribadi)

Hasil dianalisis dengan KLT, didapatkan nilai Rf untuk spot yang berbeda.

Nilai Rf fase diklorometan pada visualisasi sinar UV λ 365 nm yaitu 0.275 cm dan

nilai Rf EPMS murni dan fase diklorometan pada visualisasi sinar UV λ 254 sama

yaitu 0.625 cm (pada lampiran 13).

Biotransformasi senyawa etil p-metoksisinamat dengan S. cerevisiae

dengan beberapa optimasi, secara kualitatif dapat diubah menjadi senyawa yang

berbeda dari etil p-metoksisinamat murni, dilihat dari hasil KLT yang

menunjukkan perbedaan pada nilai Rf.

A B

3 2 1 1 2 3

Page 56: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Penelitian biotransformasi senyawa etil p-metoksisinamat (EPMS)

menggunakan S. cerevisiae INVSc 1 dengan optimasi metode biotransformasi,

waktu biotransformasi, dan proses biotransformasi dapat menghasilkan

perubahan secara kualitatif.

2. Senyawa hasil reaksi bilayer dengan dua pelarut yang digunakan yaitu

n-heksan : diklorometan dan reaksi dengan bantuan shaker dengan fase

S. cerevisae yang digunakan yaitu pada fase mid log (1Ca), memiliki nilai Rf

yang berbeda dengan EPMS murni .

3. Hasil optimasi menunjukkan metode biotransformasi dengan bantuan shaker

selama 11 hari dengan fase S. cerevisiae yang digunakan yaitu mid log (1Ca)

menghasilkan perbedaan spot KLT yang paling baik diantara metode

biotransformasi lainnya.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan proses biotransformasi dengan menggunakan mikroorganisme

lain dan optimasi lainnya dari segi hal yang berbeda yang berpengaruh pada

reaksi biotransformasi.

2. Perlu dilakukan uji lanjutan secara kuantitatif dan identifikasi menggunakan

GCMS.

Page 57: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Afriastini, J. J. 2002. Bertanam Kencur. Jakarta. Penebar Swadaya

Afrizal., Fahmi, Rizal., dan Osmeli, Delvi. 1999. Sintesis Isoamil Trans-p-

Metoksisinamat dari Etil Trans-p-Metoksisinamat. Jurnal Kimia Analisis.

Vol 5 (2)

AM, Vittalrao., T, Shanbhag., M, Kumari., KL, Bairy., S, Shenoy. 2011.

Evaluation of antiinflamatory and analgesic activities of alcoholic extract of

Kaempferia galanga L in rats. Indian J Physiol Pharmacol. 55(1): 13-24

Aulia, Nova Sari. 2015. Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat Melalui Proses

Nitrasi dengan Metode Cold Microwave Serta Uji Aktivitas Sebagai

Antiinflamasi. Program Studi Farmasi – Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi.

Backer. C. A. R. C. B. Van den Briak. 1968. Flora Of Java. Vol. 2 Walters

Noordhoff. N. V. Groningen. P. 33

Bangun, Robijanto. 2011. Semi Sintesis N,N-Bis(2-Hidroksietil)-3-(4-

Metoksifenil) Akrilamida dari Etil p-metoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang

Kencur (Kaempferia galanga L) melalui Amidasi dengan Dietanolamin.

Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Sumatra Utara. Medan.

Barus, R. 2009. Amidasi Etil p-Metoksi Sinamat yang diisolasi dari Kencur

(Kempferia galanga L). Tesis. Universitas Sumatra Utara

Boaventura, Maria, Amelia, D., Lopes, R, F.A.P., Takahashi, Jacqueline, A. 2004.

Microorganisms as tools in modern chemistry: the biotransformation of 3-

indolylacetonitrile and tryptamine by fungi. Brazilian Journal of

Microbiology. 35: 345-347.

Cabral, J. M. S. 2002. Basic Biotechnology. Edisi ke-2. Cambridge: Cambridge

University Pr.

Chiu, Chun-Hui., Wang, Reuben., Lee, Cho-Ching., Lo, Yi-Chen., and Lu, Ting-

Jang. 2013. Biotransformation of Mogrosides from Siratia grosvenorii

Swingle by Saccharomycescerevisiae. Journal of Agricultural and Food

Chemistry.

Clontech. 2009. Yeast Protocols Handbook. Clontech Laboratories, Inc.

Crozier, A., Clifford, M. N., Ashihara, H. 2007. Plant Secondary Metabolities:

Occurrence, Structure and Role in the Human Diet. Blackwell Publishing

Ltd.

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta

Page 58: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dhandapani, A., Kumar, S., Kadarkarai, M. 2011. Larvacidal, Pulpicidal and

Smoke Toxicity Effect of Kaempferia galanga L to the Malarial Vector, and

Anopheles stephensi. The bioscan. 6(2): 329-333

Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementrian Perdagangan,

2014. Obat Herbal Tradisional. Ditjen PEN/MJL/81/IX/2014 : Jakarta.

Diakses tanggal 13 Januari 2016 pukul 07. 50 WIB

Esmaeili, Akbar. And Hashemi, Elham. 2011. Biotransformasi of myrcene by

Pseudomonas aeruginosa. Chemistry central jurnal. 5:26

Ferraboschi, Patrizia., Grisenti, Paride., Manzocchi, Ada., and Santaniello, Enzo.

1990. Baker’s Yeast-Mediated Preparation of Optically Active Aryl

Alcohols and Diols for the Synthesis of Chiral Hydroxy Acids. Journal

Chemistry

Grogan, Gideon. 2009. Practical Biotransformations. First Published edition.

United Kingdom: Wiley

Guimaraes, M Thais., Moriel, G Danilo., Machado, P Lara., Picheth Fadel, M T

Cyntia., Bonfim, M B Tania. 2006. Isolation and characterization of

Saccharomyces cerevisiae strains of winery interest. Brazilian Journal of

Phaarmaceutical Science. (42): 1

Hartanti, Lanny dan Setiawan, Henry K. 2009. Daya Hambat beberapa Turunan

Asam Sinamat Sintetik terhadap Enzim Tirosinase. Indo. J. Chem. 9(1)

Hasali, Mohd Hazwani Nor., Omar, Nor Muhammad., Zuberdi, Muzammil

Ahmad., Alfarra, Yousif Helmi. 2013. Biotransformasi of ethyl p-

methoxycinnamate from Kaempferia galanga L. using Aspergillus niger.

International Journal of Biosciences. 3 (7): 148-155

Herbert, R. B. 1995. The Biosynthesis of Secondary Metabolities. Semarang. IKIP

Semarang Press.

Huang, Linfang., Yagura, Toru., dan Chen, Shilin. 2008. Sedative activity of

hexane extract of Kaempferia galanga L. And its active compound. Journal

of Ethnopharmacology. 120 : 123-125

Indrayan, K, A., Kurian, Alice., Tyagi, K, P., Shatru, Ajat., dan Rathi, K, Anuj.

2007. Comparative Chemical Study of Two Varieties of Attractive Medicinal

Plant Kaempferia galanga L. Natural Product Radiance. 6(4): 327-333.

Integrated Taxonomic Information System (ITIS). Diakses pada tanggal Maret 28

dan April 1, 2016. www.itis.gov

Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta. UI Press.

Koh HL .2009. Guide to Medicinal Plants: An Illustrated Scientific and Medicinal

Approach. SGP. World Scientific, 9789812837103.

Lenke, Hiltrud., and Schmid, Andreas. Biotransformations. Biotechnology vol IV.

Page 59: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lu, H., Zou, W. X., Meng, J. C., Tan, R. X. 2000. New bioactive metabolites

produced by Colletrotricum sp,an endophytic fungus in Artemisia annua.

Plant Sci. 151: 67-73

Manitto, P. 1992. Biosynthesis Of Natural Product. Semarang. IKIP Semarang

Press

Mufidah, Syarifatul. 2014. Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat

yang diperoleh dari Kencur (Kaempferia galanga L) melalui Transformasi

Gugus Fungsi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi. Skripsi. Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta.

Myers, A John., Curtis, S Brandon., Curtis, R Wayne. 2013. Improving accuracy

of cell and chromophore concentration measurements using optical density.

BMC Biophysics. 6:4

Nag, Sudipa., dan Mandal, Subrata. 2015. Importance of Ekangi (Kaepferia

galanga L) as Medicinal Plants- A Review. International Journal of

Innovative Research and Review. 3(1): 99-106.

Othman, R., Ibrahim, H., Mohd, M. A., Mustafa, M. R. And Awang, K. 2006.

Bioassay-guided isolation of a vasorelaxant active compound from

Kaempferia galanga L. Phytomedicine. 13: 61-66

P. K. Kochuthressia., Britto, John S., M.O, Jaseentha., and Raphael Rini. 2012. In

vitro antimicrobial evaluation of Kaempferia galanga L. Rhizome extract.

Amecrican Journal Biotechnology and Molecular Sciences. 2 (1): 1-5

Rahman, M. N. 2009. Aktivitas Anti Bakteri Senyawa Hasil Biotransformasi

Kurkumin oleh Mikroba Endofit Asal Kunyit. Skripsi. FMIPA Institute

Pertanian Bogor.

Rao V, Narasinga., Kaladhar, DSVGK. 2014. Antioxidant and antimicrobial

activities of rhizome extracts of Kaempferia galanga. World journal of

pharmacy and pharmaceutical sciences. Volume 3: 1180-1189

Reis, Vanda Renata., Bassi, Ana Paula Guarnieri., da Silva, Jessica Carolina

Gomes., Ceccato-Antonini, Sandra Regina. 2013. Characteristics of

Saccharomyces cerevisiae yeasts exhibiting rough colonies and

pseudohyphal morphology with respect to alcoholic fermentation. Brazilian

Journal of Microbiology. 44 (4): 1121-1131

Reza, Muhammad. 2015. Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat melalui reaksi

langsung dengan Iradiasi Microwave serta uji aktivitas sebagai

antiinflamasi. Program Studi Farmasi – Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi

Rosazza. 2000. Microbial Transformation of Bioactive Compounds. Volume ke 1.

Florida: CRC Pr.

Page 60: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sales, Edijane, Matos., Barros, Tania, Fraga., and Velozo, Eudes, Da silva. 2014.

Biotransformation of Coumarins by Saccharomycescerevisiae. World

Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 3(12): 209-216.

Setiawati, Erlin. 2015. Biotransformasi sitronelal menjadi sitronelol oleh

Saccharomyces cerevisiae. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Semarang

Setyawan, Eko., Putratama, Pandhu., Ajeng, Astriningtyas dan Rengga Pita Dyah,

Wara. 2012. Optimasi yield etil p-metoksisinamat pada ekstraksi oleoresin

kencur (Kaempferia galanga L) menggunakan pelarut etanol. Vol 1(2):

2303-0623

Siswanto, Agus., Sri Rahayu, Wiranti., Utami, Pri Iswati. 2012. Formulasi Krim

Tabir Surya Ekstrak Etanol Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L).

Journal from JHPTUMP Digital Library Universitas Muhammadiyah

Purwokerto.

Sukmawati, Heny. 2013. Biotransformasi Metabolit Sekunder Utama (Senyawa

X) dari Ekstrak n- Heksana Kencur (Kaempferia galanga L) oleh Jamur

Aspergillus niger ATCC 6275. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta.

Tewtrakul, S., Yuenyongsawad, S., Kummee, S., and Atsawajaruwan, L. 2005.

Chemical Components and Biological Activities of Volatile Oil of

Kaempferia galanga L. Songklanakarin Journal of Science and Technology.

27(Suppl. 2): 503-507.

Umar, Muhammad I., Asnawi, Mohd Zaini., Sadikun, Amirin., Altaf, Rabia., and

Iqbal, Adnan Muhammad. 2011. Phytochemistry and medicinal properties

of Kaempferia galanga L (Zingiberaceae) extracts. Journal of pharmacy and

pharmacology. 5(14): 1639-1647

Umar, Muhammad I., Asnawi, Mohd Zaini., Sadikun, Amirin., Atangwho, Itern

J., Yam , Mun Fei., Altaf, Rabia., and Ahmed, Ashfaq. 2012. Bioactivity-

Guided Isolation of Ethyl-p-Methoxycinnamate, an Anti-inflammatory

Constituent, from Kaempferia galanga L. Extract. Molecules. 17: 8720-

8734.

Prabawati, Charinna Agus. 2015. Evaluasi daya penetrasi etil p-metoksisinamat

hasil isolasi dari rimpang kencur (Kaempferia galanga L) pada sediaan

salep, krim, dan gel. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta.

Walker, J. M. And Rapley, R. 2002. Molekuler Biology and Biotechnology

Britain: Athenaeum Pr.

White, J. 1991. Procaryotic Physiology. London: Prentince Hall.

Page 61: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Widiastutik, Naning., Alami, Nur Hidayatul. 2014. Isolasi dan Identifikasi Yeast

dari Rhizosfer Rhizophora mucronata Wonorejo. Jurnal Sains dan Seni

POMITS. 3 (1): 2337-3520

Wijayakusuma, Hembing, M, H. 2000 . Potensi Tumbuhan Obat Asli Indonesia

sebagai Produk Kesehatan. Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan

Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi.

Wiley, John., Sons, Inc. Current Protocols in Molecular Biology. 2008. Wiley

Interscience

Windono, Tri., Jany., Widji, Suratri. 1997. Aktivitas Tabir Matahari Etil p-

metoksisinamat yang diisolasi dari rimpang kencur. Warta Tumbuhan Obat

Indonesia Volume 3. No. 4

Page 62: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Alur Penelitian

Isolasi kristal etil

p-metoksisinamat

Ekstraksi rimpang

kencur (Kaempferia

galanga L)

EPMS murni

Proses pengambilan

S. cerevisiae pada fase

mid-log dalam medium

cair YEPD (pada proses

pengkulturan)

S. cerevisiae dikultur pada

medium cair YEPD

Ekstraksi hasil

biotransformasi

Proses

biotransformasi

S. cerevisiae ditambahkan

metabolit sekunder kencur

(etil p-metoksisinamat)

Analisis data Hasil ekstraksi dianalisis

dengan KLT

Identifikasi

kristal etil

p-metoksisinamat

dengan

menggunakan

KLT, GCMS

Identifikasi S. cerevisiae

secara makroskopis dan

mikroskopis

Peremajaan kembali

S. cerevisiae

Page 63: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Isolasi Etil p-metoksisinamat

Rimpang kencur

(Kaempferia galanga L)

Pencucian dengan air

mengalir untuk

menghilangkan

kotoran yang

menempel pada

rimpang

Sortasi basah

Dilakukan perajangan lalu

dikeringanginkan di udara

terbuka dan tidak terpapar

sinar matahari langsung

Sortasi

kering

Dilakukan

penimbangan hasil

pengeringan

Dipekatkan dengan vacum

rotary evaporator

Filtrat pekat

Filtrasi dengan kapas

selanjutnya dengan kertas

saring

Kristal etil p-

metoksisinamat

Dilakukkan

kembali

penimbangan

serbuk simplisia

filtrat

Maserasi dengan

n-heksan

Diendapkan

pada suhu ruang

Ampas

Proses

penghalusan

dilakukan

dengan

blender

Rekristalisasi

dengan n-heksan

dan etanol 96% Terbentuk

kristal

Lakukan maserasi berulang

atau remaserasi dengan

n-heksan

Pelarut n-heksan

Page 64: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Komposisi medium yang digunakan

No. Nama Medium Komposisi Jumlah

1 YEPD Broth (Y1375-250G)

Bacteriological peptone

Yeast extract

Glucose

20 g/L

10 g/L

20 g/L

2 YEPD Broth (Y1375-250G) +

Agar

Bacteriological peptone

Yeast extract

Glucose

Agar

20 g/L

10 g/L

20 g/L

15 g/L

Page 65: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4. Tabel Pembuatan Medium YEPD

Metode uji Medium

YEPD Pelarut Jumlah pelarut YEPD Agar

Tempat

penuangan

Proses

sterilisasi

Medium

padat YEPD

aquadest

100 ml 5 gram 1.5 gram

Semua bahan

dihomogenkan dan

dituang dalam

cawan petri

Autoklaf

121oC selama

15 menit

Reaksi dengan

bantuan shaker 1A

Medium cair

YEPD

100 ml 5 gram

-

Semua bahan

dihomogenkan dan

dimasukkan dalam

tabung reaksi

Reaksi dengan

bantuan shaker 1B 225 ml 11.25 gram

Reaksi dengan

bantuan shaker 1C 200 ml

10 gram Reaksi bilayer 3A

Reaksi bilayer 3B 264 ml 13.2 gram

Reaksi statis 2A 295 ml 14.75 gram

Page 66: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 5. Surat Determinasi Tanaman Kencur (Kaempferia galanga L)

Page 67: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Perhitungan rendemen hasil ekstraksi kencur

% rendemen =

x 100% = 5.13%

Lampiran 7. Perhitungan nilai Rf kristal etil p-metoksisinamat hasil isolasi dari

kencur

Nilai Rf =

Nilai Rf =

= 0,5 cm

Page 68: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8. Hasil analisa GCMS senyawa isolat etil p-metoksisinamat dan

senyawa etil p-metoksisinamat literatur

8.1 Spektrum GCMS senyawa etil p-metoksisinamat (Umar et al, 2012)

Keterangan : (a) waktu retensi etil p-metoksisinamat, (b) fragmentasi massa etil

p-metoksisinamat

(a)

(b)

Page 69: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

8.2 Spektrum GCMS senyawa etil p-metoksisinamat (Mufidah, 2014)

Keterangan : (a) waktu retensi etil p-metoksisinamat, (b) fragmentasi massa etil

p-metoksisinamat

(a)

(b)

Page 70: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

8.3 Spektrum GCMS senyawa isolat etil p-metoksisinamat

Keterangan : (a) waktu retensi etil p-metoksisinamat, (b) fragmentasi massa etil

p-metoksisinamat, (c) similarity index etil p-metoksisinamat

(a)

(b)

(c)

161

161

Page 71: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 9. S. cerevisiae secara mikroskopik

Keterangan : (a) Mikroskopis S. cerevisiae NaCl 0,9% dengan perbesaran 10x,

(b) Mikroskopis S. cerevisiae NaCl 0,9% dengan perbesaran 40x

(a)

(b)

Page 72: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 10. Hasil pengamatan proses peremajaan dan inkubasi selama 5 hari

Hari

dan

tanggal

Hasil pengamatan

Nampak depan Nampak belakang

Jumat

13 Mei

2016

Sabtu

14 Mei

2016

Minggu

15 Mei

2016

Page 73: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Senin

16 Mei

2016

Selasa

17 Mei

2016

Page 74: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 11. Data proses biotransformasi

Tanggal uji Metode uji Jumlah S. cerevisiae dan EPMS Eluen dan medium yang

digunakan Parameter Hasil

Reaksi dengan bantuan shaker

18 – 25 Mei

2016

Uji dengan

bantuan shaker

1 = (1A)

S. cerevisiae = 0.143 gram

EPMS = 0.002 gram

n-heksan : etil asetat (9:1)

dan (4:1)

- Fase log (medium baru dengan 3 jam

penambahan proses shaker)

- EPMS tanpa pelarut

- Waktu biotransformasi 5 hari

- Fase medium yang diekstraksi

- Rf belum berubah

masih sama dengan Rf

EPMS murni

30 Mei – 16

Juni

Uji dengan

bantuan shaker

2 = (1B)

- pelarut etanol 96%

S. cerevisiae = 0.027 gram

EPMS = 0.00038 gram

- pelarut DMSO

S. cerevisiae = 0.22 gram

EPMS = 0.0031 gram

n-heksan : etil asetat (9:1) - Fase log (medium baru dengan 3 jam

penambahan proses shaker)

- EPMS dengan pelarut etanol 96% dan

DMSO

- Waktu biotransformasi 7 hari

- Fase medium yang diekstraksi

- Nilai Rf untuk reaksi

1B tidak nampak

Page 75: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

17 Juni – 30

Juni

Uji dengan

bantuan shaker

3 = (1C)

- reaksi 1Ca

S. cerevisiae = 0.0035 gram

EPMS = 0.25 gram

- reaksi 1Cb

S. cerevisiae = 0.131 gram

EPMS = 0.0018 gram

- reaksi 1Cc

S. cerevisiae = 0.172 gram

EPMS = 0.0024 gram

n-heksan : etil asetat (9:1) - Fase mid log (medium lama dengan jam

ke 12 setelah proses shaker) = 1Ca

- Fase log (medium baru dengan 5 jam

penambahan proses shaker) = 1Cb

- Fase log (medium lama dengan 4 jam

penambahan proses shaker) = 1Cc

- EPMS dengan pelarut etanol 96%

- Waktu biotransformasi 11 hari

- Fase medium dan fase endapan yang

diekstraksi

- Reaksi 1Ca nampak

jelas perbedaan nilai

Rf

- Rendemen reaksi 1Ca

yang didapat 11.71 %

- Nilai Rf untuk reaksi

1Cb ada perbedaan

dengan EPMS murni

pada UV dengan

panjang gelombang

365 nm

- Nilai Rf untuk reaksi

1Cc tidak nampak

Reaksi secara statis

1 – 19 Juli Uji secara

statis = (2A)

S. cerevisiae = 0.345 gram

EPMS = 0.0049 gram

n-heksan : etil asetat (9:1) - Fase log (medium lama dengan 4.5 jam

penambahan proses shaker)

- EPMS dengan pelarut etanol 96%

- Waktu biotransformasi 18 hari

- Fase medium yang diekstraksi

- nilai Rf masih sama

dengan EPMS murni

Reaksi bilayer

17 – 22 Juni Uji bilayer 1 =

(3A)

S. cerevisiae = 0.129 gram

EPMS = 0.0129 gram

n-heksan : etil asetat (9:1) - Fase log (medium baru dengan 5 jam

penambahan proses shaker)

- nilai Rf hasil reaksi

bilayer berbeda dengan

Page 76: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pelarut = 3.870 ml - Pelarut yang digunakan (n-heksan :

diklorometan)

- Waktu biotransformasi 3 hari

nilai Rf EPMS murni

24Juni- 1 Juli Uji bilayer 2 =

(3B)

S. cerevisiae = 0.216 gram

EPMS = 0.0216 gram

Pelarut = 6.48 ml

n-heksan : etil asetat (9:1) - Fase log (medium baru dengan 5 jam

penambahan proses shaker)

- Pelarut yang digunakan (n-heksan)

- Waktu biotransformasi 3 hari

- nilai Rf tidak ada

perbedaan dengan EPMS

murni

Page 77: OPTIMASI BIOTRANSFORMASI SENYAWA EPMS (ETIL P ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34280/1/NONI TRI... · 3.3.8.1 Mikroskopis ... 4.3 Identifikasi Senyawa Etil p-metoksisinamat

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 12. Perhitungan nilai Rf hasil reaksi shaker

Nilai Rf =

Nilai Rf reaksi no.3 pada uv 254 nm =

= 0.675 cm

Nilai Rf EPMS murni pada uv 254 nm =

= 0.425 cm

Nilai Rf reaksi no.3 pada uv 365 nm =

= 0.6 cm

Nilai Rf reaksi no.2 pada uv 365 nm =

= 0.575 cm

Lampiran 13. Perhitungan nilai Rf hasil reaksi bilayer

Nilai Rf =

Nilai Rf reaksi no.2 pada uv 365 nm =

= 0.275 cm

Nilai Rf EPMS murni dan reaksi no.2 pada uv 254 nm =

= 0.625 cm