oleh -...
TRANSCRIPT
PENGARUH LATIHAN CAWTHORNE-COOKSEY TERHADAP
PENURUNAN RESIKO JATUH PADA LANSIA di PANTI SOSIAL
TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3 MARGAGUNA JAKARTA
SELATAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)
Oleh :
DINDA EROBATHRIEK
1113104000038
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H / 2017 M
i
ii
FACULTY OF MEDICNE AND HEALTH SCIENCES
SCHOOL OF NURSING
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF
JAKARTA
Undergraduate Thesis, June 2017
Dinda Erobathriek, NIM: 1113104000038
The Effect of Cawthorne-Cooksey exercise for risk of fall in elderly
at Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Margaguna Jakarta Selatan
xvi + 71 page + 5 tables + 2 schemes + 7 attachments + 1 picture
ABSTRACT
The incidence of falls increases along with age of elderly which occurs because of
decreased balance due to aging. This study aims to determine the effect of
Cawthorne-Cooksey exercise to risk of fall in the elderly. this study design is pre-
experimental design, with two group (control group and intervention group)
pretest posttest method. Sample of this study, 30 respondents the subjects were
randomly chosen as per the inclusion criteria and divided into two groups. The
elderly were given Cawthorne cooksey exercise for 2 weeks. Data collect method
is done with Berg Balance Scale. The results of the statistical analays is Test ,
there is . There is a difference on the fall risk 4,8 (P-value< 0.05) in intervation
group and 0,47 (P-value>0.05) in control group with independent T test. It is
suggested that cawthorne cooksey can be teach for elderly to reduce the risk of
falling.
Keywords : Elderly, the risk of falls, balance exercises, Cawthorne-Cooksey
exercise
Reading List: 73(1997-2017)
iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juni 2017
Dinda Erobathriek, NIM: 1113104000038
Pengaruh Latihan Cawthorne-Cooksey Terhadap Penurunan Resiko Jatuh
Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Margaguna
Jakarta Selatan
(xvi + 71 Halaman + 5 Tabel+2 Bagan + 1 Gambar + 7 Lampiran)
ABSTRAK
Seiring bertambahnya usia seseorang bertambah pula resiko jatuh yang
diakibatkan penurunan keseimbangan karena penuaan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh latihan Cawthorne-Cooksey terhadap resiko jatuh
pada lansia. Desain penelitian ini menggunakan desain Pre-Eksperimental, dengan
metode Two Group (kelompok perlakuan dan kelompok kontrol) Pretest Postest
Design. Sampel pada penelitiam ini sebanyak 30 lansia yang sesuai dengan
kriteria inklusi. Lansia pada kelompok perlakuan diberikan latihan keseimbangan
selama 2 minggu. Metode pengukuran resiko jatuh menggunakan Berg Balance
Scale. Berdasarkan hasil uji statistik, terdapat perbedaan rerata skor jatuh
sebanyak 4,8 (P-value< 0.05) pada kelompok intervensi dan sebanyak 0,47 (P-
value>0.05) pada kelompok kontrol dengan Uji T-berpasangan. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan skor resiko jatuh antara kelompok
kontrol dan perlakuan. Lansia disarankan melakukan latihan keseimbangan seperti
Cawthorne-Cooksey untuk mengurangi resiko jatuh.
Kata Kunci : Lanjut usia, risiko jatuh, Latihan Keseimbangan, latihan Cawthorne-
Cooksey
Daftar Bacaan : 73(1997-2017)
iv
v
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Dinda Erobathriek
Temapt/ Tanggal Lahir : Tangerang, 8 Juni 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Kawin
Alamat : Reni Jaya, Jalan Bratasena 3 Blok BB 2 RT
003/014RW 013, Pondok Benda, Pamulang, Kota
Tangerang Selatan
Telepon : 089608086336
Email : [email protected]
Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/
Program Studi Ilmu Keperawatan
PENDIDIKAN
1. 1999 - 2001: TK aisiyah Bustanul adfal
2. 2001 - 2007: SD Muhammadiyah 12 Pamulang
3. 2007 - 2010: SMP Muhammadiyah 22 Pamulang
4. 2010 - 2013: SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan
5. 2013 – Sekarang : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah Subhanahuwata‟ala, kita memuji,
meminta pertolongan dan memohon pengampunan kepada-Nya, dan kita
berlindung kepada Allah dari keburukan diri dan kejahatan amal perbuatan kita.
Aku bersaksi tidak ada Dzat yang berhak diibadahi kecuali Allah, dan aku
bersaksi bahwa Muhammad itu Rasulullah Shollallahu „alaihi wasalam. Atas
berkat rahmat, karunia, dan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Latihan Cawthorne-Cooksey Terhadap Resiko Jatuh
Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Margaguna
Jakarta Selatan”.
Proposal skripsi ini disusun sebagaimana untuk memenuhi salah satu
syarat guna mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Jakarta serta
menerapkan dan mengembangkan teori-teori yang penulis peroleh selama
kuliah. Penulis telah berusaha untuk menyajikan suatu tulisan ilmiah yang rapi
dan sistematik sehingga mudah dipahami oleh pembaca.
Penulis menyadari bahwa penyajian skripsi ini jauh dari sempurna. Hal
ini disebabkan masih terbatasnya pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan
penulis dalam melihat fakta, memecahkan masalah yang ada, serta
mengeluarkan gagasan ataupun saran-saran. Oleh karena itu, segala kritik dan
saran yang berguna untuk menyempurnakan skripsi ini akan penulis terima
dengan hati terbuka dan rasa terima kasih.
ix
Sesungguhnya banyak pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan yang
takterhingga nilainya hingga skripsi ini dapat penulis selesaikan tepat pada
waktunya. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada.
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, selaku dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc, selaku Ketua Program Studi dan Ibu
Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Ratna Pelawati, S.Kp, M.Biomed dan Jamaludin, S.Kp, M.Kep selaku
Dosen Pembimbing, terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah
meluangkan waktu serta memberi arahan dan bimbingan dengan sabar kepada
penulis selama proses pembuatan skripsi ini.
4. Ibu Ratna Pelawati, S.Kp, M.Biomed selaku Dosen Pembimbing Akademik,
terima kasih sebesar- besarnya untuk beliau yang telah membimbing dan
memberi motivasi selama 3 tahun duduk di bangku kuliah.
5. Bapak / Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan
kepada penulis serta seluruh staf dan karyawan di lingkungan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Teristimewa ucapan Terima Kasih kepada Orang tua tercinta, Bapak Bathriek,
SE dan Ibu Dra. Efi Rosita,. Kons yang telah mendidik, mencurahkan semua
kasih sayang tiada tara, mendo‟akan keberhasilan penulis, serta memberikan
x
bantuan baik moril maupun materil kepada penulis selama proses
menyelesaikan proposal skripsi ini. Tak lupa Kakakku Nanda Erobathriek dan
Adikku Anissya Erobathriek dan seluruh keluargaku yang selalu memberikan
semangat tanpa pamrih
7. Segenap Staf Pengajar dan karyawan di lingkungan Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada
saya selama duduk di bangku kuliah.
8. Seluruh Lansia di panti werdha budi mulia 4 margaguna yang bersedia
menjadi responden dalam penelitian ini.
9. Teman-teman PSIK 2013, yang telah berjuang bersama selama 4 tahun di
bangku kuliah ini dan memotivasi dalam mencapai cita -cita.
Pada akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh
dari sempurna, namun penulis harapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat
bagi yang memerlukannya.
Ciputat, Juni 2017
Dinda Erobathriek
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................................... i
ABSTRACT ................................................................................................................. ii
ABSTRAK .................................................................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................ v
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................. vii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... xi
DARTAR TABEL .................................................................................................... xiii
DARTAR GAMBAR ............................................................................................... xiv
DARTAR BAGAN .................................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 4
C. Tujuan penelitian .............................................................................................. 5
D. Manfaaat Penelitian .......................................................................................... 5
E. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7
A. Konsep Lansia ................................................................................................... 7
B. Penuaan ............................................................................................................. 8
C. Resiko Jatuh .................................................................................................... 10
D. Keseimbangan ................................................................................................. 13
E. Latihan Cawthorne-Cooksey ........................................................................... 18
F. Berg Balance scale .......................................................................................... 22
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL PENELITIAN ............................................................................. 28
A. Kerangka konsep penelitian ............................................................................ 28
B. Hipotesis penelitian ......................................................................................... 29
C. Definisi operasional ........................................................................................ 30
BAB IV METODE PENELITIAN .......................................................................... 32
xii
A. Desain Penelitian ............................................................................................. 32
B. Populasi dan Sampel ....................................................................................... 33
C. Lokasi dan waktu penelitian............................................................................ 36
D. Alat Pengumpul Data ...................................................................................... 36
E. Prosedur penelitian .......................................................................................... 37
F. Analisis Data ................................................................................................... 41
G. Etika Penelitian ............................................................................................... 42
BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................. 45
A. Gambaran Tempat Penelitian ............................................................................ 45
B. Analisa Univariat ............................................................................................... 46
C. Hasil Analisa Bivariat ....................................................................................... 48
BAB VI PEMBAHASAN .......................................................................................... 53
A. Karakteristik Subjek Penelitian ....................................................................... 53
B. Pengaruh Cawthorne-Cooksey Terhadap Penurunan Resiko Jatuh pada
Lansia ..................................................................................................................... 58
C. Beda Pengaruh Kelompok Perlakuan dengan Pemberian Cawthorne-
Cooksey dengan Kelompok Kontrol Terhadap Penurunan Resiko Jatuh pada
Lansia. .................................................................................................................... 64
D. Keterbatasan Penelitian ................................................................................... 67
BAB VII PENUTUP .................................................................................................. 68
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 68
B. Saran ................................................................................................................ 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DARTAR TABEL
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia 47
Tabel 5. 2 Rerata Nailai Resiko Jatuh Pretest Dan Posttest ................................. 47
TABEL 5. 3 Uji normalitas distribusi data dengan dengan Kolmogororf dan
Smirnof test ........................................................................................................... 48
Tabel 5.4 Hasil Uji Hipotesis Perbedaan Test Awal Kelompok Eksperimen Dan
Kelompok Kontrol ................................................................................................ 49
Tabel 5.5 Hasil Uji Test Akhir Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol . 50
Tabel 5. 6 Perbandingan Tes Awal dan Tes Akhir pada Kelompok Perlakuan dan
Kontrol .................................................................................................................. 51
xiv
DARTAR GAMBAR
GAMBAR 2 1 Latihan Cawthorne-Cooksey .......................................................................... 19
xv
DARTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Konsep Penelitian ...................................................................... 29
Bagan 4.1 Desain Penelitian ..................................................................................... 329
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Permohonan.................................................................................... 71
Lampiran 2 Surat Pernyataan ...................................................................................... 79
Lampiran 3 Lembar Kuisioner .................................................................................... 80
Lampiran 4 Skala Berg................................................................................................ 81
Lampiran 5 Cek List Cawthorne-Cookesey ................ Error! Bookmark not defined.
Lampiran 6 Data SPSS ................................................................................................ 88
Lampiran 7 Perizinan Penelitian ................................................................................. 99
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari,
berjalan secara terus-menerus dan berkesinambungan (Dekpes RI, 2001
dalam (Maryam, 2011). Proses ini merupakan tahap akhir dari siklus hidup
manusia yang akan dialami oleh setiap individu. Jumlah penduduk lansia di
Indonesia ialah 18 juta penduduk, atau sekitar 7, 59% dari total penduduk
Indonesia (BPS, 2010). Pertambahan usia akan menimbulkan perubahan-
perubahan pada struktur dan fisiologi dari sel, jaringan, organ dan sistem
organ pada tubuh manusia sehingga menyebabkan sebagian besar lansia
mengalami kemunduran dan perubahan pada fisik, psikologis, dan sosial
(Bonder, Otr and Bello-haas, 2009).
Menurut badan pusat statistik (2010), masalah-masalah kesehatan
pada lansia yaitu, gangguan penglihatan 3,17 juta, ganguan mendengar 2,3
juta, gangguan berjalan 2,25 juta dan gangguan berkonsentrasi 1,68 jua jiwa
(BPS, 2010). Masalah-masalah kesehatan tersebut mempengaruhi penurunan
keseimbangan pada lansia (Bloch F et al., 2014). Penurunan fungsi
keseimbangan dapat menyebabkan ketakutan akan jatuh dan menurunkan
aktivitas sehari-hari (Barnedh, 2006). Pengihatan yang menurun pada lansia
disertai ketidak seimbangan postural akan meningkatkan resiko jatuh pada
lansia (Abrahamová and Hlavacka, 2008).
Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang
sadar menjadi berada di permukaan tanah, tanpa disengaja dan tidak termasuk
2
jatuh akibat pukulan keras, kehilangan kesadaran, atau kejang (Stanley,
2006). kejadian jatuh pada lansia yang tinggal di panti seperti panti wherda
berkisar antara 30-50% tiap tahunnya, dan 40 persem diantaranya mengalami
kejadian jatuh yang berulang (WHO, 2007). Menurut Behavioral Risk Faktor
Surveillance System (BRFSS, 2014), Jatuh merupakan penyebab injuri pada
lansia, baik kejadian injuri yang fatal maupun tidak. Selama tahun 2014 di
Amerika Serikat kurang lebih 27 ribu lansia meninggal dikarenakan kejadian
jatuh. Angka Lansia diobati di IGD Karena injuri akibat kejadian jatuh ialah
2,8juta, serta 800ribu diantaranya di hospitalisasi setiap tahun.
Gunarto, (2005) menyatakan bahwa 31%-48% lansia jatuh karena
gangguan keseimbangan. Keseimbangan merupakan kompleks fungsi
sensorimotor yang menuntut integras vestibular, penglihatan dan untuk
menyampaikan informasi untuk menghasilkan motor reflek yang spesifik,
serta dapat mengontrol gravitasi pada tubuh (Soto-Varela et al., 2016).
Stabilitas pada postur dan pandangan saat berdiri dan berjalan di pertahankan
oleh sistem vestibular. Input yang dengan cepat dari visual dan input
somatosensory diinput dalam sistem saraf lalu diteruskan menuju output pada
sistem muskuloskeletal dan sistem penglihatan (Iwasaki and Yamasoba,
2015). Sistem vestibular memberikan informasi dari sistem saraf pusat
mengenai gerakan kepala dan postur tubuh. Agar gerakan dan pandangan
dapat tetap stabil selama pergerakan. vestibular merupakan reseptor yang
berperan dalam garis grafitasi guna mempertahankan keseimbangan
(D‟Silva, et all, 2015). Setiap faktor pada sistem ini memburuk selama proses
penuaan (Iwasaki & Yamasoba, 2015). Lansia menyadari risiko jatuh
3
meningkat pada lansia lain, namun tidak pada dirinya (Yardley & Bishop,
2006). Profesional kesehatan, seperti perawat atau fisioterapi, mungkin
memainkan peran penting dalam meningkatkan kesadaran akan resiko jatuh
pada lansia (Whitney, Alghwiri & Alghadir, 2016).
Cawthorne-Cooksey merupakan jenis rehabilitasi vestibular dimana
pada awalnya aktifitas latihan ini digunakan pada pasien vertigo, pusing
berat, dan penyakit gangguan vestibular lain maupun pada masa pemulihan
pasca-operasi (NHS, 2011). Tujuan Aktifitas latihan Cawthorne-Cooksey
ialah merilekskan leher dan otot pundak, melatih pergerakan mata dan
melatih keseimbangan dalam situasi harian untuk meningkatkan kompensasi
vestibular (Brain & Spine Foundation, 2014). Efektifitas aktifitas latihan
Cawthorne-Cooksey ini di tunjang oleh penelitian Khurana, Gaur, dan
Linjhara, (2015) pada penelitian ini menunjukkan bahwa persentase
penurunan resiko jatuh 19,378 % pada kelompok lansia yang melakukan
latihan Cawtrone-Cooksey. Hal Ini menunjukkan bahwa latihan Cawthorne-
Cooksey meningkatkan keseimbangan bahkan pada lansia.
Panti Werdha Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan merupakan
salah satu panti werdha di Jakarta. Pada bulan Desember berpenghuni 274
orang. Berdasarkan Informasi perawat dan pengelola panti, lansia yang
tinggal di panti pernah mengalami jatuh. Insiden jatuh yang teridentifikasi
oleh petugas panti selama 6 bulan terakhir tercatat sekitar 10 orang yang
melaporkan dirinya jatuh. Kejadian jatuh lainnya tidak terindentifikasi karena
lansia di panti tersbut jarang melaporkan kejadian jatuh.
4
Hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 10 lansia di Panti
Werdha Budi Mulya tiga dengan rentang usia 65-85 tahun diketahui bahwa 5
lansia dari 10 lansia tersebut pernah mengalami jatuh. Berdasarkan
Pemeriksaan keseimbangan menggunakan Berg Balance Scale menunjukkan
bahwa 10 lansia tersebut termasuk dalam kategori resiko jatuh dengan resiko
jatuh ringan (50%), resiko jatuh sedang (30%) dan resiko jatuh berat (20%).
Sampai saat survey yang dilakukan oleh peneliti, di panti tersebut
belum pernah dilakukan aktifitas latihan keseimbangan spesifik melatih
sistem vestibular guna menurunkan resiko jatuh. Hal ini menjadi daya tarik
bagi peneliti untuk melakukan aktifitas latihan untuk meningkatkan
keseimbangan yang bertujuan untuk mencegah dan menurunkan angka
kejadian jatuh pada lansia di Panti werdha budi mulya 3. Berdasarkan uraian
dalam latar belakang diatas peneliti menguraikan rumusan masalah dalam
penelitian ini ialah Bagaimana pengaruh aktifitas latihan Cawthorne-Cooksey
terhap penurunan resiko jatuh pada lansia.
B. Rumusan Masalah
Penuaan mengakibatkan masalah masalah kesehatan pada lansia.
Penurunan seperti perubahan pada penglihatan, masa otot, elastisitas kulit,
serta sistem vestibular yang dapat berdampak pada keseimbangan lansia.
Masalah kesehatan tersebut dapat meningkatkan resiko kejadian jatuh.
Kejadian jatuh pada lansia umumnya dapat di cegah, terutama dengan
rehabilitasi vestibular yang salah satu contohnya merupakan aktifitas latihan
Cawthorne-Cooksey. Hal tersebut membuat peneliti tertarik mengetahui
5
pengaruh dilakukannya aktifitas latihan tersebut dengan hubungnnya terhdap
penurunan resiko jatuh menggunakan skala berg pada lansia.
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya Pengaruh Latihan Cawthorne-Cooksey Terhadap
Penurunan Resiko Jatuh Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 3 Margaguna Jakarta Selatan
2. Tujuan Khusus
Diketahuinya resiko jatuh pada lansia menggunakan skala keseimbangan
berg sebelum dilakukan aktifitas latihan Cawtrone-Cooksey.
a. Diketahuinya resiko jatuh pada lansia menggunakan skala
keseimbangan berg sesudah dilakukan aktifitas latihan Cawthorne-
Cooksey. .
b. Diketahuinya resiko jatuh pada lansia yang tidak melakukan aktifitas
latihan Cawthorne-Cooksey menggunakan skala keseimbangan berg.
c. Diketahuinya perbandingan resiko jatuh pada lansia kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan aktifitas latihan Cawthorne-Cooksey.
D. Manfaaat Penelitian
1. Manfaat untuk Instansi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi maupun
gambaran mengenai resiko jatuh pada lansia yang tidak memiliki riwayat
jatuh. Merupakan tolak ukur untuk melakukan interfensi rutin terhadap
lansia.
6
2. Manfaat Untuk Panti Sosial Tresna Werda
Hasil penelitian ini dapat digunanakan sebagai landasan melakukan
aktifitas latihan Cawthorne- Cooksey yang berguna menurunkan resiko
jatuh pada lansia yang dapat menjadi faktor yang meningkatkan
kemandiran, kulitas hidup serta harga diri pada lansia.
3. Manfaat untuk Peneliti
Sebagai sarana pengaplikasian ilmu yang telah didapat peneliti
serta merupakan pengalaman penelitian pertama agar terpacu untuk lebih
mengembangkan diri dan melakukan penelitian yang dapat berguna dan
dapat diterapkan masyarakat.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuasi eksperimen.
Pada desain ini terdapat 2 kelompok, yaitu kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Kelompok intervensi diberi perlakuan latihan Cawthorne-
Cooksey selama 2 minggu, sedangkan kelompok kontrol tidak. Pengambilan
data dilakukan pada kedua kelompok dan akibat yang diperoleh dari
perlakuan dapat diketahui pasti karena dibandingkan dengan yang tidak
mendapat perlakuan dari peneliti. Peneliti melihat perbedaan pencapaian
antara kelompok intervensi dengan pencapaian kelompok kontrol.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Lansia
Masa tua merupakan suatu masa yang seringkali ditakuti individu
karena dihubungkan dengan kehilangan masa-masa yang menyenangkan dan
indah, serta hal-hal yang dimiliki berangsur-angsur akan hilang seperti
kecantikan, kegagahan, jabatan dan status sosial. Definisi lansia menurut UU
Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia adalah penduduk yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas (BPS, 2010). Lansia adalah tahapan dimana
individu ada pada usia tertentu, yang dikategorikan menjadi lansia awal (young-
old) antara 65 sampai 74 tahun, lansia pertengahan (middle old) antara 75
sampai 84 tahun dan lansia akhir (oldold) 85 tahun atau lebih (Miller, 2012).
Lansia Menurut WHO dalam Nugroho, (2008) klasifikasi lansia dibagi dalam 4
kategori yaitu, usia pertengahan kelompok usia 45-59 tahun, usia lanjut 60-74
tahun, usia lanjut tua antara 75-90 tahun, Usia sangat tua diatas 90 tahun.
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan
tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh. Proses ini ditandai
dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang
dapat berkomplikasi pada kematian. Hal tersebut disebabkan sering
meningkatnya usia. sehingga terjadi perubahan struktur dan fungsi sel, jaringan
serta sistem organ (Fatimah, 2010). Salah satu perubahan fisik yang terjadi pada
lansia yaitu perubahan morfologis pada otot yang menyebabkan perubahan
fungsional otot, yaitu terjadi penurunan kekuatan dan kontraksi otot, elastisitas
dan fleksibilitas otot, serta kecepatan dan waktu reaksi. Penurunan fungsi dan
8
kekuatan otot akan mengakibatkan penurunan kemampuan mempertahankan
keseimbangan postural atau keseimbangan tubuh lansia. Gangguan
keseimbangan tubuh merupakan masalah yang sering terjadi pada lansia.
Apabila gangguan keseimbangan ini tidak dikontrol maka akan meningkatkan
risiko jatuh pada lansia (Mehta et al, 2014).
B. Penuaan
Proses penuaan merupakan siklus kehidupan ditandai dengan
menurunnya berbagai fungsi organ tubuh. Tubuh menjadi rentan terhadap
berbagai serangan penyakit (Fatimah , 2010). Perubahan yang terjadi pada lansia
diantaranya meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ
tubuh, seperti sistem pernafasan, neurologi, pendengaran, penglihatan,
kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskolosketal, gastrointestinal,
urogenital, endokrin, dan integumen (Padila, 2013). Salah satu kemunduran
fisik yang terjadi saat aging ialah penurunan keseimbangan.
Penurunan kesimbangan ini disebabkan oleh berbagai macam faktor
di antaranya adalah adanya gangguan pada sistem sensorik, gangguan pada
sistem saraf pusat (SSP), maupun adanya gangguan pada sistem
muskuloskeletal. Informasi mengenai posisi tubuh terhadap lingkungan atau
gravitasi diberikan oleh sistem sensorik, sedangkan sistem saraf pusat berfungsi
untuk memodifikasi komponen motorik dan sensorik sehingga stabilitas dapat
dipertahankan melalui kondisi yang berubah-rubah. Gangguan pada sistem
sensorik meliputi gangguan pada sistem visual, vestibular, dan somatosensoris
(Soto-Varela et al, 2016).
9
Perubahan pada sistem muskuloskeletal meliputi penurunan kekuatan
otot sekitar 30%-50%, terutama terjadi pada ekstremitas bawah (Miller, 2012).
Penurunan kekuatan otot yang disebabkan oleh penurunan massa otot, ukuran
otot menjadi mengecil. Penurunan massa otot lebih banyak terjadi pada
ekstremitas bawah karena sel otot yang mati digantikan oleh jaringan ikat dan
lemak. Akibatnya kekuatan atau jumlah daya yang dihasilkan oleh otot menurun
dengan bertambahnya usia (Padila, 2013).
Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang,
kartilago, dan jaringan pengikat mengalami perubahan bentangan cross linking
yang tidak teratur yang mengakibatkan terjadinya kekakuan. Penuaan yang
terjadi pada sendi dan jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament, dan
fasia mengalami penurunan elastisitas dan daya lentur sehingga sendi menjadi
kaku, menyebabkan lansia takut untuk mengerakan sendi karena nyeri, namun
hal tersebut dapat memperburuk kekakuan sendi (Serra et al, 2016). Pada tulang
terjadi penurunan kepadatan. Gangguan pada muskuloskeletal tersebut dapat
menjadi hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Wallance, 2008).
Sistem visual seperti sistem organ lain mengalami degenerasi karena
proses penuaan. Pada sistem visual lansia, terjadi penebalan jaringan fibrosa dan
atrofi serabut saraf, berkurangnya sel-sel reseptor di retina, serta perubahan
elastisitas lensa dan otot siliaris. Penurunan fungsi visual tersebut, menyebabkan
masalah dalam persepsi bentuk dan kedalaman serta informasi visual mengenai
posisi tubuh yang diperlukan untuk kontrol postural (Barnedh, 2006).
Sistem lain yang mengalami penurunan fungsi adalah sistem
vestibular. Perubahan degeneratif tersebut mengenai organ vestibular seperti:
10
otolith, epithelium sensorik dan sel rambut, nervus vestibularis, dan serebelum.
Makula secara progresif mengalami demineralisasi dan menjadi terpecah-pecah.
Hal ini mengakibatkan penurunan kemampuan dalam menjaga respon postural
terhadap gravitasi dan pergerakan linear. Selain itu terjadi pula atrofi sel rambut
disertai pembentukan jaringan parut dan setelah usia di atas 70 tahun terjadi
penurunan sebanyak 20% jumlah sel rambut di makula dan 40% di krista
ampularis kanalis semisirkularis (Barnedh, 2006).
Perubahan–perubahan diatas menyebabkan penurunan keseimbangan,
dapat menimbulkan gangguan keseimbangan maupun gangguan patologis
lainnya yang menyebabkan terganggunya keseimbangan (Abrahamová and
Hlavacka , 2008). Penyebab gangguan keseimbangan cukup komplek dapat
disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, kegemukan, trauma kepala (Head Injury),
gangguan sirkulasi darah yang mempengaruhi telinga bagian dalam atau otak,
faktor usia, dan gangguan vestibular pada bagian tepi, gangguan vestibular pada
bagian tengah yaitu sebuah problem pada otak dan saraf yang
menghubungkannya (Guzman, Ines, et al, 2013). Jika keseimbangan lansia
tidak dikontrol, maka akan dapat meningkatkan risiko jatuh pada lansia
(Siburian, 2006).
C. Resiko Jatuh
Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang
sadar menjadi berada di permukaan tanah tanpa disengaja yang merupakan
masalah fisik yang sering dialami lansia akibat proses penuaan dan tidak
termasuk jatuh akibat pukulan keras, kehilangan kesadaran, atau kejang.
Kejadian jatuh tersebut berasal dari penyebab yang spesifik berbeda dari
11
mereka yang dalam keadaan sadar mengalami jatuh (Stanley, 2006). Insiden
jatuh di Indonesia tercatat dari 115 penghuni panti sebanyak 30 lansia atau
sekitar 43.47% mengalami jatuh (Martono & Darmojo, 2004).
Resiko jatuh merupakan kondisi dimana terjadi peningkatan
kerentanan terhadap jatuh, yang dapat menyebabkan kerusakan fisik dan
kesehatan (NANDA, 2014). Faktor risiko jatuh pada lansia terdiri dari faktor
intrinsik (host dan aktivitas) dan faktor ekstrinsik (lingkungan dan obat-
obatan). Faktor instrinsik Adalah variabel-variabel yang menentukan mengapa
seseorang dapat jatuh pada-waktu tertentu dan orang lain dalam kondisi yang
sama mungkin tidak jatuh (Stanley, 2006). Faktor ekstrinsik antara lain
lingkungan yang tidak mendukung meliputi cahaya ruangan yang kurang
terang, lantai yang licin, tempat berpegangan yang tidak kuat, tidak stabil, atau
tergeletak dibawah, tempat tidur atau wc yang rendah atau jongkok, obat-
obatan yang diminum dan alat-alat bantu berjalan (Barnedh, 2006)
Resiko jatuh meningkat seiring bertambahnya usia. Observasi faktor
resiko jatuh dapat membantu dalam menilai masalah kesehatan Kejadian jatuh
berulang akibat penurunan rentang gerak serta kurangnya aktifitas. Menurut
Stanley (2006), akibat jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera,
kerusakan fisik dan psikologis.
Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah patah
tulang panggul. Dampak psikologis dapat terjadi walaupun cedera fisik tidak
terjadi, syok setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak
konsekuensi termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri, pembatasan dalam
aktivitas sehari-hari, falafobia atau fobia jatuh. Pada lansia yang telah
mengalami jatuh dan mendapat perawatan di rumah sakit, kemungkinan
12
meninggal dunia . Dilihat dari dampak jatuh, pencegahan terjadinya jauh perlu
dilakukan karena apabila terjadi jatuh, dapat meberatkan kondisi lansia
(Martono & Darmojo, 2004).
Upaya pencegahan perlu dilakukan untuk meminimalisir kejadian
jatuh pada lansia. Pencegahan Pencegahan jatuh pada lansia di panti (Miller,
2012):
a) Identifikasi lansia yang berisiko jatuh
Selama pengkajian awal, identifikasi resiko jatuh (seperti;obat-obatan,
riwayat jatuh, kerusakan kognitif, penurunan fungsi penglihatan,
gangguan mobilisasi, lansia yang berumur 75 tahun atau lebih). Kaji dan
dokumentasikan faktor risiko jatuh. Kaji kembali resiko jatuh secara
regular untuk mengantisipasi (misalnya tiap shift, setiap hari, saat terjadi
perubahan fungsi dan status kesehatan lansia). Gunakan kode warna
(misalnya menggunakan stiker berwarna terang, menggunakan pita atau
gelang berwarna pada lengan lansia yang berisiko jatuh, atau meletakkan
tanda tersebut di tempat tidur atau di pintu kamar) yang mengindikasikan
lansia berisiko jatuh dan sedang mengikuti program pencegahan jatuh.
b) Beri pendidikan kesehatan pada petugas, lansia, dan keluarga.
Instruksikan pada lansia dan keluarga tentang program pencegahan jatuh
menggunakan brosur yang berisi informasi tentang cara pencegahan
jatuh dan cara memperoleh bantuan jika terjadi jatuh pada lansia.
Berikan pelatihan dan pendidikan kesehatan tentang program
pencegahan jatuh, faktor risiko jatuh pada lansia, terutama faktor- faktor
tersebut berpengaruh terhadap petugas (misalnya pemasangan restraints,
penggunaan sepatu).
13
c) Intervensi pada semua lansia yang berisiko jatuh Orientasikan lansia
terhadap lingkungan. Memberitahuka lansia untuk memencet bel atau
memanggil perawat jika membutuhkan pertolongan. Pastikan posisi
tempat tidur lansia rendah. Dokumentasikan intervensi pencegahan jatuh
pada status lansia. Proses implementasi dengan memberikan perhatian
khusus pada lansia yang berisiko jatuh dan melakukan program
pencegahan jatuh
D. Keseimbangan
Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan
posisi pada bidang vertikal dan seluruh usaha untuk mempertahankannya
(Umphred et al, 2013). Keseimbangan sangat berpengaruh pada aktivitas
fungsional sehari-hari dari posisi duduk, berdiri, berjalan dan berlari.
Keseimbangan terbagi menjadi 2 yaitu statis dan dinamis (Abrahamová and
Hlavacka, 2008). Keseimbangan juga dapat diartikan sebagai kemampuan
untuk mempertahankan pusat gravitasi (center of gravity) atas dasar dukungan
bidang tumpu (base of support) (Susan L et,all, 2011).
Keseimbangan statis adalah kemampuan untuk mempertahankan
posisi tubuh dimana Center of Gravity (COG) tidak berubah. Contoh
keseimbangan statis saat berdiri dengan satu kaki. Keseimbangan dinamis
adalah kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh dimana COG selalu
berubah, contoh saat berjalan. Keseimbangan merupakan integrasi yang
kompleks dari sistem somatosensorik (visual, vestibular, proprioceptive) dan
motorik (musculoskeletal, otot, sendi jaringan lunak) yang keseluruhan
kerjanya diatur oleh otak terhadap respon atau pengaruh internal dan eksternal
tubuh (Herdman, 2007).
14
Banyak komponen fisiologis dari tubuh manusia memungkinkan kita
untuk melakukan reaksi keseimbangan. Bagian paling penting adalah
propriosepsi yang menjaga keseimbangan. Kemampuan untuk merasakan
posisi bagian sendi atau tubuh dalam gerak (Brown et al., 2006). Beberapa
jenis reseptor sensorik di seluruh kulit, otot, kapsul sendi, dan ligament
memberikan tubuh kemampuan untuk mengenali perubahan lingkungan baik
internal maupun eksternal pada setiap sendi yang akhirnya berpengaruh pada
peningkatan keseimbangan (Riemann et al., 2002).
Keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh sistem indera yang terdapat di
tubuh manusia bekerja secara bersamaan jika salah satu sistem mengalami
gangguan maka akan terjadi gangguan keseimbangan pada tubuh (imbalance),
sistem indera yang mengatur/mengontrol keseimbangan seperti visual,
vestibular, dan somatosensoris (Freiria et al, 2015).
Sistem visual, mata mempunyai tugas penting bagi kehidupan
manusia yaitu memberi informasi kepada otak tentang posisi tubuh terhadap
lingkungan berdasarkan sudut dan jarak dengan obyek sekitarnya. Dengan
input visual, maka tubuh manusia dapat beradaptasi terhadap perubahan yang
terjadi dilingkungan sehingga sistem visual langsung memberikan informasi ke
otak, kemudian otak memerikan informasi agar sistem musculoskeletal (otot &
tulang) dapat bekerja secara sinergis untuk mempertahankan keseimbangan
tubuh (Prasad et al., 2011). Reseptor visual memberikan masukan tentang
orientasi mata dan posisi kepala, yang sangat berperan penting terutama pada
saat berada pada landasan penunjang yang tidak stabil sebab itu goyangan
anteroposterior kerap berkurang saat mata terbuka dibandingkan saat mata
15
16
17
leher), dimana bagian ini akan menjadi suatu terminal dari ganglia saraf
trigeminal atau ganglia dari saraf sensorik kranial lainnya (Bonder et al, 2009).
Neuron kedua dimana neuron ini berada di medulla spinalis dan brain stem dan
meiliki sel tubuh yang baik. Akson neuron ini naik ke sisi berlawan di medulla
spinalis dan brain stem, (Akson dari banyak neuron berhenti pada bagian
thalamus (Ventral Posterior nucleus, VPN), dan yang lainnya pada sistem
retikuler dan cerebellum. Third neuron (ketiga) Dalam hal sentuhan dan
rangsangan nyeri, neuron ketiga memiliki tubuh sel dalam VPN dari thalamus
dan berakhir di gyrus postsentralis dari lobus parietal.
Jika seseorang berdiri di atas permukaan yang tidak bergerak dengan
lapangvisual yang stabil, maka input visual dan somatosensorik mendominasi
kontrol orientasi dan keseimbangan karena mereka merupakan sistem
keseimbangan yang lebih sensitif dari sistem vestibular terhadap perubahan
posisi tubuh yang halus. Sistem somatosensorik khususnya proprioseptif lebih
sensitif terhadap perubahan cepat dari orientasi tubuh, sedangkan sistem visual
lebih sensitif terhadap perubahan posisi yang lebih lambat. Sedangkan bila
seseorang berdiri di atas permukaan yang bergerak atau miring, otot-otot
batang tubuh dan ekstremitas bawah berkontraksi dengan cepat untuk
mengembalikan pusat gravitasi tubuh ke posisi seimbang. Dalam hal ini yang
berperan adalah sistem proprioseptif dan vestibular. Sistem vestibular terutama
berperan dalam perubahan posisi yang lambat. Sedangkan perubahan posisi
yang cepat terutama dikompensasi oleh sistem proprioseptif (Barnerdh, 2006).
18
E. Latihan Cawthorne-Cooksey
Perawat merupakan peran yang ideal untuk mengajarkan Intervensi
diperlukan untuk membantu lansia untuk berpartisipasi dalam program latihan.
Membantu lansia memilih program latihan yang akan mereka jalani, serta
mendorong mereka untuk latihan, adalah faktor kunci dalam memotivasi
mereka untuk berolahraga. Intervensi dengan latihan keseimbangan melalui
senam lansia dapat dilakukan oleh perawat komunitas atau petugas
sosial(Setyoadi, Utami & Septina, 2013).
Program latihan yang ideal ialah menggabungkan latihan kekuatan,
fleksibilitas, dan keseimbangan. Latihan keseimbangan adalah serangkaian
gerakan untuk meningkatkan melalui pemanasan, strengthening (Kloos
&Heiss, 2007). Terapi rehabilitasi vestibular (vestibular rehabilitation
therapy/VRT) merupakan terapi fisik yang bertujuan terapi ini adalah
untukmengurangi pusing, meningkatkan keseimbangan, dan mencegah
seseorang jatuh dengan mengembalikan fungsi sistem vestibular (Herdman,
2007). Adaptasi vestibular melibatkan penyesuaian kembali untuk
memperbaiki VOR atau vestibulospinal reflex, dimana substitusi vestibular
menggunakan strategi-strategi alternatif untuk menggantikan fungsi vestibular
yang hilang. Istilah “kompensasi vestibular” kebanyakan digunakan sebagai
sinonim untuk substistusi vestibular(Han, Song, & Kim, 2011). Peningkatan
pada sistem vestibular dapat meningkatkan kualitas hidup pada lansia (Freiria
et al, 2015). Latihan sederhana rehabilitasi vestibular dapat meningkatkan
kemandirian lansia dalam aktifitas harian (Shahanawaz, 2015).
Cawthorne-Cooksey atau dikenal dengan terapi kepala Cawthorne,
merupakan jenis terapi vestibular pertama kali digunakan tahun 1940 (Schubert
19
20
merupakan kunci untuk meningkatkan stabilitas tatapan (visual), Sedangkan latihan
dilakukan sambil berdiri tandem serta berdiri satu kaki adalah kunci untuk
meningkatkan stabilitas postural (proprioseptif). Pada gerakan untuk melatih
stabilitas tatapan terdapat gerakan, Saccades yaitu Gerakan mata ketika bergerak
dari satu fixasi ke fixasi berikutnya. Convergence yaitu mengerakan mata untuk
mengikuti objek yang mendekati wajah. Pursuits mengerakan mata secara halus
saat mengikuti objek yang bergerak (Clancy, 2009).
Gerakan- gerakan tersebut merangsang Vestibulo-ocular reflex yang
mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat objek yang bergerak kemudian
meneruskan ke batang otak melalui saraf kranialis tepatnya di nukleus
vestibular. Input dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui
medula spinalis terutama ke motor neuron untuk menginervasi otot-otot
proksimal yaitu kumpulan otot-otot pada leher dan otot-otot punggung (otot
pustural). Sistem berinteraksi sangat cepat sehingga membantu
mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot potural
(Simoceli, Saraiva, Bittar, & Sznifer, 2008).
Gerakan memperbaiki proprioseptif salah satunya ialah berjalan pada
garis lurus. Latihan ini dapat meningkatkan keseimbangan postural bagian
lateral, yang berperan dalam mengurangi resiko jatuh pada lansia. Merupakan
salah satu jenis latihan yang sering digunakan di latihan keseimbangan
(Batson,, 2009). Latihan ini merupakan salah satu latihan yang bertujuan untuk
melatih sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi otot dan
gerakan tubuh.
Cawthorne-Cooksey telah sering dilakukan dalam latihan
keseimbangan dan dapat dilakukan pada lansia normal (Macias, Massingale, &
21
Gerkin, 2005). Latihan ini bentuk pada latihan keseimbangan pada lansia dalam
penelitian (Umi Budi & Itoh, 2006 ;.Danar, 2015). Keselamatan adalah
perhatian utama pada latihan ini. Edukasi dan instrumen untuk keselamatan
harus selalu dapat diakses oleh pasien. Terapi ini aman, efektif, dan tanpa efek
samping (Han et al., 2011).
Efektifitas aktifitas latihan Cawthorne-Cooksey ini di tunjang oleh
penelitian Khurana, Gaur, & Linjhara (2015) untuk mengetahui pengaruh
pendekatan terapi yang spesifik untuk sistem vestibular dengan penerapan
aktivitas latihan, untuk mengamati apakah latihan menghasilkan perbaikan
motorik dan memberikan kontribusi untuk meningkatkan keseimbangan dan
mengurangi risiko jatuh dengan hasil 19,378 persen penurunan dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Hal Ini menunjukkan kesimpulan bahwa
Cawthorne-Cooksey latihan meningkatkan keseimbangan bahkan pada lansia
normal.
Latihan Cawthorne-cooksey menutut (Shahanawaz, 2015) dalam
jurnal yang berjudul Effect Of Vestibular Rehabilitation In Improving Daily
Life Functions In Elderly didapatkan bahwa efektifitas latihan ini sudah
signifikan pada 2 minggu dilakukannya penelitian. Berdasarkan hasil analisis
statistik studi ini menemukan bahwa program latihan sederhana rehabilitasi
vestibular yang melibatkan gerakan kepala latihan dengan latihan stabilitas
postural, efektif dalam meningkatkan kemandirian saat melakukan aktivitas
sehari-hari.
22
F. Berg Balance scale
Pengertian Tindakan Berg Balance Scale ( BBS) Tes klinis yang
sering digunakan untuk mengukur kemampuan keseimbangan statis dan
dinamis seseorang. Terdapat 14 perintah dalam Berg Balance Scale yang
merupakan item-item keseimbangan harian. Skala Berg dinilai dengan
menggunakan skala ordinal (Langley & Mackintosh, 2007). pengukuran
dengan skala 0 sampai 4. Nilai 0 diberikan apabila pasien tidak mampu
melakukan tugas yang diberikan dan nilai 4 diberikan apabila pasien mampu
melengkapi tugas sesuai kriteria yang diberikan. Nilai maksimum untuk
pengukuran ini adalah 56. Berg Balance Scale dinilai sebagai prediktor yang
paling efektif untuk jatuh dan gangguan keseimbangan serta sudah beberapa
kali divalidasi (Neuls et al, 2011).
Persiapan yang diperlukan dalam pengukuran Berg Balance Scale
diantaranya, Stopwatch atau jam tangan, Penggaris atau penanda dengan
penanda 5 cm, 12,5 cm, dan 25 cm, Kursi dengan penyangga lengan dan kursi
tanpa penyangga lengan, Objek untuk diambil dari lantai, kursi kecil atau step
tool, Form penilaian. Berg balance scale dilakukan 15 – 20 menit (Berg
Scale, 2012).
Hal – hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran ini ialah, Tes
dilakukan pada lingkungan yang aman penting untuk dilakukan . Klien harus
sadar dan mampu mengerti perintah yang diberikan, Tes bisa dihentikan jika
lansia merasa pusing atau tidak kuat. Prinsip tindakan ini dimulai dari gerakan
yang paling mudah. Dokumentasikan nama, tanggal, waktu, jam dan respon
lansia.
23
Lima penelitian menginvestigasi hubungan BBS dengan populasi
pada lansia. Empat penelitian menggunakannya pada komunitas lansia
sedangkan 1 penelitian pada nursing home care. Penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa range sensitivitas antara 53% - 88,2%, spesifisitas
antara 53% - 96%, dan cutoff scores antara 46 – 54. Peneliti juga
menyimpulkan bahwa lansia yang memiliki score BBS dibawah 46
kemungkinan memiliki resiko yang besar untuk mengalami jatuh (Nugraha,
2015). Para peneliti menyatakan bahwa Berg balance scale adalah alat yang
terbaik untuk memprediksi resiko jatuh pada lansia (Vincent, 2007).
24
KERANGKA TEORI
Lansia mengalami
proses degeneratif
Penurunan Resiko
Jatuh(Khurana et al.,
2015)
( Barnerdh, 2006Khurana et al., 2015; MILLER, 2012; NHS,
2011 ; )
Latihan Cawthorne -
cooksey
Peningkatan kompensasi
sistem vestibular
Bagan 2.1 Kerangka Teori
28
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian
dan definisi operasional penelitian. Kerangka konsep penelitian diperlukan
sebagai landasan berpikir untuk melakukan suatu penelitian yang
dikembangkan dari tinjauan teori yang telah dibahas. Hipotesis penelitian
untuk menetapkan hipotesis nol atau alternatif. Sedangkan definisi operasional
adalah untuk memperjelas maksud dan tujuan suatu penelitian yang dilakukan.
A. Kerangka Konsep Penelitian
Penuaan mengakibatkan penurunan sistem persarafan melakukan
reorganisasi dalam bentuk adanya interkoneksi baru pada saraf berubah dan
beradabtasi terhadap kebutuhan fungsional .Penuaan yang terjadi pada lansia
berpengaruh terhadap peningkatan resiko jatuh pada lansia. Kejadian jatuh
dapat meningkatkan kejadian disabilitas pada lansia serta masalah masalah
kesehatan lain. Intervensi mandiri yang dapat dilakukan perawat salah satunya
ialah aktifitas latihan Cawthorne-Cooksey yang merupakan salah satu jenis
latihan vestibular yang dapat meningkatkan keseimbangan pada lansia dengan
melatih sistem vestibular yang dapat mempengaruhi perkembangn kemmpuan
saraf pada lansia.
29
Bagan 3. 1 Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep diatas memberikan gambaran akan dilakukan
intervensi aktifitas latihan Cawthorne-Cooksey pada penelitian ini. Lansia
yang belum pernah memiliki resiko jatuh yang berada di panti sosial.
Variabel independent pada penelitian ini adalah lansia terdiri dari
kelompok intervensi dan kelompok kontrol yang dengan karakteristik
meliputi usia , riwayat jatuh 3 bulan terakhir. Variabel dependent
penurunan resiko jatuh berdasarkan Berg Balance Scale
B. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka konsep yang sudah
dibuat maka hipotesis penelitian yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
Ho: Tidak Ada perbedaan resiko jatuh berdasarkan hasil ukur Berg Berg
Scale antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi setelah
dilakukan latihan mandiri terhadap kelompok intervensi.
Ha: Ada perbedaan resiko jatuh berdasarkan hasil ukur Berg Balance
Scale antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi setelah
dilakukan latihan mandiri terhadap kelompok intervensi
Lansia Melakukan
Aktifitas laihan Cawthorne and
Cooksey
Penurunan Resiko jatuh
Pada Lansia
Variabel Independen
Variabel Dependen
30
C. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel, skala pengukuran, cara dan hasil
pengukuran dari variabel-variabel dalam penelitian ini diuraikan dalam
rangka memberikan batasan dalam istilah yang operasional, dengan
tujuan agar tidak ada makna atau pengertian ganda dari istilah yang
digunakan sehingga kerancuan dalam pengukuran, analisis serta
kesimpulan dapat dihindarkan. Definisi operasional tersebut diuraikan
dalam tabel berikut ini :
31
Variabel Definisi operasional Alat bantu Cara ukur Hasil ukur Skala
Independen
Lansia
Kelompok
penduduk yang
berumur diatas 60
tahun
Kuisioner
Seleksi data
demografi lansia
sesuai kriteria
inklusi dan
eksklusii
1 = Kelompok kontrol
2 = kelompok intervensi
Nominal
Dependent
Penurunan
resiko jatuh
Penurunan resiko
jatuh berdasarkan
pengukuran dalam
pengukuran skala
Berg
Berg
Balance
Scale
Melakukan
Pengukuran
dengan 14 poin
skala ukur berg.
0-56 besar sesuai skala
keseimbangan Berg
Ordinal
Intervensi
Latihan
Cawthorne –
Cooksey
Serangkaian gerakan
yang merangsang
perkembangan
vestibular yang dapat
meningkatkan
keseimbangan tubuh
Cek list Melakukan observasi
aktifitas latihan yang
dilakukan.
1 = Dikerjakan
0 = Tidak dikerjakan
Nominal
TABEL 3.1 Definisi Operasional
32
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuasi eksperimen.
Pada desain ini terdapat 2 kelompok, yaitu kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Kelompok intervensi diberi perlakuan latihan
Cawthorne-Cooksey selama 2 minggu, sedangkan kelompok kontrol tidak.
Pengambilan data dilakukan pada kedua kelompok dan akibat yang
diperoleh dari perlakuan dapat diketahui pasti karena dibandingkan dengan
yang tidak mendapat perlakuan dari peneliti. Peneliti melihat perbedaan
pencapaian antara kelompok intervensi dengan pencapaian kelompok
kontrol (Arikunto, 2006).
Keterangan :
O1= pretest resiko jatuh dengan Berg Balance Scale
O2= posttest resiko jatuh dengan Berg Balance Scale
CC = Perlakuan latihan Cawthorne-Cooksey kelompok perlakuan
Q1
Bagan 4.1 Desain Penelitian
Perlakuan
Kontrol
CC
Q1
Q2
Q2
33
B. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah
274 Warga Binaan Sosial (WBS) Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulya 3 Jakarta Selatan.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki karakteristik
sama dengan populasi yang akan dijadikan obyek penelitian
(Notoatmodjo, 2010). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan purposive sampling dimana pengambilan sampel secara
purposive didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat
oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang
sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010).
Adapun responden dalam penelitian ini adalah yang memiliki
kriteria inklusi yang di cek bersamaan dengan sebagai berikut :
a. Bersedia menjadi responden
b. Usia 60-70
c. Lansia kelompok mandiri
d. Pasien yang belum pernah dilakukan aktifitas latihan Cawthorne-
Cooksey
e. Pasien dapat berkomunikasi secara verbal.
34
Responden yang sudah memenuhi kriteria inklusi dilakukan
pengecekan kriteia eksklusi diantaranya:
a. Memiliki riwayat kejang berulang
Pengecekan dilakukan peneliti dengan melakukan wawancara, serta
seleksi rekam medis lansia.
b. Memiliki hipotensi Ortostatik
Hipotensi ortostatik pemeriksaan dengan memeriksa tekanan darah
2 kali. Pertama saat berbaring, kedua saat berdiri dalam kurun
waktu 3 menit. Fipotensi ortostatik dikatakan bila terlihat turunnya
tekanan darah sistolik (TDS) 20 mmHg atau turunnya tekanan
darah diastolik (TDS) 10 mmHg pada saat perubahan posisi, dari
posisi tidur ke posisi tegak (Stanley, 2006).
c. Memiliki gangguan mobilisasi
Pengecekan dilakukan dengan melakukan observasi pada gerakan
lansia saat melakukan mobilisasi.
d. Mengkonsumsi medikasi antidepresan, anti aritmia,digosin
Pemeriksaan dilakukan dengan pengecekan riwayat kesehatan
lansia serta obseervasi dan wawancara penggunaan obat pada
lansia.
35
c. Pengukuran Sampel
Menggunakan Rumus Analisis Numerik Berpasangan
n2
n2
= 15
Ket :
= Sampel kelompok 1 ( kelompok perlakuan )
= Sampel kelompok 1 ( kelompok kontrol )
= Deviat baku alfa, kesalahan tipe satu ditetapkan sebesar 5%, hipotesis
satu arah, sehingga didapatkan 1,64 (Dahlan, 2013)
= Deviat baku beta , kesalahan tipe dua ditetapkan sebesar 10%,
hipotesis satu arah, sehingga didapatkan 1,28 (Dahlan, 2013)
= Simpangan baku ( 2 (Khurana et al., 2015)
= Selisih rerata minimal yang dianggap bermakna 1,5 (Khurana et
al., 2015)
Total Sampel yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 30, yang
terdiri dari 15 kelompok kontrol dan 15 kelompok perlakuan. Dari jumlah
36
tersebut sampel tiap kelompok di tambahkan 10% untuk mengantisipasi
drop-out sehingga total sampel menjadi 34(n1=n2=17).
C. Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi penelitian yang digunakan adalah Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulya 3 Jakarta Selatan. Peneliti memilih Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulya 3 Jakarta Selatan sebagai lokasi penelitian
dengan alasan Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulya 3 yang
termasuk dalam wilayah Jakarata selatan sebagai tempat pengambilan data
dengan alasan PSTW ini merupakan PSTW dengan jumlah lansia
memadai dan merupakan tempat pusat penelitian berbagai mahasiswa
kesehatan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Febuari-Maret 2017,
setelah pengambilan data selesai dilakukan analisis dan pengolahan data.
D. Alat Pengumpul Data
Skala keseimbangan berg (BBS/Berg Balance Scale) dirancang
untuk memberikan tantangan bagi pasien untuk menjaga keseimbangan
mereka dengan cara bertahap mengurangi basis penyangga tubuh, tahap
awal mulai dengan posisi duduk sampai berdiri satu kaki. Perpindahan
basis penyangga tubuh, berputar dan menjangkau juga dinilai. Tes
tersebut juga memakai maneuver yang umum dipakai pada pemeriksaan
neorologis seperti tes Romberg dan tendem. Skala ini mempunyai 14
item dimana setiap item mendapat nilai 0 sampai 4. Nilai 0 diberikan bila
pasien tidak mampu melakukan tugas yang diberikan dan 4 bila pasien
mampu melengkapi tugas sesuai kriteria untuk dilakukan dan hanya
37
membutuhkan stop watch penggaris 2 kursi dan bangku kecil.(Barnedh,
2006)
Skala BBS mempunyai koefisien yang tinggi yaitu 0,97-0,98.
Skala keseimbangan berg ini dinilai sebagai prediktor yang paling efektif
untuk jatuh dan gangguan keseimbangan dan sudah beberapa kali
divalidasi. Sensitifitas dan spesifitas skala keseimbanagn berg lebih
tinggi yaitu sensifitas 82,5% dan spesifitas 93%., dibandingkan skala
klinis lain seperti skala keseimbangan tinetti yang memiliki sensitifitas
70% dan spesifitas 52%. BBS dapat mengreprentasikan kemampuan
keseimbangan postural lansia yang sejalan dengan guna perlakuan
aktifitas latihan Cawthorne-Cooksey.
E. Prosedur penelitian
Penelitian dimulai setelah proposan disetujui pembimbing dan
penguji, selanjutnya peneliti melakukan prosedur administrative dan
prosedur teknis.
1. Prosedur administratif
a. Membuat surat izin penelitian dan pengambilan data di Bidang
Akademik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kedokteran UIN syarif
Hidayatullah Jakarkta yang diajukan untuk pusat pelayanan satu
pintu provinsi Jakarta.
b. Mendaftarkan online perizinan penelitian di pusat pelayanan satu
pintu provinsi DKI Jakarta yang ditembuskan ke walikota Jakarta
38
selatan sebagai untuk melakukan izin penelitian di wilayah kerja
dinas sosial Jakarta selatan.
c. Setelah Mendapatkan izin walikota Jakarta selatan, kemudian
memberikan tembusan ke panti sosial tresna werdha 03 margaguna.
d. Mendapatkan izin melakukan penelitian dari panti sosial tresna
werdha 03 margaguna.
2. Prosedur teknik
Bagan 4.2 Prosedur Penelitian
a. Melakukan pendataan warga binaan sosial (WBS) di panti sosial
tresna werdha 03 margaguna sesuai kriteria inklusi peneliti
(lansia sehat dan mandiri, dengan rentang usia 60-70) .
b. Mencari ruangan tingal WBS ( pavilion, mawar, melati, rajawali,
lili,tulip,susi).
Populasi
Sampel
Pretest Resiko jatuh menggunakan berg balance scale pada
lansia
Kelompok kontrol
Kelompok perlakuan
Posttest Resiko jatuh menggunakan berg balance scale
pada lansia
Pengolahan dan analisis data
kesimpulan
latihan
Cawthorne
-Cooksey
39
c. Menjelaskan kepada calon responden sesuai etika penelitian.
d. Mengisi data demografi jika lansia memiliki kriteria eksklusi,
lansia tersebut tidak dapat melanjutkan prosedur penelitian
selanjutnya.
e. Melakukan informed consent
f. Melakukan pre-test dengan mengukur keseimbangan dengan
skala keseimbangan Berg.
1) Duduk ke berdiri Instruksi: tolong berdiri, cobalah untuk
tidak menggunakan tangan sebagai sokongan
2) Berdiri tanpa bantuan Instruksi: berdirilah selama dua menit
tanpa berpegangan
3) Duduk tanpa sandaran punggung tetapi kaki sebagai tumpuan
di lantai Instruksi: duduklah sambil melipat tangan Anda
selama dua menit
4) Berdiri ke duduk Instruksi: silahkan duduk
5) Berpindah Instruksi: buatlah kursi bersebelahan. Minta klien
untuk berpindah ke kursi yang memiliki penyangga tangan
kemudian ke arah kursi yang tidak memiliki penyangga
tangan
6) Berdiri tanpa bantuan dengan mata tertutup Instruksi: tutup
mata Anda dan berdiri selama 10 detik
7) Berdiri tanpa bantuan dengan dua kaki rapat Instruksi:
rapatkan kaki Anda dan berdirilah tanpa berpegangan.
40
8) Meraih ke depan dengan mengulurkan tangan ketika berdiri
Instruksi: letakkan tangan 90 derajat. Regangkan jari Anda
dan raihlah semampu Anda (penguji meletakkan penggaris
untuk mengukur jarak antara jari dengan tubuh).
9) Mengambil objek dari lantai dari posisi berdiri Instruksi:
Ambilah sepatu/sandal di depan kaki Anda.
10) Melihat ke belakang melewati bahu kanan dan kiri ketika
berdiri Instruksi: tengoklah ke belakang melewati bahu kiri.
Lakukan kembali ke arah kanan
11) Berputar 360 derajat Instruksi: berputarlah satu lingkaran
penuh, kemudian ulangi lagi dengan arah yang berlawanan
12) Menempatkan kaki secara bergantian pada sebuah pijakan
ketika berdiri tanpa bantuan Instruksi: tempatkan secara
bergantian setiap kaki pada sebuah pijakan. Lanjutkan sampai
setiap kaki menyentuh pijakan selama 4 kali.
13) Berdiri tanpa bantuan satu kaki di depan kaki lainnya
Instruksi: tempatkan langsung satu kaki di depan kaki
lainnya. Jika merasa tidak bisa, cobalah melangkah sejauh
yang Anda bisa
14) Berdiri dengan satu kaki Instruksi: berdirilah dengan satu
kaki semampu Anda tanpa berpegangan
g. Selama pemeriksaan peneliti menjaga keamanan lansia, tidak
memaksa pergerakan yang tidak dapat dilakukan oleh lansia.
41
h. Menjelaskan serta mempraktikan gerakan Cawthorne -Cooksey.
Pada lansia yang bersedia mengikuti rangkaian penelitian.
i. Mempraktikan gerakan bersamaan dengan responden pada hari
berikutnya pada lansia yang termasuk kelompok perlakuan.
j. Memberikan apresiasi kepada responden karena mampu
melakukan terapi Cawthorne-Cooksey
k. Setelah kunjungan 2 minggu (Han et al., 2011),NHS, 2011)
melakuakan post test pemeriksaan keseimbangan Berg.
l. Mengumpulkan data dan melakuakan analisa data
F. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses lanjutan dari proses
pengolahan data untuk melihat bagaimana menginterpretasikan data.
Analisis data menggunakan program SPSS dengan langkah-langkah
sebagai berkut :
a. Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan untuk memperoleh gambaran karakteristik
masing- masing variabel yang diteliti. Bentuknya tergantunng dari
jenis dataya. Data kategori dijelaskan dengan distribusi frekuensi
dengan ukuran persentase atau porposi. Sedangkan data numerik
seperti usia dan berat badan dijelaskan dengan mean, median, standar
deviasi dan inter kuartil range (Sutanto, 2006).
b. Analisis Bivariat
Setelah dilakukan analisis univariat untuk mengetahui karakteristik
masing-masing variable dapat diteruskan ke Analisis bivariat,
42
digunakan untuk mendapatkan perbandingan dan perbedaan mean
antara dua kelompok data. Uji statistis independent T test untuk
melihat perbedaan resiko jatuh kedua kelompok dan untuk
mengetahui perbedaan mean jatuh sebelum dan sesudah perlakuan
digunakan uji statistik berupa uji T paired test. Uji hipotesis yang
digunakan one tail dengan derajat kemaknaan 0.05.
Agar perhitungan lebih akurat peneliti juga menggunakan
software SPSSuntuk menentukan nilai t adapun software SPSS yang
digunakan untuk menentukan nilai ialah SPSS. Data Output Data
output merupakan hasil pengolahan data. Hasil pengolahan data
disajikan dalam bentuk angka dan grafik/gambar(Sutanto&Luknis,
2010) .
G. Etika Penelitian
Sebagai pertimbangan etika peneliti meyakini bahwa responden
dilindungi, dengan memperhatikan prinsip dasar etik meliputi otonomi,
Beneficience, Maleficiency, dan justice. Penjelasan prinsip dasar etik
tersebut diuraikan sebagai berikut (Suwarjana, 2012):
a. Autonomy
Autonomy memberikan makna kebebasan bagi responden
yang sudah memenuhi kriteria inklusi untuk menentukan keputusan
menggikuti aktifitas latihan maupun tidak. Peneliti tidak melakukan
pemaksaaan pada lansia untuk menjadi responden dan peneliti
43
tetap menghormati dan menghargai keputusan, hak, pilihan dan
privacy lansia.
b. Beneficence
Keuntungan dari penelitian ini adalah menekankan
pengembangan intervensi keperawatan pada Lansia dalam bentuk
latihan Cawthorne-Cooksey yang dapat diimplementasikan sebagai
tindakan mandiri perawat. Sedangkan keuntungan penelitian bagi
pasien adalah pasien mendapatkan cara untuk mengatasi dan
mencegah kejadian jatuh
c. Non Maleficence
Penelitian ini menggunakan prosedur yang tidak
menimbulkan bahaya bagi pasien. Prosedur penelitian ini meliputi
latihan keseimbangan. Pemeriksaan dan perlakuan latihan akan
dilakukan di dalam ruangan yang memiliki benda ( kursi, meja atau
kasur) yang dapat di jangkau oleh lansia sebagai tumpuan bila lansia
merasa akan jatuh. Peneliti mengantisipasi dari dekat serta memberi
semangat bahwa saat dilakukan pemeriksaaan dan latihan tidak perlu
khawatir karena sudah dijaga atau di antisipasi jika jatuh.
d. Anonimyty
Peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar
alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan
data. Peneliti juga menjamin kerahasiaan semua informasi hasil
penelitian yang telah dikumpulkan dari responden.
e. Veracity
44
Veracity Peneliti menyampaikan informasi yang benar dan
tidak melakukan kebohongan kepada responden. Peneliti
memberikan informasi mengenai tujuan, manfaat dan prosedur
penelitian secara benar sebelum menandatangani informed concern.
f. Justice
Peneliti tidak melakukan diskriminasi saat memilih
responden penelitian. Pada penelitian ini responden dipilih
berdasarkan kriteria inklusi penelitian. Responden yang sesuai
kriteria penelitian memiliki peluang yang sama untuk
dikelompokkan dalam kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Selain prinsip-prinsip di atas peneliti juga
mempertimbangkan informed consent dalam penelitian. Informed
consent ini diberikan setelah menjelaskan tentang prosedur dan
tujuan dari penelitian agar subjek mengerti maksud, tujuan dan
dampak penelitian. Subyek yang bersedia menjadi responden
menandatangani lembar persetujuan.
45
BAB V
HASIL PENELITIAN
Pengambilan data dimulai dengan pengelompokan sampel sesuai kriteria
inklusi dan eksklusi. Kemudian setiap subjek diminta untuk menandatangani surat
persetujuan menjadi sampel penelitian (informed concent). Responden yang
mengikuti penelitian ini, 34 lansia dalam rentang umur 60-70 yang telah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 4 lansia diantaranya drop out karena tidak
dapat mengikuti keseluruhan rankaian penelitian, sehingga terdapat 30 responden
lansia yang dibagi dalam 15 kelompok kontrol dan 15 kelompok perlakuan.
Penelitian ini dilakukan dengan rancangan pre and post test pada kelompok
control dan kelompok perlakuan. Penelitian ini dilakukan 12 kali pertemuan
selama 2 minggu dengan 10 menit melakukan aktifitas latihan Cawthorne-
Cooksey tiap pertemuan pada kelompok perkuan, sedangkan pada kelompok
perlakuan tidak diberikan perlakuan apapun . Penjelasan berikut memaparkan
hasil penelitian peredaan resiko jatuh pada lasia melakukan latihan Cawthorne-
Cooksey dengan lansia yang tidak.
A. Gambaran Tempat Penelitian
Panti Sosial Tresna Werda Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta
Selatan terletak di daerah Jakarta Selatan yang terletak ditengah kota yang
padat penduduk. Populasi yang ada di Panti Sosial Tresna Werda Budi Mulya
3 Margaguna Jakarta Selatan sebanyak 274 lansia Panti sosial ini terdiri dari
beberapa wisma terdiri dari lansia laki-laki dan perempuan yang
dikategorikan menjadi kategori lansia renta, wisma lansia setengah renta,
wisma khusus yang diperuntukkan bagi lansia yang mengalami psikotik serta
46
wisma mandiri. Pada Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Margaguna
Jakarta Selatan terdapat beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi risiko
terjadinya jatuh lansia seperti, tinggi lantai yang tidak rata, penerangan yang
kurang di beberapa area, beberapa kasur tidak ada pagar pembatas, lantai
kamar mandi yang licin dan tidak adanya pegangan, serta beberapa kamar
mandi yang masih menggunakan toilet jongkok. Pemilihan subjek penelitian
dilakukan di wisma-wisma lansia mandiri yang masih aktif melakukan
kegiatan panti seperti Program kegiatan yang ada di panti tersebut antara lain
kegiatan pengajian, pemeriksaan kesehatan, gamelan, angklung dan lain
sebagainya.
B. Analisa Univariat
Analisis univariat digunakan untuk memberikan gambaran dan
penjelasan mean, median, standar deviasi dari variabel numerik. Data-data
yang dilakukan analisis univariat untuk menjabakan karakteristik subjek
penelitian yang meliputi: Usia, jenis kelamin, hasil resiko jatuh posttest dan
pretest
1. Distribusi sampel menurut Jenis Kelamin dan usia
Penelitan ini melibatkan kelompok usia 60-70 tahun yang berjenis kelamin
laki-lako dan perempuan. Berikut frekuensi dan presentasi berdasarkan
usia dan jenis kelamin:
47
Hasil pengamatan tabel 5.1 terhadap 30 responden menunjukan
karakteristik jumlah responden terbanyak ialah berjenis kelamin perempuan
sebanyak 80% (Perlakuan) dan Usia responden terbanyak ialah 66-70
dengan 53%.
2. Rerata Nilai Resiko Jatuh Pada Responden Pre Test Dan Post Test
Tabel 5. 2
Rerata Nailai Resiko Jatuh Pretest Dan Posttest pada Lansia PSTW Budi
Mulya 3 2017 (N=30)
Rerata Resiko Jatuh dan Simpangan Baku
Kelompok Pre-test Post-test Selisih
Mean SB Mean SB Mean SB
Kontrol 50,27 1,944 50,13 2,167
0,47 0,516
Perlakuan 49,67 3,12 54,33 1,633
4,80 2,513
SB = Simpangan Baku
Bedasarkan Tabel 5.2 menunjukan bahwa responden pada
kelompok kontrol memiliki rata-rata 50,27 dan Simpangan Baku 1,944
pada pemeriksaan pretest dan rata-rata pada post test 50,13 dan
Simpangan Baku 2,167 sehingga didapatkan rata-rata selisih antara pretest
dan post test yaitu 0,47 dengan Simpangan Baku 0,516. Kelompok
perlakuan kontrol memiliki rata-rata 49,67 dan Simpangan Baku 3,12 pada
pemeriksaan pretest dan rata-rata pada post test 54,33 dan Simpangan
Karakteristik Frekuensi Persentase
Jenis Kelamin
Laki laki 5 20%
Perempuan 25 80% Usia
60- 65 14 47%
66-70 16 53%
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia pada
Lansia PSTW Budi Mulya 3 2017 (N=30)
48
Baku 1,633 sehingga didapatkan rata-rata selisih antara pretest dan post
test yaitu 4,80 dengan Simpangan Baku 2,515.
C. Hasil Analisa Bivariat
Analisis bivariat untuk menghubungkan antara variabel bebas dan
variabel terikat. Dalam penelitian ini uji yang digunakan adalah paired t-test
yaitu untuk melihat beda rata-rata resiko jatuh responden selama dua minggu.
Menilai apakah terjadi perubahan yang signifikan. Pada penelitian ini,
analisis bivariat meliputi: uji normalitas, perbedaan resiko jatuh pada lansia
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan.
1. Uji Normalitas
Sebelum dilakukan analisis bivariate dilakukan uji normalitas
terlebih dahulu terhadap data yang ada. Hasil uji normalitas hasil data
pengukuran resiko jatuh pada lansia berdasarkan skor pretest dan
posttest yang didapatkan yaitu:
Tabel 5. 3
Uji normalitas distribusi data pada Lansia PSTW Budi Mulya 3 2017
(N=30)
Keterangan :
U
Variabel P ( Kolmogororf
Smirnof )
P (Shapiro-
Wilk) Kesimpulan
N1 0.200 0.330 Normal
N2 0.145 0.244 Normal
N3 0.077 0.411 Normal
N4 0.143 0,056 Normal
N1 : Normalitas Resiko Jatuh pretest kelompok kontrol
N2 : Normalitas Resiko Jatuh posttest kelompok kontrol
N3 : Normalitas Resiko Jatuh pretest kelompok perlakuan
N4 : Normalitas Resiko Jatuh posttest kelompok perlakuan
49
Hasil uji normalitas diatas menggunakan uji Kolmogororf
Smirnof dan Shapiro Wilk. Dari hasil uji maka dapat disimpulkan
bahwa semua data Resiko jatuh sebelum dan sesudah intervensi
berdistribusi normal (p>0,05). Kesimpulan dari hasil uji normalitas
menunjukkan bahwa penelitian ini dapat menggunakan uji analisis
paired T-test dan independent T-test.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui
apakah beberapa varian populasi sama atau tidak.
a. Uji homogenitas skor resiko jatuh kelompok kontrol dan perlakuan
pada test awal
Guna mengetahui sebaran varian resiko jatuh antara kelompok
kontrol dan perlakuan pada responden penelitian sebelum
dilakukan interfensi pada kelompok perlakuan
Hasil uji Independent Sample T-Test diatas pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol pada test awal . resiko jatuh
lansia pada kelompok perlakuan sebelum diberikan latihan
Cawthorne Cookesey didapatkan hasil nilai P 0.534 > 0,05
menunjukan bahwa tidak terdapat signifikansi pada hasil pretest
kedua kelompok sehingga dapat disimpulkan kedua kelompok
Kelompok Nilai P
Perlakuan 49.67 0.534
Kontrol 50.27
Tabel 5.4
Hasil Perbedaan skor test awal resiko jatuh pada Kelompok
perlakuan dan Kelompok Kontrol pada Lansia PSTW Budi Mulya
3 2017 (N=30)
x
50
tidak memiliki perbedaan nilai resiko jatuh sebelum dilakukan
latihan
3. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji normalitas data, maka pengujian
statistik dilakukan dengan uji Paired Sample T-Test dan Independent
Sample T-Test yaitu suatu uji parametrik untuk mengetahui pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel
bebas berupa latihan Cawthorne cookesey serta variabel terikat yaitu
resiko jatuh pada lansia. Berikut hasil uji menggunakan bantuan SPSS
22.0.
a. Hasil test akhir pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
Guna melihat perbedaan skor resiko jatuh pada kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan. Analisis yang digunakan adalah
independent T test
Tabel 5.5
Hasil Uji Test Akhir Kelompok Eksperimen Dan Kelompok
Kontrol pada Lansia PSTW Budi Mulya 3 2017 (N=30)
Hasil uji Independent Sample T-Test diatas pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol pada test akhir setelah dilakukan
interfensi pada kelompok perlakuan. resiko jatuh lansia pada kedua
kelompok sebelum diberikan latihan Cawthorne Cookesey
Kelompok
Nilai P
Perlakuan 54.33 0.000
Kontrol 50.13
x
51
didapatkan hasil nilai P 0.000 < 0,05 sehingga diambil kesimpulan
bahwa terdapat signifikansi pada hasil posttest kedua kelompok.
b. Perbandingan Tes Awal dan Tes Akhir pada Kelompok Perlakuan
dan Kontrol
Berikut ini adalah perbedaan skor resiko jatuh pada kelompok
kontrol dengan kelompok perlakuan dan mengidentifikasi
kemaknaan perbedaannya. Analisis yang digunakan adalah paired
T test
Tabel 5. 6
Perbandingan Tes Awal dan Tes Akhir pada Kelompok Perlakuan
dan Kontrol pada Lansia PSTW Budi Mulya 3 2017 (N=30)
Hasil perhitungan uji Paired Sample T-Test sebagaimana
nampak pada table diatas, diperoleh nilai signifikan (p-value)
Resiko Jatuh lansia pada kelompok perlakuan sebesar 0.000
sedangkan nilai signifikan (p-value) Resiko Jatuh lansia pada
kelompok kontrol sebesar 0.698. Hipotesis penelitian diterima jika
nilai probabilitas aktual lebih kecil dari probabilitas yang
disyaratkan (0,05). Perbandingan nilai probabilitas pada kelompok
perlakuan menunjukkan nilai probabilitas aktual lebih kecil dari
probabilitas yang disyaratkan atau 0.000 < 0,05.
Perbandingan nilai probabilitas pada kelompok kontrol
menunjukkan nilai probabilitas aktual lebih besar dari probabilitas
Kelompok Pretest ( ) Posttest( ) Nilai P
Perlakuan 49.67 54.33 0.000
0.689 Control 50.27 50.13
52
yang disyaratkan atau 0.698 > 0,05. Berdasarkan kriteria tersebut,
pada kelompok perlakuan menunjukkan bahwa adanya pengaruh
senam vitalisasi otak terhadap peningkatan Resiko Jatuh lansia
yang signifikan. Sedangkan pada kelompok kontrol diperoleh nilai
signifikan (p-value) sebesar 0.698. Karena 0.698> 0,05
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan pada
kelompok kontrol. Hal ini berarti tidak ada peningkatan Resiko
Jatuh pada lansia karena tidak diberikan perlakuan apapun.
53
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada Bab ini akan menjelaskan interpretasi hasil penelitian dan
keterbatasan penelitian. Interpretasi hasil akan membahasa mengenai hasil
penelitian yang akan dikaitkan dengan teori, sedangkan keterbatasan akan
menjelaskan keterbatasan yang terjadi selama penelitian.
A. Karakteristik Subjek Penelitian
Gangguan keseimbangan memiliki prevelensi yang cukup tinggi.
Sekitar 85 persen pada lansia berumur lebih dari 60 tahun. Sebagai
dampak gangguan keseimbangan dapat berupa peningkatan resiko jatuh
dan kejadian jatuh berulang pada lansia yang dapat menyebabkan cedera
ringan hingga berat dapat mempengaruhi aktifitas harian lansia serta
kualitas hidup lansia (Hirvonen TP, et.all 1997 dalam Simoceli, Saraiva,
Bittar, & Sznifer, 2008). Hal tersebut bersesuaian dengan penelitian
Shahanawaz (2015), dengan penurunan resiko jatuh dapat meningkatkan
daily activity pada lansia. Serta penelitian Freiria et al, (2015), lansia
menunjukan signifikansi peningkatan pada kualitas hidup lansia jika
memiliki penurunan resiko jatuh.
Seluruh responden pada penelitian ini merupakan lansia yang
sudah memenuhi kriteria inklusi dengan resiko jatuh ringan dengan
pengukuran menggunakan Berg Balance Scale. Responden pada penelitian
ini juga termasuk dalam kelompok usia lansia muda karena rentang usia
60-70 tahun (Kemenkes, 2014 ). Setelah membagi usia lansia menjadi 2
kelompok didapatkan presentase terbanyak 47% pada kelompok usia 60-
54
65 tahun dan 53% pada kelompok usia 66-70 tahun. Pemilihan kelompok
usia pada penelitian ini karena menurut Barnedh, (2006) pada
peneltiannya menyatakan usia sangat berhubungan dengan resiko jatuh,
dimana kelompok umur 60-70 memiliki resiko jatuh paling rendah (23%).
Kelompok lansia tersebut dipilih juga guna menerapkan primsip safety
pada penelitian.
Hasil data yang telah diperoleh pada subjek penelitian dengan
karakteristik berdasarkan usia didapatkan rata rata usia usia 60-70 tahun
baik pada kelompok perlakuan maupun pada kelompok kontrol. Sesuai
dengan kriteria usia lansia muda menurut kemenkes (2014), ialah usia 60-
70 tahun Dengan adanya kelompok usia rata-rata hampir sama, dapat
dikatakan bahwa proses degenerasi dan penuaan juga sama. Serta
golongan lansia tersebut dipilih untuk menerapkan primsip safety pada
lansia.
Hasil data yang diperoloeh dari penelitian berdasarkan
karakterisktik, jenis kelamin. Pada penelitian ini lansia perempuan (n=25)
yang sesuai dengan kriteria inklusi, sedangkan laki-laki (n=5).
Kemampuan fisik yang dimiliki para lansia berbeda-beda, lansia dengan
jenis kelamin perempuan akan mempunyai perbedaan kekuatan fisik
dengan lansia yang berjenis kelamin laki-laki. lansia dengan jenis kelamin
perempuan lebih mendominasi terkena risiko jatuh dibanding lansia laki-
laki. Pada dasarnya lelaki memiliki otot yang lebih kuat daripada wanita.
Eliopoulos (2005), Hal ini juga didukung oleh teori yang menyatakan
bahwa wanita lebih rentan terkena osteoporosis akibat penurunan hormon
55
estrogen dan progesteron. Osteoporosis pada lansia merupakan faktor
risiko yang menyebabkan lansia mengalami jatuh.
Terdapat perbedaaan jumlah responden perempuan dan laki-laki.
Hasil observasi data peneliti tidak teradapat perbedaan antara resiko jatuh
pada lansia perempuan maupun laki-laki. Peneliti tetap menggunakan
sampel sebagai responden bertimbang pada penelitian yang dilakukan
Rahayu (2013), yang bertujuan untuk mengamati fenomena pemberian
balance exercise dalam meningkatkan keseimbangan postural lanjut usia,
hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 5 responden wanita lansia setelah
diberikan balance exercise menunjukkan fenomena bahwa keseimbangan
mengalami peningkatan rata-rata nilai berg balance scale 32 sebelum
diberikan balance exercise menjadi 47,8 setelah diberikan balance
exercise.
Resiko jatuh dapat terjadi pada lansia perempuan maupun laki-
laki Hal ini disebabkan karena seiring bertambahnya usia baik perempuan
maupun laki-laki akan mengalami penurunan kemampuan fungsi.
Perempuan maupun laki-laki akan mengalami penurunan kemampuan
fungsi otak, fungsi propioseptif, fungsi fisiologis otot, gangguan sistem
vestibular dan visual sehingga menyebabkan penurunan satu per satu
sistem sensoris yang akan mengakibatkan gangguan keseimbangan pada
tubuh lansia (Chandler, 2000 & Irfan, 2010).
Resiko jatuh pada lansia dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan
ekstrinsik (Stanley, 2006). Perubahan pada faktor intrinsik seperti usia,
jeniskelamin sudah banyak dibahas sebelumnya. Salah satu faktor lain
56
yang menyebabkan lansia memiliki resiko jatuh dipaparkan Guzman,
Garcia, et al., (2013), ialah depresi yang umumnya meningkat seiring
dengan pertambahan usia. Depresi dipengaruhi oleh fisik, Kualitas hidup
(Kirchengast & Haslinger, 2009; Nyunt et al., 2009); Penghasilan (Adams
& Moon, 2009); Dan otonomi (Beilger, 2009). Hal Ini menunjukkan
bahwa depresi merupakan interaksi dari berbagai faktor yang sebagian
besar terdiri dari unsur fisik, mental, dan psikologis yang mencetuskan
berbagai masalah kesehatan lansia salah satunya resiko jatuh.
Selain itu kondisi lingkungan juga mempengaruhi kondisi lansia
yang memiliki risiko jatuh. Seperti kondisi lingkungan di PSTW Budi
Mulya 3 yang sudah cukup aman dan nyaman bagi lansia, akan tetapi
seringkali lansia berjalan tanpa pengawasan dan pendampingan petugas
kesehatan panti sehingga lansia mengalami jatuh akibat ketidakhati-hatian
lansia tersebut. Hal ini sesuai penelitian Yoshida (2010), yang
menyatakan bahwa lansia yang tinggal di panti sosial mengalami kejadian
jatuh lebih sering dari lansia yang tinggal di komunitas. 30 – 50% lansia
yang tinggal di panti jatuh tiap tahunnya, 40% diantaranya mengalami
kejadian jatuh berulang.
Sejalan dengan penelitian Guzman, Garcia, et al., (2013) pada
panti sosial faktor ekstrinsik seperti lingkungan dapat meningkatkan
resiko jatuh. Tempat tinggal di panti sosial lebih monoton dan
menyebabkan lansia enggan bergerak sehingga dibutuhkan lingkungan
lebih menantang. Sebaliknya penelitian yang dilakukan oleh Bloch et al.
(2010) menilai bahwa lingkungan yang menantang menyebabkan orang
57
tua melambat sambil berjalan untuk memeriksa pijakan yang tepat. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gombar dkk. (2011),
dimana mereka mengklaim bahwa ada kejadian jatuh pada lansia di
nursing home terjadi karena lansia mencoba melakukan hal hal mandiri.
Faktor bertambahnya usia pada lansia memmang tidak bisa dapat
rubah, akan tetapi dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, khususnya
bidang kesehatan dan keperawatan banyak berkembang terapi serta
aktifitas minimal untuk mengurangi dan tidak memperparah suatu
penyakit atau kelainan yang dimiliki oleh lansia. Penatalaksanaan risiko
jatuh pada lansia secara non-farmakologis untuk mengurangi risiko jatuh
pada lansia Salah erat kaitannya dengan latihan keseimbangan yang
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan terapi fisik secara mandiri untuk
mengurangi risiko jatuh pada lansia.
Pada perlakuan latihan keseimbangan diajarkan gerakan-gerakan
untuk mencapai keseimbangan tubuh dan membantu lansia untuk
mempertahankan ketahanan fisik dan keseimbangan selama beraktivitas
sehingga kejadian jatuh atau pun perasaan takut jatuh pada lansia itu
hilang. Perlu dijelaskan kepada lansia apabila terapi tersebut tidak bisa
menyembuhkan secara sempurna dan hanya bersifat mengurangi dan
mencegah keparahan serta komplikasi.
Penelitian ini menggunakan pegukuran keseimbangan Berg
balance Scale karena pengukuran ini sudah di validasi oleh WHO. Empat
penelitian menggunakannya pada komunitas lansia sedangkan penelitian
pada nursing home care. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa range
58
sensitivitas antara 53% - 88,2%, spesifisitas antara 53% - 96%, dan cutoff
scores antara 46 – 54. Peneliti juga menyimpulkan bahwa lansia yang
memiliki score BBS dibawah 46 (Neuls et al, 2011). Lima kemungkinan
memiliki resiko yang besar untuk mengalami jatuh. Penilaian ini dilakukan
untuk melihat bagaimana keseimbangan badan lansia dalam melakukan
gerakan antara lain berdiri dari posisi duduk, berpindah tempat, berputar,
dan berdiri diatas satu kaki, sehingga dapat dilihat apakah terdapat
pengaruh latihan Cawthorne-Cooksey terhadap penurunan resiko jatuh
oada lansia. Terdapat erbedaan hasil selisih berg balance scale dan nilai
rata rata pada kedua kelompok yang sejalan dengan hasil penelitian.
B. Pengaruh Cawthorne-Cooksey Terhadap Penurunan Resiko Jatuh
pada Lansia
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian Quasi Eksperimetal
dengan desain penelitian yang digunakan yaitu Pre and Post Test with
Control Group Design. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
aktifitas Cawthorne-cooksey terhadap penurunan resiko jatuh pada lanjut
usia. Kedua kelompok tersebut memiliki kesamaan dalam lingkungan
tempat tinggalnya dan tidak adaaktivitas berat yang dilakukan sehari-hari.
Para subjek penelitian telah mengikuti penelitian selama 2 minggu yang
telah dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan berjumlah 15
orang dan kelompok kontrol berjumlah 15 orang.
Setelah perlakuan latihan selama 2 minggu responden diperiksa
kembali resiko jatuh menggunakan alat ukur Berg Balance Scale. Evaluasi
yang dilakukan 2 minggu setelah perlakuan ini sesuai dengan teori NHS,
59
(2011) yakni latihan biasanya dilihat sekali setiap 1-2 minggu dan
menurut Han et al., (2011) perbaikan dapat tampak setelah perlakuan 2
minggu, pada waktu 3 bulan dapat kembali normal. Sejalan dengan
penelitian Shahanawaz (2015) didapatkan signifikansi nilai p ( 0.000) nilai
berg balance scale. Sebaliknya Menurut Zech (2010) dibutuhkan waktu
minimal 6 minggu untuk dapat 5 menyebabkan adanya adaptasi dari
sensori motor.
Dari hasil uji Paired Sample T-Test pada hasil pre dan post test
tingkat Penurunan Resiko Jatuh pada kelompok perlakuan menunjukan
bahwa adanya perbedaan signifikan setelah kemlompok tersebut
melakukan latihan Cawthorne-Cooksey terhadap Penurunan Resiko Jatuh
lansia karena nilai p = 0,000. Hal ini sesuai dengan penelitian (Khurana et
al., 2015) bahwa dengan latihan Cawthorne-Cooksey dapat menurunkan
resiko jatuh pada lansia normal. Program ini memanfaatkan sifat
kelenturan dari sistem keseimbangan untuk dapat meningkatkan proses
kompensasi keseimbangan alami tubuh. Kontrol terhadap posisi tubuh dan
orientasi membutuhkan suatu proses koordinasi motorik yang mengatur
otot-otot tubuh untuk melakukan pergerakan badan (Schubert & Whitney,
2010).
Gerakan gerakan tersebut diantaranya; Gerakan kepala tetap dan
bergerak hanya mata (Pursuit) dan (Saccade) secara horisontal bayangkan
terdapat dua sasaran yang terdapat pada latihan akan menstimulus sistem
vestibular dan visual yang berperan sebagai faktor internal dalam
60
keseimbangan. Gerakan yang bervariatif ini akan menjaga koordinasi mata
dan respon visual. Respon visual akan memberikan informasi ke susunan
sarat pusat tentang posisi tubuh terhadap kondisi lingkungan di sekitar dan
antar bagian tubuh sehingga kesiagaan postural dengan lingkungan
menjadi lebih baik. Sistem vestibular yang baik akan membantu tubuh
dalam menjaga keseimbangan dan mengontrol kepala (Miller, 2009).
Gerakan rotasi kepala, mempengaruhi semisirkular kanal oleh
mekanisme sistem push-pull. Pergerakan rotasi kepala akan menyebabkan
seluruh cairan keluar kanal dan selama gerakan rotasi maka terjadi
pergerakan kupula dan rambut sensorik. Pergerakan silia menyebabkan
exictation sel menuju kinocilium dan frekuensi perubahan kecepatan gerak
rotasi yang ditransmisikan kinocilium akan menggerakan serabut saraf
vestibular memberi input menuju ke saraf kranial. Sinyal yang dikirim ke
saraf ini menyebabkan refleks vestibulo-okular yang akan memungkinkan
mata untuk memperbaiki posisi pada objek bergerak. Gerakan baru akan
dikirim ke retikular kemudian dikirim ke sumsum tulang belakang dan
terjadi reaksi refleks cepat untuk kedua tungkai dan batang untuk
mendapatkan kembali keseimbangan (Saladin, 2011).
Gerakan yang dilakukan untuk mengembalikan keseimbangan
postural yaitu gerakan dengan Badan membungkuk dan tangan mengambil
bola di lantai. Gerakan ini lebih berpengaruh terhadap fungsi
somatosensoris dibandingkan fungsi vestibular. Peningkatan fungsi
somatosensoris yang didapatkan pada gerakan ini berperan penting dalam
penurunan nilai resiko jatuh (Kaesler, 2007) .
61
62
63
64
perubahan, Hal ini disebabkan penurunan fungsi dan kekuatan otot tubuh
karena kurangnya gerakan atau aktivitas yang dilakukan lansia. Sebagian
besar risiko jatuh terjadi saat lansia melakukan aktivitas sehari-sehari
seperti berjalan, naik turun tangga, dan mengganti posisi. Kelelahan juga
menyebabkan risiko jatuh pada lansia. Jatuh juga sering terjadi pada lansia
yang imobile (jarang bergerak) ketika tiba-tiba ingin pindah tempat atau
mengambil sesuatu tanpa pertolongan (Dharmojo, 2011).
Pergerakan tubuh diatur oleh sistem saraf pusat, dan dipengaruhi
oleh kondisi tubuh, pengalaman sebelumnya,keinginan individu, maka
responden sebaiknya berlatih secara sukarela dan bertanggung jawab
terhadap latihan yang dilakukannya agar didapatkannya hasil terbaik.
Latihan rutin yang dilakukan responden dapat menyebabkan lansia
beradaptasi dalam memfokuskan objek dan perubahan posisi kepala, saat
perubahan posisi kepala sudah baik maka akan menyebabkan
keseimbangan yang baik pula.
C. Beda Pengaruh Kelompok Perlakuan dengan Pemberian Cawthorne-
Cooksey dengan Kelompok Kontrol Terhadap Penurunan Resiko
Jatuh pada Lansia.
Mengetahui Beda pengaruh pada kelompok control dan kelopok
perlakuan pada penelitian ini dengan membandingkan selisih pretest-post
test pada kedua kelompok lalu dilakukan Uji Independent Sample T-Test.
Selisih antara pre test dan post test tingkat Penurunan Resiko Jatuh pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol menunjukkan hasil dengan
nilai p = 0,000. Dari hasil nilai p yang telah diperoleh dapat dikatakan
65
bahwa adanya perbedaan pengaruh yang signifikan antara kelompok
perlakuan yang diberikan Cawthorne-Cooksey dan kelompok kontrol yang
tidak diberikan Cawthorne-Cooksey terhadap Penurunan Resiko Jatuh
pada lansia.
Cawthorne-Cooksey merupakan Latihan yang berhubungan dengan
mata dan gerakan kepala yang merupakan kunci untuk meningkatkan
stabilitas penglihatan, sedangkan latihan dilakukan sambil berdiri dengan
satu kaki, berjalan lurus adalah kunci untuk meningkatkan stabilitas
postural. Gerakan tersebut akan mempengaruhi Integrasi yang sinergis
antara sistem somatosensorik (sistem visual, sistem vestibular, dan sistem
proprioseptif) sertamotorik (muskuloskeletal, otot, sendi dan jaringan
lunak) yang keseluruhan kerjanya diatur oleh basal ganglia, serebelum,
dan area assosiasi otak (Riemann et al., 2002 & Baston, 2009).
Gerakan- gerakan dalam Cawthorne-Cooksey dapat mempengaruhi
peningkatan keseimbangan dan stabilitas tubuh. Oleh karnanya didapatkan
rata-rata selisih 4,80 pada hasil ukur Berg Balance Scale. Hal ini diperkuat
oleh hasil penelitian Kusnanto dkk (2007), yang menunjukkan bahwa
Balance Exercise secara signifikan dapat meningkatkan keseimbangan
tubuh pada lansia di Panti Werda Bangkalan. Hasil penelitian dari Umi
Budi Rahayu dan Itoh Marsitoh (2012) juga dalam kesimpulan
penelitiannya menyebutkan bahwa adanya suatu fenomena bahwa balance
exercise mampu meningkatkan keseimbangan postural pada usia lanjut
Seiring dengan bertambahnya usia, seseorang akan mengalami
proses penuaan yang menyebabkan perubahan. Akibat dari perubahan-
66
perubahan tersebut dapat mengakibatkan penurunan kemampuan dalam
mempertahankan keseimbangan tubuh pada lansia sehingga menyebabkan
terganggunya mobilitas fisik dan aktivitas fungsional serta resiko jatuh
pada lansia meningkat (Hausdorff, 2004; Nitz, 2004). Beberapa studi
melaporkan bahwa latihan aktivitas fisik bagi lansia bermanfaat untuk
mempertahankan kebugaran dan kekuatan otak, meningkatkan fungsi
kognitif serta meningkatkan keseimbangan tubuh dengan menjaga fungsi
otot dan postur (Williamson, 2008 & Budiharjo, 2005).
Melihat perbedaan hasil keseimbangan tubuh atara kedua
kelompok tersebut, dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan hasil
keseimbangan tubuh antara lansia kelompok perlakuan dengan kelompok
kontrol, sehingga dapat disimpulkan senam yang dilakukan secara rutin
dapat meningkatkan keseimbangan pada lansia. Latihan fisik merupakan
salah satu bentuk intervensi tunggal yang dapat dilakukan pada lansia
karena kekuatan ekstremitas bawah dan keseimbangan dapat terlihat
peningkatannya secara nyata dengan progam latihan yang sederhana dan
teratur.
Hasil Observasi peneliti progam latihan lansia ini dapat
dilakukan secara teratur dan terstruktur serta dibarengi dengan
mengidentifikasi faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi
keseimbangan seperti obat-obatan, penyakit yang diderita, kekuatan otot,
pengetahuan, tingkat pendidikan, perbaikan kondisi lingkungan, dan
peningkatan kualitas pelayanan baik kepada lansia yang masih produktif
maupun pada lansia yang kurang atau tidak produktif diharapkan dapat
67
mengurangi resiko jatuh. Progam latihan dibarengi dengan perbaikan input
sensori yang sangat bermakna dalam meningkatkan keseimbangan tubuh.
Sedangkan strategi manajemen yang meliputi kombinasi latihan
keseimbangan yang terstruktur, modifikasi lingkungan, penghentian atau
pengurangan obat-obatan psikotropika serta perbaikan visus dapat
menurunkan resiko jatuh.
D. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan tenaga menyebabkan penelitian ini tidak dapat
dilakukan dengan maksimal. Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah
sedikitnya jumlah sampel yang dapat mempengaruhi hasil uji statistik,
keterbatasan dalam memperhatikan riwayat pekerjaan dan aktifitas fisik
responden serta tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui kemungkinan adanya penyakit sistemik.
68
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh
Cawthorne-Cooksey terhadap penurunan resiko jatuh pada lansia di PSTW
Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta selatan dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Hasil rerata Resiko Jatuh -Berg Balance Scale pada responden
sebelum perlakuan Cawthorne-Cooksey pada kelompok perlakuan
49,67 dan 50,27 pada kelompok Kontrol yang tergolong resiko jatuh
rendah.
2. Hasil rerata Resiko Jatuh -Berg Balance Scale pada responden
sesudah perlakuan Cawthorne-Cooksey pada kelompok perlakuan
54,33 dan 50,13 pada kelompok Kontrol merupakan golongan resiko
jatuh rendah.
3. Terdapat penurunan resiko jatuh sebelum dilakukan latihan
Cawthorne-Cooksey dan setelah dilakukan Cawthorne-Cooksey pada
kelompok perlakuan dengan hasil uji statistic signifikansi sebesar
0,000 (p<0,05), sedangkan pada kelompok kontrol tidak karena
signifikansi kelompok (p<0,05).
4. Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol yang tidak diberikan Cawthorne-
Cooksey terhadap penurunan resiko jatih pada lansia dengan
signifikansi 0,001 (p <0,05 )
69
B. Saran
1. Instansi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi maupun
gambaran mengenai resiko jatuh pada lansia yang tidak memiliki
riwayat jatuh. Merupakan tolak ukur untuk melakukan interfensi rutin
terhadap lansia. Serta menampilkan wajah keperawatan dengan aspek
komprehensif dalam melakukan interfensi
2. Peneliti selanjutnya
Terdapat beberapa saran untuk penelitian selanjutnya yang dapat
diambil dari penyusunan penelitian ini; dapat dilakukan pemeriksaan
keterbatasan dalam memperhatikan riwayat pekerjaan dan aktifitas
fisik responden serta tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui kemungkinan adanya penyakit sistemik. Berkolaborasi
dengan ahli untuk melakukan penelitian kepada lansia dengan resiko
jatuh sedang atau berat. Pada penelitian selanjutnya dapat menambah
jumlah sampel penelitian sehingga hasil yang di dapat lebih baik
daripada sebelumnya. Memperhatikan dan melihat faktor-faktor lain
seperti berat badan, kekuatan otot dan mengontrol aktivitas yang
dilakukan oleh responden. Penelitian lain diharapkan mengevaluasi
efek jangka panjang dari latihan Cawthorne-cooksey jika sampel tidak
lagi diberikan latihan. Peneliti lain di harapkan meneliti sejauh mana
Cawthorne-Cooksey exercise dapat meningkatkan keseimbangan pada
lanjut usia.
70
3. Panti Sosial Tresna Werda
Hasil penelitian ini dapat digunanakan sebagai landasan melakukan
aktifitas latihan Cawthorne-Cooksey guna menurunkan resiko jatuh
pada lansia yang dapat menjadi faktor yang meningkatkan kemandiran,
kulitas hidup serta harga diri pada lansia.
71
DAFTAR PUSTAKA
Adams, K., & Moon, H. (2009). Subthreshold depression: Characteristics and risk
factors among vulnerable elders. Journal of Aging & Mental Health, 13(5),
682–692.
A. J. Milat, W. L. Watson, C. Monger, M. Barr, M. Giffin, and M.Reid. 2011.
“Prevalence, Circumstances and Consequences of Falls among Community-
Dwelling Older People: Results of the 2009 NSWFalls PreventionBaseline
Survey.” NewSouthWales Public Health Bulletin 22:43–48.
Abrahamová, D. and F. Hlavacka. 2008. “Age-Related Changes of Human
Balance during Quiet Stance.” Physiological Research / Academia
Scientiarum Bohemoslovaca 57(6):957–64.
Anon. 2014. “Behavioral Risk Factor Surveillance System Questionnaire
Behavioral Risk Factor Surveillance System 2014 Questionnaire Table of
Contents.”
Barnedh, Husein II. 2006. “PENILAIAN KESEIMBANGAN MENGGUNAKAN
SKALA KESEIMBANGAN BERG PADA LANSIA DI KELOMPOK
LANSIA PUSKESMAS TEBET.” UNIVERSITAS INDONESIA.
Beigler, P. (2010). Autonomy and ethical treatment in depression. Bioethics 2010,
24(4), 179–189. Biderman,
Bloch, F. et al. 2014. “ANXIETY AFTER A FALL IN ELDERLY SUBJECTS
AND SUBSEQUENT RISK OF DEVELOPING POST TRAUMATIC
STRESS DISORDER AT TWO MONTHS .” 18(3).
Bloch, F., Thibaud, M., Dugué, B., Breque, C., Rigaud, A. S., & Kemoun, G.
(2010). Laxatives as a risk factor for iatro- genic falls in elderly subjects
myth or reality? Drugs Aging 2010, 27(11), 895–901.
Bloch, Frederic et al. 2013. “Estimation of the Risk Factors for Falls in the
Elderly : Can Meta-Analysis Provide a Valid Answer ?” 250–63.
72
Bonder, Bette R., L. Otr, and Vanina Dal Bello-haas. 2009. Functional
Performance in Older Adults. 3th ed. Philadelphia: F.A Davis Company.
BPS. 2010. “STATISTIK PENDUDUK LANJUT USIA INDONESIA 2010 Hasil
Sensus Penduduk 2010.” Hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010. Retrieved
(www.bps.go.id).
Brain & Spine Foundation. 2014. “Vestibular Rehabilitation Exercises.”
Vestibular Rehabilittion Exercises 2. Retrieved (www.brainandspine.urg.uk).
Budiharjo, S. 2005. Pengaruh Senam Aerobic Low Impact Intensitas Sedang
Terhadap Kelenturan Badan pada Wanita Lanjut Usia Terlatih. Jurnal Ilmu
Kedokteran. No.37, Vol. 4, Hal. 178.
Cheng K, 2010. “Postural Control and Lower ExtremityContribution During Star
Excursion Balance Test in Athletes with Chronic Ankle Instability”. FJPT
2011;36(4):263-273.
Clancy, John. 2009. Physiology and Anatomy for Nurses and Healthcare
Practitioners : A Homeostatic Approach. 3th ed. Norwich: HODDER
ARNOLD AN HACHETTE UK COMPANY.
Dharmojo. 2011. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Balai FKUI
D‟Silva, L. J., J. Lin, H. Staecker, S. L. Whitney, and P. M. Kluding. 2015.
“Impact of Diabetic Complications on Balance and Falls: Contribution of the
Vestibular System.” Physical Therapy 400–410. Retrieved
(http://ptjournal.apta.org/cgi/doi/10.2522/ptj.20140604).
Dahlan, m.sopiudin. 2013. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel Dalam
Penelitian Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Danar, Irwan. 2015. “Pengaruh Latihan Keseimbangan Terhadap Resiko Jatuh
Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta.” aisiyah
yogyakarta.
Eliopoulos, C. 2005. Gerontologi Nursing. Lippincott Williams & Wilkins,
73
Philadelghia
Fatimah. 2010. Merawat Manusia Lanjut Usia Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans Info Media.
Freiria, Heloísa et al. 2015. “Effectiveness of a Vestibular Rehabilitation Protocol
to Improve the Health-Related Quality of Life and Postural Balance in
Patients with Vertigo.”
Gombar, E. N., Smith-Stoner, M., & Mitchell-Mattera, S. D. (2011). 10
organizational characteristics that may prevent falls in home healthcare and
hospice. Home Healthcare Nurse: The Journal of the Home Care and
Hospice Professional, 29(1), 26–32N
Gunarto, Sigit. 2005. “Pengaruh Latihan Four Square Step Terhadap
Keseimbangan Pada Lansia.” Universitas Indonesia.
Guzman, Allan B. De, Jan Michael G. Garcia, et al. 2013. “A Multinomial
Regression Model of Risk for Falls ( RFF ) Factors Among Filipino Elderly
in a Community Setting.” (1999):669–83.
Guzman, Allan B. De, Joanna Louise C. Ines, et al. 2013. “Nutrition , Balance and
Fear of Falling as Predictors of Risk for Falls Among Filipino Elderly in
Nursing Homes : A Structural Equation Model ( SEM ).” 441–53.
Hain, Timothy C. n.d. Anatomy and Physiology of the Normal Vestibular System.
Han, Byung In, Seok Song, and Soo Kim. 2011. “Vestibular Rehabilitation
Therapy : Review of Indications , Mechanisms , and Key Exercises.” 184–
96.
Hausdorff Jm, Nelson Me, Kaliton D, Layne Je, Bernstein Mj, Nuernberger A,
SINGH MA: Etiology and modification of gait instability in older adults: a
randomized controlled trial of exercise. J Appl Physiol 82: 262-269, 2001.
Herdman, Susan J. 2007. Vestibular Rehabilitation. 3th ed. Philadelphia: F.A
Davis Company.
74
Hirvonen TP, Aalto H, Pyykko I, Juhola M, Jantti P. 1997. “Changes in
Vestibulo-Ocular Reflex of Elderly People.” Acta Otolaryingol Suppl
(Stockh) 10.:529.
Irfan, M., 2012. Fisioterapi Bagi Insan Stroke, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Iwasaki, Shinichi and Tatsuya Yamasoba. 2015. “Dizziness and Imbalance in the
Elderly: Age-Related Decline in the Vestibular System.” Aging and Disease
6(1):38–47. Retrieved
(http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=4306472&tool=
pmcentrez&rendertype=abstract).
Kaesler, 2007, A Novel Balance Exercise Program for Postural Stability in Older
Adults: A pilot study, Journal of Bodywork and Movement Therapies. Vol:
49 no: 11 hal: 37-43
Kirchengast, S., & Haslinger, B. (2009). Even mild depression reduces health
related quality of life (HRQL) among healthy elderly. Journal of Medical
Psychology, 1(1), 3–9.
Khurana, Niti, Davinder K. Gaur, and Sanya Linjhara. 2015. “Effect of Cawthorne
and Cooksey Exercises on Balance In Elderly and Risk of Fall.” 29(4):398–
406.
Kusnanto dkk. 2007. Peningkatan Stabilitas Postural lansia melalui Balance
Exercise. Media Ners. Vol 1 no 2. Oktober 2007
L.Yardley, F.L.Bishop, N.Beyeretal. 2006. “Olderpeople‟sviews of Falls-
Prevention Interventions in Six European Countries.” The Gerontologist
46:650–660.
Macias, John D., Shelly Massingale, and Richard D. Gerkin. 2005. “Efficacy of
Vestibular Rehabilitation Therapy in Reducing Falls.” Otolaryngology -
Head and Neck Surgery 133(3):323–25.
Martono & Darmojo. 2004. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).
Jakarta: FKUI.
75
Maryam, et al. 2011. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.
Mehta, Ranjana K. et al. 2014. “Functional and Biomechanical Assessments of A
Matter of Balance / Volunteer Lay Leader Model : A Pilot Investigation.”
185–89.
MILLER, CAROL A. 2012. Nursing for Wellness in Older Adults. 6th ed.
cleveland: wolters kluwer.
Munawwarah, Muthiah, Nindya, Parahita, et al. 2015. “Pemberian Latihan Pada
Lansia Dapat Meningkatkan Keseimbangan Dan Mengurangi Resiko Jatuh
Lansia.” Jurnal Fisioterapi 15(April).
NANDA International, Inc. 2014. Nursing Diagnoses: Definitions and
Classification 2015-2017.
Neuls, Patrick D., Tammie L. Clark, Nicole Van Heuklon, 2 Wisconsin–Madison,
and Roberta A. Newton. 2014. “Elderly, Usefulness of the Berg Balance
Scale to Predict Falls in the Reads.” Article in Journal of Geriatric Physical
Therapy \ 34:3–10.
NHS. 2011. “The Cawthorne-Cooksey Exercises.” 2:1. Retrieved
(www.waht.nhs.uk).
Nitz, Jennifer. R Hourigan, Susan, Residental Heinemann, Butterworth. 2004 ,
Phisiotherapy resident age.
Nyunt, M., Fones, C., Niti, M., & Ng, T.-P. (2009). Criterion-based validity and
reliability of the Geriatric Depression Screeing Scale (GDS-15) in a large
validation sample of community-living Asian older adults. Journal of Aging
& Mental Health, 13(3), 376–382.
Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. 2nd ed. Jakarta:
EGC.
Padila. 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nusa Medika.
76
Priyo, Sutanto and Hastono. 2006. ANALISIS DATA. jakarta: fakultas kesehatan
masyarakat universitas indonesia.
Riemann, B.L. & Lephart, S.M. 2002. The Sensorimotor System, Part II: The
Role of Proprioception in Motor Control and Functional Joint Stability.
Journal of Athletic Training. 37(1); 80-84.
Saladin, K. 2007. Anatomy and Physiology The Unity of Form and Function. 4th
ed.New
Schubert, Michael C. and Susan L. Whitney. 2010. “From Cawthorne-Cooksey to
Biotechnology: Where We Have Been and Where We Are Headed in
Vestibular Rehabilitation?” J Neurol Phys Ther 34(2):62–63. Retrieved
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?cmd=Retrieve&db=PubMed
&dopt=Citation&list_uids=20588089).
Serra, Marcos Maur??cio et al. 2016. “Balance and Muscle Strength in Elderly
Women Who Dance Samba.” PLoS ONE 11(12):1–9.
Setyoadi, Yulian Wiji Utami, and Sheylla Septina. 2013. “Senam Dapat
Meningkatkan Keseimbangan Tubuh Lansia Di Yayasan Gerontologi Kec.
Wajak Malang.” Jurnal Ilmu Keperawatan 1(1):35–40.
Shahanawaz SD1, Priyanshu. V.Rathod. 2015. “Effect of Vestibular
Rehabilitation in Improving Daily Life Functions in Elderly.” 2(2)(JUNE):3.
Simoceli, Lucinda, Roseli Saraiva, Moreira Bittar, and Juliana Sznifer. 2008.
“Adaptation Exercises of Vestibulo-Ocular Reflex on Balance in the
Elderly.” International Archives of Otorhinolaryngology 12(2):183–88.
Soto-Varela, Andrés et al. 2016. “Balance Disorders in the Elderly: Does
Instability Increase over Time?” Annals of Otology, Rhinology and
Laryngology 125(7):550–58.
Stanley, M. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.
Sutanto Priyo Hastono, Luknis sabri. 2010. STATISTIK KESEHATAN. jakarta:
77
rajagrafindo.
Suwarjana, I.Ketutu. 2012. Metodelogi Penelitian Kesehatan. edited by I. Nastiti.
Yogyakarta: Andi Offset.
Thomas JI, Lane JV. A pilot study to explore the predic- tive validity of 4
measures of falls risk in frail elderly patients. Arch Phys Med Rehabil 2005;
86: 1636–1640
Umi Budi, Rahayu and Masitoh Itoh. 2006. “Fenomena Balance Exercise Untuk
Meningkatkan Keseimbangan Postural Lanjut.” Fisioterapi Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta 166–70.
Wallance, Meredith. 2008. Essentials of Gerontological Nursing. Ney York:
Springer Publishing Company.
Williamson, J. 2008. Preventive Aspects of Geriatric Medicine. (ed) , John Wilwy
and Sons. Principles and Practice of Geriatric Medicine. Chichester-New
York
Whitney, S. L., A. A. Alghwiri, and A. Alghadir. 2016. “An Overview of
Vestibular Rehabilitation.” Handbook of Clinical Neurology
137(October):187–205.
Whitney, Susan L., Patrick J. Sparto, and Saudi Arabia. 2011. “Principles of
Vestibular Physical Therapy Rehabilitation.” 29:157–66.
WHO. 2007. “WHO Global Report on Falls Prevention in Older Age WHO
Global Report on Falls Prevention in Older Age.” AGEING AND LIFE
COURSE, FAMILY AND COMMUNITY HEALTH.
Zech, A., Hübscher, M., Vogt, L., Banzer, W., Hänsel, F., & Pfeifer, K. (2010).
Balance training for neuromuscular control and performance enhancement: a
systematic review. Journal of athletic training, 45(4), 392
78
Lampiran 1 Surat Permohonan
PERMOHONAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN
Assalamu‟alaikum Wr. Wb.,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Dinda Erobathriek
NIM : 1113104000038
Program studi : Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta
Saya adalah mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta Fakultas Kedokteraan Dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu
Keperawatan yang sedang melaksanakan penelitian untuk penulisan skripsi
sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan sebagai Sarja Keperawatan
(S.Kep). Berkaitan dengan penelitian yang akan saya lakukan, saya mohon
bantuan dan kesediaan waktu untuk mengisi daftar pertanyaan berikut ini dengan
sejujur-jujurnya. Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan resiko jatuh pada
lansia. Hasil penelitian ini akan dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan bagi lansia dimasa yang akan datang. Peneliti akan
menghormati keputusan lansia sebagai partisipan serta akan merahasiakan setiap
jawaban dan identitas partisipan. Semua data hanya akan digunakan untuk
kepentingan penelitian.
Melalui penjelasan ini peneliti sangat mengharapkan partisipasi Bapak/
Ibu untuk ikut secara aktif sebagai partisipan dalam penelitian ini. Atas kesediaan
dan partisipasi, peneliti ucapakan terimakasih.
Wassalamu‟alaikum Wr.W
Hormat saya,
Dinda Erobathriek
79
Lampiran 2 Surat Pernyataan
SURAT PERNYATAAN BERSEDIA BERPARTISIPASI SEBAGAI
RESPONDEN PENELITIAN
Yang bertandatangan di bawah ini, saya :
Nama :
Umur :
Alamat :
Saya telah membaca surat permohonan dan mendapatkan penjelasan tentang
penelitian yang akan dilakukan oleh saudara Dinda Erobathriek, mahasiswa
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
Jakarta dengan judul “Pengaruh Latihan Cawthorne-Cooksey Terhadap
Penurunan Resiko Jatuh Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3
Margaguna Jakarta Selatan”. Saya telah mengerti dan memahami tujuan dan
manfaat dari penelitian yang akan dilakukan. Saya mengerti dan yakin bahwa
peneliti akan menghormati hak-hak saya dan menjaga kerahasiaan semua data
penelitian yang diperoleh dari saya. Saya sebagai lansia yang tinggal di Panti
Sosial Tresna Werdha (PSTW) memutuskan untuk bersedia berpartisipasi menjadi
responden dalam penelitian ini dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari
pihak manapun. Adapun bentuk kesediaan saya adalah:
3. Meluangkan waktu untuk wawancara.
4. Memberikan informasi yang benar dan sejujurnya terhadap apa yang
ditanyakan peneliti melalui wawancara.
5. Mengikuti petunjuk saat dilakukan pemeriksaan fisik
6. mengikuti serangkaian program latihan Cawthorne-Cooksey
Demikian surat pernyataan ini saya buat, untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Mengetahui Peneliti, Jakarta, febuari 2017
Dinda Erobathriek Nama dan tanda tangan
80
Lampiran 3 Lembar Kuisioner
LEMBAR KUISIONER
Profil Responden
Nama Lansia :
Panti/ Wisma :
Tanggal Pemeriksaan: Febuari 2017
Petunjuk Pengisian : Beri tanda (X) pada jawaban pilihan
1. Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan
2. Usia : ( ) 45-59 tahun ( ) 60- 74 tahun ( ) 75-90 tahun
( ) diatas 90 tahun
3. Pendidikan Terakhir : ( ) Tid7ak Sekolah ( ) SD ( ) SMP ( ) SMA
( ) Diploma ( ) PT
4. Lama di Panti : ( ) <1 tahun ( ) 1- 3 tahun ( ) > 3
tahun
5. Keluhan Utama : ( ) Kesulitan Berjalan ( ) Kesulitan mendengar ( )
Kesulitan Mendengar ( ) Kesulitan Mengurus Diri
6. Riwayat penyakit : ( ) Hipertensi ( ) Atrithis ( ) Katarak ( ) Parkinson
( ) Diabetes Mellitus ( ) Lainnya
No. ID Responden
(diisi oleh peneliti)
81
Lampiran 4 Skala Berg
Pengkajian Resiko Jatuh: Berg Balance Scale (BBS)
Petunjuk Pengisian : Beri tanda (X) pada kotak yang memiliki kriteria sesuai
kondisi
1) Duduk ke berdiri Instruksi: tolong berdiri, cobalah untuk tidak
menggunakan tangan sebagai sokongan
4: mampu berdiri tanpa menggunakan tangan
3 : mampu untuk berdiri namun menggunakan bantuan tangan
2 : mampu berdiri menggunakan tangan setelah beberapa kali
mencoba
1 : membutuhkan bantuan minimal untuk berdiri
0 : membutuhkan bantuan sedang atau maksimal untuk berdiri
2) Berdiri tanpa bantuan Instruksi: berdirilah selama dua menit tanpa
berpegangan
4 : mampu berdiri selama dua menit
3 : mampu berdiri selama dua menit dengan pengawasan
2 : mampu berdiri selama 30 detik tanpa bantuan
1 : membutuhkan beberapa kali untuk mencoba berdiri selama
30 detik tanpa bantuan
0 : tidak mampu berdiri selama 30 detik tanpa bantuan
No. ID Responden
(diisi oleh peneliti)
82
3) Duduk tanpa sandaran punggung tetapi kaki sebagai tumpuan di
lantai Instruksi: duduklah sambil melipat tangan Anda selama dua
menit
4 : mampu duduk dengan aman selama dua menit
3 : mampu duduk selama dua menit di bawah pengawasan
2 : mampu duduk selama 30 detik
1 : mampu duduk selama 10 detik
0 : tidak mampu duduk tanpa bantuan selama 10 detik
4) Berdiri ke duduk Instruksi: silahkan duduk
4 : duduk dengan aman dengan pengguanaan minimal tangan
3 : duduk menggunakan bantuan tangan
2 : menggunakan bantuan bagian belakan kaki untuk turun
1 : duduk mandiri tapi tidak mampu mengontrol pada saat dari
berdiri ke duduk
0 : membutuhkan bantuan untuk duduk
5) Berpindah Instruksi: buatlah kursi bersebelahan. Minta klien untuk
berpindah ke kursi yang memiliki penyangga tangan kemudian ke arah
kursi yang tidak memiliki penyangga tangan
4 : mampu berpindah dengan sedikit penggunaan tangan
3 : mampu berpindah dengan bantuan tangan
2 : mampu berpindah dengan isyarat verbal atau pengawasan
1 : membutuhkan seseorang untuk membantu
0 : membutuhkan dua orang untuk membantu atau mengawasi
6) Berdiri tanpa bantuan dengan mata tertutup Instruksi: tutup mata
Anda dan berdiri selama 10 detik
4 : mampu berdiri selama 10 detik dengan aman
83
3 : mampu berdiri selama 10 detik dengan pengawasan
2 : mampu berdiri selama 3 detik
1 : tidak mampu menahan mata agar tetap tertutup tetapi tetap berdiri
dengan aman
0 : membutuhkan bantuan agar tidak jatuh
7) Berdiri tanpa bantuan dengan dua kaki rapat Instruksi: rapatkan kaki
Anda dan berdirilah tanpa berpegangan
4 : mampu merapatkan kaki dan berdiri satu menit
3 : mampu merapatkan kaki dan berdiri satu menit dengan
pengawasan
2 : mampu merapatkan kaki tetapi tidak dapat bertahan selama 30
detik
1 : membutuhkan bantuan untuk mencapai posisi yang
diperintahkan tetapi mampu berdiri selama 15 detik
0 : membutuhkan bantuan untuk mencapai posisi dan tidak dapat
bertahan selama 15detik
8) Meraih ke depan dengan mengulurkan tangan ketika berdiri
Instruksi: letakkan tangan 90 derajat. Regangkan jari Anda dan raihlah
semampu Anda (penguji meletakkan penggaris untuk mengukur jarak
antara jari dengan tubuh)
4 : mencapai 25 cm (10 inchi)
3 : mencapai 12 cm (5 inchi)
2 : mencapai 5 cm (2 inchi)
1 : dapat meraih tapi memerlukan pengawasan
0 : kehilangan keseimbangan ketika mencoba/memerlukan bantuan
9) Mengambil objek dari lantai dari posisi berdiri Instruksi: Ambilah
sepatu/sandal di depan kaki Anda
84
4 : mampu mengambil dengan mudah dan aman
3 : mampu mengambil tetapi membutuhkan pengawasan
2 : tidak mampu mengambil tetapi meraih 2-5 cm dari benda dan
dapat menjaga keseimbangan
1 : tidak mampu mengambil dan memerlukan pengawasan ketika
mencoba
0 : tidak dapat mencoba/membutuhkan bantuan untuk mencegah
hilangnya keseimbangan atau terjatuh
10) Melihat ke belakang melewati bahu kanan dan kiri ketika berdiri
Instruksi: tengoklah ke belakang melewati bahu kiri. Lakukan kembali
ke arah kanan
4 : melihat ke belakang dari kedua sisi
3 : melihat ke belakang hanya dari satu sisi
2 : hanya mampu melihat ke samping tetapi dapat menjaga
keseimbangan
1 : membutuhkan pengawasan ketika menengok
0 : membutuhkan bantuan untuk mencegah ketidakseimbangan atau
terjatuh
11) Berputar 360 derajat Instruksi: berputarlah satu lingkaran penuh,
kemudian ulangi lagi dengan arah yang berlawanan
4 : mampu berputar 360 derajat dengan aman selama 4 detik atau
kurang
3 : mampu berputar 360 derajat hanya dari satu sisi selama empat
detik atau kurang
2 : mampu berputar 360 derajat, tetapi dengan gerakan yang lambat
1 : membutuhkan pengawasan atau isyarat verbal
0 : membutuhkan bantuan untuk berputar
85
12) Menempatkan kaki secara bergantian pada sebuah pijakan ketika
berdiri tanpa bantuan Instruksi: tempatkan secara bergantian setiap kaki
pada sebuah pijakan. Lanjutkan sampai setiap kaki menyentuh pijakan
selama 4 kali.
4 : mampu berdiri mandiri dan melakukan 8 pijakan dalam 20 detik
3 : mampu berdiri mandiri dan melakukan 8 kali pijakan > 20 detik
2 : mampu melakukan 4 pijakan tanpa bantuan
1 : mampu melakukan >2 pijakan dengan bantuan minimal
0 : membutuhkan bantuan untuk mencegah jatuh/tidak mampu
melakukan.
13) Berdiri tanpa bantuan satu kaki di depan kaki lainnya Instruksi:
tempatkan langsung satu kaki di depan kaki lainnya. Jika merasa tidak
bisa, cobalah melangkah sejauh yang Anda bisa
4 : mampu menempatkan kedua kaki (tandem) dan menahan selama
30 detik
3 : mampu memajukan kaki dan menahan selama 30 detik
2 : mampu membuat langkah kecil dan menahan selama 30 detik
1 : membutuhkan bantuan untuk melangkah dan mampu menahan
selama 15 detik
0 : kehilangan keseimbangan ketika melangkah atau berdiri
14) Berdiri dengan satu kaki Instruksi: berdirilah dengan satu kaki
semampu Anda tanpa berpegangan
4 : mampu mengangkat kaki dan menahan >10 detik
3 : mampu mengangkat kaki dan menahan 5-10 detik
2 : mampu mengangkat kaki dan menahan >3 detik
86
1 : mencoba untuk mengankat kaki, tidak dapat bertahan selama 3
detik tetapi dapat berdiri mandiri
0 : tidak mampu mencoba
Rentang nilai BBS
0 – 20 Resiko jatuh tinggi dan perlu menggunakan alat bantu jalan berupa
kursi roda.
21 – 40 Resiko jatuh sedang dan perlu menggunakan alat
bantu jalan seperti tongkat, kruk, dan walker.
41 – 56 Resiko jatuh rendah dan tidak memerlukan alat
bantu.
87
88
89
Lampiran 5 Data SPSS
Karakteristik Responden
Usia Responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 60 2 6.7 6.7 6.7
62 1 3.3 3.3 10.0
63 2 6.7 6.7 16.7
64 5 16.7 16.7 33.3
65 6 20.0 20.0 53.3
66 2 6.7 6.7 60.0
67 4 13.3 13.3 73.3
68 1 3.3 3.3 76.7
70 7 23.3 23.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
pretest
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 43 1 3.3 3.3 3.3
45 1 3.3 3.3 6.7
46 1 3.3 3.3 10.0
47 3 10.0 10.0 20.0
48 2 6.7 6.7 26.7
49 1 3.3 3.3 30.0
50 7 23.3 23.3 53.3
51 4 13.3 13.3 66.7
52 5 16.7 16.7 83.3
53 4 13.3 13.3 96.7
54 1 3.3 3.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
90
pretest
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 43 1 3.3 3.3 3.3
45 1 3.3 3.3 6.7
46 1 3.3 3.3 10.0
47 3 10.0 10.0 20.0
48 2 6.7 6.7 26.7
49 1 3.3 3.3 30.0
50 7 23.3 23.3 53.3
51 4 13.3 13.3 66.7
52 5 16.7 16.7 83.3
53 4 13.3 13.3 96.7
54 1 3.3 3.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
kel umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 16 53.3 53.3 53.3
2 14 46.7 46.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
91
Pre-test
a. Kelompok Perlakuan
Descriptives
kelompok Statistic Std. Error
Pre Test perlakuan Mean 49.67 .809
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 47.93
Upper Bound 51.40
5% Trimmed Mean 49.80
Median 50.00
Variance 9.810
Std. Deviation 3.132
Minimum 43
Maximum 54
Range 11
Interquartile Range 5
Skewness -.690 .580
Kurtosis -.092 1.121
Tests of Normality
kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pre Test perlakuan .209 15 .077 .942 15 .411
a. Lilliefors Significance Correction
92
Pre-test
b. Kelompok kontrol
Descriptives
kelompok Statistic Std. Error
pretest kontrol Mean 50.27 .502
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 49.19
Upper Bound 51.34
5% Trimmed Mean 50.30
Median 51.00
Variance 3.781
Std. Deviation 1.944
Minimum 47
Maximum 53
Range 6
Interquartile Range 3
Skewness -.366 .580
Kurtosis -.770 1.121
Tests of Normality
kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
pretest kontrol .180 15 .200* .936 15 .330
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality
kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
pretest kontrol .180 15 .200* .936 15 .330
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
93
Post-test
c. Kelompok perlakuan
Case Processing Summary
kontrol/perlakuan
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
posttest perlakuan 15 100.0% 0 0.0% 15 100.0%
Descriptives
kontrol/perlakuan Statistic Std. Error
posttest perlakuan Mean 54.33 .422
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 53.43
Upper Bound 55.24
5% Trimmed Mean 54.43
Median 55.00
Variance 2.667
Std. Deviation 1.633
Minimum 51
Maximum 56
Range 5
Interquartile Range 3
Skewness -.622 .580
Kurtosis -.651 1.121
Case Processing Summary
kontrol/perlakuan
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
post perlakuan 15 100.0% 0 0.0% 15 100.0%
Post-test
d. Kelompok kontrol
94
Descriptives
kontrol/perlakuan Statistic Std. Error
post perlakuan Mean 54.33 .422
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 53.43
Upper Bound 55.24
5% Trimmed Mean 54.43
Median 55.00
Variance 2.667
Std. Deviation 1.633
Minimum 51
Maximum 56
Range 5
Interquartile Range 3
Skewness -.622 .580
Kurtosis -.651 1.121
Tests of Normality
kontrol/perlakuan
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
post perlakuan .192 15 .143 .885 15 .056
a. Lilliefors Significance Correction
95
Descriptives
kelompok Statistic Std. Error
posttest kontrol Mean 50.13 .559
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 48.93
Upper Bound 51.33
5% Trimmed Mean 50.20
Median 50.00
Variance 4.695
Std. Deviation 2.167
Minimum 46
Maximum 53
Range 7
Interquartile Range 3
Skewness -.246 .580
Kurtosis -.583 1.121
Tests of Normality
kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
posttest kontrol .191 15 .145 .927 15 .244
a. Lilliefors Significance Correction
e. Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
pretest .748 1 28 .394
postest .386 1 28 .540
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
pretest Between Groups .000 1 .000 .000 1.000
Within Groups 202.000 28 7.214
96
Total 202.000 29
postest Between Groups 120.000 1 120.000 25.688 .000
Within Groups 130.800 28 4.671
Total 250.800 29
f. Uji paired t-test
1. perlakuan
Paired Samples Test perlakuan
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed) Mean
Std.
Deviation
Std.
Error
Mean
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Pair 1 Post
test -
Pre
Test
4.800 2.513 .649 3.408 6.192 7.398 14 .000
2. kontrol
Paired Samples Test kontol
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 posttest
-
pretest
-.133 1.302 .336 -.854 .588 -
.397 14 .698
g. Selisih
97
Statistics
interval kontrol
N Valid 15
Missing 0
Mean .47
Std. Error of Mean .133
Median .00
Mode 0
Std. Deviation .516
Variance .267
Range 1
Minimum 0
Maximum 1
Sum 7
h. Independent sample t test
Group Statistics
kontrol/perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
selisih kontrol 15 1.00 2.268 .586
perlakuan 15 4.27 2.404 .621
selisih
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulati
ve
Percent
Vali
d
0 8 26.7 26.7 26.7
1 7 23.3 23.3 50.0
2 1 3.3 3.3 53.3
3 5 16.7 16.7 70.0
4 3 10.0 10.0 80.0
5 3 10.0 10.0 90.0
9 2 6.7 6.7 96.7
1
0 1 3.3 3.3 100.0
T
o
t
a
l
30 100.0 100.0
interval
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid 0 8 53.3 53.3 53.3
1 7 46.7 46.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
98
\
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differen
ce
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
selisih Equal
variances
assumed
.873 .358 -3.828 28 .001 -3.267 .853 -5.015 -1.519
Equal
variances
not assumed
-3.828 27.905 .001 -3.267 .853 -5.015 -1.518
99
Lampiran 6 Perizinan Penelitian