oksigen fix
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Oksigen berperan penting dalam proses metabolisme tubuh dan agar dapat
mencapai jaringan tubuh, oksigen bersama dengan gas lain yang terdapat
di udara harus mengalami pertukaran antara darah dan udara sekitarnya.
Oksigen akan berpindah dari gradien konsentrasi atau tekanan dari yang
relatif tinggi (udara) ke level saluran pernapasan hingga mencapai
alveolus, darah arteri, kapiler, dan pada akhirnya hingga ke sel. PO2
mencapai level terendah (1-1,5 kPa) pada mitokondria. Proses perjalanan
oksigen hingga mencapai sel terdiri dari empat tahap penting yaitu
ventilasi, distribusi, difusi, dan perfusi. Pada tahap perfusi ini, agar
oksigen dapat mencapai jaringan, oksigen dalam darah harus
ditransportasikan ke jaringan untuk menjamin keberkangsungan
metabolisme tubuh.
Transportasi oksigen global (DO2) adalah jumlah oksigen yang dikirim ke
seluruh tubuh dari paru. Ini merupakan produk aliran darah total atau
cardiac output (CO) dan kandungan oksigen dalam darah arteri (CaO2) dan
dinyatakan dalam ml/menit. Empat komponen yang berkontribusi terhadap
fungsi transportasi oksigen. Komponen ini termasuk cardiac output,
hemoglobin, saturasi oksigen (SaO2) dan PaO2.
Keempat faktor ini masing-masing berperan penting dalam keberhasilan
transportasi oksigen dan perubahan dari salah satu faktor tersebut akan
menyebabkan suatu mekanisme kompensasi dalam tubuh berupa
perubahan faktor-faktor lainnya sehingga oksigen yang tersedia untuk
jaringan tetap tersedia.
Salah satu modalitas terapi yang menggambarkan transportasi oksigen
dalam tubuh adalah terapi oksigen. Salah satu kegunaannya adalah terapi
pada keadaan hipoksia, Berbagai macam modalitas sistem terapi oksigen
dapat digunakan untuk mentransportasikan oksigen ke jaringan bergantung
dari indikasi dan keadaan klinis pasien
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peran Oksigen bagi Metabolisme Tubuh
Oksigen atau zat asam adalah unsur kimia dalam sistem tabel periodik yang
mempunyai lambang O dan nomor atom 8. Ia merupakan unsur
golongan kalkogen dan dapat dengan mudah bereaksi dengan hampir semua
unsur lainnya (utamanya menjadi oksida). Pada temperatur dan tekanan
standar, dua atom unsur ini berikatan menjadi dioksigen, yaitu senyawa
gas diatomik dengan rumus O2 yang tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak
berbau. Oksigen merupakan unsur paling melimpah ketiga di alam semesta
berdasarkan massa dan unsur paling melimpah di kerak bumi. Gas oksigen
diatomik mengisi 20,9% volume atmosfer bumi.
Semua kelompok molekul struktural yang terdapat pada organisme hidup,
seperti protein, karbohidrat, dan lemak, mengandung oksigen. Oksigen
dalam bentuk O2 dihasilkan dari air oleh sianobakteri, ganggang, dan
tumbuhan selama fotosintesis, dan digunakan pada respirasi sel oleh hampir
semua makhluk hidup. Oksigen beracun bagi organisme anaerob, yang
merupakan bentuk kehidupan paling dominan pada masa-masa awal evolusi
kehidupan. O2 kemudian mulai berakumulasi pada atomsfer sekitar
2,5 milyar tahun yang lalu.
Oksigen secara terpisah ditemukan oleh Carl Wilhelm
Scheele di Uppsala pada tahun 1773 dan Joseph Priestley di Wiltshire pada
tahun 1774. Temuan Priestley lebih terkenal oleh karena publikasinya
merupakan yang pertama kali dicetak. Istilah oxygen diciptakan
oleh Antoine Lavoisier pada tahun 1777, yang eksperimennya dengan
oksigen berhasil meruntuhkan teori flogiston pembakaran dan korosi yang
terkenal. 1
Oksigen pertama kali digunakan sebagai obat pada tahun 1794 oleh Thomas
Beddoes, selanjutnya digunakan dalam pelayanan anastesi pada tahun 1868
oleh EW Andreas MD dan dipopulerkan untuk pengobatan pneumonia pada
2
tahun 1885 oleh GE Holtzapple. Sepert halnya dengan obat-obat lain, dalam
penggunaan oksigen sebagai obat, tidak bisa lepas dari kaidah-kaidah umum
dalam terapi, yaitu: adanya insikasi, pengaturan dosis, cara pemberian, dan
efek sampingnya.
Oksigen ditranspor dari udara yang kita hirup hingga mencapai semua sel di
dalam tubuh. Secara umum, gas akan berpindah dari konsentrasi (atau
tekanan) tinggi ke konsentrasi (atau tekanan) yang rendah. 2
Agar oksigen dapat mencapai jaringan tubuh dan berperan penting dalam
proses metabolisme tubuh, oksigen bersama dengan gas lain yang terdapat
di udara harus mengalami pertukaran antara darah dan udara sekitarnya.
Oksigen akan berpindah dari gradien konsentrasi atau tekanan dari yang
relatif tinggi (udara) ke level saluran pernapasan hingga mencapai alveolus,
darah arteri, kapiler, dan pada akhirnya hingga ke sel. PO2 mencapai level
terendah (1-1,5 kPa) pada mitokondria. Penurunan PO2 dari udara hingga ke
mitokondria dikenal sebagai kaskade oksigen. Keberhasilan penurunan PO2
terjadi karena alasan fisiologis terutama akibat pengaruh tekanan uap air
yang terjadi pada jalan nafas, tetapi dapat pula dipengaruhi oleh faktor
patologis. 2,3
3Gambar 1. Kaskade Oksigen dari atmosfer hingga mencapai mitokondria
2.2. Proses Pernapasan
Pertukaran udara pernafasan terutama oksigen di dalam tubuh secara garis
besar meliputi beberapa proses yang terdiri dari ventilasi, distribusi, difusi,
dan perfusi.
2.2.1. Ventilasi Paru
Ventilasi paru berarti aliran udara keluar dan masuk sistem respirasi
(bernapas) yang secara fisiologi dinyatakan sebagai jumlah udara yang
dihirup ke dalam dan keluar dalam suatu periode waktu tertentu.
Fungsi ventilasi adalah untuk mempertahankan gas darah pada level
optimum dengan cara mengalirkan udara ke alveolus di mana terjadi
pertukaran gas. Pergerakan udara keluar dan masuk paru terjadi
karena perubahan tekanan yang terjadi akibat perubahan volume paru.
Otot-otot pernafasan menyebabkan terjadinya perubahan ini di
samping beberapa faktor lain yang terlibat yang disebut properti fisik
paru, termasuk elastisitas dan resistensi jalan napas. 3
4
Gambar 2. Diagram yang menunjukkan berbagai volume dan kapasitas paru yang penting saat bernapas normal dan saat inspirasi dan ekspirasi maksimal
Pada gambar dituliskan empat volume paru, yang bila semuanya
dijumlahkan, sama dengan volume maksimal paru yang mengembang.
Arti dari masing-masing volume ini adalah sebagai berikut :
a) Volume tidal atau tidal volume, adalah volume udara yang
diinspirasi dan diekspirasi setiap kali bernapas normal;
besarnya kira-kira 500 mL pada laki-laki dewasa.
b) Volume cadangan inspirasi atau inspiratory reserve volume
adalah volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah dan
di atas volume tidal normal bila dilakukan inspirasi kuat;
biasanya mencapai 3000 mL.
c) Volume cadangan ekspirasi atau expiratory reserve volume,
adalah volume udara ekstra maksimal yang dapat diekspirasi
melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidal normal; jumlah
normalnya adalah sekitar 1100 mL.
d) Volume residu atau residual volume, yaitu volume udara yang
masih tetap berada dalam paru setelah ekspirasi paling kuat;
volume ini besarnya kira-kira 1200 mL.
Untuk menguraikan peristiwa-peristiwa dalam siklus paru, kadang
perlu menyatukan dua atau lebih volume di atas. Kombinasi seperti ini
disebut kapasitas paru-paru.
a) Kapasitas inspirasi atau inspiratory capacity sama dengan
volume tidal ditambah volume cadangan inspirasi yang dapat
dihirup seseorang berjumlah kira-kira 3500 mL.
b) Kapasitas residu fungsional atau functional residual capacity
sama dengan volume cadangan ekspirasi ditambah volume
residu atau dengan kata lain jumlah udara yang masih tersisa di
paru setelah akhir ekspirasi normal yang berjumlah sekitar
2300 mL.
c) Kapasitas vital atau vital capacity sama dengan volume
cadangan inspirasi ditambah volume tidal dan volume 5
cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang
dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu
mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan
sebanyak-banyaknya yang berjumlah sekitar 4000 mL
d) Kapasitas paru total atau total lung capacity adalah volume
maksimum yang dapat mengembangkan paru sebesar mungkin
dengan inspirasi sekuat mungkin kira-kira 5800 mL. Jumlah ini
sama dengan kapasitas vital ditambah volume residu.4
Volume pernapasan semenit adalah jumlah total udara baru yang
masuk ke dalam saluran pernapasan tiap menit; volume pernapasan ini
sama dengan volume tidal dikalikan dengan frekuensi pernapasan per
menit. Volume tidal normal kira-kira 500 ml dan frekuensi pernapasan
normal kira-kira 12 kali per menit. Oleh karena itu, rata-rata volume
pernapasan semenit sekitar 6 liter/menit. Seseorang dapat hidup untuk
waktu yang singkat dengan volume pernapasan semenit serendah 1,5
liter per menit dan dengan frekuensi napas 2-4 kali per menit.
Hal terpenting dari ventilasi paru adalah perbaruan udara secara terus-
menerus dalam area pertukaran gas di paru, tempat udara, dan darah
paru saling berdekatan.yang termasuk area ini adalah alveoli, kantung
alveoli, duktus alveolaris, dan bronkiolus respiratorius. Kecepatan
udara yang masuk pada area ini disebut ventilasi alveolus.
2.2.2. Difusi
Setelah alveolus diventilasi dengan udara segar, langkah selanjutnya
dalam proses pernapasan adalah difusi oksigen dari alveoli ke
pembuluh darah paru dan difusi karbondioksida dalam arah
sebaliknya, keluar dari pembuluh darah.
Pada fisiologi pernapasan, banyak sekali campuran gas gas terutama
oksigen, nitrogen, dan karbondioksida. Udara mempunyai perkiraan
komposisi sebagai berikut, nitrogen 79% dan oksigen 21%. Tekanan
total dari campuran ini pada ketinggian di atas permukaan laut sekitar
760 mmHg. Masing-masing gas berperan terhadap tekanan total
6
dengan perbandingan langsung terhadap konsentrasinya. Oleh karena
itu, 79 % dari 760 mmHg disebabkan oleh nitrogen (600 mmHg) dan
21% oleh oksigen (160 mmHg). Dengan demikian, tekanan parsial
oksigen adalah 160 mmHg dan dinyatakan dalam PO2.
Udara alveolus tidak mempunyai konsentrasi gas yang sama dengan
udara atmosfer, hal ini dapat dilihat dengan mudah dilihat dengan
membandingkan komposisi udara alveolus dengan komposisi udara
atmosfer. Ada beberapa penyebab ini. Yang pertama, udara alveolus
hanya sebagian diganti oleh udara atmosfer tiap kali bernapas. Yang
kedua, oksigen secara terus-menerus diabsorpsi ke dalam darah paru
dari udara alveolus. Yang ketiga, karbondioksida berdifusi secara
terus-menerus dari darah paru ke dalam alveoli. Dan yang keempat,
udara atmosfer kering yang memasuki saluran pernapasan
dilembabkan bahkan sebelum udara tersebut sampai ke alveoli.
Segera setelah udara atmosfer memasuki saluran pernapasan, udara
terpapar cairan yang melapisi permukaan saluran pernapasan. Tekanan
parsial uap air pada suhu tubuh 370C adalah 47 mmHg yang
merupakan tekanan parsial uap air di dalam alveolus. Karena tekanan
total dalam alveoli tidak dapat meningkat melebihi tekanan atmosfer,
uap air secara sederhana mengencerkan semua gas lainnya dalam
udara inspirasi. Pelembaban udara mengencerkan tekanan parsial
oksigen pada ketinggian di atas permukaan air laut dari rata-rata 159
mmHg pada udara atmosfer menjadi 149 mmHg dalam udara lembab.
Oksigen diabsorpsi dari alveoli ke dalam darah paru secara terus-
menerus, dan oksigen yang baru juga secara terus- menerus dihirup
masuk ke alveoli dari atmosfer. Makin cepat oksigen diabsorpsi,
makin rendah konsentrasinya dalam alveoli; sebaliknya, makin cepat
oksigen baru dihirup ke dalam alveoli dari atmosfer, makin tinggi
konsentrasinya. Oleh karena itu, konsentrasi oksigen dalam alveoli
dan juga tekanan parsialnya diatur oleh 1.) kecepatan absorpsi oksigen
7
ke dalam darah dan, 2.) kecepatan masuknya oksigen baru ke dalam
paru melalui proses ventilasi.
Peningkatan yang luar biasa dalam ventilasi alveolus tidak dapat
meningkatkan PO2 alveolus lebih dari 149 mmHg karena ini
merupakan PO2 maksimum di dalam udara yang dilembabkan pada
tekanan ini.
Kemampuan membran pernapasan (terdiri dari lapisan cairan yang
melapisi alveolus, epitel alveolus, membran basal epitel, ruang
interstitial, membran basal kapiler, dan membran endotel kapiler)
dalam pertukaran gas antara alveoli dan darah paru dapat dinyatakan
secara kuantitatif dengan kapasitas difusi membran, yang
didefinisikan sebagai volume gas yang berdifusi melalui membran
setiap menit pada setiap perbedaan tekanan parsial 1 mmHg.3
Difusi terjadi melewati membran dan ditentukan oleh Hukum Ficks
yaitu:
J= kecepatan difusi
K= S/MW
A= luas permukaan
t= ketebalan membran
∆C= perbedaan konsentrasi
S= solubilitas substansi di membran
MW = berat molekul
Hukum Fick menyatakan bahwa peningkatan kecepatan difusi
bergantung pada peningkatan luas permukaan membran, membran
yang tipis, gradien tekanan parsial yang besar antarmembran, dan
solubilitas gas yang besar. Kecepatan difusi melewati membran
alveolus juga bergantung langsung terhadap perbedaan tekanan parsial
antara gas di alveoli (PA) dan darah arteri (Pa).5
8
J= K x A x ∆C/t
Difusi oksigen dari alveolus hingga ke kapiler terjadi hingga tekanan
O2 kapiler setara dengan alveolus. Proses ini berlangsung cepat ( kira-
kira 0,25 detik) dan normal akan lengkap pada saat 1/3 darah yang
mengalir telah mencapai aliran kapiler paru. Total waktu transit
melalui kapiler adalah 0,75 detik
Pada laki-laki dewasa muda, kapasitas difusi oksigen pada keadaan
istirahat rata-rata 21 ml/menit/mmHg. Perbedaan tekanan oksigen di 9
Gambar 3. Pada paru normal, walau cardiac output dan aliran darah yang melewati
alveolus meningkat saat aktivitas, terdapat waktu yang cukup untuk terjadinya
ekuivalensi.
antara membran pernapasan selama pernapasan tenang dan normal
adalah sekitar 11 mmHg. Perkalian tekanan ini dengan kapasitas difusi
memberikan hasil kira-kira 230 ml oksigen yang berdifusi melalui
membran pernapasan tiap menit, nilai ini sama dengan kecepatan
pemakaian oksigen saat istirahat.
2.2.3. Perfusi
Setelah oksigen mengalami suatu fase difusi dalam membran alveolus,
oksigen akan diangkut ke kapiler jaringan perifer hampir seluruhnya
dalam bentuk gabungan dengan hemoglobin. Hanya sebagian kecil
yang larut dalam plasma. Setiap gram hemoglobin dapat mengangkut
1,34 ml oksigen bila tersaturasi seluruhnya. Oleh karena itu, setiap
liter darah dengan konsentrasi Hb 15mg/dl dapat mengangkut 200 ml
oksigen bila tersaturasi seluruhnya dengan oksigen. Pada keadaan ini,
hanya 3 ml oksigen yang larut dalam tiap liter plasma darah.
Tekanan parsial oksigen di alveoli menentukan jumlah oksigen yang
ditransfer ke darah. Dua faktor yang mempengaruhi tekanan parsial
oksigen di alveoli yaitu jumlah ventilasi (penambahan oksigen ke
alveolus) dan perfusi darah melalui kapiler paru (pengeluaran oksigen
dari alveolus). Rasio ventilasi terhadap perfusi menentukan
konsentrasi oksigen di dalam kompartmen alveolus.
Dengan melihat rasio ventilasi:perfusi, kita dapat melihat
keseimbangan ventilasi dan perfusi, yaitu
VA= ventilasi semenit alveolar (4,2 L/menit); Q= aliran darah
pulmonal (sekitar 5,0 L/menit). Jadi VA/Q normal adalah 0,84 (
kurang lebih = 1). 3
Baik ventilasi maupun perfusi semakin meningkat ke arah basal paru
karena efek gravitasi. Karena darah memiliki densitas yang lebih besar
daripada udara, efek gravitasi pada perfusi lebih besar daripada
ventilasi. Hal ini menyebabkan variasi regional dalam rasio
10
Rasio ventilasi: perfusi = VA/Q
ventilasi:perfusi dari apeks paru (V/Q yang tinggi) ke basal paru (V/Q
yang rendah).
2.3. Tranportasi Oksigen (Oxygen Delivery)
Transportasi oksigen global (DO2) adalah jumlah oksigen yang dikirim ke
seluruh tubuh dari paru. Ini merupakan produk aliran darah total atau
cardiac output (CO) dan kandungan oksigen dalam darah arteri (CaO2) dan
dinyatakan dalam ml/menit.
Kandungan oksigen dalam dalam darah arteri (CaO2) dinyatakan dengan
menggunakan persamaan :
Di mana Hb adalah konsentrasi hemoglobin (gram/liter), Sa02 adalah
saturasi oksigen Hb arteri dan Pa02 adalah tekanan parsial oksigen arteri.
Kandungan oksigen arteri adalah hasil penjumlahan dua bentuk oksigen
yang terdapat dalam darah. Pada orang sehat, >98% oksigen terikat pada
Hb (tabel 1). Kapasitas kombinasi oksigen terhadap Hb dinyatakan dengan 11
Gambar 4. Diagram ventilasi dan perfusi di berbagai segmen paru2
DO2= CO x CaO2
CaO2 = (k1 x Hb x Sa02) + ( k2 x Pa02)
konstanta k1 dan disebut sebagai konstanta Hüfner. Nilai pasti konstanta
tersebut masih kontroversial dan berbeda pada beberapa penulis. Secara
teori, setiap gram Hb mengikat 1,93 ml oksigen. Namun dalam
kenyataannya, adanya bentuk Hb yang abnormal seperti
karboksihemoglobin dan methemoglobin, menurunkan kapaistas
kombinasi Hb menjadi 1,31 ml/gram. Oksigen terlarut di dalam plasma
ditentukan oleh koefisien solubilitas oksigen pada suhu tubuh normal (k2
=0,23 mL/liter kPa) dan Pa02. 6
Tabel 1. Kandungan Oksigen dalam tubuh
1. Cardiac Output
Empat komponen yang berkontribusi terhadap fungsi transportasi
oksigen. Komponen ini termasuk cardiac output, hemoglobin,
saturasi oksigen (SaO2) dan PaO2. Hemoglobin, saturasi oksigen,
dan PaO2 merupakan parameter yang mudah didapat sedangkan
pengukuran cardiac output membutuhkan pengawasan invasif atau
peralatan khusus. Walaupun demikian, cardiac output merupakan
komponen terpenting dalam transportasi oksigen. Cardiac output
adalah suatu mekanisme yang menghantar darah teroksigenasi ke
jaringan.
12
Cardiac output diartikan sebagai volume darah yang dipompa oleh
jantung dalam waktu satu menit. Determinan cardiac output adalah
denyut jantung dan stroke volume. Denyut jantung adalah kontraksi
atau denyut per menit, dan stroke volume adalah jumlah mililiter
darah yang diejeksi per kontraksi atau denyutan. Kedua parameter
ini dapat mempengaruhi cardiac output. Stroke volume normal
berkisar antara 60-100 mililiter per denyut. Rentang normal denyut
jantung adalah 60-100 denyut per menit. Komponen cardiac
output:
Denyut jantung
Seseorang dengan denyut jantung 75 kali per menit dan stroke
volume 70 ml akan memiliki cardiac output sebesar 5,25
liter/menit (75x70). Pada pasien dengan gagal jantung dan
stroke volume yang rendah, denyut jantung dapat
mengkompensasi untuk mempertahankan cardiac output tetap
normal. Denyut jantung mengalami perubahan sebagai respon
terhadap faktor neurokimia yang membantu mempertahankan
cardiac output yang normal dan berespon terhadap situasi
stres.
Stroke volume
Stroke volume dipengaruhi oleh komponen preload, afterload,
dan kontraktilitas. Preload adalah derajat regangan otot yang
terjadi pada ventrikel sesaat sebelum ejeksi berikutnya (atau
end diastole). Preload dipengaruhi oleh volume dan tekanan
darah ventrikel dan compliance atau kekakuan ventrikel.
Afterload adalah resistensi terhadap ejeksi yang harus dilawan
untuk memompa darah. Resistensi yang kuat dapat
mengperlambat aliran darah aliran dan sebaliknya.
Kontraktilitas adalah kekuatan kontraksi jantung . Kuat atau
lemahnya kontraksi dapat mempengaruhi aliran darah.
Kontraktilitas biasanya dipengaruhi oleh faktor neurokimia
yang berhubungan dengan sistem saraf simpatis.
13
Ketiga faktor tersebut dapat mempengaruhi stroke volume
yang secara langsung mempengaruhi cardiac output. Preload
yang rendah dapat menurunkan cardiac output karena volume
yang menurun. Preload yang tinggi menyebabkan ventrikel
meregang berlebihan sepanjangwaktu dan mempengaruhi
cardiac output dengan cara menurunkan kemampuan kontraksi
ventrikel. Hal ini sesuai dengan konsep yang duajukan oleh
Frank-Starling.3
Transportasi Oksigen dan Cardiac Output
Pada sebagian besar keadaan, tranportasi oksigen meningkat untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik. Walaupun demikian,
terdapat keadaan di mana hantaran oksigen menurun walaupun
konsumsi oksigen normal atau meningkat. Hal ini biasanya terjadi
pada keadaan sakit atau akibat kegagalan satu dari komponen-
komponen yang bertanggungjawab dalam transportasi oksigen
yang adekuat. Komponen cardiac output yang membantu
menjelaskan pentingnya cardiac output dalam transportasi oksigen
adalah stroke volume dan heart rate. Denyut jantung merupakan
mekanisme kompensasi dan berespon termasuk terhadap
peningkatan konsumsi oksigen. Kompensasinya berupa
14
Gambar 5. Hukum Frank-Starling
peningkatan denyut jantung saat stroke volume rendah atau terjadi
peningkatan kebutuhan hantaran oksigen akibat peningkatan
konsumsi oksigen.
Denyut jantung juga berkompensasi terhadap penurunan stroke
volume. Defisit volume darah, seperti pada keadaan trauma dapat
mengganggu hantaran oksigen yaitu melalui penurunan mean
circulatory volume. Hal ini akan menyebabkan penurunan venous
return sehingga stroke volume berkurang. Penurunan stroke volume
akan menyebabkan cardiac output yang rendah dan sedikit oksigen
yang tersedia bagi jaringan. Stroke volume akan menurun bila
pulmonary-capillary wedge pressure (PCWP) menurun, seperti
dalam keadaan hipovolemia atau saat PCWP meningkat seperti
dalam keadaan gagal jantung. Penurunan stroke volume yang
menyebabkan penurunan tarnsportasi oksigen menyebabkan
mekanisme kompensasi berperan.
Cardiac output berperan penting dalam respon fisiologis tubuh
terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, misalnya saat olahraga,
dengan cara meningkatkan denyut jantung. Peningkatan kebutuhan
oksigen dapat terjadi saat olahraga atau peningkatan aktivitas
metabolik. Cardiac output dapat mengkompensasi peningkatan
penggunaan oksigen tersebut. Peningkatan denyut jantung
menyebabkan peningkatan aliran darah yang meningkatkan
transportasi oksigen dan venous return. Oksigen juga berdifusi dari
arteriol yang kecil, di mana tekanan oksigen yang rendah dan
menyebabkan vasodilatasi. Hal ini menyebabkan peningkatan
ketersediaan oksigen pada jaringan. Aliran darah pun
didistribusikan ke area yang memiliki kebutuhan yang meningkat.
15
Tabel 2. Pentingnya cardiac output dalam transportasi oksigen
Bila cardiac output menurun, stimulasi simpatis akan meningkat.
Takikardi akan terjadi untuk meningkatkan aliran darah ke
jaringan. Respon simpatis meningkatkan kekuatan kontraksi yang
berusaha untuk mendistribusikan aliran darah yang besar.
Pada keadaan cardiac ouput yang rendah (misalnya gagal jantung
kiri), oksigen tidak cukup untuk dihantarkan ke jaringan karena
hilangnya mekanisme pemompaan darah. Stroke volume akan
menurun dan sedikit oksigen yang dihantarkan. Seiring dengan
cardiac output dan transportasi oksigen yang menurun, lebih
banyak oksigen yang diberikan oleh hemoglobin untuk digunakan
di jaringan. Mekanisme ini terjadi untuk mempertahankan
konsumsi oksigen.
16
Kompensasi cardiac output terhadap penurunan kandungan
oksigen
Pentingnya cardiac output terhadap transpor oksigen terbukti tidak
hanya dalam perubahan cardiac output tetapi juga ketika terjadi
perubahan kandungan oksigen terjadi. Kadar PaO2, hemoglobin,
atau SaO2 dapat menurun, dan transportasi oksigen tetap
dipertahankan oleh cardiac output. Cardiac output dapat
mengkompensasi penurunan kadar oksigen, tetapi kandungan
oksigen tidak dapat secara secara langsung mengkompensasi
peningkatan transportasi oksigen bila terjadi penurunan cardiac
output.
Perubahan dalam ketersediaan oksigen juga mempengaruhi
transportasi oksigen. Oksigen ditransportasikan ke jaringan melalui
dua cara yaitu terlarut dalam plasma (PaO2) atau terikat di dalam
hemoglobin (SaO2). PaO2 digunakan oleh banyak klinisi untuk
menentukan SaO2. Dalam kadar PaO2 dan SaO2 yang rendah,
cardiac output bertindak sebagai mekanisme kompensasi. Cardiac
output akan mulai meningkat saat kadar PaO2 mendekati 50
mmHg. Denyut jantung akan mulai meningkat untuk mencoba
mempertahankan transportasi oksigen ke jaringan.
Cardiac output dapat mengkompensasi terhadap perubahan
hemoglobin. Dalam kenyataannya, cardiac output meningkat
sebagai respon terhadap kadar hematokrit yang rendah. Viskositas
darah adalah kunci perubahan cardiac output dalam hal
transportasi. Bila separuh kapasitas darah diganti oleh
methemoglobin, cardiac output tidak akan berubah seperti dalam
keadaan efek dilusional dari cairan. Jadi, cardiac otput meningkat
dengan adanya penurunan viskositas darah (kadar hematokrit
rendah). Dalam keadaan anemia, kapasitas angkut oksigen darah
menurun dan viskositas darah pun menurun. Dengan viskositas
darah yang menurun, cardiac ouput akan meningkat karena
17
resistensi yang menurun dan venous return pun akan meningkat.
Peningkatan cardiac ouput adalah untuk mengkompensasi kadar
oksigen yang rendah yang terjadi pada anemia.
Kehilangan darah akut juga menurunkan kadar hemoglobin dan
penurunan kadar oksigen. Dengan level hemoglobin yang rendah,
tersedia sedikit hemoglobin yang akan mengangkut oksigen. Oleh
karena itu, cardiac output akan meningkat untuk meningkatkan
transportasi oksigen dan mengkompensasi level hemoglobin yang
rendah.
Pengukuran Cardiac Output
Cardiac output dapat diukur dengan berbagai cara, dari observasi
klinis yang mudah hingga pemantauan hemodinamik yang invasif.
Estimasi cardiac output meiliki peran penting dalam manajemen
pasien selama anastesi dan kondisi kritis.
a) Metode invasif
Metode Fick
Metode ini didasarkan atas total ambilan atau pelepasan
substansi oleh sebuah organ merupakan produk aliran
darah yang melalui organ tersebut dan perbedaan
konsentrasi arterivena dari substansi tersebut. Ambilan
oksigen di paru merupakan produk aliran darah yang
melalui paru dan perbedaan kadar oksigen arterivena.
Jadi, cardiac output dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan :
Di mana VO2 adalah konsumsi oksigen paru dan CaO2-
CvO2 adalah perbedaan kadar oksigen di arteri dan
vena. Metode Fick untuk menghitung nilai CO
18
CO = VO2
CaO2 – CvO2
diperoleh melalui mengukur oksigen yang dikonsumsi
dalam periode waktu tertentu dengan menggunakan
spirometri, konsentrasi oksigen darah vena melalui
arteri pulmoner, dan konsentrasi oksigen darah arteri
melalui arteri perifer. CO dapat dihitung dengan
persamaan ini :
VO2, konsumsi oksigen per menit diukur dengan
menggunakan spirometri dan CO2 absorber
Kandungan oksigen yang diambil dari darah arteri
pulmoner (menggambarkan darah yang tercampur
vena)
Kandungan oksigen dari darah yang diambil dari
arteri perifer (menggambarkan darah arteri)
Konsumsi oksigen diperoleh melalui pengukuran
volume gas ekspirasi dalam periode waktu tertentu dan
perbedaan konsentrasi oksigen antara gas ekspirasi dan
ekspirasi. Denominator persamaan ini adalah perbedaan
kandungan oksigen arterivena, dan pengukuran darah
yang tercampur vena (arteri pulmoner) dan
membutuhkan kateter arteri pulmoner untuk
mendapatkan sampel tersebut. Hal ini lah yang
menyebabkan pengukuran CO dengan metode ini sulit
dilakukan dan bersifat invasif.
Teknik Dilusi
Metode ini menggunakan thermistor-tipped chateter
yang spesial (Swan-Ganz catheter) yang dimasukkan
dari vena sentral ke arteri pulmoner. Cairan dingin D/W
5% atau NS (suhu 00c) diinjeksi ke atrium kanan dari
proxiimal catheter port. Cairan ini akan menyebabkan
penurunan temperatur darah yang diukur dengan
menggunakan thermistor yang ditempatkan pada
19
kateter arteri pulmoner. Penurunan temperatur
berkebalikan secara proporsional dengan dilusi yang
diinjeksi. Kateter ditempelkan pada komputer CO yang
akan menunjukkan kurva dan mengkalkulasi hasil CO
secara otomatis. Termodilusi ini merupakan pendekatan
yang paling banyak digunakan dan dipilih sebagai
standar baku untuk pemantauan CO walaupun dapat
beresiko terjadinya penumothoraks, disaritmia,
perforasi bilik jantung, tamponade, dan kerusakan
katup.
b) Metode noninvasif
Doppler Esofageal
Teknik ini mengukur kecepatan aliran darah pada aorta
thorakis descenden dengan menggunakan flexible
ultrasound probe yang berukuran sama seperti
nasogastric tube. Teknik ini bersifat invasif minimal
dan dapat digunakan untuk mengukur CO secara
kontinyu.
Transesophageal Echocardiography
Memberikan informasi tentang kontraktilitas jantung,
satus pengisian dan ejeksi ventrikel, morfologi dan
fungsi katup jantung, serta struktur aorta ascenden dan
descenden pada pasien kritis. Cardiac output diperoleh
dengan mengkalkulasi stroke volume yang dikalikan
denyut jantung.
Lithium dilution cardiac ouput
Partial CO2 rebreathing
Thoracic electrical bioimpendance
2. Peran Hemoglobin, SaO2, dan PaO2 dalam Pengangkutan
Oksigen
20
Molekul oksigen bergabung secara longgar dan reversibel dengan
bagian heme dari hemoglobin. Bila PO2 tinggi, seperti dalam
kapiler paru, oksigen berikatan dengan hemoglobin, tetapi bila PO2
rendah, seperti dalam kapiler jaringan, oksigen dilepaskan dari
hemoglobin. Ini adalah dasar untuk hampir seluruh pengangkutan
oksigen dari paru ke jaringan.
Dalam kurva disosiasi oksigen-hemoglobin, terlihat peningkatan
progresif pada persentasi hemoglobin yang terikat dengan oksigen
ketika PO2 meningkat yang disebut persentase saturasi hemoglobin.
Karena darah yang meninggalkan paru dan memasuki sirkulasi
arteri sistemik biasanya mempunyai PO2 kira-kira 95 mmHg, maka
saturasi oksigen pada darah arteri sistemik normalnya 97%.
Sebaliknya, pada keadaan normal, PO2 darah vena yang kembali
dari jaringan perifer kira-kira 40 mmHg dan saturasi
hemoglobinnya kira-kira 75%.
Satu gram hemoglobin dapat mengikat maksimal 1,34 mL O2. Jadi,
100 mL darah dengan kadar hemoglobin 15 mg% dapat
mengangkut 1,34 x 15, atau 20,1 mL oksigen. Walaupun demikian,
karena terdapat beberapa jalan pintas fisiologis (bercampur dengan
vena) hanya 95% hemoglobin yang tersedia untuk mengangkut
oksigen. Oleh karena itu, praktisnya 100 mL darah arteri dapat
mengangkut 19,8 mL oksigen yang terdiri dari 19,5 mL sebagai
oksihemoglobin dan 0,3 mL larut dalam plasma. Dengan demikian,
pada keadaan normal, oksigen dibawa ke jaringan hampir
seluruhnya oleh hemoglobin.5.6
21
Kurva ini menunjukkan relasi antara PO2 dan persentase saturasi
hemoglobin. Kurva Disosiasi O2-Hb menunjukkan persentase
saturasi hemoglobin yang meningkat saat PO2 meningkat di dalam
arteri. Relasi tersebut bersifat sigmoid atau bentuk S. Terdapat dua
zona kurva disosiasi O2-Hb :
1. Loading (association) zone yaitu garis mendatar (plateau)
pada kurva yang berkaitan dengan proses ambilan O2 di paru.
Kurva ini menunjukkan bahwa pada keadaan nilai PO2
100mmHg atau lebih, hemoglobin akan tersaturasi 100%.
Apabila PO2 jatuh hingga nilai 60 mmHg, saturasi
hemoglobin tetap 90%. Jadi, loading zone menunjukkan batas
aman, karena memungkinkan ambilan O2 yang tinggi oleh
darah pulmonal walaupun PO2 alveolar menurun seperti
dalam keadaan mendaki gunung hingga ketinggian medium
dan penyakit paru.
2. Unloading ( dissociation) zone yaitu bagian curam dari kurva
yang terjadi pada kadar PO2 di bawah 60 mmHg. Bagian ini
menunjukkan pengangkutan O2 pada jaringan dan jumlah
22
Gambar 6. Kurva Disosiasi Oksigen-Hemoglobin
oksigen yang banyak yang diambil dari darah dengan
penurunan minor relatif tekanan O2. Hal ini mempertahankan
tekanan O2 pada darah kapiler relatif tinggi sehingga difusi
O2 tetap dipertahankan. Pada PO2 40 mmHg, Hb tersaturasi
sebesar 75% dengan O2.4
PO2 jaringan normalnya tidak dapat meningkat di atas 40 mmHg
karena seandainya terjadi demikian, oksigen yang diperlukan
jaringan tidak dapat dilepaskan dari hemoglobin. Dengan cara ini,
dalam keadaan normal, hemoglobin mengatur batas atas tekanan
oksigen dalam jaringan, yaitu sekitar 40 mmHg.
Keuntungan fisiologis dari kurva disosiasi O2-Hb yang berbentuk
S, dapat disimpulkan berupa:
Kurva ini memungkinkan ambilan O2 pada paru
walaupun terdapat variasi yang luas dalam kadar PO2
alveolar.
Jaringan disuplai oleh O2 sesuai dengan kebutuhannya.
Hemoglobin bertindak sebagai dapar dan
mempertahankan PO2 jaringan sekitar 40 mmHg.
Faktor-Faktor yang Menggeser Kurva Disosiasi Oksigen-
Hemoglobin
Beberapa faktor dapat memindahkan kurva disosiasi pada satu arah
atau lainnya. Pada darah yang sedikit asam, dengan penurunan pH
dari 7,4 menjadi 7,2, pergeseran kurva disosiasi O2-Hb rata-rata
15% ke kanan. Sebaliknya, peningkatan pH normal 7,4 menjadi 7,6
akan menggeser kurva ke kiri dengan besar yang sama.
Selain perubahan pH, dikenal pula beberapa faktor yang
menyebabkan pergeseran kurva. Tiga faktor diantaranya, yang
ketiganya menggeser kurva ke kanan ialah: (1) peningkatan
konsentrasi CO2, (2) peninggian suhu darah, dan (3) peningkatan
2,3 difosfogliserat (DPG), suatu senyawa fosfat yang secara 23
metabolik penting terdapat dalam darah dengan konsentrasi yang
berubah-ubah tergantung pada konsisi metabolik yang berbeda.
1. Karbondioksida dan Ion Hidrogen Menggeser Kurva
Disosiasi O2-Hb (Efek Bohr)
Peningkatan CO2 dan ion hidrogen dalam darah berpengaruh
penting dalam meningkatkan pelepasan oksigen dari darah
dalam jaringan dan meningkatkan oksigenasi darah dalam
paru. Pengaruh ini disebut efek Bohr. Ketika darah melalui
jaringan, CO2 berdifusi dari sel jaringan ke dalam darah.
Proses ini menaikkan PCO2 darah dan meningkatkan H2CO3
darah dan konsentrasi ion hidrogen. Efek ini menggeser
kurva disosiasi ke kanan dan ke arah bawah yang memaksa
oksigen terlepas dari hemoglobin dan meningkatkan jumlah
pengiriman oksigen ke jaringan.
2. Efek DPG untuk Menggeser Kurva Disosiasi O2-Hb
DPG normal dalam darah mempertahankan kurva disosiasi
O2-Hb sedikit bergeser ke kanan setiap saat. Tetapi pada
keadaan hipoksia yang berlangsung lebih dari beberapa jam,
jumlah DPG dalam darah meningkat sehingga menggeser
kurva lebih ke kanan. Ini menyebabkan oksigen dikirim ke
jaringan oada tekanan oksigen 10 mmHg lebih besar daripada
keadaan tanpa peningkatan DPG. Ini merupakan mekanisme
penting penyesuaian diri terhadap hipoksia.
3. Pergeseran Kurva Disosiasi Selama Kerja Fisik
Pergeseran kurva disosiasi ke kanan menyebabkan
pengiriman sejumlah oksigen tambahan ke serabut otot aktif
yang sedang bekerja. Kemudian otot yang sedang bekerja
melepaskan sejumlah besar CO2 dan CO2 ini dan beberapa
asam lainnya akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen
dalam darah kapiler otot tersebut. Selain itu, suhu otot
seringkali meningkat sebesar 20-30C, yang dapat
24
meningkatkan pengiriman oksigen ke serabut-serabut otot
lebih banyak lagi. Semua faktor ini bekerja sama menggeser
kurva disosiasi dari darah kapiler otottersebut cukup jauh ke
kanan. Hal ini memaksa oksigen dilepaskan dari hemoglobin
darah ke otot pada PO2 sebesar 40 mmHg, walaupun bila
70% oksigen telah dikeluarkan dari hemoglobin.4
Transpor Oksigen dalam Bentuk Terlarut
Pada keadaan PO2 arteri normal, yaitu 95 mmHg, sekitar 0,29
mililiter oksigen dilarutkan dalam setiap 100 mililiter cairan darah,
dan bila PO2 darah turun menjadi 40 mmHg dalam kapiler
jaringan, hanya 0,12 mililiter oksigen yang tetap terlarut. Dengan
kata lain, 0,17 mililiter oksigen secara normal diangkut dalam
keadaan terlarut ke jaringan oleh setiap 1oo mL darah. Jumlah ini
sebanding dengan kira-kira 5 mL oksigen yang diangkut oleh
hemoglobin sel darah merah. Oleh karena itu, oksigen yang
diangkut ke jaringan dalam bentuk terlarut normalnya sedikit
hanya kira-kira 3% dari jumlah total bila dibandingkan dengan
97% yang diangkut hemoglobin.
Korelasi SaO2 dan PaO2
Memahami korelasi saturasi hemoglobin dan PaO2 adalah hal
penting dalam aplikasi pulse oximetry. Bentuk sigmoid
menunjukkan bahwa penurunan PaO2 dari 100-60 mmHg, saturasi
arteri akan menurun hanya 90-99%. Saat saturasi turun di bawah
90%, sedikit perubahan PaO2 akan menyebabkan perubahan
persentase yang besar dari SaO2.
25
SaO2 menurun pada aktivitas yang berat sehingga menyebabkan
terjadinya pelepasan oksigen dalam keadaan kebutuhan metabolik
yang tinggi. SaO2 dapat menurun pada keadaan perfusi yang
rendah untuk mengkompensasi cardiac output yang rendah.
Konsentrasi hemoglobin yang rendah dapat meningkatkan
pelepasan oksigen ke jaringan, sehingga SaO2 akan menurun.
Penggunaan PaO2, SaO2, dan hemoglobin dalam praktek klinis untuk
menentukan oksigenasi yang adekuat hanya akan menjelaskan separuhnya.
Penggunaan parameter ini saja akan memberikan informasi yang salah
tentang keadaan aktual oksigenasi. Cardiac output merupakan serpihan
kecil informasi yang penting untuk menentukan oksigenasi yang adekuat
walaupun parameter oksigenasi lainnya rendah. 2,4,6
2.4. Aspek Klinis Transportasi Oksigen : Hipoksia dan Terapi Oksigen
2.4.1. Salah Satu Peran Penting Transportasi Oksigen : Hipoksia
Hipoksia didefinisikan sebagai kurangnya oksigen di dalam jaringan yang
dapat terjadi karena berbagai alasan. Hipoksia biasanya didahului oleh
hipoksemia ( penurunan konsentrasi oksigen di dalam darah). Walaupun
demikian, hipoksia dapat terjadi tanpa adanya hipoksemia. Hiperkapnia
(peningkatan konsentrasi CO2 di darah) sering ditemukan dalam kasus
hipoksia. Beberapa kasus hipoksia dapat dibarengi oleh hipokapnia.
Konsekuensi dari keadaan hipoksia bergantung pada :
Waktu terjadinya hipoksia
Durasi hipoksia
Intensitas dan bentuk hipoksia
Sensitivitas jaringan tubuh yang terkena
Untuk memahami mekanisme patogenisitas yang menyebabkan terjadinya
hipoksia, pertama kali harus memahami faktor dasar baik internal maupun
26
eksternal yang bertanggung jawab dalam suplai oksigen ke jaringan. Hal
ini dapat berupa :
1. Oksigen yang cukup yang diinspirasi
2. Pertukaran yang tepat antargas di dalam paru ( ventilasi, difusi, dan
perfusi)
3. Jumlah hemoglobin yang cukup untuk transfer oksigen
4. Fungsi sistem kardiovaskular yang tepat
5. Jaringan yang mampu untuk menggunakan oksigen (oksidasi terminal)
Sistem kardiovaskular dan fungsi hemoglobin mampu menghantarkan
oksigen secara cepat ke paru, mentransportasikan oksigen ke jaringan
dengan konsentrasi tertentu dan melepaskannya melalui mekanisme
regulasi molekuler ke kapiler tubuh.
Klasifikasi berbagai bentuk hipoksia dapat dihubungkan dengan faktor-
faktor di tas yang bertindak sebagai faktor eksternal dan internal yang
menyebabkan terjadinya hipoksia adalah sebagai berikut :
1. Hipoksia hipoksik (gangguan pada konsisi (1) dan (2)). Penyebab
dasarnya ialah penurunan konsentrasi oksigen atau tekanan oksigen
pada udara insiprasi atau kelainan sitem respirasi.
2. Hipoksia anemi ( gangguan pada kondisi (3)), yang dapat terjadi
karena berbagai tingkat anemia, bentuk patologis atau blokade fungsi
transpor hemoglobin)
3. Hipoksia sirkulasi (iskemik), yaitu gangguan kondisi (4). Hal ini
terjadi karena adanya gangguan sirkulasi total atau lokal, stagnansi
aliran darah vena, atau proses iskemik akibat blok arteri.
4. Hipoksia histotoksik (gangguan fungsi (5)). Merupakan
ketidakmampuan penggunaan oksigen di jaringan.
Kemungkinan klasifikasi lain dari hipoksia adalah berdasarkan waktu
terjadinya. Dalam praktek klinis hipoksia sering menyertai penyakit kronis
pada sistem respirasi atau kardiovaskular atau kelainan darah dan disebut
27
sebagai hipoksia kronis. Hipoksia akut merupakan kondisi yang jarang
terjadi (misalnya dalam kondisi mountain sickness).
Bentuk spesial bila dilihat dari kecepatan onsetnya adalah hipoksia
fulminan. Kondisi ini dapat terjadi pada gangguan tekanan kabin pada
pesawat terbang pada ketinggian di atas 10 km. Pada kasus ini, tekanan
oksigen pada lingkungan eksternal lebih rendah dibandingkan tekanan di
dalam darah vena sehingga oksigen akan ditranpor ke lingkungan luar.
Hilangnya kesadarn dapat terjadi segera dan setelah 1-2 menit tanda-tanda
kematian akan muncul sebagai akibat dari adanay gangguan pernapasan
sentral, tanpa kram, tanpa berbagai tanda bahaya lainnya.
2.4.2. Terapi Oksigen
Berbagai reaksi biokimia di dalam tubuh bergantung pada utilisasi
oksigen. Suplai oksigen ke jaringan bergantung pada beberapa faktor
seperti ventilasi, difusi melewati membran alveolar-kapiler, hemoglobin,
cardiac output, dan perfusi jaringan.
Terapi oksigen adalah upaya pengobatan dengan obat oksigen untuk
mencegah atau memperbaiki hipoksia jaringan, dengan cara meningkatkan
masukan oksigen ke dalam sistem respirasi, meningkatkan daya angkut
oksigen dalam sirkulasi, dan meningkatkan pelepasan oksigen ke jaringan
atau ekstraksi oksigen jaringan. Terapi oksigen adalah memasukkan
oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran pernafasan dengan
menggunakan alat sesuai kebutuhan.
Terapi oksigen dilakukan dengan cara pemberian oksigen dengan
konsentrasi yang lebih tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfer
lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi oksigen dalam ruangan
adalah 21 %, Sejalan dengan hal tersebut, terapi oksigen adalah suatu
tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang
dapat dilakukan dengan cara:
a) Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik )
b) Meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik). 28
Terapi oksigen meliputi upaya-upaya meningkatkan masukan oksigen ke
dalam sistem respirasi, meningkatkan daya angkut hemodinamik, dan
meningkatkan daya ekstraksi oksigen jaringan yang dapat diberikan pada
beberapa kondisi seperti:
a) Gagal napas; akibat sumbatan jalan nafas, depresi pusat nafas,
penyakit neuromuskular, trauma toraks, atau penyakit pada paru
seperti ARDS.
b) Kegagalan transportasi oksigen akibat syok (kardiogenik,
hipovolemik, dan septik), infark miokard, anemia, atau keracunan CO2
c) Kegagalan ekstraksi oksigen oleh jaringan akibat keracunan sianida
d) Peningkatan kebutuhan jaringan terhadap oksigen, seperti pada luka
bakar, trauma ganda, infeksi berat, penyakit keganasan, kejang
demam.
e) Pasca anestesi terutama anestesi umum.
Dengan demikian tujuan terapi oksigen pada keadaan-keadaan seperti
tersebut di atas adalah untuk :
a) Meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke
jaringan untuk memfasilitasi metabolisme aerob
b) Mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90 % untuk :
Mencegah dan mengatasi hipoksemia / hipoksia serta
mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat.
Menurunkan kerja nafas dan miokard.
Menilai fungsi pertukaran gas
Kriteria pemberian terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan beberapa
cara di bawah ini.
a) Pemberian oksigen secara berkesinambungan (terus menerus), diberikan
apabila hasil analisis gas darah pada saat istirahat, didapat nilai:
PaO2 kurang dari 55 mmHg atau saturasi kurang dari 88%.
29
PaO2 antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai cor-pulmonale,
polisitemia (hematokrit >56%).
b) Pemberian secara berselang, diberikan apabila hasil analisis gas darah
saat latihan didapat nilai:
Pada saat latihan PaO2 55 mmHg atau saturasi 88%
Pada saat tidur PaO2 55 mmHg atau saturasi 88% disertai
komplikasi seperti hipertensi pulmoner, somnolen dan aritmia.
Pasien dengan keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi oksigen perlu
dievaluasi gas darah (AGD) serta terapi untuk menentukan perlu tidaknya
terapi oksigen jangka panjang.Teknik dan alat yang digunakan dalam terapi
oksigen hendaknya memenuhi kriteria :
a) Mampu mengatur konsentrasi atau fraksi oksigen udara inspirasi (FiO2)
b) Tidak menyebabkan akumulasi CO2
c) Tahanan terhadap pernafasan minimal
d) Irit dan Efisien dalam penggunaan oksigen
e) Diterima dan nyaman dipakai pasien
Berdasarkan kriteria tersebut, alat-alat terapi oksigen digolongkan menjadi :
1) Sistem fixed performance
Fraksi oksigen pada alat ini tidak bergantung pada kondisi pasien.
Berdasarkan aliran gasnya alat ini dibagi menjadi :
Aliran tinggi, misalnya sungkup venturi
Aliran rendah, misalnya mesin anestesi
2) Sistem variable performance
Fraksi oksigennya bergantung pada aliran oksigennya, faktor alat,
dan kondisi pasien. Alat ini ada tiga jenis :
Sistem No Capibility, misalnya kanul atau kateter hidung atau
trakea
30
Sistem Small Capacity, misalnya kateter atau kanul dengan
aliran tinggi dan sungkup semi rigid seperti sungkup
Edinburg, Harris.
Sistem Large Capacity misalnya pneumask dan polymask
Berdasarkan ada tidaknya hirupan kembali udara ekspirasi pasien selama
terapi oksigen, sistem pemberian gas dalam terapi oksigen dapat
diklasifikasikan menjadi :
1) Sistem Nonbreathing
Pada sistem ini, kontak antara udara inspirasi dan ekspirasi sangat
minimal. Udara ekspirasi langsung ke luar ke atmosfer melalui katup
searah yang dipasang pada hubungan antara pengalir gas dengan
mulut atau hidung pasien.
2) Sistem Rebreathing
Pada sistem ini, udara ekspirasi yang ditampung pada kantung
penampung yang terletak pada pipa jalur ekspirasi, dihirup kembali
setelah CO2 diserap oleh penyerap CO2 selanjutnya dialirkan kembali
ke pipa jalur inspirasi.
Sistem Pemberian Terapi Oksigen
Sistem pemberian terapi oksigen dapat dibagi menjadi dua teknik, yaitu :
a) Sistem Aliran Rendah
Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara
ruangan, bekerja dengan memberikan oksigen pada frekuensi aliran
kurang dari volume inspirasi pasien, sisa volume ditarik dari udara
ruangan. Karena oksigen ini bercampur dengan udara ruangan, maka
FiO2 aktual yang diberikan pada pasien tidak diketahui, menghasilkan
FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan
volume tidal pasien. Alat oksigen aliran rendah cocok untuk pasien stabil
dengan pola nafas, frekuensi dan volume ventilasi normal, misalnya klien
dengan volume tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali
permenit. Contoh sistem aliran rendah adalah :
31
Low flow -low concentration : (kateter nasal, Kanul nasal / kanul
binasal / nasal prong)
Low flow high concentration (sungkup muka sederhana, sungkup
muka dengan kantong rebreathing, sungkup muka dengan
kantong non rebreathing).
b) Sistem Aliran Tinggi
Memberikan aliran dengan frekuensi cukup tinggi untuk memberikan 2
atau 3 kali volume inspirasi pasien. Alat ini cocok untuk pasien dengan
pola nafas pendek dan pasien dengan PPOK yang mengalami hipoksia
karena ventilator. Suatu teknik pemberian oksigen dimana FiO2 lebih
stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik
ini dapat menambahkan konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan
teratur.Contoh sistem aliran tinggi adalah:
Sungkup muka dengan venturi / Masker Venturi (High flow low
concentration).
Bag and Mask / resuscitator manual7
Beberapa alat yang umumnya digunakan di klinik untuk terapi oksigen :
1. Kateter Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara
kontinyu dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.
Prosedur pemasangan kateter ini meliputi insersi kateter oksigen ke dalam
hidung sampai naso faring. Persentase oksigen yang mencapai paru-paru
beragam sesuai kedalaman dan frekuensi pernafasan, terutama jika mukosa
nasal membengkak.
a. Keuntungan
Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara,
dan membersihkan mulut, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai
sebagai kateter penghisap. Dapat digunakan dalam jangka waktu yang
lama.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 44%,
tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal,
32
nyeri saat kateter melewati nasofaring, dan mukosa nasal akan
mengalami trauma, fiksasi kateter akan memberi tekanan pada nostril,
maka kateter harus diganti tiap 8 jam dan diinsersi kedalam nostril
lain, dapat terjadi distensi lambung, terjadi iritasi selaput lendir
nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt dapat menyebabkan
nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta kateter mudah
tersumbat dan tertekuk.
2. Kanul Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu
dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan
kateter nasal yaitu 24 % - 44 %. Persentase O2 pasti tergantung ventilasi
per menit pasien. Pada pemberian oksigen dengan nasal kanula jalan nafas
harus paten, dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut. FiO2
estimation :
• 1 Liter /min : FiO2 24 %
• 2 Liter /min : FiO2 28 %
• 3 Liter /min : FiO2 32 %
• 4 Liter /min : FiO2 36 %
• 5 Liter /min : FiO2 40 %
• 6 Liter /min : FiO2 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
33
a. Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan
teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah,
disposibel, klien bebas makan, minum, bergerak, berbicara, lebih
mudah ditolerir klien dan terasa nyaman. Dapat digunakan pada pasien
dengan pernafasan mulut, bila pasien bernapas melalui mulut,
menyebabkan udara masuk pada waktu inhalasi dan akan mempunyai
efek venturi pada bagian belakang faring sehingga menyebabkan
oksigen yang diberikan melalui kanula hidung terhirup melalui hidung.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai
oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas
karena kedalaman kanul hanya 1/1.5 cm, tidak dapat diberikan pada
pasien dengan obstruksi nasal. Kecepatan aliran lebih dari 4 liter/menit
jarang digunakan, sebab pemberian flow rate yang lebih dari 4 liter
tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya pemborosan oksigen dan
menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi selaput lendir. Dapat
34
menyebabkan kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung akibat
pemasangan yang terlalu ketat.
3. Sungkup muka sederhana
Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang. Merupakan
alat pemberian oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling. Aliran
5 – 8 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 – 60%. Masker ini kontra
indikasi pada pasien dengan retensi karbondioksida karena akan
memperburuk retensi. Aliran O2 tidak boleh kurang dari 5 liter/menit
untuk mendorong CO2 keluar dari masker. FiO2 estimation :
• 5-6 Liter/min : FiO2 40 %
• 6-7 Liter/min : FiO2 50 %
• 7-8 Liter/min : FiO2 60 %
a. Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula
nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan
sungkup berlubang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi
aerosol.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat
menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah. Menyekap, tidak
memungkinkan untuk makan dan batuk.Bisa terjadi aspirasi bila pasien
mntah. Perlu pengikat wajah, dan apabila terlalu ketat menekan kulit
dapat menyebabkan rasa pobia ruang tertutup, pita elastik yang dapat
disesuaikan tersedia untuk menjamin keamanan dan kenyamanan.
35
4. Sungkup muka degan kantung rebreathing
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 35 – 60%
dengan aliran 6 – 15 liter/mnt , serta dapat meningkatkan nilai PaCO2.
Udara ekspirasi sebagian tercampur dengan udara inspirasi, sesuai dengan
aliran O2, kantong akan terisi saat ekspirasi dan hampir menguncup waktu
inspirasi. Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan
cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian
kantong reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan
sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit.
FiO2 estimation :
• 6 liter/ menit : Fi O2 35 %
• 8 liter/ menit : FiO2 40 – 50 %
• 10 – 15 liter/menit : FiO2 60 %
a. Keuntungan
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lendir.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong oksigen
bisa terlipat atau terputar atau mengempes, apabila ini terjadi dan aliran
yang rendah dapat menyebabkan pasien akan menghirup sejumlah besar
karbondioksida. Pasien tidak memungkinkan makan minum atau batuk
dan menyekap, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah, serta perlu segel
pengikat.
36
5. Sungkup muka dengan kantung Nonrebreathing
Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen yang tinggi
mencapai 90 % dengan aliran 6 – 15 liter/mnt. Pada prinsipnya udara
inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi, udara ekspirasi
dikeluarkan langsung ke atmosfer melalui satu atau lebih katup, sehingga
dalam kantong konsentrasi oksigen menjadi tinggi. Sebelum dipasang ke
pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara
kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir.
Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali
pengikat untuk mencegah iritasi kulit. Kantong tidak akan pernah kempes
dengan total. Perawat harus menjaga agar semua diafragma karet harus
pada tempatnya dan tanpa tongkat.
FiO2 estimation :
• 6 liter/menit : FiO2 55 – 60 %
• 8 liter/menit : FiO2 60 – 80 %
• 10 liter/menit : FiO2 80 – 90 %
• 12 – 15 liter/menit : FiO2 90 %
a. Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 90%, tidak
mengeringkan selaput lendir.
37
b. Kerugian :
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah. Kantong oksigen
bisa terlipat atau terputar, menyekap, perlu segel pengikat, dan tidak
memungkinkan makan, minum atau batuk, bisa terjadi aspirasi bila
pasien muntah terutama pada pasien tidak sadar dan anak-anak.
6. Sungkup muka dengan venturi
Merupakan metode yang paling akurat dan dapat diandalkan untuk
konsentrasi yang tepat melalui cara non invasif. Masker dibuat sedemikian
rupa sehingga memungkinkan aliran udara ruangan bercampur dengan
aliran oksigen yang telah ditetapkan. Masker venturi menerapkan prinsip
entrainmen udara (menjebak udara seperti vakum), yang memberikan
aliran udara yang tinggi dengan pengayaan oksigen terkontrol. Kelebihan
gas keluar masker melalui cuff perforasi, membawa gas tersebut bersama
karbondioksida yang dihembuskan. Metode ini memungkinkan
konsentrasi oksigen yang konstan untuk dihirup yang tidak tergantung
pada kedalaman dan kecepatan pernafasan.Diberikan pada pasien
hyperkarbia kronik ( CO2 yang tinggi ) seperti PPOK yang terutama
tergantung pada kendali hipoksia untuk bernafas, dan pada pasien
hypoksemia sedang sampai berat. Menurut Standar Keperawatan ICU
Dep.Kes RI. tahun 2005, estimasi FiO2 venturi mask merk Hudson:
• Warna Biru : 2 liter/menit : FiO2 24 %
• Warna Putih : 4 liter/menit : 28 %
• Warna Orange : 6 liter/menit : 31 %38
• Warna Kuning : 8 liter/menit: 35 %
• Warna Merah : 10 liter/menit : 40%
• Warna Hijau : 15 liter/menit : 60 %
a. Keuntungan
• Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan / tepat sesuai dengan
petunjuk pada alat.
• FiO2 tidak dipengaruhi oleh pola ventilasi, serta dapat diukur dengan
O2 analiser.
• Temperatur dan kelembaban gas dapat dikontrol.
• Tidak terjadi penumpukan CO2.
b. Kerugian
• Harus diikat dengan kencang untuk mencegah oksigen mengalir
kedalam mata.
• Tidak memungkinkan makan atau batuk, masker harus dilepaskan bila
pasien makan, minum, atau minum obat.
• Bila humidifikasi ditambahkan gunakan udara tekan sehingga tidak
mengganggu konsentrasi O2.
7. Collar trakeostomi
a. Keuntungan :
39
• Sama dengan selang T, Memberikan pelembaban untuk pasien dengan
trakeostomi.
• Gelang – gelang adaptor mencegah bunyi gemuruh selang
trakeostomi.
• Bagian depan memungkinkan penghisapan tanpa melepas masker.
• Kondensasi dalam collar dapat dialirkan ke dalam selang pasien.
b. Kerugian :
• Sekresi dan lapisan kulit sekitar stoma dapat menyebabkan iritasi dan
infeksi.
Tidak ada kontra indikasi absolut dalam pemberian terapi oksigen :
a) Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.
b) Nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala,
trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal.
c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2
tinggi, akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.
Efek Samping Terapi Oksigen
Salah satu resiko terapi oksigen adalah keracunan oksigen. Hal ini dapat
terjadi bila oksigen diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus
selama 1-2 hari. Kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya
metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan enzim
40
proteolotik dan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko
yang lain seperti retensi gas karbondioksida dan atelektasis. Oksigen 100%
menimbulkan efek toksik, tidak saja pada hewan, namun juga pada bakteri,
jamur, biakan sel hewam dan tanaman. Apabila O2 80-100% diberikan
kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan teriritasi,
menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan
batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru.
Sejumlah bayi dengan sindroma gawat nafas yang diterapi dengan O2,
selanjutnya mengalami gangguan menahun yang ditandai dengan kista dan
pemadatan jaringan paru (displasia bronkopulmonal). Komplikasi lain pada
bayi-bayi ini adalah retinopti prematuritas (fibroplkasia retrolental), yaitu
pembentukan jaringan vaskuler opak pada matayang dapat mengakibatkan
kelainan penglihatan berat. Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih
tinggi berakibat tidak hanya iritasi trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot,
bunyi berdering dalam telinga, rasa pening, kejang dan koma. Pajanan
terhadap O2 tekanan tinggi (oksigenasi hiperbarik) dapat menghasilkan
peningkatan jumlah O2 terlarut dalam darah. Oksigen bukan zat pembakar
tetapi dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu pasien dengan
terapi pemberian oksigen harus menghindari : Merokok, membuka alat listrik
dalam area sumber oksigen, menghindari penggunaan listrik tanpa
“Ground”.7,8
41
BAB III
KESIMPULAN
Proses perjalanan oksigen hingga mencapai sel terdiri dari empat tahap
penting yaitu ventilasi, distribusi, difusi, dan perfusi. Pada tahap perfusi
ini, agar oksigen dapat mencapai jaringan, oksigen dalam darah harus
ditransportasikan kejaringan untuk menjamin keberkangsungan
metabolisme tubuh.
Transportasi oksigen global (DO2) adalah jumlah oksigen yang dikirim ke
seluruh tubuh dari paru. Ini merupakan produk aliran darah total atau
cardiac output (CO) dan kandungan oksigen dalam darah arteri (CaO2) dan
dinyatakan dalam ml/menit. Empat komponen yang berkontribusi terhadap
fungsi transportasi oksigen. Komponen ini termasuk cardiac output,
hemoglobin, saturasi oksigen (SaO2) dan PaO2.
Cardiac output bereperan penting dalam respon fisiologis tubuh terhadap
peningkatan kebutuhan oksigen, dengan cara meningkatkan denyut
jantung.Peningkatan denyut jantung menyebabkan peningkatan aliran
darah yang meningkatkan transportasi oksigen dan venous return. Oksigen
juga berdifusi dari arteriol yang kecil, di mana tekanan oksigen yang
rendah dan menyebabkan vasodilatasi. Hal ini menyebabkan peningkatan
ketersediaan oksigen pada jaringan.
Penggunaan PaO2, SaO2, dan hemoglobin dalam praktek klinis untuk
menentukan oksigenasi yang adekuat hanya akan menjelaskan separuhnya.
Penggunaan parameter ini saja akan memberikan informasi yang salah
tentang keadaan aktual oksigenasi. Cardiac output merupakan serpihan
kecil informasi yang penting untuk menentukan oksigenasi yang adekuat
walaupun parameter oksigenasi lainnya rendah. Hal ini membuktikan
bahwa penggunaan parameter yang selama ini digunakan dalam klinis
yaitu SO2 dan PaO2 hanya menggambarkan sebagian dari nilai adekuasi
oksigenasi jaringan dan dibutuhkan parameter tambahan yaitu cardiac
output untuk melengkapinya.
42