obstruksi jaundice.docx
TRANSCRIPT
OBSTRUKSI JAUNDICE
OBSTRUKSI JAUNDICE
PENDAHULUAN
Ikterus (icterus) berasal dari bahasa Greek yang berarti kuning. Nama lain ikterus
adalah “jaundice” yang berasal dari bahasa Perancis “jaune” yang juga berarti kuning. Dalam
hal ini menunjukan peningkatan pigmen empedu pada jaringan dan serum. Jadi ikterus adalah
warna kuning pada sclera, mukosa dan kulit yang disebabkan oleh akumulasi pigmen empedu
di dalam darah dan jaringan (> 2 mg / 100 ml serum).
Ada 3 tipe ikterus yaitu ikterus pre hepatika (hemolitik), ikterus hepatika (parenkimatosa) dan
ikterus post hepatika (obstruksi). Ikterus obstruksi (post hepatika) adalah ikterus yang
disebabkan oleh gangguan aliran empedu antara hati dan duodenum yang terjadi akibat
adanya sumbatan (obstruksi) pada saluran empedu ekstra hepatika. Ikterus obstruksi disebut
juga ikterus kolestasis dimana terjadi stasis sebagian atau seluruh cairan empedu dan bilirubin
ke dalam duodenum.
Ada 2 bentuk ikterus obstruksi yaitu obstruksi intra hepatal dan ekstra hepatal. Ikterus
obstruksi intra hepatal dimana terjadi kelainan di dalam parenkim hati, kanalikuli atau
kolangiola yang menyebabkan tanda-tanda stasis empedu sedangkan sedangkan ikterus
obstruksi ekstra hepatal terjadi kelainan diluar parenkim hati (saluran empedu di luar hati)
yang menyebabkan tanda-tanda stasis empedu . Yang merupakan kasus bedah adalah ikterus
obstruksi ekstra hepatal sehingga sering juga disebut sebagai “surgical jaundice” dimana
morbiditas dan mortalitas sangat tergantung dari diagnosis dini dan tepat.
DEFINISI
Ikterus (icterus) berasal dari bahasa Greek yang berarti kuning. Nama lain ikterus
adalah “jaundice” yang berasal dari bahasa Perancis “jaune” yang juga berarti kuning. Dalam
hal ini menunjukan peningkatan pigmen empedu pada jaringan dan serum. Jadi ikterus adalah
warna kuning pada sclera, mukosa dan kulit yang disebabkan oleh akumulasi pigmen empedu
di dalam darah dan jaringan (> 2 mg / 100 ml serum).
ETIOLOGI IKTERUS OBSTRUKSI
1. Ikterus obstruksi intra hepatik
Penyebab tersering ikterus obstruksi intrahepatik adalah penyakit hepatoseluler
dengan kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus atau berbagai jenis sirosis.
Pada penyakit ini, pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menekan dan
menghambat kanalikuli atau kolangiola. Penyakit hepatoseluler biasanya mengganggu
semua fase metabolisme bilirubin ambilan, konjugasi, dan eksresi, tetapi eksresi biasanya
paing terganggu, sehingga yang paling menonjol adalah hiperbilirubinemia terkonjugasi.
Penyebab ikterus obstruksi intrahepatik yang lebih jarang adalah pemakaian obat-obat
tertentu, dan gangguan herediter dubin jhonson serta sindrome rotor (jarang terjadi). Pada
keadaan ini terjadi gangguan transfer bilirubin melalui membran hepatosit yang
menyebabkan terjadinya retensi bilirubin dalam sel, obat yang sering mencetuskan
ganggua ini adalah halotan (anestetik), kontrasepsi oral, estrogen, steroid, anabolik,
isoniazid, alopurinol, sulfonamid, dan klorpamazin.
2. IKTERUS OBSTRUKSI EKSTRA HEPATIK
Penyebab tersering ikterus obstruksi ekstra hepatik adalah sumbatan batu empedu,
biasanya pada ujung bawah duktus koleduktus dari luar; demikian juga dengan
karsinoma ampula veteri. Penyebab yang lebih jarang adalah ikterus pasca peradangan
atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar limfe pada porta hepatis. Lesi intrahepatik
seperti hepatoma kadang-kadang dapat menyumbat duktus hepatikus kanan atau kiri.
FISIOLOGI METABOLISME BILIRUBIN
Merupakan pigmen tetrapirol yang larut dalam lemak yang berasal dari pemecahan
sel-sel eritrosit tua dalam sistem monosit makrofag. Masa hidup rata-rata eritrosit adalah 120
hari. Setiap hari sekitar 50 cc darah dihancurkan menghasilkan 200 – 250 mg bilirubin. Kini
diketahui juga bahwa pigmen empedu sebagian juga berasal dari destruksi eritrosit matang
dalam sum-sum tulang dan dari hemoprotein lain terutama hati.
Sebagian besar bilirubin berasal dari pemecahan hemoglobin di dalam sel-sel fagosit
mononuclear dari sistem retikulo-endotelial terutama dalam lien. Cincin hem setelah
dibebaskan dari Fe dan globin diubah menjadi biliverdin yang berwarna hijau oleh enzim
heme oksigenase. Enzim reduktase akan merubah biliverdin menjadi bilirubin yang berwarna
kuning. Bilirubin ini akan berikatan dengan protein sitosolik spesifik membentuk kompleks
protein-pigmen dan ditransportasikan melalui darah ke dalam sel hati. Bilirubin ini dikenal
sebagai bilirubin yang belum dikonyugasi (bilirubin I) atau bilirubin indirek berdasarkan
reaksi diazo Van den Berg. Bilirubin indirek ini tidak larut dalam air dan tidak diekskresi
melalui urine.
Di dalam sel hati albumin dipisahkan dan bilirubin dikonyugasi dengan asam glukoronik dan
dikeluarkan ke saluran empedu. Bilirubin ini disebut bilirubin terkonyugasi (bilirubin II) yang
larut dalam air atau bilirubin direk yang memberikan reaksi langsung dengan diazo Van den
Berg. Didalam hati kira-kira 80% bilirubin terdapat dalam bentuk bilirubin direk
(terkonyugasi atau bilirubin II).
Melalui saluran empedu, bilirubin direk akan masuk ke usus halus sampai ke kolon. Oleh
aktivitas enzim-enzim bakteri dalam kolon glukoronid akan pecah dan bilirubin dirubah
menjadi mesobilirubinogen, stercobilinogen dan urobilinogen yang sebagian besar
diekskresikan ke dalam feses. Urobilinogen akan dioksidasi menjadi urobilin yang memberi
warna feses. Bila terjadi obstruksi total saluran empedu maka tidak akan terjadi pembentukan
urobilinogen dalam kolon sehingga warna feses seperti dempul (acholic). Urobilinogen yang
terbentuk akan direabsorbsi dari usus , dikembalikan ke hepar yang kemudian langsung
diekskresikan ke dalam empedu. Sejumlah kecil yang terlepas dari ekskresi hepar mencapai
ginjal dan diekskresi melalui urine.
PATOGENESIS
Hiperbilirubinemia adalah tanda nyata dari ikterus. Kadar normal bilirubin dalam
serum berkisar antara 0,3 – 1,0 mg/dl dan dipertahankan dalam batasan ini oleh
keseimbangan antara produksi bilirubin dengan penyerapan oleh hepar, konyugasi dan
ekskresi empedu.
Bila kadar bilirubin sudah mencapai 2 – 2,5 mg/dl maka sudah telihat warna kuning pada
sklera dan mukosa sedangkan bila sudah mencapai > 5 mg/dl maka kulit tampak berwarna
kuning .
Ikterus obstruksi terjadi bila :
1. Terjadinya gangguan ekskresi bilirubin dari sel-sel parenkim hepar ke sinusoid. Hal ini
disebut ikterus obstruksi intra hepatal. Biasanya tidak disertai dengandilatasi saluran empedu.
Obstruksi ini bukan merupakan kasus bedah.
2. Terjadi sumbatan pada saluran empedu ekstra hepatal. Hal ini disebut sebagai ikterus
obstruksi ekstra hepatal. Oleh karena adanya sumbatan maka akan terjadi dilatasi pada
saluran empedu . Karena adanya obstruksi pada saluran empedu maka terjadi refluks bilirubin
direk (bilirubin terkonyugasi atau bilirubi II) dari saluran empedu ke dalam darah sehingga
menyebabkan terjadinya peningkatan kadar bilirubin direk dalam darah. Bilirubin direk larut
dalam air, tidak toksik dan hanya terikat lemah pada albumin. Oleh karena kelarutan dan
ikatan yang lemah pada albumin maka bilirubin direk dapat diekskresikan melalui ginjal ke
dalam urine yang menyebabkan warna urine gelap seperti teh pekat. Urobilin feses berkurang
sehingga feses berwarna pucat seperti dempul (akholis) . Karena terjadi peningkatan kadar
garam-garam empedu maka kulit terasa gatal-gatal (pruritus).
KLASIFIKASI
Menurut Benjamin IS 1988, klasifikasi ikterus obstruksi terbagi atas 4 tipe yaitu :
Tipe I : Obstruksi komplit.
Obstruksi ini memberikan gambaran ikterus. Biasanya terjadi karena tumor kaput
pancreas, ligasi duktus biliaris komunis, kolangiokarsinoma, tumor parenkim hati primer atau
sekunder.
Tipe II : Obstruksi intermiten.
Obstruksi ini memberikan gejala-gejala dan perubahan biokimia yang khas serta dapat
disertai atau tidak dengan serangan ikterus secara klinik. Obstruksi dapat disebabkan oleh
karena koledokolitiasis, tumor periampularis, divertikel duodeni, papiloma duktus biliaris,
kista koledokus, penyakit hati polikistik, parasit intra bilier, hemobilia.
Tipe III : Obstruksi inkomplit kronis.
Dapat disertai atau tidak dengan gejala-gejala klasik atau perubahan biokimia yang
pada akhirnya menyebabkan terjadinya perobahan patologi pada duktus bilier atau hepar.
Obstruksi ini dapat disebabkan oleh karena striktur duktus biliaris komunis ( kongenital,
traumatik, kolangitis sklerosing atau post radiotherapy ), stenosis anastomosis bilio-enterik,
stenosis sfingter Oddi, pankreatitis kronis, fibrosis kistik, diskinesia.
Tipe IV : Obstruksi segmental.
Obstruksi ini terjadi bila satu atau lebih segmen anatomis cabang biliaris mengalami
obstruksi. Obstruksi segmentalini dapat berbentuk obstruksi komplit, obstruksi intermiten
atau obstruksi inkomplit kronis. Dapat disebabkan oleh trauma (termasuk iatrogenik),
hepatodokolitiasis, kolangitis sklerosing, kolangiokarsinoma.
GAMBARAN KLINIS
1. ANAMNESIS
Mata, badan menjadi kuning, kencing berwarna pekat seperti air teh, badan terasa
gatal (pruritus), disertai atau tanpa kenaikan suhu badan, disertai atau tanpa kolik diperut
kanan atas. Kadang-kadang feses berwarna keputih-putihan seperti dempul. Tergantung
kausa ikterus obstruksi yaitu :
A. Bila kausa oleh karena batu.
Penderita mengalami kolik hebat secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas. Keluhan
nyeri perut di kanan atas dan menusuk ke belakang. Penderita tampak gelisah dan kemudian
ada ikterus disertai pruritus. Riwayat ikterus biasanya berulang. Riwayat mual ada, perut
kembung, gangguan nafsu makan disertai diare. Warna feses seperti dempul dan urine pekat
seperti air teh.
B. Bila kausa oleh karena tumor.
Gejalanya antara lain : penderita mengalami ikterus secara tiba-tiba, tidak ada keluhan
sebelumnya, Biasa penderita berusia diatas 40 tahun. Terjadi penurunan berat badan,
kaheksia berat, anoreksia dan anemis memberi kesan adanya proses keganasan.
2. PEMERIKSAAN FISIS
Ikterus pada sklera atau kulit, , terdapat bekas garukan di badan, febris / afebril. Bila
obstruksi karena batu, penderita tampak gelisah, nyeri tekan perut kanan atas, kadang-kadang
disertai defans muscular dan “Murphy Sign” positif, hepatomegali disertai / tanpa disertai
terabanya kandung empedu.
Bila ikterus obstruksi karena tumor maka tidak ada rasa nyeri tekan. Ditemukan
“Courvoisier sign” positif , splenomegali, “occult blood” (biasanya ditemukan pada
karsinoma ampula dan karsinoma pankreas).
3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
A. PEMERIKSAAN RUTIN
- Darah
Perlu diperhatikan jumlah leukosit, bila ada leukositosis berarti ada Infeksi.
- Urine
Urobilin positif satu, bilirubin positif dua.
- Feses
Berwarna seperti dempul (acholis).
B. TES FAAL HATI
Serum bilirubin meninggi terutama bilirubin direk (terkonyugasi). Alkali fosfatase
meningkat 2 – 3 kali diatas nilai normal. Serum transaminase ( SGOT, SGPT), Gamma GT
sedikit meninggi. Kadar kolesterol meninggi.
4. PEMERIKSAAN USG
Pemeriksaan USG perlu dilakukan untuk menentukan penyebab obstruksi. Yang perlu
diperhatikan adalah :
A. Besar, bentuk dan ketebalan dinding kandung empedu.
Bentuk kandung empedu yang normal adalah lonjong dengan ukuran 2 – 3 X 6 cm,
dengan ketebalan sekitar 3 mm.
B. Saluran empedu yang normal mempunyai diameter 3 mm.
Bila diameter saluran empedu lebih dari 5 mm berarti ada dilatasi. Bila ditemukan dilatasi
duktus koledokus dan saluran empedu intra hepatal disertai pembesaran kandung empedu
menunjukan ikterus obstrusi ekstra hepatal bagian distal. Sedangkan bila hanya ditemukan
pelebaran saluran empedu intra hepatal saja tanpa disertai pembesaran kandung empedu
menunjukan ikterus obstruksi ekstra hepatal bagian proksimal artinya kelainan tersebut di
bagian proksimal duktus sistikus.
C. Ada tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas tinggi disertai
bayangan akustik (acustic shadow), dan ikut bergerak pada perubahan posisi, hal ini
menunjukan adanya batu empedu. Pada tumor akan terlihat massa padat pada ujung saluran
empedu dengan densitas rendah dan heterogen.
D. Bila tidak ditemukan tanda-tanda dilatasi saluran empedu berarti menunjukan adanya
ikterus obstruksi intra hepatal.
5. PEMERIKSAAN CT – SCAN
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya dilatasi duktus intra hepatic yang
disebabkan oleh oklusi ekstra hepatic dan duktus koledokus akibat kolelitiasis atau tumor
pankreas.
6. PTC (PERCUTANEUS TRANSHEPATIC CHOLANGIOGRAPHY)
Tujuan pemeriksaan PTC ini untuk melihat saluran bilier serta untuk menentukan
letak penyebab sumbatan. Dengan pemeriksaan ini dapat diperoleh gambaran saluran empedu
di proksimal sumbatan.
Bila kolestasis karena batu akan memperlihatkan pelebaran pada duktus koledokus
dengan di dalamnya tampak batu radiolusen. Bila kolestasis karena tumor akan tampak
pelebaran saluran empedu utama (common bile duct) dan saluran intra hepatal dan dibagian
distal duktus koledokus terlihat ireguler oleh tumor.
7. DUODENOGRAPHY HIPOTONIK (DH )
Pada pemeriksaan ini dapat terlihat pendesakan duodenum ke medial oleh karena
pembesaran duodenum. Atau bila terlihat pembesaran papilla Vater yang ireguler atau
dinding medial duodenum yang ireguler (gambaran gigi gergaji / duri mawar) menunjukan
keganasan pada ampula Vater atau kaput pancreas sebagai penyebab ikterus obstruksi.
8. PEMERIKSAAN ENDOSKOPI
Endoskopi saluran makan bagian atas (gastrointestinal endoskopi) untuk melihat :
a. Ada tidaknya kelainan di ampula Vateri, misalnya :
Karsinoma di ampula Vater akan tampak membesar ireguler.
Batu akan tampak edema di ampula Vater.
Tanda pendesakan di antrum, bulbus duodeni dinding posterior didapatkan pada
tumor pankreas. Sebaiknya pemeriksaan endoskopi dilanjutkan dengan pemeriksaan
ERCP.
9. ERCP ( ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIO PANCREATOGRAPHY )
Pemeriksaan ERCP dilakukan untuk menentukan penyebab dan letak sumbatan antara
lain :
Koledokolitiasis, akan terlihat defek pengisian (filling defect) dengan batas tegas pada
duktus koledokus disertai dilatasi saluran empedu.
Striktur atau stenosis dapat disebabkan oleh kelainan di luar saluran empedu (ekstra
duktal) yang menekan misalnya oleh kelainan jinak atau ganas. Striktur atau stenosis
umumnya disebabkan oleh fibrosis akibat peradangan lama , infeksi kronis, iritasi
oleh parasit, iritasi oleh batu maupun trauma operasi. Contoh yang ekstrim pada
kolangitis oriental atau kolangitis piogenik rekuren dimana pada saluran-saluran
empedu intra hepatic dan ekstra hepatic ada bagian-bagian yang striktur dan ada
bagian-bagian yang dilatasi atau ekstasia akibat obstruksi kronis disertai timbulnya
batu, batu empedu akibat kolestasis dan infeksi bakteri. Striktur akibat keganasan
saluran empedu seperti adenokarsinoma dan kolangio-karsinoma bersifat progresif
sampai menimbulkan obstruksi total. Kelainan jinak ekstra duktal akan terlihat
gambaran kompresi duktus koledokus yang berbentuk simetris. Tumor ganas akan
mengadakan kompresi pada duktus koledokus yang berbentuk ireguler.
Tumor ganas intra duktal akan terlihat penyumbatan lengkap berbentuk ireguler dan
dan menyebabkan pelebaran saluran empedu bagian proksimal. Gambaran semacam
ini akan tampak lebih jelas pada PTC, sedangkan pada ERCP akan tampak
penyempitan saluran empedu sebelah distal tumor.
Tumor kaput pankreas akan terlihat pelebaran saluran pankreas . Pada daerah
obstruksi tampak dinding yang ireguler.
Pada ikterus obstruksi ekstra hepatal dimana dari hasil ERCP sudah dapat memastikan
penyebab obstruksi dimana bila :
Penyebabnya adalah batu (koledokolitiasis) sebaiknya dilakukan papilotomi untuk
mengeluarkan batunya.
Penyebabya adalah tumor, perlu dilakukan tindakan pembedahan. Bila pada
pemeriksaan USG tidak ditemukan dilatasi saluran empedu dan hasil pemeriksaan
ERCP tidak menunjang kelainan ekstra hepatal maka ini merupakan ikterus obstruksi
intra hepatal.
DIAGNOSIS
Diagnosis ikerus obstruksi beserta penyebabnya dapat ditegakan berdasarkan
anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan fisis, laboratorium dan pemeriksaan penunjang
diagnostik invasive maupun non invasive.
PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya penatalaksanaan penderita ikterus obstruksi bertujuan untuk
menghilangkan penyebab obstruksi atau mengalihkan aliran empedu. Bila penyebabnya
adalah batu, dilakukan tindakan pengangkatan batu dengan cara operasi laparotomi atau
papilotomi dengan endoskopi / laparoskopi.
Bila penyebabnya adalah tumor dan tindakan bedah tidak dapat menghilangkan
penyebab obstruksi karena tumor tersebut maka dilakukan tindakan drainase untuk
mengalihkan aliran empedu tersebut.
Ada 2 macam tindakan drainase yaitu :
1. Drainase ke luar tubuh (drainase eksterna)
Drainase eksterna dilakukan dengan mengalihkan aliran empedu ke luar tubuh
misalnya dengan pemasangan pipa naso bilier atau pipa T pada duktus koledokus atau
kolesistostomi.
2. Drainase interna (pintasan bilio-digestif).
Drainase interna dapat dilakukan dengan membuat pintasan bilio-digestif antara lain
hepatiko-jejunostomi, koledoko-duodenostomi atau kolesisto-jejunostomi. Drainase interna
pertama kali dilaporkan oleh Pareiras et al dan Burchart pada tahun 1978, dan presentase
munculnya kembali ikterus obstruksi setelah dilakukan pintasan adalah 0 – 15 % tergantung
dari tehnik operasi yang digunakan.
1. PEMBEDAHAN TERHADAP BATU
Setiap penderita dengan kolestasis ekstra hepatal merupakan indikasi pembedahan. Sewaktu
melakukan pembedahan sebaiknya dibuat kolangiografi intra operatif pada saat awal
pembedahan untuk lebih memastikan letak batu. Lebih baik lagi bila sebelum operasi telah
dilakukan pemeriksaan ERCP.
Pembedahan terhadap batu sebagai penyebab obstruksi, yang dapat dilakukan antara lain :
a. KOLESISTEKTOMI
Adalah mengangkat kandung empedu beserta seluruh batu. Bila ditemukan dilatasi
duktus koledokus lebih dari 5 mm dilakukan eksplorasi duktus koledokus. Eksplorasi ke
saluran empedu dapat menggunakan “probe”, forseps batu atau “skoop”, selain itu kalau
memun gkinkan dibantu dengan alat endoskop saluran empedu yang rigid atau
fleksibel. Semua batu dibuang sebersih mungkin. Kalau ada rongga abses dibuka dan
dibersihkan. Usaha selanjutnya ialah mencegah batu rekuren dengan menghilangkan sumber
pembentuk batu antara lain dengan cara diet rendah kolesterol menghindari penggunaan obat-
obatan yang meningkatkan kolesterol, mencegah infeksi saluran empedu.
b. SFINGTEROTOMI / PAPILOTOMI
Bila letak batu sudah pasti hanya dalam duktus koledokus, dapat dilakukan
sfingterotomi / papilotomi untuk mengeluarkan batunya. Cara ini dapat digunakan setelah
ERCP kemudian dilanjutkan dengan papilotomi. Tindakan ini digolongkan sebagai “Surgical
Endoscopy Treatment “ (SET).
2. PEMBEDAHAN TERHADAP STRIKTUR / STENOSIS
Striktur atau stenosis dapat terjadi dimana saja dalam sistem saluran empedu, apakah
itu intra hepatik atau ekstra hepatik. Tindakan yang dilakukan yaitu :
Mengoreksi striktur atau stenosis dengan cara dilatasi atau sfingterotomi.
Dapat juga dilakukan tindakan dilatasi secara endoskopi (Endoscopic Treatment)
setelah dilakukan ERCP.
Bila cara-cara di atas tidak dapat dilaksanakan maka dapat dilakukan tindakan untuk
memperbaiki drainase misalnya dengan melakukan operasi rekonstruksi atau operasi
bilio-digestif (by-pass).
3. PEMBEDAHAN TERHADAP TUMOR
Bila tumor sebagai penyebab obstruksi maka perlu dievaluasi lebih dahulu apakah
tumor tersebut dapat atau tidak dapat direseksi.
Bila tumor tersebut dapat direseksi perlu dilakukan reseksi kuratif. Hasil reseksi perlu
dilakukan pemeriksaan PA.
Bila tumor tersebut tidak dapat direseksi maka perlu dilakukan pembedahan paliatif
saja yaitu terutama untuk memperbaiki drainase saluran empedu misalnya dengan
anastomosis bilo-digestif atau operasi “by-pass”.
PROGNOSIS
Bahaya akut dari ikterus obstruksi adalah terjadinya infeksi saluran empedu
(kolangitis akut), terutama apabila terdapat nanah di dalam saluran empedu dengan tekanan
tinggi seperti kolangitis piogenik akut atau kolangitis supuratifa. Kematian terjadi akibat syok
septic dan kegagalan berbagai organ. Selain itu sebagai akibat obstruksi kronis dan atau
kolangitis kronis yang berlarut-larut pada akhirnya akan terjadi kegagalan faal hati akibat
sirosis biliaris. Ikterus obstruksi yang tidak dapat dikoreksi baik secara medis kuratif maupun
tindakan pembedahan mempumnyai prognosis yang jelek diantaranya akan timbul sirosis
biliaris.
Bila penyebabnya adalah tumor ganas mempunyai prognosis jelek. Penyebab
morbiditas dan mortalitas adalah :
1. Sepsis khususnya kolangitis yang menghancurkan parenkim hati.
2. “Hepatic failure” akibat obstruksi kronis saluran empedu.
3. “Renal failure”.
4. Perdarahan gastro intestinal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adeyinka, Adisa Charles. JAUNDICE. Associated professor of Surgery.Abia State
University Teaching Hospital. ABA Nigeria
2. Lesmana L.A, Batu Empedu. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi III,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1996, hal. 380-90
3. Price S.A, Wilson L.M,Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC, Jakarta,
1994, Hal. 453.
4. Podolsky D.K, Issel B.K, Penyakit Kandung Empedu dan Duktus Biliaris, Harrison;
Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 4, Edisi 13, EGC, Jakarta, 2000, Hal. 1688-
1693