obat kolinergik revisi

16
Obat kolinergik Kolenergik atau parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena melepaskan neurohormon asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP adalah mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat penggunaannya, singkatnya berfungsi asimilasi. Bila neuron SP dirangsang, timbullah sejumlah efek yang menyerupai keadaan istirahat dan tidur. Efek kolinergik yang terpenting seperti : 1. Stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan getah lambung (HCl) dan sekresi air mata. 2. Memperkuat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan penurunan tekanan darah. 3. Memperlambat pernafasan, antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan sekresi dahak diperbesar.

Upload: kim-ha-ra

Post on 30-Dec-2015

38 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Obat kolinergik revisi

Obat kolinergik

Kolenergik atau parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan

efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena melepaskan

neurohormon asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP adalah

mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat penggunaannya, singkatnya berfungsi

asimilasi. Bila neuron SP dirangsang, timbullah sejumlah efek yang menyerupai keadaan

istirahat dan tidur.

Efek kolinergik yang terpenting seperti :

1. Stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan

getah lambung (HCl) dan sekresi air mata.

2. Memperkuat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan

penurunan tekanan darah.

3. Memperlambat pernafasan, antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan sekresi

dahak diperbesar.

4. Kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya tekanan

intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata.

5. Kontraksi kantung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin.

6. Dilatasi pembuluh dan kotraksi otot kerangka.

7. Menekan SSP setelah pada permulaan menstimulasinya

(Tan Hoan Tjay & Rahardja, 2002)

Reseptor kolinergika terdapat dalam semua ganglia, sinaps, dan neuron postganglioner

dari SP, juga pelat-pelat ujung motoris dan di bagian Susunan Saraf Pusat yang disebut

sistem ekstrapiramidal. Berdasarkan efeknya terhadap perangsangan Reseptor kolinergik

dapat dibagi menjadi 2 bagian, yakni :

Page 2: Obat kolinergik revisi

A. Reseptor Muskarinik

Reseptor ini, selain ikatannya dengan asetilkolin, mengikat pula muskarin, yaitu suatu

alkaloid yang dikandung oleh jamur beracun tertentu. Sebaliknya, reseptor muskarinik ini

menunjukkan afinitas lemah terhadap nikotin. Dengan menggunakan study ikatan dan

panghambat tertentu, maka telah ditemukan beberapa subklas reseptor muskarinik seperti

M1, M2, M3, M4, M5. Reseptor muskarinik dijumpai dalam ganglia sistem saraf tepi dan

organ efektor otonom, seperti jantung, otot polos, otak dan kelenjar eksokrin. Secara khusus

walaupun kelima subtipe reseptor muskarinik terdapat dalam neuron, namun reseptor M1

ditemukan pula dalam sel parietal lambung, dan reseptor M2 terdapat dalam otot polos dan

jantung, dan reseptor M3 dalam kelenjar eksokrin dan otot polos. Obat-obat yang bekerja

muskarinik lebih peka dalam memacu reseptor muskarinik dalam jaringan tadi, tetapi dalam

kadar tinggi mungkin memacu reseptor nikotinik pula (Mary J. Mycek, dkk, 2001).

Sejumlah mekanisme molekular yang berbeda terjadi dengan menimbulkan sinyal yang

disebabkan setelah asetilkolin mengikat reseptor muskarinik. Sebagai contoh, bila reseptor

M1 atau M2 diaktifkan, maka reseptor ini akan mengalami perubahan konformasi dan

berinteraksi dengan protein G, yang selanjutnya akan mengaktifkan fosfolipase C. Akibatnya

akan terjadi hidrolisis fosfatidilinositol-(4,5)-bifosfat (PIP2) menjadi diasilgliserol (DAG) dan

inositol (1,4,5)-trifosfat (IP3) yang akan meningkatkan kadar Ca++ intrasel. Kation ini

selanjutnya akan berinteraksi untuk memacu atau menghambat enzim-enzim atau

menyebabkan hiperpolarisasi, sekresi atau kontraksi. Sebaliknya, aktivasi subtipe M2 pada

otot jantung memacu protein G yang menghambat adenililsiklase dan mempertinggi

konduktan K+, sehingga denyut dan kontraksi otot jantung akan menurun (Mary J. Mycek,

dkk, 2001).

Page 3: Obat kolinergik revisi

Asetilkolin (ACh) bekerja tidak selektif dan merangsang ketiga tipe reseptor –M, serupa

dengan adrenalin dan NA dari sistem simpatis (SS), yang juga merangsang secara tak

selektif reseptor –alfa dan –beta adrenergis. Obat – obat yang mengaktifasi reseptor M1, M2,

atau M3 secara selektif hingga kini belum ditemukan.

1. Lokasi reseptor muskarinik

Reseptor musfkarinik ini dijumpai dalam ganglia sistem saraf tepi dan organ efektor

otonom, seperti jantung, otot polos, otak dan kelenjar eksorin. Secara khusus, walaupun

kelima subtipe reseptor muskarinik terdafpat dafldam neuron, namun reseptor M1 ditemukan

pula dalam sel parietal lambung, dan reseptor M2 terdapat dalam otot jantung dan otot polos,

dan reseptor M3 ditemukan dalam kelenjar eksokrin dan otot polos. (Catatan; obat – oabt

yang bekerja muskarinik lebih peka dalam memacu reseptor muskarinik  dalam jaringan tadi,

tetapi dalam kadar tinggi mungkin memacu reseptor nikotinik pula).

2. Mekanisme transduksi sinyal asetilkolin

Sejumlah mekfanisme molekular yang berbeda terjadi dengan menimbulkan sinyal yang

disebabkan setelah asetilkolin mengikat reseptor muskarinik. Sebagai contoh, bila reseptor

M1 atau M2 diaktifkan, maka reseptor ini mengalami perubahan konformfasi dan berinteraksi

dengan protein G, yang selanjutnya akan mengaktifkan fosfolipase C. Akibatnya akan terjadi

hidrolisis  fosfatidilinositol-(4,5)-bifosfat (PIP2) mejadi diasilgliserol (DAG) dan inositol

(1,4,5)-trifosfat (IP3) yang akan menyebabkan peningkatan  kadar Ca intrasel. Kation ini

selanjutnya akan berinteraksi untuk memacu atau menghambat enzim-enzim, atau

menyebabkan hiparpolarisasi, sekresi atau kontraksi. Sebaliknya, aktivasi subtipe M2 pada

otot jantung memacu protein G yang menghambat  adenililsiklase dan mempertinggi

konduktan K, sehingga denyut dan kontraksiotot jantung akan menurun.

Page 4: Obat kolinergik revisi

3. Agonis dan antagonis muskarinik

Beberapa upaya dikerjakan untuk mengembangkan agonis dan antagonis yang ditujukan

terhadap subtipe reseptor spesifik. Sebagai contoh, pirenzepin, obat antikolinergik trisiklik,

secara selektif menghambat reseptor muskarinik M1, seperti yang terdapat pada mukosa

lambung. Dalam dosis terapi, obat ini tidak menimbulkan banyak efek samping seperti halnya

obat yang tidak spesifik terhadap subtipe M1. oleh karena itu, pirenzepin cocok untuk

mengobati tukak lambung dan duodenum.

Subtipe dan karakteristik kolinoseptor

Tipe reseptor Lokasi Mekanisme

M1

M2

M3

M4

M5

Nm

NN

Saraf

Jantung, saraf, otot polos

Kelenjar, otot polos, endometrium

SSP

SSP

Hubungan neuromusukular otot

skletal

Badan sel pascaganglionik, dendrit

IP3, aliran DAG

Penghambatan produksi

cAMP, aktivasi kanal K.

IP3, aliran DAG

Penghambatan produksi

cAMP.

IP3, aliran DAG

Depolarisasi kanal ion N, K

Depolarisasi kanal ion Na, K

Page 5: Obat kolinergik revisi

B. Reseptor Nikotinik

Reseptor ini selain mengikat asetilkolin, dapat pula mengenal nikotin, tetapi afinitas

lemah terhadap muskarin. Tahap awal nikotin memang memacu reseptor nikotinik, namun

setelah itu akan menyekat reseptor itu sendiri. Reseptor nikotinik ini terdapat didalam sistem

saraf pusat (SSP), medula adrenalis, ganglia otonom, dan sambungan neuromuskular. Obat –

obat yang bekerja nikotinik akan memacu reseptor nikotinik  yang terdapat dadflam jaringan

tadi. Reseptor nikotinik pada ganglia otonom berbeda dengan reseptor yang terdapat pada

sambungan neuromuskular. Sebagai contoh, reseptor ganglionik secara selektif dihambat

oleh heksametonium, sedangkan reseptor pada sambunan neuromuskular secara spesifik

dihambat oleh tubokurarin.

Reseptor nikotin terutama terdapat dipelat- pelat ujung myoneural dari otot kerangka dan

di ganglia otonom (simpatis dan parasimpatis). Stimulasi reseptor ini oleh kolinergika

(neostigmin dan piridostigmin) menimbulkan efek yang menyerupai efek adrenergika, jadi

bersifat berlawanan sama sekali. Misalnya vasokontriksi dengan naiknya tensi ringan,

penguatan kegiatan jantung, juga stimulasi SSP ringan. Pada dosis rendah, timbul kontraksi

otot lurik, sedangkan pada dosis tinggi terjadi depolarisasi dan blokade neuromuskular.

Mekanisme kerjanya berdasarkan stimulasi penerusan impuls di ganglia simpatis dan

stimulasi anak ginjal dengan sekresi noradrenalin. Disamping itu juga terjadi stimulasi

ganglia kolinergis (terutama di saluran lambung – usus dengan peningkatan peristaltik) dan

pelat – pelat ujung motoris otot lurik, dimana terdapat banyak reseptor  nikotin.

Efek nikotin dari ACh juga terdjadi pada perokok, yang disebabkan oleh sejumlah kecil

nikotin yang diserap kedalam darah melalui mukosa mulut.

Page 6: Obat kolinergik revisi

Selektifitas parsiil (sebagian) untuk reseptor –M dan –N terdapat pada kolinergika klasik,

seperti pilokarpin, karbachol, dan aseklidin (glauchofrin). Obat – obat ini pada dosis biasa

mengaktifasi beberapa tipe reseptor –M tanpa mempengaruhi reseptor nikotin. Sebaliknya,

kolinergika lain, seperti zat – zat antikolinesterase (neostigmin, piridostigmin), bekerja tidak

selektif.

Kolinergika dapat dibagi menurut cara kerjanya, yaitu zat-zat dengan kerja langsung dan

zat-zat dengan kerja tak langsung.

a. Bekerja langsung : karbachol, pilokarpin, muskarin, dan arekolin (alkaloid dari pinang).

Zat-zat ini bekerja langsung terhadap organ-organ ujung dengan kerja utama yang mirip

efek muskarin dari ACh. Semuanya adalah zat-zat amonium kwartener yang bersifat

hidrofil dan sukar memasuki SSP, kecuali arekolin.

b. Bekerja tak langsung :  zat-zat antikolinesterase seperti fisostigmin, neostigmin,

piridostigmin. Obat-obat ini merintangi penguraian ACh secara reversibel, yakni hanya

untuk sementara. Setelah zat-zat tersebut habis diuraikan oleh kolinesterase, ACh akan

segera dirombak lagi.

Agonis Kolinergik Langsung

a. Asetilkolin (ACh)

Asetilkolin adalah suatu senyawa amonium kuartener  yang  tidak mampu menembus

membran. Walaupun sebagai neurotransmiter saraf parasimpatis dan kolinergik, namun

dalam terapi zat ini kurang penting karena beragam kerjanya dan sangat cepat diinaktifkan

oleh asetilkolinesterase. Aktivitasnya berupa muskarinik dan nikotinik.

Mekanisme Kerja

Menurunkan denyut jantung dan curah jantung, Menurunkan tekanan darah, Pada saluran

cerna, asetilkolin dapat meningkatkan sekresi saliva, memacu sekresi dan gerakan usus.

Page 7: Obat kolinergik revisi

Farmakodinamik

Secara umum farmakodinamik dari ACh dibagi dalam dua golongan, yaitu terhadap : (1)

kelenjar eksokrin dan otot polos, yang disebut efek muskarinik ; (2) ganglion (simpatis dan

parasimpatis) dan otot rangka yang disebut efek nikotinik, pembagian efek ACh ini

didasarkan obat yang dapat menghambatnya, yaitu atropin menghambat khusus efek

muskarinik, dan nikotin dalam dosis besar menghambat efek nikotinik asetilkolin terhadap

ganglion. Bila digunakan dosis yang berlebihan maka atropin, nikotin dan kurare masing –

masing dapat juga menghambat semua efek muskarinik dan nikotinik ACh. Efek obat pada

dosis toksik ini tidak dianggap sebagai efek farmakologik lagi, karena sifat selektifnya hilang.

Kegunaan klinis :

Jarang digunakan secara klinis

Sediaan dan posologi :

         Asetilkolin klorida/bromida dapat diperoleh sebagai bubuk kering, dan dalam ampul berisi

200 mg.

Dosis : 10 – 100 mg IV.

Kontra indikasi :    

Ulkus peptikum, penyakit arteri koroner, hiperteroid (fibrilasi atrium), asma, obstruksi

kandung kemih mekanis.

Efek samping :

Ester kolin dapat mendatangkan serangan iskemia jantung pada penderita angina pektoris,

karena tekanan darah yang menurun mengurangi sirkulasi koroner. Penderita hipertiroidisme

dapat mengalami fibrasi atrium. Gejala keracunan pada umumnya berupa efek muskarinik

dam nikotinik yang berlebihan.

Page 8: Obat kolinergik revisi

Indikasi :

         Meteorisme (gejala akibat penimbunan gas dalam saluran cerna), atonia kandung kemih dan

retensi urin, feokromositoma (digunakan untuk tes provokasi penyakit ini pada waktu tekanan

darah penderita sedang rendah).

b. Betanekol

Betanekol mempunyai struktur yang berkaitan dengan asetilkolin; asetatnya diganti

karbamat dan kolinnya dimetilasi. Oleh karena itu senyawa  tidak dihidrolisis oleh asetilkolin

esterase, walaupun sebenarnya dapat dihidrolisis oleh esterase lainnya. Kerja nikotiniknya

kecil atau tidak sama sekali , tetapi kerja muskariniknya sangat kuat. Kerja utamanya adalah

terhadap otot polos kandung kemih dan saluran cerna. Masa kerjanya berlangsung 1 jam.

Mekanisme Kerja :

Betanekol memacu langsung reseptor muskarinik, sehingga tonus dan motilitas usus

meningkat, dan memacu pula otot detrusor kandung kemih sementara trigonum dan sfingter.

Indikasi :

Untuk pengobatan urologi, obat ini digunakan untuk memacu kandung kemih yang

mengalami alori (atonic bladder), terutama retensi urin pasca persalinan atau pasca bedah

non-obstruksi, atonia kandung kemih dan retensi urin.

Efek samping :

Betanekol dapat menimbulkan pacuan kolinergik umum. Termasuk dalam pacuan ini adalah

berkeringat, salivasi, kenerahan, penurunan tekanan darah, mual, nyeri abdomen, diare, dan

bronkospasme,

Page 9: Obat kolinergik revisi

Kegunaan klinis :

Menginduksi pengosongan kandung kemih yang tidak terobstruksi. Meningkatkan motilitas

saluran cerna setelah pembedahan.

Sediaan dan posologi :

Betanekol klorida tersedia sebagai tablet 5 dan 10 mg atau dalam ampul yang mengandung 5

mg/ml.

Dosis : Dosis oral adalah 10 – 30 mg, sedangkan dosis subkutan 2,5 – 5,0 mg. Tidak boleh

diberikan IV atau IM.

c. Karbakol

Karbakol sebagai muskarinik maupun nikotinik. Seperti betaanekol, obat ini adalah suatu

ester asam karbamat dan merupakan substrat  yang tidak cocok untuk asetilkolinesterase.

Senyawa ini dibiotransformasi oleh esterase lain dengan lambat sekali. Pemberian tunggal

senyawa ini baru berakhir efeknya setelah 1 jam.

Mekanisme Kerja :

Karbakol berefek sangat kuat terhadap sistem kardiovaskular dan sistem pencernaan karena

aktivitas pacu ganglion-nya dan mungkin tahap awalnya memacu dan kemudian mendepresi

sistem tersebut. Obat ini mampu melepas epinefrin dari medula adrenalis karena kerja

nikotiniknya. Penetesan lokal pada mata, dapat meniru efek asetilkolin yang menimbulkan

miosis.

Page 10: Obat kolinergik revisi

Penggunaan terapi :

Karena potensi tinggi dan masa kerja yang  relatif lama, maka obat ini jarang digunakan

untuk maksud terapi, terkecuali pada mata sebagai obat miotikum untuk menyebabkan

kontraksi pupil dan turunnya tekanan dalam bola mata.

Efek samping :

Jika diberikan dalam dosis untuk oftalmologi maka efek sampingnya kecil atau tidak ada

sama sekali.

Dosis : Pada glaukoma 3 dd 2 gtt dari larutan 1,5-3% (klorida), pada atonia usus/kandung

kemih akut oral 1-3 dd 4 mg.

Kegunaan klinis :

Perbaikan gejala penyakit Alzheimer, miotikum untuk glaukoma.

Sediaan dan posologi :

Karbakol klorida sebagai tablet 2 mg atau ampul 0,25 mg/ml; pemberian oral cukup efektif

dengan dosis 3 kali 0,2 – 0,8 mg.

Dosis subkutan adalah 0,2 – 0,4 mg. Preparat ini tidak boleh diberikan IV. Juga tersedia

sebagai obat tetes mata untuk miotikum.

Indikasi :

 Digunakan sebagai miotikum pada glaukoma dan pada atonia organ dalam.

Page 11: Obat kolinergik revisi

DAFTAR PUSTAKA

Mycek, J, Mery, dkk, 2000. ”Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2”, Widya Medika : Jakarta.

Ganiswarna, 1998. ” Farmakologi dan Terapi  ”, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :

Jakarta

Tan Hoan Tjay, Kirana R, 2001, ”Obat-Obat Penting, Khasiat dan Penggunaan ”, DirJen POM

RI : Jakarta. 

Olson, James, 2000. ” Belajar Mudah Farmakologi ”,    Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.

Tim Penyusun. ” Informasi Spesialite Obat Indonesia”. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. Jakarta.