obat, dosis dan jadwal pemberian.pdf

15
Universitas Gadjah Mada 1 Lampiran 2 Topik/Pokok Bahasan : 1. Obat, dosis dan jadwal pemberian dalam preskripsi 2. Obat tradisional dan pengembangan obat Pengampu : Dra. Mae Sri Hartati W., MSi., Apt

Upload: emy-esa

Post on 12-Jan-2016

60 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Obat, dosis dan jadwal pemberian.pdf

Universitas Gadjah Mada 1

Lampiran 2

Topik/Pokok Bahasan : 1. Obat, dosis dan jadwal pemberian dalam preskripsi

2. Obat tradisional dan pengembangan obat

Pengampu : Dra. Mae Sri Hartati W., MSi., Apt

Page 2: Obat, dosis dan jadwal pemberian.pdf

Universitas Gadjah Mada 2

OBAT, DOSIS DAN JADWAL PEMBERIAN

DALAM PRESKRIPSI DOKTER

Dra. Mae Sri Hartati Wahyuningsih, Msi. Apt

PENDAHULUAN

Suatu kenyataan bahwa obat merupakan pilihan terbanyak yang digunakan oleh

masyarakat untuk mengatasi hampir seluruh kasus penyakit baik yang terdiagnosis maupun

yang tidak terdiagnosis oleh dokter. Pemberian obat oleh dokter kepada penderita dalam

upaya menyembuhkan penyakit, akan ditulis dalam secarik kertas yang disebut dengan

Resep dokter. Penulisan obat dalam resep dokter membutuhkan pengertian yang cukup

mendalam tentang obat baik secara umum maupun secara khusus terutama yang berkaitan

dengan dosis dan jadwal pemberian obat.

PENGERTIAN UMUM MENGENAI OBAT

Secara umum obat didefinisikan sebagai suatu bahan atau paduan bahan-bahan

yang dapat digunakan untuk menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan,

menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah

dan rokhaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok badan atau bagian badan

manusia. Pada hakekatnya semua obat adalah racun dan hanya dengan cara pemberian

serta dosis yang tepatlah obat dapat bermanfaat untuk pengobatan. Obat merupakan

komoditas dagang yang menyangkut kesehatam masyarakat sebagai pengguna, sehingga

peredarannya hams diatur oleh pemerintah melalui peraturan perundang-undangan khusus

mengenai obat.

OBAT DALAM PRESKRIPSI DOKTER

Bagian terpenting dalam preskripsi dokter adalah jenis, bahan dan jumlah obat

(inscriptio). Obat yang dipakai dalam preskripsi dokter merupakan obat pilihan dan disusun

sendiri oleh dokter serta disesuaikan dengan kondisi pasien yang dihadapi. Jumlah obat

yang ditulis dalam resep dapat berupa obat pokok (remidium cardinale) yang tunggal atau

kombinasi beberapa obat pokok, dengan atau tanpa obat penunjang ( remidium ajuvant),

dan bahan tambahan (remidium corrigen).

Berikut ini adalah jenis dan bahan obat dalam preskripsi dokter :

1. Bahan Baku.

Bahan ini dapat berbentuk serbuk, kristal, atau cairan tergantung dari sifat-sifat fisika-

kimia obat. Penulisan nama bahan obat pada preskripsi dokter dapat menggunakan

Page 3: Obat, dosis dan jadwal pemberian.pdf

Universitas Gadjah Mada 3

nama resmi dalam Farmakope Indonesia (FI) atau sesuai dengan nomenklatur

international (INN)

2. Obat formula standard

Jenis obat tersebut merupakan formula baku/standard dengan nama sesuai dalam

Farmakope Indonesia atau buku resmi lain. Sediaan obat jenis ini dapat berupa serbuk

(pulveres) atau padat lain (tablet, kapsul), cairan (solutio, suspensi dll), dan setengah

padat (salep, krim dan pasta). Pada scat ini pemerintah melalui BPOM (Badan

Pengawasan Obat dan Makanan) mengembangkan obat jadi standard yaitu Obat

Generik Berlogo. Obat tersebut mempunyai mutu yang baik karena cara pembuatannya

harus juga memenuhi criteria cara pembuatan obat yang baik dan benar. Harganya juga

relatif murah bila dibandingkan dengan obat paten pada umumnya. Macam obat

standard tersebut dapat dilihat dalam Daftar Obat Generik Berlogo yang dikeluarkan oleh

BPOM.

3. Obat paten

Jenis obat tersebut merupakan obat jadi (dalam bentuk sediaan padat, cair atau

setengah padat) dengan nama dagang (brand name) dari pabrik yang memproduksi

obat jadi tersebut. Saat ini banyak sekali beredar obat paten di pasaran dengan

berbagai macam nama, bentuk dan harga. Umumnya harga obat paten lebih mahal

dibandingkan dengan OGB.

DOSIS OBAT DALAM PRESKRIPSI DOKTER

Kecuali bila dinyatakan lain maka yang dimaksud dengan dosis obat adalah

sejumlah obat (satuan berat, isi atau unit international) yang memberikan efek terapi pada

penderita dewasa. Untuk dapat menetapkan dosis obat yang tepat, maka diperlukan

pemahaman tentang macam-macam dosis (dosis awal, dosis pemeliharaan dan dosis

maksimal), cara penetapan dosis dan faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan dosis

obat bagi penderita. Dosis yang tertulis dalam resep merupakan jumlah obat yang diperlukan

penderita secara individual agar obat memberikan efek yang diharapkan (dosis terapi).

Besarnya dosis setiap obat yang tercantum dalam pustaka merupakan dosis lazim obat

untuk memberikan efek terapi pada individu, sehingga dosisnya harus disesuaikan. Faktor

yang sering dipertimbangkan untuk penentuan individual dosis terutama sifat (fisika, kimia

dan toksisitas) obat, bioavailabilitas obat dalam sediaan , kondisi penyakit (kronis dan akut),

kondisi penderita (anak, lansia, obesitas dll) serta cara pemberian (oral, parenteral dan

rectal).

Kadangkala seorang dokter memerlukan dosis obat yang akan ditulis dalam resep

melebihi dosis maksimal dalam pustaka. Untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan dalam

Page 4: Obat, dosis dan jadwal pemberian.pdf

Universitas Gadjah Mada 4

pelayanan resep di apotek khususnya obat-obat yang memerlukan dosis maksimal, maka

dibelakang jumlah obat yang tertulis dalam resep diberi tanda seru (!) disertai dengan paraf.

Dalam praktek sehari-hari banyak sekali kendala mengenai cara penentuan dosis

yang dihadapi oleh dokter terutama dalam menghadapi penderita anak-anak. Hal ini

disebabkan karena organ-organ tubuh anak (hepar, ginjal dan susunan syaraf pusat) masih

sangat labil dan belum berfungsi secara sempurna, sehingga penentuan dosisnya harus

benar-benar disesuaikan dengan kondisi anak tersebut. Disamping itu banyaknya

cara/rumus yang dapat dipakai sebagai pendekatan dalam menghitung dosis obat untuk

anak juga merupakan bukti bahwa pada hakekatnya tidak ada satupun cara perhitungan

dosis yang dapat memuaskan hasilnya untuk dipakai menghitung dosis bagi semua obat,

sehingga perlu dicermati oleh pars praktisi medik.

Pada prinsipnya perhitungan dosis obat untuk anak menggunakan dasar

pendekatan seperti tersebut di bawah ini:

CARA PERHITUNGAN DOSIS ANAK

1. Dihitung berdasarkan atas ukuran fisik anak secara individual.

a. Perhitungan dengan ukuran Berat Badan anak.

Contoh : Diketahui dosis terapi parasetamol 10mg/kgBB/kali, maka untuk anak umur

2 tahun dengan berat badan 10 kg, dapat diberikan dosis per kali sebesar: 10 x 10

mg = 100 mg.

b. Perhitungan dengan ukuran LPT anak.

Contoh : Diketahui dosis pemeliharaan metotreksat untuk penderita leukemia 15

mg/m2LPT/minggu, maka untuk anak umur 12 tahun dengan LPT 1,20 m2 dapat

diberikan dosis sebesar: 1,20/1,73 x15 mg = 10,4 mg.

2. Dihitung berdasarkan atas perbandingan dengan dosis obat untuk orang dewasa.

a. Perhitungan atas dasar perbandingan umur (umur dewasa 20-24 tahun)

n

Rumus Young Da = ---------- Dd (mg) --> Untuk anak umur < 8 tahun

n+12

n

* Rumus Dilling Da = ---------- Dd (mg) --> Untuk anak umur > 8 tahun

20

Keterangan : Da = Dosis obat untuk anak

Dd = Dosis obat untuk dewasa

n = Umur anak dalam tahun

Page 5: Obat, dosis dan jadwal pemberian.pdf

Universitas Gadjah Mada 5

Contoh Perhitungan :

Diketahui dosis terapi dewasa Phenobarbital untuk Hipnotik-sedative = 15-30

mg/dose

maka dosis terapi untuk anak umur 4 tahun :

4/4+12 x (15-30) mg/kali = 3,75- 7,5 mg/kali (Rumus young)

Untuk anak umur 8 tahun :

8/20 x (15-30) mg/kali = 6 — 12 mg/kali (Rumus Dilling)

b. Perhitungan atas dasar perbandingan berat badan (BB dewasa 70 kg)

BBa

Rumus Clark = ----------- Dd (mg) -- >Bba (kg)

70

Contoh Perhitungan :

Diketahui dosis terapi dewasa Phenobarbital untuk Hipnotik-sedative = 15-30

mg/dose maka dosis terapi untuk anak umur 8 tahun (berat badan 21 kg) :

21/70 x (15-30) mg/kali = 4,5 — 9 mg/kali.

c. Perhitungan atas dasar perbandingan luas permukaan tubuh (LPT dws 1,73 m2)

LPT (anak)

Rumus (Crawford-Terry-Rourke) = ------------------ Dd (mg)

1,73

Contoh Perhitungan :

Diketahui dosis terapi dewasa Phenobarbital untuk Hipnotik-sedative = 15-30

mg/dose

maka dosis terapi untuk anak umur 8 tahun (LPT = 0,9 m2)

0,9/1,73 x (15-30) mg/kali = 7,80 —15,61 mg/kali

d. Perhitungan atas dasar tabel J. Hahn

Contoh Perhitungan :

Diketahui dosis terapi dewasa Phenobarbital untuk Hipnotik-sedative = 15-30

mg/dose maka dosis terapi untuk anak umur 5 tahun (berat badan 14,2- 17,8 kg)

dapat diberikan 25% (1/4) dosis dewasa adalah :

1/4 x (15-30 mg) = 3,75-7,5 mg/kali

Page 6: Obat, dosis dan jadwal pemberian.pdf

Universitas Gadjah Mada 6

JADWAL PEMBERIAN OBAT DALAM PRESKRIPSI DOKTER

Jadwal pemberian obat adalah cara, frekuensi, waktu dan lama pemberian obat yang

diberikan pada penderita melalui resep dokter. Jumlah obat yang menunjukkan lama

pemberian termasuk dalam unsur inscriptio, sedangkan frekuensi dan waktu pemberian

termasuk unsur signatura dalam preskripsi dokter. Jadwal pemberian tersebut harus dipilih

secara tepat agar memberikan pengobatan yang aman, manjur dan akseptable bagi

penderita.

CARA PEMBERIAN OBAT

Pemberian obat kepada penderita dapat melalui beberapa cara yaitu peroral,

parenteral, perektal, topical dll. Pemberian obat harus dipilih secara tepat agar efek obat

atau basil pengobatan sesuai dengan yang diinginkan. Disamping itu perlu difahami dan

dilaksanakan secara benar oleh penderita. Oleh karenanya dokter penulis resep hams

menjelaskan secara lesan kepada penderita dan ditulis secara jelas dalam resep.

FREKUENSI PEMBERIAN OBAT

Berapa kali obat diberikan dalam preskripsi dokter harus ditulis secara tepat agar

efeknya sesuai dengan yang diharapkan. Dalam menuliskan frekuensi obat yang diberikan

perlu mempertimbangkan factor farmakokinetika obat, bentuk sediaan, dan mudah dilakukan

oleh penderita, agarpenderitasemakin taat mengikuti jadwal pemberian obat. Perkembangan

teknologi kefarmasian saat ini dapat merubah obat-obat yang mempunyai waktu paruh (T '/2)

pendek, diformulasi sedemikian rupa sehingga pemberian obat hanya 1-2 kali/hari.

WAKTU PEMBERIAN OBAT

Untuk mencapai efek terapi yang optimal, waktu pemberian obat yang tepat perlu

mendapat perhatian khusus yang harus mudah diikuti oleh penderita. Bila absorpsi obat

dalam lambung memerlukan kondisi kosong agar dapat memberikan konsentrasi obat dalam

darah memadai, maka obat harus diberikan sebelum makan (1/2 — 1 h.a.c), sedangkan

untuk obat-obat yang mengiritasi lambung sebaiknya diberikan pada waktu perut tidak

kosong (d.c. ; p.c.)

Untuk obat-obat yang diberikan hanya sekali dalam sehari, maka harus dijelaskan

kapan obat tersebut diminum (pagi, siang atau sore hari), agar efek optimal obat dapat

tercapai. Oleh karena itu perlunya dipahami secara benar jenis obat-obat yang

membutuhkan waktu tepat dalam penggunaannya.

Page 7: Obat, dosis dan jadwal pemberian.pdf

Universitas Gadjah Mada 7

LAMA PEMBERIAN OBAT

Lama perjalanan suatu penyakit dapat digunakan untuk menentukan lama pemberian

obat, hal ini juga sering digariskan dalam pedoman pengobatan baku, antara lain seperti

tersebut di bawah ini:

Obat-obat yang masuk dalam kelas terapi antibiotika pemberian obatnya dalam waktu

tertentu (2 hari setelah gejala hilang), untuk menghindari resistensi.

Obat-obat yang bekerja secara simtomatis pemberiannya apabila gejala muncul (p.r.n),

kalau gejala sudah hilang dapat segera dihentikan.

Pemberian obat yang terus menerus atau sepanjang hayatnya diperlukan untuk

penderita penyakit kronis (hipertensi, asma dan diabetes dll)

Page 8: Obat, dosis dan jadwal pemberian.pdf

Universitas Gadjah Mada 8

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Ed. V., Jakarta

2. Anonim, 1992, Undang-undang Kesehatan RI No. 32, Jakarta

3. Ansel, H. C., 1990, Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms. Lea and Febiger.

4. Nanizar, Z, J., 1990, Ars Prescribendi Resep yang Rasional, Jilid 1, 2 & 3. Airlangga

University Press, Surabaya

5. Reynold, J. E. F. & Prasad, 1996, Martindale the Extra Pharmacopoea, 31st. Ed. The

Pharmaceutical Press

Page 9: Obat, dosis dan jadwal pemberian.pdf

Universitas Gadjah Mada 9

OBAT TRADISIONAL DAN PENGEMBANGAN OBAT

Dra. Mae Sri Hartati Wahyuningsih, MSi. Apt

PENDAHULUAN

Penggunaan obat tradisional secara empiris berdasarkan pengalaman telah

dilakukan oleh masyarakat sejak jaman nenek moyang terdahulu. Bahan obat tersebut dapat

berasal dari bahan nabati (tumbuhan), hewani dan mineral. Dengan perkembangan

pengetahuan masyarakat khususnya obat tradisional, maka penggunaan praktis sebagai

seduhan yang dulu banyak digunakan, sekarang beralih menjadi preparat ekstrak yang

dibuat dalam sediaan yang menarik. Perkembangan obat tradisional tersebut diatas,

tentunya ditujukan untuk lebih mendayagunakan obat tradisional yang dapat dipertanggung

jawabkan secara ilmiah.

Pengetahuan masyarakat semakin bertambah, seiring dengan munculnya berbagai

jenis penyakit dan tingkat keganasan penyakit tertentu. Oleh karenanya semakin banyak

pertanyaan seputar kandungan senyawa yang bertanggung jawab atas aktivitas tersebut.

Pada decade terakhir ini, sebagian peneliti banyak yang menekuni bidang penemuan obat

berasal dari tumbuhan yang mampu mengatasi penyakit, kemudian mengisolasi dan

menentukan struktur senyawa yang bertanggung jawab atas aktivitas itu. Sejalan dengan hal

tersebut pada Repelita keempat, pengembangan obat tradisional termasuk dalam Skala

prioritas utama Kebijakan Obat Nasional.

OBAT TRADISIONAL (OT) :

Secara umum obat tradisional didefinisikan sebagai bahan atau ramuan bahan yang

berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan

tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan

pengalaman.

SISTEM PENGEMBANGAN OBAT TRADISIONAL

Masukan Proses 9 Luaran

Calon Obat Uj i Produk Obat

Asal : Kriteria :

Tumbuhan Kimia & farmasetik Manjur

Hewan Praklinik Aman

Mineral Klinik Dapat diterima

Page 10: Obat, dosis dan jadwal pemberian.pdf

Universitas Gadjah Mada 10

Perkembangan terakhir ini telah menegaskan bahwa obat tradisional Indonesia

dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan jamu dan fitofarmaka. Dalam kaitannya dengan

pemanfaatan di dalam upaya kesehatan, maka fitofarmaka perlu mendapat prioritas dan

perlu dibuktikan manfaat klinik pada manusia. Pengembangan obat tradisional yang dapat

dipertanggung jawabkan secara medis tertuang dalam Permenkes

No.760/92 tentang "Fitofarmaka"

FITOFARMAKA

Fitofarmaka merupakan sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan

khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia yang telah memenuhi persyaratan yang

berlaku.

PERBEDAAN OBAT TRADISIONAL DAN FITOFARMAKA

OBAT TRADISIONAL FITOFARMAKA

1. Dasar pengalaman dari nenek 1. Dasar penelitian ilmiah, khasiat &

moyang keamanan

2. Preventif 2. Kuratif

3. Indikasi tradisional 3. Indikasi medis

Parameter tak jelas Parameter jelas

- Cabe puyang - Antirematik

- Beras kencur - Antihipertensi

- Jamu bersalin - Antidiabetes

4. Bahan baku belum terstandarisasi 4. Bahan baku terstandarisasi (FI, MMI)

PEDOMAN FITOFARMAKA Kep. Men. Kes.R1.

(761/92) PRIORITAS PEMILIHAN

1. Bahan baku relatif mullah diperoleh

2. Didasarkan pada pola penyakit di Indonesia

3. Perkiraan manfaat terhadap penyakit tertentu cukup besar

4. Memiliki rasio resiko dan kegunaan yang menguntungkan penderita

5. Merupakan satu-satunya alternatif pengobatan

Fitofarmaka harus didukung oleh hasil pengujian, dengan protocol pengujian yang jelas

dan dapat dipertanggung jawabkan. Pengujian meliputi uji toksisitas, uji efek farmakologik,

uji klinik, uji kualitas dan pengujian lain yang dipersyaratkan.

Page 11: Obat, dosis dan jadwal pemberian.pdf

Universitas Gadjah Mada 11

TAHAP PENGEMBANGAN FITOFARMAKA

1. Seleksi bahan tanaman

2. Pengujian farmakologi (in vivo)

- Penapisan aktivitas (belum ada petunjuk aktivitas)

- Langsung pemastian khasiat (ada petunjuk)

3. Pengujian toksisitas (akut, subakut, kronik, spesifik)

- Spesifik (Toksik pada janin, mutagenisitas, karsinogen)

4. Pengujian farmakodinamika (in vitro & in vivo) (Praklinik ??)

5. Pengembangan sediaan (formulasi)

6. Penapisan fitokimia dan standarisasi sediaan

7. Pengujian klinik ??

PRINSIP EVALUASI HASIL UJI PRAKLINIK & KLINIK

Hasil uji praklinik dapat memperoleh gambaran :

o Indikasi awal suatu obat

o Perkiraan dosis efektif yang akan dogunakan

o Perkiraan Batas aman suatu obat

Hasil uji klinik dapat memperoleh gambaran :

Fase I : Menegaskan keamanan & profit farmakokinetik obat pada manusia

sehat (farmakologi klinik)

Tolerabilitas dan perkiraa dosis

Page 12: Obat, dosis dan jadwal pemberian.pdf

Universitas Gadjah Mada 12

Fase II : Menegaskan kemanjuran & keamanan pada penderita skala

sedang (100-200)

Kemanjuran & keamanan

Fase III: Menegaskan kemanjuran & keamanan pada penderita skala

besar (200-1000)

Manfaat klinis lebih absolut

Bandingkan manfaat dan resiko * Fase

IV: Menegaskan keamanan obat (Survei pasca pasar)

Resiko penggunaan

Fitofarmaka sangat memberatkan produsen obat tradisional sehingga pemerintah

mengeluarkan kebijakan dalam Rakernas tahun 1995 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan

Formal (UPKF). UPKF hanya menyarankan uji praklinik (toksisitas) dan uji klinik pasaran.

Untuk meringankan produsen dikeluarkanlah kebijakan pemerintah mengenai pembuatan

obat tradisional "BENAR & BERSIH". Benar (Formula sesuai yang tertera) dan Bersih

(Mengikuti CPOTB, penanganan pasca panen, pengurangan cemaran)

OBAT TRADISIONAL BAGI DOKTER

Mengatasi krisis obat modern

Amanat GBHN dan masuk UPKF

Dasar ilmiah dengan indikasi medis

Parameter khasiat bisa diuji

Uji farmakologis, toksisitas, klinis dan standarisasi

Kandungan kimia aktif, mekanisme efek.

Data ilmiah disajikan

DOKTER DIBERI KEBEBASAN MENILAI DAN MEMILIH

OBAT TRADISIONAL DAN PENEMUAN OBAT BARU

Sejarah telah menunjukkan bahwa banyak obat jadi berasal dari obat tradisional.

Obat yang berasal dari kulit kayu Cinchona ledgeriana yang dipakai untuk mengobati

malaria, kemudian diisolasi dan dimurnikan menjadi obat jadi kinin. Demikian Pula

papaverin, kodein dan morfin yang berasal dari tanaman Papaver somniferum. Juga

serpentina dan reserpin yang berasal dari tanaman Rauwolfia serpentina. Masih banyak obat

jadi yang sekarang digunakan untuk pengobatan berasal dari obat tradisional yaitu:

Podophyllotoxin (Podophyllum peltatum ), Vincristine dan vinblastine (Chatarantus roseus ),

Page 13: Obat, dosis dan jadwal pemberian.pdf

Universitas Gadjah Mada 13

Digitalin & digoksin (Digitalis lanata), Thymol (Thymus vulgaris ), Efedrin (Ephedra vulgaris),

Atropin (Atropa Belladonna)

Secara garis besar penemuan obat baru dari bahan alam meliputi beberapa langkah

antara lain pengumpulan bahan, pengeringan, penyerbukan, ekstraksi, partisi, fraksinasi,

isolasi yang semuanya termonitor dengan uji aktivitas (bioassay) dan penentuan potensi

senyawa aktif (skema 1). Metode penemuan obat barn dari bahan alam berbasis teknologi

mutakhir berkembang pada dekade terakhir dengan mengaplikasikan metode bioassay pada

tingkat molekuler.

Dengan penemuan obat Baru dari bahan alam yang berpotensi mengatasi suatu

penyakit akan memudahkan seorang dokter untuk memakai obat basil kekayaan alam kits.

Hal tersebut karena obat yang digunakan telah didukung dengan penelitian yang handal dan

berkualitas oleh para peneliti, sehingga tuduhan bahwa obat tradisional hanyalah seduhan

tanaman dan para dokter enggan untuk memakai akan semakin memudar.

Page 14: Obat, dosis dan jadwal pemberian.pdf

Universitas Gadjah Mada 14

Skema 1. Garis besar penemuan obat Baru dari bahan alam.

Page 15: Obat, dosis dan jadwal pemberian.pdf

Universitas Gadjah Mada 15

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. 1992. Undang-undang Kesehatan RI No. 23/1992. Jakarta

2. Ditwasot.1992. Fitofarmaka dan Pedomannya. Jakarta

3. Dep. Kes. RI., Direktorat Pengawasan Obat Tradisional.2000. Pedoman

Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional. Jakarta

4. Dep. Kes. RI: 1985. Obat Kelompok Fitoterapi. Jakarta

5. Pramono, S. 2002. Reformulasi Obat Tradisional, pada Seminar Reevaluasi dan

reformulasi Obat Tradisional Indonesia, Yogyakarta.

6. Wahyuono, S., 2002, Penemuan Obat Baru Dari Bahan Alam, pada Seminar sehari

Peran Kimia Medisinal Dalam Penemuan Obat" Yogyakarta

7. WHO. 1993. Research guidelines for evaluating the savety and efficacy of

herbal medicines, WHO for the Western Pasific Manila

8. WHO. 2000. General guidelines for methodologies on research and

evaluation of traditional medicine, WHO: Geneva