nur fitriyani nim : 109102000020 jakarta...

88
UIN SRARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Uji Aktivitas Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% biji mimba (Azadirachta indica L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus novergicus ) Galur Sprague Dawley secara In Vivo SKRIPSI Oleh: NUR FITRIYANI NIM : 109102000020 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA 2015

Upload: others

Post on 05-Dec-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

UIN SRARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Uji Aktivitas Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% biji

mimba (Azadirachta indica L.) Pada Tikus Putih Jantan

(Rattus novergicus ) Galur Sprague Dawley secara In Vivo

SKRIPSI

Oleh:

NUR FITRIYANI

NIM : 109102000020

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH

JAKARTA 2015

UIN SRARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Uji Aktivitas Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% biji

mimba (Azadirachta indica L.) Pada Tikus Putih Jantan

(Rattus novergicus ) Galur Sprague Dawley secara In Vivo

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi

Oleh:

NUR FITRIYANI

NIM : 109102000020

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH

JAKARTA 2015

i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

Uji Aktivitas Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% biji miomba ( Azadirachta

indica L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus novergicus Galur Sprague

Dawley secara In Vivo.

Ini adalah benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai

skripsi ataupun karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga pendidikan

manapun, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujukan telah saya

nyatakan benar.

Nama : Nur Fitriyani

NIM :109102000020

Tanda Tangan

Tanggal November 2015

ii

ABSTRAK

Nama : Nur Fitriyani

Program Studi.: Farmasi

Judul : Uji Aktifita Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Mimba ( Azadirachta

indica L.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Spague Dawley secara In Vivo.

penelitian ini dilakukan untuk menguji efek antifertilitas Esktrak etanol 70% biji mimba

(Azadirachta Indica L.)pada tikus jantan. Ekstrak diberikan secara oral sekali sehari selama

48 hari. Sampel terdiri dari 20 ekor tikus jantan galur Sprague Dawley yang dibagi menjadi 4

kelompok yaitu kelompok kontrol (Na CMC 1% ), kelompok perlakuan I (10 mg/kg BB), II (

25 mg/kg BB), dan III (50 mg/kg BB). Hasil dianalisa dengan menggunakan analisa One

Way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Multiple Comparisons. Hasil penelitian

menunjukan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% biji mimba dengan dosis 10 mg/kg BB, 25

mg/kg BB, dan 50 mg/kg BB memberikan penurunan yang bermakna terhadap konsentrasi

spermatozoa, bobot testis, dan diameter tubulus seminiferus dibandingkan dengan kontrol ( p

≤ 0,05 ). Dari beberapa hasil pengamatan tersebut, disimpulkan bahwa ekstrak etanol 70%

biji mimba dapat mempengaruhi spermatogenesis tikus. Hasil penelitian ini diharapkan dapat

dikembangkan sebagai bahan konsentrasi pria.

Kata Kunci : Biji Mimba ( Azadirachta indica L. ), berat testis, konsentrasi spermatozoa,

diameter tubulus seminiferus.

v

ABSTRACT

Nama : Nur fitriyani

Program Study: Farmasi

Title : Uji Aktifita Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Mimba ( Azadirachta

indica L.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Spague Dawley secara In Vivo.

This study was aimed to find out anti-fertility effects of 70% ethanolic extract of Azadirachta

Indica on male rats. The extract was given orally once a day for 48 days. The sample

consisted of 20 Sprague Dawley male rats that were divided four groups : control group (

CMC Na 1% ), treatment I (10 mg/kg BW), II (25mg/kg BW), and III ( %50 mg/kg BW).

The result of experiment was analyzed by using One Way ANOVA and by Multiple

Comparisons test. The result showed that 70% ethanolic extract of Azadirchta Indica in

dosage 10 mg/kg BW, 25 mg/kg BW, and 50 mg/kg BW resulted significant decrease to

sperm concentration, testis weight, and diameter of seminiferus tubules compared with

control ( p ≤ 0,05 ). This showed that 70% ethanolic extract of Azadirachta Indica influenced

the spermatogenesis of rats. It is hoped that the results of this study can be used to develop a

male contraceptive method.

Key Words : Azadirachta indica, testis weight, sperm contracentration, diameter of

seminiferous tubules.

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran

Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat

menyesaikan skripsi ini hingga selesai.

Skripsi ini yang berjudul “Aktifitas Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Mimba

(Azadirachta Indica L)” disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menperoleh

gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam proses penulisan skripsi ini penulis menyadari ada beberapa pihak yang sangat

memberikan konstribusi kepada penulis. Maka, pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Yardi, Ph. D. Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Drs. Azrifitria, M.Si, Apt sebagai pembimbing, terimakasih telah banyak memberikan

ilmu, pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama menyusun proposal

penelitian ini.

3. Drs. Ahmad Musir, M. Si, Apt sebagai pembimbing, terimakasih telah banyak

memberi ilmu, pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama menyusun

proposaal penelitian ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan yang telah memberikan ilmunya kepada penulis

5. Kedua orang tua, yang telah memberi dorongan, semangat dan pengertian kepada

penulis baik secara moril dan materil

6. Someone yang selalu mendoakan, setia dan selalu sabar mendengar keluh kesah,

masukkan untuk kelancaran penyusunan skripsi.

7. Teman-teman Farmasi angkatan 2009 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu,

terima kasih telah memberikan doa, dukungan, dan persaudaraan selama ini untuk

penulis

vii

8. Pihak – pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis, yang telah

membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat

membangun guna memperbaiki kemampuan penulis.

Jakarta, November 2015

Penulis

viii

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................... iv

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .................................................... v

ABSTRAK ................................................................................................ vi

ABSTRACT .............................................................................................. vii

KATA PENGANTAR .............................................................................. viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR ............ x

DAFTAR ISI ............................................................................................. xi

DAFTAR TABEL .................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xv

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1-3

1.2 Perumusan Masalah .............................................................. 3

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 3

1.4 Hipotesis ............................................................................... 4

1.5 Manfaat Penelitian ................................................................ 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 5

2.1 Mimba (Azadirachta Indica) .................................................... 5

2.1.1 Sejarah dan Sinonim ................................................ 5

2.1.2 Klasifikasi .................................................................. 6

2.1.3 Marfologi .................................................................. 6-7

2.1.4 Kandungan Bahan Kimia ........................................... 8

2.1.5 Kegunaan .................................................................. 8-9

2.2 Simplisia dan Ekstrak ............................................................. 9

2.2.1 Simplisia..................................................................... 9

2.2.2. Ekstrak ...................................................................... 9

2.3 Ekstraksi ................................................................................ 9

2.3.1 Cara dingin ................................................................ 9

2.3.1.1 Maserasi ........................................................ 9

2.3.1.2 Perkolasi ......................................................... 10

2.3.2 Cara Panas ................................................................... 10

2.3.2.1 Refluks ........................................................... 10

2.3.2.2 Soxhlet ........................................................... 10

2.3.2.3 Digesti ............................................................ 10

2.3.2.4 Infus ............................................................... 10

2.3.2.5 Dekok ............................................................. 10

2.3.3 Destilasi uap ................................................................ 10

xii

2.3.4 Cara ekstraksi lainnya ................................................. 11

2.3.4.1 Ekstraksi bersinambung ................................. 11

2.3.4.2 Super kritikal karbodioksida .......................... 11

2.3.4.3 Ekstraksi Ultralsonik ...................................... 11

2.3.4.4 Ekstraksi energi listrik ................................... 11

2.4 Tinjauan Hewan Percobaan..................................................... 11

2.4.1 Klasifikasi Tikus Putih (rattus norvegicus) .............. 11

2.4.2 Biologis Tikus Putih (rattus norvegicus) .................. 12 -13

2.5 Sistem Reproduksi Tikus Jantan ........................................... 13-15

2.5.1 Produksi Sperma ........................................................... 15

2.5.2 Spermatogonesis Pada Tikus ........................................ 16-17

2.5.3 Peran Hormon Pada Spermatogenesis .......................... 17-18

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 19

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 19

3.2.1 Hewan uji .................................................................. 19

3.2.2 Bahan uji ................................................................... 19

3.2.3 Bahan Kimia .............................................................. 19

3.2.4 Alat ............................................................................. 19

3.3 Rancangan Penelitian ............................................................ 20

3.4 Kegiantan Penelitian .............................................................. 20

3.4.1 Pemeriksaan Simplisia (Determinasi) ....................... 20

3.4.2 Penyiapan Simplisia .................................................. 20

3.4.3 Pembuatan ekstrak ..................................................... 21

3.4.4 Uji Penapisan fitokimia Ekstrak ................................ 21-22

3.4.5. Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik .......... 22

3.4.5.1 Identitas Ektrask ............................................ 22

3.4.5.2 Organoptis ...................................................... 22

3.4.5.3 Susut Pengeringan ......................................... 22-23

3.4.5.4 Kadar Abu ...................................................... 23

3.4.6 Persiapan Hewan Uji .................................................. 23

3.4.7 Persiapan Perlakuan .................................................... 23-24

3.4.8 Pembuatan preparat ....................................................... 24-25

3.4.9 Pengukuran Parameter Uji ............................................ 25

3.4.9.1 Pengukuran Bobot testis ................................. 25

3.4.9.2 Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa........... 25-27

3.4.9.3 Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus .. 27

3.5 Analisa .................................................................................. 28

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 29

4.1 Hasil Penelitian ..................................................................... 29

4.1.1 Ekstraksi ........................................................................ 29

4.1.2 Penafisan fitokimia ....................................................... 29

4.1.3 Parameter Standar ......................................................... 30

4.1.4 Pengukuran Berat Badan ............................................. 30

4.1.5 Pengukuran Bobot Testis ........... .................................. 31-32

4.1.6 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa .......................... 32-33

4.1.7 Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus ................. 33-34

xiii

4.2 Pembahasan ........................................................................... 35-40

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 41

5.1 Kesimpulan ........................................................................... 41

5.2 Saran ..................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 42-45

LAMPIRAN .............................................................................................. 46

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Data biologis tikus (Smith dan Mangkoewidjoyo, 1988) ........ 12

Tabel 3.1 Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung ........... 25

Tabel 3.2 Cara Pengenceran .................................................................... 26

Tabel 3.3 Rumus Konsentrasi Spermatozoa ............................................ 26

Tabel 4.1 Hasil penafisan fitokimia ekstrak etanol 70% biji mimba ...... 29

Tabel 4.2 Hasil Parameter standar ekstrak etanol 70% biji mimba ......... 30

Tabel 4.3 Rata-rata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok ......................... 30

Tabel 4.4 Rata-rata bobot testis tikus ...................................................... 31

Tabel 4.5 Rata-rata konsentrasi spermatozoa tikus ................................. 32

Tabel 4.6 Rata-rata diameter tubulus seminiferus tikus .......................... 33

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Daun,bunga,buah dan biji. Azadirachta indica. (dok.pribadi ) ........... 7

2. Anatomi sistem reproduksi tikus jantan

(Laboratory animal medicine and science series) ............................... 13

3. Spermatozoa tikus ............................................................................... 15

4. Tahapan dari siklus sel spermatogenis pada tikus .............................. 16

5. Grafik rata-rata berat badan tikus tiap kelompok ................................ 30

6. Grafik hasil rata-rata bobot testis ( gram ) setelah pemberian

ekstrak etanol 70% biji mimba selama 48 hari ................................... 31

7. Grafik hasil rata-rata konsentrasi spermatozoa setela pemberian

ekstrak etanol 70% biji mimba selama 48 hari ................................... 32

8. Grafik hasil rata-rata diameter tubulus seminiferus setelah pemberian

ekstrak etanol 70% biji mimba selama 48 hari ................................... 33

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil Determinasi Tanaman ................................................................. 46

2. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70 % biji jarak .................. 47

3. Gambar Bahan dan Alat Penelitian ...................................................... 48

4. Kegiantan Penelitian Uji Aktifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Mimba 50

5. Pemeriksaan Parameter Ekstrak ........................................................... 52

6. Skema Kerja Pembuatan Ekstrak Etanol 70 % biji mimba ................... 53

7. Skema Kerja Pemberian Ekstrak Etanol 70% Biji Mimba pada tikus. 54

8. Perhitungan Dosis Uji Ekstrak Biji Mimba ......................................... 55

9. Berat Badan Tikus Jantan ..................................................................... 56

10. Hasil Pengukuran Bobot Testis ............................................................ 57

11. Hasil perhitungan Konsentrasi Spermatozoa ....................................... 58

12. Hasil Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus ............................... 59

13. Analisis Data Bobot Testis ................................................................... 60

14. Analisis Data Konsentrasi Spermatozoa .............................................. 63

15. Analisa Data Diameter Tubulus Semineferus. ...................................... 66

16. Gambar Histologi Tubulus Seminiferus Tikus Kontrol ....................... 69

17. Lampiran 20. Gambar Histologi Tubulus Seminiferus Testis

Tikus Perlakuan Ekstrak Etanol 70% Bji Mimba (10mg/kg BB) ........ 70

18. Lampiran 21. Gambar Histologi Tubulus Seminiferus Testis

Tikus Perlakuan Ekstrak Etanol 70% biji Mimba (25mg/kg BB) ........ 71

19. Lampiran 22. Gambar Histologi Tubulus Seminiferus Testis

Tikus Perlakuan Ekstrak Etanol 70 % Biji Mimba (50mg/kg BB) ...... 72

1

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Masalah kependudukan menjadi isu yang sangat penting dan mendesak, terutamanya

yang berkaitan dengan aspek pengendalian kuantitas penduduk dan pengarahan mobilitas

penduduk, jika dikaitkan pada potensi ancaman meningkatnya jumlah penduduk masa depan.

Saat ini penduduk dunia telah mencapai 7 milyar jiwa atau bertambah 1 milyar jiwa hanya

dalam waktu 10 tahun (pada tahun 2000 jumlah penduduk dunia sekitar 6 milyar).

Berdasarkan hasil sensus 2010, penduduk Indonesia bertambah 32,5 juta jiwa, dan rata- rata

pertumbuhan 1,49 persen seperti sekarang, maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun

2045 menjadi 450 juta jiwa. Hal ini berarti, 1 dari 20 penduduk dunia adalah orang Indonesia

(BKKBN, 2012). Proyeksi tersebut kemungkinan tidak akan banyak berubah jika

pengelolahan program Keluarga Berencana (KB) dilaksanakan dengan optimal. Namun

jumlah tersebut sangat mungkin meningkat, apabila intensitas dan frekuensi pengelolahan

program Keluarga Berencana menurun.

Di Indonesia, program pembangunan nasional Keluarga Berencana mempunyai arti

yang sangat penting dalam upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera

disamping program pendidikan dan kesehatan. Peserta Keluarga Berencana di Indonesia

masih didominasi oleh perempuan. Dengan berbagai sumber daya yang ada, pemerintah telah

berupaya untuk meningkatkan kesertaan pria dalam program Keluarga Berencana. Namun

hasilnya belum seperti yang diharapkan (BKKBN, 2008). Salah satu alasan rendahnya

partisipasi pria dalam menjalankan program keluarga berencana karena kontrasepsi pada pria

sangat terbatas jenisnya. Sampai sekarang metode kontrasepsi yang digunakan pada

priamyang ada adalah pantang berkala, senggama terputus (coitus interuptus) penggunaan

kondom dan vasektomi (Sumaryati, 2004 dan moeloek, 2002).

Kontrasepsi untuk pria yang dianggap sudah mantap adalah kondom dan vasektomi.

Namun penggunaan kondom sebagai alat kontasepsi menimbulkan keluhan psikologi,

sedangkan vasektomi walaupun merupakan kontasepsi yang dapat bersifat aman, efektif,

mudah dan sangat baik untuk pasangan yang tidak ingin memiliki anak lagi, tetapi banyak

pria yang tidak, menyukai vasaktomi karena mereka beranggapan bahwa dengan vasektomi

akan menghilangkan keperkasaannya. Terbatasnya jenis kontrasepsi pria menjadi landasan

2

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

mengapa perkembangan teknologi kontrasepsi perlu lebih mengarah pada pria (wilopo,

2006). Sampai sekarang metode kontrasepsi pria yang ada adalah pantang berkala, senggama

terputus (coitus interuptus) penggunaan kondom dan vasoktomi (Sumaryati, 2004 dan

Moeloek, 2002). Pada beberapa dekade terakhir ini, banyak penelitian difokuskan kepada

perkembangan efektifitas dan keamanan kontasepsi pria. Idealnya kontrasepsi pria itu harus

memiliki khasiat jangka lama, tetapi bersifat reversibel dalam hal menyebabkan azoospermia

(tidak adanya sperma didalam semen ) (BKKBN, 2006).

Salah satu upaya pengembangan obat-obat kontrasepsi pria yang ideal, adalah dengan

memanfaatkan bahan alternatif dari bahan-bahan alam. Untuk saat ini masyarakat lebih

memilih alternatif menggunakan obat tradisional karena dianggap relatif lebih murah, efisien

dan efeknya lebih aman dibandingkan dengan obat sintetik (Andria, 2012). Hal ini mengingat

bahwa di Indonesia kaya akan sumber tanaman obat, sehingga mempunyai peluang untuk

memperoleh kontrasepsi pria yang berasal dari tanaman.

Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan jenis tanaman obat-obatan,

sehingga mempermudah untuk memperoleh bahan-bahan kontasepsi. Terdapat 52 jenis

tanaman di Indonesia yang memiliki sifat antifertilitas (Chuthbert dan Wong, 1986).

Beberapa tanaman tersebut adalah ekstrak metanol batang manggarsi dimana selama 35 hari

mampu menyebabkan penurunan jumlah spermatosit sekunder dan jumlah spermatozoa

mencit namun tidak mampu menyebabkan penurunan berat testis, diameter tubulus

seminiferus tertis, jumlah spermatosit primer dan jumlah spermatid (Ulimaz, 2010). Dari

penelitian Yurnadi dkk (2002) diketahui bahwa penyuntikan ekstrak biji pepaya selama 20

hari pada berbagai dosis terhadap tikus belum dapat menurunkan populasi sel konsentrasi

spermatozoa vas deferen, akan tetapi dapat menurunkan populasi sel spermatogonium A dan

spermatosit primer preleptoten. Selain itu, pada tanaman Momordica charantia L. Dengan

pemberian selama 20 hari memberikan hasil penurunan pada jumlah spermatozoa yang lebih

banyak. Namun, pada pemberian Momordica charantia L. Selama 60 hari tidak memberikan

perubahan bermakna (Saptogino, 2010).

Selain itu tanaman tradisional yang diharapkan dapat menjadi antifertilitas adalah

tanaman mimba (Azadiractha indica). Tanaman mimba memiliki nilai pengobatan yang

besar. Ekstrak daun dan kulit kayu digunakan untuk mengobati kusta, antihelmentik,

gangguan pernapasan, sembelit dan infeksi kulit (Biswas et al., 2002). Biji mimba dapat

dimanfaatkan sebagai insektisida alami, fungisida, antibakteri, spermisida (sukrosno dan tim

Lentera, 2003). Secara empiris di negara india minyak biji mimba digunakan sebagai bahan

kontasepsi lokal (J.K. Roop and S.S guraya) Penelitian dari Sinha et al., (1989) menyatakan

3

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

bahwa pemberian minyak biji mimba pada rahim tikus betina dapat menurunkan kesuburan

pada sistem reproduksi tikus tersebut. Secara ilmiah, dilaporkan bahwa dengan pemberian

ekstrak biji mimba dapat menurunkan tinggkat kesuburan pada tikus betina dengan

menggangu proses metabolisme di uterus (Reshu, et al., 2007). Penelitian dari J.K. Roop et

al.,(2005) menyatakan pemberian ekstrak biji mimba secara oral dapat mengurangi jumlah

rata-rata folikel-folikel pada tikus betina. Disamping itu, bahwa ekstra mimba (Azadirachta

Indica) memiliki efek kontraseptik yang diberikan pada tikus (Mukherjee, et al, 1999).

Penelitian dari tanaman mimba berpotensi sebagai antifertilitas secara tradisional

belum banyak diteliti di Indonesia. Selain itu, penggunaan biji mimba pada sistem reproduksi

pria belum dilaporkan. Oleh karena itu, penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas

antifertilitas dari ekstrak etanol 70% biji mimba (Azadirachta indica) pada fungsi reproduksi

tikus jantan ditinjau dari konsentrasi sperma, berat testis, ukuran diameter tubulus

seminiferus testis, serta jumlah spermatosit pakiten dan sel sertoli.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut

1. Sampai saat ini penggunaan kontrasepsi pria masih kondom dan vasaktomi, belum

ada antifertilitas yang penggunaannya secara oral.

2. Belum banyak tumbuhan di Indonesia yang diteliti sebagai obat antifertilitas pada

pria.

3. Sampai saat ini belum ada yang membuktikan bahwa biji mimba (Azadirachta indica)

mempunyai efek antifertilitas pada tikus jantan.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian aktivitas antifertilitas ektrak etanol 70% biji mimba

(Azadirachta indica) pada tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo sebagai berikut

1. Untuk menguji pemberian ekstrak etanol 70 % biji mimba (Azadirachta indica)

terhadap bobot testis tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo.

2. Untuk menguji pemberian ekstrak etanol 70 % biji mimba (Azadirachta indica)

terhadap konsentrasi spermatozoa tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo.

3. Untuk menguji pemberikan ekstrak etanol 70% biji mimba (Azadirachta indica)

terhadap tahapan spermatogenesis dan diameter tubulus seminiferus pada tikus jantan

galur Sprague Dawley secara in vivo.

4

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

1.4 HIPOTESIS

Hipotesis dari penelitian aktivitas antifertilitas ekstrak etanol 70% biji mimba

(Azadirachta indica) pada tikus galur Sprague Dawley secara in vivo sebagai berikut

1. Pemberian ekstrak enatol 70% biji mimba (Azadirachta indica) dapat menurunkan

bobot testis tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo.

2. Pemberian ekstrak enatol 70% biji mimba (Azadirachta indica) dapat menurunkan

konsentrasi spermatozoa tikus jantan galur Sprague Dawley secara in vivo.

3. Pemberian ekstrak etanol 70% biji mimba (Azadirachta indica) mempunyai efek

terhadap berkurangnya diameter tubulus seminiferus dan pada tikus jantan galur

Sprague Dawley secara in vivo.

1.5 MANFAAT PENELITIAN

Memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang manfaat biji mimba

(Azadirachta indica) sebagai obat antispermatogenik dan memberikan informasi yang

bermanfaat dalam pengembangan ilmu reproduksi yang kemungkinan dapat digunakan

sebagai obat kontrasepsi alami.

5

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mimba (Azadirachta indica )

2.1.1 Sejarah dan Sinonim

Tanaman mimba termasuk dalam famili Meliaceae, tanaman ini merupakan tanaman

asli Afrika Asia. Di Asia tanaman ini banyak terdapat di India, Burma, Cina Selatan dan

Indonesia. Di Indonesia tanaman mimba dijumpai di Jawa dan Bali, terutama disepanjang

pantai utara pulau Jawa seperti Subang, Cirebon dan Indramayu (Jawa Barat), Tegal,

Banjarsari dan Kranggan (Jateng), Tuban, Lamongan, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan,

Probolinggo, Asembagus dan Banyuwangi (Jatim), Gilimanuk dan Singaraja (Bali). Di

daerah Asembagus dijumpai pohon-pohon yang berumur di atas 50 tahun, sedangkan di

tempat lainnya umumnya berumur di bawah 10 tahun (Sastrodihardjo dan Aditya, 1992).

Tanaman mimba banyak terdapat di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Bali dan NTB.

Pada umumnya tanaman mimba digunakan sebagai tanaman peneduh jalan, sering dijumpai

di tepi-tepi jalan di kota-kota yang panas dan kering misalnya Jepara, Rembang, Situbondo

dan Pamekasan. Di Indonesia, mimba paling banyak ditanam di Bali jumlahnya diperkirakan

kurang lebih 500.000 pohon (Kardinan dan Ruhnayat, 2003). Tanaman mimba dikenal

sebagai “Neeb” dalam bahasa Urdu dan Hindi, “Mimba” dalam bahasa Sansekerta, “Neeb”

dalam bahasa Arab, “Azaddirecsit” dalam bahasa Persia dan “Margosa” dalam bahasa

Inggris. Di Indonesia dikenal sebagai mimba (Heyne, 1987).

Menurut Rukmana (2002), daerah utama tanaman mimba adalah di kawasan Asia

Selatan dan Asia Tenggara. Tanaman mimba banyak ditemukan di India dan Thailand.

Menurut Sukarsono (2003), beberapa ahli berpendapat bahwa mimba merupakan tanaman

asli India. Ahli lainnya menyatakan bahwa mimba tersebar di hutan-hutan diwilayah Asia

Tenggara dan Asia Selatan termasuk Pakistan, Srilanka, Thailand, Malaysia serta Indonesia.

6

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

2.1.2 Klasifikasi

Tanaman mimba mempunyai nama latin Azadirachta indica. menurut De Jussieu

(1830) cit. Biswas et al., (2002) Dalam sistemik (taksonomi) tumbuhan, tanaman mimba

diklasifikasikan sebagai berikut

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Sapindales

Famili : Meliaceae

Genus : Azadirachta

Spesies : Azadirachta indica A.Juss

2.1.3 Morfologi

Mimba berupa pohon sedang dengan tinggi 8-50 m. Namun pada umumnya pada

kondisi yang baik tingginya 35-40 m. Cabangnya menyebar tidak rapat. Rantingnya nispi

pendek, keputih-putihan atau coklat kemerahan. Kayunya berwarna putih keabu-abuan. Akar

mengikuti sistem lateral, permukaan akarnya dapat mencapau lebih dari 18 m. Daun tunggal,

tidak berpasangan, berbentuk bundar telur memanjang 3-8 cm, lebar 3-4 cm,berbauh lemah

rasanya pahit, berwarna coklat kehijaun sampai hijau tua, daun yang muda berwarna

kemerahan sampai keunguan, daun yang berada diujung sering kali menghilang. Ujung daun

meruncing, pangkal daun miring, tepi daun bergerigi kasar. Tulang daun menyirip, tulang

cabang utamanya hampir sejajar satu dengan yang lainnya. Bunganya dalam tandan, tersusun

diketiak daun, berwarna putih, baunya harum, panjang 5-6 mm, lebar 8-11 mm. Buahnya

berbentuk bulat telur memanjang sampai bundar dan bila masak berukuran (1,4-2,8) kali (1,0-

1,5) cm, berwarna hijau saat masih mentah dan bila masak berwarna hijau kekunungan

sampai kuning, kulit buah tipis. Bijinya berukuran (0,9-2,2) kali (0,5-0,8) cm (Schmutterer,

1995; anonim. 1989). Batang mimba memiliki ciri-ciri morfologi tegak berkayu, dengan

tinggi berkisar antara 10-15 m (Heyne, 1987). Bagian batang tumbuhan yang terletak di

paling luar adalah kulit batang. Kulit mimba yang sudah tua memiliki warna abu-abu tua,

tebal dan beralur Biji mimba mengandung beberapa komponen aktif pestisida antara lain

Azadiraktrin, Salannin, Azadiradion, Salannol, Salanolacetate, 3-Deacetil Salanin, 14-

7

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Epoxy-Azadiradion, Gedunin, Nimbinen dan Deacetil Nimbinen (Schutterer, 1990 dalam

Hardi, 2006).

Menurut Heyne (1987) daun mimba memiliki ciri-ciri berdaun majemuk berhadapan

dengan panjang 5-7 cm dan lebar 3-4 cm. Sedangkan (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan,

2001) mengemukakan bahwa daun mimba memiliki ciri-ciri berdaun majemuk, 7-17 pasang

per tangkai, berbentuk lonjong dan bergigi, panjang 6-8 cm, lebar 1-3 cm, mempunyai sirip

daun sederhana. Letak daun berselang-seling (alternate) seperti spiral (Forest Research

Institute Malaysia, 1992).

Buah berbentuk elips, berdaging tebal, panjang 1,2-2 cm, hijau/kuning ketika masak,

dengan lapisan tipis kutikula yang keras dan daging buah berair. Pohon berukuran sedang dan

rata-rata dapat menghasilkan benih 37-55 kg per pohon (Direktorat Perbenihan Tanaman

Hutan, 2001). Setiap buah dapat berkembang dan masak 1-2 bulan. Susunan buah terletak

pada batang, berbuah pada bulan Desember-februari dengan buah masak dicirikan dengan

warna kulit buah hijau kekuningan. Ekstraksi buah dilakukan dengan cara digosok-gosok

dengan tangan menggunakan pasir. Jumlah benih perkilogram adalah kurang lebih 1.250 biji

(Pramono, 2000)

Daun Bunga

Buah Biji

Gambar 1. Daun,bunga,buah dan biji. Azadirachta indica. (dok.pribadi )

8

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

2.1.4 Kandungan Bahan Aktif

Dari berbagai bagian tanaman mimba telah berhasil diisolasi lebih dari 140 senyawa

kimia. Senyawa kimia ini dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu golongan isoprenoid,

misalnya diterpenoid dan triterpenoid, yaitu protomeliasin, limonoid, azadiron dan

turunannya, azadiraktin, gedunin dan turunannya, senyawa tipe vilasinin dan sekomeliasin,

seperti nimbin, nimbolida, mahmodin dan nonisoprenoid, seperti polisakarida, polifenolat

(Singh, et al., 2005), seperti asam galat, flavonoid, dihidrokalkon, kumarin, tanin, dan

senyawa alifatik (Agrawal, 2005). Biji mimba mengandung beberapa komponen aktif

pestisida antara lain azadirachtin, salannin, azadiradion, salannol, salanolacetate, 3-deacetyl

salannin, 14-epoxyazadiradion, gedunin, nimbenin, dan deacetyl nimbinen (Jones et al.,

dalam Schmutterer, 1990). Daun dan kulit Azadirachta indica mengandung saponin, di

samping itu daunnya juga mengandung flavonoida dan tanin (Hutapea, 1993). Tanaman

mimba (Azadirachta indica), terutama dalam biji dan daunnya mengandung beberapa

komponen dari produksi metabolit sekunder seperti azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin

dan nimbidin yang diduga sangat bermanfaat, baik dalam bidang pertanian (pestisida dan

pupuk), maupun farmasi (kosmetik dan obat-obatan), (Aradilla, 2009) dan Dzakiya, (2010).

Daun mimba (Azadirachta indica A juss) mengandung zat-zat aktif seperti flavonoid, tanin

dan saponin. Flavonoid adalah salah satu grup dari polipenol alami (Robinson, 1995). Jawetz

et al., (1992), menyatakan fenol dan banyak senyawa fenolik merupakan unsur-unsur

antibakteri yang kuat.

2.1.5 Kegunaan

Sejak lama, mimba telah dikenal dalam pengobatan tradisional, yaitu dalam

Ayurveda, Siddha, Unani serta sistem pengobatan Homoeopathi. Tanaman ini di daerah

tropis Amerika dan Afrika juga mempunyai reputasi yang cukup baik untuk mengobati

berbagai penyakit (Schmutterer, 1992 Koul dan Isman, 1990; Perry, 1980) Mimba digunakan

sebagai obat cacing di Pakistan (Jabbar et al., 2006), obat malaria (Kirira et al., 2006 Omar et

al., 2003; Benoit et al., 1998), untuk kesehatan mulut di Nigeria (Bukar, et al., 2004).

Menurut Hutapea (1993), daun Azadirachta indica berkhasiat sebagai obat untuk mengatasi

demam dan untuk menguatkan badan. Untuk obat demam dipakai kira-kira 10 gram daun

segar Azadirachta indica, dicuci, kemudian direbus dengan 1 gelas air selama 15 menit.

Menurut Sukrasno dan Tim Lentera (2003), daun dan biji mimba mempunyai banyak

manfaat. Biji mimba dapat dimanfaatkan untuk insektisida alami, fungisida, antibakteri,

spermisida, sabun minyak mimba dan pelumas minyak mimba. Selain sebagai bahan

pestisida, mimba seringkali digunakan sebagai obat penyakit kulit dan tonikum. Selain itu

9

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

juga bisa digunakan sebagai obat untuk penyakit-penyakit seperti kencing manis, disentri,

malaria, masuk angin, ketombe, kanker lever dan jerawat. Di negara Thailand, daun mimba

yang masih muda digunakan sebagai sayuran (Kardinan, 2002).

2.2 Simplisia dan Ekstrak

2.2.1 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamia yang dipergunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengelolahan apapun juga dan dikecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah

dikeringkan (Depkes RI, 2000)

Simplisia dibedakan simplisia nabati, simplisia hewan dan simplisia pelikat (mineral).

Simplisia nabati dalah simplisia tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan.

Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel

dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau senyawa nabati lainnya yang dengan cara

tertentu dipisahkan dari tumbuhan dan belum berupa senyawa kimia murni (Depkes RI,

2000).

2.2.2. Ekstrak

Ekstrak adalah sedian kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari

simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua

atau hampir semua pelarut diupakan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlukan

sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000). Ada beberapa

jenis ekstrak yakni ekstrak cair, ekstrak kental dan ekstrak kering. Ekstrak cair adalah sediaan

dari simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet

2.3 Ekstraksi

2.3.1 Cara dingin

2.3.1.1 Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan

beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara

teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada

keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukakn pengadukan yang kontinu (terus-menerus)

(Depkes RI, 2000).

10

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

2.3.1.2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang

umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan

bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak), terus

menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) (Depkes RI, 2000).

2.3.2 Cara panas

2.3.2.1 Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu

tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat

termasuk ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000).

2.3.2.2 Soxhlet

Soxhletasi adalah ekstraksi yang selalu menggunakan pelarut yang baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kantinu dengan jumlah

pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).

2.3.2.3 Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang

lebih dari temperatur ruangan yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-500C

(Depkes RI, 2000).

2.3.2.4 Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus

tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C) selama waktu tertentu

15-20 menit (Depkes RI, 2000).

2.3.2.5 Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan temperatur sampai

titik didih air (Depkes RI, 2000).

2.3.3 Destilasi uap

Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari

bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa

kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna dan

diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut

terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau

memisah sebagian (Depkes RI, 2000).

11

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

2.3.4 Cara ekstraksi lainnya

2.3.4.1 Ekstraksi berkesinambung

Proses ekstraksi yang dilakukan berulangkali dengan pelarut yang berbeda atau

resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersusun berturutan beberapa kali. Proses ini

dilakukan untuk meningkatkan efisiensi (jumlah pelarut) dan dirancang untuk bahan dalam

jumlah besar yang terbagi dalam beberapa bejana ekstraksi (Depkes RI, 2000).

2.3.4.2 Super kritikal karbodioksida

Penggunaan prinsip superkritik untuk ekstraksi serbuk simpilsia dan umumnya

digunakan gas karbodioksida. Dengan variabel tekanan dan temperatur akan deperoleh

spesifikasi kondisi polaritas tertentu yang sesuai untuk melarutkan senyawa kandungan

tertentu. Penghilangan cairan pelarut dengan mudah dilakukan karena karbodioksida

menguap dengan mudah, sehingga hampir langsung diperoleh ekstrak (Depkes RI, 2000).

2.3.4.3 Ekstraksi Ultrasonik

Getaran ultrasonik (> 20.000 Hz) memberikan efek pada proses ekstrak dengan

prinsip meningkatkan permeabilitas dinding sel, menimbulkan gelembung spontan

(cavitation) sebagai stres dinamik serta menimbulkan fraksi interfase. Hasil ekstraksi

tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat dan lama proses ultrasonikasi (Depkes RI,

2000).

2.3.4.4 Ekstrak energi listrik

Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan magnet serta ‘’electric-

discharge’’ yang dapat mempercepat proses dan meningkatkan hasil dengan prinsip

menimbulkan gelembung spontan dan menyebabkan gelombang tekanan berkecepatan

ultrasonik (Depkes RI, 2000).

2.4 Tinjauan Hewan Percobaan

2.4.1 Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus )

Menurut Krinke (2000), klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) adalah sebagai

berikut :

Kindom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Rodentia

Family : Muridae

Genus : Novergicus

Species : Rattus

12

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

2.4.2 Biologis Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Hewan coba merupakan hewan yang dikembangbiakkan untuk digunakan sebagai

hewan uji coba. Tikus sering digunakan pada berbagai macam penelitian medis selama

bertahun-tahun. Hal ini dikarenakan tikus memiliki karakteristik genetik yang unik, mudah

berkembang biak, murah serta mudah untuk mendapatkannya. Tikus merupakan hewan yang

melakukan aktivitasnya pada malam hari (nocturnal). Tikus termasuk hewan mamalia oleh

sebab itu dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibandingkan

dengan mamalia lainnya. Selain itu, penggunaan tikus sebagai hewan percobaan juga

didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya 2-3 tahun

dengan lama produksi 1 tahun (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Kelompok tikus laboratorium pertama tama dikembangakan di Amerika serikat antara

tahun 1877 dan 1893. Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat

dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat berkembang

biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat

ditinggal sendirian dalam kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan berukuran

cukup besar sehingga memudahkan pengamatan. Secara umum, berat badan tikus

laboratorium lebih ringan dibandingkan berat tikus liar. Biasanya pada umumnya empat

minggu beratnya 35-40 g dan berat dewasa rata-rata 200-250 g tetapi bervariasi tergantung

pada galur. Galur Sprague Dawley merupakan yang paling besar diantara galur yang lain

(Smith dan Mangkoewijojo, 1988).

Terdapat beberap galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian. Galur-galur

tersebut adalah : Wistar, Sprague-Dawley, Long evans dan Holdzman. Dalam penelitian ini

digunakan galur Sprague-Dawley dengan ciri-ciri berwarna putih, berkepala kecil dan

ekornya lebih panjang dari pada badannya (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Tikus ini

pertama kali diproduksi oleh perternakan Sprague Dawley. Tikus Sprague Dawley

merupakan jenis outbred tikus albino serbaguna secara ekstensif dalam riset medis.

Keuntungan utamanya adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya. Adapun data

biologis tikus sebagai berikut :

13

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Tabel 2.1 Data biologis tikus (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988)

Lama hidup 2-3 tahun,dapat sampai 4 tahun

Lama bunting 20-22 hari

Kawin sesudah

beranak

1 sampai 24 jam

Umur

dikawinkan

10 minggu(jantan dan betina)

Umur dewasa 40-60 hari

Siklus kelamin Poliestrus

Siklus etrus 4-5 hari

Lama etrus 9-20 jam

Berat dewasa 300-400 g jantan ; 250-300 g betina

Berat lahir 5-6 g

Jumlah anak Rata –rata 9, dapat 20

Aktivitas Nokturnal

Kecepatan

tumbuh

5g/hari

Pernafasan 65-115/menit

Denyut jantung 330-480/menit

Tekanan darah 90-180 sistol,60-145 diastol

Konsumsi

oksigen

1,29-2,68 ml/g/jam

2.5 Sistem Reproduksi Tikus Jantan

Sistem reproduksi tikus jantan terdiri dari atas testis dan skrotum, efididimis, duktus

deferens, kelenjar aksesoris, uretra dan penis. Selain uretra dan penis, semua struktur ini

berpasangan. Duktus yang menjadi testis, duktuli eferentes bersama duktus epididimis, suatu

duktus konvolusi bergulung untuk menbuat epididimis, suatu organ terletak pada permukaan

postrerior testis (Fawcett, 2002).

Dari epididimis, duktus deferen yang lurus panjang naik dari skrotum dan melalui

aknalis inguinalis masuk kedalam pelvis, tempat duktus ini berlanjut dengan duktus

ejakulatorius, suatu segmen terminal dari sistem duktus yang membuka kearah uretra

prostatik. Berhubungan dengan sistem duktus adalah tiga kelenjar aksesorius, vesikula

14

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

seminalis, prostat, dan kelenjar bulboureta. spermatozoa dari epididimis, bersama dengan

hasil sekretorius kelenjar ini, merupakan semen yang dikeluarkan melalui uretra penis

(Fawcett, 2000).

Gambar 2.2 Anatomi sistem reproduksi tikus jantan (Laboratory animal medicine and

science series)

Pada hewan yang melakukan fertilitas secara internal organ reproduksi dilengkapi

dengan adanya organ kopulatori, yaitu suatu organ yang berfungsi menyalurkan spermatozoa

dari organisme jantan ke betina. Peranan hewan jantan dalam hal reproduksi terutama adalah

memproduksi spermatozoa dan sejumlah kecil cairan untuk memungkinkan sel spermatozoa

masuk kedalam rahim (William, 2005).

Untuk melakukan fungsinya, organ reproduksi hewan jantan dilengkapi dengan

seperangkat kelenjar aksesoris yang terdiri dari atas kelenjar vesikularis, prostat dan

bulbouretralis. Bentuk, ukuran dan keberadaan kelenjar kelenjar ini bervariasi bergantung

pada jenis hewan. Pada tikus, selain kelenjar utama tersebut, terdapat kelenjar koagulasi yang

melekat pada kelenjar vesikularis. Selain itu, kelenjar pronstat tikus memiliki lobus dorsal,

lateral, dan ventral (Jesik et al., 1982).

Kelenjar aksesoris berperan penting pada proses reproduksi. Kelenjar ini

menghasilkan sekreta yang merupakan bagian dari plasma semen, berfungsi sebagai nutrisi

dan media transpor bagi spermatozoa, perlindungan terhadap berbagai kuman infeksi,

15

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

pembilas saluran uretra terhadap sisa-sisa urin dan berperan dalam proses netralisasi pH

saluran reproduksi jantan dan betina sebelum dilewati spermatozoa (Baker 1979 dan Hogan

et al.,1986).

Testis merupakan salah satu organ yang penting dalam reproduksi jantan.Testis

berfungsi untuk memproduksi sperma dan hormon reproduksi yaitu testosteron (Falk, 2001).

Wischnitzers (1967) menyatakan bahwa testis terdiri dari sepasang gonad yang berbentuk

oval. Testis dibungkus skrotum yang terdiri dari tiga atau empat lapisan. Lapis superficial

kulit, dibawahnya terdapat lapis fibrosa dan jaringan otot yaitu tunica dartos dibawahnya

terdapat tunica vaginalis yang menutupi dinding skrotum (Hartono, 1988). Bagian dalam

testis terdapat lobuli-lobuli yang didalamnya terdiri dari saluran-saluran kecil yang bergulung

yang disebut tubulus seminiferus yang menghasilkan dan berisi spermatozoa (Toelihere,

1985). Dinding tubulus seminiferus terdiri dari dua tipe sel yaitu sel yang memproduksi

sperma dan sel pendukung yang memproduksi cairan sumber makanan sperma (Lane, 1980).

Sel-sel pendukung tersebut dikenal sebagai sel sertoli. Disamping itu, terdapat sel interstitial

yang berada diantara tubulus seminiferus yang memproduksi hormon testosteron (Hartono,

1988).

Testis sebagai organ kelamin primer mempunyai dua fungsi yaitu menghasilkan

spermatozoa atau sel-sel kelamin jantan dan mengekresikan hormon kelamin jantan dan

testosteron. Spermatozoa dihasilkan didalam tubulus seminiferus atas pengaruh FSH (Follicle

Stimulating Hormone) sedangkan testosteron diproduksi oleh sel-sel interstitial dari Leydig

atas pengaruh ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone) (Toelihere, 1985).

Tubulus seminiferus dikelilingi oleh membran basal. Didekat membran basal ini

terdapat sel progenitor untuk reproduksi sprematozoa. Epitel yang mengandung spermatozoa

yang sedang berkembang disepanjang tubulus disebut epitel seminiferus atau epitel germinal.

Pada potongan melintang testis, spermatosit dalam tubulus berada dalam berbagai tahapan

pematangan. Di antaranya spermatosit terdapat sel Sertoli. Sel ini merupakan satu-satunya sel

nongerminar dalam epitel seminiferus. Semua sel Sertoli berhubungan dengan membran

basal pada satu kutubnya dan mengelilingi spermatozoa yang sedang berkembang pada kutup

yang lain. Sel Sertoli memiliki jari jari sitoplasma yang besar dan kompleks yang dapat

mengelilingi banyak spermatozoa dalam satu waktu (Heffer dan Schust, 2005).

2.5.1 Produksi Sperma

Produksi sperma tiap hari per testis pada tikus adalah 35,4x106/ml, tidak berbeda

dengan manusia yakni sebesar 45,5x106/ml. Tubulus seminiferus tikus lebih tebal dari pada

manusia yakni 347±5µm vs 262±9µm, tetapi pembatas tubulus pada tikus lebih jauh tipis

16

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

dibandingkan dengan manusia (1,4±1µm vs 14,9±3,4µm). Epitel seminiferus tikus

mengandung 40% lebih sel spermatogenik dari volumenya, dua kali banyak dari epitel

seminiferus manusia (Ilyas, 2007).

Spermatozoa pada tikus lebih panjang dibandingkan dengan spesies mamalia lainnya,

termasuk manusia dan hewan domestik lainnya. Kepala sperma pada tikus berbentuk kail hal

ini sama seperti pada hewan pengerat lainnya (Krinke, 2000).

Gambar 2.3 Spermatozoa tikus

2.5.2 Spermatogenesis Pada Tikus

Dasar pengetahuan yang cukup pada tikus. Sel primodial germinal yang telah berhenti

bermigrasi diliputi oleh sel sertoli dan membran basal yang menonjol dalam tubulus

seminiferus pada alat kelamin tikus jantan. Sel kelamin jantan tetap tidak aktif sampai

sebelum masa pubertas, yaitu dimana sekitar 50 hari setelah kelahiran. Pada tahap itu mereka

mulai membelah dan menjadi spermatogonium, dan kemudian terus membelah sampai hewan

kehilangan kemampuan untuk memproduksi spermatozoa.

Sel-sel spermatogenik berkembang dalam tubulus seminiferus testis melalui suatu

perkembangan yang komplek yang disebut dengan spermatogenesis memerlukan suatu seri

komplek dimana spermatozoa dihasilkan melalui tahap mitosis, meiosis dan diferensiasi sel

untuk menjadi spermatozoa matang. Perubahan morfologi dari spermatid menjadi

spermatozoa disebut dengan spermiogenesis. Selanjutnya spermatozoa dilepaskan ke dalam

lumen tubulus. Proses pelepasan tersebut dikenal dengan proses spermiasi (Ilyas, 2007).

Spermatogenik secara garis besar diklasifikasikan kedalam tiga jenis: tipe A, tipe

intermediet dan tipe B. Tipe spermatogonia A ini dibagi lagi menjadi tipe AO (disebut juga

sel induk) dan tipe Al-A4. Tipe spermatogonium AO tetap pada membran basal di tubulus

17

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

seminiferus dan memiliki kemampuan untuk membelah menjadi spermatogonium Al, yang

seterusnya lebih lanjut dalam proses spermatogenesis, sedangkan yang lainnya sebagai sel

induk. Pada tikus, spermatogonium Al kemudian memiliki enam pembelahan mitosis, dan

kemudian mereka menjadi spermatosit preleptotene. Kemudian spermatosit dalam fase

meiosis, di mana berkembang menjadi leptotene, zygotene dan pakiten untuk menjadi

spermatosis sekunder di komponen adluminal dari sel Sertoli dalam tubulus seminiferus.

Selama fase miosis, setiap spermatosit membela menjadi empat spermatid haloid, yang

kemudian menjadi spermatid fase golgi, terdapat granul akrosom, fase cap, adanya head cap

pada granul akrosom yang membesar dan menutupi 1/3 bagian nukleus, fase akrosom,

nukleus dan head cap memanjang, fase maturasi nukleusnya menjadi lebih pendek dan

sitoplasma terkondensasi disepanjang ekor yang telah mulai memanjang, hingga dihasilkan

spermatozoa yang dilepaskan ke lumen dengan ekor menghadap ke lumen (Krinke, 2000).

Gambar 2.4 Tahapan dari siklus sel spermatogenis pada tikus

2.5.3 Peran Hormon Pada Spermatogenesis

Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon-hormon yang dihasilkan oleh organ

hipotalamus, hipofisis dan testis sendiri. Testis memproduksi sejumlah hormon jantan yang

kesemuanya disebut androgen. Yang paling poten dari androgen adalah testosteron. Fungsi

testosteron adalah merangsang pendewasaan spermatozoa yang membentuk dalam tubulus

seminiferus, merangsang pertumbuhan kelenjar-kelenjar asesoris dan merangsang

pertumbuhan sifat jantan (partodiharjo, 1980).

Spermatogenesis dan pematangan sperma sewaktu bergerak di sepanjang epididimis

dan vas deferens memerlukan androgen. Androgen juga mengontrol pertumbuhan dan fungsi

vesikula seminalis serta kelenjar prostat. Spermatogenesis hampir seluruhnya terjadi dibawah

18

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

pengaruh hormon-hormon yang berasal dari hipofisa, terutama FSH. Hal ini mirip dengan apa

yang terjadi pada ovarium, dimana terjadi pembentukan folikel dibawah pengaruh FSH.

Spermiogenesis adalah lanjutan spermatogenesis yang berlangsung di bawah peranan LH dan

testosteron. Tanpa testosteron spermatozoa tidak dapat mencapai pendewasan yang baik.

Spermatogenesis dimulai pada saat pubertas karena adanya peningkatan sekresi

gonadotropin (FSH dan LH) dari hipofisis anterior. FSH dianggap hormon penting untuk

induksi spermatogenesis dan merangsang secara langsung pada tubulus seminiferus, karena

spermatogenesis lengkap pada tikus hypophysectomise dipulihkan oleh pemberian FSH

dalam kombinasi dengan LH dan testosteron. Di sisi lain, efek spermatogenesis dari LH,

kadang-kadang disebut Interstitial Cell Stimulating Hormone (ICSH) pada pria, karena

tindakan androgenik pada sel-sel Leyding di interstitial, dianggap dimediasi oleh androgen,

setidaknya pada tikus. Dalam konteks ini, sekresi LH juga merangsang sintesis testosteron di

sel Leyding pada testis.

Aksi FSH pada spermatogenesis mungkin dimediasi oleh sel Sertoli, karena hormon

peptida tidak dapat secara langsung mencapai spermatosit dan spermatid melintas sawar

darah testis, yang terbentuk selama 16-19 hari setelah kelahiran. Sebaliknya, testosteron dapat

dengan mudah melewati sawar darah testis dengan difusi (dan mungkin juga oleh beberapa

sistem transportasi). Telah dilaporkan bahwa tingkat testosteron pada tikus dewasa di dalam

cairan interstisial (lebih dari 50 ng/mL) jauh lebih tinggi dibandingkan pada testis (sekitar 30

ng/mL amupun cairan vena perifer (kurang dari 10 ng/mL), menunjukan aksi parakrin atau

autokrin dari testosteron pada spermatogenesis ditestis. Adanya reseptor androgen pada sel

germinal masih kontroversial, sementara ini reseptor tersebut telah ditemukan dalam sel

Leydig, sel peritubular, sel Sertoli dan lapisan otot pembuluh darah pada sebagian arteri

dalam testis tikus.

Salah satu peran sel Sertoli adalah produksi androgen yang mengikat protein, di mana

dirangsang oleh FSH dan testosteron. Ini juga telah menunjukan bahwa terdapat beberapa

faktor yang tidak diketahui yang dikeluarkan dari sel Sertoli, sebagian respon untuk

rangsangan FSH dan testosteron, mungkin berkaitan dengan spermatogenesis (Krinke, 2000).

19

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Product Natural Analysis dan di Laboratorium

Farmakologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Berlangsung dari bulan November 2013 sampai dengan bulan Juni 2014.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Hewan uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan galur

Sprague Dawley yang sehat berumur 9 minggu dengan berat 250-350 g dan fertil yang

diperoleh dari Institut Partanian Bogor.

3.2.2. Bahan Uji

Bahan uji yang akan digunakan adalah biji mimba (Azadirachta indica) yang peroleh

dari kebun induk Balitro Bogor. Sebelum dilakukan penelitian, tanaman tersebut di

determinasi terlebih dahulu di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian

Biologi-LIPI Bogor.

3.2.3. Bahan Kimia

Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pakan tikus berupa

pellet, aquades steril, larutan NaCL fisiologis, Na CMC alkohol 70 %, 80% dan 96%, etanol

70% dan 90%, amoniak 1 % dan 25 %. Larutan HCL, kloroform, pereaksi Dragendrof,

pereaksi Mayer, serbuk Mg, amil alkohol, larutan NaOH, FeCl3, eter, petroleum eter, larutan

Hematoksilin, larutan Bouin (asam pikrat, formaldehid 4%, asam asetat), larutan xilol, larutan

Eosin, larutan George, paraffin.

3.2.4. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi labu erlenmayer, gelas ukur,

ayakan mesh 40, timbangan analitik, mortir, tabung reaksi, cawan penguap, hot plate, corong,

kertas Whatman, batang pengaduk, perangkat rotary evaporator vacum, botol sampel,

kandang hewan, tempat makan dan minum tikus, timbangan hewan, alat pencekok oral

(sonde), beaker glass, obyek glass, kertas saring, Hemositometer Improved Nuebeur, pipet

tetes, mikro pipet, seperangkat alat bedah, mikrotom, dan mikroskop optik.

20

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

3.3. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL).

Perlakuan di kelompokan menjadi 4 kelompok dengan masing-masing terdiri dari 5 ekor

tikus putih jantan galur Spague Dawley (WHO, 2000). Perlakuan yang digunakan adalah

kontrol (tanpa perlakuan) dan tikus yang diberikan ekstrak biji mimba (Azadirachta Indica)

dengan 3 dosis yang berbeda. Acuan dosis yang digunakan berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Reshu, et al., (2007). Perlakuan yang digunakan terdiri dari :

1. Kelompok Kontrol : Kelompok perbandingan tanpa perlakuan sebanyak 5 ekor tikus

diberi pembawa (Na CMC 1%) sebanyak 1 ml serta makan dan minum.

2. Kelompok Dosis Rendah : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus yang diberi

suspensi ekstrak biji mimba (Azadirachta Indica) dengan dosis 10 mg/kg BB, makan dan

minum.

3. Kelompok Dosis Sedang : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus yang diberi

suspensi ekstrak biji mimba (Azadirachta Indica) dengan dosis sedang yaitu 25 mg/kg

BB, makan dan minum.

4. Kelompok Dosis Tinggi : Kelompok perlakuan sebanyak 5 ekor tikus yang diberi

suspensi ekstrak biji mimba (Azadirachta Indica) dengan dosis tinggi yaitu 50 mg/kg

BB, makan dan minum.

3.4. Kegiatan Penelitian

3.4.1. Pemeriksaan Simplisia (Determinasi)

Sebelum dilakukan penelitian, biji mimba terlebih dahulu di determinasi di Herbarium

Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor untuk memastikan kebenaran

simplisia.

3.4.2. Penyiapan Simplisia

Biji mimba yang telah dikeringkan kemudian dirajang atau blender. Kemudian

dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan mesh 40 untuk mendapatkan serbuk

simplisia. Serbuk simplisia disimpan dalam wadah yang kering, tertutup rapat dan terlindungi

dari cahaya.

21

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

3.4.3. Pembuatan ekstrak

Pada pembuatan ekstrak biji mimba digunakan metode ekstraksi cara dingin dengan

maserasi dan menggunakan etanol 70% sebagai pelarut.

Serbuk simplisia ditimbang kemudian dimaserasi dengan pelarut etanol 70% hingga

simplisia terendam. Pelarut diganti setiap setiap 3 hari sekali. Hasil maserasi disaring

sehingga diperoleh filtrat. Proses maserasi dilakukan hingga larutan mendekati tidak

berwarna.

Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator sampai

diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang dihasilkan kemudian ditimbang dan dicatat

beratnya dan selanjutnya disimpan dan digunakan untuk perlakuan.

3.4.4. Uji Penapisan fitokimia Ekstrak (Fransworth, 1996)

1. Identifikasi Golongan Alkaloid

Sebanyak 2gram ekstrak ditambahkan dengan 5 mL amonia 25%, digerus dalam mortir,

kemudian ditambahkan 20 mL etil asetat dan digerus kembali dengan kuat, ampuran tersebut

disaring dengan kertas saring. Filtrat berupa larutan amoniak diambil (sebagai larutan A),

sebagian dari larutan A (10 mL) diekstraksi dengan 10 mL larutan HCL encer 1:10 dengan

pengocokan dalam tabung reaksi, diambil larutan bagian atasnya (larutan B). Larutan A

diteteskan beberapa tetes pada kertas saring dan ditetesi dengan pereaksi Dragendorff. Jika

berbentuk warna merah atau jingga pada kertas saring maka hal itu menunjukkan adanya

sanyawa golongan alkaloid dalam sempel. Larutan B dibagi menjadi dalam dua tabung

reaksi, ditambahkan masing-masing pereaksi Dragendorff dan Mayer. Jika terbentuk endapan

merah bata dengan pereaksi Dragendorff dan endapan putih dengan pereaksi mayer maka hal

itu menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid.

2. Indentifikasi Golongan Flavonoid

Sebanyak 1 gram ekstrak ditambahkan 50 mL air panas, didihkan selama 5 menit,

disaring dengan kertas saring, diperoleh filtrat yang akan digunakan sebagai larutan

percobaan. Ke dalam 5 mL larutan percobaan (dalam tabung reaksi) ditambahkan serbuk atau

lempengan magnesium secukupnya dan 1 mL HCL pekat, serta 5 mL butanol, dikocok kuat

lalu dibiarkan memisah jika terbentuk warna (merah atau jingga) pada lapisan butanol

(lapisan atas), maka hal tersebut menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid.

22

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

3. Indentifikasi Golongan Saponin

Sebanyak 10 mL larutan percobaan yang diperoleh dari percobaan B (identifikasi

golongan flavonoid), dimasukan ke dalam tabung reaksi dan dikocok secara vertikal selama

10 detik, kemudian dibiarkan selama 19 menit. Jika dalam tabung reaksi terbentuk busa yang

stabil dan jika ditambahkan 1 tetes HCL 1% busa tetep stabil maka hal itu menunjukkan

adanya senyawa golongan saponin.

4. Identifikasi Golongan Tanin

Sebanyak 2 gram ekstrak ditambahkan 100 mL air, didihkan selama 15 menit lalu

didinginkan dan disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh dibagi menjadi 2

bagian. Ditambahkan FeCL3 1% sebanyak 10 mL kedalam filtrat pertama larutan hingga

terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman maka hal itu menunjukan adanya senyawa

golongan tanin.

3.4.5. Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik (Depkes RI, 2000)

3.4.5.1.Identitas Ekstrak

Deskripsi tata nama :

a. Nama ekstrak

b. Nama latin tumbuhan ( sistematika botani )

c. Bagian tumbuhan yang digunakan

d. Nama Indonesia tumbuhan

3.4.5.2. Organoleptik

Penggunaan panca indera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa sebagai berikut:

a. Bentuk

b. Warna

c. Bau

d. Rasa

3.4.5.3. Susut Pengeringan

Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1gram sampai 2 gram dan dimasukkan

ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu

1050C selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol

timbang dengan menggoyangkan botol hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm

sampai 10 mm. Jika ekstrak yang diuji berupa ekstrak kental, ratakan dengan batang

pengaduk. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada

23

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

suhu 1050C hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan

tertutup mendingin dalam desikator hingga suhu kamar. Jika ekstrak sulit kering dan mencair

pada pemanasan, ditambahkan 1 gram silica pengering yang telah ditimbang secara seksama

setelah dikeringkan dan disimpan dalam desikator pada suhu kamar. Campurkan silica

tersebut secara rata dengan ekstrak pada saat panas, kemudian keringkan kembali pada suhu

penetapan hingga bobot tetap (Depkes RI, 2000)

3.4.5.4. Kadar Abu

Lebih kurang 2 gram sampai 3 gram ekstrak yang telah digerus dan ditimbang secara

seksama dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan

perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, ditimbang. Jika cara ini arang tidak dapat

dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas

dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrate ke dalam krus, uapkan, pijarkan

hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di

udara (Depkes RI, 2000).

3.4.6. Persiapan Hewan Uji

Sebelum percobaan, dilakukan uji fertilitas pada tikus putih jantan dengan cara

mengawinkan seluruh tikus putih jantan umur 9 minggu (umur siap dikawinkan) yang akan

digunakan dalam penelitian ini secara alami dengan tikus betina. Kemudian di amati apakan

terjadi kehamilan pada tikus betina. Jika terjadi kehamilan maka menunjukkan bahwa tikus

jantan yang akan digunakan sebagai hewan uji adalah tikus yang fertil.

Disiapkan tempat pemeliharaan hewan coba yang meliputi kandang, sekam, tempat

makan dan minum tikus. Tikus diaklimatisasi selama 7 hari pada kondisi laboratorium, agar

dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru. Selama proses adaptasi, diberi

makan dan minum standar ad libitum, dilakukan pengamatan kondisi umum serta ditimbang

berat badannya. Tikus yang digunakan adalah tikus yang sehat yakni berat badan selama

aklimatisai tidak mengalami perubahan lebih dari 10% dan secara visual menunjukkan

perilaku yang normal.

3.4.7. Pemberian Perlakuan

Pemberian perlakuan pada tikus dilakukan sebagai berikut. Penelitian ini

menggunakan 20 ekor tikus putih jantan strain Sprague-Dawley yang diberikan 4 perlakuan

yang berbeda. Masing-masing perlakuan terdiri atas 5 ekor tikus putih jantan. Ekstrak biji

mimba yang diperoleh disuspensikan dalam pembawa (Na CMC 1%) dengan dosis yang telah

24

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

telah ditentukan, diberikan secara oral (sonde) sebanyak 1ml. Pemberian ekstrak diberikan

peroral satu hari sekali setiap pagi hari dan dilakukan selama 48 hari (Krinke, 2000).

3.4.8. Pembuatan preparat

Setelah 48 hari, masing-masing hewan coba dikorbankan untuk diambil organ

testisnya. Tikus dibius dengan eter, kemudian dibedah. Diambil bagian cauda epididimis dan

dihitung jumlah spermatozoa kemudian bagian testis diambil untuk ditimbang dan dibuat

preparat. Untuk mendapatkan sperma didalam sekresi epididimis dilakukan dengan cara

sebagai berikut : Cauda epididimis diambil dan diletakkan kedalam cawan petri yang berisi

NaCl 0.9%. Kemudian epididimis di plurut dalam wadah yang berisi NaCl fisiologis 0.9%

tersebut disebut sebagai larutan stok yang digunakan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas

spermatozoa. Suspensi sperma dari epididimis yang telah diperoleh dapat digunakan untuk

pengamatan konsentrasi spematozoa (Hartini, 2011)

Untuk jaringan testis yang telah diambil, difiksasi dalam larutan Bouin dan dibiarkan

selama kurang lebih 24 jam. Kemudian dilakukan pencucian, yaitu mencuci organ dengan

alkohol 70% yang dilakukan berulang-ulang selama kurang lebih 30 menit. Hal ini bertujuan

agar warna kuning (larutan Bouin) berkurang atau tampak jernih. Jaringan didehidrasi dalam

larutan alkohol bertingkat dari alkohol 70%, 80%, 96% dan alkohol absolut selama kurang

lebih 1 jam untuk menarik molekul air yang keluar dari jaringan. Selanjutnya jaringan

dijernihkan dengan larutan benzil benzoat selama 24 jam, lalu dalam benzol sebanyak 2 kali

15 menit sampai jaringan tampak jernih atau transparan (Ilyas, 2007).

Setelah itu, dilakukan infiltrasi dengan parafin dalam beberapa tahap, yaitu jaringan

direndam dalam parafin I selama 30 menit, parafin II selama 60 menit, dan parafin III selama

90 menit. Infiltrasi dilakukan dalam oven dengan suhu 560C-58

0C. Perlakuan berikutnya

adalah penanaman jaringan yang telah diinfltrasi dalam cairan parafin cair lalu diletakkan

dalam kotak kertas sesuai dengan ukuran masing-masing jaringan yang akan ditanam. Kotak

kertas yang telah berisi jaringan dimasukkan dalam lemari es dan dibiarkan membeku

(Kusmana, 2001).Selanjutnya, pemotongan jaringan setebal 3-6µm dengan menggunakan

pisau mikrotom putar dan hasil irisan ditempelkan pada kaca objek. Preparat pada kaca objek

dipanaskan sampai jaringan mengembang dengan sempurna. Sebelum jaringan diwarnai,

sediaan direndam dalam xilol selama 5 menit sebanyak 2 kali. Hal tersebut bertujuan agar

sisa parafin yang masih merekat pada jaringan dapat dihilangkan. Xilol dihilangkan dengan

merendam jaringan pada larutan alkohol bertingkat dari konsentrasi tinggi turun secara

bertahap (100%, 90%, 80% dan 70%) masing-masing selama 3 menit. Untuk pewarnaan

25

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

dilakukan dengan hematoksilin dan eosin (HE). Jaringan yang telah diwarnai dibeningkan

dengan xilol selama 5 menit agar jaringan tampak lebih cerah. Pada tahap akhir, jaringan

testis pada kaca objek diberi etilen dan ditutup dengan kaca penutup sehingga dapat

dilakukan pengamatan. Dihitung sel germinal dan diameter tubulus seminiferus pada preparat

histologi testis tikus dengan mikroskop optik.

3.4.9. Pengukuran Parameter Uji

3.4.9.1. Pengukuran Bobot testis

Dilakukan dengan cara menimbang organ testis dengan menggunakan timbangan

analitik. Kemudian hasil bobot testis tikus yang diberi perlakuan dibandingkan dengan bobot

testis tikus kontrol.

3.4.9.2. Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa

Pengukuran konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil spermatozoa

pada cauda epididimis. Spermatozoa yang didapat diletakkan pada kaca arloji yang berisi

cairan NaCl sebanyak 250 µL. Spermatozoa dimasukkan kedalam bilik hitung Neubauer

(Hemasitometer) sampai kamar Neubauer terisi rata. Kemudian dihitung jumlah spermatozoa

pada salah satu kamar hitung. Neubauer dan selanjutnya ditentukan pengenceran yang akan

dilakukan dan jumlah kotak yang akan dihitung (Tabel 3.1).

Tabel 3.1.Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung

No Jumlah spermatozoa dalam 1

kotak

Pengenceran Kotak yang

dihitung

1 > 40 50 kali 5

2 15 – 40 20 kali 10

3 < 15 10 kali 25

Dari jumlah spermatozoa yang diketahui, maka dilakukan pengenceran sprematozoa

berdasarkan jumlah yang terhitung (Ilyas, 2007).

26

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Tabel 3.2.Cara Pengenceran

No Pengenceran Pembuatan Pengenceran

1 50 kali a. 980µL larutan George + 20µL

spermatozoa

b. 2.450 µL larutan George + 50µL

spermatozoa

2 20 kali a. 950 µL larutan George + 50µL

spermatozoa

3 10 kali a. 900 µL larutan George + 100µL

spermatozoa

b. 450µL larutan George + 50µL

spermatozoa

Poin a dan b menunjukan opsi perlakuan (hanya salah satu yang dipilih)

Setelah dilakukan pengenceran, dilakukan perhitungan spermatozoa dengan jumlah

kotak yang dihitung sesuai dengan jumlah spermatozoa dan cara pengenceran pada tabel

diatas. Kemudian dilakukan pengukuran spermatozoa sesuai rumus di bawah ini (Ilyas,

2007). Konsentrasi spermatozoa = n x 10.000 x Fp x x v NaCl

Keterangan : n adalah jumlah spermatozoa yang terhitung. Angka 10.000 merupakan

volume kamar hitung Neubauer. Fp merupakan faktor pengenceran yang dilakukan. Angka

25 menunjukan total kotak kecil yang terdapat dalam kamar hitung Neubauer sedangkan k

merupakan jumlah kotak kecil yang dihitung pada saat pengamatan. vNaCL (mL) fisiologis

yang digunakan untuk membantu mengeluarkan spermatozoa dari vas deferens. Perhitungan

konsentrasi spermatozoa (juta/mL) dapat terlihat dari tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3.Rumus Konsentrasi Spermatozoa

No Jumlah Kotak yang dihitung Rumus konsentrasi spermatozoa

1 5 n x 10.000 x 50 x 5 x o,25

2 10 n x 10.000 x 20 x 2,5 x 0,25

3 25 n x 10.000 x 10 x 1 x 0,25

27

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Dari perhitungan jumlah spermatozoa, dapat dihitung pula frekuensi timbulnya

azoospermia. Azoospermia adalah suatu keadaan dimana tidak ada spermatozoa dalam cairan

semen. Sedangkan oligozoospermia adalah suatu keadaan dimana terdapat sedikit

spermatozoa dalam cairan semen (spermatozoa ≤ 20 juta/mL) (WHO, 1999). Penetapan

timbulnya azoospermia dilakukan dengan cara membagi banyaknya individu yang

mengalami azoospermia (Az) dengan banyaknya individu dalam satu kelompok (n) dikalikan

100% (kusmana, 2001).

Persentasi Azoospermia = x 100%

3.4.9.3. Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus

Preparat histologi testis tikus diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100

kali (10x40), kemudian difoto. Pengukuran diameter dilakukan pada 100 tubulus seminiferus

yang dipotong bundar dan dipilih secara acak.

3.4.9.4. Perhitungan perbandingan jumlah spermatosit pakiten Terhadap

jumlah Sel sertoli

Pada tubulus seminiferus diukur diameter tubulus seminiferus dan sel germinal dari

tahapan I sampai XIV yang dikelompokakn pada tahapan (stage) I- VI, VII-VIII, IX-XI dan

XII-XIV dari epitel seminiferus.Pengamatan dilakukan di bawah mikrosop optik. Tahapan I-

VI dilihat dari membrane menuju lumen terdapat spermatogonium, fase transisi, pakiten dan

spermatid fase golgi (1,3) dan cap (4-7) serta spermatid fase maturasi (15 dan 19). Tahapan

VII-VIII terdapat spermatogonium, pakiten dan spermatid (round spermatid, cap 2/3 dari inti

sel) dan spermatozoa dilepaskan ke lumen dengan ekor mengara ke lumen. Tahapan IX-XI

terdapat spermatogonium, pakiten dan spermatid fase 9, 10, 11 dengan head cap dan nucleus

mulai memanjang. Tahapan XII-XIV terdapat spermatogonium, pakiten dan diakinesis,

spermatid fase akrosom (12-14) terlihat nukleus memanjang dan akrosom 2/3 dari sitoplasma

(Azrifitria, 2012).

28

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

3.5. Analisa Data

Hasil percobaan yang diperoleh diolah dengan menggunakan program pengegolah

data satatistik SPSS 16 yang meliputi uji normalitas,uji homogenitas, uji parametik secara

statistik dengan menggunakan analisis One way ANOVA.

29

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENELITIAN

4.1.1 EKSTRAK

Biji mimba yang digunakan diperoleh dari BALITTRO Bogor. Determinasi tanaman

dimaksudkan untuk menetapkan kemurnian sampel yang berkaitan dengan ciri-ciri

makroskopis dengan mencocokkan ciri-ciri tersebut terhadap pustaka. Sehingga telah

dilakukan determinasi biji mimba ( Azadirachta indica L) dilaboratorium Herbarium LIPI

Bogor , Jawa Barat. Dari hasil determinasi dapat dipastikan bahwa tanaman yang digunakan

dalam penelitian ini adalah biji mimba( Azdirachta indica L).

Sebanyak 600 gram serbuk biji mimba (Azadirachta Indica) dimaserasi dengan

pelarut etanol 70% sebanyak 5600 mL sampai larutan mendekati tidak berwarna. Filtrat yang

diperoleh sebanyak 4750 mL kemudian dipekatkan dengan vacum rotary evaporator dan

didapatkan ekstrak sejumlah 101,59 gram, Namun ekstrak yang dihasilkan belum cukup

kental sehingga ekstrak kemudian di freeze dry hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak

41,05 gram. Rendemen yang didapatkan ialah 6,84%.

4.1.2 Penafisan fitokimia

Berdasarkan hasil penapisan fitokimia yang dilakukan terhadap ekstrak terdapat

beberapa golongan senyawa. Hasil dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.1. Hasil penafisan fitokimia ekstrak etanol 70% biji mimba.

Golongan senyawa

Hasil Penafisan

Ekstrak etanol 70% biji mimba

Alkaloid

Flavonoid

Saponin

(+) Terbentuknya warna jingga setelah

diberikan pereaksi Dragenndroff.

(+) Terbentuknya warna jingga pada

lapisan atas setelah penambahan sebuk

Mg dan 1 ml HCL pekat dan 2 ml amil

alcohol.

(+) terbentuknya busa/buih setelah

dikocok kuat-kuat dan busa/buih stabil

setelah penambahan HCL encer.

30

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Tannin (-) tidak terbentuknya warna biru tua,

maupun biru kehitaman setelah diberi

pereaksi FeCL3

Keterangan : ( + ) memberikan hasil positif, ( - ) memberikan hasil negatif

4.1.3 Parameter Standar

Parameter standar yang dilakukan terhadap eksrtak dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2. Hasil Parameter standar ekstrak etanol 70% biji mimba

Parameter Hasil Pada Ekstrak

Identitas ekstrak - Nama latin tumbuhan : Azadirachta Indica.

- Bagian tumbuhan yang digunakan : Biji

- Nama Indonesia tumbuhan : Biji Mimba

Organoleptis Bentuk : kental

Warna : Coklat tua

Bau : Khas

Kadar Abu 9,51%

Susut pengeringan 0,80%

Rendemen 6,84%

4.1.4 Pengukuran Berat Badan

Hasil pengukuran berat badan tikus tidak baik pada kelompok yang tidak

mendapatkan perlakuan dan pada kelompok yang mendapatkan perlakuan dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 4.3 Rata-rata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok.

Tanggal penimbangan

Rata-rata Berat Badan Tikus Tiap Kelompok (Gram)

Kontrol Rendah Sedang Tinggi

3 Desember 2013 1.980 1.900 1.850 1.850

10 Desember 2013 2.190 2.210 2.050 2.020

29 Desember 2013 2.240 2.190 2.120 2.060

15 Januari 2014 2.320 2.190 2.060 2.050

27 Januari 2014 2.470 2.060 1.970 1.890

31

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

4.1.5 Pengukuran Bobot Testis

Hasil pengukuran bobot testis tikus baik pada kelompok yang tidak mendapat

perlakuan dan pada kelompok yang mendapat perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4. Rata-rata bobot testis tikus

no Kelompok Rata-rata Bobot Testis (Gram) Tiap

Kelompok ± SD

1 Kontrol 1,8598 ± 0,17

2 Dosis rendah ( 10mg/kgBB ) 1,61 ± 0,15*

3 Dosis sedang ( 25 mg/kgBB ) 1,63 ± 0,09

4 Dosis tinggi ( 50 mg/kgBB ) 1,53 ± 0,07⃰

Keterangan : Angkat yang diikuti tanda ⃰ menunjukan berbeda bermakna terhadap

kelompok kontrol ( p ≤ 0.05) pada taraf kepercayaan 95%.

Gambar 6. Grafik hasil rata-rata bobot testis ( gram ) setelah pemberian ekstrak etanol 70%

biji mimba selama 48 hari.

Data rata-rata bobot testis diperoleh dengan meninbang sepasang testis dari 20 ekor

tikus jantan. Data rata-rata bobot testis tikus yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan uji

persyaratan. Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukan bahwa data bobot testis

terdistribusi normal (p ≥ 0.05 ). Setelah dilakukan uji normalitas, dilanjutkan uji homogenitas

32

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Levene. Hasil uji homogenitas Levene menunjukan bahwa data bobot testis seluruh kelompok

terdistribusi normal ( p ≥ 0,05 ). Data rata-rata bobot testis terdistribusi normal ( p ≥ 0,05 )

dan homogen ( p ≥ 0,05 ). Data rata-rata bobot testis selanjutnya diuji menggunakan ststistika

parametric one way ANOVA ( untuk data yang terdistribusi normal (p ≥ 0,05 ) dan homogen

(p ≥ 0,05 ). Hasil uji ANOVA yang dilakukan terhadap rata-rata bobot testis menunjukan

nilai signifikansi 0,066 ( p ≥ 0,05 ). Kemudian dilanjutkan dengan uji BNT dimana data yang

diperoleh menunjukan adanya perbedaan secara bermakna antara kelompok kontrol dengan

kelompok yang mendapat perlakuan ( p ≥ 0,05).

4.1.6. Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa

Hasil perhitungan pengukuran konsentrasi spermatozoa pada tiap kelompok dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.5 Rata-rata konsentrasi spermatozoa tikus

No

Kelompok

Rata-rata Konsentrasi Spermatozoa Tiap

Kelompok ( Juta/mL ) ± SD

1 Kontrol 80,16 ± 20,00

2 Dosis rendah ( 10 mg/kg BB ) 56,06 ± 13,25 ⃰

3 Dosis sedang ( 25 mg/kg BB ) 53,13 ± 6,89 ⃰

4 Dosis tinggi ( 50 mg/kg BB ) 48,28 ± 3,16 ⃰

Keterangan : Angka yang diikuti tanda ⃰ menunjukan berbeda bermakna terhadap kelompok

kontrol ( p ≤ 0,05 pada taraf kepercayaan 95%.

33

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Gambar 7.Grafik hasil rata-rata konsentrasi spermatozoa setela pemberian ekstrak etanol

70% biji mimba selama 48 hari.

Data yang diperoleh dilakukan uji normalitas dan homogenitas. Hasil uji normalitas

Kolmogorov-Smirnov dan homogenitas Levene konsentrasi spermatozoa menunjukan bahwa

data konsentrasi spermatozoa terdistribusi normal ( P ≥ 0,05 ) dan homogenitas ( P ≥ 0,05 ).

Data konsetrasi spermatozoa selanjutnya di uji menggunaka statistika parametric one way

ANOVA ( untuk data yang terdistribusi normal ( P ≥ 0,05 ) dan homogeni ( P ≥ 0,05 ). Hasil

uji ANOVA yang dilakukan terhadap rata-rata konsentrasi spermatozoa menunjukan nilai

signifikansi 0,026 ( P ≤ 0,05 ). Kemudian dilanjutkan dengan uji BNT dimana data yang

diperoleh menunjukan adanya perbedaan secara bermakna antara kelompok kontrol dengan

kelompok yang mendapat perlakuan ( P ≥ 0,05 ).

4.1.7. Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus

Hasil pengukuran diameter tubulus seminiferus tikus tidak baik pada kelompok yang

tidak mendapat perlakuan dan pada kelompok yang mendapat perlakuan dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 4.6. Rata-rata diameter tubulus seminiferus tikus

No

Kelompok

Rata-rata diameter Tubulus Seminiferus Tiap

Kelompok (µm) ± SD pembesaran 100 x

1 Kontrol

175,9 ± 4,61

2 Dosis rendah ( 10 mg/kg BB )

155,26 ± 12,68⃰

3 Dosis sedang ( 25 mg/kg BB )

165,26 ± 6,48

4 Dosis tinggi ( 50 mg/kg BB )

152,15 ± 10,88⃰

Keterangan : Angka yang diikuti tanda ⃰ menunjukan berbeda bermakna terhadap kelompok

kontrol ( p ≤ 0,05 ) pada taraf kepercayaan 95%.

34

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Gambar 8. Grafik hasil rata-rata diameter tubulus seminiferus setelah pemberian ekstrak

etanol 70% biji mimba selama 48 hari.

Dari hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukan bahwa data rata-rata

diameter tubulus seminiferus terdistribusi norma ( p ≥ 0,05 ). Setelah dilakukan uji

normalitas, dilanjutkan dengan uji homogenitas Levene. Namun,berbeda hal dengan uji

normalitas, hasil uji homogenitas menghasilkan data tidak homogen ( p ≤ 0,05 ). Data rata-

rata diameter tubulus semeniferus kemudian diuji dengan menggunakan statistika non

parametrik Kruskal Wallis karena homogenitasnya belum terpenuhi. Hasil uji tersebut

menunjukkan nilai signifikansi 0,005 ( p ≤ 0,05 ). Kemudian dilanjutkan dengan uji BNT

dimana data yang diperoleh menunjukan bahwa kelompok perlakuan dosis rendah ( 10 mg/kg

BB ) dan dosis tinggi ( 50 mg/kg BB ) memiliki perbedaan bermakna terhadap kelompok

kontrol ( p ≤ 0,05 ), sedangkan dosis sedang (25 mg/kg BB ) tidak adanya perbedaan

bermakna antara dosis tersebut dengan kontrol ( p ≤ 0,05 ).

35

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

4.2. PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, aktivitas antifertilitas dievaluasi berdasarkan pada pengaruh

ekstrak terhadap konsentrasi spermatozoa, efek terhadap berat organ dan pemeriksaan

histologi. Suatu bahan antifertilitas dapat bersifat sitotoksik atau bersifat hormonal dalam

menberikan pengarusnya. Bila bersifat sitotoksik maka pengaruhnya langsung terhadap sel

kelamin, dan bila bersifat hormonal maka bekerja pada organ yang responsif terhadap

hormon yang berkaitan (Rusmiati, 2007 ).

Tanaman mimba merupakan tanaman yang tumbuh di Indonesia dan dikenal

sebagai tanaman obat. Bagian tanaman mimba atara lain : buah, biji, daun, akar, dan batang.

Olahan dari tanaman mimba seperti daun dan biji dapat digunakan sebagai obat tradisional.

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji mimba yang diperoleh dari

kebun induk Balitro Bogor. Sebelum dilakukan penelitian, tanaman tersebut dideterminasi

terlebih dahulu di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-Lipi Bogor.

Untuk memastika kebenaran jenis tanaman bahwa tanaman yang digunakan adalah benar

Azadiracha Indika . dari famili meliacea.

Ekstrak etanol 70% biji mimba diperoleh dengan metode maserasi menggunakan

pelarut etanol 70%. Maserasi dipilih karena baik untuk senyawa-senyawa yang tidak tahan

terhadap panas dan memiliki beberapa ke untungan seperti : peralatan yang sederhana dan

proses pengerjaannya yang mudah. Penggunaan etanol 70% sebagai pelarut didasarkan pada

sifatnya yang semi polar sehingga diharapkan dapat menarik kandungan senyawa yang polar

dan non polar. Selain itu,pemilihan konsentrasi 70% dikarenakan bahan uji yang digunakan

merupakan simplisia kering sehingga ada banyak kandungan air pada etanol 70%

mempermudah penarikan senyawan pada proses ekstraksi. Setelah dilakukan maserasi, filtrat

yang didapat diuapkan menggunakan vacuum rotary evaporator dengan tujuan

menghilangkan pelarut sehingga didapatkan ekstrak kental.

Dari 600 gram serbuk biji mimba diperoleh 41. 05 gram ekstrak kental etanol 70%

biji mimba. Rendemen yang diperoleh 6,84%. Pemeriksaa parameter non spesifik lainya

seperti susut pengeringan dan kadar abu juga didilakukan. Tujuan pemeriksaan susut

pengeringan adalah untuk mengetahui jumlah senyawa yang hilang selama proses

pengeringan dan tujuan dari pemeriksaan kadar abu adalah utuk mengatahui kandungan

mineral yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak ( Depkes RI, 2000 ). Hasil

yang diperoleh untuk susut pengeringan dan kadar abu ekstrak etanol 70% biji mimba

36

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

masing-masing adalah 0,80% dan 9,51% . kemudian terhadap ekstrak etanol 70% biji mimba

dilakukan penapisan fitokimia. Hasilnya diketahui bahwa ekstrak etanol 70% biji mimba

terkandung flavonoid, saponin, dan Alkaloid.

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 ekor tikus jantan galur

Sprague Dawley berusia 9 minggu. Tikus yang digunakan merupakan tikus yang sehat dan

fertil dengan bobot tikus yaitu memiliki bobot sekitar 250-300 gram. Pemilihan galur

Sprague Dawley dikarenakan mayoritas penelitian mengenai reproduksi pada tikus

menggunakan galur ini. Galur ini juga memiliki tingkat kesuburan yang tinggi ditandai

dengan jumlah sperma dalam epididimis lebih banyak dibandingkan galur lain ( Wilkinson et

al,.2000). Tikus dibagi menjadi 4 kelompok diantaranya kelompok kontrol dan 3 kelompok

perlakuan dengan masing-masing dosis 10 mg/kgBB, 25mg/kgBB, dan 50mg/kgBB. Setiap

kelompok tikus jantan ditempatkan pada kandang yang berbeda dengan kepadatan kandang

masing-masing 5 ekor. Jumlah tikus yang digunakan pada tiap kelompok penelitian adalah 5

ekor hal ini sesuai dengan Research Guidelines Evaluating The Safety and Efficacy of Herbal

Medicines (WHO, 2000) yaitu untuk hewan pengerat masing-masing kelompok perlakuan

harus terdiri dari setidaknya lima ekor . hewan uji kemudian diaklimatisasi selama 1 minggu

agar dapat menyesuaikan diri dalam kondisi lingkungan yang baru. Selamat aklimatisasi

dilakukan pengamatan kondisi umur serta ditimbang berat badanya. Adanya peningkatan

berat badan menunjukan bahwa tikus telah mampu menyesuiakan diri dengan kondisi

lingkungan.

Setelah aklimatisasi, masing-masing tikus diberikan perlakuan dengan ekstrak

etanol 70% biji mimba secara oral dengan menggunakan alat penyekok oral ( sonde ).

Pemberian ini dilakukan selama 48 hari. Sebelum perlakuan, tikus ditimbang terlebih dahulu

untuk menyesuaikan dengan dosis ekstrak etanol 70% biji mimba yang akan diberikan.

Sediaan bahan uji dibuat dengan mensuspensikan ektrak dengan Na CMC konsentrasi 1%.

Na CMC digunakan sebagai pembawa karena ekstrak etanol 70% biji mimba memiliki

kelarutan yang baik dalam Na CMC.

Pada hari ke-49, tikus dikorbankan dengan cara dibius dengan eter. Dari hasil

penelitian ini diperoleh data dari beberapa parameter, yaitu : berat testis, konsentrasi

spermatozoa, diameter tubulus seminiferus serta analisi kuantitatif tubulus seminiferus. Data

dari beberapa parameter tersebut yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan uji normalitas,

uji, homogenitas dan selanjutnya dilakukan uji one way ANOVA atau uji kruskal Wallis dan

uji BNT ( LSD). Sebagai data tambahan, data berat badan tikus diambil tanpa dilakukan uji

normalitas dan homogenitas maupun uji ANOVA.

37

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Data berat badan menunjukkan perkembangan berat badan kelompok tikus kontrol

dan kelompok tikus yang diberi ekstrak etanol 70% biji mimba dimana keduanya mengalami

kenaikan berat badan tiap minggunya. Pertumbuhan yang baik merupakan suatu suatu proses

pertambahan massa, sehingga hewan mengalami pertambahan bobot badan, pertambahan

tinggi, pertambahan panjan atau pertambahan kandungan kimiawi tubuhnya. Kenaikan berat

badan pada tikus kontrol maupun tikus perlakuan ektrak etanol biji mimba kemungkinan

dikarenakan konsumsi pangan harian yang diberikan memenuhi syarat untuk terjadinya

pertumbuhan. Pertumbuhan berjalan normal apabilammakanan yang diberikan mengnadung

nutrisi dalam kualitas dan kuantitas yang baik. Apabila seekor hewan kekurangan nutrisi atau

mengalami defisiensi suatu zat makanan maka laju pertumbuhan hewan tersebut terhambat (

Muliani, 2011 ). Dengan demikian, pemberian ekstrak etanol biji mimba tidak berpengaruh

terhadap penurunan berat badan pada semua kelompok perlakuan.

Produksi spermatozoa tidak akan terjadi jika alat kelamin jantan tidak mengalami

pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan alat kelamin jantan baik

alat kelamin primer yang berupa testis maupun alat kelamin sekunder berupa saluran-saluran

reproduksi ( Partodihardjo, 1980). Testis berukuran normal memiliki hubungan positif

dengan potensi substansi fungsional (tubulus seminiferus ) yang terkandung didalam testis.

Fungsi reproduksi testis adalah berupa produksi spermatozoa yang dihasilkan oleh bagian

tubulus seminiferus dari testis. Berat dan ukuran testis dapat digunakan sebagai indikator

kuantitatif produksi spermatozoa.

Pembirian ekstak etanol 70% biji mimba dengan dosis 10mg/kgBB,25mg/kgBB,

dan 50mg/kgBB selama 48 hari menyebabkan terjadinya penurunan berat testis. Penurunan

berat testis mengidentifikasi konsentrasi seprmatozoa dalam testis berkurang. Pernyataan

tersebut diperjelas dari data konsentrasi sperma yang menunjukan bahwa terjadinya

penurunan konsentrasi sperma sejalan dengan meningkatnya dosis. Penurunan rata-rata berat

testis tikus kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol kemungkinan terjadi

karena adanya senyawa saponin. Penelitian yang dilakukan oleh Gupta dkk (2005)

menyatakan bahwa pemberian saponin yang diisolasi dari Albizia lebbeck pada tikus jantan

memberikan penurunan bobot testis yang bermakna. Menurut Bernhoft (2010), saponin

menunjukan efek antineoplastik.

Aktifitas sebagai antikanker terjadi karena adanya hambatan dalam proliferasi sel

(perkembangan sel) serta mekanisme opoptosis (kematian sel yang terprogram) (Su X et al.,

2011). Spermatogenesis merupakan proses diferensiasi sel germinal yang dapat dibagi

38

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

menjadi tiga fase utama : proliferasi,spermatogenium, meiosis dan spermiogenesis (Wu J et

al ,. 2011).

Dengan demikian, senyawa-senyawa yang terkandung dalam biji mimba yang

bersifat antiproliferatif tersebut diduga dapat menyebabkan penghambatan spermatogenesis

dan juga menyebabkan kematian sel spermatogenik sehingga terjadi penurunan jumlah sel-sel

spermatogenik. Terganggunya spermatogenesis juga dapat menyebabkan atrofi testis. Jadi,

jika testis mengalami penurunan berat maka dapat diperkirakan menurunnya berat testis

merupakan indikator awal terjadinya gangguan pada testis serta kapasitas produksi

spermatozoa hewan jantan pun berkurang.

Selain berat testis, konsentrasi sperma dihitung untuk mengetahui pengaruh ekstrak

etanol 70% biji mimba terhadap konsentrasi sperma tikus. Jumlah sperma adalah salah satu

pengujian yang paling sensitif untuk spermatogenesis dan sangat terkait dengan fertilitas (

EL-Kash0ury, 2009). Spermatozoa yang diamati dalam penelitian ini adalah :spermatozoa

yang berasal dari kauda epididimis. Epididimis merupakan saluran panjang yang menempel

pada testis dari atas sampai bawah yang berada pada bagian belakang testis. Epididimis

terdiri dari tiga bagian : kapus epididimis yang membesar di ujung proksimal pada testis;

korput epididimis dan berkembang secara distal kedalam duktus deferens. Alasan pemilihan

yang bagian kauda epididimis adalah karena tempat pematangan spermatozoa sebelum siap

diejakulasikan keluar tubuh adalah kauda epididimis (Suckow, 2006 ). Sehingga

diprediksikan bahwa spermatozoayang telah matang terkonsentrasi paling banyak terdapat

dikauda epididimis. Dari data yang diperoleh menunjukan bahwa pemberian ketiga ekstrak

etanol 70% biji mimba secara oral selama 48 hari menunjukan penurunan yang bermakna

terhadap konsentrasi spermatozoa yang dihasilkan. Semakin besar dosis ekstrak biji mimba

yang diberikan, maka semakin besar pula pengaruhnya terhadap penurunan konsentrasi.

LH dan FSH dari hipofisa anterior memegang peran peting dalam mengatur proses

biologi reproduksi pada hewan. FSH merangsang proses spermatogenis dan LH yang disebut

dengan ICSH ( Interstitial Cell Stimulating Hormane), merangsang pertumbuhan dan

metabolisme sel-sel leyding, untuk memproduksi hormon testosteron. Jumlah sperma dan

kadar testosteron dipertahankan konstan oleh mekanisme umpan balik. Jika mekanismen

unpan balik negatif terjadi maka kadar FSH dan LH dalam peredaran darah menurun dan

akibat selanjutnya adalah proses spermatogenesis terhenti dan jumlah jumlah spermatozoa

yang dihasilkan akan menurun ( Partodihardjo, 1980). Terjadinya penghambatan LH

menyebabkan sekresi testosteron oleh sel Leydig ikut terhambat. Penurunan produksi

androgen oleh sel Leydig merupakan pemicu opoptosis sel geminal. Terhambatnya FSH

39

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

berpengaruh langsung terhadap sel Sertoli dalam tubulus seminiferus karena hormon ini

berperan dalam meningkatnya laju proliferasi sel Sertoli, mengakibatkan terpacunya adenly

cyclase didalam sel Sertoli yang berperan dalam meningkatkan produksi cyclic AMP, serta

memicu paroduksi androgen binding protein (APB) didalam tubulus seminiferus.

Spermatosit sangat sensitif terhadap pengaruh luar dan cendrung mengalami

kerusakan setelah profase meiosis pertama khususnya pada tahap pakiten, yaitu pada saat

terjadinya pindah silang antara kromosom yang homolog. Pada tahap ini, inti serta sitoplasma

tembuh menjadi sel terbesar diantara lapisan sel spermatogenik. Penurunan jumalah

spermatosit menyebabkan jumlah spermatid juga menurun karena spermatosit yang

mengalami mieosis kedua menjadi spermatid menurun. Telah diketahui bahwa spermatid

merupakan cikal bakal spermatozoa. Pengurangan spermatid akan berefek langsumg pada

spermatozoa yang dihasilkan.

Pada spermatogenesis hewan mamalia, rasio sel germinal terhadap sel Sertoli relatif

konstan dan pengamatan dalam rasio ini merupakan syarat yang penting (Boekelheide et

al.,2000). Pengukuran diameter tubulus seminiferus merupakan penentuan utama dari berat

testis ( Munson et al., 1982 ) dan juga dapat digunakan untuk memprediksi produksi sperma (

Krishnalingam et al., 1982 ). Pada penelitian ini, pengamatan histopatologi testis menunjukan

bahwa nilai rata-rata diameter tubulus seminiferus pada kelompok perlakuan lebih kecil

dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini menunjukan bahwa adanya pengaruh yang

bermakna dari pemberian ketiga dosis ekstrak etanol 70% biji mimba yang dapat

menghambat pertumbuhan epitel seminiferus dan akibatnya terjadi penurunan diameter

tubulus.

Selain dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa, berat testis, dan diameter

tubulus seminiferus, pemberian ekstrak etanol 70% biji mimba juga dapat menghambat

spermatogenesis. Hambatan tersebut dapat dilihat dari struktur histologi tubulus seminiferus

pada kelompok perlakuan dimana menunjukan lapisan sel spermatogenik tidak teratur dan

sel-sel tersusun lebih jarang. Struktur tubulus seminiferus tikus pada kelompok perlakuan

dosis 25mg/kgBB dan 50mg/kgBB menunjukan terjadinya kerusakan. Hal ini terlihat

beberapa tubulus yang mengalami nekrosis tubular, lumen tanpak kosong karena tidak

mengandung populasi semua sel germinal maupun Sel Sertoli. Tingkatan dosis ektrak etanol

biji mimba ini ternyata mempengaruhi tingkat kerusakan dari tubulus seminiferus tersebut.

Parameter jumlah sperma yang dihasilkan testis tidak cukup untuk mendiaknosa

fertil atau infertil. Oleh karena itu, pengembangan kontrasepsi s sebaiknya ditekankan pada

morfologi dan motilitas sperma. Meskipun jumlah spermatozoa banyak sekali tetapi jika

40

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

sperma tersebut tidak motil maka pembuahan tidak akan pernah terjadi. Sebaiknya dengan

jumlah spermatozoa yang sedikit tetapi memiliki morfologi dan kecepatan yang normal maka

masih bisa fertil.

41

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

BAB 5

KESIMPILAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa

kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemberian ekstrak etanol 70% biji mimba (Azadiracha indica L) selama 48 hari pada

tikus jantan dapat menurunkan bobot testis tikus dan diameter tubule seminiferus. Hal ini

menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada dosis rendah (10mg/kgBB) dan dosis

tinggi (50mg/kgBB) dibandingkan dengan kelompok kontrol. Sedangkan pada dosis

sedang (25kg/mgBB) tidak mengalami perbedaan bermakna.

2. Pemberian ekstrak etanol 70% biji mimba (Azadirachta indica L) dapat menurunkan

konsentrasi spermatozoa tikus jantan secara in vivo. Hal ini menunjukkan adanya

perbedaan bermakna pada dosis rendah 10 mg/kgBB, dosis sadang 25 mg/kgBB dan

dosis tinggi 50 mg/kgBB dibandingkan dengan kelompok kontrol.

3. Dari beberapa hasil pengamatan di atas, dapat disimpulkan bahwa biji mimba dapat

menyebabkan infertilitas sehingga dapat dikembangkan sebagai bahan dasar obat

kontrosepsi tradisional pria.

5.2. Saran

Adapun saran untuk penelitian lebih lanjut adalah :

1. Perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol 70% biji mimba

terhadap morfologi spermatozoa yang dikaitkan dengan motilitas spermatozoa.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis yang sama untuk mengetahui

pengaruh ekstrak etanol 70% biji mimba terhadap kadar hormon ( FSH, LH, dan

testosteron dalam serum darah ).

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai isolasi senyawa untuk mengetahui

struktur senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktifitas antifertilitas.

42

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

DAFTAR PUSTAKA

Andria, Y. 2012. Pengaruh Pgemberian Ekstrak Daun pegagan (Centella asiatica (L)

urban) terhadap Kadar Hormon Esktradiol dan Kadar hormon Progesteron Tikus

Putih ( Rattus norvegicus) Betina. Testis. Program Studi Ilmu Biomedik.

A. Mishra, A.O. Prakash, 1898. Effect of extract of Azadirachta indica A. juss (seeds) on the

vital and reproductive organs to cyclic rats, Intern. Conf. Recent Advances in

Medicinal, Aromatic and Spice Crops, New Delhi, India.

Agrawal, D.P. 2005. Medicinal Properties of Neem: New Findings. www.neemuses.com.

Diakses tanggal 29-04-2005.

Azrifitria, 2012.Formulasi mikroemulsi Kombinasi Testsoteron Undekanoat dan Medroksi

Progesteron Asetat Untuk Kontrasepsi Pria Serta Profil farmakokinetikdan

farmakodinamik Pada Tikus Jantan Strain Sprague Dalway. Disertasi.Program

Pasca Sarjana.FKUI

BKKBN.2006. Perkembangan Teknologi Kontasepsi Pria Terkini. Available at: http://

gemapria.bkkbn.go.id/article-detail.php?artid=96 Diakses pada tanggal : 5 April

2012.

BKKBN. 2008. KB sebagai suatu kebutuhan. Available at : http://

gemapria.bkkbn.go.id/article-detail.php?artid=96 Diakses pada tanggal : 5 April

2012.

BKKBN. 2012. Kepala BKKBN Berharap, Melalui Konsolidasi Bidang 2012, Temukan Ide

Tuntaskan Masalah Kependudukan dan KB. Avbilable at: http:// www.bkkbn

.go.id./berita/Pages/Kepala-BKKBN-Berharap Melalui-konsolidasi-Bidang-2012,-

Temukan-Ide-Tuntaskan- Masalah – Kependudukan-dan- KB-.aspx Diakses pada

tanggal : 5 April 2012.

Bukar, A. et al. 2004. “Traditional Oral Health Practices among Kanuri Women of Borno

State,Nigeria.” Odontostomatol. Trop., 27 (107): 25-31.

Chuthbert AW, Wong PYD. 1986. Elektrogenc anion secretion in cultured rat epididymal

epithelium.Physio. 78:335-345.

Depkes RI.2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jendral

Pengawasan Obat dan Makanan.Jakarta.hal: 3-5,10-12.

Fawcett,D.W. 2002. Buku Ajar Histologi Bloom & Fawcetr. 12th

ed Trans Tambayong J.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran . Hal : 687.

Fransworth, N.R. 1996. Biological and Phytochemical Screening of plants. Jaurnal of

Pharmaceutical Science, 55 (3) :255-276.

43

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Gupta, R.S., Caudhary, R.,Yadav, R.K., Verma S.K, Dobhal, M.P. 2005. Effect of saponins of

Albizia lebbeck (L.) Benth bark on the reproductive system of male albino rats. J

Ethanophrmacol ; 96 (1-2) : 31-6.

Hutapea, 1993. Mimba. http://meemhy.wordpress.com/2009/03/02/mimba-azadiractha-

indica/. Diakses tanggal 15 Oktober 2011

Hartono. 1988. Histologi Veteriner Jilid II, Organologi. Laboratorium Histologi,

Bagian Anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Heyne,1987.Mimba(Azadirachtaindica).http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://ccrcfa

rmasiugm.files.wordpress.com/2008/07/daunmimba.jpg&imgrefurl=http://ccrcfarma

siugm.wordpress.com/ensiklopedia/ensiklopedia-tanama antikanker/ensiklopedia-

42/daunmimba diakses tanggal 15 Oktober 2011.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Badan Penelitian dan Pengembangan

Kehutanan Jakarta.

Hartini. 2011. Pengaruh Dekok Daun Jambu Biji Merah (Psidium guajasva.L) Terhadap

Jumlah Kecepatan dan Morfologi Spermatozoa Tikus Putih Jantan (Rattus

norviegicus).Testis. Program studi Ilmu Biomedik.

Heffner ,L.J.,Schust, D.J.2005. At a Glance Sistem Reproduksi Edisi 2. Jakarta: Erlangga.

Hal : 26-27.

Ilyas, S.2007. Azoospermia dan Pemulihan Melalui Regulasi Apoptosis Sel Spermatogenik

Tikus ( Rattus sp ) Pada Penyuntikan Kombinasi TU & MPA. Disertasi. Program

doktor Ilmu Biomedik FKUI

Jawetz, 1992. Neem (Azadirachta indica A. Juss), a Tree of the 21st Century.

eprints.undip.ac.id/8088/1/Ashry_Sikka.pdf+daun+mimba&hl. diakses tanggal 15

Oktober 2011

J. K . Roop, P . K. Dhaliwal and S.S guraya. Extracts of Azadirachta indica and Melia

azedarach seeds inhibit folliculogenesis in albino rats

Krinke, G. J. 2000. The Laboratory Rat. San Diego, CA: Academic Press. Hal: 150 – 152.

Kardinan dan Ruhnayat, 2003. Mimba (Azadirachta indica A.Juss) Tanaman Multi Manfaat.

Perkembangan Teknologi TRO Vol. XV, No. 1.

eprints.undip.ac.id/8088/1/Ashry_Sikka.pdf+daun+mimba&hl. diakses tanggal 15

Oktober 2011

44

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Khanna, N. et al. 1995. “Antinociceptive Action of Azadirachta indica (Neem) in Mice:

PossibleMechanisms Involved.” Indian J. Exp. Biol., 33 (11): 848-850.

Mukherjee, S., Garg, S. and Talwar, G.P. 1999. Early post implantation contraceptive effects

of a purified fraction of Neem (Azadirachta indica) seed, given orally in rats:

possible mechanisms involved. J. Ethnopharmacol. 67: 287-296.

Reshu Mandal, & Patwant Kaur Dhaliwal. 2007. Antifertilitiy effect of melia azedaract linn.

dharek seed extract in famela albino rats.

Rukmana, 2002. Mimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami. Kanisius. Jakarta.

eprints.undip.ac.id/8088/1/Ashry_Sikka.pdf+daun+mimba&hl. diakses tanggal 15

Oktober 2011.

Schmutterer, H. 1988. “Potential of azadirachtin-containing pesticides for integrated pest

control in developing and industrialized countries." J. Insect Physiol., 34: 713-719.

Sukarsono. 2003. 18. Mimba Tanaman Obat Multifungsi. AgroMedia. Jakarta.

eprints.undip.ac.id/8088/1/Ashry_Sikka.pdf+daun+mimba&hl. diakses tanggal 15

Oktober 2011

Sukrasno dan Tim Lentera. 2003. Mengenal Lebih Dekat Mimba Tanaman Obat Multifungsi.

Jakarta : Agromedia Pustaka.

Saptogini, R.A. 2010.Pengaruh Lama Pemberian Momordica charantia L.Terhadap Jumlah

Spermatozoa Pada Tikus BALB/C Dewasa Jantan. Program Pendidikan Sarjana

Kedokteran. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro. Semarang.

Smith, Mangkoewijoyo,S. 1998. Pemeliharaan,Pembiakan dan Penggunaan Hewan

Percobaaan di Daerah Tropis.Edisi 1. : jakarta: Ui Press.Hal 37-39

Sinha K.C. Riar S.S, Bardhanj, Thomas P, Kain A K dan Jain R K, 1989 neem oil as a

vagina contraceptive, India J. Med, Kes.

Toelihere, M.R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa.

Bandung.

Tjitrosoepomo, G. 2005. Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Ulimaz,A. 2010. Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol Batang Manggarsih (Parameria leavigata)

Pada Struktur Mikroanatomi Tubulus Seminiferus Testis Mencit (Mus

45

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

musculus)Galur Swiss. Skipsi Program Studi S-1 Biologi. Fakultas Biologi dan Ilmu

Pengetahuan Alam. Universitas Lambung Mangkurat.

Partodihardjo,S. 1980.Ilmu Reproduksi Hewan.jakarta : Mutiara.Hal: 114.

William, O.R.2005. Functitonal Anatomy and Domestic Animals Third Edition. USA :

Baltimore, Maryland. Male Reproduction chapter 13 hal 379-399.

World Health Organization. 2009. General Guidelines for Methodologies on Research and

Evaluation of Traditional Medicine. Geneva : World Health Organization.

Yurnadi, Sari, P., Pujianto, D.A., Soeradi,O. 2002. Pengaruh Pentuntikan Ekstrak Biji

Pepaya (Carica papaya L.) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa dan Keadaan Sel

Spermatogenik Tikus Jantan (Rattus norvegicus L.). Artikel Ilmiah. Lembaga

Penelitian Universitas Indonesia.

46

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman

47

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Lampiran 2. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70 % biji jarak

Penapisan Ekstrak Hasil Uji Penapsan Keterangan Gambar

Alkaloid

(a) (b)

(a) Sebelum diberi pereaksi.

(b) (+) Alkaloid : memberikan warna kuning jingga setelah diberikan pereaksi Dragenndroff.

Flavonoid

(a) (b)

(a) Sebelum diberi pereaksi.

(b) (+) Flavonoid: terbentuknya warna (merah atau jingga) pada lapisan atas.

Saponin

(a) (b)

(a) Sebelum diberi pereaksi.

(b) (+) Saponin: menghasilkan busa/buih yang stabil setelah dikocok kuat - kuat.

Tanin

(a) (b)

(a) Sebelum diberi pereaksi.

(b) (-) Tanin: tidak memberikan warna biru tua, biru kehitaman maupun biru kehijauan setelah diberikan pereaksi FeCL3.

48

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Lampiran 3. Gambar Bahan dan Alat Penelitian

Gambar Biji Mimba

Gambar Serbuk Biji Mimba

Gambar Tikus Putih jantan galur

sprague dawley

Gambar Proses maserasi ekstrak etanol

70% biji mimba

Gambar Hasil maserasi

Gambar vacuum rotary

evaporator(Eyela)

49

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Gambar Timbangan Analitik

AND (6H-202)

Gambar Ayakan mess 40

Gambar Mikropipet ukuran 10-20

µl

Gambar Hoemositometer Inproved

Neubeur

50

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Lampiran 4. Kegiantan Penelitian Uji Aktifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Mimba

Gambar Pemekatan maserat

Gambar penyaringan maserat

Gambar Ekstrak untuk bahan uji

Gambar Pembiusan hewan uji

51

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Gambar Penimbangan hewan uji

Gambar Epididimis

Gambar pengeluaran cairan sperma dari

cauda epididymis dengan bantuan cairan

NaCL

Gambar pengamatan dibawah mikroskop

dengan pembesaran 400X

52

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Lampiran 5. Pemeriksaan Parameter Ekstrak

1. Perhitungan Rendemen

Berat Serbuk Simplisia yang diekstraksi = 600 gram

Berat Ekstrak kental yang didapat = 41,0535 gram

% Rendemen =

=

= 6,84%

2. Susut Pengeringan

Berat Botol Kosong = 15,1400

Berat Ekstrak = 1,0975

Berat botot kosong + Ekstrak sebelum dikeringkan (Wo ) = 16,2375

Berat botol kosong + Ekstrak setelah dikeringkan (W1 ) = 16, 1075

% Susut Pengeringan =

=

= 0,80%

3. Penetapan Kadar Abu

Bobot cawan = 25,2050

Bobot sampel = 2,0540

Bobot akhir = 25,4005

% Kadar Abu =

=

= 9,51%

53

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Lampiran 6. Skema Kerja Pembuatan Ekstrak Etanol 70 % biji mimba

Determinasi Biji Mimba

di Herbarium Bogoriense

Penyiapan simplisia

Serbuk simplisia

600gram

Dihaluskan dengan

blender

Sebanyak 600gram serbuk simplisia diekstraksi dengan

metode maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 70%

Disaring

Ampas Filtrat

Filtrat sebanyak 4750 ml dipekatkan dengan

Rotary Evaporator pada suhu 400C

Ekstrak kental 41,05 gram

Uji efek antifertilitas

Uji penafisan fitokimia

54

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Lampiran 7. Skema Kerja Pemberian Ekstrak Etanol 70% Biji Mimba pada tikus

Aklimasi Tikus untuk di uji

Sebanyak 20 tikus putih jantan ditimbang dan dibagi menjad empat bagaian

5 ekor tikus

putih dosis

rendah

10mg/kgBB

5 ekor tikus

jantan putih

Kontrol

5 ekor tikus

putih dosis

sedang

25mg/kgBB

5 ekor tikus

putih dosis

tinggi

50mg/kgBB

Pemberian

pembawa

NaCMC 1%

Pemberian

suspensis ektrak

etanol 70% biji

mimba dosis

50mg/kgBB

Pemberian

suspensis ektrak

etanol 70% biji

mimba dosis

25mg/kgBB

Pemberian

suspensis ektrak

etanol 70% biji

mimba dosis

10mg/kgBB

Pada hari ke 49 tikus dikorbankan dan diambil

organ reproduksinya

Cauda efididimis Testis

Pengukuran

konsentrasi

spermatozoa

Dibuat preparat histologi

Pengamatan terhadap spermatogenesis

Pengukuran diameter tubulus

seminiferus

Dihitung bobot testis

55

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Lampiran 8. Perhitungan Dosis Uji Ekstrak Biji Mimba

Untuk perhitungan dosis uji ekstrak biji mimba digunakan rumus sebagai berikut

VAO =

I. Dosis rendah (10 mg/kg )

VAO =

1ml =

Konsentrasin = 2,5 mg/ml

Di buat 5 ml = 5 ml x 2,5 mg

= 12,5mg/5ml

II. Dosis sedang (25 mg/kg)

VAO =

1 ml =

Konsentrasin = 6,875 mg/ml

Di buat 5 ml = 5 ml x 6,875 mg

= 34,375 mg/5ml

III. Dosis tinggi (50 mg/kg)

VAO =

1 ml =

Konsentrasin = 15 mg/ml

Di buat 5 ml = 5 ml x 15 mg

= 752 mg/5ml

56

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Lampiran 9. Berat Badan Tikus Jantan

No Tanggal Hewan Uji Berat Badan Tikus Per Kelompok (Gram)

Kontrol

Dosis

Rendah

Dosis

Sedang

Dosis

Tinggi

1 3 Desember 2013 Tikus 1 1.881 1.929 1.722 2.022

Tikus 2 1.763 1.683 1.730 1.830

Tikus 3 2.205 2.086 2.015 1.820

Tikus 4 2.100 1.911 1.940 1.722

2 10 Desember 2013 Tikus 1 2.130 2.330 2.025 2.130

Tikus 2 1.945 1.930 1.780 2.030

Tikus 3 2.075 2.170 2.354 2.085

Tikus 4 2.335 2.165 2.615 1.825

3 29 Desember 2013 Tikus 1 2.020 2.420 2.080 2.130

Tikus 2 2.110 1.820 1.850 2.030

Tikus 3 2.095 2.190 2.395 2.095

Tikus 4 2.350 2.030 2650 1.095

4 15 Januari 2014 Tikus 1 2.105 2.630 2.095 2.050

Tikus 2 2.220 1.800 1.950 2.170

Tikus 3 2.115 2.220 2.48 2.150

Tikus 4 2.370 2.110 2.710 1.960

5 27 Januari 2014 Tikus 1 2.300 2.910 2.100 2.005

Tikus 2 1.820 1.840 2.200 2.300

Tikus 3 2.410 2.440 2.610 2.330

Tikus 4 2.400 1830 2.407 2.105

57

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Lampiran 10. Hasil Pengukuran Bobot Testis

No Kelompok Hewan

Uji

Bobot Testis Rata-rata

Bobot

Testis

Tiap Tikus

Rata-rata Bobot

Testis Tiap

Kelompok ± SD

Kanan Kiri

1 Kontrol Tikus 1 1.6909 1.6909 1,6286

1,826 ± 0,1733 Tikus 2 2.0537 2.0154 2,0355

Tikus 3 1.7334 1.7883 1,7608

Tikus 4 1.8580 1.9027 1,8803

2 Dosis Rendah

(10mg/kgBB)

Tikus 1 1.5025 1.7758 1,7891

1,611 ± 0,1485 Tikus 2 1.6463 1.6950 1,6505

Tikus 3 1.5716 1.5709 1,5712

Tikus 4 1.4482 1.4201 1,4341

3 Dosis Sedang

(25mg/kgBB)

Tikus 1 1.5223 1.5321 1,5272

1,632 ± 0,0880 ⃰ Tikus 2 1.6081 1.6142 1,1611

Tikus 3 1.6715 1.6340 1,6712

Tikus 4 1.7413 1.7362 1,7387

4 Dosis Tinggi

(50mg/kgBB)

Tikus 1 1.3925 1.4212 1,6512

1,574 ± 0.0726 ⃰ Tikus 2 1.60142 1.6891 1,6172

Tikus 3 1.6340 1.5864 1,5347

Tikus 4 1.5263 1.5432 1,4938

58

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Lampiran 11. Hasil perhitungan Konsentrasi Spermatozoa

N

o

Kelompok Hewan

Uji

Jumlah

Spermatozoa

dalam 10

kotak (ekor)

Konsentrasi

Spermatozoa

(Juta/mL)

Rata-rata

Konsentrasi

Tiap Tikus

(Juta/mL)

Rata-rata

Konsentrasi

Tiap

Kelompok

(Juta/mL)

±SD

Kanan Kiri Kanan Kiri

1 Kontrol Tikus 1 47 80 58.75 100 79,375 80,156±20,00

Tikus 2 55 75 63.75 93,75 78,75

Tikus 3 63 70 78.75 87,50 83,125

Tikus 4 67 60 83.75 75,00 79,375

2 Dosis Rendah

(10mg/kg BB)

Tikus 1 15 48 18,75 60,00 39,375 56,062±13,25 ⃰

Tikus 2 40 41 50,00 51,52 50,625

Tikus 3 42 40 52,25 50,00 51,25

Tikus 4 56 58 70,00 72,50 71,25

3 Dosis Sedang

(25mg/kg BB)

Tikus 1 36 54 45,00 67,50 56,125 53,125 ±6,89 ⃰

Tikus 2 29 47 36,25 58,75 47,50

Tikus 3 50 40 62,50 50,00 56,25

Tikus 4 47 56 58,75 70,00 64,375

4 Dosis Tinggi

(50mg/kg BB)

Tikus 1 37 46 46,25 57,50 51,875 48,281 ±3,16 ⃰

Tikus 2 38 40 47,50 50,00 48,75

Tikus 3 34 41 42,50 51,25 46,876

Tikus 4 39 34 48,75 42,50 45,625

59

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Lampiran 12. Hasil Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus

No Kelompok Hewan

Uji

Rata-rata Diameter

Tubulus Seminiferus Tiap

Tikus (µm) Pembesaran

100 X

Rata-rata Diameter Tubulus

Seminiferus Tiap

Kelompok Tikus (µm) ±

SD Pembesaran 100 X

1 Kontrol Tikus 1 177,3

175,9 ± 4,617

Tikus 2 169,1

Tikus 3 178,5

Tikus 4 178,9

2 Dosis rendah

(10mg/kgBB)

Tikus 1 155,95

155,26 ± 12,68⃰

Tikus 2 156,85

Tikus 3 154,25

Tikus 4 154

3 Dosis sedang

(25mg/kgBB)

Tikus 1 168,9

165,25 ± 6,88

Tikus 2 163,8

Tikus 3 163,55

Tikus 4 164,75

4 Dosis tinggi

(50mg/kgBB)

Tikus 1 146,55

152,15 ± 10,88⃰

Tikus 2 157,3

Tikus 3 156,6

Tikus 4 148,15

60

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Lampiran 13 Analisis Data Bobot Testis

1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Bobot Testis

a. Uji Normalitas Kalmogorov-Smirnov

Tujuan : Untuk melihat distribusi data bobot testis tikus.

Hipotesis : Ho: Data bobot testis terdistribusi normal.

Ha: Data bobot testis tidak terdistribusi normal.

Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi > 0,05 maka Ho diterima.

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditoloak.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Bobot testis

N 16

Normal Parametersa Mean 1.6608

Std.

Deviation .15255

Most Extreme

Differences

Absolute .209

Positive .209

Negative -.074

Kolmogorov-Smirnov Z .834

Asymp. Sig. (2-tailed) .489

a. Test distribution is Normal.

Keputusan:Uji normalitas bobot testis seluruh kelompok terdistribusi normal (p ≥ 0,05).

b. Uji homogenitas Levene

Tujuan : Untuk melihat data bobot testis tikus homogen atau tidak.

Hipotesis :Ho: Data bobot testis homogen.

Ha : Data bobot testis tidak homogen.

Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi > 0,05 maka Ho diterima.

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.

61

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Test of Homogeneity of Variances

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

1.189 3 12 .355

Keputusan : Uji homogenitas bobot testis seluruh kelompok homogen (p > 0,05) sehingga

bisa dilanjutkan dengan uji ANOVA.

2. Uji Analis Varians (ANOVA) satu arah terhadap bobot testis kelompok hewan uji.

Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data bobot testis.

Hipotesis : Ho : Data bobot testis tidak berbeda sacara bermakan.

Ha: Data bobot testis berbeda secara bermaksa.

Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima.

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak.

ANOVA

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Between

Groups .153 3 .051 3.116 .066

Within Groups .196 12 .016

Total .349 15

Keputusan : Bobot testis berbeda secara bermakna,sehingga pengujian dapat dilanjutkan

dengan Uji BNT/LSD.

3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap bobot testis kelompok hewan uji.

Tujuan : Untuk menentukan data bobot testis kelompok mana yang memberikan nilai

yang berbeda secara bermakna dengan data bobot testis kelompok lainnya.

Hipotesis : Ho: Data bobot testis tidak berbeda secara bermakna.

Ha : Data bobot testi berbeda secara bermakna.

Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi > 0,05 maka Ho diterima.

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.

62

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Multiple Comparisons LSD

(I)

kontrol

(J)

kontrol

Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

Kontrol Dosis

rendah .21508

* .09042 .035 .0181 .4121

Dosis

sedang .19500 .09042 .052 -.0020 .3920

Dosis

tinggi .25208

* .09042 .016 .0551 .4491

Dosis

rendah

Kontrol -.21508* .09042 .035 -.4121 -.0181

Dosis

sedang -.02008 .09042 .828 -.2171 .1769

Dosis

tinggi .03700 .09042 .690 -.1600 .2340

Dosis

sedang

Kontrol -.19500 .09042 .052 -.3920 .0020

Dosis

rendah .02008 .09042 .828 -.1769 .2171

Dosis

tinggi .05707 .09042 .540 -.1399 .2541

Dosis

tinggi

Kontrol -.25208* .09042 .016 -.4491 -.0551

Dosis

rendah -.03700 .09042 .690 -.2340 .1600

Dosis

sedang -.05707 .09042 .540 -.2541 .1399

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keputusan : Bobot testis pada kelompok dosis rendah dan dosis tinggi berbeda bermakna

terhadap kelompok kontrol ( p ≥ 0,05), sedangkan dosis sedang tidak adanya perbedaan

bermakna antara dosis tersebut dengan kontrol (p ≤ 0,05).

63

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Lampiran 14. Analisis Data Konsentrasi Spermatozoa

1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Konsentrasi Spermatozoa

a. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

Tujuan : Untuk melihat distribusi data konsentrasi spermatozoa tikus.

Hipotesis : Ho: Data konsetrasi spermatozoa terdistribusi normal.

Ha: Data konsentrasi spermatozoa tidak terdistribusi secara normal.

Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Konsentrasi spermatozoa

N 16

Normal

Parametersa

Mean 56.6719

Std. Deviation 11.06527

Most Extreme

Differences

Absolute .168

Positive .168

Negative -.097

Kolmogorov-Smirnov Z .671

Asymp. Sig. (2-tailed) .759

a. Test distribution is Normal.

Keputusan : Uji normalitas konsetrasi spermatozoa seluruh kelompok terdistribusi normal ( p

≥ 0,05).

b. Uji Homogenitas levene

Tujuan : Untuk melihat data konsentrasi spermatozoa homogen atau tidak.

Hipotesis : Ho: Data konsentrasi spermatozoa homogen.

Ha: Data konsentrasi spermatozoa tidak homogen.

Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifakansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.

Jika nilai signifakansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.

64

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Test of Homogeneity of Variances

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

1.614 3 12 .238

Keputusan : Uji homogenitas konsetrasi spermatozoa seluruh kelompok homogen ( p ≥ 0,05)

sehingga bisa dilanjutkan dengan uji ANOVA.

2. Uji Analis Varians (ANOVA) satu arah terhadap konsentrasi spermatozoa kelompok

hewan uji.

Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data konsentrasi

spermatozoa.

Hipotesis : Ho : Data konsentrasi spermatozoa tidak berbeda sacara bermakan.

Ha: Data konsentrasi spermatozoa berbeda secara bermaksa.

Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima.

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak.

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between

Groups 963.097 3 321.032 4.410 .026

Within

Groups 873.505 12 72.792

Total 1836.602 15

Keputusan : Konsentrasi spermatozoa berbeda bermakna,sehingga pengujian dapat

dilanjutkan dengan Uji BNT/LSD.

3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap konsentrasi spermatozoa kelompok hewan

uji.

Tujuan : Untuk menentuka data konsentrasi spermatozoa kelompok mana yang

memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data bobot testis

kelompok lainnya.

Hipotesis : Ho: Data konsentrasi spermatozoa tidak berbeda secara bermakna.

Ha : Data konsentrasi spermatozoa berbeda secara bermakna.

Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi > 0,05 maka Ho diterima.

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.

65

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Multiple Comparisons

LSD

(I) kontrol

(J)

kelompok

Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

Kontrol Dosis

rendah 16.09375

* 6.03291 .020 2.9492 29.2383

Dosis

sedang 13.15625

* 6.03291 .050 .0117 26.3008

Dosis tinggi 20.93725* 6.03291 .005 7.7927 34.0818

Dosis

rendah

Kontrol -16.09375* 6.03291 .020 -29.2383 -2.9492

Dosis

sedang -2.93750 6.03291 .635 -16.0821 10.2071

Dosis tinggi 4.84350 6.03291 .438 -8.3011 17.9881

Dosis

sedang

Kontrol -13.15625* 6.03291 .050 -26.3008 -.0117

Dosis

rendah 2.93750 6.03291 .635 -10.2071 16.0821

Dosis tinggi 7.78100 6.03291 .221 -5.3636 20.9256

Dosis

tinggi

Kontrol -20.93725* 6.03291 .005 -34.0818 -7.7927

Dosis

rendah -4.84350 6.03291 .438 -17.9881 8.3011

Dosis

sedang -7.78100 6.03291 .221 -20.9256 5.3636

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keputusan : Konsentrasi spermatozoa seluruh kelompok perlakuan berbeda secara bermakna

terhadap kelompok kontrol ( p ≤ 0,05), namun tidak ada perbedaaan bermakna antar

kelompok perlakuan.

66

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Lampiran 15 Analisa Data Diameter Tubulus Semineferus

1. Uji Normalitas dan Homogenitas Terhadap Diameter Tubulus Seminefirus

a. Uji Normalitas Kalmogorov-Smirnov

Tujuan : Untuk melihat distribusi data diameter tubulus seminiferus

Hipotesis : Ho : Data diameter tubulus seminiferus terdistribusi normal.

Ha : Data diameter tubulus seminiferus tidak terdistribusi normal.

Pengambilan keputusan :

o Jika nilai signifikat ≤ 0,05 maka Ho diterima.

o Jika nilai signifikat ≥ o,o5 maka Ho ditolak.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Diameter tubulus seminiferus.

N 16

Normal Parametersa,b

Mean 162.1531

Std.

Deviation 10.23641

Most Extreme

Differences

Absolute .182

Positive .182

Negative -.118

Kolmogorov-Smirnov Z .729

Asymp. Sig. (2-tailed) .662

Test distribution is Normal.

Keputusan:Uji normalitas diameter tubulus seminiferus berbeda secara bermakana (p ≥ 0,05).

b. Uji Homogenitas levene

Tujuan : Untuk melihat data diameter tubulus seminiferus homogen atau tidak.

Hipotesis : Ho: Data diameter tubulus seminiferus homogen.

Ha: Data diameter tubulus seminiferus tidak homogen.

Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifakansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.

Jika nilai signifakansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.

67

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Test of Homogeneity of Variances

Levene

Statistic

df1 df2 Sig.

5.352 3 12 .014

Keputusan : Uji homogenitas diameter tubulus seminiferus tidak homogen (p ≤ 0,05)sehingga

dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis karena syarat belom terpenuhi.

2. Uji Kruskal Wallis terhadap diameter tubulus seminiferus kelompok hewan uji.

Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaaan data diameter tubulus

seminiferus.

Hipotesis : Ho: Data diameter tubulus semineferus tidak berbeda secara bermakna.

Ha:.Data diameter tubulus semineferus berbeda secara bermakna.

Pengambilan keputusan:

Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima.

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ha ditolak.

Test Statistics

Diameter

tubulus

semineferus

Chi-Square 12.728

Df 3

Asymp. Sig. .005

Keputusan: data diameter tubulus seminiferus berbeda secara bermakana (p ≤ 0,05)

3. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhad apdiameter tubulus semineferus kelompok hewan

uji.

Tujuan : Untuk menentukan data diameter tubulus semineferus kelompok mana yang

memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan data diameter tubulus

semineferus kelompok lainnya.

Hipotesis : Ho: Data diameter tubulus semineferus tidak berbeda secara bermakna.

Ha : Data diameter tubulus semineferus berbeda secara bermakna.

Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi > 0,05 maka Ho diterima.

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak.

68

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Multiple Comparisons LSD

(I) kelompok (J) kelompok Mean

Difference

(I-J)

Std.

Error

Sig. 95% Confidence Interval

Lower

Bound

Upper

Bound

Kontrol

Dosis rendah 20.68750* 2.75236 .000 14.6906 26.6844

Dosis sedang 10.70000* 2.75236 .002 4.7031 16.6969

Dosis tinggi 23.80000* 2.75236 .000 17.8031 29.7969

Dosis rendah

Kontrol -20.68750* 2.75236 .000 -26.6844 -14.6906

Dosis sedang -9.98750* 2.75236 .003 -15.9844 -3.9906

Dosis tinggi 3.11250 2.75236 .280 -2.8844 9.1094

Dosis sedang

Kontrol -10.70000* 2.75236 .002 -16.6969 -4.7031

Dosis rendah 9.98750* 2.75236 .003 3.9906 15.9844

Dosis tinggi 13.10000* 2.75236 .000 7.1031 19.0969

Dosis tinggi

Kontrol -23.80000* 2.75236 .000 -29.7969 -17.8031

Dosis rendah -3.11250 2.75236 .280 -9.1094 2.8844

Dosis sedang -13.10000* 2.75236 .000 -19.0969 -7.1031

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keputusan : Diameter tubulus semineferus pada kelompok dosis rendah,dosis sedang dan

dosis tinggi berbeda bermakna terhadap kelompok kontrol (p ≤ 0,05).

69

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Lampiran 16. Gambar Histologi Tubulus Seminiferus Tikus Kontrol.

Gambar kontrol,tahap II, pembesaran 400x

Keterangan :

Terlihat adanya sel-sel spermatogenik

(spermatogenia, spermatosit pakiten, dan

spermatid ) tersusun rapat dan padat.

1. Membran basalis

2. Spermatogenium

3. Spermatosit pakiten

4. Sel Sertoli

5. Spermatozoa

6. Lumen

Gambar kontrol, tahap VII,pembesaran 400x

Keterangan :

Jumlah lapisan sel terlihat teratur dan sel-sel

spermatogenik tersusun sesuai dengan tingkat

perkembangannya dari membran basalis

menuju ke arah lumen..

1. Membran basalis

2. Spermatogenium

3. Spermatosit pakiten

4. Sel Sertoli

5. Spermatozoa

6. Lumen

Gambar kontrol,tahap XII,pembesaran 400x

Keteranga :

Terlihat adanya sel spermatogenik

(spermatogonia, spermatosit pakiten, dan

spermatid) tersusun berlapis dan teratur

sesuai dengan tingkat perkembangannya dari

membran basalis menujuh ke arah lumen.

1. Membrane basalis

2. Spermatogenium

3. Spermatosit pakiten

4. Sel Sertoli

5. Spermatozoa

6. Lumen

1 2 3

6

5

1 2

3

4

5

1

2 3

4

5

6

6

4

70

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Lampiran 17. Gambar Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Perlakuan Ekstrak

Etanol 70% Bji Mimba (10mg/kg BB)

Gambar perlakuan Ekstrak Etanol 70% biji

mimba( 10mg/kg BB), tahap II, pembesaran

400x

Keterangan :

Pada gambar ini terlihat sel-sel

spermatogenik ( spermatogonia, spermatosit

pakiten, dan spermatid) masih tetap, namun

bila dibandingkan dengan kontrol, terlihat

adanya penurunan jumlah spermatid.

1. Membran basalis

2. Spermatogenium

3. Spermatosit pakiten

4. Sel Sertoli

5. Spermatozoa

6. Lumen

Gambar perlakuan Ekstrak Etanol 70% biji

mimba( 10mg/kg BB),tahap VII, pembesaran

400x

Keterangan :

Terlihat berkurangnya spermatogonium.

1. Membrane basalis

2. Spermatogenia

3. Spermatosit pakiten

4. Sel Sertoli

5. Spermatozoa

6. Lumen

Gambar perlakuan Ekstrak Etanol 70% biji

mimba( 10mg/kg BB),tahap XII, pembesaran

400x

Keterangan :

Bila dibandingkan dengan kontrol, terlihat

adanya penurunan jumlah spermatosit

pakiten dan sel-sel tersusun agak jarang.

1. Membrane basalis

2. Spermatogenia

3. Spermatosit pakiten

4. Sel Sertoli

5. Spermatozoa

6. Lumen

1 2 3

4

5

6

1

2

3

6

4 5

1

2

3

6

4

5

71

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Lampiran 18. Gambar Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Perlakuan Ekstrak

Etanol 70% biji Mimba (25mg/kg BB)

Gambar perlakuan Ekstrak Etanol 70% biji

mimba( 25mg/kg BB),tahap II, pembesaran

400x

Keterangan :

Terlihat sel-sel spermatogenik mulai tersusun

tidak teratur dan susunan sel tidak rapat.

1. Membrane basalis

2. Spermatogenium

3. Spermatosit pakiten

4. Sel Sertoli

5. Spermatid

6. Lumen

Gambar perlakuan Ekstrak Etanol 70% biji

mimba( 25mg/kg BB),tahap VII perlakuan

pembesaran 400x

Keterangan :

Terlihat berkurangannya spermatosit pakiten

dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan

dosis 10mg/kg BB.

1. Membrane basalis

2. Spermatogenium

3. Spermatosit pakiten

4. Sel Sertoli

5. Spermatozoa

6. Lumen

Gambar perlakuan Ekstrak Etanol 70% biji

mimba( 25mg/kg BB),tahap XII, pembesaran

400x

Keterangan :

Pada gambar ini, terlihat adanya penurunan

jumlah spermatosit pakiten yang lebih

banyak dan susunan sel spermatogenik yang

tidak teratur bila dibandingkan dengan

kelompok perlakuan dosis 10mg/kg BB.

1. Membrane basalis

2. Spermatogenium

3. Spermatosit pakiten

4. Sel Sertoli

5. Spermatid

6. Lumen

1

3

5

4

6

1 2

4

5

1

2 3

6

4

5

2

3

6

72

U I N S y a r i f H i d a y a t u l l a h J a k a r t a

Lampiran 19. Gambar Histologi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Perlakuan Ekstrak

Etanol 70 % Biji Mimba (50mg/kg BB)

Gambar perlakuan Ekstrak Etanol 70% biji

mimba( 50mg/kg BB),tahap II, pembesaran

400x

Keterangan :

Lumen mengandung spermatosit pakiten dan

spermatid yang lebih sedikit sehingga lumen

terlihat tidak penuh.

1. Membrane basalis

2. Spermatogenium

3. Spermatosit pakiten

4. Sel Sertoli

5. Spermatid

6. Lumen

Gambar perlakuan Ekstrak Etanol 70% biji

mimba( 50mg/kg BB),tahap VII, pembesaran

400x

Keterangan :

Pada gambar ini terlihat adanya penurunan

jumlah sel spermatozoa lebih banyak

dibandingkan kelompok kontrol dan

kelompok perlakuan lainnya.

1. Membrane basalis

2. Sprmatogenium

3. Spermatosit pakiten

4. Sel Sertoli

5. Spermatozoa

6. Lumen

Gambar perlakuan Ekstrak Etanol 70% biji

mimba( 50mg/kg BB),tahap XII, pembesaran

400x

Keterangan :

Terlihat penurunan jumlah sel-sel

spermatogenik lebih banyak dan letak sel-sel

spermatogenik yang lebih tidak teratur.

1. Membrane basalis

2. Spermatogenium

3. Spermatosit pakiten

4. Sel Sertoli

5. Spermatid

6. Lumen

1

2

3

5 4 6

1

2 3

6

4

5

1 2

3

6

4

5