novel kesatu dari dwilogi “pertama & terakhir” · pdf filenovel kesatu dari...

134
NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 1 [email protected]

Upload: ngonhu

Post on 07-Feb-2018

231 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

1 [email protected]

Page 2: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

2 [email protected]

Cerita dalam Novel ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan tokoh, penamaan

tokoh dan kejadian yang sama, itu hanya kebetulan belaka.

Semuanya dimulai ketika Willy Firdaus seorang siswa pendiam dan pemalu

menyukai siswi bernama Dewi Marisha. Cintanya telah dia pendam selama 2 tahun lebih,

tapi keadaan itu berbalik setelah Marisha putus dari pacarnya yang bernama Bondan.

Dimulailah pendekatan Willy kepada Marisha dengan segala kekakuan dan ketidak

berdayaannya.

Ditengah pendekatannya kepada Marisha, ternyata Willy mempunyai teman masa

kecil yang bernama Bunga Ayu Kencana atau biasa dipanggil Flower. Flower hadir

kembali kedalam hidup Willy setelah 4 tahun berlalu tanpa pertemuan. Flower membuka

banyak lembaran masa lampau yang telah Willy lupakan. Sehingga Willy mengetahui

kalau dia punya janji dengan Flower 5 tahun lalu dan harus dia tepati.

Bagaimanakah Willy menyikapi cintanya kepada Marisha dan janjinya kepada

Flower?. Semua terlihat baik-baik saja dengan wajar tapi ketika datang beberapa orang

yang berniat merusak semuanya. Willy terjebak dalam ketidak pastian dan orang-orang

yang tidak senang dengan dirinya. Apakah Willy mampu melewati semuanya?

@copyright : Arief Komic

Diizinkan untuk berbagi dengan orang lain tanpa mengkomersilkannya. Hak cipta ada

pada ARIP MUNAWIR dan dilarang menduplikasikan untuk kepentingan sendiri atau

mengambil sebagian cerita, puisi dan kata-kata untuk dimuat. Novel ini masih dalam

tahap penyempurnaan untuk diterbitkan. Mohon kritik dan saran jika ada kesalahan atau

ketidak cocokan dalam cerita maupun kata-kata. Silahkan Hubungi :

Telp : 081519644945

Email : [email protected]

FB : [email protected] (Willy Firdaus)

- WILLY FIRDAUS -

07 MARET 2008

Page 3: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

3 [email protected]

PERTAMA PERTAMA PERTAMA PERTAMA

&&&&

TERAKHIRTERAKHIRTERAKHIRTERAKHIR

PENULIS : WILLY FIRDAUS

Page 4: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

4 [email protected]

DAFTAR ISI

CHAPTER I

Willy The Movie…………………………………………………………………………..5

Hilangnya Keberanian !…………………………………………………………………...7

Indahnya Dunia Dengan Senyuman…………………………………………………..….12

Pujangga Teladan……………………………………………………………………..….25

CHAPTER II

Cinta Segitiga DiPerempatan………………………………………………………….....38

Pertanda Telinga Merah…………………………………………………………….……39

Renda Marisha…………………………………………………………………………...43

Putih Perempuan Putih…………………………………………………………………...47

Cinta DiPerempatan……………………………………………………………………...55

CHAPTER III

Indah Tapi Menakutkan………………………………………………………………….61

Starting Point…………………………………………………………………………….66

Posesif…………………………………………………………………………………....74

Poligami PraNikah……………………………………………………………………….79

CHAPTER IV

Terluka…………………………………………………………………………………...84

Serangan Telak………………………………………………………………………..….89

Double Angles…………………………………………………………………………...95

CHAPTER V

Flower Yang Mekar…………………………………………………………………….102

Memilih Diantara Puisi…………………………………………………………………114

Air Mata Bidadari……………………………………………………………………....123

Page 5: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

5 [email protected]

CHAPTER I

WILLY THE MOVIE

“….Wahai dunia mengapa kau tak pernah berhenti memanas, sedangkan di sini

para manusia kepanasan dengan dosanya yang panas…”. Plok….plok….plok….terdengar

riuh ruangan 10x4 m dengan tepuk tangan para siswa yang sedang menyaksikan lomba

puisi dalam rangka Global Warming. Sepotong puisi yang asal ku buat itu ternyata

mengantarkan aku naik panggung untuk kedua kalinya sebagai juara pertama. Banyak

siswa yang memberikan aku selamat dan pujian atas keberhasilanku.

Hari ini panas sekali untuk dikerumuni orang-orang yang mengucapkan selamat

dan memuji keberhasilanku. Ternyata menjadi selebritis sehari itu kebanyakan tidak

nyaman tapi ada satu yang aku suka dari keadaan ini yaitu aku bisa menjadi pusat

perhatian siswi-siswi yang gemes sama aku. Tetapi siswi yang aku dambakan selama ini

tidak ikut mengerumuni aku seperti siswi yang lain. Wanita manis berambut panjang

yang aku suka dari kelas satu SMA hanya menjadi impian seorang pria pengecut seperti

aku. Tidak pernah bisa aku mengungkapkan rasa cinta ini kepadanya, walaupun dengan

satu senyuman.

Sifatku yang pendiam dan pemalu tidak bisa dijadikan modal untuk mendapatkan

satu cinta di masa SMA ini. Dari pertama aku masuk ke sekolah ini tidak pernah

terpikirkan untuk mengucapkan “aku cinta kamu Marisha!”. Wanita yang bernama

Marisha adalah wanita terakhir yang akan aku cintai dan akan selalu aku puji dalam

puisi-puisi yang tersimpan rapih di hatiku. Wanita yang memberiku kesan begitu

indahnya dunia dengan senyuman.

Page 6: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

6 [email protected]

MARISHA

Dewi malam yang manis

Sapalah aku di tanjung cinta ini

Aku kirimkan syair-syair cinta lewat lembutnya malam

Desiran angin ucapkanlah cinta ini untuknya

Terpalah rambutnya yang berkilau bersinarkan bintang

Senyuman mu

Merekah memerah

Mengantarku tidur dengan memimpikanmu

Marisha

Jadikanlah pengecut ini malam mu

Yang melindungi sang dewi dari siang

Yang memelukmu dengan lembut

Seperti laut memeluk pantai

Tersenyumlah

Seperti bulan malam ini

Kau lah yang terakhir

Dan aku yang mengakhiri pencarian cintamu

Page 7: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

7 [email protected]

HILANGNYA KEBERANIAN !

Bel sekolah menjerit kencang seperti para siswa yang bersorak gembira

merayakan kebebasannya setelah 6 jam lebih mencari ilmu dalam kelas. Kelas ku yang

berada paling pojok tidak bisa merayakan kebebasan itu, kami masih harus menjawab

soal-soal bahasa Indonesia di siang yang panas ini. Salah kami juga yang tidak bisa

mengerjakannya dengan cepat dan tepat sehingga kami harus mengulang dan

menjawabnya secara benar.

Akhirnya kami sekelas bisa pulang sekitar jam 2:30 siang yang panas dan

membuat haus tenggorokkan. “Willy…kita ke kantin dulu yah?” memekik seorang siswa

berkepala botak dari jarak 10 meter. Tumben banget Darto mengajak ke kantin, biasanya

juga langsung ngajak pulang bareng. Ketika sedang memperhatikan Darto yang

mendekat, aku melihat siswi yang sudah tidak asing lagi dalam puisi-puisi hatiku.

“Oh…dia cewe yang selama ini kamu sebut dewi malam!” Darto juga ikut melihat

Marisha yang bergandengan dengan pacarnya. Aku hanya bisa tersenyum pengecut

dengan berjalan pergi menuju kantin.

Darto memesan dua buah minuman segar dengan isyarat jari yang

menggambarkan telinga kelinci. Saat menghabiskan minuman tidak ada seorang pun

diantara kami yang membuka pembicaraan. Mungkin karena kami kehausan sehingga

terfokus pada minuman atau memang tidak ada yang harus dibicarakan. Tapi tidak

biasanya Darto menjadi pendiam, biasanya dia paling rame diantara teman-temanku. “To

ada apa? sepi banget dari tadi kamu ga ngomong” Darto hanya melihat dengan ekor

matanya kearahku. Darto menghela nafas dan mulai bicara “Willy…willy… aku itu

biasanya juga seperti ini, pendiam dan menghanyutkan…hehehe” senyuman masam

terukir di bibirnya. “Bukan…ini bukan gaya kamu To, terakhir kamu jadi pendiam ketika

di putuskan Cika”. Jarang sekali Darto jadi pendiam seperti ini, kecuali jika ada hal yang

mengganjal dihatinya.

Darto beranjak dari kursinya dan berjalan mendekati pak Waryo yang sedang

melayani siswa lain. Dia memberikankan uang untuk membayar minuman segar yang

telah habis kami nikmati. Setelah membayar kepada pak Waryo, Darto melewatiku tanpa

bicara sepatah kata pun. Aku mengikutinya dari belakang ketika dia pergi, “bicarakan

Page 8: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

8 [email protected]

dengan aku jika ada masalah To!” kata ku. “Sebenarnya ini tentang kamu Ly” dia berkata

tanpa menoleh. “Kamu bukan Willy Firdaus yang selama ini aku kenal, tubuhmu masih

sama tapi jiwamu telah berubah!” sekarang dia menoleh dan menatapku. “Apa yang

kamu ketahui tentang aku?” aku berbalik bertanya kepada Darto. Darto tidak segera

menjawab, dia malah memalingkan wajahnya dari aku. “Jiwa kamu sedang sakit Ly!”

Darto berkata sambil melangkah pergi menuju parkiran.

Aku sangat kesal ketika Darto berkata bahwa jiwaku sedang sakit, apa dia sudah

menganggapku gila?. Tapi ketika Darto memalingkan wajahnya kehadapanku, dia terlihat

begitu sedih memandang aku. “Jelek kamu!…tidak ada pantesnya wajah kamu seperti

itu!” aku mengejek dia sambil berpaling pergi. “Kamu dan aku sudah berteman sejak kita

masih SD, jadi aku ngerti banget ketika kamu ada beban jiwa!” terlihat jelas sekarang

gambaran kegalauan wajahnya yang bersedih. Tapi aku tidak menghiraukan ucapannya

yang terakhir, aku hanya berjalan pergi menuju tempat parkir dengan di ikuti Darto yang

tertunduk lesu.

# # # #

Terdengar nyaring ringtone handphoneku yang tergeletak dimeja. Aku yang

sedang membaca buku segera meraih handphone dan ada sebuah sms dari Darto.

From : Darto

Sry yah sm kejdn td siang, ak da d luar nih!...nngkrng yuk?

To : Darto

Msk ja ak da d kmr

Tidak berapa lama terdengar mamah memanggilku dari luar “Willy ada Darto!”. Segera

aku berlari keluar kamar, “ayo aku udah siap nih!” kata ku kepada Darto. “Mau kemana

Willy?” tanya papah yang sedang menonton televisi. “Pergi ke depan pah…di ajak

Darto” terlihat Darto melotot mendengar aku menyeret namanya. Aku hanya tersenyum

dan bergegas membuka pintu depan untuk melesat pergi dengan kuda besi.

Sesampainya di Jatos kami naik ke lantai atas dan duduk di kursi yang berdekatan

dengan pagar pembatas, meja segi empat menjadi tempat rapat kami. Darto membawakan

minuman kaleng sebagai pelengkap untuk nongkrong. Karena tempat kami berada di

lantai atas dan dekat dengan pagar pembatas jadi kami bisa melihat ke lantai dua dan

lantai bawah. Saat kami berdua sedang minum, seseorang menepuk pundakku dari

Page 9: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

9 [email protected]

belakang. “Kemana saja kamu?…baru keliatan lagi ni bocah” Darto yang berhadapan

dengan aku otomatis bisa melihat orang yang menepuk tersebut. Saat aku menoleh

sebuah senyuman menyapa, ternyata Fahmi sudah tiba dari Jepang. “Wey….mana oleh-

olehnya nih?” sapaku sambil menjabat tangannya dan disusul oleh Darto.

Aku persilahkan Fahmi untuk duduk dan Darto membelikan satu lagi minuman

kaleng. Sudah seminggu Fahmi izin dari sekolah untuk menemani ayahnya yang cek-up

kesehatan ke Jepang. “Gimana kesehatan ayah kamu? Udah baikkan sekarang?” tanyaku.

“Alhamdullilah sekarang udah mulai membaik kesehatannya” jawabnya sambil meneguk

minuman kaleng. “Kalau ayah kamu sehat kita juga ikut senang” tumben malam ini Darto

terlihat lebih dewasa dengan berkata seperti itu.

Lagi asyik-asyiknya ngobrol sama teman-teman, aku jadi kebelet pingin pipis.

“Aku tinggal dulu yah…mau ketoilet sebentar” izinku kepada mereka berdua sambil

pergi ketoilet. Mereka berdua mengangguk bersamaan ketika aku minta izin. “Awas

jangan salah masuk toilet!” Fahmi masih saja suka bercanda dan Darto tertawa

mendengar ucapan Fahmi.

Setelah keluar dari toilet aku tidak langsung menuju teman-teman tapi pergi ke

toko buku dulu. Toilet dan toko buku sangat dekat, sebelahnya toilet adalah toko buku

dan sebelahnya toko buku adalah toko baju. Aku suka banget sama novel remaja jadi

stand novel remaja yang langsung aku tuju. Kebetulan stand novel remaja bersebelahan

dengan stand romantic book.

Saat sedang melihat-lihat novel di stand novel remaja, pandanganku langsung

tertuju kepada seorang wanita yang berdiri di stand romantic book. Akh…wanita di

sampingku adalah Marisha yang sedang memilih novel romantis. Dalam sekejap tingkah

ku jadi aneh dan serba salah, sesekali Marisha menoleh ke arahku dengan pandangan

heran. “Hai…suka novel juga?” sapanya dengan senyuman manis terukir di bibir yang

tipis dan seksi. “…eh…i…iyah” jawabku singkat dengan kegugupan yang mengunci

bibirku. Dia hanya tersenyum dan aku….tidak bisa memberinya satu senyuman,

akh…ayo beranikan dirimu Willy pengecut. Marisha pergi dengan membawa dua buah

novel tanpa menoleh lagi kepadaku, oh…cinta kenapa kau pengecut sekali…dead!!!!.

Tak bisa di percaya aku sungguh sangat pengecut sekali, untuk berkata hai! saja

kepadanya sungguh sangat berat. Padahal kalau berkelahi aku biasanya paling berani di

Page 10: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

10 [email protected]

antara teman-teman. Oh tuhan berilah aku keberanian seorang Arjuna dan kecakapan

berbicara seperti Khalil Gibran.

Sepersekian detik aku terhipnotis dengan ke pengecutan dan mulai menghimpun

keberanianku yang terhuyung-huyung oleh gugup dan malu. Aku melihat Marisha sedang

membayar di kasir, langsung aku buat keputusan untuk mendekatinya. Aku melangkah

mendekatinya dengan gemetar dan berkeringat padahal AC di ruangan ini berfungsi

dengan baik, mungkin hanya aku yang kepanasan. Saat jarak yang memisahkan antara

kami tinggal 2 meter, Marisha menoleh kearahku dengan tatapan yang akan membuat

luluh hati yang melihatnya. Secepat kilat aku membalikkan badan dan kuraih sebuah

buku di rak….akh…you stupid Willy!!. Saat aku membalikkan badan lagi, ternyata

Marisha masih ada di sana dan sedang berbicara dengan kasir. Marisha menoleh lagi

kearahku dengan senyuman dan memasang wajah yang manis membuat keberanianku

makin mencair. Untuk kedua kalinya aku membalikkan badan dan bergetar seluruh

tubuhku seperti terkena demam tinggi.

Pasti Marisha menganggapku pria yang aneh dengan bertingkah seperti itu. Tidak

bisa dipercaya pria seperti ku mati sebelum bertempur dalam tatapan cinta. Rasanya aku

mau pingsan saja tapi toko buku ini terlalu ramai untuk melakukan hal bodoh untuk

kedua kalinya. Aku membalikkan badan lagi untuk ketiga kalinya dan sekarang Marisha

sudah tidak ada, hanya penjaga kasir yang tersenyum. “Mas tenang saja udah pergi ko

cewenya…hihi.hi…” sialan tuh pejangga kasir malah ngeledek.

Page 11: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

11 [email protected]

Wahai cinta yang menjaga hati

Aku puji dan aku agungkan kehebatanmu

Cinta, hangatmu mencairkan keperkasaanku

Cinta, rantaimu membelit lidahku

Cinta, dinginmu menggetarkan tubuhku

Ampunilah diriku yang tak berdaya di hadapanmu?

=============================================================

Aku ini setangguh karang yang di terjang ombak

Aku ini sekuat baja yang di pukul pandai besi

Aku ini berani bagai singa padang pasir

Tapi aku lemah di hadap mu cinta!!!

Page 12: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

12 [email protected]

INDAHNYA DUNIA DENGAN SENYUMAN

You stupid Willy….you chiken….coba kalau kamu kasih Marisha senyuman

terbaikmu yang selalu kamu latih tiap hari di cermin. Semalaman aku mengutuk diriku

dan menyalahkan lidah yang tak bisa berbasa-basi sedikit saja. Coba kalau aku bisa

berbasa-basi dengan mengatakan “hai lagi cari novel apa ni?” atau langsung “mau ngga

aku ajak nonton?” ya pokonya apa aja lah yang bisa buat dia dekat sama aku. Hancur

sudah…harapan tinggal harapan, harapan untuk menyapanya telah pergi dengan

kebodohanku yang aneh. Oh tidak…pasti dia menganggapku cowo aneh yang berbahaya

dan akan menjauhiku selamanya. Kesempatan yang di tunggu-tunggu selama dua tahun

untuk dapat berbicara dengannya hilang sudah dan mungkin kesempatan hanya hadir satu

kali dalam seumur hidup.

Pagi menyambut malam berpamitan…masa lalu tinggal kenangan…masa depan

tinggal di pelupuk mata. Aku harus bertekad kalau nanti ada kesempatan lain dekat

dengan dia aku akan memberanikan diri untuk bicara dengannya walaupun terbata-bata.

Langkah kaki dipagi ini terasa malas dengan pikiran yang kacau dan frustasi. Tapi

mamah memaksa aku bangun pagi-pagi dihari minggu ini untuk menemani ke rumah

teman arisannya. Biasalah ibu-ibu paling ngerumpi atau arisan masal se-RT. Uh…kalau

udah begini aku jadi makin malas untuk mengantar mamah, lebih baik tidur lagi.

”Willy ayo cepet…kamu ini malas banget…liat mamah udah rapi

ni…kamu…masih kusut dan…aduh bau apa ini?”. Ups…ngga sengaja kentut

“…he…he…sorry mah lagi sakit perut nih” mamah hanya menutup hidungnya dan pergi

dari kamar. “Cepetan Willy…kamu kan udah lama ngga berkunjung ke rumah tante

Ika…udah empat tahun kan…masih inget ngga sama Ayu? Putri tante ika yang kamu

suka itu”. Tante Ika…itu kan teman arisan mamah yang rumahnya di daerah Sayang

dekat pangkalan BRIMOB. Iya yah sudah lama juga aku ngga main ke rumah tante Ika,

udah seperti apa sekarang Ayu? Apa masih chuby seperti dulu?. Dengan semangat 45 aku

bangkit dari tempat tidur yang berantakan dan langsung menyandang handuk.

“Mah emang mau ada acara arisan di rumah tante Ika?” tanyaku sambil menyuap

sarapan. “Engga…” singkat banget mamah jawabnya. Biasanya juga panjang lebar dan

dengan penambahan bumbu yang tak perlu di bicarakan. Tapi sekarang jawabannya

Page 13: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

13 [email protected]

singkat, pasti ini ada apa-apanya. Udah di bangunkannya secara paksa terus pake bicara

Ayu yang pernah aku sukalah. Pasti, pasti ini ada apa-apanya…”terus kita mau apa di

sana mah?”. Mamah yang sibuk membungkus sesuatu dengan kertas kado tidak

menjawab hanya tersenyum geli.

Mobil yang terparkir digarasi segera aku nyalakan dan aku keluarkan dari garasi.

“Mau kemana udah ngeluarin mobil segala?” seorang pria dari balik pagar menyapaku

dengan logat manja. “eh..kak Ufie…ini mau nganter mamah ke daerah Sayang” jawabku

ramah. Kak Ufie itu anak FIKOM UNPAD yang kosannya bersebelahan dengan

rumahku. Kak Ufie itu emang agak sedikit aneh dan kecewe-cewean, tapi orangnya enak

ko diajak curhat apalagi dia lebih dewasa dari aku. Ditambah kalau di mintai pendapat

pasti ngasih pendapat yang bagus dan dapat di terima oleh kita.

Tidak berapa lama mamah keluar dengan membawa dua buah kado besar yang

entah apa isinya. Kak Ufie membantu membawakan kado yang mamah bawa,

kelihatannya memang berat kalau di bawa semua oleh mamah sendiri. Aku membantu

membukakan pintu mobil untuk memudahkan kak Ufie memasukkan kado yang begitu

besar dan berat. “mah apaan nih?...emang ada yang ultah?”

“…iyah…kan Ayu hari ini ulang tahun yang ke-17…kamu emang udah lupa?”

“ih…masa ke pesta ultah cewe pake baju kaya gini sih Ly?” kak Ufie menilai

pakaian ku yang memang asal.

“kamu tuh udah mamah pilihin baju ko malah pake baju ini…ngga mecing yah

Fie?”

“mulai lagi ngomongin fashion…tenang aja mah Willy itu pake baju apa aja udah

ganteng ko!”.

Menurut aku juga emang agak ngga pantes juga sih ke acara ultah cewe pake jeket yang

tadi malam aku pake nongkrong bareng Darto dan Fahmi. Terus celana jeans yang sudah

lusuh dengan sobekan di lutut sama sepatu butut yang menurutku enak di pake. Ah cuek

aja aku sama Ayu kan teman lama pasti di maklum. Mamah sama kak Ufie aja yang

terlalu cerewet dengan fashion yang mereka anggap segalanya. Just be your self…diriku

adalah diriku…hidup Willy Firdaus!!.

# # # #

Page 14: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

14 [email protected]

Rumah tante Ika sudah ramai dengan orang-ornag yang berpakaian rapih sambil

membawa kado dengan berbagai macam ukuran. Setelah memarkirkan mobil di bawah

pohon yang rindang aku segera turun dan membantu mamah yang sedang menurunkan

kado. Tak terasa sudah 4 tahun aku tidak berkunjung kerumah ini, rumah yang ku anggap

seperti kue pengantin. Karena rumahnya yang bertingkat-tingkat dengan tiang-tiang

penyangga yang besar-besar dan tinggi. Halamannya sendiri sungguh sangat luas dan

tertata rapi dengan pohon-pohon yang rindang, membuat asri. Dulu waktu masih SD aku

sering di ajak mamah berkunjung ke sini dan biasanya aku main sama cewe chuby yang

bernama Ayu. Sekarang nggak tau sudah seperti apa cewe itu?, mungkin tambah chuby

atau malah jadi gendut he…he.

Sebuah pintu yang tinggi dengan cat berwarna putih menyambut aku dan mamah.

Aku kebagian membawa kado yang begitu besar sampai-sampai menutupi pandangan dan

wajahku. Sehingga aku harus melangkah dengan hati-hati dan perlahan. “Eh…tante

makasih udah mau datang!” terdengar suara wanita yang begitu sendu menyapa mamah

yang berada di depan aku. Aku sendiri tidak bisa melihat wanita itu karena terhalang

kado besar ini. Tapi menurut tebakkanku dia pasti Ayu, tapi aku nggak mau asal nebak

takut salah soalnya Ayu punya adik perempuan yang mungkin udah kelas 3 SMP

sekarang.

Dengan hati-hati aku meletakkan kado besar itu di sebuah meja yang mirip meja

resepsionis. Setelah kado itu tersimpan dengan rapih, akhirnya aku bisa melihat wajah

chuby milik Ayu yang putih dan makin cantik aja. Ternyata sekarang Ayu nggak se-

chuby dan sependek dulu. Sekarang dia tinggi tapi tidak setinggi aku mungkin sekitar 170

cm, dan mukanya nggak terlalu chuby kaya dulu yang hampir mendekati gendut. Dia

tersenyum kepadaku dan aku pun membalasnya dengan senyuman terbaik yang ingin aku

berikkan kepada Marisha. Tidak tau kenapa kalau sama Ayu aku bisa tersenyum dengan

menawan sedangkan kepada Marisha aku sampai harus gemeteran dulu.

Mamah meninggalkan kami berdua yang masih saling pandang dan saling

melemparkan senyuman, yah itung-itung latihan buat persiapan berhadapan dengan

Marisha. Aku memberanikan diri untuk menyapanya “hai…gimana nih kabarnya?...udah

lama yah kita ngga ketemu?”. Hebat sekarang aku bisa lancar bicara sama wanita, berarti

aku harus mencobanya dengan Marisha. Dia tersenyum dan “baik…kabarku baik…! iya

Page 15: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

15 [email protected]

kamu kemana aja udah lama ngga main kesini…terakhir kalikan pas kelas satu

smp…bener ngga?”. “Bener juga kita udah 4 tahun ngga main bareng lagi…! sekarang

sekolah dimana?”.

“aku sekarang sekolah di sma al-masoem…kamu sendiri?”.

“aku sekolah di smanja”.

Saat kami sedang asik ngobrol ada beberapa tamu yang baru datang dan terpaksa

Ayu harus menyapanya dahulu. Seorang tamu pria memanggil Ayu dengan sebuah nama

yang asing bagi aku “hai…Flower selamat ultah yah”. Setelah Ayu persilahkan masuk

para tamu itu, aku penasaran dengan apa yang aku dengar barusan dan aku mencoba

menanyakan padanya. “Oh iya Yu, aku lupa ngucapin selamat...selamat ultah yang ke 17

yah…moga panjang umur”. Ayu tersenyum dan bilang terima kasih dengan sendu, “Yu

kenapa temen-temen kamu manggil Flower?...bukannya nama kamu Ayu?”. Tidak tau

kenapa Ayu hanya ketawa dan sepersekian detik berhenti dan menenangkan ketawanya.

“Kenapa Yu? Ko ketawa” tanyaku heran dengan tingkahnya, apa mungkin ucapan ku ada

yang lucu tapi tidak juga. “Kamu lupa sama ucapan kamu empat tahun silam?” jawabnya

sambil meninggalkan dengan penuh kebingungan.

Aku masih bingung dengan apa yang Ayu bicarakan kepadaku tadi di depan. Aku

putar memory di otak, aku cari-cari ingatan empat tahun silam mungkin ada yang teringat

tapi percuma saja, aku tidak mendapatkan apa-apa. Sambil memegang gelas yang berisi

jus jeruk aku mendekati mamah yang sedang mengobrol dengan tante Ika. Aku mencium

tangan tante Ika “tante…gimana kabarnya?”. Tante Ika memperhatikan diriku dari bawah

sampai atas lalu “Willy sekarang udah banyak berubah…sekarang tambah tinggi terus

badannya sekarang besar”. Memang sih semenjak ikut olahraga beladiri tarung derajat

atau yang biasa orang bilang Boxer aku makin berisi dan berotot saja. Aku hanya

tersenyum “tante juga tambah cantik…udah lama saya ngga nyobain kue buatan tante

lagi!!”. Mamah sama tante Ika saling pandang dan “kalau sekarang bukan tante lagi yang

membuatkan Willy kue tapi nanti dibuatkan sama Flower!” kata tante Ika sambil

tersenyum.

Tante Ika juga manggil Ayu dengan Flower, apa Ayu udah ganti nama?. Makin

heran saja, setelah empat tahun tak berkunjung mungkin sudah 4 kali Ayu mengganti

namanya…mungkin!. Tante Ika permisi kepada mamah dan pergi menemui tamu yang

Page 16: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

16 [email protected]

lain. Tepat banget untuk menanyakan hal yang membingungkan ini kepada mamah,

mungkin mamah bisa menjawabnya. “Mah…kapan Ayu ganti nama jadi Flower?...ko aku

ngga tau” tanyaku dengan penuh tanda tanya dalam benak. Mamah bukannya menjawab,

ini malah ketawa kegelian dan pergi meninggalkan aku untuk ngerumpi dengan ibu-ibu

yang lainnya. Akh…kenapa semuanya tidak ada yang mau memberikan jawaban atas

pertanyaan yang membuat aku bingung tujuh keliling.

# # # #

Kejadian tadi siang masih menyisakan tanda tanya yang cukup besar sampai-

sampai membuat aku lupa untuk mandi sore. Setelah beres mandi badan rasanya segar

banget dan kembali bersemangat untuk nongkrong bareng teman-teman. Tapi sebelum

ketemu sama teman-teman pukul delapan nanti aku ingin konsultasi dulu sama kak Arief.

Aku mengetuk pelan pintu yang banyak tertempel stiker-stiker beraneka ragam.

Terdengar sayup-sayup jawaban kak Arief dari dalam kosannya “masuk aja ngga di

kunci!”. Aku dorong pintu yang tidak bergagang, hingga terlihat sebuah kamar 3x2 m

yang berantakan dengan buku-buku tebal dimana-mana. “Masuk Ly…” kata kak Arief

sambil memberiku ruang untuk duduk dengan merapihkan buku-buku yang berserakan.

“Kak lagi ngapain?” tanyaku ketika melihat layar komputer yang berisikan baris-baris

huruf. “Lagi ngerjain tugas dari dosen…” jawabnya sambil masih mengetik di komputer.

“Kak boleh Tanya ngga?”

“Boleh…emang mau Tanya apa?”

“Gini kak apa cinta itu akan datang kepada kita dengan sendirinya?”

Kak Arief tidak menjawabnya hanya tersenyum sambil masih mengetik di komputernya.

Lalu “kamu tau kalau air itu mengalir dari atas ke bawah?’ pertanyaan yang enteng

bagiku. “Tau kang…air itu mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah” jawabku

mantap seperti guru fisika. Segera kak Arief meninggalkan komputernya dan mengajak

aku pergi ke belakang.

Di belakang kosan kak Arief terdapat sebuah pompa air yang usang dengan ember

penampungnya. Kak Arief menunjuk pompa itu “semua orang tau akan hal itu…tapi coba

lihat pompa itu yang bisa menyedot air yang dari bawah naik ke atas…”. Aku masih

bingung dengan maksud dari ucapan kak Arief dan hanya tertegun seperti orang awam.

Kak Arief segera bisa mengetahui kalau aku sedang kebingungan dengan penjelasan yang

Page 17: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

17 [email protected]

kak Arief bicarakan. “Kamu pasti tau dengan hal itu…tapi kamu ngga tau kan apa

hubungannya dengan pertanyaan kamu?”. Aku hanya bisa mengangguk dengan muka

masih kebingungan seribu tanda tanya. Tanpa mempedulikan diriku yang masih bingung

kak Arief melangkah masuk ke dalam kosannya.

Aku hanya tertegun sambil memperhatikan pompa air yang berkarat itu. Dari

dalam terdengar suara kak Arief “kalau cinta bisa datang sendiri kepada kita mungkin

tidak akan ada Romeo dan Juliet terus tidak akan ada Lailamajnun…”. Semakin bingung

saja aku dengan perkataan dari kak Arief “apa maksudnya kak?”. Kak Arief keluar

dengan membawa dua gelas teh hangat dan memberikan satu gelas kepada aku.

Terdengar tarikan nafas dari kak Arief saat meminum teh hangat yang manis.

“…cinta itu anugrah Tuhan dan hukum alam bagi makhluknya seperti air yang

juga anugrah Tuhan dan mengalir dari daerah tinggi ke daerah rendah adalah hukum alam

baginya…”. Aku mulai sedikit mengerti dan mulai menghilangkan wajah kebingungan

dari muka aku. “…hukum alam bagi cinta adalah setiap orang memilikinya dalam

hatinya…tapi…”. Suara kak Arief terhenti karena sedang meminum tehnya. “…tapi cinta

jarang mendekati kita begitu saja tanpa kita berusaha untuk mendapatkannya…”. Sedikit-

sedikit aku mulai mengerti, lalu kak Arief melanjutkannya “ berusaha mendapatkan cinta

itu lebih manis dan nikmat dari pada menunggu dan menanti kedatangannya yang tak tau

kapan datangnya...”. Aku hanya mengangguk-ngangguk, “...seperti air dari pompa itu

yang bisa tersedot ke atas…karena kita berusaha mendapatkan dengan menyedotnya

untuk kebutuhan kita minum dan mandi…”. “Coba kalau kita menunggu turunnya air

hujan dari langit yang sudah tercemar polusi udara…” kata kak Arief sambil

menengadahkan kepalanya ke langit malam yang berbintang. “…kita tidak tau kapan

turunnya air hujan itu dan…rasanya juga tidak sesegar air tanah yang terlindung dari

polusi udara…”. Setelah menarik nafas panjang kak Arief bicara dengan bijak “…carilah

cinta itu seperti seorang pengembara padang pasir yang kehausan yang terus berjalan

kesana kemari untuk mencari air yang akan menghilangkan dahaganya…”.

# # # #

Ringtone handpphone berdering nyaring, terlihat sebuah sms masuk.

From : +6585612344433

Hai…d4h tdr lum?...gmn d4h ingt lum?...hi 3x

Page 18: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

18 [email protected]

To : +6585612344433

Sp ni?...ingt p4?...

Beberapa menit aku tunggu balasan dari pengirim misterius itu yang kayanya mengenal

aku. Tapi balasan yang aku tunggu tak kunjung datang, bahkan sms yang aku tunggu dari

Darto dan Fahmi juga nggak datang-datang. Katanya mau nongkrong bareng!, aku sms

aja ah Darto mungkin aja dia lupa atau ketiduran.

To : Darto

Jd ga kt nngkrng?

From : Darto

Sry ak ga bs…lg da Nani k rmh…mf yah…h3 100x…!

Huh…kalau urusannya udah perempuan pasti lupa sama temen dasar Darto. Kembali

handphoneku berbunyi, ternyata ada sms dari Fahmi.

From : Fahmi

Mf friend aku ga bs nngkrng coz lg skt…uhuk 3x…

Padahal aku sudah siap-siap nggak taunya mereka berdua pada nggak bisa, udahlah

sendiri aja nongkrongnya.

# # # #

Hari yang aneh dengan seribu orang aneh, hingga membuat aku penuh dengan

tanda tanya yang besar-besar. Mulai dari mamah, Ayu, tante Ika, kak Arief, Darto, Fahmi

dan pengirim sms misterius semuanya membuat aku mumet.

Pikiranku ko jadi kusut kaya gini, maunya refresing eh ini malah dapat pikiran

yang memusingkan. Waktu pemutaran film masih lama, jadi boring sendiri dengan

pikiran yang kacau dan tak penting. Buat apa mikirin nama panggilan Ayu, mau di

panggil Flower atau di panggil Johan juga ngga ada kaitannya ko sama aku. Mamah lagi,

Page 19: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

19 [email protected]

biasanya ngebantu aku eh ini malah bertingkah aneh dengan anaknya sendiri. Ditambah

lagi ada orang so misterius yang ngirim sms tanpa nama dan penjelasan terus nggak ada

balasan ulang lagi.

Sambil bertengkar dengan pikiran sendiri aku mengutak-atik handphone yang

sebenarnya tidak ada sms atau telepon masuk. Pandangan aku terpaku ke lantai bawah

yang banyak orang berlalu-lalang. Aku sendiri jadi ingin jalan-jalan buat menghilangkan

suntuk. Celingak-celinguk kanan kiri terlihat banyak pasangan muda-mudi yang sedang

berpacaran. Membuat aku iri aja, sepertinya mereka itu mengejek dengan memamerkan

pacar-pacar mereka ke aku. Akh…aku ini terlalu buruk sangka, kalau pikiran lagi pusing

kaya gini pasti emosi mudah meledak. Tenang-tenang…ayo kita jalan-jalan mungkin

nanti bisa hilang pusingnya.

Aku langkahkan kaki dengan santai kemana saja yang ingin dilewati yang penting

jalan aja!. Saat akan naik ke tangga yang menuju bioskop aku menengadahkan kepala ke

atas. Terlihat banyak orang yang berdiri di pagar pembatas tangga sambil mengobrol atau

menunggu pemutaran film. Di antara orang-orang itu aku melihat seorang perempuan

yang sangat aku kagumi dan aku cintai. Marisha, kenapa dia sendirian? Kenapa tidak

bersama pacarnya? Biasanya lengket banget sama pacarnya sekarang ko sendirian.

Terlihat dari raut wajah Marisha yang menggambarkan ke sedihan yang mendalam. Aku

merasakan kalau ini adalah waktu yang tepat untuk mendekatinya dan menyapanya.

Setiap anak tangga yang aku lewati terasa berat dan penuh rintangan, terasa

nafasku turun naik. Tubuhku boleh ketakutan dan gugup, tapi tidak boleh terjadi pada

tekadku yang telah membara. Saat aku berada di belakangnya, aku menarik nafas yang

membuang segala beban. Sekarang aku telah berdiri di sampingnya dan bertumpu pada

pembatas tangga dengan tangan. Aku lihat dia masih tertunduk lesu dengan kesedihan

mendalam, aku tau ini waktunya mengeluarkan kata-kata bijak yang mungkin bisa

menghiburnya. Tapi aku takut so tau, nanti aku malah di marahin sama dia lagi.

Akh…pokonya harus ku coba.

Aku menarik nafas lalu ”…beberapa orang yakin dengan apa yang mereka

pikirkan seperti halnya orang lain yakin akan apa yang mereka ketahui…”. Terlihat

Marisha terkejut dengan suaraku yang lurus, dia menengok ke arahku dengan tatapan

heran. Aku meneruskan kata-kata “…mereka yang bahagia adalah orang yang dari

Page 20: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

20 [email protected]

pengalaman hidupnya belajar menanggung kesusahan tanpa ditunggangi kesusahan

itu…”. Tatapan aku masih lurus memandang tembok-tembok beton di depan, sedangkan

Marisha mulai merasakan bahwa kata-kata itu di tunjukkan kepadanya. Tidak beberapa

lama Marisha bicara “eh…apa yang kamu omongin barusan, aku ngga ngerti?...”. Aku

sekarang menatap wajahnya yang ke heranan dengan kata-kata yang sulit dia pahami.

Saat aku tatap wajahnya terlihat garis-garis kecantikan yang terukir di wajahnya

membuat hatiku makin mengaguminya. Tapi garis-garis kecantikan itu terhalangi oleh

raut kesedihan yang mendalam. Aku hanya tersenyum kepadanya dengan wajah

menunjukkan keheranan, “…ada apa…?” kataku pura-pura bodoh. Marisha terlihat kesal

dengan tingkahku, tapi langsung aku bicara “…setiap orang yang melihatmu pasti akan

tau apa yang terjadi dengan hatimu…”. Terlihat Marisha mengernyutkan dahinya seperti

sedang berpikir kenapa orang ini?. Aku berikan dia sebuah senyuman yang selama ini

aku latih, dan terlihat dia mulai sedikit tenang.

“…dengarkanlah kata hatimu…kata hatimu adalah kebenaran bagimu…jangan

sesali keputusan yang telah berlalu…tataplah keputusan itu dari sudut pandang

kebaikan…”. Kata-kata ku terlihat sangat ampuh untuk membuatnya terus terfokus dan

berpikir bagai mana orang ini tau tentang keadaan hatiku. Marisha mencoba bicara tapi

dia malah menangis, terlihat air matanya mengalir membasahi pipinya. “… a .. a .. aku

udah mencobanya …ta .. tapi … aku … tidak . .bisa … melupakannya…” suara Marisha

terdengar terbata-bata sambil menahan tangis. Aku ambil sepotong sapu tangan dari saku

celana, aku berikan kepadanya. Aku merasa bersalah karena sudah membuat Marisha

menangis awalnya mau ngehibur dia eh ini malah menangis.

Orang di sekitar kami semuanya memandang kearah Marisha yang sedang

menangis. “…Marisha maaf yah jika ada ucapan aku yang salah?…maaf aku so tau

tentang masalah kamu…aku hanya menebak-nebak ko…!” kataku menenangkan dirinya.

Marisha terlihat mulai dapat menguasai emosinya, dan dia menghapus air mata dengan

sapu tangan yang aku berikan. “…ngga apa-apa…aku memang lagi butuh temen curhat

ko…!” katanya dengan senyuman yang selama ini aku sukai. Aku ajak dia untuk duduk

di sebuah kursi yang berada di dekat kami untuk bisa ngobrol dengan santai.

“Memang apa yang terjadi hari ini sama kamu?…kalau aku banyak hal yang

terjadi…mulai dari di bangunin pagi-pagi secara paksa sama mamah terus di pusingin

Page 21: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

21 [email protected]

sama nama panggilan orang yang ganti-ganti dari Ayu, Flower sampai ganti jadi

Johan…!”. Tanpa di suruh ngomong sama Marisha aku nyerocos aja ngomong dan

ngomongnya juga asal aja yang penting dia senang. Setelah mendengar penuturan aku

yang kaya tukang obat, Marisha terlihat menahan tawa dengan wajah keheranan.

“Oh…iya…kenalin Willy…sang pemilik surga firdaus…alias Willy Firdaus…kalau

kamu mau jalan-jalan ke surga firdaus tinggal minta izin aja sama aku…” kataku sambil

menyodorkan tangan untuk di jabatnya. Mendengar penuturan aku yang kaya penjual

kucing dalam karung dia semakin memerah pipinya karena menahan tawa. “Aduh pegel

nih…kapan mau di jabatnya tangan aku…?” kataku karena tidak di anggap. “Ups

sorry…kirain mau minta sedekah…” katanya sambil ketawa dengan manis. Sekarang

terlihat jelas pancaran kecantikan dari wajahnya yang manis, tidak seperti tadi yang

tertutupi kesedihan yang entah kesedihan apa.

Dari dalam bioskop terdengar suara kalau pemutaran film yang aku mau tonton

akan segera di mulai. Tapi jarang-jarang aku bisa ngobrol dengan Marisha sedekat ini,

jadi aku pilih nemenin Marisha curhat aja. “Bukannya kamu mau nonton film itu?”

katanya sambil menunjuk ke arah pintu studio 3. Aku hanya menggeleng “kata temen-

temen sih filmnya ngga bagus”. “Kata sapa?…filmnya bagus ko…aku malah udah

nonton dua kali sama…” suara Marisha berhenti tiba-tiba dan kepalanya tertunduk. Aku

melihat wajahnya di penuhi oleh kesedihan kembali. “Bagus yah?…tapi katanya Fahri

dalam film ini berbeda jauh sama yang di novel…kalau di film katanya dia ngga

penyabar dan ikhlas dalam menjalani masa-masa sulit…”. Kepala Marisha terangkat dan

menatap aku keheranan, “berarti kamu udah nonton dong…ko tau sih isi cerita film ayat-

ayat cintanya?”. Aku mengangguk dengan mengangkat dua jari. “Kamu sudah nonton

film ini dua kali, sama dong kaya aku…” kata Marisha so tau. “Bukan dua kali…tapi

udah dua puluh kali nonton film yang ngga nyambung sama novelnya ini” kataku diiringi

senyuman. Marisha terlihat makin heran dengan penuturan aku yang memang tidak

masuk akal masa ada orang nonton satu film sampai dua puluh kali.

“Kamu kesini ngga sama cowo kamu?...biasanya ngga pernah jauh dari cowo

kamu” kataku sambil celingak-celinguk nyari orang. Marisha tidak menjawab pertanyaan

aku, tapi dia malah tertunduk kembali dengan lesu. Sebelum dia menangis kembali aku

harus menghiburnya, tapi kadang kala ucapanku malah buat dia menangis seperti tadi.

Page 22: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

22 [email protected]

“Oh…cowonya lagi ngga bisa nemenin kamu jalan yah?” aku mencoba menebak.

Marisha terlihat sedikit tenang dan mulai tegar kembali, jarang sekali aku melihat dia

bersedih. Biasanya dia paling tegar diantara teman-temannya, malah paling sewot kalau

ada orang yang ganggu temennya. Tapi hari ini aku menyaksikan singa betina itu

tertunduk sedih seperti menangisi sesuatu yang berharga.

“Ly kamu mau denger cerita aku ngga?” kata-kata Marisha seperti memberi

beban yang sangat berat bagiku karena suara yang keluar dari mulutnya sungguh sangat

sendu. “Aku selalu hadir untuk mendengar keluh kesah kamu di sini!” kataku sambil

menunjuk meja tempat kami ngobrol. Marisha tersenyum menahan tangis kesedihan yang

dalam. “…Kamu tau kan cowo aku yang bernama Bondan?” aku cuman bisa

mengangguk lemah tanda kecemburuan membara. “…Aku sama Bondan udah pacaran

sejak kelas sepuluh…selama dua tahun kami pacaran tidak ada hal yang membuat aku

berpikiran untuk putus darinya…malah cinta aku ke dia semakin mantap dan terikat…”.

Aku mendengarkan perkataan Marisha dengan wajah serius sambil menatapnya dalam-

dalam. “…Tapi aku ngga sangka dia malah manfaatin aku selama dua tahun ini…”

matanya berbinar-binar akan menangis. Segera aku menggeser tempat duduk

mendekatinya “…jika kamu mau nangis aku bisa ko minjemin bahu aku buat kamu

jadikan sandaran…” kataku sambil mendekatinya. Dia menangis dengan sendu di

bahuku, air matanya melinang menggenangi jaket yang aku pakai. Ketika Marisha

menangis di bahu, aku jadi teringat dengan kenangan empat tahun yang lalu. Tapi aku

tidak tau siapa perempuan yang menangis di bahu aku empat tahun lalu.

Marisha tidak meneruskan ceritanya tapi aku membuat kesimpulan kalau dia

sudah putus sama pacarnya karena sebab yang sangat melukai hatinya. Aku sangat marah

sekali ketika Marisha mengatakan bahwa dia di manfaatin sama Bondan. Ingin rasanya

untuk menghajar Bondan karena udah nyakitin orang yang begitu aku sayangi. Disini aku

mendambakan Marisha tapi oleh orang lain dia malah di sia-siakan. Aku tidak terima

dewi malamku di sia-siakan seperti itu, sang dewi yang selalu aku jaga cahaya cintanya

di hati.

“Kegembiraan adalah keberuntungan terbaik dan langkah yang paling serius

menuju kedewasaan…itu yang di katakana Irwin Edman pada aku lewat bukunya”.

Terlihat tangisan Marisha mulai mereda, dia bangkit dari bahuku yang sudah basah oleh

Page 23: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

23 [email protected]

air matanya. “Kamu ngga sepantasnya manangisi seseorang yang telah menyakiti hati

kamu…bergemberilah seperti pengembara padang pasir yang mendapatkan air”. Marisha

memandangku heran karena mungkin dia ingat bahwa itu adalah ucapan yang selama ini

selalu dia bilang ke orang lain yang sedang bersedih. “Kamu pasti ingat kata-kata

itu…kata-kata yang selalu kamu ucapkan kepada orang lain ketika mereka bersedih!”.

Dia menunduk malu mungkin karena dia tidak bisa melakukannya untuk dirinya tapi bisa

melakukannya untuk orang lain. “Kamu juga pernah bilang… tersenyumlah…

tersenyumlah… tersenyumlah… indahnya dunia dengan senyuman…! ”. Ucapanku

mungkin akan mengingatkannya pada ucapan yang dia pernah berikan untuk memotivasi

orang lain yang sedang bersedih.

Terlihat jelas sekarang di wajah Marisha tidak berbekas satu kesedihan seperti

barusan di penuhi kesedihan mendalam. Dia meminta aku mengantarnya pulang karena

dia masih lemah dan masih kusut pikirannya. Aku juga nggak tega kalau Marisha harus

pulang sendirian dalam keadaan seperti ini. Mungkin sekarang Marisha telah menemukan

syair yang dulu selalu dia lantunkan ketika akan bersedih. Syair yang membuatku terpikat

padanya akan ketegaran dan senyuman yang selalu terukir di wajahnya yang manis.

Page 24: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

24 [email protected]

Indahnya Dunia Dengan Senyuman

Tersenyumlah

Tersenyumlah

Tersenyumlah

Indahnya dunia jika dihiasi senyuman

Setangguh apapun kesedihan mu

Lawanlah dengan kesatria senyuman

Seperkasa apapun kegalauan mu

Perangilah dengan perajurit kegembiraan

Tubuhmu boleh terluka

Tapi tidak hatimu

Hatimu adalah ketegaran

Tubuhmu adalah penopangnya

Senyuman kegembiraanmu

Akan selalu terkenang oleh hatimu

Senyuman tulusmu

Akan selalu dikenang orang lain

Page 25: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

25 [email protected]

PUJANGGA TELADAN

Pagi ini aku bangun dengan kecerian dan semangat cinta yang hebat sekali.

Jarang-jarang aku bangun dengan semangat yang hebat, saking hebatnya aku sampai

nyanyi dikamar mandi. Semua penghuni rumah terheran-heran dengan tingkahku yang

berbeda dari hari-hari biasanya. “Willy kenapa? Seperti orang yang dapat bonus…”

ternyata papah juga heran dengan kegembiraanku. “Bukan dapat undian pah!...tapi Willy

mendapat cintanya” wah mamah hebat bisa tau perasaan aku yang sedang berbunga-

bunga. Aku hanya tersenyum dan melanjutkan karaokean sambil berjalan ke kamar.

Saat sarapan mamah dan papah hanya tersenyum-senyum melihatku. Aku jadi

gugup dengan tingkah mereka yang menurutku tidak biasanya. Biasanya juga saat

sarapan papah dan mamah hanya membicarakan masalah uang belanja atau acara liburan.

Tapi sekarang mereka saling berbisik-bisik satu sama lain dan terus tersenyum-senyum

kegelian. “Ada apa sih ko pake senyum-senyum segala sarapannya…Willy jadi ngga

enak nih makannya!”. Mereka bukannya berhenti ini makin ketawa kegelian melihat

wajahku yang cemberut. “Mamah senyum-senyum karena mamah senang Willy gembira

di pagi yang cerah ini!”. Papah yang lagi baca Koran hanya ketawa melihat penuturan

mamah yang sepertinya sedang menggoda aku.

Hari ini papah tidak berangkat kerja, katanya ada cuti dari perusahaan terus mau

pergi ke Bandung bareng mamah. Sialnya aku nggak di ajak malah disuruh ke rumah

tante Ika untuk mengambil pesanan mamah yang ada di tante Ika. “Willy pulang sekolah

nanti ke rumah tante Ika dulu yah…tolong ambilkan barang pesanan mamah…terus

jangan lupa ucapin terima kasih!”. Mamah tersenyum terus berbisik , “sekalian kesana

ajak jalan-jalan dulu Flower yah…atau main ke mana ajalah…mamah izinkan ko…!”.

Aku hanya cemberut keheranan dengan bisikan mamah yang sepertinya mau

menjodohkan aku dengan Ayu atau Flower atau siapa ajalah, yang aku nggak tau nama

panggilannya.

# # # #

Setelah memarkirkan motor kesayangan, aku celingak-celinguk mencari sesuatu

ditempat parkir. “Cari apa sih?” aku terkaget-kaget dikejutkan Darto yang berada di

belakang. “Yah cari siapa lagi…aku nyari jin botak…yang kepalanya kaya kamu…”

Page 26: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

26 [email protected]

kataku sambil tertawa. “Oh…kirain nyari sang dewi malam…kamu sudah tau belum

sebuah gossip terhangat tentang dia?” sebuah pertanyaan yang membuat aku

bersemangat. “Gosip apaan?” kataku dengan nada ingin tau. Darto duduk santai dimotor

yang berada disebelah motor aku. “Marisha sudah putus dengan Bondan…dari hari

jumat…lebih hebatnya lagi…Marisha yang memutuskannya…!” Darto berbisik ketika

mengatakan kalimat terakhir. “Terus…parahnya lagi ada kaitannya sama kamu…!” Darto

menatapku tajam. Sedangkan aku kebingungan dengan kalimat terakhir yang Darto

ucapkan bahwa hal ini ada sangkut pautnya dengan aku. “Kamu lagi diincar sama

Bondan…buat di hajar…karena…udah mesra-mesraan dengan Marisha tadi malam di

Jatos…!”. Aku hanya memasang wajah tenang sedangkan Darto sepertinya ketakutan.

“Tenang aja bos…kita lihat aja nanti! ” tantangku.

Dari cerita Darto bahwa ada yang melaporkan kepada Bondan ketika aku sedang

berduaan dengan Marisha di Jatos tadi malam. Bondan menyangka kalau aku ada di balik

kehancuran hubungannya. Aku nggak takut kalau cuman diancam mau dihajar, tapi Darto

sepertinya takut kalau akan terjadi hal yang buruk kepadaku. Percuma dong aku punya

beladiri jika diancam saja sudah ketakutan. Kita lihat saja mau Bondan seperti gimana,

kalau mau berkelahi aku layani tapi kalau mau damai aku sepakati.

Seorang pria berbadan tegap berdiri dipintu masuk kelasku yang berada di sebelah

lab komputer. Siswa itu tidak sendirian tapi di sampingnya ada satu orang lagi yang

bertubuh lebih kecil darinya. Sepertinya mereka memandang ke padaku dan Darto yang

sedang berjalan mendekati mereka. Ketika semakin dekat terlihat jelas sekarang siapa

yang sedang menungguku di pintu kelas itu. Ternyata Reza dan Fahmi sedang menunggu

kedatanganku karena mereka juga sudah tau kalau aku sedang diincar oleh Bondan.

“Ly katanya kamu diancam oleh geng Bondan?” terlihat pancaran keseriusan dari

mata Reza. Aku hanya mengangkat bahu dan tanganku tanda tidak tau apa-apa. “Kalau

dia macam-macam sama kamu…kita bakal Bantu…aku juga sudah gatal…sudah lama

tidak ngehajar anak orang!”. Reza adalah temanku yang paling suka berkelahi, dia juga

sama seperti aku yang ikut beladiri tarung derajat. “Kita lihat saja nanti…tapi keputusan

menyerang ada pada aku oke!” kataku dengan nada memaksa. Soalnya aku takut Reza

main hajar saja, habis dia sering tidak terkendali kalau sudah marah.

Page 27: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

27 [email protected]

Ancaman yang disebarkan Bondan sepertinya hanya sebuah gosip jalanan.

Buktinya sampai istirahat kedua aku belum mendapatkan bukti dari ancaman geng

Bondan. Mungkin teman-teman aku saja yang terlalu khawatir. Saat ingin pergi ke kantin

dan berjalan melewati lorong yang menghubungkan kelasku dengan kantin yang berada

di belakang sekolah. Ketika melewati ruangan seni yang sepi terlihat ada segerombolan

siswa yang mendekatiku dari arah kantin. Jumlah siswa itu sekitar tujuh orang dengan

postur tubuh yang bermacam-macam. Terlihat Bondan berjalan paling depan, sepertinya

dia yang memimpin gerombolan tersebut. Aku hanya melangkah dengan tenang dan

santai tanpa menunjukkan ketakutan sedikitpun.

Ketika aku dan gerombolan itu berhadapan, Bondan menghentikan langkahku

dengan isyarat tangannya. Aku hanya menuruti perintahnya dengan penuh siaga, takutnya

aku dikeroyok secara tiba-tiba. “Kamu yang bernama Willy?” tanya dia dengan nada

tinggi dan mata melotot. Aku hanya memperhatikan mereka semua sambil memasang

mata waspada. “Jawab goblok!” seseorang diantara gerombolan itu membentakku dengan

keras. Aku hanya tersenyum, hal itu membuat mereka semakin kesal. “Udah Bon…kita

hajar aja nih orang…tengil banget gayanya!” seorang bertubuh besar memanasi Bondan.

Tanpa ada komando dari wasit sebuah bogem mentah melayang menuju wajahku.

Tapi dengan sigap aku gibas bogem itu, dari samping kiri melayang sebuah tendangan.

Tanpa menunggu tendangan itu menyentuh perutku, aku sergap tendangan itu. Aku putar

kakinya hingga orang itu terjatuh dengan muka tersungkur. “Hajar…!” sebuah komando

dari Bondan mengerakkan gerombolan itu yang sudah tidak sabar ingin mencincangku.

Empat siswa pengecut mengelilingiku seperti memburu mangsanya. Sedangkan aku

berdiri tegak dengan penuh siaga di tempat siap menghajar setiap orang yang berniat

menyerang. Wugg…sebuah pukulan mengarah perutku tapi dengan cepat aku gibas

bawah dan aku hajar penyerang itu dengan tendangan lurus yang menghantam dagunya

hingga mengalir darah segar dari mulutnya. Dari arah utara sebuah serangan hampir

menghantamku, tapi tendangan menyamping aku mendarat terlebih dahulu di

tenggorokkannya hingga membuat dia terpental kebelakang. Aku menggunakan

tendangan kait belakang dengan loncatan untuk menghajar Bondan yang berada di

belakang. Jplak…tendanganku tepat mengenai rahang bagian bawah Bondan, hingga

giginya copot. Melihat komandan mereka bercucuran darah, gerombolan itu lari tunggang

Page 28: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

28 [email protected]

langgang meninggalkan arena pertarungan. Begitu akibatnya jika coba-coba mau

mengeroyok penyandang kurata lima tarung derajat. Biar mereka kapok dan akan berpikir

ulang jika mau menyerang aku lagi.

Perkelahian tadi mebuat aku makin haus dan ingin merasakan es buah yang begitu

segar. Aku langsung memesan seporsi es buah kepada bu Fatimah. Suasana kantin hari

ini cukup sepi dari siswa-siswi yang nongkrong, mungkin karena ini tanggal tua jadi

banyak yang tidak punya uang. Tidak lama berselang semangkuk es buah mendatangiku

dengan kesegaran yang membuat ngiler. Aku lahap es buah itu dengan cepat, tidak

beberapa lama es buah itu telah habis sampai kekuahnya. Rasa haus yang tadi aku

rasakan telah pergi meninggalkan tenggorokkan diganti dengan kesegaran yang

menyegarkan dari es buah.

Tiba-tiba sebuah tepukan dari belakang mengagetkan aku yang sedang

beristirahat. Jangan-jangan geng Bondan, aku raih tangan yang menepuk itu dan aku

pegang. Saat aku menengok ke belakang ternyata wajah Marisha yang ada bukan wajah

Bondan yang ompong giginya. “Maaf udah ngagetin kamu…!” kata Marisha dengan

lembut. Sementara itu tanganku masih memegang tangannya, dengan cepat kulepaskan

pegangan tanganku dari tangannya. Aku langsung terlihat bodoh dan serba salah karena

memegang tangan Marisha yang lembut.

Aku persilahkan dia duduk sambil menggeser posisiku untuk memberinya ruang.

Terlihat dia duduk dengan anggun dan tatapannya menerawang ke depan seakan akan

berkata sesuatu. “Kamu tadi ngga kenapa-napa?...” pandangan Marisha sekarang tertuju

padaku. Senyuman terukir di bibirku tanda sangat bahagia sekali dapat di perhatikan oleh

wanita yang selama ini aku cintai. “Keadaanku baik-baik saja…emang ada apa?” sebuah

tatapan nanar dari Marisha membuat hatiku merasa bersedih. “Tak selayaknya

kamu…menghawatirkan aku…karena aku bukan siapa-siapa kamu!” kata-kataku begitu

mantap dengan ekspresi cuek. “Tapi kamu dapat masalah ini gara-gara aku…coba jika

aku ngga meminta kamu untuk mendengarkan curhatan aku…kalau aku ngga nangis di

bahu kamu…mungkin perkelahian tadi ngga terjadi sama kamu!”. Sepertinya Marisha

sudah mengetahui akan ancaman dari geng Bondan dan perkelahian dilorong ruangan

seni. “Tapi aku ngga kenapa-napa ko!...aku juga melakukan hal itu atas keinginanku

sendiri, jadi kamu jangan merasa bersalah” kataku dengan nada seorang kesatria.

Page 29: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

29 [email protected]

“Tapi…tapi aku merasa bersalah…mintalah sesuatu sama aku…agar perasaan bersalah

aku hilang…pasti…pasti aku kabulkan permintaan kamu!” suara Marisha terdengar

bergetar bercampur penyesalan yang begitu besar. Aku bangkit dari tempat duduk dan

“apakah jika aku meminta hatimu…kamu akan memberikannya untuk mengganti hatiku

yang telah kamu curi?!”. Terlihat kebingungan diwajah Marisha yang tidak mengerti

dengan maksudku. Aku sendiri pergi meninggalkannya yang terduduk kebingungan di

kantin.

Setiap untaian kata yang aku rangkai adalah untukmu

Setiap darahku yang menetes adalah untuk membelamu

Hatiku adalah hatimu

Jiwamu adalah cintaku

# # # #

Pulang sekolah Reza menggerutu karena tidak bisa ikut membantu menghajar

geng Bondan. Beda lagi dengan Darto yang bersyukur karena aku tidak terluka, dia

memang teman terbaikku. Ada lagi Fahmi yang bilang aku hebat bisa ngalahin tujuh

orang sampai mereka semua terluka. Saat kami berempat akan ke parkiran motor, di

depan kami berdiri Bondan dengan wajah tertunduk lesu dengan lebam-lebam di

wajahnya. Melihat Bondan ada di depan, Reza dengan emosinya mencoba mau

menghajar tapi aku melarang.

“Mau apa kamu?...belum puas aku buat bonyok…” ucapanku sedikit emosi dan

amarah tapi masih terkendali. “Aku kesini mau minta maaf sama kamu…!maafkan aku

yah?” katanya sambil meraih tanganku dan menciumnya. Segera aku tarik tangan yang di

pegangnya, “aku udah maafin kamu…tapi jangan so jadi jagoan lagi…awas!!”.

Ancamanku di sambut anggukkan dari Bondan. Dia langsung berlari setelah aku

maafkan, sementara Reza menggerutu karena aku tidak mengizinkan dia untuk

menghajar Bondan. Fahmi malah bicara nyeleneh “kenapa ngga di telanjangin aja biar

dia kapok coy…!”. Darto memuji jiwa kesatriaku yang bisa memaafkan Bondan. Aku

sendiri merasa menjadi pengecut karena tidak bisa mengatakan aku menyukaimu

Marisha!.

Page 30: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

30 [email protected]

Saat di parkiran motor aku jadi teringat dengan pesan mamah yang menyuruhku

kerumah tante Ika. Hari ini Darto bawa motor, coba kalau ngga bawa motor bisa aku ajak

dia ke rumah tante Ika. Suara motor kami berempat meraung-raung keras diparkiran

motor untuk merayakan kehebatan geng kami yang tangguh. Ternyata di belakang kami

ada pakepsek yang merasa terganggu dengan suara kenalpot motor kami yang bising.

“Apa kalian ngga punya telinga?...siang-siang buat keributan…Reza besok ganti knalpot

motor kamu…bising…!”. Mendengar pakepsek ngomel kami berempat tertunduk kalah.

Reza kena getahnya karena kenalpot motornya memang paling ribut. Sehebat-hebatnya

sebuah geng di sekolah kami, tetap saja raja gengnya adalah pakepsek yang berkumis

tebal seperti pa Raden.

# # # #

Satpam di rumah tante Ika memepersilahkan dan menyuruhku masuk, katanya sih

sudah ditunggu. Aku tidak tau apa yang dimaksud dengan sudah ditunggu. Apakah sudah

ditunggu oleh barang titipan mamah? Atau ditunggu tante Ika didalam?. Akh…satpam itu

nggak jelas ngomongnya seperti Fahmi saja yang suka nyeleneh dan ngga jelas.

Aku pencet bel yang berada dipinggir pintu besar bercat putih. Sambil menunggu

aku arahkan pandanganku keayunan yang berada disamping rumah. Aku dekati ayunan

tersebut, aku mencoba mengenang masa kecilku yang sering bermain di ayunan ini. Aku

sentuh ayunan tersebut, rasanya sudah lima tahun aku tidak bermain ayunan ini bersama

Ayu kecil yang manja dan chubby. Kami tertawa bersama dan bercanda di bawah pohon

ini bersama-sama. Tapi entah kenapa ingatanku tentang masa kecil terhenti di empat

tahun terakhir. Sepertinya ada ingatan yang aku coba buang karena tidak mau

mengingatnya lagi. Aku jadi ingin mencoba ayunan ini lagi, rasanya gimana yah

sekarang?. Saat aku dudukkan pantatku diayunan terdengar bunyi berderit, tapi aku tidak

menghiraukannya. Aku coba mengayunkannya dan saat mulai bergerak. Cpret…tali

penahan ayunan itu putus hingga membuat aku jatuh terduduk ditanah.

Aduh! rasanya sakit sekali karena pantatku menghantam batu yang berada di

tanah. Terdengar suara gelak tawa dari sampingku, ternyata disana sudah berdiri Ayu

sedang tertawa lepas. Mungkin dia melihat aku saat terjatuh dan menggosok-gosok

pantatku yang sakit karena menduduki batu. Entah kenapa ketika melihat Ayu tertawa

aku jadi merasakan desiran aneh dihatiku. Desiran yang mengisaratkan cinta telah

Page 31: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

31 [email protected]

mengetuk hatiku. Aku buang jauh-jauh pikiran aneh itu, karena aku telah menganggap

Ayu sebagai saudaraku sendiri.

Aku hanya nyengir kesakitan kepada Ayu dan mencoba bangun sambil di bantu

Ayu yang masih tertawa tapi tidak selepas tadi. “Maaf aku telah merusakkan ayunan

mu?” kataku sambil masih menahan sakit di pantatku. “Itu bukan ayunan aku tapi itu

ayunan kita berdua…ingat ngga?” aku mencoba mengingat kenangan saat aku dan Ayu

membuat ayunan itu enam tahun silam. “Iya yah…ayunan itu sudah cukup tua

juga…kurang lebih sudah enam tahun…pantes saat aku mencoba bunyinya

berderit…he…he!”. Terlihat Ayu kembali ketawa karena kebodohan aku yang mencoba

menaiki ayunan yang sudah tua dengan tubuh yang besar. Aku juga jadi ikut tertawa

bersama Ayu yang pipinya sudah memerah.

Jalanku masih di papah oleh Ayu karena rasanya begitu ngilu sekali pantatku ini.

Tante Ika yang melihat aku di papah oleh Ayu merasa heran, “kenapa Willy…?”. Aku

hanya tersenyum sambil menahan sakit, lalu Ayu mendudukkan aku di sofa. “Willy jatuh

mah dari ayunan…” terlihat tante Ika ketawa kegelian mendengar cerita dari Ayu. Aku

sendiri menahan malu sambil kesakitan.

Ayu datang kembali kepadaku dengan membawa dua gelas air jeruk dan dua

potong kue tar kesukaanku. Ketika melihat kue tar itu rasa sakitku hilang dalam sekejap

apalagi yang membawanya wanita cantik seperti Ayu serasa di surga saja.

“Tante…kuenya enak banget…percis seperti terakhir kali saya kesini…masih enak dan

lezat!”. Aku jadi teringat masa kecilku yang selalu di buatkan kue tar oleh tante Ika yang

jago buat kuenya. “Kue itu bukan buatan tante…tapi buatan Flower…!” mendengar itu

aku sampai tersedak. Aku segera meraih air jerukku dan meminumnya dengan cepat.

Melihat aku tersedak seperti itu Ayu ikut menepuk-nepuk pundak aku. “Kenapa kuenya

ngga enak yah?” aku hanya menggeleng sambil masih terbatuk-batuk. “Aku hanya kaget

saja mendengar kamu yang membuat kue ini…”. Aku tidak menyangka saja kalau

sekarang Ayu jago membuat kue. Dulukan dia cuma bisa memakannya saja, tapi

sekarang udah bisa membuat apalagi seenak buatan mamahnya.

Aku jadi penasaran dengan nama panggilan Ayu, rasanya ingin aku tanyakan

sama dia. Tapi aku takut jawabannya sama seperti kemarin, “kamu udah lupa sama

ucapan kamu empat tahun silam?”. Ucapan yang mana sih…aku nggak ingat sama sekali.

Page 32: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

32 [email protected]

Tante Ika membawa sebuah bingkisan besar yang berisi jeruk mandarin, katanya sih di

pesan mamah buat arisan nanti. Aku pun menerimanya dan siap-siap untuk pulang tapi

aku jadi teringat dengan ucapan mamah yang menyuruhku mengajak Ayu jalan-jalan

dulu. Aku lihat Ayu sedang meperhatikan aku yang sedang mengenakan jaket, lalu aku

dekati dia. Dan aku bisikkan kata-kata yang mamah bilang ke aku tadi pagi “Ayu kita

jalan-jalan dulu yah?…aku udah dapat izin dari mamah ko!”. Ajakan yang super bodoh

dan memalukan, terlihat Ayu tersenyum sambil menahan tawa. “Bentar aku minta izin

dulu sama mamah!” terlihat Ayu menahan tawa sambil pergi ke atas. Aku tau kalau

ucapan Ayu tadi hanya menggoda aku, faktanya dia nggak pamitan dulu sama

mamahnya. Akh…you stupid Willy…kenapa juga harus bilang udah mamah izinkan

ko…kata-kata bodoh dari orang bodoh.

# # # #

Siang-siang gini enaknya aku mengajak Ayu ke Jatos untuk menonton film yang

tidak jadi aku tonton tadi malam. Ayu juga kelihatannya senang ketika aku mengajaknya

nonton ke Jatos. Ini pertama kalinya aku nonton berdua dengan wanita, biasanya juga

ditemani Darto, Fahmi sama Reza. Aku jadi serba salah dan terlihat nggak pede, padahal

aku ngga jelek-jelek banget untuk berjalan berdua dengan Ayu yang memang cantik luar

biasa. Aku memesan dua tiket untuk studio tiga yang akan memutar film ayat-ayat cinta

yang sudah aku tonton dua puluh kali. Ayu juga kelihatannya suka sama film ini atau

mungkin suka karena aku ajak nonton. Penjaga kasir yang biasa aku beli tiket di

tempatnya tersenyum-senyum sambil memberikan tiket. Mungkin dia merasa heran atau

malah merasa senang karena sekarang aku nonton bareng wanita. Akh peduli apa penjaga

kasir itu dengan siapa yang aku ajak nonton, mau wanita, pria atau monyet itu urusan

aku.

Pemutaran film masih tiga puluh menit lagi, aku ajak Ayu untuk belanja makanan

dilantai bawah. Makanan buat persiapan nanti nonton, kalau beli popcorn aku takut ke

selek soalnya seret sih. Ayu terlihat antusias sekali ketika berjalan bersama aku, aku juga

senang bisa jalan bareng perempuan berkulit putih yang cantik dan chubby. Tidak ada

yang membuka obrolan antara kami, kami berdua saling berdiam dengan pikiran masing-

masing. Aku jadi teringat pesan dari kak Ufie kalau perempuan itu suka di gandeng

tangannya. Aku ingin mencobanya tapi nanti marah nggak yah?, tapi ini patut dicoba

Page 33: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

33 [email protected]

walaupun resikonya sangat besar. Saat menuruni escalator kami berdiri sejajar, lalu

sedikit-sedikit aku selipkan tanganku ketangan Ayu dan memegangnya dengan lembut.

Ayu terlihat kaget dan menoleh ke arahku, tapi aku dengan santai memberinya sebuah

senyuman yang menawan. Ayu terlihat tersenyum dan memegang tanganku dengan erat.

Saat dilantai bawah aku melihat dua orang yang tidak asing lagi bagiku. Mereka

adalah Reza dan Fahmi, sedang berjalan-jalan sambil menggoda wanita. Aku jadi tidak

mau bertemu mereka, takutnya mereka mengolok-olok aku atau menyebarkan gosip yang

tidak jelas. Aku hentikan langkah secara tiba-tiba, terlihat Ayu heran dengan langkahku

yang berhenti tiba-tiba. “Kenapa? Kita udah deket tuh!” kata Ayu sambil menunjuk ke

supermarket. Aku hanya tersenyum dan meneruskan langkah dengan hati-hati, rasanya

ingin aku lepas pegangan tangan ini tapi Ayu memegang tanganku dengan erat. Aku coba

menyembunyikan wajahku tapi jaketku sudah tidak asing lagi bagi mereka dan akhirnya

ketahuan juga.

“Hai…Willy…!” terdengar Reza memanggilku. Tapi aku pura-pura tidak

mengenal mereka. Tapi Ayu mengetahui kalau nama aku yang di panggil “Willy itu ada

yang manggil kamu…!” katanya sambil menunjuk ke Reza yang sedang berjalan

mendekati kami. Terpaksa deh aku harus menghadapi mereka. Reza dan Fahmi

memandang kami berdua dengan tatapan menggoda dan melihat pegangan tangan kami

yang erat dengan tersenyum. “Ehm…kenalin dong ke kita…!” terlhat Fahmi begitu

antusias ketika melihat Ayu. Ayu menatap aku sebentar dan memperhatikan wajahku

yang malas bertemu mereka. Tiba-tiba Ayu mengulurkan tangannya dan

memperkenalkan dirinya sendiri kepada mereka. “Flower..!” kata Ayu memperkenalkan

namanya sambil menjabat tangan mereka satu persatu. “Ly kalau punya pacar kenapa

ngga ngasih tau kita sih…?” Ayu terlihat malu-malu ketika mendengar Reza yang asal

bicara. “Dia…inih…sahabat lama aku…jenong…!” kataku sambil melotot. “Ah jangan

gitu…ngga apa-apa ko…kalau kamu ngga mau orang lain tau tentang hubung kamu!”

aku jadi kesel sama mereka berdua yang menggoda aku terus. Ayu dapat melihat ke

kesalan aku dan “sorry kita ngga pacaran ko…malah kita udah menganggap saudara satu

sama lain…”. Mendengar penuturan Ayu yang bijak kedua jin itu pun akhirnya mengalah

dan tidak meneruskan menggoda. “Ok selamat happy fun aja bos…sorry udah

ganggu…!” terlihat kedipan mata Fahmi yang menggoda aku. Akhirnya mereka

Page 34: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

34 [email protected]

meninggalkan kami berdua, dan kami pun melanjutkan langkah kami menuju

supermarket.

Setelah membeli makanan dan minuman kami naik lagi keatas dan menunggu

pemutaran film yang tinggal lima belas menit. Aku memilih sebuah kursi unik yang

berdekatan dengan sebuah papan film yang besar. Aku tatap wajah Ayu dan Ayu pun

menatap kearah wajahku. “Ada apa ko…ngeliatinnya kaya gitu?” ternyata Ayu merasa

terganggu dengan tatapanku yang lurus. “Aku bingung aja dengan kamu…dulu orang-

orang biasa memanggil kamu Ayu…tapi sekarang mereka manggil kamu

Flower…mungkin besok udah ganti lagi jadi Ross…!”. Aku mengungkapkan segala

kebingungan hatiku kepadanya dengan perasaan lega. Ayu hanya tertawa sejenak dan

“bener-bener kamu udah lupa yah dengan ucapan kamu empat tahun silam…?”. Aku

mengangguk “benar aku ngga ingat apa yang aku ucapkan empat tahun silam…mungkin

kamu bisa memberi petunjuk?”. Terlihat wajah serius Ayu yang menghadap sebuah

papan film dihadapannya. “Aku tidak punya petunjuk itu…tapi kamulah petunjuk itu…!”

aduh kenapa Ayu malah memberi aku teka-teki. Tidak berapa lama sebuah suara

terdengar mengumumkan bahwa pemutaran film di studio tiga akan segera di mulai.

Kami berdua pun segera bergegas masuk ke studio tiga.

Film yang mengharukan dengan pemandangan mesir yang hampir mirip. Sebuah

film yang tak bosan-bosannya aku tonton, ini adalah kedua puluh satu aku menonton film

yang sama. Ayu juga terlihat senang dan menyukai film tersebut, malah aku lihat di

sebuah adegan Ayu menangis karena sedihnya. Dia memang mudah tersentuh hatinya

dari kecil, oh…iya aku baru inget ucapan itu!.

Aku mengajak Ayu untuk duduk di sebuah kursi yang berhadap-hadapan dengan

meja ditengahnya. Aku tersenyum kepadanya dengan manis, sepertinya Ayu heran

dengan senyumanku itu. “Ada apa nih ko senyum-senyum aja?…kita pulang aja

yu…udah sore nih!” Ayu melihat jam tangannya yang menunjukkan jam lima lewat lima

menit. “Bentar lagi aja…! Aku mau ngomong sesuatu sama kamu” kataku sambil masih

tersenyum dengan manis. “Ngomong apa?” aku tidak menjawabnya, malah

mengacungkan kelingkingku. “Sebuah persahabat adalah keabadian syair sang

pujangga…” kataku sambil tetap mengacungkan kelingkingku. Sepertinya Ayu tau akan

maksud dari ucapan aku. “Terus kenapa kamu so lupa segala?” aku berpikir sejenak dan

Page 35: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

35 [email protected]

terdiam dengan menerawang ingatanku. “Aku ingin melupakannya karena itu terlalu

pahit untuk kita kenang…Flower…Bunga…yang berbunga di taman bunga”. Ayu

tersenyum mendengar aku memanggilnya Flower seperti empat tahun silam ketika Ayu

menangis di pundakku.

# # # #

Sebelum pulang kerumah aku beristirahat dulu dirumah Flower, tentunya sambil

dihidangkan kue tar dan teh manis hangat. Flower sendiri pergi kekamarnya untuk mandi

sambil memaksaku jangan pulang dulu sebelum dia selesai mandi. Aku menurut saja dan

tante Ika juga menyuruhku berlama-lama disini. Tapi aku takut mamah nanti marah

karena aku terlalu lama dirumah tante Ika, tapi sudah di izinkan ini sama mamah. Gimana

nanti saja tidak usah dipikirin nanti jadi pusing lagi.

Flower terlihat anggun sekali saat menuruni tangga, terlihat langkahnya yang

indah dengan alunan rambutnya yang berkilau. Flower membawa sebuah kertas yang

sudah usang dengan tulisan yang sudah begitu tidak jelas. “Bacakan dong sekali lagi buat

aku…!” katanya sambil menyodorkan kertas itu kepadaku. “Apaan nih?…aku ngga bisa

membacanya…udah pada kabur tulisannya!” kataku sambil memperhatikan kertas itu.

“Kamu pasti ingat dengan pujangga teladan…?” kata Flower sambil mengacungkan

kelingkingnya. Aku baru ingat, ternyata ini adalah puisi aku untuknya ketika masih SD.

Tapi aku nggak pernah menuliskannya dalam sebuah kertas “siapa yang menuliskannya

dalam kertas ini…?”. “Aku yang menuliskannya…agar aku tidak lupa dengan puisi

pertama mu”. Aku tersenyum kepadanya dan mulai mengingat sebuah puisi pujangga

teladan yang aku buat untuk dia dulu.

Pujangga Teladan

Wahai gadis kecil janganlah kau melamun

Lihatlah di samping mu seorang pujangga telah datang

Tersenyumlah karenanya

Dia suka senyuman indahmu yang tulus

Sebuah persahabatan adalah keabadian sang pujangga

Jagalah keabadiannya di hatimu

Page 36: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

36 [email protected]

Lupakanlah masa sulitmu

Tataplah pujangga ini

Jadikanlah dia teladanmu dalam kesedihan

Terlihat tetesan air mata Flower jatuh dari kelopak matanya. Aku menghapusnya

dengan jariku dan mengatakan “jadikanlah aku teladanmu dalam kesedihan…!”. Dari

wajah Flower muncul sebuah senyuman yang menghias indahnya paras Flower.

“Bacakan juga syair Flower untukku…!” katanya sambil memberikan sebuah kertas yang

penuh dengan coretan yang tidak aku mengerti. “Coretan apa ini?” kataku sambil

memperhatikan coretan itu. “Itu buatan kamu!, coretan yang menggambarkan bunga

sedang mekar” aku jadi teringat dengan coretan jelek ini. Coretan ini adalah hadiah yang

aku berikan untuknya saat ultah yang ke-12. Aku jadi tertawa sendiri dan tersenyum

melihat coretan ini. ”Ayo bacakan untukku syair Flower…!” syair Flower, sebuah syair

ciptaanku saat masa sulit yang ingin aku lupakan bersama kejadian itu.

Flower

Bunga! tegakkanlah mahkotamu

Mekarlah dengan kedewasaanmu

White Ross Flower!

Bersinarlah bersama mentari pagi

Flower!

Bunga yang berbunga di padang bunga

Hapuslah kesedihan di hatimu

Seperti membuang lebah dari mahkotamu

Page 37: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

37 [email protected]

Jadikanlah padang bungamu indah

Menghias dunia yang cerah ini

Flower bersandar pada bahuku dengan mata terpejam dan senyuman menghiasi

bibirnya. Aku kira dia sedang mendengarkan puisiku, tidak taunya dia terlelap tidur. Tapi

aku tidak tega untuk membangunkan dia yang sedang terlelap dibahuku dengan nyenyak.

Tante Ika melihat kami berdua dengan tersenyum dan menyuruhku memindahkan Flower

kekamarnya. Aku bopong dia dengan dibantu tante Ika yang mengangkat kedua kakinya.

Flower tidur sangat nyenyak sekali sampai-sampai dia tidak terbangun saat di pindahkan.

Sekarang gadis cilik itu telah menjelma sebagai putri kahyangan yang cantik dengan

seribu pesona. Gadis cilik yang manja dan cengeng sekarang terlihat lebih tegar dan

mandiri. Wahai bunga…berbungalah….di padang bunga…dengan indah…!.

Page 38: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

38 [email protected]

CHAPTER II

CINTA SEGITIGA DIPEREMPATAN

Hari ini ada kebahagiaan yang sangat besar bersemayam dalam hatiku yang

selama ini datar dan dingin menjadikannya hangat. Tidak bisa aku pungkiri rasa ini ada

karena kemarin aku telah melakukan langkah yang sangat sempurna dan mulus untuk

persahabatan dan percintaan. Percakapanku dengan Marisha yang membuatku lebih

dianggap ada olehnya. Dan pertemuaan dengan sahabat lamaku sang bunga paling indah

yang membuatku ingat kembali begitu indahnya hidup ini. Kedua hal itu telah

menyemarakkan kembali hidupku yang selama ini hanya diisi oleh puisi yang tak pernah

tersampaikan.

Saat badanku bangun dari tempat tidur terasa sekali tubuh ini di penuhi aroma

kegembiraan. Tetesan air yang membasahi tubuhku saat sedang mandi terasa bagai

belaian bidadari. Sarapan yang mamah suguhkan bagai buah nikmat yang baru di petik

dari ridho Tuhan. Tiap langkah yang aku ayunkan begitu ringannya sampai serasa

terbang melewati firdaus. Suara motor yang meraung-raung pun terdengar nyanyian

harmoni yang begitu indah.

Hari ini aku sungguh tidak bisa marah atau dimarahi, karena aku hanya ingin

tersenyum kepada hidup ini. Senyumku tersimpul rapih dibibirku yang sedang manis

terhias kebahagiaan. Darto pun merasa senang dengan tingkahku yang berubah derastis

dari pemurung yang penyepi menjadi periang yang ramah. Kata-kataku lebih enak

terdengar dan didengar seperti ada malaikat yang membimbing menguntai setiap kalimat

yang aku ucapkan.

Aku suka hidup ini….aku cinta semua ini…! aku teriakkan kata-kata itu sekeras-

kerasnya dalam pikiranku yang kemarin-kemarin gersang dengan bahagia. Rasanya hati

ini sudah lama tidak pernah merasakan hal yang begitu menakjubkan seperti ini. Hal yang

begitu indah hingga muncul pelangi yang mewarnai hatiku dengan banyak kata-kata

indah yang membingkai.

Page 39: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

39 [email protected]

PERTANDA TELINGA MERAH

“Kamu udah bercermin belum?” sebuah suara lembut berdesir di telingaku tapi

bukan suara seorang wanita. Ternyata Darto berbisik kepadaku karena takut dilempar

kapur oleh pak Nurdin jika bicara dengan volume yang biasanya. Aku hanya menengok

kepadanya dan mengangkat bahu tanda tidak mengerti apa yang dia bicarakan. Darto

berperilaku seperti seseorang yang kesal dengan kebodohan temannya ketika aku

mengangkat bahu. “Aku Tanya apa kamu hari ini udah bercermin apa belum?” sekarang

suaranya terdengar jelas dan mungkin juga terdengar oleh seluruh kelas.

Sepersekian detik sebuah meteor putih dengan ekor debu-debu kosmiknya

melesat dengan kecepatan suara. Bum… dentuman meteor itu begitu kerasnya hingga

terdengar di telingaku yang terkaget-kaget. Darto hanya mematung dan dengan berlagak

seperti seorang tentara memeriksa tembakan dikepalanya dia memeriksa luka yang

diakibatkan tembakan meteor kiriman pak Nurdin.

Sebuah bekas berwarna putih terlihat jelas terukir di dahi Darto yang tertegun

tidak bisa bergerak atau bicara. Benturan meteor itu ternyata berakibat begitu fatalnya

hingga membuat hening kelas kami yang memang sebelum terjadinya tembakan meteor

itupun sudah sebegitu hening. Yang terlihat begitu syok dengan meteor itu tidak lain

adalah yang tertabrak meteor. Darto hanya bisa menelan ludahnya ketika melihat pak

Nurdin yang punya penyakit darah tinggi menghampirinya dengan membawa sekotak

kapur. Terlihat ekspresi wajahnya berkata “mati aku…!” dan tatapan matanya

menandakan ketakutan.

Dengan kecepatan lebih cepat dari langkah kaki pak Nurdin aku berdiri dari kursi

yang sedari tadi memasungku. “Pak maaf ini semua salah saya…sekali lagi saya minta

maaf!” kepalaku tertunduk menyesal. Lebih hebat lagi ekspresi Darto yang menatapku

sambil menelan ludah dan melebarkan kerahnya yang mencekik ludahnya yang tidak

tertelan. Tatapan matanya berbicara “apa?...kenapa kamu lebih gila dari aku?...mati deh

kamu!”. Pak Nurdin dengan bersenjatakan sekotak kapur yang sudah dimodifikasi hingga

dapat membunuh karakter seorang siswa nakal ternyata berdiri dengan wajah algojo

diantara kami.

Page 40: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

40 [email protected]

Kumisnya yang lebat seperti pak Raden dengan uban-uban yang memagar

bibirnya yang rapat mengapit kesal. Sebuah geraman terdengar dari bibir pak Nurdin

yang wajahnya mendatar bagai psikopat kapur yang siap melempar seluruh isi kotak

kapur itu untuk menghujam wajahku. Tapi diakhir geraman itu terdengar hembusan nafas

berat yang panjang. Aku tengadahkan wajah yang sedari tadi tertunduk menyesal.

Terlihat pak Nurdin memutar badannya dan kembali berjalan kedepan kelas dan

menjauhi kami berdua yang sedari tadi siap menerima rudal-rudal putih. Aku pun hanya

kembali duduk dan mengambil bolpoint yang tergeletak lemas ketakutan melihat

seramnya wajah marah pak Nurdin.

Bel istirahat menyalak dengan keras seperti menghardik para siswa. Tepat di saat

itu pelajaran matematika yang gurunya tidak lain adalah pak Nurdin telah usai. Aku

merasa bersalah sekali kepada pak Nurdin karena membuatnya marah. Dengan perlahan

namun pasti aku dekati pak Nurdin yang sedang membereskan buku-bukunya. Setelah

berdiri didepan meja guru aku hanya diam dan menunduk tanpa tidak bisa bicara karena

malu. “Ada apa Willy?” Tanya pak Nurdin yang melihat aku tertunduk dan hanya diam

mematung. “Saya minta maaf pak atas kelakuan saya tadi pak!” kataku dengan mantap.

Tanpa disangka seseorang disampingku berbicara dengan lantangnya yang tak lain adalah

Darto “sebenarnya semua ini bukan salah Willy pak, tapi salah saya pak!”. Pak Nurdin

merasa bingung dengan tingkah aku dan Darto yang sama-sama ingin bersalah.

Tanpa disangka dan diduga pak Nurdin yang terkenal pendiam dan pemarah

tertawa terbahak-bahak menyaksikan kami. “Kalian ini memang aneh! Bapak itu tidak

menyalahkan kalian! Bapak hanya ingin ketertiban dikelas terjaga saja jangan ada

keributan jika bapak mengajar!”. Kami berdua tertegun mendengar kata-kata pak Nurdin

yang berbeda dari biasanya. “Ta…tapi kenapa bapak tidak marah-marah seperti

biasanya?” tanyaku dengan tergagap-gagap. Pak Nurdin tersenyum “bapak sekarang

sedang melakukan terapi mental biar darah tinggi bapak sembuh! Jadi kalian nanti tidak

perlu bapak bentak lagi!”. “Maka dari itu dukung usaha bapak ini dengan kalian menjaga

ketertiban kelas ketika bapak sedang mengajar! Ok”. Sambil pergi pak Nurdin

memberikan sebuah senyuman yang akan terlihat selamanya di wajah yang dulu keras

dan datar itu.

# # # # #

Page 41: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

41 [email protected]

Darto dan aku mematung di sebuah meja yang di depannya tersedia segelas jus

jeruk. Kami masih tertegun dan tidak percaya yang terjadi dengan pak Nurdin sang

penjagal berubah menjadi sang pengasih. “Memang benar! Setiap yang mau berusaha

pasti mendapatkan jalannya!” sambil meminum jusnya Darto mengangguk-angguk sadar.

Aku hanya meliriknya sambil memegang gelasku.

“Tadi kamu dikelas mau ngomong apaan sih?” Darto hanya memelototi jusnya

yang sudah habis saat aku tanya. Dengan masih memandang gelas yang berisikan es-es

batu yang mulai mencair dia memegang telingaku. “Kuping kamu tuh!” aku meraba

telingaku, tapi tidak terasa ada yang ganjil dengan telingaku. Telingaku terasa seperti

biasanya masih bisa mendengar dan tidak terdapat kotoran telinga. “Ah… ga ada yang

aneh dengan kupingku!” Darto hanya melirik pelan kearahku seakan berkata “tolol

banget temen aku”. Segera dia berdiri dan menghampiri Tamara yang sedang memegang

cermin.

“Aku pinjam cerminnya dulu ya cantik!” bisik Darto kepada Tamara dan Tamara

memberikan cerminnya dengan ekspresi aneh. Darto memberikan cermin itu kepadaku,

dan aku hanya memandangi cermin yang berbingkai pink itu. “Udah sekarang lihat

kuping kamu dicermin!” perintah Darto dengan pandangan tertuju pada Tamara yang

memperhatikan kami dari sebrang meja. Aku arahkan cermin itu ke arah telingaku hingga

terlihat jelas telinga yang seperti biasanya. “Akh… sialan kamu! kuping aku ga kenapa-

napa juga!” aku tempelkan cermin itu kewajah Darto yang sedang menggoda Tamara dari

jauh. Darto sekarang memperhatikan tatapanku yang menghujatnya. “Okey… lihat sekali

lagi sambil aku jelaskan biar kamu ngerti!” katanya sambil menyerahkan cermin sialan

itu ketanganku.

Sekali lagi aku perhatikan dengan seksama telingaku dari cermin. “Lihat kuping

kamu ada yang berbeda bukan?” tanyanya dengan serius. “Biasa aja! Ga ada yang

berubah!” Darto terlihat kesal karena aku belum menemukan apa yang di temukan Darto

pada telingaku. “Huh… kuping kamu tuh berwarna merah tauuuuuu!” katanya sambil

menjewer telingaku. Saat aku perhatikan lagi memang benar telingaku berwarna merah.

Seperti terbakar, tapi tidak terasa panas ataupun sakit.

“Lalu kenapa?” tanyaku pada Darto yang mengambil cermin dari genggamanku.

Dia tidak segera menjawabnya tapi malah berdiri dan berjalan mendekati Tamara. Setelah

Page 42: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

42 [email protected]

memberikan cermin Darto mengedipkan matanya kepada Tamara seperti kambing yang

kemasukan debu. “Gatel yah…?” ucapku dengan mata melotot. Darto hanya ketawa

sambil berlenggak-lenggok seperti juara sejati kejuaraan buaya darat. “Awas entar aku

laporkan sama Nani!” ancamku. Darto hanya duduk dengan santai tanpa mempedulikan

ancaman palsuku.

“Ok… ! kembali ke topik! Jadi begini ly… kata nenek aku… orang yang

kupingnya merah tanda dia akan mendapatkan cinta. Ini bukan karangan aku… tapi

sebuah kenyataan yang pernah aku alami!. Terus kalau dua-duanya merah berarti cinta

yang bakal kamu dapat ada dua. Nah… kuping kamu kan dua-duanya merah jadi hari ini

kamu akan dapat dua wanita yang menyatakan cintanya sama kamu. Itu pasti terjadi dan

bakal kamu alami bahkan tidak bisa dihindari”.

Darto mengakhiri kata-katanya dengan mata melotot seperti menekankan aku

harus percaya setiap ucapannya tadi. Aku sendiri hanya tertegun mendengar kata-katanya

yang aneh dan baru pertama kali mendengar. Tapi jika itu benar aku bersukur sekali dan

aku berjanji dalam hatiku untuk menerima kedua-duanya. Lumayankan kalau dapat dua

bisa dijadikan cadangan satunya lagi. Tapi siapa kedua wanita yang akan menyatakan

cintanya itu padaku?.

Page 43: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

43 [email protected]

RENDA MARISHA

Tadi pagi aku sangat-sangat merasakan kebahagian yang sangat sekali. Bagai

seorang anak yang terpisah dari ibunya di pusat perbelanjaan yang ramai dan padat lalu

bisa bertemu kembali. Seperti itulah kebahagianku mungkin juga lebih hebat lagi. Tapi di

siang ini aku merasa gundah gulana bagai seekor kambing yang akan disembelih.

Terngiang-ngiang kata-kata Darto saat istirahat pertama tadi. Aku merasa bahagia

bercampur gelisah yang sangat. Jika benar aku mendapatkan pacar hari ini maka dia

adalah pacar terakhirku. Karena pacar pertamaku hanya dia seorang dan tidak pernah bisa

terungkapkan.

Aku hanya melamun dan membayangkan akan berkata apa saat menerima

pinangan calon kekasihku nanti. Setiap kata aku untai untuk menjadi kalimat syahdu

yang bisa memberikan kesan pertama yang begitu indah. Tapi selalu ada rasa tidak puas

dalam hatiku ketika menyelesaikan sebuah kalimat yang indah. Ini, itu, dan semuanya

tidak ada yang memuaskan diri yang gelisah. Keringat mengucur dari dahiku hingga

menetes pada buku tulis yang ada dimeja. Darto melihat ketegangan diriku seperti

melihat seorang ayah yang menunggu istrinya melahirkan. Darto terkekeh-kekeh

menahan tawanya yang sekeras adzan subuh.

Dalam kelas yang hening aku memikirkan Marisha dan dalam hati aku

mengharapkan dia yang akan menjadi pacarku. Tapi mungkin juga perkiraanku salah,

mungkin Flower yang mengungkapkan cintanya padaku. Tapi siapa orang keduanya, apa

mungkin mereka berdua mengungkapkan cintanya padaku hari ini. Kalau benar mereka

berdua, maka ini hari tersial dan terberuntung seumur hidupku. Sial karena aku tidak mau

menduakan mereka berdua. Beruntung karena mendapatkan dua orang yang sangat aku

cintai seumur hidupku. Tapi tidak mungkin Flower mengungkapkan cintanya kepadaku.

Cinta Flower hanya untuk mamahnya yang sangat dia cintai melebihi apapun. Pasti, pasti

Marisha tapi siapa orang yang kedua apa mungkin Darto salah menafsirkan tentang

kuping keduaku.

Dalam keadaan pemikiran yang menggelembung dengan teka-teki yang

memusingkan, sebuah penggilan alam datang berkunjung. “Pak… permisi kebelakang!”

Page 44: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

44 [email protected]

setelah di persilahkan aku bergegas pergi ke toilet yang berada jauh di belakang sekolah

dekat kantin.

Saat aku berjalan dikoridor yang menghubungkan laboratorium komputer dan

kantin aku merasa ada yang mengawasi. Segera aku percepat langkah kaki untuk

menghilangkan perasaan itu. Tiap langkah kaki yang aku ayunkan terasa ada yang

mengikuti dari belakang. Tapi ketika berbalik tidak ada siapa-siapa di belakangku. Tepat

ketika masuk kedalam toilet pria yang bersebrangan dengan toilet wanita, perasaan itu

hilang.

Tepat saat aku keluar dari toilet pria mataku menatap sang dewi malam. Sang

dewi malam bersandar dengan posisi berdiri pada dinding toilet wanita dengan anggun

dan elegannya. Aku tidak bisa melangkah lebih jauh untuk keluar dari toilet, tubuhku

mematung dan mataku terkagum-kagum melihat bidadari. Mulutku ternganga seperti

baru melihat Marisha pertama kali ini. Tapi bukan hal itu yang membuatku tertegun dan

mematung ada hal yang lebih membuatku terkagum-kagum selain kecantikannya.

Sebersit kain putih dengan renda-renda indahnya membungkus payudara indah nan

sempurna Marisha.

Mungkin tanpa dia sadari sebuah kancing bajunya yang tepat di tengah-tengah

dadanya terlepas. Sehingga mempertunjukkan secarik kain putih yang berenda-renda

dengan motif bunga sedang membungkus payudaranya yang aku pertama kali lihat.

Mataku hampir loncat dari kelopaknya dan nafasku tersengal-sengal naik turun dengan

berat. Dadaku berdebar-debar keras seperti aku akan terkena serangan jantung akut.

Wajahku pias pasi dengan mulut ternganga-nganga. Ini baru pertunjukkan spektakuler

yang mengagumkan. Bagaimana tidak, wanita yang kita cintai mempertontonkan sebuah

keindahannya kepada pemuja keindahan itu. Hingga kepalaku terasa pusing dan terasa

ingin pingsan.

Marisha yang masih tidak mengetahui kancing bajunya terlepas melihatku dengan

lembut. Tapi aku tidak bisa menatap lebih lama tatapannya, aku tidak mau ketinggalan

pertunjukkan utamanya. Melihat aku menatap dadanya dengan tidak berkedip-kedip

Marisha curiga. Lalu dia melihat ke dadanya dengan gerakan yang lambat nan anggun.

“Aaakkkhhhhhhh…. !”

Page 45: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

45 [email protected]

Marisha menjerit dengan hebatnya hingga aku yang berkonsentrasi melihat

dadanya sontak terkaget. Dengan tangannya Marisha menutupi kedua dadanya dan jatuh

terjongkok sambil masih bersandar. Dia terus menutupi dadanya sambil menunduk dan

geleng-geleng kepala. Segera dia betulkan kancing bajunya dan kembali menatapku tapi

sekarang dengan tatapan yang tajam. Aku sampai kaget mendapat tatapannya yang tajam

seperti pisau yang siap menusukku.

“Lo berengsek… !” dampratnya dan langsung pergi dari hadapanku menuju

kantin. Aku tertegun antara menyesal dan beruntung. Namun rasa penyesalanku lebih

besar sehingga aku mengejarnya untuk minta maaf.

Dia duduk di sebuah kursi taman yang menghadap ke lapang basket yang berada

dibelakang sekolah. Terlihat dia mengacuhkan kehadiranku dengan sikap manja ingin di

perhatikan. Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal karena pusing harus bicara

apa. “Maaf! Sha aku benar-benar khilaf…! Dan ngeliatnya juga cuman sedikit!” mata

Marisha melotot ketika mendengar kata terakhirku. Lalu dia memalingkan wajahnya

kembali. Aku makin bingung tujuh keliling, ini pertama kalinya aku menghadapi

perempuan ngambek seperti ini. Seperti seekor burung yang baru belajar terbang begitu

pula aku baru mengalaminya. Hingga tiap detik yang terlewatkan dengan Marisha, aku

hanya seperti orang bingung yang tidak menemukan ujung.

Setelah mencari-cari setiap tingkah dan kata yang aku pelajari dari sinetron-

sinetron kesayangan mamah. Aku berlutut dengan tangan seperti orang yang

menyembah-nyembah dihadapan Marisha yang acuh. “Kamu mau apa dengan gaya

seperti itu?”. Setelah kuperhatikan dengan seksama pose ini memang bodoh dan aneh

untuk minta maaf. Segera aku berdiri dari pose aneh yang aku pelajari dari sinetron

kesayangan mamah. “Hey hey… siapa yang suruh kamu berdiri!” sambil masih

memalingkan mukanya Marisha dengan isyarat tangan menyuruhku untuk kembali

berpose.

Dengan terpaksa aku kembali berlutut di hadapannya sambil memandangi wajah

cantik Marisha. “Maafkan aku Marisha… !” nadaku begitu memelas. Marisha melihatku

dengan angkuh dan manja seperti dia ingin mengerjaiku. “Baik… ! kalau kamu mau aku

maafkan ikutin kata-kata aku dengan sepenuh hati!” aku hanya bisa mengangguk dengan

senyuman terbaikku.

Page 46: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

46 [email protected]

“Ok… ! kita mulai”

“Ok kita mulai !” aku tirukan kata-kata Marisha.

“Belom… !”

Aku hanya tersenyum tolol saat Marisha bilang belum. Lalu Marisha

membetulkan duduknya dengan lebih anggun. Dengan aba-aba tangannya dia

menyuruhku berpose dengan lebih serius. “Ikuti setiap kata-kata aku ok… !” aku hanya

mengangguk pelan dan tidak tau apa yang akan terjadi nanti.

“Marisha…”

“Marisha…” kuhayati setiap kata yang dia keluarkan agar tidak marah lagi.

“Aku…”

“Aku…” sebuah penghayatan yang berkelas dan mungkin akan mendapatkan

penghargaan.

“C-I-N-T-A kamu… !” sambil mengeja kata-kata itu Marisha tersenyum manis,

manis sekali. Aku tertegun tidak bisa berucap, mulutku terkunci tak bisa berkata-kata.

Desiran aneh menerpa tubuhku dan menguncang-guncangnya dengan lembut. Marisha

hanya tertawa indah ketika melihat diriku terhipnotis kata-kata terakhirnya. “Ayo

ucapkan… !” senyum terukir dibibirnya yang mungil. “Ci … ci … nta … k … ka …

kamu!” dengan gemetaran aku mengulangi kata-katanya.

Bagaikan seekor monyet yang kehilangan ekornya aku meloncat-loncat gembira.

Sementara Marisha tertawa dengan manisnya hingga membuat aku terbang kesurga.

Sebelah telingaku sekarang terbukti benar adanya. Aku pegang tangan Marisha yang

lembut dan aku kecup kedua belah tangannya bergantian. Hari yang sungguh fenomenal,

hari dimana sudah dua tahun lebih aku menantikan cinta ini.

Aku pandangi wajah manis Marisha lekat-lekat seperti bulan memandang bumi.

Nampak masa dimana ketika aku hanya memimpikan hari ini melintas disetiap

kedipannya. Bibirku tidak henti-hentinya menciumi tangannya yang lembut. Marisha

tersenyum dan tak henti-hentinya memandangiku. “Jangan kamu kecewakan aku …

seperti pacar aku yang lalu!” bisiknya pada telingaku. Aku menggenggam tanganya erat

dan memandangnya dalam-dalam. “Tidak akan sayang … kamu adalah cinta terakhir

bagiku!” Marisha senang sekali dengan kata-kataku.

Page 47: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

47 [email protected]

PUTIH PEREMPUAN PUTIH

Ringan rasanya setiap langkah yang aku ayunkan dan bibir ini rasanya tidak

bosan-bosan tersenyum. Darto cengar-cengir aneh ketika melihat wajahku yang unik

dengan senyum kembang kempis. “Sadarlah kau bujang … !” perintahnya padaku, tapi

rasa melambung ini tidak akan pernah hilang. Aku pandangi Darto dan Darto hanya

geleng-geleng kepala karena melihat diriku yang seperti orang gila. “Gila kau!” sambil

menyilangkan telunjuk di keningnya. “Ini namanya mabok cinta To … hehehe” aku

cengengesan tidak karuan merasakan akal ini dipenuhi seribu satu sari cinta.

“Mampus kau … makan tuh cinta … ingat kamu masih punya satu cewe lagi!”.

Aku sadar dengan mendengar kata-kata sang peramal telinga. “Salah…kamu salah

dengan penafsiran satu kuping aku To!” bantahku atas teorinya tentang perempuan

kedua. “Terserah deh!” dia menutup obrolan dikelas sambil ngeloyor pergi keluar.

Aku melamun untuk mencerna kata-kata keramat sang peramal telinga. Apakah

benar ada perempuan kedua? atau tidak ada. Rasanya tidak mungkin ada perempuan

kedua karena setelah pendeklarasian pacaran seluruh siswa tau aku berpacaran dengan

Marisha. Jadi teori Darto salah besar dan tidak mungkin. Kecuali jika perempuan kedua

itu dari sekolah lain dan belum mengetahui aku sudah punya pacar. Walaupun baru dua

jam jadian dengan marisha rasanya aku mencemaskan hubungan ini jika ada perempuan

kedua. Mati aku digampar Marisha yang sadis tapi manis jika ketahuan ada perempuan

kedua. Ringtone handphone ku berbunyi nyaring diantara pikiranku yang menggulma.

From : Flower

Aku ada diluar sekolah kamu sekarang, aku tunggu di bawah pohon dekat gerbang!

Cepet yah!!

Aku panik bukan kepalang mendapatkan Flower sang cinta pertamaku datang

berkunjung ke sekolah. Rasanya teori Darto akan terbukti dan hebatnya ajalku sudah

dekat saat berjalan keluar kelas. Apa aku terima atau jangan ?. Tapi aku tidak tega

menolak cinta pertama yang tidak pernah tersampaikan. Jika aku terima bagaimana

Page 48: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

48 [email protected]

dengan Marisha yang telah menjadi pacarku. Bisa digantungnya aku nanti jika ketahuan

mengecewakannya.

Senyumanku yang tadi menghias indah dibibir sekarang tertarik kebawah hingga

membuat ekspresi yang aneh. Tatapanku datar seperti jombi yang haus akan darah segar.

Tiap langkahku serasa melayang antara ringan dan berat hingga jantung ini rasanya

berdetak tidak karuan.

Aku mempercepat langkahku untuk secepat mungkin menemui Flower. Tapi di

belokkan yang akan kegerbang sekolah aku tersentak kaget menahan langkah. Napasku

tertahan, mataku melotot karena melihat Marisha ada di hadapanku dan hampir aku

tabrak. “Mau kemana? Ko kaya yang buru-buru!” bibirnya memperlihatkan senyuman

manis yang membuatku tenang. Aku hanya bisa menggaruk kepalaku yang tidak gatal

dan celingukkan kanan kiri untuk mencari jawaban atas pertanyaan Marisha. “A…Anu

aku mau ke depan!” lidahku terasa ngilu sekali ketika berbohong kepada dewi malam.

Dia hanya tersenyum dan melambaikan tangan sambil meneruskan langkahnya “Pulang

Bareng Yah!”. Aku balas senyumannya dan menganggukkan kepala.

Diparkiran aku bertemu dengan Darto. “To…!” panggilku, dia menengok dan

bergegas menemuiku. “Ada apa pujangga cinta?” dia mengolok-olok aku tapi aku tidak

sedang ingin bercanda. Aku hanya celingukkan kanan kiri takut ada Marisha. Darto

memperhatikan tingkahku yang aneh dengan senyuman puas. “Bagaimana? Betulkan

ramalan aku!” Darto menertawakanku sampai terpingkal-pingkal. “To, kamu taukan Ayu

teman SD kita?” Darto berhenti dari tertawanya dan segera memasang wajah serius. Dia

berlagak seperti orang yang mengingat-ingat sesuatu. “Oh…maksud kau Flower teman

SD kita yang sekarang sekolah di Al-Ma’some”. Aku langsung mengangguk dengan

masih celingukkan kanan kiri takut kepergok sama Marisha.

Belum habis rasa cemasku datanglah Reza sambil tersenyum bahagia. “Woy

men…cewe yang kamu ajak jalan kemarin ada didepan tuh!”. Rasa cemasku makin

menjadi-jadi melihat tingkahku seperti itu Darto mengerti akan kecemasanku. “Udah

sekarang kau temui aja Flower…Marisha biar kita yang urus!”. Aku menatap Darto

dengan penuh pengharapan dengan beribu macam rasa bingung. Sementara itu Reza tidak

mengerti dengan apa yang terjadi dia hanya menatap kami dengan bingung. Aku

Page 49: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

49 [email protected]

menepuk pundak Darto dan Reza mengisyaratkan aku mempercayakan masalah ini pada

mereka.

Bel sekolah berbunyi keras sekali tanda istirahat kedua telah usai. Seluruh

halaman sekolah sekarang sepi semua siswa telah kembali kekelasnya masing-masing.

Aku celingukan memeriksa takutnya ada siswa yang masih di luar kelas. Dipos satpam

aku menemui pak Sofyan yang sedang bertugas. “Pak saya izin mau keluar dulu!” pak

Sofyan terkaget-kaget karena saat itu dia sedang santai. “Emang mau kemana?” suaranya

begitu lembut sekali untuk ukuran seorang satpam. Aku menyeka keringat yang

membasahi keningku dengan tangan. “Mau…mau…kedepan sebentar pak!” pak Sofyan

hanya menatapku aneh dan segera menulis disebuah buku besar. Setelah menulis pak

Sofyan dengan isyarat tangan mengizinkanku.

Segera aku geser pintu gerbang besar yang terbuat dari batangan besi. Sejenak

aku menatap jalan raya didepan sekolahku untuk sekedar menenangkan hati. Pak Sofyan

menatapku dari jendela pos dengan tatapan aneh. Aku rapihkan baju dan rambutku yang

agak berantakkan. Setelah agak mantap dan tenang aku langkahkan kaki keluar gerbang

dengan diiringi membaca berbagai doa penenang jiwa.

Tampak Flower bersandar manis sekali pada mobilnya dibawah sebuah pohon.

Flower mengenakan pakaian seragam berwarna putih-putih. Membuat yang melihatnya

pasti menyangka bidadari yang sedang turun kebumi dan memancarkan keindahannya.

Apalagi kulitnya yang putih dengan dibalut seragamnya yang putih dan diterpa dengan

sinar matahari siang. Membuat silau setiap orang yang melihat tapi meneduhkan jiwa

setiap yang terkena silaunya. Senyumku kembang kempis ketika menatapnya dari jauh.

Aku percepat langkahku untuk sesegera mungkin mendekatinya.

“Maaf yah, agak telat! udah lama nunggunya?” sapaku. Dia cuman menggeleng

dan berucap lembut “Is okey!”. Tingkahku jadi aneh dan serba salah aku bingung harus

bicara apa lagi dan apa yang harus ku perbuat. Tapi Flower lah yang memecah

keheningan diantara kami. “Maaf yah sebelumnya…aku udah ganggu waktu

belajarnya!”. Aku cuman bisa geleng-geleng kepala dan terasa ada yang mengganjal di

tenggorokkan ini hingga tidak bisa bicara. “Sebenarnya aku disuruh mamah untuk

mengantarkan titipan kerumah kamu. Tapi sekalian aku lewat sini jadi ngasihnya ke

kamu aja. Ga apa-apakan?” tingkahnya begitu manja sekali dengan tutur kata yang

Page 50: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

50 [email protected]

lembut sekali dan harmonis. Senyumku tersimpul rapih dan bengong menatap wajahnya

yang cantik sekali. Dia menggibas-gibaskan tangannya didepan wajahku yang sedang

bengong. Aku terkejut dan merasa malu ketika dia tersenyum manis dengan

menyimpulkan tangannya.

Aku mengucapkan syukur dan puji yang begitu melimpah kepada Tuhan.

Ternyata ramalan Darto salah dan tidak terbukti. Jika saja saat ini Flower tidak ada di

hadapanku mungkin aku akan melompat gembira sekali. Flower kesini ternyata hanya

untuk mengantarkan titipan mamahnya. Aku ambil sebuah kotak yang di balut kertas

kado bermotif unik dijok belakang mobil. “Makasih yah udah repot-repot mau nganterin

ini!” kataku manis. “Sama-sama” jawabnya manja. Segera aku bersiap pergi sambil

memegang kotak titipan tante Ika.

Tapi semua itu berubah menjadi antara hal yang diinginkan dengan tidak di

inginkan. Saat langkah pertama untuk pergi Flower berkata. “Aku kesini bukan hanya

untuk mengantarkan titipan itu saja!”. Deg…jantungku berhenti berdetak dan langkahku

tertahan pada langkah kedua. Mimpi indah yang di balut mimpi buruk telah

menghampiriku dan siap menumpahkan ketakutannya kepadaku.

Aku menarik nafas untuk melonggarkan hati ini. Walau bagaimanapun cepat atau

lambat aku harus menghadapinya juga maka dengan segenap kesadaran aku kembali

berbalik dan menghampiri Flower. “Ada hal apalagi yang ingin kamu sampaikan?”

ucapku dengan tutur kata lembut. Flower seperti mendapatkan sebuah kekuatan setelah

aku berucap. Wajahnya yang cantik terlihat tampak mantap dengan apa yang ada di

hatinya. Aku mengalami kebingungan yang sungguh memuncak, tapi rasa cintaku kepada

Flower tidak bisa terus disembunyikan. Terlihat gerakkan bibirnya yang akan

mengeluarkan sebuah kata. “Aku juga di suruh menyampaikan sebuah pesan dari mamah

untuk tante!”. Rasanya badan ini lemas dan ingin jatuh terkulai ketika mendengar kalimat

itu.

Oh…Tuhan telah selesaikah semua siksa batin ini padaku!. Sungguh

menyakitkan, ternyata Flower cuman mau menyampaikan pesan dari mamahnya. Aku

kira mau mangutarakan cintanya, kamu terlalu geer Willy yang malang!. Setelah

menyampaikan pesan, Flower mengambil kertas dari sakunya. Dia tersenyum kepadaku

sambil membuka kertas lusuh itu. “Kamu tau ini?” katanya sambil memberikan kertas

Page 51: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

51 [email protected]

lusuh itu. Sebuah gambar yang sudah kabur dengan berbagai warna-warni yang

menghiasinya namun sudah agak pudar. “Bukankah ini gambar bunga pemberianku

seperti yang kamu bilang kemarin malam!” kataku mantap. Ekspresi wajah Flower

berubah 360 derajat dari ceria menjadi murung dan sedih.

Aku terkejut bukan main mendapati wajah ceria Flower berubah setelah aku

menjawab pertanyaannya. “Ada apa Flower?” tanyaku dengan suara bergetar karena

kaget. Tidak disangka sebuah air mata terurai di wajahnya sekarang tampak begitu jelas

sebuah kesedihan dan kekecewaan pada wajah cantiknya. “Apakah ada kata-kataku yang

salah Flower?” tanyaku padanya dengan nada lembut. Dia menghapus air matanya

dengan sebuah sapu tangan putih dengan bordiran sebuah bunga yang aneh. Disebuah sisi

sapu tangan itu tergambar sebuah bunga. Memiliki empat kelopak dengan warna yang

beraneka ragam. Dan putiknya berbentuk hati berwarna merah menyala dengan ukiran

nama yang tidak jelas kulihat.

Flower menatapku dengan tatapan yang sendu, dan memeluk sapu tangannya di

dadanya. Aku bingung lebih dari yang tadi, aku garuk kepala yang tak gatal dan

memalingkan wajah karena takut dengan tatapan Flower. Flower membisu dan aku pun

membisu tidak tau harus bicara apalagi. Hanya suara angin dan gesekkan dedaunan yang

memecah kesunyian diantara kami. “Apa kamu benar-benar telah lupa tentang masa kecil

kita?”. Sebuah suara dari Flower mengagetkanku, dan aku menatap tatapannya yang

masih sedih.

“Aku masih…masih…lupa beberapa bagian dari ingatan masa kecil kita!”

jawabku terbata-bata. Tanpa disangka Flower memelukku dan menyandarkan kepalanya

pada dadaku. Aku bingung, apakah aku harus memeluknya juga atau melepaskan

pelukannya. Akhirnya aku mengambil keputusan untuk memeluknya. Rasa takut dan

cinta menyelimuti hatiku yang sedang berkecamuk dengan berbagai perasaan aneh. Aku

takut ada yang melihat dan melaporkan hal ini kepada Marisha. Tapi aku mencintai

Flower seperti aku mencintai Marisha.

Akhirnya Flower melepaskan pelukkannya dan kembali menghapus air mata

dengan sapu tangan putih itu. “Sebenarnya ada apa?” tanyaku padanya. Dia mengambil

kertas lusuh yang diberikannya kepadaku dan memberikan sapu tangan putih itu sebagai

gantinya. “Kamu tidak usah berusaha mengingat masa kecil kita dulu, karena ada bagian

Page 52: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

52 [email protected]

yang memilukan untuk diingat!”. Kata-kata itu sungguh menusuk dalam hatiku hingga

beberapa pintu dalam ingatanku terbuka.

Aku memperhatikan sapu tangan putih pemberian Flower dengan seksama.

Rajutan bunga disudut sapu tangan ini membuatku tertegun kaget. Putik bunga yang

berbentuk hati dan berwarna merah itu memiliki tulisan yang sekarang jelas aku lihat.

Tulisan dalam hati itu adalah ‘Willy Cinta Flower’. Aku menatap Flower yang

menatapku dengan sedih. “Kamu ingat! Kertas ini kamu berikan dihari ulang tahunku.

Sambil tersenyum kamu memberikan kertas ini tepat saat aku akan meniup lilin. Kertas

ini memiliki gambar mahkota bunga dan telah aku rajut kembali dalam sapu tangan itu”.

Aku memandang wajah Flower seperti menatap sebuah cermin yang memantulkan diriku.

Aku mengerti kenapa dia menangis tatakala aku tidak ingat makna dari kertas itu.

Sebenarnya kertas itu tidak lain adalah janji setiaku kepadanya.

“Sebuah janji yah…! Janji cinta seharusnya tidak boleh terlupakan, maafkan aku

Flower!. Aku ingat sekarang setiap mozaik ingatan kita dulu, jadi sudah seharusnya aku

menepati janji itu bukan?”. Tanganku meraih tangannya dan menggenggam tangannya di

dadaku. “Aku tidak memaksamu harus menepati janji itu! Aku hanya ingin kamu

mengetahui perasaanku kepadamu selama ini!”. Flower menggigit bibirnya dan seperti

malu mengungkapkan perasaannya selama ini kepadaku. Aku eratkan genggaman

tanganku dan menurunkan badan sehingga aku berdiri dengan lutut. “White Ross

Flower…bunga yang berbunga dipadang bunga…Willy Firdaus bersimpuh dihadapanmu

dengan hanya membawakan cinta tulus ini untukmu. Maukah kamu menerima pengemis

cinta ini untuk kau jadikan pacarmu?” ucapanku membuat wajahnya bercahaya kembali.

Keheningan kembali menyelimuti kami berdua. Flower menatapku dalam-dalam

seperti ingin mengarungi pikiranku. Senyumku masih menunggu dengan wajah penuh

pengharapan. Tapi Flower seperti masih menimbang-nimbang keputusannya walaupun

sebenarnya dia juga mencintaiku. “Sepertinya aku harus meminta bantuan

mamah…untuk membuat keputusan!”. Kata-kata itu memecah keheningan diantara kami,

“Kalau kamu membutuhkannya, kenapa tidak!” ucapku.

“Sepertinya kamu pria yang baik!” sebuah ucapan dengan ekspresi mengintrogasi.

“Menurutmu?” tanyaku.

“Sepertinya kamu memiliki kriteria idamanku!” ucapnya lagi.

Page 53: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

53 [email protected]

“Menurutmu?” tanyaku lagi padanya.

“Kalau begitu…mamah pasti memiliki keputusan yang sama denganku!”.

Suasana kembali hening, tanganku terasa dingin sekali karena tegang menunggu jawaban

dari Flower. Wajah cantik Flower makin bersinar tapi sekarang dihiasi juga dengan

warna merah dipipinya. “Suatu kehormatan bagi Flower…mendapatkan cinta tulus sang

pemilik taman firdaus!” jawaban yang kutunggu-tunggu akhirnya datang juga. Flower

tertawa malu dengan manisnya dan pipinya menjadi lebih merah. Sementara aku

tersenyum bahagia sekali karena sudah bisa mengutarakan perasaanku kepadanya selama

ini dan diterimanya.

Diantara kebahagian itu aku merasakan penyesalan dan ketakutan. Aku menyesal

sudah menduakan cinta dalam hidupku. Aku takut tidak bisa adil kepada mereka berdua.

Sepertinya pepatah yang bilang ‘nasi sudah menjadi bubur’ menghampiri kehidupanku.

Sudah takdir mungkin aku memiliki dua cinta dalam hidupku dan keduanya datang dalam

waktu yang bersamaan. Tuhan semoga kamu selalu mendampingiku dalam keadaan yang

tak terbayangkan dalam kehidupan cintaku.

Page 54: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

54 [email protected]

Mahkota Cinta

Empat penjuru angin mengitari hatiku untuk mu

Pink,, kuning, hijau dan biru

Menghiasi klopak yang membentang di setiap penjuru angin

Hangatnya memberi sinar hatiku

Dalam putik hatiku terpatri janji setiaku untuk mu

Janji cinta yang terpersembahkan bagi putri bunga

Sengaja ku persembahkan janji ini dalam mahkota cinta

Untuk menghormati hatimu yang selembut bunga

Terimalah mahkota cinta ini dengan tersenyum

Senyum indah nan-pesona milikmu putri

Senyum yang memikatku untuk selalu mencintaimu

Lihat senyumanmu ku ukir dalam mahkota cinta ini!

Mahkota jiwa yang membara dengan hati merah suci

Klopak berwarna yang semeriah hatimu

Senyuman indahmu membungkusnya dengan pesona

Dalam ukiran janji setia cinta pertamaku

Page 55: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

55 [email protected]

CINTA DI PEREMPATAN

Aku tidak tau apakah semua keputusanku hari ini adalah keputusan terbaikku atau

bukan?. Setelah semua yang terjadi dengan Flower berakhir aku segera masuk kelas.

Sekarang aku hampa dan melayang dalam ketakutan dan penyesalan mendalam. Apakah

ini yang disebut dengan pengorbanan diri untuk orang lain? Menurutku tidak. Ini lebih

tepat disebut sebuah pengorbanan ketololan yang membuat orang lain mati dan hancur.

Darto merasa kasihan dengan keadaanku saat ini. Keadaanku sekarang kembali

kepada kondisi titik balik yang melampaui kondisiku yang normal. Saat mengenal Flower

aku bocah nakal yang periang. Sesudah berteman dengan Flower aku berubah menjadi

penghayat kerinduan penuh senyum. Waktu terjadinya kekacauan yang tidak mau aku

ingat, aku menjadi bocah murung. Sebelum menemukan Marisha aku hanya cowo dingin

dengan penyakit alergi senyuman. Setelah menemukan Marisha aku cowo penuh impian

dan harapan yang hampa tentang cinta. Cinta Marisha telah kudapat, aku menjadi periang

yang berbahagia. Dan tatkala aku juga mendapatkan cinta Flower, kegundahan dan

ketakutan menyelimutiku.

Ketakutan dan kegundahan ini tidak pernah aku rasakan. Aku sekarang tidak

berselera untuk mengangkat bibirku untuk tersenyum. Tapi rasa gundah dan takut ini di

selimuti rasa gembira nan-bahagia. Aku jadi bingung dengan diriku, aku membutuhkan

seseorang yang harus menenangkan hatiku yang sedang mengalami kemurungan.

“To…kamu pernah merasakan ketakutan yang saat ini aku rasakan?” tanyaku

padanya dengan tatapan kemurungan. Darto menatapku, mencoba menyelami pikiranku.

Darto geleng-geleng kepala dan menepuk bahuku. Nafas berat aku hembuskan panjang

sekali hingga mengurangi bebanku. “Aku tau siapa yang dapat nolong kamu!” sebuah

harapan muncul dari Darto. “Pulang sekolah kamu ajak Marisha ngobrol …keluarkan

keluh kesah kamu padanya!”. Tatapan Darto meyakinkanku tapi aku takut jika Marisha

juga tidak bisa ikut meringankan keresahanku. “Setelah itu…kamu temui juga Flower!

Keluarkan keluh kesah kamu padanya. Jika mereka cinta sejati kamu, maka mereka pasti

mengerti dengan semua beban pikiran kamu”. Aku menatap Darto dengan tatapan penuh

pencerahan.

# # # # #

Page 56: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

56 [email protected]

Marisha duduk tenang dikursi taman yang manis dengan diteduhi pepohonan yang

rindang. Aku menatapnya dalam, dalam sekali hingga rasanya jiwaku menyatu

dengannya. Marisha tersenyum padaku, dia malu karena aku menatapnya terlalu lama.

“Maaf sayang, aku ngga langsung nganter kamu pulang!”. Marisha memegang tanganku

“ok, sekarang kamu bisa mengeluarkan beban kamu. Mudah-mudahan aku bisa

meringankannya, seengganya bisa menemani kamu dalam menghadapi beban itu!”. Aku

terkejut ketika mendengar kata-kata Marisha. Bagaimana dia tau aku memendam beban

mendalam dalam hatiku?. “Apakah kamu tau dari Darto, sayang?” tanyaku padanya.

“Aku bisa melihat beban itu dari bibir kamu yang berat untuk tersenyum!”. Dia

menerangkan sambil tersenyum manja hingga membuat aku terhibur.

“…Hmmm” aku berpikir sejenak untuk mencari kata yang tepat untuk

menjelaskannya. Marisha menunggu dengan sabarnya sehingga aku merasa sejuk dan

damai sekali saat dekat dengan dirinya. Apalagi senyumannya membuat beban-beban

dalam hatiku mencair sedikit demi sedikit karena senyuman manisnya. “Aku sekarang

tau…beban ini hanya butuh senyuman kamu yang manis untuk menghilangkannya!”.

Marisha memandangiku manja dengan senyuman manis yang menyejukkan. “Jadi aku

harus terus tersenyum begini agar beban kamu hilang!” tanyanya padaku.

“…Tersenyumlah selalu seperti itu, karena senyuman kamu lebih berharga dari apapun!”.

Terpaan angin taman firdaus menghembuskan kami berdua untuk melambung tinggi

dalam perasaan kasih sayang cinta.

“Tersenyumlah sayang!” tatapan mata Marisha menebarkan aora ketenangan.

Pikiranku mengelana mencari lembaran-lembaran kegembiraan dan kebahagiaan. Sebuah

ingatan yang bisa merekahkan senyumanku kembali. Sedikit demi sedikit bibirku

mengembangkan senyuman, namun agak sedikit di paksakan. Marisha tertawa ketika

melihat senyumku yang aneh tidak seperti biasanya.

“Ingat! Senyuman itu bukan untuk sebuah symbol saja. Tapi senyuman itu sebuah

makna hidup. Makna dari kehidupan seseorang yang memiliki senyuman itu. Kamu

pernah lihat senyuman Joker? Aku menyukai senyuman itu. Hihihihi…senyuman itu

memiliki lengkungan yang indah tapi menakutkan. Jadi hati-hati dengan senyuman Joker,

karena bermakna ganda!”. Marisha tertawa dan tersenyum dalam setiap pembicaraannya

seperti tidak memiliki beban hidup saja.

Page 57: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

57 [email protected]

“Apakah kamu tidak mempunyai beban hidup sayang?. Karena kamu selalu

tersenyum dan tertawa saat aku perhatikan seperti ringan tanpa beban!”. Pertanyaan itu

akhirnya keluar juga dari mulutku, terdorong oleh rasa penasaran. Sebelum menjawab

pertanyaan itu Marisha mengambil sebuah kartu Joker dari tasnya. “Maaf yah jika

jawaban aku tidak memuaskan!” katanya manja. Senyumku terkulum berat sekali karena

di paksakan tapi aku mencoba untuk tersenyum. Kembali marisha tertawa ketika melihat

sebuah senyuman yang terlalu di paksakan.

“…Pegang kartu ini dan lihat!” aku melihat kartu pemberian Marisha dalam-

dalam. “Coba ceritakan tentang senyuman di kartu itu!” Marisha menunjuk senyuman

Joker agar diperhatikan oleh ku. “Aku melihat…sebuah senyuman yang ringan dan lebar

sekali!” aku menjawab dengan singkat dan simpel. Marisha tersenyum, “kamu tau

ngga?…kalau kartu itu adalah pemberian ayahku!. Kata ayahku kartu itu diambil dari

mayat temannya. Teman ayahku itu seorang perajurit yang pemberani dan selalu

tersenyum. Teman ayahku itu selalu membawa kartu bergambar Joker dalam setiap

pertempurannya. Kata teman ayahku, kartu itu adalah kartu pemberi kekuatan”.

“Senyuman dalam kartu itu selalu memberinya kekuatan agar tidak mudah

menyerah hanya kepada kesusahan jiwa dan ketakutan. Teman ayahku mati tertembak

saat menjalankan tugasnya di Aceh. Dia tertembak tepat dikepalanya tapi dia mati dengan

tersenyum tenang. Kata ayahku senyuman temannya itu sangat bahagia sekali seperti dia

telah mendapatkan kebahagiannya dalam pertempuran terakhirnya” aku mendengarkan

cerita Marisha sampai terkesima.

“Lihat senyuman itu begitu ringannya, jangan kira dia tidak memiliki beban hidup

karena tersenyum begitu ringan dan lebar. Senyuman itu lebih tepatnya menyembunyikan

sesuatu rahasia dalam hatinya. Rahasia yang hanya senyuman itu yang dapat

mengetahuinya. Maka dari itu sebuah senyuman adalah makna dari kehidupan seseorang

yang memiliki senyuman itu. Tapi senyuman bukan hanya sebagai penyimpan rahasia

hati saja!. Tapi senyuman juga berfungsi sebagai pengobat dari rahasia hati yang dia

simpan itu. Maka kenapa kamu tidak tersenyum sekarang!. Lupakanlah kesusahanmu

sekejap saja dengan tersenyum dengan ringan!”. Dengan ekspresi manja dan menggoda

Marisha mengakhiri pembicaraannya. Senyum mengembang di wajahku dengan

Page 58: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

58 [email protected]

ringannya, tapi kesusahan itu masih tersimpan dalam hatiku. Marisha tersenyum

menawan ketika melihat senyuman terukir di bibirku.

# # # # #

Setelah selesai aku mengantar Marisha pulang tapi dia tidak mau aku antarkan

sampai depan rumahnya. Kata Marisha ayahnya sedang ada dirumah terus ayahnya punya

kebiasaan mengintrogasi setiap pria yang punya hubungan dengannya. Jadi Marisha akan

mendekati ayahnya dulu agar aku bisa main kerumah. Marisha janji malam minggu nanti

aku bisa main kerumahnya. Aku turuti saja apa yang Marisha inginkan maka aku

turunkan Marisha di depan perempatan yang akan menuju rumahnya.

“Kamu tau ngga...hari ini aku senang sekali!” ucapan Marisha begitu

mencerminkan senyumannya yang indah. “Aku juga senang sekali bisa mendapatkan hati

sang dewi malam!” aku bungkukkan tubuhku seperti orang inggris yang hormat kepada

putri raja. “Siapa dewi malam?” Marisha kaget dengan panggilanku padanya. “Nanti saja

penjelasannya sekarang silahkan sang dewi pulang dulu ke pangkuan ayahandanya!” aku

goda Marisha hingga terpancar kecemburuan diwajahnya. Marisha bertingkah pura-pura

marah dengan cara pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Tapi saat sudah berjarak sekitar 10 meter dari aku yang terus melihatnya dari

perempatan, dia membalikkan badannya. Lalu dia tersenyum dan melambaikan

tangannya dengan manja. Aku membalasnya dengan sebuah senyuman yang baru saja ku

pelajari dari kartu. Tidak kusangka hanya dibutuhkan sebuah kartu dan Marisha untuk

membuatku tersenyum. Tapi semua ini belum tuntas, karena aku hanya bisa

menyembunyikan beban ini di dalam senyuman. Aku harus menemui Flower, semoga

saja dia dapat membantu menghilangkan beban hatiku.

# # # # #

Flower menungguku dengan tangan menyangga dagunya yang indah sambil

duduk santai di cafe. Saat melihatku datang dia berdiri dan melambaikan tangannya

kepadaku sambil tersenyum. Senyuman Flower berbeda dengan senyuman Marisha,

senyuman Flower lebih kecil dan anggun. Tapi keduanya memiliki daya tarik tersendiri

dalam senyumannya. Yang satu khas dengan senyuman manis dan ringan, sedangkan

yang satu lebih anggun senyumannya.

Page 59: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

59 [email protected]

“Udah lama?” tanyaku basa-basi. Dia menggelengkan kepala tanda belum lama.

Dia mempersilahkanku duduk didalam café itu, lalu dia memanggilkan pelayan. “Kamu

mau pesan apa?” katanya lembut, aku memesan jus alpukat kegemaranku. Sementara dia

memesan segelas orange jus. Kami menikmatinya sambil duduk berdua-duan dengan

diiringi music classic yang enak didengar. Aku memandangi wajah Flower yang cantik

dan putih, seperti Marisha ternyata dia juga malu-malu.

Berbeda dengan Marisha yang mengetahui aku memiliki beban, Flower tidak

mengetahuinya. Dia hanya diam dan mencuri-curi pandang kepadaku. Aku tertawa

melihat tingkah Flower seperti itu. “Ada apa?” dia sepertinya tidak mengerti dengan

tawaku dan menyangka menertawakannya. Aku berhenti tertawa dan mengalihkannya

dengan meminum jus. Flower tidak lagi curi-curi pandang, sepertinya dia mengetahui aku

menertawakan tingkahnya.

“Maaf sayang!” kataku manja dan mencoba menggodanya. Dia hanya tersenyum

dan merapihkan rambut yang menghalangi wajahnya yang cantik. “Kita udah 10 menit

disini tapi tidak ada yang kita bicarakan!” dia sepertinya malu karena aku hanya

menatapnya saja. Aku kembali tertawa mendengar pembicaraannya. “Kamu tuh…masih

sama kaya dulu…tetap pendiam dan…pemalu!” aku rangkul pundaknya. Flower malu

ketika aku merangkul pundaknya, terlihat jelas dari wajahnya yang memerah.

Aku kembali tertawa melihat perubahan wajahnya. “Kamu tuh hanya tertawa dan

tertawa…kenapa kita tidak ngobrol!” kata-kata itu bukan mebuatku berhenti tertawa

malah semakin ingin menggodanya. Aku cubit gemas pipinya yang tembem, dia mencoba

melepaskan cubitanku. “Tingkah kamu juga tidak berubah…masih sama kaya dulu.

Senang nyubitin pipi aku, terus selalu ketawa plus masih suka jahil!”. Kami akhirnya

ketawa bersama, Flower mencubit hidungku dengan gemasnya sampai aku sulit bernapas.

“Aduh sakit dong sayang” hidungku berubah warnanya menjadi merah saking kerasnya

cubitan itu.

# # # # #

Karena Flower membawa mobil, jadi dia tidak aku antar pulang. Aku

mengantarnya sampai mobil, aku bukakan pintu mobilnya dan mempersilahkan Flower

masuk. Dia tersenyum anggun dan memegang kepalaku lalu tanpa ada aba-aba terlebih

dahulu dia mencium pipi sebelah kananku. Aku mematung mendapat ciuman dari Flower

Page 60: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

60 [email protected]

sementara dia hanya tertawa malu. Sebuah kejutan yang indah telah di berikan kepadaku

dari Flower.

Aku melambaikan tangan saat Flower pergi keluar dari parkiran. Senyum bahagia

terukir di bibirku, indahnya perasaan hatiku hingga melambung tinggi. Selama pertemuan

tadi aku tertawa bahagia dengannya. Bernostalgia dengan masa kecil kami juga

menertawakan kekonyolan Darto sewaktu kecil. Kami saling menyalahkan ketika

berdebat tentang sepeda Darto yang patah akibat menabrak pohon. Flower menyalahkan

aku yang telah mengemudikan sepeda dengan tidak benar sedangkan aku menyalahkan

Flower karena dia menutup mataku saat dia aku bonceng di belakang. Akhir dari

perdebatan sengit itu adalah tertawa lepas bersama-sama. Sungguh bahagia sekali rasanya

bisa tertawa lepas bersama sang bunga indah nan harum.

Page 61: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

61 [email protected]

CHAPTER III

INDAH TAPI MENAKUTKAN

Aku berangkat sekolah dengan perasaan bahagia, rasanya aku mendapatkan

kehidupan baru. Senyumku kembali terukir dan sekarang senyumannya tidak aneh seperti

waktu pertama mencoba tersenyum. Tawaku juga sudah lebih lepas, tidak seperti waktu

memikirkan beban-beban pikiran. Keriangan kembali melingkariku dengan

kesejukkannya sampai-sampai aku menyanyi dan menyair semalaman. Seisi rumah

marah-marah kepadaku semalam, karena aku tidak bisa diam dan hanya terus menyanyi

dan bersyair dengan keras.

“Willy, kamu tidak berpusing-pusing ria lagi kaya kemarin?” Darto

mengagetkanku dari belakang. Darto hanya tertawa seperti orang gila ketika melihat

wajahku yang marah. “Kamu…bocah sialan! Ngagetin aja…untung ga copot jantungku”

aku jewer kupingnya sampai dia meringis kesakitan. “Tenang dong aku kan cuman mau

ngehibur kamu!” matanya menunjukkan mata seorang penjilat. “Udah jangan basa-basi!

mau pinjam motor kan?” Darto hanya nyengir kuda ketika aku mengetahui belangnya.

“Bagaimana kemarin? sukses!” Darto menanyakan situasi kemarin sambil

memakan baksonya. Aku tidak menjawab dan masih terfokus pada bakso yang hampir

habis. Darto tidak menanyakan hal itu dua kali, mungkin takut menyinggung perasaanku

padahal tidak apa-apa. Setelah menghabiskan bakso aku tersenyum puas kepada Darto.

Aku tertawa dan menepuk pundak Darto, hingga bakso yang dimakannya terpental

kemangkuk. “Ehm…sialan, jadi belepotan nih mulut ku!” bentaknya padaku tapi

akhirnya kami tertawa bersama-sama.

“Kamu emang pengen tau kejadian kemarin?” aku tanyakan keseriusan dalam

pertanyaannya. Dia menatapku dan memegang sendoknya sambil bersiap memasukkan

bakso ke mulutnya. “Kamu ga perlu ngasih tau aku jika kejadian kemarin berakhir

buruk!” Darto sekarang terfokus pada baksonya kembali. “So tau kamu…aku belum

cerita udah berperasangka buruk!” kataku. Darto sekarang berkonsentrasi kepada diriku

yang bersiap menceritakan hal-hal yang terjadi kemarin.

Page 62: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

62 [email protected]

“Aku ini cowo beruntung, malah super beruntung lebih tepatnya!” aku

celingukkan takut ada yang mendengarkan pembicaraan kami yang rahasia. Darto

mengikuti tingkahku, dia celingukkan kanan kiri terus lebih memajukkan telinganya

kearahku. Aku bercerita dengan sedikit berbisik-bisik pada Darto, karena ini adalah

sesuatu yang rahasia. “Begini kejadiannya…kemarin seperti nasihat kamu, aku ketemuan

sama dua bidadariku!”. Darto tersentak kaget ketika aku mengatakan mereka berdua

dengan sebutan bidadari.

“Tunggu! Aku ga ngerti…apa kamu jadian dengan mereka berdua?” tanyanya

padaku dengan wajah serius. Aku memandangnya aneh, aku kira Darto tau kalau aku

udah pacaran dengan mereka berdua. “Gimana sih! Aku kira kamu tau kalau aku udah

jadian sama mereka berdua!” bisik ku padanya dengan nada sedikit marah. “Yang aku tau

kamu udah jadian sama Marisha, terus kamu ketemuan dengan Flower kemaren waktu

jam pelajaran ke 9. Dan aku menyangka pasti Flower menyatakan cintanya padamu, terus

kamu kebingungan memilih diantara mereka berdua!. Kesimpulannya aku tidak

menyangka kamu menerima Flower dan menduakan mereka sekaligus!”. Aku diam

beberapa saat menatap Darto beberapa detik dan menarik nafas dalam satu hentakkan.

“Begini kisahku kemarin…kamu pasti taukan kejadian aku sama Marisha di

lapangan olahraga?. Jadi aku ga perlu menceritakan bagian itu!” Darto hanya manggut-

manggut manut. “Setelah bertemu kamu di parkiran itu, aku menemui Flower yang

menungguku di bawah pohon akasia. Pertamanya dia cuman nganterin titipan dari

mamahnya, kotak yang itu loh!” kataku mengingatkannya tentang kotak yang kubawa

kemarin. “Terus ketika aku mau pergi, dia menghentikan langkahku untuk

menyampaikan pesan dari mamahnya. Aku kira sampai disitu, ternyata dia

mengingatkanku tentang janji masa kecil kami” Darto mendengarkan dengan penuh

perhatian.

“Kamu taukan aku udah empat tahun tidak main dan bertemu lagi sama Flower,

jadi aku hampir lupa dengan janji itu. Untungnya Flower mengingatkanku, aku tau kalau

janji itu adalah hutang. Maka aku harus menepati janji itu walaupun memiliki

konsekuensi yang berat!” Darto geleng-geleng. “Aku masih ga ngerti, kenapa kamu tega

menduakan mereka?” Darto mencoba menghujat keputusanku. “Aku juga sempat berpikir

seperti itu, kamu taukan kemarin aku mengalami guncangan jiwa?. Nah…guncangan jiwa

Page 63: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

63 [email protected]

itu adalah guncangan tentang keputusanku hari itu, apakah benar atau salah?. Sampai

sekarang pun aku belum menemukan jawabannya tapi aku mengetahui alasan kenapa aku

menduakan mereka!”. Darto memperhatikanku tanpa berkedip, dia sepertinya ingin tau

alasan aku menduakan Marisha dan Flower.

“Kamu jangan menganggapku sebagai seorang playboy juga jangan

menganggapku orang yang tega menyakiti dua cewe yang aku sayangi!. Alasannya

mungkin tidak gampang diterima tapi aku menerimanya sebagai jalan yang tidak bisa di

tolak. Marisha…kamu taukan aku mencintai dia? Dia adalah pemberi senyuman yang

sekarang kamu lihat di bibirku. Flower cinta pertamaku…tapi aku tidak pernah bisa

mengungkapkan rasa cintaku. Keduanya adalah bidadari pengisi hidupku dari pertama

mengenal huruf sampai bisa mengenal makna hidup ini”.

“Sebelum mengenal Marisha aku telah mengenal dekat Flower yang dulu lebih di

kenal dengan nama Ayu. Flower adalah teman dekatku seperti kamu, yang tidak bisa aku

sakiti dan memutuskan tali persahabatan. Setelah kejadian yang tidak kamu ketahui dan

tidak mau aku sebut-sebut, aku menjadi pemurung. Kamu sering menghiburku saat aku

murung tapi Flower tidak pernah hadir kembali. Dan sekarang dia hadir pada saat sudah

empat tahun tidak bertemu, aku tidak tau apa alasan Flower tidak menjumpai ku selama

itu. Tapi aku tau kalau dia memiliki alasan yang sama denganku!” aku menarik nafas

panjang sekali.

“Sama…aku juga baru bertemu kembali dengannya tahun kemarin!” Darto

sepertinya merasakan hal yang sama denganku. Yaitu kehilangan teman yang dulu sering

bersama-sama dalam senang maupun duka. Tapi sekarang Flower telah kembali dan aku

tidak tau kenapa Flower menjumpai Darto lebih dulu daripada aku?. Namun aku tidak

mau memperpanjang hal kecil seperti itu. Aku tersenyum kepada Darto dan menepuk

pundaknya tanda ikut bersedih. “Kita lanjutkan!” kataku mengalihkan kepada topik

intinya dan seperti biasanya Darto tetap riang gembira.

“Setelah kehilangan Flower, aku hampa namun aku masih punya sahabat

sepertimu yang selalu menemaniku di saat apapun!” Darto tersenyum bangga. “Waktu

masuk SMA aku bertemu dengan seorang dewi senyuman yang memiliki keindahan

malam. Aku mengetahui makna hidup ini dari semangat dan senyumannya. Tapi aku

terlalu pecundang untuk mengungkapkan cintaku padanya, sehingga dia berpacaran

Page 64: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

64 [email protected]

dengan Bondan. Dalam penantian aku memimpikannya dan mengharapkan Marisha

menjadi pacar yang aku cintai untuk terakhir kalinya. Dan saat itu pun datang

menghampiriku…dia menyatakan cintanya padaku!”

Darto mendengarkan ceritaku dengan keingintauan yang menggebu-gebu.

“Marisha menyatakan cintanya padaku dan tidak ada alasan untuk menolaknya. Jadi aku

menerimanya dengan perasaan berbunga-bunga dan melayang tinggi. Aku mencintai

Marisha dan dia menyatakan cintanya…apakah aku salah jika menerimanya?” aku

tanyakan tanggapan Darto tentang keputusanku. “Keputusan itu benar!” jawaban Darto

begitu simpel tapi aku tau kalau jawaban sebenarnya lebih rumit.

“Flower datang menemuiku untuk menagih janjiku, walaupun dia tidak

mengatakannya atau berniat menagih. Tapi aku mengetahui dari tatapannya yang

menggambarkan perasaannya. Aku mencintai Flower sebelum mencintai Marisha dan

Flower pun mencintaiku. Dan janji itu aku buat saat belum mengenal Marisha…jadi

salahkah aku bila menepati janji kepada cinta pertamaku?” aku tanyakan bagaimana

tanggapannya. Darto sekarang terdiam, tidak seperti tanggapan pertama yang dia jawab

dengan mudahnya. Darto menatapku dengan tatapan bingung, lalu dia menggeleng-

geleng kepala. “Aku tidak menemukan tanggapan untuk masalah yang kedua!” jawaban

Darto begitu mengecewakanku.

Aku menatapnya dengan tatapan marah, “kenapa jawabannya tidak sama seperti

jawaban yang pertama. Apakah kamu memihak?” aku tatap dia dengan tatapan begitu

kecewa. Darto menunduk dan mulai kebingungan mencari-cari alasan yang tepat.

“Sekarang kamu taukan bagaimana perasaanku kemarin, seperti itulah perasaanku

kemarin atau bisa lebih dari yang kamu rasakan. Tapi aku punya solusi yang bisa kamu

coba untuk mencari alasan itu. Kamu temui saja Nani…terus ceritakan hal ini kepadanya

pasti kamu mendapatkan alasan yang bagus untuk menghujat keputusanku!”.

Darto tersenyum kepadaku dengan perasaan kalah tapi aku tidak merasa menang

dalam obrolan ini. Karena aku memiliki tugas yang berat untuk bisa berlaku adil kepada

mereka berdua. Yaitu Flower sang bunga yang berbunga di padang bunga dan Marisha

sang dewi senyuman pemilik keindahan malam. Akhir dari perbincanganku dengan Darto

dikantin adalah kekalahan Darto yang harus dibayar dengan membayar Bakso yang kami

makan tadi. Tapi seperti biasa Darto menjalaninya dengan senang hati.

Page 65: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

65 [email protected]

Benar & Salah

Cinta, aku tidak mengerti dengan diriku

Yang aku mengerti hanya satu yaitu aku mencintaimu

Banyak alasanku untuk mencintaimu

Hingga membuatku bingung untuk menjelaskannya

Aku memang tidak pandai dalam bicara

Tapi aku percaya kamu akan mengerti dengan kelemahanku

Sulit bagiku untuk mencari kebenaran dalam kesalahan

Begitu juga mencari kesalahan dalam kebenaran

Apakah keputusanku mencintaimu benar atau salah?

Keputus asaan menyelubungiku dengan kegalauan

Mungkin kamu pantas buatku, cinta!

Tapi aku tidak pantas buat kamu

Jawaban itu bisa benar dan salah

Keputusan ada dalam hatimu!

Page 66: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

66 [email protected]

STARTING POINT

Darto bilang awal pacaran adalah masa terindah dalam pacaran. Berbeda

pandangan dengan Aku, tapi aku tidak memandang jelek terhadap awal pacaranku. Aku

menilai dari awal pacaran sampai akhir pacaran (semoga aku tidak mengalami yang

namanya akhir pacaran!) adalah masa indah. Kenapa kita harus merasakan indahnya

pacaran hanya pada bagian-bagian atau waktu tertentu pada pacaran. Sedangkan kita

yang menginginkan pacaran ini, keputusan kita menerima dan menyatakan cinta kepada

pasangan kita adalah mantra yang memberi kita nuansa keindahan cinta yang akan kita

jalani.

Sulit memang merasakan indahnya pacaran, tapi kalau kita ingin mencoba

menjalaninya maka akan terasa manis. Pacaran sendiri membutuhkan keberanian untuk

memulainya, bagiku!. Konsekuensinya yang berat pun harus kita pandang sebagai

keindahan dalam pacaran. Percuma dong kalau kita hanya merasakan indahnya pacaran

pada waktu tertentu saja. Lebih baik pandang indah saja segala sesuatu yang kita alami

dalam masa pacaran, mudah-mudahan dialah jodoh yang kita nanti-nanti.

# # # # #

Marisha meminta aku memberinya semangat dalam pertandingan eksebisi dalam

kejuaraan basket sekabupaten Sumedang. Sebenarnya tanpa dia mintapun aku pasti akan

memberinya semangat kalau bisa tenagapun akan aku berikan. Darto dan aku sepakat

akan memberikan semangat kepada tim basket putri dan bergabung dalam supporter

SMA kami.

“Sayang! Memangnya melawan sekolah mana?” pertanyaanku menghentikan

kegiatan makan Marisha. “Oh…pertandingannya melawan SMA Al-masoem!”

mendengar jawaban Marisha aku dan Darto terlonjak kaget hingga berdiri dari kursi.

“Kenapa kalian?” Marisha memandang aneh tingkah kami. Aku kembali duduk dengan

agak sedikit gemetar, aku cubit Darto dan memberinya tanda agar membuat Marisha

sibuk agar aku bisa menelpon seseorang. “Kenapa sih kalian? Jadi aneh gitu tingkahnya!”

Marisha memandang kami curiga. “Oh tidak ada apa-apa ko non! Kami cuman kaget

mendengar tim kita akan melawan tim yang tangguh” Marisha percaya saja dengan

alasan Darto.

Page 67: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

67 [email protected]

Sementara Darto membuat Marisha sibuk dengan ocehannya, aku permisi pada

Marisha untuk menelpon. Marisha dan Darto aku tinggalkan di kantin, sesegera mungkin

aku pencet sebuah nomor. Aku memilih toilet untuk menelpon Flower, nada tunggu

terdengar jelas dari sebrang. Aku sedikit terkejut mendengar tim basket putri SMA kami

akan melawan tim basket putri Al-Masoem. Sebuah pertanda buruk menghampiriku, aku

takut pada pertandingan sore ini Flower akan ikut mendukung SMA-nya. Maka cepat-

cepat aku menelpon untuk memastikan kehadirannya dalam pertandingan sore nanti.

“Hallo…!” suara perempuan yang lembut menyapaku dari sebrang.

“Ha…ha…hallo!” aku tergagap-gagap mendapati suara Flower di telpon, ini adalah

pertama kalinya aku menelpon Flower setelah empat tahun. “Ada apa cintaku?” Flower

menyanjungku dengan sebutan ‘cintaku’ membuat aku merasa menjadi pria terganteng.

“Eh…ini! Kamu ikut nonton pertandingan basket sore ini ngga?” terdengar tawa kecil

Flower dari sebrang. “Aku akan datang! Tapi bukan sebagai penonton, melainkan sebagai

pemain. Kamu harus dukung aku yah!” mendengar Flower berbicara seperti itu aku

langsung tersentak kaget dua kali lipat.

“Hallo…hallo…hallo…sayang?” Flower memanggil-manggil aku dari sebrang

handphone. Aku mematung dan tidak tau harus bicara apa lagi tapi aku harus menghadapi

ini dengan kepala dingin dan rencana matang. “Oh…maaf sayang, aku agak kaget aja

kamu bisa maen basket! Biasanya juga nonton doang!” kilahku. Flower tertawa kecil

“huh, belum tau yah kalau aku ini pemain paling hebat di SMA ku!”. Aku ikut tertawa

juga, tapi dalam pikiran aku sedang memutar otak bagaimana agar tidak terjadi

‘bentrokkan’. “Ok, aku nanti akan mendukung kamu! Aku tunggu yah di sekolah…dah!”

aku akhiri pembicaraan kami.

Marisha menatapku ketika aku balik dari toilet “Habis nelpon siapa sayang?”.

Bohong atau jujur menjawabnya?, aku bingung “sudah nelpon teman masa kecilku, aku

baru ingat sesuatu tadi yang harus di sampaikan padanya!”. Marisha memandang aku

kembali “cewe atau cowo?” pertanyaan ini menyudutkanku dan Darto hanya melongo

menatap perbincangan kami. “Cewe!” keringat dingin mengucur di punggungku dan

Darto menggigit bibirnya cemas. Jika Marisha menanyakan sebuah pertanyaan lagi maka

matilah aku.

Page 68: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

68 [email protected]

Tapi untung Marisha tidak menanyakannya lebih lanjut, anehnya aku tidak bisa

berbohong padanya. Dan jika Marisha menanyakan aku punya hubungan dengannya

maka aku takut tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Untung Marisha tidak

memperpanjang pertanyaan itu malah memintaku mengantarnya ke kelas. Darto terlihat

berwajah lega sekarang, dia mungkin merasakan hal yang sama denganku tadi.

# # # # #

Bel pulang sekolah sudah berbunyi 10 menit yang lalu dan sekarang aku

berhadap-hadapan dengan Darto di meja kantin. Kami sedang rapat dan mempersiapkan

rencana penyambutan Flower dan juga menghalau hal yang tidak di inginkan. Darto

membuka catatan kecil yang di buatnya tadi saat di kelas. Catatan itu merupakan cetak

biru dari rencana besar kami dalam konspirasi menghalau sebuah ‘bentrokkan’ maut dua

bidadari. Aku tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi, mungkin akan

mengakibatkan perang dunia ke-3. Maka untuk menghalau terjadinya hal itu aku dan

Darto telah mempersiapkan semuanya sematang mungkin.

Rencananya sederhana sekali, pada saat Flower dan rombongannya datang aku

akan ‘menghilang’. Di sinilah bagian Darto untuk menjalankan misinya, yaitu

menyambut kedatangan Flower dan memberitahu kalau aku sedang dalam perkumpulan

panitia pertandingan. Ketika Darto menyambut Flower, aku akan menemui Marisha di

ruang ganti pemain untuk memberi semangat. Misi kedua, aku menemui Flower di

tempat tunggu pemain dan pura-pura memberikan air minum pada pemain lawan padahal

sesungguhnya aku memberi semangat kepada Flower. Dan Darto memberikan air minum

untuk pemain tuan rumah juga sedikit berbinacang-bincang dengan Marisha. Jika di

butuhkan Darto bisa menjelaskan ke tidak hadiranku di sisi Marisha dengan alasan kalau

aku sedang memberi air ke pemain lawan.

Untuk mempermanis ‘penghalauan’ ini aku akan mendukung mereka berdua dari

sisi lapang yang netral sehingga akan terlihat kalau aku mendukung mereka berdua.

Darto sang creator rencana ini sudah memperhitungkan jika ada kekacauan atau

kesalahan rencana, maka akan dipakai rencana cadangan. Darto juga tidak lupa dengan

rencana saat pertandingan berakhir, jika tim SMA kami menang maka rencana A yang

dipakai. Tapi jika tim SMA Flower yang menang maka di gunakan rencana B dan kalau

Page 69: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

69 [email protected]

pertandingan seri maka rencana C yang digunakan. Penjelasan Darto aku dengarkan baik-

baik dan tidak boleh ada kesalahan sekecil apapun dalam rencana besar ini.

# # # # #

Flower menelpon saat aku sedang berpapasan dengan Marisha yang akan pergi ke

ruang ganti. “Ha…hallo!” aku mengangkat telpon itu sambil memandang kaget Marisha.

“Kenapa sih ko ngeliatnya gitu?” Marisha menanyakan ekspresi tatapanku yang kaget.

Sementara di sebrang telpon Flower tidak sabaran bicara “Hallo sayang! Aku lagi di jalan

menuju sekolah kamu. Sambut aku di gerbang yah!” belum sempat menjawab Flower,

Marisha udah duluan ngomong. “Telpon dari siapa sih?” saat mau ngomong ke Marisha,

Flower udah nyerobot kata-kata aku. “Sama siapa di sana? Ko ada suara cewe!” belum

sampai nelen ludah buat ngelancarin tenggorokan aku Marisha udah melotot.

Marisha melotot, karena aku tidak mempedulikannya sedangkan disana Flower

terus nyerocos ngomong minta penjelasan. “Udah cepet siap-siap bentar lagi tim lawan

datang!” kataku pada Marisha sambil mendorongnya ke ruang ganti. Marisha hanya

menurut saja ketika aku dorong dengan halus menjauh. Flower sekarang bicara agak

keras karena tidak di tanggapi olehku. “Iya sayang aku denger ko! Aku ga bisa

menyambut kamu di gerbang karena harus mempersiapkan pertandingan. Nanti Darto

saja yang menyambut kamu oke! Nanti aku nemuin kamu di ruang tunggu…dah sayang!”

aku tutup telpon sebelum Flower ngomong lagi. Tanpa aku sadari Darto memperhatikan

dari jauh sambil tertawa terbahak-bahak melihat kekonyolanku.

Aku dekati Darto yang berdiri di bawah tiang bendera, “sialan…bukannya

bantuin aku tadi!”. Darto makin cengengesan aku hanya garuk-garuk kepala yang tak

gatal. “Makanya coy…kalau punya pacar satu aja kaya aku nih!” katanya membangga-

banggakan diri. “Satu apanya! Kasian pacar kamu tuh terus di kacangin sama kamu,

kalau aku sih ga pernah ngacangin pacar!” kataku tidak mau kalah. Darto tertawa

terbahak-bahak bersamaku, di ruang ganti Marisha melihatku dengan senyuman. Aku

memandang Darto dan memberinya isyarat agar menjalankan misinya sekarang. Kami

bersalaman dan berdoa sejenak di bawah bendera merah putih yang berkibar-kibar untuk

kelancaran rencana ‘penghalauan’.

Setelah melihat Darto pergi menuju gerbang aku membalikkan badan menuju

ruang ganti. Aku membalas senyuman Marisha yang masih melihatku dari jendela ruang

Page 70: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

70 [email protected]

ganti yang kecil. Sesampainya di pintu ruang ganti berdiri pelatih basket SMA kami

berjaga di depan pintu seperti pengawal kerajaan. “Pak, gimana persiapannya udah

matang?” tanyaku basa-basi. Pak pelatih hanya diam membisu seperti tidak

menghiraukan pertanyaanku. Aku cengar-cengir malu karena di cuekin, aku intip ke

ruang ganti dari celah pintu. Secepat kilat pak pelatih menutup pintu itu rapat-rapat

“kamu jangan coba-coba ngintip anak perempuan yang lagi ganti baju!”. Aduh sialan

dikirain aku tukang intip kali! Cuman mau nemuin Marisha doang juga, siapa yang mau

ngintip perempuan kaya ga ada kerjaan.

Terpaksa aku duduk di kursi depan ruang ganti sambil diam nyuekin pak pelatih.

Lama banget mereka ganti bajunya, akhirnya pak pelatih masuk kedalam setelah ada

isyarat ketukan dari dalam. “Pak, boleh saya masuk? Saya mau ngasih semangat buat

Marisha!” pak pelatih nyuekin aku untuk kesian kali dan langsung menutup pintu.

Ngeselin banget tuh orang! Kalau bukan guru pasti udah aku cingcang jadi bakso.

Tapi tidak berapa lama setelah pelatih masuk Marisha keluar dengan kostum tim

basket putri. Dia sangat seksi sekali, kulitnya yang manis di balut yukensi berwarna biru

dengan celana basket yang gombrang berwarna biru juga. Aku bangkit dari kursi dan

menyapanya seperti baru pertama melihatnya. “Kenapa ko ngeliatnya gitu?emang ada

yang aneh yah sama aku!” Marisha memutar-mutar badannya untuk mengetahui apakah

ada yang aneh dengan dirinya. Aku hanya tertawa kecil melihat tingkahnya “kamu pasti

akan menjadi bintang lapangan hari ini!”. Marisha sekarang tau kenapa aku melihat

dengan tatapan takjub, itu karena dirinya begitu manis dan cantik untuk di pandang.

Kami ngobrol-ngobrol masalah pertandingan yang sebentar lagi di mulai, Marisha

grogi menghadapi pertandingannya. Aku memberikan semangat untuknya agar

bertanding dengan santai dan menunjukkan kemampuan terhebatnya. Marisha merasa

memiliki tenaga berlipat karena aku telah memberikan sepotong semangat kepadanya.

Dia akan memberikan hasil yang maksimal untuk di persembahkan kepadaku dalam

pertandingan nanti. Aku tersenyum bahagia bisa memberikan semangat kepada cinta

terakhirku yang indah dan cantik seperti malam yang cerah dengan taburan bintang yang

gemerlap.

# # # # #

Page 71: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

71 [email protected]

“Fahmi…!” Fahmi menoleh kepadaku dan berhenti berjalan. “Dari mana cuy?”

tanyaku pada Fahmi yang berhenti menungguku mendekat. “Mau ke ruang tunggu al-

masoem...” katanya datar sambil menaruh sebuah kardus mineral dilantai. “Aku aja yang

nganterin, kayanya kamu kecapean!” kataku sambil tersenyum dan mengangkat kardus

minuman tersebut. “Tumben banget kamu…pasti ada maunya, inget kamu kan udah

punya Marisha! apa kamu mau ngasih Marisha buat aku? hehehe” Fahmi menggodaku

sambil pergi menuju lapangan basket.

Segera kuambil handphone dan memanggil Darto. “To…aku udah dapat paketnya

sekarang aku tinggal masuk sarangnya…”, Dari sebrang Darto menjawab “Oke

siap…sarang sudah bersih dari kotoran”. Kami berdua bicara dengan menggunakan sandi

untuk berjaga-jaga takut ada yang menguping. Segera aku bergegas menuju lapangan

basket dan menyebrang ke ruang tunggu pemain. Dikoridor sekolah aku melihat

rombongan tim basket sma kami berjalan menuju ruang tunggu. Aku mengambil jalur

yang berbeda dengan mereka sambil tergesa-gesa karena berat membawa kardus air

mineral.

Didepan ruang tunggu pemain al-masoem aku menarik nafas panjang dulu saking

kecapeannya. Seorang guru wanita menghampiriku dari dalam ruangan “Buat kita yah?”

tanyanya. “Iya bu…” jawabku singkat sambil mengangkat kembali kardus minuman

tersebut kedalam sambil diikutin ibu guru tadi. Para pemain basket al-masoem sedang

bersiap-siap sambil melakukan peregangan, mataku mencari-cari putih putih nan cantik

yang tak lain adalah Flower. Tapi ko ga ada yah…apa Flower berbohong?. Tugasku

mengantar minuman sudah selesai, sayang sekali rencana bertemu Flower di ruang ganti

jadi batal. Kemana perginya Flower yah…ga mungkin dia bohong.

Segera aku keluar dari ruang tunggu al-masoem dan menelpon Darto. Mendadak

Flower dan seorang temannya datang dari arah toilet. “Hai…sayang, lagi nungguin aku

yah” kata Flower dengan manja sambil nempel-nempel. “I..i..iya sayang! kita ngobrol

didalam aja yuk…” karena kalau diluar aku takut ada yang menggosipkan apalagi Flower

main nempel-nempel aja kaya prangko.

Flower terus aja menggandeng tanganku seperti ulat bulu nempel didaun ga mau

lepas. Aku jadi malu sama teman-temannya yang ngeliatin aku terus. “Makasih yah udah

mau dukung Flower…aku pasti menang kalau didukung sama kamu sayang”. Aku hanya

Page 72: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

72 [email protected]

bisa tersenyum kepadanya, melihat tingkahnya seperti itu dia begitu manja sekali tapi

sebenarnya dia itu perempuan pendiam dan pemalu. Mungkin Flower begitu kangennya

sama aku karena udah tiga hari ini aku dan Flower tidak bertemu. “Aku pemanasan dulu

yah…” kata Flower sambil melakukan peregangan didepanku. “Kalau aku menang kamu

mau ngasih apa?” kata Flower manja. Aku berpikir sejenak lalu “aku akan mentraktirmu

makan…bukankah makan favoritmu?”. Dia hanya tertawa kecil sambil melanjutkan

pemanasannya.

Marisha dan Flower tidak jauh beda cantiknya tapi tetap saja mereka mempunyai

hal yang berbeda di mataku. Marisha begitu mandiri dan centil namun dia sungguh

perempuan yang tegar dan juga keras mungkin sifat ayahnya nempel sedikit. Flower

begitu penyayang dan halus perasaannya, dia juga perempuan yang sedikit manja itu juga

karena sedikit sifat mamahnya yang nempel.

Pertandingan akan segera dimulai, aku sudah duduk ditempat yang direncanakan.

Yaitu tempat netral yang tidak terlihat memihak sekolah manapun. Namun ada beberapa

teman yang memanggilku untuk duduk di bangku supporter sma kami tapi aku

menolaknya. Para pemain terlihat sedang melakukan pemanasan, terlihat Marisha

melakukan pemanasan dengan men-drible bola. Sementara Flower melakukan pemanasan

slum dunk. Keduanya terlihat menonjol diantara pemain yang lainnya. Banyak mata jahil

yang memperhatikan mereka berdua, membuat aku cemburu saja. Tapi inilah

konsekuensi memiliki pacar yang cantik dan menawan apalagi aku mempunyai kedua-

duanya.

Pertandinganpun dimulai, jalannya pertandingan terlihat sengit dari kuarter

pertama sampai kuarter ketiga. Skor menunjukkan sma kamilah yang diatas angin.

Flower terlihat sangat gugup itu terlihat dari pipinya yang memerah karena cape dan

kesal. Marisha dengan penuh semangat terus bermain dengan cantik. Aku tidak sanggup

melihat keadaan Flower yang begitu tertekan sepertinya dia ingin menyerah tapi dia

terlalu memaksakan. Jika aku memberi dukungan terhadap Flower aku bisa ketahuan

mendukung Flower oleh yang lain dan sama saja itu merusak semua rencana kami. Tapi

aku sungguh tidak tega melihat Flower tertekan seperti itu, mungkin Marisha akan tetap

tegar walaupun kalah.

Page 73: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

73 [email protected]

Kuarter keempat dimulai dan tiba-tiba terjadi serangan mendadak dari sma kami

yang dikomandoi oleh Marisha dan…poin!. Aku segera berdiri dan berteriak

“SEMANGATTTT…!!!!” kataku sambil gemetaran. Seluruh penonton dan pemain

melihat kearahku tapi dengan datar aku duduk kembali dan hanya mengepalkan tanganku

kelangit. Marisha yang melihatku seperti itu menganggap memberi semangat kepadanya.

Flower yang sedari tadi tertunduk lemah setelah mendengar teriakanku dia bangkit

kembali dan menatap pertandingan dengan semangat berkali-kali lipat. Pertandingan

kuarter keempat dimulai kembali dan sungguh pertandingan yang mati-matian.

Pertandingan selesai dan sungguh diluar dugaan sma al-masoem menang dengan

skor tipis 56-54. Sudah kuduga, Marisha walaupun kalah tetap tegar dia menyapa

lawannya dan berjabat tangan. Ketika Marisha dan Flower saling bertemu dan berjabat

tangan satu sama lain mereka saling berbisik dan berpelukkan. Oh…jika saja itu terjadi

ketika aku mengungkapkan semuanya.

Darto menemui Flower di ruang tunggu sambil memberikan pesanku “Willy tidak

bisa datang karena harus memberikan minuman ke tim kami. Tapi tentang janjinya untuk

mentraktir kamu, dia akan menepatinya” Darto mengakhiri pembicaraannya dan Flower

berterima kasih kepada Darto. Flower begitu senang telah meraih kemenangan dan

sepertinya dia ingin memberikan kemenangan itu untuk aku. Marisha terlihat lemas dan

kecapean tapi dia tetap tegar dan penuh semangat. Aku memberinya support dan jangan

patah semangat dan Marisha pun tersenyum. “Lain waktu aku akan meraih kemenangan

yang lainnya…” kata Marisha. Aku hanya mengangguk dan tersenyum untuk

memberinya semangat. Sungguh hari yang melelahkan di awal pacaranku dengan dua

bidadari.

Page 74: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

74 [email protected]

POSESIF

Setelah melakukan ‘penghaluan’ terhadap ‘bentrokkan’ dua bidadari ingin

rasanya aku segera menidurkan tubuhku diatas kasur yang empuk. Malam ini terasa

sungguh dingin sangat cocok untuk tidur dan bermimpi indah. Jam di kamarku sudah

menunjukan pukul 8 malam tidak terlalu sore untuk tidur. Ketika aku mencoba untuk

tertidur tiba-tiba ringtone handphone berbunyi nyaring membuat aku terbangun. Siapa sih

malam-malam gini yang telpon. Dengan suara agak malas aku menjawab telpon tersebut

“Hallooo…”. Suara dari sebrang terdengar sedikit tidak senang dengan jawabanku.

Namun antara sadar dan tertidur aku menerima telpon tersebut dan sedikitpun tidak

mampu mendengarkan suara penelpon. Akh ganggu aja kata ku dalam hati sambil

menutup telpon tersebut dan kembali tidur.

Baru beberapa menit memejamkan mata dan hampir melayang kedunia mimpi

tiba-tiba ringtone handphone kembali berbunyi nyaring. Ngeselin banget yang telpon

siapa sih?. Terpaksa aku angkat dulu telpon tersebut dengan nada agak sedikit tinggi.

“HALLO…” kataku sedikit meninggi. Ternyata yang dari sebrang tidak kalah sewot

dengan suaraku barusan. “IH…nyebelin banget sih! ini aku Marisha ko malah ditutup

pake ngebentak segala lagi”. Aku langsung tersentak sadar dan segera menjawab telpon

dengan nada yang diatur. “Ada apa sih sayang? ko malam-malam telpon…emang ga cape

tadi sorekan baru beres maen basket” kataku sedikit menerangkan. “Aku nelpon cuman

mau ngucapin selamat malam doang…HONEY!” kata Marisha sedikit berteriak dan

langsung menutup telpon dengan kasar. Sungguh kejamnya dunia!, segera aku telpon

balik karena takut dia marah dan nantinya jadi ga enak.

Beberapa lama telpon dari aku tidak diangkatnya sedangkan mataku sudah tidak

bisa dikompromikan lagi untuk tidur. “HALLO…” Marisha menjawab dengan

membentak membuat aku terlonjak kaget karena ketiduran. “Eh…sayang udah tidur?”

kataku basa-basi. “Ini lagi mau tidur…tapi diganggu sama penelpon iseng jadi ga bisa

tidur” katanya dengan nada jutek. “Siapa penelpon iseng itu sayang?” tanyaku dengan

suara sedikit mengantuk. “Ya kamu dong…” jawab Marisha, aku hanya tertawa

mendapat jawaban tersebut dalam hati malah aku yang menganggap bahwa dia yang

penelpon iseng. “Oke aku ga bakal ganggu lagi…good night aja dech!” kataku lembut

Page 75: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

75 [email protected]

sambil diakhiri dengan kecupan. “Mimpi indah yah…” kata Marisha dari sebrang telpon.

Ternyata walaupun marah Marisha tetap sayang sama aku buktinya dia mengatakan

‘mimpi indah yah…’ dengan nada yang begitu mesra.

# # # # #

Paginya aku bangun dengan malas karena ini adalah hari minggu, tapi aku ingat

punya janji dengan Flower untuk mentraktirnya makan. Terpaksa bangun pagi dan

bersiap-siap memanaskan motor kesayanganku. Saat aku sedang menonton tv sambil

menunggu waktu janjian sebuah sms dari Marisha masuk.

Yanx hr ni lo ada acr ga? klw ada acr mau kmn? trus sm sp?

Aku jadi bingung sama Marisha baru juga jam menunjukkan 8 pagi eh dia sudah sms

apalagi isi smsnya kaya gitu, harus balas apa yah. Akh lebih baik jangan di balas dulu

entar aja.

Segera aku mengenakan jaket dan bersiap untuk pergi berangkat. Ketika hendak

menjalankan sepeda motor ternyata ringtone handphone sudah berbunyi duluan, sudah

tidak salah lagi ini pasti dari Marisha. “Hallo sayang…” sapaku lembut. Dari sebrang

ternyata menjawab dengan sewot, “ko ga di balas sms dari aku?”. Marisha bertanya

dengan nada tinggi membuat hatiku sedikti ciut. “Sory sayang habis tadi aku buru-buru

mau ke Dangdeur…mau maen sebentar sama teman” kataku. Marisha hanya diam

disebrang telpon tanpa bertanya ataupun bicara lagi. “Emang ada apa? mau jalan-jalan

bareng boleh aja…” kataku sedikit menantang tapi sebenarnya aku takut kalau dia mau

ikut. Sejenak kemudian akhirnya dia buka suara “ngga…bukan maksud mengganggu,

tapi aku hanya ingin tau aja perkembangan kamu sayang”. Aku hanya tersenyum dan

menjawab “aku baik-baik saja sayang…nanti sore aku ke rumah kamu deh kita jalan-

jalan”. Tapi Marisha melarang karena takut ayahnya marah akhirnya diputuskan besok

aja ketemu di sekolah.

Aku menjemput Flower dirumahnya dan dia berpakaian sedikit tomboy.

Rambutnya dikuncir dan pake topi army terus pake kaos berwarna pink yang ketat dibalut

jaket putih bersih dan kebawahnya memakai celana jeans. Oh…sungguh cantik sekali

pacarku ini. Pasti semua lelaki yang melihatku bersamanya akan iri dan berharap mereka

Page 76: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

76 [email protected]

yang menjadi diriku. Jika ingat tentang hal itu sungguh menjadi sebuah kebanggaan tapi

kalau ingat yang lain membuat aku pusing.

Mamahnya Flower mengantarkan kami sampai depan rumah dan berpesan agar

hati-hati, aku juga tentunya udah minta izin. Ketika hendak pergi ada sms masuk ke

handphone. Pasti dari Marisha, aduh ko ga tepat banget sih timeing-nya. “Ada telpon

yah?” tanya Flower, aku segera menggelengkan kepala dan mengambil handphone dari

saku.

Yang udah sampe mana? hati2 d jln…kiss

Aku hanya bisa tertawa dalam hati mendapatkan tingkah Marisha yang begitu posesif,

dulu tidak sempat aku membayangkan bahwa Marisha begitu posesif. “Sebentar yah

sayang aku membalas sms dulu!” kataku kepada Flower yang dengan setianya dan

dengan tenang menungguku. Selesai membalas sms Marisha dengan kata-kata rayuan aku

segera berangkat dengan Flower menuju restoran dekat Jatos.

“Permainan kamu kemarin benar-benar hebat sayang…aku kagum” kataku

memujinya. Kebiasan perempuan kalau dipuji sering malu-malu kucing dan jadi

melambung hatinya, kata Darto begitu. Flower hanya senyum-senyum sambil terus

menyantap makanan yang dihidangkan. “Habis dari sini kita mau kemana lagi sayang?”

tanyaku kepada Flower tentang rencananya untuk jalan-jalan. “Ya, kita keliling-keliling

aja…kebetulan aku mau cari tabloid” aku hanya bisa mengangguk takjim.

Tidak berselang berapa lama ringtone handphone sudah berbunyi lagi dan

mengagetkan aku yang sedang menyantap makanan. Pasti dari Marisha, segera aku

angkat telpon tersebut tanpa pergi dulu dari hadapan Flower. “Iya hallo” sapaku dan dari

sebrang tidak ada suara orang yang menjawab. Aku melihat handphone dan memang

sedang ada panggilan dari Marisha tapi ko tidak ada yang bicara. “Hallo!” kataku sekali

lagi dan sekarang Flower memperhatikan aku yang sedang menelpon. “Eh…sayang maaf

ganggu lagi aku cuman mau mastiin kamu baik-baik saja” kata Marisha dari sebrang.

“Oh…aku baik-baik saja ko ini baru nyampe” kataku sedikit mengecilkan suara sambil

memberikan senyuman kepada Flower. “Maaf dech kalau ganggu…selamat bersenang-

senang saja” kata Marisha mengakhiri. “Terima kasih…ga apa-apa ko, telpon saja kalau

Page 77: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

77 [email protected]

perlu” kataku sambil tetap tersenyum kepada Flower. Marisha memberikan kecupan dan

aku hanya tertawa tanda geli.

“Dari siapa sayang?” tanya Flower begitu aku tutup telponnya. “Dari orang satu

sekolah…” kataku enteng sambil menyantap makanan yang tersisa. Flower hanya

tersenyum dan memperhatikan cara makan aku. Hari ini sungguh menyenangkan namun

tetap saja memberi kegelisahan tersendiri bagiku yang menjalaninya. Setelah makan

Flower mengajak aku ke toko buku untuk mengantarnya membeli tabloid. “Kamu

memang suka baca tabloid apa sayang?” tanyaku penasaran. “Oh, aku suka tabloid

memasak atau infotainment…biasalah tabloid cewe” katanya sambil tersenyum dan

memilih-milih tabloid.

Sedang asyik-asyiknya memperhatikan Flower yang memilah-milah tabloid dan

komic kembali ada sms masuk dari Marisha.

Hai sayax…lg ngapain nih? ak kangen bngt sm km

Aku tertawa geli sendiri ketika membaca sms dari Marisha yang begitu polos. Segera aku

balas sambil tetap memperhatikan Flower yang berpindah dari satu stand ke stand yang

lain.

Ko kangen…ktny g mau ketemu?

Aku mencoba menggoda Marisha, sementara Flower terus saja memilih tabloid. “Sayang

apa komic ini bagus?” tanya Flower dan bertepatan dengan itu sms dari Marisha masuk.

“Bagus bagus…lucu!” kataku secepat kilat dan segera mengeluarkan handphone dari

saku.

Iya tp ko jd kangen skrng…d rmh ada ayah sih, ak tkt ntr ayah mrh klw km k rmh

Belum selesai aku membalas sms dari Marisha, Flower kembali menanyakan apakah

komic yang dipegangnya bagus aku hanya menjawab dengan singkat. Karena takut

ketahuan Flower aku tidak membalas sms terakhir dari Marisha.

Page 78: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

78 [email protected]

Hari yang berat, segera aku antar Flower pulang kerumahnya. Dirumahnya aku

disuguhi kue tar buatan mamahnya, kue tar terenak diseluruh dunia. Baru setengahnya

aku makan ringtone handphone sudah kembali berbunyi. Segera aku angkat sambil

diperhatikan Flower, “hallo…” sapaku sedikit berbisik. Flower terus memperhatikan

setiap gerak-gerikku, segera saja aku mohon izin dulu buat menjawab telpon dan

untungnya Flower mempersilahkan. “Udah mau sore nih…kamu masih dimana?” tanya

Marisha. “Aku masih dirumah teman, tapi sebentar lagi juga mau pulang…ada apa

memang?” tanyaku pada Marisha. “Engga aku cuman kangen aja…” katanya dengan

sedikit malu-malu. Aku hanya tertawa dan menjawab “Iya…kita ketemu besok! memang

kamu mau kemana?”. Marisha tidak menjawab dan tiba-tiba Flower datang dari belakang

“dari siapa sayang?”. Segera aku jauhkan telpon itu dari Flower karena takut suaranya

terdengar Marisha. “Dari orang yang tadi telpon…katanya ada hal penting!” kataku

meyakinkan Flower. Flower kembali masuk kedalam dan aku kembali menjawab telpon

dari Marisha. “Besok aku mau kamu ngajak aku jalan-jalan ke Kiarapayung…udah lama

ga kesana” aku menyanggupinya dan segera menutup telpon tersebut.

Setelah pamit dari rumah Flower aku segera tancap gas untuk pulang dan

beristirahat. Baru beberapa menit tiba dirumah dua sms masuk ke handphone, yang satu

dari Marisha dan satu dari Flower. Kalau yang dari Flower cuman menanyakan apakah

aku sudah sampai atau belum dan aku anggap itu hal biasa. Yang tidak biasa adalah sms

Marisha begitu memberondong dengan seribu pertanyaan yang sepertinya dia tidak yakin

dengan semua jawabanku. Sungguh tidak mudah mempunyai pacar posesif.

Page 79: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

79 [email protected]

POLIGAMI PRANIKAH

Aktifitas sekolah sudah dimulai kembali, berangkat dan bertemu teman-teman

disekolah. Hari ini aku juga punya janji untuk mengajak Marisha jalan-jalan ke daerah

Kiarapayung. Kiarapayung adalah tempat favorit Marisha untuk bersenang-senang.

Katanya disanalah dia melakukan banyak hal seperti jalan-jalan terakhir dengan

mamahnya sampai memutuskan Bondan pun disana tempatnya. Jadi dia mau mengenang

semua hal itu sambil bermesraan denganku. Untungnya hari ini tidak ada janji dengan

Flower jadi bisa agak santai dengan Marisha.

Darto menghampiri aku yang sedang duduk ditempat parkir. “Willy sang

pujangga…mau kemana kau?” katanya bernada mengejek. Aku tidak menjawabnya

hanya menatap lurus kearahnya. “Gimana kabar Flower?” ketika dia menanyakan kabar

Flower secara sepontan aku membekap mulutnya. “Siapa Flower?” tanya Marisha yang

sedari tadi ada bersamaku di tempat parkir tapi tidak terlihat oleh Darto. Dengan tatapan

mengintrogasi Marisha menatap kami bergantian. “Bukan siapa-siapa…cuman teman

Darto, iyakan To?” aku menatap Darto untuk memberinya isyrat mengiyakan. “Benar

itu?” tanya Marisha sambil melotot kearah Darto. “I…i…iya!” jawab Darto tergagap-

gagap. Marisha sekarang berganti menatapku dengan tajam “ga boleh bohong…”. Aku

hanya menggelengkan kepala untuk menjawabnya dan menyuruh Darto untuk pergi

karena sudah merusak suasana kami.

Marisha kembali masuk kedalam kelasnya setelah aku antar. Dia mengingatkan

janji sepulang sekolah untuk pergi ke Kiarapayung jangan sampai lupa. Aku hanya

mengiyakan dan segera meluncur pergi dari hadapan Marisha. “Coy, maaf aku ga tau

kalau Marisha juga ada disana…” kata Darto meminta maaf. Aku hanya menepuk

pundaknya dan mengajaknya kekantin untuk mentraktirku karena hampir saja

mencelakakan aku.

Ketika bel masuk berdering sebuah telpon masuk ke handphone. “Hallo…”

sapaku dan dari sebrang suara Flower yang terdengar. “Hai…apa kabar sayang?” tanya

Flower dan aku jawab baik-baik saja. “Sayang…hari ini bisa ga jemput aku di sekolah?”

Flower memintaku menjemputnya. Aku bingung harus menjawab apa, karena aku sudah

punya janji sepulang sekolah dengan Marisha. “Aduh…sayang aku ga bisa, soalnya ada

Page 80: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

80 [email protected]

acara sama temen-temen…ga enak kalau dibatalin!” aku mencoba mencari alasan yang

tepat. “Oh gitu yah…hmmm” sepertinya Flower mencoba untuk berpikir sejenak.

“Emang ada apa sih sayang? penting yah” tanyaku. Flower menjawab “ngga juga

sih…cuman mau minta dianter pulang saja soalnya tadi dianter mamah kesekolah jadi ga

bawa mobil!”. Aku mulai mengerti ternyata Flower tidak membawa mobil seperti

biasanya. “Pulangnya jam berapa?” tanyaku, karena aku tidak tega kalau Flower harus

pulang sendiri. “Sekitar jam 3 sore…bisakan?” aku mencoba berpikir sejenak. Jika

Flower mau dijemput jam 3 dan aku pergi ke Kiarapayung jam 1 berarti ada waktu untuk

Marisha sekitar satu jam, aku pulang jam 2 dan mengantar Marisha lalu menjemput

Flower. “Oke aku akan menjemput kamu jam 3 tepat, tunggu saja di gerbang sekolah!”

kataku memberikan janji. Kami mengakhiri pembicaraan dan aku merasa tenang sudah

bisa membagi waktu untuk keduanya.

Marisha sudah menunggu di tempat parkir tepatnya dimotorku. “Lagi nungguin

siapa bu?” kataku mencoba menggoda. “Nungguin pacar ku tersayang…” katanya tidak

kalah manja, akhirnya kami tertawa bersama. “Siap!” kataku ketika hendak menancap

gas. Marisha mempererat pegangnnya ke pinggangku “jangan sampai nabrak!”. Kami

berangkat meninggalkan sekolah dan pergi menuju Kiarapayung yang tidak jauh dari

sekolah kami, hanya sekitar 4 km.

Perkiraan waktu sangat tepat, kami tiba di Kiarapayung jam 1 dan langsung

mencari spot yang bagus untuk pacaran. Seperti orang lagi pacaran kami saling bercanda

dan bermesraan satu sama lain. Tidak disangka Marisha begitu manja, dia maunya

dipeluk dan dikecupi keningnya. “Yang…kamu udah siap ga bertemu dengan ayah aku?”

tanya Maisha. Aku hanya tersenyum dan menjawab siap selalu kapan pun waktunya.

“Hari ini ayah ada dirumah…dan semalam aku udah cerita ke ayah…terus ayah ingin

bertemu katanya sama kamu!”. Aku berpikir sejenak “kira-kira ayah kamu ngigit ga?”.

Marisha marah dan mencubit tanganku sakit sekali. Akhirnya kami tertawa bersama-

sama dan tidak terasa waktu sudah menunjukkan jam 2, saatnya untuk pulang.

Sesampainya dirumah ayah Marisha sudah menungguku didepan pintu. “Oh ini

yang namanya Willy…” kata ayah Marisha dengan suara yang khas tentara. Suara itu

membuat aku sedikit tersengat racun grogi. “I…i…iya pak!” kataku membenarkan. Ayah

Marisha mempersilahkan aku duduk tapi aku tolak karena aku ingat harus menjemput

Page 81: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

81 [email protected]

Flower disekolahnya. Tapi karena terus dipaksa oleh Marisha dan ayahnya akhirnya aku

tidak bisa menolak. Walaupun dengan perasaan gelisah aku terus menjawab berbagai

pertanyaan dari ayah Marisha tentang keluarga dan lainnya. Jam dinding dirumah

Marisha terus aku tatap, sekarang waktu sudah menunjukkan 14:30. Tinggal setengah

jam lagi dari tenggat waktu janjiku dengan Flower. Aduh rasanya sangat gelisah ingin

mengabari Flower tapi ayah Marisha masih saja mengajakku ngobrol.

Waktu sudah menunjukkan 15:00 dan terlalu telat untuk menjemput Flower.

Maka aku langsung pamit untuk mohon diri karena sudah terlalu sore. Tapi ayah Marisha

menahanku sebentar lagi dan menyuruhku mencicipi masakan yang dibuat Marisha. Aku

mencoba dengan berbagai alasan untuk menolaknya tapi Marisha memohon kepadaku

untuk sebentar saja mencicipi masakannya. Tidak bisa lagi aku menolaknya dan dengan

berat hati aku kembali duduk walupun sebenarnya aku memikirkan Flower yang sekarang

mungkin sedang menunggu sendirian digerbang sekolah.

Secepatnya aku menghabiskan makanan yang dihidangkan dan segera pamit

kepada ayah Marisha dan kepada Marisha. Waktu sudah menunjukkan 16:00 ini sungguh

sangat telat-telat sekali dan tidak terbayang sebelumnya olehku akan jadi seperti ini.

Marisha melihat kegelisahanku dan mencoba bertanya. “Ada apa ko sepertinya terburu-

buru?” kata Marisha sambil memperhatikan aku yang sedang mengenakan sepatu. “Aku

kelupaan ternyata jam 3 sore ini ada janji dengan seseorang…jadi takut orangnya terlalu

lama nunggu!”. Marisha minta maaf karena sudah menahanku terlalu lama dirumahnya.

“Tidak apa-apa ko…oh iya, masakan kamu benar-benar enak!” kataku sambil pergi

memburu kearah motor. Marisha tersenyum bahagia karena telah disanjung masakannya.

Aku melambaikan tangan dan segera menancap gas kencang-kencang menuju sekolah

Flower.

Dalam hati aku terus berdoa semoga saja Flower tidak marah, karena dari tadi

Flower tidak mnelpon atau mengabariku lewat sms. Jangan-jangan dia marah karena aku

telat menjemputnya dan tidak mau menghubungiku lagi. Rumah Flower telah kulewati

dan aku melihat mobilnya telah ada ditempat parkir rumahnya. Apa mungkin dia sudah

pulang? tapi aku mencoba kesekolahnya dulu untuk memastikan.

Sesampainya digerbang sekolah al-masoem, sekolahan terlihat sepi tanpa ada

siswa lagi. Segera aku memburu menuju gerbang sekolah dan mendapatkan seorang

Page 82: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

82 [email protected]

satpam sedang berjaga. “Pak, masih ada orang ga didalam?” tanyaku dengan nafas

tersengal-sengal. Satpam yang sedang jaga kaget mendapatiku ada digerbang dan

langsung bertanya dengan berteriak. “Bocah edan ngagetin aja…sudah tidak ada lagi

siswa didalam. Tapi tadi ada Flower disini…katanya lagi nunggu seseorang” kata satpam

tersebut membuatku sedikit bahagia. “Sekarang dia kemana pa?” tanyaku kembali.

“Mungkin sudah pulang…soalnya nunggunya sudah lama!” kabar dari satpam itu

membuat aku merasa sangat bersalah. Kenapa tidak bisa menepati janji tepat pada

waktunya, ini juga bukan salah Marisha tapi benar-benar salahku. Rasanya ingin aku

meratapi kesalah ini dan sekarang entah bagaimana perasaan Flower yang tidak ditepati

janjinya olehku.

Tubuhku terasa lemas dan tidak sanggup untuk bertemu dengan Flower. Tapi tiba-

tiba ketika aku hendak menjalankan motor. “Sayang…” suara seorang perempuan yang

lembut dan tidak asing lagi ditelingaku memanggil dari sebrang jalan. Flower…itu

Flower sedang melambaikan tangannya kepadaku dari sebrang jalan. Segera aku hampiri

dia “sayang…maaf sudah membuatmu menunggu!” kataku penuh penyesalan. Flower

hanya menggelengkan kepalanya tanda tidak apa-apa. “Tidak apa-apa…yang penting

kamu sudah menepati janji untuk menjemputku” kata Flower. “Tapi aku terlambat

sayang?” kataku mencoba menyesali. “Aku tidak peduli dengan waktu yang aku

pedulikan adalah kamu menepati janji kamu untuk menjemputku. Walapun seribu tahun

aku tetap akan menunggu kamu disini dengan setia, menunggu kamu menepati janjiku!”

Flower mengakhiri ucapannya dengan senyuman yang indah. Tidak terasa aku

meneteskan air mata karena ketulusan cinta Flower yang begitu mempercayaiku. Tapi

aku malah mengkhianati ketulusan cintanya yang agung dan tulus tersebut.

Flower sungguh begitu penyabar dan setia, buktinya dia menungguku tanpa bosan

atau jenuh sampai satu jam setengah. Flower benar-benar perempuan perkasa yang

mampu mengerti dengan segala kendala yang aku hadapi dan dia juga tidak pernah

berburuk sangka. Aku sungguh kagum dengan pacarku yang satu ini, Flower sang bunga

dipadang bunga. Berbeda dengan Marisha yang sangat mencintaiku hingga membuatnya

posesif, Flower lebih kepada penyaluran langsung. Makanya jika sudah lama tidak

bertemu denganku Flower jadi lebih manja dari biasanya dan ingin diperhatikan.

Page 83: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

83 [email protected]

Sungguh perbedaan itu membawa daya tarik satu sama lain, Flower dan Marisha tetap

aku cintai keduanya.

Page 84: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

84 [email protected]

CHAPTER IV

TERLUKA

Darto pernah bilang kepadaku bahwa aku adalah laki-laki terberuntung di

Jatinangor. Aku bertanya lagi kepadanya, dari sudut mana aku disebut sebagai laki-laki

terberuntung. Darto menjawab bahwa aku beruntung dari segi memiliki dua pacar cantik

yang di idam-idamkan oleh setiap pria yang melihatnya. Menurut Darto sungguh sangat

super hebat aku dapat memiliki pacar tercantik di sekolah kita dan satu lagi pacar

tercantik di sma Al-masoem. Bayangkan saja ketika Dewi Marisha putus dari Bondan

sudah ada empat puluh siswa yang siap melamarnya menjadi pacar. Tapi akhirnya

Marisha memilih seorang Willy Firdaus yang tidak terkenal disekolah. Flower atau

Bunga Ayu Kencana lebih menakjubkan lagi. Tidak ada siswa diseluruh penjuru

Jatinangor yang tidak kenal yang namanya Flower, kecuali Willy Firdaus yang cuek

bebek kaya bebek. Mereka semuanya berharap Flower menjadi pacar mereka tapi lagi-

lagi Willy Firdaus lah yang di pilihnya. Bagaimana tidak di katakan sebagai laki-laki

paling beruntung jika keadaannya seperti itu.

Aku hanya tertawa mendengar penuturannya tapi Darto belum selesai bicara.

Darto menekankan kepadaku bahwa tidak selamanya hubungan ini akan aman tanpa

ketahuan oleh mereka berdua. Mereka berdua adalah perempuan terkenal dikalangan para

siswa di Jatinangor jadi pasti ada orang yang iri kepada aku dan akan memecah belah

hubungan kami. Darto mengetahui kemana saja belakangan ini aku Marisha dan Flower

pergi jalan-jalan karena sungguh sangat mudah mengetahui keberadaan kami karena

terkenal. Aku mulai berpikir memang ada benarnya kata-kata Darto dan harus secepatnya

aku mengungkapkan segalanya dan juga harus bersiap dengan seluruh konsekuensinya.

Darto mengiyakan dan mungkin harus lebih cepat untuk memberitahu mereka karena

iklim persaingan sudah tidak sehat.

Aku mulai mengerti dengan kekhawatiran yang di takutkan oleh Darto dan

memang sudah saatnya untuk jujur dan berterus terang. Saat hendak menemui Marisha

dikelasnya aku bertemu dengan Bondan diperjalanan. Bondan dan aku sejenak saling

bertatapan, sepertinya Bondan masih memiliki rasa dendam kepadaku. Tapi aku tidak

banyak berburuk sangka dan hanya pergi tanpa berkata sepatah kata pun kepadanya.

Page 85: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

85 [email protected]

Marisha sangat senang atas kedatanganku dan dia mengajakku untuk menemaninya

makan dikantin.

“Sayang kamu merasa ga kalau belakangan ini Bondan bersikap aneh?” Marisha

mengatakan hal yang juga menjadi ganjalan hatiku. Aku diam saja mendapatkan

pertanyaan itu. Marisha pun tidak memaksaku untuk menjawabnya, karena dia tahu kalau

aku tidak senang jika berbicara masalah Bondan. Ketika kami sedang menikmati

makanan kami masing-masing, Bondan datang menghampiri kami. “Marisha aku perlu

bicara sama kamu sebentar!” kata Bondan tegas. Marisha memandang kearahku untuk

meminta persetujuan, aku mempersilahkan mereka untuk bicara berdua.

Bondan mengajak Marisha ke sudut kantin yang agak sedikit jauh dengan

tempatku berada. Mereka terlihat berbincang-bincang dengan serius dan aku lihat

sesekali Marisha menatapku. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan tapi terlihat

sangat serius sekali. Sepertinya terjadi percekcokan antara mereka berdua dan tiba-

tiba…PLAKKK…sebuah tamparan dari Marisha mendarat di pipi Bondan. Seketika aku

bangkit dan menghampiri mereka tapi Bondan malah pergi meninggalkan Marisha yang

tertunduk lemah. “Ada apa sayang?” tanyaku pada Marisha yang masih tertunduk.

Pengunjung kantin semua menatap kami berdua yang berada disudut kantin. Entah apa

yang telah terjadi anatara Bondan dan Marisha tapi tiba-tiba Marisha lari meninggalkan

aku. Aku makin bingung karena tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaanku kepada

Marisha. Terpaksa walaupun aku tidak mau aku harus bertanya kepada Bondan dan

menanyakan apa sebenarnya yang telah terjadi antara mereka.

“Ada apa dengan Marisha? ko dia lari sambil nangis…” Darto menanyakan apa

yang terjadi dengan Marisha. “Kalau kamu mau tahu udah ikut saja…” kataku mengajak

Darto menemui Bondan dikelasnya. Sesampainya dikelas Bondan kami langsung

mencarinya didalam. Ternyata memang benar Bondan ada didalam kelas sedang

mengobrol dengan teman-temannya. Segera aku menemuinya dan menanyakan hal yang

terjadi antara dia dengan Marisha.

“Jika aku mengatakan yang terjadi kamu ga boleh marah sama aku!” aku

menyepakati permintaan Bondan. “Kemarin aku memergoki kamu jalan bareng sama

cewe cantik yang pake seragam al-masoem. Jadi jangan salahkan aku kalau aku lapor

sama Marisha!” Mendengar penuturan Bondan aku seperti tersambar petir di siang

Page 86: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

86 [email protected]

bolong. Segera aku tarik kerah baju Bondan dan mengangkatnya lalu aku kepalkan

tangan dan bersiap memukulnya. Tapi Darto menahan tanganku “ingat Wil, kamu udah

janji tidak menyakitinya!”. Aku melepaskan kerah baju Bondan dan segera aku

tinggalkan dia dan aku mulai mencari Marisha.

Marisha menghilang dari sekolah, sudah setiap penjuru sekolah aku mencarinya

tapi dia tidak ada. “Dia pulang!” kata Widia teman Marisha mengagetkanku yang sedang

sibuk mencari. “Sudahlah Wil…tenang dulu supaya bisa berpikir dengan jernih!” Darto

memintaku tenang dikeadaan darurat seperti ini. “Mana bisa aku tenang jika Marisha

diluar sana sedang sedih…” kataku menegaskan kepada Darto dan Widia. “Aku merasa

bersalah sekali To…aku harus apa untuk menebusnya?” kataku sambil memegang

pundaknya.

# # # # #

Pulang sekolah aku dan Darto langsung pergi menuju rumah Marisha didaerah

Cikuda. Aku tidak henti-hentinya menyesali perbuatanku, harusnya sejak dulu aku

memberitahu Marisha dan Flower tentang hal ini. Mungkin akhirnya tidak akan jadi

seperti ini. Hal paling menakutkan adalah ketika mereka membenciku seumur hidupnya.

“Udah entar aku yang ngomong sama Marisha!” kata Darto sambil menepuk

pundakku. Kami sekarang sudah ada didepan pintu rumah Marisha dan Darto mengetuk

pelan. Tok…tok…tok…lama kami menunggu tidak juga ada jawaban dari dalam. Darto

kembali mengetuk pintu sedikit keras, tapi tetap saja tidak ada jawaban dari dalam. Aku

baru ingat kalau hari ini ayah Marisha sedang ada tugas di Pangandaran dan mungkin saja

Marisha sendirian dirumah atau dia tidak pulang kerumah. “To mungkin Marisha ga

pulang kerumah…” Darto menatapku sebentar dan seketika langsung menarik tanganku.

“Biasanya dia pergi kemana jika sedang sedih?” tanya Darto sambil menyuruhku

menghidupkan motor. Aku berpikir sejenak mengingat-ingat tempat spesialnya.

“KIARAPAYUNG…!” kataku sedikit berteriak sambil menancap gas motor menuju

Kiarapayung.

Sesampainya di Kiarapayung kami melihat seorang perempuan yang memakai

seragam sekolah di tribun sepak bola. Tidak salah lagi itu pasti Marisha, segera aku

berlari menuju kearahnya. “MARISHA…!” jeritku sambil lari dan Marisha melihat ke

arahku dengan kaget. Darto dibelakang mengejarku sambil tersengal-sengal kecapean

Page 87: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

87 [email protected]

menuruni anak tangga yang menuju ke tribun di bawah. Marisha memalingkan wajahnya

kearah lain sepertinya dia menolak keberadaanku disini. Tinggal sepuluh langkah lagi

aku dari hadapannya dan secepat itu pula aku menghentikan langkah ketika mendapatkan

reaksi Marisha seperti itu.

Langkahku terhenti ketika tinggal sepuluh langkah lagi menuju Marisha yang

duduk sambil memalingkan wajahnya dari aku. Rasanya seperti tersengat listrik dengan

tegangan tinggi mendapatkan reaksi Marisha yang dingin. Beberapa waktu kemudian

Darto baru tiba setelah menyusulku dengan susah payah. Terdengar suara nafas Darto

yang tersengal-sengal karena kesulitan menuruni anak tangga yang banyak. Tapi aku

lebih terfokus kepada reaksi Marisha terhadapku yang seperti membenciku. Mimpi

terburuk yang paling aku takutkan hingga membuat tubuhku bergetar karena tidak

percaya.

Darto menepuk pundakku dari belakang dan melangkah maju mendahuluiku

menuju Marisha yang masih tetap duduk dan memalingkan wajahnya. “Biar aku yang

jelaskan!” bisik Darto. Beberapa waktu kulihat Darto berbicara dengan Marisha dengan

suara kecil. Samar-samar aku dapat menangkap sebagian dan sebagian lain tidak

terdengar. Tidak ada tanda-tanda dari Marisha untuk menanggapi penjelasan Darto tapi

tiba-tiba dia bangkit dan berjalan mendekatiku.

Setelah begitu dekat denganku tiba-tiba Marisha menarik kerah seragamku hingga

hampir tercekik. Aku tidak mengerti dengan tingkah Marisha tapi dilain sisi hati aku

tidak bisa melawan cekikannya. Lalu Marisha menarik tubuhku dengan cara mencekik

kerah dan aku menuruti saja langkahnya menjauh dari Darto yang masih duduk. Setelah

jarak kami jauh dari Darto, Marisha melepaskan cekikannya dan langsung membalikkan

badannya membelakangiku.

Hembusan angin dari gunung Manglayang menerpa setiap jengkal dari tubuhku

dan tubuh Marisha. Daun-daun pohon jati berjatuhan karena harus mengalah dari musim

kemarau. Gesekan suara dedaunan cendana begitu menakutkan terdengar disela-sela

situasi diamnya Marisha. Darto tidak memberikan tanda-tanda akan membantuku dia

hanya memandang diriku dengan lesu. Sudah semenit berlalu dari kondisi diam ini dan

tidak ada tanda-tanda Marisha akan melakukan pencairan suasana. Sebuah kicauan

burung diatas pohon jati yang telah gugur daun-daunnya begitu merdu untuk didengar.

Page 88: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

88 [email protected]

Memberikan ketenangan dan tenaga untuk menjelaskan kebenaran yang pahit untuk

Marisha.

“Ehmmm…sayang” aku coba mengawali pembicaraan dengan pelan dan hati-

hati. Hemmmm…aku buang nafas panjang yang menyesakkan dada hingga mengganjal

kata-kata yang ada ditenggorokkan. “Semua yang kamu dengar dari Bondan adalah

sebuah kebenaran dan memang benar saat itu aku pergi bersama cewe lain. Namanya

adalah Flower teman kecilku yang juga aku cintai seperti mencintaimu” sejenak setelah

pengakuanku Marisha masih tetap membelakangiku. “Maaf kan aku yang tidak jujur dari

awal dan baru mengakuinya saat situasi sudah seperti ini. Tapi aku mencoba untuk

bersikap adil terhadap kamu dan terhadap Flower, jadi maafkanlah aku!” pintaku kepada

Marisha. Tidak ada reaksi yang berarti dari Marisha kecuali sikap tubuhnya yang

sekarang bergetar dengan kepala tertunduk.

Terdengar tangisan yang tertahan dari Marisha dan aku tidak tahu harus

melakukan apa untuk menenangkannya. “Hiks…hiks…terima kasih atas semuanya aku

tahu kamu adalah pria baik tapi kamu sama saja dengan Bondan. Memaafkan bagiku

tidaklah sulit…hiks…tapi…hiks…melupakan semua rasa sakit ini sangat sulit”. Marisha

berbalik dan menatap mataku dengan mata yang basah oleh air mata kepiluan. Aku

mencoba mendekatinya dan bermaksud memeluknya tapi Marisha dengan tangannya

menolak pelukanku. “Mungkin sudah saatnya kita tidak bertemu untuk sementara demi

kebaikan kita…hiks”. Setelah mengucapkan kata-kata itu Marisha pergi meninggalkan

aku yang lemas bagaikan tubuh tanpa tulang. Ingin rasanya menangis dan mengejarnya

untuk memohon tapi entah kenapa rasa itu tidak bisa keluar. Maka aku hanya

memandangnya dengan perasaan yang campur aduk ketika tiap langkahnya

mengantarkan dirinya menjauhi diriku.

Page 89: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

89 [email protected]

SERANGAN TELAK

Perasaan antara sedih dan tegar menyelimuti hatiku yang terluka kehilangan Sang

Dewi Malam Marisha. Hatiku ingin menangisi kehilangan ini tapi tubuhku sebagai

seorang pria tidak bisa mengeluarkan air mata. Hingga terasa aneh bagiku untuk

merasakannya, antara ingin menangis kehilangan dengan rasa tegar seorang pria.

Akhirnya aku menatap Darto yang menghampiriku dengan rasa penuh kecewa dengan

ketidak mampuanku. “Mari kita pulang!” ajak Darto sambil memegang pundakku untuk

meyakinkan diriku bahwa Marisha sudah pergi.

Dirumah aku mengunci diriku dikamar dan terus mengheningkan suasana untuk

mencari keinginan hatiku. Mamah merasakan keanehan mendapatiku berusaha

mengurung diri dan pulang tanpa wajah yang biasanya terpasang. “Willy…” mamah

mengetuk pintu kamar tapi aku terlalu gugup untuk membukakan pintu. “Ada apa

sayang?” tanya mamah begitu lembut dari balik pintu yang terkunci rapat. Mendapatkan

tidak ada jawaban dariku mamah pun menyerah dengan usahanya membantuku.

Beberapa menit kemudian sebuah panggilan masuk dari Flower mengagetkanku

yang sedang mencoba tidur untuk melupakan kejadian yang terjadi. Aku raih handphone

yang tergeletak dimeja tapi aku ragu untuk mengangkatnya. Lama aku diamkan

handphone yang terus menderu-deru memohon untuk diangkat panggilannya tapi keragu-

raguan semakin membelenggu diriku menolaknya. Tanganku bergetar ketika ringtone

handphoneku hampir habis yang tandanya panggilan hampir berakhir.

Akhirnya tanpa keraguan lagi aku mengangkatnya disaat-saat terakhir.

“Akhirnya…” sebuah suara lembut milik Flower terdengar senang mendapatkan

panggilannya diangkat. “A…ada apa?” tanyaku dengan suara masih bergetar ketakutan

hal yang terjadi terhadap Marisha berlaku kepada Flower. “Tadi tante Siti nelpon aku dan

katanya kamu bersikap aneh” ternyata mamah yang memberi tahu keadaanku kepada

Flower. “Ada masalah apa sayang? mungkin aku bisa membantu” kata Flower

meyakinkan. Aku tersadar bahwa sekarang mungkin saatnya untuk membicarakan hal itu

dari pada nanti terlambat. “Sa…sayang aku mau berterus terang…” belum selesai aku

bicara Flower keburu memotong pembicaraan. “Udah sayang kita ketemu di restorant

biasa aja oke, aku tunggu!” Flower mengakhiri pembicaraannya. Sungguh hari yang tidak

Page 90: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

90 [email protected]

menyenangkan, baru saja aku mengalami hal terburuk sekarang harus menemui Flower

untuk berterus terang.

Walaupun dengan sedikit rasa takut akhirnya aku berangkat juga untuk menemui

Flower di restoran biasa kami bertemu. Pelan-pelan aku menyusuri jalanan Jatinangor

yang sepi karena sore ini bukanlah malam yang tepat untuk jalan-jalan. Ketika hampir

sampai ke restorant aku melihat Bondan dan beberapa orang yang tidak aku kenal sedang

berkumpul. Walaupun kesal dengan Bondan aku harus mengakui kalau dia memang

mengabarkan berita yang benar. Jadi aku merasa malu untuk menghajar dan

menyalahkannya.

Flower duduk ditempat favorit kami yaitu disudut restoran dekat jendela yang

memperlihatkan pemandangan gunung Geulis Sumedang. Flower mengenakan kemeja

putih yang ketat dengan kaca mata baca dan rambut dikuncir satu. Hmmm…sungguh

cantik, walaupun memandangnya sebentar semua kesusahanku hampir terobati. Flower

senang melihatku datang dan menyuruhku duduk disampingnya. Tapi belum sempat kami

bincang-bincang, tiba-tiba dua orang datang menghampiri kami.

Satu orang tidak asing lagi bagiku, tidak lain adalah Bondan sedangkan satu orang

lagi aku tidak mengenalnya dan baru bertemu. “Maaf mengganggu…” kata orang yang

tidak aku kenal dan Bondan tepat mendampingi disampingnya. Perasaanku tidak enak

mendapati Bondan ada disini, mungkinkah dia akan memberitahukan juga kepada

Flower. Tanpa pikir panjang aku segera menarik tangan Flower dan mengajaknya pergi

dari sini. “Ayo kita pergi sayang!” kataku mencoba mengajaknya pergi meninggalkan

dua orang yang membuatku tidak nyaman. “Ada apa sayang? kenalkan dulu ini temanku

Jhony” kata Flower masih sempat mengenalkan temannya yang bersama Bondan. “Oh

iya…tapi kita harus pergi sayang!” kataku mencoba membujuk Flower untuk segera

pergi. Tapi tiba-tiba teman Flower yang bernama Jhony menahan lajuku untuk

meninggalkan tempat ini bersama Flower. “Tenanglah kawan kami cuman mau bicara

sebentar dengan Flower!” kata Jhony sambil mencoba melepaskan pegangan tanganku

dari tangan Flower.

Mendapati hal seperti itu aku langsung naik darah karena sudah tidak senang

dengan caranya. Tapi Flower masih bersikap baik dengannya “mau bicara apa Jhon?”.

Jhony melirik kearahku dibarengi oleh Bondan dan dia menyeringai kearahku seperti

Page 91: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

91 [email protected]

meneror dengan senyumnya itu. Tanpa pikir panjang karena aku marah dan takut

kejadian pada Marisha terjadi kepada Flower tanganku menjadi ringan. BUKKK…aku

memukul tepat wajah Jhony dengan keras tapi Jhony hanya mundur beberapa langkah

menerimanya. Flower menjerit melihat perbuatanku dia seperti tidak percaya dengan

ulahku yang sebenarnya ingin melindunginya. Bondan mendekati Jhony yang mundur

beberapa langkah dan membiarkan pertunjukan yang sudah diaturnya berjalan sendiri.

“KENAPA KAMU?” teriak Flower sambil menatap kaget dan menjauhiku. Aku

tidak tahu harus bicara dan berbuat apa untuk menenangkan Flower yang histeris. Flower

tidak bisa menerima kekerasan tak beralasan yang dilakukan olehku terhadap temannya

Jhony. Flower mendekati Jhony yang berdarah sedikit pada bibirnya karena mendapatkan

pukulan yang keras. “Kamu tidak apa-apa?” Flower menanyakan keadaan Jhony dan

memegang bibirnya yang berdarah sambil membersihkan dengan tisu. Kecemburuan

menyelimutiku ingin rasanya aku menghajarnya habis-habisan tapi tidak bisa jika

dihadapan Flower.

“Tidak apa-apa Flower…” Jhony mencoba mengeluarkan kata-kata manisnya

sambil memegang tangan Flower yang masih membersihkan lukanya. Dadaku terasa

terbakar dan ingin rasanya aku menghajar dia sekali lagi. “Aku hanya ingin

memberitahumu kalau laki-laki ini adalah seekor buaya darat…” akhirnya hal yang

kutakutkan terjadi juga. Jhony berkata lantang sambil menunjuk kearahku dan aku tidak

bisa berkutik menerima tuduhan tersebut. “Apa maksudmu Jhon?” tanya Flower polos

karena dia tidak mengetahui yang sebenarnya. “Dia…dia menduakanmu!” Bondan mulai

angkat bicara sambil berlindung dibelakang Jhony dan Flower. Sepertinya Bondan

menjadi berani karena punya bantuan moral dari Jhony yang kucurigai dia bukanlah

orang sembarangan.

Flower hampir tidak percaya dengan apa yang dikatakan Bondan. “Apa…apa

maksudmu?” kata Flower sambil mendekati Bondan yang ada dibelakang Jhony. “Orang

ini telah menipumu Flower!” Jhony menunjukku dengan telunjuknya. Amarahku makin

memuncak mendapati perlakuan teror dari Jhony tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa

terhadapnya. Flower mendekati Jhony yang masih menunjuk sambil menatapku antara

tidak mengerti dan tidak percaya. “Kamu tau Flower, sebelum dia menerimamu dia

sebenarnya sudah memiliki pacar dan sampai kemarin dia masih menduakanmu dengan

Page 92: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

92 [email protected]

cewe itu!”. Flower tidak percaya dengan apa yang dibicarakan oleh Jhony kepadanya.

Flower mendekatiku “benarkah?” tanya Flower sambil menatapku tidak percaya dengan

mata yang berkaca-kaca. Aku tidak tahu harus berkata apa dan aku mencoba memegang

pundaknya tapi dia menepisnya dan menatapku meminta jawaban. “Akan aku

jelaskan…” kataku pelan sambil menunduk. Flower mundur beberapa langkah karena

tidak percaya dengan kenyataan ini. Tetesan-tetesan air mata mulai membasahi pipinya

dan dia masih menatapku tidak percaya. Sambil menangis akhirnya dia berlari pergi dari

restorant dan meninggalkan aku dengan serangan yang telak atas hatiku dengan

ekspresinya.

Jhony tertawa bahagia sambil pergi dari restorant ditemani Bondan. Tinggal aku

sendiri dan para pengunjung restorant menatapku penuh heran bercampur aneh.

Kemarahanku makin memuncak mendapati semua ini dan bayangan-bayangan kenangan

buruk bermunculan satu persatu. Saat tadi sore aku menyakiti hati Mariha masih

terbayang jelas begitu menyakitkan hatiku. Dan sekarang Flower yang mengalami hal itu

dan ini sungguh sebuah pukulan terberat dihatiku. Pikiranku kacau dan menyalahkan dua

orang busuk yang telah menghancurkannya. Aku berjalan keluar restorant dan mencari

Jhony dan Bondan yang sudah mengganggu kehidupanku.

“HEY…” bentakku kepada mereka berdua yang sedang berjalan menuju

gerombolannya. “Kalian sengaja menghancurkan hubunganku…” kataku sambil

mendekati Jhony dan Bondan. Gerombolan mereka yang berjumlah kurang lebih sepuluh

orang mendekat tapi ditahan oleh Jhony. Jhony berjalan sendiri mendekatiku sambil

tersenyum penuh penghinaan yang membuatku makin terbakar api amarah. “Kamu

tau…kami sudah merencanakannya untuk menghancurkanmu!” kata Jhony dihadapanku.

Otomatis itu membuat emosiku makin terbakar dan membuat tanganku melayang

mengarah kewajah Jhony. Tapi tanpa kusadari dia menangkis pukulan lingkar dalamku.

PAKKK…sebuah pisau tangan melayang menghajar leherku hingga aku mundur

beberapa langkah. Terasa begitu menyengat pukulan pisau tangan itu dileherku. Antara

tidak percaya apa yang aku hadapi, aku semakin kalap dan langsung menyerangnya

dengan tendangan lingkar dalam. Tapi lagi-lagi tendanganku begitu mudah dihindarinya

dan malah aku yang dihajar dengan sebuah tendangan yang asing bagiku. Lagi-lagi aku

tersungkur kebelakang karena menerima tendangan tepat didadaku. “Kamu tidak tahu

Page 93: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

93 [email protected]

siapa dia?” Bondan mulai angkat bicara sepertinya dia mendapatkan dukungan

keberanian dari Jhony. “Dia adalah penyandang sabuk hitam karate…hehehe” Bondan

dan semua gerombolannya tertawa menghina ketidak berdayaanku. Sementara Jhony

masih dalam posisinya dan masih memasang senyum yang sangat tidak kusukai.

“HIYAAAAA…” aku menjerit dan menyerangnya membabi buta karena sudah

gelap mata. Tapi apa daya karena Jhony adalah penyandang sabuk hitam karate dia

dengan mudah berbalik menyerangku. Jhony menyerangku dengan berbagai pukulan dan

tendangan yang sangat cepat dan akurat. Awalnya Jhony menyerang mukaku dengan

tendangan sejenis lingkar dalam lalu tendangan belakang yang mengarah ke perutku.

Belum sempat aku mundur beberapa langkah dia melakukan tendangan yang sejenis

dengan lingkar belakang dan tepat menghajar pelipisku hingga berdarah. Aku terhuyung-

huyung tidak berdaya tapi Jhony belum selesai menghajarku, dia langsung menyusul

dengan serangan tangan berantai. Sebuah pukulan menghajar dadaku lalu tangannya

menohok rahangku dan terakhir dia menyikut leherku dengan tepat dan kuat. Tubuhku

ambruk mendapatkan serangan berantai yang cepat dan kuat.

Jhony melangkah pergi menjauh setelah melihatku tidak berdaya dengan luka

yang cukup untuk memuaskannya. Bondan mendekatiku lalu dia melakukan serangan

terakhir dengan menginjak perutku dengan sekuat tenanga. Aku meraung kesakitan terasa

sekujur tubuhku sakit luar biasa dari kepala sampai kaki. Akhirnya mereka pergi

meninggalkanku dalam keadaan yang tidak berdaya. Wajahku berlumuran darah segar

yang mengalir dari luka sobek dipelipis. Hidung dan mulutku juga mengalirkan darah

segar dengan luka lebam. Perutku terasa sesak dan dadaku terasa remuk hingga tidak bisa

bernafas dan sedikit demi sedikit mataku menjadi gelap. Antara sadar dan tidak aku

masih tergeletak dan tiba-tiba seseorang berkata “aku akan menolongmu…”. Setelah

mendengar suara itu aku kehilangan kesadaran dan pingsan.

Page 94: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

94 [email protected]

Satu Hari Dalam Hidupku

Satu hari dalam hidupku…

Hanya ingin membahagiakanmu dengan cinta dan ketulusan

Satu hari dalam hidupku…

Selalu ingin bersama dan melindungimu dengan kasih sayang

Satu hari yang akan menjadi bagian dari seluruh kebersamaan bersamamu

Dalam mengarungi cinta kasih dan sayang bersama dirimu

Satu hari dalam hidupku akan menjadi hari terbaik selamanya

Satu hari dalam hidupku untuk cinta dan kasih sayang kepadamu

Satu hari itu akan ada dalam hidupku untuk selamanya

Page 95: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

95 [email protected]

DOUBLE ANGELS

Parah total kekalahanku malam itu, tubuhku terasa sakit semua. Terutama pada

bagian pelipis karena luka sobek terkena tendangan Jhony. Pagi ini aku sudah bangun dan

dengan ditemani mamah aku masih terbaring lemas dirumah sakit. “Kamu beruntung Ly

ada Darto yang membawa kamu ke rumah sakit!” ternyata Darto yang menyelamatkanku

waktu itu. “Mamahkan sudah bilang kamu itu jangan berkelahi terus…akhirnya kejadian

seperti ini nih yang mamah takutkan”. Aku hanya tersenyum mendengarkan kata-kata

mamah tapi sungguh hebat sekali Jhony dengan segala serangannya.

Siang harinya banyak teman yang menjenguk dari mulai Darto, Fahmi, Reza dan

teman-teman lainnya. “Ly aku akan membalas perbuatan mereka, biar kuhajar mereka

jadi oncom!” kata Reza berapi-api. “Jangan! biarkan saja…” kataku meredakan emosi

Reza. Tapi dari sekian banyak temanku yang datang tidak ada Marisha diantara mereka.

Sungguh ini membuat aku makin sakit, lebih sakit dari pada tendangan Jhony.

“Ly…Marisha cuma titip salam…katanya moga cepat sembuh!” Darto membuyarkan

lamunanku. Semua temanku terdiam ketika mendengar Darto menyebut Marisha dan aku

pun terdiam melamun. Tapi aku tetap harus semangat walaupun hal terburuk telah

menghantamku dihari yang sama. Aku tersenyum kepada semua teman-teman yang telah

menjenguk terutama kepada Darto aku mengucapkan terima kasih. Tidak lupa aku

mengingatkan kepada Reza untuk tidak gegabah dengan melawan orang yang bernama

Jhony.

Sore harinya tante Ika datang menjenguk sambil membawakan bingkisan berupa

buah-buahan yang banyak. Tapi tidak kudapati Flower ikut menjenguk, sepertinya dia

masih sakit hati kepadaku. Tante Ika bicara cukup lama dengan mamahku, sepertinya

mereka membicarakan hal yang begitu penting. Setelah selesai berbincang-bincang

dengan mamah, tante Ika mendekatiku. “Willy sebenarnya tante tidak tahu apa yang

terjadi dengan kalian…tante hanya menginginkan kejujuran dari kamu!” kata tante Ika

tegas dan serius. Entah harus bagaimana aku menjawab pertanyaan dari tante Ika.

“Tante…memangnya Flower tidak bicara apa-apa sama tante?” tanyaku kepada

tante Ika. Tante Ika menggelengkan kepala dan mamah menatapku dengan penuh keingin

tahuan. “Saat pulang kerumah, Flower menangis dengan pilu dan saat ditanya kenapa?

Page 96: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

96 [email protected]

dia malah mengunci pintu kamarnya…” aku mengerti dengan kesedihan tante Ika. “Pagi

harinya Flower masih mengunci pintu kamarnya dan ketika ingin menanyakan apa yang

terjadi kepada Willy ternyata tante mendapat kabar bahwa Willy masuk rumah sakit.

Segera tante beritahukan berita itu kepada Flower yang masih menangis dikamarnya.

Ketika tante kabarkan Flower berhenti menangis tapi tetap mengunci kamarnya. Tante

jadi bingung apa sebenarnya yang terjadi antara kalian, kata mamah Willy, Willy

dipukuli lalu kenapa Flower tidak bicara apa-apa?”. Tante Ika terlihat membuang nafas,

entah jawaban apa yang harus aku beritahukan.

“Sebenarnya Flower tidak mengetahui kejadian Willy dipukuli…tapi

sebenarnya…” tenggorkanku terasa tersendat untuk mengakuinya. Beberapa detik

semuanya terdiam, tante Ika terus menerus menatapku dengan rasa ingin tahu begitu juga

mamah. Akhirnya aku ceritakan semua kejadian yang sebenarnya dari mulai Marisha dan

kejadian malam tadi. Terlihat tante Ika tidak merubah ekspresinya tapi sepertinya dia

mengerti dengan kesulitanku. Beda lagi dengan mamah yang terkejut dan sepertinya tidak

percaya aku bisa melakukannya. “Terima kasih Willy atas penjelasannya…nanti tante

coba untuk bicara dengan Flower!” kata tante Ika sambil pamit pulang. Mamah

mengantar tante Ika sampai pintu dan aku berdoa semoga saja Flower mengerti dengan

penjelasan dari mamahnya.

# # # # #

Pukul tujuh malam mamah pamit pulang dan yang menjagaku diganti oleh ayah

yang baru pulang dari kantor. Ayah orang yang payah jika diminta untuk menjaga sesuatu

apalagi ini disuruh menjaga aku yang sedang sakit. Sebelum pulang aku meminta mamah

tidak meninggalkan aku bersama ayah karena takut terjadi hal yang tidak-tidak. “Ayah

juga bisa disuruh menjaga kamu Ly…” kata ayah mencoba meyakinkanku. Tapi tetap

saja aku tidak merasa enak jika ayah ditinggal denganku. “Sudah! mamah juga tidak lama

pulang kerumahnya cuma ngambil pakaian kamu”. Akhirnya aku menerima juga

keputusan ayah akan menjagaku selama mamah pulang.

Beberapa menit lamanya aku dan ayah tidak saling bicara karena ayah asyik

sendiri dengan televisi. Hal yang paling aku benci ketika ditinggalkan bersama ayah

adalah ayah selalu asyik sendiri tanpa mempedulikan aku. Huh…menyebalkan dan

sungguh hari-hari tragis yang pernah aku alami. “Yah…temani aku ngobrol dong!” kata

Page 97: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

97 [email protected]

ku mencoba membujuk ayah. “Oh iya kamu ini hebat Ly…” kata ayah mencoba bicara

tapi tetap saja ayah masih terfokus kepada televisi. “Hebat apa?” tanyaku karena

penasaran apa yang membuat ayah berpikir bahwa aku hebat. Sekarang ayah

mengalihkan perhatiannya kepadaku dan lebih fokus untuk bicara bersamaku.

“Kamu hebat…hebat banget…ayah saja ga bisa!” kata ayah berapi-api sambil

mengacungkan kedua jempolnya dekat-dekat kewajahku. Aku hanya menatap ayah tidak

mengerti bercampur bingung dengan maksud ayah mengatakan hebat-hebat sambil

mengacungkan jempolnya. “Kamu hebat Ly mampu menduakan gadis cantik seperti

Flower…ayah harus banyak belajar sama kamu!”. Aku menatap ayah jengkel penuh

perasaan aneh dan curiga terhadap kata-katanya barusan. “Hebat bagaimana? hebat

bonyok-bonyok gini atau hebat dibenci dua gadis cantik” kata ku tidak kalah berapi-api.

“Jangan macam-macam nanti aku bilang sama mamah!” aku tau kalau ayah punya niat

untuk main-main. Saat hebat-hebatnya kami mengobrol tiba-tiba pintu kamar ada yang

mengetuk pelan.

Ayah pergi untuk membukanya, apa mamah yang datang?. Mungkin mamah

pikirku dan aku kembali santai-santai sambil menonton televisi. “Lihat siapa yang

datang!” kata ayah dan aku hanya menimpali ucapan ayah dengan santai. “Nanti aku

laporkan sama mamah kalau ayah…” ucapanku terhenti ketika melihat seseorang.

Marisha…bersama ayahnya datang menjengukku. Segera aku merapihkan posisi dan

rambutku yang acak-acakan. “Hai…!” sapa Marisha sambil mendekat ke ranjang. Aku

tidak tahu harus menjawab dan menatapnya seperti apa, karena rasa bersalah ini masih

mengganjal. “Ha…ha…hai juga!” kataku terbata-bata karena malu dengan kesalahanku

kepada Marisha.

Sungguh tidak kusangka Marisha akan menjenguk ke rumah sakit setelah kemarin

dia menangis sambil menatapku dengan kebencian. “Ayah keluar dulu…” kata ayah

sambil mengajak ayah Marisha untuk mengobrol diluar. Beberapa menit aku dan Marisha

sang dewi malam tidak ada kata-kata yang keluar untuk dibicarakan. “Ehhhh…” tiba-tiba

kami saling mencoba bicara pada waktu yang bersamaan hingga membuat kami menjadi

lebih grogi. “Silahkan kamu duluan…” kataku mempersilahkan Marisha untuk bicara

duluan. “Kamu saja…” kata Marisha, hingga kami tertawa bersama karena saling

Page 98: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

98 [email protected]

mempersilahkan satu sama lain. Akhirnya kebekuan kami selama ini tercairkan dengan

tawa bersama-sama walaupun beberapa detik.

“Aku tau keadaan kamu dari Darto disekolah…” ucap Marisha dan aku melihat

ada sesuatu yang dia sembunyikan dalam tatapannya. “Kamu masih membenciku?”

kataku mencoba bicara langsung kepada intinya. Marisha menatap mataku dengan penuh

arti dan makna yang tidak aku ketahui. Lalu sejurus kemudian Marisha mendekatkan

bibirnya kearah keningku dan mencium mesra. “Kamu adalah pria terjujur yang pernah

aku jumpai…tidak mungkin aku membencimu selamanya!” sungguh tepat menyentuh ke

hatiku ucapan Marisha. Aku menatap lama sekali wajahnya dan Marisha pun menatapku

dengan penuh rasa sayang.

Tok…tok…tok…Sebuah ketukan mengalihkan perhatian kami dan membuyarkan

momen yang begitu penting sekali. “Silahkan masuk!” kataku kepada orang yang

mengetuk pintu kamar. Begitu orang yang mengetuk itu masuk sungguh diluar dugaan

dan tidak disangka dia akan datang. Oh tidak…! Flower menjengukku bersamaan dengan

Marisha yang sedang menjengukku. Flower terlihat malu-malu ketika hendak masuk dan

menyapaku. Matanya terlihat lebam, aku tau kalau dia menangis semalaman karena

perbuatanku tapi kaca mata bacanya mengaburkan lebam dimatanya. Dia tetap cantik

walupun semalaman dia menangis pilu dan tidak tidur. Kecantikannya memang tidak

akan pudar karena menangis dan tidak tidur, kecantikannya sungguh berkah Tuhan.

“Flower…silahkan !” kataku mempersilahkan Flower untuk masuk dan duduk,

sungguh mengagetkan. “Bersama tante?” tanyaku kepada Flower yang sedang menaruh

bingkisan untukku diatas meja. Flower hanya menggelengkan kepala untuk menjawab

pertanyaanku dan kepalanya masih tertunduk lesu. Marisha menatap Flower dan ketika

mereka beradu pandangan, mereka saling melemparkan senyuman walaupun senyuman

Flower sedikit terlihat grogi. Entah harus bagaimana aku mengatakan kepada mereka,

haruskah aku mengenalkan mereka satu sama lain?.

Tiba-tiba Flower menggenggam tanganku erat sekali “aku tidak tau kalau mereka

akan menyakitimu seperti ini sayang!”. Kata-kata Flower sungguh bagaikan petir yang

mengelegar disiang yang panas bagi Marisha. Sekarang Marisha tau kalau gadis yang

sedang menggenggam tanganku adalah gadis yang telah menjadi saingannya selama ini.

Flower memang sungguh menarik dan cantik, Marisha merasakan itu dan entah mengapa

Page 99: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

99 [email protected]

tiba-tiba dia meneteskan air matanya. Ketika dia hendak pergi keluar aku pegang tangan

Marisha lembut untuk menahannya pergi. “Flower kenalkan ini Marisha” Flower

mengulurkan tangannya tanpa keraguan dan mengembangkan senyum yang tulus.

Marisha menyambut uluran tangan Fower dengan sedikit keragu-raguan dan menunduk

lesu tanpa senyuman.

Sebagai penengah aku harus segera mencairkan suasana yang sedang melanda

mereka berdua. “Aku…aku tadi sudah melabrak Jhony di telpon atas kelakuannya

terhadap kamu sayang” ucap Flower sambil mendekatkan tanganku yang digenggamnya

kearah bibir. Tindakan itu memicu kecemburuan yang sangat luar biasa bagi Marisha dan

aku juga tidak bisa mengendalikan Flower. Entahlah, walaupun kemarin mereka marah

kepadaku dan sudah mengetahui aku telah menghianati mereka tapi kata-kata putus

belum keluar. Sehingga Marisha merasa cemburu walaupun yang menggenggam

tanganku juga adalah pacarku Flower.

“Flower…” aku menyadarkan Flower dari emosi jiwanya yang terlalu meluap-

luap karena tidak mau berpisah denganku. Flower menatapku dan bangkit dari kursinya

sambil masih menggenggam tanganku. Marisha yang sedari tadi masih berdiri membuang

tatapannya keluar jendela karena tidak sanggup lagi melihat kemesraan yang Flower

lakukan. “Flower…Marisha…mungkin kalian belum mengenal lebih jauh satu sama

lain!” kataku mengingatkan mereka. Flower sekarang berganti menatap Marisha yang

masih membuang tatapan keluar jendela dan air matanya masih belum kering. Flower

sepertinya mengetahui siapa gadis yang ada dihadapannya sekarang dan dia pun melihat

aku menggenggam tangannya. Dengan refleks Flower melepaskan genggaman tangannya

dan mundur beberapa langkah karena tidak kuat menerima kenyataan ini. Aku pun

melepaskan pegangan tanganku terhadapa Marisha dan mencoba menenangkan Flower

dengan berusaha meraih tangannya. Tapi dia terus mundur sambil tidak menghiraukan

tanganku yang mencoba meraihnya.

Flower meneteskan air mata dipipinya yang merah merona dan Marisha pun

masih menatap langit-langit kamar sambil menahan air matanya. Flower menatap

bergantian kami berdua dan Marisha sekarang menatap Flower yang masih tidak percaya.

Disaat suasana yang sedang mencekam tiba-tiba ayah, mamah dan ayah Marisha masuk

tanpa mengetuk pintu. Mereka mengobrol dengan serunya tanpa memperhatikan keadaan

Page 100: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

100 [email protected]

didalam ruangan yang sedang memanas. Ketika mereka sadar dengan apa yang sedang

terjadi didalam ruangan “oh…maaf sudah mengganggu!”. Akhirnya mereka keluar lagi

sambil menutup pelan pintunya tanpa mengeluarkan suara.

“Flower…ini Marisha wanita terakhir yang aku cintai!” kataku memperkenalkan

cinta terkahir. ”Dan ini Flower…dia adalah wanita pertama yang aku cintai!” aku juga

memperkenalkan Flower kepada Marisha sebagai cinta pertamaku. Tapi kebekuan

diantara mereka tidak mencair sama sekali dan hanya tetesan air mata yang mencair dari

mereka. “Maafkan aku telah mengkhianati cinta tulus dan suci kalian…” kataku sambil

menundukkan kepala dengan segenap perasaan bersalah. Setelah mendengar kata-kataku

Marisha menyeka air matanya dan mendekati Flower yang masih menangis dan

menunduk lesu. “Sebenarnya ini bukan salah Willy…tapi ini salahku yang telah

menggodanya” kata-kata Marisha bagaikan gelombang laut yang menghantam karang.

Aku menatap Marisha tidak percaya dengan apa yang dikatakannya tapi Marisha tidak

membalas tatapanku. “Aku siap mundur!” ucapan terakhirnya lebih dahsyat dari ucapan

pertamanya. Flower menatap Marisha sebentar dan tiba-tiba Flower menampar

Marisha…plakkk!. Sungguh diluar dugaan Flower mampu melakukan hal itu kepada

Marisha, dan Marisha hanya diam menerima tamparan itu.

“Kamu…kamu, setelah menggodanya…akan begitu saja meninggalkannya!”

Flower menunjuk-nunjuk Marisha dengan berapi-api. “Kamu tidak mempedulikan

perasaan Willy yang mungkin saja terluka jika kamu meninggalkannya begitu saja. Lihat

ekspresinya ketika aku menampar kamu tadi! dia mengeluarkan ekspresi yang sangat

menyayangi dan mencintaimu dengan sepenuh jiwa dan raganya”. Marisha menangis tapi

tetap tegar tidak berubah dari posisinya yang masih tertunduk lesu. Flower semakin hebat

menangis tapi dia mencoba menguatkan jiwa yang sebenarnya lembut penuh kasih

sayang. “Biarkan…biarkan…aku saja yang mundur!” kata Flower begitu tersendat-sendat

karena menahan tangisan dan perasaannya yang menolak.

Flower mendekatiku dan mengecup pipiku dengan lembut “mungkin ini yang

terbaik!”. Aku tidak sanggup ketika Flower bicara ‘mungkin ini yang terbaik!’ tapi aku

tidak bisa menahannya. “Jangan kamu tangisi aku…karena aku tidak berharga bagimu!”

kataku sambil melepas perlahan tangannya. Flower pergi dengan melewati Marisha yang

masih tertunduk lesu tanpa berkata sepatah katapun. Setelah beberapa menit Flower

Page 101: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

101 [email protected]

pergi, Marisha mendekatiku dan memukul dadaku keras sekali. Uhuk…aku terbatuk-

batuk menerima pukulan dari Marisha, lalu dia pun pergi tanpa berkata sepatah kata pun.

Semuanya meninggalkan aku dengan penuh luka yang menyakitkan dan menyesakkan

dada. Tinggallah aku seorang diri tanpa bisa menangisi kepergian mereka tapi sebenarnya

jiwaku ingin menagis dan menjerit.

Hampa…

Asap lemah menyelimuti pandangan mata hati

Menenggelamkan jiwa kedalam kesusahan

Menggelapkan pikiran dengan jubah sedih

Tubuh mendekap kelamnya hampa kehilangan

Mencari putik cinta dikeramaian tangis

Meredupkan segala nurani kedalam pilu

Hampa hidup meredup dalam kecup

Page 102: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

102 [email protected]

CHAPTER V

FLOWER YANG MEKAR

Senang sekali bisa kembali beraktifitas seperti biasa tanpa harus duduk dan tidur

diatas ranjang rumah sakit yang bau obat. Sudah genap dua hari aku menjalani perawatan

dirumah sakit dan sekarang dipagi yang cerah bercampur muram aku harus kembali

beraktifitas. Beraktifitas sebagai seorang siswa yang mencari ilmu di SMU N 1

Jatinangor dengan segala suka dan duka. Suka bisa bertemu dengan banyak teman-teman

disekolah dan duka karena mengingat aku masih ada masalah dengan Bondan dan

Marisha.

Wah…dua hari berlalu sekolahanku tidak ada yang berubah, seperti biasa satpam

masih mengatur parkiran sambil teriak-teriak dan kepsek yang sudah berdiri digerbang

sekolah. Setelah memarkirkan motorku ditempat yang aman Reza dan Darto beserta

Fahmi menyambutku dengan penuh kegembiraan. “Jagoan kita sudah kembali” sahut

Reza penuh suka cita sambil memeluk dan menyalamiku. Bergantian Darto dan Fahmi

menyusul kemudian memeluk dan menyalamiku. “Sepertinya luka itu akan disitu

selamanya!” ucap Darto sambil menunjuk luka sobek yang sudah mengering dipelipisku.

“Biarkan saja…anggap ini sebuah kenang-kenangan” kataku sambil tersenyum dan

semuanya ikut tertawa. “Setelah kamu sehat apakah ada niat untuk membalas mereka!”

kata Reza sambil menunjuk Bondan dan gerombolannya yang sedang duduk santai

dikejauhan. Aku hanya bisa menggelengkan kepala karena tindakan balas dendam itu

adalah tindakan tidak bermoral.

Kami berjalan masuk menuju gerbang sekolah yang sudah cukup ramai dipadati

para siswa. “Ho…lihat siapa yang datang!” kata Bondan kepada gerombolannya sambil

berjalan mendekati kami. Reza seperti tidak sabar untuk menghajar mereka, tapi aku

menahannya. “Hai…apa kabar?” kataku sambil mendekati mereka, sepertinya Bondan

tidak senang dengan tingkahku. “Hehehe…luka itu mengingatkan aku akan sesuatu!”

katanya sambil bertingkah mengejek luka dipelipisku. “Hahaha…luka yang bagus bukan!

Apakah kamu menginginkannya?” tanyaku pada Bondan sambil mendekat dan menatap

tajam matanya. Bondan menahan ludah dan gerombolannya mundur beberapa langkah

Page 103: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

103 [email protected]

karena terkejut. “Okey…hari ini sepertinya sudah cukup!” kataku sambil pergi

meninggalkan mereka dan kembali menemui teman-teman. Bondan dan gerombolannya

terkejut dengan keberanianku, sepertinya mereka takut jika tanpa Jhony didepannya.

Reza tertawa nyaring karena gembira melihat Bondan dan gerombolannya

ketakutan dengan intimidasiku. Darto geleng-geleng kepala melihat tingkahku tadi “apa

kamu siap jika bertemu Jhony lagi?”. Aku menatap Darto sebentar, “siap maupun tidak

siap aku akan melayaninya jika dia siap!”. Senyum mengembang dibibirku ketika

menyudahi kata-kata itu dan Darto pun tersenyum walaupun kecut. Sebetulnya saat

berkelahi malam itu aku tidak dalam kondisi yang siap untuk perkelahian yang begitu

menguras teknik. Jhony dengan teknik berkelahi ala karate sungguh membuat aku harus

berpikir untuk melawannya dengan teknik tarung derajat. Tapi aku percaya bahwa

kekalahanku pada saat itu akan memberikan pelajaran dan pengalaman yang berharga.

Sungguh tidak terasa belajar didalam kelas, tau-tau bel tanda istirahat pertama

sudah berbunyi. Para siswa berhamburan keluar dari kelas, mereka ada yang menuju

lapangan olahraga atau pergi kekantin. Aku sendiri mencari-cari seseorang yang sejak

dari tadi pagi tidak terlihat olehku. “Kamu mencarinya?” seseorang dibelakang

mengagetkanku yang sedang celingak-celinguk dikoridor sekolah. Ternyata Fahmi yang

menyapaku, “aku tidak mencari siapa-siapa!”. Fahmi tersenyum mendengar perkataanku

yang mengelak dari persangkaannya. “Kalau kamu mencarinya, dia tadi pergi ke ruang

osis sendirian!” kata Fahmi sambil berlalu pergi setelah menepuk pundakku. Antara

penasaran dan malu untuk bertemu dengannya membuat aku menahan langkah untuk

pergi.

Biar saja perasaan itu mengambang asalkan semua pikiranku terpuaskan. Segera

aku berjalan cepat menuju ruang osis yang berada didekat kantor kepsek tanpa

menghiraukan beberapa orang yang memanggil dan menyapaku. Aku takut jika aku

menjawab panggilan dan sapaan mereka rasa malu akan mengalahkan rasa penasaranku.

Tanpa pikir panjang pintu ruangan osis langsung aku buka tanpa mengetuk terlebih

dahulu. Ternyata hal itu mengagetkan orang-orang yang sedang rapat didalam ruangan

tersebut, aku mematung dengan senyum aneh karena malu telah mengganggu rapat

mereka. “Oh…maaf!” kataku secepat kilat sambil pergi dan menutup kembali pintu yang

Page 104: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

104 [email protected]

tadi terbuka. Sungguh memalukan! kenapa tidak mengetuk terlebih dahulu, mungkin saja

ceritanya akan berbeda dan tidak membuat aku malu didepan anak-anak osis.

“Dari mana?” tanya Darto ketika aku sampai dikantin. Aku hanya menghela nafas

panjang dan tidak mau menceritakan hal yang memalukan tadi. “Minum dulu biar lebih

fresh!” Darto menyodorkan sebotol minuman dingin kesukaanku. Secepat kilat aku

menyambarnya dan meminum habis tanpa ada sisa, rasanya aku ingin melampiaskan

perasan ini kepada minuman tersebut. “Ada apa?” tanya Darto karena penasaran dengan

tingkahku. “Malu…sungguh memalukan!” kataku menggerutu sambil membuang muka

dari Darto. “Ya sudah kalau kamu malu…Ly ada acara nih!” kata Darto sambil

menunjukkan sebuah brosur. “Acara apa?” tanyaku lesu sambil tidak menghiraukan

brosur yang sedang dipegang Darto lalu direbut Reza untuk dibacanya. “Wah…acara

hebat nih!” kata Reza nyaring membuat aku mengalihkan perhatian kepadanya.

Apa? tidak mungkin terjadi, acara pensi yang biasanya diadakan disekolah

masing-masing sekarang akan diadakan bersama-sama dengan SMA Al-masoem. Darto

mengajukan hal paling gila dengan mendaftarkan band kami untuk pertunjukkan nanti.

“Tidak…aku tidak setuju!” kataku menyatakan keberatan atas pendaftaran band kami.

Tapi tetap saja Darto, Reza dan Fahmi menyutujuinya dan aku kalah suara. Dengan

terpaksa aku mendukung juga dengan ide gila mereka. “Mau lagu apa yang akan kita

bawakan?” tanya Fahmi, kami berempat saling pandang satu sama lain. Tiba-tiba Darto,

Reza dan Fahmi tersenyum bersama lalu menatapku sambil tersenyum. “Kita bawakan

lagu Ungu yang ‘tercipta untukku’!” kata mereka serempak dan aku sampai terbelalak

mendengar ide mereka. “Aku tidak setuju!” kataku menegaskan penolakanku. Tapi Darto

mendekatiku dan berbisik, “daripada ‘demi waktu’ itu malah lebih gawat!”. Ternyata

Darto mencoba mengintimidasiku karena mereka ingin memakai acara ini untuk

memperbaiki hubunganku dengan Flower dan Marisha.

Menyebalkan sekali hari ini, sudah harus menyetujui dan menelan bulat-bulat ide

gila teman-teman yang idiot juga harus menanggung malu ketika acara nanti berlangsung.

Tuhan apakah akan ada hal yang lebih buruk dari ini semua? jeritku dalam hati. Ketika

sedang asyik-asyiknya berjalan menyusuri koridor yang menuju kelas, dari arah depan

Marisha datang menuju kearahku. Ketika semakin dekat dengannya tiba-tiba,

BUKKKK!. “Ugffhhhh…” aku mengerang kesakitan sambil memegangi perutku yang

Page 105: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

105 [email protected]

dipukul Marisha keras sekali. Tuhan aku tadi hanya becanda, mengapa dianggap serius!

kataku dalam hati. “Ke…kenapa kamu memukulku?” tanyaku pada Marisha yang masih

berdiri didepanku sambil bertolak pinggang. “Balasan untuk sebuah tamparan!” katanya

tegas sambil mengelus-elus pipinya. “Tapi bukan aku yang menamparmu dan kenapa

harus dua kali?” tanyaku lagi. “Kamu yang bertanggung jawab jadi harus kamu yang

membayarnya…yang pertama untuk tamparan Flower dan yang kedua untuk air

mataku!”. Marisha menatapku sinis sambil bertolak pinggang dan rambut panjangnya

berkibar-kibar diterpa angin.

Aku menerima saja setiap alasan yang dia berikan. Dengan masih menahan rasa

sakit diperutku, “kamu masih membenciku?”. Marisha manatapku lebih tajam dan mulai

mendekatiku lagi dan dengan sigap aku mundur beberapa langkah. “Jangan pukul aku

lagi!” kataku sambil menyuruhnya berhenti memukuliku. Marisha masih terus mendekat

dan aku pun terus mundur mengikuti langkahnya yang terus maju. “Jika aku tidak marah

kepadamu, lalu kamu mau apa?” tanya Marisha sambil terus mencoba mendekatiku.

“Aku…aku…mau mengajak kamu…untuk masuk grup bandku!” kataku sambil masih

mencoba menjaga jarak dengan Marisha. “Benarkah?” katanya gembira, sepertinya dia

suka ketika aku mengajaknya untuk bergabung dengan grup bandku. “Tentu saja! asal

kamu tidak memukulku lagi” kataku sambil mencoba untuk menghentikan langkahnya

yang semakin mendekat. Ketika tanganku menjulur untuk menahan laju Marisha yang

terus mendekat, dengan tidak sengaja aku memegang dadanya. ‘Ternyata lebih kenyal

dari pada yang aku bayangkan’ pikirku, tapi ketika melihat mata Marisha sepertinya dia

sangat marah sekali. “Ma…ma…maaf!” kataku sambil menjauhkan tanganku dan

PLAKKKK!, dia menamparku dengan keras.

“Teman-teman aku punya berita!” kataku kepada Darto, Reza dan Fahmi yang

sedang duduk-duduk santai didalam kelas. “Berita apa?” tanya Darto bersemangat untuk

mengetahuinya. “Jangan bawa berita buruk!” celoteh Fahmi yang sedang sibuk dengan

bukunya. “Entahlah, apakah baik atau buruk…beritanya adalah Marisha bergabung

dengan grup band kita…bagaimana?”. Semuanya menjadi hening, Darto, Fahmi dan

Reza menatapku tanpa berkedip. “BAGUSSS…” kata Darto, Fahmi dan Reza bersamaan

mengagetkanku. “Kita pakai lagu yang dari kotak…judulnya ‘masih cinta’, baguskan?”

Page 106: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

106 [email protected]

kata Darto bersemangat. Aku hanya tersenyum mendengarkan usulan mereka dan yang

paling menyenangkan adalah mereka setuju Marisha masuk band kami.

# # # # #

“Perasaan ada yang ga pas deh!” kataku kepada semua anggota band yang sudah

standby didalam mobil. “Apa yang belum pas?” tanya Marisha yang kebetulan duduk

didepan dan aku sendiri menjadi sopir. Dibelakang Darto dan Reza memfokuskan diri

kedepan karena ingin mendengar lebih jelas. “Marisha sebelum aku bertemu lagi dengan

Flower aku ingin bertanya sesuatu kepadamu!” Marisha menatapku aneh dan teman-

teman lebih fokus lagi mendengarkan. “Jangan kamu rusak suasana yang sudah ada!”

sahut Marisha sambil membuang muka dariku. “Oke…aku anggap kita belum putus!”

kataku sambil menghidupkan mesin. Teman-teman dibelakang makin bersemangat

mendengarkan perbincangan yang terjadi antara aku dan Marisha. “Kamu dan Flower

bagaimana?” tanya Marisha masih membuang muka. “Aku mencintai kalian tanpa

membedakan satu sama lain!” kataku menegaskan. Marisha masih membuang mukanya

tanpa mau melihat kearahku, sepertinya dia dalam kebingungan. Aku tidak melanjutkan

pembicaraan diantara kami dan aku langsung menancap gas menuju SMA Al-masoem.

Fahmi tidak ikut dengan kami karena dia harus lebih dulu ke Al-masoem untuk

membereskan beberapa berkas dengan osis Al-masoem. Disepanjang perjalanan tidak ada

yang membuka pembicaraan, begitu juga Reza dan Darto yang biasanya rame sekarang

mendadak sepi. Marisha sepertinya masih memikirkan ucapanku sambil menatap keluar

melihat bangunan-bangunan megah yang berjejer rapih. “Sepertinya hubungan kita rumit

untuk sekarang…” gumam Marisha sambil menatap wajahku yang serius menghadap

jalan. “Aku tidak mau ada yang terluka diantara kita…lebih baik kamu memilih Flower

dari pada aku!” Marisha mencoba mengungkapkan isi hatinya. Aku menghentikan mobil

sebentar dan membalas tatapannya. “Apakah menurut kamu aku tidak terluka jika

meninggalkan seseorang dan memilih salah satu diantara kalian?” tanyaku pada Marisha

serius. “Maaf bukan aku mencoba mengganggu kalian, tapi kita sudah terlambat!” Darto

menyela perbincangan antara aku dan Marisha. Darto khawatir terlambat untuk naik

panggung karena jam sudah menunjukkan Sembilan pagi.

Pembicaraan tadi terhenti dan tidak pernah dibahas lagi hingga sampai di SMA

Al-masoem. Keadaan disana sudah ramai dengan para siswa yang menikmati berbagai

Page 107: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

107 [email protected]

stand dan pertunjukkan. Siswa dari kedua sekolah terlihat akrab dalam acara pensi yang

diadakan kedua sekolah. Kami tidak terlalu terlambat untuk ikut menikmati hiburan dan

keramaian yang sedang berlangsung sampai sore hari ini.

“Hai…selamat datang silahkan!” kata panitia penyambut yang ada di gerbang

sekolah mempersilahkan kami masuk lingkungan sekolah. “Ruangannya dimana?” tanya

Darto kepada Marisha yang sedang memperhatikan secarik kertas. “A-12…” jawab

Marisha setelah membaca tulisan dikertas tersebut. Sedangkan Reza dan aku kebagian

untuk mengangkut peralatan band menuju ruangan. Berat sekali! aku harus membawa

dua buah barang, yang satu gitar melody dan satunya lagi gitar bass. Kalau Reza

membawa keyboard dan gitar ritem, dia terlihat kesusahan membawa keyboard.

“Aku keluar dulu yah!” kataku kepada teman-teman yang sedang beristirahat

setelah berputar-putar mencari ruangan A-12. “Kemana?” tanya Fahmi yang baru saja

datang. “Cari seseorang…” jawabku singkat. Marisha terlihat menunduk mendengar aku

pergi untuk mencari seseorang, dia sudah tau kalau yang akan aku cari adalah Flower.

Kecemburuan masih membakar hati Marisha tapi pikirannya menghendaki memberi

peluang kepada Flower. Bagiku keduanya tetap menjadi cinta abadiku.

Hampir separuh komplek sekolah telah aku periksa, tapi Flower tidak ada dimana-

mana. Apakah mungkin Flower bersembunyi untuk menghindariku?. Semenjak kejadian

di rumah sakit aku tidak berjumpa lagi dengannya, aku sudah mencoba menghubunginya

tapi handphonenya selalu tidak aktif. Aku sempat menanyakan keadaan Flower kepada

mamahnya dan jawaban yang kudapat hanya sebuah pesan, katanya ‘aku baik-baik saja!’.

Flower sepertinya marah besar karena kelakuanku telah membangkitkan kenangan buruk

empat tahun lalu. Padahal kenangan itu ingin dikuburnya dan tidak ingin lagi

mengingatnya.

Saat aku sedang mencari Flower dan berpikir tentangnya, aku malah bertemu

dengan Jhony dan Bondan. Mereka bergerak dari koridor depan sekolah menuju

kearahku, aku ingin menghindarinya tapi sepertinya sudah telambat. Tidak baik juga jika

seseorang yang ingin bertemu dengan kita tidak kita temui, sudah terlihat dari sorot mata

mereka yang ingin menemuiku. “Hai…” sapaku kepada mereka yang sudah mendekat

dan Jhony terlihat lebih tenang dibandingkan dengan Bondan. “Hai juga!” balas Jhony

sambil melambaikan tangan. “Kalian sepertinya sedang sibuk, aku duluan yah…” kataku

Page 108: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

108 [email protected]

sambil melangkah pergi menjauhi mereka. “Kami tidak terlalu sibuk…kami hanya ingin

bicara beberapa kata denganmu!” kata Jhony dengan masih bersikap santai. Keinginan

menjauhi mereka jadi urung kulaksanakan dan akhirnya aku meladeni pembicaraan

mereka.

Jhony tersenyum kepadaku dan aku pun membalas senyumannya. “Sepertinya

kamu sedang mencari Flower?” aku memandang Jhony dengan sorot waspada. “Tidak

juga…” kataku kepadanya dan dia melihatku seperti menatap mangsanya. Tiba-tiba

Jhony bermaksud menyerangku dengan pisau tangannya tapi aku dengan sigap

menggibas luar serangan tersebut. “JHONY! apa yang kamu lakukan?” seseorang

berteriak lantang menghardik Jhony dari arah samping. Kami yang sudah memasang

siaga dan dalam kondisi saling beradu tangan terhenti dan mematung. Ternyata Flower

yang berteriak, dia datang bersama dua teman perempuannya. “Sepertinya pertarungan

kita tertunda…” kata Jhony sambil melepaskan serangannya dan bersikap wajar kembali.

Aku pun melakukan hal yang sama sambil merapihkan pakainku yang sedikit kusut

karena melakukan siaga tarung mendadak. “Jhony kenapa kamu melakukan itu?” tanya

Flower sambil terengah-engah menatap mata Jhony dengan marah. Jhony tidak

menjawab pertanyaan Flower, dia malah pergi meninggalkan kami semua.

Flower terus saja menatap kepergian Jhony dan aku menjadi bingung antara

menyapa dan membiarkan dulu emosinya reda. Akhirnya aku memilih untuk

meninggalkannya supaya bisa meredakan emosi. Aku pergi tanpa menyapa dan

menanyakan keadaannya tapi dilihat sekilas dia baik-baik saja. Tanpa menoleh aku pergi

meninggalkan Flower yang masih menatap kepergian Jhony. Ketika langkahku hampir

hilang ditikungan koridor depan. “WILLY…” seseorang memanggilku dari belakang dan

dari suaranya dia adalah Marisha. Aku menoleh kearah orang yang memanggil dan benar

saja Marisha sudah berdiri disana. Tepat dibelakang Marisha, Flower masih belum

beranjak dari posisinya semula. Terasa sangat kontras sekali ketika aku melihat mereka

dalam posisi seperti itu. Flower yang masih membelakangiku dengan teman-teman

disampingnya dan Marisha yang menatap dengan menantang kedatanganku. Aku

mengacuhkan mereka berdua dan memutar pergi menjauh dari mereka.

Hatiku gundah mendapatkan keadaan yang benar-benar tidak bisa aku tangani

seutuhnya. Benar apa yang dikatakan Darto bahwa keadaan ini akan menjadi lebih buruk

Page 109: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

109 [email protected]

dari yang aku duga. Sekarang ketika keadaan aku, Marisha dan Flower mengalami

konflik datanglah keadaan yang lebih buruk. Entah berasal dari mana permasalahan

terburuk ini muncul, tiba-tiba saja orang yang bernama Jhony makin memperkeruh

semuanya. Keadaan sekarang bagaikan sebuah benang yang dulunya tergulung rapih

sekarang kusut karena ditarik paksa tanpa perasaan. Seharusnya aku jujur dari dulu

kepada mereka, mungkin kejadiannya tidak akan seburuk sekarang.

Tanpa kusadari, aku sudah berada dibelakang panggung aula pertunjukkan SMA

Al-masoem. Aku baru sadar bahwa band kami sebentar lagi naik panggung, mungkin saat

ini Darto sedang mencari-cari. Lebih baik aku menunggu mereka dibelakang panggung

sampai waktu pertunjukkan dimulai. Ternyata bukan aku saja yang sedang berada

dibelakang panggung. Terlihat Flower dan Jhony yang ditemani Bondan sedang berbicara

serius. Entah pembicaraan apa yang sedang mereka bicarakan, tapi kelihatannya Jhony

berusaha memaksa Flower. Wajah Flower memucat dan menunduk tanpa memperhatikan

mata Jhony yang terus berbicara sambil berusaha memegang tangannya.

Aku mengendap-endap mendekati mereka dengan cara bersembunyi dibalik tirai

penutup panggung. Mulai samar-samar suara mereka terdengar, tapi masih kurang jelas

dan aku berusaha untuk terus lebih mendekatinya. “Flower…mengertilah!” suara Jhony

begitu jelas sedang berbicara kepada Flower. Jhony menatap Flower dengan penuh hasrat

untuk memilikinya, sedangkan Bondan berdiri sambil berjaga-jaga dibalik koridor.

Bondan sepertinya tidak menyadari bahwa aku begitu dekat dengannya, hanya tirai

penutup panggung yang memisahkan kami. “Aku masih mencintainya…” Flower

mencoba menarik lengannya dari genggaman Jhony dan membelakanginya. “Tidakkah

kamu membencinya setelah apa yang dia perbuat!” Jhony kembali mencoba mendekati

Flower. Flower diam beberapa saat dibarengi Jhony yang menghentikan langkahnya

untuk mendekat.

Jhony terlihat kesal dengan sikap Flower yang hanya diam saja tanpa

mempedulikannya. “Kamu harus ingat Flower…setiap dia mendekatimu dan kamu

mendekatinya, saat itu juga aku ingin menghancurkannya!” terdengar jelas gigi-gigi

Jhony beradu karena menahan amarah. Jhony mendekati Flower yang masih

membelakanginya dan membisikkan sesuatu ketelinga Flower. Flower terlihat terkejut

dengan apa yang dibisikkan Jhony, seketika itu juga dia berbalik menghadap Jhony.

Page 110: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

110 [email protected]

“Kenapa harus seperti ini?” air mata Flower terlihat menetes membasahi pipinya.

“Karena aku sangat mencintaimu dan hanya aku saja yang akan memilihmu untuk

menjadi yang terakhir dicintai…”. Flower terdiam mematung, bibirnya tidak bisa berkata

apa-apa dan hanya ekspresi dari matanya saja yang bisa menggambarkan keadaan

hatinya. “Kamu janji jika aku memilihmu, kamu tidak akan menyakitinya?” suara Flower

begitu bergetar ketika tiap huruf dari kata tersebut keluar. Jhony mengangguk pelan

kepada Flower sambil menatapnya dengan penuh rasa cinta dan Flower berusaha

menghindari tatapan tersebut.

Melihat kondisi tersebut aku sungguh marah besar atas ancaman Jhony terhadap

Flower yang jiwanya begitu lembut. “Jangan dengarkan dia!” aku keluar dari balik tirai

sambil menunjuk Jhony dan menatap Flower. Flower dan Bondan begitu terkejut ketika

aku keluar dari tirai tapi Jhony bisa menguasai keterkejutannya dengan tersenyum sinis

kepadaku. Sesaat semuanya terdiam dan masih terkejut dengan kehadiranku yang tiba-

tiba.

“Flower aku tau kalau aku sudah menyakitimu, tapi tidak ada maksud dariku

untuk melakukan semua itu!” aku mencoba mendekati Flower. “Kenapa kamu ada

disini?” Flower menatapku dengan masih menyimpan air mata dipipinya. Aku

mendekatinya dan menyeka air mata yang membasahi pipinya dengan tanganku. Flower

diam saja dengan apa yang aku lakukan, dia menatapku dengan penuh haru dan cinta.

Sekejap kemudian Flower memelukku dengan erat seperti tidak mau lepas dariku.

Jhony yang melihat Flower memelukku, dengan geramnya dia mengepalkan

tangan karena kesal. “WILLY…sungguh tidak sopannya kamu! menguping pembicaraan

kami…” Jhony menghardik dengan kerasnya karena aku sudah mendengarkan

pembicaraannya secara diam-diam. Aku berbalik menghadap Jhony dan Bondan, terlihat

Jhony sudah begitu kesal dengan tingkahku. “Apa yang dinamakan MENGANCAM itu

disebut pembicaraan yang sopan?” aku berbalik menekan. Flower sepertinya ketakutan

dengan situasi yang sedang terjadi, “sudah cukup!”. Dia terus memegang lenganku

dengan eratnya dan mencoba menarikku untuk menjauhi Jhony. “Jhony aku mohon! aku

menghargai cintamu kepadaku jadi tolong hargai pilihanku. Walaupun Willy sudah

berbuat kesalahan tapi aku tidak bisa mengingkari bahwa dia adalah pria yang sangat aku

Page 111: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

111 [email protected]

cintai…”. Jhony menatap geram kearahku tanpa memperhatikan Flower yang berbicara

sambil memelas minta dihargai pilihannya.

Sedetik kemudian Jhony mengalihkan tatapannya kepada Flower dan dia menatap

Flower dengan penuh kekecewaan. “Setiap hatiku sudah aku persembahkan

untukmu…tapi kenapa kamu masih memilih orang yang tidak mencintaimu dengan

sepenuhnya!”. Jhony bergetar mendapatkan kenyataan yang begitu pahit baginya dan

sungguh sangat kecewa dengan Flower. “KAMU!...” Jhony menunjukku sambil

menghardik keras sampai-sampai mengagetkan Flower. Aku mencoba melepaskan

genggaman tangan Flower dan menyuruhnya untuk mundur beberapa langkah karena

takut Jhony melakukan serangan mendadak. “Flower pergilah…” aku menyuruhnya pergi

karena takut kondisi jiwanya tidak setabil jika melihat perkelahian kami. Tapi Flower

menggelengkan kepala dan mencoba memegang lenganku lagi. “Carilah Darto…aku

mohon!” aku menatap dan memintanya untuk pergi mencari Darto. Flower sejenak masih

menatapku dan dengan sedikit keragu-raguan akhirnya dia pergi menuju koridor aula.

Jhony dan Bondan mengelilingiku seperti singa yang siap menerkam mangsanya.

Hari ini aku tidak boleh kalah lagi dari mereka, akan aku perjuangkan harga diriku

dengan penuh keberanian. “ERGHH…kamu sudah mengacaukan semuanya Willy!...aku

tidak bisa terima perbuatanmu!” Jhony menggeram hebat. Jhony sudah bersiap

menyerangku dan untuk kali ini aku tidak boleh kalah cepat untuk menyerangnya. Jhony

dengan penuh siaga maju menghadangku dan aku tidak menyia-nyiakannya untuk

menyerang.

Sebuah tendangan melesat cepat menyerang bagian kiri badan Jhony, tapi dengan

sigap dia menangkis tendanganku. Jhony balas menyerang dengan sebuah pukulan lurus

yang sangat cepat mengarah ke muka dan dengan sigap aku menggibas dan memegang

pergelangannya. Setelah pergelangannya aku pegang, aku bersiap membantingnya tapi

dia lebih cepat menahan gerakanku dengan mengunci kakiku dengan mengaitkan

kakinya. Kekuatan bantinganku melemah karena kaki kananku dikunci oleh kakinya dan

kaki kirinya menginjak lutut kiriku hingga tubuhku berlutut dibuatnya.

Tangannya yang tadi kupegang lepas karena gerakan tangan satunya lagi yang

membekuk leherku. Setelah tangannya lepas dia mencoba menghantam kepala bagian

atasku, namun dengan sigap aku berguling menghindarinya. Melihat kakinya kosong dan

Page 112: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

112 [email protected]

mudah untuk diserang, aku menyapu kakinya dan Jhony terjatuh karena sapokan itu.

Secepatnya aku bangkit untuk kembali menyerang, ketika tubuhnya hendak bangkit

dengan cepat aku menghantam dadanya dengan tandangan lurus. Tubuhnya masih berdiri

tegak mendapatkan serangan pertamaku, aku susul dengan tendangan lingkar dalam

menghujam telinganya. Kepalanya bergoyang mendapatkan seranganku tapi sepertinya

dia masih bisa bertahan, maka aku menyerang dengan tendangan menyamping yang

menghujam lehernya. Tubuhnya terpental kebelakang karena daya hentak dari tendangan

menyampingku.

Melihat tubuh Jhony terkulai tidak berdaya Bondan bersiap menyerang tapi

dengan sigap tendangan kait belakangku menghajar pelipisnya. Bondan terpental dan

menjerit kesakitan, dia merangkak menjauhiku penuh ketakutan. Sejenak aku mengatur

nafas dan Jhony mencoba bangkit setelah beberapa saat terkulai tidak berdaya. “Kita

sudah tau siapa yang lebih hebat, sebaiknya jangan dilanjutkan!” aku mencoba

mengakhiri perkelahian ini. “Aku tidak akan pernah…tidak akan pernah menyerah untuk

memperjuangkannya!” sambil terus mencoba bangkit darah segar keluar dari mulutnya.

“Kamu tidak pantas mendapatkan cinta Flower…karena Flower terlalu suci untuk kamu

permainkan!” matanya menyorotkan semangat yang tidak pernah padam.

Aku menatap Jhony dan dia membalas menatapku. “Kamu tidak mengerti apa

yang sebenarnya terjadi antara kami!” mendengar kata-kataku Jhony meludahkan darah

segar. Beberapa saat kami terdiam tidak saling mengeluarkan kata-kata dan gerakan.

Setelah lama tidak muncul, Flower kembali bersama Darto, Reza, Fahmi dan juga

Marisha. Mereka berlari-lari di koridor yang menuju belakang panggung. Jhony masih

berusaha berdiri dengan bertopang pada meja dan Bondan entah sudah pergi kemana

karena tidak terlihat lagi. Aku dan Jhony masih saling menatap satu sama lain, Jhony

sepertinya memendam cinta yang besar kepada Flower. Matanya memancarkan

kemarahan yang besar karena tidak senang dengan perbuatanku yang dianggapnya telah

mempermainkan Flower. Padahal semua perasangkanya salah dan tidak benar.

“Jhony aku ingin menjelaskan semua yang kamu tidak ketahui…” belum selesai

aku bicara Jhony memotong dengan kasar. “TIDAK PERLU! karena bagiku sudah

jelas…” dia mencoba berdiri tegak dengan memaksakan tubuhnya yang sudah lemah.

“Apakah cintamu kepada Flower hanya akan menjadi kebutaan yang gelap tanpa

Page 113: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

113 [email protected]

mengetahui segalanya!” aku balik menekan. “Tanpa di jelaskan pun, tetap saja Flower

akan memilihmu dan itu tidak berguna apa-apa bagiku” Jhony mencoba berjalan pergi

melalui pintu samping panggung. “Flower tidak sepicik apa yang kamu tuduhkan…dia

perempuan yang berbeda dengan semua perasangkamu selama ini!”. Walaupun aku

mencoba untuk menjelaskannya, Jhony tetap pergi tanpa mendengarkan semuanya.

Page 114: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

114 [email protected]

MEMILIH DIANTARA PUISI

Dua jam telah berlalu dari pertarunganku dengan Jhony dan Bondan. Aku duduk

termangu memandang dua wanita yang sedari tadi tidak saling berbicara dari balik

jendela ruang tunggu. Darto terlihat sibuk bersama Reza mengangkut alat-alat band

menuju aula dan Fahmi dari tadi terus memutar-mutar dasinya. “Sudah rapih belum?”

aku memperhatikan posisi dasi Fahmi yang begitu terukir rapih oleh pemakainya. Dua

jempol aku acungkan mengarah ke muka Fahmi tanda dasinya begitu klops dengan

dirinya.

“Hidup sekali…cinta bisa berkali-kali tapi pilihan hanya satu!” gumam ku kepada

Fahmi, Reza dan Darto yang masih sibuk. Mendengar gumaman aku mereka berhenti

serentak dan memandang kearahku tapi aku tidak mempedulikan ekspresi mereka. Reza

kembali mengangkut alat-alat band dibarengi Fahmi yang kembali sibuk dengan

pakaiannya. Darto berbeda dengan mereka berdua, dia lebih serius terpengaruh dengan

kata-kata itu. Darto menarik kursi dan merapatkannya dengan kursiku, dia menatapku

dari samping dan aku meliriknya sedikit.

“Tidak cukupkah waktu yang diberikan Tuhan untuk memilih?” tanya Darto

sambil menepuk bahu. Aku memandangnya sesaat sambil mencerna kata-kata yang baru

saja dikeluarkannya. Setelah itu aku berpaling dari Darto dan kembali melemparkan

pandangan kepada dua wanita yang masih saling berdiam satu sama lain. “Entahlah

To…aku bingung!” kataku kepadanya sambil menatap dalam penuh kebimbangan.

“Bingung kenapa?” tanya Darto, aku tidak segera menjawabnya tapi lebih mencerna dan

mencari penjelasan yang lebih tepat.

Aku berdiri dan berjalan mendekati papan tulis dan aku menulis dipapan tulis itu

dengan huruf-huruf besar. ‘PERTAMA & TERAKHIR’ begitulah tulisanku dipapan tulis.

Darto mendekatiku dan mengambil penghapus lalu menyerahkannya kepadaku.

“Hapuslah salah satu dan jadikan yang kau pilih sebagai pilihan terbaik!” perintah Darto.

Aku memandangnya tajam karena kaget dengan perintahnya. “Aku tidak bisa

mencampakkan salah satu dan menerima salah satu sebagai yang terbaik. Karena

semuanya adalah yang terbaik!” kataku sambil menyerahkan kembali penghapus itu

Page 115: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

115 [email protected]

kepada Darto. “Jika begitu pilihlah yang paling baik diantara yang terbaik!” Darto

kembali menyerahkan penghapus tersebut.

Darto meninggalkan aku diruangan tersebut dengan penghapus jelek yang bisu

tanpa berkata siapa yang harus dipilih. Sekali lagi aku menatap tulisan dipapan tulis dan

kembali lagi menatap penghapus jelek tersebut. “Tidak pantas penghapus ini yang

menjadi hakim atas kesalahanku!” kataku seraya melemparkan penghapus tersebut.

Untuk terakhir kalinya aku menatap dalam-dalam tulisan ‘PERTAMA & TERAKHIR’

dipapan tulis. Aku memegang tulisan ‘PERTAMA’ dengan tangan dan merasakannya

dengan penuh kebijakan untuk mengetahui maksudnya. Setelah itu aku berganti

merasakan hal yang sama pada tulisan ‘TERAKHIR’ dengan segala kebijaksanaan.

# # # # #

Darto, Reza dan Fahmi sedang mengecek semua peralatan diatas panggung.

Tinggal lima menit lagi pertunjukkan band kami akan dimulai dan sebelum band kami

Flower beserta temannya yang akan mulai duluan. Marisha bergabung bersama Darto dan

yang lainnya sedangkan Flower bergabung dengan temannya untuk menyamakan vocal.

Tinggallah aku ditengah-tengah mereka, keadaanku seperti symbol ‘&’ dalam kalimat

‘PERTAMA & TERAKHIR’. Mungkin kebijaksanaan papan tulis menginginkanku untuk

tidak memilih salah satu dari mereka.

Begitu berartinya mereka berdua untukku hingga sulit untuk memutuskan siapa

yang terbaik dari yang terbaik. Flower sang bunga yang berbunga dipadang bunga, dia

adalah cinta pertamaku. Marisha sang dewi malam pencerah jiwa yang muram, dia adalah

cinta terakhirku. Jika saja aku tidak melupakan Flower maka tidak akan ada Marisha

menjadi yang terakhir. Tapi jika tidak ada Marisha yang menjadi terakhir maka Flower

hanya menjadi cinta tunggal tak bersemi.

Harusnya aku sudah mengetahui keadaan ini sejak menerima Marisha sebagai

yang terakhir. Tapi karena kebodohan dan ketergesa-gesaan sekarang aku menjadi

manusia paling bingung. Andai saja waktu bisa diputar ulang kemasa lalu, yang pertama

aku lakukan adalah tidak melupakan Flower. Kedua aku tidak tergesa-gesa menerima

cinta Marisha karena akan tau kalau Flower juga mencintaiku. Ketiga aku akan

memikirkan secara bijaksana mana cinta yang berhak aku cintai. Tapi semua itu hanya

khayalan orang bingung seperti aku.

Page 116: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

116 [email protected]

Sekarang pun aku tidak boleh tergesa-gesa dalam memutuskan mana yang terbaik

diantara yang terbaik. Aku juga harus mendapatkan persetujuan mereka berdua agar tidak

ada yang merasa terluka. Flower sungguh lemah perasaannya dan sangat mudah

menangis, berbeda dengan Marisha yang tangguh tapi tetap saja dia adalah seorang

wanita.

“Sebentar lagi pertunjukkan dimulai!” seseorang mengagetkan ku dari lamunan

yang tidak lain adalah panitia acara. Aku mengangguk dan tersenyum kepadanya sambil

mencoba melapangkan dadaku untuk tidak memikirkan dulu semua ini. Flower

mendekatiku dengan memasang senyuman dibibirnya. Tubuh tingginya dengan body

yang aduhai membuat aku terhipnotis memperhatikan langkahnya. “Aku

mempersembahkan setiap untaian kata untuk mu!” katanya sambil mencium pipiku dan

pergi.

Kejadian itu dilihat oleh Marisha tapi tidak terlihat raut wajah cemburu darinya.

Tapi malah senyuman yang terlihat diwajahnya, aku mendekatinya untuk mengatakan

sesuatu yang tidak tahu apa yang akan aku katakan. “Jika ini kebaikan maka selamanya

akan baik…” setelah mengatakannya lalu aku mengecup kening Marisha lembut. “Tidak

perlu meragukan cintaku kepadamu…” katanya sambil berlalu pergi. Tinggallah aku

sendiri diatas panggung yang masih tertutup oleh tirai dengan nyala lampu yang redup.

“Oke semua panggung harus sudah siap!” kata panitia acara memberitahukan

kepada semua orang yang ada diatas panggung. Aku segera turun dari panggung diikuti

semua orang yang sudah selesai dengan tugasnya masing-masing. “Kamu siap?” Darto

menepuk pundakku dari belakang. Senyum dibibir aku anggap sebagai jawaban yang

tepat atas pertanyaan dari Darto. Darto mengangguk memberiku semangat dan

kepercayaan diri.

Penonton sudah memenuhi aula dan tidak kusangka antusiasmenya akan sebesar

ini. Mereka bersorak sorai menantikan pertunjukkan dari grup-grup band dan

pertunjukkan music lainnya. Aku sedikit tegang melihat begitu banyak penonton yang

memadati gedung pertunjukkan. “Flower kamu siap?” tanya salah seorang panitia acara

kepada Flower yang sudah berganti kostum. Dia sekarang memakai gaun putih yang

indah bagaikan putri raja yang turun dari surga. Sungguh romantic yang menyesakkan,

disatu pihak aku masih mengaguminya dan dilain pihak aku harus memilih.

Page 117: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

117 [email protected]

“Marisha kemana?” tanya Darto kepada Fahmi yang sedang duduk diatas sound

system sambil membetulkan pakaiannya. “Dia sedang ke ruang tunggu untuk berganti

pakaian…” jawab Fahmi. Mereka semua sudah siap dengan kostum dan pakaian mereka

sedangkan aku masih mengenakan pakaian tadi pagi. Darto saja membawa kemeja

kebesarannya yang selalu dia bangga-banggakan kepadaku sebagai pakaian terbaiknya.

Reza sudah siap dengan setelan machonya dan Fahmi sudah jangan ditanya lagi, dia

sudah dari tadi pagi sibuk dengan pakaiannya.

Tapi tidak mengapa, walaupun masih mengenakan pakaian tadi pagi. Pakaian ini

masih bersih dan cukup wangi walaupun aku terus berkeringat kepanasan. “Pakai nih!”

Marisha menyodorkan sebuah setelan khusus kepadaku. Yaitu terdiri dari kaos sebagai

dalaman dan diluarnya dipakai sebuah jas hitam yang gagah. Aku tersenyum kepada

Marisha yang sudah berganti dengan pakaian wanita yang macho. Hal inilah yang aku

suka dari Marisha, yaitu gayanya yang sedikit tomboy.

“Marisha…” aku memanggil Marisha yang hendak pergi menghampiri yang lain.

“Ada apa?” tanya Marisha. Aku diam sejenak untuk memilih kata-kata yang tepat untuk

dikeluarkan. “Ehm…aku sedikit bingung!” kataku kepadanya, Marisha menatapku

sejenak kemudian berpaling. “Apakah aku atau dia yang membuatmu bingung?”

terdengar suara Marisha bergetar menahan sesuatu. “Ehhhh…” aku bingung harus

menjawab apa. “Bagaimana pun kamu harus memilih satu diantara kami…jika kamu

memilih Flower…” Marisha terdiam sejenak tidak meneruskannya. “J-jika kamu memilih

Flower…maka aku akan menerimanya dengan sepenuh hati…tapi satu yang perlu kamu

ketahui…aku sangat mencintai kamu!”. Marisha dan aku hanya terhalang udara yang

tidak terlihat tapi hati kami seperti menjauh mengarungi pikiran masing-masing.

Akhirnya Marisha pergi menuju ruang tunggu dibelakang panggung. Benarkah

aku akan memilih Flower sebagai yang tersepesial, padahal hatiku masih berada di

Marisha. Ketika sedang melamun aku dikagetkan Flower yang menghampiriku sebelum

dia naik panggung. “Kamu lagi mikirin apa?” tanya Flower. Aku tidak langsung

menjawabnya, hanya memandanginya dari kaki sampai ujung rambut. “Kamu sungguh

cantik…” aku bergumam kecil tapi gumaman itu terdengar oleh Flower. “Makasih…”

katanya lembut dengan lesung pipi yang merona malu. Aku jadi tersenyum melihat

kecantikan Flower dengan rona pipinya.

Page 118: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

118 [email protected]

“Kamu percaya dengan takdir?” kataku kepada Flower. Dia berpikir sejenak

dengan mengitarkan pandangannya kesekeliling panggung. “Takdir yang membuatku ada

sekarang dihadapanmu…Ingatkah kamu ketika lima tahun yang lalu jika tidak ada kamu

mungkin aku sudah tidak ada disini!”. Flower tersenyum seperti tidak ada beban tentang

siapa yang akan aku pilih. Aku sedikit gugup untuk mengeluarkan kata-kata. “Hari ini

aku akan memilih satu diantara kalian…” kepalaku tertunduk. Tapi Flower mengeluarkan

ekspresi yang berbeda, dia tersenyum tanpa memperlihatkan ketakutan tidak dipilih.

“Pilihlah dengan hati dan cintamu!...aku menerima siapapun yang kamu pilih. Aku

merasa sangat beruntung sekaliiii-i sudah mencintai kamu dan pernah dicintai kamu.

Walaupun akan berakhir disini, tetap aku senang! kita akan tetap berteman bukan?”. Aku

tersenyum saat Flower mengatakan ‘ sekaliiii-i’ karena intonasi yang dia keluarkan

sungguh unik. Aku tidak menjawab pertanyaan Flower karena aku belum memutuskan.

“Flower…sekarang giliran kita!” panggil teman Flower yang sudah bersiap-siap diatas

panggung.

Aku melambaikan tangan ketika Flower pergi menaiki panggung. Flower begitu

tegar dibandingkan Marisha, perkiraanku tentang rentannya Flower ternyata keliru.

Flower lebih bisa menerima dan mengerti dengan kebingunganku. Mungkin lebih baik

aku memilih Marisha karena Flower lebih terlihat tegar ketika tidak aku pilih walaupun

mungkin dalam dirinya tersimpan rasa kecewa. Apalagi Flower sudah merasa senang

walaupun hanya menjadi sahabat saja. Flower memang sudah mengenal karakterku sejak

masih kecil dan tidak berubah sampai dewasa.

“Mari kita sambut teman-teman kita dari SMA Al-masoem…mereka adalah dua

cewe cantik yang akan membawakan sebuah lagu berjudul SEMPURNA…kita sambut

Flower dan Tiara!”. Terdengar tepuk tangan yang begitu membahana menyambut mereka

berdua. Aku tidak menyangka Flower akan membawakan lagu SEMPURNA yang

dipopulerkan oleh Gita Gutawa. Apakah mungkin lagu itu adalah cerminan jiwanya

kepadaku.

Tiara duduk dan bersiap memainkan piano untuk mengiringi Flower yang akan

bernyanyi. Darto, Reza dan Fahmi menatapku bersamaan ketika aku mengintip

pertunjukkan Flower dari samping panggung. “Sudah kedepan saja! nanti kita panggil

kalau bagian tampil…” aku tersenyum kepada mereka bertiga. Segera aku beranjak

Page 119: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

119 [email protected]

menuju kedepan panggung untuk menonton pertunjukkan Flower. “Setiap kata dari syair

lagu ini aku persembahkan untuk pangeran hatiku…Willy Firdaus!”. Semua penonton

terdiam ketika Tiara memulai menari-narikan jarinya di atas piano. Aku menahan nafas

ketika Flower mulai melantunkan setiap syair dari bibirnya.

SEMPURNA

kau begitu sempurna, dimataku kau begitu indah

kau membuat diriku akan selalu memujamu

disetiap langkahku, ku kan selalu memikirkan dirimu

tak bisa ku bayangkan hidupku tanpa cintamu

janganlah kau tinggalkan diriku takkan mampu menghadapi semua

hanya bersamamu, ku akan bisa

kau adalah darahku…kau adalah jantungku

kau adalah hidupku lengkapi diriku

oh sayangku kau begitu…sempurna…

kau genggam tanganku saat diriku lemah dan terjatuh

kau bisikkan kata dan hapus semua sesalku…

janganlah kau tinggalkan diriku takkan mampu menghadapi semua

hanya bersamamu ku akan bisa

kau adalah darahku…kau adalah jantungku

kau adalah hidupku lengkapi diriku

oh sayangku kau begitu…sempurna…

kau adalah hidupku lengkapi diriku oh sayangku kau begitu…

sayangku kau begitu…sempurna…sempurna…sempurna…sempurna…

Flower mengakhiri pertunjukkannya dengan sebuah senyuman terindah yang

pernah aku lihat. Senyuman yang tulus, senyuman yang penuh dengan cinta. Flower

sungguh menjadi bunga yang berbunga paling indah dipadang bunga. Paling hebat adalah

Page 120: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

120 [email protected]

dia memberikan senyuman itu tepat kearahku yang berada ditengah kerumunan penonton.

Pertama kalinya aku merasakan sengatan cinta paling menakjubkan.

“Willy! sebentar lagi penampilan kita, ayo cepat bersiap-siap…” sahut Darto dari

samping panggung. Aku segera tersadar dari mabuk cinta yang telah ku alami. “Teman-

teman kita ganti lagu yang akan kita bawakan!” kataku kepada mereka bertiga. Darto,

Reza dan Fahmi menatapku kaget. Kaget karena ketika dua menit lagi dari pertunjukkan

aku baru mengajukan mengganti lagu. “Apa kamu gila? bentar lagi kita manggung

nih…” sewot Fahmi yang sudah susah payah latihan dengan lagu yang dipersiapkan.

“Lagu yang akan kita bawakan mudah ko…yang biasa kalian mainkan!” kataku memberi

kepercayaan kepada mereka. Segera aku bisikkan judul lagu yang akan dibawakan, Reza

terlonjak kaget tapi segera kembali mendengarkan instruksiku. Akhirnya mereka semua

setuju dan bersiap-siap untuk naik panggung.

“Mana Marisha? udah dikasih tau belum?” tanyaku kepada teman-teman. Mereka

serempak menggelengkan kepala tapi tidak berapa lama Marisha keluar dari balik tirai

penutup panggung. “Marisha…kita akan mengganti lagu yang akan dibawakan!” kata

Fahmi kepada Marisha yang baru datang. Marisha terlihat lesu dan tidak semangat,

seperti habis melihat hantu. “Lagu apa yang akan dibawakan?” tanya Marisha dengan

lesunya sambil duduk. “Ada apa sayang?” aku bingung dengan perubahan yang terjadi

dengan dirinya. Tapi Marisha hanya menjawab dengan menggelengkan kepala.

Teman-teman yang melihat ekspresi Marisha berubah segera pergi untuk memberi

waktu bagi kami. “Lagu yang akan kita bawakan miliknya Sherina…cinta ‘pertama dan

terakhir’ judulnya!”. Mendengar penuturanku Marisha mengangkat kepalanya karena

kaget mendengar lagu yang akan dibawakan. “Kenapa lagu itu? aku tidak mau

menyanyikannya…” jawaban Marisha sungguh mengagetkan. Aku tidak bisa berkata-

kata apalagi setelah mendengar perkataan Marisha yang terasa dingin.

Kepalaku tertunduk entah kenapa terasa berat menerima kenyataan ini. Aku tidak

mampu menatap Marisha yang tidak jauh dari hadapanku dan ingin rasanya segera pergi

menjauhi dirinya karena malu. Tapi sebelum perasaan itu terwujud Marisha meraih jari-

jari tanganku. “Aku tidak suka lagu itu…aku ingin membawakan sebuah lagu yang

mengesankan kehadiran dirimu dihatiku”. Kepalaku yang tertunduk segera bangkit

mendengar perkataan Marisha dan aku tersenyum penuh perasaan yang senang. “Lagu

Page 121: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

121 [email protected]

apa yang kamu ingin bawakan?” tanyaku padanya dengan masih jari-jari ini

digenggamnya erat. “Bersamamu…with vierra!” ucapannya begitu tegas dengan tatapan

berkaca-kaca dan senyuman yang dipaksakan. Baru kali ini aku melihat Marisha

tersenyum dengan dipaksakan, seperti ingin menunjukkannya untukku tapi perasaannya

sedang hanyut oleh sesuatu. Dengan penuh harap dia masih menggenggam, menatap dan

memberiku untuk membuktikan sesuatu.

“Woy…ayo!” sahut Darto dari atas panggung. Aku mengacungkan jempol dan

segera menggenggam tangan Marisha dan mengajaknya naik panggung. Entah mengapa

saat menarik Marisha begitu ringan seperti dia begitu mengharapkannya. Ketika tangga

terakhir aku berhenti dan menoleh kebelakang untuk melihat Marisha. Marisha terlihat

begitu tegang tidak seperti biasanya.

“Aku mencintaimu Marisha…Dengan sepenuh hatiku dan selamanya!”

mendengar perkataanku wajah Marisha bersinar penuh semangat. “Aku juga cinta

kamu!” sahut Marisha. Genggaman tangannya sekarang terasa hangat dan senyuman

indahnya kembali terukir. Marisha yang aku kenal telah kembali hadir kedalam dirinya.

“Semangat itu kan ciri khas mu Marisha…bersemangatlah untukku…oke!” Marisha

mengangguk penuh semangat. “Hey…ayo cepat!” Darto memberitahu bahwa

pertunjukkan sudah siap.

Semua hening menantikan kami memulai pertunjukkan band kami. Semua telah

siap dialat musiknya masing-masing dan Marisha juga sudah siap untuk memulainya.

Marisha memalingkan wajahnya kepadaku dan mengangguk tanda dia siap untuk

memulai. Dimulailah lantunan alat-alat music bermain dengan indah dan rapih siap

mengiringi suara jernih Marisha.

BERSAMAMU

memandang wajahmu cerah membuatku tersenyum senang indah dunia

tentu saja kita pernah mengalami perbedaan kita lalui

tapi aku merasa terjatuh terlalu dalam cintamu

ku tak akan berubah ku tak ingin kau pergi selamanya

ku kan setia menjagamu bersama dirimu…dirimu…

Page 122: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

122 [email protected]

sampai nanti akan selalu bersama dirimu…

saat bersamamu kasih ku merasa bahagia dalam pelukmu

tapi aku merasa jatuh terlalu dalam cintamu

ku tak akan berubah ku tak ingin pergi selamanya

ku kan setia menjagamu bersama dirimu…dirimu…

sampai nanti akan selalu bersama dirimu…

seperti yang kau katakan kau akan selalu ada

menjaga memeluk diriku dengan cintamu…dengan cintamu…

ku kan setia menjagamu bersama dirmu…dirmu…

sampai nanti akan selalu bersama dirimu

saat bersamamu kasih…ku merasa bahagia dalam pelukmu…

Marisha melantunkan syair itu dengan syahdunya, sambil sesekali

menghampiriku yang sedang memainkan gitar. Aku tersenyum setiap kali Marisha

menghampiri dan membelai lembut bahuku sambil terus melantunkan tiap bait syair.

Marisha seperti ingin mengatakan isi hatinya melalui tiap kata dalam syair tersebut

kepadaku.

Sementara dikejauhan Flower menonton pertunjukkan kami dengan tatapan

harap-harap cemas. Tergambar dari wajahnya dan bahasa tubuhnya yang terus

menggenggam tangannya di depan dada. Bertepatan dengan itu Marisha terus

melantunkan isi hatinya kepadaku untuk meyakinkan cintanya kepadaku. Keduanya

benar-benar memiliki cinta yang kuat terhadapku dan mereka ingin aku memilih salah

satu diantara mereka. Aku sendiri ragu untuk memilih dua wanita terindah dan tercinta

karena aku tidak pantas untuk diperebutkan oleh dua bidadari.

Page 123: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

123 [email protected]

AIR MATA BIDADARI

Lembayung sore ini terasa sangat berbeda, terlihat agak sedikit merah marun

warna lembayungnya. Awan-awan juga terlihat lebih kelam dari biasanya, tidak nampak

satu pun burung gagak yang terbang sore ini. Angin yang berhembus dari barat terasa

hangat, berbeda dengan angin timur yang lebih dingin. Pohon-pohon menari dengan

lemah gemulainya karena dipermainkan angin barat dan timur. Debu-debu membentuk

badai kecil yang melingkar di lapangan yang sudah sepi.

Reza merapihkan barang-barang kami yang siap dimasukkan kedalam mobil.

Darto sedang berbincang-bincang dengan salah satu panitia ditemani Marisha. Flower

duduk bersama Tiara di bawah pohon yang terus menari karena dipermainkan angin barat

dan timur. Fahmi menemaniku duduk dikoridor, dia menatap angin-angin kecil yang

melingkar dilapangan dengan diam. Setiap kejadian yang aku lihat bagaikan potongan

film dalam durasi pendek dan cepat. Pandanganku lelah karena memikirkan setiap yang

aku lihat dalam potongan film tersebut.

Potongan film tersebut akhirnya bersambung dengan flas back yang terjadi

dimasa lalu. Seperti ketika aku pertama kali melihat Marisha dengan senyuman penuh

semangatnya. Tangisan Flower dibahuku dan rintihan setiap kata yang terucap dalam

tangisnya. Kelakuan ketiga teman baikku yaitu Darto, Reza dan Fahmi yang kadang-

kadang bertingkah konyol. Perkelahianku dengan Jhony dan Bondan beserta darah yang

menetes dari perkelahian tersebut. Akhirnya menuju kepada sepotong film dimana aku

menjadi pemeran utamanya. Dalam film tersebut aku berakting sangat kacau dan begitu

kaku. Film tersebut menceritakan tingkahku yang bodoh telah mencintai dua wanita

berbeda dalam satu hari. Parahnya aku terlihat jelek sedangkan kedua wanita tersebut

sangat cantik dan tidak seimbang denganku. Sebuah kebetulan, keberuntungan atau takdir

yang harus kujalanikah semua gambaran dalam film tersebut?.

Gulungan film tersebut akhirnya berhenti dan mengembalikanku ke dalam

pandangan sore ini. Marisha telah selesai mengobrol dengan salah satu panitia dan hanya

Darto yang masih asyik berbincang-bincang. Flower dari bawah pohon menatapku

sejenak, setelah itu kembali mengalihkan pandangannya. Reza belum selesai dan masih

Page 124: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

124 [email protected]

memindahkan barang-barang kami kedalam mobil. Fahmi sudah lama beranjak pergi

membantu Reza, mungkin dia sudah membantu Reza sejak aku melamun tadi.

Marisha berjalan menghampiri tas kecilnya yang berada diatas meja. Dia terlihat

lebih tenang dibandingkan sebelum naik panggung pertunjukkan. Sesekali dia mencuri-

curi pandang kearahku, melihat tingkahnya aku jadi tersenyum sendiri. Sementara Flower

mendatangi Fahmi yang sedang merapihkan alat-alat untuk dimasukkan kedalam mobil.

Mereka terlihat sedang berbicang-bincang dan sesekali Fahmi menatapku, kemudian

kembali berkata-kata dengan Flower. Marisha dan Flower tidak ada dari keduanya yang

datang dan menghampiriku. Mereka seperti sedang menjaga jarak untuk memberiku

ruang berpikir.

Dalam perjalanan pulang aku tidak banyak berkata, pandanganku fokus menatap

jalanan berdebu dengan tangan mengendalikan kemudi. Marisha, Fahmi dan Darto duduk

dibelakang, sedangkan Reza duduk didepan bersamaku. Sementara itu dibelakang kulihat

mobil Flower mengikuti sambil diselimuti debu-debu dari ban mobilku.

Rumah Flower tinggal beberapa ratus meter dan sebentar lagi dia akan pulang.

Sementara itu Marisha terlihat sudah lelah, raut wajahnya menampakan beban pisikologis

yang harus dia jalani hari ini. Begitu banyak kejadian hari ini yang membuka cakrawala

wawasanku tentang mereka berdua. Mulai perkelahianku dengan Jhony dan ucapannya

yang begitu tegas untuk memberiku sebuah pemahaman tentang arti memilih. Senyuman

terpaksa Marisha yang menyadarkanku dari ketidak sempurnaan dan kesalahan segala

persefsiku. Mulusnya tangan Flower dan harum tubuhnya juga membuatku condong

kepada sebuah keputusan.

# # # # #

Rasanya sore tadi masih ada dalam pikiranku tapi sebenarnya sore telah pergi

seperti perginya dua bidadari. Ketika mobil Flower masuk kedalam pintu gerbang

rumahnya dan hanya menyisakan debu-debu dijalanan yang terus aku tatap dari kaca

spion. Pulangnya Marisha tanpa berpamitan atau berpatah kata kepadaku hingga

menghilang dibalik tikungan jalan. Semuanya memberikan gulungan yang harus aku baca

ulang dimalam ini.

Malam ini terasa lama sekali, ditemani secarik kertas dan sebatang pensil aku

terus menatap langit Jatinangor yang kelam tanpa bintang gemintang penghias. Kelamnya

Page 125: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

125 [email protected]

langit memberikan coretan-coretan yang harus kuhadapi untuk disusun ulang menjadi

rangkaian kata indah penuh emosi. Apakah nantinya coretan penuh emosi ini akan

membantu atau tidak? entahlah. Namun malam ini ingin sekali aku menorehkan segala

jeritan hatiku kedalam secarik kertas.

Hmmm…kira-kira jika malam ini aku sms mereka berdua reaksinya akan seperti

apa?. Tapi bagaimana jika datangnya smsku mengganggu waktu istirahat mereka. Sambil

menggenggam handphone aku melamun membayangkan kecantikan mereka berdua.

Flower cantik dengan kulitnya yang putih dan tatapannya yang sendu, yang paling aku

suka adalah ketika pipinya berubah menjadi merah merona, sungguh cantik. Marisha

manis penuh sensasi dengan senyuman penuh semangatnya, jika tersenyum lesung

pipinya membuat aku melintir menahan gairah cinta kepadanya. Sungguh indah

memandang mereka berdua.

Trrttttt…”WAH!” aduh sampai kaget, tiba-tiba saja handphone yang sedang aku

genggam berbunyi nyaring. Dari siapa sih? pikirku sambil melihat ada sebuah panggilan

masuk ke handphone dan ternyata panggilan itu datang dari Marisha. “Hallo…” beberapa

saat setelah aku menyapa tidak ada suara balasan dari sebrang. Apa mungkin Marisha

hanya iseng saja untuk ngejailin aku atau dia sedang memikirkan kata-kata yang harus

diucapkannya. “Hallo…Marisha!” aku coba sekali lagi untuk menyapanya, ditunggu

beberapa saat tetap tidak ada balasan dari sebrang.

Aku jadi bingung dengan tingkah Marisha, ada apa sebenarnya hingga dia hanya

diam tidak menjawab sapaanku. Ah…anggap saja dia sedang mengobrol denganku toh

pasti dia sedang mendengarkan dari sebrang. “Ehm…kamu lihat bulan malam ini tidak?

sungguh cantik dan bersinar sempurna” aku membuang nafas sesaat sambil memandang

keindahan bulan purnama malam ini. “Andai saja kita bisa menikmati suasana seperti ini

bersama-sama dalam satu tempat duduk, kita berdua akan bermandikan sinar rembulan

malam ini”. Entah kenapa tiba-tiba aku tersenyum bahagia sambil memandang keindahan

bulan purnama, seperti Marisha sedang ada disebelahku.

“Ehm…iya, sungguh indah bulan malam ini…” akhirnya Marisha bicara juga.

“Walaupun malam ini tidak satu tempat duduk bersama kamu, tapi aku senang bisa

menikmati purnama ini bersama kamu!” Marisha ternyata memiliki pikiran yang sama

denganku. Setelah kata-kata terakhir dari Marisha itu kami berdua tidak ada yang saling

Page 126: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

126 [email protected]

berbicara lagi. Banyak sekali kata yang ingin diungkapkan, tapi tidak terucap satupun.

Walaupun jarak kami sekarang begitu dekat tapi terasa ada penghalang yang besar.

# # # # #

Hmmmmm…cahaya mentari pagi yang mengintip lewat celah tirai terasa

menyilaukan mata. Sedikit terpaksa aku bangun dari tempat tidurku, ternyata sudah jam 8

pagi. Untung hari ini sekolah libur karena kemarin baru mengadakan PENSI yang

melelahkan. Huahhh…rasanya masih ngantuk, “Willy…anter mamah yuk!” tiba-tiba saja

mamah menerobos masuk kedalam kamar. Bikin kaget saja, untung tidak sampai

jantungan. “Kemana mah?” tanyaku. “Ke rumah tante Ika…mamah ada arisan!” aku

terbelalak kaget mendengar tujuan mamah tapi ada juga keinginan untuk bertemu dengan

Flower.

“Nanti kamu harus nungguin mamah yah sampai selesai, sambil nunggu kamu

kan bisa ngobrol-ngobrol dengan Flower untuk mencoba memperbaiki hubungan kamu

dengan dia”. Mamah terus saja bicara dalam sepanjang perjalanan menuju rumah tante

Ika dan aku hanya diam saja karena tidak mau menimpali pembicaraan mamah yang

bawel. “Ingat kamu harus mencoba membuka komunikasi dengan Flower dan…Marisha

untuk memperbaiki hubungan kalian yang retak, bicaralah dari hati kehati…”.

“Iyah…mah! cerewet banget sih…” kupotong kata-kata mamah yang super bawel dan

cerewet. “Ya…bukan gitu, mamah takut kamu jadi musuhan dengan mereka berdua

karena kamu tidak bisa menjelaskan keadaan sebenarnya…”. Terus saja mamah tidak

berhenti mengoceh hingga sampai ditujuan.

Setelah mendengarkan ceramahan mamah sepanjang jalan sekarang aku tidak

dihiraukan oleh mamah dan tante Ika yang mulai sibuk ngerumpi dengan sahabat

arisannya. Perasaan dari tadi aku tidak melihat Flower, apa dia menghindari bertemu

dengan aku yah?. Tapi itu tidak mungkin, apalagi masih banyak yang harus dibicarakan

bersama-sama. Lalu kemana dia, tante Ika tidak bicara masalah Flower sih dia terlalu

sibuk dengan ibu-ibu yang lain.

Apa kabarnya yah ayunan penuh kenangan itu? mungkin masih putus karena

waktu terakhir kesini aku merusaknya. Ternyata sudah diperbaiki, lebih kuat jadi kalau

aku naiki juga tidak akan putus seperti dulu lagi. Tapi berkat putusnya ayunan ini aku

bisa melihat tawa Flower. Ayunan ini memang penuh kenangan, setelah memeriksa

Page 127: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

127 [email protected]

kondisinya aku ingin segera mencobanya. “Hati-hati nanti jatuh lagi loh…” ternyata dari

tadi Flower memperhatikan tingkahku dari belakang, dia tersenyum ketika melihatku

akan mencoba ayunan tersebut. “Kelihatannya kuat ko!” kataku sambil membalas

senyumannya. “Tidak semua yang terlihat kuat dari luar akan kuat juga

didalamnya…seperti hati manusia, tidak semua yang terlihat tegar bukan berarti tidak

terluka dihatinya!”. Kalimat itu sungguh mengena dihatiku, Flower tetap masih berdiri

menghadapku tapi tatapannya menghadap kearah lain.

# # # # #

Sedikitnya kata-kata Marisha yang keluar tadi malam dan pembicaraan dengan

Flower tadi pagi, semuanya memberikan goresan masing-masing dalam cintaku. Sebelum

Marisha menutup telponnya tadi malam aku mengatakan bahwa sore ini aku ingin

bertemu dengannya. Flower tadi siang menyuruhku untuk bertemu dengan Marisha dan

aku sekalian meminta Flower untuk mengikuti pertemuan tersebut. Marisha dan Flower

awalnya menolak pertemuan tersebut karena takut terjadi insiden seperti dirumah sakit

dan sekolah. Namun aku meyakinkan mereka bahwa kejadian dirumah sakit dan sekolah

itu karena tidak ada komunikasi saja. Maka pertemuan ini adalah ajang komunikasi untuk

mereka berdua kataku dan akhirnya mereka setuju.

Sore ini aku sudah bersiap untuk bertemu dengan mereka dan membicarakan

kelanjutan hubungan kami. Aku sudah siap dengan segala kemungkinan yang akan

terjadi, semisalnya jika mereka tidak mau melanjutkan hubungan ini aku akan

menerimanya. Tapi satu pintaku, yaitu persahabatan yang sudah terjalin jangan sampai

putus seperti putusnya hubungan kita. Semua itu akan aku kembalikan kepada mereka

karena aku sekarang sudah tidak memiliki kendali apapun atas diri mereka.

“Silahkan! sudah ada yang menunggu anda” seorang pelayan café mendatangiku

dan menuntun menuju sebuah meja disudut ruangan. Marisha sudah menunggu disana

dan ketika dia melihatku datang dia tersenyum, aku pun membalasnya. Flower terlihat

belum ada tanda-tanda kehadirannya, mungkin dia agak sedikit telat. “Hai…sudah

lama?” tanyaku. “Belum…baru tadi” kata Marisha sambil mempersilahkanku duduk.

Aku segera memesan dua minuman kepada pelayan café. “Kamu mau pesan apa?”

Marisha melihat-lihat daftar menu dan sebentar kemudian dia menunjuk sebuah pilihan.

“Oke…yang ini dua!” kataku kepada pelayan café tersebut.

Page 128: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

128 [email protected]

Beberapa saat lamanya kami berdua diam tidak ada yang membuka pembicaraan.

Rasanya seperti baru kenal saja, ingin bicara ini tapi takut tidak cocok topiknya. Marisha

juga hanya menunggu aku membuka pembicaraan, dia terlihat sibuk dengan serbet yang

ada diatas meja. Tidak lama kemudian minuman yang dipesan pun datang, “silahkan!”.

“Terima kasih!” aku dan Marisha berbarengan menimpali pelayan tersebut. Kami hanya

bisa tersenyum melihat tingkah laku masing-masing. Tidak terkecuali pelayan tersebut

pun ikut tersenyum melihat kelakuan kami.

Ayo kamu pasti bisa Willy!, aku semangati diriku sendiri untuk segera

mencairkan kebekuan antara kami. “Hmmm…Flower belum datang yah?” kataku kepada

Marisha. Marisha terlihat kaget dan segera mengangguk menimpali perkataanku. “Ada

apa ko diam saja?” aku mulai berani. Dia hanya menggelengkan kepala dan membuang

tatapannya kebawah meja. Aku jadi punya niatan untuk menggodanya. “Ada apa sih dari

tadi liatin kolong meja…kucingnya hilang yah? hehehe” kataku sambil celingukan

dibawah meja seperti orang yang sibuk mencari sesuatu. Marisha tersenyum menahan

tawa tapi dia hanya menjawab dengan menggelengkan kepala saja. “Ih aku baru tau kalau

Marisha itu seorang pemalu…tawanya saja disembunyikan…ehm, hati-hati loh kalau

nahan tawa bisa kena ambeyen…hihihi”. Sekarang Marisha tertawa kecil dan berakting

jutek sambil bertolak pinggang dan melotot kearahku. “Ih…ko malah nyumpahin, awas

yah…hihihi” kata marisha dengan nada manjanya. Kami tertawa bersama melihat tingkah

konyol masing-masing dan keakraban ini akhirnya kembali!.

Ketika sedang bercanda satu sama lain dan mengobrol dengan serunya, Flower

datang. “Maaf aku terlambat!” Flower datang sambil tersenyum kearah kami berdua dan

dia langsung mengambil tempat duduk disamping satunya lagi dekatku. Marisha

membalas senyuman Flower dan aku hanya bisa bengong melihat kedatangan Flower.

“Maaf udah ganggu pembicaraan kalian!” kata Flower setelah melihat tingkahku yang

bengong. “Ah…ngga ko!” dan yang seharusnya menjawab begitu juga bukan aku,

melainkan Marisha. Aduh tenang Willy, rileks…kamu pasti bisa melakukan ini semua.

Pelayan segera menghampiriku dan aku memesankan satu minuman kesukaan

Flower. “Wah, kamu tau minuman kesukaan Flower hebat!” tiba-tiba saja Marisha

berkata seperti itu, membuat aku hampir mati berdiri. “Willy cuma so tau ajah ko…” kata

Flower menimpali pembicaraan Marisha. “Eh…iya aku cuma so tau doang…hehehe” aku

Page 129: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

129 [email protected]

jadi tegang dan tertawaku juga ikut tegang. “Kamu tau tidak Flower…Willy itu orangnya

pelupaan banget loh, masa waktu buku catatannya aku pinjam dia engga tau. Malah

marah-marah ke Darto yang disuruh nyari …hihihi” Marisha sekarang seperti tidak

canggung lagi untuk mengobrol dengan Flower. “Hihihi…kasian Darto dong kalau gitu”

Flower pun tidak canggung lagi untuk mengobrol dengan Marisha. Aku jadi ikut senang

melihat kondisi ini.

Mereka berdua mengobrol dengan akrabnya, begitu banyak yang mereka

bicarakan bersama. Aku hanya sebagai pelengkap saja diantara pembicaraan mereka,

terkadang aku juga ikut dalam pembicaraan. Tapi cuman sebatas menjawab atau

menambahkan pembicaraan mereka yang akrab. Sepertinya perasangka selama ini salah,

bahwa mereka hanya memerlukan komunikasi satu sama lain. Buktinya pembicaraan

mereka begitu akrab, seperti teman yang sudah lama kenal.

Melihat aku tersenyum mereka berdua menatapku dengan tatapan penuh introgasi.

“Kenapa ko tersenyum padahal kita ga ngomongin yang lucu?” tanya Marisha.

Mendengar pertanyaan itu aku tidak menjawabnya malah makin lucu mendengarnya.

“Ehm…ada apa ko malah makin senang senyumnya?” sekarang gantian Flower yang

bertanya. Aku mencoba merangkul mereka berdua dan mereka tidak menolaknya. Malah

Marisha paling lengket dengan menidurkan kepalanya dibahuku, sedangkan Flower

hanya tersenyum. Banyak pengunjung café yang melihat kami merasa iri dan terpesona,

karena orang seperti aku bisa merangkul dua wanita cantik…hahaha.

“Jawab dong kenapa sih tadi tersenyum?” ternyata Marisha masih penasaran

dengan makna dari senyumanku. “Iya…aku juga penasaran” Flower pun ternyata sama.

Aku jadi makin tersenyum, malah yang ini sambil menahan tawa. Marisha jadi sebel

mendapatkan tingkahku, dia melepaskan rangkulanku dan menatap jutek. “Oke…oke,

aku jelasin!” kataku menenangkannya. “Aku itu tersenyum senang, karena semua

prasangka aku kepada kalian selama ini salah. Ternyata kalian tidak bermusuhan malah

terlihat akrab seperti teman lama!” kataku menjelaskan kepada mereka berdua. Terjadi

perubahan mimik wajah Marisha setelah mendengarkan penuturanku dan senyuman

Flower pun ikut hilang setelah melihat perubahan mimik Marisha. Apakah ada yang salah

dalam kata-kataku barusan?.

Page 130: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

130 [email protected]

“A…ada apa? kenapa kalian diam…apa aku salah bicara!” mereka tetap diam

tanpa menjawab atau memberikan isyarat tertentu. Aku jadi bingung dengan keadaan

mereka. Tiba-tiba Flower meraih tangan Marisha dan menggenggamnya. “Tidak perlu

cemas…aku juga sama tegang!” diakhir ucapannya Flower memberikan senyuman

kepada Marisha. “Bu…bukan itu masalahnya” Marisha tertunduk dan tidak melanjutkan

kata-katanya. Sebentar kemudian dia menarik nafas panjang dan kembali menatap kami

berdua secara bergantian. “Willy…Flower…aku tidak mencemaskan hubungan kita yang

sekarang, tapi aku mencemaskan apakah aku bisa…”. Aku menatap Marisha, dan

Marisha juga menatapku hingga pandangan kami saling beradu.

“Tidak akan aku memilih salah satu diantara kalian…itu keputusanku! aku

mencantai kalian berdua…” Flower dan Marisha menatapku dengan terkejut. Sepertinya

mereka tidak mengira aku akan memilih mereka berdua. Aku meraih tangan Flower dan

juga meraih tangan Marisha, Kedua-duanya aku genggam erat didadaku. Tapi tiba-tiba

Marisha menarik tangannya dengan cepat. “Ehm…aku tidak bisa Willy…aku menghargai

keputusanmu tapi tidak semestinya cinta dibagi untuk dua hati berbeda!” dia

menggenggam tangannya dan menempelkan ke bibirnya. Flower terlihat bingung harus

berkata apa atau melakukan apa. Dia ingin menarik tangannya dari genggamanku tapi dia

ingin menjaga cinta ini tetap miliknya.

Aku tidak lepas menatap mereka berdua, apa lagi Marisha aku menatapnya

dengan tidak percaya. “Aku tidak membaginya Marisha…Aku memberikannya tanpa

memotong cinta itu untuk dibagikan setengah-setengah kepada kalian!” Marisha

menatapku sebentar kemudian mengalihkannya lagi. Aku mengulurkan tangan kearah

Marisha untuk digapainya tapi begitu lama aku menantikan sambutannya tidak datang

juga. Marisha menggelengkan kepala dan menatapku dengan penuh linangan air mata.

Flower menarik tangan dari genggamanku dan dia mendekap dadanya dengan

tangan. Wajahnya tidak berseri dan ceria seperti tadi lagi, Flower lebih merasakan tegang

dan terkejut dengan semua ini. “Ada apa Flo?” aku menanyakan keadaannya. Flower

hanya menggeleng pelan dan wajahnya sekarang memucat seperti orang yang sakit.

Segera aku memeluknya untuk menahan agar tidak terjatuh dari kursi. “Kenapa Flower?”

Marisha juga ikut cemas dan segera mendekat untuk mengetahuinya. “Tidak…aku tidak

Page 131: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

131 [email protected]

apa-apa!” Flower melepaskan rangkulanku dan memilih bertopang pada meja. “Aku

hanya sedikit kaget saja…” walaupun wajahnya pucat tapi dia masih bisa tersenyum.

“Kamu baik-baik saja bukan?” Flower mengangguk pelan dan segera meraih

minumannya. “Kalian tidak perlu cemas…aku kalau sedang terkejut seperti ini…bawaan

dari lahir!” Flower mencoba menegaskan kalau dia baik-baik saja dengan senyumannya.

Aku jadi merasa lega dan Marisha pun demikian.

“Marisha kenapa kamu menolaknya?” setelah tenang Flower bertanya kepada

Marisha. Aku dan Flower memperhatikan Marisha untuk menunggu jawabannya. “Aku

tidak menolaknya tapi keadaan yang belum mengizinkan…aku juga mencintai Willy!”.

Aku tidak mengerti dengan Marisha, dia menolak tapi mencintai aku. “Jika saja aku

mengenalmu lebih awal mungkin aku akan menjadi yang pertama…tapi sayang aku hadir

dalam hatimu setelah Flower” Marisha tersenyum kepada Flower. “Aku tidak pantas

untuk menjadi yang pertama Marisha…” Flower berusaha membujuk Marisha. “Tidak

apa-apa Flower, aku menolak bukan karena kamu jadi yang pertama…tapi karena aku

tidak bisa menerima cinta dari laki-laki yang paling aku cintai!”. Marisha memegang

pundakku dan memandangku dengan tatapan yang selalu aku suka dari dirinya.

Marisha kemudian berdiri dari kursinya dan bersiap untuk pergi tapi aku

menahannya. “Aku tidak akan melupakanmu Willy…aku mencintaimu lebih dari pria

manapun yang pernah berhubungan denganku”. Setelah mengatakannya Marisha

mengecup pipiku dan pergi tanpa bisa aku tahan. Flower juga mencoba menahan

kepergiannya dengan memegang tangan Marisha. “Jika kamu mau aku bisa memberikan

cinta ini untukmu…” tatapan Flower begitu mengiba dengan genangan air mata. “Tidak

perlu…yang hanya aku inginkan dari kamu adalah…jaga Willy untukku dan cintai dia

dengan sepenuh hati”. Marisha tidak kuat lagi untuk menahan tangisnya tapi dia masih

sanggup untuk menyeka air mata dari pipi Flower.

Aku dan Flower menatap kepergian Marisha dan entah kenapa aku ingin

mengejarnya namun tidak bisa aku lakukan. Sepertinya kata-kata Marisha untuk

menyuruhku agar tidak menahan kepergiannya begitu memaku keinginanku. Dia

menolak cintaku tapi sangat mencintaiku dan Flower juga bersedia menyerahkan cintanya

untuk Marisha tapi dia menginginkan Flower menjaganya. Sebenarnya apa yang kamu

pikirkan Marisha? aku tidak paham dengan semua ini.

Page 132: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

132 [email protected]

TANPA KATA

Senyum mu selalu indah saat ku tatap

Mata mu selalu begitu menawan

Tiap gelombang rambut dan lesung pipi mu

Cantik menawan ke indahan hati ku

Diakhir penghujung tempat ini

Aku hanya melihat punggung indah mu pergi

Tanpa meninggalkan sepatah kata untuk ku

Air mata terurai pengganti ucap perpisahan

Sudah ku genggam tangan mu

Sudah ku gadaikan hati ku

Semuanya untuk menahan diri mu

Namun tanpa kata kau pergi

Page 133: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

133 [email protected]

BERSAMBUNGBERSAMBUNGBERSAMBUNGBERSAMBUNG

WILLY FIRDAUS

23-SEPTEMBER-2009

Page 134: NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” · PDF fileNOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR” 6 ariefkomic@gmail.com MARISHA Dewi malam yang manis Sapalah aku di

NOVEL KESATU DARI DWILOGI “PERTAMA & TERAKHIR”

134 [email protected]

Tidak diperkenankan mengutip sebagian cerita atau keseluruhan jalan cerita dan

juga dilarang mengutip puisi, kata-kata dan penokohan dalam cerita ini tanpa seizin

penulis.

Cerita dalam novel pertama ini bersambung ke novel kedua yang berjudul

“MENGEJAR YANG TERAKHIR”. Dalam novel kedua cerita yang ada dalam novel

pertama akan terjawab semua. Bagaimana kejadian 4 tahun lalu yang tidak ingin diingat

Willy dan Flower akan diceritakan. Juga alasan kenapa Marisha tidak bisa menjalin

hubungan dengan Willy akan terungkap. Jhony dan Bondan juga hadir kembali dalam

kehidupan Willy Firdaus, Bunga Ayu Kencana dan Dewi Marisha. Tapi dalam situasi dan

kondisi yang berbeda dengan cerita dalam novel pertama tapi tetap menyambung

ceritanya.

MOHON KRITIK DAN SARANNYA!!!! UNTUK PENYEMPURNAAN N OVEL

Silahkan Hubungi :

Telp : 081519644945

Email : [email protected]

FB : [email protected] (Willy Firdaus)

WILLY FIRDAUS adalah nama pena dari ARIP MUNAWIR

NANTIKAN NOVEL KEDUANYA YANG BERJUDUL “MENGEJAR YANG

TERAKHIR”!!!!