northen blot
DESCRIPTION
northen blottingTRANSCRIPT
Aplikasi Northern Blotting
Northern Blotting telah telah sering digunakan bersamaan juga PCR dan microarray sering
digunakan untuk tujuan diagnostik atau klinis.
Protokol Northern Blotting digunakan dalam riset biologi molekular untuk:
- pendeteksian mRNA ukuran catatan
- studi RNA penurunan(pangkat,derajad)
- studi RNA dapat mendeteksi sebagai alternatif menyambung
- studi RNA umur-paruh
- studi untuk memindahkan kemungkinan RNA dan cistron translasi.
- sering digunakan untuk mengkonfirmasikan dan memeriksa transgenik binatang
Kerugian Northern Blotting meliputi:
- Sering radioaktifitas digunakan. Metoda baru pendeteksian tidak perlu radioaktif
- Keseluruhan proses Northern Blotting perlu banyak waktu
Metoda Northern Blotting yang baku secara relatif lebih sedikit sensitip dibanding nuclease
pengujian kadar logam dan RT-PCR. Kepekaan Northern Blotting ditingkatkan dengan
penggunaan nilon selaput bermuatan positif, penggunaan suatu antisense pemeriksaan
yang sangat spesifik.
Prosedur berikut ini mengkombinasi lima teknik laboratorium dan memungkinkan para
peneliti untuk dapat mendeteksi dan menganalisis urutan DNA tertentu. Dasar pendeteksian
urutan spesifik ini adalah hibridisasi asam nukleat. Hasilnya menunjukan tidak hanya urutan
tertentu ada dalam sampel berbeda tetapi juga jumlah urutan tersebut dalam suatu genom
dan ukuran fragmen restriksi yang mengandungnya dengan cara ini memungkinkan
membandingkan DNA dari individu atau bahkan spesies berbeda.
Karena kekuatan selektif dari hibridisasi asam nukleat materi awal untuk analisis dapat
berupa genom organismenya. panjang DNA yang berlebihan ini akan menghasilkan begitu
banyak fragmen restriksi sehingga jika semuanya ingin ditampakkan dengan pewarna akan
tampak sebagai suatu noda dalam elektroforesis gel dan bukannya suatu pita yang terpisah.
Sebaliknya hanya pita DNA yang diinginkan saja yang ditampakkan dengan menggunakan
probe berlabel. Probe ini terdiri atas banyak salinan dari potongan DNA untai tunggal yang
berlabel radioaktoif atau berfluorosens yang akan berhibridisasi pasangan basa dengan
DNA yang diinginkan sebelum hibridisasi dan yang akan diuji dipindahkan dengan aksi
kapiler blotting dari gel ke penumpu padat selembar kertas nitroselulose atau nilon. Seluruh
proses hibridisasi dikenal sebagai southern blotting. Kelima prosedur tersebut adalah:
1.penyiapan fragmen restriksi
Sampel yang akan diuji diidentifikasi sebagai sampel 1, 2, 3 dipersiapkan dari sumber yang
tepat. Enzim restriksi ditambahkan pada ketiga sampel DNA untuk menghasilkan fragmen
restriksi.
2.elektroforesis campur fragmen restriksi dan setiap sample dipisahkan dengan
elektroforesis setiap sel membentuk suatu pola pita yang khas akan lebih banyak lagi pita
daripada yang ditunjukkan disini dan pita itu tidak akan kelihatan jika tidak diwarnai.
3.blotting aksi kapiler menarik larutan alkali ke atas melewati gel dan melewati selembar
kertas nitroselulose yang diletakkan diatasnya memindahkan DNA ke kertas tersebut serta
mendenaturasinya dalam proses tersebut untai tunggal dan melekat pada kertas yang
ditempatkan dalam pita tempat seperti pada gel.
4. hibridisasi dengan probe radioaktif
Blot kertas dipaparkan dalam larutan yang mengandung probe berlabel radioaktif. probe ini
merupakan DNA untai tunggal yang komplementer terhadap urutan DNA yang diinginkan
dan probe ini dilekatkan ke fragmen restriksi yang mengandung urutan komplementer
dengan cara berpasangan basa.
5.autoradiografi
Selembar film fotografik diletakkan diatas kertas radioaktif atas pada probe yang terikat
memapar film untuk membentuk bayangan yang sesuai pita DNA spesifik pita yang
mengandung DNA yang berpasangan basa dengan probe itu. Northern dan southern
blotting memudahkan hibridisasi dengan molekul asam nukleat yang dipisahkan melalui
elektroforesis.
Misal: kita ingin mengetahui perihal cacat dalam tubuh tikus mutan yang menyebabkan
terlalu rendahnya jumlah albumin yaitu protein yang lazimnya disekresi oleh sel hati ke
dalam darah dalam jumlah besar untuk ini kita mula-mula mengambil sampel jaringan hati
yang serupa baik dari tikus cacat maupun normal /kontrol sama dengan menghancurkan sel
itu dalam suatu deterjen kuat agar nuclease sel yang mungkin menyebabkan penguraian
asam nukleat menjadi tidak aktif sesudah dipisahkan.
Northern blotting
Blot utara digunakan untuk mempelajari pola ekspresi dari jenis tertentu molekul RNA sebagai
perbandingan relatif antara set sampel yang berbeda dari RNA. Ini pada dasarnya adalah kombinasi dari
denaturasi RNA elektroforesis gel, dan sebuah noda. Dalam proses ini RNA dipisahkan berdasarkan
ukuran dan kemudian ditransfer ke membran yang kemudian diperiksa dengan pelengkap berlabel
urutan kepentingan. Hasilnya dapat digambarkan melalui berbagai cara tergantung pada label yang
digunakan, namun hasil yang paling dalam penyataan band yang mewakili ukuran RNA terdeteksi dalam
sampel. Intensitas band-band ini berkaitan dengan jumlah RNA target dalam sampel yang dianalisis.
Prosedur ini umumnya digunakan untuk mempelajari kapan dan berapa banyak ekspresi gen yang terjadi
dengan mengukur berapa banyak bahwa RNA hadir dalam sampel yang berbeda. Ini adalah salah satu
alat yang paling dasar untuk menentukan pada waktu apa, dan dalam kondisi apa, gen-gen tertentu yang
dinyatakan dalam jaringan hidup.
Northern blotting. Pemisahan gel dan hibridisasi asam nukleat dapat juga untuk analisis RNA
menggunakan prosedur Northern blotting (Tabel 1-2). Beberapa hal yang membedakan dengan Southern
blotting adalah: (1) RNA jauh lebih rentan terhadap degradasi dibanding DNA, oleh karena itu
elektroforesis dilakukan dalam bufer yang mengandung zat kimia yang bersifat melindungi (biasanya
formaldehid), (2) RNA sudah berupa untai tunggal dan membutuhkan kondisi denaturasi yang lebih
ringan, (3) RNA biasanya berukuran tertentu sehingga tidak memelukan digesti enzim untuk memperoleh
pola pita. Kedua prosedur sangat mirip karena setelah elektroforesis RNA juga ditransfer ke membran
melalui difusi kapilaritas. Biasanya sinar UVdigunakan untuk mengikat (crosslink) RNA pada membran
sehingga tidak bergerak (imobilisasi).
Penentuan urutan nukleotida merupakan analisis DNA yang paling detil. Ada beberapa teknik untuk
sekuensing DNA, tetapi metode penghentian rantai dengan dideoksi (dideoxy chain termination) yang
dikembangkan oleh Sanger adalah metode yang paling banyak digunakan (Gambar 1-10). DNA mula-mula
harus didenaturasi dan dipisahkan menjadi untai tunggal dengan cara pemanasan. Satu primer
oligonukleotida yang dilabel radioaktif kemudian ditambahkan ke dalam reaksi dan akan menempel pada
sekuens pasangannya pada DNA target. DNA polimerase digunakan untuk menyalin DNA untai tunggal.
dNTP dalam jumlah banyak (sampai jenuh) hanya akan menghasilkan produk ekstensi dengan ujung
terlabel radioaktif, tapi tidak menghasilkan informasi urutan basa. Penambahan sedikit ddNTP ke dalam
campuran dNTP akan dapat memberikan informasi urutan basa DNA. Dideoksinukleotida akan
terinkorporasi pada ujung 3’ untai DNA yang baru disintesis. DNA polimerase tidak dapat menambahkan
basa baru pada ddNTP. Dengan demikian, inkorporasi ddNTP mengakibatkan penghentian sintesis rantai
DNA. Penambahan dNTP dan ddNTP dengan rasio yang tepat memungkinkan untuk menghentikan
sintesis rantai DNA pada tiap posisi nukleotida. Sebagai contoh, jika ektensi primer dilakukan
menggunakan dATP, dTTP, dGTP dann ddCTP, polimerase akan mensintesis untai DNA baru sampai dia
harus menggunakan ddCTP (misalnya ketika basa komplemennya G). ddCTP akan terinkorporasi, dan
pada titik ini DNA polimerase tidak akan dapat melanjutkan ekstensi. Dengan demikian, panjang produk
hasil ekstensi yang terlabel radioaktif menentukan osisi G pertama yang disalin. Untuk menentukan
posisi G yang lain, bukan hanya G yang pertama, reaksi sekuensing yang sebenarnya dilakukan dengan
menggunakan campuran dCTP dan ddCTP dengan perbandingan ~200:1. Pada kondisi ini kemungkinan
terjadi penghentian rantai DNA adalah ~1:200 yang terjadi ketika terdapat G pada DNA yang
disekuensing. Akan diperoleh produk ekstensi dengan berbagai panjang, yang dapat divisualisasi
setelah elktroforesis pada gel poliakrilamid. Berdasarkan pada panjang produk, maka tiap fragmen akan
menentukan posisi satu G. Untuk menentukan posisi keempat basa, empat reaksi sekuensing dilakukan
untuk tiap sampel. Pada tiap reaksi dicampurkan dNTP dan ddNTP yang sesuai dikombinasi dengan 3
dNTP lainnya dalam konsentrasi jenuh. Keempat reaksi kemudian dielektroforesis bersebelahan pada gel
(poliakrilamiddenaturasi) sekuensing sehingga hasil sekuens DNA dapat langsung dibaca. Secara
teoritis sekuensing DNA nampaknya cukup rumit, tapi sebenarnya pada kenyataannya relatif sangat
mudah. Teknologi modern telah memungkinkan untukmelakukan otomasisasi sekuensing DNA. Untuk
skala besar, robot dapat digunakan untuk menyiapkan reaksi sekuensing. Yang lebih penting adalah
peralatan yang ada saat ini telah memungkinkan kita untuk dapat membaca hasil sekuensing secara
langsung dan sekaligus dapat menyimpan data ke dalam database komputer. Selain mengurangi kerja
manusia, otomasisasi demikian juga mengurangi faktor kesalahan yang sering terjadi dalam pembacaan
dan pemulisan urutan DNA secara manual. Kebanyakan mesin sekuensing sekarang menggunakan
fluorescent (cat yang berfluoresensi) sebagai pengganti radioaktif. Cat ini dapat diinkorporasikan ke
dalam primer sekuensing atau ke dalam nukleotida. Seperti pada sekuensing manual, elektroforesis gel
(atau elektroforesis kapiler) digunakan untuk memisahkan fragmen DNA berdasrkan ukurannya. Hanya
saja pada sekuensing otomatis deteksi fragmen DNA yang berfluoresensi dilakukan dengan bantuan
sinar laser dan sinyal diproses oleh komputer.
Gambar 1-10 Sekuensing DNA. Cetakan, primer dan polimerase ditambahkan pada suatu reaksi yang
berisi dideoksi dan deoksinukleotida. Empat reaksi yang terpisah yang masing-masing menggunakan
ddATP, ddTTP, ddCTP dan ddGTP. Tiap reaksi kemudian dirun (dielektroforesis) pada gel poliakrilamid.
Atau sebagai alternatif, reaksi sekuensing dilakukan menggunakan nukleotida (atau primer) yang dilabel
fluorescent agar dapat dideteksi dengan laser. Sekuens/urutan DNA kemudian didownload ke komputer.
Metode sekuensing otomatis lainnya sedang dikembangkan, termasuk penggunaan chips DNA. Pada
strategi ini sejumlah besar nukleotida yang diatur dan dilekatkan pada chips DNA. Hibridisasi fragmen
DNA pada chips memungkinkan deteksi sekuens yang overlap yang dapat diubah menjadi sekuens DNA
yang terhubung (nyambung). Teknologi ini terutama akan sangat berguna untuk mendeteksi
polimorfisme dan mutasi, karena sekuens yang telah diketahui dapat dilekatkan pada chips dengan
variasi tertentu pada tiap nukleotida.
Southern blotting dan Northern blottingKedua prosedur skrining ini digunakan untuk mendeteksi keberadaan sekuens tertentu tetapi tidak dilakukan langsung pada klon-klon rekombinannya. Skriningdidasarkan atas hasil hibridisasi antara molekul asam nukleat dan pelacaknya pada gelagarosa. Istilah Southern blotting berasal dari nama penemunya, sedangkan Northernblotting diekstrapolasi dari nama tersebut. Jika Southern blotting ditujukan untuk DNA,Northern blotting digunakan untuk hibridisasi RNA. Tahap pertama untuk kedua prosedur tersebut adalah migrasi molekul asam nukleatpada gel agarosa. Khusus untuk Southern blotting, dilakukan denaturasi DNA (biasanyamenggunakan alkali) sehingga akan diperoleh DNA untai tunggal. Pita-pita untai tunggal,baik DNA maupun RNA, kemudian dipindahkan ke membran nilon atau nitroselulosaseperti halnya pada hibridisasi koloni.
Begitu asam nukleat dipindahkan ke membran, tahap-tahap selanjutnya pada keduaprosedur skrining tersebut sama, yaitu fiksasi asam nukleat pada membran, hibridisasi
dengan pelacak, pencucian sisa pelacak, dan deteksi fragmen yang mengalami hibridisasimenggunakan autoradiografi. Di antara tahap-tahap tersebut kondisi hibridisasimerupakan faktor yang paling memerlukan perhatian. Jika antara pelacak dan sekuenstarget terdapat homologi yang sangat tinggi (mendekati atau sama dengan 100%), makadapat diberlakukan kondisi hibridisasi yang ketat, yaitu dengan suhu hibridisasi tinggidan konsentrasi garam rendah pada bufer hibridisasi. Sebaliknya, jika sekuens pelacaktidak terlalu homolog dengan sekuens target, maka ketetatan kondisi hibridisasi harusditurunkan sampai pada tingkatan yang memungkinkan terbentuknya hibrid-hibrid yangkurang sempurna. Namun, jika keketatannya diturunkan terlalu banyak, fragmen pelacakmungkin akan berikatan dengan sekuens-sekuens lain yang tidak spesifik.
Southern blotting terhadap fragmen-fragmen DNA genomik yang diklon dapat dilakukan menggunakan pelacak berupa cDNA untuk mencari bagian-bagian klongenomik yang sesuai dengan fragmen cDNA pelacak. Jika fragmen DNA genomik yang membawa suatu gen tertentu dapat dideteksi, maka akan diketahui ukuran fragmen yangmembawa gen tersebut. Blot-blot dengan sampel DNA atau RNA dari organisme yangberbeda (zoo blots) dapat menunjukkan betapa konservatifnya suatu gen di antara spesiesyang satu dan lainnya.
Northern blotting bertujuan mendeteksi sequences RNA, disebut Northern karena RNA dianggap merupakan bayangan berlawanan dari DNA. Ekstraksi RNA dipisahkan dengan menggunakan elektrophoresis, selanjutnya ditransfer ke sebuah membran sebagai fungsi sistem Southern blotting, yang selanjutnya dapat dilakukan hybridization probes (complementary DNA). Contoh penggunaan Northern blotting antara lain untuk memastikan apakah stimulasi hormon terhadap protein spesifik di jaringandimediasi oleh mRNA, yaitu memastikan ada tidaknya ekspresi gena. Northern blotting juga dapat dilakukan oleh prosedur polymerase chain reaction (PCR) dengan memakai ensim reverse transcriptase