new dinamika kekhususan provinsi dki jakarta sebagai … · 2019. 3. 15. · v abstrak rizky putri...

101
DINAMIKA KEKHUSUSAN PROVINSI DKI JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh : RIZKY PUTRI UTAMI NIM :11140480000090 KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/ 2018 M

Upload: others

Post on 20-Oct-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    DINAMIKA KEKHUSUSAN PROVINSI DKI

    JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

    Oleh :

    RIZKY PUTRI UTAMI

    NIM :11140480000090

    KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

    PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    1440 H/ 2018 M

  • ii

    DINAMIKA KEKHUSUSAN PROVINSI DKI

    JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA

    Skripsi

    Diajukan kepadaFakultasSyariahdanHukum

    untukMemenuhi Salah SatuSyaratMemperoleh

    Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

    Oleh:

    Rizky Putri Utami

    NIM: 11140480000090

    Pembimbing:

    Dwi Putri Cahyawati, SH, MH

    NIDN: 0306047002

    PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI(UIN)

    SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1439 H/ 2018 M

  • iii

  • iv

  • v

    ABSTRAK

    Rizky Putri Utami. 11140480000090. DINAMIKA KEKHUSUSAN PROVINSI

    DKI JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA. Program StudiIlmuHukum,

    Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum,

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/ 2018 M. x

    +91halaman.

    Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perubahan dan

    perkembangan peraturan tentang Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara,

    mengetahui tentang filosofi dari aturan hukum mengenai Provinsi DKI Jakarta

    sejak Awal Kemerdekan, hingga Reformasi, serta untuk mengetahui pengaruh

    pemberian otonomi khusus bagi Provinsi DKI Jakarta dalam penyelenggaraan

    pemerintah daerah.

    Penelitian ini menggunakan Pendekatan Hosistoris atau Historical

    Approach, yaitu pendekatan yang dilakukan dalam kerangka pelacakan sejarah

    lembaga hukum dari waktu ke waktu, pendekatan ini digunakan untuk memahami

    filosofi dari aturan hukum dari waktu ke waktu. Jenis penelitian ini digolongkan

    dalam penelitian kepustakaan yang bersifat normatif, Penelitian Hukum Normatif

    adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data

    sekunder yang bersifat hukum normatif, Bahan hukum primer yang digunakan

    dalam studi ini adalah Undang-undang Darurat RIS Nomor 20 Tahun 1950,

    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1956, serta perundang-undangan yang terkait

    dengan penelitian ini, dan bahan hukum sekunder yang dipergunakan berupa

    buku-buku yang berkaitan dengan Sejarah Kota Jakarta pemerintahan daerah,

    otonomi daerah, desentralisasi, dan otonomi khusus. Tinjauan yuridis dan tulisan

    pakar hukum, keterangan ahli, laporan penelitian, skripsi, dan tesis.

    Kesimpulan skripsi ini, pada dasarnya adalah tentang perkembangan

    peraturan tentang Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara yang di analisis

    dari perbandingan peraturan yang mengaturnya pada setiap masa/era sejak Awal

    Kemerdekan hingga Reformasi, Dan pada setiap masanya tentu saja undang-

    undang tidak selalu berisi perubahan, adapula penambahan atau sekedar

    penetapan, serta dengan diberikannya otonomi khusus pada Provinsi DKI Jakarta,

    maka peraturan yang berubah dan berkembang tersebut juga memiliki

    pengaruhyaitu dengan diberikannya, otonomi tunggal, DPRD DKI Jakarta hanya

    ada di tingkat provinsi, Pendanaan Kekhususan Provinsi DKI Jakarta dianggarkan

    dalam APBN, dan Gubernur diberikan kekhususan tugas dan hak dalam

    penyelenggaraan pemerintahan daerah Provinsi DKI Jakarta yang kompleks

    karena kekhususannya sebagai Ibukota Negara.

    Kata Kunci : Kekhususan, Kewenangan, Pengaruh, DKI jakarta, Ibukota

    Negara.

    Pembimbing : Dwi Putri Cahyawati, SH, MH.

    DaftarPustaka : 1986 s.d. 2015

  • vi

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, puji syukur Hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah

    memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti bisa menyelesaikan

    skripsiini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad

    Shallallahu ‘alaihi Wassallam, semoga kita semua mendapatkan syafa’atnya di

    akhirat kelak. Amiin.

    Selanjutnya peneliti mengucapkan terima kasih kepada para pihak baik

    secaralangsung maupun tidak langsung yang telah membantu dalam penyelesaian

    skripsi ini.

    1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah & Hukum

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

    2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H, Ketua Program Studi Ilmu

    Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

    3. Drs. Abu Tamrin, S.H. M. Hum, Sekretaris Program Studi Ilmu

    Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang

    telah berperan aktif mengarahkan dalam menyelesaikan skripsi

    4. Dwi Putri Cahyawati, S.H., M.H, Dosen Pembimbing, yang dengan

    arahan dan bimbingan serta kesabaran beliau sehingga peneliti bias

    menyelesaikan skripsi ini

    5. Kepala Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta dan Kepala Perpustakaan Fakultas Syariah dan

    Hukum yang telah mengizikan saya untuk mencari dan meminjam

    buku-buku referensi dan sumber-sumber data lainnya yang diperlukan

    6. Kedua Orang Tua Peneliti, Bapak Yayan Suryana dan Ibu Manis,

    yang Kasih dan Perhatiannya Tak Terhingga, Pihak-pihak lain yang

    telah member kontribusi kepada peneliti dalam menyelesaikan karya

    tulis ini sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dan studi di

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

  • vii

    Demikian ucapan terima kasih peneliti, semoga Allah SWT. memberikan

    pahala dan balasan yang setimpal atas semua jasa-jasa mereka. Peneliti menyadari

    bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang

    bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan skripsi ini. Peneliti

    berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti dan bagi para

    pembaca umumnya. Amiin

    Jakarta, 08 Agustus 2018

    Peneliti,

    Rizky Putri Utami

  • viii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... ii

    PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ............................................ iii

    LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... iv

    ABSTRAK ................................................................................................... v

    KATA PENGANTAR ................................................................................. vii

    DAFTAR ISI ................................................................................................ viii

    DAFTAR TABEL ........................................................................................ x

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

    B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ................ 6

    C. Tujuan Penelitian .................................................................... 7

    D. Manfaat Penelitian .................................................................. 7

    E. Metode Penelitian ................................................................... 8

    F. Sistematika Penulisan ............................................................. 10

    BAB II KAJIAN PUSTAKA

    A. Kerangka Konseptual ............................................................. 12

    1. Pengertian Umum ............................................................. 12

    2. Landasan Konseptual Pemerintahan Daerah .................... 13

    3. Konsep Keistimewaan ...................................................... 14

    4. Prinsip Daerah Mengatur dan Mengurus Sendiri Urusan

    Pemerintahan .................................................................... 16

    5. Prinsip Kekhususan dan Keragaman Daerah ................... 17

    6. Prinsip Mengakui dan Menghormati Pemerintahan Daerah

    Yang Bersifat Khusus dan Istimewa ................................ 18

    7. Pembentukan Daerah Khusus ........................................... 18

  • ix

    B. Kerangka Teori ....................................................................... 19

    1. Teori Pembagian Kekuasaan dalam Negara Kesatuan .... 19

    2. Dasar Hukum Penyelenggaraan Otonomi Khusus .......... 21

    3. Alasan Konstitutional Pemberian Status ......................... 24

    4. Hubungan Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia ........ 25

    C. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu ........................................ 28

    BAB III PROVINSI DKI JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA

    KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

    A. Sejarah Kota Jakarta .............................................................. 31

    B. Profil DKI Jakarta .................................................................. 34

    1. Kondisi Geografi ............................................................... 38

    2. Kedudukan ......................................................................... 39

    3. Pembagian Wilayah ........................................................... 40

    4. Kewenangan Pemerintah ................................................... 40

    5. Kependudukan ................................................................... 41

    6. Ekonomi ............................................................................. 42

    7. Kebudayaan ....................................................................... 43

    BAB IV ANALISIS KEKHUSUSAN PROVINSI DKI JAKARTA

    A. Perbandingan Undang-Undang Kekhususan Provinsi DKI Jakarta

    Sejak Awal Kemerdekaan hingga Reformasi, sebagai tolak

    Ukur perkembangan pengaturan tentang

    Otonomi khusus Provinsi DKI Jakarta ...................................... 47

    B. Pengaruh Pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi DKI Jakarta

    Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah...................... 81

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ............................................................................. 84

    B. Rekomendasi .......................................................................... 85

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 86

  • x

    DAFTAR TABEL

    TABEL 4.1 : Awal Kemerdekaan (1950-1956) ............................................. 48

    TABEL 4.2 : Orde Lama (1959-1965) ........................................................... 52

    TABEL 4.3 : Orde Baru (1966-1998) ............................................................ 59

    TABEL 4.4 : Reformasi (1998-sekarang) ...................................................... 63

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Jakarta, sebelum menjadi ibukota Republik Indonesia telah melampaui

    masa yang sangat panjang1. Sejarah Kota Jakarta yang terkait erat dengan

    perjuangan bangsa telah ada sejak tanggal 22 Juni 1527, yaitu pada saat

    Fatahillah mengalahkan Armada Asing, dan kemudian mengganti nama

    Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Peristiwa itu selanjutnya diperingati sebagai

    hari jadi kota Jakarta. Dalam perkembangan selanjutnya Jakarta mempunyai

    peranan penting dalam sejarah perjuangan bangsa. Banyak momentum

    penting dalam sejarah kebangkitan nasional, kesatuan dan persatuan bangsa,

    serta sejarah kebangkitan Indonesia yang terjadi di kota Jakarta, seperti

    lahirnya Budi Utomo, Sumpah Pemuda, Proklamasi Kemerdekaan serta

    Penetapan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Nilai-nilai sejarah

    tersebut sangat besar artinya bagi usaha pembinaan bangsa dan

    pengembangan lebih lanjut kota Jakarta. Sebagai Ibukota Indonesia, Jakarta

    memiliki dinamika sejarah yang amat membanggakan. Kelahiran Jakarta

    dengan nama Jayakarta yang berarti “kemenangan yang sempurna” dicapai

    melalui perjuangan, keringat dan pengorbanan jiwa.2

    Berdasarkan pada Undang-undang Nomor 1 tahun 1957 tentang Pokok-

    pokok Pemerintahan Daerah dikenal 2 macam Kota Otonom, Yaitu Kotapraja

    Jakarta Raya yang berstatus daerah tingakt I, Kotapraja yang berstatus tingkat

    II dan daerah Tingkat III. Maka realisasinya pada tanggal 15 Januari 1960

    ialah ditetapkannya Kotapraja Jakarta Raya sebagai daerah tingkat I dengan

    kepala daerahnya seorang Gubernur. Karena sifat yang khusus dari Kotapraja

    jakarta Raya, maka berdasarkan ketetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1961

    1 Irmawati Marwoto Johan, Sejarah Kota Jakarta 1950-1980, (Jakarta: Departemen

    Pendidikan dan Kebudayaan,1986), h. 92.

    2R.Z. Leirissa, Sunda Kelapa sebagai Bandar Jalur Sutra, (Jakarta: Proyek Inventarisasi

    dan Dokumentasi Sejarah Nasional), h. 16.

  • 2

    dibentuk menjadi Pemerintah daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. Baru pada

    tahun 1964 setelah ditetapkan dengan Undang-undang No. 10 ditetapkanlah

    Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya sebagai Ibukota Negara Republik

    Indonesia dengan nama Jakarta.3

    Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia adalah Daerah

    Provinsi yang memiliki ciri tersendiri, berbeda dengan daerah provinsi

    lainnya yang bersumber dari beban tugas, tanggung jawab, dan tantangan

    yang lebih kompleks. Kompleksitas permasalah itu juga berkaitan erat dengan

    keberadaanya sebagai pusat pemerintahan Negara, faktor luas, wilayah yang

    terbatas, jumlah dan populasi penduduk yang tinggi dengan penataan

    wilayah, transportasi, komunikasi, dan faktor-faktor lainnya.Untuk menjawab

    tantangan yang serba kompleks itu maka sangat dirasakan pentingnya

    pemberian otonomi hanya pada lingkup provinsi agar dapat membina dan

    menumbuh kembangkan Jakarta dalam satu kesatuan perencanaan,

    pelaksanaan, dan pengendalian.4

    UUD 1945 mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah pasca

    reformasi yang menunjukan kejelasan arah dengan dicanangkannya

    desentralisasi dengan otonomi seluas-luasnya, daerah memiliki kewenangan

    yang luas untuk mengatur dan mengelola rumah tangga daerahnya dengan

    prakarsa sendiri.5 Demi mewujudkan keadilan bagi daerah, selain adanya

    penyelenggaraan kewenangan otonomi seluas-luasnya, juga adanya

    pengakuan dan penghormatan negara terhadap satuan pemerintahan yang

    bersifat khusus dan istimewa. Pengakuan terhadap daerah-daerah khusus dan

    istimewa membawa implikasi bahwa adanya daerah-daerah yang bersifat

    khusus dan istimewa dalam hal tertentu dibandingkan dengan daerah lainnya,

    3Edi Sedyawati, Supratniko R, Sejarah Kota Jakarta 1950-1980, (Jakarta: Departemen

    Pendidikan dan Kebudayaan,1986), h. 97.

    4C.S.T. kansil, dan Christine S.T. Kansil,Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Hukum

    Administrasi Daerah,(Jakarta, Sinar Grafika, 2008), h. 347-348.

    5Baharudin, “Desain daerah Khusus/ Istimewa dalam sistem Negara Kesatuan Republik

    Indonesia Menurut Konstitusi” Masalah-masalah Hukum, Jilid 45 No. 2, h. 86.

  • 3

    kekhususan dan keistimewaan daerah tertentu yang berdasarkan sejarah dan

    hak asal-usul menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

    Tahun 1945 untuk mengatur dan mengurus kewenangan khusus dan

    istimewa, misalnya Papua, Aceh, DIY, dan DKI.

    Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut

    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui

    dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang bersifat

    khusus atau istimewa yang diatur dengan undang-undang. Selain itu, negara

    mengakui dan menghormati hak-hak khusus dan istimewa sesuai dengan

    prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Provinsi DKI Jakarta sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus

    dalam kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia

    dan sebagai daerah otonom memiliki fungsi dan peran yang penting dalam

    mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik

    Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

    Tahun 1945. Oleh karena itu, perlu diberikan kekhususan tugas, hak,

    kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

    Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Pemerintahan Daerah Provinsi

    Khusus Ibukota Jakarta adalah Daerah penyelenggaraan urusan pemerintahan

    oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi

    Daerah Khusus Ibukota Jakarta menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

    dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara

    Kesatuan Republik Indonesia. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah

    provinsi yang mempunyai kekhususan dalam penyelenggaraan pemerintahan

    daerah karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik

    Indonesia. Dasar pemikiran yang melatarbelakangi pemberian status

    kekhususan bagi Provinsi DKI Jakarta adalah:

    1. Provinsi DKI Jakarta sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus

    dalam kedudukannya sebagai Ibukota Negara. Oleh karena itu, perlu

    diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam

    penyelenggaraan pemerintahan daerah.

    http://subang.stietridharma.web.id/id3/2799-2693/Khusus_27718_stietridharma_subang-stietridharma.htmlhttp://subang.stietridharma.web.id/ind/2799-2693/Istimewa_27717_stietridharma_subang-stietridharma.htmlhttp://subang.stietridharma.web.id/ind/2799-2693/Dki-Jakarta_12550_stietridharma_subang-stietridharma.html

  • 4

    2. Provinsi DKI Jakarta berhadapan dengan karakteristik permasalahan

    yang sangat kompleks dan berbeda dengan provinsi lain, sehingga

    memerlukan pemecahan masalah secara sinergis melalui berbagai

    instrumen. Adapun beberapa hal yang terkait dengan Daerah Khusus

    Ibukota Jakarta, meliputi:

    a. Kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota

    Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi penetapan dan

    pelaksanaan kebijakan dalam beberapa bidang.

    b. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh satu orang Gubernur

    dibantu oleh satu orang Wakil Gubernur yang dipilih secara langsung

    melalui pemilihan umum.

    c. Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah dan Kepala

    Daerah Provinsi DKI Jakarta yang diberikankekhususan tugas, hak,

    kewajiban, dan tanggung jawab dalam kedudukan DKI Jakarta

    sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    d. Gubernur mempunyai hak protokoler, termasuk mendampingi

    Presiden dalam acara kenegaraan sesuai dengan ketentuan peraturan

    perundangundangan.

    e. Walikota/Bupati, bertanggungjawab dan diberhentikan oleh Gubernur

    atas pertimbangan DPRD Provinsi DKI Jakarta dari Pegawai Negeri

    Sipil yang memenuhi persyaratan.

    f. Pemerintah dapat mengusulkan kepada Pemerintahterkait dengan

    penambahan jumlah dinas, lembaga teknis provinsi serta dinas,

    dan/atau lembaga teknis daerah baru sesuai dengan kebutuhan dan

    kemampuan anggaran keuangan daerah.

    g. Pendanaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menyelenggarakan

    urusan pemerintahan yang bersifat khusus dalam kedudukannya

    sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam APBN.

    h. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat mengusulkan pembentukan

    kawasan khusus Pemerintah, kawasan khusus dibentuk untuk

  • 5

    menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat

    khusus dan untuk kepentingan nasional/berskala nasional.6

    Bahwa Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan

    Republik Indonesia, sebagai pusat pemerintahan, dan sebagai daerah otonom

    berhadapan dengan karakteristik permasalahan yang sangat kompleks dan

    berbeda dengan provinsi lain. Sehingga memerlukan pemecahan masalah

    secara sinergis melalui berbagai instrumen.

    Kehadiran Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

    Pemerintahan Daerah membawa konsekuensi yuridis terhadap berbagai

    ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang

    pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia,

    Jakarta. Konsekuensi tersebut bukan hanya dari segi penyelenggaraan

    pemerintahan provinsi DKI Jakarta sebagai daerah otonom, kedudukan

    Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota Negara kesatuan Republik Indonesia,

    kedudukan perwakilan Negara asing, dan kedudukan lembaga international

    lainnya, melainkan juga permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah

    provinsi DKI Jakarta.

    Kebijakan dan pengaturan tentang Jakarta terus mengalami perubahan

    disetiap fase sejarah tertentu, hal tersebut memberi warna pada

    dinamika/perkembangan kekhususan provinsi tersebut.Secara umum terlihat

    perubahan tersebut mengikuti perubahan dasar hukum tentang pemerintahan

    daerah. Embrio kekhususan sudah mulai terlihat sejak Jakarta masih berstatus

    Kotapraja pada awal kemerdekaan hingga masa ketika berstatus sebagai

    provinsi, yang dimulai pada era orde baru dan di lanjutkan pada era

    reformasi. Evolusi historis yang panjang tersebut lalu membentuk kekhususan

    Provinsi DKI Jakarta di era desentralisasi ini.7

    6Baharudin, “Desain daerah Khusus/ Istimewa dalam sistem Negara Kesatuan Republik

    Indonesia Menurut Konstitusi” ...., h. 86-87.

    7Robert Endi Jaweng, “Rekontruksi Kekhususan Jakarta: Tantangan Bagi Gubernur

    Terpilih” Analisis CSIS, Volume. 41, 2 (Juni, 2012), h. 265.

    http://pusat-pengetahuan-umum-q.stietridharma.web.id/ind/2817-2693/Indonesia_1400_stietridharma_pusat-pengetahuan-umum-q-stietridharma.html

  • 6

    B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

    1. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah yang dijabarkan sebelumnya,

    maka identifikasi masalah penelitian ini sebagai berikut:

    a. Sejarah terbentuknya Kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai

    Ibukota Negara Kesatuan Repubik Indonesia

    b. Perkembangan Peraturan daerah Provinsi DKI Jakarta Sejak Awal

    Kemerdekaan, hingga Reformasi

    c. Pengaruh pemberian otonomi khusus bagi Provinsi DKI Jakarta

    dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai bentuk

    kewenangan khusus yang berbeda dengan daerah istimewa atau

    khusus lainnya yang diakui di Indonesia

    2. Pembatasan Masalah

    Mengingat luasnya cakupan identifikasi masalah di atas cukup luas,

    dikhawatirkan nantinya akan ada keterbatasan dari peneliti secara

    keseluruhan maka penelitian hanya akan dibatasi pada Dinamika atau

    Perubahan dan Perkembangan Kekhususan yang dimiliki oleh Provinsi

    Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Republik

    Indonesia serta Pengaruh pemberian otonomi khusus bagi Provinsi DKI

    Jakarta dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

    3. Perumusan Masalah

    Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya, maka dapatdirumuskan

    permasalahan yaitu, Bagaimana Dinamika Pembentukan Peraturan Daerah

    Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Dengan

    pertanyaan penelitian sebagai berikut :

    a. Bagaimana perkembangan peraturan tentang Provinsi DKI Jakarta

    sebagai Ibukota Negara, Sejak Awal Kemerdekaan, hingga

    Reformasi?

    b. Bagaimana pengaruh pemberian otonomi khusus Provinsi DKI

    Jakarta dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah?

  • 7

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

    1. Untuk mengetahui sejarah tentang perkembangan peraturan tentang

    Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara, mengetahui tentang

    filosofi dari aturan hukum mengenai Provinsi DKI Jakarta sejaka Awal

    Kemerdekan, hingga Reformasi.

    2. Untuk Mengetahui pengaruh pemberian otonomi khusus bagi Provinsi

    DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia

    dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Manfaat Teoritis

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis,

    sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiranbagi

    perkembangan hukum pemerintahan daerah.

    2. Manfaat Praktis

    a. Bagi penulis

    Menambah wawasan penulis mengenai ilmu hukum pemerintahan

    daerah khususnyamengenai sejarah terbentuknya khusus

    danpelaksanaannya

    b. Ilmu Pengetahuan

    c. Bagi peneliti berikutnya

    Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau dikembangkan lebih

    lanjut, serta referensi terhadap penelitian yang sejenis.

  • 8

    E. Metode Penelitian

    Dalam metode penelitian ini peneliti akan memaparkan tentang metode

    yang akan digunakan, di antaranya adalah :

    1. Pendekatan Penelitian

    Penelitian ini menggunakan Pendekatan Hosistoris atau Historical

    Approach, yaitu pendekatan yang dilakukan dalam kerangka pelacakan

    sejarah lembaga hukum dari waktu ke waktu, pendekatan ini digunakan

    untuk memahami filosofi dari aturan hukum dari waktu ke waktu.8

    2. Jenis Penelitian

    Berdasarkan ruang lingkup pembahasannya, studi ini digolongkan ke

    dalam penelitian kepustakaan yang bersifat normatif, Penelitian Hukum

    Normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

    pustaka atau data sekunder yang bersifat hukum.

    3. Data Penelitian

    Data penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah :

    a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang dijadikan

    sebagai sumber utama dan isinya mempunyai kekuatan mengikat

    kepada masyarakat.9 Bahan hukum primer yang digunakan dalam

    studi ini adalah Undang-undang Darurat RIS Nomor 20 Tahun 195o,

    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1956, serta perundang-undangan

    yang terkait dengan penelitian ini.

    b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang isinya memberikan

    penjelasan mengenai bahan hukum primer.Dalam studi ini bahan

    hukum sekunder yang dipergunakan berupa buku-buku yang

    berkaitan dengan Sejarah Kota Jakarta pemerintahan daerah,

    otonomi daerah, desentralisasi, dan otonomi khusus. Tinjauan

    8Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 126

    9Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet 3, (Jakarta: Penerbit Universitas

    Indonesia. 2014), h. 12.

  • 9

    yuridis dan tulisan pakar hukum, keterangan ahli, laporan penelitian,

    skripsi, dan tesis.

    4. Sumber Data

    Sumber datayang digunakan untuk penelitian ini adalah:

    a. Bahan hukum primer : Undang-Undang darurat RIS Nomor 20

    Tahun 1955, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1956, serta

    perundang-undangan yang terkait dengan penelitian ini.

    b. Bahan hukum sekunder : Buku-buku yang berkaitan dengan Sejarah

    Kota Jakarta pemerintahan daerah, otonomi daerah, desentralisasi,

    dan otonomi khusus. Tinjauan yuridis dan tulisan pakar hukum,

    keterangan ahli, keterangan saksi, laporan.

    c. Bahan Non-Hukum (Tersier), adalah bahan hukum yang

    memberikan petunjuk dan penjelasan atas bahan hukum primer dan

    sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, indeks kumulatif,

    internet, dll.

    5. Teknik Pengumpulan Data

    Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data

    primer yang ditunjang oleh data sekunder, yaitu dengan Studi

    Kepustakaan, pengumpulan data dilakukan melalui data tertulis dengan

    menggunakan analisis konten, pengumpulan data dilakukan dengan

    membaca buku literature, mengumpulkan dan membaca dokumen yang

    berkaitan dengan objek penelitian, dan mengutip data sekunder.

    6. Teknik Pengelolaan data

    Untuk analisis data yang telah diperoleh dari berbagai sumber maka data

    tersebut diolah dengan langkah-langkah:

    a. Data diseleksi dan dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan untuk

    menjawab masalah penelitian.

    b. Data diolah sesuai dengan masalah penelitian.

    c. Analisa data dengan menggunakan kata-kata yang sederhana sebagai

    jawaban terhadap masalah.

  • 10

    7. Analisis Bahan Hukum

    Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan maupun analisis data

    sekunder yang menunjang bahan hukum primer, akan diolah berdasarkan

    analisis normative dengan pendekatan sejarah.

    8. MetodePenulisan

    Metode penulisan skripsi ini mengacu pada “Pedoman Penulisan Skripsi

    Fakultas Syariah dan Hukum 2017”.

    F. Sistematika Penulisan

    Skripsi ini disusun yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri

    atas beberapa sub-sub bab guna lebih memperjelas ruang lingkup dan cakupan

    permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab serta

    pokok pembahasannya sebagai berikut:

    BAB I: Bab ini merupakan bab Pendahuluan yang isinya antara

    lain memuat Latar Belakang Masalah,Identifikasi,

    Pembatasan, dan Perumusan Masalah,Tujuan Penelitian,

    Manfaat Penelitian,Metode Penelitian, Rancangan

    Sistematika Penelitian, Daftar Pustaka

    BABII: Bab ini merupakan bab uraian, dalam bab ini akan dibahas

    mengenai Pemaparan Kerangka Konsep, pemaparan teori

    Mengenai Tinjauan Umum Pemberian Otonomi Khusus Di

    Indonesia, dengan spesifikasi Otonomi Daerah serta

    Kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara

    dalam Penyelenggaran Pemerintahan Daerah, dan Tinjauan

    (Review) Kajian Terdahulu.

    BAB III: Bab ini berisi data penelitian, yang mencangkup profil

    objek kajian,karakter daerah penelitian, dan menjelaskan

    berbagai konteks dari segi sosial, politik, dan juga budaya

    Provinsi DKI Jakarta.

    BAB IV: Bab Ini berisi hasil analisis, dengan mendeskripsikan,

    mengelompokan, menghubungkan bagian tertentu, serta

    membandingkan data tentang tinjauan sejarah, tinjauan

  • 11

    yuridis, tentang perkembangan kekhususan Provinsi DKI

    Jakarta sebagai Ibukota Negara serta tentang penjelasan

    mengenai pengaruh pemberian otonomi khusus bagi

    Provinsi DKI Jakarta dalam penyelenggaraan pemerintahan

    daerah.

    BAB V: Bab ini merupakan Bab Penutup yang berisi kesimpulan-

    kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dan

    dilengkapi juga dengan rekomendasi.

  • 12

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Kerangka Konseptual

    1. Pengertian Umum Otonomi Daerah, Daerah Otonom, Desentralisasi,

    Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.

    Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

    Pemerintahan Daerah, adalah sebagai berikut :

    a. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah

    otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

    dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

    perundang-undangan.

    b. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan

    masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

    berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan

    kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

    berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan

    Republik Indonesia.

    c. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh

    Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

    urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik

    Indonesia.

    d. Dekonsentrasi adalah Pelimpahan wewenang administrasi dari

    Pemerintah Pusat kepada pejabatnya di wilayah negara atau wilayah.

    Satuan pemerintahan daerah yang diberi limpahan kewenangan

    menurut asas dekonsentrasi tidak menimbulkan otonomi daerah,

    sedangkan yang diberi limpahan kewenangan berdasarkan asas

    desentralisasi atau devolusi menimbulkan otonomi daerah.

    e. Tugas pembantuan atau medebewind adalah pemberian tugas oleh

    pemerintah yang lebih tinggi tingkatannya tentang urusan yang

    menjadi kewenangannya kepada satuan pemerintahan yang lebih

  • 13

    rendah disertai anggarannya yang pelaksanaannya diserahkan

    sepenuhnya kepada daerah yang diberi tugas.

    2. Landasan Konseptual Pemerintahan Daerah

    Undang-undang Dasar 1945 secara prinsip meganut dua prinsip

    nilai dasar, yaitu kesatuan dan nilai otonomi. Nilai kesatuan memberikan

    indikasi bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintah lain di

    dalamnya, artinya pemerintah nasional adalah satu-satunya pemegang

    kedaulatan rakyat, bangsa dan negara. Nilai dasar otonomi diwujudkan

    dalam bentuk pemerintahan daerah yang berwenang menyelenggarakan

    otonomi daerah dalam batas-batas kedaulatan negara. Penyelenggaraan

    desentralisasi di Indonesia terkait erat dengan pola pembagian kekuasaan

    anatar pemerintah pusat dan pemerintah daerah karena dalam

    penyelenggaraan desentralisasi, selalu terdapat dua unsur penting, yakni

    pembentukan daerah otonom dan penyerahan kekuasaan secara hukum

    dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan

    mengurus bagian-bagian tertentu urusan pemerintahan.

    Menurut Undang-Undang Dasar 1945, karena Indonesia adalah

    “Eenheidstaat”, maka dalam lingkungannya tidak dimungkinkan adanya

    daerah yang bersifat “staat”. Ini berarti bahwa besar dan luasnya daerah

    otonomi dan hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah

    dibatasi dengan menghindari daerah otonom menjadi negara dalam

    negara. Dengan demikian, pembentukan daerah otonom dalam rangka

    desentralisasi di Indonesia mensyaratkan ciri-ciri sebagai berikut :

    a. Daerah otonom tidak memiliki kedaulatan atau semi kedaulatan

    layaknya negara federal.

    b. Desentralisasi dimanifestasikan dalam bentuk penyerahan atau

    pengakuan atas urusan pemerintahan.

    c. Penyerahan atau pengakuan urusan pemerintahan terkait dengan

    pengaturan dan pengurusan kepentingan mansyarakat setempat

    (lokalitas) sesuai dengan prakarsa dan aspirasi masyarakat.1

    1HAW. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia,(Jakarta, Rajawalipers, 2005),

    h.49-50.

  • 14

    3. Konsep Keistimewaan

    Penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia sebagaimana

    diatur dalam ketentuan Pasal 18 Undang-undang Dasar Negara Republik

    Indonesia tahun 1945 yaitu berdasarkan pada asas otonomi dan tugas

    pembantuan. Dari konsep tersebut maka lahirlah daerah otonom dan

    daerah otonom itu memiliki otonomi daerah. Otonomi daerah itu sendri

    merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk

    mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sesuai dengan

    peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Selain itu, Pasal 18 B ayat (1) ndang-Undang Dasar egara Republik

    Indonesia Tahun 1945, juga memberikan suatu preveleg terhadap suau

    daerah yang bersifat khusu atau dikena dengan daerah otonomi khusus,

    yang tentunya sifat otonominya berbeda dengan daerah daerah lainnya.

    Pasal 18 B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia

    tahun 1945 juga mengakui dan menghormati daerah yang bersifat

    istimewa dan tentunya juga memiliki keistimewaan dibandingkan dengan

    daerah-daerah lainnya. Ketentuan Pasal 18 UUD 1945 tersebut

    menyebutkan “hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat

    istmewa” sebagai daerah-daerah yang mempunyai susunan asli, yaitu

    Zelfbesturende Landschappen dan Volksgemenschappen.2 Menurut Bagi

    Manan Zelfbesturende Landschappen secara contrario dapat dikatakan

    sebagai daerah besar karena tidak dimasukan dalam arti daerah kecil.

    Dengan demikian susunan pemerintahan daerah di Indonesia terdari atas

    2, yaitu Zelfbesturendedan atau daerah kecil berupa desa atau satuan lain

    seacam desa. Bagir Manan menjelaskan istilah “istimewwa” yang

    terdapat dalam UUD 1945 tersebut, dalam IS atau RR tidak perah

    diketemukan istilah “istimewa” atau “khusus” untuk menunjuk sifat

    suatu keatuan daerah pemerintahan tertentu. Demikian pula beberapa

    2 Bagir manan, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945, Perumusan dan Undang-Undang

    Pelaksanaannya, (Jakarta: UNSISKA, 1993), h. 2.

  • 15

    buku mengenai susunan kenegaraan Hidia Belanda tidak menggunakan

    istilah “istimewa” atau yang semacam itu.

    Istilah “istimewa” yang terdapat dalam ketentuan Pasal 18 tersebut

    juga dijelaskan panjang lebar oleh Supomo daam sidang BPUPKI tanggal

    15 Juli 1945 selaku Ketua Panitia Kecil Perancangan Undang-Undang

    Dasar yakni, tentang daerah kita telah enyetujui bentuk persatuan

    (Negara Kesatuan), oleh karena itu dibawah pemerintah pusat, dibawah

    negara tidak ada negara lagi. Tidak ada onderstaat , akan tetapi hanya

    daerah-daerah. Bentuknya daerah itu dan bagaimana bentuk

    pemerintahan daerah ditetapkan dengan undang-undang.

    Pada Taggal 18 Agustus 1945 setelah proklamasi, atas permintaan

    Soekarno (Ketua PPKI), Supomo memberi penjelasan mengenai

    Rancangan Undang-Undang Dasar yang akan disahkan sebagai Undang-

    Undang Dasar Negara Republik Indoensia. Menegenai pemerintahan

    daerah, supomo menjelaskan bahwa, adanya daerah-daerah istimewa

    diindahkan dan dihirmati, kooti-kooti, sultanat-sultanat, tetap ada dan

    dihormati susunanya yang asli, akan tetapi iu keadaannya sebagai daerah,

    bukan negara, jangan sampai salah faham dalam menghormati adanya

    daerah. Zelfbesturende Landschappen, hanyalah daerah saja, tetapi

    daerah istimewa yaitu yang mempunyai sifat istimewa. Jadi daerah-

    daerah itu suatu bagian Staat Indonesia, tetapi mempunyai sifat istimewa,

    mempunyai susuan asli. Begitupun adanya “Zelfbesturende

    Landschappen” seperti desa, di Sumatera negeri (di Minangkabau),

    Marga (di Palembang), yang dalam bahasa belanda disebut “Insheemsche

    Rechtsgemeenschappen”. Susunannya asli dan dihormati.

  • 16

    4. Prinsip Daerah Mengatur dan Mengurus Sendiri Urusan

    Pemerintahan Menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan.

    Di dalam prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan

    pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan mengandung

    makna bahwa pemerintahan daerah di Indonesia diselenggarakan

    berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dengan adanya

    ketentuan pasal 18 UUD 1945, maka sistem pemerintahan daerah di

    Indonesia mengadopsi prinsip otonomi atau desentralisasi. 3 Menurut

    Joeniarto, Desentralisasi adalah memberikan wewenang dari pemerintah

    negara kepeda pemerintah lokal untuk mengatur dan mengurus urusan

    tertentu sebagai urusan rumah tangganya sendiri.4 Menurut Amrah

    Muslimin Mengartikan desentralisasi adalah pelimpahan wewenang pada

    badan-badan dan golongan-golongan dalam masyarakat dalam daerah

    tertentu untuk mengurus rumah tangganya sendiri.5 Sementara menurut

    Irawan Soejito, mengarikan desentralisasi sebagai pelimpahan

    kewenangan pemrintah kepada pihak lain untuk dilaksanakan.6 Maka

    tidak ada lagi unsur atau sistem pemerintahan sentralisasi dalam sistem

    pemerintahan di Indonesia. Kekuasaan tertinggi dalam penyelenggaraan

    pemerintahan negara tetaplah dipegang oleh pemerintah pusat.

    Pemerintah pusat (DPR bersama Presiden) menetapkan kewenangan apa

    saja yang dapat menjadi urusan rumah tangga pemerintah daerah

    berdasarkan undnag-undang. Jika suatu kewenangan ditetapkan oleh

    undang-undang sebagai kewenangan pemerintah pusat, maka pemerintah

    daerah tidak dapat mengurus urusan yang merupakan kewenangan

    3 Rusdianto Sesung, Hukum Otonomi Daerag (Negara kesatuan, Daerah Istimewa, Daerah

    Otonomi Khusus), (Bandung: PT. Refika Aditama, 2013), h. 46.

    4 Joeniarto, Perkembangan Pemerintahan Lokal, (Jakarta: Bina Aksara, 1992), h. 15.

    5 Amrah Muslimin, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, (Bandung: Alumni, 1986), h.5.

    6 Irawan Soejiti, Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, (Jakarta: Rineka

    Cipta, 1990),h, 29.

  • 17

    pemerintah pusat tersebut.7 Begitu juga halnya jika pemerintah pusat

    dalam suatu negara kesatuan sudah menetapkan suatu aturan (peraturan

    perundang-undangan), maka pemerintah daerah harus tunduk pada

    peraturan tersebut. Pemerintah daerah juga tidak perlu melakukan suatu

    tindakan hukum tertentu sebelum memberlakukan peraturan yang dibuat

    oleh pemerintah pusat di daerahnya. 8

    5. Prinsip Kekhususan dan Keragaman Daerah

    Pasal 18A ayat (1) dilandasi oleh prinsip kekhususan dan

    keberagaman daerah. Prinsip ini mengandung makna bahwa bentuk dan

    isi otonomi daerah tidak harus seragam. Bentuk dan isi otonomi daerah

    ditentukan oleh berbagai keadaan khusus dan keragaman setiap

    daerah.9Dalam Konteks bentuk negara , meskipun bangsa Indonesia

    memiliki bentuk negara kesatuan, tetapi didalamnya terselenggara suatu

    mekanisme yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya

    keberagaman antar daerah di seluruh tanah air. Kekayaan alam dan

    budaya antardaerah tidak boleh diseragamkan dalam struktur Negara

    Kesatuan Republik Indonesia. Dengan kata lain, bentuk NKRI

    diselenggarakan dengan jaminan otonomi yang seluas-luasnya kepada

    daerah untuk berkembang sesuai dengan potensi dan kekayaan yang

    dimiliki masing-masing, tentunya dengan dorongan, dukungan, dan

    bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat.10

    Maka prinsip

    kekhususan dan keberagaman daerah yang menjwai Pasal 18A ayat (1)

    UUD 1945 adalah bahwa sistem otonomi daerah di Indonesia harus

    menghormati kekhususan dan keberagaman suatu daerah tanpa adanya

    7 Soehino, Ilmu Negara,(Yogjakarta:Liberty, 2000),h. 224

    8 Rusdianto Sesung, Hukum Otonomi Daerah,..... h. 50.

    9 Majelis Permusyawaratan rakyat Republik Indonesia, Panduan dalam Memasyarakatkan

    UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (Jakarta: Sekertariat Jenderal MPR RI, 2003), h.

    102-103.

    10Jimly Asshiddiqie, Konstiitusi dan konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,

    2010), h. 65.

  • 18

    paksaan untuk diseragamkan. Otonomi yang seluas-luasnya diberikan

    kepada daerah-daerah untuk berkembang sesuai dengan potensi, budaya

    dan kekayaan yang dimiliki masing-masing daerah.

    6. Prinsip Mengakui dan Menghormati Pemerintahan Daerah yang

    bersifat Khusus dan Istimewa.

    Prinsip mengakui dan menghormati Pemerintahan daerah yang

    bersifat khusus dan Istimewa merupakan hal pokok yang diatur dalam

    Pasal 18B ayat (1) UUD 1945. Philipus M. Hadjon menyatakan bahwa

    prinsip yang terkandung dalam Pasal 18B ayat (1) merupakan pengakuan

    negara terhadap Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus dan istimewa

    , dan prinsip eksistensi dan hak-hak tradisional masyarakat adat

    sebagaimana terdapat pada desa atau nama lain. 11

    7. Pembentukan Daerah Khusus

    Prinsip Otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-

    luasnya dalam arti daerah diberikan kewenanga mengurus danmengatur

    semua urusan pemerintahan di luar yang menadi urusan pemerintah yang

    ditetapkan dalam undang-undang. Daerah memiliki kewenangan

    membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran

    serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada

    peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam menangani urusan

    pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban

    yang telah ada dan berpotensi untuk tumbuh dan hidup, dan berkembang

    sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isis dan

    jenis otonomi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya.

    Pembentukan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk

    meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya

    kesejahteraan masyarakat di samping sebagai sarana pendidikan politik

    tingkat lokal. Untuk itu maka pembentukan daerah harus

    11

    Philipus M. Hadjon, “Kedudukan Undang-Undang Pemerintahan Daerah dalam Sistem

    Pemerintahan”, (FH Univ. Airlangga: Makalah seminar Sistem Pemerintahan Indonesia Pasca

    Amandemen UUD 1945, 2004), t.d.

  • 19

    mempertimbangkan berbagai faktor sebagai dasar pembentukan daerah

    khusus, seperti :

    a. Kemampuan ekonomi

    b. Potensi daerah

    c. Luas wilayah dan pertimbangan dari aspek sosial budaya, sosial

    politik, aspek pertahanan dan keamanan, serta pertimbangan dan

    syarat lain yang memungkinkan daerah itu dapat menyelenggrakan

    dan mewujudkan tujuan dibentuknya daerah dan di berikan otonomi

    daerah.12

    B. Kerangka Teori

    1. Teori Pembagian Kekuasaan dalam Negara Kesatuan

    Salah satu ciri negara hukum adalah adanya pembatasan kekuasaan

    dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. Gagasan bahwa kekuasaan

    harus dibagi pada beberapa organ bukanlah hal yang baru dalam abad ke-

    18, tetapi sangat aktual. Berikut dalah penjelasan beberapa pakar

    mengenai pembagian dan pembatasan kekuasaan negara:

    a. I.C. Van der Viles

    Jauh sebelumnya, kemungkinan adanya suatu pemisahaan

    kekuasaan telah diuraikan oleh Plato. Ia mengatakan bahwa berbagai

    bentuk pembagian kekuasaan muncul bergantian, dari suatu monarki

    ke suatu aritokrasi yang merosot ke suatu anarki yang kemudian

    terkendali lagi jika seorang tiran merebut kekuasaan. Menurutnya

    tirani dalah bentuk negara yang harus ditolak. Tiran kemudian harus

    ditumbangkan lagi oleh seorang raja yang baik, selanjutnya akan

    diambil alih oleh sekelompok bangsawan : aritrokrasi, dan

    seterusnya. Menurutnya, kontemplasi dan tradisi harus dijamin oleh

    suatu lembaga perwakilan rakyat, sifat dinamis tugas negara harus

    12

    HAW. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia,(Jakarta, Rajawalipers, 2005), h.

    133-135.

  • 20

    dipelihara oleh suatu pemerintah, ia juga berpendapat bahwa orang

    yang harus melaksanakan yang satu dengan yang lainnya secara

    berganti-ganti agar pengertian bagi kedua fungsi itu tetap terpelihara.

    b. Jimly Asshiddiqie

    Menyatakan bahwa pembatasan kekuasaan berkaitan erat

    dengan teori pemisahaan kekuasaan (separation of power) dan teori

    pembagian kekuasaan (distribution of power). Bahwa istilah

    pemisahan kekuasaan dalam bahas aindonesia merupakan

    terjemahan dari kata separation of power berdasarkan teori trias

    politica atau tiga fungsi kekuasaan, yang dalam pandangan

    Monstesquieu, harus dibedakan dan dipisahkan secara structural

    dalam organ-organ yang tidak saling mencampuri urusan masing-

    masing.

    c. Arthur Mas

    Membedakan pengertian pembagian kekuasaan (division of

    power) tersebut kedalam dua pengertian, yaitu :

    1. Capital division of power : bersifat fungsional

    2. Territorial division of power : bersifat kewilayahan atau

    kedaerahan.

    Dari pembagian terhadap 2 pengertian tersebut Jimly

    Asshidiqqie menjelaskan bahwa dapat dibedakan penggunaan istilah

    pembagian dan pemisahan kekuasaan itu dalam dua konteks yang

    berbeda. Yaitu hubungan konteks kekuasaan yang horizontal dan

    verikal. Dalam konteks vertikal, pemisahan kekuasaan dan

    pembagian kekuasaan itu dimaksud untuk membedakan antara

    kekuasaan pemerintah atasan dan kekuasaan pemerintah bawahan,

    yaitu dalam hubugan natara pemerintah federal dan negara bagian

    dalam negara federal, atau pemerintah pusat dan pemerintah daerah

    provinsi dalam negara kesatuan.

    d. Philipus M. Hadjon

  • 21

    Pembagian kekuasaan negara pada dasarnya menganut dua

    pola, yaiu pembagian kekuasaan secara horizontal dan secara

    vertikal. Berikut ini pola pembagian kekuasaan di Indonesia

    nerdasarkan UUD NRI 1945 menurut Philipus M. Hadjon :

    Pembagian kekuasaan secara horizotal adalah pembagian

    kekuasaan negra kepada organ negara dalam ketatanegaraan kita

    disebut Lembaga Negara. Pembagian kekuasaan negara secara

    vertikal adalah pembagian kekuasaan pemerintahan pusat dan

    pemerintah daerah.

    e. Bagir Manan

    Dari segi hukum tata negara khususnya teori bentuk negara,

    bahwa otonomi daerah adalah subsistem dari negara kesatuan .

    otonomi adalah fenomena negara kesatuan. Segala penegertian dan

    isi otonomi adalah pengertian dan isi otonomi. Berdasarkan hal

    tersebut dikembangkanlah aturan yang mengatur mekanisme yang

    akan menjelmakan keseimbangan anatara tuntutan kesauan dan

    tuntutan otonomi.13

    2. Dasar Hukum Penyelenggaraan Otonomi Khusus di Indonesia

    Pada Perubahan tahap II UUD 1945, yaitu pada tanggal 18 Agustus

    2000, dalam sidang tahunan MPR menyetujui untuk melakukan perubahan

    kedua terhadap UUD 1945 dengan mengubah dan/atau menambah pasal

    diantara lain adalag Pasal 18, Pasal, 18A, 18B UUD 1945 merupakan

    ketentuan yang mengatur mengenai pemerintahan daerah. Berikut ini bunyi

    pasal 18 dan 18A UUD 1945 setelah perubahan :

    Pasal 18 :

    1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

    provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang

    tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan

    daerah, yang diatur dengan undang-undang.

    13

    Rusdianto Sesung, Hukum Otonomi Daerah......... h. 17-20.

  • 22

    2. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur

    dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi

    dan tugas pembantuan.

    3. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki

    Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih

    melalui pemilihan umum.

    4. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala

    pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara

    demokratis.

    5. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali

    urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai

    urusan Pemerintah Pusat.

    6. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan

    peraturan- peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas

    pembantuan.

    7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur

    dalam undang-undang.

    Pasal 18A

    1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan

    daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan

    kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan

    memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

    2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya

    alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan

    pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras

    berdasarkan undang-undang.

    Pasal 18B

    1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan

    daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur

    dengan undang-undang.

  • 23

    2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat

    hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup

    dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara

    Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

    Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam terbitan resminya

    mengenai panduan dalam memasyarakatkan UUD NRI Tahun 1945,

    menyatakan bahwa ada 7 prinsip yang menjadi paradigma dan arah politik

    yang mendasari Pasal 18, 18A, dan Pasal 18B UUD 1945, yaitu :14

    1. Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan

    pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan (Pasal

    18 ayat (2))

    2. Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya (Pasal 18 ayat (5))

    3. Prinsip kekhususan dan keberagaman daerah (Pasal 18A ayat (1))

    4. Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum

    adat beserta hak-hak tradisionalnya (Pasal 18B ayat (2))

    5. Prinsip mengakui dan menghormati Pemerintahan Daerah yang

    bersifat khusus dan istimewa (Pasal 18B ayat (1))

    6. Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilihan

    umum (Pasal 18 ayat (3))

    7. Prinsip hubungan pusat dan daerah dilaksanakan selaras dan adil

    (Pasal 18A ayat (2))

    Prinsip mengakui dan menghormati Pemerintahan daerah yang

    bersifat khusus dan istimewa merupakan hal pokok yang diatur dalam

    ketentuan Pasal 18B ayat (1) UUD 1945. Philiphus M. Hadjon menyatakan

    bahwa prinsip yang terkandung dalam Pasal 18B merupakan pengakuan

    negara terhadap Pemerintahan Daerah yang bersifat khusu atau bersifat

    istimewa (ayat (1)), dan prinsip eksistensi dan hak-hak tradisional masyarakat

    adat sebagaimana terdapat pada desa atau nama lain. Ketentuan Pasal 18B

    14

    Majelis Permusyawaratan rakyat Republik Indonesia, Panduan dalam Memasyarakatkan

    UUD,.....

  • 24

    ayat (1) tersebut mendukung keberadaan berbagai satuan pemerintahan yang

    bersifat khusus atau bersifat istimewa (baik di tingkat provinsi, kabupaten,

    dan kota atau desa). UUD 1945 setelah perubahan tidak menggunakan

    penjelasan. Oleh karena itu, Pasal 18B UUD 1945 (selain pasal 18 dan 18A)

    merupakan landasan konstitusional bagi pemerintah daerah yang bersifat

    khusus atau bersifat istimewa.

    3. Alasan Konstitusional Pemberian Status Otonomi Khusus

    Perdebatan yang muncul pada saat pembahasan perubahan Pasal 18

    UUD 1945, Hatta Mustafa dari F-PG menyatakan bahwa DKI Jakarta

    mendapat kekhususan karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara dan

    harus diakui oleh Undang-Undang Dasar. Dalam Pasal 117 UU No. 22 Tahun

    1999 jo Pasal 227 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 juga menegaskan bahwa

    kedudukan Jakarta sebagai daerah khusus karena kedudukannya sebagai

    Ibukota Negara. Pasal 1 angka 6 UU No. 29 Tahun 2007 juga menyatakan

    bahwa :

    “...Provinsi DKI Jakata, adalah provinsi yang mempunyai kekhususan

    dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah karena kedudukannya

    sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia”.15

    Kekhususan DKI Jakarta sebagai Ibukota negara yaitu dengan

    meletakan otonominya pada tingkat provinsi. Pembagian wilayah di Provinsi

    DKI Jakarta ke dalam wilayah kabupaten/kota hanyalah bersifat administratif.

    Kota Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang statusnya

    sebagai daerah provinsi. Gubernur dan Wakil Gbernur DKI Jakarta dipilih

    secara langsung melalu Peilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala

    Daerah (Pemilukada). Sedangkan Walikota/Bupati di dalam wilayah Provinsi

    DKI Jakarta diangkat oleh gubernur dengan pertimbangan DPRD.16

    15

    Rusdianto Sesung, Hukum Otonomi Daerah ,....h. 95.

    16 Rusdianto Sesung, Hukum Otonomi Daerah ,....h. 99.

  • 25

    Dengan demikian, alasan pemberian status khusus terhadap daerah

    berbeda satu dengan lainnya. DKI Jakarta mempunyai kekhususan karena

    kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.17

    4. Hubungan Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia dengan cabang

    Hukum lainnya.

    Suatu ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dan tidak mungkin

    berdiri sendiri tanpa berhubungan atau dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan

    lainnya, maka di bawah ini akan dipaparkan mengenai hubungan

    penyelenggaraan otonomi di Indonesia dengan cabang ilmu pengetahuan

    lainnya, yaitu sebagai berikut :

    1. Hubungan Dengan Ilmu Negara

    Negara merupakan konsep penting dalam studi ilmu kenegaraan.

    Negara merupakan organisasi pokok dari kekuatan politik. Didalamnya

    terdapat hubungan rakyat, penguasa, dan huum yang mengaturnya.

    Negara memiliki otoritas yang besar dalam mengatur rakyat untuk

    kepentingan bersama. Ilmu Negara adalah ilmu yang menyelidiki

    pengertian-pengertian pokok dan sendi-sendi pokok dari negara pada

    umumnya. Ilmu Negara merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat

    teoritis, sehingga tidak dapat di gunakan secara langsung.18

    Hubungannya dengan penyelenggaraan Otonomi di Indonesia adalah

    dalam pemamparan teori bentuk negara, bentuk pemerintahan, sistem

    pemerintahan, dan juga sendi-sendi pemerintahan di Indonesia. Yang

    mana di bagi menjadi 2 yaitu sendi wilayah dan sendi keahlian. Adapun

    penyelenggaraan Negara Republik Indonesia berdasarkan sendi wilayah

    diselenggarakan atas tiga asas, yaitu asas desentralisasi, dekonsesntrasi,

    dan tugas pembantuan. Undang-undang yang mengatur pemerintahan

    17

    Rusdianto Sesung, Hukum Otonomi Daerah ,....h. 97.

    18 A. Salman Maggalatung dan Nur Rohim Yunus, Pokok-pokok Teori Ilmu Negara

    aktualisasi dalam teori negara indonesia, (Bandung: Ragam Offset Bandung, 2013), h. 21-22.

  • 26

    daerah, setidaknya dalam UU No. 5 tahun 1974, UU No. 22 tahun 19999,

    dan UU No. 32 tahun 2004 mengatur ketiga asas tersebut.19

    2. Hubungan dengan Hukum Tata Negara

    Hukum Tata Negara mempelajari hal-hal yang sifatnya

    fundamental, yakni tentang dasar-dasar dari negara dan menyangkut

    langsung setiap warga negara. Pada dasarnya hukum tata negara adalah

    peraturan-peraturan yang mengatur organisasi negara dari tingkat atas

    sampai bawah, struktur, tugas dan wewenang alat perlengkapan negara,

    hubungan antar alat perlengkapan negara baik secara hirarki maupun

    horizontal, wilayah negara, kedudukan warga negara serta hak asasinya.

    Menurut Oppenheim, Hukum Tata Negara adalah sekumpulan peraturan

    hukum yang membentuk alat perlengkapan negara dan aturan-aturan

    yang memberi wewenang kepada alat-alat perlengkapan negara itu serta

    membagi-bagikan tugas pekerjaan pemerintah modern antara beberapa

    alat perlengkapan negara ditingkat tinggi dan ditingkat rendah, artinya

    hukum tata negara itu mempersoalkan keadaan diam (berhenti).20

    Dalam

    Hubungannya dengan Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Hukum

    Tata Negara, mengkaji organ-organ negara, fungsi dan hubungan antar

    organ-organ tersebut.21

    Hukum Tata Negara merupakan ilmu yang

    bersifat praktis sehingga dapat diterapkan langsung, dan melengkapi ilmu

    negara yang sifatnya teoritis yang tidak dapat digunakan secara

    langsung.22

    3. Hubungan dengan Adiministrasi Negara

    19

    A. Salman Maggalatung dan Nur Rohim Yunus, Pokok-pokok Teori Ilmu Negara......h.

    201.

    20 Mexsasai Indra, Dinamika Hukum Tata Negara Indonesia, ( Bandung : Refika Aditama,

    2011), h. 6.

    21 Zainal Asikin, Pangantar Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,

    2012), h.154.

    22 A. Salman Maggalatung dan Nur Rohim Yunus, Pokok-pokok Teori Ilmu Negara,.....h.

    32.

  • 27

    Prof. J. Oppenheim merumuskan hukum administrasi neagra

    sebagai peraturan-peraturan tentang cara bagaimana badan pemerintahan

    harus menjalankan kewajibannya.23

    Peranan Administrasi Negara penting

    bagi para pengambil kebijakan dalam menentukan stratrgi pengelolaan

    pemerintahan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Penentu

    kebijakan perlu masukan dalam bentuk telaah staf dalam bentuk hasil

    identifikasi masalah yang aktual maupun yang potensial tentang

    penyelenggaraan otonomi daerah, yang akan berdampak pada

    pengelolaan pemerintah. Bagi Aparat pemerintah daerah yang berfungsi

    dalam pengelolaan pemerintah daerah, substansi otonomi daerah ini

    sangat penting karena reformasi dalam sistem pemerintahan di daerah

    tentang pembangunan ekonomi dapat dilihat dalam aspek sistem

    pengaturan, politik, dan keuangan menjadi tanggung jawab pemerintah

    kota dan kabupaten. Pemerintah Pusat sampai akhir Desember 2000

    dalam menyongsong penyelenggaraan otonomi daerahtelah menerbitkan

    beberapa perturan pemerintah dan keputusan presiden untuk

    penyelenggaraan otonomi daerah. Belum semua peraturan pemerintah

    yang berkaitan dengan undang-undang otonomi tersebut telah selesai,

    tetapi sambil berjalan akan diterbitkan ketentuan sebagai penjabaran dari

    pelaksanaanya. Berbagai masalah penyelenggaran yang muncul harus

    menjadi perhatian dan dianalisis serta diantisipasi agara penyelengaran

    otonomi daerah dapat berjalan dengan baik, efisien, dan efektif untuk

    memberikan pelayanan kepada publik. Dalam menjalnkan pengelolan

    pemerintahan daerah harus disertai dengan tanggung jawab publik

    sehingga dapat memenuhi harapan masyarakat di daerah. Hal yang sama

    juga fungsi pengawasan yang dilakukan oleh legislatif dan masyarakat,

    sehingga perlu transparasi dalam mengelola sumber daya pemerintahan

    daerah. Salah satu aspek penting otonomi daerah adalah pemberdayaan

    masyarakat sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam proses

    23

    Nomensen Sinamo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Jala Permata Aksara, 2015),

    h. 10.

  • 28

    perencanaan, pelaksanaan, penggerakan, dan pengawasan dalam

    pengelolaan pemerintah daerah dalam penggunaan sumber daya

    pengelola dan meberikan pelayaan yang prima kepada pubik. Peranan

    Administrasi Negara akan selalu mengandung makna pentig dalam upaya

    memperoleh dan mnegembangkan wawasan, konsep, dan alternatif dalam

    penyelenggaraan otonomi daerah. Makna ini menjadi dmeikian penting

    dalam penyelenggaraan otonomi daerah dan tantangan yang dihadapai di

    masa depan. Dengan demikian peranan Hukum Administrasi Negara

    tidak cukup hanya dalam konsep dan teori semata, tetapi dengan

    mewujudkan sebuah disiplin ilmu (ilmu administrasi) yang mampu

    memecahkan masalah yang semakin kompleks dan rumit, khususnya

    dalam pelaksanaan penyelenggaraan otonomi daerah.24

    C. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu

    Penelitian skripsi ini peneliti merujuk kepada beberapa judul penelitian

    terdahulu yang berkaitan dengan skripsi yang peneliti tulis, diantaranya:

    1. Nama : Ermellia Octaviani

    Institusi : Universitas Sebelas Maret

    Tahun : 2010

    Judul Skripsi : Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 29 Tahun

    2007Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah

    Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara

    Kesatuan Repubik Indonesia Sebagai Dasar

    Pelaksanaan Otonomi Khusus.

    Skripsi ini membahas tentang pelaksanaan otonomi khusus Daerah

    Khusus Ibukota Jakarta Menurut Undang-Undang Nomor 29 tahun 2007, dan

    Hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam penyelenggarannya, yang

    berbeda pada penulisan skripsi ini, peneliti menganalisisdalam pendekatan

    sejarah peraturan-peraturan yang mengatur tentang Provinsi DKI jakarta sejak

    24

    HAW. Widajja, Penyelenggaraan Otonomi,..... h. 4-7.

  • 29

    awal kemerdekaan hingga reformasi dan dengan tinjauan hukum mengapa

    Provinsi DKI Jakarta mempunyai kewenangan yang bersifat khusus.

    2. Nama : Hesti alvionita

    Institusi : Universitas Bengkulu

    Tahun : 2014

    Judul Skripsi :Pengaturan Otonomi Khusus bagi Daerah Otonom

    di Indonesia.

    Dalam skripi ini, peneliti membahas secara umum tentang pengaturan

    otonomi khusus bagi Daerah Otonom di Indonesia, dengan mengambil

    sampel otonomi khusus di Papua dan Nanggroe Aceh Darussalam. Dari

    skripsi ini peneliti dapat memfokuskan tentang dinamika kehususan Provinsi

    DKI Jakarta sebagai ibukota Negara, dan memaparkan perubahan dan

    perkembangan Peraturan tentang Pemerintah Daerah DKI Jakarta serta

    menganalisis dari segi otonomi tunggal yang dimilikinya sebagai kewenangan

    khusu yang dimiliki oleh DKI Jakarta.

    3. Nama : Rusdianto Sesung, SH., MH.

    Institusi : Refika Aditama

    Tahun : 2013

    Judul Buku : Hukum Otonomi Daerah (Negara Kesatuan, Daerah

    Istimewa, Daerah otonomi khusus)

    Dalam buku ini, membahas mengenai sistematis sitem otonomi daerah

    yang dijabarkan dalam pembahasan mengenai negara kesatuan, daerah

    istimewa, dan daerah otonomi khusus, buku ini menjelaskan secara

    komprehensif mengenai keistimewaan DIY Yogyakarta, dengan teori hukum

    Tata Negara, dan hukum administrasi. Dan degan acuan tersebut Peneliti akan

    memfokuskan kepada pegaturan khusus Daerah Khusus Ibukota, dan

    pelaksanaan otonomi tunggal yang dimiliki DKI Jakarta.

    4. Nama : Robert Endi Jaweng

    Institusi : Analisis CSIS

    Tahun : 2012

  • 30

    Judul Jurnal : Rekontruksi Kekhususan Jakarta: Tantangan Bagi

    Gubernur Terpilih

    Dalam jurnalnya ini, robertmembahas tentang Provinsi DKI Jakarta, ia

    memberikan banyak contoh masalah yang terjadi di DKI Jakarta, dan

    permasalahan kompleks yang akan dihadapi oleh gubernur terpilih. Jurnal ini

    memberikan banyak acuan bagi peneliti untuk terus menganalisis tentang apa

    saja yang melatar belakangi pemberian otonomi khusus bagi Provinsi DKI

    Jakarta.

  • 31

    BAB III

    PROVINSI DKI JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN

    REPUBLIK INDONESIA

    A. Sejarah Kota Jakarta

    Sejarah Kota Jakarta terkait erat dengan perjuagan bangsa telah ada

    sejak tanggal 22 juni 1527, yaitu pada saat Fatahillah mengalahkan armada

    asing, dan kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta.

    Peristiwa ini selanjutnya diperingati sebagai hari jadi kota Jakarta.

    Perkembangan selanjutnya Jakarta mempunyai peranan penting dalam sejarah

    perjuangan bangsa. Banyak momentum penting dalam sejarah kebangkitan

    nasional, kesatuan dan persatuan bangsa, serta sejarah kebangkitan Indonesia

    yang terjadi di Kota Jakarta, seperti lahirnya Boedi Oetomo, Sumpah

    Pemuda, Proklamasi kemerdekaan serta penetapan Pancasila dan Undang-

    Undang Dasar 1945. Nilai-nilai sejarah tersebut sangat besar artinya bagi

    usaha pembinaan bangsa dan pengebangan lebih lanjut Kota Jakarta.

    UUD 1945 tidak menyebut secara spesifik mengenai pemerintahan

    Jakarta. Pengaturan tentang Jakarta justru muncul di dalam Konstitusi RIS

    1949 Pasal 50 ayat (1), yang antara lain menetapkan bahwa pemerintahan atas

    distrik daerah-daerah yang di luar lingkungan daerah sesuatu daerah Republik

    Indonesia Serikat menurut aturan-aturan yang akan ditetapkan dengan

    Undang-Undang Federal. Sesuai dengan ketentuan ini Pemerintah RIS

    menetapkan UU Darurat No. 20 Tahun 1950 (LN RIS 1950 Nomor 31.

    Penjelasan dalam TLN No. 15) yang dinamakan Undang-Undang

    Pemeritahan Jakarta Raya. UU Darurat ini mengatur hal-ikhwal pemerintahan

    atas ibukota Jakarta sesuai dengan ketentuan dalam konstitusi RIS tersebut di

    atas. Dalam UU Federal itu sekaligus diatur juga kedudukan Kota Jakarta

    sebagai suatu daerah yang mengurus rumah tangganya sendiri.1

    1 The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara Republik Indonesia,

    (Yogjakarta: Liberty, 1995), h. 14.

  • 32

    Di dalam UU Darurat No. 20 Tahun 1950 Pasal 2 ditetapkan bahwa

    pemerintahan daerah dengan wilayah baru sebagaimana ditentukan dalam

    keputusan presiden nomor 125 Tahun 1950 dinamakan Kotapraja Jakarta

    Raya. Pemerintahannya dijalankan atas nama Pemerintahan Republik

    Indonesia Serikat oleh seorang Walikota. Walikota Jakarta menjalankan tugas

    pemerintahan itu dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk menteri dalam

    negeri Republik Indonesia Serikat. Penyelenggaraan pemerintahan daerah itu

    masih tetap menurut perautan perundang-undangan desentralisasi yang

    sampai saat itu masih berlaku, yaitu Stadsgemeente-ordonantie dan

    Ordonantie Tijdelijke Voorzieningen Bestuur Stadsgemeenten Java. Hanya

    selanjutya ditetapkan bahwa kekuasaan-kekuasaan, kewajiban-kewajiban, dan

    pekerjaan-pekerjaan yang menurut peraturan perundangan yang dahulu

    berada di tangan aparatur provincie West Java dan Secretaris van Staat voor

    Binnenlandse Zaken (ini adalah tugas-tugas yang bersifat pengawasan) kini

    semuanya dijalankan oleh menteri dalam negeri RIS. Dengan demikian

    pemerintahan daerah Kotapraja Jakarta Raya berada di wilayah pengawasan

    kementrian Dalam Negeri RIS. Undang-undang Darurat ini mulai berlaku

    pada hari diumumkan, dan berlaku surut sampai paa tanggal 31 Maret 1950.

    UU Darurat ini ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Mei 1950 oleh Presiden

    RIS Soekarno dan Perdana Menteri Moh. Hatta sera Menteri Dalam Negeri

    Ide Anak Agoeng Gde Agoeng.

    Perubahan struktur negara dari Repblik Indonesia Sertikat (RIS)

    menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17

    agustus 1950 tidak mempengaruhi status Kotaprja Jakarta Raya karena negara

    kesatuan ini bukanlah suatu negara bentukan baru, melainkan merupakan

    kelanjutan Negara RIS yang diubah bentuknya dari suatu federasi , menjadi

    bentuk kesatuan yang meliputi seluruh Indonesia.

    Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ketika itu diatur dalam UU No.

    22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut Undang-Undang

    Nomor. 22 Tahun 1948, Provinsi merupakan Daerah tingkat teratas dan

    langsung berada dibawah pengawasan pemerintah pusat (Menteri Dalam

  • 33

    Negeri). Dalam Prakteknya, Pemerintah Pusat NKRI memperlakukan

    Kotapraja Jakarta Raya sebagai daerah otonom yang sejajar dengan provinsi.

    Demikian pula, Walikota Jakarta Raya sebagai pejabat Pamongpraja pusat

    mempunyai kedudukan yang setingkat dengan para gubernur dari segenap

    provinsi di seluruh Indonesia.

    Dalam hubngannya dengan kota-kota lainnya yang berhak mengatur

    dan mengurus rumah tangganya sediri, Kotapraja Jakarta Raya Selain

    mempunyai derajat yang setigkat lebih atas daripada kota besar (dan bahkan 2

    tingkat lebih atas daripada kota kecil) juga memiliki suatu kelainan tersendiri,

    yaitu satu-satunya kota otonom yang memakai sebutan “Kotapraja”.2

    Ketika pemerintah pada tanggal 17 Januari 1957 mengesahkan UU No.

    1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah (LN No. 6 Tahun

    1957), pertumbuhan pemerintahan daerah Kotapraja Jakarta Raya memasuki

    babak baru. Di dalam Bab VIII Peraturan Peralihan Pasal 73 ayat (3) UU No.

    1 Tahun 1957 dinyatakan Kotapraja Jakarta Raya yang berhak mengurus

    rumah tangganya sendiri berdasarkan UU. No 1 Tahun 1956 tidak perlu

    dibentuk lagi sebagai Kotapraja menurut ketentuan dalam pasal 3 UU tentang

    Pokok-pokok Pemerintahan Daerah 1956, akan tetapi daerah tersebut, sejak

    mulai berlakunya Undnag-Undang ini, menjadi Kotapraja Jakarta Raya

    termaksud dalam pasal 2 undang-undang ini. Di dalam penjelasan pasal 73

    ditegaskan, pembentukan daerah swatantra berdasarkan undang-undang ini

    sudah barang tentu tidak dapat diadakan dengan sekaligus untuk semua

    daerah di wilayah Indonesia. Begitu pula peraturan-peraturan

    penyelenggaraannya menghendaki waktu yang cukup. Pada waktu mulai

    berlakunya undang-undang ini ( UU No.1 Tahun 1957) di Indonesia terdapat

    daerah-daerah swatantra yang berdasarkan atas berbagi jenis peraturan

    perundnagan pokok, mialnya Kotaprja Jakarta Raya berdasar atas

    Stadsgemeente-oronantie (SGO) dan Tijdelijke voorzieningennya junto UU

    No. 1 Tahun 1956.

    2 The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara Republik ,......... h. 15.

  • 34

    B. Profil DKI Jakarta

    Kota Jakarta telah berdiri sejak awal abad XVII yaitu tahun 1527.

    Dimulai dengan nama “Gemeente dan Stadgemeente Batavia” atau

    singkatnya Batavia. Pada masa pendudukan Jepang namanya berubah

    menjadi “Jakarta Toku-betsushi”. Kemudian pada masa perjuangan hingga

    Indonesia merdeka hingga sekarang lebih dikenal dengan nama Kota

    Metropolitan Jakarta. Memperhatikan pentingnya peranan dan kedudukan

    kota Jakarta dalam sejarah perjuangan bangsa, maka telah dikeluarkan

    beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pemerintahan kota

    Jakarta secara khusus yaitu Undang-undang Nomor 2 Pnps Tahun 1961

    tentang Pemerintaha Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya sebagai mana telah

    diubah dengan Undang-undang Nomor 15 Pnps Tahun 1963 tentang

    Perubahan dan Tambahan Penetapan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1961,

    Undang-undang Nomor 10 Tahun 1964 tentang Pernyataan Daerah Khusus

    Ibukota Jakarta tetap sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan

    nama Jakarta, Undang-undang Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan

    Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara. Dalam perkembangannya

    perundang-undangan yang mengatur pemerintahan Jakarta tidak lagi

    memenuhi tuntutan pertumbuhan dan perkembangan Jakarta. Sejalan dengan

    semangat desentralisasi yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22

    Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diamanatkan dalam

    pasal 117 yang menyatakan bahwa Ibukota Negara Republik Indonesia

    Jakarta, karena kedudukannya diatur tersendiri dengan Undang-Undang,

    maka ditetapkanlah Undang-undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang

    Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia

    Jakarta. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999

    disebutkan bahwa pemberian otonomi di DKI Jakarta hanya diberikan pada

    lingkup Propinsi. Hal ini dilandasi alasan bahwa Jakarta sebagai ibukota

    Negara Republik Indonesia adalah Daerah Propinsi yang memiliki ciri

    tersendiri, berbeda dengan daerah Propinsi lainnya karena beban tugas,

  • 35

    tanggung jawab dan tantangan yang lebih kompleks. Maksud dari pemberian

    otonomi pada tingkat propinsi adalah agar dapat mengembangkan Jakarta

    dalam satu kesatuan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian. Dengan

    demikian diharapkan Jakarta akan mampu memberikan pelayanan yang cepat,

    tepat, dan terpadu pada masyarakat. Kehadiran Undang-undang Nomor 32

    Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah membawa dampak hukum terhadap

    berbagai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 34 tahun 1999. Dampak

    hukum tersebut tidak hanya dari sisi penyelenggaraan pemerintahan Provinsi

    DKI Jakarta sebagai daerah otonom, tetapi juga karakteristik permasalahan

    yang dihadapi oleh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. Undang-undang Nomor

    34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota

    Negara Republik Indonesia Jakarta dianggap telah tidak sesuai dengan

    karakteristik permasalahan Jakarta, perkembangan keadaan, dan tuntutan

    penyelenggaraan pemerintahan, maka terakhir ditetapkan Undang-undang

    Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus

    Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.3 Pada

    tahun 1966, Jakarta memperoleh nama resmi Ibukota Republik Indonesia.

    Nama Jakarta pernah mengalami banyak perubahan, yaitu:

    1. Abad ke-14 bernama Sunda Kelapa sebagai pelabuhan Kerajaan Pajajaran.

    2. 22 Juni 1527 oleh Fatahilah Panglima Perang asal Gujarat (India), diganti

    nama menjadi Jayakarta (tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi kota

    Jakarta keputusan DPR kota sementara No. 6/D/K/1956)

    3. 4 Maret 1621 oleh Gubernur Jenderal J. P. Coen untuk pertama kali bentuk

    pemerintah kota bernama Stad Batavia

    4. 1 April 1905 berubah nama menjadi 'Gemeente Batavia'

    5. 8 Januari 1935 berubah nama menjadi Stad Gemeente Batavia

    6. 8 Agustus 1942 oleh Jepang diubah namanya menjadi Jakarta Toko Betsu

    Shi

    3 Edi Sedyawati, Sejarah Kota Jakarta 1950-1980 (Jakarta: Departemen Pendidikan dan

    Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Invetarisasi dan Dokumentasi

    Sejarah Nasional, 1987)h. 20-22.

  • 36

    7. September 1945 pemerintah kota Jakarta diberi nama Pemerintah Nasional

    Kota Jakarta

    8. 20 Februari 1950 dalam masa Pemerintahan. Pre Federal berubah nama

    menjadi Stad Gemeente Batavia

    9. 24 Maret 1950 diganti menjadi Kota Praj'a Jakarta

    10. 18 Januari 1958 kedudukan Jakarta sebagai Daerah swatantra dinamakan

    Kota Praja Djakarta Raya

    11. Tahun 1961 dengan PP No. 2 tahun 1961 jo UU No. 2 PNPS 1961

    dibentuk Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya

    12. 31 Agustus 1964 dengan UU No. 10 tahun 1964 dinyatakan Daerah

    Khusus Ibukota Jakarta Raya tetap sebagai Ibukota Negara Republik

    Indonesia dengan nama Jakarta

    13. Tahun 1999, melalaui UU No. 34 tahun 1999 tentang Pemerintah

    Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta,

    sebutan pemerintah daerah berubah menjadi Pemerintah Provinsi DKI

    Jakarta, dengan otonominya tetap berada ditingkat provinsi dan bukan

    pada wilayah kota, selain itu wilayah DKI Jakarta dibagi menjadi 6 ( 5

    wilayah kotamadya dan satu Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu)

    14. Undang-undang Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi

    Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan

    Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005

    Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

    4700)

    Jakarta terdiri dari dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter

    di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6°12’ Lintang Selatan dan

    106°48’ Bujur Timur. Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 1227 Tahun

    1989, luas wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah 7.659,02 km2, terdiri dari

    daratan seluas 661,52 km2, termasuk 110 pulau di Kepulauan Seribu, dan

    lautan seluas 6.997,50 km2. Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah

    kotamadya dan satu kabupaten administratif, yakni: Kotamadya Jakarta Pusat

    dengan luas 47,90 km2, Jakarta Utara dengan luas 142,20 km2, Jakarta Barat

  • 37

    dengan luas 126,15 km2, Jakarta Selatan dengan luas 145,73 km2, dan

    Kotamadya Jakarta Timur dengan luas 187,73 km2, serta Kabupaten

    Administratif Kepulauan Seribu dengan luas 11,81 km2. Di sebelah utara

    membentang pantai sepanjang 35 km, yang menjadi tempat bermuaranya 13

    buah sungai dan 2 buah kanal. Di sebelah selatan dan timur berbatasan

    dengan Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi,

    sebelah barat dengan Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, serta di

    sebelah utara dengan Laut Jawa. Keadaan Kota Jakarta umumnya beriklim

    panas dengan suhu udara maksimum berkisar 32,7°C - 34,°C pada siang hari,

    dan suhu udara minimum berkisar 23,8°C -25,4°C pada malam hari. Rata-rata

    curah hujan sepanjang tahun 237,96 mm, selama periode 2002-2006 curah

    hujan terendah sebesar 122,0 mm terjadi pada tahun 2002 dan tertinggi

    sebesar 267,4 mm terjadi pada tahun 2005, dengan tingkat kelembaban udara

    mencapai 73,0 - 78,0 persen dan kecepatan angin rata-rata mencapai 2,2

    m/detik - 2,5 m/detik. Laju pertumbuhan penduduk pada periode tahun 1980-

    1990 sebesar 2,4 persen per tahun, menurun pada periode 1990-2000 dengan

    laju 0,16 persen. Pada periode 2000-2005, laju pertumbuhan penduduk

    sebesar 1,06 persen per tahun. Dilihat dari struktur umur, penduduk Jakarta

    sudah mengarah ke ”penduduk tua”, artinya proporsi ”penduduk muda” yaitu

    yang berumur 0-14 tahun sudah mulai menurun. Bila pada tahun 1990,

    proporsi penduduk muda masih sebesar 31,9 persen, maka pada tahun 2006

    proporsi ini menurun menjadi 23,8 persen. Sepanjang tahun 2002-2006,

    proporsi penduduk umur muda tersebut relatif stabil, yaitu sekitar 23,8

    persen. Sebaliknya proporsi penduduk usia lanjut (65 tahun ke atas) naik dari

    1,5 persen pada tahun 1990, menjadi 2,2 persen pada tahun 2000. Tahun

    2006, proporsi penduduk usia lanjut mengalami kenaikan menjadi 3,23

    persen.4

    4http://www.bpkp.go.id/dki1/konten/752/Profil-Ibukota.bpkp diakses pada 8 April 2018

    http://www.bpkp.go.id/dki1/konten/752/Profil-Ibukota.bpkp

  • 38

    1. Kondisi Geografi

    Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata

    7 meter diatas permukaan laut, terletak pada posisi 6o12’ Lintang Selatan

    dan106o48’ Bujur Timur. Luas wilayah provinsi DKI Jakarta adalah

    berupadaratan seluas 661,52 km2 dan lautan seluas 6.977,5 km2. Jakarta

    terbagikedalam 5 wilayah kota administrasi dan 1 kabupaten administrasi,

    denganbatas wilayah sebelah selatan berbatasan dengan Kota Depok, Jawa

    Barat, sebelah timur berbatasan dengan Kota Bekasi, Jawa Barat, sebelah

    barat berbatasan dengan Kota Tanggerang, Banten dan sebelah Utara

    dengan lautjawa. DKI Jakarta merupakan daerah yang terletak di 5° 19'

    12" - 6° 23' 54" LS dan 106° 22' 42" - 106° 58' 18"BT. Secara geologis,

    seluruh dataran terdiri dari endapan pleistocene yang terdapat pada ± 50 m

    di bawah permukaan tanah. Bagian selatan terdiri atas lapisan alluvial,

    sedang dataran rendah pantai merentang ke bagian pedalaman sekitar 10

    km. Di sebelah utara membentang pantai sepanjang 35 km, yang menjadi

    tempat bermuaranya 13 buah sungai dan 2 buah kanal. Di sebelah selatan

    dan timur berbatasan dengan Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi

    dan Kabupaten Bekasi, sebelah barat dengan Kota Tangerang dan

    Kabupaten Tangerang, serta di sebelah utara dengan Laut Jawa.

    Berdasarkan administrasi wilayah, Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5

    wilayah Kota administrasi dan satu Kabupaten administratif, yakni Kota

    administrasi Jakarta Pusat dengan luas 47,90 km2, Jakarta Utara dengan

    luas 142,20 km2, Jakarta Barat dengan luas 126,15 km2, Jakarta Selatan

    dengan luas 145,73 km2, dan Kota administrasi Jakarta Timur dengan luas

    187,73 km2, serta Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dengan luas

    11,81 km2.Mengacu kepada Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

    Akhir Masa Jabatan 2007 – 2012 PemProv DKI Jakarta. Provinsi DKI

    Jakarta terletak pada posisi 6o 12‟ Lintang Selatan dan 106o 48” Bujur

    Timur dan merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata + 7

    meter di atas permukaan laut. Berdasarkan SK Gubernur Nomor 171 tahun

    2007, luas wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Jakarta adalah

  • 39

    7.639,83 km², dengan luas daratan 662,33 km² (termasuk 110 pulau yang

    tersebar di Kepulauan Seribu) dan luas lautan 6.977,5 km2.

    2. Kedudukan

    a. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah pusat pemerintahan

    negara.

    b. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta berkedudukan sebagai

    Ibukota Neagra Kesatuan Republik Indonesia.

    c. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah Daerah Khusus yang

    berfungsi sebagai Ibukota Neagra Kesatan Republik Indonesia dan

    sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi.

    d. Otonomi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta diletakan pada

    lingkup Provinsi. Yang dimaksud dengan otonomi yang diletakan pada

    lingkup provinsi adalah bahwa otonomi hanya berada pada Provinsi

    Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Otonomi sebagaimana dimaksud

    dilaksanakan berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas

    pembantuan.

    e. Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibukota Negara Kesatuan

    Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban,

    dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan

    sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta

    pusat/perwakilan lembaga international.

    f. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta memiliki batas-batas :

    1) Sebelah Utara dengan Laut Jawa

    2) Sebelah timur dengan Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi

    Provinsi Jawa Barat

    3) Sebelah selatan dengan Kota Depok, Provinsi Jawa Barat, dan

    4) Sebelah barat dengan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang

    Provinsi Banten

    Batas wilayah sebagaimana dimaksud, dituangkan dalam peta yang

    merupakan bagian tidak terpisahkan dari undang-undang yang mengatur.

  • 40

    3. Pembagian Wilayah

    Wilayah Provinsi DKI Jakarta dibagi dalam kota administrasi dan

    kabupaten administrasi. Wilayah kota administrasi dan kabupaten

    administrasi dibagi dalam kecamatan. Wilayah kecamatan dibagi dalam

    kelurahan. Pembentukan, pengubahan nama, batas, dan penghapusan kota

    administrasi/kabupatenadministrasi ditetapkan dengan peraturan

    pemerintah. Pembentukan, pengubahan nama, batas, dan penghapusan

    kecamatan ditetapkan dengan peraturan daerah. Pembentukan, pengubahan

    nama, batas, dan penghapusan kelurahan ditetapkan dengan keputusan

    Gubernur.

    4. Kewenangan Pemerintahan

    Otonomi Provinsi DKI Jakarta diletakkan pada tingkat provinsi.

    Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dilaksanakan

    menurut asas otonomi, asas dekonsentrasi, asas tugas pembantuan, dan

    kekhususan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh satuorang Gubernur

    dibantu oleh satu orang Wakil Gubernur yang dipilih secara langsung

  • 41

    melalui pemilihan umum Kepala Daerah