neurology survival guide (2).docx
TRANSCRIPT
Soetomo General Hospital
University Airlangga School of Medicine
Neurology
Survival Guide
1
Isi
1. Survival in Neurology2. Pengambilan Riwayat dan Pemeriksaan Fisik3. Review Neuroanatomi4. Neuroimajing5. Alat bantu diagnostic6. Stroke7. Reviem Beberapa Trial pada Stroke8. Perawatan Neurointensive 9. Kejang10. Gangguan Kesadaran11. Vertigo, Dizziness dan Ataksia12. Gangguan Penglihatan Akut13. Kompresi Medula Spinalis14. Kelemahan15. Nyeri Kepala16. Infeksi Susunan Saraf Pusat17. Neuropatia Perifer18. Multiple Sclerosis19. Gangguan Gerakan20. Dementia21. Nyeri Punggung Bawah22. Neoplasma23. Gangguan Tidur24.
Appendiks
A. Glosari NeuropatologiB. Sumber WebC. Obat Formularium NeurologiD. Penggunaan Formula dan Skala di NeurologiE. Progress NoteF. Data Pelacakan Pasien
Indeks
Daftar Singkatan
2
ABG arterial blood gas
ACE angiotensin- converting enzyme
ACTH adrenocorticotropic hormone
3
1 Survival in Neurology
Key To Survival
Usahakan selalu untuk membaca CT atau MRI; karena anda yang mengetahui dan memeriksa pasien
Bila perlu untuk melakukan punksi lumbal, lakukanlah segera dengan mengingat indikasi dan kontraindikasinya. Bila mengalami kesulitan , reposisikan pasien.Selalu sisakan ekstra liquor.
Unsur terpenting dalam pemeriksaan neurologi adalah pengambilan riwayat terutama perjalanan kejadian yang dialami pasien. Kesalahan yang paling sering terjadi adalah mendapatkan informasi kolateral
Beberapa cara untuk memperpendek waktu rawat inap adalah profilaksis terjadinya ulkus dekubitus, pencegahan DVT, dan profilaksis terjadinya ISK
Jangan sekali kali membuat diagnose psikiatri sebelum semua kemungkinan neurologi disingkirkan
Ingatlah selalu bahwa perubahan kesadaran status mental pada lanjut usia adalah, obat obatan, obat obatan, dan obat obatan. Sesudah ketiga hal diatas adalah infeksi
Bila paramedik mengira perlu dilakukan intubasi, kemungkinan dia benar; akan tetapi bila pasien ia perlu intubasi, kemungkinan hal ini memang diperlukan intubadsi
Jangan tergesa – gesa untuk menuliskan kode pada status Pasien dapat didiagnosa lebih dari satu gangguan neurologi Ingat selalu : Ingatlah selalu :Time is Brain
2 Pengambilan Riwayat
4
Neurologi dan Pemeriksaan
Phisik
RIWAYAT
Untuk mengambil riwayat gangguan neurologi yang baik, merupakan tugas yang sulit, karena ‘terkomplikasi’ dengan sifat alamaiah gangguan neurologi yang biasanya datang dengan berbagai macam keluhan dan ketidak mampuan pasien untuk mengemukakan keluhan yang dideritanya secara efektif karena keterbatasan hyang dimilikinya. Terlebih di Indonesia yang terdiri dari berbagai macam ras, suku bangsa , yang tidak jarang keluhan yang dideritanya dengan bahasa ‘awam’ –nya; sedangkan pengambil riwayat tidak memahaminya. Perhatian dalam pengambilan riwayat neurologi antara lain handeness= kecekatan tangan, fungsi yang dimilikinya sebelum sakit, tentukan secara tepat awitan keluhan yang dideritanya, perjalanan penyakit, dan dengan sendirinya keluhan yang diderita saat ini, terutama keluhan utamanya yang menyebabkan pasien datang merminta pertolongan medic
Rangkaikan riwayat gangguan neurologi dengan keluhan saat ini; pada bab selanjutnya akan dibahas mengenai common calls dan work-up bagaimana caranya untuk mengambil riwayat penyakit spesifik
Organisasikan – buatlah system review temuan pemeriksaan fisik yang anda lakukan dengan keluhan yang dikemukan pasien
Umum: nyeri kepala, mual / muntah, kepala terasa ringan, nggliyeng, kejang, sinkop, cidera, palpitasi
Status Mental: kebingungan (konfusi), perubahan kesadaran, sulit untyuk mengekspresikan atau memahami wicara, masalah daya ingat, perubahan personalitas.
Nervi Kraniales:kabur, diplopia, baal atau kelemahan pada wajah, abnormalitas pengecapan atau penghidu, masalah pendengaran, tinnitus, vertigo, disfagia , disartria
Motorik: tremor, fasikulasi, atrofi, kelemahan ( proksimal – kesulitan untuk menyisir rambat, berdiri dari posisi duduk atau sebaliknya, kesulitan untuk memegang obyek – distal, mengacingkan baju, membuka pintu)
Koordinasi:gangguan keseimbangan, ngloyoran,, tidak trampil, kesulitan untuk memegang obyek
Sensorik: baal, merasa berat, nyeri, kesemutan, jatuh (trerutama bila mata ditutup atau bila mandi dengan shower)
Langkah: jatuh, kesulitan berjalan
5
PEMERIKSAAN NEUROLOGIK
Awalnya, sejumlah tanda / gejala neurologi ditimbulkan, dengan menggunakan alat pemeriksaan, dan sejumlah informasi diperlukan untuk mensintesa anmanesa dan tanda neurologi, sehingga kita dapat menegakkan hipotesa klinik.Sekali lagi, rangkaiankanlah pemeriksaan sesuai petunjuk keluhan pasien.
Pendekatan yang efektif adalah dengan pendekatan yang langsung akan tetapi dilakukan pemeriksaan secara komprehensif, pada semua pasien.Sesudah semua dilakukan, sediakan waktu untuk me-review riwayat dan pemeriksaan . Ingat: PLAN – DO –CHECK – RECHECK!!!.
Sejumlah daftar kemungkinan diagnosa disimpan dalam fikiran , kemudian kemungkinan diagnosa lainnya difikirkan pula dan kemudian fokuskan lagi ke pemeriksaan fisik , sehingga dapat dibuat diferential diagnosanya
Bila belum dapat ditegakkan diagnose etiologi, fikirkan pemeriksaan tambahan yang akan dilakukan dengan tetap mengingat cost and benefitnya
Pemeriksaan Status Mental
Tingkat Kesadaran – Level of Consciousness (LOC)
Alert Letargi: bingung tetapi masih terjagakan Stupor: terjaga akan tetapi memerlukan rangsangan yang signifikan Koma: tidak responsive terhadap rangsangan luar atau gunakan Skala Koma dari Glasgow
Orientasi
Orang Tempat Waktu
Atensi dan Konsentrasi
Atensi dan konsentrasi biasanya jelas /mudah dinilai pada waktu kita berkomunikasi, akan tetap dapat diperiksa dengan menghitung kebelakang mulai angka 20 sampai angka 1 atau menyebut hari dalam seminggu kebelakang
Kalkulasi
6
Serial &( ingat pendidikan pasien)
Daya Ingat – Memory
Immediate recall: mintalah pasien untuk mengulang tiga kata kata Recent memory: tanyakan lagi sesudah 5 menit ( Anda jangan lupa!) Long –term mermory : peristiwa penting, fakta sejarah dan sebagainya
Bahasa
Kelancaran ujaran –Fluency: apakah kecepatan dan tone tepat? Pemahaman – Comprehension: Mintalah pasien untuk menlakukan dua perintah
sederhana – “ Dengan tangan kanan anda pegang telinga kiri anad” Pengulanga – Repetition: “Tidak, dan , atau tetapi”
Saraf Kranialis
CN I
Penghidu
CN II
Ketajaman penglihatan Pemeriksaan funduskopi Yojana penglihatan Reaksi cahaya pupil
CN III,IV,VI
Reaksi cahaya pupil (direk dan konsensuil) dan akomodasi Gerakan bola mata
CN V
Rasa raba – sensasi wajah Refleks kornea (bersama N.VII)
CN VII
Gerakan otot wajah Menutup mata Pengecapan : 2/3 lidah bagian muka
CN VIII
7
Pendengaran Keseimbangan
CN IX,X
Kejelasan wicara Reflek muntah Elevasi palate
CN XI
Gerakan mengangkat bahu Kepala menoleh dengan tahana
CN XII
Kekuatan otot lidah, deviasi (kearah sisi lemah), atau fasikulasi
Kekuatan Motorik
Inspeksi
Tremor, atrofi, simetri, fasikulasi
Tonus
Rigiditas: tonus meningkat: Cog-wheel atau lead pipe Spastisitas: Clasp –lead phenomena: awal gerak ada tahanan dan kemudian tonus
normal dan akhir gerakan dijumpai kenaikan tonus Paratonia: tahan terhadapgerakan pasif pada semua jurusan; seakan aka nada kemauan
Kekuatan
Pronator drif ( suatu tanda hemiparesa ringan). Mintalah pasien mengangkat kedua tangan-nya kedepan, dengan telapak tangan menghadap keatas seolah olah akan menadah air hujan. Kemudian, pasien diminta untuk menutup kedua matanya dan menolehkan kepalanya ke kanan dank e kiri (untuk mengalihkan perhatiannya). Lengan yang lemah akan turun kebawah dan pronasi
Kekuatan otot: di nilai dengan derajat : 0-5;o 5 = gerakan dengan tahanan penuh melawan gaya tarik bumi
8
o 4 = gerakan dengan tahanan tak seberapa terhadap graviditas ( kadang di nilai dengan derajat 4+,4,4-
o 3 = gerakan penuh terhadap gravitasi ( akan tetapi tanpa tahanan)o 2 = hanya dapat bergerak melawan gravitasi o 1 = hanya terdeteksi kontraksi sajao 0 = tidak terdeteksi kontraksi
Koordinasi
Finger to nose Gerakan jari jari secara cepat : juga sensitive terhadap hemiparesa ringan Heel. Knee, shin Rapid alternating movement: mintalah pasien untuk melakukan gerakan pronasi dan
supinasi tangan pada paha
Deep Tendon Reflexes
Jaw jerk – r.maseter CN V 0 = absen Biceps C5 dan C6 1 = berkurang Brachioradialis C5 dan C6 2 = normal Triceps C7 dan C8 3 = jelas Knee L3 dan L4 4 = hiperaktif / klonus Ankle S1 -
Reflek
Babinski
Babinski “positif” atau “negative” tidak ada artinya. Jelaskan secara sederhana ibu jari bergerak ke atas atau ke bawah
Tanda Meningeal: Kernig dan Brudzinski ( bila Memungkinkan)
Tanda Kernig:o Fleksikan paha tinggi tinggi diatas abdomen juga dalam posisi fleksio Ekstensikan lutut. Positif bila timbul rasa nyeri atau tahanan
Tanda Brudzinskit:o Fleksi pada leher menyebabkan fleksi pinggul dan/atau lututo Fleksi o Tekanan pada simfisis pubis (bila mEmungkinkan)
Pemeriksaan Sensorik
9
Rasa raba ringan / halus Rasa nyeri - pin –prick- (tajam vs tumpul dan kananvs kiri) Rasa getar Proprioseptif pada ibu jari kaki dan jari jari Tes Romberg: Mintalah pasien berdiri dengan kedua kaki rapat dan kedua mata ter-
tutup . Tes ini positif bila pasien jatuh ( hati hati dan lindungi) Bila ada kecenderun ada lesi lobus parietal, kemudian lakukan:
o Double simulating stimulation:o Sterognosiso Graphesthesiao Two point discrimination
Fungsi Luhut
MMSE Clock Drawing Test
Langkah
Berjalan lurus Berjalan Tandem Membalik Berjalan dengan tumit dan/atau tungkak
3 Review
Neuroanatomi
PENDAHULUAN
Review yang neuroanatomi yang lengkap diluar buku saku ini, dapat dibaca pada buku – buku neuroanatomi dan/ atau telah tersedia buku saku review neuroanatomi dari dr. Saiful Islam.
10
Bab iini hanya memuat aspek neuroanatomi yang penting yang sering dijumpai pada praktek sehari hari.
SISTEM VISUAL
Pasien sering mengeluh adanya perubahan yojana penglihatannya, penyebab sesungguhnya hanya dapat diketahui sesudah kita memahami dasar dasar komponen system visualnya dan gambaran potologis setiap komponen yang menyusun system visual (Gamb.3-1)
Sken hal 9 Washinton
1. Lesi n.optikus2. Jarang, kesi hanya pada selektif
pd serabut temporal yg.belummenyilang (kalsifikasi art korotisinterna.
3. Lesi di garis tengah (tumor pituitary)4. Lesi retrochiasmal – right hemiopsia5. Lesi pd bagian inferior kiri – right superior
quadrantanopsia6. Lesi pada parietal kiri (bagian atas – right
Iinferior quadrantanopsia)7. Central sparing right homonymous hemi-
anopsia – lesi korteks kalkarina lobus osipitalis kiri
Abnormalitas Pupil
Ingat tiga penyebab abnormalitas respons pupil yang abnormalo Flashlight yang baterinya kurang kuato Obat tetes matao Dilatasi pada pemeriksaan oftalmologik
Marcus – Gunn Pupil
Defek aferen pupil yang menyebabkan pupil konstriksi sebagai bagian respons konsensuil dari pada respons langsung. Secara klinik diperiksa dengan menggoyangkan flashlight, yang menyebab dilatasi abnormal bila bergerak dari mata yang tidak terganggu ke mata yang terganggu
Seing dijumpai pada MS
Sindrom Horner
11
Disebabkan karena lesi paad inervasi simpatik okuler dan biasnya terjadi unilateral dengan tanda tanda seperti berikut:
Ptosis parsial, akibat kelemahan otot palpebral karena lumpuhnya .mm.tarsalis superior; Enoftalmus , retraksi bola mata kedalam, karena lumpuhnya otot dari Muller Miosis, akibat gangguan aksi pada otot spincter pupilae, yang di inervasi oleh system saraf
parasimpatik Anhidrosis, hilangnya / berkurangnya keringat (bila lesi distal dari ggl.servikalis dorsalis) Konjungtiva sisi ipsilateral , pembuluh darah kepala dan kuduk mengalami vasodilatasi
Kedua tanda pertama yang sering membawa pasien meminta pertolongan dokter; sedangkan kedua tanda lainnya biasanya kurang jelas atau tidak dijumpai
Gambaran kelainan tambahan yang dapat dijumpai adalah:
Heterochromia iridis, warna yang berbeda pada iris (bila lesi kongenital) Elevasi palpebral inferior akibat kelemahan mm.tarsalis inferior (‘reverse ptosis’, atau ‘up-
side down ptosis’)
Inervasi simpatik mata terdiri dari jaras tarktus neuron yang panjang , di ulai dari diensefalon turun kebawah ke medulla spinali servikothorakalis, kemudian kemali keatas – ke mata via ggl. servikalis superior dan arteria karotis interna, dan N.V1.Berbagai variasi proses patologis, sepanjang perjalanannya yang menyebabkan sindroma ini, meskipun sebagian masih idiopatik. Penyebabnya antara lain:
1. Gangguannpada batang otak / korda spinalis (vakular, demielinisasi, siringomieli)2. Tumor Pancoast3. Malignant cervical lymph nodes4. Aneurisma karotis, diseksi arteria karotis5. Lesi pada serabut T1, misalnya pada radikulopatia T1, atau bagian bawah trunkus brakhialis
pleksopati6. Cluster headache7. Kongenital
Pupils Argyll –Roberson ( Light-Near Dissociation)
Pupil ireguler dan kecil; reflek pupilmterganggu (reflek iridiplegia) akan tetapi reaksi cahaya positif dengan akomodasi (bila mata bergerak kovergens) ARP = accommodation reaction preserved .
12
Pupil Argyll Robertson didadapatkan pada neurosifilis terutama tabes dorsalis; bila keadaan dijumpai, temukan gejala klinik lainnya: hilangnya rasa raba dala, misalnya dengan menggosok tendon Achilles dengan keras (tanda Abadie)
Selain pada neurosifilis, dapat ditemukan pula pada:1. Multiple sclerosis2. Ensefalitis3. Diabetes mellitus4. Siringobulbi5. Sarkodosis 6. Penyakit Lyme7. Pinealoma
Adies’s Tonic Pupils
Reaksi cahaya lambat, pupil sedikit membesar, biasanya penyebabnya jinak
Holmes –Adie Pupil, Sindroma Holmes Adie
Pupil membesar pada kegelapan, tidak merespons stimulus cahaya phasic, akan tetapi merespons stimulus cahaya tonik
Reaksi terhadap akomodasi masih utuh, hal ini yang menyebabkan disosiasi cahaya dekat ( light –near dissociation)
Biasnya unilateral dan menyebabkan anisokoria Pupil Holmes Adie ada hubungannya dengan kelainan neurolohgi lainnya (sindroma
HolmesAdie); dengan gejala sbb:o Hilangnya reflek tendon tungkai bawah (terutama reflek patella)o Gangguanb sensasi korneao Batuk menahuno Anhidrosis local atau generalo Kadang dengan hyperhidrosis (sindroma Ross)o Lebih sering dijumpai pada wanita dari pria
Patofisiologi : akibat lesi perifer dan adanya denervasi supersnsitvitas, konstriksi bila bdiberikan 0,2% pilocarpine ( pseudo Argyll-Roertson
Unilateral Fixed Pupil
Indikasi adanya lesi N.III ( deviasi mata kebawah dan keluar) dan tanda adanya impending herniasi
Midposition Fixed Pupils
13
Lesi pada midbrain
Pinpoint Pupils
Adanya kerusakan pada pons, intoksikasi heroin dan kolinergik
SARAF KRANIALIS
Nervus Olfactorius
Fungsi:penghidu Anatomi: neuron sensoris primer di epitelium nasal, proyeksi ke lamina kribrosa
membentuk bulbus olfaktorius, yang divergens ke striae medial, intermediate dan lateral dan lanjut ke korteks piriformis
Petunjuk:o Pemeriksaan pada setiap lubang hidung, untuk menemukan disfungsi unilateralo Kerusakan akibat fraktur tengkorak (terutama pada lamina kribrosa) , meningioma
lobus frontalis dan abseso Hidarkan pemeriksaan dengan bahan yang mnyebabkan iritasi/rangsangan yang
menyakitkan (misalnya ammonia). Pemeriksaan dengan bahan bahan yang dikenal pasien
Nervus Optikus
Fungsi: penglihatan Anatomi : rod dan cone sel bipolarsel ganglion, yang konvergens ke diskus optikus
membentuk n.optikus yang berjalan melalui kanalis optikus melalui lesser wing os spenoid dan fosa kranii medialis. Sebagian dari serabut, yaitu srabut yang menghantarkan rangsang yang datang dari bagian medial retina,m menyimpang ke sisi lainnya di khiasma optikus. Dari khiasma, serabut melanjutkan diri dengan membentuk traktus optikus ke korpus geni-kulatum lateral, dan bersinaps di sini rangsan diteruskan melalui traktus genikulokalkarina ke korteks optikus. Daerah berakhirnya serabut ini disebut korteks striatum (area 17).Inilah pusat oersepsi cahaya. Disekitar daerah ini terdapat daerah yang berfungsi untuk asosiasi rangsang visual, yaitu area 18 dam 19. Area 18, yang disebut juga sebagai area parastriatum atau prareseptif, menerima dan menginterpretasi impuls dari area 17.Area 19, yaitu korteks peristriatum atau perireseptif, mempunyai hubungan dengan area 17 dan 18 dan dengan bagian bagian lain dari korteks. Ia berfungsi untuk pengenalan dan persepsi visual, yang kompleks, asosiasi visual, revisualisasi, diskriminasi ukuran serta bentuk, orientasi ruangan serta penglihatan warna
Petunjuk:
14
o Fotofobia yaitu fotofobia: mata mudah menjadi silau , takut akan cahaya, dapat dijumpai pada pasien meningitis
o Pemeriksaan ketajaman penglihatan –visual acuityo Pemeriksaan yojana penglihatan – lapangan pandang- visual fields
Metoda konfrontasi dar Donder Kampimeter Perimeter
o Pemeriksaan pupilo Pemeriksaan funduskopi
Papilledema Optic atrofi Glaucoma kronik tekanan intraokuler meningkat--. Optic cup melebar Retinopati hipertensif Retinopati diabetes Abnormalitas vaskuler dan retina
Nervus Okulomotorius
Fungsi :o Elevasi, depresi, aduksi bola mata ( mm.rektus superior, obiqus inferior, rektus
inferior, rektus medius)o Elevasi kelopak mata (levator palpebral)o Konstriksi pupil bila kena cahaya dan akomodasi
Anatomi: nucleus okulomotorius di mid brain dan nucleus Edinger Westphal (parasimpatis) memproyeksikan serabut sarafnya melalui fosa interinterpedukularis (diantara midbrain dan pons), sinus kavernosus, dan fisura orbitalis superior untuk menginervasi mm.rektus superior, rektus medialis, rektus inferior, obliqus inferior, konstriktor pupilae dan mm.ciliaris
Lesi:o Masih utuhnya fungsi mm.obliqus superior (CN.IV) dan rektus lateralis (CN.VI)
menyebabkan mata menengok kebawah dan keluaro Ptosis: akibat kelemahan mm.levator palpebralo Fixed dilated pupil tanpa akomodasi (hilangnya fungsi parasimpatis)
Diferensial diagnose:o Herniasi unkuso Lesi sinus kavernosuso Aneurisma arteri serebri posterioro Diabetes Melitus
15
o Meningitis ( terutama TB, kriptokokus, dan sifilis, karena predeleksinya di dasar tengkorak)
Petunjuk: pada diabetes kerusakan serabut nervus okulomotorius yang bertanggung jawab terhadap gerakan bola mata akibat lesi kompresif, awanya merusaka serabut pupilokontritif terluar.Oleh karena itu,lesi diabet juga diberi istilah pupil sparing
Nervus Trochlearis:
Fungsi : depresi , abduksi, dan intorsi bola mata dengan mm.obliquus superior Anatomi: keluar dari dorsal midbrain, menyilang, dan memasuki fisura orbitalis
superior sesudah berjalan melalui sinus kavernoss Lesi: terganggunya fungsi mm.obliqus superior untuk mengelevasi dan ekstorsi
lirikan yang terdampak.Pasien mengeluh kesulitan untuk melirik kebawah atau bila menuruni tangga. Mereka akan menolehkan kepalanya pada sisi yang tidak terkena dampak (unaffected side) untuk mengkompensasikan ekstorsinya
Diferensial diagnose:o Infeksio Opthalmoplegia thyroido Diabetes Melituso Miasthenia graviso Trauma, pembedahan (ok perjalanannya panjang)o Aneurisma serebelaris posterior atau superior
Nervus Abducens
Fungsi :melrik ke lateral Anatomi: dari pons dekat garis tengah, menyilang puncak os petrosus
(petrosous ridge) darinos temporalis, dan masuk ke sinus kavernosus dan fisura orbitalis superior
Diferensial diagnose:o Kenaikan tekanan intracranialo Infeksi: meningitis,infeksi telinga tengah, sifiliso Fraktur tengkorako Aneurisma arteria serebelaris posterior (PICA) dan arteria basilariso Lesi / infark batang otako Perdarahan subarachnoid (SAH)
Common Conjugate Gaze Palsies
Medial Longitudinal Fasciculus Syndrome (Internuclear Opthalmoplegia)
16
Fasikulus medialis longitudinalis menghubungkan pusat lirikan sentral pons ke nucleus medialis kontralateral CN III di midbrain.Lesi (kebanyakan sekunder karena MS) menyebabkan kelemahan aduksi bola mata, yang disebut opthalmoplegia internuklear, dan suatu nistagmus kompensatoir pada mata yang abduksi.Misalnya , suatu lesi di fasikulus longitudinalis medius mata kanan menyebabkan kegagalan aduksi mata kanan dan abduksi nistagmus mata kiri
One –and – a-Half Syndrome
Sedangkan lesi pada pons menyebabkan kerusakan baik pada medial longitudinal fasciculi (MLFs) dan salah satu pusat lirikan (paramedian pontine reticular formation [PPRF]). Mata ipsilatera terhadap lesi PPRF tidak dapat untuk bergerak horizontal ke semua jurusan, sedangkan mata lainnya hanya dapat abduksi
Sindroma Parinaud
Bagian dorsal midbrain merupakan pusat untuk lirikan vertical ( vertical gaze centre).Lesi di sini menyebabkan paralisa lirikan keatas sepanjang tanda lokalisasi midbrain lainnya (misalnyafixex pupils, terganggunya konvergensi). Hal ini sering terjadi akibat kenaikan tekanan intracranial dan tumor daerah pineal
Lesi Yojana Penglihatan Frontal ( Frontal Eye Field Lesion)
Yojana penglihatan frontal bertanggung jawab untuk memandu lirikan mata kesisi kontralateral. Lesi akan menyebabkan apsien “ melihat ke sisi lesi” (atau menghindari sis hemiparesa). Sebaliknya, awitan aktivitas suatu stimulusiritatif akanmemandu lirikan kesisi berlawanan lesi
Pontine Gaze Palsy
Pusat lirikan horizontal pons me mediasi lirikan ipsilateral (melalui nucleus abdusens).Lesi menyebabkan temuan sebaliknya dari lesi cerebral frontal eye field . Mata pasien akan deviasi menjauhi lesi dan kearah sisi hemiparesenya.
Sindroma Weber (hemiplegia alternans nervi okulomotorius)
Ditandai oleh kelumpuhan CN.III homolateral dan kelumpuhan CN.VII, CN.XII dan ekstrimitas sisi kontralateral jenis upper motor neuron.
Lesi berada di pedunkulus serebri
17
Sindroma Claude
Lesi berada di daerah di daerah nucleus tempat CN.III juga melintas Gejalanya ialah CN.III ipsilateral dan ataksia serta tremor kontralateral. Bila lesi ii meluas ke daerah sekitarnya, maka lemniskus medialis dan pedunkulus
serebri akan terkena dan gejala yang menjelma ilah kelumpuhan ipsilaterak CN.III yang disertai oleh hemiparesis kontralateral, hemihipestesi kontralateral dan ataksia serta tremor kontralateral (sindroma Benedikt)
Sindrom Millard Gubler
Ditandai oleh kelumpuhan CN.VI dan CN.VII ipsilateral jenis lower motor neuron dan hemiplegia kontralateal upper motor neuron, yang disebabkan oleh lesi di daerah pons
Sindroma Foville
Ditandai kelumpuhan CN.VII ipsilateral jenis lower motor neuron, kelumpuhan melirik ke lateral ipsilateral dan hemiplegia kontralateral jenis upper motor neuron
Sindroma Weber
Ditandai oleh kelumpuhan CN.III homolateral dan kelumpuhan CN.VII, XII Dan ekstrimitas sisi kontralateral jenis upper motor neuron Lesi berada di pedunkulus serebri
Nervus Trigeminal
Fungsi o Rasa raba wajah, mulut, mata, scalpo Otot pengunyaho Mm tensor timpani
Anatomio Beberapa inti nervus trigeminus konvergen membentuk proyeksi dari
midpons ke ggl.trigeminus di fosa kranii mediuso Tiga divisi, n.oftalmikus (V1), maksilaris (V2) dan mandibularis (V3), menuju
sasarannya melalui fisura orbitalis superior, foramen rotundum, dan foramen ovale, demikian juga sebaliknya
o Tiga divisi tersebut terbagi untuk mensarafi wajah secara ekuivalen dermatom, dengan N.V3 mendapat tugas tambahan meninervasi otot mastikasi
Lesi:
18
o Trigeminal neuralgia : biasanya pada distribusi V2 atau V3o Hilangnya rasa raba di wajah dan muluto Kelemahan otot mastikasi dengan deviasi rahang kearah sisi yang lemah ( o-
tot pterigoideus yang berlawan dan masih utuh mendorong rahang kearah sisi yang terganggu).
o Hilangnya reflek kornea
Nervus Fasialis
Fungsi:o Gerakan otot wajah /otot mimico Pengecapan dua – pertiga lidaho Lakrimasi dan salivasi
Anatomi:o N.fasialis keluar dari pons pada seudut serebelopontin o Berjalan lewat meatus akustikus interna, os temporalis, foramen
stylomastoideus, dan glandula parotis kemudian ke bernagai tujuna akhirnyao Inti n.fascialis membagi divisinya yang menginervasi wajah ipsilateral bagian
atas dan wajaho Inti bagian atas menerima masukan pula secara bilateral dari kortek motoric.
Inti bagian bawah hanya dilayani oleh kontralateral kortek motoric. Sehingga, kerusakan korteks motoric, suatu lesi UMN atas, tidak menyebabkan pada wajah bagian atas(termasuk menutup mata), sedangkan lesi LMH menyebabakan paralisa hemifasial atasdan bawah
Lesi:o Kelemahan otot wajah (Bell’s palsy)o Hilang rasa pengecapan 2/3 lidah bagian depano Hilangnya fungsi eferen reflex kornea
Nervus vestibularis
Fungsi :o Fendengaran dan keseimbangan melalui nervi koklearis dan vestibularis
Anatomi:o Sel rambut di sakula, dan duktus semisirkularis memberi masukan ke
ganglion vestibularis di meatus auditorius interna, yang kemudia merelan ke nuclei vestibularis di pons dan ke serebelum
o Organ Corti mempunyai tugas khussus sensosoris untuk struktur auditorius bagia dalam dan mengirimkan ke inti cochlea di pons
19
Lesi:o Kokhlea: gangguan pendengaran, tinnituso Vestibular: vertigo, nistagmus, gangguan keseimbangan
Ingat: o Akustik neuroma tumor jinak dijumpai pada cerebelopontine angle yang
ditandai dengan: Nyeri wajah: (CN V) Paralisa fasialis ipsilateral (atasdan bawah) (CN VII) Vertigo,tinnitus, kurang pendengaran (CNVIII) Bila lesi betambah, fungsi CN IX dan X, dan serebelum terganggu
Nervus Glosofaringeus Fungsi:
o Menelan, salivasio Input dari carotid body dan sinuso Sensasi pada bagian dalam lidah , arkus tonsiler da faringo Pengecapan sepertiga posterior lidah
Anatomi:o Keluar sebagai n.glosofaringeus dari post sulkus olivarius di medulla dan
keluar dari tengkorak melalui foramen jugularis Lesi:
o Neuralgia glosofaringeus: nyeri singkat hebat pada lidah dan tenggoroko Disfagia dan hilangnya reflek muntaho Sinkope karena peningkatan carotid sinus reflek
Nervus Vagus
Fungsio Menelan dan elevasi palatum yang di mediasi oleh otot otot faringo Sensasi viseralo Wicara: inervasi otot laring
Anatomi:o Keluar dari sulkus postolivarius medulla dan meninggalkan tengkorak melalui
foramen jugulariso Perjalananya panjang dan rumit ( vagus dalam bahasa Latin berarti
“pengembara”) Lesi:
o Bradikardia atau takikardiao Disfagia dan depresi lengkung palatal
20
o Serak: nervus laringeus rekuren menginervasi otot laring yang perjalanannya sering berisiko akibat tindakan pembedahan ( misalnya akibat endarterekto-mi karotis, throidektomi), aneursma aorta, atau metastase carcinoma
o Reflek batuk hilango Fungsi lengkun eferen reflek muntah terganggu
Nervus Asesorius
Fungsio Menolehkan kepala dan mengangkat bahu, melibatkan mm.sternokleido-
mastoideus dan trapezius Anatomi :
o Dari inti asesorius spinal dalam C1 –C6 dan melebur ke anterior akar saraf di korda spinalis
o Turun melalui foamen magnum keluar dari tengkorak melalui foramen jugularis , kemudaian mensarafi otot sternkleidomastoideus dan trapezius
Lesi:o Kelemahan mm.sternokleidomastoideus menyebabkan kesulitan menoleh
kea rah berlawanan.o Kelemahan mengangkat pundak.
Nervus Hipoglosus
Fungsi:o Menggerakan lidah: protusi lidah dan menggerakan lidah ke lateral
Anatomi:o Keluar dari medulla melalui sulkus preolivarius dan temgkorak melalui kanalis
hipoglosus Lesi:
o Lidah deviasi ke sisi yang lemah
TRAKTUS KORDA SPINALIS DAN LESINYA
Sken gambar 3-2 hal 17 Washington
21
Lesi Korda Spinalis
Traktus Spinotalamikus
Fungsi o Suhu dan rasa nyeri
Anatomi:o Akar dorsalis ganglia mengadakan sinaps dengan sel di koruna anterior akan
tetapi segera menyilang via komisura alba ventralis dan naik / asendens sebagai traktus spinothalamikus lateralis
Lesi:o Hilangnya rasa sakit dan suhu kontralateral
Kolumna dorsalis
Fungsi:o Proprioseptif, vibrasi dan raba halus
Anatomi:o Fasikulus kuneatus dan grasilis merupakan traktus spinalis dorsalis dan
menerima input dari neuron pertama di akar saraf dorsaliso Fasikulus grasilis medialis mengumpulkan informasi ipsilateral dari ekstrimi-
tas bawahy, dimana yang lebih lateral fasikulus lateralis menerima informasi dari ekstrimitas atas
o Fasikulus ini mencapai intinya di medulla kaudal, kemudianmenyilang /menagadakan desusiasi dan berjalan ke nucleus posterolateral ventralis thalamus dan koteks somatosensory primer
Lesi:o Hilangnya rasa getar ipsilateral, proprioseptif dan rasa raba halus ( hilangnya
kontralateral bila lesi diatas medulla bagian kaudal)
Traktus kortikospinalis
Fungsi:o Aktivitas motoric
22
Anatomi:o Input dari kortrks premotor , kortek motoric primer, dan korteks sensorik
primer dan kemudia di relay melalui kapsula inter dan crus serebri (midbrain)o Pada level medulla, sebagian besar ( 90%) serabut menyilang di desusasio
piramidalis dan turun sebagai traktus kortispinalis lateralis Lesi:
o Diatas desusasio piramidalis kelemaham kontralateralo Dibawah traktus kortikospialis : kelemahan ipsilateral
Sindroma Korda Spinalis Spesial
Sindroma Brown Sequard Hemiseksi korda spinalis Gangguan /hilangnya rasa getar dan propriosepsi ipsilateral (kolumna dorsalis) Gangguan rasa nyeri dan suhu kontralateral (spinothalamikus) Paralisa flasid pada level/tingkat lesi (koruna anterior) Kelemahan ipsilateral dan spastisitas (traktus kortikospinalis)
Tabes Dorsalis Menyebabkan ganggan fungsi kolumna dorsalis Gangguan rasa posisi dan vibrasi
Polio (dan lesi LMN lainnya) Lumpuh layu (flaccid paralisa ) pada level/tingkat cidera disertai dengan tanda
LMN :fasikulasi,atrofi dan reflek berkurang
Amyotrophic Lateral Sclerosis LMN seperti telah disebutkan diatas Plus : UMN akibat kerusakan kortikospinalis:ipsilateral spastik paresa
Anterior Cord Syndrome Sering karena lesi sekunder arteri spinalis anterior, yang melayani dua-pertiga
daerha ventral mielum Gangguan /hilangnya rasa nyeri dan suhu bilateral Bilateral, awalnya flasid dan arefleksia, kemudian paraparesa spastik (kortiko-
spinalis) Gangguan fungsi bowel dan bladder
23
Gangguan ringan (spared) rasa posisi sendi dan rasa getar
Central Cord Syndrome Siringomieli adanya lubang (cavitation) di bagian tengah korda spinalis, biasnya pada
vertebra cervikalis bawah Gangguan rasa suhu dan nyeri dengan pola seperti contong (‘capelike pattern) di
bahu (sering bilateral karena kerusakan tempat penyilangan serabut spinothalami-kus di komisura substansia alba.
Gangguan kornua anterior menyebabkan kelumphan flasid pada tingkat lesi (biasanya tangan)
Fungsi ekstrimitas bawah dan bagian proksimal ekstrimitas atas masih utuh Gangguan fungsi bowel dan bladder
Subacute Combined Degereration Defisiensi vit B12
“Combined” karena terganggunya traktus kortikosinalis dan kolumna dorsalis Paresa spastik bilateral dan astereognosis, gangguan rasa getar Juga ada hubungannya dengan denga demensia dan neuropati optikusSINDROMA MIDBRAIN
Sken gb.19
Sindroma Parinaud Paralisa lirikan keatas ( paralisis of upward gaze) Gangguan konvergensi Fixed pupil dengan light – near dissociation Convergence –retraction nystagmus
Sindroma Benedikt Lesi nervus oculomotorius: kelumpuhan ipsilateral medial rectus (MR), superior
rectus (SR), superior oblique (SO), inferior rectus (IR) (menyebabkan mata melirik kebawah dan keluar, fixed pupil
Cidera nucleus ruber menyebabkan hyperkinesia anggota badan, korea dan tremor rubra
24
Gangguan rasa posisi sedi dan rasa getar (lemniskus medialis)
Sindroma Weber Disfungsi oculomotorius (CN III) Paraesa kontralateral (kortikospinalis) Disfungsi kortikobulbar dapat menyebabkan berbagai deficit CN kontralateral
SINDROMA PONS
Sken hal 20
Sindroma Pons Inferior Medial Kelemahan kontralateral (kortikospinalis) Kelemahan lirikan ke lateral (CN VI) Terganggunya rasa posisi sendi dan vibrasi (lemniskus medialis)
Sindroma Pons Inferior Lateral Sering akibat oklusi arteria anterior inferior serebelaris Ataksia serebelar (pedunkulus serebeli) Nausea, verigo, berkurangnya pendengaran (nucleus vestibularis) Kelemahan wajah ipsilateral (nucleus fasialis) Hilangnya sensasi wajah ipsilateral (nucleus trigeminus spinalis)
Sindroma Fasikulus Medialis Longitudinalis Kelumpuhan rektus medialis (aduksi) ipsilateral Nistagmus pada mata yang abduksi
SINDROMA MEDULA
25
Sken hal 21
Sindrom Medula Medialis ( Sindrom Dejerine) Sering disebabkan karena oklusi arteria spinalis anterior Kelemahan ipsilateral lidah (CN XII) Paresa spastik kontralateral dengan facial sparing (traktus piramidalis) Tidak dijumpai rasa posisi sendi dan vibrasi kontralateral ( lemniskus medialis)
Sindrom Medula Lateralis ( Wallenberg) Sekunder akibat lesi PICA Ipsilateral hemian-estesia atau nyeri pada wajah (nucleus trigeminus) Ataksia ipsilateral (pedunkulus serebeli) Ipsilateral sindroma Horner ( input simpatetik desendens) Hilangnya / terganggunya rasa nyer dan suhu kontralateral (spinothalamikus) Suara serak, hilangnya reflek muntah, disfagia ( nucleus ambiguous dan nuclei
glosofaringeus)
SISTEM SIRKULASI DARAH
Sken hal 22 dan 23
26
RINGKASAN LOKALISASI ANATOMI
Lokalisasi pada Sistem UMN (Prymidalis)
Prinsip: Tonus meningkat, menyebabkan spastisitas dan hiperefleksia
Tempat Keluhan TandaKorteks Kelemahan berbeda pada
anggota badan dan wajah Keluhan sensoris Gangguan berbahasa, visual atau
atensi
Kelemahan tak sama (missal lengan > wajah dan kaki)
Afasia, hemianopsia, atau hemineglek Ggn. Sensoris primer dan korti-kal Disfungsi kognitif
Korona radiateKapsula inter-na
Perbedaan kelemahan pa-da wajah dan anggota ba-dan
Hanya kelemahan
Kelemahan yang berbeda Ggn.sensoris primer Wajah, lengan dantungkai equal dan
parahBatang otak Kelemahan unilateral atau
bilateral Diplopia, vertigo, disartria atau
Hemiparese parah Disfagia orofaringeal dan ocular Posturing motoric
27
kelemahanKorda spinalis Gangguan langkah
Sulit berjalan Inkontinensia urinae
Wajah tidak ada kelainan Quadriparesa spastik (servikal) atau
paraparesa (thorakal) Level sensorik
Lokalissai pada Sistem LMN
Prinsip: Tonus menurun, menyebabkan flasiditas dan hiporefleksi
Tempat Keluhan TandaKornua ante-rior Kelemahan flasid progresif Wasting, lemah, fasikulasi
Tidak ada gangguan sensorisAkar saraf/ pleksus
Kelemahan anggota badan tunggal dan gangguan sen-sorik
Nyeri leher, punggung , atau anggota badan
Kelemahan pada distribusi pleksus radialis
EMG: denervasi pada otot yang terganggu
Nervus Kelemahan fokal (mono-neuritis) Kelemahan distal (poly-neuritis)
Kelemahan fokal atau distal Atrofi pada daerahbyang terganggu Fasikulasi Hiporefleksia Perlambatan atau rendahnya
amplitude pada kecepatann hantar saraf, denervasi pada EMG
Neuromuscular junction
Kelemahan berfluktuasi Diplopia
Tes edrophonium positif Respons decremental pada repetitive
EMGOtot Kelemahan proximal
Kesulitan menaiki tangga dan menyisir rambut
Nyeri otot
Kelemahan proksimal EMG: polifasik, amplitude ren-dah
pada motor unit
Lokalisasi pada Batang Otak
Prinsip: gangguan saraf kranialis spesifik menuntun lokalisasi lesi
Tempat Keluhan dan TandaMidbrain Terganggunya lirikan kelateral
Kelumpuhan CN 3 (plus kontralateral abductor nystagmus kemungkinan ada internuklear ophtalmoplegia (INO)
Kelumpuhan CN 4 Tanda ggn.motorik kontralateral (hemiparesa kemungkinan
sindrom Weber, ataksia – sindroma Claude, tremor atau korea – sindrom Benedikt
Gangguan / perubahan kesadaran, persepsi atau perilaku (halusinosis pedunkular)
Pons Disartria dan disfagia Hemiparesa /hemisensoriik kontralateral Hilangnya rasa sensorik wajah (CN 5) Ipsilateral gaze palsy (paramedian pontine reticular formation
[PPRF]) atau one – and –half syndromr (PPRF dan median longitudinal faciculus [MLF])
28
Locked –in syndrome (bilateral basis pontis; terkait dengan ocular bobbing)
Nistagmus horizontal (sering pada brachium pontis) Ataksia
Pontomedullary junction Vertiga (CN 8) Disartria Nistagmus horizontal dan vertical Hemisosori dan hemiparesa kontralateral
Lateral medulla (sindroma Wallenberg)
Sindrom Horner ipsilateral Ataxia anggota badan ipsilateral Baal pada ipsilateral wajah dan tubuh kontralateral Ataxia langkah Vertigo, dizziness, mual (CN 8) Disfagia kelumpuhan (CN9, CN10,dan CN 12)
Medial medulla (jarang) Hemiplegia kontralateral Gangguan sensorik kontralateral kolumna posterior Kelemahan lidah ipsilateral (CN 12)
Sken gb. Hal 9 on call neurology
Lokalisasi pada Mielum
Prinsip: lokalisasi dituntun oleh kombinasi traktus yang terganggu
tempat Keluhan dan Tanda Penyebab UtamaHemicord (Brown swequard Syndrome)
Hemiparesa ipsilateral Gangguan sensorik spinothalamikus
kontralatera; Gangguan sensorik kolumna dorsalis
ipsilateral
Trauma penetrasi Kompresi ekstrinsik mielum
Kornua anterior
Palaisa UMN dan LMN Gangguan sensorik spinothalamikus Sparing kolmna posterior
Infark arteria spinalis anterior (sering pada T4 sampai T8)
Central cord Paraparesa Paralisa LMN, wasting dan fasikulasi
di lengan Gangguan sensorik seperti ditribusi
“shawl” (pada daerah servikal)
Syringomyelia Cidera fleksi-ekstensi lehe Tumor intrinsic
Posterior cord Gangguan sensorik proprioseptif dan vibrasi
Baal dan tingling segmental
Kompresi ekstrinsik Defisiensi vitamin B12
Demyelinisasi (Multple sclerosis)
29
Sensasi seperti terikatFroramen magnum
Quadriparesis spastik Nyeri leher dan kaku C2 sampai C$ dan baal wajah bagian
atsa Sindroma Horner ipsilateral Kelemahan ipsilateral lidah dan
muskulus trapezius
Tumor (meningioma , chordoma ) Subluxantio atlantoaxial
Conus medullaris
Saddle back anaesthesia (S2 sampai S5)
Disfungsi sphincter; impotens Nyeri boyok atau rectum Deficit motoric L5 dan S1
( kelemhanan pada kaki dan pergelangan kaki)
Tumor intrinsic Kompresi ekstrinsik mielum
Cauda equina Disfungsi sphincter Paarparesa dengan kelemahan pada
distribus akar saraf multiple Gangguan sensorik paad dermatom
multiple bilateral
Faktor ekstrinsik Meningitis karsinomatosa Arachnoiditis Stenosis spinalis
4 Neuroimajing
PENDAHULUAN
Perkembangan modalitas neuroradiology sejak tahun 1990 menyebabkan kemajuan yang signifikan dalam pemahaman dan diagnose gangguan /kelaianan pada system saraf. Akan tetapi pemeriksaan alat canggih terbaru ini sering membingungkan para dokter spesilais saraf maupun yang non-neurologik Meskipun pada saat ini telah ada pemeriksaan neuroimajing yang canggih, akan tetapi kadang pemeriksaan konvensional radiografik masih aering digunakan baik karena tidak tersedianya neuroimajing canggih atau masih relevan penggunaannya asal sesuai dengan indikasinya
SKULL RADIOGRAPHS
Pada saat ini pemeriksaan radiografi jarang digunakan untuk pemeriksaan, misalnya tidak dapat menggantikan fungsi CT scan pada cidera kepala; bila ada indikasi CT, akan tetapi masih
30
digunakan bila CT tidak ada, akan tetapi sebaiknya secepatnya dirujuk ke tempat yang ada CT scan
Foto polos dapat digunkan untuk visualisasi:
Fraktur Malformasi kongenital tulang tengkorak, Berbagai gangguan developmental, dan Untuk melihat adanya impresi digitatae dan destruksi/erosi os petrosus ,misalnya pada
kenaikan TIKo Ingat; foto polos tidak berguna untuk pemeriksaan nyeri kepala atau
prosesintrakranial
PLAIN RADIOGRAPHS SPINE
Kadang masih digunakan untuk menunjukkan adanya:
Fraktur Tumor tulang (bagaimanapun juga masih mudah dilihat dengan CT atau MRI Penyakit degenerative dan slippage (olisthesis) tulang vertebra Infeksi pada tulang Deformitas skeletal axial Abnormalitas dinamik (abnormal mobilitas atau kurang stabilnya segmen spinal individual;
pemeriksaan merupakan teknik radiologic khusus –“functional studies”
COMPUTED TOMOGRAPHY
Prinsip Dasar
Dengan CT, jaringan dapat dibedakan kemampuannya untuk mengabsorpsi atau mengurangi photon sebagai sinar x-rays melaui pasien. Photon dikumpulkan dengan detector dan kemudia disusun dalam bentuk circumferential
Karakteristik Jaringan
Tulang dan kalsifikasi Kontras Terang Darah (ekstravasasi) Parenkim otak Liquor Serebrospinalis dan edem Lemak Udara Gelap
31
Keuntungan
Sensitive pada darah kut Deteksi akurat untk fraktur tengkorak Imajing lebih cepat diperoleh dari MRI: penting pada pasien yang katastropik atau agitasi Lebih murah dari MRI
Kerugian
Subyek pada artefak tulang – terbatas pada fosa posterior Imajing hanya pada satu tempat Inferior dalam menentukan perbedaan jaringan lunak
Tabel 4-1
TEMUAN CT pada STROKE AKUT
Stadium Temuan CTHiperakute (0-6 jam) Parenkim normal ( kecuali pada infark yang besar tampak
adanya pembengkakan ringan dan hipoattenuasi) Tanda hiperdense arteri serebri medialis
akut Pembenkakan progresif dan hipoattenuasi Hilangnya perbedaan gray – white matter (insula, basal ganglia) Sulcus effacement
Subakut dini (1 hr – 1 mgg.
Pembenkakan progresif/efek masa/herniasi Awitan enhancement ≠transformasi perdarahan
Subakut lanjut Pembengkakan mengurang Infark tampak isodense Contrast enhancement (puncak)
Kronik (> 6 minggu) Efek masa berkurang Hipodensitas Volume hilang Enhancement mengalami pengurangan (kadang)
32
Epidural vs Subdural Hematom
Epiduralo Lentiform atau ukurannya biconvexo Tidak menyilang garis suturao Biasanya sekunder karena kerusakan arteria meningeal medialiso Klinik ada lucid periode yang mengikuti awal trauma
Subdural o Bentuk crescentik (seperti bula sabit)o Menyilang /menyebrangi garis suturao Kersakan akibat bridging vein (misalnya lanjut usia yang jatuh atau pengguna
alcohol)o Cidera dapat relative minor atau telah lampau
MAGNETIC RESONANCE IMAGING
Prinsip Dasar
MRI awalnya meluruskan proton dala jaringan manusia (terutama pada cairan tubuh) didalam medan magnet yang kuat
Pekurusan secara singkat di interupsi melalui pembentuan getaran radiofrequensi. Karakteristik relaksasi proton didalam berbagai jaringan kemudian dicatat /direkam setelah di magnetisasi. Secara spesifik di beri label sebagai berikut:
o T1 (spin-lattice relaxation)o T2 (spin-spin relaxation)o TR (repetition time)o TE (echo time)
Kemungkinan lebih penting untuk mengetahui detailnya bagaimana perekaman dengan pemhaman dasar dengan berbagai variasi TR dan TE, dapat menghasilkan imajing dengan penekanan dua hal yang tersebut awal (misalnya T1 – eighted images [dengan TR dan TE yangpendek] dan T2-weghted images [ TR dan TE yang panjang])
Imajing proton density dikatan pada imajing dengan nilai TR dan TE intermediate Dengan “weighting –pembobotan” iamajing terhadap T1 dan T2, seseorang dapat
memvisualisasikan perbedaan yang tipis antara struktur jaringan lunakdin otak dan daerah yang mengalami kelainan patologik
Dapat dikatakan secara sederhana bahwa T1 baik untuk melihat anatominya (bestdisplay anatomy), sedangkan T2 merupakan petunjuk kelainan patologinya (highlights pathology)
33
FLAIR (fluid attenuated inversion recovery) sequen membedakan standard imajing T2 dengan supresi LSS (tampak hipodense), yang menuntun petunjuk adanya gangguan patologi yang superfisial .Misanya, lesi perivetrikular pada MS tampak lebih jelas dengan cara visualisasi ini
Karakteristik Jaringan
(Tabel 4-2)
Keuntungan
Diferensiasi jaringan lunak lebih jelas Imajing lebih dari satu bidang Resolusi lebih baik pada fossa posterior dan kurang pada artefak tulang Tidak ada ionizing radiasi
Kerugian
Latensi lebih panjang untuk menentukan darah akut Waktu lebih lama Lebih mahal ( kurang tersedia) Kontra indikasi obyek logam, pace maker,
Gambaran MRI pada Stroke Akut
Tanda pertama infark dapat merupkan flow voids, tampak pada daerah dengan pengurangan intensitas sinyal pada imajing T1 weighted
Edema tampak dini dengan sinyal yang terang pada imajing T2 weighted Urutan kasar pecahnya produk ekstravasasi darah sebagai berikut :deoxyhemoglobin
intracellular methemoglobin extracellular methemoglobin hemosiderin Lihat Table 4-3
CT vs MRI pada Berbagai Keadaan Patologis
Lihat Tabel 4-4
DIFFUSION – WEIGHTED IMAGING
Prinsip Dasar
DWI membedakan antara gerakan molekul air (Brownian) antara iskemia dan ja-ringan normal
34
The apparent diffusion coefficient (ADC) berkurang pada jaringan iskemik yang mengalami edem,karena aliran air kedalam ruangan intraseluler, karena gerakan random molekul air terbatas
Daerah ini tampak terang pada DWI dan gelap pada peta ADC.Imajing nilai b lebih diffusion weighted , sehingga, lebih sensitive terhadap iskemia
Penggunaan / Keuntungan
Sensitivitas lebih besar dalam mendeteksi stroke akut dalam waktu 8 jam pertama awitan dibandingkan dengan tradisional T2
Diferensiasi daerah insult kronis dari iskemia yang baru Dapat mendeteksi lesi berukuran kecil – 4 mm Dapat menindentifikasi infark lakuner dan emboli multiple kecil Membedakan stroke dari TIA, kejang dan paralisa postictal, dari sarana diagnoas
lainnya Mengetahui adanya posterior leukoencephalopathy tampak sebagai lesi hiperintens
di lobus osipitalis Berperan dalam menentukan penumbra iskemik atau daerah salvageable tissue Memprediksi ukuran akhir suatu infark.
TABEL 4-3
TEMUAN MRI PADA STROKE AKUT
Stadium Temuan MRIHiperakut (0-6 jam) Kadang dijumpai perubahan (pembengkakan girus ringan
pada Ti weighting, PD) Vascular enhancement Tidak dijumpai flow voids Defek perfusi Perubahan pada imajing diffusion –weighted Perdarahan sulit dilakukan
Akut Hiperinsitas progresif paad PD,T2 weighting Pembengkakan pregresif Perdarahan sulit diketahui
Subakut dini (1 hr-1 mgg) Pembenkakan progresif /efek masa Infark iskemik sekunder Menghilangnya enhancement vascular ± Transformasi perdarahan
Subakut lanjut (1-6 minggu) Pembengkakan diserap Enhancement kontras (mencapai puncaknya) ± Transformasi perdarahan
35
Kronis (>6 minggu) Pembengkakan diserap Hipodensitas Hilangnya volume Enhancement diserap (kadang)
Kerugian
DW1 berbagi kesamaan fisik dengan T2.Sehingga , lesi dengan kenaikan sinyal pada T2 tampak pada DWI1 – suatu fenomena yang dikenal sebagai “ T2 shine through” .Daerah T2 shine through tidak mempunyai kaitan dengan lesi hipotensi pada peta ADC, seperti tampak pada stroke iskemik
Penggunaan klinik terbatas dalam beberapa hari sebelum niali ADC normal kembali Tarktus di white matter sering menyebabkan artefak oleh karena adanya barrie diffusion
pada patologi independen Artefak hiperinstenssering tampak pada sinus paranasales dan lobus frontalis dan
temporalis pada daerah tulang dan udara Mahal /tidak semua senter ada
TABEL 4-4.
KARAKTERISTIK JARINGAN
T1 weighting T2 weighting
Lemak Terang Methemoglobin ektraseluler
Methemoglobin ekstraseluler LSS
Methemoglobin ekstraseluler Edema
Darah yang mengalir Neoplasma
Kontras Abses
White matter Demielinisasi
Gray matter infark akut/subakut
LSS Gray matter
Tulang White matter
Udara Tulang
36
Calcium(dapat tampak terang) Udara
Deoxyhemoglobin Calcification
Hemosiderin Deoxyhemoglobolin
Flow voids Metheboglobulin intraseuler
Infark Hemosiderin
Flow voids
Lemak
Gelap
Setiap pemeriksaan CT scan terkait dengan beban radiasi pada pasien secara kasar dapat disamakan dengan pada pemeriksaan foto thorax.CT lebih murah dari MRI. Perbandingan indikasi dan keuntungan kedua cara pemeriksaan ini dapat dilihat pada Tabel 4.5. dibawah ini
Tabel 4.5
Perbandingan indikasi CT dan MRI Kepala
Lokasi dan tipe pataologi CT MRI
Atropi otak +++ +++ Infark akut ++ +++ Infark lama ++ +++ Lakunar +++ +++ Perdarahan intraparenkim ++ +++ SAH +++ + Aneurisma + ++ Venous thrombosis + +++ Tumor otak (hemisfer serebri) ++ +++ Tumor Pitutari + +++ Metastase otak +++ +++ Meningitis karsinomatosa - ++ Hidrosefalus +++ +++ Cidera kepala +++ ++ Hematoma subdural/epidural akut +++ + Meningoencefalitis ++ +++ Abses ++ +++
37
Kista parasite + +++ Kista arachnoid ++ +++ Fosa Posterior + +++ Patologi white matter + +++ Multiple sclerosis - +++ Sendi atlanto –osipital + +++ Lesi tulang tengkorak +++ +
Oleh karena hal tersebut diatas maka pemilihan pemwriksaan kedua sarana neuroimajing tersebut kita harus mengetahui gambaran patologi yang ingin kita ketahui, selanjuutnya lihat Tabel 4.6.
Tabel 4.6
CT vs MRI pada BERBAGAI PATOLOGIS
INDIKASI CT MRICidera kraniospinal Cidera kepala akut
Cidera vertebra dan korda spinalis
Esesmen perdarahan, e-dem, herniasi,depressed fractures, fraktur dasar tengkorak
Pemeriksaan sejumlah dan besarnya fraktur; pe-nyempitan kanalisspinalis
Sequela lambat cidera (ense-falomalasia, timbunan hemo-siderin)
Kaitannya dg herniasi diskus, hematom epidural; pemeri-ksaan kompresi korda spinalis, edem dan hematomieli
Serebrovaskular akut Stroke;infark serebri;SAH; ICH
AVM;aneurisma
Oklusi venous
Pemeriksaan segera per-darahan pada pasien dg. sindrom “stroke” akut (infark, hematom,SAH)
Sensitive utk.SAH
Esesmen infark fosa posterior atau perdrahan sesudah 24 jam; diffusion –weighted MRI
Esesmen aneurisma yg.belum pecah dg.menggunakan MR atau CT –angio Esemen langsung patensi sinus
venosus sagitalisNeoplasma : Otak (intradan –ekstra ak-sial);
vertebra; dasar teng-korak; metastase
Deteksi kalsifikasi; erosi tengkorak; destruksi dan hiperostosis
Sensivitas terbaik; esesmen ukuran, besaran, dan efeknya pada otak normal dan korda spinalis
Inflamasi daninfeksi Demielinisasi -
Kebanyakan sensitive untuk mendeteksi plak demielinisasi; menentukan plak :aktif”
38
Meningoensefalitis, abses serebri atau serebeler
Ekslusi awal perdrahan, hidrosefalus, herniasi sebelum LP (jangan terlambat utk. melakukan LP pada meningiis
Esesmen lokasi, batas, ventrikulitis (dengan kon-tras); semua meningitides kronik, infeksi mielum
Penyakit neurodegenerative Ekslusi beberapa kasus yang dapat diobati (misalnya hidrosefalus, subdural hema-toma kronis)
Esesmen morfologi terbaik atrofi, penyakit white mat-ter, infark lama, deposit besi
Kista dan hidrosefalus Pemeriksaan follow-up peru-bahan ukuran ventrikel
Esesmen tempat obstruksi ventrikel, me,uasnya kista
Defek kongenital dan tumbuh kembang
Esesmen kalsifikasi, infeksi kongenital
Terbaik uk. menentukan detail anatomi , terutama pada dysplasia kortikal dan kematangan myelin
Mielopati CT plus mielografi hanya ada kontraindikasi MRI atau tidak sarana mri
Semua lesi intrinsic medulla spinali; semua kasus kompresi mielum
Penyakit degenerative verte-bra Stenosis spinalis, degenerasi faset, lesi osseous
Herniasi diskus, stenosis spinalis, postoperative spinal dengan pemberian kontras
ANGIOGRAFI dengan KONTRAS MEDIA RADIOLOGI
A. Conventional neuroangiography Evaluasi aneurisma: harus dilakukan bila direncanakan operasi atau untuk menentukan
adanya SAH Untuk melihat apakah dijumpai adanya SAH sesudah terjadi SAH Untuk menentukan luasnya stenosis vascular lebih tepat Untuk menentukan vaskularitas tumor dan lokasinya untuk tindakan embolisasi Menentukan pilihan terapi AVM Mengevaluasi diseksi karotis
B. Magnetic Resonance AngiographyPrinsip DasarMRA digunkan untuk mengetahui magnetisasi aliran darah, dibandingkan dengan jaringan yang tidak bergerak, untuk menentukan intergritas struktur vaskularnya
Kegunaan /Keuntungan Noninvasive Mendeteksi aneurisma intracranial :sensitivitas untk aneurisma > 5 mm mencapai 90% Pada AVM: untuk mevisualisasikan nidus, feeding arteri, dan draining veins Menentukan luasnya stenosis vascular intra dan ekstrakranial Dapat melihatvdari beberapa sisi
39
Filling defects pada MR vonogram menandakan adanya venous sinus thrombosis
Kerugian:
Overestimation stenosis, termasuk kesulitan untuk membedakan stenosis dari oklusi Kesulitan untuk mevisualisasikan pembuluh darah kecil Tumpang tindih pembuluh darah ----
C. Computed Tomographic AngiographyPrinsip dasarHelical CT sesudah pemberian cepat kontras IV dapat melihat alran darah arterial.Bayangan sirkulasi ekstrakranial dan intracranial dapat diperoleh dalam satu pemeriksaan; dapat diperoleh rekonstruksi multiplanar dan tiga – demensi Kegunaan/Keuntungan: Invasive minimal dan hanya memerlukan injeksi kontras IV ( bila dibandingkan dengan
risiko pada pemeriksaan angiografi konvensional , seperti stroke atau perdarahan) Cost effective (lebih murah bila dibandingkan denagn MRA dan konvensional angiografi) Lebih akurat dari MRA pada evaluasi high grade carotid stenosis dan oklusi, seperti pada
MRA, sering overestimate stenosis sekuner akibat kecepatan aliran darah Iamjing segera didapatkan dan artefak yang begerak bila dibandingkan dengan MRA Mengidentifikasi kalfikasi mural dan membedakan kalsifikasi dari kontras luminal Dapat digunakan pada pasien yang inkomtabel dengan pemeriksaan MR (misalnya ada
hardware metal) Lebih memberikan informasi yang detail ukuran leher, asal pembuluh darah, dan
anatomi sekeliling vaskularisasi dalam mengevaluasi aneurisma bila dibandinkan dengan MRA atau angiografi konvensional
Mengevaluasi patency pembuluh darah pada stroke akut Memberikan informasi anatomi jaringan lunak, pembuluh darah dan struktur osseous Kerugian: CT angiografi memerlukan kontras IV dan relative kontraindasi pada pasien dengan
insufisiensi ginjal dan pada pasien yang berisiko contrast nephrotoxicity Resolusi spasial dan temporal kurang dari angiografi konvensional
MYELOGRAPHY dan RADICULOGRAPHI
40
Tabel 4. 7. Indikasi mielografi kontras dibandingkan dengan teknik imajing lainnya
Kondisi Radigrafi polos CT MRI Kontras mie-lografi, radi-kulografi, mielo-CT
Catatan
41
Nyeri tanpa deficit neuro-logi
Klinik lokali-sasi radikulo-pati
Klinik terbukti radikulo teta-pi CT tak jelas
Suspek radi-kulopati, te-tapi segmen-tal tak jelas
Suspek kom-presi spinal
Suspek stenosis spinal
Klinik terbukti stenosis spinall
Suspek mielo-pati akibat spondilosis servikal
Suspek myeli-tis atau de-mielinisasi
++
++
+++
+
++
++
+
++
+++
+++
+++
++
+++
+++
++
+++
+
Film polos mungkin ber-guna,misal-nya pada tu-mor vertebra
+++ = Penelitian adekuat untuk diagnosis
++ = penelitian pada umumnya berguna
+ = penelitian : kadang bermanfaat
42
TRANSCRANIAL DOPPLER
Digunakan untuk mendetksi vasospasme yang mrupakan koplkasi SAH Mendetesi perdarahan otak pada bayi premature Sarana untuk mendiagnosa abnormalitas kongenital dan neoplasma pada pediatric Intraoperative , TCD digunakan untuk memonitor kecepatan aliran darah ( untuk
memperkirakan aliran darah) dan gas atau emboli.Contoh: mencakup endarterektomi karotis dan kardiopulmonari by pass
Peranan dalam mendeteksi dan memonitoring stenosis intracranial pada arteri besar, aneurisma dan AVM
Bermanfaat untuk menentukkan masa intraocular dan lesi retina, juga carotid cavernosous sinus fistula
Memprediksi risiko stroke pada anak dengan sickle cell anemia
FUNCTIONAL NEUROIMAGING: PET dan SPECT
Prinsip Dasar
PET: pemeriksaan imajing funsional untuk menghubungkan aktivitas uptake glukosa dan metabolism dengan mengukur (sering dilakukan) 18F-deoxyglucosa, suatu positron-emitting nucleotide
SPECT: pemeriksaan uptake gamma releasing radionucleotide (e.g.hexamethylpropylne-amineoxime (HMPAO) untuk mengukur aliran darah
43
Penggunaan:
Epilepsi: dengan SPECT, focus kejang menunjukkan adanya kenaikan aliran darah selama aktivitas kejang (ictal SPECT) tetapi aktivitas berkurang pada periode interiktal. Imajing dengan PET menunjukkan rata rata metabolism dalam jangka waktu panjang.Lesi lobus temporalis menampakkan aktivitas kejang tampak gelap (hipometabolisme). Cara cara ini digunakan bilamana dijumpai ketidak sesuaian antra temuan EEG dan MRI dan untuk menentukan lokasi sebelum pemedahan
Neoplasma: pada umumnya , lesihigh grade (seperti glioma) menunjukkan adanya meta-bolism yang tinggi.Neuroimajing fungsuonal ini mungkin bermanfaat membedakan nekrosis akibat radiasi dengan kekambuhan tumor
Demensia: dengan menentukkan daerah hipometabolism, seseorang dapat membedakan penyakit Alzheimer, dementia multi-infark, demensia fronto-temporal, demensia Lewy bodies , dan penyebab lainnya
DIFERENSIAL DIAGNOSA LESI BERDASARKAN LOKALISASI
Cerebellopontine Angle Masses : Masa di Sudut Serebelopontin
Schwanoa akustik Meningioma Epidermoid Aneurisma Epidermoid Aneurisma Paraganglioma Metastase Astrositima Kista arachnoid
Pineal Region Masses : Masa di Daerah Pineal
Tumor sel pineal Germinoma Teratoma Dermoid Meningioma Glioma tektal Astrositoma
44
Sellar Masses : Masa di Sela
Adenoma pituitary Kranipharingioma Meningioma Kista Rathke’s cleft Aneurisma Glioma (optic atau hypothalamus) Granulomatosis ( terutama sarkoid) Infeksi (abses, tuberculosis,sistiserkosis) Vascular: hematoma,AVFM,aneurisma
White Matter Lesions= Lesi di Substansia Alba
MS Infeksi:HIV, progressive multifocal lukoencephalopathy (PML), subacute sclerosing panence-
phalitis (SSPE), penyakit Lyme HTN Vaskulitis Migren Acute disseminating encephalomyelitis Leukodisystrophia Radiasi Obat dan Racun
Posterior Fossa (Dewasa);
Metasase Masa di Cerebelopontine angle (CPA) Subepidimoma Hemangioblastoma Pailoma pleksus koroideus
Foramen Jugularis
Tumor glomus jugularis Choleosteatoma Schwannoma Meningioma Tumor nasaopharynx
45
Korpus Kallosum
Fistula karitis kavernosa dan aneurisma Thrombosis sinus kavernosus dan hemangioma Chondroma Meningioma Sindroma Tollosa – Hunt
Ventrikel
Meningioma Papilloma pleksus ahoroid Epidimoma dan subepidimoma Astrositoma Metastase Kista kolloid Kraniopharyngioma Astrositoma sel Giant Meduloblastoma oligodendroglioma
5 SARANA NEURODIAGNOTIK LAINNYA
LUMBAL PUNKSI
indikasi
Evaluai diagnostic cairan serebrospinalis (CSF) Menyuntikan berbagai bahan kedalam cairan serebrospinlais (misalnya kontras media,
antibiotic, kemoterapetika) Drainase cairan serebrospinal
Kontraindikasi
46
Bila dicurigai atau terbukti adanya tekanan intracranial yang meningkat atau ada masa intracranial
Infeksi ditempat punksi Antikoagulan, gangguan perdarahan, atau hitung platelet <50 K
Apa yang harus dikatakan pada Pasien
“Spinal taps” – pengambilan cairan liquor sering menakutkan pasien, berikan keterangan yang jelas
Prosedur ini biasanya tidak menyakitkan dan risikonya tidak seperti dibayangkan pasien ‘Proper positioning’ – letak posisi pasien harus dalam posisi yang tepat mungkin: tuntunlah
pasien anda
Anatomi
Dewasa, medulla spinalis biasnaya berakhir diantara L1 dan L2; bila dilakukan LP tujuannya untuk memperoleh cairan dari sisterna lumbalis dibawah level tersebut
Punksi dapat pula dilakukan pada level L3/L4, L4/L% (terbanyak) atau L5S1 Garis yang menghubungkan posterior superior iliac crerts – krista iliaka posterior superior
(interkrista) menyilang pada prosesus spinosus ruangan L4 atau ruangan L4/L5
Peralatan
Jarum LP steril Spuit – syringe, dengan jarum suntik terkecil, local anestesi (kadang diperlukan) Sarung tangan steril Masker dan googlesProcedur Mintalah informed consnt Mintalah bantuan paramedik Posisikan pasien dengan posisi lateral decubitus dengan punggungnya dekat dengan tepi
tempat tidur.Mintalah pasien untuk menekuk lututnya keperutnya dan memfleksikan kepalanya ke dada semaksimal mungkin . Mungkin pasien membutuhkan bantuan untuk tetap menjaga posisi tersebut
Palpasi daerah garis interkrita.Lokasi dan tandai pada antar ruang L-4 / L-5 Kenakan sarung tangan steril Bersihkan daerah yang akan di punksi Berikan local anestesi dengan jarum nomor 25; dan bila membutuhkan anestesi lebih dalam
laukan dengan jarum nomor 22 Punksi kulit dengan jarum spinal (stilet masih pada tempatnya), posisi keatas ( atau parallel
dengan aksis tubuh).Tempatkan jarum diantara vertebra, dengan ujungnya mengarah
47
kekepala (cephalad) kita kira 15-30 derajat ( kea rah umbilicus) , parallel dengan lantai. Akan terasa bila jarum mencapai ruangan subarachnoid. Tarik styletnya dan lihat aliran liquornya. Bila perlu putar jarum punksi pelan pelan. Bila punksi gagal, pasang kembali stylet dan bila terkena tulang tarik kembali 1-2 cm dan lakukan kembali.
Bila aliran LSS keluar, pasang manometer untuk mengukur tekanan liquor (normal 70-180 mm). tamping 3-4 cc setiap tabung; bila perlu pemeriksaan sitologi diperlukan cairan liquor lebih banyak
Pasang kembali styletnya dan tariklah jarum LP Tempatkan bebat pada tempat punksi Laporkan hasil punksi ( berhasil ataub tidak) Intruksikan pasien tetap berbaring selama 4-6 jam Kirimkan tabung yang berisi liquor :
1. Untuk pemeriksaan sel / hitung sel2. Pemeriksaan glukosa dan proten ( kualitatif =Nonne : bentuk cincin) dan Pandy dan :
kekeruhan ; dan kuantitatif )3. Pengecatan Gram, Tinta India, dan kultur4. Simpan cairan ekstra bila diperlukan. Bila pengambilan liquor traumatic; tabung
keemapt diperlukan untuk penghitungan sel kedua
Komplikasi
Nyeri kepala spinal –cegah posisi duduk (berikan analgetika /cafein) Cidera pada akar saraf Herniasi Perdarahan pada ruang subdural atau ruang subarachnoid Meningitis
Prinsip Dasar
Setiap electrode pada scalpmengukur suatu voltase, dan mesin EEG mengukur perbedaan diantaranya. Perbedaan voltase ini di amplifikasikan dan kmudian di komunikasikan ke computer atau pena perekaman.
Nomenklatur EEG
GAMBAR 5-1 HAL 41
48
Montageo Montage referensial: membandingkan voltase dari scalp elektroda yang aktif dan
elektroda inaktif, biasanya discalp atau telingao Bipolar montage: mencatat perbedaan antara dua scalp elektroda aktif. Gambar
dibawah merupakan contoh bipolar montage Polaritas Conventional tracing state bila masukan voltase dari elektoda 2 relatif positif bila
dibandingkan dengan elektroda 1 , kemudian pena akan difleksi keatas
Fz - Cz-50 -25
Sebaliknya bila elektroda 2 relatif negatif dibandingkan dengan elektroda 1, kemudian pena akan defleksi kebawah
Fz - Cz
-50 -100 Perlu diingat bahwa amplituda defleksi lebih besar pada contoh kedua, perbedaan
elektroda absolut lebih besar (50 µ) dari pada contoh kedua (25 µ V) . Suatu jembatan keledai – mnemonic – bila elektroda 2 positif , kemudian defleksi keatas adalah up, bila mana elektroda 2 relatif negatif, pena akan defleksi kebawah, deflection is down
Dasar interpretasi EEG Hal yang aan dibahas berikut ini adalah petunjuk yag disederhanakan dengan pendekatan
bertahap bagaimana caranya membaca EEG:a) Lihatlah dan idetifikasi irama dasarb) Lihatlah dan identifikasi gambaran /pola abnormalc) Lokalisasikan pola abnormal tersebutd) Jangan lupa tentukan apakah rekaman EEG tersebut cukup baik atau banyak
terekam artefak
Latarbelakang Ritme Aktivitas listrik primer otak adalah merupakan irama dasar Ritme ini pada umumnya ada hubungannya dengan eksitabilitas system saraf dan
diklasifikasikan sesuai dengan frekuensinya (diekspresikan dalam Hz)Gelombang Alpha
Gelombang Beta
49
Gelombang Theta
Gelombang Delta
Gelombang Mu
Stadium Tidur Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IV
REM Sleep
Pola AbnormalGelombang Lamabt
Paroksimal
Lokalisasi
Referential
Bipolar
EVOKED POTENTIAL
INTRODUKSI ELEKTROENSEFALOGRAFI
50
EVOKED POTENTIAL
ELETROMYOGRAFI
NERVE CONDUCTION STUDIES
6 STROKE
51