naskah publikasi - jurnal.umrah.ac.idjurnal.umrah.ac.id/.../2017/07/jurnal.pdf · implementasi...
TRANSCRIPT
IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN
NOMOR 51 TAHUN 2015
TENTANG LARANGAN IMPOR PAKAIAN BEKAS
( Studi Pasar Rombengan Tanjung Balai Karimun tahun 2016)
NASKAH PUBLIKASI
Oleh
ADELIA FITRI
NIM.130565201068
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
1
SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Yang bertanda tangan dibawah ini adalah Dosen Pembimbing Skripsi mahasiswa yang
disebut dibawah ini :
Nama : ADELIA FITRI
NIM : 130565201068
Jurusan/ Prodi : Ilmu Pemerintahan
Alamat : KM.7 Perumahan Mekar Sari Blok A No.1
Nomor Telp : 0856 6825 5518
Email : [email protected]
Judul Naskah : Implementasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51
Tahun 2015tentang Larangan Impor Pakaian Bekas
Menyatakan bahwa judul tersebut sudah sesuai dengan aturan tata tulis naskah ilmiah dan
untuk dapat diterbitkan.
Tanjungpinang, 19 Juli 2017
Yang menyatakan,
Dosen Pembimbing I
Afrizal,S.Ip,M.Si
NIP. 198304032015041001
Dosen Pembimbing II
Handrisal,S.Sos,M.Si
Nip.198802202015041002
2
IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN
NOMOR 51 TAHUN 2015
TENTANG LARANGAN IMPOR PAKAIAN BEKAS
( Studi Pasar Rombengan Tanjung Balai Karimun tahun 2016)
ADELIA FITRI
AFRIZAL,S.IP,M.SI
HANDRISAL,S.SOS,M.SI
Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji
Abstrak
Tren pakaian bekas impor sedang menjadi primadona semua kalangan dengan harga yang
murah namun berkualitas, tapi kenyataan dilapangan pakaian bekas impor merupakan komoditi
yang dilarang untuk diimpor ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib
dimusnahkan memasuki wilayah Indonesia. Pakaian bekas impor yang masuk kedalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia masuk secara illegal karena sebagian besar wilayah
perbatasan di Indonesia masih merupakan daerah yang memiliki akses pelabuhan ilegal dan
dimanfaatkan oleh oknum untuk memasukan produk impor second disisi lain Tanjung Balai
Karimun harga jual produk dari dalam negeri baru dengan harga yang tinggi. Di Tanjung Balai
Karimun tepatnya pasar rombengan masih menjual produk second impor seperti tas, sepatu,
bedcover, gorden khususnya pakaian bekas. Peraturan pemerintah yang mengeluarkan peraturan
menteri nomor 51 tahun 2015 tentang larangan pakaian bekas impor.
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan implementasi peraturan menteri nomor 51
tahun 2015 tentang larangan pakaian bekas impor dan mendeskripsikan faktor
keberhasilan/kendala implementasi peraturan menteri perdagangan tentang larangan pakaian bekas
impor. Dengan menggunakan teori Van Horn dan Van Meter . Metode didalam penelitian ini yaitu
metode deskriptif kualitatif dengan informan berjumlah 14 orang dengan informan penelitian
menggunakan teknik sampling bola salju
Hasil penelitian ditemukan bahwa dalam penelitian ini yaitu implementasi peraturan
menteri perdagangan nomor 51 tahun 2015 tentang larangan impor pakaian bekas di
implementasikan namun dilapangan masih ditemukan peredaran pakaian bekas impor khususnya
di pasar rombengan Tanjung Balai Karimun hal ini disebabkan karena pemerintah daerah yang
memilih untuk tidak mengambil tahu dengan keberadaan pakaian bekas impor serta kurangnya
koordinasi saat patroli dalam penjagaan titik pelabuhan ilegal.
Kata kunci : implementasi, peraturan menteri, pakaian bekas impor
3
Abstract
The trend of imported used clothing is being the belle of all circles with cheap but
quality price, but the reality of imported used clothes is a commodity that is prohibited to be
imported into the territory of the Unitary State of the Republic of Indonesia and must be destroyed
into Indonesian territory. Imported clothing imported into the territory of the Unitary State of the
Republic of Indonesia entered illegally because most of the border areas in Indonesia are still
areas that have access to illegal ports and used by unscrupulous people to import second products
on the other side Tanjung Balai Karimun selling price of new domestic products With a high price.
In Tanjung Balai Karimun precisely rombengan market still sells second import products such as
bags, shoes, bedcover, curtains especially used clothing. The government regulation issuing
ministerial regulation number 51 of 2015 concerning the ban on imported used clothing.
The purpose of this study is to describe the implementation of Ministerial Regulation
No. 51 of 2015 on the ban on imported used clothing and to describe the success factors /
obstacles of the implementation of the trade minister's regulation on the ban on imported used
clothing. By using the theory of Van Horn and Van Meter. The method in this research is
descriptive qualitative method with informant amounted to 14 people with research informant
using snowball sampling technique
The results of the research found that in this research the implementation of the
regulation of the Minister of Trade No. 51 of 2015 on the ban on import of used clothing in the
implementation but the field is still found circulation of imported used clothing especially in
Tanjung Balai Karimun rombengan market this is due to local governments who choose not to
take out With the presence of imported clothing as well as lack of coordination while patrolling
illegal harbor ports.
Keywords: implementation, ministerial regulations, import used clothing
4
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tren pakaian bekas impor karena
adanya barang yang berkualitas namun di
dapat dengan harga yang murah. Pakaian
bekas impor sasaran yang menyasar
Indonesia sebagai negara kepulauan tidak
menjadi terkecuali dalam bisnis pakaian
bekas impor. Pengimporan pakaian bekas di
Indonesia sering terjadi di daerah perbatasan
yang sangat dekat secara geografis dengan
negara tetangga yaitu Singapura dan
Malaysia sebab banyaknya akses pelabuhan
tikus. Indonesia sudah mempunyai peraturan
yang mengatur pelarangan pengimporan
pakaian bekas di Indonesia sesuai dengan
Peraturan Menteri Perdagangan nomor 51
tahun 2015 tentang larangan impor pakaian
bekas pasal 2 menyebutkan :
“Pakaian bekas dilarang untuk diimpor
kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia”.
Pelabuhan menurut Marolop Tanjung
(2010:381) adalah tempat yang terdiri dari
daratan dan perairan disekitarnya dengan
batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintah dan kegiatan ekonomi yang
digunakan sebagai tempat bersandar dan
berlabuh barang-barang impor dan
penumpang yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan penumpang. Pengertian impor
menurut peraturan menteri nomor 51 tahun
2015 pasal 1 ayat 1 bahwa :
“Impor adalah kegiatan memasukan
barang kedalam daerah pabean”.
Dalam kasus pakaian bekas impor
yang terjadi kabupaten Karimun bagi
pemerintah merupakan pisau bermata dua,
yaitu memenuhi kebutuhan masyarakat
namun disisi lain karena Kabupaten
Karimun merupakan bagian NKRI maka
harus mengikuti peraturan yang diturunkan
oleh pusat. Pada keterangan perundangan-
undangan serta peraturan menteri telah
memberikan kejelasan terhadap peraturan
yang cukup tegas pada Permendagri nomor
51 tentang larangan impor pakaian bekas
pasal 2 menyebutkan :
“ Pakaian bekas dilarang untuk
diimpor ke dalam wilayah Negara Kesatuam
Republik Indonesia”.
Namun pada kenyataan di lapangan
tepatnya pasar Rombengan masih ditemukan
peredaran pakaian bekas impor dan
melakukan transaksi jual–beli pakaian bekas
impor di Kabupaten Karimun Provinsi
Kepri. Secara mekanisme yang dilakukan
para pedagang ialah memasukan barang ke
wilayah pabean tanpa melakukan
mekanisme impor resmi.
5
Penjelasan umum yang menunjukan
tindakan ilegal yang tidak sesuai dengan
mekanisme impor legal yang dilakukan
oknum pakaian bekas impor di Tanjung
Balai Karimun dengan jalur laut pelabuhan
tikus yaitu berawal dari tersedianya pakaian
bekas di luar negeri yang di sambut baik
oleh oknum dalam negeri yang klasifikasi
pelaku yang mengambil keuntungan dibalik
pelanggaran pelaksanaan peraturan menteri
nomor 51 tahun 2015 .
Klasifikasi yang terlibat pakaian bekas
impor
1. Pedagang yang berdagang pakaian
bekas impor di pasar rombengan
2. Pemilik modal yang mengimpor
pakaian bekas impor pasar rombengan
3. Pemilik pelabuhan kecil di Tanjung
Balai Karimun
4. Ojek pengangkut pakaian bekas impor
5. Kapal pengangkut pakaian bekas
impor
Penelitian terdahulu oleh Ul
Kharimah (2015:2) motivasi masyarakat
membeli pakaian bekas dipasar senapelan
pekanbaru menjelaskan beberapa hal yang
membuat pakaian bekas impor diminati
masyarakat sebagai berikut :
1. Kualitas. Rata-rata pakaian bekas
impor dalam kondisi yang sangat
bagus, mempunyai merk-merk
luar ternama
2. Model pakaian bekas masih
merupakan model terbaru
3. Harga pakaian bekas impor sangat
miring, biasanya untuk satu buah
kemeja bermerk terkenal jika kita
membeli di swalayam atau di mall
harganya bisa mencapai rp
200.000-rp 300.000, jika membeli
pakaian bekas bisa mendapatkan
satu kemeja dengan model dan
merk yang sama dengan harga rp
30.000
4. Kebutuhan baju berkualitas
dengan harga miring.
Inkonsistensi peraturan menteri
perdagangan jelas menjauhkan implementasi
kebijakan dari cita utamanya yaitu kebijakan
larangan masuknya pakaian bekas impor ke
dalam wilayah indonesia. Fakta dilapangan
menunjukan bahwa perkembangan dan
persaingan dalam dunia usaha semakin ketat
dan tidak sehat sehingga tidak sedikit pelaku
usaha hanya mengejar dan meraup untung
yang sebesar-besarnya tanpa memperhatikan
kode etik bisnis yang memperhatikan mutu
dan jasa yang mereka suguhkan. Kondisi
tersebut sangat merugikan konsumen secara
finasial maupun kesehatan.
6
Kemudian dalam penelitian terdahulu
oleh Puspitasari (2013:2) tentang penegakan
hukum terhadap perdagangan pakaian bekas
impor ditugu pahlawan kota surabaya,
menyebutkan bahwa penegakan hukum yang
dilakukan oleh dinas perindustrian dan
perdagangan kota surabaya terhadap
perdagangan pakaian bekas impor tidak
berjalan secara optimal, hal ini karena dinas
perdagangan dan perindustrian Surabaya
belum melakukan edukasi dan sosialisasi
kepada pedagang pakaian bekas impor yang
dapat membahayakan kesehatan konsumen,
selain itu belum ditegakannya hukum yang
meliputi pengawasan dan sanksi terhadap
peredaran pakaian bekas impor yang
diperdagangkan pedagang pakaian bekas
impor.
Peneliti mengambil penelitian pada
tahun 2016 dikarenakan telah cukupnya
masa waktu peraturan menteri perdagangan
nomor 51 tahun 2015 untuk di teliti sebab
sudah lebih dari 12 bulan dan dapat diamati
melalui dampak dikeluarkan peraturan
menteri perdagangan tersebut terhadap
perdagangan impor pakaian bekas dan masih
terjadinya aktifitas perdagangan pakaian
impor yang mana para pedagang mengaku
berulang-ulang kali melakukan impor
pakaian bekas dari negara tetangga karena
kemudahaan akses mendapatkan pakaian
bekas impor dan diperdagangkan di pasar
rombengan selama tahun 2016 hingga
sekarang.
Masalahnya yaitu suatu
penyimpangan dari apa yang seharusnya
yang terjadi yaitu permendag nomor 51
tahun 2015 tentang larangan impor pakaian
bekas yang tidak didukung dengan
terlaksananya proses penjualan-pembelian di
pasar rombengan yang menjual pakaian
bekas impor secara terang-terangan
meskipun telah dikeluarkan peraturan
menteri nomor 51 tahun 2015 di Tanjung
Balai Karimun mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian sebab harus dilakukan
penelitian mengapa tidak bisa
mengimplementasikan peraturan menteri
perdagangan nomor 51 tahun 2015 tentang
larangan pakaian bekas impor sehingga
kegiatan penjualan masih berlangsung dan
berpusat di pasar Rombengan Tanjung Balai
Karimun dan topik usulan penelitian dengan
judul: “Implementasi peraturan menteri
perdagangan nomor 51 tahun 2015 tentang
larangan impor pakaian bekas (studi pasar
Rombengan Tanjung Balai Karimun tahun
2016 ).
2. Rumusan Masalah
Permasalahan yang telah dijelaskan
di latar belakang, implementasi peraturan
menteri perdagangan nomor 51 tahun 2015
7
tentang larangan impor pakaian bekas oleh
karena itu penulis merumuskan masalah
yang akan di teliti, yaitu :
“Bagaimana implementasi
peraturan menteri perdagangan tentang
larangan impor pakaian bekas (studi pasar
Rombengan Tanjung Balai Karimun tahun
2016)?”
3. Tujuan dan kegunaan Penelitian
a. Untuk mengetahui implementasi
peraturan menteri perdagangan
tentang larangan impor pakaian
bekas (studi pasar rombengan
Tanjung Balai Karimun tahun
2016)
b. Untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi implementasi
peraturan menteri perdagangan
nomor 51 tahun 2015
c. Di harapkan mampu menjadi bahan
masukan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya terhadap
ilmu pemerintahan.
d. Di harapkan dari hasil penelitian
akan dapat dijadikan informasi dan
kerjasama bagi berbagai instansi
yang terlibat didalamnya di
pemerintahan daerah tentang
implementasi permendag nomor 51
tahun 2015
e. Untuk dasar keputusan dalam upaya
memecahkan masalah yang timbul
sebagai tujuan praktis.
f. Untuk menjadi referensi bagi
peneliti selanjutnya yang
membahas kajian yang sama.
B. LANDASAN TEORI
1. Kebijakan Publik
Istilah kebijakan publik merupakan
terjemahan dari bahasa inggris, yaitu public
policy. Kata policy ada yang menerjemahkan
menjadi “kebijakan” dan ada juga yang
menerjemahkan menjadi “kebijaksanaan”.
Meskipun belum ada kesepakatan bahwa
policy di terjemahkan menjadi “kebijakan”
atau “kebijaksanaan”, cenderung untuk
policy digunakan istilah kebijakan. Oleh
karena itu, public policy diterjemahkan
menjadi kebijakan publik. Menurut Thomas
R Dye dalam Anggara (2014: 35 ),
kebijakan publik adalah
“public policy is whatever the
government choose to do or not to do”
(kebijakan publik adalah apapum pilihan
pemerintah untuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu)”.
Menurut Wiliam Dunn dalam
Winarno (2015:77) ada empat ciri pokok
masalah kebijakan anatara lain yaitu :
1. Saling ketergantungan. Masalah-
masalah kebijakan dalam satu bidang
mempengaruhi masalah dibidang
lain. Pada kenyataannya, seperti yang
8
dikatakan oleh ackoff, masalah-
masalah kebijakan merupakan
kesatuan yang berdiri sendiri, namun
merupakan sistem yang berdiri
messes, yaitu suatu sistem kondisi
eksternal yang menghasilkan
ketidakpuasan diantara segmen-
segmen masyarakat yang berbeda.
2. Subyektivitas. Kondisi eksternal yang
menimbulkan suatu permasalahan
yang di definisikan, diklasifikasikan,
dijelaskan dan dievaluasi secara
selektif. Masalah kebijakan adalah
suatu hasil pemikiran yang dibuat
pada suatu lingkungan tertentu,
masalah tersebut merupakan elemen
dari suatu masalah yang
diabstraksikan dari situasi tersebut
oleh analisis proses melibatkan
analisis pengalaman-pengalaman
subyektif yang berlaku.
3. Sifat buatan. Masalah-masalah
kebijakan hanya mungkin ketika
manusia membuat penilaian
mengenai keinginanannya untuk
mengubah beberapa situasi masalah.
Masalah kebijakan merupakan hasil
penilaian subyektif manusia, masalah
kebijakan itu juga bisa diterima
sebagai definisi-definisi yang sah dari
dari kondisi sosial yang berlaku,
dipahami, dipertahankan dan diubah
secara sosial.
4. Dinamika masalah kebijakan. Ada
banyak solusi yang bisa ditawarkan
untuk memecahkan masalah
sebagaimana terdapat banyak definisi
terhadap masalah-masalah tersebut.
Cara pandang orang terhadap
masalah pada akhirnya akan
menentukan solusi yang ditawarkan
untuk memecahkan masalah tersebut.
Kebijakan adalah isi yang menjadi
komitmen kebijakan ,sedangkan pelaku
kebijakan disebut pula stakeholder. Adapun
yang dimaksud dengan lingkungan adalah
keadaan sosial politik, sosial budaya, sosial
ekonomi, pertahanan dan keamanan,
kehidupan lokal, nasional, regional dan
internasional. Menurut Dye dalam Faried
Ali (89:2012) terlihat sub sistem stakeholder
atau para pelaku kebijakan berinteraksi
langsung secara timbal balik dalam
pengertian stakeholder yang mempengaruhi
kebijakan. Artinya para pelaku kebijakan
terhadap lingkungan berpengaruh,
mengendalikan, merencanakan, mengatur
dan bisa mungkin memaksakan
kehendaknya, sebaliknya lingkungan akan
mempengaruhi pemikiran pelaku kebijakan,
memberi warna dengan apa yang telah
9
dilakukan oleh para pelaku kebijakan dan
bisa mungkin akan dapat menentukan dan
dapat memaksakan kehendaknya terhadap
pelaku kebijakan.
2. Prinsip-prinsip kebijakan Publik
Kebijakan publik dalam praktik
kenegaraann dan kepemerintahan, menurut
Nugroho (2014:39) pada dasarnya terbagi
dalam tiga prinsip, yaitu :
a. Cara merumuskan kebijakan publik (
formulasi kebijakan)
b. Cara kebijakan publik di
implementasikan
c. Cara kebijakan publik di evaluasikan.
3. Tingkatan Kebijakan
Secara umum, menurut Said Zainal
Abidin dalam Anggara (2014:41), kebijakan
dapat dibedakan dalam tiga tingkatan yaitu
sebagai berikut :
a. Kebijakan umum adalah kebijakan
yang menjadi pedoman atau petunjuk
pelaksanaa, baik yang bersifat positif
maupun yang bersifat negatif, yang
meliputi keseluruhan wilayah atua
instansi yang bersangkutan
b. Kebijakan pelaksanaan adalah
kebijakan yang menjabarkan
kebijakan umum. Untuk tingkat
pusat, peraturan pemerintah tentang
pelaksanaan suatu undang-undang
c. Kebijakan teknis adalah kebijakan
operasional yang berada di bawah
kebijakan pelaksanaan.
C. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan penelitian deskritif kualitatif,
yang menggunakan satu variabel yang
menceritakan penelitian dan menganalisa
serta untuk menggambarkan fenomena
realitas sosial yang ada di masyarakat yang
menjadi objek penelitian, dan berupaya
menarik realitas itu kepermukaan sebagai
suatu ciri dan karakter, sifat, model, tanda
atau gambaran tentang kondisi, situasi,
fenomena tersebut peneliti berupaya mencari
fakta sesuai dengan ruang lingkup judul
penelitian.
Menurut Strauss dan Corbin (19:2014)
yang dimaksud dengan penelitian kualitatif
adalah jenis penelitian yang menghasilkan
penemuan-penemuan yang tidak dapat
dicapai (diperoleh) dengan menggunakan
prosedur-prosedur statistik atau cara-cara
lain dari kuantifikasi (pengukuran).
Lokasi penelitian ini dilakukan di
pasar Rombeng yang beralamat di jalan
Setia Budi Tanjung Balai Karimun, tepatnya
di gedung utama pasar Rombengan dengan
10
pertimbangan lokasi ini merupakan tempat
masyarakat membeli pakaian bekas yang
berassal dari berbagai negara. Alasan
peneliti memilih tempat ini karena pasar ini
terkenal dengan pusat penjualan pakaian
bekas.
Informan penelitian kualitatif
pemilihan informan dengan maksud tidak
selalu menjadi wakil dari seluruh objek
penelitian, tetapi yang penting informasi
memiliki pengetahuan yang cukup serta
mampu menjelaskan keadaan sebenarnya
tentang objek penelitian.
Teknik sampling bola salju
didefinisikan sebagai teknik untuk
memperoleh beberapa informan dalam
organisasi atau kelompok yang terbatas dan
yang dikenal sebagai teman dekat atau
kerabat, kemudian informan tersebut
bersedia menunjukan teman-teman atau
kerabat lainnya, sampai peneliti menemukan
kontelasi persahabatan yang berubah
menjadi suatu pola-pola sosial yang lengkap.
Prosedur snowball dikenal sebagai
prosedur “Rantai Rujukan” atau juga
prosedur Networking, dalam prosedur ini,
dengan siapa peserta atau informan pernah
dikontak atau pertama kali bertemu dengan
peneliti adalah terpenting untuk
menggunakan jaringan sosial mereka untuk
merujuk peneliti peneliti kepada orang lain
yang berpotensi berpartipasi atau
berkontribusi dan mempelajari atau memberi
informasi kepada peneliti.
Prosedur snowball sering digunakan
untuk mencari dan merekrut “ informan
tersembunyi”, yaitu kelompok yang tidak
mudah diakses para peneliti melalui strategi
pengambilan informan lainnya.
Teknik dan alat pengumpulan data
yang berupa informasi , dalam buku
penelitian kualitatif menurut Burhan Bungin
(2007:143) teknik-teknik kualitatif
pengumpulan daranya berupa :
a. Wawancara Mendalam
b. Observasi partisipasi
c. Dokumen
Menurut Bogdan & Biklen dalam
Burhan Bungin ( 2007 : 149 ) mengatakan
analisis data kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan :
a. bekerja dengan data
b. mengorganisasikan data
c. memilah-milahnya menjadi satuan
yang dapat dikelolah
d. menyintesiskannya
e. mencari dan menemukan pola
f. menemukan apa yang penting dan
apa yang dipelajari
11
g. memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain
Metode teknik analisis kualitatif adalah
alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data dan sekaligus juga adalah alat analisis
data.
D. PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana implementasi
peraturan menteri perdagangan nomor 51
tahun 2015 tentang larangan impor pakaian
bekas dan faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi peraturan menteri nomor 51
tahun 2015 tentang larangan impor pakaian
bekas. Implementasi menurut teori Van
Meter dan Van Horn dalam Anggara
(2014:232) merupakan tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh individu/pejabat atau
kelompok pemerintah atau swasta yang
diarahkan pada tercapainya tujuan yang
telah digariskan dalam keputusan kebijakan.
Dalam hal ini keputusan kebijakan
yaitu peraturan menteri perdagangan tentang
larangan pakaian bekas impor, untuk
mengetahui bagaimana peraturan menteri
perdagangan mengenai larangan impor
pakaian bekas dijalankan melalui tindakan-
tindakan yang diambil oleh pejabat atau
instansi pemerintah yang diarahkan untuk
mencapai tujuan kebijakan yakni
membebaskan Indonesia dari pakaian bekas
impor maka peneliti menganalisa mengenai
pasal (2) dan pasal (3) menyebutkan bahwa
“Pakaian bekas dilarang untuk
diimpor kedalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia”
“pakaian bekas yang tiba diwilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia pada
atau setelah tanggal peraturan menteri ini
berlaku wajib dimusnahkan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan”
Peneliti menganalisis implementasi
peraturan menteri perdagangan nomor 51
tahun 2015 tentang larangan impor pakaian
bekas dan pemusnahan pakaian bekas impor
yang sesuai dengan konsep operasional
penelitian.
1. Larangan Impor pakaian Bekas
Implementasi merupakan
pelaksanaan dari hal-hal yang telah
diputuskan para pengambil keputusan,
tahapan implementasi menjadi sangat
penting karena suatu kebijakan tidak berarti
apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan
dengan baik dan benar. Pada penelitian ini
menjelaskan mengenai implementasi
peraturan menteri nomor 51 tahun 2015
tentang larangan impor pakaian bekas (studi
pasar rombengan Tanjung Balai Karimun
tahun 2016), yang dimana pengertian impor
adalah kegiatan memasukan barang kedalam
daerah pabean sedangkan pakaian bekas
adalah produk tekstil yang digunakan
sebagai penutup tubuh manusia. Larangan
12
impor pakaian bekas berlaku di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia,
pakaian bekas impor yang memasuki
wilayah Republik Indonesia harus di
tegahkan oleh pihak berwajib dan
dimusnahkan. Peraturan menteri nomor 51
tahun 2015 pasal (2) menyebutkan :
“Pakaian bekas dilarang untuk
diimpor kedalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia”
Pakaian bekas impor sudah di perketat
sejak tahun 2000-an. Pakaian bekas impor
diminati semua kalangan dari bawah hingga
keatas, bahkan pakaian bekas impor
dijadikan bisnis yang berjalan kearah online
meskipun mempunyai nilai ekonomis yang
menjanjikan pakaian bekas impor tetap
menjadi barang ilegal yang dilarang menurut
peraturan menteri nomor 51 tahun 2015
yang menegaskan larangan impor pakaian
bekas khususnya wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Berangkat dari implementasi
peraturan menteri nomor 51 tahun 2015
yang mengungkapkan larangan pakaian
bekas impor masuk dan beredar kedalam
wilayah Indonesia mempunyai kondisi lain
yang terdapat di pasar rombengan Tanjung
Balai Karimun, bahwa pasar serta kawasan
yang termasuk dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia merupakan
ruang tempat kegiatan ekonomi dan
merupakan tempat berkumpul untuk
memenuhi kebutuhan pokok setiap individu
dalam masyarakat melarang keberadaan
pakaian bekas impor. Sehubungan dengan
pasar di Tanjung Balai Karimun tepatnya
pasar rombengan masih menjual pakaian
bekas impor yang dijual secara bebas dan
terbuka, pakaian bekas impor yang masuk
kedalam wilayah Tanjung Balai Karimun
melalui akses pelabuhan tikus sebab pakaian
bekas impor merupakan barang yang
dilarang (ilegal) namun di pasar rombengan
dijadikan sebagai pusat perdagangan
pakaian bekas impor ke individu dalam
masyarakat dari berbagai kelas sosial untuk
memenuhi kebutuhan sandang.
2. Pemusnahan Pakaian Bekas Impor
Pakaian bekas impor dilarang
memasuki wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia apabila tertangkap wajib
dilakukan pemusnahan, sesuai peraturan
menteri nomor 51 tahun 2015 tentang
larangan impor pakaian bekas pasal (3)
menyebutkan bahwa :
“pakaian bekas yang tiba diwilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia pada
atau setelah tanggal peraturan menteri ini
berlaku wajib dimusnahkan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan”.
Dalam pasal (3) peraturan menteri
nomor 51 tahun 2015 tentang larangan
13
impor pakaian bekas secara tegas
memerintahkan untuk memusnahkan
pakaian bekas impor yang tiba diwilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, jika
pakaian bekas impor yang masuk ke wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia secara
illegal dan tiba dipasaran termasuk barang
yang mesti dimusnahkan sebab dalam pasal
(3) telah tegas menyatakan kewajiban
pemusnahan dilakukan apabila pakaian
bekas impor diwilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pemusnahan pakaian bekas impor
merupakan implementasi peraturan menteri
nomor 51 tahun 2015 tentang larangan
pakaian bekas impor yang dimana pakaian
bekas impor harus dimusnahkan sesuai
kebijakan, implementasi kebijakan
khususnya peraturan menteri nomor 51
tentang larangan pakaian bekas impor upaya
meraih tujuan perundangan agar pakaian
bekas impor tidak lagi beredar diwilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia
meskipun terjadi berbagai kendala dalam
melakukan pemusnahan.
Hasil tegahan oleh tim bea dan cukai
harus dimusnahkan proses awalnya dimulai
dari serah terima penelitian oleh bidang
penyidikan dan barang hasil penindakan jika
tidak ada unsur pidana penetapan sebagai
barang yang dikuasai negara selama 30 hari,
penetapan sebagai barang yang menjadi
milik negara yang dilakukan penilaian oleh
tim penilai DJKN/ Kanwil DJBC khusus
Kepri untuk dilakukan pemusnahan sesuai
peraturan menteri keuangan dengan
ketentuan nilai barang :
1. <150 JT ke KPKNL
2. 150-300 JT ke kanwil DJKN
3. >300 JT ke kantor pusat
DJKN
Setelah dilakukan verifikasi nilai
barang maka dengan persetujuan
pemusnahan dari kementerian keuangan
(berdasarkan peraturan menteri perdagangan
tentang larangan impor pakaian bekas maka
dilakukan eksekusi pemusnahan yang
dilakukan secara berkala).
Dari hasil observasi yang dilakukan
peneliti memang benar pakaian bekas impor
dimusnahkan dan dilakukan secara simbolis
di kantor wilayah Bea dan Cukai Khusus
Kepulauan Riau di Tanjung Balai Karimun
dengan kegiatan pemusnahan dilakukan
secara berangsur-angsur yang dilakukan
oleh pihak bea dan cukai dengan
mengundnag berbagai instansi sebagai
wujud pola koordinasi dalam kegiatan
pemusnahan pakaian bekas impor yang
dimusnahkan bersamaan dengan barang
penyeludupan lain yang dimusnahkan.
Pemusnahan dilakukan dengan barang-
14
barang penyeludupan lain yakni seperti
rokok, alkohol, kasur bekas, bawang merah
impor, kasur bekas hasil penyeludupan dan
sebagainya. Pakaian bekas impor
dimusnahkan dengan cara dibakar .
Sementara pihak bea dan cukai melakukan
kegiatan pemusnahan bersamaan dengan
kegiatan hibah yakni hibah milo tangkapan
yang dihibahkan kepada pihak panti sosial.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Implementasi Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 51 Tahun 2015
Tentang Larangan Impor Pakaian
Bekas (Studi Pasar Rombengan
Tanjung Balai Karimun tahun 2016)
Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan teori implementasi menurut
Van Meter dan Van Horn dalam Herabudin
(2016:122) ada beberapa indikator untuk
mengetahui faktor-faktor yang
memepengaruhi implementasi dalam
implementasi peraturan menteri nomor 51
tahun 2015 tentang larangan impor pakaian
bekas
( Studi Pasar Rombengan Tanjung Balai
Karimun tahun 2016 ) yaitu sebagai berikut :
1. Tujuan kebijakan dan standar
yang jelas
2. Sumber daya
3. Komunikasi antar organisasi
4. Karakteristik lembaga pelaksana
5. Lingkungan politik, sosial, dan
ekonomi
Penelitian ini menelusuri jawaban
informan atas kendala-kendala maupun
penunjang keberhasilan dari implementasi
peraturan menteri nomor 51 tahun 2015
tentang larangan impor pakaian bekas
(Studi Pasar Rombengan Tanjung Balai
Karimun) dengan faktor-faktor sebagai
berikut :
a. Tujuan
Dalam melakukan penelitian
implementasi, adapun yang dimaksud oleh
peneliti tujuan suatu peraturan yang
dilaksanakan harus diidentifikasi. Peraturan
harus dianalisa untuk apa peraturan tersebut
dibuat seperti tujuan Peraturan menteri
nomor 51 tahun 2015 tentang larangan
pakaian bekas impor memiliki tujuan.
Pakaian bekas impor memiliki dampak
terhadap perindustrian dalam negeri yang
tergolong merugikan. Sesuai dengan visi
misi bea dan cukai yaitu menjadikan bea
cukai sebagai Institusi Kepabeanan dan
Cukai Terkemuka di Dunia”. Mencerminkan
cita-cita tertinggi DJBC dengan lebih baik
melalui penetapan target yang menantang
dan secara terus-menerus terpelihara di masa
depan.
Visi tersebut dapat diimplementasikan
dengan ditetapkan Misi Direktorat Jenderal
15
Bea dan Cukai Khusus Kepulauan Riau
yaitu :
1. Memfasilitasi perdagangan dan
industri;
2. Menjaga perbatasan dan
melindungi masyarakat Indonesia
dari penyelundupan dan
perdagangan ilegal;
3. Optimalkan penerimaan negara di
sektor kepabeanan dan cukai
Dengan dilakukannya pelarangan
sesuai amanat peraturan menteri nomor 51
tentang larangan pakaian bekas impor tahun
2015 membuat bea dan cukai ikut
mengambil peran dalam melakukan patroli
laut dan menegahkan barang larangan dan
penyeludupan kewilayah Negara kesatuan
Republik Indonesia, menjaga perdagangan
dan perindustrian khususnya tekstil yang
bergerak dibidang pakaian produk dalam
negeri. Peneliti menganalisis bahwa jelas
tujuan dari peraturan menteri nomor 51
tahun 2015 yang lebih mengutamakan
produk dalam negeri.
Bea dan cukai melaksanakan tugas
sebagai perpanjangan tangan pusat yaitu
menteri keuangan dan melaksanakan tugas
titipan yaitu dari menteri perdagangan
nomor 51 tahun 2015 yaitu melaksanakan
peraturan menteri nomor 51 tahun 2015
tentang larangan pakaian bekas impor, yang
mana fungsi utama menjaga industri dalam
negeri, menghimpun penerimaan Negara,
melindungi masyarakat, memfasilitasi
perdagangan serta pengawasan perbatasan.
Pada prinsipnya implementasi peraturan
menteri nomor 51 tahun 2015 tentang
pakaian bekas impor adalah menjaga harkat
martabat bangsa dan melindungi usaha
tekstil anak bangsa. Pada peraturan nomor
51 tahun 2015 pasal (2) mengatakan bahwa
pakaian bekas impor dilarang di wilayah
Negara kesatuan republik Indonesia dan
pasal (3) pakaian bekas impor harus
dimusnahkan,
b. Sumber daya
Sumber daya menunjang
keberhasilan dalam implementasi yang
mencakup dana atau perangsang lain yang
mendorong mempelancar implementasi
secara efektif. Dalam melaksanakan
peraturan menteri nomor 51 tahun 2015
tentang larangan impor pakaian bekas
sebagai fasilitas menjalankan peraturan
secara efektif dan efisien untuk
melaksanakan peraturan maka diperlukan
dana dan fasilitas untuk menunjang operasi
sehingga berjalan efektif dan efisien
Dalam melakukan patroli tentu
adanya biaya untuk mencukupi operasional
yang dilakukan tiap patroli meskipun tidak
16
menutup kemungkinan kekurangan yang ada
sebab laut ini luas dan wilayah kerja Bea
dan Cukai Khusus Kepulauan Riau cukup
luas dari Sabang hingga Kalimantan itu
membuat celah kekurangan patroli bea dan
cukai yang merupakan keterbatasan sumber
daya. Dengan biaya yang disediakan oleh
pemerintah bea dan cukai menjaga Negara
Kesatuan Republik Indonesia dari para
penyeludupan pakaian bekas dan lain
sebagainya, kekurangan yang sangat penting
dalam melakukan patroli antara lain sumber
daya kapal yang dimiliki, minyak,
persenjataan dan sumber daya manusia.
Sumber daya bea dan cukai yang kurang
memadai dengan kuantitas pengawasan yang
dilakukan mengakibatkan lolosan
penyelupan pakaian bekas impor melalui
celah pelabuhan tikus dibandingkan dengan
sumber daya yang dimiliki oleh polisi air
udara di Tanjung Balai Karimun yang
kurang memadai dalam melakukan patroli
penyeludupan diwilayah perbatasan dan
mudahnya akses pelabuhan tikus.
Implementasi peraturan menteri
nomor 51 tahun 2015 tentang larangan
pakaian bekas impor, yang merupakan tugas
bersama bukan hanya tugas dari bea dan
cukai namun semua instansi yang bergerak
didalamnya alam rangka melaksanakan
tugas dan fungsi untuk melaksanakan
permendag nomor 51 tahun 2015 tentang
larangan pakaian bekas impor. Sejauh ini,
beberapa kebutuhan dan permasalahan
kelembagaan pelaksanaan larangan
masuknya pakaian bekas impor diantaranya
adalah :
1. Belum optimalnya lembaga
dalam melaksanakan koordinasi
khususnya di bidang patroli
2. Terbatasnya sumber daya,sarana
dan prasarana pendukung, serta
sumber daya manusia di instansi
terkait.
Kendala persoalan sumber daya
menjadi masalah klasik yang menjadi
masalah beberapa instansi yang
mengimplementasi peraturan sebab sumber
daya menjadi salah satu faktor menentukan
keberhasilan implementasi. Sumber daya
dapat menjadi kendala yang serius bagi
suatu kebijakan apabila tidak disediakan
implementasi peraturan menteri akan
dilakukan setengah hati dengan keterbatasan
sumberdaya dan wewenang. Pakaian bekas
impor yang terus-terusan masuk ke wilayah
Tanjung Balai Karimun merupakan dampak
dari kurangnya sumber daya yang dimiliki
instansi meskipun telah melakukan patroli,
tentunya instansi memrlukan sumberdaya
pendukung, sarana dan prasarana serta
sumber daya manusia yang mesti
17
ditambahkan sebab perairan yang luas dan
tersedianya pelabuhan tikus di titik wilayah
Tanjung Balai Karimun menyebabkan
penyeludup memasukan barang yang
dilarang yakni pakaian bekas impor.
c. Komunikasi Antar Organisasi
Minimnya dukungan sumber daya
dana dan sarana prasarana pendukung serta
basis kewenangan yang tidak luas
merupakan salah satu masalah implementasi
tidak berjalan efektif dan efisien terhadap
masuknya pakaian bekas impor kewilayah
NKRI khususnya Kabupaten Karimun.
Pakaian bekas yang masih masuk kewilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia selain
membutuhkan peningkatan dalam segi
sumber daya juga membutuhkan komunikasi
antarorganisasi untuk berkoordinasi sebagai
pengukuhan aktivitas terhadap pelarangan
pakaian bekas impor di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia khususnya
yang masih beredar dipasar Rombengan
Tanjung Balai Karimun. Seperti instansi bea
dan cukai yaitu melakukan patroli laut yang
melakukan patroli yang bersinergi dengan
Angkatan Laut, bersinergi juga dengan
polisi air dan udara untuk menjaga
perbatasan laut dari selat Malaka yang
banyak terjadi penyeludupan kelolosan
barang penyeludupan karena luas lautan
yang besar, akses pelabuhan tikus dan
instansi yang kurang memadai dalam hal
sumber daya.
Implementasi peraturan mneteri nomor 51
tahun 2015 tentang larangan impor pakaian
bekas harus adanya komunikasi antar
organisasi untuk menjaga penyeludupan
pakaian bekas impor yang dilarang menurut
peraturan menteri nomor 51 tahun 2015
komunikasi dalam menegakan peraturan
menteri tentang larangan impor pakaian
bekas diungkapkan oleh instansi terkait
seperti polisi air dan udara dan angkatan laut
bahwa tidak terjadi komunikasi dan
koordinasi dalam hal melakukan patroli.
Koordinasi dalam kegiatan
pemusnahan dilakukan oleh instansi daerah
dilakukan hal ini dalam daftar hadir hibah
barang dan pemusnhan barang milik Negara
pemusnahan barang bukti illegal yang
dilakukan pihak bea dan cukai di kantor
wilayah Kepulauan Riau sepanjang tahun
2016 yang melakukan pemusnahan pakaian
bekas impor yang diketahui koordinasi
pemusnahan dilakukan dengan pemerintah
daerah dan instansi yang bersangkutan
dengan pakaian bekas impor. Sebab pakaian
bekas impor merupakan komoditi yang
dilarang menurut peraturan menteri nomor
51 tentang larangan pakaian bekas impor
yang sifatnya illegal apabila memasuki
negara Indonesia.
18
d. Karakteristik
Lembaga/Organisasi
Kompetensi dan ukuran staf suatu
badan di dalamnya dalam menjalankan
implementasi peraturan menteri nomor 51
tahun 2015 tentang larangan pakaian bekas
impor yang mencakup norma-norma dan
pola-pola hubungan yang terjadi berulang-
ulang dalam organisasi dengan menjalankan
kebijakan. Karakteristik instansi bea dan
cukai dalam patroli laut dan dibawah
menteri keuangan secara langsung
melaksanakan tugas titipan dari menteri
perdagangan. Pelarangan pakaian bekas
impor ini badan pelaksana memiliki
kompetensi dan ukuran suatu anggota
didalamnya. sumber daya manusia yang
kapasitasnya tidak memadai dengan luas
wilayah yang tidak terjangkau dan
kurangnya kemampuan untuk menjembatani
berbagai kepentingan untuk bersama-sama
melakukan koordinasi pencegahan
penyeludupan.
Peneliti menemukan beberapa
hambatan yang berkaitan dengan
karakteristik pelaksana dalam menegakan
peraturan menteri nomor 51 tahun 2016
antara lain, yaitu :
1. letak geografis Indonesia yang
dikelilingi lautan
2. keterbatasan sumber daya yang
menyebabkan kontrol tidak
secara penuh dilakukan
3. keterbatasan pegawai instansi
dalam melakukan tugas
pengawasan yang terlalu luas
serta kurangnya kemampuan
untuk menjembatani berbagai
kepentingan untuk bersama-sama
melakukan koordinasi
pencegahan penyeludupan
e. Lingkungan politik,sosial dan
ekonomi
Lingkungan ekonomi sosial dan
politik pada kebijakan peraturan menteri
nomor 51 tahun 2015 tentang larangan
impor pakaian bekas yang mempunyai efek
yang mendalam terhadap pencapaian badan-
badan pelaksana, pakaian bekas impor yang
mempengaruhi karakteristik badan
pelaksanaan badan-badan pelaksana dan
kecendrungan para pelaksana dan
pencapaian implementasi. Pakaian bekas
impor di Tanjung Balai Karimun menjadi
sumber mata pencarian utama masyarakat
pendatang di pasar Rombengan. Keterkaitan
dan ketergantungan masyarakat terhadap
pakaian bekas impor tidak membuat
19
pedagang pakaian bekas impor berkurang
namun makin lama kian bertambah karena
bisnis pakaian bekas impor yang memiliki
banyak peminat serta laba yang tinggi
dengan modal yang kecil membuat
masyarakat menggantungkan hidup pada
komoditi bekas impor khususnya pedagang
yang berada di pasar rombengan Tanjung
Balai Karimun yang saat ini di permudah
untuk mendapatkan pakaian bekas impor
dengan dihitung perkarung untuk dijualkan
kembali kepada masyarakat.
Secara sosial juga pasar rombengan
yang menjual produk bekas seperti tas,
sepatu, bedcover serta pakaian menjadi
tempat kunjungan wisata dari masyarakat
luar Tanjung Balai Karimun yang berburu
produk ber-merk dengan harga miring. Pasar
rombengan yang dikenal sebagai pusat
penjualan pakaian bekas impor bukan
sekedar sebagai dimensi ekonomi , namun
dampak terhadap sosial sebagai tempat
interaksi berkumpulnya masyarakat di pasar
rombengan membuat pasar rombengan
sebagai tempat wisata para wisata dalam
negeri yang berburu barang berkualitas dan
bermerek dengan harga yang murah.
Seharusnya pakaian yang tiba di
daratan mesti dimusnahkan bukan di
fasilitasi pasar tempat berjualan pakaian
bekas impor, meskipun pemerintah daerah
tidak mengeluarkan izin namun fasilitas dan
tidak dilakukannya razia tersebut
menunjukan bahwa adanya lampu hijau
peredaran pakaian bekas di Tanjung Balai
Karimun. Masyarakat menengah kebawah
menjadikan pakaian bekas impor alternatif
dengan keterbatasan produk dalam negeri di
Tanjung Balai Karimun dan dijual dengan
harga yang tinggi maka pakaian bekas impor
menjadi primadona masyarakat, terlebih
keberadaan pasar rombengan yang telah ada
sejak lama.
Keuntungan yang didapatkan oleh
pedagang cukup bernilai tinggi sebab dalam
1 karung dihabiskan selama seminggu
hingga dua minggu dengan modal
Rp.850.000 perkarung, pada hari minggu
dan sabtu sering datangnya pelanggan yang
berburu pakaian bekas impor dipasar
rombengan, disisi lain perusda mendapat
keuntungan dengan adanya pasar rombengan
yang merupakan wadah fasilitas berdagang
pakaian bekas impor mendapat iuran
perbulannya 100.000 perkios dan terdapat
126 kios dipasar rombengan, disisi ojek
pengangkut pakaian bekas impor
mendapatkan keuntungan yang sama seperti
pedagang sehingga dengan adanya bisnis
pakaian bekas impor dengan keuntungan
yang dinilai tinggi, peraturan menteri
perdagngan nomor 51 tentang larangan
20
pakaian bekas impor belum berjalan
optimal.
Peraturan menteri perdagangan
tentang larangan impor pakaian bekas
menjadikan kebijakan larangan pakaian
bekas impor di Tanjung Balai Karimun
pengaruhi kondisi sosial,ekonomi dan politik
daerah dengan implementasi kebijakan yang
berjalan belum optimal di daratan karena
tidak didukung oleh lingkungan politik,
sosial dan ekonomi daerah. Seharusnya
pemerintah setempat mengetahui dan lebih
fokus dalam menata perekonomian terhadap
masyarakat, dengan menyediakan alternatif
barang dengan harga tinggi sehingga tidak
ada pelangggaran peraturan.
Menurut Faried Ali (2012:90)
Interaksi secara timbal balik adalah sistem
lingkungan kebijakan itu sendiri. Interaksi
akan berlangsung berupa pengaruh
lingkungan terhadap komitmen dari
kebijakan itu sendiri. Sebaliknya, isi
kebijakan peraturan menteri perdagangan
nomor 51 tahun 2015 tentang larangan
impor pakaian bekas akan menentukan
reaksi dan aksi apa yang terjadi dan
dilakukan oleh lingkungan, apakah reaksi
yang ditimbulkan memperlihatkan warna
lingkungan. Lingkungan akan bergerak pasif
dan tidak terjadi apa-apa ketika komitmen
kebijakan menghendaki demikian. Di
lingkungan Tanjung balai karimun bergerak
pasif karena tidak berpengaruh terhadap
kebijakan larangan pakaian bekas impor
disebabkan masih adanya pasar rombengan
yang masih berdiri. Secara lingkungan sosial
pemerintah daerah “menutup mata” dengan
alasan Tanjung Balai Karimun merupakan
tanah melayu yang tidak ingin adanya
gejolak di masyarakat terlebih mengenai
usaha pakaian bekas impor, sisi lain
mendukung masuknya pakaian bekas impor
Karena adanya oknum yang
menyalahgunakan wewenang dengan
melakukan pungutan liar.
4. Analisa faktor implementasi
Peraturan menteri nomor 51
Tahun 2015 tentang larangan
impor pakaian bekas (Studi
Pasar Rombengan Tanjung Balai
Penelitian ini mengkonfirmasikan
bahwa dalam penelitian terdahulu yaitu
dalam Risma Arifah (2009:13) faktor-faktor
yang mendukung penyeludupan pakaian
bekas adalah faktor geografis, kondisi
industri dalam negeri, transportasi,
mentalitas masyarakat serta dampak negatif
dari penyeludupan pakaian bekas adalah
terhadap pendapatan negara, perekonomian
negara, perkembangan industri dalam
negeri, menyebarkan penyakit, menjatuhkan
harkat martabat bangsa serta kesempatan
21
kerja dan tenaga kerja yang bekerja di
pabrik-pabrik dalam negeri dibidang pakaian
sedangkan dampak positifnya adalah bagi
masyarakat yang kurang mampu dapat
memperoleh pakaian ber-merk dengan harga
yang murah.
Dan termasuk penelitian terdahulu oleh
Puspitasari (2013:2) tentang penegakan
hukum terhadap perdagangan pakaian bekas
impor ditugu pahlawan kota surabaya,
menyebutkan bahwa penegakan hukum yang
dilakukan oleh dinas perindustrian dan
perdagangan kota surabaya terhadap
peragangan pakaian bekas impor tidak
berjalan secara optimal, hal ini karena dinas
perdagangan dan perindustrian Surabaya
belum melakukan edukasi dan sosialisasi
kepada pedagang pakaian bekas impor yang
dapat membahayakan kesehatan konsumen,
selain itu belum ditegakannya hukum yang
meliputi pengawasan dan sanksi terhadap
peredaran pakaian bekas impor yang
diperdagangkan pedagang pakaian bekas
impor.
Dalam penelitian ini mendukung
pernyataan peneliti terdahulu karena
penelitian ini menemukan hasil dari
wawancara dan observasi peneliti
menemukan implementasi peraturan menteri
nomor 51 tahun 2015 tentang pakaian bekas
impor sudah dilaksanakan namun belum
berjalan optimal di karenakan terjadi lolosan
terhadap pakaian bekas impor yang masih
beredar di Tanjung Balai Karimun tepatnya
di pasar Rombengan. Terjadinya masuk
pakaian bekas impor di Tanjung Balai
Karimun sebagai jalur emas yang berdekatan
dengan Malaysia dan Singapura dan kondisi
geografisnya dikelilingi oleh lautan sehingga
tersedianya akses pelabuhan tikus untuk
masuknya pakaian bekas impor secara ilegal
penyeludupan produk second terjadi secara
terus-menerus.
Dari pihak pemerintah daerah
dalam hal ini dinas perindustrian dan
perdagangan serta perusahaan daerah yang
mengambil sikap untuk “menutup mata”
bagaimana proses masuknya pakaian bekas
impor kedalam wilayah Indonesia ditambah
dengan keberadaan tanjung balaikarimun
sebagai tanah melayu yang tidak ingin
adanya gejolak dimasyarakat. Peraturan
menteri yang berada di Tanjung Balai
Karimun terkesan “tarik-ulur”, sebab
pemerintah daerah mengakui adanya
larangan pakaian bekas impor namun disisi
lain pemerintah daerah memfasilitasi tempat
berjualan dibawah perusahaan daerah namun
apabila di lautan ditegahkan pihak bea dan
cukai pedagang akan merugi sebab pakaian
bekas tersebut akan dimusnahkan dan
masuknya pakaian bekas impor didukung
22
oknum tidak bertanggung jawab dengan
pungutan liar.
Kendala dalam implementasi
peraturan menteri nomor 51 tahun 2015
tentang larangan impor pakaian bekas (studi
pasar rombengan Tanjung Balai Karimun
tahun 2016) menggunakan teori Van Meter
dan Van Horn. Dari aspek teoritis, faktor
lain yang menjadi kendala masih masuknya
pakaian bekas impor di Tanjung Balai
Karimun adalah belum optimalnya
mekanisme dan pelaksanaan koordinasi
instansi terkait, terbatasnya sumber daya,
sarana dan prasarana pendukung
menyebabkan kelemahan pada penjaagaan
daerah terdepan yakni Tanjung Balai
Karimun dari penyeludupan pakaian bekas
impor, keterbatasan kewenangan instansi
terkait, kondisi ekonomi pedagang
rombengan yang masih bergantung kepada
bisnis pakaian bekas impor, peluang tenaga
kerja yang sempit, akses distributor yang
panjang dengan dampak harga yang tinggi
untuk menyediakan pakaian baru dengan
harga terjangkau, rendahnya perhatian dan
pengawasan terhadap pelabuhan tikus yang
menjadi jalur masuk lalu lintas pakaian
bekas impor.
Kondisi pelabuhan-pelabuhan tikus
yang diakses penyeludupan pakaian bekas
impor dan patroli yang dilakukan tidak
merata, dan tidak berkoordinasi dengan
instansi terkait dalam melakukan patroli
menjadi celah masuknya pakaian bekas
impor ke Tanjung Balai Karimun. Oknum
yang menjual pakaian bekas impor bersifat
agen yang menumpuk pakaian bekas impor
dalam jumlah yang banyak sehingga
pedagang dengan mudah mendapatkan
berkarung-karung pakaian bekas impor
untuk dijualkan kembali ke masyarakat
secara luas.
Dari beberapa faktor implementasi
menurut Van Meter dan Van Horn yang
paling berpengaruh menjadi hambatan
dalam implementasi peraturan menteri
nomor 51 tahun 2015 tentang larangan
pakaian bekas impor menurut peneliti adalah
lingkungan sosial, politik dan ekonomi,
karena mempunyai ketergantungan yang
kuat pada bisnis tersebut seperti masyarakat
menengah kebawah yang berdagang pakaian
bekas impor, dukungan kebijakan
pemerintah daerah yang memfasilitasi
tempat berdagang pakaian bekas impor, dan
sosial yang menjadikan pasar rombengan
bukan sekedar pasar namun merupakan
salah satu tempat yang dikunjungi oleh
wisatawan dalam negeri dari luar Daerah
Tanjung Balai Karimun yang berburu
barang-barang bermerek dengan kualitas
yang tinggi di dapat dengan harga miring.
23
Aparat yang mengimplementasikan belum
sepenuhnya berkomitmen dengan masih
terjadinya pungutan liar untuk meloloskan
masuknya pakaian bekas impor kedalam
daerah Tanjung Balai Karimun.
Implementasi pakaian bekas impor
diperlukan dukungan semua pihak bukan
hanya pemerintah namun swasta dan
masyarakat yang berkomitmen untuk
menegakan peraturan menteri perdagangan
tentang larangan pakaian bekas impor yang
membutuhkan segenap perjuangan untuk
memberantas penyeludupan pakaian bekas
sehingga tidak masuk ke wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hasil
penelitian ini dapat menjadi rekomendasi
bagi pemerintah daerah dan instansi terkait
dalam melakukan koordinasi patroli laut
untuk mengembangkan kompetensi dan
komitmen bersama menjaga harkat dan
martabat bangsa dengan menggunakan
produk dalam negeri yang baru dan tidak
membudayakan bisnis penyeludupan produk
bekas. Dengan menegakan komitmen
sebagai manajemen melakukan pengelolaan
komitmen tentang larangan pakaian bekas
impor yang diimplementasikan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
E. PENUTUP
Dari permasalahan implementasi
peraturan menteri tentang larangan pakaian
bekas impor (studi Pasar Rombengan
Tanjung Balai Karimun) sesuai dengan
peraturan pakaian bekas impor dilarang dan
dimusnahkan jika memasuki
pelaksanaannya. Ada beberapa masalah-
masalah sehingga pakaian bekas impor tetap
memasuki wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan masih
diperdagangkan secara bebas di pasar
rombengan. Tujuan dari peraturan menteri
nomor 51 tahun 2015 tentang larangan
impor pakaian bekas yaitu untuk melindungi
industri dalam negeri dibidang tekstil.
1. Kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa
larangan pakaian bekas impor dilihat dari
teori Van Horn dan Van Meter dalam
Herabudin (2016:244), maka dapat diambil
kesimpulan bahwa :
Pakaian bekas impor dilarang memasuki
wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Peraturan menteri nomor 51
tahun 2015 tentang larangan pakaian bekas
impor berjalan dan diimplementasikan di
wilayah Tanjung Balai Karimun dan telah
dilakukan pemusnahan sesuai peraturan
menteri nomor 51 tahun 2015 tentang
24
larangan pakaian bekas impor namun belum
optimal karena dilapangan masih ditemukan
pakaian bekas impor khususnya di pasar
rombengan.
Pakaian bekas impor yang beredar
dipasaran merupakan pakaian bekas yang
masuknya melalui mekanisme ilegal karena
mudahnya akses pelabuhan tikus. Hal ini
dikarenakan pemerintah daerah tidak
melakukan pengawasan dan “menutup
mata” alasan pemerintah daerah disebabkan
tidak stabilnya ketersediaan produk dalam
negeri yang baru dengan harga yang tinggi
sehingga keberadaan pakaian bekas impor
dijangkau oleh kalangan bawah untuk
memenuhi kebutuhan terhadap akses
sandang dan keberadaan Tanjung Balai
Karimun sebagai tanah melayu pemerintah
tidak menginginkan adanya gejolak
dimasyarakat karena permasalahan pakaian
bekas impor ditambah adanya pungutan liar
oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Faktor-faktor mempengaruhi
implementasi peraturan menteri nomor 51
tahun 2015 tentang larangan pakaian bekas
impor yang menggunakan teori Van meter
dan Van Horn :
1. Tujuan peraturan menteri nomor 51
tahun 2015 tentang larangan pakaian
bekas impor yang memeang untuk
melindungi masyarakat dari
terjangkit penyakit yang berbakteri
pakaian bekas impor dan melindungi
industri dalam negeri tetap eksis,
sehingga tujuan peraturan menteri
hadir untuk melarang pakaian bekas
impor secara tegas
2. Sumber daya dana atau intensif
fasilitas efektifitas untuk
mengimplementasi peraturan menteri
tentang larangan impor yang kurang
memadai seperti dana dan jumlah
sumber daya manusia
3. Kualitas komunikasi dan koordinasi
yang memonitoring lembaga terkait
yang tidak saling koordinasi dalam
hal patroli yang dimana kelompok
sasaran tidak terlibat dalam
implementasi peraturan menteri
perdagangan tentang larangan impor
pakaian bekas sehingga
penyeludupan terus terjadi dan masuk
kewilayah Indonesia khususnya
pakaian bekas yang masuk ke
Tanjung Balai Karimun.
4. Karakteristik lembaga pelaksana,
sumber daya manusia yang
kapasitasnya tidak memadai dengan
luas wilayah kerja luas tidak
terjangkau seluruhnya dan kurangnya
kemampuan untuk menjembatani
berbagai kepentingan untuk bersama-
25
sama melakukan koordinasi
pencegahan penyeludupan.
5. Lingkungan politik, sosial dan
ekonomi dalam melakukan
implementasi peraturan menteri
nomor 51 tahun 2015 tentang
larangan pakaian bekas impor yang
mana ekonomi masyarakat yang
masih bergantung pada bisnis
pakaian bekas impor, geografis yang
dikelilingi oleh lautan menyebabkan
pelabuhan tikus menjadi jalan
masuknya, serta sosial masyarakat
yang menjadikan pasar rombengan
sebagai tempat untuk wisatawan
dalam negeri berburu produk
bermerek dengan harga yang murah
juga berada di kawasan tanah melayu
yang mana dijadikan alasan
pemerintah daerah untuk tidak
melarang berjualan pakaian bekas
impor dipasar rombengan.
2. Saran
Implementasi peraturan menteri
nomor 51 tentang larangan impor pakaian
bekas pada tahun 2016 harus dilaksanakan
dengan konsisten yang dimaksud dengan
adanya payung hukum yang jelas mengenai
larangan pakaian bekas impor bahwa
dilarang dan dimusnahkan. Pemerintah pusat
dan pemerintah daerah mestinya harus
bekerja sama menegakan peraturan menteri
perdagangan nomor 51 tahun 2015 dalam
memberikan kesejahteraan warga negara,
memberikan satu harga keseluruh Indonesia
sehingga di perbatasan tidak lagi
mengonsumsi barang penyeludupan dan
menyediakan produk baru dengan harga
terjangkau sehingga penyeludupan tidak
terjadi secara terus menerus.
Mestinya pihak pusat sebelum
membuat kebijakan seharusnya menganalisis
dampak yang akan terealisasi di daerah
apabila pakaian bekas impor dilarang
dipusat mestinya kebijakan tersebut mesti
disesuaikan di daerah dengan memberikan
satu harga seluruh indonesia. Kebijakan
menteri perdagangan yang melarang
masuknya pakaian bekas impor, adapun
saran-saran yang dapat disampaikan dari
hasil penelitian ini adalah implementasi
peraturan menteri nomor 51 tahun 2015
tentang larangan pakaian bekas impor secara
optimal, perlu diperhatikan beberapa hal,
seperti :
1. Implementasi peraturan menteri
nomor 51 tahun 2015 tentang
larangan pakaian bekas impor, pihak
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
bersama-sama dengan instansi lain
seperti Angkatan Laut dan Polisi Air
26
Dan Udara diharapkan lebih giat lagi
dalam melaksanakan patroli laut di
pelabuhan tikus secara terus menerus,
melakukan peningkatan pengawasan
penyeludupan barang-barang ilegal
terutama pakaian bekas impor di
daerah rawan terjadinya bongkar
muat pakaian bekas impor,
melakukan pemusnahan dan
melakukan koordinasi dan
komunikasi dengan instansi terkait
seperti Angkatan Laut, Satuan Polisi
Air Dan Udara Tanjung Balai
Karimun dengan koordinasi untuk
meningkatkan waktu dan wilayah
patroli di Daerah Tanjung Balai
Karimun.
2. Diharapkan pemerintah daerah untuk
mengadakan sosialisasi kepada
pedagang pasar rombengan dan
mencarikan alternatif usaha lain
untuk mengalihkan para pedagang
pakaian bekas impor ke usaha yang
lain.
Diharapkan kepada oknum untuk
berkomitmen dalam melaksanakan tugas dan
tidak menerima pungutan liar karena mata
rantai pakaian bekas impor mesti diputuskan
dengan didukung komitmen pelaksana untuk
menjaga amanah dan jabatan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan pada Bab-bab sebelumnya
maka penulis dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut : Peran Kepala Desa dalam
meningkatkan Pembangunan Desa di Desa
Pangkil sudah berjalan dengan baik, Kepala
Desa selaku pemerintah desa telah
menjalankan perannya sesuai dengan tugas,
dan fungsinya sebagai Kepala Desa dalam
meningkatkan kegiatan-kegiatan atau
program Pembangunan desa yang sudah
berjalan hingga saat ini. dan Kepala Desa
harus mampu melaksanakan dan siap dengan
masukan-masukan dari aspirasi masyarakat
yang ada di Desa, agar dalam melaksanakan
tugasnya sebagai Kepala Desa dalam
meningkatkan Pembangunan berjalan sesuai
dengan Rencana.
Maka Peran Kepala Desa sebagai
Organisator, Inovator, dan fasilitator sebagai
dalam meningkatkan Pembangunan Desa,
Desa Pangkil sudah cukup optimal. dimana
Peran Kepala Desa selaku pemerintah desa
telah menjalankan perannya sesuai dengan
tugas, dan fungsinya sebagai Kepala Desa
untuk memotivasi warga, memfasilitasi
warga dalam kegiatan kegiatan
Pembangunan Desa, serta menggerakkan
masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam
kegiatan gotong royong dan kegiatan
lainnya. Dengan demikian secara langsung
27
Kepala Desa sudah memberikan kesadaran
bahwa pentingnya kerja sama di dalam
proses Pembangunan yang nantinya dapat
dinikmati secara bersama-sama.
Faktor penghambat dalam peran kepala
desa dalam meningkatkan pembangunan di
desa pangkil Kecamatan Teluk Bintan
Kabupaten Bintan.
1. Sumber Daya Manusia
2. Sumber Dana yang terbatas
Faktor pendorong dalam peran kepala
desa dalam meningkatkan pembangunan di
Desa Pangkil Kecamatan Teluk Bintan
Kabupaten Bintan
1. Partisipasi masyarakat untuk bekerja
sama dalam pembangunan
2. Pendidikan dan pembangunan
masyarakat desa
Setelah penulis melakukan penelitian ini
dan mengetahui permasalahan yang terjadi
dilapangan, maka penulis memberikan
saran/masukan sebagai berikut :
1. Diharapkan kedepanya, Kepala Desa
Pangkil dapat lagi meningkatkan
Pembangunan yang baik lagi untuk
Desa Pangkil Kecamatan Teluk Bintan
Kabupaten Bintan.
2. Perlunya peningkatan suatu pola kerja
yang baik antara Kepala Desa dengan
bawahanya agar dicapai persamaan
pandangan atau persepsi terhadap
tujuan yang ingin dicapai.
3. Perlunya kerja sama yang baik antara
kepala desa dengan bawahanya, untuk
memajukan Desa bersama kedepanya.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Ali, Faried. 2012. Studi Analisa Kebijakan
Konsep, Teori, Dan Aplikasi Sampel
Teknik Analisa Kebikan Pemerintah.
Bandung: PT. Refika Aditama.
Anggara, Sahya. 2014. Kebijakan Publik.
Bandung: Pustaka Setia
Bungin, Burhan. 2014. Penelitian
Kualitatif.Jakarta : Prenada
Media Group
Herabudin.2016.Studi Kebijakan
Pemerintahan Dari Filosofi Ke
Implementasi. Bandung : Cv. Pustaka
Setia
J, Supranto.2004. Proposal Penelitian
Dengan Contoh. Jakarta : Universitas
Indonesia (UI Press).
Kencana, Inu. 2015. Ilmu Pemerintahan.
Jakarta : PT.Bumi Aksara
.2002. Sistem Pemerintahan
Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta.
28
Ndraha,Taliziduhu. 2003. Kybernology(Ilmu
Pemerintahan Baru). Jakarta : Rineka
Cipta.
Pujoalwanto Basuki.2014.Perekonomian
Indonesia Tinjauan Historis, Teoritis
Dan Empiris. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Purwanto Erwan.2015. Implementasi
Kebijakan Public Konsep Dan
Aplikasinya Di Indonesia.
Yogyakarta: Gava Media.
Sujarwen,Wiratna.2014.Metodologi
Penelitian,Yogyakarta : Pustaka Baru
Press
Tandjung Marolop.2010. Aspek Prosedur
Ekspor-Impor. Jakarta :Salemba Empat.
Winarno Budi.2012.Kebijakan Publik
Teori,Proses Dan Studi Kasus.Yogyakarta
:CAPS
Jurnal
Arifah, Risma. 2009. Kendala-Kendala
Pencegahan Perdagangan
Pakaian Bekas Impor di kota
Malang. Malang: universitas
islam negeri Malang.
Elfida, Cut. 2016. pemusnahan barang
illegal di aceh dalam perspektif
undang-undang nomor 17 tahun
2006 dan hukum islam. Aceh :
pascasarjana universitas islam
negeri Ar-Raniry
Karimah, Syafriza. 2013. Motivasi
Masyarakat Membeli Pakaian
Bekas Dipasar Senapelan
Pekanbaru.
Pekanbaru:Universitas riau.
Puspitasari, Sulistyowati. 2013. penegakan
hukum terhadap perdagangan
pakaian bekas impor di tugu
pahlawan kota Surabaya,
Surabaya: UNESA.
PERATURAN PERUNDANG -
UNDANGAN
Peraturan menteri perdagangan Nomor 51
tahun 2015 tentang larangan
impor pakaian bekas.
Dokumen
Profil perusahaan daerah kabupaten karimun
Profil dinas perdagangan dan perindustrian
Dokumen bea dan cukai
Dokumen polisi air dan udara
Lakin Bea Cukai 2016
Website
Siaran pers kementerian dan perdaganagan.
Pada 4 februari 2015. Pakaian bekas
mengandung ribuan bakteri. Kemendag
instensifkan publikasi pada konsumen
http://www.kemendag.go.id . diakses pada
tanggal 30 oktober 2016
29
Liputan 6.com 02 februari 2015. Impr baju
bekas banyak masuk dari pelabuhan tikus
dikepri. http://www.liputan6.com . diakses
pada 30 oktober 2016
Beacukai diduga sembunyikan barang bukti
hasil tangkapan. http://www.
Inforakyatindonesia.com diakses pada 1
november 2016
Peneyeludupan 700 karung pakaian bekas
digagalkan. http://nasional .republika.co.id
diakses pada 1 november 2016
www.academia.edu diakses 21 februari 2017