naskah akademik raperda usaha rental mobil di kota tanjungpinang-juiaati
DESCRIPTION
jurnalTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyusunan Naskah Akademik usaha persewaan kendaraan dalam hal ini
dikenal dengan sebutan Usaha Angkutan Sewa, dilatarbelakangi oleh adanya
beberapa permasalahan yang timbul sehubungan dengan adanya usaha rental
mobil yang kian marak di Kota Tanjungpinang, seperti kutipan berita dibawah ini.
Haluan Kepri, 26 Agustus 2011, Usaha rental mobil di Kota Tanjungpinang jelang lebaran mulai menggeliat. Hal ini ditandai dengan banyaknya masyarakat yang mendatangi rental mobil dan membayar uang muka sewa untuk memakai mobil rental saat lebaran.
"Hari ini sudah lima orang yang datang ke tempat rental kita. Mereka sudah membayar uang muka untuk tanda jadi sewa mobil buat dipakai hari raya nanti,"kata Pemilik Rental Mobil Arfias Damir, Kamis (25/8).
Untuk harga sewa mobil di tempatnya berdasarkan dari merek mobil yang disewa oleh pelanggan. Kalau untuk mobil Avanza per harinya disewakan Rp250.000 dan mobil Kijang Inova disewakan Rp300.000 per harinya.
Para pelanggan yang sudah membayar uang sewa, ada yang menyewa untuk tiga hari dan untuk satu minggu. Dan itu semua tergantung kepada pelanggan, karena di tempat ini tidak ada aturan-aturan sewa mobil harus lebih dari satu hari dan menyewa satu hari tetap dilayani.
"Untuk melayani rental mobil, jumlah mobil di tempatnya itu ada sebanyak 10 unit. Tetapi kalau kebutuhan masyarakat meningkat, kita bisa usahakan mencari tambahan beberapa mobil lagi untuk pelanggan,"katanya.
Dari kutipan berita diatas perlu adanya suatu pengaturan mengenai usaha
angkutan sewa di Kota Tanjungpinang, yang kian hari pertumbuhan usaha ini kian
berkembang. Pengaturan sebagaimana dimaksud hingga saat ini belum diatur
melalui suatu peraturan daerah khususnya peraturan daerah Kota Tanjungpinang
mengenai usaha angkutan sewa.
1
Sebagaimana diketahui bahwa dalam kegiatan usaha angkutan sewa itu
terdapat hubungan hukum sewa-menyewa antara pemilik mobil dengan pengelola
angkutan sewa, dan antara pengelola angkutan sewa dengan penyewa kendaraan.
Dalam hal ini, hubungan hukum yang terjadi adalah antara pengelola usaha
angkutan sewa (selaku pemberi sewa atau pemilik kendaraan sewa) dengan pihak
yang menyewa kendaraan (penyewa).
Pada prakteknya, penyewaan kendaraan selalu disertakan perjanjian sewa-
menyewa antara pihak pengelola dengan penyewa, baik dalam bentuk perjanjian
di bawah tangan maupun perjanjian yang dibuat secara akta notariil. Walau
demikian yang kerap terjadi adalah perjanjian lisan tanpa adanya perjanjian
tertulis.
Perjanjian lisan dapat menimbulkan kerugian bagi pihak pengelola
sebagaimana kutipan berita dibawah ini.
TRIBUNNEWSBATAM.COM,TANJUNGPINANG - Kejadian pembobolan terhadap 4 mobil di lokasi yang berbeda di Tanjungpinang sehari kemarin membuat pengusaha rental mobil jadi resah. Pasalnya dua dari empat mobil yang dibobol itu adalah mobil rental atau sewa.
Edy seorang pemilik usaha mobil rental di kawasan Batu 9 Tanjungpinang mengaku khawatir. Karena selama ini Tanjungpinang dikenal aman dan nyaman. Tiba tiba kejadian pembobolan datang beruntun.
"Kalau musibah memang tak tau kita kapan akan terjadinya, tapi juga harus antisipasi. Seperti memberikan sensor alarm kepada mobil-mobil rental yang kita punya agar jika ada kejadian seperti itu mobil bisa bunyi," ujar Edy (31/8).
Jika terjadi hal seperti itu, pihak rental juga merasa rugi. Apalagi sampai merusak mobil seperti itu. Terkadang ada pihak rental yang bisa nego dan bayar setengah-setengah dengan korban. Tapi ada juga pihak rental yang nggak mau seperti itu. "Kalau kami biasanya. Mobil diberikan bagus, berarti dikembalikan juga harus bagus," lanjutnya. Dia berharap pihak kepolisian segera bisa menangkap para pelaku kejahatan supaya pengusaha dan masyarakat tidak resah.
2
Kerugian yang terjadi oleh pihak pengeola tidak dapat dibebankan ke
penyewa karena perjanjian sewa diakukan dengan perjanjian lisan dan mungkin
saja tidak ditanggung oleh pihak asuransi karena penggunaan mobil bukan oleh
pemilik.
Tindakan pengelola usaha angkutan sewa yang memberikan kendaraan
sewaannya kepada orang lain dengan adanya suatu janji mengenai pembayaran
dan pemakaian kendaraan sewaan tersebut, telah menerbitkan suatu hubungan
hukum sewa-menyewa, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1548 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”).
“Perjanjian sewa-menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainya
kenikmatan dari suatu barang, selama waktu tertentu dan dengan pembayaran
suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan telah disanggupi
pembayaranya.”
Usaha angkutan sewa ini dijalankan berdasarkan hukum kebiasaan. Mulai
dari penerapan tarif, penentuan trayek hingga penentuan calon penyewa
kendaraan. Sehinga belum ada keseragaman pengelolaan usaha angkutan sewa ini.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Masalah-masalah yang timbul sehubungan dengan usaha angkutan sewa
ini diantaranya :
Pemilik Usaha Angkutan Sewa memarkir/mangkal disembarang
tempat.
3
Adanya penyerobotan jalur trayek angkutan umum dalam trayek
resmi.
Pemilik usaha angkutan sewa mengutip tarif sewa yang tinggi
kepada penyewa.
Pemilik usaha angkutan sewa tidak bertanggung jawab saat terjadi
kecelakaan yang menimpa penumpang/penyewa.
Adanya modus penggunaan kendaraan angkutan sewa oleh
penyewa untuk tujuan kejahatan.
Penyewa kendaraan mengendarai kendaraan angkutan sewa secara
ugal-ugalan.
Penyewa kendaraan menghindar atau lari dari tanggung jawab saat
kendaraan yang disewa rusak
Adapun pemecahan atas permasalah diatas dapat diupayakan dengan:
Perlu disediakan tempat khusus
Diberlakukan izin khusus berupa izin usaha angkutan sewa dan
izin operasi usaha sewa.
Diberlakukannya daftar tarif resmi khusus angkutan sewa termasuk
pajak dan retribusinya
Penerapan Argometer yang telah di telah resmi
Pemilik kendaraan angkutan sewa hendaknya mengasuransikan
kendaraan dan penumpang saat kendaraan tersebut dipergunakan
Pemilik kendaraan angkutan sewa harus meneliti identitas penyewa
dengan cermat.
4
Pemilik kendararaan angkutran sewa hanya memasang kaca film
yang transparan/bening saja pada kendaraan angkutan sewa
miliknya.
Tidak menyewakan kendaraan kepada penyewa yang diindikasikan
sedang mabuk.
Pemeliharaan kendaraan angkutan sewa rutin secara berkala oleh
pemilik kendaraan angkutan sewa.
Melaporkan kepada pihak kepolisian setempat apabila penyewa
kendaraan lari dari tanggung jawabnya.
Sehubungan pengaturan tentang usaha angkutan sewa di Kota
Tanjungpinang belum tertuang dalam suatu peraturan daerah Kota
Tanjungpinang, maka perlu dirancang suatu Peraturan Daerah Kota
Tanjungpinang tentang Usaha Angkutan Sewa di Kota Tanjungpinang.
Sebagai pertimbangan perlunya dibuat suatu perencanaan Peraturan
Daerah Kota Tanjungpinang mengenai usaha angkutan sewa ini adalah bahwa
secara filosofis setiap usaha menimbulkan keuntungan dan kerugian. Bagaimana
mengelola dan mengatur keuntungan tersebut agar dapat bermanfaat bagi
masyarakat secara umum dan Pemerintah Kota Tanjungpinang secara khusus.
Serta bagaimana meminimalisir kerugian yang akan timbul dari usaha rental
mobil ini, sehingga tidak menimbulkan korban baik korban materi maupun korban
jiwa.
Secara sosiologis bahwasanya usaha angkutan sewa ini melibatkan banyak
pihak. Selain pihak pemilik dan penyewa kendaraan, juga melibatkan aparat
5
berwenang dalam mengatur dan mengawasi penyelenggaraan usaha angkutan
sewa ini.
Secara yuridis bahwa usaha angkutan sewa melibatkan dua pihak, yaitu
pemilik dan penyewa kendaraan. Perlu adanya kepastian hukum atas kejadian
yang timbul dari penyelenggaraan usaha angkutan sewa ini.
Untuk itulah keberadaan peraturan daerah mengenai usaha angkutan sewa
di Kota Tanjungpinang perlu segera dibuat, agar masyarakat dan Pemerintah Kota
Tanjungpinang dapat menempatkan posisinya sesuai porsi yang telah ditentukan.
Diharapkan dari pemaparan-pemaparan diatas, penyusunan Naskah
Akademis ini dapat menjadi acuan atau referensi bagi penyusunan dan
pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang tentang Usaha
Angkutan Sewa di Kota Tanjungpinang.
6
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
A. KAJIAN TEORITIS
Pentingnya transportasi terlihat dengan semakin meningkatnya kebutuhan
akan jasa angkutan bagi mobilitas orang maupun barang dari satu tempat ke
tempat lainnya. Dengan meningkatnya pembangunan di Kota Tanjungpinang
semakin meningkat pula kebutuhan warga akan aksesibilitas sehari-hari, apalagi
pada saat-saat liburan dan hari raya.
Di setiap harinya, terdapat warga yang menggunakan fasilitas kendaraan
umum baik untuk tujuan bisnis maupun wisata. Berbagai cara dilakukan warga
untuk dapat memenuhi kegiatan perjalanannya. Dari mulai mengunakan
kendaraan sendiri, angkutan umum hingga menyewa kendaraan.
Dalam transportasi sistem kegiatan yang memindahkan orang maupun
barang disebut sistem angkutan barang. Sistem kegiatan memindahkan orang
disebut sistem angkutan penumpang. Secara lebih spesifik lagi Vuchic (1981:60)
mengatakan bahwa sistem angkutan penumpang ini dapat dikelompokkan
berdasarkan tipe operasi dan penggunanya menjadi; angkutan pribadi, angkutan
yang disewakan dan angkutan umum (Vuchic, 1981).
Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum menurut
Pasal 140 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkurtan Umum terdiri atas; angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor
7
Umum dalam trayek; dan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum
tidak dalam trayek.
Klasifikasi angkutan umum tidak dalam trayek menurut Keputusan
Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan
Angkutan Orang Di Jalan Dengan Kendaraan Umum, terdiri dari; angkutan
taksi, angkutan sewa, angkutan pariwisata dan angkutan lingkungan.
Kian maraknya usaha angkutan sewa di Kota Tanjungpinang, merupakan
suatu fenomena tersendiri. Ada keuntungan dan juga dampak yang ditimbulkan
dari kegiatan usaha angkutan sewa tersebut.
Kebutuhan anggota masyarakat dalam mobilitas aktivitasnya yang
mendesak dan bersifat segera, dibaca oleh pengusaha angkutan sewa sebagai
peluang usaha. Tak jarang transaksi sewa-menyewa dilakukan dengan lisan saja
atas dasar sepakat kedua belah pihak dengan tawaran tarif yang ditentukan
sepihak oleh pengelola usaha angkutan sewa.
Unsur kenyamanan dan keselamatan kadang kurang diperhatikan baik oleh
si penyewa maupun pengelola angkutan sewa. Prinsipnya mengantar ke tempat
tujuan dengan cepat dan tepat waktu.
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkurtan Umum bahwa Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi
pelayanan minimal yang meliputi; keamanan, keselamatan, kenyamanan,
keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan.
Kondisi kendaraanpun harus memenuhi kriteria-kriteria sebagaimana
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan sebagai
8
pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkurtan Umum. Serta Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang
Angkutan Jalan.
Adanya tumpang tindih jalur pelayanan atas pengoperasian kendaraan
angkutan sewa ini sering dikeluhkan oleh pemilik kendaraan angkutan umum
dalam trayek, walaupun pelayanan angkutan sewa merupakan pelayanan
angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi yang tidak dibatasi oleh
wilayah administratif dan merupakan pelayanan angkutan umum yang tidak
berjadwal.
Mobil penumpang umum yang dioperasikan untuk angkutan sewa yang
ada di Kota Tanjungpinang amat beragam jenis dan tidak ada ciri khusus yang
melekat pada kendaraan tersebut. Kita dapat menyimpulkan bahwa itu adalah
kendaraan angkutan sewa dari sekumpulan kendaraan jenis minibus yang parkir
berjajar di depan toko, tempat keramaian, atau dipinggir pinggir jalan di bawah
naungan pohon dengan tanda papan nama kelompok usaha angkutan sewa yang
bersangkutan.
Alangkah baiknya jika kendaraan yang digunakan sebagai angkutan sewa
ini memiliki keseragaman serta memenuhi persyaratan seperti: dilengkapi dengan
tanda nomor kendaraan dengan warna dasar plat hitam dengan tulisan yang
khusus dan diberi kode khusus pula. Selain itu demi menjamin keamanan dan
kenyamanan pengguna jasa sewa, hendaknya kendaraan sewa dilengkapi dengan
dokumen perjalanan yang sah berupa surat tanda nomor kendaraan, buku uji dan
kartu pengawasan.
9
B. KAJIAN PRAKTIS EMPIRIS
Sebagai kajian empiris dari aktivitas usaha angkutan sewa yang ada di
Kota Tanjungpinang, berdasarkan studi pengamatan didapat beberapa fakta
sebagai berikut :
Terjadi penyempitan ruas jalan akibat parkir/mangkal dipinggir
jalan sehingga menimbulkan kemacetan.
Dari kemacetan yang terjadi tidak jarang menimbulkan pula
kecelakaan bagi pengguna jalan lainnya.
Berkurangnya penghasilan sopir angkutan umum bertrayek resmi
akibat tumbat tindihnya jalur pelayanan
Pemberlakuan tarif sesuka hati tanpa ada standar tarif yang resmi,
dan penyewapun hanya bisa menerima saja.
Saat terjadi kecelakaan, Penumpang/penyewa menanggung sendiri
biaya pengobatannya.
Pemilik kendaraan angkutan sewa kehilangan kendaraannya karena
dibawa kabur penyewa.
Kendaraan angkutan sewa digunakan dalam tindak pidana
perampokan, pencurian, penculikan.
Ketika kendaraan angkutan sewa rusak karena suatu kecelakaan,
Pemilik kendaraan angkutan sewa mengalami kerugian.
10
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
Usaha Angkutan Sewa dapat dikategorikan sebagai usaha di bidang
pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum, yang menurut pasal
140 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkurtan Umum terdiri dari; angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor
Umum dalam trayek; dan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum
tidak dalam trayek. Dan lebih spesifik dalam pasal 151 yaitu Pelayanan angkutan
orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 140 yang terdiri atas:
a. angkutan orang dengan menggunakan taksi;
b. angkutan orang dengan tujuan tertentu;
c. angkutan orang untuk keperluan pariwisata; dan
d. angkutan orang di kawasan tertentu.
Selanjutnya dalam Pasal 28 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor:
KM.35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan
Dengan Kendaraan Umum disebutkan bahwa Angkutan orang dengan
kendaraan umum tidak dalam trayek, terdiri dari:
a. Angkutan Taksi;
b. Angkutan Sewa;
c. Angkutan Pariwisata;
11
d. Angkutan Lingkungan
Jadi cukup jelas bahwa usaha angkutan sewa yang dikategorikan sebagai
angkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek yang berupa
angkutan sewa, sesungguhnya telah diatur secara nasional. Namun pengaturan
secara regional khususnya di Kota Tanjungpinang belum ada.
Dalam Pasal 138 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum, disebutkan bahwa Angkutan umum
diselenggarakan dalam upaya memenuhi kebutuhan angkutan yang selamat, aman,
nyaman, dan terjangkau. Hal ini kurang selaras dengan kenyataan bahwa dalam
kegiatan usaha kendaraan sewa, diselenggarakan tanpa mengindahkan bunyi pasal
tersebut.
Pada umumnya kendaraan yang digunakan sebagai kendaraan angkutan
sewa dalam kondisi masih baru dan bagus sehingga kesan aman dan nyaman
mengendarai dan menggunakan kendaraan tersebut bisa dirasakan. Namun
dikarenakan adanya target setoran kendaraan angkutan sewa tersebut harus dibagi
dengan cicilan kredit kendaraan dan operasional sehari-hari pemilik kendaraan
angkutan sewa. Sehingga untuk calon penyewa yang baru saja menggunakan
(bukan pelanggan) jasa sewa kendaraannya dikenakan tarif yang tinggi.
Pengenaan tarif sewa yang tinggi sesungguhnya bertentangan dengan pasal
141 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkurtan Umum, yaitu: Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi standar
pelayanan minimal yang meliputi: keamanan; keselamatan; kenyamanan;
12
keterjangkauan; kesetaraan; dan keteraturan. Unsur keterjangkauan belum
terpenuhi.
Dan juga pasal Pasal 183 ayat (2) yaitu bahwa tarif Penumpang untuk
angkutan orang tidak dalam trayek dengan tujuan tertentu, pariwisata, dan di
kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf b, huruf c, dan
huruf d ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pengguna Jasa dan Perusahaan
Angkutan Umum. Jadi dalam hal ini adalah harus ada kesepakatan bukan
penetapan sepihak.
Tentang keamanan dan kenyamanan kendaraan juga seharusnya sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2012
tentang Kendaraan terutama pada pasal 1 angka 5, pasal 5 ayat (2), serta
persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor dalam Bab III pada pasal 6
sampai pasal 93.
Apabila kita bertanya kepada pengelola usaha angkutan sewa tentang izin
usaha, pastinya mereka akan menjawab tidak mempunyai izin dan tidak tahu jika
ada aturan yang mengatur tentang izin usaha angkutan sewa. Seperti kegiatan
usaha lainnya, bahwa usaha angkutan sewa pun seyogyanya harus memiliki izin
dari pemerintah daerah setempat. Hal ini seperti diamanatkan dalam Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkurtan Umum
Pasal 173 ayat (1), yaitu:
Perusahaan Angkutan Umum yang menyelenggarakan angkutan orang
dan/atau barang wajib memiliki:
a. izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek;
13
b. izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek; dan/atau
c. izin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat berat.
Perihal izin usaha angkutan juga diamanatkan dalam pasal 35 Keputusan
Menteri Perhubungan Nomor: KM.35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan
Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum, yaitu untuk melakukan
usaha angkutan wajib memiliki izin usaha angkutan.Dan Izin Penyelenggaraan
Angkutan Orang Tidak dalam Trayek seperti dalam Pasal 179 ayat (1) pada huruf
d Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkurtan Umum, diberikan oleh bupati/walikota untuk taksi dan angkutan
kawasan tertentu yang wilayah operasinya berada dalam wilayah kabupaten/kota.
Mobil penumpang umum yang dioperasikan untuk angkutan sewa
haruslah memenuhi persyaratan sebagaimana pasal 30 ayat (3) Keputusan
Menteri Perhubungan Nomor: KM.35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan
Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum, yaitu :
dilengkapi tanda nomor kendaraan dengan warna dasar plat hitam dengan
tulisan putih dan diberi kode khusus;
dilengkapi dokumen perjalanan yang sah, berupa surat tanda nomor
kendaraan, buku uji dan kartu pengawasan.
Pada kenyataannya penerapan pasal ini belum dilaksanakan, dikarenakan
belum adanya peraturan daerah yang mengatur tentang hal ini. Untuk terwujudnya
rasa keamanan dan kepastian hukum akan tanggung jawab pengelola usaha
angkutan sewa, menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
14
Lintas dan Angkurtan Umum pengusaha angkutan sewa mengasuransikan
tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 dan pasal 192
mengenai tanggung jawab pengusaha angkutan umum atas kerugian yang diderita
oleh Penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan
angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau
dihindari atau karena kesalahan Penumpang. Juga dalam pasal Pasal 237 ayat (1),
yaitu Perusahaan Angkutan Umum wajib mengikuti program asuransi kecelakaan
sebagai wujud tanggung jawabnya atas jaminan asuransi bagi korban kecelakaan.
Usaha kendaraan sewa menghasilkan pendapatan bagi pengelolanya.
Namun hal ini belum dijadikan sebagai aset pendapatan bagi daerah dari
pungutan retribusi jasa usaha sebagaimana pengaturannya dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
15
BAB IV
LANDASANN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS
A. LANDASAN FILOSOFIS
Angkutan Umum mempunyai peranan penting dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah dan pemersatu wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan wawasan nusantara,
memperkokoh ketahanan nasional dalam usaha mencapai tujuan nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945
B. LANDASAN SOSIOLOGIS
Semakin meningkat dan berkembangnya dinamika usaha di bidang
perhubungan darat khususnya di bidang angkutan sewa di Kota Tanjungpinang,
maka sebagai perwujudan dari pelaksanaan otonomi Provinsi Kepulauan Riau,
diperlukan suatu pengaturan khusus mengenai usaha angkutan sewa dalam daerah
Kota Tanjungpinang.
Selain itu untuk mengimplementasikan Rencana Strategis Pemerintah
Kota Tanjungpinang dalam mengantisipasi dan menanggulangi banyaknya jumlah
angkutan sewa yang beroperasi di Kota Tanjungpinang, para pengusaha angkutan
sewa perlu mendapat pengaturan guna mendapat penetapan izin usaha angkutan
dan izin operasi yang dipakai dan digunakan dengan cara sewa.
16
C. LANDASAN YURIDIS
1. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia1945
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkurtan
Umum
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2000 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2012 tentang
Kendaraan
6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM.35 Tahun 2003 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum.
17
BAB V
JANGKAUAN ARAH PENGATURAN
DAN LINGKUP MATERI MUATAN
PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG
A. KETENTUAN UMUM
Istilah-istilah dalam rumusan Peraturan Daerah ini adalah:
1. Angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke
tempat lain dengan menggunakan kendaraan;
2. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas Kendaraan
Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.
3. Kendaraan Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan
mekanik berupa mesin selain Kendaraan yang berjalan di atas rel.
4. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk
dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran baik langsung maupun
tidak langsung;
5. Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang
dengan mobil bus, yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan
tetap dan jadwal tetap maupun tidak berjadwal;
6. Angkutan Sewa adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang
umum yang melayani angkutan dari pintu ke pintu, dengan atau tanpa
pengemudi, dalam wilayah operasi yang tidak terbatas;
18
7. Mobil Penumpang, adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi
sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk
pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi.
8. Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan
menurunkan orang dan/atau barang serta mengatur kedatangan dan
pemberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah satu wujud simpul
jaringan transportasi;
9. Parkir adalah keadaan Kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa
saat dan ditinggalkan pengemudinya.
10. Berhenti adalah keadaan Kendaraan tidak bergerak untuk sementara dan tidak
ditinggalkan pengemudinya.
11. Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa
angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum.
12. Pengguna Jasa adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan
jasa Perusahaan Angkutan Umum.
13. Pengemudi adalah orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan
yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi.
14. Penumpang adalah orang yang berada di Kendaraan selain Pengemudi dan
awak Kendaraan.
15. Pengguna Jalan adalah orang yang menggunakan Jalan untuk berlalu lintas.
16. Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan
tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain
yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.
19
17. Keamanan adalah suatu keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau
Kendaraan dari gangguan perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut
dalam berlalu lintas.
18. Keselamatan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko
kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, Kendaraan,
Jalan, dan/atau lingkungan.
19. Pemerintah Daerah adalah Walikota Tanjungpinang, dan perangkat daerah
Kota Tanjungpinang sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Kota
Tanjungpinang.
20. Dinas Kota adalah instansi di tingkat Kota Tanjungpinang yang bertanggung
jawab di bidang penyelenggaraan angkutan orang di jalan.
B. MATERI YANG AKAN DIATUR
1. Ketentuan Umum; memuat tentang istilah-istilah yang dipakai dalam
rancangan peraturan daerah yang akan dibuat
2. Angkutan Tidak Dalam Trayek, meliputi pengaturan mengenai Jenis
Angkutan Sewa; Ciri-ciri jenis Angkutan Sewa; Persyaratan Teknis dan Laik
Jalan Kendaraan yang digunakan untuk Angkutan Sewa;
3. Perizinan Angkutan Sewa, meliputi Izin Usaha Angkutan Sewa; Syarat dan
Cara Mendapatkan Izin Usaha Angkutan Sewa; Kewajiban Pemegang Izin
Usaha Angkutan Sewa;
4. Izin Operasi Angkutan Sewa, meliputi Syarat dan Cara Mendapatkan Izin
Operasi Angkutan Sewa; Kewajiban Pemegang Izin Operasi Angkutan Sewa;
20
5. Tarif Angkutan Sewa
6. Sertifikasi Pengemudi Angkutan Sewa, meliputi Pelatihan ketrampilan
pelayanan dan keselamatan bagi Pengemudi Angkutan Sewa; Syarat dan Cara
Memperoleh Sertifikasi Pengemudi Angkutan Sewa.
7. Hak dan Kewajiban Penumpang.
8. Tanggung Jawab Pengusaha Angkutan Sewa.
9. Pangkalan Angkutan Sewa
10. Penetapan Retribusi meliputi Tata Cara Pemungutan Retribusi; Tata Cara
Pembayaran Retribusi dan Sanksi Administrasi
11. Pengendalian dan Pengawasan
12. Ketentuan Sanksi
13. Ketentuan Peralihan
14. Ketentuan Penutup
21
BAB VI
PENUTUP
Untuk mencapai tujuan pembangunan daerah Kota Tanjungpinang,
Angkutan Sewa memiliki posisi yang penting dan strategis dalam pembangunan
daerah yang berwawasan lingkungan dan hal ini harus tercemin pada kebutuhan
mobilitas seluruh sektor dan wilayah.
Angkutan sewa merupakan salah satu sarana angkutan umum dalam
mempelancar roda perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan serta
mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara.
Pentingnya Angkutan Sewa tersebut tercermin pada semakin
meningkatnya kebutuhan akan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang.
Menyadari peranan Angkutan Sewa, maka keberadaan Angkutan Sewa harus
ditata dalam satu sistem yang terpadu dan mampu mewujudkan tersedianya jasa
pelayanan angkutan umum yang serasi dengan tingkat kebutuhan masyarakat dan
pelayanan angkutan yang tertib, selamat, aman, nyaman, cepat, tepat, teratur,
lancar, dan dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Penyelenggaraan Angkutan Sewa hendaknya diselenggarakan secara
profesional dan selalu ditingkatkan pelayanannya kepada masyarakat dengan
memperhatikan sebesar-besar kepentingan umum dan kemampuan masyarakat,
koordinasi antar unsur terkait serta terciptanya keamanan dan ketertiban
masyarakat dalam penyelenggaraan usaha Angkutan Sewa.
Keseluruhan hal tersebut perlu dicerminkan dalam satu rancangan
peraturan daerah yang utuh, yang didalamnya diatur mengenai hak, kewajiban dan
22
tanggung jawab pemerintah, para pemilik jasa, para pengguna jasa, dan tanggung
jawab penyedia jasa terhadap kerugian pihak ketiga sebagai akibat dari
penyelenggaraan usaha Angkutan Sewa di Kota Tanjungpinang.
Di samping itu dalam rangka untuk lebih memantapkan perwujudan
kepastian hukum, peraturan mengenai Angkutan Sewa ini belum tertata dalam
satu kesatuan sistem yang merupakan bagian dari transportasi secara keseluruhan.
23
NASKAH AKADEMIS PENGELOLAAN ANGKUTAN SEWA (RENTAL)
KOTA TANJUNGPINANG
Oleh :
JULIAWATI
NIM : 11101015
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK RAJA HAJI
TANJUNGPINANG
2013
24
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil’alamin selalu penulis panjatkan kehadirat Ilahi
Rabbi yang telah memberi islam, iman dan ihsan. Sehingga pada akhirnya penulis
mampu menyelesaikan tugas makalah ini. Dimana tugas ini penulis sajikan dalam
bentuk buku yang sederhana.Adapun judul penulisan Tugas ini adalah
“NASKAH AKADEMIK PENGELOLAAN USAHA ANGKUTAN
SEWA(RENTAL) KOTA TANJUNGPINANG”. Shalawat teriring salam
senantiasa penulis haturkan keharibaan Nabi Muhammad Saw yang telah
menggulung tikar-tikar kekafiran dan untuk penggantinya beliau telah
menebarkan panji-panji islam di muka bumi ini.
Dengan terselesaikannya tugas ini, maka perkenankan penulis
mengucapkan terima kasih kepadasemua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu sehingga terwujudnya penulisan ini.Akhir kata penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya atas segala kesalahan, kekurangan dan ketidaktepatan
argumen.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis mohon kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Semoga apa yang telah
penulis lakukan diridhoi Allah Swt, dan semoga apa yang penulis sumbangkan
dapat bermanfaat bagi penulis khususunya dan bagi pembaca umumnya.
Tanjungpinang, Januari 2014
( Penulis )
25
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Identifikasi Masalah...............................................................................................2
Bab II Kajian Teoritis dan Praktik Empiris..........................................................................6
A. Kajian Teoritis........................................................................................................6
B. Praktis Empiris.......................................................................................................9
Bab III Evaluasi dan Analisis..............................................................................................10
Bab IV Landasan Filosofis,sosiologis dan yuridis...............................................................15
A. Landasan Teoritis.................................................................................................15
B. Landasan Sosiologis.............................................................................................15
C. Landasan Yuridis..................................................................................................16
Bab V Jangkauan Arah Pengaturan dan Lingkungan Materi............................................17
A. Ketentuan Umum................................................................................................17
B. Materi yang akan diatur......................................................................................19
Bab VI Penutup.................................................................................................................21
26