naskah akademik pengembangan bahan ajar dan...
TRANSCRIPT
1
NASKAH AKADEMIK
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR
DAN STANDAR KOMPETENSI
PAUD FORMAL DAN NON-FORMAL
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
”Tomorrow’s children will have the potential to createa new era of evolution”. Anak-anak masa depan akan mempunyai potensi untuk menciptakan evolusi baru.
Riane Eisler dalam Tomorrow’s Children (2000)
Masalah anak usia dini selalu menjadi pembicaraan hangat terus-menerus. Beberapa
periode pemerintah menunjukkan perubahan fokus kebijakan. Pada tahun 1960-an
sampai akhir 1970-an program pemerintah lebih terfokus pada upaya menurunkan angka
mortalitas (kematian bayi) dan morbiditas anak. Era ini disebut ”Child Survival
Strategy.”Program primadona pemerintah adalah upaya perbaikan gizi dan kesehatan
melalui program Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK). Asumsi melalui perbaikan
gizi dan kesehatan akan membuat generasi bangsa menjadi lebih pandai dan produktif
yang nantinya kelak akan memicu lajunya pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini tidak
terlepas dari pengaruh World Bank yang mendorong negara-negara berkembangan dapat
menjalankan program gizi dan kesehatan sebagai gerbang perbaikan kualitas manusia.
Tahun 1978 terjadi pergeseran konsep dari sektor gizi ke arah yang lebih holistik.
Deklarasi Alma Alta pada tahun 1978 sebagai kesepakatan internasional diratifikasi
untuk menyatukan program gizi dan kesehatan dalam naungan ”Primary Health Care”.
Pelayanan pada anak balita melibatkan tujuh aspek antara lain (1) monitoring
pertumbuhan fisik anak dengan penimbangan rutin setiap bulan dengan menggunakan
kartu menuju sehat, (2) pengggunaan ORALIT, (3) ASI ekslusif, (4) Imunisasi, (5)
Program KB, (6) Pemberian makanan tambahan, (7) dan pendidikan gizi pada para ibu.
Program Bina Keluarga Balita diwujudkan dalam program POSYANDU. Sayangnya
aspek psiko-sosial terabaikan.
Hasil penelitian Kesejahteraan Anak Indonesia yang dipaparpan Bina Keluarga
Balita pada Forum Padu 30 September 2002 memperlihatkan delapan aspek penting
dalam pola pelayanan dan pengasuhan anak usia dini baru dilaksanakan 40% para orang
tua. Sementara 60% aspek penting lainnya terabaikan, seperti keadaan lingkungan yang
buruk (malah sangat buruk), masalah berkomunikasi dengan anak, rendahnya disiplin dan
pengasuhan, kurangnya pengetahuan dan semangat, serta terabaikannya perkembangan
moral dan psikososial.
Kondisi di atas hingga sekarang menunjukkan perbaikan yang kurang signifikan,
malah terlihat semakin parah. Masalah multidimensi yang dialami negeri ini telah
memperburuk kondisi kehidupan anak-anak usia dini kita. Masalah fisik dan kesehatan
yang tadinya menunjukkan grafik yang menggembirakan sekarang malah menunjukkan
grafik menurun. Fenomena busung lapar, gizi buruk dan rentannya tubuh anak terhadap
2
serangan berbagai penyakit seperti diare, campak dan sebagainya dipertontonkan media
setiap waktu. Belum lagi masalah pengasuhan yang didampingi serbuan media yang telah
meracuni pikiran dan semangat para balita. Program televisi yang sibuk
mempertontonkan hal-hal yang tidak pantas untuk anak-anak belia kita seperti Smack
Down yang menampilkan kekerasan pisik, Pildacil yang berkedok tuntunan. Era Super
Kid’s, Cinderella Syndrome pun mengepung para belia.
“Jika anak-anak tercabut dari masa kanak-kanaknya, maka lihatlah, ketika anak itu
dewasa, maka ia akan menjadi orang dewasa yang infantile alias kekanak-kanakan...”
(Neil Postman)
Sederet faktor risiko di atas terkait dengan ketakmatangan aspek sosial-emosi
pun menunggu mereka, seperti rendahnya rasa percaya diri, rendahnya kemampuan
bekerjasama, kurang konsentrasi, ketidakmampuan dalam berkomunikasi, dan kurangnya
rasa empati. Anak-anak yang bermasalah dalam perkembangan sosial-emosi inilah kelak
akan mengalami kesulitan dalam belajar, berinteraksi sosial, dan merugikan banyak
kehidupan mereka ke depan. Inilah yang menjadi fokus bagaimana pentingnya
pendidikan bagi anak usia dini dan pengembangan bahan ajar yang terstandar sesuai
dengan prinsip-prinsip perkembangan anak secara patut.
B. LANDASAN
1. UUD 1945
Mencerdaskan kehidupan bangsa ( alinea ke-4 Pembukaan )
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28 B ayat 2 )
Setiap anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia ( pasal 28 c ayat 2 )
Negara menjamin kelangsungan
hidup, pengembangan dan perlindungan anak terhadap eksploitasi dan
kekerasan”.
2. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
bakatnya ( pasal 9 ayat 1) 3. Kesepakatan Jomttien- Thailand ( 1990)
Pendidkan untuk semua – Pendidikan sepanjang hayat
3. Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan. 4.
4. Deklarasi Dakkar tentang Pendidikan Untuk Semua (Education for All), Senegal
2000, antara lain tentang perlunya memperluas dan memperbaiki keseluruhan
perawatan dan pendidikan anak yang sangat rawan dan kurang beruntung
3
5. World Fit for Children (2002) antara lain mencanangkan kehidupan yang sehat,
pendidikan yang berkualitas , perlindungan terhadap aniaya, explotasi dan
kekerasan serta memerangi HIV / AIDS
C. TUJUAN
Tujuan Umum
Sebagai acuan dalam melaksanakan program pendidikan anak usia dini di lapangan
sehingga dapat memberikan pelayanan pendidikan yang optimal.
Tujuan Khusus
1. Meningkatkan pengetahuan stakeholder di lapangan terhadap pelayanan
pendidikan bagi anak usia dini agar dapat memberikan pendidikan seutuhnya
sesuai dengan perkembangan dan keunikan anak.
2. Meningkatkan potensi stakeholders di lapangan untuk mengembangkan bahan
ajar bagi anak usia dini sesuai dengan standar perkembangan yang patut dan
kebijakan yang berlaku.
D. SASARAN
Terjadinya kesepahaman antar stakeholders yang berkepentingan untuk dapat
memberikan pelayanan pendidikan yang optimal patut pada anak usia dini.
E. RUANG LINGKUP
Mencakup teori-teori yang mendukung pentingnya pengembangan bahan ajar bagi
anak usia dini yang terstandar dengan perkembangan anak usia dini yang seutuhnya
dan mengacu pada kepatutan.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
Anak-anak yang memiliki motivasi kuat untuk belajar akan mempunyai masa depan yang
cerah diwarnai penemuan, kesempatan, dan kontribusi. Mereka memiliki kecenderungan
alami untuk menguasai hal-hal tersebut yang akan membuatnya sukses pada abad ke 21,
serta mendapat manfaat dari segala perubahan positif dalam masyarakat. Mereka yang
memiliki motivasi belajar yang kuat mungkin saja akan menghadapi kendala-kendala
dari sebuah ketidakadilan, tetapi kendala tersebut bukanlah musuhnya. Mereka akan
menjadi orang-orang yang paling cocok untuk belajar bagaimana menghadapi kendala
tersebut. Mareka akan menjadi orang yang paling mampu berkreasi dan mencapai
kesuksesan karena hasil terbaik dalam IPTEK, penelitian, dan kesenian tidak dapat
dipaksakan dari hati yang mengerdil. ---Wloddkowski--
-
Neil Postman seorang sosiolog Amerika pada tahun 80-an sangat mencemaskan akan
hilangnya masa kanak-kanak dalam kehidupan anak. Sistem pendidikan, terutama pada
pendidikan anak usia dini terjebak dalam suatu pemikiran yang tidak memberi
kesempatan pada anak untuk bertumbuh memekarkan dirinya sesuai dengan potensi dan
keunikan yang mereka miliki sebagai anak. Padahal anak perlu menjadi anak untuk dapat
menjadi manusia dewasa. Tercerabutnya para belia ini dari masa kanak-kanaknya,
dikhawatirkan akan menggelincirkan kehidupan mereka menjadi masyarakat yang
infantile, suatu masyarakat yang kekanak-kanakan. Untuk itu akan akan dilakukan
beberapa kajian ilmiah terkait dengan teori-teori klasik dan kekinian yang diharapkan
dapat membangun pola pikir yang sama dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi
belia kita, anak-anak usia dini di Indonesia.
A. PRINSIP TEORITIS TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI
Memunculkan prinsip teoritis dalam naskah akademik ini sangat penting untuk
membangun kesepaham sebagai usaha memberikan pelayanan pendidikan yang
baik terhadap pendidikan anak usia dini. Berbagai teori klasik yang ada hingga
teori-teori kekinian yang ada merupakan sebuah perjalanan panjang bagaimana
dunia pendidikan selalu berubah memberikan solusi terbaik dalam rangka
5
membangun manusia yang mulia cerdas dan baik (good and smart). Beberapa
teori yang akan diungkapkan secara ringkas antara lain :
1 . Teori Perkembangan Kognitif oleh Piaget
. Ada beberapa tahap perkembangan kognitif yang digagas Piaget:
Tahap Sensorimotoris (usia 0 hingga 18 bulan)
Tahap Praoperasional (usia 18 bulan hingga 6 atau 7 tahun)
Tahap Konkrit Operasional (usia 8 tahun hingga 12 tahun
Tahap Formal Operasional (usia 12 tahun hingga usia dewasa).
Tahap Praoperasional
Anak usia dini yang berusia 4 hingga 6 tahun berada pada tahapan ini. Di mana
anak mampu berfikir tentang obyek benda, kejadian, atau orang lain. Anak sudah
mulai mengenal simbol berupa kata-kata, angka, gambar dan gerak tubuh. Namun
cara berfikir ini masih tergantung pada obyek konkrit dan rentang waktu kekinian,
serta tempat di mana ia berada. Mereka belum mampu berfikir abstrak sehingga
simbol-simbol yang konkrit sangat dibutuhkan untuk dapat dipahami mereka.
Misalnya dalam mengenalkan angka mesti diiringi dengan obyek nyata berupa
gambar atau benda-benda lainnya yang jumlahnya sesuai dengan angka tersebut.
Selain itu anak juga belum mampu mengaitkan waktu sekarang dengan waktu
lampau (irreversibility).
2 . Teori Perkembangan Psikososial oleh Erik Erikson
Erikson (1902-1994) membagi tahapan perkembangan psikososial ini ke dalam
delapan rentang perkembangan, yang dalam rentang usia 3 hingga 6 tahuan tengah
berada dalam tahapan Inisitif. Menurut Erikson rentang inisiatif ini berada dalam
perkembangan emosi. Peran guru sebagai pendidik mesti mampu menghadirkan
emosi positif dalam mengiringi proses pendidikan. Hal ini akan membantu anak
dalam mengelola konflik-konflik yang terjadi akibat benturan emosi positif dan
emosi negatif dalam pergaulan sehari-hari mereka yang berhubungan antarmanusia
6
dan lingkungannya. Tahapan ini ia istilahkan sebagai ”INISIATIF” versus
”MERASA BERSALAH” (Inisiative VS Guilty).
Seorang anak dengan perkembangan emosi yang baik pada tahap sebelumnya
akan berpotensi berkembang ke arah yang positif. Mereka kreatif, antusias
melakukan sesuatu, suka bereksperimen, berimajinasi, berani mengambil risiko,
dan senang bergauk dengan sesama teman. Namun semua ini tergantung pada
kondisi yang disiapkan pendidik kepada mereka. Jika anak-anak suka dipuji dan
hasil karyanya dihargai tentu saja akan menumbuhkan emosi positif yang berguna
menguatkan perkembangan kepribadiannya. Sebaliknya jika ia suka dikritik, dilabel
sebagai anak nakal tentu saja akan muncul emosi negatif yang akan menumbuhkan
rasa bersalah pada diri mereka sebagai anak. Pada saat tertentu rasa bersalah mesti
dihadirkan yang membantu membangun rasa tanggung jawab yang dalam kepatutan
akan mendukung tumbuhnya karakter baik pada diri anak. Semakin rasa tanggung
jawab tumbuh dalam diri anak maka rasa inisiatif akan semakin berkembang dalam
diri mereka.
3 Teori Sosio-Kultural oleh Vygotsky
Vygotsky (a896-1934) sangat setuju dengan adanya pesan budaya dalam proses
pembelajaran di sekolah. Ia menyatakan bahwa kontribusi budaya, interaksi sosial,
dan sejarah dalam pengembangan mental individual sangat berpengaruh, khususnya
dalam perkembangan bahasa, membaca dan menulis pada anak.
Pembelajaran yang berbasis pada budaya dan interaksi sosial mengacu pada
perkembangan fungsi mental tinggi, yang terkait dengan aspek sosio-historis-kultural.
Ketiga hal ini akan sangat berdampak terhadap persepsi, memori dan berpikir anak
(http://www.ibe.unesco.org: 3). Ia menganjurkan pentingnya melakukan interaksi
sosiokultural yang menjadi sarana atau tools di dalam proses pembelajaran di sekolah
(http://www.ibe.unesco.org:4). Pengalaman-pengalaman anak yang
mempertemukannya dengan budaya dibutuhkannya untuk dapat meraih “Zone of
Proximal Development.” Untuk itu dibutuhkan suatu pendekatan pembelajaran yang
dapat mengaitkan berbagai aspek pembelajaran yang ada dalam kurikulum dengan
pengalaman nyata yang dijalani anak dalam kehidupan mereka sehari-hari.
7
Metodologi yang efektif terkait dengan pengajaran dalam kelompok besar yang utuh,
pengajaran melalui objek nyata, beragam gaya belajar, pengajaran adaptif dan
individual, pembelajaran tuntas, pembelajaran kooperatif, pengajaran langsung,
penemuan, konstruktif, melalui tutor sebaya sangat dibutuhkan anak agar ia dapat
mengarahkan dirinya sendiri untuk belajar (http://www.aacte.org:8).
4 Teori Perkembangan Moral oleh Kohlberg dan Thomas Lickona
Kohlberg sebagai pakar perkembangan moral, bertumpu pada teori Piaget yang
menyatakan bahwa perkembangan afektif (affective development) terjadi pada anak
usia 1 hingga 5 tahun. Saat itu anak berada pada ”self oriented Morality”. Sebagai
tahapan awal dari perkembangan moral kondisi ini merupakan “the Golden Rule”
karena pada tahapan ini mulai tumbuh “mutual respect” pada diri anak. Kepada
mereka mulai dapat dikenalkan sopan santun, dan perbuatan baik lainnya, walau
terkadang mendapat pertentangan karena mereka sulit diatur dan berada pada masa
egosentris.
Berbenturannya antara berfikir egosentris dengan mutual respek merupakan
arena yang mengasyikkan bagi tumbuhnya transformasi nilai-nilai pada diri anak.
Kebajikan akan tumbuh melalui serangkaian proses panjang yang melibatkan dan
mengasah logika serta emosi saling berbenturan. Namun dari kondisi inilah akan
muncul kecerdasan emosi yang akan menjaga pertumbuhan moral anak dapat berjalan
semestinya.
Thomas Lickona, bapak karakter dari Cortland University menyatakan bahwa
pada usia 4 hingga 6 tahun anak tengah berada pada tahap ”PATUH TANPA
SYARAT” (Authority Oriented Morality). Pada fase ini anak meperlihatkan sikap
penurut, mudah diajak kerjasama, dan mau mengerjakan perintah orang tua dan guru.
Namun terkadang juga muncul sifat egosentrisnya sebagai bentuk bahwa
perkembangan moral pada diri mereka tengah mencari bentuk. Ada beberapa
karakteristik perkembangan moral pada fase ini, yakni:
Menganggap orang dewasa sebagai makhluk serba tahu
Dapat menerima pandangan orang lain
Mudah terpengaruh dengan kenakalan sebayanya
Suka mengadu jika dinakali teman
8
Terkadang cenderung melanggar aturan
Menghormati kehadiran guru dan orang tua
5. Teori Ekologi dan Kontekstual oleh Bronfenbrenner
Bronfenbrenner mengembangkan teori perkembangan anak yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang mencakup kehidupan manusia. Ringkasnya teori ini mengatakan
bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh konteks mikrosistem (keluarga, sekolah
dan teman sebaya), konteks mesosistem (hubungan keluarga dan sekolah, sekolah
dengan sebaya, dan sebaya dengan individu), konteks ekosistem (latar sosial orang
tua dan kebijakan pemerintah), dan konteks makrosistem (pengaruh lingkungan
budaya, norma, agama, dan lingkungan sosial di mana anak dibesarkan.
Teori Bronfenbrenner ini membantu memberikan penjelasan kepada para
pendidik untuk memahami berbagai risiko yang dapat mempengaruhi proses
perkembangan anak secara negatif misalnya masalah kemiskinan, kekerasan pada
anak, dan konflik dalam keluarga. Seorang guru akan menjalin hubungan dengan
anak yang memiliki latar negatif dengan memberikan perhatian khusus yang tidak
didapatkan anak dari lingkungannya.
B. PENDIDIKAN BERORIENTASI PERKEMBANGAN (DEVELOPMENTALLY
APPRORIATE PRACTICE)
Salah satu penyebab utama dalam kesalahan mendidik adalah banyak para orangtua
dan guru yang kurang menyadari cara-cara mendidik yang patut. Pada awal tahun 80-
an mulai bermunculan berbagai kritikan terhadap kurikulum yang dianggap telah
mematikan semangat dan kecintaan anak untuk belajar. National Association for the
Young Children (NAEYC) sebuah organisasi yang muncul pada tahun 1980-an di AS
merupakan gerakan yang berusaha mematut terhadap berbagai miskonsepsi dalam
dunia pendidikan anak usia dini. Di sini berhimpun para pakar pendidik anak usia
dini, dimotori Sue Bredekamp membuat petisi melalui “konsep DAP”. Terjemahan
bebas konsep DAP (Developmentally Approriate Practice) merupakan pendidikan
yang patut berorientasi tahap perkembangan anak. Setiap anak yang berusia 0-8 tahun
9
memiliki pola perkembangan yang dapat diprediksi sehingga memudahkan dalam
upaya memberikan pelayanan pendidikannya.
Penerapan konsep DAP dalam pendidikan anak usia dini memungkinkan para
pendidik melayani anak sebagai individu yang utuh (The Whole Child), yang
melibatkan empat komponen dasar yang dimiliki anak, yaitu Pengetahuan,
Ketrampilan, Sifat Alamiah, dan Perasaan yang bekerja secara bersamaan dan saling
berhubungan. Oleh karena itu jika sistem pembelajaran dapat melibatkan semua
aspek ini secara bersamaan maka perkembangan kepribadian anak akan tumbuh
secara berkelanjutan.
Hasil Studi Tentang Keberhasilan DAP
Menurut para pendukung DAP, metode ini memberikan lingkungan belajar yang
senantiasa mendorong anak bereksplorasi, kreatif, dan menumbuhkan rasa ingin tahu
yang besar. Dampak terhadap perkembangan sosial-emosi menunjukkan bahwa anak
usia dini yang dilayani dengan metode DAP mempunyai tingkat stress yang rendah
dibandingkan anak-anak yang dilayani tanpa metode DAP. Sebuah studi lain juga
melaporkan bahwa anak-anak usia dini yang berada dalam kelas non DAP memiliki
tekanan dalam proses pendidikan karena mereka senantiasa diminta mengisi lembar
kerta kerja yang kurang patut dan kurang menyenangkan anak.
Sementara dampak terhadap perkembangan kognitif juga menunjukkan hal yang
menggembirakan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa anak-anak yang
mendapatkan kurikulum DAP lebih kreatif, lebih percaya diri, unggul dalam
kemampuan berbahasa. Uniknya lagi kemampuan membaca dan berhitung mereka juga
meningkat. Dampak pelaksanaan DAP bagi pelaksanaan pendidikan anak suai dini
berpengaruh pada jangka panjang. Anak-anak ketika usia dini mendapat pelayanan
pendidikan dengan metode DAP memiliki kemampuan membaca dan berhitung lebih
tinggi saat mereka duduk di SD kelas 1 dibandingkan anak-anak yang tidak
mendapatkan pelayanan pendidikan dengan metode DAP saat di pendidikan usia dini.
10
C. PANDANGAN HOLISTIK (PENDIDIKAN ANAK SEUTUHNYA)
Menghadapi tantangan abad ke 21 ini pendidikan mesti mampu mengubah
paradigmanya dari yang fragmented menjadi pendekatan holistik yang menempatkan
pendidikan dalam sebuah konteks lingkungan yang saling terkait (Holistic approach).
Kata HOLISTIC memiliki arti menyeluruh yang terdiri dari kata HOLY and
HEALTHY. Pandangan holistik bermakna membangun manusia yang utuh dan sehat,
dan seimbang terkait dengan seluruh aspek dalam pembelajaran; seperti spiritual,
moral, imajinasi, intelektuan, budaya, estetika, emosi, dan fisik.
Terjadinya berbagai bencana kerusakan di lingkungan semesta diakibatkan
ulah-ulah manusia, menyadarkan kita bahwa pendidikan kita kurang mampu
mewujudkan keseimbangan antara kehidupan manusia di alam semesta. Memberikan
kesadaran kepada para siswa akan kehidupan di abad ke 21 yang diwarnai oleh
kehidupan masyarakat yang sangat heterogen dan permasalahan yang luar biasa
terkait dengan lingkungan hidup yang semakin tercemar, konflik, peperangan, dan
kemiskinan merupakan sebuah kemestian.
Sebuah kesepakatan global yang disebut GATE (Global Alliance for
Transforming Education) mencanangkan perlunya transformasi pendidikan dari yang
terkotak-kotak menjadi sebuah konsep yang utuh. Tujuan pendidikan menurut konsep
yang utuh ini adalah untuk membangun manusia seutuhnya. Hal ini seperti yang juga
termaktub dalam tujuan pendidikan nasional kita. Seluruh aspek yang dimiliki anak
melalui pandangan holistik ini (The whole child education) akan berkembang dengan
patut termasuk kesadaran bahwa ia adalah bagian dari anggota keluarganya, sekolah,
lingkungan, masyarakat, dan komunitas global.
Krishnamurti mengatakan bahwa kegagalan sistem pendidikan untuk
menjadikan manusia berwawasan holistik disebabkan pendidikan modern lebih
bertumpu pada dunia sekuler, terlepas dari makna spiritual. Bagi Krishnamurti
kesatuan integral adalah sakral dan segala sesuatu adalah bagian dari kesatuan
integral. Oleh sebab itu segala sesuatu mesti memiliki makna yang sakral. Manusia
perlu diberikan perangkat untuk mencapai pemahaman makna spiritual. Masalahnya
sistem pendidikan modern sangat terspesialisasi dan telah memecahbelah keseluruhan
menjadi bagian-bagian yang terpisah yang tidak lagi saling bermakna. Dalam
11
kegiatan pendidikan konvensional seluruh potensi manusia yang dilibatkan hanya
sebatas pada kognitif dan pisik semata, tanpa melibatkan aspek emosi dan spiritual.
Hakikat dari pendidikan menurut Krishnamurti ini dikemas Scott Forbes dalam
tujuan pendidikan untuk mendidikan seluruh aspek yang dimiliki manusia (All part of
the person), mendidikan manusia sebagai kesatuan yang utuh (The person as the
whole), mendidikan manusia sebagai bagian dari keseluruhan (The person within the
whole), yaitu sebagai bagian dari masyarakat, komunitas manusia, dan alam semesta.
Carol Flake mengatakan bahwa dalam menghadapi tantangan global di abad 21
ini, maka pelayanan pendidikan mesti mampu mengubah paradigma dari yang
terkotak-kotak (fragmented) menjadi pendekatan ekologis. Melihat anak hanya dalam
aspek kognitis semata yang diselesaikan dengan tugas-tugas akademik yang steril dan
memberikan mereka mata pelajaran yang tidak saling berhubungan dengan relevan
dalam konteks kehidupan nyata tidak akan mampu menumbuhkan transformasi
kesadaran (consciousness). Transformasi kesadaran ini merupakan bagian dari proses
pendidikan yang akan mampu meredam segala carut-marut kondisi yang terjadi
dalam peradaban modern, seperti kerusakan lingkungan semesta, konflik antaretnis,
dan sebagainya.
Fitjrof Capra mengungkapkan bahwa betapa pengetahuan manusia tentang
sains, masyarakat, dan kebudayaan, telah terkotak-kotak sehingga manusia tidak
mampu lagi melihat gambar keseluruhan dari sebuah fenomena. Akibatnya banyak
solusi dilakukan manusia didekati secara terpisah sehingga membuat masalah
semakin terpuruk. Inti pemikiran dari Fitjrof adalah bagaimana upaya melihat segala
sesuatu secara utuh dan menyeluruh yang diistilahkannya dengan ”Multidisciplinary,
Holistic Approach to reality”. Kondisi ini diperkuat dengan pernyataan David Orr
bahwa akar permasalahan yang ada saat sekarang dikarenakan pemikiran manusia
dididik dengan sistem pendidikan yang terkotak-kotak yang kemudian membuat
manusia berfikir secara parsial.
Berdasarkan kajian di tas maka jelas bahwa pendidikan bukan semata-mata
menyiapkan manusia agar dapat berperan dalam salah satu dimensi kehidupan saja,
melainkan agar siap menjalani seluruh dimensi kehidupan. Untuk itu potensi anak
12
usia dini yang perlu dikembangkan dalam proses pendidikannya sesuai dengan
prinsip holistik hendaknya terkait dengan:
1. Aspek Fisik
Terkait dengan perkembangan motorik halus, motorik kasar, termasuk
menjaga stamina, gizi dan kesehatan.
2. Aspek Emosi
Terkait dengan aspek kesehatan jiwa, mampu mengendalikan
tekanan/stress, mampu mengontrol diri dari perbuatan negatif, memiliki
rasa percaya diri,, berani mengambil risiko, dan memiliki empati.
3, Aspek Sosial
Menumbuhkan rasa senang melakukan pekerjaan, mampu bekerjasama,
pintar bergaul, peduli dengan masalah sosial, berjiwa sosial dan
dermawan, bertanggung jawab, menghormati orang lain, mengerti akan
perbedaan dan keunikan, mematuhi peraturan yang berlaku.
4. Aspek Kreativitas
Mendorong anak untuk mampu mengekspresikan diri dalam berbagai
kegiatan produktif seperti dalam dunia seni, berbahasa, berkomunikasi,
dan sebagainya.
5. Aspek Spritual
Mampu memaknai arti dan tujuan hidup dan bersikap taat terhadap
ajaran agama yang diyakini melalui perbuatan baik yang konsisten.
6. Aspek Akademik
Mampu berfikir logis, berbahasa, dan menulis dengan baik. Selain itu
dapat mengemukakan pertanyaan kritis dan menarik kesimpulan dari
berbagai informasi dengan cermat.
D. PANDANGAN KECERDASAN JAMAK
(MULTIPLE INTELLIGENCE)
Howard Gardner telah mengubah pandangan tradisional tentang belajar yang hanya
berfokus pada kemampuan kognitif dengan memunculkan konsep ”kecerdasan
Beragam” (Multiple Intelligence). Konsep ini mengenalkan bahwa manusia belajar
dan berhasil melalui berbagai bidang kemampuan kecerdasan yang tidak terukur
hanya melalui IQ. Menurut Ganrdner definisi cerdas adalah kemampuan memecahkan
13
masalah atau kemampuan berkarya dan menghasilkan sesuatu yang berharga untuk
lingkungan sosial, budaya atau lingkungannya.
Setiap anak memiliki bakat, cara belajar, kemampuan kognitif berbeda dan unik
tergantung pada latar belakang sosial, dan budaya di mana mereka dibesarkan. Untuk
itu ada sembilan dimensi kecerdasan anak manusia yang mesti disentuh dalam proses
pendidikan anak usia dini, antara lain:
1. Kecerdasan Gambar (Picture Smart)
Kemampuan yang tinggi dalam memvisualisasikan fenomena kehidupan dalam
bentuk gambar. Kegiatannya tercakup dalam menggambar, menyenangi warna,
garis, bentuk, membangun balok, dan mebuat peta lokasi.
2. Kecerdasan Berbahasa (Word Smart)
Kemampuan yang tinggi dalam mengekspresikan diri secara verbal, mudah
mengingat dan menulis sesuatu, dan senang berdiskusi.
3. Kecerdasan Musik (Musical Smart)
Kemampuan yang tinggi dan peka dalam mendengarkan suara, bunyi, dan
tertarik mempelajari berbagai jenis musik, lagu dan memainkan alat-alat musik.
4. Kecerdasan Logika (Logical Smart)
Kemampuan yang tinggi dan ketertarikan dalam angka, membuat hipotesis.
5. Kecerdasan Bergaul (Social Smart)
Kemampuan yang tinggi dalam membangun hubungan dengan orang lain. Mereka
senang bekerja dengan orang banyak, berdiskusi dan sebagainya. Mereka peka
dalam bahasa tubuh, ekspresi wajah dan mampu membaca perasaan orang lain.
6. Kecerdasan Merenung (Self Smart)
Kemampuan yang tinggi dalam mengenali perasaan diri melalui renungan dan
berdialog dalam. Suka mengahayati puisi, drama, bermeditasi, menulis, dan
bercerita.
7. Kecerdasan Spritual (Spritual Smart)
Kemampuan berfikir yang dalam untuk menggali tentang hakikat hidup dan
kehidupan dan kaitannya dengan KeEsaan Tuhan.
14
8. Kecerdasan Alam (Nature Smart)
Kemampuan yang cepat mempelajari fenomena alam terkait dengan biologi,
fauna dan flora, serta kegiatan berwawasan alam lainnya.
9. Kecerdasan Fisik (Body Smart)
Kemampuan yang cepat untuk mengusai kegiatan-kegiatan yang melibatkan fisik,
motorik halus, dan meotik kasar serta koordinasi antarbagian tubuh. Kegiatan ini
kelak akan dibutuhkan dalam dunia peran, atlit, penari, penyelam, akrobatik,
pendaki gunung, dan pekerjaan berbahaya lainnya.
Semua bidang kecerdasan di atas dapat dimiliki anak semuanya jika kepada mereka
diberi kesempatan untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan pelayanan pendidikan
yang patut. Melalui sistem pembelajaran terpadu (Integrated learning content) yang saat
ini dimunculkan dalam bentuk TEMATIS merupakan aplikasi dari pandangan kecerdasan
beragam ini.
E. HASIL MUTAKHIR TENTANG RISET OTAK
Sistem alami terhadap bekerjanya otak agar potensi yang dimiliki anak dapat
dikembangkan seoptimal mungkin tanpa terbentur dengan struktur dan fungsi otak
merupakan hasil mutakhir dari riset otak. Sistem pendidikan yang menentang hakikat dari
prinsip alami dari otak ini telah banyak merugikan kehidupan anak.
Riset Otak oleh Paul McLean menunjukkan bahwa ada tiga bagian otak yang
fungsinya berbeda dalam mempengaruhi proses belajar(three in one). Kondisi ini sangat
bergantung pada bagian otak mana yang mendominasi anak. Ketiga otak tersebut adalah :
1. Brainstem
Brainstem ini diartikan sebagai batang otak yang berfungsi menyerang dan
menyelamatkan diri atau dengan kata lain sebagai otak yang bereaksi cepat.
Pengaruh dari bagian otak ini akan mendominasi jika seseorang dalam kondisi
terancam, sedih, marah, takut, dan sebagainya. Inilah yang membuat manusia
mempertahankan dirinya, yang sehari-hari dapat dilihat dalam perilaku seperti
berdebat, menangkis pukulan jika diserang. Kondisi ini tidak menguntungkan
dalam proses pembelajaran.
15
2. Cerebral Cortex
Bagian ini terkait dengan kulit otak. Walau pun ada juga kulit otak kecil
”cerebellum”, namun cerebral cortex selalu berkaitan dengan otak berfikir. Di
otak besar cortex cerebri ini berperan dalam proses berfikir tingkat tinggi, seperti
berbhasa, memori, emosi, menganalisa, kreativitas, dan spiritualitas. Sementara di
otak kecil cerebral cortex berfungsi memainkan peran sebagai pengatur gerakan
dan kesimbangan tubuh.
Kesalahan paling besar yang sering dilakukan dalam proses pendidikan usia
dini adalah menganggap cerebral cortex ini sebagai keseluruhan otak yang
berfungsi sebagai berfikir semata. Padahal berfikir hanyalah salah satu fungsi
otak. Komponen lain dari fungsi otak terkait dengan emosi sering dianggap
bagian lain di luar otak.
Menurut Erich Fromm Cerebral cortex ini ia istilahkan sebagai penanda
lahirnya manusia modern. Oleh karena rasionalitas manusia berpusat pada
cerebral cortex ini yang membuat manusia berfikir dan melakukan banyak hal
dalam kehidupannya.
Judson Herrick, sebagai seorang neuroanatomist mendukung Erich Fromm
dengan menyatakan bahwa cerebral cortex akan melahirkan peradaban “ cortex
cerebri is the organ of civilization”. Oleh karena cerebral cortex mampu
melakukan fungsinya untuk “mengetahui, berfikir, dan aktivitas intelektual
lainnya”. Korbinian Broddman selanjutnya mengklasifikasikan kulit otak
berdasarkan penelitian arsitektur sel-sel di kulit otak atas 52 wilayah. Ia kemudian
menandainya dengan angka, misalnya wilayah 3,2, dan 1 sebagai daerah pengatur
sensasi, tubuh, wilayah 4,5, dan 6 sebagai pengatur gerakan, dan wilayah 41 dan
42 untuk mengatur pendengaran, dan lain-lain. Wilayah ini saling berhubungan
melalui serabut-serabutnya yang prosesnya tidak lebih dari satu menit. Kecepatan
dan ketepatan otak dalam mencerna informasi merupakan keunggulan otak
manusia yang tak tertandingi.
16
3. Sistem Limbik
Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera.
Dialah yang lazim disebut sebagai otak emosi atau tempat bersemayamnya rasa
cinta dan kejujuran (seat of love). Carl Gustav Jung menyebutnya sebagai ”Alam
Bawah Sadar” atau ketaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam perilaku baik
seperti menolong orang, dan perilaku tulus lainnya. LeDoux memngistilah sistem
limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu manusia, tempat bermuaranya
cinta, respek dan kejujuran.
Beberapa prinsip sebagai bentuk kecerdasan emosi yang diperankan sistem
limbik perlu dipahami oleh pendidik antara lain:
Mempengaruhi sistem belajar manusia.
Sistem limbik ini mengontrol kemampuan daya ingat, kemampuan
merespon segala informasi yang diterima pancaindera.
Mengontrol setiap informasi yang masuk.
Sistem limbik ini mengontrol setiap informasi yang masuk dan memilih
informasi yang berharga untuk disimpan dan yang tidak berharga akan
dilupakan. Oleh karena itu sistem limbik menentukan terbentuknya daya
ingat jangka panjang yang berguna dalam pelayanan pendidikan anak.
Otak tidak akan memberikan perhatian jika informasi yang masuk
mengabaikan sistem limbik. Suasana belajar yang membosankan membuat
sistem limbik mengkerut dan kehilangan daya kerjanya. Oleh karena itu
suasana belajar yang menyenangkan akan memberi pengaruh positif pada
kerja sistem limbik.
17
BAB III
STANDAR PERKEMBANGAN DAN PENGEMBANGAN BAHAN AJAR
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (draf)
A. STANDAR PERKEMBANGAN
Anak usia dini merupakan individu yang unik yaitu antara anak yang satu dengan
yang lainnya berbeda. Beberapa ahli, Piaget, Vygotsky, dan Erickson, berpendapat bahwa
anak tumbuh sesuai dengan tahap perkembangan dan memiliki karateristik tersendiri
sesuai dengan tahap usianya. Masa usia dini (0-6 tahun) merupakam masa keemasan
(golden age) dimana stimulasi seluruh aspek perkembangan selanjutunya. Perlu disadari
bahwa masa-masa awal kehidupan anak merupakan masa terpenting dalam rentang
kehidupan seorang anak. Pada masa ini perkembangan otak sedang mengalami masa
yang sangat pesat (eksplosif).
Mengingat pentingnya masa ini, maka peran stimulasi berupa penyediaan
lingkungan yang kondusif harus disiapkan oleh para pendidik, baik orang tua, guru,
pengasuh ataupun orang dewasa lain yang ada disekitar anak, sehingga anak memiliki
kesempatan untuk mengembangkan seluruh potensinya ( Teori konstruktivisme ). Potensi
yang dimaksud meliputi aspek moral dan nilai-nilai agama, sosial, emosional dan
kemandirian, kemampuan berbahasa, kognitif,k fisik/motorik, dan seni.
Selama ini karakteristik perkembangan anak usia dini sering dilihat dari segi
kemampuan kognitif, sosial-emosional, moral dan nilia-nilai agama, fisik, bahasa dan seni.
Padahal pendapat ahli tentang kemampuan anak sekarang makin berkembang dengan adanya
teori kecerdasan jamak ( multiple intelligencies ) dari Gardner, dimana seorang anak
sebenarnya memiliki lebih dari satu kecerdasan.
Dengan demikian, perlu dirumuskan suatu standar perkembangan bagi anak usia dini
yang dikembangakan berdasarkasn karakteristik perkembangan anak yang meliputi aspek-
aspek perkembangan: moral dan nilia-nilai agama, sosial-emosional dan kemandirian bahasa
kognitif, fisik motorik dan perkembangan seni, agar dapat digunakan oleh para pendidik anak
usia dini dalam mengembangkan seluruh potensi anak..
1. Perkembangan moral dan nilai-nilai agama
18
Perkembangan moral dan nilai-nilai agama berkaitan dengan pengembangan nilai-
nilai kehidupan dan spiritual anak. Pengemnagan nilai-nilai dan moral ini dapat ditumbuhkan
melalui pembiasaan dan keteladanan.
Tujuan perkembangan moral dan nilai-nilai agama adalah:
a. Anak mengenal dan percaya akan ciptaan tuhan
b. Anak melakukan ibadah menurut agamanya
c. Anak mencintai dan menghargai sesama
2. Perkembangan sosial-emosional
Perkembangan soscial-emosional anak berkaitan dengan cara anak ketika berin
teraksi dengan temannya, berinteraksi dengan mainannya, dan berinteraksi dengan orang
dewasa dilingkungannya. Perkembangan sosilla-emosional anak juga merupakan suatu
proses dimana anak belajar tentang nilai-nilai dan perilaku yang diterima oleh masyarakat.
Adapun tujuan perkembangan sosial-emosional anak adalah:
a. Anak memiliki konsep diri yang positif, yaitu anak mengetahui tentang dirinya
dan cara berinteraksi dengan orang lain
b. Anak bertanggung jawab pada dirinya dan pada orang lain, yaitu anak mau
mengikuti aturan yang sudah disepakati dengan kegiatan rutin yang dilakukan
sehari hari, menghormati orang lain dan berinisiatif.
c. Anak beprilaku yang mendukung interaksi sosial, yaitu anak menunjukan
empati, dan berinteraksi dengan duniannya melalui berbagi dan mengambil
giliran.
3. Perkembangn fisik/motorik
Perkembangn fisik anak meliputi perkembangn keterampilan motorik kasar halus.
Orang sering beranggapan bahwa perkembangan fisik anak dapat dicapai secara otomatis,
artinya tidak perlu dilatih. Namun dari hasil penelitian diketahui bahwa anggapn tersebut
tidak tepat, bahkan disebut bahwa kader/ guru/ orang dewasa lai9n perlu melatih anak agar
anak memiliki kammpuan motorik kasar dan halus yang kuat.
Tujuan perkembangan fisik anak adalah:
19
a. Anak anak mampu mengendalikan gerakan kasar yaitu menggerakkan otot-
otot besar tubuh khususnya pada tangan dan kaki. Anak-anak belajar
keseimbangan dan stabil, misalnya melalui lari, melompat, menendang,
melempar dan menangkap.
b. Anak mampu mengendalikan gerakan halus yaitu menggunakan dan
mengkoordinasikan otot- –otot kecil ditangan. Disini anak belajar
mengembangkan ketrampilan menolong diri sendiri dan memaninpulasi benda -
\benda kecil seperti mememgang gunting dan alat-alat tulis.
4. Perkembangan kognitif
Perkembang kognitif meliputi cara anak berpikir, cara anak melihat duniannya dan
tentang cara anak menggunakan alat dan bahan main untuk belajar
Tujuan perkembangan kognitif anak adalah:
a. Anak dapat belajar dan memecahkan masalah
b. Anak dapat berpikir logis
c. Anak dapat berpikir simbolik yaitu anak-anak disediakan banyak pengalaman
\main dengan bermacam macam mainan agar anak dapat berpindah dari berpikir
konkrit ke berpikir simbolik
5. Perkembangan bahasa meliputi pemahaman dan kemampuan anak
untuk mengkomunikasikan melalui ucapan dan tulisan.
Tujuan perkembang bahasa anak adalah :
a. Anak mampu mendengarnkan dan berbicara, yaitu anak memahami suatu
percakapan dan dapat menggunakan bahasa lisan secara tetap untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
b. Anak mampu memmbaca dan menulis, yaitu mempunyai pengetahuan tentang
huruf-huruf (alphabet) dan dapat menulisakan huruf dan kata.
20
B. PEMBELAJARAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINIAUD
Anak usia dini memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda dengan anak-anak
usia yang lebih tua. Ini memberikan implikasi bahwa kurikulum dan pembelajaran yang
akan diimplementasikan harus disesuaikan dengan karakteristik perkembangan anak
tersebut. Pembelajaran yang tidak sesuai dengan karakteristik perkembangan anak,
dengan sendirinya akan menghambat dan merusak perkembangan anak. Sesuai dengan
karakteristik perkembangannya yang bersifat holistik, maka jenis kurikulum yang relevan
untuk anak usia dini adalah kurikulum terpadu (integrated curriculum), artinya
kurikulum harus diupayakan untuk memfasilitasi seluruh aspek perkembangan anak yang
meliputi aspek estetis, afektif, kognitif, bahasa, fisik motorik, dan sosial dan emosi. Ini
sesuai dengan yang diungkapkan (Kostelnik (1999) bahwa kurikulum anak usia dini
meliputi tujuan umum, tujuan khusus, materi, strategi yang ditujukan untuk
mengembangkan semua aspek perkembangan dan belajar anak, serta evaluasi untuk
menilai perkembangan anak. Atas dasar itu maka pembelajaran yang relevan untuk anak
usia dini adalah pembelajaran terpadu. Siti Aisah (2006:1) mengemukakan bahwa
pembelajaran terpadu adalah pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran
dengan mengintegrasikan kegiatan ke dalam semua bidang pengembangan, meliputi
aspek kognitif, sosial-emosional, bahasa, moral dan nilai-nilai agama, fisik-motorik, dan
seni.
Semua kegiatan dalam pembelajaran terpadu melibatkan pengalaman langsung (hands on
experience bagi anak serta memberikan berbagai pemahaman tentang lingkungan sekitar
anak. Artinya anak-anak belajar melalui badan mereka dengan cara melihat, mendengar,
menyentuh, mencicipi, mencium sesuatu yang secara fisik hadir di hadapannya. Kegiatan
yang dilakukan pun memungkinkan anak untuk memadukan pengetahuan dan
keterampilannya dari pengalaman satu ke pengalaman lainnya (Eliason dan Jenkins,
1994). Di samping itu kegiatan pembelajaran terpadu mengintegrasikan semua bidang
pengembangan. Pembelajaran terpadu juga memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengembangkan seluruh potensi dan keterampilan yang dimilikinya secara optimal.
1. Karakteristik Pembelajaran terpadu
Kostelnik (1991) mengemukakan beberapa karakteristik pembelajaran terpadu, yaitu:
a. Menyediakan pengalaman langsung tentang obje-objek nyata bagi anak. Melalui
pengalaman langsung anak-anak membangun pengetahuannya dengan cara
memanipulasi objek, mengamati peristiwa atau kejadian, berinteraksi dengan
manusia, dan lingkungan sekitarnya.
b. Menciptakan kegiatan sehingga anakmenggunakan pemikirannya
c. Mengembangkan kegiatan sekitar minat-minat anak
d. Membantu anak-anak membangun pengetahuan dan keterampilan baru yang
didasarkan atas hal-hal yang telahmereka ketahui sebelumnya.
e. Menyediakan kegiatan dan kebiasaan yang ditujukan untuk mengembangkan
semua aspek perkembangan
f. Mengakomodasi kebutuhan anak untuk melakukan aktifitas fisik, interaksi sosial,
kemandirian
21
g. Menyediakan kesempatan melalui bermain untuk membangun konsep. Melalui
bermain anak melakukan proses belajar yang menyenangkan, sukarela, dan
spontan.
h. Menghargai perbedaan individu, latar belakang budaya, dan keluarga anak.
i. Dapat melibatkan keluarga anak.
2. Bahan Ajar Untuk Anak Usia Dini
Sesuai dengan karakteristik perkembangan anak dan karakteristik pembejarannya
yang terintegrasi atau terpadu, maka bahan ajar untuk anak usia dini harus
dikemas dan disajikan dalam bentuk tema. Tema adalah ide-ide pokok atau ide-
ide sentral tentang bahan ajar yang berkaitan dengan anak dan lingkungannya.
Tema yang disajikan kepada anak harus dimulai dari hal-hal yang telah dikenal
anak menuju yang lebih jauh, dimulai dari yang sederhana menuju yang lebih
kompleks, dan dari hal yang kongkri menuju yang abstrak.
Dalam mengembangkan bahan ajar untuk anak usia dini, guru-guru memilih tema yang
relevan yang menjadi perhatian atau diminati anak, kemudian dijadikan ide sentral
pembelajaran yang direncanakan, serta dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan dalam
rangka mengembangkan semua aspek perkembangan anak.
Memilih tema kemudian mengembangkannya adalah langkah pertama yang harus
ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran terpadu. Para pendidik anak usia dini pun
dituntut untuk mampu memilih dan memutuskan tema apa yang paling relevan dengan
anak. Dalam memilih tema, guru tidak perlu terpaku pada tema-tema yang sudah ada di
dalam dokumen kurikulum, karena terdapat berbagai sumber ide untuk memilih dan
memutuskan tema sebagai bahan pembelajaran yang akan disajikan kepada anak,
sebagaimana dikemukakan oleh Soderman dan Whiren, 1999) sebagai berikut:
a. Minat anak
Sumber ide yang paling baik untuk tema adalah anak. Hal yang sering terjadi,
sering dibahas atau menarik minat anak adalah tema yang tepat untuk dipilih.
Guru dapat menemukan minat anak dengan cara berbicara secara informal dengan
mereka, mengamati anak, dan mendengarkan apa yang sering mereka bicarakan.
b. Peristiwa khusus
Peristiwa atau kejadian khusus yang dilihat atau dialami anak dapat menjadi
sumber ide untuk memilih tema.Contohnya peristiwa ulang tahun, rekreasi,musim
panen, dan sebagainya.
c. Kejadian yang tidak diduga
Kejadian yang tidak diduga sebelumnya dapat merangsang anak untuk
mengetahui lebih banyak tentang hal tersebut. Misalnya ketika anak-anak berada
di dalam kelas tiba-tiba ada seekor kupu-kupi masuk. Kejadian itu akan menarik
22
perhatian anak dan mungkin akan menimbulkan pertanyaan bagi mereka,sehingga
pada suatu waktu guru memilih tema “Kupu-kupu”,
d. Materi atau bahan yang dimandatkan oleh lembaga.
Lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini tertentu biasanya punya misi dan
harapan tertentu untuk menyelenggarakan pendidikannya. Misalnya TK tertentu
memandatkan tentang perlunya keselamatan kebarkaran bagi anak-anak, sehingga
dipilih tema “Kebakaran”.
e. Orang tua dan guru
Ide tema dapat bersumber dari harapan orang tua dan guru sesuai dengan
kebutuhan lembaga dan orang tua. Misalnya kekhawatiran orang tua mengenai
kejahatan seksual bagi anak-anaknya dapat diakomodasi melalui tema
“Keselamatan diri”.
Dengan banyaknya sumber ide yang dapat dipilih, biasanya tema yang relevan akan
muncul. Ada lima kriteria yang harus dipertimbangkan guru dalam memilih tema, yaitu:
a. Relevansi tema dengan anak
b. Potensi tema untuk melibatkan anak dalam pengalaman langsung
c. Keragaman dan keseimbangan antar bidang kurikulum
d. Ketersediaan alat-alat dan sumber belajar yang berkaitan dengan tema
e. Potensi tema untuk dilaksanakan melalui kegiatan proyek
(Kostelnik, 1999).
3. Strategi Pembelajaran untuk Anak Usia Dini
Terdapat berbagai strategi dan metode pembelajaran yang dapat digunakan pada jenjang
pendidikan anak usia dini. Akan tetapi strategi pembelajaran apa pun yang digunakan
oleh pendidik penekanannya harus berorientasi pada perkembangan anak
(Developmentally Appropriate Practice). Pandangan pembelajaran yang berorintasi
perkembangan memberikan kerangka untuk memahami dan menghargai pertumbuhan
alami anak-anak usia dini. (Pamela Coughlin, 1997) mengemukakan bahwa pendekatan
perkembangan memandang anak-anak usia dini sebagai berikut:
a. Pebelajar aktif yang secara terus menerus mendapatkan informasi mengenai dunia
lewat permainan.
b. Mengalami kemajuan melalui tahapan-tahapan perkembangan yang dapat
diperkirakan
c. Bergantung pada orang lain berkenaan dengan pertumbuhan emosi dan kognitif
melalui interaksi sosial
d. Adalah individu yang unik yang tumbuh dan berkembang dengan kecepatan yang
berbeda.
Pendekatan perkembangan didasarkan pada teori Jean Piaget, Eric Erickson, dan L.S
Vygotsky.
23
Pandangan pendekatan perkembangan tentang anak tersebut memberikan implikasi
bahwa para pendidik anak usia dini harus mampu menciptakan pembelajaran yang harus
melibatkan partisipasi aktif anak, mengembangkan kreativitas anak, menyenangkan, dan
dilakukan melalui bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain.
Bermain adalah dunia anak. Anak-anak bermain di rumah, di sekolah, dan di lingkungan
lainnya. Melalui bermain, anak-anak melakukan interaksi sosial dengan anak-anak dan
orang dewasa, melakukan berbagai peran sosial, membangun pengetahuan,
mengembangkan keterampilan fisik-motorik, mengembangkan kemandirian, kemampuan
berkomunikasi lisan, mengekspresikan emosi, mengembangkan kreativitas, serta aspek-
aspek perkembangan lainnya.
Kostelnik dkk., (1999) mengemukakan karakteristik bermain pada anak, ”Play is fun, not
serious, meaningful, active, voluntary, intrinsically motivated, rule governed”.
Selanjutnya Bergen (1988), mengemukakan terdapat empat kategori bermain, yaitu:
a. Bermain bebas (free play). Dalam bermain bebas, anak memilih apapun yang
dimainkannnya, bagaimana bermain, dan di mana mereka bermain. Bermain seperti
ini menuntut para pendidik untuk menyediakan lingkungan yang aman, menyediakan
berbagai peralatan dan bahan yang mendukung
b. Bermain terbimbing (guided play). Bermain terbimbing memiliki aturan, lebih sedikit
pilihan, dan adanya pengawasan dari orang dewasa.
c. Bermain yang diarahkan (directed play). Dalam bermain ini kegiatan bermain
ditentukan oleh orang dewasa.
d. Work disguised play. Bermain ini menggambarkan kegiatan diorientasikan pada tugas
tertentu, dan orang dewasa berusaha mentransformasikannya kedalam kegiatan
bermain terbimbing atau yang diarahkan.
Dalam mengimplementasikannya dalam pembelajaran, para pendidik anak usia dini dapat
mengintegrasikan pendekatan belajar melalui bermain tersebut dalam metode-metode
yang dapat digunakan misalnya bercakap-cakap, bercerita, karyawisata, sosiodrama atau
bermain peran, proyek, eksperimen, tanya jawab, demonstrasi, dan pemberian tugas.
4. Evaluasi Pembelajaran Anak Usia Dini
Evaluasi pembelajaran anak usai dini didefinisikan sebagai upaya dan proses memilh,
mengumpulkan, serta menafsirkan informasi tentang pertumbuhan, perkembangan,
kemajuan, perubahan, serta kemampuan yang menjangkau berbagai aspek perkembangan
(bidang pengembangan) (Ali Nugraha, 2005). Evaluasi pembelajaran anak usia dini harus
dilakukan melalui cara-cara yang tepat, akurat, terencana dan sistematis baik pada
dimensi proses maupun dimensi hasil. Melalui proses evaluasi yang dilakukannya
pendidik diharapkan mengetahui keunggulan dan kelemahan-kelemahan setiap anak,
yang pada gilirannya diharapkan dapat menemukan dan menentukan program
pembelajaran yang paling relevan dengan kebutuhan dan potensi anak. Ali Nugraha
(2005) mengemukakan prinsip-prinsip penilaian untuk pendidikan anak usia dini adalah:
a. Mengakui perbedaan individual setiap anak
b. Menghargai setiap tahapan perkembangan anak
c. Dilakukan berdasarkan tahapan perkembangan yang terjadi pada setiap anak
24
d. Kesimpulannya adalah membantu perkembangan anak menuju pada kematangan dan
tahapan perkembangan yang semestinya, dan mengantarkan mereka untuk
berkembang secara optimal.
Jenis metode penilaian yang digunakan antara lain: observasi atau pengamatan, catatan
anekdot, percakapan atau interview, pemberian tugas dan dan portofolio (Sumiarti
Patmonodewo, 1998)
a. Observasi atau pengamatan
Observasi adalah cara pengumpulan data penilaian yang pengisiannya
berdasarkan pengamatan langsung terhadap sikap dan perilaku anak. Janice Beaty
(1994) mengemukakan bahwa observasi harus didasarkan pada kebaikan kekuatan
atau keunggulan yang diperlihatkan anak untuk mebantu perkembangannya,
bukan apa kesalahan yang dilakukan anak. Observasi harus dilakukan dalam
situasi yang natural atau tidak dibuat-buat.
b. Catatan Anekdot
Catatan anekdot atau anecdotal record adalah kumpulan catatan khusus tentang
sikap dan perilaku anak baik yang positif maupun yang negatif.Pencatatan
anekdot ini dapat digunakan oleh guru untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa
penting yang dialami anak dan dapat diketahui oleh orang tua mereka.
c. Percakapan atau interview
Percakapan adalah metode penilaian yang dilakukan melalui bercakap-cakap atau
wawancara antara anak dengan guru baik di dalam kelas maupun di luar kelas
(Sumiarti Patmonodewo, 1998).
d. Pemberian tugas
Pemberian tugas adalah suatu metode penilaian di mana guru dapat
memberikannya setelah melihat hasil karya anak (Sumiarti Patmonodewo, 1998).
Pemberian tugas dapat dilakukan secara kelompok, berpasangan atau individual.
Di samping melihat hasilnya, guru pun dapat menilai prosesnya mellalui
observasi langsung.
e. Porto folio
Porto folio adalah metode penilaian dengan cara menghimpun koleksi sistematis
individu yang menggambarkan apa yang dilakukan anak di kelas atau selama ia
belajar dan berada di bawah tanggung jawab pengasuhan guru. Koleksi sistematis
ini dapat berupa rekaman percakapan anak, koleksi hasi karya anak, dan rekaman
kegiatan anak. Dalam penilaian portofolio, guru dapat memberikan kesemopatan
kepada orang tua anak untuk melihat secara langsung tentang perkembangan
anak-anaknya mellaui koleksi-koleksi anak.
BAB IV
25
KEBUTUHAN DAN PERANAN MASYARAKAT
AKAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
A. Kebutuhan
Istilah kebutuhan digunakan dengan maksud yang berbeda-beda. Para pakar psikologi
menggunakan istilah kebutuhan dengan merujuk kebutuhan dasar. Menurut para
pakar kebutuhan dapat dipelajari. Kebutuhan dapat diberi arti sebagai sesuatu yang
harus dipenuhi. Ke dalam istilah “sesuatu” tersebut termasuk keinginan, kehendak,
harapan, atau keadaan.
Masyarakat sebagai mahluk sosial memiliki berbagai kebutuhan dasar yang harus
dipenuhi. Menurut Maslow (1965) ada 5 hirarki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi
pada setiap manusia, yaitu 1) kebutuhan fisiologis/biologis, 2) kebutuhan rasa aman,
3) kebutuhan ingin dihargai/diterima, 4) kebutuhan ingin dicintai, 5) kebutuhan
aktualisasi diri. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang sangat vital pada
kehidupan manusia. Jika kebutuhan ini tidak dapat terpenuhi secara komprehensif,
maka potensi dalam diri manusia akan terhambat dan tidak akan dapat berkembang
secara optimal.
Untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimanakah kebutuhan masyarakat terhadap
PAUD seperti Taman Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (KB), Satuan
PAUD Sejenis (SPS), Taman kanak-kanak/Raudhatul Athfal? Oleh karena itu perlu
dijelaskan mengenai pengertian kebutuhan masyarakat, masyarakat yang dimana?
Secara selintas agaknya kedua istilah ini masih terlalu umum. Namun persoalannya
kemudian apakah masyarakat sudah mengenal atau mengetahui tentang TPA, KB
SPS, TK, RA? Sampai sejauh mana pengetahuan mereka? Bagi masyarakat yang
sudah berpendidikan dan hidup di kota besar, mungkin tidak ada masalah. Persoalan
mereka terlibat atau tidak tentang TPA, KB, SPS, TK, RA mungkin karena persoalan
kondisi dan kemampuan seseorang.
26
Kehidupan keluarga baik di kota kota besar maupun di desa berubah dengan semakin
kompleksnya permasalahan yang timbul mengenai pengasuhan anak usia dini. Orang
tua yang sibuk bekerja di luar rumah meninggalkan anaknya yang diasuh oleh
pembantu atau orang yang dekat dengan keluarga tersebut. Ibu-ibu yang tadinya
mengasuh anak dirumah, terpaksa harus bekerja untuk mendapatkan tambahan
pendapatan. Maka hubungan orang tua dan anakpun menjadi renggang. Komunikasi
antara anak-anak dan orang tua menjadi terbatas, yaitu ketika pulang kerja. Anak-
anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan lingkungan. Kondisi semacam ini jika
tidak terkontrol oleh orang tua, dapat diramalkan pertumbuhan anak tidak berjalan
secara optimal. Berangkat dari kondisi inilah kehadiran TPA, KB SPS, TK,RA sangat
menolong dan membantu orang tua mendidik anak-anaknya.
B. Peranan
Pendidikan anak usia dini adalah investment masa depan. Kesadaran tentang hal ini
telah meluas dan juga telah mencapai para pengambil keputusan. Anak-anak adalah
masa depan bangsa dan pemerintah mulai memimpin pengembangan program PAUD
dan perluasannya. Berbagai badan hukum mulai menyelenggarakan “social
investment”. Pendekatan seperti ini juga memiliki perhitungan ekonomis. Lebih
hemat menginvestasikan pembinaan anak untuk belajar baca, tulis, hitung, dan
program pencegahan narkoba, program kesehatan seperti imunisasi, dsb daripada
menyelenggarakan program memberantas buta huruf bagi orang dewasa, rehabilitasi
yang terkena narkoba dan memiliki tenaga kerja yang tidak sehat. Bahkan berbagai
perusahaanpun terlibat dalam program pembinaan anak bagi pegawai dan
karyawannya, melalui berbagai cara seperti membantu pengobatan kesehatan, dsb.
Pendekatan-pendekatan melalui keterlibatan berbagai unsur masyarakat secara
sinergis mengubah dan menyempurnakan konsep PAUD.
Masyarakat adalah juga pendidik. Sebagai pendidik hendaknya juga dapat menjadi
contoh teladan bagi lingkungan sekitarnya. Lingkungan sosial dalam hal ini pergaulan
dalam masyarakat adalah alat pendidikan. Anak adalah bagian dari masyarakat yang
juga terlibat interaksi langsung dalam kehidupan sehari-hari. Dengan karakteristik
27
anak yang suka meniru, segala perilaku yang ada dalam masyarakat dapat ditiru oleh
anak. Oleh karena itu masyarakat berperan aktif sebagai seorang pendidik antara lain:
1) masyarakat sebagai contoh teladan, 2) masyarakat sebagai fasilitator, 3)
masyarakat sebagai motivator, 4) masyarakat sebagai mediator. Dengan indikator ini,
maka masyarakat hendaknya berhati-hati dalam memunculkan perilaku dalam
kehidupan. Masyarakat juga hendaknya dapat menyediakan semua kebutuhan anak
sebagai mahluk fisiologis/biologis, mahluk sosial, mahluk religius, dan mahluk
individu.
Setiap warga masyarakat berhak untuk ikut serta dalam penyelenggaraan pendidikan,
termasuk pula dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini. Ini merupakan insan
berfikir bahwa seharusnya pengaturan tata cara pendirian lembaga pendidikan
hendaknya dipermudah, tanpa harus merugikan masyarakat pengguna layanan
pendidikan itu sendiri. Yang dimaksud dengan lembaga pendidikan anak usia dini di
sini adalah Taman Penitipan Anak, Pos PAUD, Posyandu terintegrasi Pendidikan,
BKB, Kelompok Bermain, TK/RA.
Dalam menyelenggarakan kegiatan pendidikan bagi anak usia dini terdapat rambu-
rambu yang harus diperhatikan oleh penyelenggara. Rambu-rambu dimaksud adalah:
1. Berorientasi pada Kebutuhan Anak. Kegiatan pembelajaran pada anak usia dini
harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak untuk mendapatkan layanan
pendidikan, kesehatan dan gizi yang dilaksanakan secara integratif dan holistik.
2. Belajar melalui Bermain. Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan
kegiatan pendidikan anak usia dini, dengan menggunakan strategi, metode,
materi/bahan, dan media yang menarik agar mudah diikuti oleh anak. Melalui
bermain anak diajak untuk bereksplorasi (penjajakan), menemukan, dan
memanfaatkan benda-benda di sekitarnya.
3. Kreatif dan Inovatif. Proses kreatif dan inovatif dapat dilakukan melalui kegiatan-
kegiatan yang menarik, membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak
untuk berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru.
28
4. Lingkungan yang Kondusif. Lingkungan harus diciptakan sedemikian menarik
dan menyenangkan, dengan memperhatikan keamanan dan kenyamanan anak
dalam bermain.
5. Menggunakan Pembelajaran Terpadu. Model pembelajaran terpadu yang beranjak
dari tema yang menarik anak (center of interest) dimaksudkan agar anak mampu
mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran
menjadi bermakna bagi anak.
6. Mengembangkan Keterampilan Hidup. Mengembangkan keterampilan hidup
melalui pembiasaan-pembiasaan agar mampu menolong diri sendiri (mandiri),
disiplin, mampu bersosialisasi, dan memperoleh bekal keterampilan dasar yang
berguna untuk kelangsungan hidupnya.
7. Menggunakan Berbagai Media dan Sumber Belajar. Media dan sumber belajar
dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja
disiapkan.
8. Pembelajaran yang Berorientasi pada Prinsip-prinsip Perkembangan Anak. Ciri-
ciri pembelajaran ini adalah: (1) anak belajar dengan sebaik-baiknya apabila
kebutuhan fisiknya terpenuhi serta merasakan aman dan tenteram secara
psikologis; (2) siklus belajar anak selalu berulang, dimulai dari membangun
kesadaran, melakukan penjelajahan (eksplorasi), memperoleh penemuan untuk
selanjutnya anak dapat menggunakannya; (3) anak belajar melalui interaksi sosial
dengan orang dewasa dan teman sebayanya; (4) minat anat dan keingintahuannya
memotivasi belajarnya; (5) perkembangan dan belajar anak harus memperhatikan
perbedaan individual; (6) anak belajar dengan cara dari sederhana ke rumit, dari
konkrit ke abstrak, dari gerakan ke verbal, dan dari keakuan ke rasa sosial
9. Stimulasi Terpadu. Pada saat anak melalukan suatu kegiatan, anak dapat
mengembangkan beberapa aspek pengembangan sekaligus. Contoh: ketika anak
melakukan kegiatan makan, kemampuan yang dikembangkan antara lain; bahasa
(mengenal kosa kata tentang jenis sayuran, dan peralatan makan), motorik halus
(memegang sendok, menyuap makanan ke mulut), daya pikir (membandingkan
makan sedikit dan banyak), sosial-emosional (duduk rapih dan menolong diri
sendiri), dan moral (berdo’a sebelum dan sesudah makan).
29
Tantangan yang dihadapi penyelenggara/pengelola pendidikan anak usia dini adalah
tuntutan masyarakat yang tidak jarang bertentangan dengan prinsip-prinsip
pembelajaran anak usia dini. Beberapa tuntutan masyarakat yang cukup sering
dilontarkan antara lain kemampuan membaca dan menulis, kemampuan berhitung,
penguasaan bahasa asing, pemanfaatan teknologi elektronika dan informasi, sampai
dengan cara anak belajar. Penguasaan kemampuan membaca, menulis, berhitung dan
bahasa asing pada anak usia dini telah dimungkinkan, karena sebagian besar anak
usia 4-6 tahun dewasa ini telah cukup siap/matang untuk menguasai keempat
kemampuan tersebut. Persoalan baru muncul pada saat metode pembelajaran yang
dipergunakan tidak tepat atau bahkan menjadikan anak stres. Pemanfaatan teknologi
elektronika dan informasi, yang memang sangat membantu pembelajaran pada anak
usia dini tergantung dari kemampuan finasial penyelenggara. Tuntutan atau campur
tangan masyarakat dalam hal cara anak belajar inilah yang harus disikapi dengan
bijaksana. Cara belajar dengan duduk menghadap meja belajar dengan setumpuk
buku ditambah dengan berbagai macam penugasan (baca PR) sambil mendengarkan
ceramah, masih dianggap sebagai cara belajar yang sebenarnya. Melalui sosialisasi
yang tepat, anggapan tersebut harus mulai dikikis. Masyarakat, dalam hal ini orang
tua perlu mendapatkan informasi yang tepat mengenai cara anak usia dini belajar.
Dimana anak belajar melalui seluruh indera yang dimiliki dengan cara bermain dan
kegiatan menyenangkan lainnya untuk mengeksplorasi lingkungannya. Inilah mantra
sakti untuk mengubah dunia, menyiapkan anak bangsa untuk memimpin dunia yang
berubah.
Membentuk Mitra PAUD dan menjalin kerjasama dengan lembaga Rujukan sangat
penting. Mitra PAUD merupakan sebuah badan/organisasi yang memberikan
pertimbangan, mendukung, mengontrol dan menjadi mediator lembaga pendidikan.
Unsur-unsur yang dapat dilibatkan dalam keanggotaan Mitra PAUD antara lain
orangtua peserta didik, tokoh masyarakat dan tokoh agama, Kepala SD/MI, tokoh
pendidikan, dunia usaha/industri, dan organisasi profesi tenaga kependidikan.
Lembaga rujukan adalah tenaga/lembaga profesional yang membantu pendidik
dan/atau pengasuh serta orangtua dalam mengatasi permasalahan anak. Lembaga
30
rujukan dimaksud antara lain tenaga medis, psikolog anak, pekerja sosial, theraphys,
dan profesional lain sesuai dengan kasus yang ada. Jaringan kemitraan ini
diperlukan agar penyelenggaraan program berjalan efektif dan efisien serta menjamin
keberlangsungan program di masyarakat. Jaringan kemitraan hendaknya diarahkan
pada penciptaan situasi kondusif yang dapat menumbuhkembangkan komitmen
semua unsur dan "kepemilikan" oleh masyarakat terhadap program yang tawarkan.
Sasaran penerima informasi PAUD seperti
1 Keluarga
- orangtua
- sanak famili
- pengasuh,
- calon keluarga
kelompok sasaran ini yang secara langsung
menggunakan/ berkepentingan menerapkan
PAUD
mereka diharapkan memberikan stimulasi-
stimulasi psikososial pendidikan kepada
anaknya, baik yang dilakukan sendiri di
rumahnya/maupun memanfaatkan lembaga
PAUD yang telah ada di masyarakat
2 Tokoh Masyarakat. Kelompok sasaran ini adalah warga
masyarakat yang dianggap menjadi panutan di
lingkungan masyarakat setempat.
diharapkan dapat memotivasi dan memobilasi
masyarakat untuk menggunakan atau
melaksanakan program PAUD
3
Tenaga
Kependidikan
- Pengelola
- Pendidik
Kelompok ini secara langsung terlibat dalam
proses penyelenggaraan/pengelola kegiatan
PAUD dan proses kegiatan
bermain/pembelajaran
Sebagai motivator/fasilitator
4 Lembaga
Swadaya Masya-
rakat
Kelompok ini memiliki kepedulian di bidang
peningkatan SDM, termasuk PAUD
Dapat membantu memasyarakatkan &
meyakinkan masyarakat tentang pentingnya
Formatted: Font color: Auto
Formatted: Line spacing: 1.5 lines
Formatted: Font color: Auto, Swedish(Sweden)
Formatted: Line spacing: 1.5 lines
Formatted: Line spacing: 1.5 lines
31
PAUD
Dapat berperan sebagai calon penyelenggara
PAUD
5 Aparat Pemerintah
- Pusat/Daerah
- Penyelengara
Kelompok sasaran ini merupakan perencana,
pelaksana kebijakan dan sekaligus berperan
sebagai pembina atau pelaksana Program
Memiliki tenaga yang terstruktur (Pusat s/d
daerah)
6 Anggota
Legistlatif
- Pusat/Daerah
Kelompok sasaran ini merupakan penentu
kebijakan
Informasi yang sebaiknya diterima oleh masyarakat merupakan informasi dari
program yang akan disosialisasikan. Agar pesan itu mudah ditangkap dan mudah
dipahami oleh sasaran maka perlu dikemas sedemikian rupa dengan memperhatikan
beberapa ketentuan, yaitu:
1. Informasi harus sederhana dan mudah dimengerti,
2. Informasi harus disajikan secara menarik, dengan mengetengahkan keuntungan
relatif yang dapat diperoleh sasaran/penerima program PAUD,
.Media Penyampaian Informasi (Saluran) untuk masyarakat, yaitu:
1. Alat atau media yang digunakan
2. Saluran tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) saluran, yaitu saluran
interpersonal dan saluran media massa.
3. Saluran interpersonal dilakukan melalui hubungan atau interaksi antara
petugas/pendidik dengan sasaran program PAUD secara langsung bertatap
muka.
4. Saluran media massa dilakukan dengan menggunakan media cetak atau non
cetak yang sifatnya tidak langsung.
Formatted: Font color: Auto, Swedish(Sweden)
Formatted: Line spacing: 1.5 lines
Formatted: Line spacing: 1.5 lines
Formatted: Line spacing: 1.5 lines
32
Jenis Penyelenggaraan dapat dilaksanakan melalui:
1. Penyuluhan, Seminar dan Pelatihan
a. Penyuluhan adalah kegiatan pemasyarakatan yang dilakukan dengan cara
mendatangi langsung kelompok sasaran tertentu, baik yang dilakukan
secara khusus maupun dilakukan bersamaan dengan kegiatan lain.
b. Seminar termasuk kegiatan penyuluhan, yang dilaksanakan sesuai dengan
permintaan pasar dengan waktu lebih dari setengah hari.
c. orientasi atau pelatihan (ditujukan kepada segmen sasaran yang jelas
dengan tujuan yang jelas pula).
2. Kunjungan Rumah
Kunjungan dilakukan terutama kepada keluarga yang memiliki anak usia dini,
dengan kegiatan berbentuk ajakan maupun konsultasi.
3. Siaran Radio, Televisi dan terbitan Berkala (majalah/Koran)
Penyampaian informasi melalui media ini merupakan salah satu merupakan
media pemasyarakatan program pendidikan anak usia dini memiliki jangkauan
relatif luas.
4. Video Cassete
Sama seperti halnya siaran televisi, pemutaran film dan video dapat digunakan
sebagai media sosialiasi dan melalui unit keliling disukai masyarakat.
5. Pameran dan perlombaan
Kegiatan promotif atau promosi dapat berbentuk pameran, display atau
perlombaan yang bertujuan memperkenalkan keberadaan dan manfaat
program PAUD. Mengingat kegiatan ini tidak ditujukan kepada segmen
tertentu, sifat atau materi yang disajikan harus sangat umum.
33
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Naskah akademik pengembangan bahan ajar dan standar perkembangan adalah
konsep awal yang dikembangkan untuk menyusun bahan ajar dan standar
perkembangan anak usia dini berdasarkan pada kebutuhan anak usia dini.
Pendekatannya dapat dikembangkan sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan
anak usia dini. Semua unsur yang terkait dalam meningkatkan/mengembangkan
pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi faktor yang dapat
mempengaruhi/menentukan kemajuan/kemunduran perkembangan anak.
B. Implikasi
Naskah akademik ini hendaknya dapat dimplementasikan dalam pendidikan di
Indonesia secara komprehensif. Naskah ini hanya sebagai acuan dalam
mengembangkan pembelajaran dalam mengoptimalkan perkembangan anak. Sebagai
seorang pendidik hendaknya lebih kreatif dalam mengoperasionalkan naskah
akademik ini ke dalam pembelajaran yang bermakna bagi anak usia dini. Berbagai
model pembelajaran dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan anak usia dini dan
masyarakat.
C. Saran
Dengan adanya naskah akdemik, maka disarankan kepada:
1. Pemerintah
Diharapkan pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan tentang PAUD yang
dapat diterapkan dengan mudah oleh masyarakat Indonesia.
2. Masyarakat
Diharapkan masyarakat dapat berpartisipasi dan bekerjasama dengan berbagai
elemen dalam masyarakat dalam penyelenggaraan PAUD.
3. Akademisi
34
Diharapkan para akademisi dapat melakukan pengajaran, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat untuk mendukung PAUD.
4. Praktisi
Diharapkan para praktisi dapat mengaplikasikan PAUD berdasarkan pendekatan
perkembangan anak usia dini dan pendidikan multi budaya dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Kostelnik, Marjorie, et.al. (1999). Developmentally Appropriate Curiculum. New Jersey:
Merrill
Nugraha, Ali. (2005). Kurikulum Bahan Belajar TK. Jakarta: Universitas
Coughlin, Pamela. Alih bahasa Juwita, Kenny Dewi. (1998). Menciptakan Bahan Ajar
Yang Berpusat pada Anak. Jakarta: Children Resources International
Coughlin, Pamela. Alih bahasa Juwita, Kenny Dewi. (1998). Menciptakan Kelas Yang
Berpusat pada Anak. Jakarta: Children Resources International
Kostelnik, et.al. (1991). Teaching Young Children Using Themes.
Aisah Siti. ( )