muqoddimah - al-hakam.com filesederhana ini dalam timbangan amalan kami pada hari kiamat,...

17
Muqoddimah

Upload: phunghanh

Post on 13-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Muqoddimah

PENDAHULUAN

Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memujiNya dan memohon pertolongan serta

ampunan kepadaNya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan keburukan

amal keburukan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada seorang pun

yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan Allah,

maka tidak ada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi tidak ada Tuhan

yang berhak diibadahi kecuali hanya Allah, tidak ada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa

Nabi Muhammad adalah hamba dan rasulNya. Semoga shalawat dan salam dicurahkan

kepadanya, keluarganya, dan seluruh sahabatnya.

Amma ba’du :

Ini adalah sebuah risalah yang sederhana ukurannya akan tetapi sarat dengan ilmu karena di

dalamnya mengandung ayat-ayat Al Quran, hadits-hadits Rasulullah, atsar para sahabat dan para

salaf yang mulia.Saya mengumpulkannya dalam "Fiqih I'tikaf" karena bab yang agung ini telah

dilumuri oleh bermacam-macam masalah yang pada umumnya para tholibul ilmi banyak berbuat

kesalahan di dalamnya, dan juga genderang-genderang masyhur yang dikobarkan pada zaman

ini, semuanya itu memerlukan jawaban dan penjelasan akan kelemahan hujjah-hujjahnya.

Saya memaparkan pasal-pasal risalah ini dengan panjang lebar, dan berusaha

meringkasnya untuk mencegah timbulnya kesulitan dan kejenuhan, serta untuk mempermudah

pembaca yang mulia untuk memahami makna-maknanya serta mencapai maksud yang

diinginkan.

Dan saya memohon kepada Allah Yang Maha Agung agar menjadikan tulisan yang

sederhana ini dalam timbangan amalan kami pada hari kiamat, sesungguhnya Dia Maha Kuasa

atas segala sesuatu.

Ditulis Oleh :

(Abu Abdirrahman Amru Abdul Mun'im Salim)

Pensyariatan I'tikaf

I'tikaf merupakan sunnah dari sunnah-sunnah yang dianjurkan, adalah Nabi - shallallahu ‘alaihi

wa sallam -, selalu mengerjakannya(I’tikaf) hingga akhir hayat beliau.Sebagaimana yang telah

disebutkan dalam hadits Ummul Mukminin Aisyah - radhiallahu anha - :

هللا . كان يعتكف العشر األواخر من رمضان حتى قبضه –صلى هللا عليه و سلم –أن النبي

Artinya : "Bahwasanya Nabi - shallallahu' alaihi wa sallam - beri'tikaf pada sepuluh hari

terakhir pada bulan ramadhan hingga Allah mewafatkan beliau".1

Dalil disyariatkannya i'tikaf adalah firman Allah –subhanahu wata’ala-,

(.187و ال تباشروهن و أنتم عاكفون في المساجد )البقرة :

Artinya : Dan janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. (Q.S

Al Baqarah ; 187).

Kapan Dibolehkannya Beri'tikaf?

I'tikaf boleh dilakukan sepanjang tahun dan tidak dikhususkan pada bulan ramadhan saja,

walaupun memang pada 10 (sepuluh) malam terakhir bulan ramadhan sangat dianjurkan dari

yang lainnya, berdasarkan contoh dari Nabi - shallallahu alaihi wa sallam - sebagaimana telah

berlalu penyebutannya pada hadits Aisyah - radhiallahu anha -.

Dari Abdullah bin Umar - radhiallahu anhu -, beliau berkata :

.يعتكف العشر األواخر من رمضان –صلى هللا عليه و سلم –كان رسول هللا

Artinya : "Adalah Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam - beri'tikaf pada sepuluh malam

terakhir bulan ramadhan.2

1 Hadits shohih dikeluarkan oleh Bukhari 1/344, Muslim 2/831, Abu Dawud no hadits 2462 dari jalan Aqil bin

Kholid, dari Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah - radhiallahu anha -.

2 .Hadits shohih dikeluarkan oleh Bukhari 2/65, Muslim 2/830, Abu Dawud no hadits 2465, Ibnu Majah no hadits

1773 dari jalan Yunus bin Yazid, dari Nafi', dari Ibnu Umar – Radhiallahu anhu - ).

Dalil disyariatkannya i'tikaf pada selain bulan ramadhan :

Apa yang telah disebutkan dari hadits Ummul Mukminin Aisyah - radhiallahu anha - beliau

berkata :

ل مكانه يعتكف في كل رمضان فإذا صلى الغداة دخ –صلى هللا عليه و سلم –كان رسول هللا

سمعت بها, ف الذي اعتكف فيه , قال : فاستأذنته عائشة أن تعتكف , فأذن لها , فضربت فيه قبة

– حفصة , فضربت قبة , و سمعت زينب بها فضربت قبة أخرى , فلما انصرف رسول هللا

فقال : "ما ,من الغداة أبصر أربع قباب , فقال : "ما هذا ؟" فأخبر خبرهن –صلى عليه و سلم

حتى ,حملهن على هذا ؟" آلبر ؟ انزعوها و فال أراها ". فنزعت , فلم يعتكف في رمضان

اعتكف في آخر عشر من شوال .

Artinya : "Adalah Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam -, i'tikaf pada tiap bulan ramadhan,

apabila beliau selesai dari sholat shubuh, beliau masuk ke tempat i'tikaf beliau. Berkata Rowi :

Kemudian Aisyah meminta izin kepada beliau untuk beri'tikaf , maka Rasulullah - shallallahu

alaihi wa sallam - mengizinkannya , kemudian Aisyah membuat kemah di tempat tersebut, lalu

Hafshoh mendengarnya , kemudian dia pun membuat kemah . Kemudian Zainab mendengarnya ,

kemudian dia pun membuat kemah. Maka ketika Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam -

kembali dari sholat shubuh , beliau melihat 4 (empat) kemah , kemudia berkata ; "Apa ini ?",

kemudian beliau dikabarkan apa yang terjadi , maka beliau berkata : "Apa yang membuat mereka

melakukan hal ini ? , apakah termasuk perbuatan baik ? , lepaskanlah hingga aku tidak

melihatnya".Kemudian kemah-kemah itu dilepas, dan beliau tidak beri'tikaf pada bulan

ramadhan sehingga beliau beri'tikaf pada 10 (sepuluh) hari terakhir bulan syawal"3

3 .Hadits shohih dikeluarkan oleh sekelompok ulama dari jalan Yahya bin Said Al Anshori, dari Amroh, dari

Aisyah.Dan hadits ini terdapat didalam shohih Bukhari 2/69.

Dan dari Umar bin Khottob - radhiallahu anhu - bahwasanya beliau berkata :

ى صل -نبي ه اللول هللا , إني نذرت في الجاهلية أن أعتكف ليلة في المسجد الحرام , فقال يا رس

: أوف نذرك , فاعتكف ليلة . -هللا عليه و سلم

Artinya : Wahai Rasulullah , sesungguhnya aku bernadzar pada masa jahiliyyah untuk beri'tikaf

1 (satu) malam di masjid al haram , maka Nabi - shallallahu alaihi wa sallam - bersabda :

"Tunaikanlah nadzarmu". Kemudian Umar beri'tikaf 1 (satu) malam.4

Syarat-syarat I'tikaf

I'tikaf mempunyai beberapa syarat yang terkumpul dalam hadits Ummul Mukminin Aisyah -

radhiallahu anha - , beliau berkata :

باشرها ,يال السنة على المعتكف : أن ال يعود مريضا , وال يشهد جنازة , و ال يمس امرأة , و

.جد جامع ي مسو ال يخرج لحاجة إال لما ال بد منه , وال اعتكاف إال بصوم , وال اعتكاف إال ف

Artinya : "Disunnahkan atas orang yang beri'tikaf untuk tidak menjenguk orang sakit , tidak

menghadiri sholat jenazah , tidak menggauli istri , tidak mencumbuinya , tidak keluar kecuali

untuk kebutuhan yang mendesak yang harus ditunaikan , dan tidak ada i'tikaf kecuali dibarengi

dengan puasa , serta tidak boleh beri'tikaf kecuali di masjid jami' " .5

Dan syarat-syarat ini adalah :

1. Berpuasa, Berdasarkan perkataan Aisyah - radhiallahu anha - :

وال اعتكاف إال بصوم .

Artinya : "Tidak ada i'tikaf kecuali dibarengi dengan puasa" .

4 .Hadis shohih dikeluarkan oleh sekelompok ulama dari jalan nafi', dari ibnu 'umar, dari 'umar - Radhiallahu

'Anhu -.Dan hadits ini terdapat didalam shohih Bukhari 2/69 - 70

5 .Hadits shohih dikeluarkan oleh Abu Dawud no hadits 2473 , Baihaqi dalam Al Kubro 4/321 dari jalan

Abdurrahman bin Ishaq , dari Zuhri , dari Urwah , dari Aisyah - radhiallahu anha -.

Dan nampaknya , perkataan ini sebatas anjuran atau ini adalah pendapat Ummul Mukminin

Aisyah - radhiallahu anha - , dan bukan termasuk sunnah yang telah disebutkan oleh Aisyah -

radhiallahu anha - di awal hadits sebagaiman yang dipahami dari konteks hadits .

Dan telah berlalu penyebutan hadits Umar bin Khottob - radhiallahu anhu -, bahwasannya dia

berkata :

ى صل –نبي ه الليا رسول هللا , إني نذرت في الجاهلية أن أعتكف ليلة في المسجد الحرام , فقال

أوف نذرك , فاعتكف ليلة .: –هللا عليه و سلم

Artinya : "Wahai Rasulullah , sesungguhnya aku bernadzar pada masa jahiliyyah untuk

beri'tikaf 1 (satu) malam di masjid al haram , maka Nabi - shallallahu alaihi wa sallam -

bersabda : "Tunaikanlah nadzarmu".Kemudian Umar beri'tikaf 1 (satu) malam .

Imam Bukhari - rahimahullah - telah berdalil dengan hadits ini , atas tidak wajibnya berpuasa

dalam I'tikaf , karena Nabi - shallallahu alaihi wa sallam - memerintahkan Umar bin Khottob

untuk menunaikan nadzarnya , kemudian Umar beri'tikaf malam hari, dan ini tidak

mengharuskan adanya puasa , sebagaimana yang ditunjukkan oleh lafadz hadits .

Imam Bukhari telah membuat bab tentang masalah ini dalam shohihnya (2/69).[ Bab : Orang

Yang Tidak Berpendapat Disyariatkannya Berpuasa Jika Beri'tikaf ] .

Al 'Aini berkata dalam Syarah Bukhari (11/146) :

قال الكرماني : فيه أنه ال يشترط الصوم لصحة االعتكاف .

Artinya : "Al Kirmani berkata : Dalam hadits ini menunjukkan, Bahwasanya tidak disyaratkan

berpuasa untuk sahnya I'tikaf " .

Dan inilah yang dirajihkan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (4/322) .

Dan ini adalah pendapat yang tepat , ditambah lagi dengan dhoifnya (lemahnya) hadits

yang menyebutkan wajibnya berpuasa dalam I'tikaf.6

6 yaitu hadits yang dikeluarkan oleh Abu Dawud no hadits 2474 dari jalan : Abdullah bin Budail , dari Amru bin

Dinar , dari Ibnu Umar : Bahwasanya Umar - radhiallahu anhu - menetapkan untuk dirinya, beri'tikaf pada masa

Adapun Syaikhul Islam Ibnul Qoyyim - Rahimahullah -, merajihkan adanya pensyaratan

berpuasa dalam beri'tikaf , beliau - rahimahullah - berkata dalam Zadul Ma'ad (2/87-88) : "Tidak

pernah dinukil sama sekali dari Nabi - shallallahu alaihi wa sallam - bahwasanya beliau

beri'tikaf dalam keadaan tidak berpuasa , bahkan Aisyah telah berkata : "Tidak ada I'tikaf kecuali

dibarengi dengan dengan puasa" , dan Rasulullah - shallallahu alaihi wa sallam -, tidak pernah

beri'tikaf kecuali dengan berpuasa , maka pendapat yang rajih berdasarkan dalil yang dijadikan

sandaran oleh kebanyakan ulama salaf : bahwasannya berpuasa adalah syarat I'tikaf , dan inilah

yang dirajihkan oleh Syaikul Islam Abul abbas Ibnu Taimiyyah " .

Saya (Muallif) mengatakan : Bahkan Dalil-dalil tersebut dinukil dengan sanad-sanad yang

shohih dari sekelompok salaf , diantaranya : Aisyah , sebagaimana yang telah lalu , Ibnu Abbas -

Radhiallahu anhuma - , Urwah bin Az Zubair , Zuhri , dan Ibrohim An Nakho'i .7

Dan juga diriwayatkan dari Ibnu Umar akan tetapi dengan sanad yang tidak shohih .8

Dalam masalah ini terdapat 2 (dua) riwayat dari Ahmad , dan yang paling shohih adalah

(berpuasa dalam I'tikaf) hukumnya sunnah , ini adalah riwayat Hanbal , Abu Tholib , Ali bin

Said , dan ini adalah riwayat Ishaq An Naisaburi.9

Dan adapun perkataan mereka : Sesungguhnya Allah - azza wa jalla - tidaklah menyebutkan

I'tikaf kecuali dengan puasa, maka tidak ada dalam ayat yang mengharuskan adanya keterkaitan

antara keduanya , dan jika tidak demikian adanya , maka tidak ada puasa kecuali dengan

beri'tikaf , dan tidak ada yang mengatakan demikian .10

jahiliyyah selama 1 (satu) malam – 1 (satu) hari – di ka'bah , kemudian dia bertanya kepada Nabi , kemudian Nabi

menjawab : "Beri'tikaf dan berpuasalah" .

Saya (muallif) mengatakan : Dan ini adalah riwayat yang mungkar , Abdullah bin Budail telah menyelisihi hadits

yang mahfudz dari Ibnu Umar tentang kejadian ini , dan Abdullah bin Budail ini adalah orang yang dhoiful

hadits(lemah haditsnya). Dan hadits ini telah didhoifkan oleh Daruquthni , Ibnu Adi , dan Al Hafidz Ibnu Hajar).

7 .Dalam Mushonnaf Abdurrazzaq 4/353 , Ibnu Abi Syaibah 2/333. 8 .Dalam Mushonnaf Abdurrazzaq dari riwayat Atho' bin Abi Rabah dari Ibnu Umar , dan Atho tidak pernah

mendengar dari Ibnu Umar , akan tetapi hanya melihatnya sekali.

9 .Lihat kitab Ar Riwayataini Wal wajhaini 1/267. Dan juga lihat kitab Masail Ishaq bin Ibrahim bin Hani' An

Naisaburi no 676

10 .Lihat Fathul Bari 4/323.

2. Dilaksanakan Di Masjid Jami'.

Yaitu masjid yang didirikan semua sholat di dalamnya . Dan dalil atas pensyaratannya :

Firman Allah ta'ala :

(.187و ال تباشروهن و أنتم عاكفون في المساجد )البقرة :

Artinya : Dan janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. (Q.S

Al Baqarah ; 187).

Perkataan Ummul Mukminin Aisyah - radhiallahu anha - :

وال اعتكاف إال في مسجد جامع .

Artinya : dan tidak ada i'tikaf kecuali di masjid jami' .

Dan adapun orang-orang yang mengkhususkan masjid-masjid, sebagaimana yang tersebut dalam

sebagian riwayat yang dhoif dari hadits Hudzaifah bin Al Yaman - radhiallahu anhu -,

bahwasannya masjid-masjid tersebut adalah masjid yang 3 (tiga) (yaitu masjid Al Haram , masjid

Nabawi , masjid Al Aqsho) , maka ini tidak benar , bahkan perkataan ini menyelisihi keumuman

ayat yang telah lalu .

Dan hadits yang menjelaskan tentang ini(mengkhususkan masjid-masjid tertentu) adalah hadits

yang dhoif , sebagaimana telah saya jelaskan dengan detail dalam kitab saya 'Shounu Asy Syar'i

Al-Hanif.

Dan adapun berhujjah atas yang demikian itu(mengkhususkan masjid-masjid tertentu untuk

I'tikaf), karena beberapa salaf , seperti Ibnul Musayyib dan Atho telah berpendapat dengannya,

maka ini perlu di perinci :

Adapun perkataan Ibnul Musayyib :

Ibnu Abi Syaibah telah mengeluarkan dari Ibnul Musayyib (2/337) dari jalan : Hammam bin

Yahya , dari Qotadah , dari Ibnul Musayyib , dia berkata :

ال اعتكاف إال في مسجد نبي .

Artinya : Tidak ada I'tikaf kecuali di masjid nabi .

Saya (muallif) mengatakan : Riwayat ini berdasarkan kaidah mutaqoddimin(ulama' terdahulu)

adalah riwayat yang syadz11 , karena Hammam bin Yahya telah menyendiri dengan riwayat ini ,

dan dia bukan termasuk murid Qotadah yang atsbat (kuat) dan tsiqoh (terpercaya) , Al Bardiji

menganggap bahwa menyendirinya salah satu perawi yang atsbat dan tsiqoh dari murid-murid

Qotadah dengan suatu hadits , tidak ada yang mengikutinya dari murid-murid yang lain , maka

termasuk riwayat yang mungkar , sebagaimana hal ini telah dinukil oleh Ibnu Rajab dari Al

Bardiji dalam kitab Syarah 'Ilal Tirmidzi hal. 282 . Dan kepada pendapat inilah , perkataan

Imam Muslim mengarah dalam muqoddimah shohihnya , dimana beliau menyebutkan kaidah ini

secara umum dan memisalkan dengannya dengan Az Zuhri dan Hisyam bin Urwah .

Jika seperti ini keadaan hadits di tingkatan pertama dari murid-murid Qotadah , maka bagaimana

di tingkatan syuyukhnya(di bawah tingkatan atsbat ats-tsiqot) ?

Maka jika dikatakan : Akan tetapi Hammam bin Yahya telah dimutaba'ah oleh Abdurrazzaq

(4/346) , dari Ma'mar , dari Qotadah – menurut sangkaan saya - , dari Ibnul Musayyib , dia

berkata :

. –صلى هللا عليه و سلم – ال اعتكاف إال في مسجد النبي

Artinya : "Tidak ada I'tikaf kecuali di masjid Nabi – shallallahu alaihi wa sallam –" .

Maka jawabannya adalah : Sesungguhnya Ma'mar bin Rasyid adalah dhoif pada riwayatnya dari

Qotadah , dia telah mendengar hadits dari Qotadah ketika masih kecil ,, sehingga dia tidak

menghafalnya , dan dia juga ragu – sebagaimana yang kamu lihat - , dia berkata : "menurut

sangkaan saya" , sedangkan keragu-raguan dalam sanad dapat membuat sebuah hadits menjadi

cacat , sebagaimana telah aku jelaskan dalam "An Naqdu Ash Shorih" . Ini dari satu sisi .

11 .Hadits syadz adalah Seorang Perawi hadits yang makbul(diterima) haditsnya, menyelisihi riwayat seorang

perawi yang lebih tinggi kedudukannya

Adapun dari sisi yang lain , Ma'mar telah menyelisihi Qotadah dalam matan , karena dia

mendkhususkan masjid Nabi - shallallahu alaihi wa sallam - , maka tidak ada dalam atsar ini

sesuatu yang menguatkan pendapat yang dibangun atas dasar hadits Hudzaifah bin Al Yaman ,

yang telah berlalu pendhoifannya , bahkan ini adalah perkataan lain yang mengkhususkan I'tikaf

di masjid Nabi - shallallahu alaihi wa sallam - .

Adapun atsar Atho' bin Abi Rabah :

Abdurrazzaq telah mengeluarkannya (4/349) :

Dari Ibnu Juraij , dari Atho' , dia berkata :

ال جوار إال في مسجد جامع , ثم قال : ال جوار إال في مسجد مكة , و مسجد المدينة .

Artinya : " Tidak ada I'tikaf kecuali dia masjid jami' , kemudian Atho' berkata : Tidak ada I'tikaf

kecuali di masjid makkah , tidak ada I'tikaf kecuali di masjid madinah " .

Dan dalam atsar yang lain , Ibnu Juraij berkata : " Aku berkata kepada Atho' : "Bagaimana

dengan masjid Iliya' ?" , dia berkata : "Tidak dilaksanakan I'tikaf kecuali di masjid makkah dan

masjid madinah .

2 (dua) atsar ini adalah atsar yang shohih , akan tetapi keduanya telah menyelisihi hadits

Hudzaifah bin Al Yaman – sebagaimana yang kamu lihat – dalam meninngalkan I'tikaf di masjid

Al Aqsho – Ilya' – yang menunjukkan bahwa hujjah menurut Atho' bukan dengan hadits ini ,

karena kalau seandainya Atho' berhujjah dengan hadits tersebut , dia akan mengatakan bolehnya

I'tikaf di masjid Al Aqsho , dan ketika perkaranya sesuai yang kami jelaskan , maka jelaslah

bahwa hal tersebut adalah pendapat Atho' bin Abi Rabah , dan ijtihad beliau , ijtihad beliau ini

tertolak dengan keumuman firman Allah ta'ala :

( .187وال تباشروهن و أنتم عاكفون في المساجد .)البقرة :

Artinya : : Dan janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. (Q.S

Al Baqarah ; 187) .

Dan juga dengan atsar Ummul Mukminin Aisyah – radhiallahu anha - , bahkan dalam hadits

Hudzaifah menunjukkan adanya pengingkaran Ibnu Mas'ud terhadap pendapat Hudzaifah dan

penyanggahannya terhadapnya .

Dan perkataan tabi'in tidak wajib diikuti , lebih-lebih apabila menyelisihi dalil . Dan pendapat

bahwa bolehnya beri'tikaf di selain 3 (tiga) masjid tersebut , adalah perkataan para imam yang

terpercaya – rahimahumullah - .

Permasalahan : Yaitu I'tikaf di masjid yang berada di rumah , apa hukum beri'tikaf di tempat

tersebut ?

Saya (muallif) mengatakan : Sebagian salaf dari kalangan tabi'in membolehkan beri'tikaf di

masjid yang berada di rumah , akan tetapi beberapa orang dari kalangan sahabat menyelisihi

pendapat mereka : Tidak ada I'tikaf kecuali di masjid jami' , ini adalah perkataan Ummul

Mukminin Aisyah dan Ibnu Abbas – radhiallahu anhuma - .

Maka pendapat yang rajih (kuat) menurut kami dalam masalah ini :

Bahwasanya tidak dibolehkan beri'tikaf kecuali di masjid-masjid yang didirikan sholat jumat dan

sholat jamaah di dalamnya , dan pada umumnya masjid-masjid yang berada di rumah terkunci

saat sholat jumat didirikan , maka orang yang beri'tikaf harus keluar dari I'tikafnya untuk sholat

jumat .Memang , sebagian ulama telah memperbolehkan keluarnya orang yang beri'tikaf untuk

sholat jumat , dan ini adalah pendapat Ahmad sebagiamana dalam kitab Masail Abdillah (732) ,

akan tetapi perkataan tersebut dibangun berdasarkan pendapat yang mengatakan bolehnya

beri'tikaf di masjid yang berada di rumah , dan telah berlalu penjelasan atas pendhoifan hadits

tersebut .

3.Tidak Keluar dari tempat I'tikaf Kecuali Karena Kepentingan Yang Sangat Mendesak.

Dan ini yang nampak dari ucapan Aisyah – radhiallahu anha - :

باشرها ,يال السنة على المعتكف : أن ال يعود مريضا , وال يشهد جنازة , و ال يمس امرأة , و

ج لحاجة إال لما ال بد منه .و ال يخر

Artinya : "Disunnahkan atas orang yang beri'tikaf untuk tidak menjenguk orang sakit , tidak

menghadiri sholat jenazah , tidak menggauli istri , tidak mencumbuinya , tidak keluar kecuali

untuk kebutuhan yang mendesak yang harus ditunaikan .

Dan ucapan Aisyah – radhiallahu anha - : "Sunnah…" , dihukumi marfu' kepada Nabi –

shallallahu alaihi wa sallam - . Dan inilah yang ditunjukkan oleh perbuatan beliau – shallallahu

alaihi wa sallam - .Sesungguhnya beliau – shallallahu alaihi wa sallam – menjulurkan kepalanya

kepada Aisyah – radhiallahu anha – yang berada di kamarnya , sedangkan tubuh beliau di masjid

, maka Aisyah menyisir rambut beliau .

Dan dari Ummul Mukminin Aisyah – radhiallahu anha - , beliau berkata :

له –صلى هللا عليه و سلم –إن كان رسول هللا ال , و كان ليدخل رأسه وهو في المسجد فأرج ِّ

يدخل البيت إال لحاجة إذا كان معتكفا .

Artinya : "Jika Rasulullah – shallallahu alaihi wa sallam – memasukkan kepalanya , dan beliau

berada di masjid , aku pun menyisir beliau , dan beliau tidak memasuki rumah kecuali karena

suatu kebutuhan , jika beliau sedang beri'tikaf .12

Imam Bukhari telah membuat bab dalam masalah ini :(Bab : Tidak Memasuki Rumah Kecuali

Karena Suatu Kebutuhan) .

Dan telah shohih dari Nabi – shallallahu alaihi wa sallam – bahwasanya beliau keluar dari

tempat I'tikafnya untuk mengantar salah satu istrinya ke rumahnya , maka ini termasuk

kepentingan yang mendesak , yang membolehkan orang yang beri'tikaf untuk menunaikan

kepentingan tersebut .

12 .Hadits shohih , diriwayatkan oleh sekelompok ulama , dan hadits ini terdapat dalam Shohih Bukhari 2/66.

Dan dari Ummul Mukminin Shofiyyah – radhiallahu anha - :

بصره رجلوهو معتكف , فلما رجعت مشى معها , فأ –صلى هللا عليه و سلم –أنها أتت النبي

آدم ابن من األنصار , فلما أبصره دعاه , فقال : تعال , هي صفية , فإن الشيطان يجري من

مجرى الدم .

Artinya : "Bahwasanya dia mendatangi Nabi – shallallahu alaihi wa sallam – , sedang beliau

beri'tikaf , maka ketika Shofiyyah pulang , beliau berjalan bersamanya , kemudian seorang laki-

laki dari anshor melihat beliau , maka ketika orang tersebut melihatnya , Rasulullah

memanggilnya , dan berkata : "Kemarilah ,dia adalah Shofiyyah , karena sesungguhnya syaithon

berjalan di tubuh bani Adam melalui aliran darahnya " .13

Disini ada permasalahan penting : yaitu hukum keluar dari tempat i'tikaf untuk bekerja , mencari

nafkah , dan mencari rizki , terlebih lagi para pegawai , apakah hal ini boleh bagi mereka ?

Jawabannya : Telah shohih penukilannya dari sekelompok salaf , bahwasanya tidak boleh bagi

seorang yang beri'tikaf untuk menjual dan membeli , berdebat dengan seseorang , atau keluar

tanpa kepentingan yang mendesak seperti buang air , atau untuk mengantar istri jika

dikhawatirkan ada bahaya di jalan , atau untuk sholat jumat , dan selainnya , ini berdasarkan

pendapat sekelompok salaf .

Dalam Mushonnaf Abdurrazzaq (3/361) dengan sanad yang shohih dari Zuhri , dia berkata

:Seorang yang beri'tikaf tidak boleh menjual dan tidak boleh membeli .

Dan di dalam Mushonnaf juga terdapat riwayat dari Mujahid dan Amr bin Dinar dengan sanad-

sanad yang shohih .begitu juga diriwayatkan dengan sanad yang shohih dari Atho'bin Abi Rabah

,dia berkata : "Seseorang yang beri'tikaf tidak boleh menjual , tidak boleh membeli , tidak boleh

keluar menuju penguasa sehingga dia mengadu kepadanya, kecuali dia telah berniat untuk itu .

13 .Hadits shohih , dikeluarkan oleh Bukhari 1/347 , Muslim 4/1712 , Abu Dawud no hadits 2470 , Ibnu Majah no

hadits 1779 , dari jalan : Zuhri , dari Ali bin Al Husain , dari Shofiyyah bihi.

Dan dalam sebuah riwayat dari Atho' , bahwasanya dia membolehkan seorang yang beri'tikaf

untuk berwasiat kepada keluarganya tentang perbuatan dan maslahat kehidupan mereka , dan

juga diperbolehkan untuk mencatat kebutuhannya .

Dan sebagian salaf membolehkan keluar , atas dasar apabila hal ini dia syaratkan ketika beri'tikaf

, seperti dia mensyaratkan ketika beri'tikaf untuk berbuka bersama keluarganya , dan sahur

bersama mereka , ini adalah pendapat Qotadah dan selainnya .

Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkan dari Qotadah dengan sanad yang shohih (2/336) .

Dan dari ibnu abi syaibah dengan sanad yang shohih juga, bahwa Ya'la bin Umayyah berkata

kepada muridnya: "Marilah kita pergi ke masjid , kemudian kita beri'tikaf di sana selama 1 (satu)

jam .

Adapun Atho' bin Abi Rabah , dia berkata : "Ini bukanlah i'tikaf" . Ibnu Abi Syaibah telah

meriwayatkan atsar atho’ bin abi rabah ini, dan inilah pendapat yang diperkuat oleh dalil-dalil.

Dan yang lebih utama , bagi orang yang berniat untuk beri'tikaf dan bertekad bulat untuknya ,

untuk menjauhkan dirinya dari kesibukan-kesibukan dunia , dan mencurahkan hatinya untuk

beribadah , dan melaksanakan ketaatan dengan sesuatu yang menyibukkannya dari ketaatan .

4. Tidak mencumbui Istri

Baik dengan bersetubuh atau sekedar bercumbu , yang demikian itu karena kesucian dan

keagungan masjid, maka tidak diperbolehkan bagi orang yang beri’tikap hal-hal yang

diperbolehkan bagi orang yang yang berpuasa ketika telah berbuka , Allah ta'ala berfirman :

( .187وال تباشروهن و أنتم عاكفون في المساجد .)البقرة :

Artinya : : Dan janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid. (Q.S

Al Baqarah ; 187) .

Dan Ummul Mukminin Aisyah berkata :

و ال يمس امرأة , وال يباشرها .

Artinya : "(Seorang yang beri'tikaf) tidak boleh menyetubuhi istrinya , dan tidak boleh

mencumbuinya" .

Abdurrazzaq telah mengeluarkan dalam Mushonnaf (3/364) dengan sanad yang shohih dari Atho'

bin Abi Rabah , dia berkata : "Janganlah seorang yang beri'tikaf mendatangi keluarganya

(istrinya) pada malam maupun siang hari , dia berkata : dan tidak boleh menyetubuhi, mencium,

mencumbui, menyentuh, meraba istrinya , dan hendaknya dia menjauhi istrinya sebisa mungkin"

Maka menyetubuhi istri , atau mencumbuinya adalah teremasuk hal yang membatalkan I'tikaf.

Apa yang dilakukan seorang yang beri'tikaf apabila dia telah menyetubuhi istrinya, telah

mencium, atau telah mencumbui istrinya walaupun sebentar ?

Tidak disebutkan sedikit pun dalam bab ini sesuatu yang menunjukkan atas wajibnya kaffaroh .

Sebagaimana yang telah dikeluarkan oleh Abdurrazzaq (3/363) dengan sanad yang shohih dari

Zuhri , tentang seseorang yang menyetubuhi istrinya sedangkan dia beri'tikaf ?

Dia berkata : Tidak ada dalil sedikit pun yang sampai kepada kami tentang hal itu , akan tetapi

kami berpendapat hendaknya ia membebaskan budak , sebagaimana kaffaroh orang yang

menyetubuhi istrinya pada bulan ramadhan .

Saya (muallif) mengatakan :pendapat yang mengatakan bahwa adanya kaffaroh adalah datang

dari sebuah ijtihad , dan sesuatu yang tidak ada nash tentangnya , maka tidak bisa dijadikan

hujjah untuk perkataan yang merupakan ijtihad , dan yang benar bahwa dia memulai I'tikaf dari

awal .

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdurrazzaq , dan Ibnu Abi Syaibah (2/338) dengan sanad

perawi yang tsiqoh (terpercaya) dari Ibnu Abbas , berkata :

إذا وقع المعتكف على امرأته استأنف اعتكافه

Artinya : "Jika seorang yang beri'tikaf menyetubuhi istrinya , maka ia memulai I'tikafnya dari

awal" .

Saya (muallif) mengatakan : Ini dalam I'tikaf pada selain waktu puasa wajib seperti bulan

ramadhan , maka sesungguhnya seseorang yang menyetubuhi istrinya ketika I'tikaf pada siang

hari bulan ramadhan , maka wajib atasnya sebagaimana yang diwajibkan atas orang yang

menyetubuhi pada waktu puasa wajib. Wallahu A'lam.

Disyariatkannya I'tikaf Bagi Wanita Ketika Aman Dari Fitnah, Berdasarkan yang telah lalu dari

hadits Ummul Mukminin Aisyah – radhiallahu anha - , dia berkata :

ل مكانه يعتكف في كل رمضان فإذا صلى الغداة دخ –صلى هللا عليه و سلم –كان رسول هللا

معت بها , فس فأذن لها , فضربت فيه قبةالذي اعتكف فيه , قال : فاستأذنته عائشة أن تعتكف ,

حفصة , فضربت قبة , و سمعت زينب بها فضربت قبة أخرى ...الحديث .

Artinya : : "Adalah Rasulullah – shallallahu alaihi wa sallam – i'tikaf pada tiap ramadhan,

apabila beliau selesai dari sholat shubuh, beliau masuk ke tempat i'tikaf beliau. Berkata Rowi :

Kemudian Aisyah meminta izin kepada beliau untuk beri'tikaf , maka Rasulullah – shallallahu

alaihi wa sallam – mengizinkannya , kemudian Aisyah membuat kemah di tempat tersebut, lalu

Hafshoh mendengarnya , kemudian dia pun membuat kemah . Kemudian Zainab mendengarnya ,

kemudian dia pun membuat kemah …dst.

Dan dari Aisyah – radhiallahu anha - , berkata :

نت ترى امرأة من أزواجه مستحاضة , فكا –صلى هللا عليه و سلم – اعتكفت مع رسول هللا

وهي تصلي . الحمرة و الصفرة , فربما وضعنا الطست تحتها

Artinya : "Salah satu dari istri Nabi – shallallahu alaihi wa sallam- beri'tikaf bersama beliau .

Maka dia melihat cairan berwarna merah dan kuning , kadang-kadang kami membuatkan

baskom di bawahnya , sedangkan dia sedang sholat .14

Akan tetapi ini disyaratkan ketika aman dari fitnah , tidak ada bahaya dengan keluarnya wanita

untuk I'tikaf , mendapat izin dari walinya, terlebih jika dia telah bersuami, maka sesungguhnya ia

tidak boleh keluar untuk I'tikaf kecuali dengan perintah suaminya dan tidak ada bahaya bagi

dirinya , atau lainnya seperti anak-anaknya , atau orang yang berada dalam tanggung jawabnya

dengan keluarnya menuju I'tikaf.

Kapan Seorang Yang Beri'tikaf Disyariatkan Untuk Beri'tikaf ?

Seorang yang beri'tikaf disyariatkan beri'tikaf setelah sholat shubuh , sebagaimana telah lalu

dalam hadits Ummul Mukminin Aisyah – radhiallahu anha - , Dia berkata :

ل مكانه يعتكف في كل رمضان فإذا صلى الغداة دخ –صلى هللا عليه و سلم –كان رسول هللا

الذي اعتكف فيه .

Artinya : : "Adalah Rasulullah – shallallahu alaihi wa sallam – i'tikaf pada tiap ramadhan,

apabila beliau selesai dari sholat shubuh, beliau masuk ke tempat i'tikaf beliau.

Dan rasulullah dibuatkan sebuah kemah yang kecil untuk I'tikaf, semua ini dibolehkan dengan

syarat tidak menyusahkan tempat yang dapat mempersempit orang-orang yang sholat , oleh

karena itu , disunnahkan kemah tesebut berada di masjid bagian belakang atau tempat-tempat

yang tidak mengganggu orang yang sholat , serta aman bagi masjid .

إلى سواء السبيل, والحمد هلل رب العالمين هذا وهللا أعلم بالصواب, وهو الهادي

14 .Dikeluarkan oleh Bukhari 2/68 , Abu Dawud no hadits 2476 , Ibnu Majah no hadits 1780 , dari jalan Ikrimah ,

dari Aisyah.