mskslsslll

32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Flavonoid Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid merupakan pigmen tumbuhan dengan warna kuning, kuning jeruk, dan merah dapat ditemukan pada buah, sayuran, kacang, biji, batang, bunga, herba, rempah-rempah, serta produk pangan dan obat dari tumbuhan seperti minyak zaitun, teh, cokelat, anggur merah, dan obat herbal. Flavonoid juga dikenal sebagai vitamin P dan citrin, dan merupakan pigmen yang diproduksi oleh sejumlah tanaman sebagai warna pada bunga yang dihasilkan. Bagian tanaman yang bertugas untuk memproduksi flavonoid adalah bagian akar yang dibantu oleh rhizobia, bakteri tanah yang bertugas untuk menjaga dan memperbaiki kandungan nitrogen dalam tanah. Senyawa ini berperan penting dalam menentukan warna, rasa, bau, serta kualitas nutrisi makanan. Tumbuhan umumnya hanya menghasilkan senyawa flavonoid tertentu. Keberadaan flavonoid pada tingkat spesies, genus atau familia menunjukkan proses evolusi yang terjadi sepanjang sejarah hidupnya. Bagi tumbuhan, senyawa flavonoid berperan dalam pertahanan diri terhadap hama, penyakit, herbivori, kompetisi, interaksi dengan mikrobia,

Upload: daniel-hill

Post on 21-Oct-2015

40 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Flavonoid

            Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok fenol yang terbesar yang ditemukan di alam.

Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru dan sebagai zat warna kuning

yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid merupakan pigmen tumbuhan dengan

warna kuning, kuning jeruk, dan merah dapat ditemukan pada buah, sayuran, kacang, biji,

batang, bunga, herba, rempah-rempah, serta produk pangan dan obat dari tumbuhan seperti

minyak zaitun, teh, cokelat, anggur merah, dan obat herbal. Flavonoid juga dikenal sebagai

vitamin P dan citrin, dan merupakan pigmen yang diproduksi oleh sejumlah tanaman sebagai

warna pada bunga yang dihasilkan. Bagian tanaman yang bertugas untuk memproduksi flavonoid

adalah bagian akar yang dibantu oleh rhizobia, bakteri tanah yang bertugas untuk menjaga dan

memperbaiki kandungan nitrogen dalam tanah.

 Senyawa ini berperan penting dalam menentukan warna, rasa, bau, serta kualitas nutrisi

makanan. Tumbuhan umumnya hanya menghasilkan senyawa flavonoid tertentu. Keberadaan

flavonoid pada tingkat spesies, genus atau familia menunjukkan proses evolusi yang terjadi

sepanjang sejarah hidupnya. Bagi tumbuhan, senyawa flavonoid berperan dalam pertahanan diri

terhadap hama, penyakit, herbivori, kompetisi, interaksi dengan mikrobia, dormansi biji,

pelindung terhadap radiasi sinar UV, molekul sinyal pada berbagai jalur transduksi, serta

molekul sinyal pada polinasi dan fertilitas jantan.

            Senyawa flavonoid untuk obat mula-mula diperkenalkan oleh seorang Amerika bernama

Gyorgy (1936). Secara tidak sengaja Gyorgy memberikan ekstrak vitamin C (asam askorbat)

kepada seorang dokter untuk mengobati penderita pendarahan kapiler subkutaneus dan ternyata

dapat disembuhkan. Mc.Clure (1986) menemukan pula oleh bahwa senyawa flavonoid yang

diekstrak dari Capsicum anunuum serta Citrus limon juga dapat menyembuhkan pendarahan

kapiler subkutan. Mekanisme aktivitas senyawa tersebut dapat dipandang sebagai fungsi “alat

komunikasi‟ (molecular messenger) dalam proses interaksi antar sel, yang selanjutnya dapat

berpengaruh terhadap proses metabolisme sel atau mahluk hidup yang bersangkutan, baik

bersifat negatif (menghambat) maupun bersifat positif (menstimulasi).

                  Flavonoid adalah sekelompok besar senyawa polifenol tanaman yang tersebar luas dalam

berbagai bahan makanan dan dalam berbagai konsentrasi. Komponen tersebut pada umumnya terdapat

dalam keadaan terikat atau  terkonjugasi dengan senyawa gula. Lebih dari 4000 jenis flavonoid

telah diidentifikasi dan beberapa di antaranya berperan dalam pewarnaan bunga, buah,dan daun

(de Groot & Rauen, 1998). Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula

terikat) terdapat dalam berbagai bentuk struktur.

            Ada juga senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kombinasi antara kedua jalur

biosintesa ini yaitu senyawa-senyawa flanonoida. Tidak ada benda yang begitu menyolok seperti

flavonoida yang memberikan kontribusi keindahan dan kesemarakan pada bunga dan buah-

buahan di alam. Flavin memberikan warna kuning atau jingga, antodianin memberikan warna

merah, ungu atau biru, yaitu semua warna yang terdapat pada pelangi kecuali warna hijau.

Secara biologis flavonoida memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan tanaman oleh

serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat menolak sejenis

ulat tertentu.

            Tidak ada benda yang begitu menyolok seperti flavonoida yang memberikan kontribusi

keindahan dan kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavin memberikan warna

kuning atau jingga, antodianin memberikan warna merah, ungu atau biru, yaitu semua warna

yang terdapat pada pelangi kecuali warna hijau. Secara biologis flavonoida memainkan peranan

penting dalam kaitan penyerbukan tanaman oleh serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai rasa

pahit sehingga dapat bersifat menolak sejenis ulat tertentu.

Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenolik terbesar yang ditemukan di alam dan

berasal dari tumbuhan tingkat tinggi.  Flavonoid mempunyai kerangka dasar dengan 15 atom

karbon, dimana dua cincin benzen (C6) terikat pada satu rantai propan (C3) sehingga membentuk

suatu susunan (C6-C3-C6) dengan struktur 1,3-diarilpropan. Senyawa-senyawa flavonoid terdiri

dari beberapa jenis, bergantung pada tingkat oksidasi rantai propan dari sistem 1,3-diarilpropan

[Achmad, 1985]. Agar mudah, cincin diberi tanda A, B, dan C,atom karbon dinomori menurut

sistem penomoran yang menggunakan angka biasa untuk cincin A dan C, serta angka “beraksen”

untuk cincin B.

Flavonoid adalah senyawa yang tersusun dari 15 atom karbon dan terdiri dari 2 cincin

benzen yang dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid

dibagi menjadi 3 macam, yaitu:

1. Flavonoid yang memiliki cincin ketiga berupa gugus piran. Flavonoid ini disebut

flavan atau fenilbenzopiran. Turunan flavan banyak digunakan sebagai astringen

(turunan tanin).

2. Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus piron. Flavonoid ini disebut

flavon atau fenilbenzopiron. Turunan flavon adalah jenis flavonoid yang paling

banyak memiliki aktivitas farmakologi.

3. Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus pirilium. Flavonoid ini

disebut flavilium atau antosian. Turunan pirilium biasa digunakan sebagai pewarna

alami

            Kerangka dasar karbon pada flavonoid merupakan kombinasi antara jalur sikhimat dan

jalur asetat-malonat yang merupakan dua jalur utama biosintesis cincin aromatik. Cincin A dari

struktur flavonoid berasal dari jalur poliketida (jalur asetat-malonat), yaitu kondensasi tiga unit

asetat atau malonat, sedangkan cincin B dan tiga atom karbon dari rantai propan berasal dari

jalur fenilpropanoid (jalur sikhimat) [Achmad, 1985].

Modifikasi flavonoid lebih lanjut, dapat mungkin terjadi pada berbagai tahap dan

menghasilkan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi gugus hidroksil atau inti

flavonoid, isoprenilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid, metilenasi gugus orto-dihidroksil,

dimerisasi (pembentukan biflavonoid), pembentukan bisulfat, dan yang terpenting adalah

glikosilasi gugus hidroksil(pembentukan flavonoid O-glikosida) atau inti flavonoid

(pembentukanflavonoid C-glikosida) (Markham, 1988).

Markham (1988) menyatakan bahwa flavonoid pertama yang dihasilkan pada alur

biosintesis flavonoid ialah khalkon, dan semua turunan flavon diturunkan darinya melalui

berbagai alur. Semua golonganflavonoid saling berkaitan, karena berasal dari alur biosintesis

yangsama. Cincin A terbentuk karena kondensasi ekor-kepala dari tiga unit asam asetat-malonat

atau berasal dari jalur poliketida. Cincin B serta satuan tiga atom karbon dari rantai propan yang

merupakan kerangka dasar C6 – C3 berasal dari jalurasam sikimat (Manitto, 1981).

Polifenol dan turunannya telah lama dikenal memiliki aktivitas antibakteri,

antimelanogenesis, antioksidan dan antimutagen. Sebagai antioksidan polifenol berperan sebagai

penangkap radikal bebas penyebab peroksidasi lipid yang dapat menimbulkan kerusakan pada

bahan makanan, selain itu senyawa antioksidan berfungsi mencegah kerusakan sel dan DNA

akibat adanya senyawa radikal bebas.  Senyawa flavonoid yang merupakan salah satu golongan

dari polifenol sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal dan masih digunakan secara

terbatas. Hal ini dikarenakan senyawa flavonoid tidak stabil terhadap perubahan pengaruh

oksidasi, cahaya, dan perubahan kimia, sehingga apabila teroksidasi strukturnya akan berubah

dan fungsinya sebagai bahan aktif akan menurun bahkan hilang dan kelarutannya rendah.

Kestabilan dan kelarutan dapat ditingkatkan dengan cara mengubah senyawa flavonoid menjadi

bentuk glikosida melalui reaksi kimia maupun enzimatik dengan bantuan enzim transferase.

Senyawa-senyawa flavanoid yang umumnya bersifat antioksidan dan banyak yang telah

digunakan sebagai salah satu komponen bahan baku obat-obatan. Bahkan, berdasarkan penelitian

di Jepang, ditemukan molekul isoflavon di dalam tempe. Oleh karena molekul isoflavon bersifat

antioksidan maka tempe merupakan sumber pangan yang baik untuk menjaga kesehatan, selain

kandungan gizinya tinggi.

B. Struktur Flavonoid:

Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata flavon,

yaitu nama dari salah satu flavonoid yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan. Senyawa-

senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari cincin A dan

atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1.3-diarilpropana dihubungkan oleh jembatan

oksigen sehingga membentuk cincin heterosiklik yang baru (cincin C).

Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi dari

rantai propana dari sistem 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis yang

banyak ditemukan dialam sering sekali disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya senyawa

flavonoida ini disebabkan oleh berbagai tingkat alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut.

Senyawa-senyawa isoflavonoid dan neoflavonoida hanya ditemukan dalam beberapa jenis

tumbuhan, terutama suku Leguminosae.

C. Klasifikasi Senyawa Flavonoid

            Flavonoid merupakan metabolit sekunder yang paling beragam dan tersebar luas. Sekitar

5-10% metabolit sekunder tumbuhan adalah flavonoid, dengan struktur kimia dan peran biologi

yang sangat beragam Senyawa ini dibentuk dari jalur shikimate dan fenilpropanoid, dengan

beberapa alternatif biosintesis. Flavonoid banyak terdapat dalam tumbuhan hijau (kecuali alga),

khususnya tumbuhan berpembuluh. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan

termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah buni dan biji. Kira-kira 2% dari

seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuh-tumbuhan diubah menjadi flavonoid. Flavonoid

merupakan turunan fenol yang memiliki struktur dasar fenilbenzopiron (tokoferol), dicirikan

oleh kerangka 15 karbon (C6-C3-C6) yang terdiri dari satu cincin teroksigenasi dan dua cincin

aromatis. Substitusi gugus kimia pada flavonoid umumnya berupa hidroksilasi, metoksilasi,

metilasi dan glikosilasi.

Klasifikasi flavonoid sangat beragam, di antaranya ada yang mengklasifikasikan

flavonoid menjadi flavon, flavonon, isoflavon, flavanol, flavanon, antosianin, dan kalkon. Lebih

dari 6467 senyawa flavonoid telah diidentifikasi dan jumlahnya terus meningkat. Kebanyakan

flavonoid berbentuk monomer, tetapi terdapat pula bentuk dimer (biflavonoid), trimer, tetramer,

dan polimer. Istilah flavonoid diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata

flavon, yaitu nama dari salah satu flavonoida yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan.

Masing-masing jenis senyawa flavonoida mempunyai struktur dasar tertentu. Flavonoida

mempunyai pola oksigenasi yang berselang-seling yaitu posisi 2,4,6. cincin B flavonoid

mempunyai satu gugus fungsi oksigen pada posisi para atau dua pada posisi para dan meta atau

tiga pada posisi satu di para dan dua di meta. Cincin A selalu mempunyai gugus hidroksil yang

letaknya sedemikian rupa sehingga memberikan kemungkinan untuk terbentuk cincin

heterosikllis dalam senyawa trisiklis. Beberapa senyawa flavonoida adalah sebagai berikut :

Cincin A – COCH2CH2 – Cincin B —————————– Hidrokalkon

Cincin A – COCH2CHOH – Cincin B ————————– Flavanon, kalkon

Cincin A – COCH2CO – Cincin B —————————— Flavon

Cincin A – CH2COCO – Cincin B —————————— Antosianin

Cincin A – COCOCH2 – Cincin B ——————————- Auron

Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi

dari rantai propane dari system 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis

yang banyak ditemukan di alam sehingga sering disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya

senyawa flavonoida ini disebabkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi atau glikosilasi

dari struktur tersebut. Senyawa-senyawa isoflavonoida dan neoflavonoida hanya ditemukan

dalam beberapa jenis tumbuhan, terutama suku leguminosae. Masing-masing jenis senyawa

flavonoida mempunyai struktur dasar tertentu. Flavonoida mempunyai beberapa cirri struktur

yaitu: cincin A dari struktur flavonoida mempunyai pola oksigenasi yang berselang-seling yaitu

pada posisi 2,4 dan 6. Cincin B flavonoida mempunyai satu gugus fungsi oksigen pada posisi

para atau dua pada posisi para dan meta aau tiga pada posisi satu di para dan dua di meta. Cincin

A selalu mempunyai gugus hidroksil yang letaknya sedemikian rupa sehingga memberikan

kemungkinan untuk terbentuk cincin heterosiklik dalam senyawa trisiklis. Flavonoid mempunyai

kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat

pada suatu rantaipropana (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat

menghasilkan tiga jenis struktur senyawa flavonoida, yaitu:

1.    Flavonoida atau 1,3-diarilpropana

             Beberapa senyawa flavonoida yang ditemukan di alam adalah sebagai berikut

a) Antosianin

                  Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam

tumbuhan. Secara kimia antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu

sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan

gugus hidroksil atau dengan metilasi. Antosianin tidak mantap dalam larutan netral atau basa.

Karena itu antosianin harus diekstraksi dari tumbuhan dengan pelarut yang mengandung asam

asetat atau asam hidroklorida (misalnya metanol yang mengandung HCl pekat 1%) dan

larutannya harus disimpan di tempat gelap serta sebaiknya didinginkan. Antosianidin ialah

aglikon antosianin yang terbentuk bila antosianin dihidrolisis dengan asam. Antosianidin

terdapat enam jenis secara umum, yaitu : sianidin, pelargonidin, peonidin, petunidin, malvidin

dan delfinidin.

                  Antosianidin adalah senyawa flavonoid secara struktur termasuk kelompok flavon.

Glikosida antosianidin dikenal sebagai antosianin. Nama ini berasal dari bahasa Yunani antho-,

bunga dan kyanos-, biru. Senyawa ini tergolong pigmen dan pembentuk warna pada tanaman

yang ditentukan oleh pH dari lingkungannya. Senyawa paling umum adalah antosianidin,

sianidin yang terjadi dalam sekitar 80 persen dari pigmen daun tumbuhan, 69 persen dari buah-

buahan dan 50 persen dari bunga. Kebanyakan warna bunga merah dan biru disebabkan

antosianin. Bagian bukan gula dari glukosida itu disebut suatu antosianidin dan merupakan suatu

tipe garam flavilium. Warna tertentu yang diberikan oleh suatu antosianin, sebagian bergantung

pada pH bunga. Warna biru bunga cornflower dan warna merah bunga mawar disebabkan oleh

antosianin yang sama, yakni sianin. Dalam sekuntum mawar merah, sianin berada dalam bentuk

fenol. Dalam cornflower biru, sianin berada dalam bentuk anionnya, dengan hilangnya sebuah

proton dari salah satu gugus fenolnya. Dalam hal ini, sianin serupa dengan indikator asam-basa.

Istilah garam flavilium berasal dari nama untuk flavon, yang merupakan senyawa tidak

berwarna. Adisi gugus hidroksil menghasilkan flavonol, yang berwarna kuning.

            Dalam pengidentifikasian antosianin atau flavonoid yang kepolarannya rendah, daun

segar atau daun bunga jangan dikeringkan tetapi harus digerus dengan MeOH. Ekstraksi hampir

segera terjadi seperti terbukti dari warna larutan. Flavonoid yang kepolarannya rendah dan yang

kadang-kadang terdapat pada bagian luar tumbuhan, paling baik diisolasi hanya dengan

merendam bahan tumbuhan segar dalam heksana atau eter selama beberapa menit.

Antosianin secara umum mempunyai stabilitas yang rendah. Pada pemanasan yang

tinggi, kestabilan dan ketahanan zat warna antosianin akan berubah dan mengakibatkan

kerusakan. Selain mempengaruhi warna antosianin, pH juga mempengaruhi stabilitasnya, dimana

dalam suasana asam akan berwarna merah dan suasana basa berwarna biru. Antosianin lebih

stabil dalam suasana asam daripada dalam suasana alkalis ataupun netral. Zat warna ini juga

tidak stabil dengan adanya oksigen dan asam askorbat. Asam askorbat kadang melindungi

antosianin tetapi ketika antosianin menyerap oksigen, asam askorbat akan menghalangi

terjadinya oksidasi. Pada kasus lain, jika enzim menyerang asam askorbat yang akan

menghasilkan hydrogen peroksida yang mengoksidasi sehingga antosianin mengalami perubahan

warna. Warna pigmen antosianin merah, biru, violet, dan biasanya dijumpai pada bunga, buah-

buahan dan sayur-sayuran.

Dalam tanaman terdapat dalam bentuk glikosida yaitu membentuk ester dengan

monosakarida (glukosa, galaktosa, ramnosa dan kadang-kadang pentosa). Sewaktu pemanasan

dalam asam mineral pekat, antosianin pecah menjadi antosianidin dan gula. Pada pH rendah

(asam) pigmen ini berwarna merah dan pada pH tinggi berubah menjadi violet dan kemudian

menjadi biru. Pada umumnya, zat-zat warna distabilkan dengan penambahan larutan buffer yang

sesuai. Jika zat warna tersebut memiliki pH sekitar 4 maka perlu ditambahkan larutan buffer

asetat, demikian pula zat warna yang memiliki pH yang berbeda maka harus dilakukan

penyesuaian larutan buffer. Warna merah bunga mawar dan biru pada bunga jagung terdiri dari

pigmen yang sama yaitu sianin. Perbedaannya adalah bila pada bunga mawar pigmennya berupa

garam asam sedangkan pada bunga jagung berupa garam netral. Konsentrasi pigmen juga sangat

berperan dalam menentukan warna.

 Pada konsentrasi yang encer antosianin berwarna biru, sebaliknya pada konsentrasi pekat

berwarna merah dan konsentrasi biasa berwarna ungu. Adanya tanin akan banyak mengubah

warna antosianin. Dalam pengolahan sayur-sayuran adanya antosianin dan keasaman larutan

banyak menentukan warna produk tersebut. Misalnya pada pemasakan bit atau kubis merah. Bila

air pemasaknya mempunyai pH 8 atau lebih (dengan penambahan soda) maka warna menjadi

kelabu violet tetapi bila ditambahkan cuka warna akan mejadi merah terang kembali. Tetapi

jarang makanan mempunyai pH yang sangat tinggi. Dengan ion logam, antosianin membentuk

senyawa kompleks yang berwarna abu-abu violet. Karena itu pada pengalengan bahan yang

mengandung antosianin, kalengnya perlu mendapat lapisan khusus (lacquer).

b) Flavonol

                  Flavonol lazim sebagai konstituen tanaman yang tinggi, dan terdapat dalam berbagai

bentuk terhidroksilasi. Flavonol alami yang paling sederhana adalah galangin, 3,5,7 –tri-

hidroksiflavon; sedangkan yang paling rumit, hibissetin adalah 3,5,7,8,3’,4’,5’

heptahidroksiflavon. Bentuk khusus hidroksilasi (C6(A)-C3-C6(B), dalam mana C6 (A) adalah

turunan phloroglusional, dan cincin B adalah 4-atau 3,4-dihidroksi, diperoleh dalam 2 flavonol

yang paling lazim yaitu kaempferol dan quirsetin. Hidroksiflavonol, seperti halnya hidroksi

flavon, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai glikosida. Flavonol kebanyakan terdapat

sebagai 3-glikosida. Meskipun flavon, flavonol, dan flavanon pada umumnya terdistribusi

melalui tanaman tinggi tetapi tidak terdapat hubungan khemotakson yang jelas. Genus Melicope

mengandung melisimpleksin dan ternatin, dan genus citrus mengandung nobiletin, tangeretin dan

3’,4’,5,6,7-pentametoksiflavon.

                                                                      

c)  Flavonon

d)  Khalkon

            Polihidroksi khalkon terdapat dalam sejumlah tanaman, namun terdistribusinya di alam

tidak lazim. Alasan pokok bahwa khalkon cepat mengalami isomerasi menjadi flavanon dalam

satuan keseimbangan. Bila khalkon 2,6-dihidroksilasi, isomer flavanon mngikat 5 gugus

hidroksil, dan stabilisasi mempengaruhi ikatan hydrogen 4-karbonil-5-hidroksil maka

menyebabkan keseimbangan khalkon-flavon condong ke arah flavanon. Hingga khalkon yang

terdapat di alam memiliki gugus 2,4-hidroksil atau gugus 2-hidroksil-6-glikosilasi.

            Beberapa khalkon misalnya merein, koreopsin, stillopsin, lanseolin yang terdapat dalam

tanaman, terutama sebagai pigmen daun bunga berwarna kuning, kebanyakan terdapat dalam

tanaman Heliantheaetribe, Coreopsidinae subtribe, dan family Compositea.

e)  Auron (Cincin A –COCO CH2 – Cincin B)

            Auron atau system cincin benzalkumaranon dinomori sebagai berikut :

1)  Dihidrokhalkon.

            Meskipun dihidrokhalkon jarang terdapat di alam, namun satu senyawa yang penting

yaitu phlorizin merupakan konstituen umum family Rosaceae juga terdapat dalam jenis buah-

buahan seperti apel dan pear. Phlorizin telah lama dikenal dalam bidang farmasi, ia memiliki

kesanggupan menghasilkan kondisi seperti diabetes. Phlorizin merupakan β-D-glukosida

phloretin. Phloretin mudah terurai oleh alkali kuat menjadi phloroglusional dan asam p-

hidroksihidrosinamat. Jika glukosida phlorizin dipecah dengan alkali dengan cara yang sama,

maka ternyata sisa glukosa tidak dapat terlepas dan dihasilkan phloroglusinol β-O-glukosida.

f)       Flavon

            Flavon mudah dipecah oleh alkali menghasilkan diasil metan atau tergantung pada

kondisi reaksi, asam benzoate yang diturunkan dari cincin A. flavon stabil terhadap asam kuat

dan eternya mudah didealkilasi dengan penambahan HI atau HBr, atau dengan aluminium

klorida dalam pelarut inert. Namun demikian, selama demetilasi tata ulang sering teramati; oleh

pengaruh asam kuat dapat menyebabkan pembukaan cincin pada cara yang lain. Sebagai contoh

demetilasi 5,8-dimetoksiflavon dengan HBr dalam asam asetat menghasilkan 5,6

dihidroksiflavon . Dalam keadaan khusus pembukaan lanjut dapat terjadi.

            Demetilasi gugus 5-metoksi dalam polimetoksiflavon segera terjadi pada kondisi yang

cocok, sehingga 5-hidroksi-polimetoksiflavon mudah dibuat.

2.    Isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana.

            Isoflavon terdiri atas struktur dasar C6-C3-C6, secara alami disintesa oleh tumbuh-

tumbuhan dan senyawa asam amino aromatik fenilalanin atau tirosin. Biosintesa tersebut

berlangsung secara bertahap dan melalui sederetan senyawa antara yaitu asam sinnamat, asam

kumarat, calkon, flavon dan isoflavon. Berdasarkan biosintesa tersebut maka isoflvon

digolongkan sebagai senyawa metabolit sekunder. Isoflavon termasuk dalam kelompok

flavonoid (1,2-diarilpropan) dan merupakan kelompok yang terbesar dalam kelompok tersebut. 

Meskipun isoflavon merupakan salah satu metabolit sekunder, tetapi ternyata pada mikroba

seperti bakteri, algae, jamur dan lumut tidak mengandung isoflavon, karena mikroba tersebut

tidak mempunyai kemampuan untuk mensintesanya. Jenis senyawa isoflavon di alam sangat

bevariasi. Diantaranya telah berhasil diidentifikasi struktur kimianya dan diketahui fungsi

fisiologisnya, misalnya isoflavon, rotenoid dan kumestan, serta telah dapat dimanfaatkan untuk

obat-obatan.

3. Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana

            Neoflavonoid meliputi jenis-jenis 4-arilkumarin dan berbagai dalbergoin. Penggolongan

Flavonoid Berdasarkan Jenis Ikatan

a. Flavonoid O-Glikosida

            Pada senyawa ini gugus hidroksil flavonoid terikat pada satu gula atau lebih dengan

ikatan hemiasetal yang tidak tahan asam, pengaruh glikosida ini nenyebabkan flavonoid kurang

reaktif dan lebih mudah larut dalam air. Gula yang paling umum terlibat adalah glukosa

disamping galaktosa, ramilosa, silosa, arabinosa, fruktosa dan kadang-kadang glukoronat dan

galakturonat. Disakarida juga dapat terikat pada flavonoid misalnya soforosa, gentibiosa,

rutinosa dan lain-lain.

b. Flavonoid C-Glikosida

            Gugus gula terikat langsung pada inti benzen dengan suatu ikatan karbon-karbon yang

tahan asam. Lazim di temukan gula terikat pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoid.

Jenis gula yang terlibat lebih sedikit dibandingkan dengan O-glikosida. Gula paling umum

adalah galaktosa, raminosa, silosa, arabinosa.

c. Flavonoid Sulfat

            Senyawa flavonoid yang mengandung satu ion sulfat atau lebih yang terikat pada OH

fenol atau gula, Secara teknis termasuk bisulfate karena terdapat sebagai garam yaitu flavon O-

SO3K. Banyak berupa glikosida bisulfat yang terikat pada OH fenol yang mana saja yang masih

bebas atau pada guIa. Umumnya hanya terdapat pada Angiospermae yang mempunyai ekologi

dengan habitat air.

d.Biflavonoid

Senyawa ini mula-mula ditemukan oleh Furukawa dari ekstrak daun G. biloba berupa

senyawa berwarna kuning yang dinamai ginkgetin (I-4’, I-7-dimetoksi, II-4’, I-5, II-5, II-7-

tetrahidroksi [I-3’, II-8] biflavon). Biflavonoid (atau biflavonil, flavandiol) merupakan dimer

flavonoid yang dibentuk dari dua unit flavon atau dimer campuran antara flavon dengan flavanon

dan atau auron. Struktur dasar biflavonoid adalah 2,3-dihidroapigeninil-(I- 3′,II-3′)-apigenin.

Senyawa ini memiliki ikatan interflavanil C-C antara karbon C-3′ pada masing-masing flavon.

Beberapa biflavonoid dengan ikatan interflavanil C- O-C juga ada. Biflavonoid terdapat pada

buah, sayuran, dan bagian tumbuhan lainnya.. Hingga kini jumlah biflavonoid yang diisolasi dan

dikarakterisasi dari alam terus bertambah, namun yang diketahui bioaktivitasnya masih terbatas.

Biflavonoid yang paling banyak diteliti adalah ginkgetin, isoginkgetin, amentoflavon,

morelloflavon, robustaflavon, hinokiflavon, dan ochnaflavon. Senyawa- senyawa ini memiliki

struktur dasar yang serupa yaitu 5,7,4’-trihidroksi flavanoid, tetapi berbeda pada sifat dan letak

ikatan antar flavanoid

            Sistem cincin bisiklis dinamai cincin A dan C, sedangkan cincin unisiklis dinamai cincin

B. Kedua unit monomer biflavonoid ditandai dengan angka Romawi I dan II. Posisi angka pada

masing-masing monomer dimulai dari cincin yang mengandung atom oksigen, posisi ke-9 dan

ke-10 menunjukkan karbon pada titik penyatuan Senyawa biflavonóid berperan sebagai

antioksidan, anti-inflamasi, anti kanker, anti alergi, antimikrobia, antifungi, antibakteri, antivirus,

pelindung terhadap iradiasi UV, vasorelaksan, penguat jantung, anti hipertensi, anti pembekuan

darah, dan mempengaruhi metabolisme enzim. Sebagian besar peran di atas dapat dipenuhi oleh

berbagai senyawa biflavonoid yang diekstraksi dari berbagai spesies Selaginella.

            Seperti yang telah dikemukakan di atas biflavonoid merupakan flavonoid dimer yang

biasanya terlibat adalah flavon dan flavonon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi

yang sederhana, 5, 7, 4' dan ikatan antar flavonoid berupa C-C atau eter. Biflavonoid jarang

ditemukan sebagai glikosida dan penyebarannya terbatas umumnya pada paku-pakuan,

Gimnospermae, Angiospermae. Salah satu struktur flavonoid yang bernilai tinggi sebagai bahan

obat adalah biflavonoid. Di Asia Timur biflavonoid banyak dihasilkan dari daun Ginkgo biloba

L. dengan kandungan utama ginkgetin Di Afrika sub Sahara biflavonoid banyak dihasilkan dari

biji Garcinia cola Heckel dengan kandungan utama kolaviron. Di Eropa biflavonoid banyak

dihasilkan dari herba Hypericum perforatum L. dengan kandungan utama amentoflavon.

Selaginella Pal. Beauv. (Selaginellaceae Reichb.) sangat berpotensi sebagai sumber biflavonoid.

Tumbuhan ini dapat menghasilkan berbagai jenis biflavonoid, tergantung spesiesnya, serta

memiliki sebaran yang bersifat kosmopolitan sehingga dapat dibudidayakan hampir di seluruh

permukaan bumi.

D. Sifat Flavonoid

      1. Sifat Fisika dan Kimia Senyawa Flavonoid

            Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia senyawa fenol yaitu

agak asam dan dapat larut dalam basa, dan karena merupakan senyawa polihidroksi (gugus

hidroksil) maka juga bersifat polar sehingga dapat larut dalan pelarut polar seperti metanol,

etanol, aseton, air, butanol, dimetil sulfoksida, dimetil formamida. Disamping itu dengan adanya

gugus glikosida yang terikat pada gugus flavonoid sehingga cenderung menyebabkan flavonoid

mudah larut dalam air. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan

sebagai zat berwarna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Perkembangan

pengetahuan menunjukkan bahwa flavonoid termasuk salah satu kelompok senyawa aromatik

yang termasuk polifenol dan mengandung antioksidan.

Aglikon flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol,

yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Karena mempunyai sejumlah gugus

hidroksil yang tak tersulih, atau suatu gula, flavonoid merupakan senyawa polar dan seperti kata

pepatah lama suatu golongan akan melarutkan golongannya sendiri, maka umumnya flavonoid

larut cukupan dalam 11 pelarut polar seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH),

aseton, dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air, dan lain-lain. Sebaliknya,

aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang

termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Markham,

1988).

            Flavonoid juga memiliki beberapa sifat seperti hepatoprotektif, antitrombotik,

antiinflamasi, dan antivirus (Stavric dan Matula, 1992). Sifat antiradikal flavonoid terutama

terhadap radikal hidroksil, anionsuperoksida, radikal peroksil, dan alkoksil (Huguet, et al., 1990;

Sichel,et al.,1991). Senyawa flavonoid ini memiliki afinitas yang sangat kuat terhadap ion Fe (Fe

diketahui dapat  mengkatalisis beberapa proses yang  menyebabkan terbentuknya radikal bebas). Aktivitas

antiperoksidatif flavonoid ditunjukkan melalui potensinya sebagai pengkelat Fe (Afanas‟av,et

al., 1989 ; Morel,et al.,1993).

            Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Mereka dapat diekstraksi

dengan etanol 70 % dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak inidikocok dengan eter

minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena ituwarnanya berubah bila ditambah basa

atau amonia, jadi mereka mudah dideteksipada kromatogram atau dalam larutan (Harborne, 1987

: 70).

Sifat-sifat kimia dari senyawa fenol adalah sama, akan tetapi dari segi biogenetic

senyawa senyawa ini dapat dibedakan atas dua jenis utama, yaitu:

1.      Senyawa fenol yang berasal dari asam shikimat atau jalur shikimat.

2.      Senyawa fenol yang berasal dari jalur asetat-malonat.

            Ada juga senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kombinasi antara kedua jalur

biosintesa ini yaitu senyawa-senyawa flanonoida. Tidak ada benda yang begitu menyolok seperti

flavonoida yang memberikan kontribusi keindahan dan kesemarakan pada bunga dan buah-

buahan di alam. Flavin memberikan warna kuning atau jingga, antodianin memberikan warna

merah, ungu atau biru, yaitu semua warna yang terdapat pada pelangi kecuali warna hijau.

Secara biologis flavonoida memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan tanaman oleh

serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat menolak sejenis

ulat tertentu

       

2. Sifat Kelarutan Flavonoid

            Aglikon flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol,

yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa, tetapi bila dibiarkan dalam larutan basa dan di

samping itu terdapat oksigen, banyak yang akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus

hidroksil yang tak tersulih,atau suatu gula, flavonoid merupakan senyawa polar, maka umumnya

flavonoidcukup larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetil-

sulfoksida, dimetilformamida, air, dan lain-lain (Markham, 1988 : 15).Adanya gula yang terikat

pada flavonoid (bentuk umum yang ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah

larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut di atas dengan air merupakan pelarut

yang baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon,

danflavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti

eter dan kloroform (Markham, 1988 : 15). Kelarutan flavonoid antara lain :

1. Flavonoid polimetil atau polimetoksi larut dalam heksan, petroleum eter (PE), kloroform, eter, etil

asetat, dan etanol. Contoh: sinersetin (nonpolar).

2. Aglikon flavonoid polihidroksi tidak larut dalam heksan, PE dan kloroform; larut dalam eter, etil

asetat dan etanol; dan sedikit larut dalam air. Contoh: kuersetin (semipolar).

3. Glikosida flavonoid tidak larut dalam heksan, PE, kloroform, eter; sedikit larut dalam etil asetat

dan etanol; serta sangat larut dalam air. Contoh: rutin.

3. Kestabilan Flavonoid

            Secara fisis, flavonoid bersifat stabil. Namun, secara kimiawi ada 2 jenis flavonoid yang

kurang stabil, yaitu:

1. Flavonoid O-glikosida; dimana glikon dan aglikon dihubungkan oleh ikatan eter (R-O-

R).  Flavonoid jenis ini mudah terhidrolisis.

2. Flavonoid C-glikosida; dimana glikon dan aglikon dihubungkan oleh ikatan C-C.

Flavonoid jenis ini sukar terhidrolisis, tapi mudah berubah menjadi isomernya. Misalnya

viteksin, dimana gulanya mudah berpindah ke posisi 8. Perlu diketahui, kebanyakan gula

terikat pada posisi 5 dan 8, jarang terikat pada cincin B atau C karena kedua cincin

tersebut berasal dari jalur sintesis tersendiri, yaitu jalur sinamat.

E. Sumber Flavonid

Flavonoid tersebar luas pada tumbuhan tapi jarang terdapat pada bakteri, jamur dan

lumut. Dalam dunia tumbuhan, flavonoid tersebar luas dalam suku Rutaceae, Papilionaceae

(kacang-kacangan), Labiatae (Ortosiphon), Compositae (contoh: Sonchus arvensis),

Anacardiaceae, Apiaceae/Umbeliferae (seledri, pegagan, wortel), dan Euphorbiaceae (contoh:

daun singkong). Pada tingkat organ, flavonoid tersebar pada seluruh bagian tanaman seperti biji,

bunga, daun, dan batang. Pada tingkat jaringan, flavonoid banyak terdapat pada jaringan

palisade. Pada tingkat seluler, flavonoid bisa terdapat pada dinding sel, kloroplas, atau terlarut

dalam sitoplasma. Pada paku-pakuan, flavonoidnya berupa flavonoid polimetoksi sehingga

hanya terdapat pada dinding sel dan tidak terdapat pada sitoplasma karena sitoplasma

mengandung banyak air sehingga bersifat polar dan tidak dapat melarutkan flavonoid

polimetoksi.

            Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu,

kulit, tepungsari, nektar, bunga, buah dan biji. Hanya sedikit catatan yang melaporkan flavonoid

pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang, propilis (sekresi lebah), sayap kupu-

kupu, yang mana dianggap bukan hasil biosintesis melainkan dari tumbuhan yang menjadi

makanan hewan tersebut, Senyawa antosianin sering dihubungkan dengan warna bunga

tumbuhan. Sianidin umumnya terdapat pada suku Gramineae. Senyawa biflavonoid banyak

terdapat pada subdivisi Gymnospernae sedang isoflavonoid pada suku leguminosae. Pada

tumbuhan yang mempunyai morfologi sederhana seperti lumut, paku, dan paku ekor kuda

mengandung senyawa flavonoid O-GIikosida, flavonol, flavonon, Khalkon, dihidrokhalkon, C-

Gl ikosida . Angiospermae mengandung senyawa flavonoid kompleks yang lebih banyak.

            Flavonoid adalah pigmen tumbuhan yang paling penting untuk warna bunga yang

memproduksi pigmentasi kuning atau merah/biru di kelopak yang dirancang untuk menarik

pollinator hewan. Flavonoid dikeluarkan oleh akar tanaman bantuan host mereka ” Rhizobia”

dalam tahap infeksi mereka hubungan simbiotik dengan kacang-kacangan seperti kacang polong,

kacang, Semanggi, dan kedelai. Rhizobia yang tinggal di tanah dapat merasakan flavonoid dan

ini memicu sekresi mengangguk faktor, yang pada gilirannya diakui oleh tanaman dan dapat

menyebabkan akar rambut deformasi dan beberapa tanggapan selular seperti ion fluks dan

pembentukan nodul akar. Mereka juga melindungi tanaman dari serangan dengan mikroba,

jamur dan serangga.

BIOSINTESIS FLAVONOID

Biosintesis flavonoid sudah mulai diteliti sejak tahun 1936. Pada awalnya para peniliti

mengkaitkan C6-C3-C6 dari flavonoid merupakan hasil dari fenil propanoid. Tetapi selama

bertahun-tahun diperoleh teori sintesis flavonoid dan telah dibuktikan di laboratorim.Secara

umum sintesis flavonoid terdiri dari dua jalur yaitu jalur poliketida, dan jalur fenil propanoid.

Jalur poliketida ini merupakan serangkaian reaksi kondensasi dari tiga unit asetat atau malonat.

Sedangkan jalur fenilpropanoid atau biasa disebut jalur shikimat

1. Jalur poliketida

Reaksi yang terjadi pada jalur ini diawali dengan adanya reaksi antara asetilCoA dengan CO 

yang akan menghasilan malonatCoA. Setelah itu malonatCoA akanbereaksi dengan asetilCoA

menjadi asetoasetilCoA. AsetoaseilCoA yang terbentuk akan bereaksi dengan malonatCoA dan

reaksi ini akan berlanjut sehingga membentuk poliasetil. Poliasetil yang terbentuk akan

berkondensasi dan berekasi dengan hasil dari jalur fenilpropanoid akan membentuk suatu

flavonoid. Jenis flavonoid yang terbentuk dipengaruhi dari bahan fenilpropanoid 

2. Jalur Fenilpropanoid.

Jalur ini merupakan bagian dari glikolisis tetapi tidak memperoleh suatu asam piruvat melainkan

memperoleh asam shikimat. Reaksi ini melibatkan eritrosa dan fosfo enol piruvat. Asam

shikimat yang terbentuk akan ditransformasikan menjadi suatu asam amino yaitu fenilalanin dan

tirosin. Fenilalanin akan melepas NH3 d

an membentuk asam sinamat sedangkan tirosin akan membentuk senyawa turunan asam sinamat

karena adanya subtitusi pada gugus benzennya

Analisi Senyawa Flavonoid secara Kromatografi Lapis Tipis.

Proses pemisahan senyawa yang relatif pendek. Cara deteksinya cukup dengan pereaksi semprot. Bisa menganalisis dalam beberapa sampel dalam waktu yang bersamaan.

KLT cocok untuk orientasi awal analisis ekstrak tumbuh-tumbuhan sebelum dilanjutkankan ke alat instrument analisis lainnya seperti HPLC, GC, dll.Flavonoid memiliki dua cincin benzene yang dipisahkan oleh propana dan merupakan turunan dari flavon. Secara umum, senyawa flavonoid larut dalam air. Semakin banyak senyawa terkonjugasi semakin berwarna cerah. Didalam tanaman, flavonoid umumnya ditemukan dalam bentuk glikosida. Perbedaan klasifikasi flavonoid ditunjukkan oleh adanya tambahan kandungan oksigen, cincin heterosiklik dan gugus hidroksil. Kelompok ini antara lain katekin, leucoanthocyanidin, flavanon, flavanonol, flavon, antosianidin, flavonol, chalcone, aurone dan isoflavon.

Ada banyak macam sistem pelarut/eluen yang digunakan untuk pemisahan flavonoid menggunakan KLT. Salah satu contoh hasil metilasi atau asetilasi flavon dan flavonol membutuhkan pelarut nonpolar seperti kloroform-metanol (15:1). Sedang aglikon flavonoid seperti apigenin, luteolin dan quercetin dapat dipisahkan dengan chloroform metanol (96:4) atau dengan polaritas yang sama. Secara umum, mobile phase KLT untuk glikosida flavonoid adalah etil asetat - asam formiat - asam asetat glasial - air (100:11:11:26). Jika dengan penambahan etil metil keton (etil asetat-etil metil keton-asam formiat- asam aseta glasial - air (50:30:7:3:10), rutin dan vitexin-2''-O-ramnosida dapat dipisahkan.Berkenaan dengan deteksi, spot flavonoid pada pelat KLT menghasilkan kuning-coklat bintik latar belakang putih bila direaksikan dengan uap yodium.Flavonoid dapat muncul sebagai bintik gelap dengan latar belakang hijau berpendar bila diamati pada sinar UV 254 nm pada pelat berisi indikator UV-fluorescent (seperti silika gel F254). Jika dibawah sinar UV 365 nm,  warna spot flavonoid tergantung strukturnya, bisa kuning hijau atau biru fluoresen. Akan lebih jelas dan intensif setelah disemprot dengan pereaksi.Warna yang bisa diamati pada sinar UV 365 nm adalah sebagai berikut :

Quercetin, myricetin, dan 3 & 7-O-glikosida : oranye-kuning Kaempferol, isorhamnetin, dan 3 & 7-O-glikosida : kuning-hijau  Luteolin dan 7-O-glikosida : orange 

Apigenin dan 7-O-glikosida : kuning-hijau

Rincian lebih lanjut mengenai penggunaan reagen produk bahan alam dapat dilihat diartikel Brasseur dan Angenot, 1986, hal 351.Ferri chloride dalam air atau etanol merupakan penampak bercak secara umum pada analisis senyawa fenolik akan memberikan warna biru-hitam pada deteksi flavonoid. Demikian pula Fast Blue Salt B membentuk warna biru atau biru ungu.

Inilah daftar eluen KLT untuk pemisahan flavonoid pada fase diam silica gel :Sampel Eluen

Flavonoid aglycon EtOAc–Isopropanol–H2O, 100:17:13EtOAc– Chloroform, 60:40Chloroform–MeOH, 96:4Toluene– Chloroform –MeCOMe, 8:5:7Toluene–HCOOEt–HCOOH, 5:4:1Toluene–EtOAc–HCOOH, 10:4:1Toluene–EtOAc–HCOOH, 58:33:9Toluene–EtCOMe–HCOOH, 18:5:1Toluene–dioxane–HOAc, 90:25:4

Flavonoid glycoside n-BuOH–HOAc–H2O, 65:15:25n-BuOH–HOAc–H2O, 3:1:1EtOAc–MeOH–H2O, 50:3:10EtOAc–MeOH–HCOOH–H2O, 50:2:3:6EtOAc–EtOH–HCOOH–H2O, 100:11:11:26EtOAc–HCOOH–H2O, 9:1:1EtOAc–HCOOH–H2O, 6:1:1EtOAc–HCOOH–H2O, 50:4:10EtOAc–HCOOH–HOAc–H2O, 100:11:11:26EtOAc–HCOOH–HOAc–H2O, 25:2:2:4THF–toluene–HCOOH–H2O, 16:8:2:1Chloroform –MeCOMe–HCOOH, 50:33:17Chloroform –EtOAc–MeCOMe, 5:1:4Chloroform –MeOH–H2O, 65:45:12Chloroform –MeOH–H2O, 40:10:1MeCOMe–butanone–HCOOH, 10:7:1MeOH–butanone–H2O, 8:1:1

Flavonoid glucuronide EtOAc–Et2O–dioxane–HCOOH–H2O, 30:50:15:3:2EtOAc–EtCOMe–HCOOH–H2O, 60:35:3:2

Flavanone aglycone CH2Cl2–HOAc–H2O, 2:1:1Flavanone glycoside Chloroform –HOAc, 100:4

Chloroform –MeOH–HOAc, 90:5:5n-BuOH–HOAc–H2O, 4:1:5 (upper layer)Chalcones EtOAc–hexane, 1:1Isoflavones CHCl3–MeOH, 92:8Chloroform –MeOH, 3:1

Isoflavone glycoside n-BuOH–HOAc–H2O, 4:1:5 (upper layer)

Dihydroflavonol Chloroform –MeOH–HOAc, 7:1:1Biflavonoid Chloroform –MeCOMe–HCOOH, 75:16.5:8.5

Toluene–HCOOEt–HCOOH, 5:4:1Anthocyanidin dan anthocyanin

EtOAc–HCOOH–2 M HCl, 85:6:9n-BuOH–HOAc–H2O, 4:1:2EtCOMe–HCOOEt–HCOOH–H2O, 4:3:1:2EtOAc–butanone–HCOOH–H2O, 6:3:1:1

Proanthocyanidin EtOAc–MeOH–H2O, 79:11:10EtOAc–HCOOH–HOAc–H2O, 30:1.2:0.8:8