morfogenetik daerah lubuksikaping provinsi …

15
MORFOGENETIK DAERAH LUBUKSIKAPING PROVINSI SUMATERA BARAT Ungkap M. Lumbanbatu Pusat Survei Geologi, Jl. Diponegoro No. 57 Bandung 40122 SARI Bentang Alam Daerah Lubuksikaping dan sekitarnya merupakan bagian dari Lajur Pegunungan Bukit Barisan. Bentang Alam daerah penelitian ini dibangun oleh bentang alam perbukitan struktur, sisa kerucut gunung api, kerucut gunung api, lembah struktur dan dataran aluvial. Bentang alam tersebut dipisahkan menjadi bentuk lahan yang berdasarkan genesanya. Menarik untuk diketahui bahwa bentuk lahan di sebelah barat Lembah Struktur lebih kompleks dibandingkan dengan bentang alam di sebelah timur. Bentang alam di sebelah barat terdiri atas beberapa bentuk lahan yaitu bentuk lahan gawir sesar, perbukitan struktur terdenudasi, struktur perlipatan, Kerucut Sisa Gunung Talu, Kerucut Gunung Api Talamau, kipas aluvial dan dataran aluvial, sementara itu di sebelah timur lembah struktur hampir terbentuk oleh perbukitan terdenudasi. Kondisi ini mengindikasikan bahwa daerah di sebelah barat Lembah Struktur merupakan daerah yang lebih dinamis. Berdasarkan data tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa bentang alam daerah penelitian dipengaruhi oleh aktivitas gunung api, dan tektonik regional dan lokal demikian juga proses geologi seperti pelapukan, erosi, dan pengendapan. Kata kunci: bentang alam, bentuk lahan, tektonik regional, tektonik lokal ABSTRACT The landscape of Lubuksikaping and the surrounding area is belong to the Barisan Mountain Range. In general, it had been built up by Structural Ridge, Volcanic Cone Remnant, Volcanic Cone, Structural Valley and Alluvial Plain. Those landscapes are devided into landforms based upon their genetic. It is interested to know that the landform in the western part of Structure Valley is more complexes compared to that of the eastern part. The westernpart landform is composed of several land form such as Fault Scarpment, Volcanic Cone, Volcanic Cone Remnant, Denudated hilly structure), Aluvial Fan and Aluvial Plain, while in the eastern part, the landscape mostly consists of Denudational Hill. These mean that the western part of studied area is being more dynamic. Based on those data mentioned above, it can be deduced that the landscape of this region has been influenced by volcanic and regional and or local tectonic activities, as well as by weathering, erosion, and sedimentation processes Keywords: landscape, landform, regional tectonic, local tectonic 79 Geo-Sciences JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009 PENDAHULUAN Kondisi geologi dan tektonik daerah penelitian sangat komplek. Pada peta geologi lembar Lubuksikaping (Rock, drr., 1983) terlihat singkapan batuan beraneka ragam dengan tenggang umur dari Karbon hingga Holosen yang merupakan salah satu indikasi kerumitan tektonik daerah tersebut. Indikasi lain ditunjukkan oleh munculnya aktivitas magmatik yang menghasilkan batuan terobosan dari berbagai umur pertengahan Miosen Akhir, Miosen Tengah, Kapur Akhir, dan Trias Akhir. Fenomena perioda kemunculan dari batuan terobosan ini dapat pula dianggap sebagai perioda tektonik. Daerah ini terletak pada zona Sesar Aktif Sumatra (The Great Sumatra Fault Zone). Sesar ini dapat berfungsi sebagai lajur sumber gempa yang dapat memicu terjadinya gempa merusak di wilayah ini. Gempa bumi yang pernah terjadi adalah gempa bumi Pasaman 8 Maret 1977, dengan episenter 0.5°LU - 100.04°BT, magnitude 6.1, kedalaman 19.5 Km. Gempa bumi ini menimbulkan kerusakan, yaitu di Sinurat (737 rumah, 1 pasar, 7 sekolah, 8 mesjid dan 3 kantor) rusak berat, di Talu (245 rumah, 3 sekolah dan 8 mesjid) rusak berat, retakan tanah teramati antara 5 - 75 meter (Djuhanda drr. 2004). Naskah diterima : 3 Agustus 2008 Revisi terakhir : 3 Maret 2009 J G S M

Upload: others

Post on 22-Nov-2021

36 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: MORFOGENETIK DAERAH LUBUKSIKAPING PROVINSI …

MORFOGENETIK DAERAH LUBUKSIKAPING PROVINSI SUMATERA BARAT

Ungkap M. Lumbanbatu

Pusat Survei Geologi,

Jl. Diponegoro No. 57 Bandung 40122

SARI

Bentang Alam Daerah Lubuksikaping dan sekitarnya merupakan bagian dari Lajur Pegunungan Bukit Barisan. Bentang

Alam daerah penelitian ini dibangun oleh bentang alam perbukitan struktur, sisa kerucut gunung api, kerucut gunung api,

lembah struktur dan dataran aluvial. Bentang alam tersebut dipisahkan menjadi bentuk lahan yang berdasarkan

genesanya.

Menarik untuk diketahui bahwa bentuk lahan di sebelah barat Lembah Struktur lebih kompleks dibandingkan dengan

bentang alam di sebelah timur. Bentang alam di sebelah barat terdiri atas beberapa bentuk lahan yaitu bentuk lahan gawir

sesar, perbukitan struktur terdenudasi, struktur perlipatan, Kerucut Sisa Gunung Talu, Kerucut Gunung Api Talamau, kipas

aluvial dan dataran aluvial, sementara itu di sebelah timur lembah struktur hampir terbentuk oleh perbukitan terdenudasi.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa daerah di sebelah barat Lembah Struktur merupakan daerah yang lebih dinamis.

Berdasarkan data tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa bentang alam daerah penelitian dipengaruhi oleh aktivitas

gunung api, dan tektonik regional dan lokal demikian juga proses geologi seperti pelapukan, erosi, dan pengendapan.

Kata kunci: bentang alam, bentuk lahan, tektonik regional, tektonik lokal

ABSTRACT

The landscape of Lubuksikaping and the surrounding area is belong to the Barisan Mountain Range. In general, it had

been built up by Structural Ridge, Volcanic Cone Remnant, Volcanic Cone, Structural Valley and Alluvial Plain. Those

landscapes are devided into landforms based upon their genetic.

It is interested to know that the landform in the western part of Structure Valley is more complexes compared to that of

the eastern part. The westernpart landform is composed of several land form such as Fault Scarpment, Volcanic Cone,

Volcanic Cone Remnant, Denudated hilly structure), Aluvial Fan and Aluvial Plain, while in the eastern part, the

landscape mostly consists of Denudational Hill. These mean that the western part of studied area is being more

dynamic.

Based on those data mentioned above, it can be deduced that the landscape of this region has been influenced by

volcanic and regional and or local tectonic activities, as well as by weathering, erosion, and sedimentation processes

Keywords: landscape, landform, regional tectonic, local tectonic

79

Geo-Sciences

JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

PENDAHULUAN

Kondisi geologi dan tektonik daerah penelitian sangat

komplek. Pada peta geologi lembar Lubuksikaping

(Rock, drr., 1983) terlihat singkapan batuan

beraneka ragam dengan tenggang umur dari Karbon

hingga Holosen yang merupakan salah satu indikasi

kerumitan tektonik daerah tersebut. Indikasi lain

ditunjukkan oleh munculnya aktivitas magmatik

yang menghasilkan batuan terobosan dari berbagai

umur pertengahan Miosen Akhir, Miosen Tengah,

Kapur Akhir, dan Trias Akhir. Fenomena perioda

kemunculan dari batuan terobosan ini dapat pula

dianggap sebagai perioda tektonik.

Daerah ini terletak pada zona Sesar Aktif Sumatra

(The Great Sumatra Fault Zone). Sesar ini dapat

berfungsi sebagai lajur sumber gempa yang dapat

memicu terjadinya gempa merusak di wilayah ini.

Gempa bumi yang pernah terjadi adalah gempa bumi

Pasaman 8 Maret 1977, dengan episenter 0.5°LU -

100.04°BT, magnitude 6.1, kedalaman 19.5 Km.

Gempa bumi ini menimbulkan kerusakan, yaitu di

Sinurat (737 rumah, 1 pasar, 7 sekolah, 8 mesjid dan

3 kantor) rusak berat, di Talu (245 rumah, 3 sekolah

dan 8 mesjid) rusak berat, retakan tanah teramati

antara 5 - 75 meter (Djuhanda drr. 2004).Naskah diterima : 3 Agustus 2008

Revisi terakhir : 3 Maret 2009

J G S M

Page 2: MORFOGENETIK DAERAH LUBUKSIKAPING PROVINSI …

80

Geo-Sciences

Kawasan ini merupakan kawasan padat penduduk di

Provinsi Sumatra Barat bagian utara. Penduduk dan

infrastruktur berkembang dengan pesat disepanjang

lembah (tenggara - barat daya) yang merupakan

wilayah tektonik aktif yang merupakan zona sesar

Sumatra, sehingga mempunyai kerentanan bencana

gempa bumi. Dengan kondisi geologi yang demikian,

morfogenetik di daerah ini sangat menarik untuk

diteliti.

Penelitian Morfogenetik di daerah Lubuksikaping

dimaksudkan untuk mengidentifikasi jenis bentuk

lahan berdasarkan asal kejadiannya, serta

mendeliniasi bentuk lahan. Selanjutnya diamati

gejala-gejala geologi yang memperlihatkan proses

geologi yang sedang terjadi (longsoran, nendatan,

dll). Hasil penelitian adalah menyajikan bentuk lahan

berdasarkan genesanya dalam bentuk peta.

Kompleknya tatanan struktur geologi dan tektonik

merupakan kendala untuk memahami tektonik

berdasarkan hasil penelitian lapangan saja. Oleh

karena itu diharapkan, dengan pendekatan analisis

morfotektonik akan membantu untuk memahami

tektonik di wilayah ini.

Daerah Lubuksikaping secara geografis terletak pada

koordinat 99°45' - 100°20'BT dan 0°15' - 0°35'LU

dan secara administratif termasuk dalam wilayah

Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatra Barat

(Gambar 1). Perkembangan daerah ini searah

dengan memanjangnya lembah (tenggara-baratlaut),

yang merupakan wilayah tektonik aktif yang

merupakan zona sesar Sumatra. Kawasan ini

merupakan salah satu kawasan padat penduduk di

Provinsi Sumatra Barat bagian utara. Jumlah

penduduk di Kabupaten Pasaman (data statistik Kab.

Pasaman) adalah 490.005 tersebar di 8 kecamatan,

211 desa dengan kepadatan penduduk rata-rata 63 2

orang/Km .

100º 00 ’ BT

Daerah pene litian

U

99º 00 ’BT 101º 00 ’ BT 102º 00 ’ BT

Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian.

JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

J G S M

Page 3: MORFOGENETIK DAERAH LUBUKSIKAPING PROVINSI …

81

Geo-Sciences

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian dilakukan dengan penafsiran citra

satelit yang dilanjutkan dengan ground check di

lapangan. Citra satelit terdiri atas citra landsat ETM

+ 7 dengan kombinasi RGB 457. Citra ini kemudian

ditumpang-tindihkan dengan data DEM SRTM model

Shaded Relief. Penafsiran dilakukan berdasarkan

sistem ITC (International Institute for Aerospace

Survey and Earth Sciences) yang terdiri atas survei

analitik, sintetik dan pragmatik (Verstappen, 1985).

Pengelompokan bentang alam dilakukan

berdasarkan genesisnya.

GEOLOGI REGIONAL

Batuan penyusun daerah ini beraneka ragam yang

berumur Pratersier - Holosen terdiri atas batuan

sedimen, metasedimen, batuan gunung api muda

dan batuan terobosan (Gambar 2). Di bagian timur

Pegunungan Bukit Barisan batuan tertua adalah

Kelompok Tapanuli (Tapanuli Group) (Awal Karbon -

Awal Perm) yang terdiri atas Formasi Kuantan yang

didominasi oleh batuan metamorf berupa skis hijau,

ampibolit, dan meta konglomerat. Kelompok

Peusangan yang berumur Perm Akhir - Trias Akhir,

tersusun oleh batugamping tufaan (volcanic

limestone) dan Kelompok Woyla yang berumur Jura

Akhir - Kapur Awal (late Jurassic - Early Cretaceous)

yang batuannya berasosiasi dengan ophiolit.

Identifikasi sebagian singkapan batuan Kelompok

Woyla sangat sulit dilakukan sehingga sebagian

diklasif ikasikan sebagai t idak teruraikan

(undiffrentiated) (Rocks drr., 1983).

Kelompok batuan Pratersier ini kemudian ditutupi

oleh berbagai kelompok batuan sedimen dan

sedimen gunung api serta diterobos oleh beberapa

batuan terobosan. Rocks drr, (1983) memisahkan

batuan sedimen Tersier ke dalam tiga Kelompok

Super (Super Group) yaitu Kelompok Super Tertier I,

II dan III. Di daerah penelitian kelompok batuan Pra

Tersier ini ditutupi oleh batuan sedimen Tersier terdiri

atas batupasir kuarsa, serpih, batulanau,

batulempung (Formasi Sihapas), sedangkan batuan

gunung api yang merupakan produk gunung api tua

Talu, Amas dan Saligoro yang membentuk batuan

gunung api tak terbedakan (Talu), dan tersusun oleh

lava andesit propilitik dan breksi (Saligoro) dan

batupasir tufaan, tufa dan lava dari gunung api Amas.

Selain itu dijumpai pula batuan gunung api Mangani

berupa lava berkomposisi asam-basa (Rocks, drr.

1983).

Kelompok batuan sedimen Kuarter yang menindih

secara tidak selaras batuan Pratersier dan Tersier

terdiri atas pasir, kerikil, lumpur dan lanau (Formasi

Minas) dan batuan rombakan yang berupa endapan

kipas dan endapan sungai terdiri atas konglomerat,

pasirkasar, pasir, lanau dan lumpur.

Batuan gunung api Kuarter merupakan hasil kegiatan gunung api tua Pasaman Gunung Gajah dan gunung api Talamau. Hasil kegiatan gunung api tua Pasaman terdiri atas lava andesit - basaltik, lahar gunung api dan klastika gunung api, sedangkan produk Gunung Gajah berupa lava andesit dan dasit vesikuler dan andesit - basal porfiritik. Endapan gunung api termuda berasal dari gunung api Talamau dijumpai berupa lava asam - basa, batupasir tufaan dan lanau.

Batuan sedimen dan metasedimen Pratersier,

sedimen tersier dan batuan gunung api Tersier ini di

tempat-tempat tertentu diterobos oleh batuan

terobosan yang berumur Plio-Pliosen.

TATAAN TEKTONIK

Tektonik daerah Lubuksikaping dan sekitarnya ini

sangat erat kaitannya dengan tektonik regional yaitu

penunjaman Lempeng Samudera Hindia - Australia

dibawah Lempeng Benua Asia. Berdasarkan hasil

pengamatan lapangan dan data yang diperoleh dari

Peta Geologi Lembar Lubuksikaping (Gambar 2),

menunjukkan adanya bukti kegiatan tektonik di

daerah penelitian. Fenomena geologi yang

membuktikan adanya kegiatan tektonik ditunjukkan

oleh tersingkapnya batuan yang berumur Karbon

(Pratersier) hingga umur paling muda (Holosen).

Selain itu, muncul batuan terobosan dari berbagai

umur. Berdasarkan Peta Geologi Lembar

Lubuksikaping (Roks drr., 1983) pembentukan

batuan terobosan dikelompokkan kedalam 4 episode

yaitu: Episode Pliosen, Miosen Tengah - Miosen

Akhir, Eosen - Oligosen, Kapur Akhir - Trias Akhir.

Fenomena lainnya adalah tersingkap batuan bancuh

(melange) Woyla, serta terdapat pusat-pusat erupsi

gunung api yang diperkirakan berumur paling tua

hingga yang paling muda. Menurut Rock drr, (1983)

terdapat 5 episode letusan gunung api yaitu pada

Pliosen, Miosen, Oligosen, Jura - Kapur, dan Permo-

trias. Fenomena kegiatan tektonik lainnya

ditunjukkan oleh kehadiran gunung api Pleistosen -

Resen. Selain itu adanya endapan teras dan endapan

kipas aluvium muda di sepanjang lembah-lembah

JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

J G S M

Page 4: MORFOGENETIK DAERAH LUBUKSIKAPING PROVINSI …

82

Aluvum, pasir kerikil dan lanau

Hasil Gunung Pasaman

Hasil Gunung Talamau

Andesit dan dasit vesikuler

Andesit basalt forfiritik

Batuan gunung api tak terpisahkan

Formasi Sihapas (batupasir kuarsa,serpih, batulanau, konglomerat

Intrusi Ulai (granodiorit, pegmatit,granodiorit dangranit biotit

Mpitd

Intrusi Kanaikan (leukogranit, granodiorit)

Batolit Tandungkumbang (granodiorit, granit,mikrodiarit, dolorit)

MupuKompleks Ultramafik Pasaman (harzburgit,dunit, serpentinit, retas piroksenit)

Kelompok Woyla (batugamping, metabatugamping, batu sabk gampingan)

Kelompok Woyla (tak terbedakan, metagunung api, metatufa, metabatugamping)

Formasi Kuantan (Batusabak, kuarsit dan arenit metakuarsa, wak, filit)

Muwl

Muw

Puku

00°00’

00°30’1

00

°15

’1

00

°15

’00°30’

00°00’

99

°45

’9

9°4

5’

Qh

Qh

TmvTmv

Tmv

Tmv

Tmv

Tmv

Tmv

Tm

s

Qh

Qh

Qh

Qh

Qh

Qvpa

Qvpa

Qvpa

Qvta

Qvta

Qvta

Qvga

Qvsk

Tms

Tmiu Tmiu

Tmik

Tmik

Mpitd

Mpitd

Mpitd

Mupu

Mupu

Mupu

Muwl

Muwl

Muwl

Muw

l

Muwl

Muwl

Muwl

Muwl

Muwl

Muwl

Muwl

Qh

Muw

Muw

Muw

Muw

Muw

Muw

Puku

Puku

Puku

Puku

Puku

Puku

Puku

Puku

Puku

Puku

Puku Puku

Mpitd

Mpitd

Puku

Puku

Puku

Puku Tmiu

Tmiu

Tmv

U

TB

S0 10 KM

KETARANGAN

Tmv

Tms

Qh

Qvpa

Qvta

Qvga

Qvsk

Tmiu

Tmik

Garis ketinggian

Sesar

Sungai

Jalan raya

Geo-Sciences

Gambar 2. Peta geologi daerah Lubuksikaping dan sekitarnya (Rock drr.,1983).

JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

Puku

Puku

Puku

Puku

Puku

PukuPuku

J G S M

Page 5: MORFOGENETIK DAERAH LUBUKSIKAPING PROVINSI …

83

Geo-Sciences

sungai merupakan bukti lain yang mengindikasikan

kegiatan tektonik resen. Menurut Tjia (1970),

terdapat empat periode tektonik di wilayah ini, yaitu

tektonik Mesozoikum Tengah, Tektonik Kapur Akhir -

Tersier Awal, Tektonik Miosen Tengah, dan Tektonik

Plio-Plistosen.

Djuhanda drr, (2004), menyatakan bahwa tektonik

daerah penelitian dapat dibagi atas empat perioda

tektonik yakni perioda Tektonik Trias Akhir - Jura,

Tektonik Kapur - Awal Tersier, Tektonik Tersier, dan

Tektonik Resen. Ciri setiap perioda tektonik ini

ditandai oleh munculnya aktivitas magmatik yang

menghasilkan batuan terobosan. Batuan bancuh

(melange) Woyla berumur Jura - Kapur ditafsirkan

sebagai indikasi letak penunjaman awal di wilayah

ini (Trias Akhir - Jura). Selanjutnya perioda tektonik

Kapur - Awal Tersier memunculan endapan gunung

api tua Talu berumur Oligo-Miosen. Adanya

singkapan batuan bancuh berumur Oligo-Miosen di

Pulau Nias dan utara Kepulauan Telo memperjelas

adanya aktivitas perioda tektonik Kapur - Awal

Tersier.

Aktivitas tektonik Tersier menghasilkan aktivitas

gunung api Malintang berumur Plistosen, sedangkan

perioda tektonik saat ini ditandai oleh adanya

aktivitas gempa bumi, aktivitas gunung api Pasaman

dan Talamau dijumpainya teras-teras sungai di

sepanjang Sungai Sumpur dan teras pantai di

sepanjang pantai barat utara Natal. Evolusi tektonik

di daerah ini digambarkan dalam Gambar 3.

Katili (1989) memperkirakan adanya tujuh periode

tumbukan Lempeng Hindia-Australia dengan

Lempeng Eurasia sejak Zaman Karbon - sekarang

dan menghasilkan zona subduksi yang berbeda beda.

Berdasarkan data tersebut di atas terlihat bahwa para

peneliti terdahulu belum mempunyai kesepahaman

tentang tataan tektonik di daerah ini. Walaupun

demikian para peneliti sepaham, bahwa daerah ini

merupakan daerah yang mempunyai intensitas

tektonik yang cukup tinggi dan berpengaruh terhadap

proses pembentukan bentang alamnya.

HASIL PENELITIAN

BENTANG ALAM

Secara umum bentangalam lembar Lubuksikaping

dibagi atas lima satuan yaitu bentang alam

perbukitan struktur, kerucut sisa gunung api, kerucut

gunung api, lembah atruktur dan daratan alluvium

(Gambar 4).

Perbukitan Struktur

Bentangalam ini tersusun oleh punggungan

perbukitan komplek batuan Tersier dan Pratersier.

Bentang alam Perbukitan Struktur ini dijumpai di

bagian timur dan barat bentang alam Lembah

Struktur yang masing-masing memperlihatkan ciri

berbeda. Pada Peta Geologi Lembar Lubuksikaping

skala 1 : 250.000 terlihat bahwa di bagian timur,

bentang alam ini berkembang struktur perlipatan dan

pensesaran, sedangkan di sebelah barat tidak

nampak adanya struktur perlipatan. Pada citra satelit

gejala perlipatan tersebut tidak dapat dikenali, akan

tetapi pada peta geologi, struktur perlipatan tersebut

dapat dilihat dengan jelas. Struktur perlipatan

umumnya berkembang baik pada batu pasir kuarsa,

batu lanau, batu serpih betu lanau dari Formasi

Sihapas (Tms). Di sebelah barat daerah penelitian,

tidak ditemukan Formasi Sihapas, dan sebagai

konsekuensinya struktur perl ipatan tidak

berkembang dengan baik.

Umumnya batuan penyusun bentangalam

Perbukitan Struktur ini merupakan batuan malihan,

sedimen, dan batuan terobosan. Punggung

perbukitan dikontrol oleh struktur sesar dan lipatan.

Struktur sesar pada bentangalam ini umumnya

berarah barat laut - tenggara mengikuti pola umum

sesar Sumatra, sedangkan beberapa diantaranya

berarah timur - barat. Di beberapa tempat terlihat

punggungan perbukitan ini terpotong oleh struktur

yang berarah utara-selatan.

JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

Kaldera tua TaluOld caldera Talu

Patahan SumatraSumatra fault

Gunungapi Pasaman/ TalamauPasaman/ Talamau volcanoes

Bancuh woylaMelange woyla

Kaldera tua MalintangOld caldera Malintang

Samudera HindiaHindia Ocean

Pulau NiasNias Island

Subduksi KuarterQuartennary Subduction

Subduksi TersierTertiary Subduction

Subduksi Pra TersierPre Tertiary Subduction

Gambar 3. Skematik evolusi tektonik daerah penelitian (Djuhanda,drr 2004).

J G S M

Page 6: MORFOGENETIK DAERAH LUBUKSIKAPING PROVINSI …

84

Geo-Sciences

Gambar 4. Peta bentang alam daerah Lubuksikaping dan sekitarnya (Landsat ETM+7 & RGB 457).

JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

Kerucut Sisa Gunung Api

Kerucut sisa gunung api ini diwakili oleh tubuh

Gunung Talu yang batuannya terdiri atas batuan

gunung api tak terbedakan (Tmv). Kerucut sisa

gunung api Talu menempati wilayah bagian tengah

daerah penelitian, yaitu tepatnya sebelah barat lajur

patahan Sumatra. Kerucut Sisa Gunung Api Talu ini

memanjang dengan arah hampir utara - selatan.

Kondisi ini sangat erat dengan struktur yang

mengontrol kawasan ini berupa sesar yang berarah

barat laut - tenggara. Pada bagian tengah dijumpai

lembah yang berbentuk lonjong dengan sumbu

panjang berarah barat laut - tenggara. Diperkirakan

lembah Talu ini sebagai sisa Kaldera gunung api Talu

yang oleh endapan Holosen yang terdiri atas pasir,

lanau, pasir lanauan dengan sedikit kandungan

butiran kasar. Ke arah barat, satuan bentang alam ini

ditutupi oleh hasil letusan gunung api Talamau yang

bentuknya ebagai kerucut gunung api. Berdasarkan

asosiasi batuannya diperkirakan Gunung Api Talu ini

menerobos batu sabak, kuarsit, metakuarsa, wake,

filit dan arenit dari Formasi Kuantan.

Dataran aluvium Kerucut Gunung Api Talamau

Kerucut Sisa Gunung Api Talu

Tanah longsor Sesar

Lembah Struktur Gawir Sesar

Perbukitan TStruktur

100° 00’ 100° 15’99° 45’ 100° 10’100° 05’99° 55’99° 50’

0° 00

0° 30’

0° 25’

0° 20

0° 15

0° 10

0° 05’

Dataran

AluviumKerucut

Gunung

Api

Lembah

Struktur

Perbukitan

Struktur

Perbukitan

Struktur

Perbukitan

Struktur

Perbukitan

Struktur

Perbukitan

Struktur

G.

Talamau

G.

Pasaman

Panti

Rau

LUBUKSIKA[PING

KerucutSisa

Gunung

Api

Talu

J G S M

Page 7: MORFOGENETIK DAERAH LUBUKSIKAPING PROVINSI …

Sebagai informasi tambahan di luar daerah

penelitian terdapat kerucut sisa gunung api lainnya

seperti Kerucut sisa Gunung Amas, dan Gunung Api

Saligoro. Gunung Amas dijumpai dibagian tenggara

lembar Lubuksikaping, sebelah timur lajur patahan

Sumatra. Sisa kerucut ini berupa kelompok gunung

api yang muncul diantara batuan sedimen Tersier dan

Pratersier. Kerucut Sisa Gunung Api Saligoro

dijumpai di bagian tengah utara daerah penelitian,

sebelah timur lajur patahan Sumatra (Djuhanda, drr.

2004). Bentangalam ini disusun oleh batuan gunung

api lava andesitik dan breksi yang dipengaruhi oleh

struktur. Di bagian tengah satuan bentangalam ini

dijumpai batuan terobosan berupa mikrodiorit yang

berumur Miosen. Batuan terobosan ini diduga

merupakan inti gunung api yang aktif kala itu.

Bentangalam Kerucut Gunung Api

Bentangalam kerucut gunung api dibentuk oleh hasil

letusan Gunung Api Pasaman dan Gunung Talamau

yang terdiri atas lava andesit, lahar dan piroklastik

lainnya. Meterial hasil Gunung Api Pasaman tersebar

di sebelah barat daya sedangkan material hasil

aktivitas dari Gunung Api Talamau tersebar di

sebelah timur dan timur laut. Puncak Gunung Api

Talamau terletak pada ketinggian 2912 m di atas

permukaan laut dan mempunyai beberapa lubang

kepundan yang diduga sudah tidak aktif. Aktivitas

gunung api ini diperkirakan Pleistosen - Holosen

(Rock drr, 1983).

Ke arah barat laut daerah penelitian terdapat

Gunung Malintang dan Gunung Sorikmerapi. Gunung

Malintang ini dicirikan oleh danau kaldera (crater

lake) yang berukuran 900 x 1500 m. Batuannya

terutama terdiri atas lava andesitis dan sedikit lava

dasitis, serta lahar, dan breksi. Kegiatan gunung api

ini dimulai pada Pleistosen. Gunung Sorikmerapi

masih aktif hingga sekarang, letusan terakhir terjadi

pada 1917 yang menghasilkan material berupa tuf,

dan debu gunung api.

Bentang alam Lembah Struktur

Bentangalam lembah struktur merupakan lembah

yang dibentuk oleh Sungai Sumpur. Di bagian tengah

lembah tersebut yaitu antara Lubuksikaping-

Muaromapun, lembah semakin menyempit,

sedangkan di antara Kampung Rao hingga Kampung

Panti lembahnya melebar. Rocks drr., (1983)

menamakan lembah struktur tersebut sebagai

Graben Rao, namun dalam tulisan ini dinamai sebagi

Lembah Sumpur.

Di Lembah Sumpur yaitu di daerah Rao-Panti dapat

diamati adanya endapan-endapan teras sungai.

Salah satu endapan teras yang tersingkap cukup baik

dijumpai di desa Tambangan. Bentangalam lembah

struktur ini memanjang dengan arah barat laut -

tenggara mengikuti sesar Sumatra. Pergeseran

sungai (river offset) di daerah ini dapat diamati di

sepanjang aliran Sungai Sumpur. Pada peta topografi

arah anak sungai mengalir dari arah barat dan

bermuara di Sungai Sumpur.

Di sepanjang Lajur Sesar Sumatra, banyak

ditemukan lembah / depresi yang berbentuk elips

(longitudinal depression) seperti Lembah Aceh,

Lembah Tangse, Lembah Alas, Lembah Angkola-

Gadis, Lembah Sumpur-Rokan Kiri, Lembah

Singkarak-Solok, Lembah Muara Labuh, Lembah

Kerinci, Lembah Ketahun, Lembah Kepahiangan -

Makakau, dan Lembah Semangko (Katili dan

Hehuwat, 1967; Tjia, 1977). Lembah/depresi

tersebut di atas merupakan ekspresi zona sesar

Sumatra. Selain ekpresi topografi seperti lembah ada

juga lembah yang disertai oleh hadirnya mata air

panas (fumarols) seperti yang terdapat di Lembah

Tarutung, Lembah Angkola Gadis, Lembah Sumpur,

Lembah Muara Labuh, Lembah Lebong, dan Lembah

Semangko (Lumbanbatu, 2005).

Dataran Aluvium

Dataran aluvium terhampar di sebelah barat daya

daerah penelitian yang merupakan kelanjutan dari

dataran pantai barat Sumatra. Secara umum

batuannya terdiri atas endapan aluvium yang belum

mengalami kompaksi yang meliputi bongkahan batu

pasir, pasir, lempung, lanau dan gravel. Di daerah

pantai, dalam dataran aluvium ini berkembang

dengan baik pematang pantai yang berarah barat laut

tenggara, sejajar dengan garis pantai.

85

Geo-Sciences

JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

J G S M

Page 8: MORFOGENETIK DAERAH LUBUKSIKAPING PROVINSI …

KLASIFIKASI MORFOGENETIK

Berdasarkan genesanya (form of origin) b

alam (landscape) daerah penelitian dikelompokkan

menjadi satuan bentuk lahan (landform).

Pengelompokan ini didasarkan unsur morfologi,

yang meliputi kondisi bentuk lereng dan bentuk

lembah, topografi, kecuraman lereng, dan tutupan

lahan (Zuidam, 1985). Faktor lainnya yang perlu

diperhatikan dalam pengelompokan bentang alam

tersebut, menyangkut kondisi geologi (batuan dan

struktur geologi).

Berdasarkan atas pengelompokan tersebut di atas

bentang alam daerah penelitian dapat dipisahkan ke

dalam bentukan asal (morfogenetik) yaitu: Bentukan

Asal Fluvial (Fluvial Origin), Bentukan Asal Gunung

Api (Volcanic Origin), Bentukan Asal Struktur

(Structure Origin), Bentukan Asal Denudasi

(Denudational Origin) (Gambar 5).

Bentukan Asal Fluvial (Fluvial Origin) (F)

Bentukan Asal Fluvial merupakan bagian dari

bentang alam Lembah Struktur, dan Dataran

Aluvium. Bentukan asal fluvial ini terdiri atas Bentuk

Lahan Fluvial (F1), Bentuk Lahan Kipas Aluvial (F2),

dan Bentuk Lahan Fluvio-volkanik (FV).

Bentul Lahan Fluvial (F1), didominasi oleh hasil

aktivitas sungai yang membentuk morfologi datar ( 0-

2%) dengan litologi penyusunnya berupa endapan

aluvium yang terdiri atas granul, pasir, lanau, dan

lempung. Sungai utama yang mengalir di wilayah ini

ialah Sungai Pasaman. Pola aliran sungai berkelok

kelok (meandering) dengan lembah sungai

berbentuk huruf U, halus. Proses erosi terutama

terjadi ke arah mendatar. Pada umumnya bentuk

lahan ini dimanfaatkan menjadi persawahan dan

pemukiman.

Bentuk lahan Kipas Aluvial (F2), dikenali dari

bentuknya yang menyerupai kipas. Bentuk lahan ini

membentuk morfologi bergelombang sangat lemah

dengan lereng landai hingga miring ( 5° - 10° ).

Bentuk lahan ini berkembang di bagian barat

Lembah Struktur, sedangkan di sebelah timur tidak

terlihat adanya bentuk lahan kipas. Kenampakan

topografinya tidak beraturan, dan pola aliran semi

memancar dengan bentuk lembah sungai huruf U,

halus. Material yang menyusun satuan ini beragam

yaitu gravel, granul, pasir kasar, pasir halus, lanau,

dan lempung. Bentuk lahan ini dimanfaatkan untuk

entang

persawahan, tegalan, dan pemukiman namun pada

umumnya tutupan lahan merupakan semak belukar

dan ilalang.

Bentuk lahan Fluvio-volkanik (FV), tersebar di

sebelah barat lereng Gunung api Talamau yang sudah

mengalami transfortasi. Bentuk lahan ini mempunyai

kemiringan lereng landai 4 - 12% dengan bentuk

yang cembung, dan lurus. Sementara aliran sungai

yang berkembang berpola meranting dengan lembah

berbentuk huruf U, dan halus.

Bentuk lahan ini disusun oleh batuan piroklastika

berupa lapili, pasir, dan abu gunung api produk

Gunung Talamau, sedangkan endapan aluvialnya

dihasilkan oleh aktivitas Batang Pasaman. Selain itu,

di beberapa tempat diendapkan juga pasir tufan,

lanau tufan, lempung, dan tuf. Menurut Rock drr,

(1983), satuan ini tersusun oleh piroklastik berupa

laharik (Qvta). Bentuk lahan ini dimanfaatkan

menjadi lahan pertanian karena tanahnya cukup

subur. Selain itu lahan digunakan sebagi

perladangan, perkebunan dan pemukiman.

Bentukan Asal Gunung Api (Volcanic Origin) (V)

Bentukan asal gunung api dibentuk oleh Gunung Api

Talamau yang terletak di sebelah selatan dan Gunung

Talu yang terletak di bagian tengah daerah penelitian.

Bentukan Asal Gunung Api dapat dipisahkan menjadi

Bentuk Lahan Kerucut Gunung Api (volcanic cone)

Talamau ( V1.1) dan Bentuk Lahan Kerucut Gunung

Talu (V1.2), Bentuk Lahan Lereng Atas (upper foot

slope) Gunung Api Alamau (V2 ) dan Bentuk Lahan

Lereng Bawah Gunung Talamau (lower foot slope)

(V3), Bentuk Lahan Tebing Kawah Gunung Talu

(crater remanent rim) (V4), Bentuk Lahan Dasar

Kawah Gunung Talu (crater bottom remanent) (V5),

dan Bentuk Lahan Aliran Lava Gunung Talu (lava

filed) (V6).

Kawah gunung Talamau terbuka ke arah utara

sehingga material yang keluar dari gunung api

tersebut mengalir ke arah utara. Batuan penyusun

terdiri atas lava andesitis - dasitis) breksi, lahar, (Rock

drr, 1983). Pola aliran sungai memperlihatkan pola

memencar (radier), dengan kemiringan lereng yang

cukup curam > 40%.

Proses erosi vertikal pada bentuk lahan lebih

dominan dibandingkan dengan proses erosi

mendatar, hal ini disebabkan oleh sudut lereng

curam, sehingga bentuk lembah yang berkembang

adalah bentuk V kasar.

86

Geo-Sciences

JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

J G S M

Page 9: MORFOGENETIK DAERAH LUBUKSIKAPING PROVINSI …

– Bentuk Lahan Kerucut Gunung Api (volcanic

cone) Talamau (V1.1)

Bentuk Lahan Kerucut Gunung Api dibentuk oleh

gunung api Talamau, (2912 m), meskipun pada

puncaknya sudah mengalami bukaan ke arah utara

Bentuk kerucut gunung api ini masih dapat dilihat

dengan jelas dari perbedaaan kemiringan lereng

(topographic break). Bukaan tersebut mengalirkan

material gunung api berupa lahar. Disamping itu,

terlihat adanya lineasi di sebelah timur laut melalui

puncak kerucut. Batuan penyusun bentuk kerucut

Gunung api ini terdiri atas breksi, lava andesit -

dasitis, dan lahar, (Qvpa) (Rocks drr, 1983). Pola

aliran sungai memencar (radier), dan kemiringan

lereng cukup curam > 40%. Erosi ke arah tegak lebih

dominan dibandingkan dengan proses erosi

mendatar. Kondisi yang demikian ini dikarenakan

oleh sudut lereng yang curam, sehingga bentuk

lembah yang berkembang di bentuk lahan ini adalah

bentuk V kasar.

– Bentuk Lahan Kerucut Gunung Talu (volcanic

cone) (V1.2)

Bentuk Lahan Kerucut Gunung Talu hanya

menyisahkan bagian utara saja. Bagian selatan

Gunung Talu tersebut sudah berubah bentuk menjadi

bentuk lahan Tebing Kawah (crater rim) dan Bentuk

Dasar Kawah. Secara keseluruhan bentuk orisinil

kerucut gung api pada Gunung Talu agak sulit untuk

dikenali. Berbeda dengan Gunung Api Talamau yang

masih memperlihatkan bentuk yang ideal (Gambar

5). Lereng bagian barat laut dari tubuh Gunung Talu

sudah mengalami denudasi.

– Bentuk Lahan Lereng Atas (upper foot slope) (V2 )

Lereng atas gunung api merupakan bagian dari tubuh

gunung api dengan kemiringan lereng berkisar antara

25° - 45°. Bentuk lereng lurus hingga agak cekung.

Bentuk Lereng atas Gunung api memiliki bentuk

lembah sungai berbentuk V menunjukkan erosi ke

tegak lebih dominan. Kejadian longsor di sepanjang

lembah sungai dapat terjadi sebagai akibat erosi

tegak. Pada bentuk lahan ini aliran sungai

membentuk pola aliran memencar (radier). Batuan

yang menyusun terdiri atas piroklastika berukuran

bongkah, bom, lapili, pasir, dan abu gunung api yang

berselingan satu sama lainnya.

– Bentuk Lahan Lereng Bawah (lower foot slope)

(V3)

Lereng bawah (lower foot slope) dicirikan oleh

kemiringan lereng yang lebih landai dengan bentuk

lebih cekung . Bentuk lahan ini tersusun oleh material

vulkanik berupa lahar, kipas volkanik (volcanic fans),

lava dan debu gunung api. Ke arah utara bentuk

lahan ini menutupi bentuk lahan lereng yang

terdenudasi sedangkan ke arah barat berbatasan

dengan bentuk lahan fluvio-volkanik. Secara umum

bentuk lahan ini dimanfaatkan oleh penduduk

sebagai perkebunan, tanaman keras, serta

pemukiman. Di beberapa tempat terlihat adanya

gejala longsoran terutama pada lereng yang lebih

terjal dimana terakumulasi soil yang cukup tebal

pula.

– Bentuk Lahan Jejak Rim Kawah (crater remanent

rim) (V4)

Bentuk lahan ini dapat dengan mudah dikenali pada

citra landsat. Bentuknya lonjong (elips), dibentuk

oleh lereng yang curam. Di bagian bawah terdapat

dataran yang diisi oleh bahan rombakan dari lereng

gawir. Bentuk lahan ini adalah merupakan indikasi

bahwa daerah ini dahulu adalah merupakan gunung

api aktif, dan sekarang sudah tidak aktif lagi

(dormant). Bentuk lahan ini merupakan bagian dari

Gunung api Talu.

– Bentuk Lahan Jejak Dasar Kawah (crater bottom

remnant) (V 5)

Memperlihatkan bentuk lahan yang datar dengan

bentuknya yang lonjong. Dataran ini dikelilingi oleh

gawir perbukitan dengan lereng yang cukup terjal. Di

Rumbai terdapat mata air panas. Bentuk lahan ini

adalah merupakan bagian dari tubuh gunung Talu.

– Bentuk Lahan Aliran Lava (lava field) (V 6)

Bentuk lahan aliran lava tersebar secara terbatas di

daerah bukaan yang terdapat di bagian utara – barat

laut Gunung Talu. Bentuk topografinya halus dengan

pola aliran agak memencar. Kemiringan lereng

berkisar antara 20° - 30°, dengan bentuk lembah

berbentuk huruf V. Bentuk lahan ini ditutupi oleh

hutan semak belukar. Bentuk lahan ini dengan

mudah dipisahkan dari topografinya yang halus

dengan ciri adanya struktur aliran .

87

Geo-Sciences

JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

J G S M

Page 10: MORFOGENETIK DAERAH LUBUKSIKAPING PROVINSI …

Bentukan Asal Struktur (Structure Origin) (S)

Bentukan asal struktur dapat dipisahkan menjadi

bentuk lahan gawir sesar (S1), dan bentuk lahan

struktur perlipatan (S2).

– Bentuk Lahan Gawir Sesar (S1)

Bentuk lahan ini utamanya menempati sepanjang

bagian barat lajur Sesar Sumatra. Ciri utama dari

bentuk lahan ini diperlihatkan oleh lereng perbukitan

yang terjal memanjang searah dengan arah sesar

Sumatra. Kondisi topografinya ditandai oleh

kehadiran gawir-gawir sesar dan sejumlah longsoran.

Longsoran tersebut dapat terjadi oleh adanya torehan

sungai secara vertikal . Sebagian gawir tersebut ada

kaitannya dengan struktur sesar, namun sebagian

lainnya hanyalah sebagai ekspresi topografi saja.

Kondisi topografi secara umum sangat kompleks

dengan kemiringan lereng antara 25 -55%, yaitu

sangat curam, dengan pola aliran yang berkembang

di suatu tempat berupa pola sub paralel, namun di

tempat lain ada juga agak meranting. Bentuk lahan

ini disusun oleh batuan kuarsit, metakuarsa,

batusabak, arenit, wake, dan filit, serta batuan intrusi

berupa batuan granitis (granit, granodiorit,

mikrodiorit dan dolorit ( Rocks, drr. 1893).Tutupan

lahan dapat berupa hutan, kebun, ladang, dan

pemukiman.

– Bentuk Lahan Struktur Perlipatan (S2).

Bentuk lahan ini menempati sisi bagian barat dari

Lembah Sumpur. Pada citra satelit terlihat dengan

jelas jejak-jejak perlapisan dan longsoran.

Penyebaran bentuk lahan ini mengikuti arah dari

Sesar Sumatra. Kondisi kelerengan dari bentuk lahan

ini tidak terlalu curam seperti kemiringan lereng

bentuk lahan gawir sesar. Sebagian besar bentuk

lahan ini tersusun oleh batuan gunung api

takterbedakan (Tmv)

Bentukan Asal Denudasi (Denudational Origin) (D)

Bentuk lahan denudasi hampir menutupi sebagian

besar daerah penelitian. Secara umum terlihat

bahwa kenampakan bentukan asal denudasi yang

tersebar di sebelah timur Lembah Sumpur, berbeda

dengan bentukan asal denudasi yang terdapat di

sebelah barat. Di sebelah barat bentukan asal

denuadasi memperlihatkan puncak puncak

perbukitan yang tidak teratur dan kehadiran lineasi

agak jarang. Sedangkan di sebelah timur bentukan

asal denudasi memperlihatkan lineasi yang cukup

rapat. Oleh karena itu berdasarkan kenampakan

pada citra satelit dan kenampakan di lapangan maka

bentukan asal denudasi kemudian dipisahkan

menjadi: bentuk lahan perbukitan struktur

terdenudasikan (D1), bentuk lahan perbukitan

struktur terdenudasikan kuat (D2), bentuk lahan

perbukitan struktur terdenudasi dan terpatahkan

(D3).

– Bentuk Lahan Perbukitan Struktur Terdenudasi

(D1)

Ciri bentuk lahan ini diperlihatkan oleh arah

punggungan perbukitan yang mengarah ke arah

utara, dengan bentuk lembah yang lebar berbentuk

U. Tersebar secara terbatas di daerah bagian utara

penelitian. Batuan yang membentuk bentuk lahan ini

tersusun oleh batuan sedimen Tersier berupa

batupasir kuarsa, serpih berkarbon, batulanau dan

konglomerat (Tms). Umumnya batuan Tersier

tersebut sudah mengalami perlipatan dan

membentuk struktur sinklin dan antiklin yang arah

sumbunya barat laut-tenggara

– B e n t u k L a h a n Pe r b u k i t a n S t r u k t u r

Terdenudasikan Kuat (D 2)

Bentuk lahan ini tersusun oleh batugamping,

batusabak, filit, serpih dan kuarsit. Bentuk Lahan

Perbukitan Terdenudasi kuat mempunyai kondisi

topografi yang sangat kompleks kadang kadang

dengan tingkat kecuraman lereng 25 -55%. Secara

umum terlihat arah punggungan perbukitan tidak

beraturan. Pola aliran yang berkembang

menunjukkan pola semi mendaun, dengan lembah

sungai berbentuk huruf U halus. Secara keseluruhan

bentuk lahan ini merupakan bagian dari Lajur

Pegunungan Bukit Barisan Bagian Timur (Eastern

Barisan Mountain Range). Secara umum bentuk

lahan ini ditutupi oleh hutan, kebun, ladang, dan

pemukiman.

– Bentuk Lahan Perbukitan Struktur Terdenudasi-

kan dan Terpatahkan.(D 3)

Bentuk lahan ini pada umumnya menempati bagian

barat dari Lembah Sumpur. Merupakan bagian dari

Lajur Pegunungan Bukit Barisan bagian barat

(Western Barisan Mountain Range). Sebagai batuan

alas wilayah ini disusun terutama oleh batuan meta

vokanik, dan meta sedimen berumur Mesozoik Akhir,

yang diterobos oleh batuan granit dan secara

keseluruhan ditutupi oleh batuan sedimen Miosen

88

Geo-Sciences

JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

J G S M

Page 11: MORFOGENETIK DAERAH LUBUKSIKAPING PROVINSI …

dan kemudian ditutupi oleh materi vokanik Kuarter.

Perbedaan mencolok bentuk lahan ini ditunjukkan

oleh keterdapatan sesar maupun rekahan yang lebih

rapat apabila dibandingkan dengan bentuk lahan

perbukitan terdenudasikan yang terdapat di sebelah

timur Lembah Sumpur.

PEMBAHASAN

Berdasarkan peta morfotektonik (Gambar 5), terlihat

jelas adanya perbedaaan yang signifikan/jelas antara

bentang alam yang tersebar di sebelah timur Lembah

Sumpur dengan bentang alam yang ada di sebelah

barat lembah. Bentang alam di sebelah timur

terbentuk oleh bentang alam perbukitan struktur.

Selanjutnya bentang alam tersebut dapat dipisahkan

kedalam bentuk lahan menjadi bentuk lahan

perbukitan struktur terdenudasi, dan bentuk lahan

perbukitan struktur terdenudasai kuat dan bentuk

lahan perbukitan struktur terdenudasi dan

terstrukturkan.

Di sebelah barat Lembah Sumpur, bentang alamnya

lebih bervariasi mulai dari dari kerucut gunung api,

sisa gunung api, perbukitan struktur dan dataran

Aluvial. Hal menarik lainnya yang dapat dilihat

adalah adanya perbedaaan kemiringan lereng yang

mencolok (kontras). Di sebelah timur lembah

struktur, terlihat kemiringan lereng yang sangat terjal

yang dikelompokkan menjadi bentuk lahan struktur

gawir sesar (S1), sedangkan di sebelah barat

kemiringan lerengnya lebih landai yang

dikelompokkan menjadi bentuk lahan struktur

perlipatan (S2). Walaupun kemiringan lereng di

sebelah timur lebih curam dibandingkan dengan

yang di sebelah barat, akan tetapi kipas aluvium

malahan terbentuk di sebelah barat lembah struktur

dimana kemiringan lerengnya lebih landai (Gambar

5)

Berkembangnya bentuk lahan yang lebih bervariasi

di bagian barat Lembah Sumpur dapat mengindikasi-

kan bahwa wilayah tersebut lebih dinamis. Oleh

karena itu wilayah bagian barat Lembah Sumpur

merupakan wilayah yang mengalami aktivitas

tektonik yang lebih intensif dibandingkan dengan

wilayah bagian timur Lembah Sumpur tersebut

Terdapatnya bentang alam berupa kerucut gunung

api dan perbukitan sisa-sisa gunung api serta

perbukitan struktur diyakini merupakan hasil dari

aktivitas tektonik regional. Di pihak lain, manisfestasi

bentuk lahan akibat efek tektonik lokal diperlihatkan

oleh kehadiran bentuk lahan kipas aluvium, bentuk

lahan struktur gawir sesar (S1), serta bentuk lahan

struktur perlipatan (S2). Sementara itu, pola

kelurusan yang melingkar yang terdapat di tubuh

Gunung Talamau masih menampakkan bentuk yang

sangat ideal (jelas), sedangkan pola yang sama pada

tubuh Gunung Talu sudah mengalami deformasi

menjadi bentuk elipsoidal atau lonjong (Gambar 6).

Lumbanbatu dan Moechtar, (2002), mengamati

indikasi aktivitas neotektonik yang sama di daerah

Padangsidempuan yaitu berupa perubahan bentuk

lahan pada tubuh gunung api Lubuk Raya dan

Gunung api Sibualbuali. Disebutkan bahwa bentuk

Gunung Lubuk Raya masih memperlihatkan bentuk

kerucut gunung api yang jelas disertai dengan dinding

kawah, sementara itu bentuk kerucut Gunung api

Sibualbuali tidak dapat dikenali lagi, karena

bentuknya sudah mengalami perubahan menjadi

lonjong.

Perubahan bentuk gunung api di daerah penelitian

diperkirakan sebagai akibat dari aktivitas dari sesar

aktif. Pada kedua tubuh gunung api tersebut pola

kelurusan yang radial tidak nampak. Pola kelurusan

yang radial merupakan kelurusan yang terbentuk saat

terjadi pembumbungan magma ke atas permukaan

(up doming), sedangkan kelurusan yang melingkar

terbentuk saat dapur magma mengalami

kekosongan, sehingga terjadi amblesan di sekirat

tubuh gunung api (Lumbanbatu, 2008)

Terbentuknya Lembah Sumpur diperkiran sebagai

akibat dari pergerakan transtensional Sesar Sumatra.

Sementara itu bentuk lahan berupa kipas aluvium

adalah merupakan produk aktivitas segmen Sesar

Sumatra yang terdapat disisi sebelah barat,

sedangkan bentuk lahan Struktur Gawir sesar adalah

merupakan produk dari kegiatan segmen Sesar

Sumatra yang terdapat di sisi timur lembah.

Diperkirakan bentuk lahan berupa kipas aluvium dan

Struktur Gawir Sesar merupakan produk aktivitas

kedua segmen sesar Sumatra tersebut yang

berlangsung secara bergantian dan menghasilkan

bentuk lahan yang berbeda beda pula.

89

Geo-Sciences

JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

J G S M

Page 12: MORFOGENETIK DAERAH LUBUKSIKAPING PROVINSI …

Gambar 5. Peta morfogenetik daerah Lubuksikaping dan sekitarnya, Sumatra Barat (Landsat ETM+7 & RGB 457).

90

Geo-Sciences

JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

0 10 KM

TMik

MPitd

Mupu

Muwl

Muw

Puku

TMiuQh

Qvpa

aluvium, pasir kerikil, dan lanau

Hasil Gunung Pasaman

Qvga

Qvsk

Tmv

Tms

Qvta Hasil Gunung Talamau

Andesit dan dasit vesikuler

Andesit dan basal forfiritik

Batuan gunung api tak terpisahkan

Formasi Sihapas (batupasir kuarsa,serpih, batulanau, konglomerat)

Garis ketinggian

Sesar

Keterangan

Batolit Tandungkumbang (granodiorit,granit,mikrodiarit, dolorit)

Intrusi Kanaikan (leukogranit,granodiorit)

Kompleks Ultramafik Pasaman (harzburgit,dunit,serpentinit, retas piroksenit)

Kelompok Woyla ( batugamping, metabatugamping, batu sabak gampingan)

Kelompok Woyla (tak terbedakan, metagunung api,metatufa, metabatugamping)

Formasi Kuantan (batusabak, kuarsit danarenit metakuarsa, wak, filit)

Intrusi Ulai (granodiorit pegmatit,granodiorit dan granit biotit

Sungai

Jalan Raya

00°00’

00°30’00°30’

00°00’

KETERANGAN

Bentuk Asal Fluvial (Fluvial Origin) (F)

Simbol Bentuk Lahan

F1

F2

FV

Fluvial

Kipas Aluvial

Fluvio-volkanik

Bentuk Asal Gunung Api (Volcanic Origin) (V)

Simbol Bentuk Lahan

V1.1

V1.2

V2

Kerucut Gunung Api Talamau

Kerucut Gunung Talu

Lereng Atas

V3

V4

V5

Lereng Bawah

Tebing Kawah

Dasar Kawah

V6 Aliran Lava

Bentuk Asal Struktur (S)

Simbol Bentuk Lahan

S1

S2

Gawir Sesar

Struktur Perlipatan

Bentuk Asal Denunasi (Denudational Origin) (D)

Simbol Bentuk Lahan

D1

D2

D2

Perbukitan Struktur Terdenunasikan

Perbukitan Struktur Terdenunasikan Kuat

Perbukitan Struktur Terdenunasikan danTerstrukturkan

Gawir Sesar

Gawir

Struktur Perlapisan

Lineasi

100° 00’ 100° 15’99° 45’ 100° 10’100° 05’99° 55’99° 50’

0° 00

0° 30’

0° 25’

0° 20

0° 15

0° 10

0° 05’

0 7 Km

U

TB

S

S

2

V 3

V 2 V 1.1

V

3

S

1

S 1

S

1

F

1

F

1

F 2

F

2

D 2

D 1

D

2V

4

V

5

V

1.2.

S

2

D 1 S 2

S

1

S 1

V

6

D 2

V

6

D 1

D 3

D

3

D 2

D

1

J G S M

Page 13: MORFOGENETIK DAERAH LUBUKSIKAPING PROVINSI …

Berdasarkan fakta tersebut di atas dapat dikatakan

bahwa proses pembentuk morfogenetik di daerah

penelitian direpresentasikan baik oleh proses

endogen maupun proses eksogen. Bentuk lahan yang

merepresentasikan proses endogen antara lain

kerucut gunung api, sisa gunung api, lembah

struktur, bentuk lahan struktur gawir sesar (S1),

bentuk lahan struktur perlipatan (S2). Bentuk lahan

kipas aluvium. Sedangkan yang merefleksikan proses

eksogen dimanifestasikan sebagai bentuk lahan

perbukitan struktur terdenudasi, dan bentuk lahan

perbukitan struktur terdenudasai kuat dan bentuk

lahan perbukitan struktur terdenudasi dan

terpatahkan.

KESIMPULAN

nBentang Alam (Landscape) daerah penelitian

dapat dikelompokkan menjadi bentang alam

punggungan perbukitan struktur, perbukitan sisa

gunung api, kerucut gunung api, lembah

struktur serta daratan alluvium.

nSelanjutnya Bentang alam tersebut dipisahkan

menjadi Bentukan Asal, berdasarkan asal

kejadiannya (Form of origin) yaitu: bentukan

asal fluvial, bentukan asal gunung api, bentukan

asal struktur, bentukan asal denudasi.

nMasing-masing bentukan asal tersebut

dipisahkan menjadi bentuk lahan (landform).

91

Geo-Sciences

JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

Gambar 6. Deformasi bentuk lahan sebagai akibat dari pengaruh aktivitas sesar aktif; terlihat bentuk tubuh Gunung Talu berbentuk elopsoidal (lonjong) sementara bentuk tubuh Gunung Talamau masih menampakkan bentuk yang ideal (Landsat ETM+7 & RGB 457).

100° 00’ 100° 15’99° 45’ 100° 10’100° 05’99° 55’99° 50’

0° 00

0° 30’

0° 25’

0° 20

0° 15

0° 10

0° 05’

0 7 Km

U

TB

S

J G S M

Page 14: MORFOGENETIK DAERAH LUBUKSIKAPING PROVINSI …

bentukan asal fluviatil dipisahkan menjadi

bentuk lahan fluvial (F1), bentuk lahan kipas

aluvial (F2), dan fluvio volkanik (FV), bentukan

asal gunung api (Volcanic Origin) (V) dapat

dipisahkan menjadi bentuk lahan kerucut

gunung api (volcanic cone) ( V1) laereng atas

(upper foot slope) (V2 ) dan lereng bawah (lower

foot slope) (V3), jejak rim kawah (crater

remanent rim) (V4), jejak dasar kawah (crater

bottom remanent) (V 5), dan aliran lava (lava

filed) (V 6). bentukan asal struktur (Structure

Origin) (S) dipisahkan menjadi bentuk lahan

struktur gawir sesar (S1), bentuk lahan struktur

perlipatan (S2). Bentukan asal perbukitan

terdenudasi dipisahkan menjadi : bentuk lahan

perbukitan terdenudasikan (D1), bentuk lahan

perbukitan terdenudasikan kuat (D 2), bentuk

lahan perbukitan terdenudasi dan terstrukturkan

(D 3).

nWilayah bagian barat lembah struktur merupakan

wilayah yang mengalami aktivitas tektonik yang

lebih kuat dibandingkan dengan wilayah bagian

timur lembah struktur. Di wilayah ini

berkembang bentang alam yang terdiri atas

bentang alam kerucut gunung api, sisa gunung

api, perbukitan struktur dan dataran aluvial.

Berkembangnya bentuk lahan yang lebih

bervariasi di bagian barat lembah struktur dapat

mengindikasikan bahwa wilayah tersebut lebih

dinamis.

92

Geo-Sciences

JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

nSelain itu berdasarkan bentuk lahannya terlihat

adanya perbedaaan kemiringan lereng yang

menyolok (kontras). Bentuk lahan struktur gawir

sesar (S1), yang terdapat di sebelah timur

Bentang alam Lembah Struktur, memperlihat-

kan kemiringan lereng yang sangat terjal.

Sedangkan kemiringan lereng bentuk lahan

struktur perlipatan (S2) yang terdapat di sebelah

barat mempunyai kemiringan lerengnya yang

lebih landai. Akan tetapi bentuk lahan kipas

aluvium malahan terbentuk di sebelah barat

lembah struktur dimana kemiringan lerengnya

lebih landai. Indikasi tersebut menyatakan

bahwa wilayah bagian barat lebih dinamis

dibandingkan bagian timur.

nSecara keseluruhan dapat dikatakan bahwa

morfogenetik di daerah ini dibentuk baik oleh

proses endogen maupun proses eksogen.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir.

Santoso, dan Ir. Soemantri Poedjo Pradjitno, atas

kritikan dan masukannya sehingga tulisan ini

menjadi lebih baik. Terima kasih juga kami

sampaikan kepada Yayan Sopian ST, atas bantuannya

serta kepada semua pihak yang telah ikut membantu

sehingga tulisan ini dapat diselesaikan. Kepada

Dr.A.Ratdomopurbo mantan Kepala Pusat Survei

Geologi kami sampaikan terima kasih.

ACUAN

Djuhanda A, I. Effendi, A. Djuhanda, T. Padmawijaya , 2004. Laporan Pemetaan Seismotektonik Lembar

Lubuksikaping Sumatra Barat Skala 1: 250.000. Laporan Teknis . Pusat Survei Geolgi Bandung,

Tidak terbit.

Kalili J.A., & Hehuwat F., 1967. On occurance of large transcurrent fault in Sumatra, Indonesia, Journal

Geoscience Osaka University

Katili J.A., 1989. Evolution of the Southeast Asian Arc Complex. Geologi Indonesia. Majalah Ikatan Ahli Geologi

Indonesia Vol. 12. no.1

Lumbanbatu U.M. dan Moechtar H., 2002. Karakteristik kegempaan sebagai acuan pengembangan wilayah

daerah Padangsidempuan, Kab. Tapanuli Selatan Provinsi Sumatra Utara. Majalah Geologi

Indonesia Vol.17 No.1 dan 2. Ikatan Ahli Geologi Indonesia

Lumbanbatu U.M., 2005. Kajian Regional Mekanisme Kejadian Gempa Bumi Pulau Sumatra. Jurnal Sumber

Daya Geologi, Vol. XV, No. 1, Puslitbang Geologi

J G S M

Page 15: MORFOGENETIK DAERAH LUBUKSIKAPING PROVINSI …

Lumbanbatu U.M., 2008. Karakteristik Bentang Alam Daerah Payakumbuh, Sumatra Barat. Jurnal Sumber

Daya Geologi, Vol. XVIII, No.2. Pusat Survei Geologi Bandung.

Rock, N.M.S ., Aldiss D.T., Aspden J.A Clarke M.C.G.,Djunuddin A., Kartawa W., Miswar, Thomson S.J.,

Whandoyo R., 1983, Peta Geologi Lembar Lubuksikaping skala 1 : 250.000, Sumatra, Puslitbang

Geologi.

Tjia, H.D, 1970. Nature of displacement along the Semangko fault zone, Sumatra. Jour. Trop. Geography,

30:63-67

Tjia H.D., 1977. Tectonik Depression along the Transcurrent Sumatra Fault Zone.Geologi Indonesia

Verstappen, H. Th., 1985. Applied geomorphological survey and natural hazard zoning, ITC syllabus. The

Netherlands, 37 pp.

Zuidam R. A. van., 1985. Aerial photo-interpretation in terrain analysis and geomorphologic mapping. Smits

publisher, The Hague, The Netherland

93

Geo-Sciences

JSDG Vol. 19 No. 2 April 2009

J G S M