moh. fathurrozi rif’iyatul fahimah ... - al khoziny
TRANSCRIPT
Moh. Fathurrozi & Rif’iyatul Fahimah Keterkaitan Ahruf Sab’ah
142 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume III Nomor 2 September 2020 e-ISSN 2620-5122
KETERKAITAN AHRUF SAB’AH DAN QIRA’AT SAB’AH
Moh. Fathurrozi, Lc, M.Th.I
Instititut Agama Islam Al Khoziny Sidoarjo
Email: [email protected]
Rif’iyatul Fahimah, Lc, M.Th.I
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Email: [email protected]
Abstrack: The discussion related to the knowledge of qira'at Al-Qur'an has its
own appeal for activists of the study of the knowledge of the Qur'an,
not only from insiders but also from outsiders. Even for some
outsiders, studies related to qira'at were used as a weapon to spread
confusion in the hearts of Muslims. Therefore, the discussion
related to qira'at is very important, so that the phenomenon of
misunderstanding can be corrected properly. In the knowledge of
qira'at, there is the term qira'ah sab'ah which means seven kinds of
qira'at or Al-Qur'an recitation which came from the Prophet and was
ordained to the scholars who spread it. At the time of the Prophet,
the term qira'ah sab'ah did not exist yet. In some hadiths, this is the
only term ahruf sab'ah which means seven letters. From here, it
seems, the activists of the study of the science of qira'ah try to
explore and find the relationship between ahruf sab'ah and qira'ah
sab'ah. This article, using a historical approach and comparative
descriptive analysis, describes the understanding and brief history of
ahruf sab'ah and qira'ah sab'ah and the relationship between the two,
so that it is known that the scholars have various opinions regarding
this matter. Some claim that the entire qira'at is "one letter" of only
seven letters (ahruf sab'ah). Some say that the entire qira'at is a
"representation" of the ahruf sab'ah itself. And there are those who
state that the entire qira'ah is only a "part" of the ahruf sab'ah.
Keyword : Ahruf Sab’ah, qira’at Al-Quran dan qira’at Sab’ah.
Moh. Fathurrozi & Rif’iyatul Fahimah Keterkaitan Ahruf Sab’ah
143 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume III Nomor 2 September 2020 e-ISSN 2620-5122
PENDAHULUAN
Al-Quran diturunkan menggunakan bahasa Arab. Dalam
mengungkapkan bahasanya, bangsa Arab menggunakan banyak dialek
(lahjah) yang memiliki karakter yang berbeda-beda karena berasal dari
bermacam-macam kabilah. Kendati demikian, perbedaan dialek mereka tidak
merubah bahwa bahasa mereka disebut sebagai bahasa Arab.1 Setiap kabilah
memiliki cara dan model pengucapan khusus yang tidak dimiliki oleh kabilah
lain, hanya saja bahasa kabilah Quraisy lebih unggul di antara kabilah yang
lain karena memiliki faktor-faktor pendukung yang menyebabkan bahasa
mereka diunggulkan, antara lain karena mereka menjaga Baitullah, menjamu
para jama’ah haji, memakmurkan Masjid al-Haram dan menguasai
perdagangan.2
Abdul Mun’im menyatakan bahwa perbedaan dialek yang terjadi pada
Bangsa Arab disebabkan oleh sikap fanatisme (ta’ashshub) terhadap kabilah
masing-masing. Setiap kabilah memiliki kebiasaan (adat) sendiri, dialek
sendiri dan seterusnya. Terlebih tidak ada sebuah institusi yang bisa
menghimpun, melebur dan menyatukan kabilah-kabilah ini dalam lingkaran
negara. Bahkan, meskipun terdapat negara yang bisa menyatukan dan
melebur mereka, karakteristik dari setiap kabilah yang berkaitan dengan
aspek dialek dan kebiasaan (adat) tidak akan bisa hilang hanya dengan
membai’atkan diri terhadap negara tersebut.3
Pada mulanya, sebagian ayat Al-Quran diturunkan dalam dialek
Quraisy. Ketika masyarakat Arab-- yang terpolarisasi dalam kesukuan dan
kabilah-- berbondong-bondong masuk agama Islam, mereka tetap
menggunakan bahasa (dialek) kabilah masing-masing dan tidak
menggunakan (dialek) bahasa Quraisy4 sebab merasa sukar dan kesulitan
dalam menyerap dan mengucapkan bahasa dari kabilah lain. Kesulitan
pengucapan ini juga terjadi pada pengucapan ayat-ayat Al-Quran yang saat
itu berdialek Quraisy. Dengan keberadaan kesulitan inilah, Nabi Muhammad
memohon kepada Allah supaya diberikan keringanan dalam membacakan Al-
Quran sesuai dengan bahasa dan dialek mereka, dengan tujuan untuk
1 Abd al-Mun’in al-Namr, Ulum al-Quran al-Karim (Kairo: Dar al-Kitab al-Mishri, 1983),
127 2 Manna’ Khalil al-Qaththan, Mabahis fi Ulum al-Quran, (Kairo: Maktabah al-Ma’arif li al-
Nasyar wa al-Tauzi’), 156. 3 Abd al-Mun’in al-Namr, Ulum al-Quran al-Karim, 127 4 ‘Abd al-Fattah Abu Sinnah, Ulum al-Quran (Kairo: Dar al-Syaruq, 1995), 54.
Moh. Fathurrozi & Rif’iyatul Fahimah Keterkaitan Ahruf Sab’ah
144 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume III Nomor 2 September 2020 e-ISSN 2620-5122
mempermudah. Maka sejak saat itulah, Allah mengizinkan Nabi Muhammad
untuk membacakan kepada mereka dengan ahruf sab’ah.
Fenomena turunnya Al-Qur’an sebagai mukjizat teragung yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., dengan tujuh huruf atau “ahruf
sab’ah” bagaikan sebuah magnet yang menarik banyak kalangan untuk
mengkaji, meneliti dan memahami kandungan-kandungan yang terdapat di
dalamnya. Keberadaannya yang sangat urgen dalam sejarah Al-Qur’an
mendorong banyak kalangan, baik dari kalangan insider; para intelektual
muslim ataupun dari kalangan outsider; orientalis untuk mempelajari dan
mendalami hakikat ahruf sab’ah ini.
Terdapat banyak pendapat tentang ahruf sab’ah, bahkan Imam Al-
Suyuthi menyatakan bahwa pendapat ulama terkait hal ini mencapai empat
puluh pendapat. Kajian ini menjadi tantangan tersendiri bagi kalangan
intelektual kendati termasuk kategori kajian yang cukup sulit dan cenderung
membahayakan. Dikatakan sulit karena setiap pembahasan membutuhkan
ketelitian dan konsentrasi dalam memilah dan memilih pendapat. Dikatakan
bahaya karena menyangkut sejarah Al-Qur’an dan teks Al-Qur’an itu sendiri,
karena kesalahan dan kesalahpahaman dalam pembahasan ini akan berakibat
fatal dan menjadi senjata ampuh bagi musuh-musuh Islam untuk
melemahkan kajian Islam secara umum dan ilmu Al-Qur’an secara khusus.
Dengan demikian, tidak berlebihan jika Imam Al-Zurqani mengatakan dalam
karya-nya “Manahil Irfan fi Ulum Al-Quran”5 “Pembahasan ini sulit karena
dapat memunculkan berbagai pendapat sehingga terbesit dalam hati sebagian
ulama bahwa pembahasan ahruf sab’ah ini sulit difahami, dan kesalahan
dalam pembahasan ini akan membuka pintu bagi musuh-musuh Islam untuk
melontarkan kritik negatif terhadap Al-Qur’an”.
Di sisi lain, terdapat kajian qira’at Al-Qur’an yang secara khusus
mengkaji tentang tata cara melafalkan Al-Quran, cara penyampaiannya dan
perbedaannya yang dinisbatkan kepada penukilnya. Kajian ini memiliki
kaitan yang erat dengan dialek masyarakat Arab, yang notabene memiliki
karakter dan dialek yang berbeda-beda. Lantas, apa hubungan ahruf sab’ah
dengan qira’at sab’ah?.
5 Al-Zurqani, Manahil Irfan fi Ulum Al-Qur’an, Kairo: Dar Ihya Al-Kutub Al-Arabiyah, tt,
hal 137-138.
Moh. Fathurrozi & Rif’iyatul Fahimah Keterkaitan Ahruf Sab’ah
145 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume III Nomor 2 September 2020 e-ISSN 2620-5122
DEFINISI AHRUF SAB’AH
Secara etimologis, kata ahruf sab’ah tersusun dari dua kata, ahruf dan
sab’ah. Kata ahruf merupakan jamak dari kata huruf. Menurut Fairuz Abadi
dalam bukunya, Al-Qamus, menjelaskan bahwa kata huruf mempunyai
banyak arti, antara lain berarti ujung, batasan dan salah satu bagian dari huruf
hijaiyah. Menurut ulama nahwu, huruf adalah kata yang mempunyai makna
tapi bukan terdiri dari fi’il maupun isim. Seperti firman Allah:
6حرف ىعل الله يعبد من الناس ومن
Kata huruf dalam ayat di atas memiliki arti “satu wajah” (satu arah), yang
artinya: dia menyembah-Nya ketika dalam keadaan bahagia bukan pada saat
keadaan kesulitan7.
Kata huruf berarti segala sesuatu yang berada pada sisi, tepi atau ujung.
Klasifikasi penggunaan kata huruf sebagai berikut :
1. Huruf adalah sesuatu yang umum, seperti harf Quraisy, harf Tsaqif.
2. Huruf adalah sisi/tepi, seperti kisah Nabi Musa dengan Khidhir :
نقص ما وسىم يا الخضر فقال البحر فى نقرتين أو نقرة فنقر السفينة حرف علي فوقع عصفور فجاء البحر فى العصفور هذا كنقرة إلا الله علم من وعلمك علمى
“Kemudian datang seekor burung yang berdiri di tepi perahu, burung
tersebut mematuk dengan sekali atau dua kali patukan ke laut, Khidhir
berkata: Wahai Musa, tidaklah berkurang ilmuku dan ilmumu yang berasal
dari ilmu Allah kecuali hanya seperti patukan yang dilakukan burung
tersebut di laut”
3. Huruf berarti corak dari beragam corak Qira’at, seperti Qira’ah Ibnu
mas’ud.
4. Huruf bisa berarti bentuk dari berbagai bentuk makna, seperti:
أحرف سبعة على القران أنزل
Sedangkan kata “sab’ah” yang secara harfiyah berarti “tujuh”, menurut Al-
Qadhi Iyadh dan orang-orang yang mengikutinya, dalam hal qira’at berarti
bentuk bilangan yang menunjukkan arti mubalaghah (berlebihan/banyak)
karena kabilah-kabilah orang Arab berjumlah lebih dari tujuh.8 Seperti halnya
dalam istilah Indonesia “pintu seribu (lawang sewu)” yang berarti pintu yang
berjumlah “banyak”, meskipun faktanya pintu tersebut tidak berjumlah
seribu.
6 Al-Quran, 22: 11. 7 Al-Zarqani, Manahil Al-Irfan fi Ulum al-Quran…,155. 8 Abdurrahman bin Ibrahim Al-Matrudi, Al-Ahruf al-Qur’aniyah Al-Sab’ah , (Riyadh: Dar-
‘Alim Al-Kutub,1991) 9-10.
Moh. Fathurrozi & Rif’iyatul Fahimah Keterkaitan Ahruf Sab’ah
146 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume III Nomor 2 September 2020 e-ISSN 2620-5122
Secara terminologis, para ulama berbeda pendapat tentang pengertian ahruf
sab’ah. Imam Jalaluddin al-Suyuti mengungkapkan bahwa perbedaan
tersebut sampai berjumlah empat puluh. Beliaupun mengutip perkataan Ibnu
Sa’dan al-Nahwi bahwa kata “ahruf” tidak diketahui maknanya secara pasti,
karena kata huruf secara etimologis bisa berarti huruf hija’iyah, kata, makna
dan arah9.
Dari beberapa pendapat ulama tentang pengertian ahruf sab’ah dapat
disimpulkan bahwa perbedaan tersebut tidak keluar dari tiga pendapat:10
1. Pendapat pertama mengutarakan bahwa ahruf sab’ah berhubungan
dengan variasi makna bukan pada lafadz. Pendapat ini terbagi menjadi dua
kelompok.
Kelompok pertama diwakili oleh banyak ulama dari berbagai disiplin
ilmu. Mereka berusaha menggugurkan hadis-hadis tentang ahruf sab’ah
dan meletakkannya bukan pada pembahasan yang semestinya. Pendapat
ini tidak didukung oleh bukti-bukti yang otentik (naql) sebagaimana
mereka tidak menyandarkan pendapatnya pada pembahasan secara ilmiah.
Walau ini merupakan dua puluh dari empat puluh pendapat ulama tentang
ahruf sab’ah, namun pendapat ini ditolak oleh sebagian besar para ulama.
Pendapat ini diwakili oleh:
Pertama, ahli bahasa: mereka berpendapat bahwa yang dimaksud
dengan ahruf sab’ah adalah al-Hadhf (membuang huruf), al-Shilah
(menyambung huruf), al-Taqdim (mendahulukan kata), al-Ta’khir
(mengakhirkan kata) al-Qalb (mengganti huruf), al-Isti’arah (peminjaman
kata), al-Tikrar (pengulangan kata), al-Kinayah (sindiran), al-Haqiqah, al-
Majaz, al-Mujmal (global), al-Mufassir (penjelas) al-Dhahir (yang
tampak) dan al-Gharib (yang asing).
Kedua, ahli aqidah: mereka berpendapat bahwa yang dimaksud
dengan ahruf al-Sab’ah adalah ilmu Isbat wa al-Ijad (ilmu pengetahuan
tentang penetapan Allah), ilmu Tauhid wa al-Tanzih (ilmu pengetahuan
tentang ke-esaan dan kesucian Allah), ilmu Shifat al-Dhat (ilmu
pengetahuan tentang dzat Allah), ilmu Shifat al-Fi’li (ilmu pengetahuan
tentang sifat perbuatan Allah), ilmu Shifat al-‘Afwi wa al-‘Adhab (ilmu
pengetahuan tentang sifat-sifat ampunan dan siksaan Allah) ilmu al-Hasyr
dan al-Hisab (ilmu pengetahuan tentang pengumpulan di hari kiamat dan
9 Jalaluddin al-Suyuti, al-Itqan fi Ulum al-Quran (Kairo: Maktabah Dar al-Turats, 2007),
237. 10 Amal Khamis Hammad, “Tafsi>r al-Quran bi al-Qira’at al-Quraniyat al-Ashr min Khilal Suwar: al-Isra’ wa al-Kahfi wa Maryam” (Tesis--Universitas al-Jami’ah al-Islamiah,
Madinah, 2006 M) 9-10.
Moh. Fathurrozi & Rif’iyatul Fahimah Keterkaitan Ahruf Sab’ah
147 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume III Nomor 2 September 2020 e-ISSN 2620-5122
ilmu tentang hisab), dan ilmu al-Nubuwwat wa al-Imamat (ilmu
pengetahuan tentang nabi-nabi dan imam).
Kelompok kedua berpandangan bahwa yang dimaksud dengan ahruf
sab’ah adalah tujuh aspek hukum yang terdapat dalam al-Qur’an, yaitu:
perintah, larangan, janji, ancaman, halal, haram, muhkam, mutasyabih dan
amtsal.Kelompok ini bersandar pada beberapa hadis Nabi. Sebagian ulama
menolak pendapat ini dan men-daif-kan hadis-hadis yang dikemukakan.
Manna’ al-Qaththan berkata: Hadis tentang ahruf sab’ah
menunjukkan bahwa satu kata boleh dibaca dengan dua atau tiga wajah
bahkan sampai tujuh karena merupakan bentuk kemurahan dan keluasan
Allah kepada umat-Nya. Namun perlu dipahami, bahwa dalam satu perkara
tidak mungkin memiliki dua arti yang kontadiktif seperti halal dan haram
dalam satu ayat. Keluasan Allah ini tidak berlaku pada halal dan haram,
menghalalkan yang haram ataupun sebaliknya, bukan pada perubahan
sesuatu dalam makna-makna yang telah disebutkan.11
2. Pendapat ini beranggapan bahwa yang dimaksud dengan ahruf sab’ah
adalah tujuh wajah yang dapat berubah-ubah. Pendapat ini merupakan
pendapatnya imam al-Razi yang didukung oleh banyak madzhab dan
kelompok, seperti, Ibnu Qutaibah, al-Qadhi Ibnu al-Thayyib, Abu al-Fadl
al-Razi, Ibnu al-Jazari dll, dan dikuatkan oleh pendapat para ulama
muta’akhirin, semisal al-Zurqani dan Shubhi Shaleh.
Pendapat ini mengutarakan bahwa yang dimaksud dengan ahruf
sab’ah adalah tidak keluar dari tujuh wajah:
a. Perbedaan yang berkenaan dengan ragam isim, seperti mufrad,
tatsniah, jamak, mudhakkar dan mu’annats.
b. Perubahan yang berkenaan dengan ragam fi’il, seperti madhi,
mudhari’ dan amr.
c. Perbedaan yang berkenaan dengan wajah-wajah I’rab.
d. Perbedaan yang berkenaan dengan Naqsh (pengurangan huruf)
dan Ziyadah (penambahan huruf).
e. Perbedaan yang berkenaan dengan taqdim (mendahulukan
kata) dan ta’khir (mengakhirkan kata).
f. Perbedaan yang berkenaan dengan ibdal (pergantian huruf).
g. Perbedaan yang berkenaan dengan lahjah (dialek) seperti,
membaca fathah, imalah, tafkhim, idhhar, idgham dll.
11 Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Quran…, 164.
Moh. Fathurrozi & Rif’iyatul Fahimah Keterkaitan Ahruf Sab’ah
148 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume III Nomor 2 September 2020 e-ISSN 2620-5122
b. Pendapat ini berpandangan bahwa yang dimaksud dengan
ahruf sab’ah adalah tujuh bahasa dari bahasa Arab. Pendapat
ini terbagi menjadi dua kelompok:
Kelompok pertama, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ahruf
sab’ah adalah tujuh bahasa dari bahasa Arab yang terkenal, seperti kata
yang memiliki perbedaan lafadz namun memiliki satu makna dan tidak
kontradiktif. Seperti contoh:
.وقربي قصدي، نحوي، إلي، اقبل، تعال، هلم،
Ketujuh kata ini, memiliki ungkapan/lafadz yang berbeda-beda namun
memiliki satu arti yang sama, yaitu memohon sambutan. Pendapat ini
diwakili oleh mayoritas ulama seperti al-Thabari, al-Qurthubi, para ahli
fiqh dan hadis.
Kelompok kedua, berpendapat bahwa Al-Qur’an diturunkan atas
tujuh bahasa yang berbeda-beda. Sebagian diturunkan dengan bahasa
Quraish, bahasa Hudhail, bahasa Hawazin, bahasa Yaman. ahruf sab’ah
berserakan di dalam bahasa-bahasa tersebut.
Berdasarkan beberapa pandangan di atas, barangkali yang dimaksud
dengan ahruf sab’ah adalah: tujuh bahasa dari bahasa Arab yang
memiliki aspek perbedaan dari segi lafadz tetapi tidak berbeda dari segi
makna, begitu pula perbedaan dalam ihwal pengucapan, ungkapan dan
penyampaian.
HADIS TENTANG AHRUF SAB’AH
Sumber utama dalam perdebatan ulama tentang ahruf sab’ah yang
kemudian melahirkan qira’at atau bacaan yang banyak adalah hadis Nabi
yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi, baik dari kitab shahih Bukhari,
shahih Muslim atau yang lainnya. Para ulama mencatat bahwa hadis yang
menjelaskan tentang ahruf sab’ah banyak diriwayatkan oleh para sahabat12.
Dalam kitab “al-Madkhal Ii Dirasat Al-Qur’an Al-Karim” karya Abu
Syahbah menjelaskan bahwa sahabat yang meriwayatkan hadis tentang ahruf
sab’ah ini di antaranya adalah: Ubay bin Ka’ab, Anas bin Malik, Hudzaifah
Ibnu Yaman, Zaid bin Arqam, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Abdurrahman bin
Auf, Utsman bin Affan, Umar bin Khattab, Muadz bin Jabal, Abu Said Al-
Khudri, Abu Talhah al-Ansari, dan lain-lainnya. Oleh karena itu, hadis-hadis
yang menjelaskan tentang ahruf sab’ah dan ragam bacaan al-Qur’an oleh
pakar hadis dinilai sebagai hadis yang shahih dan dapat dipertanggung
12 Jalaluddi>n al-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Quran,..
Moh. Fathurrozi & Rif’iyatul Fahimah Keterkaitan Ahruf Sab’ah
149 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume III Nomor 2 September 2020 e-ISSN 2620-5122
jawabkan kehujjahannya, baik dari segi matan hadis maupun dari segi
perawinya.
Berikut adalah sebagian dari redaksi hadis tentang ahruf sab’ah:
، حدثني :قال ع فير، بن سعيد ناحدث ع روة حدثني :قال شهاب، ابن عن ع قيل، حدثني :قال الليث بير، بن حمن وعبد مخرمة، بن المسور أن الز ، عبد بن الر ما حدثاه القاري بن ع مر اسمع أنه
رس ول حياة في الف رقان س ورة يقرأ حزام، بن حكيم بن هشام سمعت :يق ول الخطاب، صلى اللوف على يقرأ ه و فإذا لقراءته، فاستمعت وسلم، عليه الله ر رس ول ئنيهاي قر لم كثيرة، ح صلى الله فكدت وسلم، عليه الله لاة، في أ ساور أقرأك من :فق لت بردائه، فلببت ه سلم، حتى فتصبرت الص
رس ول أقرأنيها :قال ؟ تقرأ سمعت ك التي السورة هذه فإن كذبت، :فق لت وسلم، عليه الله صلى الل رس ول رس ول إلى أق ود ه به فانطلقت قرأت، ما غير على أقرأنيها قد وسلم عليه الله صلى الل اللوف على الف رقان بس ورة يقرأ هذا سمعت إن ي :فق لت وسلم، عليه الله صلى ر فقال ت قرئنيها، لم ح رس ول فقال يقرأ ، سمعت ه التي القراءة عليه فقرأ هشام ، يا اقرأ أرسله ، :وسلم عليه الله صلى اللا رس ول أقرأني، التي القراءة فقرأت ع مر، يا اقرأ :قال ث م أ نزلت، كذلك :وسلم عليه الله صلى لل
رس ول فقال ف، ةسبع على أ نزل الق رآن هذا إن أ نزلت كذلك :وسلم عليه الله صلى الل أحر
وا 13.منه تيسر ما فاقرء
Artinya: “Aku (Umar) mendengar Hisyam bin Hakim membaca surat al-
Furqan ketika Rasulullah masih hidup dan aku memperhatikan bacaannya.
Tiba-tiba dia membaca dengan huruf yang belum pernah aku dengar dari oleh
Rasulullah, hal ini membuatku geram ingin segera melabraknya saat itu juga,
namun aku berusaha sabar menunggunya hingga usai shalat. Setelah salam,
kutarik surbannya seraya bertanya: “Siapakah yang telah mengajarkan
qira’at/bacaan surat yang kamu baca tadi?”. Dia menjawab: “Rasulullah
membacakannya kepadaku”. Akupun berkata: “Kau berbohong,
sesungguhnya Rasulullah mengajarkanku qira’at/bacaan surat tersebut tidak
seperti yang kau baca”. Lantas kuajak dia menghadap Rasulullah dan
kusampaikan kepada beliau: “Saya mendengar dia membaca surat al-Furqan
dengan beberapa huruf yang tidak engkau ajarkan kepadaku”. Rasulullah
menyuruh Umar melepaskan Hisyam dan menyuruhnya membaca. “Bacalah,
wahai Hisyam”. Maka dia membaca sebagaimana yang aku dengar tadi.
Kemudian Rasulullah bersabda: “Demikian (qira’at/bacaan) surat tersebut
diturunkan”. Setelah itu, Nabipun menyuruhku membaca. “Bacalah, wahai
Umar”. Maka aku membaca sebagaimana yang diajarkan Rasulullah.
Rasulullahpun bersabda: “Demikian pula (qira’at/bacaan) surat tersebut
13 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (t.t: Dar Thuq al-Najah, t.th), 184.
Moh. Fathurrozi & Rif’iyatul Fahimah Keterkaitan Ahruf Sab’ah
150 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume III Nomor 2 September 2020 e-ISSN 2620-5122
diturunkan. Sesungguhnya Al-Quran diturunkan atas tujuh huruf, maka
bacalah apa yang mudah darinya (pilihlah yang mudah di antaranya)”.
، حدثني :قال ع فير، بن سعيد حدثنا ع بيد حدثني :قال ،شهاب ابن عن ع قيل، حدثني :قال الليث
، عبد بن الل عبد أن الل ما، الل رضي عباس بن الل رس ول أن :حدثه عنه عليه الله صلى الل
سبعة إلى انتهى حتى ويزيد ني أستزيد ه أزل فلم فراجعت ه ، حرف على جبريل أقرأني :قال وسلم
ف 14 أحر
Artinya: “Abdullah bin Abbas berkata: Rasulullah bersabda: “Jibril
mengajarkanku satu huruf (bentuk bacaan) dan aku mengulang-ulangnya,
kemudian aku memohon untuk menambahkan (mengajarkan) huruf lain dan
ia bersedia menambah (mengajarkan) huruf yang lain hingga sampai tujuh
huruf”.
وسى بن الحسن حدثنا :قال منيع بن أحمد حدثنا ، حدثنا :قال م بن زر عن عاصم، عن شيبان
بيش، عن ح بي رس ول لقي :قال عب،ك بن أ إن ي جبريل يا :فقال جبريل، وسلم عليه الل صلى الل
ة إلى ب عثت ي ين أ م م :أ م ، منه وز ، والشيخ العج ل والجارية ، والغ لام ، الكبير ج اباكت يقرأ لم الذي والر
د يا :قال قط، حم ف سبعة على أ نزل الق رآن إن م أحر 15
Artinya: “Ubay bin Ka’ab bercerita bahwa Rasulullah bertemu dengan Jibril
dan berkata: “Wahai Jibril, sesungguhnya aku diutus kepada umat yang
ummi, sebagian dari mereka ada yang telah renta, umur yang tua, ada anak
kecil, budak dan orang yang tidak bisa membaca tulisan sama sekali. Jibril
berkata: “Wahai, Muhammad, sesungguhnya Al-Quran ini diturunkan atas
tujuh huruf”.
ثنى، ابن وحدثناه ح ش عبة، عن غ ندر، احدثن شيبة، أبي بن بكر أب و وحدثنا قال بشار، وابن الم ثنى ابن د حدثنا :الم حم جاهد، عن الحكم، عن ش عبة ، حدثنا جعفر، بن م عن ليلى، أبي ابن عن م
بي عليه جبريل فأتاه :قال غفار، بني أضاة عند كان وسلم عليه الله صلى نبيال أن كعب، بن أ
ك الله إن :فقال السلام ، ر ت ك تقرأ أن يأم عافاته الله أسأل :فقال حرف، على الق رآن أ م ،ومغفرته م تي وإن ك الله إن :فقال الثانية، أتاه ث م ، ذلك ت طيق لا أ م ر ت ك تقرأ أن يأم ، حرفين على الق رآن أ م
عافاته الله أسأل :فقال تي وإن ومغفرته ، م ك الله إن :فقال الثالثة، جاءه ث م ذلك، ت طيق لا أ م ر يأم
ت ك تقرأ أن ف، ثلاثة على الق رآن أ م عافاته الله أسأل :فقال أحر تي وإن ومغفرته ، م ت طيق لا أ م
14 Ibid., 184. 15 Al-Turmudhi, Sunan al-Turmudhi (Mesir: Maktabah Mushthafa al-Babi al-Halibi, 1975),
194.
Moh. Fathurrozi & Rif’iyatul Fahimah Keterkaitan Ahruf Sab’ah
151 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume III Nomor 2 September 2020 e-ISSN 2620-5122
ابعة، جاءه ث م ذلك، ر الله إن :فقال الر ت ك تقرأ أن كيأم ف، سبعة على الق رآن أ م حرف فأيما أحر
وا أصاب وا فقد عليه قرء 16
Artinya: “Ubay bin Ka’ab menjelaskan bahwa ketika Nabi berada di dekat
parit Bani Ghifar, beliau di datangi oleh Jibril seraya mengatakan:
“Sesungguhnya Allah memerintahkanmu supaya membacakan Al-Quran
kepada umatmu dengan satu huruf. Beliau menjawab: “Aku memohon
kepada Allah ampunan dan maghfirah-Nya, karena umatku tidak dapat
melaksanakan perintah itu. Kemudian Jibril datang lagi untuk kedua kalinya
dan berkata: “Allah memerintahkanmu membacakan Al-Quran kepada
umatmu dengan dua huruf. Nabi menjawab: “Aku memohon kepada Allah
ampunan dan maghfirah-Nya, karena umatku tidak kuat melaksanakannya.
Jibril datang lagi untuk ketiga kalinya dan berkata: “Allah memerintahkanmu
membacakan Al-Quran kepada umatmu dengan tiga huruf”. Nabi menjawab:
“Aku memohon kepada Allah ampunan dan maghfirah-Nya, karena umatku
tidak kuat melaksanakannya. Kemudian Jibril dating lagi untuk keempat
kalinya dan berkata: ““Allah memerintahkanmu membacakan Al-Quran
kepada umatmu dengan tujuh huruf, dengan huruf mana saja mereka
membaca, mereka tetap benar”.
HUBUNGAN AHRUF SAB’AH DENGAN QIRA’AT SAB’AH Qira’at sab’ah merupakan bacaan Al-Qur’an yang memiliki
transmisi sanad yang sangat jelas dan shahih kepada Rasulullah. Bacaan ini
merupakan hasil penyeleksian dan penelitian para imam qira’at terhadap
bacaan Al-Qur’an, kemudian hasil dari penyeleksian dan penelitian tersebut
dijaga, dilestarikan dan diajarkan kepada masyarakat pada suatu tempat,
hingga kemudian bacaan tersebut dinisbatkan kepada para imam qira’at yang
mengajarkan. Orang yang pertama kali melakukan kodifikasi qira’at
sab’ah atau imam qira’at sab’ah adalah Imam Mujahid dalam kitabnya
“Kitab al-Sab’ah”. Hasil kodifikasinya ini mendapatkan respon yang sangat
baik dari kalangan masyarakat maupun para intelektual muslim saat itu,
terlepas dari faktor ekonomi dan politik.
Tidak sedikit orang menyangka bahwa yang dimaksud dengan qira’at sab’ah
adalah ahruf sab’ah. Faktor utama munculnya persangkaan ini adalah karena
Ibnu Mujahid memilih untuk membahas tujuh imam qira’at dalam kitabnya,
yang jumlahnya sama dengan jumlah ahruf sab’ah. Apalagi pada suatu
kesempatan para ulama menggunakan kata huruf dalam studi qira’at. Seperti
16 Imam Muslim, Sahih Muslim (Beirut: Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabi, t.th) 562.
Moh. Fathurrozi & Rif’iyatul Fahimah Keterkaitan Ahruf Sab’ah
152 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume III Nomor 2 September 2020 e-ISSN 2620-5122
perkataan: “Bacalah dengan huruf Nafi’ atau bacalah dengan huruf Ibnu
Katsir”, maka yang demikian ini menimbukan kuatnya persangkaan bahwa
qira’at Al-Quran adalah ahruf sab’ah.17
Dari pemaparan di atas, terdapat pertanyaan terkait hubungan antara qira’at
dan ahruf sab’ah sebagai berikut: Apakah qira’at sab’ah adalah ahruf sab’ah
itu sendiri atau hanya bagian dari ahruf sab’ah?.
Ada beberapa pendapat perihal hubungan antara qira’at sab’ah dan
ahruf sab’ah. Pendapat tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok, yaitu:
1. Kelompok ini mengungkapkan bahwa tujuh qira’at ditambah tiga
qira’at yang lain, sehingga menjadi sepuluh qira’at, qira’at Hasa al-
Bashri, al-Yazidi dan yang lainnya, merupakan “satu huruf” dari tujuh
huruf yang terdapat dalam al-Qur’an. Ia adalah huruf yang ditulis oleh
Sahabat Utsman dalam mushafnya yang kemudian disebarkan ke
seluruh penjuru Negeri Islam.
Pendapat ini dikemukakan oleh sekelompok ulama yang dipelopori
oleh Ibnu Jarir al-Thabari yang mengatakan: “Bukanlah yang dibaca
oleh orang muslim saat ini kecuali satu huruf yang dipilih oleh imam
qira’at, bukan enam huruf yang tersisa”.18
2. Kelompok ini diwakili oleh ahli kalam dan ahli qurra’ yang
mengungkapkan bahwa qira’at, baik yang tujuh, sepuluh ataupun
yang lainnya adalah secara keseluruhan merupakan “representasi”
dari ahruf sab’ah yang terdapat dalam al-Quran. Bahkan sebagian
mereka berpendapat bahwa ahruf sab’ah terus dinukil secara
mutawatir sampai sekarang.
Kelompok ini ber-hujjah bahwa tidak diperbolehkan bagi umat Islam
meninggalkan sedikitpun dari ahruf sab’ah, jika hal tersebut
ditinggalkan, maka seluruh umat ini telah bersalah.19
3. Kelompok ini berpendapat bahwa qira’at merupakan “bagian” dari
ahruf sab’ah yang terdapat dalam al-Quran. Pendapat ini didukung
oleh beberapa ulama, di antaranya adalah: Makki bin Abi Thalib dan
Ibnu al-Jazari.
Sehubungan dengan hal tersebut, Imam Makki bin Abi Thalib
mengatakan bahwa seluruh ragam qira’at yang dibaca pada saat ini,
17 Amal Khamis Hammad, “Tafsir al-Quran bi al-Qira’at al-Quraniyat al-Ashr…,15. 18 ‘Amal Khamis Hammad, Tafsir al-Quran bi al-Qira’at al-Quraniyat al-Ashr, 16. 19 Ibid., 17.
Moh. Fathurrozi & Rif’iyatul Fahimah Keterkaitan Ahruf Sab’ah
153 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume III Nomor 2 September 2020 e-ISSN 2620-5122
dan shahih periwayatannya dari para imam qira’at adalah bagian dari
ahruf sab’ah yang terdapat dalam al-Quran.
Senada dengan pendapat ini, Sya’ban Muhammad Ismail
mengungkapkan bahwa qira’at yang kita baca saat ini, baik qira’at
sab’ah, asyrah maupun qira’at syadz adalah bagian dari ahruf sab’ah.
Sebagian dari ahruf sab’ah telah dinasakh pada saat wahyu terakhir
diturunkan oleh Jibril kepada Nabi pada bulan Ramadhan tahun
terakhir dari masa hidup Nabi.20
KESIMPULAN.
Dari beberapa pemaparan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Para ulama berbeda pendapat tentang pengertian ahruf sab’ah.
Pendapat ini dikelompokkan ke dalam dua pendapat:
a. Pendapat pertama mengutarakan bahwa ahruf sab’ah
berhubungan dengan variasi makna bukan pada lafadz.
b. Pendapat kedua beranggapan bahwa yang dimaksud dengan ahruf
sab’ah adalah tujuh wajah yang dapat berubah-ubah.
2. Qira’at sab’ah adalah bacaan para imam qira’at sab’ah (tujuh) yang
memiliki standart transmisi yang shahih dan mutawatir hingga sampai
kepada Rasulullah.
3. Hubungan antara ahruf sab’ah dan qira’at sab’ah adalah hubungan
khusus dan umum. Qira’at sab’ah merupakan bagian dari ahruf
sab’ah, sedangkan ahruf sab’ah merupakan pioner utama munculnya
qira’at sab’ah. Dalam hal ini ulama mengklasifikasi hubungan ini ke
dalam beberapa pendapat:
a. Kelompok ini mengungkapkan bahwa tujuh qira’at ditambah
dengan tiga qira’at lain, sehingga menjadi sepuluh qira’at,
qira’at Hasan al-Bashri, al-Yazidi dan yang lainnya, tidak lain
adalah “satu huruf” dari tujuh huruf yang terdapat dalam al-
Quran. Ia adalah huruf yang ditulis oleh Sahabat Utsman dalam
mushafnya yang kemudian disebarkan ke seluruh penjuru
Negeri Islam.
b. Kelompok ahli kalam dan ahli qurra’ yang mengungkapkan
bahwa qira’at, baik yang tujuh, sepuluh ataupun yang lainnya
secara keseluruhan adalah “representasi” dari ahruf sab’ah yang
terdapat dalam al-Quran. Bahkan sebagian mereka berpendapat
20 Muhammad Sya’ban Ismail, al-Qira’at Ahkamuha wa Mashdaruha (Kairo: Dar al-Salam,
2008), 51.
Moh. Fathurrozi & Rif’iyatul Fahimah Keterkaitan Ahruf Sab’ah
154 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume III Nomor 2 September 2020 e-ISSN 2620-5122
bahwa ahruf sab’ah terus dinukil secara mutawatir sampai
sekarang.
c. Kelompok ini berpendapat bahwa qira’at merupakan “bagian”
dari ahruf sab’ah yang terdapat dalam al-Quran. Pendapat ini
didukung oleh beberapa ulama, di antaranya adalah: Makki bin
Abi Thalib dan Ibnu al-Jazari.
Moh. Fathurrozi & Rif’iyatul Fahimah Keterkaitan Ahruf Sab’ah
155 | Mukammil: Jurnal Kajian Keislaman
Volume III Nomor 2 September 2020 e-ISSN 2620-5122
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran al-Adzim Abdurrahman bin Ibrahim Al-Matrudi, Al-Ahruf al-Qur’aniyah Al-Sab’ah. Riyadh: Dar-‘Alim Al-Kutub,1991.
Abd al-Mun’in al-Namr, Ulum al-Quran al-Karim. Kairo: Dar al-Kitab al-
Mishri, 1983.
Abd al-Fattah Abu Sinnah, Ulum al-Quran. Kairo: Dar al-Syaruq, 1995.
Amal Khamis Hammad, “Tafsi>r al-Quran bi al-Qira’at al-Quraniyat al-Ashr min Khilal Suwar: al-Isra’ wa al-Kahfi wa Maryam” . Tesis--Universitas al-
Jami’ah al-Islamiah, Madinah, 2006.
Al-Zurqani, Manahil Irfan fi Ulum Al-Qur’an, Kairo: Dar Ihya Al-Kutub Al-
Arabiyah, tt.
Jalaluddin al-Suyuti, al-Itqan fi Ulum al-Quran. Kairo: Maktabah Dar al-
Turats, 2007.
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari. t.t: Dar Thuq al-Najah, t.th.
Al-Turmudhi, Sunan al-Turmudhi. Mesir: Maktabah Mushthafa al-Babi al-
Halibi, 1975.
Imam Muslim, Sahih Muslim. Beirut: Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabi, t.th.
Muhammad Sya’ban Ismail, al-Qira’at Ahkamuha wa Mashdaruha. Kairo:
Dar al-Salam, 2008.
Manna’ Khalil al-Qaththan, Mabahis fi Ulum al-Quran, (Kairo: Maktabah
al-Ma’arif li al-Nasyar wa al-Tauzi’, 2000.