modul-sl-blok2.3-mahasiswa.pdf
TRANSCRIPT
1
PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS
(SKILL LABORATORY)
BLOK 2.3 (DASAR-DASAR PATOLOGI)
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN AJARAN 2014/2015
2
KONTRIBUTOR
KOORDINATOR BLOK : dr. Nindya Aryanti, M.Med.Ed
SEKRETARIS BLOK : dr. Emiyati
TIM BLOK : dr. Frizky Arlind
dr. Siska Nurlela
STUDENT CENTER TEACHING: Bagian Ilmu Penyakit Dalam SMF Interne , RSD. Raden
Mattaher , Jambi .
3
KATA PENGANTAR
Proses pembelajaran pada Blok 2.3 (Dasar-dasar Patologi) ini merupakan integrasi dari
ilmu sistem digesti dan urinari serta sistem endokrin dan reproduksi. Dalam blok ini, mahasiswa
akan mempelajari dasar-dasar patologi yang akan diterapkan pada pembelajaran mengenai
berbagai penyakit pada blok-blok berikutnya
Untuk mendukung kemampuan tersebut, dalam blok ini mahasiswa akan dititikberatkan
pada metode belajar mandiri secara aktif serta keterampilan menyatakan pendapat baik secara
verbal maupun tertulis, terdiri dari sesi kuliah tatap muka, diskusi kelompok, dan skills lab.
Proses pembelajaran ini telah disusun sedemikian rupa dengan maksud agar mahasiswa dapat
mengembangkan kemampuan analisis, evaluasi dan argumentasi dalam konteks sosial budaya
masyarakat Indonesia dengan mempertimbangkan aspek etika kedokteran dan humaniora.
Dalam rangka mencapai tujuan akhir yaitu menjadi dokter keluarga, selain mempunyai
perilaku yang baik, beretika, seorang dokter juga harus terampil serta mampu berkomunikasi
secara efektif. Dalam blok 2.3 (Dasar-Dasar Patologi) ini mahasiswa akan mempelajari tentang
skills lab anamnesis dan penulisan rekam medis, bantuan hidup dasar, penutupan dan
pembalutan luka, serta skills terintegrasi dengan blok sebelumnya. Untuk masing-masing materi
skill lab akan dilakukan dalam 3 sesi , yang pertama merupakan sesi terbimbing dimana
mahasiswa akan didampingi oleh seorang tutor untuk masing-masing kelompok, sesi kedua
adalah feedback (proses evaluasi), dan sesi ketiga adalah ujian OSCE yang akan diadakan pada
akhir semester. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, mahasiswa diharapkan dapat
mengikuti skill lab dengan sebaik-baiknya.
Jambi, Juni 2014
4
DAFTAR ISI
KONTRIBUTOR 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
DAFTAR KOMPETENSI 5
BASIC LIFE SUPPORT (BANTUAN HIDUP DASAR) 7
PENATALAKSANAAN PASIEN TERINTEGRASI 28
DASAR-DASAR ANAMNESIS 32
PENUTUPAN DAN PEMBALUTAN LUKA 45
5
DAFTAR KOMPETENSI
Berdasarkan SKDI (Standar Kompetensi Dokter Indonesia) 2012, ada beberapa level
kompetensi yang harus dipenuhi oleh mahasiswa kedokteran untuk menjadi seorang dokter.
Daftar Keterampilan Klinis dikelompokkan menurut sistem tubuh manusia untuk
menghindari pengulangan. Pada setiap keterampilan klinis ditetapkan tingkat kemampuan yang
harus dicapai di akhir pendidikan dokter dengan menggunakan Piramid Miller (knows, knows
how, shows, does). Tingkat kemampuan tersebut, sebagai berikut:
Tingkat kemampuan 1 (Knows): Mengetahui dan menjelaskan
Lulusan dokter mampu menguasai pengetahuan teoritis termasuk aspek biomedik dan
psikososial keterampilan tersebut sehingga dapat menjelaskan kepada pasien/klien dan
keluarganya, teman sejawat, serta profesi lainnya tentang prinsip, indikasi, dan
komplikasi yang mungkin timbul. Keterampilan ini dapat dicapai mahasiswa melalui
perkuliahan, diskusi, penugasan, dan belajar mandiri, sedangkan penilaiannya dapat
menggunakan ujian tulis.
Tingkat kemampuan 2 (Knows How): Pernah melihat atau didemonstrasikan
Lulusan dokter menguasai pengetahuan teoritis dari keterampilan ini dengan
penekanan pada clinical reasoning dan problem solving serta berkesempatanuntuk
melihat dan mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau
pelaksanaan langsung pada pasien/masyarakat. Pengujian keterampilan tingkat
kemampuan 2 dengan menggunakan ujian tulis pilihan berganda atau penyelesaian kasus
secara tertulis dan/atau lisan (oral test).
Tingkat kemampuan 3 (Shows): Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah
supervise
Lulusan dokter menguasai pengetahuan teori keterampilan ini termasuk latar belakang
biomedik dan dampak psikososial keterampilan tersebut, berkesempatan untuk melihat
dan mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan
langsung pada pasien/masyarakat, serta berlatih keterampilan tersebut pada alat peraga
dan/atau standardized patient. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 3 dengan
6
menggunakan Objective Structured Clinical Examination (OSCE) atau Objective
Structured Assessment of Technical Skills (OSATS).
Tingkat kemampuan 4 (Does): Mampu melakukan secara mandiri
Lulusan dokter dapat memperlihatkan keterampilannya tersebut dengan menguasai
seluruh teori, prinsip, indikasi, langkah-langkah cara melakukan, komplikasi, dan
pengendalian komplikasi. Selain pernah melakukannya di bawah supervisi, pengujian
keterampilan tingkat kemampuan 4 dengan menggunakan Workbased Assessment
misalnya mini-CEX, portfolio, logbook, dsb.
4A. Keterampilan yang dicapai pada saat lulus dokter
4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB)
Dengan demikian di dalam Daftar Keterampilan Klinis ini tingkat kompetensi tertinggi
adalah 4A.
Pada topik dasar-dasar patologi ini, berikut adalah daftar standar kompetensi
terkait.
NO KETERAMPILAN LEVEL KOMPETENSI
1. Bantuan Hidup Dasar 4A
2. Autoanamnesis dengan pasien 4A
3. Alloanamnesis dengan anggota
keluarga/orang lain yang bermakna
4A
4. Memperoleh data mengenai
keluhan/masalah utama
4A
5. Menelusuri riwayat perjalanan penyakit
sekarang/dahulu
4A
6. Memperoleh data bermakna mengenai
riwayat perkembangan, pendidikan,
pekerjaan, perkawinan, kehidupan
keluarga
4A
7
BASIC LIFE SUPPORT (BLS) /
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)
TUJUAN UMUM
Mahasiswa mampu melakukan Bantuan Hidup Dasar sesuai dengan kebutuhan pasien.
TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti keterampilan klinik mengenai Bantuan Hidup Dasar ini, diharapkan
mahasiswa mampu :
1. Memeriksa tingkat kesadaran berdasarkan penilaian AVPU
2. Membebaskan jalan nafas
3. Menilai jalan nafas dengan teknik Look, listen and feel
4. Memberikan bantuan nafas pada korban henti nafas
5. Memeriksa denyut nadi karotis
6. Melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) pada korban henti nafas dan henti jantung
7. Menempatkan korban pada posisi pemulihan (recovery position)
RENCANA PEMBELAJARAN
1) Pra-sesi
- Mahasiswa menyaksikan video pemberian bantuan hidup dasar
http://www.youtube.com/watch?v=xtOZN4F4DSo
http://www.youtube.com/watch?v=OTXGbdOdH2M
http://www.youtube.com/watch?v=FREYDwotESE
- Mahasiswa diwajibkan mengerjakan working plan (menjawab beberapa pertanyaan
tentang bantuan hidup dasar dengan referensinya yaitu video BHD, buku panduan skills
lab bantuan hidup dasar, kuliah, dan referensi lain)
8
SKENARIO KLINIS
Pada suatu hari, Anda sedang lari pagi di Gubernuran, tiba-tiba Anda melihat seorang
laki-laki berusia ± 60 tahun terjatuh dan tidak sadarkan diri.
Apa yang Anda lakukan untuk menolongnya?
TINJAUAN TEORI
Basic Life support / Bantuan Hidup Dasar merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk
mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban mengalami keadaan yang mengancam
jiwa. Sedangkan bantuan yang diberikan pada pasien /korban yang dilakukan dirumah sakit
sebagai kelanjutan dari BHD disebut Bantuan Hidup Lanjut/Advance Cardiac Life Support
(ACLS).
Yang dilakukan pada saat pertama kali menemukan pasien/korban adalah melakukan
penilaian dini guna menemukan adanya suatu keadaan yang mengancam jiwa. Aapun indikasi
dilakukannya bantuan hidup dasar (BHD) adalah :
1. Henti Napas
Merupakan suatu keadaan berhentinya pernapasan spontan disebabkan karena ganggguan
jalan napas baik parsial maupun total atau karena gangguan pusat pernapasan.
Adapun penyebab dari henti napas, yaitu :
a. Sumbatan jalan napas
Jalan napas dapat mengalami sumbatan total ataupun parsial. Sumbatan jalan napas
total dapat menyebabkan henti jantung secara mendadak karena berhentinya suplai
oksigen ke otak maupun ke miokard. Sumbatan jalan napas parsial umumnya lebih
lambat menimbulkan henti jantung, namun usaha yang dilakukan tubuh untuk bernapas
dapat menyebabkan kelelahan.
Kondisi-kondisi yang menyebabkan sumbatan jalan napas :
- Benda asing ( termasuk darah)
- Muntahan
- Edem laring atau bronkus akibat trauma langsung pada wajah atau tenggorokan
- Spasme laring atau bronkus baik akibat radang atau trauma
- Tumor
b. Gangguan paru
9
Kondisi-kondisi paru yang menyebabkan gangguan oksigenasi dan ventilasi antara lain :
- Infeksi
- Aspirasi
- Edema paru
- Kontusio paru
- Keadaan tertentu yang menyebabkan rogga paru tertekan oleh benda asing, seperti
pneumothoraks, hemtothoraks, efusi pleura
c. Gangguan Neuromuskular
Kondisi-kondisi yang menyebabkan penurunan kemampuan otot-otot utama pernapasan
(otot dinding dada, diafragma, dan otot intercostal) untuk mengembang kempiskan paru,
antara lain :
- Miastenia gravis
- Sindroma Guillen Bare
- Multiple sclerosis
- Poliomielitis
- Kiposkoliosis
- Muskular distrofi
- Penyakit motor neuron
2. Henti Jantung
Merupakan suatu keadaan berhentinya sirkulasi peredaran darah karena kegagallan jantung
untuk melakukan kontraksi secara efektif, keadaan tersebut bisa disebabkan oleh penyakit
primer dari jantung atau penyakit sekunder non-jantung.
Kondisi primer penyebab henti jantung, yaitu :
- Gagal jantung
- Tamponade jantung
- Miokarditis
- Kardiomiopati
- Hipertrofi
- Fibrilasi ventrikel yang mungkin disebabkan oleh iskemia miokard, infark miokard,
tersengat listrik, gangguan elektrolit, atau karena konsumsi obat-obatan.
10
3. Tidak Sadarkan Diri
Survey bantuan hidup dasar bertujuan untuk membantu atau mengembalikan oksigenisasi,
ventilasi, dan sirkulasi yang efektif sampai kembalinya sirkulasi spontan atau hingga
intervensi bantuan hidup jantung lanjut (BHJL) dapat dimulai. Pelaksanaan tindakan ini pada
dasarnya akan meningkatkan kemungkinan pasien untuk bertahan hidup dan memperoleh
hasil akhir neurologis yang lebih baik.
Survey primer BHD merupakan suatu pendekatan ABC yang menggunakan serangkaian
pemeriksaan yang berurutan.
A = Airway control atau penguasaan jalan nafas
B = Breathing Support atau bantuan pernafasan
C = Circulatory Support atau bantuan sirkulasi lebih dikenal dengan Pijatan Jantung
Luar dan menghentikan perdarahan besar
Alur bantuan hidup dasar
INGAT!!! Sebelum melakukan survey BHD, kita harus memastikan bahwa lingkungan sekitar
penderita aman untuk melakukan pertolongan, dilanjutkan dengan memeriksa kemampuan
respon penderita, sambil meminta pertolonan untuk mengaktifkan sistem gawat darurat.
11
Gambar 1 Alur Bantuan Hidup Dasar
Sumber: American heart association; Guidelines CPR
Sebelum melakukan tahapan A (airway) terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada
pasien/korban, yaitu:
1. Memastikan keamanan lingkungan
Aman bagi penolong maupun aman bagi pasien/korban itu sendiri.
12
2. Memastikan kesadaran pasien/korban
Dalam memastikan pasien/korban dapat dilakukan dengan menyentuh atau menggoyangkan
bahu pasien/korban dengan lembut dan mantap, sambil memanggil namanya atau Pak!!!/
Bu!!!!/ Mas!!!/Mbak!!!, dll.
Salah satu cara memeriksa kesadaran adalah dengan menilai AVPU :
A (Alert) : kesadaran baik, orientasi baik saat ditanyakan nama, tempat, tanggal, waktu
V (Verbal) : korban hanya memberi respon jika di panggil
P (Pain) : korban baru memberikan respon jika diberi rangsang sakit
U (Unresponsive) : korban tidak berespon terhadap rangsangan apapun
3. Meminta pertolongan
Bila diyakini pasien/korban tidak sadar atau tidak ada respon segera minta pertolongan
dengan cara : berteriak ”tolong !!!!” beritahukan posisi dimana, pergunakan alat komunikasi
yang ada, atau aktifkan bel/sistem emergency yang ada (bel emergency di rumah sakit).
4. Memperbaiki posisi pasien/korban
Tindakan BHD yang efektif bila pasien/korban dalam posisi telentang, berada pada
permukaaan yang rata/keras dan kering. Bila ditemukan pasien/korban miring atau telungkup
pasien/korban harus ditelentangkan dulu dengan membalikkan sebagai satu kesatuan yang
utuh untuk mencegah cedera/komplikasi.
5. Mengatur posisi penolong
Posisi penolong berlutut sejajar dengan bahu pasien/korban agar pada saat memberikan
batuan nafas dan bantuan sirkulasi penolong tidak perlu banyak pergerakan
A (AIRWAY CONTROL) : Membebaskan Jalan Nafas
Dalam teknik ini diajarkan bagaimana cara membuka jalan napas, membersihkan jalan napas
serta mempertahankan jalan napas untuk memperbaiki oksigenisasi tubuh serta ventilasi.
Membuka Jalan Nafas
13
Gambar 2 Teknik membuka jalan nafas head-tilt/chin-lift
Sumber: American heart association; BLS
Pada penderita yang mengalami penurunan kesadaran, maka lidah mungkin jatuh ke belakang
dan menyumbat hipofaring. Bentuk sumbatan seperti ini dapat segera diperbaiki dengan cara
mengangkat dagu (head-tilt and chin-lift maneuver) atau dengan mendorong rahang ke bawah
ake arah depan (jaw-thrust maneuver). Airway selanjutnya dapat dipertahankan dengan airway
orofaringeal (oropharyngeal airway) atau nasofaringeal (nasopharyngeal airway). Tindakan
yang digunakan untuk membuka
airway dapat menyebabkan atau
memperburuk cedera spinal, oleh
karena itu leher penderita selama
mengerjakan prosedur ini harus
dilakukan immobilisasi segaris (in-
line immobilization).
Cek apakah ada tanda-tanda berikut :
Luka-luka dari bagian bawah bahu ke atas (supra clavicula)
Pasien mengalami tumbukan di berbagai tempat (misal : terjatuh dari sepeda motor)
Berdasarkan saksi pasien
mengalami cedera di tulang
belakang bagian leher
Tanda-tanda tersebut adalah tanda-tanda kemungkinan terjadinya cedera pada tulang belakang
bagian leher (cervical), cedera pada bagian ini sangat berbahaya. Apabila ditemukan tanda-tanda
di atas maka lakukan Head-tilt dan Chin-lift maneuver.
Head-tilt and Chin-lift Maneuver
- Jari-jemari salah satu tangan diletakkan di bawah rahang, yang kemudian secara hati-hati
diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan.
- Ibu jari tangan yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut. Ibu
jari dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incicivus) bawah, dan dengan dagu secara
bersamaan hati-hati diangkat. Sedangkan tangan yang lain letakkan di dahi penderita dan
menekan kepala penderita ke bawah.
- Maneuver chin-lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher. Manuver ini berguna pada
korban trauma karena tidak membahayakan penderita dengan kemungkinan patah ruas
14
Gambar 3 Teknik membuka jalan nafas jaw-thrust
Sumber: American heart association; BLS
tulang leher, dan tidak juga beresiko mengubah patah tulang tanpa cedera spinal menjadi
patah tulah dengan cedera spinal.
Apabila ditemui tanda-tanda cedera tulang belakang servikal maka lakukan imobilisasi leher
secara manual. Hal ini untuk menghindari adanya cedera lebih lanjut pada tulang belakang
bagian leher pasien. Setelah itu lakukan Jaw-thrust maneuver.
Jaw-thrust maneuver
Maneuver mendorong rahang (jaw-thrust)
dilakukan dengan cara memegang sudut
rahang bawah (angulus mandibulae) kiri dan
kanan, dan mendorong rahang bawah ke
depan. Pertahankan posisi mulut pasien/korban
tetap terbuka .Bila cara ini dilakukan sambil
memegang masker dari alat bag-valve, dapat dicapai kerapatan yang baik dan ventilasi yang
adekuat.
Bersihkan Jalan Nafas
Dilakukan untuk memastikan jalan nafas bebas dari sumbatan karena benda asing. Jenis-jenis
suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas, yaitu :
Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan napas bagian
atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah pengecekan langsung dengan
cara cross-finger untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk
tangan yang digunakan untuk chin-lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk
15
Gambar 4 Teknik membuka jalan nafas jaw-thrust
Sumber: American heart association; BLS
menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di tenggorokan
korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebut
Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan
oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-
sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk “menyapu”
rongga mulut dari cairan-cairan.
Crowing : suara dengan nada tinggi,
biasanya disebakan karena
pembengkakan (edema) pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head-
tilt and chin-lift atau jaw-thrust saja.
B ( BREATHING SUPPORT) Bantuan Pernafasan
Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada
saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh.
Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma. Setiap
komponen ini harus dievaluasi secara cepat.
Dada penderita harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan. Auskultasi dilakukan
untuk memastikan masuknya udara dalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara
atau darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding
dada yang mungkin mengganggu ventilasi.
Breathing support terdiri dari 2 tahapan, yaitu :
1. Memastikan pasien/korban tidak bernafas
Dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut dalam waktu kurang dari 10 detik :
a. Lihat (Look)
- Apakah penderita mengalami agitasi atau tampak bingung. Agitasi memberi kesan
adanya hipoksia, dan tampak bingung memberi kesan adanya hiperkarbia.
- Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya oksigenasi dan
dapat dilihat dengan mudah pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut.
16
- Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot nafas tambahan. Bila ada merupakan
bukti tambahan adanya gangguan airway.
b. Dengar (Listen) adanya suara-suara abnormal. Pernafasan yang berbunyi (suara nafas
tambahan) menunjukan pernafasan yang tersumbat.
- Mendengkur (snoring), berkumur (gurgling), dan bersiul (crowing sound, stridor)
mungkin berhubungan dengan sumbatan parsial pada faring atau laring.
- Suara parau (horseness, dysphonia) menunjukkan sumbatan pada laring
- Penderita yang melawan dan berkata-kata kasar (gaduh gelisah) mungkin mengalami
hipoksia dan sering disalah artikan sebagai kondisi keracunan/mabuk.
c. Rasakan (Feel) lokasi trakhea dengan cepat tentukan apakah trakhea berada di tengah.
Gambar 5 teknik Look Listen dan Feel
Sumber: hunter advanced first aid
2. Memberikan bantuan nafas
Bantuan nafas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Bantuan nafas
diberikan sebanyak 2 kali, waktu tiap kali hembusan 1,5 – 2 detik dan volume 700 ml – 1000
ml (10 ml/kg atau sampai terlihat dada pasien/korban mengembang. Konsentrasi oksigen
yang diberikan 16 – 17 %. Perhatikan respon pasien. Ini dilakukan jika frekuensi nafas <12
kali/menit atau terjadi henti nafas (pernafasan normal adalah 12-20 kali/menit untuk orang
dewasa).
Cara memberikan bantuan pernafasan:
17
a. Mulut ke mulut
Merupakan metode yang mudah dan cepat. Oksigen yang dipakai berasal dari udara yang
dikeluarkan oleh penolong. Cara melakukan pertolongan adalah:
- Mempertahankan posisi head tilt chin lift, yang dilanjutkan dengan menjepit hidung
menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan yang melakukan head tilt chin lift.
- Buka sedikit mulut pasien, tarik napas panjang dan tempelkan rapat bibir penolong
melingkari mulut pasien, kemudian tiupkan lambat, setiap tiupan selama 1 detik dan
pastikan dada terangkat.
- Tetap pertahankan head tilt chin lift, lepaskan mulut penolong dari mulut pasien, lihat
apakah dada pasien turun waktu ekshalasi.
Gambar 6 Posisi pemberian nafas bantuan teknik mouth to mouth
Sumber : www.pennmedicine.org
b. Mulut ke hidung
Napas bantuan ini dilakukan bila pernapasan mulut ke mulut sulit dilakukan misalnya
karena trismus, caranya adalah katupkan mulut pasien disertai chin lift, kemudian
tiupkan udara seperti pernapasan mulut ke mulut. Buka mulut pasien waktu ekshalasi.
Gambar 7 Posisi pemberian nafas bantuan teknik mouth to nose
Sumber: buku panduan kursus bantuan hidup jantung dasar
c. Mulut ke sungkup
18
Penolong meniupkan udara melalui sungkup yang diletakkan diatas dan melingkupi
mulut serta hidung pasien. Sungkup terbuat dari plastik transparan sehingga muntahan
dan warna bibir pasien dapat terlihat.
Gambar 8 Posisi pemberian nafas bantuan mulut ke sungkup
Sumber : www.jevuska.com
C (CIRCULATION) bantuan sirkulasi
Terdiri dari 2 tahap :
1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung pasien/korban
Ditentukan dengan meraba arteri karotis didaerah leher pasien/korban dengan cara dua atau
tiga jari penolong meraba pertengahan leher sehingga teraba trakea, kemudian digeser ke
arah penolong kira-kira 1-2 cm, raba dengan lembut selama 5 – 10 detik. Bila teraba
penolong harus memeriksa pernafasan, bila tidak ada nafas berikan bantuan nafas mouth to
mouth selama 2 menit dengan kecepatan 1 nafas setiap 5-6 detik sehingga berkisar 10-12
kali bantuan nafas per menit. Bila ada nafas pertahankan airway pasien/korban.
Gambar 8 Meraba arteri karotis
Sumber: buku panduan kursus bantuan hidup jantung dasar
19
2. Melakukan kompresi jantung
Kompresi jantung merupakan tindakan yang dilakukan untuk menciptakan aliran darah
melalui peningkatan tekanan intratorakal untuk menekan jantung secara tidak langsung.
Kompresi dada terdiri dari pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada setengah
bawah dinding sternum. Komponen yang perlu diperhatikan saat melakukan kompresi dada
adalah :
- Penderita dibaringkan di tempat yang datar dan keras
- Tentukan lokasi kompresi dada dengan cara dua jari penolong ( telunjuk dan jari tengah)
menelusuri tulang iga pasien/korban yang dekat dengan sisi penolong sehingga bertemu
tulang dada (sternum)
- Dari tulang dada (sternum), cari processus xiphoideus, 2- 3 jari ke atas dari processus
xiphoideus, daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakkan tangan penolong.
- Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan
diatas telapak tangan yang lain. Hindari jari-jari menyentuh dinding dada pasien/korban.
- Posisi badan penolong tegak lurus menekan dinding dada pasien/korban dengan tenaga
dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali dengan kedalaman penekanan 1,5 –
2 inchi ( 4 – 5 cm)
- Tekanan pada dada harus dilepaskan dan dada dibiarkan mengembang kembali ke posisi
semula setiap kali kompresi. Waktu penekanan dan melepaskan kompresi harus sama.
- Tangan tidak boleh berubah posisi
Ratio bantuan sirkulasi dan bantuan nafas 30 : 2 baik oleh satu penolong maupun dua penolong.
Kecepatan kompresi adalah 100 kali permenit. Dilakukan selama 5 siklus.
20
Gambar 9 Posisi kedua tangan pada saat melakukan RJP
Sumber: atlas RJP, 2013
21
Tindakan kompresi yang benar akan menghasilkan tekanan sistolik 60 – 80 mmHg dan diastolik
yang sangat rendah. Selang waktu mulai dari menemukan pasien/korban sampai dilakukan
tindakan bantuan sirkulasi tidak lebih dari 30 detik.
PENILAIAN (EVALUASI) ULANG
Sesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi kemudian pasien/korban dievaluasi kembali
Jika tidak ada denyut jantung dilakukan kompresi dan bantuan nafas dengan ratio 30 : 2
Jika ada nafas dan denyut jantung teraba letakkan korban pada posisi pemulihan (recovery
position)
Jika tidak ada nafas tetapi teraba denyut jantung, berikan bantuan nafas selama 1 menit
dengan kecepatan 1 nafas setiap 6 detik dan monitor denyut jantung setiap saat.
Posisi Pemulihan (Recovery Position)
Ini adalah posisi aman untuk korban yang tidak sadar namun bisa bernafas. Bila korban yang
tidak bernafas terlentang, lidahnya bisa menyumbat tenggorokan dan menahan udara melalui
saluran nafas ke paru-paru. Situasi ini berbahaya karena bisa menghentikan pernafasan dan
denyut jantung. Posisi pemulihan menjaga kepala, leher dan punggung tetap segaris, menjaga
saluran nafas terbuka dan memungkinkan cairan keluar dari mulut bila korban muntah. Ikuti
semua langkah dibawah ini bila menemukan seorang korban tertelungkup atau terbaring miring.
1. Berlututlah sejajar korban. Buka saluran nafas dengan menekan dagunya memakai dua
jari untuk mendongakkan kepala korban (Head Tilt Chin Lift). Luruskan kaki dan lengan
si korban yang jauh dari anda, posisikan lengan korban disisi dekat anda agar tegak lurus
tubuh korban dan lipat sikunya dengan telapak tengadah.
2. Dengan satu tangan ambil tangan si korban melintang dadanya dan tempatkan punggung
tangan menempel dibawah sisi pipi dekat anda. Dengan tangan yang lain, tarik tungkai
korban ke posisi tertekuk tegak lalu tarik lututnya kearah anda.
3. Tarik lutut korban sampai ia terguling ke samping. Bila perlu topang tubuhnya dengan
lutut anda agar korban tidak terguling dengan cepat. Biarkan tangan korban mengganjal
kepalanya, dan sedikit dongakkan kepala korban agar ia bisa bernafas.
22
4. Mungkin perlu diatur posisi tangan korban pengganjal kepala dan bila memungkinkan
tekuk pinggul dan kaki penopang agar ada di posisi menopang tubuh
Gambar 10 posisi pemulihan
Sumber : www.bupa.co.uk
Kapankah BHD dihentikan?
1. Sampai pasien HIDUP kembali
2. Sampai bantuan datang
3. Sampai korban dipastikan mati
4. Sampai Penolong Kelelahan
23
ALUR BHD
EVALUASI
RJP (kompresi : ventilasi)
30 : 2 sebanyak 5 siklus
PASTIKAN LINGKUNGAN AMAN
PERIKSA KESADARAN KORBAN (AVPU)
MINTA PERTOLONGAN
PERBAIKI POSISI KORBAN
BEBASKAN AIRWAY
- Head Tilt Chin Lift
- Jaw Thrust Maneuver
- Bersihkan benda asing (cross finger)
BREATHING
(Look, Listen and Feel)
ADA NAFAS TIDAK ADA NAFAS
Recovery Position
CEK DENYUT NADI
DENYUT NADI (+) DENYUT NADI (-)
Berikan 2x nafas buatan
Berikan nafas buatan 10 – 12 x per menit
(lakukan selama 2 menit)
EVALUASI
Unresponsive
24
Checklist BLOK 2.3 – Basic life support (BLS)
CHECKLIST BASIC LIFE SUPPORT (BANTUAN HIDUP DASAR)
NAMA :
NIM :
No TAHAPAN
SKOR
0 1 2
1 Pastikan keadaan aman
2 Periksa kesadaran korban (AVPU)
A (Alert) : kesadaran baik, orientasi baik saat ditanyakan nama,
tempat, tanggal, waktu
V (Verbal) : korban hanya memberi respon jika di panggil
P (Pain) : korban baru memberikan respon jika diberi rangsang
sakit
U (Unresponsive) : korban tidak berespon terhadap rangsangan
apapun
3 Meminta pertolongan
4 Perbaiki posisi korban
Bila ditemukan pasien/korban miring atau telungkup
pasien/korban harus ditelentangkan dulu dengan membalikkan
sebagai satu kesatuan yang utuh untuk mencegah
cedera/komplikasi
5 A (Airway Control) : Bebaskan Jalan Nafas
- Membuka jalan nafas : Lakukan head tilt – chin lift atau
jaw thrush maneuver
- Bersihkan jalan nafas : Lakukan tehnik cross finger
Skenario airway bebas (clear)
6 B (Breathing Support) : Bantuan Pernafasan
Look, listen and feel
EVALUASI EVALUASI
25
7 Bila pasien bernafas tempatkan pasien pada posisi recovery
position
8 Bila pasien tidak bernafas atau frekuensi nafas < 12 kali/menit
berikan 2 x nafas buatan
- Mengambil nafas dalam, letakkan mulut terbuka
menutup seluruh mulut korban agar tersekap rapat
- Menghembuskan udara ke mulut korban selama sekitar
1,5 – 2 detik
- Mengangkat mulut dengan kedua tengan tetap di posisi
semula untuk menjaga posisi kepala korban
- Sekilas melihat pada dada korban, seharusnya terlihat
mengempis ketika udara meninggalkan paru-paru
- Mengambil nafas kembali lalu menghembuskan nafas
kedua selama 1,5 – 2 detik
- Lihat kembali dada korban, apakah ada gerakan
mengempis
9 Meraba denyut nadi karotis dengan dua jari selama 5 - 10 detik
10 Bila nadi karotis teraba px pernafasan Berikan nafas buatan
(bila tidak ada nafas/frek.nafas <12x/mnt) 10 – 12x per menit
(lakukan selama 2 menit) lalu EVALUASI (periksa respon
korban), adakah nafas spontan?
Bila ya : Tempatkan pasien pada ‘recovery position’
Bila tidak : cek nadi karotis : bila teraba, ulangi bantuan nafas
10 – 12x per menit, cek nadi karotis tiap 2 menit
Lakukan pemberian nafas bantuan sampai timbul nafas spontan
atau sampai bantuan datang.
11
Bila nadi karotis tidak teraba lakukan RJP (kompresi :
ventilasi) 30 : 2 sebanyak 5 siklus, lalu EVALUASI(Cek nadi
karotis)Ulangi langkah 5
12
Bila nadi (+), nafas (+) Hentikan RJP namun melanjutkan
pemantauan denyut nadi dan nafas korban sampai datang
bantuan medis recovery position’
13
RJP dihentikan bila :
- Pasien HIDUP kembali (nadi +, nafas +)
- Sampai bantuan datang
- Sampai korban dipastikan mati
- Sampai Penolong Kelelahan
26
JUMLAH
26
Keterangan: INSTRUKTUR
0 = Tidak melakukan
1 = Melakukan tetapi salah/kurang tepat
2 = Dapat melakukan dengan benar ( )
Nilai Mahasiswa = (Jumlah Skor / 26) x 100%
KISARAN NILAI
JML NILAI JML NILAI JML NILAI JML NILAI JML NILAI
26 100 21 80,77 16 61,54 11 42,31 6 23,08
25 96,15 20 76,92 15 57,69 10 38,46 5 19,23
24 92,31 19 73,08 14 53,85 9 34,62 4 15,38
23 88,46 18 69,23 13 50 8 30,77 3 11,53
22 84,61 17 65,38 12 46,15 7 26,92 2 07,69
1 03,85
27
DAFTAR PUSTAKA
Achyar, dkk. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut – ACLS Indonesia. Cetakan
Kedua. Jakarta : PERKI; 2010
Agus subagjo, dkk. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Dasar – BCLS Indonesia.
Edisi 2011. Cetakan pertama. Jakarta : PERKI; 2011
American Heart Association. Guidelines for CPR and ECC; 2010
Purwoko. Bantuan Hidup Dasar (BHD). Surakarta : FK UNS
www.bupa.co.uk
www.huntermedic.zoomshare.com
www.jevuska.com
www.pennmedicine.org
28
PENATALAKSANAAN PASIEN TERINTEGRASI
TUJUAN UMUM
Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan pasien terintegrasi secara baik dan benar.
TUJUAN KHUSUS
Setelah mempelajari keterampilan pasien terintegrasi ini, diharapkan mahasiswa mampu
1. Mahasiswa mampu mengembangkan alur berfikir secara sistematis (mulai dari
anamnesis, pemeriksan fisik, dan rencana pemeriksaan penunjang) sehingga nantinya
mampu untuk mendiagnosis suatu penyakit
2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik secara benar kepada pasien
3. Mahasiswa mampu mengambil kesimpulan dari pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan
benar
4. Mahasiswa diharapkan bisa memberikan pilihan pemeriksaan lanjutan yang diperlukan
untuk pasien sesuai dengan indikasinya
RENCANA PEMBELAJARAN
1) Pra-sesi
a. Pemberian tugas bagi mahasiswa untuk mempelajari materi pasien terintegrasi dari
berbagai sumber termasuk materi skills lab dari blok-blok sebelumnya yang
berhubungan dengan materi penatalaksanaan pasien terintegrasi, dan merangkumnya
dalam bentuk artikel. (agar mahasiswa memiliki pengetahuan dasar tentang
anamnesis)
2) Sesi Pembelajaran
1. Mahasiswa secara bergantian dalam satu kelompok berlatih kasus dengan berperan
sebagai dokter.
2. Hal yang harus dilakukan oleh mahasiswa adalah:
a. Mempraktekkan keterampilan anamnesis
b. Mempraktekkan keterampilan pemeriksaan fisik
29
c. Menentukan diagnosis
d. Memberikan terapi (termasuk menulis resep)
e. Menyampaikan edukasi kepada pasien
3. Yang berperan sebagai pasien adalah pasien simulasi.
4. Instruktur bertugas untuk mengobservasi dan memberikan feedback.
CONTOH SKENARIO KLINIS
1. Tn.Robi 45 tahun datang dengan ke IGD dengan keluhan nyeri dada kiri sejak 1 jam yang
lalu. Nyeri dada menjalar kelengan kiri, berlangsung lebih dari 15 menit, dan dirasakan
seperti tertindih beban berat. Keluhan tidak berkurang dengan istirahat. Selain itu, pasien juga
mengeluh ada perasaan cemas dan keringat dingin. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak
setahun yang lalu. Ayah Tn.robi 1 tahun yang lalu meninggal karena penyakit jantung
hipertensi.
Sebagai seorang dokter apa yang akan anda lakukan?
Lakukan anamnesis singkat, pemeriksaan vital sign dan pemeriksaan fisik jantung
CHECK LIST
NAMA: NIM :
PEMERIKSAAN TANDA VITAL DAN PX JANTUNG
No Kriteria Penilaian Skor
0 1 2 3
1 Membina sambung rasa
2 Menanyakan identitas pasien
3 Menanyakan dan memastikan keluhan utama
4 Menggali:
RPS
30
RPD
RPK
Kebiasaan dan lingkungan
5 Melakukan cross check
6 Menjelaskan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan dan
meminta ijin kepada pasien untuk melakukan pemeriksaan
7 Pemeriksa mencuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan
8 Mempersiapkan posisi pasien
9 Pemeriksaan Nadi
10 Interprestasi hasil pemeriksaan nadi
11 Pemeriksaan respirasi
12 Interprestasi hasil pemeriksaan respirasi
13 Pemeriksaan suhu aksila
14 Interprestasi hasil pemeriksaan suhu
15 Interprestasi hasil pemeriksaan tekanan darah
16 Meminta pasien untuk membuka pakaian bagian atas
17 Meminta pasien untuk berbaring
Inspeksi
18 Melakukan inspeksi dinding thorax anterior
- Melihat ictus cordis
Palpasi
19 Meraba pulsasi ictus cordis dengan ke-4 jari tangan dan
kemudian menunjuk lokasi ictus cordis dengan 1 jari
Perkusi
20 Menentukan batas atas jantung
21 Menentukan batas kiri jantung
31
22 Menentukan batas kanan jantung
Auskultasi
23 Auskultasi di daerah mitral
24 Auskultasi di daerah tricuspidalis
25
Auskultasi di daerah pulmonal
26 Auskultasi di daerah aorta
Jumlah 65
Keterangan :
0 = tidak melakukan Instruktur
1 = melakukan tapi salah
2 = melakukan tapi kurang sempurna
3 = melakukan dengan sempurna ( )
Nilai Mahasiswa = (Jumlah Skor / 65) x 100%
KISARAN NILAI
JML NILAI JML NILAI JML NILAI JML NILAI JML NILAI
65 100 57 88 49 75 41 63 33 51
64 98 56 86 48 74 40 62 32 49
63 97 55 85 47 72 39 60 31 48
62 95 54 83 46 71 38 58 30 46
61 94 53 82 45 69 37 57 29 45
60 92 52 80 44 68 36 55 28 43
59 91 51 78 43 66 35 54 27 42
58 89 50 77 42 65 34 52 26 40
32
ANAMNESIS – HISTORY TAKING
TUJUAN UMUM
Mahasiswa mampu melakukan anamnesis secara baik dan benar.
TUJUAN KHUSUS
Setelah mempelajari keterampilan History Taking / Anamnesis ini, diharapkan mahasiswa
mampu:
1. Memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan anamnesis.
2. Menyusun suatu wawancara medis yang efektif dan efisien
3. Membina sambung rasa dengan pasien.
4. Mendapatkan identitas pasien,
5. Mendapatkan riwayat medis secara tepat dan akurat, dengan tujuan untuk
mengenali suatu pola yang bisa mengarah pada suatu penyakit.
6. Menggali informasi tentang kondisi tempat tinggal pasien
7. Melakukan anamnesis system, dan cross check terhadap jawaban yang diberikan
pasien, (heteroanamnesis)
8. Mengikutsertakan pasien dalam suatu proses interaktif, meningkatkan
pemahaman pasien, serta menjaga hubungan baik dengan pasien.
9. Mencatat dan merangkum data anamnesis secara sistematis
RENCANA PEMBELAJARAN
1) Pra-sesi
a. Pemberian tugas bagi mahasiswa untuk mempelajari materi anamnesis dari
berbagai sumber, dan merangkumnya dalam bentuk artikel. Diberikan sebelum
pemberian kuliah skill lab anamnesis, dan dikumpulkan sebelum kuliah. (agar
mahasiswa memiliki pengetahuan dasar tentang anamnesis)
b. Menyaksikan video anamnesis dokter-pasien.
(http://www.youtube.com/watch?v=YKF3Eo5m1P4)
c. Mengerjakan working plan (menjawab beberapa pertanyaan tentang anamnesis)
33
TINJAUAN TEORI
Komunikasi terhadap pasien terdiri dari 3 hal yang harus berjalan secara paralel yaitu
seperti yang terdapat pada diagram di bawah :
THE CAMBRIDGE CALGARY OBSERVATION
GUIDE After Silvermann, Kurtz dan Draper
Berdasarkan diagram diatas, komunikasi dokter-pasien meliputi :
1. Memulai wawancara (initiating the session)
2. Mengumpulkan informasi (gathering information)
3. Penjelasan dan perencanaan (explanation and planning)
4. Menutup wawancara (closing the session)
34
Lalu pada saat melakukan tahap komunikasi dokter-pasien, ada dua hal yang harus
diperhatikan yaitu :
Kemampuan menjalin hubungan / sambung rasa dengan pasien
(building the relationship).
Kemampuan menstruktur wawancara (structuring the consultation).
Kemampuan menjalin hubungan dan kemampuan menstruktur wawancara harus selalu
digunakan (secara tepat) pada tiap tahap komunikasi dokter-pasien. Bisa dikatakan ketiga hal
tersebut harus bisa berjalan secara paralel pada saat wawancara sedang berlangsung.
Pada modul Anamnesis – history taking ini akan dibahas lebih lanjut mengenai proses
mengumpulkan informasi (gathering information). Proses pengumpulan informasi ini lebih
lanjut akan disebut sebagai proses Anamnesis.
ANAMNESIS
Anamnesis merupakan suatu hubungan komunikasi antara dokter/tenaga kesehatan
dengan pasien mengenai keadaan kesehatan pasien. Anamnesis terbagi menjadi dua yaitu auto
anamnesis, yaitu anamnesis dengan melakukan komunikasi berupa wawancara mengenai
keadaan kesehatan pasien dengan pasien sendiri, dan heteroanamnesis yaitu dengan orang
yang dianggap mengerti tentang keadaan pasien.
Anamnesis yang baik harus berdasarkan pada pertanyaan yang sistematis, yaitu dengan
berpedoman pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh butir
mutiara anamnesis (The Sacred Seven).
Empat pokok pikiran dalam anamnesis adalah mencari data :
1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus ditanyakan
adalah identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, agama dan
35
pekerjaan.
1. Riwayat Penyakit Sekarang,
Meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Keluhan utama merupakan keluhan
yang membuat seseorang datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk mencari pertolongan,
misalnya : demam, sesak nafas, nyeri pinggang, dan sebagainya. Keluhan utama ini
sebaiknya tidak lebih dari satu keluhan. Kemudian setelah keluhan utama, dilanjutkan
anamnesis secara sistematis dengan menggunakan tujuh butir mutiara anamnesis, yaitu :
1. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)
2. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
7. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama.
Anamnesis secara sistematis ini akan dibahas secara rinci, yaitu :
1. Lokasi Sakit
Seorang penderita yang datang dengan nyeri di ulu hati, perlu ditanyakan lebih lanjut
secara tepat bagian mana yang dimaksud, bila perlu penderita diminta menunjukkan
dengan tangannya, dimana bagian yang paling sakit dan penjalarannya ke arah mana.
Bila pusat sakit di tengah (linea mediana) dicurigai proses terjadi di pankreas
dan duodenum; sebelah kiri - lambung; sebelah kanan - duodenum, hati, kandung
empedu; di atas - hati, oesofagus, paru, pleura dan jantung.
Penjalaran nyeri tepat lurus di belakang menunjukkan adanya proses di pankreas
atau duodenum dinding belakang; di punggung lebih ke atas - lambung dan duodenum;
bawah belikat kanan - kandung empedu; bahu kanan - duodenum, kandung
empedu, diafragma kanan; bahu kiri -diafragma kiri.
36
2. Onset dan kronologis
Perlu ditanyakan kapan mulai timbulnya sakit atau sudah berlangsung berapa
lama. Apakah keluhan itu timbul mendadak atau perlahan-lahan, hilang timbul atau
menetap. Apakah ada waktu-waktu tertentu keluhan timbul. Misalnya bila nyeri ulu hati
timbul secara ritmik - curiga ulkus peptikum, malam hari - ulkus peptikum dan tiap
pagi - dispepsia non ulkus.
3. Kualitas (sifat sakit)
Bagaimana rasa sakit yang dialami penderita harus ditanyakan, misalnya rasa sakit
yang tajam (jelas) seperti rasa panas, terbakar, pedih, diiris, tertusuk, menunjukkan
inflamasi organ. Rasa sakit yang tumpul (dull) seperti diremas, kramp, kolik, sesuatu
yang bergerak biasanya menunjukkan proses pada organ yang berongga (saluran cerna,
empedu). Rasa sakit yang tidak khas menunjukkan organ padat (hati, pankreas).
4. Kuantitas (derajat sakit)
Ditanyakan seberapa berat rasa sakit yang dirasakan penderita. Hal ini tergantung dari
penyebab penyakitnya, tetapi sangat subjektif, karena dipengaruhi antara lain
kepekaan seorang penderita terhadap rasa sakit, status emosi dan kepedulian terhadap
penyakitnya.
Dapat ditanyakan apakah sakitnya ringan, sedang atau berat. Apakah sakitnya
mengganggu kegiatan sehari-hari, pekerjaan penderita atau aktifitas fisik lainnya.
5. Faktor yang memperberat keluhan.
Ditanyakan adakah faktor-faktor yang memperberat sakit, seperti aktifitas makan,
fisik, keadaan atau posisi tertentu. Adakah makanan/ minuman tertentu yang menambah
sakit, seperti makanan pedas asam, kopi, alkohol panas, obat dan jamu. Bila aktifitas
makan/ minum menambah sakit menunjukkan proses di saluran cerna empedu dan
pankreas. Aktifitas fisik dapat menambah sakit pada pankreatitis, kholesistitis, apendisitis,
perforasi, peritonitis dan abses hati. Batuk, nafas dalam dan bersin menambah sakit pada
pleuritis.
37
6. Faktor yang meringankan keluhan.
Ditanyakan adakah usaha penderita yang dapat memperingan sakit, misalnya dengan
minum antasida rasa sakit berkurang, menunjukkan adanya inflamasi di saluran
cerna bagian atas. Bila posisi membungkuk dapat mengurangi sakit menunjukkan proses
inflamasi dari pankreas atau hati.
7. Keluhan yang menyertai
Perlu ditanyakan keluhan–keluhan lain yang timbul menyertai dan faktor pencetusnya,
misalnya bila penderita mengeluh nyeri ulu hati, yang perlu ditanyakan lebih lanjut adalah
- Apakah keluhan tersebut berhubungan dengan aktifitas makan ?
- Bagaimana buang air besarnya, adakah flatus ?
- Adakah ikterik ?
- Adakah pembengkakan, benjolan atau tumor, atau nyeri tekan ?
- Adakah demam, batuk, sesak nafas, nyeri dada, berdebar-debar, keringat
dingin atau badan lemas ?
- Adakah penurunan berat badan ?
Dalam anamnesis alur pikir yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan sistematis, sehingga perlu diingat : Fundamental Four & Sacred Seven.
2. Mulai berfikir organ mana yang terkena dan jangan berpikir penyakit apa,
sehingga pengetahuan anatomi dan fisiologi harus dikuasai dengan baik.
3. Anamnesis menggunakan keterampilan interpersonal sehingga dibutuhkan
pengetahuan sosiologi, psikologi dan antropologi.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Ditanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan kapan
terjadinya dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa saja, serta mencari penyakit
yang relevan dengan keadaan sekarang dan penyakit kronik (hipertensi, diabetes mellitus,
dll), perawatan lama, rawat inap, imunisasi, riwayat pengobatan dan riwayat menstruasi
(untuk wanita).
38
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit keturunan dari
pihak keluarga (diabetes mellitus, hipertensi, tumor, dll) atau riwayat penyakit yang menular.
4. Riwayat sosial dan ekonomi
Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan,
pekerjaan pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum alkohol atau
merokok, obat- obatan, aktivitas seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan
kepercayaan).
39
BAGAN ALUR PROSES ANAMNESIS
Berikut ini disajikan bagan yang diharapkan dapat membantu pemahaman mengenai
proses anamnesis.
40
Dari dua bagan di atas dapat kita lihat ada beberapa bagian dari anamnesis.
A. Tahap-tahap anamnesis yang terdiri atas:
1. Initial exploration : Berisi keluhan utama pasien.
2. Further exploration : Untuk menggali lebih dalam mengenai keluhan pasien, baik dari
sisi penyakit maupun perspektif pasien.
3. Essential background information.
B. Isi (content) yang terdiri atas :
1. Disease framework
2. Illness framework
Baik disease framework maupun illness framework termasuk dalam tahap further
exploration.
Dari dua bagan di atas dapat kita lihat pula bahwa tujuh butir mutiara anamnesis (The
Sacred Seven) merupakan bagian dalam ”disease framework”, dan berguna untuk mencari
kemungkinan penyakit apa yang diderita pasien.
Untuk empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dapat kita jabarkan
sebagai berikut : Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) bagian dari ”initial exploration”; Riwayat
Penyakit Dahulu (RPD), Riwayat Kesehatan Keluarga serta Riwayat Sosial dan
Ekonomi merupakan bagian dari ”essential background information”.
41
KETERAMPILAN YANG HARUS DIKUASAI DALAM MELAKUKAN
ANAMNESIS
KETERAMPILAN MENGEKSPLORASI MASALAH PASIEN :
1. Memberi kesempatan pada pasien untuk menceritakan permasalahan yang
dihadapinya (dengan kata – kata pasien sendiri).
2. Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup secara tepat. Mulailah dengan pertanyaan
terbuka terlebih dahulu, baru diikuti dengan pertanyaan tertutup.
3. Dengarkan dengan penuh perhatian. Berilah kesempatan pada pasien untuk
menyelesaikan ceritanya, dan jangan menginterupsi.
4. Berilah kesempatan pada pasien untuk memberikan respons baik secara verbal
maupun nonverbal. Tehnik yang digunakan bisa pemberian dukungan/ dorongan,
adanya pengulangan, paraphrasing, interpretasi, dll.
5. Mengenali isyarat verbal dan non verbal yang ditunjukkan oleh pasien.
6. Mengklarifikasi pernyataan pasien yang kurang jelas, atau yang membutuhkan
suatu keterangan tambahan.
7. Secara berkala buatlah ringkasan dari pernyataan yang dibuat pasien untuk
memverifikasi pengertian anda. Mintalah pasien untuk mengkoreksi pernyataan anda,
atau mintalah pada pasien untuk memberikan keterangan tambahan bila diperlukan.
8. Gunakan pertanyaan yang ringkas dan mudah dipahami. Hindari menggunakan
istilah- istilah medis yang tidak dipahami pasien.
9. Buatlah urutan waktu suatu kejadian.
42
CONTOH KASUS
Seorang laki-laki umur 35 tahun mengeluh nyeri pinggang.
Anamnesis yang sistematis adalah :
Dengan menggunakan pertanyaan terbuka, galilah mengenai keluhan utama
pasien, yaitu pada kasus ini adalah : Nyeri pinggang.
Pada penggalian informasi lebih lanjut tanyakan :
1. Lokasi nyeri : pertengahan daerah lumbal kadang-kadang menjalar ke
tungkai atas dan kaki kanan
2. Onset & kronologi : berangsur-angsur sejak bekerja di kebun, sudah dirasakan
selama 3 hari, memburuk waktu sore dan malam hari, membaik
waktu pagi.
3. Kuantitas nyeri : ringan, namun tidak dapat bekerja, karena rasa kurang nyaman
4. Kualitas nyeri : nyeri tumpul.
5. Faktor pemberat : bertambah nyeri bila digerakkan, masuk kendaraan,
membungkuk, dan batuk
6. Faktor peringan : bila diam terlentang.
7. Gejala yang menyertai : kaku
Sistem saraf perifer : Tidak ada kelemahan atau perubahan sensorik
Sistemik : Tidak ada demam
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat jatuh disangkal
- Riwayat batu ginjal disangkal
Riwayat social : Pasien tinggal sendiri, bekerja sebagai salesman, dalam
sepekan pada akhir minggu mengelola sebuah kebun kecil, hobi
bermain tenis.
Keuangan : Tidak mempunyai asuransi kesehatan.
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 43
CHECK LIST ANAMNESIS
NAMA :
NIM :
NO KRITERIA
SKOR
0 1 2 3
1
Membina sambung rasa
a. Memperlihatkan kontak mata secara wajar
b. Menyapa dengan sopan
c. Mempersilakan duduk dengan yang baik dan sopan
d. Menunjukkan sikap tubuh (posisi, cara duduk) yang
baik dan sopan
e. berpakaian sopan
2
Menanyakan identitas pasien
Menanyakan nama, umur, alamat, identitas lain pasien
3
Menanyakan dan memastikan keluhan utama
4
Menggali riwayat penyakit sekarang
a. Menanyakan kapan dan lamanya penyakit (onset dan
durasi penyakit
b. Menanyakan letak keluhan dan perjalanan penyakit
(lokasi, kualitas, kuantitas, frekuensi, faktor yang
memperberat atau meringankan keluhan)
c. Menanyakan akibat penyakit/keluhan dan riwayat
pengobatan sebelumnya (perjalanan penyakit)
5
Menggali riwayat penyakit dahulu
a. Menanyakan keluhan atau penyakit sejenis yang dulu
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 44
pernah diderita
b. Menanyakan penyakit lain yang dulu [pernah diderita
dan sesuai/berhubungan dengan kemungkinan
diagnosis atau diagnosis banding
c. Menanyakan riwayat kesehatan yang berhubungan
dari riwayat rawat inap
6
Menggali riwayat penyakit keluarga
a. Menanyakan apakah ada anggota keluarga pasien
yang menderita keluhan/penyakit yang serupa/yang
sama (relevan dengan masalah atau keluhan
b. Menanyakan apakah ada penyakit dalam keluarga
yang sifatnya diturunkan
7
Menggali informasi tentang kondisi kesehatan lingkungan tempat tinggal
pasien
a. Menanyakan apakah ada orang di sekitar tempat tinggal pasien yang
menderita keluhan atau penyakit serupa
b. Menanyakan kebiasaan dan lingkungan tempat tinggal pasien jika
berperan dalam timbulnya keluhan/penyakit pasien
8
Melakukan anamnesis system
Menanyaan fungsi fisiologis yang terganggu dari sistem lain dan
sistematis (8 sistem)
9 Melakukan cross check atas jawaban yang
diberikan oleh pasien atau pengantarnya
(pada heteroanamnesis)
10 Mencatat dan merangkum data hasil
anamnesis secara sistematis
Keterangan :
0 = tidak melakukan Instruktur
1 = melakukan tapi salah
2 = melakukan tapi kurang sempurna
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 45
3 = melakukan dengan sempurna ( )
Nilai Mahasiswa = (Jumlah Skor / 30) x 100%
JML NILAI JML NILAI JML NILAI JML NILAI
30 100 23 77 16 53 9 30
29 97 22 73 15 50 8 27
28 93 21 70 14 47 7 23
27 90 20 67 13 43 6 20
26 87 19 63 12 40 5 17
25 83 18 60 11 37 4 13
24 80 17 57 10 33 3 10
REFERENSI
Ebook bates guide to physical examination
www.gobookee.org/bates-guide-to-physical-examination/
Manual skill lab semester 2, Universitas Negeri Sebelas Maret, 2012
fk.uns.ac.id Diakses 25 Oktober 2013
Silvermann, After, Kurtz, Draper, The Cambridge Calgary Observation Guide,
www.gp-training.net Diakses 26 Oktober 2013,
Standar Kompetensi Dokter Indonesia edisi ke dua 2012, Konsil Kedokteran Indonesia, 2012
www.inamc.or.id Diakses 26 Oktober 2013,
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 46
PENUTUPAN DAN PEMBALUTAN LUKA
TUJUAN UMUM
Mahasiswa mampu memiliki pemahaman dan keterampilan tentang pembalutan luka dan
pemasangan mitella serta cara pemasangan bidai yang benar.
TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti keterampilan klinik pembalutan dan penutupan luka ini, diharapkan
mahasiswa mampu :
1. mampu merencanakan dan mempersiapkan alat dan bahan untuk pemasangan bidai,
pembalutan luka dan pemasangan mitella.
2. Mampu menerangkan ke pasien (inform consent) tentang tindakan yang akan dilakukan
dan persetujuan atas tindakan tersebut.
3. Mampu melakukan tindakan pemasangan bidai, pembalutan luka dan pemasangan
mitella.
4. Mampu mengajarkan kepada petugas kesehatan lainnya bagaiman cara memasang bidai,
pembalutan lika dan pemasangan mitella yang benar.
RENCANA PEMBELAJARAN
1) Pra-sesi
Mahasiswa melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Menyaksikan video pemasangan bidai
http://www.youtube.com/watch?v=xtOZN4F4D
b. Menyaksikan video pembalutan luka dan pemasangan mitella
c. Membuat workplan dengan template sebagai berikut:
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 47
TINJAUAN TEORI
Pembidaian
Pembidaian atau spinting adalah salah satu cara pertolongan pertama pada
cedera/trauma pada sistem mukuloskeletal. Pembidaian bertujuan untuk menggimmobilisasi
ekstremitas yang mengelami cidera, mengurangi rasa nyeri, dan mencegah kerusakan
jaringan lebih lanjut.
Pengetahuan tentang tata cara pemasangan bidai sangat penting diketahui oleh
dokter untuk dapat memberikan tindakan pertama pada cedera muskuloskeletal sambil
menunggu tindakan yang definitif.
Tujuan Pembidaian
Terdapat lima tujuan pembidaian pada cedera muskuloskeletal :
1. Untuk mencegah derakan fragmen patah tulanga tau sendi yang mengalami dislokasi.
2. Untuk mencegah kerusakan jaringan lunak sekitar tulang yang patah.
3. Untuk mengurangi perdarahan dan bengkak.
4. Untuk mencegah terjadinya syok
5. Untuk mengurangi nyeri
Bahan dan Alat :
1. Bidai berbagai ukuran
2. Elastis verban 4 inchi dan 6 inchi
3. Padding
4. Sarung tangan
Prosedur
1. Melakukan inform consent.
2. Mempersiapkan alat dan bahan untuk pembidaian yang sesuai dengan ekstremitas yang
cedera.
3. Harus melakukan proteksi diri sebelum melakukan pembidaian.
4. Melakukan pemeriksaan neurovaskuler distal.
5. Melakukan stabilitas manual pada tungkai yang mengalami cidera, dengan melakukan
gentle inline traction.
6. Melakukan padding pada tulang-tulang yang menonjol, untuk mencegah terjadinya ulkus
dekubitus.
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 48
7. Melakukan pemasangan bidai melewati sendi proksimal dan distal dari tulang yang patah,
dan memfiksasi menggunakan verban gulung atau verban elastis dengan metode roll on.
8. Mengelevasikan tungkai yang sudah terpasang bidai.
9. Melakukan pemeriksaan neurovaskuler distal.
PEMBIDAIAN PADA HUMERUS
PEMBIDAIAN SENDI SIKU
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 49
PEMBIDAIAN PADA ANTEBRACHII
PEMBIDAIAN PADA JARI
PEMBIDAIAN PADA FEMUR
PEMBIDAIAN PADA SENDI LUTUT
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 50
PEMBIDAIAN PADA KRURIS
PEMBIDAIAN PADA PERGELANGAN KAKI
Pembalutan Luka (Bandage)
Balutan adalah suatu tindakan membatasi gerakan tungkai menggunakan bahan yang terbuat
dari kain. Balutan akan memberikan efek immobilisasi parsial pada tungkai. Balutan juga
berfungsi sebagai alat untuk mengurangi atau mencegah pembengkakan pada tungkai cedera,
menghentikan perdarahan, dan untuk memegang alat untuk mengimmobilisasi tungkai seperti
bidai.
Pada aplikasinya terdapat beberapa macam balutan, antara lain:
1. Kassa gulung (gauze roller bandage)
2. Verban elastis (stretchable toller bandage)
3. Verdan segi tiga (trianngulat bandage)
4. Tie shape bandage
Tujuan Pembalutan
Terdapat lima tujuan pembalutan pada cedera musculoskeletal:
1. Untuk mengkompres atau menyokong bagian tubuh yang cedera.
2. Untuk mengurangi dan mencegah terjadinya edema pada tungkai yang cedera.
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 51
3. Untuk melindungi luka dari kontaminasi.
4. Untuk memegang kassa atau bidai.
5. Untuk membantu mempertemukan pinggir luka.
Bahan dan Alat:
1. Sarung tangan.
2. Kassa gulung.
3. Verban elastis berbagai ukutan.
4. Verban segi tiga.
Prinsip Balutan:
1. Pilih ukuran balutan yang tepat.
2. Jika memungkinkan selalu gunakan bahan balutan yang baru, karena setelah satu kali
penggunakan elastisitas bahan akan berkurang.
3. Pastikan kulit penderita bersih dan kering.
4. Tutup luka sebelum melakukan balutan.
5. Periksa neurovaskuler distal.
6. Berikan bantalan pada daerah yang berbahaya.
7. Jika memungkinkan adanya asisten untuk memposisikan tungkai pada posisi yang
benar.
8. Balutan dimulai dari bagian distal tungkai.
9. Pertahankan ketegangan balutan untuk memberikan tekanan yang diinginkan.
10. Pastikan tidak ada kerutan setiap putaran balutan.
11. Pastikan memasang balutan sampai daerah distal dan proksimal lokasi cedera, namun
membiarkan ujung jari tetap terbuka untuk mengevaluasi status neurovaskuler.
12. Pastikan ujung balutan terfiksasi dengan baik.
Prosedur
1. Melakukan inform consent.
2. Mempersiapkan alat balutan dengan ukuran yang tepat sesuai tungkai yang akan
dibalut.
3. Harus melakukan proteksi diri sebelum melakukan pembalutan.
4. Melakukan pemeriksaan neurovaskuler distal.
5. Melakukan stabilitas manual pada tungkai yang mengalami cidera pada posisi yang
diinginkan.
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 52
6. Jika diperlukan melakukan padding pada tulang-tulang yang menonjol, untuk
mencegah terjadinya ulkus dekubitus.
7. Melakukan pembalutan dengan teknik:
a. Circular Turn
Melakukan tindakan pembalutan pada ekstremitas yang cedera dengan cara
overlapping penuh pada setiap putaran balutan. Teknik ini biasa digunakan untuk
memegang kassa pada luka.
b. Spiral turn
Teknik ini melakukan pembalutan dengan cara evorlapping setengah lebar balutan
pada setiap putaran, yang dipasang secara asending dari distal ke proksimal
ekstremitas. Teknik ini biasanya digunakan pada tungkai yang berbentuk silinder,
seperti pada pergelangan tangan, jari, dan badan.
c. Spiral reverse turn
Spiran reverse turn merupakan teknik pembalutan spiral turn yang selalu dibalikkan
arah putarannya balutan pada setiap setengah putaran. Teknik ini akan pada
ekstremitas yang berbentuk konus, seperti paha, tungkai bawah, dan lengan bawah.
d. Spica turn (figure of eight)
Teknik spica turn adalah teknik balutan ascending dan descending pada setiap
putaran. pada setiap putaran ascending dan descending selalu overlapping dan
menyilang dari proksimal ke distal sehingga membentuk sudut. Teknik ini biasanya
digunakan pada cedera bahu, panggul, dan pergelangan kaki.
8. Pastikan ujung balutan terfiksasi dengan baik.
9. Periksa kembali keadaan neurovaskuler distal
LANGKAH CIRCULAR TURN
Langkah 1
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 53
Langkah 2
Langkah 3
Langkah 4
Langkah 5 LANGKAH SPIRAL TURN
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 54
Langkah 1
Langkah 2
Langkah 3
Langkah 4
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 55
Langkah 5
Langkah 6
Langkah 7
Langkah 8 LANGKAH SPIRAL REVERSE TURN
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 56
Langkah 1
Langkah 2
Langkah 3
Langkah 4
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 57
Langkah 5
Langkah 6
Langkah 7 LANGKAH SPICA TURN (FIGURE OF EIGHT)
1. UNTUK BAHU
Langkah 1
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 58
Langkah 2
Langkah 3
Langkah 4
Langkah 5
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 59
Langkah 6 UNTUK KAKI
Langkah 1
Langkah 2
Langkah 3
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 60
Langkah 4
Langkah 5
Langkah 6
Langkah 7
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 61
Langkah 8
Mitella
Mitella adalah suatu teknik immobilisasi ekstremitas ataf menggunakan balutan berbentuk
segitiga. Mitella biasa digunakan untuk mengimmobilisasi cedera pada bahu, lengan atas dan
lengan bawah. Mitella dilakukan dengan menggunakan balutan segitiga yang berukuran 50-
100 cm yang terbuat dari cotton.
Tujuan Mitella
Terdapat lima tujuan pemasangan mitella pada cedera musculoskeletal:
1. Untuk menggimmobilisati lengan atas.
2. Untuk memberikan efek elevasi pada ekstremitas atas.
3. Untuk memberikan efek anti grafitasi pada cedera sendi bahu
Bahan dan Alat:
1. Sarung tangan.
2. Balutan berbentuk segi tiga ukuran 50-100 cm yang terbuat dari cotton.
3. Peniti
Prosedur:
1. Melakukan inform consent.
2. Mempersiapkan alat balutan dengan ukuran yang tepat sesuai ekstremitas yang akan
dipasang mitella.
3. Harus melakukan proteksi diri sebelum melakukan pembalutan.
4. Melakukan pemeriksaan neurovaskuler distal.
5. Memposisikan ekstremitas atas pada posisi adduksi dan rotasi interna sendi bahu,
fleksi 90o sendi siku.
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 62
6. Lakukan pemasangan mitella dengan sisi runcing ke arah sendi siku, dan dua sisi
runcing lainnya diikatkan ke samping leher.
7. Bagian akral diusahakan tidak tertutup mitella.
8. Periksa kembali neurovaskuler distal
Mittela
Gambar mitela
Sumber www.ensiklopediapramuka.com
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 63
Armsling
Gambar armsling
Sumber www.ensiklopediapramuka.com/
Untuk Dada
Sumber www.ged.free-ed.net/
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 64
Untuk pinggul
Sumber www.ged.free-ed.net/
Membuat lipatan mittela menjadi bandage
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 65
Bandage for the temple, cheek, or ear
Gambar pemasangan bandage dahi, pipi, atau telinga
Sumber wwwged.free-ed.net/
Untuk Siku atau lutut
Gambar pemasangan bandage untuk siku
Sumber www.ged.free-ed.net/
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 66
Untuk lengan
Gambar pemasangan bandage untuk lengan
Sumber www.ged.free-ed.net/
CHECK LIST PEMBALUTAN LUKA
NO KRITERIA NILAI
0 1 2
1 Memeriksa bagian tubuh yang akan dibalut
- Inspeksi - Palpasi - Gerakan
2 Memilih pembalut dengan tepat
3 Melakukan tindakan pra pembalutan (membersihkan luka,
memberi disinfektan dan kasa steril)
4 Melakukan pembalutan dengan cara benar (posisi dan arah
balutan)
5 Hasil pembalutan
- Tidak mudah lepas - Tidak mengganggu peredaran darah - Tidak mengganggu gerakan lain
Jumlah 10
Keterangan :
0 = tidak melakukan Instruktur
1 = melakukan tapi salah
Blok 2.3 | Dasar-Dasar Patologi | 2013 | FKIK UNJA Page 67
2 = melakukan tapi kurang sempurna
3 = melakukan dengan sempurna ( )
Nilai Mahasiswa = (Jumlah Skor / 10) x 100%
JML NILAI JML NILAI
10 100 4 40
9 90 3 30
8 80 2 20
7 70 1 10
6 60 5 50
Daftar Pustaka
www.ensiklopediapramuka.com/ diakses pada tanggal 9 Oktober 2013
www.ged.free-ed.net diakses pada tanggal 9 Oktober 2013