model neuropsikiatri untuk deteksi dini pra …

30
LAPORAN PENELITIAN ILMU KEDOKTERAN MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA-DEMENSIA PENDUDUK LANJUT USIA DI KOMUNITAS Tim Pengusul Ketua Peneliti : GEA PANDHITA S (NIDN: 0317047605) Anggota Peneliti : PRASILA DARWIN (NIDN: 0318097604) Anggota Peneliti : BETY SEMARA LAKHSMI (NIDN: 0328116806) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA JAKARTA 2020

Upload: others

Post on 19-Nov-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

i

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

LAPORAN

PENELITIAN ILMU KEDOKTERAN

MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA-DEMENSIA

PENDUDUK LANJUT USIA DI KOMUNITAS

Tim Pengusul

Ketua Peneliti : GEA PANDHITA S (NIDN: 0317047605) Anggota Peneliti : PRASILA DARWIN (NIDN: 0318097604) Anggota Peneliti : BETY SEMARA LAKHSMI (NIDN: 0328116806)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA JAKARTA

2020

Page 2: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

ii

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

LEMBAR PENGESAHAN Penelitian Ilmu Kedokteran

Judul Penelitian

Model NeuroPsikiatri untuk Deteksi Dini Pra-Demensia Penduduk Lanjut Usia di Komunitas

Jenis Penelitian : Penelitian Ilmu Kedokteran Ketua Peneliti : Gea Pandhita S Link Profil simakip : http://simakip.uhamka.ac.id/pengguna/show/1258 Fakultas : Fakultas Kedokteran Anggota Peneliti : Prasila Darwin Link Profil simakip : http://simakip.uhamka.ac.id/pengguna/show/1255 Anggota Peneliti : Bety Semara Lakhsmi Link Profil simakip : http://simakip.uhamka.ac.id/pengguna/show/610 Waktu Penelitian : 6 Bulan Luaran Penelitian Luaran Wajib : Jurnal Terakreditasi Sinta 3 Status Luaran Wajib : In Review Luaran Tambahan : Prosiding Seminar Nasional Status Luaran Tambahan : Submitted Mengetahui,

Ketua Program Studi Ketua Peneliti dr. Endin Nokik Stujanna, Ph.D Dr. dr. Gea Pandhita S, M.Kes, SpS NIDN. 0306078805 NIDN. 0317047605 Menyetujui, Dekan Fakultas Kedokteran Ketua Lemlitbang UHAMKA

Dr. dr. Wawang Sukarya, SpOG(K), MARS, MHKes

Prof. Dr. Suswandari, M.Pd

NIDN. 0030064701 NIDN. 0020116601

Page 3: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

iii

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

Page 4: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

iv

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

Page 5: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

1

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

ABSTRAK Latar Belakang: Meningkatnya populasi lansia di negara berkembang seperti Indonesia akan meningkatkan prevalensi gangguan kognitif di masyarakat. Pra-Demensia adalah gangguan kognitif yang paling banyak terjadi pada lansia. Langkah utama untuk mencegah penurunan fungsi kognitif pada Pra-Demensia menjadi bertambah berat adalah melalui deteksi dini dan penatalaksanaan yang adekuat. Namun demikian, beberapa petugas kesehatan belum puas dengan metode deteksi dini Pra-Demensia yang ada saat ini. Oleh karena itu diperlukan suatu metode baru yang mudah namun akurat untuk deteksi dini Pra-Demensia pada lansia. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan skor neuropsikiatri untuk deteksi dini Pra-Demensia pada penduduk lansia di Indonesia. Pasien dan Metode: Penelitian ini menganalisis database 110 penduduk lansia di Jakarta Timur, Indonesia, usia 60 tahun atau lebih. Kami mengeksplorasi beberapa metode pemeriksaan kognitif singkat untuk mengembangkan skor neuropsikiatri deteksi dini Pra-Demensia pada lansia di komunitas. Hasil: Analisis statistik multivariat menunjukkan bahwa hasil abnormal pada pemeriksaan verbal semantic fluency test (p = 0.000; OR = 36.696 (95% CI 23.388-42.182)), adanya keluhan memori subjektif (p = 0.007; OR = 13.083 (95% CI 2.017- 84.877)), dan tingkat pendidikan yang rendah (p = 0.049; OR = 6.839 (95% CI 1.697-67.142)) merupakan variabel prediktor yang baik untuk mendeteksi Pra-Demensia. Skor neuropsikiatri yang merupakan kombinasi dari ketiga variabel tersebut, dengan cut-off point 2, memiliki akurasi yang baik untuk mendeteksi Pra-Demensia pada lansia di komunitas (Sensitivitas = 91,20% dan Spesifisitas = 78,9%). Kesimpulan: Skor neuropsikiatri merupakan metode baru, yang mudah dan akurat untuk deteksi dini Pra-Demensia pada penduduk lanjut usia di komunitas di Indonesia. Kata kunci: deteksi dini, prea-demensia, lansia, skor neuropsikiatri

Page 6: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

2

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ………………………………………………………………………….. i HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………………………… ii SURAT KONTRAK PENELITIAN ……………………………………………………………. iii ABSTRAK ………………………………………………………………………………………. 1 DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………. 2 DAFTAR TABEL ………………………………………………………………………………. 3 DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………………… 4 BAB 1. PENDAHULUAN ……………………………………………………………………… 5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………............... 7 BAB 3. METODE PENELITIAN ………………………………………………………………. 11 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………………… 17 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………………… 21 BAB 6. LUARAN YANG DICAPAI …………………………………………………………… 22 BAB 7. RENCANA TINDAK LANJUT DAN PROYEKSI HILIRISASI …………………….. 24 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………… 25

Page 7: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

3

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik Dasar Lansia Normal dan Lansia dengan Pra-Demensia ……………………. 17 Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Neuropsikiatri Singkat pada Lansia Normal dan Lansia dengan Pra-Demensia …………………………………… 17 Tabel 3. Analisis Multivariat Regresi Logistik ……………………………………………………… 18 Tabel 4. Sistem Skor ………………………………………………………………………………… 18 Tabel 5. Skor Neuropsikiatri untuk Deteksi Dini Pra- Demensia …………………………………… 18

Page 8: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

4

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Teori …………………………………………………………………………... 10 Gambar 2. Kerangka Konsep ………………………………………………………………………… 12 Gambar 3. Area Under Curve (AUC) Skor Neuropsikiatri untuk Deteksi Dini Pra-Demensia pada Lansia…………………………………………... 19

Page 9: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

5

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

BAB I. PENDAHULUAN

Latar Belakang Jumlah penduduk lansia di Indonesia terus bertambah banyak. Pusat Data dan Informasi

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengemukakan bahwa jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2017 sebanyak 23,66 juta jiwa. Jumlah lansia ini pada tahun 2020 diprediksi mencapai 27,08 juta jiwa, dan pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 33,69 juta jiwa.1

Peningkatan populasi penduduk lansia akan berdampak pada perubahan pola penyakit di masyarakat. Kemenkes RI memperkirakan penurunan fungsi kognitif (hendaya kognitif) akan menjadi ganguan kesehatan yang umum ditemui di komunitas.2

Hendaya kognitif akan mengakibatkan keterbatasan kemampuan sehat pada lansia. Cummings J. L (2008) menyatakan lansia dengan hendaya kognitif akan cenderung memiliki emosi tidak stabil, kehilangan kepercayaan diri, dan mengalami post-power syndrome. Peran lansia sebagai agen transfer pengetahuan antar-generasi juga menjadi berkurang.3

Hendaya kognitif juga akan meningkatkan ketergantungan lansia kepada penduduk usia produktif. Badan Pusat Statistik (2014) mengemukakan bahwa old dependency ratio (ODR) Indonesia sebesar 12,71, yang berarti setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung sekitar 13 orang lansia.4 Apabila hendaya kognitif tidak diantisipasi dengan baik, beban ekonomi yang harus ditanggung oleh penduduk usia produktif akan menjadi lebih berat. Selain itu, Maryam dkk (2012) menunjukkan bahwa 52,2% keluarga mengalami stressor fisik, psikologis, sosial, dan beban finansial tinggi dalam merawat lansia penderita hendaya kognitif.

Beban biaya yang harus ditanggung oleh pemerintah Indonesia terkait kejadian hendaya kognitif pada lansia cukup tinggi. Alzheimer's Disease International (2015) mengemukakan bahwa beban biaya ekonomi yang harus dikeluarkan diperkirakan mencapai Rp. 23 triliun per tahun.5

Pra-demensia adalah stadium transisi antara penurunan fungsi kognitif sesuai usia penuaan dengan penurunan fungsi kognitif pada stadium demensia awal.6 Luck dkk (2010) memperkirakan insidensi Pra-demensia berkisar antara 51-76,8 per 1000 orang/tahun. Xu S, dkk (2014) mengemukakan bahwa prevalensi Pra-demensia pada populasi penduduk lansia ≥ 60 tahun adalah antara 11,8% – 21,3%.6

Penanganan hendaya kognitif pada lansia harus dimulai sedini mungkin. Penanganan hendaya kognitif pada stadium pre-demensia dapat memperlambat progresivitas penurunan fungsi kognitif lebih lanjut menjadi demensia. Barnett J. H, dkk (2014) dan Kelley BJ (2015) mengemukakan bahwa intervensi terapi yang dilakukan lebih awal akan lebih potensial memperlambat penurunan fungsi kognitif lebih lanjut. Hal tersebut dapat dilakukan apabila Pra-Demensia dapat ditegakkan sedini mungkin. 7,8

Beberapa instrumen pemeriksaan telah diteliti dan dikembangkan untuk deteksi dini Pra-Demensia. Masing-masing instrumen pemeriksaan memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri, dan tidak semuanya dapat diterapkan di komunitas lansia di Indonesia. Deteksi dini Pra-Demensia di komunitas di Indonesia harus memiliki karakteristik antara lain: mudah dilakukan, waktu pemeriksaan singkat, mudah diinterpretasikan, serta akurat dan reliabel. Skor neuropsikiatri merupakan salah satu metode yang dipertimbangkan memenuhi kriteria tersebut, sehingga dapat menjadi strategi yang tepat untuk deteksi dini Pra-Demensia di komunitas di Indonesia.

Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, muncul pertanyaan penelitian: apakah skor neuropsikiatri, yang dikembangkan menggunakan kombinasi dari beberapa penilaian kognitif singkat, akurat dan reliabel dalam membedakan antara lansia Pra-Demensia dengan lansia normal di komunitas?

Page 10: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

6

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

Penelitian ini bertujuan: memperoleh suatu skor neuropsikiatri yang akurat dan reliabel dalam membedakan antara lansia Pra-Demensia dengan lansia normal di komunitas.

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk penduduk lansia dalam mengetahui kondisi kognitifnya secara dini. Skor neuropsikiatri ini diharapkan dapat memandu kader kesehatan di komunitas dalam menentukan kriteria merujuk pasien ke institusi pelayanan kesehatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi FK UHAMKA kepada Kementerian Kesehatan RI dalam Strategi Nasional Penanggulangan Penyakit Alzheimer dan Demensia Lainnya: Menuju Lanjut Usia Sehat dan Produktif. Urgensi Penelitian

Penanganan hendaya kognitif pada lansia harus dimulai sedini mungkin. Penanganan hendaya kognitif pada stadium pre-demensia dapat memperlambat progresivitas penurunan fungsi kognitif lebih lanjut menjadi demensia. Barnett J. H, dkk dan Kelley BJ mengemukakan bahwa intervensi terapi yang dilakukan lebih awal akan lebih potensial memperlambat penurunan fungsi kognitif lebih lanjut. Hal tersebut dapat dilakukan apabila Pra-Demensia dapat ditegakkan sedini mungkin.7,8

Penelitian ini bertujuan: memperoleh suatu skor neuropsikiatri yang akurat dan reliabel dalam membedakan antara lansia Pra-Demensia dengan lansia normal di komunitas.

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk penduduk lansia dalam mengetahui kondisi kognitifnya secara dini. Skor neuropsikiatri ini diharapkan dapat memandu kader kesehatan di komunitas dalam menentukan kriteria merujuk pasien ke institusi pelayanan kesehatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi FK UHAMKA kepada Kementerian Kesehatan RI dalam Strategi Nasional Penanggulangan Penyakit Alzheimer dan Demensia Lainnya: Menuju Lanjut Usia Sehat dan Produktif.

Page 11: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

7

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Penduduk lansia dapat mengalami penurunan fungsi otak sehingga menimbulkan respon kognitif

maladaptif. Respon kognitif maladaptif yang berat dan irreversible secara klinis dikenal sebagai hendaya kognitif berat (demensia). Respon kognitif maladaptif yang ringan secara klinis dikenal sebagai sebagai Pra-demensia.

Pra-Demensia merupakan suatu terminologi yang digunakan untuk menunjukkan kondisi kognitif seseorang berada pada posisi transisi di antara penurunan fungsi kognitif sesuai penuaan usia dengan penurunan fungsi kognitif pada demensia awal. Petersen RC dan Albert M. S, dkk (2011) mengemukakan bahwa pada Pra-Demensia terdapat bukti objektif adanya penurunan fungsi kognitif, namun aktivitas sehari-hari masih dapat dilakukan secara independen, tidak tampak atau hampir tidak terlihat adanya perubahan fungsi sehari-hari dibandingkan dengan beberapa periode sebelumnya.9,10

Penderita Pra-Demensia yang tidak mendapatkan terapi adekuat akan lebih mudah berkembang menjadi demensia. Mauri M, dkk (2012) mengemukakan bahwa tingkat progresivitas Pra-Demensia tipe amnestik menjadi Penyakit Alzheimer adalah sebesar 11,5% per tahun.11 Beberapa penelitian yang dikutip oleh Minglei (2004) menunjukkan angka progresivitas Pra-Demensia menjadi demensia berkisar antara 10%-12% per tahun, sedangkan progresivitas kejadian demensia pada populasi normal hanya berkisar 1%-2% per tahun.12 Namun demikian, pasien dengan HKR juga dapat kembali memiliki fungsi kognitif normal sesuai usia apabila dilakukan intervensi terapi yang adekuat. Feldman H. H dan Jacova C (2005) dan Petersen R. C (2011) mengungkapkan bahwa persentase reversi pasien Pra-Demensia menjadi kognitif normal sesuai usia adalah sekitar 25%-40%.9,13

Deteksi dini Pra-Demensia akan lebih banyak dilakukan di komunitas. Di sisi lain, Ehreke L, dkk (2011) mengungkapkan bahwa hanya 8% kasus Pra-Demensia yang dapat dideteksi di komunitas.14 Kedua hal tersebut menguatkan pemikiran pentingnya kemampuan deteksi dini Pra-Demensia di komunitas untuk mencegah keterlambatan penanganan hendaya kognitif.

Beberapa instrumen pemeriksaan pernah diteliti untuk deteksi dini HKR, di antaranya adalah pemeriksaan neurobiologi/biokimiawi (Turana, dkk, 2014), pemeriksaan neurologi (Lehrner J, dkk, 2009; Bahar-Fuchs A, dkk, 2011; Devanand D. P, dkk, 2010; Schofield P. W, dkk, 2012; Damasceno A, dkk, 2005; Di Legge S, dkk, 2001; Turana, dkk, 2014; Bittner D. M, dkk, 2014; Aggarwal N. T, dkk, 2006; R. Yves, dkk, 2009), dan pemeriksaan neuropsikologi (Cullen B, dkk, 2007; Lonie J. A, dkk, 2010; Yokomizo J. E, dkk, 2014; Petersen R. C, dkk, 2018). Masing-masing pemeriksaan memiliki karakteristik tersendiri, dan tidak semuanya dapat diterapkan di pelayanan kesehatan primer.18, 22, 23, 24, 30, 31, 32

Pemeriksaan neurologi sederhana dan pemeriksaan neuropsikologi non-komprehensif, masing-masing dapat diterapkan di pelayanan kesehatan primer, namun tidak memiliki akurasi cukup baik apabila diterapkan sebagai pemeriksaan yang berdiri sendiri. Pemeriksaan neurobiologi/biokimiawi, pemeriksaan neurologi kompleks, dan pemeriksaan neuropsikologi komprehensif, masing-masing memiliki akurasi baik, namun tidak dapat diterapkan karena keterbatasan sarana-prasarana, petugas kesehatan terlatih, dan terutama terkait kendala keterbatasan waktu.

Beberapa faktor seperti usia tua, gender laki-laki, tingkat pendidikan yang rendah, penyakit vaskuler (diabetes dan hipertensi), obesitas, faktor genetik (kelainan pada kromosom 1, 14, 19 (APOE ε4), 21), defisiensi vitamin D, sleep-disordered breathing, riwayat sakit kritis (misal: sepsis), dan gangguan neuropsikiatrik depresi diketahui dapat meningkatkan risiko terjadinya Pra-Demensia (Langa K. M dan Levine D. A, 2014; Ritchie L. J dan Tuokko H, 2010; Gao Yuan, dkk, 2013). Sementara itu, latihan fisik

Page 12: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

8

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

rutin, stimulasi kognitif rutin melalui pendidikan dan interaksi sosial, diketahui bersifat protektif terhadap kejadian Pra-Demensia (Ritchie L. J dan Tuokko H, 2010; Hanna Öhman, dkk, 2014; Gomez-Pinilla, F, dkk, 2002; Raffaella Molteni, dkk, 2004; Erickson KI, dkk, 2012).41

Interaksi faktor-faktor tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan metabolisme neuronal, sehingga terjadi pembentukan filamen double helix dan β-amiloid peptide fibril. Selanjutnya, filamen double helix mengakibatkan terjadinya pembentukan neurofibrillary tangles dan neuropil threads. Di sisi lain, β-amiloid peptide fibril mengakibatkan terjadinya pembentukan plak β-amiloid peptide. Neurofibrillary tangles dan plak β-amiloid peptide mengakibatkan terjadinya beberapa konsekuensi, antara lain defisiensi kolinergik, sehingga mengakibatkan neuronal loss atau disfungsi neuronal (Agamanolis D. P, 2011; Cummings J. L, 2008; Petersen R. C, dkk, 2014; Perl D. P, 2010; Stephan B. C, dkk, 2012; Yuval Zabar, 2012). Faktor risiko vaskular akan mengakibatkan peningkatan permeabilitas sawar darah otak (Yuval Zabar, 2012). Hal tersebut selanjutnya menimbulkan gangguan homeostasis dan terjadinya reaksi inflamasi iskemik serebral, sehingga juga mengakibatkan neuronal loss atau disfungsi neuronal. Neuronal loss atau disfungsi neuronal akan mengakibatkan disfungsi kortikal, disfungsi limbik, dan disfungsi sub-kortikal pada struktur-struktur yang terlibat dalam pengaturan fungsi kognitif, sehingga menampakkan sindroma klinis berupa hendaya kognitif ringan.3, 18, 25

Sindroma klinis yang terkait dengan fungsi auditory and visual comprehension, organisasi visuo-spatial, konsentrasi, atensi, fungsi eksekutif, abstract conceptualization, orientasi, memori, pemrograman motorik, pengetahuan numerik, dan instruksi semantik, dapat dideteksi dengan pemeriksaan neuropsikologi non-komprehensif (Cullen B, dkk, 2007; Lonie J. A, dkk, 2010; Yokomizo J. E, dkk, 2014). Pemeriksaan neuropsikologi non-komprehensif tersebut seperti: CDT, Verbal Semantic Fluency Test, MAT, AD8, dan WORLD/WAHYU.22, 23, 24,

Akumulasi plak β-amiloid dan neurofibrillary tangles protein tau pada hipokampus, bulbus olfaktorius (khususnya nukleus olfaktorius anterior), area entorhinal, transentorhinal mengakibatkan terjadinya diskoneksi hipokampus dari area isokorteks dan berkurangnya input kolinergik dari bagian basal forebrain ke bulbus olfaktorius (Devanand D. P, dkk, 2010; Olofsson J. K, 2008; Wilson R. S, dkk, 2009; Sun G. H, dkk, 2012; Schofield P. W, dkk, 2012). Hal ini selanjutnya mengakibatkan terganggunya aliran informasi olfaktorius, sehingga terjadi gangguan identifikasi bau.38

Neuronal loss atau disfungsi neuronal pada lobus frontalis mengakibatkan gangguan neuronal kortiko-subkortikal, sehingga terjadi disinhibisi korteks serebri oleh batang otak (Damasceno A, dkk, 2005; Schott J. M dan Rossor M. N, 2003; Van Boxtel M. P. J, dkk, 2006). Hal ini mengakibatkan terjadinya release sign berupa penampakan kembali refleks primitif. Neuronal loss atau disfungsi neuronal pada lobus frontalis, parietalis, dan hipokampus mengakibatkan defisit fungsi eksekutif, attention, dan orientasi visuospasial (Aggarwal N. T, dkk, 2006; R. Yves, dkk, 2009; Tangen G. G, dkk, 2014; Ursin M. H, dkk, 2015). Hal ini selain mengakibatkan terjadinya hendaya kognitif, juga mengakibatkan terjadinya ganguan keseimbangan motorik.30, 49 Patofisiologi terjadinya Pre-Demensia tersebut selengkapnya terangkum dalam Gambar 1. Kerangka Teori.

Metode deteksi dini Pra-Demensia di komunitas harus memiliki karakteristik antara lain: mudah dilakukan, waktu pemeriksaan singkat, mudah diinterpretasi, serta akurat dan reliabel. Di antara beberapa metode deteksi dini, model neuropsikiatri merupakan salah satu alternatif yang diharapkan dapat memenuhi kriteria tersebut.

Suatu skor neuropsikiatri yang dikembangkan menggunakan kombinasi dari beberapa penilaian kognitif singkat, yang cepat, efektif, akurat dan reliabel untuk membedakan lansia normal dan lansia dengan

Page 13: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

9

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

Pra-Demensia diharapkan dapat menjadi strategi yang tepat untuk deteksi dini Pra-Demensia penduduk lansia di komunitas. Roadmap Penelitian

Penelitian ini merupakan tahapan kedua dari empat rencana tahapan pada roadmap penelitian tentang cognitive impairment pada lansia. Tahapan pertama adalah penyelidikan tentang Faktor Risiko Hendaya Kognitif Ringan pada Penduduk Lanjut Usia di Jakarta Timur. Tahapan kedua, yaitu penelitian ini, adalah pembuatan Model NeuroPsikiatri untuk Deteksi Dini Pra-Demensia Penduduk Lanjut Usia di Komunitas. Tahapan ketiga adalah Uji Validasi Model Deteksi Dini Pra-Demensia Penduduk Lanjut Usia di Pelayanan Kesehatan Primer. Dan tahapan terakhir adalah Penyusunan Rekomendasi kepada Kemenkes RI: Model Deteksi Dini Pra-Demensia sebagai model skrining Pra-demensia pada populasi lansia urban perkotaan. Gambar Roadmap Penelitian - Tahun 2020 - Tahun 2020 - Tahun 2021 - Tahun 2021

Faktor Risiko Hendaya Kognitif Ringan pada

Penduduk Lanjut Usia di Jakarta Timur

Model NeuroPsikiatri untuk Deteksi Dini Pra-

Demensia Penduduk Lanjut Usia di

Komunitas

Uji Validasi Model Deteksi Dini Pra-

Demensia Penduduk Lanjut Usia di Pelayanan

Kesehatan Primer

Penyusunan Rekomendasi kepada Kemenkes RI: Model Deteksi Dini Pra-Demensia sebagai model skrining Pra-

demensia pada populasi lansia urban perkotaan.

Page 14: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

10

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

Gambar 1. Kerangka Teori

Pra-Demensia

Page 15: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

11

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

BAB 3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan rancangan studi diagnostik deteksi dini Cross-Sectional. Penelitian ini

menggunakan data sekunder. Data penelitian akan diambil dari database komunitas lansia di Kelurahan Pondok Kopi dan Kelurahan Malaka Jaya, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur.

Populasi sasaran adalah penduduk lanjut usia dengan usia ≥ 60 tahun. Sampel penelitian diambil dari anggota komunitas-komunitas lanjut usia dengan usia ≥ 60 tahun, di Kelurahan Pondok Kopi dan Kelurahan Malaka Jaya, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, dengan kriteria inklusi: sehat fisik dan mental, dapat membaca dan menulis. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah: Gangguan pendengaran dan/atau gangguan komunikasi, Riwayat gangguan penghidu sejak masa anak-anak, Kelumpuhan anggota gerak, Depresi, Gangguan psikiatrik mayor, Sakit berat, Riwayat penggunaan obat-obatan yang mengganggu fungsi dan struktur otak, Riwayat penyakit serebrovaskular, Riwayat tumor otak, Riwayat cedera kepala berat, Parkinsonism, Epilepsi, dan Gangguan fisik yang mengakibatkan tidak dapat dilakukan pemeriksaan neuropsikiatri yang dimaksudkan dalam penelitian ini.

Besar sampel pada penelitian ini dihitung menggunakan rumus penghitungan besar sampel dari Hajian-Tilaki (2014) sebagai berikut: 26

Menggunakan asumsi sebagai berikut: Kesalahan tipe satu (α) = 0,05 (Zα/2 = 1,96) Nilai spesifisitas yang diharapkan (Sp) = 90% Nilai sensitivitas yang diharapkan (Se) = 95% Nilai deviasi (d) = 6,5% Prevalensi HKR (Prev) = 21,3% (Xu S, dkk, 2014)

Asumsi nilai spesifisitas yang diharapkan (Sp) ditetapkan sebesar 90%. Nilai ini diharapkan dapat melampaui nilai spesifisitas pemeriksaan-pemeriksaan neuropsikiatri (gangguan subjektif daya ingat, CDT, Verbal Semantic Fluency Test, MAT, WORLD/WAHYU) dalam membedakan antara lansia normal dan lansia dengan Pra-Demensia pada penelitian-penelitian terdahulu. Rentang nilai spesifisitas pada penelitian-penelitian terdahulu adalah berkisar 17%-90% (Lorentz WJ, dkk, 2002; Cullen B, dkk, 2007; Lonie JA, dkk, 2010; Larner, A. J, 2016; Ro ́na ́n O’Caoimh, dkk, 2016; Jeremy MB, dkk, 2017). 23, 24

Asumsi nilai sensitivitas yang diharapkan (Sn) ditetapkan sebesar 95%. Nilai ini diharapkan dapat melampaui nilai sensitivitas pemeriksaan-pemeriksaan neuropsikiatri (gangguan subjektif daya ingat, CDT, Verbal Semantic Fluency Test, MAT, WORLD/WAHYU) dalam membedakan antara lansia normal dan lansia dengan Pra-Demensia pada penelitian-penelitian terdahulu. Rentang nilai sensitivitas pada

Page 16: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

12

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

penelitian-penelitian terdahulu adalah berkisar 48%-93% (Lorentz WJ, dkk, 2002; Cullen B, dkk, 2007; Lonie JA, dkk, 2010; Larner, A. J, 2016; Ro ́na ́n O’Caoimh, dkk, 2016; Jeremy MB, dkk, 2017). 23, 24

Prevalensi Pra-Demensia (Prev) ditetapkan sebesar 21,3% berdasarkan penelitian dari Xu S, dkk (2014). Penelitian tersebut dijadikan acuan karena memiliki karakteristik subjek penelitian yang serupa dengan penelitian ini.

Hasil perhitungan berdasarkan asumsi spesifisitas dan sensitivitas tersebut diperoleh besar sampel minimal yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 110 subjek penelitian.

Berdasarkan kerangka teori yang telah diungkapkan di bab sebelumnya, disusun kerangka konsep

untuk penelitian ini, sebagai berikut:

Variabel prediktor: Variabel outcome:

Variabel eksternal:

Gambar 2. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka konsep tersebut, disusun hipotesis sebagai berikut:

Model neuropsikiatri, yang dikembangkan menggunakan kombinasi dari beberapa penilaian kognitif singkat, akurat dan reliabel dalam membedakan antara lansia Pra-Demensia dengan lansia normal di komunitas.

Pra-Demensia *)

*) Berdasarkan kriteria klinis Core Clinical Criteria for the diagnosis of MCI (CoCC MCI) dari National Institute on Aging and Alzheimer’s Association workgroup (NIA-AA).

- Gangguan subjektif daya ingat - CDT - Verbal Semantic Fluency Test (IST) - MAT - WORLD/WAHYU

- Jenis kelamin - Umur - Tingkat pendidikan - Hipertensi - DM - IMT - Merokok - Riwayat latihan fisik

Page 17: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

13

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

Definisi Operasional Variabel Pra-Demensia

Variabel Pra-Demensia ditegakkan berdasarkan kriteria klinis The Core Clinical Criteria for the diagnosis of MCI (CoCC MCI) dari National Institute on Aging and Alzheimer’s Association workgroup (NIA-AA) yang merupakan pemeriksaan baku emas untuk menegakkan diagnosis Pra-Demensia. Besaran yang digunakan adalah besaran kategorikal dikotomi (Pra-Demensia atau Lansia normal). Clock Drawing Test

Variabel Clock Drawing Test (CDT) diperoleh berdasarkan pemeriksaan neuropsikologi menggunakan metode Lin dkk (2003). Pasien diminta menggambar jam berbentuk lingkaran, lengkap dengan angka dan jarum penunjuknya. Jam menunjukkan pukul 11 lebih 10 menit. Item yang dinilai adalah: (1) apakah kedua belas angka digambar dan diletakkan secara tepat, (2) apakah jarum penunjuk menit digambar lebih panjang daripada jarum penunjuk jam, (3) apakah jarum pendek tepat menunjuk ke angka 11.33

Hasil pemeriksaan dikategorikan abnormal (variabel CDT positif) apabila dua dari ketiga butir penilaian tersebut tidak benar. Besaran yang digunakan pada variabel CDT adalah besaran kategorikal dikotomi (positif atau negatif). Verbal Semantic Fluency Test

Variabel Verbal Semantic Fluency Test (IST) diperoleh berdasarkan pemeriksaan neuropsikologi menggunakan metode Isaacs B dan Kennie A (1973). Pasien diminta menyebutkan macam-macam nama dari empat kategori berikut, yaitu: warna, hewan, buah, dan kota. Setiap kategori disediakan waktu selama 15 detik.34

Hasil pemeriksaan dikategorikan abnormal (variabel IST positif) apabila pasien hanya dapat menyebutkan kurang dari 20 jawaban dari total keempat kategori tersebut. Besaran yang digunakan pada variabel IST adalah besaran kategorikal dikotomi (positif atau negatif). The Mental Alternation Test

Variabel The Mental Alternation Test (MAT) diperoleh berdasarkan pemeriksaan neuropsikologi menggunakan metode Jones B. N, dkk (1993). Pasien diminta menyebutkan angka dari 1 sampai dengan 20, kemudian menyebutkan huruf alfabet dari A sampai dengan Z. Setelah itu pasien diminta menyebutkan bergantian antara angka dan huruf dengan cara sebagai berikut: "1-A, 2-B, 3-C, dan seterusnya" dalam waktu 30 detik. Penilaian dihitung dari berapa banyak angka dan huruf yang benar.35

Hasil pemeriksaan dikategorikan abnormal (variabel MAT positif) apabila pasien hanya dapat menyebutkan kurang dari 15 kombinasi angka dan huruf yang benar. Besaran yang digunakan pada variabel MAT adalah besaran kategorikal dikotomi (positif atau negatif). World/Wahyu

Variabel World/Wahyu diperoleh berdasarkan pemeriksaan neuropsikologi menggunakan modifikasi dari metode Norman A. Leopold dan Andrew J. Borson (1997). Pasien diminta menyebutkan urutan huruf dari kata WAHYU, diurutkan ke depan, dan kemudian ke belakang.36

Hasil pemeriksaan dikategorikan abnormal (variabel World/Wahyu positif) apabila pasien tidak dapat menyebutkan urutan huruf dari depan dan dari belakang secara benar. Besaran yang digunakan pada variabel World/Wahyu adalah besaran kategorikal dikotomi (positif atau negatif). Gangguan Subjektif Daya Ingat

Variabel gangguan subjektif daya ingat yang ditanyakan pada penelitian ini diambil dari salah satu pertanyaan dalam tes neuropsikologi Ascertain Dementia 8 versi Indonesia (AD8-INA). Pertanyaan yang dimaksud adalah: "Apakah Bapak/Ibu pernah mendapatkan keluhan sering menceritakan atau menanyakan secara berulang-ulang hal yang sama yang baru saja diceritakan atau ditanyakan?" (Gafur M, dkk, 2011).

Page 18: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

14

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

Hasil pemeriksaan gangguan subjektif daya ingat dikatagorikan positif (variabel Gangguan subjektif daya ingat positif) apabila terdapat keluhan tersebut. Besaran yang digunakan pada variabel ganguan subjektif daya ingat adalah besaran kategorikal dikotomi (positif atau negatif). Jenis Kelamin

Variabel jenis kelamin didefinisikan sebagai status jender subjek yang dapat diketahui dengan melihat fisik yang bersangkutan (BPS, 2015). Besaran yang digunakan adalah besaran kategorikal dikotomi (laki-laki atau perempuan).4 Umur

Variabel umur didefinisikan sebagai umur subjek pada saat dilakukannya penelitian berdasarkan pada kartu identitas (KTP). Bilangan bulan kurang dari setengah tahun dihitung umurnya dengan tahun lebih rendah, sedangkan lebih dari setengah tahun dihitung umurnya dengan tahun lebih tinggi (BPS, 2015).

4 Besaran yang digunakan adalah besaran kategorikal dikotomi (lansia umur > 65 tahun atau lansia

umur 60-65 tahun). Pendidikan

Variabel pendidikan ditentukan berdasarkan jenjang pendidikan tertinggi yang sudah ditamatkan oleh seseorang yang sudah tidak sekolah lagi atau jenjang pendidikan tertinggi yang pernah diduduki dan ditamatkan oleh seseorang yang masih bersekolah (BPS, 2015). 4

Besaran yang digunakan adalah besaran kategorikal dikotomi (SD-SLTA atau Sarjana). Indeks Massa Tubuh

Variabel indeks massa tubuh diperoleh dengan membagi berat badan subjek (dalam kilogram) dengan kuadrat dari tinggi badan subjek (dalam meter). Dikategorikan sebagai berat badan lebih (IMT ≥ 25 kg/m2) dan berat badan normal (IMT < 25 kg/m2) (Weisell, 2002; WHO, 2004).

Variabel ini menggunakan besaran kategorikal (berat badan lebih atau berat badan normal). Hipertensi

Variabel hipertensi dinyatakan positif (hipertensi) apabila subjek sedang mengkonsumsi obat anti-hipertensi, atau saat pemeriksaan pengukuran dua kali dalam waktu yang berbeda diperoleh tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg (JNC 7, 2003). Variabel ini menggunakan besaran kategorikal dikotomi (hipertensi atau tidak hipertensi). Diabetes Melitus

Variabel diabetes melitus dinyatakan positif (variabel DM positif) apabila subjek sedang mengkonsumsi obat anti-diabetes, atau kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dL disertai gejala banyak makan, sering kencing, sering haus, dan berat badan turun (Kemenkes RI, 2014). 2

Besaran yang digunakan adalah besaran kategorikal dikotomi (diabetes melitus atau tidak diabetes melitus). Merokok

Variabel merokok dinyatakan positif (variabel merokok positif) apabila subjek memiliki aktivitas menghisap rokok minimal 1 batang setiap harinya sampai kurang dari satu tahun sebelum pemeriksaan. 4 Besaran yang digunakan adalah besaran kategorikal dikotomi (merokok atau tidak merokok).

Page 19: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

15

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

Diagram Alir Penelitian

1. Mengidentifikasi komunitas-komunitas lansia yang terdata di Kelurahan Pondok Kopi dan Kelurahan Malaka Jaya, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur.

2. Tim peneliti mengkaji database identitas diri kandidat subjek penelitian, serta mengidentifikasi secara umum kesesuaian karakteristik setiap kandidat dengan kriteria eligibilitas penelitian yang sudah ditentukan.

3. Tim peneliti mengkaji database untuk mengambil data variabel-variabel prediktor, variabel-variabel luar, dan variabel outcome.

4. Semua pengambilan data variabel dilakukan dengan metode yang telah terstandarisasi. Pengukuran variabel-variabel prediktor dan variabel outcome pada setiap subjek penelitian dilakukan oleh pemeriksa yang berbeda, secara tersamar (blind).

Tahapan analisis data penelitian ini terdiri atas: 1. Identifikasi dan analisis untuk menyeleksi karakteristik-karakteristik dasar subjek penelitian dan

pemeriksaan-pemeriksaan neuropsikiatri mana yang potensial sebagai variabel penyusun model neuropsikiatri deteksi dini Pra-Demensia.

2. Identifikasi dan analisis data diawali dengan melakukan uji statistik bivariat chi square, dilanjutkan dengan uji statistik multivariat regresi logistik metode enter. Kovariat dalam hasil uji statistik bivariat yang memenuhi syarat (p<0,25) selanjutnya diikutkan dalam uji statistik multivariat. Level of significance uji statistik multivariat regresi logistik metode enter ditetapkan sebesar 0,05. Variabel yang menunjukkan hasil p<0,05 selanjutnya diikutkan dalam pengembangan Skor neuropsikiatri deteksi dini Pra-Demensia.

3. Pengembangan Skor neuropsikiatri deteksi dini Pra-Demensia. Skor ini dikembangkan menggunakan kombinasi variabel-variabel prediktor (karakteristik dasar dan pemeriksaan neuropsikiatri singkat)

Identifikasi komunitas-komunitas lansia di Kelurahan Pondok Kopi dan Kelurahan Malaka Jaya

Identifikasi kesesuaian karakteristik setiap kandidat dengan kriteria eligibilitas penelitian

Pengkajian database untuk mengambil data variabel-variabel prediktor, variabel-variabel luar, dan variabel outcome.

Page 20: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

16

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

yang terbukti akurat dan reliabel dalam membedakan antara lansia normal dan lansia dengan Pra-Demensia.

4. Prosedur Receiver Operating Characteristic (ROC) dilakukan untuk menentukan Area Under Curve dan nilai cut-point yang optimal untuk menilai probabilitas Pra-Demensia. Tahapan ini menghasilkan nilai probabilitas Pra-Demensia pada lansia di komunitas.

5. Uji sensitivitas, spesifisitas, dan probabilitas dilakukan untuk menganalisis validitas skor neuropsikiatri. Uji akurasi Skor neuropsikiatri untuk menilai kemampuan Skor neuropsikiatri dalam membedakan antara lansia normal dan lansia dengan Pra-Demensia di komunitas. Uji akurasi mencakup analisis sensitivitas, spesifisitas, akurasi, nilai duga positif, nilai duga negatif, dan likelihood ratio. Metode penghitungan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Variabel Pra-

Demensia (+)

Pra-Demensia

(-) Total

Skor Neuropsikiatri Positif a c a+c Negatif b d b+d

Total a+b c+d a+b+c+d

- Sensitivitas : a / (a+b) - Spesifisitas : d / (c+d) - Nilai Duga Positif : a / (a+c) - Nilai Duga Negatif : d / (b+d) - Likelihood Ratio (+) : Sensitivitas / (1- Spesifisitas) - Likelihood Ratio (-) : (1-Sensitivitas) / Spesifisitas - Akurasi : (a+d) / (a+b+c+d)

Page 21: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

17

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL

Subjek penelitian berjumlah 110 orang lansia. Sebagian besar subjek adalah perempuan (70%). Pra-Demensia ditemukan pada 34 subjek (30,9%). Karakteristik dasar dan status klinis ditunjukkan pada tabel 1 dan tabel 2. Tabel 1. Karakteristik Dasar Lansia Normal dan Lansia dengan Pra-Demensia

Variables

Pra-Demensia

(-) n (%)

Pra-Demensia

(+) n (%)

p

Gender Men 20 (60.6%) 13 (39.4%) 0.207 Women 56 (72.7%) 21 (27.3%)

Age (years) 60-65 58 (69.9%) 25 (30.1%) 0.754 > 65 18 (66.7%) 9 (33.3%)

Education (years) ≥ 12 59 (72.8%) 22 (27.2%) 0.155 < 12 17 (58.6%) 12 (41.4%)

Hypertension No 40 (78.4%) 11 (21.6%) 0.049 Yes 36 (61.0%) 23 (39.0%)

Diabetes Mellitus No 65 (71.4%) 26 (28.6%) 0.246 Yes 11 (57.9%) 8 (42.1%)

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Neuropsikiatri Singkat pada Lansia Normal dan Lansia dengan Pra-Demensia

Variables MCI (-) n (%)

MCI (+) n (%) p

Clock drawing test Normal 63 (73.3%) 23 (26.7%) 0.074 Abnormal 13 (54.2%) 11 (45.8%)

Verbal semantic fluency test Normal 75 (89.3%) 9 (10.7%) 0.000 Abnormal 1 (3.8%) 25 (96.2%)

Alphabetical 'WAHYU' test Normal 71 (70.3%) 30 (29.7%) 0.359 Abnormal 5 (55.6%) 4 (44.4%) Subjective memory complaints

Normal 61 (84.7%) 11 (15.3%) 0.000 Abnormal 15 (39.5%) 23 (60.5%)

Analisis statistik multivariat menunjukkan bahwa hasil abnormal pada pemeriksaan verbal

semantic fluency test (p = 0.000; OR = 36.696 (95% CI 23.388-42.182)), adanya keluhan memori subjektif (p = 0.007; OR = 13.083 (95% CI 2.017- 84.877)), dan tingkat pendidikan yang rendah (p = 0.049; OR = 6.839 (95% CI 1.697-67.142)) merupakan variabel prediktor yang baik untuk membedakan lansia dengan Pra-Demensia dengan lansia normal.

Page 22: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

18

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

Tabel 3. Analisis Multivariat Regresi Logistik

Dependent Variables p OR 95% CI

Lower Upper Gender 0.997 97.900 0.127 130.234 Verbal semantic fluency test 0.000 *) 36.696 23.388 42.182 Clock drawing test 0.949 0.943 0.154 5.760 Subjective memory complaints 0.007 *) 13.083 2.017 84.877

Education 0.049 *) 6.839 1.697 67.142 Hypertension 0.973 0.968 0.147 6.388 Diabetes Mellitus 0.799 0.702 0.046 10.653

*) statistically significant

Pemeriksaan verbal semantic fluency test, keluhan memori subjektif, dan tingkat pendidikan

kemudian digabungkan untuk membuat skor neuropsikiatri untuk membedakan lansia Pra-Demensia dengan lansia normal. Skoring diperoleh melalui perhitungan statistik menggunakan nilai B dan Standard Error. Skor neuropsikiatri yang dihasilkan ditunjukkan pada tabel 4 dan tabel 5. Tabel 4. Sistem Skor

Variables B S.E. B/SE (B/SE) / 1.652 Scoring Verbal semantic fluency test 5.726 1.313 4.361 2.639 3 Subjective memory complaints 2.571 0.954 2.695 1.631 2 Education 1.923 1.165 1.652 1 1

Tabel 5. Skor Neuropsikiatri untuk Deteksi Dini Pra- Demensia

No Variables Score 1.

Verbal semantic fluency test Normal Abnormal

0 3

2.

Subjective memory complaints No Yes

0 2

3.

Education ≥ 12 < 12

0 1

Page 23: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

19

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

Prosedur Receiver Operating Characteristic (ROC) menghasilkan nilai AUC 0,934 (95% CI 0,882-0,986) (gambar 1). Nilai AUC ini termasuk dalam kualitas diskriminasi yang sangat baik. Dengan memanfaatkan nilai sensitivitas dan spesifisitas kurva AUC, kami menentukan titik potong. Skor neuropsikiatri memiliki akurasi yang cukup baik dalam membedakan lansia MCI dengan lansia normal. Skor neuropsikiatri 2 memiliki sensitivitas = 91,20%, spesifisitas = 78,9%, likelihood ratio (+) = 4,32, dan probabilitas = 81,2%.

Gambar 3. Area Under Curve (AUC) Skor Neuropsikiatri untuk Deteksi Dini Pra-Demensia pada Lansia

4.2. PEMBAHASAN

Subjek penelitian ini adalah penduduk lansia sehat berusia di atas 60 tahun. Prevalensi Pra-Demensia pada penelitian ini adalah 30,9%. Prevalensi ini lebih tinggi daripada hasil penelitian terdahulu oleh Petersen et al., dan Xu S et al. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa prevalensi Pra-Demensia pada penduduk usia 60 tahun ke atas adalah 8,4-25,2 %. Latar belakang pendidikan yang rendah pada mayoritas populasi penelitian kami dapat menjelaskan perbedaan ini.2,4

Tingkat pendidikan telah diketahui berkaitan dengan kinerja kognitif pada orang dewasa yang lebih tua. Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah secara statistik berhubungan signifikan dengan kejadian Pra-Demensia. Petersen dkk. dan Xu S et al. menyatakan bahwa semakin tinggi prevalensi Pra-Demensia berkaitan dengan rendahnya tingkat pendidikan.2,4

Adanya keluhan memori subjektif secara statistik berhubungan signifikan dengan kejadian Pra-Demensia. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya. Keluhan memori subyektif berhubungan dengan

Page 24: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

20

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

terganggunya pembentukan memori jangka panjang baru pada Pra-Demensia.4,22 Tidak adanya keluhan memori subjektif merupakan salah satu indikator untuk mengeksklusikan kejadian Pra-Demensia. Variabel ini direkomendasikan untuk dimasukkan ke dalam program skrining singkat untuk Pra-Demensia. Namun demikian, akan lebih akurat apabila digabungkan dengan pemeriksaan lainnya.22,23,24

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil abnormal pada pemeriksaan verbal semantic fluency test secara statistik berhubungan secara signifikan dengan kejadian Pra-Demensia. Penelitian sebelumnya telah membuktikan perbedaan yang signifikan pada hasil verbal fluency test, terutama kefasihan semantik, antara lansia normal dan lansia dengan Pra-Demensia. Lansia dengan Pra-Demensia menunjukkan hasil tes verbal fluency test yang lebih rendah.25,26,27 Verbal fluency adalah fungsi kognitif yang memungkinkan pengambilan informasi dari memori yang disimpan di otak dengan melibatkan fungsi eksekutif dan keterampilan bahasa. Fungsi eksekutif melibatkan lobus frontal dan korteks prefrontal (terutama di korteks dorsolateral kiri), sedangkan keterampilan bahasa melibatkan lobus temporal kiri.28,29 Oleh karena itu, tes verbal fluency dapat digunakan untuk menilai fungsi eksekutif dan keterampilan bahasa.

Deteksi dini dan penatalaksanaan Pra-Demensia yang tepat dapat memperlambat kerusakan kognitif menjadi lebih buruk. Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa tingkat perkembangan Pra-Demensia menjadi demensia sekitar 10-12% per tahun, sedangkan perkembangan kejadian demensia pada populasi normal hanya sekitar 1-2% per tahun.30,31 Namun demikian, jika Pra-Demensia dapat dideteksi lebih awal dan mendapatkan terapi yang adekuat, lansia dengan Pra-Demensia dapat kembali memiliki fungsi kognitif yang normal sesuai proses penuaan. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa persentase konversi Pra-Demensia ke fungsi kognitif penuaan normal berkisar 25-40%.32,33 Oleh karena itu, metode yang akurat, mudah, dan cepat untuk deteksi dini Pra-Demensia sangat penting. Skor neuropsikiatri diharapkan dapat menjadi metode yang sesuai untuk deteksi dini Pra-Demensia di komunitas. Metode deteksi dini ini merupakan metode awal sebelum dilakukan pemeriksaan lanjutan di rumah sakit rujukan untuk menegakkan diagnosis Pra-Demensia.

Page 25: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

21

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Skor neuropsikiatri merupakan suatu metode yang sederhana untuk dipahami dan mudah diinterpretasikan, digunakan, dan divalidasi dengan menggunakan teknik statistik standar. Skor neuropsikiatri untuk deteksi dini Pra-Demensia memanfaatkan kombinasi pemeriksaan verbal semantic fluency test, variabel keluhan memori subjektif, dan tingkat pendidikan.

Akurasi skor neuropsikiatri untuk membedakan lansia dengan Pra-Demensia dengan lansia normal cukup baik. Skor neuropsikiatri dengan cut-off point 2 memiliki sensitivitas = 91,20%, spesifisitas = 78,9%, likelihood ratio (+) = 4,32, dan probabilitas = 81,2%.

Skor neuropsikiatri merupakan metode baru, yang mudah dan akurat untuk deteksi dini Pra-Demensia pada penduduk lanjut usia di komunitas di Indonesia. 5.2. SARAN

Studi ini menunjukkan bahwa skor neuropsikiatri untuk deteksi dini Pra-Demensia dapat dikembangkan untuk penggunaan klinis. Jika hasil skrining menunjukkan adanya Pra-Demensia, subjek dapat dirujuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan lengkap guna menegakkan diagnosis Pra-Demensia.

Diperlukan penelitian lebih lanjut multisenter dengan jumlah sampel yang lebih besar agar skor neuropsikiatri ini dapat diterapkan secara luas. Namin demikian hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan sistem skoring ini dapat digunakan untuk deteksi dini Pra-Demensia pada penduduk lansia di komunitas di Indonesia.

Page 26: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

22

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

BAB 6. LUARAN YANG DICAPAI

6.1. LUARAN WAJIB

IDENTITAS JURNAL 1 Nama Jurnal Alzheimer Disease and Associated Disorders

2 Website Jurnal https://journals.lww.com/alzheimerjournal/pages/default

.aspx

3 Status Makalah Submitted

4 Jenis Jurnal Jurnal International / Q1 4 Tanggal Submit 18 Desember 2020 5 Bukti Screenshot submit

6.2. LUARAN TAMBAHAN

IDENTITAS SEMINAR 1 Nama Seminar Internatioanal Conference on Natural and Social Science

Education

2 Website Seminar https://conference.uhamka.ac.id/lic/

3 Status Makalah Abstract; Oral Presentation

4 Jenis Prosiding Prosiding International 4 Tanggal Submit 10 Oktober 2020 5 Bukti Screenshot submit

Page 27: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

23

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Page 28: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

24

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

BAB 7. RENCANA TINDAK LANJUT DAN PROYEKSI HILIRISASI

7.1. HASIL PENELITIAN

Penelitian ini merupakan inovasi produk. Hasil penelitian ini berupa suatu Skor Neuropsikiatri. Suatu metode baru deteksi dini Pra-Demensia pada penduduk lansia di komunitas di Indonesia. Skor

Neuropsikiatri ini diharapkan bermanfaat untuk penduduk lansia dalam mengetahui kondisi kognitifnya secara dini. Skor neuropsikiatri ini diharapkan dapat memandu kader kesehatan di komunitas dalam menentukan kriteria merujuk pasien ke institusi pelayanan kesehatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi FK UHAMKA kepada Kementerian Kesehatan RI dalam Strategi Nasional Penanggulangan Penyakit Alzheimer dan Demensia Lainnya: Menuju Lanjut Usia Sehat dan Produktif. 7.1. RENCANA TINDAK LANJUT Studi ini menunjukkan bahwa skor neuropsikiatri untuk deteksi dini Pra-Demensia dapat dikembangkan untuk penggunaan klinis. Jika hasil skrining menunjukkan adanya Pra-Demensia, subjek dapat dirujuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan lengkap guna menegakkan diagnosis Pra-Demensia.

Diperlukan penelitian lebih lanjut multisenter dengan jumlah sampel yang lebih besar agar skor neuropsikiatri ini dapat diterapkan secara luas. Namin demikian hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan sistem skoring ini dapat digunakan untuk deteksi dini Pra-Demensia pada penduduk lansia di komunitas di Indonesia.

Page 29: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

25

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

DAFTAR PUSTAKA 1. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017. Analisis Lansia di

Indonesia, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta 2. Kemenkes RI, 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia). Buletin Jendela Data dan

Informasi Kesehatan, Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 1(9): 1-32

3. Cummings, J. L, 2008. The Black Book of Alzheimer’s Disease, Part 1, Primary Psychiatry, 15(2): 66-76

4. Badan Pusat Statistik, 2015. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2015, Badan Pusat Statistik, Jakarta: Author

5. Alzheimer's Disease International, 2015. World Alzheimer Report 2015, The Global Impact of Dementia, An Analysis of Prevalence, Incidence, Cost and Trends, London: Author

6. Xu S, Xie B, Song M, dkk, 2014. High Prevalence of Mild Cognitive Impairment in the Elderly: A Community-Based Study in Four Cities of the Hebei Province, China. Neuroepidemiology 42: 123–130

7. Barnett, J. H, Lewis, L, Blackwell, A. D, dkk, 2014. Early intervention in Alzheimer's disease: a health economic study of the effects of diagnostic timing, BMC Neurology, 14:101

8. Kelley B. J, 2015. Treatment of Mild Cognitive Impairment. Curr Treat Options Neurol 17: 40 9. Petersen R. C, 2011. Mild Cognitive Impairment, N Engl J Med; 364:2227-34 10. Albert, M. S, DeKosky, S. T, Dickson, D, dkk, 2011. The Diagnosis of Mild Cognitive Impairment

Due To Alzheimer's Disease: Recommendations from the National Institute on Aging-Alzheimer's Association Workgroups on Diagnostic Guidelines for Alzheimer's Disease. Alzheimers Dement. 7(3): 270-9

11. Mauri M, Elena Sinforiani, Chiara Zucchella, Maria Giovanna Cuzzoni, Giorgio Bono, 2012. Progression to dementia in a population with amnestic mild cognitive impairment: clinical variables associated with conversion, Functional Neurology; 27(1): 49-54

12. Minglei Li, 2004. Screening For Mild Cognitive Impairment And Early Alzheimer’s Disease, Department of Psychological Medicine, National University of Singapore

13. Feldman, H. H, Jacova, C, 2005. Mild Cognitive Impairment, The American Journal of Geriatric Psychiatry 13(8): 645-655

14. Ehreke, L, Tobias, L, Melanie, L, dkk, 2011. Clock Drawing Test – screening utility for mild cognitive impairment according to different scoring systems: results of the Leipzig Longitudinal Study of the Aged (LEILA 75+), International Psychogeriatrics, 23:10, 1592–1601

15. Kemenkes RI. Overview of Elderly Health in Indonesia (Gambaran Kesehatan Lanjut Usia Di Indonesia). Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Data and Information Center, Ministry of Health of the Republic of Indonesia; 2013. 1(9): 1-32. ISSN 2088-270X

16. Xu S, Xie B, Song M et al. High Prevalence of Mild Cognitive Impairment in the Elderly: A Community-Based Study in Four Cities of the Hebei Province, China. Neuroepidemiology. 2014. 42: 123–130. doi: 10.1159/000357374

17. Kelley, B. J. Treatment of Mild Cognitive Impairment. Curr Treat Options Neurol. 2015. 17: 40. doi: 10.1007/s11940-015-0372-3

18. Petersen, R. C., Caracciolo, B., Brayne, C. et al. Mild cognitive impairment: a concept in evolution. Journal of Internal Medicine. 2014. 275(3): 214–28. doi: 10.1111/joim.12190

19. Barnett, J. H., Lewis, L., Blackwell, A. D., Taylor, M. Early intervention in Alzheimer's disease: a health economic study of the effects of diagnostic timing. BMC Neurology. 2014. 14: 101. doi: 10.1186/1471-2377-14-101

20. Trisnawati N, Bahauddin A, Ekawati R. Primary Healthcare Service Improvement Design with Lean Healthcare Approach and Simulation (Rancangan Perbaikan Pelayanan Puskesmas dengan

Page 30: MODEL NEUROPSIKIATRI UNTUK DETEKSI DINI PRA …

26

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

Pendekatan Lean Healthcare dan Simulasi), Jurnal Teknik Industri. 2013. 1(1): 71-76. ISSN 2302-495X

21. PERDOSSI. Guideline of Dementia: Clinical Practice, Diagnosis and Management (Panduan Praktek Klinik, Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia), Indonesian Neurological Association, Jakarta. 2015. http://www.perdossi.or.id

22. Radanovic M, Diniz BS, Mirandez RM et al. Verbal Fluency in The Detection Of Mild Cognitive Impairment And Alzheimer's Disease Among Brazilian Portuguese Speakers: The Influence Of Education. Int Psychogeriatr. 2009. 21(6): 1081-7. doi: 10.1017/S1041610209990639

23. Mueller, K. D., Koscik, R. L., LaRue, A. et al. Verbal Fluency and Early Memory Decline: Results from the Wisconsin Registry for Alzheimer's Prevention. Archives of clinical neuropsychology: the official journal of the National Academy of Neuropsychologists. 2015. 30: 448–457. doi: 10.1093/arclin/acv030

24. Mirandez RM, Aprahamian I, Talib LL et al. Multiple Category Verbal Fluency In Mild Cognitive Impairment And Correlation With CSF Biomarkers For Alzheimer's Disease. International psychogeriatrics / IPA. 2017. 29(6): 949–58. doi: 10.1017/S1041610217000102

25. Shao, Z., Janse, E., Visser, K., Meyer, A. S. What Do Verbal Fluency Tasks Measure? Predictors of Verbal Fluency Performance in Older Adults. Frontiers in psychology. 2014. 5: 772. doi:10.3389/fpsyg.2014.00772

26. David F. Tang-Wai. Cognitive Testing and Localization Made Ridiculously Simple, Presentation on Geriatric Refresher Day, University of Western Ontario, London; 2012

27. Mauri, M., Sinforiani, E., Zucchella et al. Progression to dementia in a population with amnestic mild cognitive impairment: clinical variables associated with conversion. Functional Neurology. 2012. 27(1): 49-54. PMC3812753

28. Minglei Li. Screening for Mild Cognitive Impairment and Early Alzheimer's Disease, Department of Psychological Medicine, National University of Singapore; 2004

29. Feldman H.H., Jacova C; Mild Cognitive Impairment. The American Journal of Geriatric Psychiatry. 2005. 13(8): 645-655. doi: 10.1097/00019442-200508000-00003

30. Petersen R. C. Mild Cognitive Impairment. N Engl J Med. 2011. 364: 2227-2234. doi: 10.1056/NEJMcp0910237