metodologi identifikasi kawasan kumuh

Upload: ghulamin

Post on 13-Oct-2015

308 views

Category:

Documents


52 download

DESCRIPTION

Metodologi Identifikasi Kawasan Kumuh Kota Samarinda

TRANSCRIPT

Pendahuluan

Pendekatan dan Metodologi

bab iV pendekatan dan metodologi4.1 PendekatanPada dasarnya identifikasi kawasan kumuh adalah untuk mengetahui karakteristik kekumuhan di suatu kawasan untuk kemudian dirumuskan strategi penanganan yang tepat. Pendekatan yang akan dilakukan untuk menghasilkan strategi penanganan yang tepat adalah dengan dengan penyediaan profil dan karakteristik kawasan yang dapat digunakan oleh para pemangku kepentingan dalam menangani kawasan kumuh. Identifikasi karakteristik kawasan sebelum dapat menghasilkan kebijakan dan strategi penanganan adalah dengan melakukan :1. Inventarisasi Lokasi dan Delineasi Lokus Kawasan

2. Tipologi Kawasan

3. Ranking dan Pembobotan

4. Klasifikasi Kawasan Kumuh

5. Identifikasi Potensi dan Permasalahan

Profil akan disusun untuk setiap lokus kawasan kumuh dan akan disajikan dalam bentuk database Sistem Informasi Geografis (SIG). Selain sebagai database, penyajian data dalam bentuk SIG juga akan memudahkan para pengguna dalam mengambil keputusan mengenai penanganan kawasan kumuh. Penyajian profil yang sistematis dan terintegrasi dengan SIG diharapkan dapat memudahkan dalam penentuan cara pendekatan penanganan kawasan kumuh tersebut. Pada tahap ranking, pembobotan, dan klasifikasi juga akan menggunakan analisis SIG. Seluruh indikator yang digunakan akan berbentuk data spasial dan akan diberi bobot dan klasifikasi data. Hasil dari analisis GIS ini akan menghasilkan kategori kumuh menjadi Kumuh berat, kumuh sedang, dan kumuh ringan. Kawasan yang terkategori kumuh berat akan dijadikan kawasan percontohan (pilot project) untuk dibuatkan konsep rencana penanganan kawasannya. Pendekatan penyusunan konsep rencana penanganan akan menggunakan konsep CAP (community action plan) yang didahului oleh need assesment sehingga konsep yang disusun dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat.Kerangka metodologi pekerjaan ini dapat dilihat pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Kerangka Metodologis Pelaksanaan Pekerjaan4.2 MetodologiMetodologi yang akan digunakan pada pekerjaan ini meliputi metode pengumpulan data, metode analisis, dan metode penyusunan kebijakan, strategi, konsep dan rencana penanganan kawasan kumuh.

4.2.1 Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data terdiri dari survei primer dan survei sekunder. Survei Primer adalah survei yang dilakukan di lapangan pada lokus kawasan kumuh untuk mencari data-data dan gambaran potensi permasalahan di lapangan. Sedangkan survei sekunder berupa survei untuk mendapatkan data-data yang berkaitan dengan kawasan kumuh di Kota Samarinda yang telah disusun oleh instansi-instansi maupun oleh perseorangan.A. Survei PrimerSurvei Primer akan dilakukan di lokus-lokus kawasan kumuh untuk mendapatkan data lapangan yang tidak bisa didapatkan melalui survei sekunder. Survei primer akan dilakukan dengan cara observasi lapangan, GPS Marking/Tracking, wawancara kepala RW/kampung/tokoh masyarakat, dan survei kampung bersama masyarakat. Kebutuhan data, metode, serta penggunaan data dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.1 Penggunaan, kebutuhan, serta metode pengumpulan data pada survei primer

NoPenggunaan DataKebutuhan DataMetode

1Delineasi KawasanBatas KawasanGPS Marking/Tracking

2Tipologi KawasanGambaran Karakter KawasanObservasi Lapangan

3Indikator KumuhGambaran Lapangan Setiap IndikatorObservasi Lapangan

Kondisi BangunanObservasi/Wawancara

Kondisi Sarana Prasarana LingkunganObservasi/Wawancara

Kondisi Sosial BudayaObservasi/Wawancara

Kondisi Vitalitas EkonomiObservasi/Wawancara

Kondisi KebencanaanObservasi/Wawancara

Perwujudan Upaya dan Komitmen PemerintahObservasi/Wawancara

4Need Assesment untuk kawasan percontohan (pilot project)Kondisi Rumah dan Sarana Prasarana LingkunganSurvei Bersama Masyarakat

Sebaran RTLH dan Sarana Prasarana LingkunganGPS Marking/Tracking

Inventarisasi Potensi dan Permasalahan KawasanSurvei Bersama Masyarakat

Kebutuhan Penanganan KawasanSurvei Bersama Masyarakat

B. Survei SekunderSurvei Sekunder akan dilakukan dengan mencari data di instansi-instansi atau perseorangan yang telah melakukan pendataan atau kajian mengenai kawasan kumuh di Kota Samarinda. Mengenai kebutuhan data serta instansi yang akan didatangi dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.2 Jenis Kebutuhan Data dan Instansi pada Survei Sekunder

No.Jenis Kebutuhan DataInstansiKeterangan

1Draft RTRWK (termasuk peta)Bappeda

2Strategi Pengembangan Kota (SPK) Bappeda / DPU-CK

3RPJMD Kota Bappeda

4RPJPD Kota Bappeda

5SPPIP Kota DPU-CK

6Peta Status Lahan BPN / Bappeda

7Peta PersilBPN

8Harga Jual LahanBPN

9Citra Satelit / Foto Udara Resolusi TinggiBappeda / DPU-CK

10Peta Blok BangunanDPU-CK

11Samarinda dalam AngkaBPSTime series

12Kecamatan dalam AngkaBPSTime series

13Potensi DesaBPSTime Series

14Data Inventarisasi Bangunan dan RumahDPU-CK / Dinas PerumahanTime Series

15Kajian Sosial Budaya KotaBappeda

16Profil KemiskinanBappeda / BPS /

17Peta Risiko BencanaBPBD

18Kompilasi Usulan MusrenbangBappeda

4.2.2 Metode analisisAnalisis yang akan dilakukan pada pekerjaan ini terdiri dari :

1. Inventarisasi dan Delineasi Lokus Kawasan Kumuh

2. Ranking, Pembobotan, dan Klasifikasi Kawasan Kumuh

3. Analisis Tipologi Kawasan Kumuh

4. Analisis Potensi dan Permasalahan (SWOT)A. Inventarisasi dan Delineasi Lokus Kawasan KumuhTahap ini adalah untuk menentukan lokasi kawasan kumuh dan kemudian menentukan batas area lokus kawasan kumuh beserta luasannya. Penentuan lokasi kawasan kumuh, dapat dilakukan dengan melihat pada data-data inventarisasi bangunan rumah kumuh yang sudah dilakukan sebelumnya. Seperti dari hasil kajian instansi terkait atau dari data BPS yang sudah menghitung jumlah rumah kumuh per desa dari data Potensi Desa. Kemudian dilakukan survei lapangan dan GPS Marking/Tracking untuk mengecek data-data tersebut dan melakukan delineasi awal batas-batas kawasan kumuh. Setelah itu, delineasi awal dibahas dan didiskusikan bersama tim teknis dan perwakilan masyarakat untuk disepakati. Hasil penyepakatan delineasi tersebut diinventarisasi menjadi lokus-lokus kawasan kumuh yang akan diidentifikasi.B. Ranking, Pembobotan, dan Klasifikasi Kawasan KumuhRanking, Pembobotan, dan Klasifikasi kawasan kumuh pada keluarannya akan menghasilkan klasifikasi kawasan kumuh menjadi 3(tiga) kategori, yaitu kumuh berat, kumuh sedang, dan kumuh ringan. Penilaian akan dilakukan dengan menetapkan indikator-indikator kekumuhan. Kemudian, pembobotan dan pemeringkatan (ranking) akan diketahui untuk mengetahui kawasan mana yang paling kumuh.Bagian ini terbagi atas 3(tiga) tahapan, yaitu:

1. Penentuan indikator kawasan permukiman kumuh;

2. Pembobotan kawasan permukiman kumuh; dan3. Penentuan klasifikasi kawasan permukiman kumuh Penentuan Indikator Kawasan Permukiman Kumuh

Indikator kawasan permukiman kumuh yang disusun dipadukan dari berbagai sumber dan dimodifikasi sesuai dengan karakteristik permukiman di Kota Samarinda. Sumber yang dirujuk antara lain adalah Panduan Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh (2006) yang disusun oleh Depkimpraswil (sekarang Kementerian PU) dan juga 5 indikator kawasan kumuh dari UN-Habitat. Indikator kawasan kumuh yang ada dimodifikasi dengan menambahkan variabel-variabel yang terkait dengan karakteristik sosial ekonomi seperti tingkat kemiskinan, dan karakter budaya yang mempengaruhi pembentukan kawasan kumuh. Variabel yang akan digunakan sebagai indikator pada identifikasi kawasan kumuh di Kota Samarinda akan dijabarkan pada Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3 Kriteria Penetapan Kawasan KumuhNOIndikatorVARIABEL

1.Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang 1. Kesesuaian pola penggunaan lahan dengan Rencana Tata Ruang yang berlaku

2.Status Tanah2. Status sertifikat tanah

3. Status kepemilikan tanah

3.Tata Bangunan4. Tingkat Pertambahan Bangunan Liar5. Kepadatan Bangunan

6. Kondisi Bangunan Semi Permanen

7. Tapak bangunan

8. Jarak Antar Bangunan

9. Rasio Kecukupan Luas Rumah Tinggal

4.Sarana dan Prasarana Lingkungan10. Kondisi jalan lingkungan

11. Kondisi drainase

12. Akses terhadap air minum

13. Akses terhadap prasarana sanitasi

14. Penanganan persampahan

5.Sosial Budaya15. Kepadatan Penduduk16. Tingkat Pertambahan Penduduk17. Penyakit Sosial dan Kriminalitas

18. Kohesi Sosial19. Motif budaya yang membentuk kawasan

6.Vitalitas Ekonomi20. Angka Kemiskinan

21. Jumlah pekerja di sektor informal

22. Jumlah Pengangguran

23. Letak strategis kawasan

24. Jarak tempat mata pencaharian 25. Fungsi kawasan sekitar

7.Kesehatan Lingkungan26. Angka Kesakitan DBD

27. Angka Kesakitan Diare

28. Angka Kesakitan ISPA

8.Kebencanaan29. Frekuensi Histori Kebakaran30. Frekuensi Histori Banjir

31. Letak di lokasi Rawan Bencana

9.Upaya dan Komitmen Pemerintah 32. Pembiayaan33. Kelembagaan

34. Rencana Penanganan

35. Pembenahan Fisik

36. Penanganan Kawasan

Sumber: Hasil Kajian Konsultan, 2013 Pembobotan Kawasan Permukiman Kumuh

Untuk menetapkan prioritas penanganan kawasan kumuh, maka tahapan yang harus dilakukan adalah melakukan pembobotan atas indikator kawasan permukiman kumuh.

Pembobotan atas indikator kawasan permukiman adalah:

a. Pembobotan Indikator Kesesuaian Rencana Tata Ruang

Bobot penilaian penggunaan ruang kawasan perumahan permukiman tersebut berdasarkan Rencana Tata Ruang yang berlaku sebagai berikut: Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang sebagian besar penggunaannya sudah tidak sesuai atau kurang dari 25% yang masih sesuai.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang penggunaannya masih sesuai antara lebih besar dari 25% dan lebih kecil dari 50%.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang sebagian besar atau lebih dari 50% masih sesuai untuk permukiman. b. Pembobotan Indikator Status Tanah dan Nilai Lahan

1) Dominasi Status Sertifikat Lahan

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan jumlah status tidak memiliki sertifikat lebih dari 50%.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan jumlah status sertifikat HGB lebih dari 50%.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan jumlah status sertifikat Hak Milik lebih dari 50%.

2) Dominasi Status Kepemilikan

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan jumlah dominasi kepemilikan tanah negara lebih dari 50%. Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan jumlah dominasi kepemilikan tanah masyarakat adat lebih dari 50%.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan jumlah dominasi kepemilikan tanah milik masyarakat lebih dari 50%.c. Pembobotan Indikator Tata Bangunan

1) Pembobotan Tingkat Kondisi Bangunan

a) Tingkat Pertambahan Bangunan Liar Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang pertambahan bangunan liarnya tinggi untuk setiap tahunnya.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang pertambahan bangunan liarnya sedang untuk setiap tahunnya.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang pertambahan bangunan liarnya rendah untuk setiap tahunnya. b) Kepadatan Bangunan

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang Kepadatan bangunan lebih dari 100 rumah per hektar.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang kepadatan bangunannya mencapai antara 60 sampai 100 rumah per hektar.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan kepadatan bangunannya kurang dari 60 rumah per hektar. c) Kondisi Bangunan Temporer

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang bangunan temporernya tinggi yaitu lebih 50%.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang bangunan temporernya sedang atau antara 25% sampai 50%.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang bangunan temporernya rendah yaitu kurang dari 25%.

d) Tapak Bangunan (Building Coverage)

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang tapak (koefisien dasar) bangunan mencapai lebih dari 70%.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang tapak bangunannya antara 50% sampai 70%.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang tapak bangunannya rendah yaitu kurang dari 50%.

e) Jarak Antar Bangunan Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan jarak antar bangunan kurang dari 1,5 meter.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan jarak antar bangunan antara 1,5 sampai 3 meter.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan jarak antar bangunan lebih dari 3 meter.

f) Rasio Kecukupan Luas Rumah Tinggal Nilai 50 (lima puluh) untuk nilai rasio luas rumah total dibagi jumlah penduduk dibawah 5 m2 /jiwa.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk nilai rasio luas rumah total dibagi jumlah penduduk diatas 5 m2/jiwa dan dibawah 9 m2 /jiwa.

Nilai 20 (dua puluh) untuk nilai rasio luas rumah total dibagi jumlah penduduk diatas 9 m2 /jiwa.d. Pembobotan Kondisi Sarana Prasarana Lingkungan

Penjelasan mengenai pembobotan kriteria prasarana dan sarana adalah sebagai berikut, yaitu:

1) Kondisi Jalan Sasaran pembobotan kondisi jalan adalah kondisi jalan lingkungan permukiman Nilai 50 (lima puluh) untuk kondisi jalan buruk lebih 70%.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kondisi jalan sedang antara 50% sampai 70%.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kondisi jalan baik kurang 50%.

2) Kondisi Drainase Sasaran pembobotan kondisi drainase adalah drainase di kawasan permukiman.

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan tingkat volume genangan air sangat buruk yaitu lebih dari 50%.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat volume genangan air sedang yaitu antara 25% sampai 50%.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan tingkat volume genangan air normal yaitu kurang dari 25%.

3) Akses terhadap Air Bersih

Pembobotan kondisi air bersih dilakukan berdasarkan kondisi jumlah rumah penduduk di kawasan permukiman yang sudah memperoleh aliran air dari sistem penyediaan air bersih.

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan tingkat pelayanan sistem perpipaan air bersih kurang dari 30%.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat pelayanan sistem perpipaan air bersih antara 30% sampai 60%.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan tingkat pelayanan sistem perpipaan air bersih lebih besar dari 60%. 2) Akses terhadap Sarana Sanitasi

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan rumah tangga terlayani prasarana sanitasi sehat kurang dari 30%.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan dengan rumah tangga terlayani prasarana sanitasi sehat antara 30% sampai 60%.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan rumah tangga terlayani prasarana sanitasi sehat lebih dari 60%.

3) Kondisi Persampahan

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan tingkat pelayanan air limbah berat kurang dari 50%.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat pelayanan air limbah antara 50% sampai 70%. Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan tingkat pelayanan air limbah lebih dari 70%.e. Pembobotan Kondisi Sosial Budaya

1) Tingkat Kepadatan Penduduk

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan tingkat kepadatan penduduk sangat tinggi yaitu lebih dari 500 jiwa per hektar.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat kepadatan penduduk antara 400 sampai 500 jiwa per hektar.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan tingkat kepadatan penduduk rendah yaitu kurang dari 400 jiwa per hektar.

2) Tingkat Pertumbuhan Penduduk

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan tingkat pertumbuhan penduduk sangat tinggi yaitu lebih dari 2,1% per tahun.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat pertumbuhan penduduk antara 1,7 sampai 2,1% per tahun.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan tingkat pertumbuhan penduduk rendah yaitu kurang dari 1,7% per tahun. 3) Penyakit Sosial dan Kriminalitas

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan yang tinggi yaitu diatas 10 kasus dalam jangka waktu 1 tahun.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat kasus penyakit sosial dan kriminalitas yang sedang antara 2 sampai 10 kasus dalam jangka waktu 1 tahun.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan tingkat kasus penyakit sosial dan kriminalitas yang rendah dibawah 2 kasus dalam jangka waktu 1 tahun.4) Kohesi Sosial

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan tingkat gotong royong tinggi dalam pembangunan kampung.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat gotong royong sedang dalam pembangunan kampung. Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan dengan tingkat gotong royong rendah dalam pembangunan kampung.5) Motif budaya yang Membentuk Kawasan

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang memiliki motif budaya yang membentuk kawasan dan memiliki potensi kawasan bersejarah.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang memiliki salah satu antara motif budaya yang membentuk kawasan dan potensi kawasan bersejarah.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang tidak memiliki motif budaya yang membentuk kawasan dan potensi kawasan bersejarah.f. Pembobotan Kriteria Vitalitas Ekonomi

Penjelasan mengenai pembobotan kriteria vitalitas ekonomi adalah sebagai berikut, yaitu:

1) Angka Kemiskinan

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang jumlah KK Miskin > 50%.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang jumlah KK Miskin 20 - 50%.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang jumlah KK Miskin < 20%.2) Proporsi pekerja di sektor informal

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan permukiman kumuh dengan jumlah penduduk yang bekerja di sektor informal > 50%.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh dengan jumlah penduduk yang bekerja di sektor informal 20 - 50%.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan permukiman kumuh dengan jumlah penduduk yang bekerja di sektor informal < 20%.3) Jumlah Pengangguran

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan permukiman kumuh dengan jumlah pengangguran > 50%.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh dengan jumlah pengangguran 20 - 50%.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan permukiman kumuh dengan jumlah pengangguran < 20%.4) Potensi Ekonomi Lokal yang kompetitif

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang memiliki potensi ekonomi lokal yang khas dan kompetitif.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang memiliki potensi ekonomi lokal yang khas tetapi belum kompetitif. Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang belum memiliki potensi ekonomi lokal yang khas dan kompetitif.5) Tingkat Kepentingan Kawasan Terhadap Wilayah Sekitarnya Penilaian konstelasi terhadap kawasan sumber ekonomi produktif dengan bobot nilai sebagai berikut:

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang tingkat kepentingannya terhadap wilayah kota sangat strategis.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang tingkat kepentingannya terhadap wilayah kota cukup strategis.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang tingkat tingkat kepentingannya terhadap kawasan kota kurang strategis.

2) Jarak Jangkau Ke Tempat Bekerja

Penilaian jarak jangkau perumahan terhadap sumber mata pencaharian dengan bobot sebagai berikut:

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang mempunyai jarak terhadap mata pencaharian penduduknya kurang dari 1 km.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang mempunyai jarak terhadap mata pencaharian penduduknya antara 1 sampai dengan 10 km.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang mempunyai jarak terhadap mata pencaharian penduduknya lebih dari 10 km.

3) Fungsi Sekitar Kawasan

Penilaian fungsi sekitar kawasan dengan bobot sebagai berikut :

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang berada dalam kawasan pusat kegiatan bisnis kota.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan berada pada sekitar pusat pemerintahan, perkantoran, perguruan tinggi dan sekitar fasilitas umum skala kota.

Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan sebagai kawasan permukiman atau kegiatan lainnya selain pusat kegiatan bisnis, pemerintahan/perkantoran, perguruan tinggi, dan fasilitas umum skala kota.

g. Pembobotan Kriteria Kesehatan Lingkungan

Penjelasan mengenai pembobotan kriteria kesehatan lingkungan adalah sebagai berikut, yaitu:

1) Angka Kesakitan DBD Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian DBD dalam jangka waktu satu tahun > 15% dari jumlah penduduk.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian DBD dalam jangka waktu satu tahun 5 - 15% dari jumlah penduduk. Nilai 20 (dua puluh) kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian DBD dalam jangka waktu satu tahun < 5% dari jumlah penduduk.2) Angka Kesakitan Muntaber Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian Diare dalam jangka waktu satu tahun > 30% dari jumlah penduduk.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian Diare dalam jangka waktu satu tahun 15 - 30% dari jumlah penduduk. Nilai 20 (dua puluh) kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian Diare dalam jangka waktu satu tahun < 15% dari jumlah penduduk.3) Angka Kesakitan ISPA

Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian ISPA dalam jangka waktu satu tahun > 15% dari jumlah penduduk.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian ISPA dalam jangka waktu satu tahun 5 - 15% dari jumlah penduduk. Nilai 20 (dua puluh) kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian ISPA dalam jangka waktu satu tahun < 5% dari jumlah penduduk.h. Pembobotan Kriteria Kebencanaan

Penjelasan mengenai pembobotan kriteria kebencanaan adalah sebagai berikut, yaitu:

1) Angka Kejadian Kebakaran Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian kebakaran dalam jangka waktu lima tahun >3 kali.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian kebakaran dalam jangka waktu lima tahun 1-3 kali. Nilai 20 (dua puluh) kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian kebakaran dalam jangka waktu lima tahun 3 kali.

Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian banjir dalam jangka waktu lima tahun 1-3 kali. Nilai 20 (dua puluh) kawasan permukiman kumuh yang angka kejadian banjir dalam jangka waktu lima tahun